Anda di halaman 1dari 12

Biodata Nasir Abas

Nama : Mohamad Nasir Bin Abas


alias : Nasir Abas, Sulaiman, Khairudin, Malik, Adi Santoso, Edy Mulyono
T. Lahir : 06 / 05 / 1969
Tmp. Lahir : Singapura
Wrganegara : Malaysia
Status : Menikah
Agama : Islam

Latar belakang pendidikan.


1976 – 1977 (umur 7 - 8 thn) – Sekolah Dasar (Primary School), Singapura.
1978 – 1981 (umur 8 - 12 thn) – Sekolah Dasar (Sekolah Rendah), Johor Bahru, Malaysia.
1982 – 1984 (umur 12 - 15 thn) – SMP (Sekolah Menengah), Johor Bahru, Malaysia.
1984 – 1987 (umur 15 - 18 thn) – Maahad Ittiba’ us Sunnah, Kuala Pilah, Malaysia.
1987 – 1990 (umur 18 - 21 thn) – Akademi Militer Mujahidin Afghanistan, Pakistan.

Keterlibatan dalam organisasi / Gerakan Jihadiy.


1987 – 1993 (umur 18 - 23 thn) – Anggota Negara Islam Indonesia (NII) atau Darul Islam (DI).
Jan 1993 (umur 24 thn) – Keluar dari NII, menjadi Anggota Al-Jamaah Al-Islamiyah (JI)
1990 – 1993 (umur 21 - 24 thn) – Instruktur persenjataan di AKMIL Mujahidin Afghanistan.
1994 – 1996 (umur 24 - 27 thn) – Ketua Kem latihan Hudaybiyah, Mindanao, Philippina.
1997 (umur 28 thn) – Ketua Kirdas (setingkat Peleton), di Wilayah Gerak JI di Johor, M’sia.
1997 – 2001 (umur 28 - 32 thn) – Ketua Wakalah Badar (Wilayah Gerak JI di Sabah, Malaysia)
2001 – 2003 (umur 32 - 34 thn) – Ketua Mantiqi III (Wilayah Gerak JI; Sabah M’sia, Mindanao P’pine,
Sulteng & Sulut Indonesia, Kalimantan Timur Indonesia)
Pertengahan 2003 – Keluar dari Al-Jamaah Al-Islamiyah ( JI).

Terkait Kasus Hukum di Indonesia


18 Apr 2003 – Di tangkap Polri, Kasus Imigrasi & Pemalsuan Dokumen.
18 Feb 2004 – Bebas dari LP Palu, Sulteng, setelah menjalani 10 bulan penjara.

1
Kegiatan di Indonesia (2003 – 2013)
- Sejak status masih tahanan Polri hingga bebas, juga sampai sekarang, membantu Densus88 AT Polri
mengungkap kelompok JI, dan melakukan kegiatan Deradikalisasi terhadap Napi, Mantan Napi kasus
terorisme serta keluarga pelaku.
- Sebagai Police Technical Assistance pada saat – saat di perlukan Densus88 AT Polri.
- Sebagai Researcher Associate (sejak 2006) untuk penelitian terkait dengan para pelaku terorisme di
Lembaga Penelitian Psikologi (Lppsi) fakultas psikologi Universitas Indonesia, bersama Prof. Sarlito
W.Sarwono.
- Researcher di Pusat Riset Ilmu Kepolisian (PRIK) bersama Prof Sarlito W. Sarwono
- Sebagai Penceramah bebas, diundang masyarakat Indonesia pada acara – acara tertentu.
- Sebagai Narasumber pencegahan terorisme di acara diskusi / seminar – seminar yang diadakan oleh
DKPT (Desk Kordinator Pemberantasan Terorisme), BNPT (Badan Nasional Penanggulangan
Terorisme) dan juga oleh Polri serta ormas-ormas dan universitas di Indonesia.
- Sebagai Narasumber anti terorisme di media elektronik dan media cetak.
- Sebagai penulis buku dan artikel pencegahan terorisme di media.

Karya Buku Anti Terorisme, di Indonesia


2005 Membongkar Jamaah Islamiyah
2007 Melawan Pemikiran Aksi Bom Imam Samudra
2009 Memberantas Terorisme, Memburu Noordin M.Top

2011 Kutemukan Makna Jihad

2011 Inside JI
2012 Jauhkan Aku Dari Terorisme

2
Bahaya Terorisme: Penyusupan dalam masyarakat
(independen secara organisatoris, tetap bersambung secara ideologis)
Nasir Abas & Sarlito Wirawan Sarwono1

Pendahuluan
Pada hari Jumat, 15 April 2011 masyarakat dikejutkan dengan bom bunuh diri di Masjid
Polresta Cirebon. Beberapa orang anggota polisi (termasuk Kepala Polresta Cirebon Ajun
Komisaris Besar Herukoco) dan masyarakat yang sedang mendirikan sholat Jumat terluka.
Termasuk masyarakat yang terluka adalah imam sholat , Abbas. Sedangkan pelaku sendiri,
Muhamad Syarif, tewas seketika bersama bom di tubuhnya yang diledakkannya sendiri.
Peristiwa pemboman ini mengejutkan, karena sejak Bom Mariot II pada tahun 2009 situasi
relatif aman-terkendali, tidak terjadi bom. Bahkan sebelum bom Marriot II, sejak Bom Bali
II tahun 2005, selama 4 tahun bisa dikatakan Indonesia sepi bom.
Ketika Bom Marriot II meledak, orang sudah mulai bertanya-tanya, karena pelakunya,
Ibrahim, adalah orang baru sama sekali yang tidak dikenal sebelumnya baik oleh Polisi
(Densus 88), maupun di kalangan para mantan pelaku bom yang sudah tertangkap. Baru
belakangan terungkap bahwa Ibrahim terkait dengan Noordin M. Top, melalui orang yang
merekrutnya, yaitu Saifudin Jailani alias Saifudin Zuhri.
Tetapi Bom Cirebon lebih mengherankan lagi. Selain karena pelakunya adalah juga orang
baru yang tidak dikenal sebelumnya, juga karena sasarannya masjid, umat yang sedang
shalat, dan polisi. Tentang polisi, mudah dicari penjelasannya, yaitu bahwa polisi adalah
bagian dari pemerintah Thoghut2 yang harus dilawan, dibunuh. Namun sebelum ini, tidak
pernah teroris Indonesia menjadikan masjid dan umat yang 100% muslim, apalagi sedang
mendirikan shalat, menjadi sasaran. Di Iraq atau di Pakistan, memang banyak masjid
dijadikan sasaran bom, tetapi tidak di Indonesia. Sasaran teroris Indonesia biasanya adalah
gereja-gereja, kedutaan asing, dan tempat-tempat umum di mana diperkirakan banyak
kafir berkumpul.
Gejala-gejala baru ini menyebabkan orang menyangka bahwa bom Cirebon, dan mungkin
bom-bom berikutnya (termasuk Bom Solo, 25 September 2011, dengan Ahmad Yosepa
Hayat sebagai pelaku bom bunuh diri) tidak ada hubungannya sama sekali dengan bom-
bom masa lalu. Bahkan Abu Bakar Baasyir, pernah secara spontan menyatakan bahwa
pelaku bom Cirebon adalah kafir3. Demikian pula dengan beberapa pakar yang percaya

1
Tim Penelitian Terorisme, Pusat Riset Ilmu Kepolisian, Program Pascasarjana, Universitas Indonesia;
sarlito.sarwono@gmail.com, mohamadnasir69@gmail.com
2
Thoghut atau Thaghut adalah istilah dalam agama Islam yang merujuk kepada setiap yang disembah selain Allah
yang rela dengan peribadatan yang dilakukan oleh penyembah atau pengikutnya, atau rela dengan ketaatan
orang yang menaatinya dalam melawan perintah Allah. http://id.wikipedia.org/wiki/Thaghut
3
http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/11/04/15/ljozii-abu-bakar-baasyir-pelaku-bom-cirebon-kafir
http://news.okezone.com/read/2011/04/15/337/446545/baasyir-pelaku-bom-masjid-kafir

3
bahwa bom Cirebon adalah gejala baru yang berbeda dari bom-bom masa lalu yang bisa
ditarik ke akarnya sejak perang Afghanistan di akhir tahun 1980an. Demikian pula dengan
bom-bom mutakhir tahun 2012 seperti dalam boks berikut:

JAKARTA, KOMPAS.com, 29 Des 2012 — Sepanjang tahun 2012, Kepolisian Republik


Indonesia menangani 14 kasus terorisme di Indonesia. Sebanyak 78 orang telah
ditetapkan menjadi tersangka, sementara 10 orang di antaranya tewas saat dilakukan
penangkapan.
Dari total tersebut, sebanyak 68 orang telah diproses secara hukum, yakni tahap
pengadilan 17 orang dan 2 orang di antaranya telah divonis, sedangkan 51 orang
lainnya masih dalam proses penyidikan.
Tahun 2012 ini, teror yang banyak menjadi sorotan terjadi di Solo dan Psos. Pertama
ialah di Solo saat kelompok Farhan (19) meneror pos pengamanan polisi Agustus lalu.
Kelompok ini melempari pos polisi dengan granat dan melakukan penembakan yang
menewaskan Bripka Dwi Data Subekti
Farhan dan rekannya, Mukhsin, akhirnya tewas saat penangkapannya beberapa hari
setelah aksi teror itu, yakni Jumat (31/8/2012). Farhan melawan dan terjadi baku
tembak dengan Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri. Dalam penangkapan itu, satu
anggota Polri Briptu Suherman tewas.
Di Poso, polisi menembak hingga menewaskan terduga teroris Kholid pada 3
November 2012 yang diketahui bekerja sebagai polisi hutan. Akibat aksi teror di Poso,
enam polisi juga tewas.

Sementara itu terjadi Bom Buku (15 Maret 2011) dan polisi menemukan bom-bom yang
sudah ditanam di gorong-gorong di sekitar Gereja Christ Cathedral di Serpong. Ketika
terungkap ternyata pelakunya sama, yaitu seseorang bernama Pepi Fernando, alumni UIN
Jakarta, pekerja TV, pernah menjadi wartawan infotainment. Menurut teman-temannya,
dahulu Pepi Fernando tidak rajin shalat, dan tidak ada tanda-tanda sedikitpun yang
mengarahkannya kepada seorang teroris. Ia pun, sepanjang diketahui oleh Polisi dan
masyarakat, tidak ada informasi berhubungan dengan jaringan teroris sebelumnya.
Di luar itu semua, akhir-akhir ini media massa ramai menyiarkan berita tentang kasus-
kasus penculikan dan perekrutan anggota, yang diduga dilakukan oleh NII (Negara Islam
Indonesia), suatu organisasi illegal yang dicetuskan oleh SM.Kartosoewiryo, pemimpin
DI/TII di era tahun 1950-1960an. NII ini sudah lama diduga tidak eksis lagi, tetapi ternyata
selama ini hanya mati suri, dan sekarang hidup lagi, bahkan diduga terkait dengan Abu
Maarik, alias Abu Toto alias Syeikh Panji Gumilang, pemimpin Pesantren Al Zaytun yang
terletak di wilayah Indramayu, dan diduga mempunyai misi untuk mendirikan NII. Tetapi
melihat visi dan misi, serta modus operandinya, diduga NII merupakan aliran yang berbeda
sama sekali dan tidak ada hubungannya dengan aksi-aksi bom teror selama ini.

4
Dugaan ini sangat berbahaya karena membuat kita tidak bisa melihat saling keterkaitan
antar aksi-aksi teror dan rekrutmen yang marak dan makin kuat di Indonesia, yang pada
gilirannya bisa membuat kita salah merespons atau memilih strategi atau aksi yang keliru
dalam memerangi ancaman yang sudah membahayakan eksistensi negara ini. Karenanya
kita perlu mendalami kasus-kasus yang terjadi di masa-masa terakhir ini dan mencari
“benang-merah”-nya, agar kita bisa memilih strategi yang tepat untuk menanggulanginya
di sektor kita masing-masing.

Beberapa fakta:
Berikut ini ada beberapa fakta, baik yang sudah menjadi konsumsi publik (bersumber dari
media massa, termasuk media virtual/internet), maupun yang belum diumumkan ke
publik, namun dianggap sudah laik disajikan kepada publik. Maksud penyajian fakta-fakta
ini adalah untuk memberikan gambaran bagaimana saling keterkaitan antar kejadian-
kejadian akhir-akhir ini, agar dapat dicari “benang-merah-nya”.
 Pada sekitar akhir bulan Februari 2010, atas laporan masyarakat, Polisi menemukan
lokasi pelatihan militer di hutan wilayah Jalin Jantho, Kabupaten Aceh Besar. Temuan
ini bukan atas inisatif atau pengembangan Polisi, melainkan berdasarkan laporan dari
masyarakat. Belakangan terungkap bahwa Pusat latihan militer ini ada kaitannya
dengan Abu Bakar Baasyir (ABB)4 dan Dul Matin DPO kasus Bom Bali 2002, yang
mendorong dan membiayai seluruh pelatihan yang dikomando oleh Dulmatin ini.
Maksud awalnya adalah menempatkan pelatihan itu di Aceh dengan tujuan menjauhkan
pelatihan itu dari sumbernya di Jawa sebagai pusat terorisme (JI, JAT dll) yang dipimpin
oleh ABB. Karena itulah Polisi juga tidak segera mencium adanya pelatihan rahasia di
Aceh ini. Tujuan kedua adalah untuk mendekatkan pelatihan ini dengan masyarakat
Aceh yang pro-GAM dan anti pemerintah Pusat, sehingga tidak diduga bahwa pelatihan
teror itu sumbernya berasal dari ABB juga. Kenyataannya, masyarakat tidak bisa
menerima kehadiran latihan militer di Aceh, karena mereka sudah merasa aman setelah
Perjanjian Damai Helsinki. Karena itulah masyarakat melaporkannya kepada polisi.
 Perampokan Bank Niaga-CIMB di Medan, juga seakan-akan terpisah dari pelatihan di
Aceh dan pusat koordinasi di Jawa (ABB), ternyata setelah dikembangkan oleh Polisi,
perampokan yang memakan korban jiwa satu petugas Polisi yang sedang mengawal
Bank pada saat itu adalah fa’i (pengumpulan dana perjuangan Islam) untuk Aceh5.
 Dana perjuangan tidak hanya dilakukan secara kekerasan, tetapi bisa juga dari donatur-
donatur simpatisan islam, termasuk dari seorang mantri yang biasa dipanggil dokter
Syarif di Pamulang, dan Hanafi, seorang pengusaha, yang juga sudah diinterogasi oleh
Polisi. Maksud startegi ini adalah menyamarkan identitas organisasi yang melatar

4
BAP Lutfi Haidaroh alias Ubaid
5
BAP Fadli Sadama, pelaku perampokan bersenjata CIMB Medan 19 Agsts 2010. Fadli Sadama ditangkap di
Malaysia pada 13 Oktober 2010. Fadli Sadama dideportasi ke Indonesia pada 04 Des 2010. Menurut keterangan
polisi bahwa Fadli Sadama terkait jual beli narkoba yang dikategorikan sebagai tujuan Narco-Terorrism.

5
belakangi semua aksi teror ini, yang biasanya sudah dikenal sebagai organisasi
ekstrimis dengan gaya dan busana yang ekstrim juga (pria berjanggut, baju koko, celana
3/4 dan para isteri berjubah lengkap dengan tutup wajah). Sosok “dokter” Syarif dan
Hanafi jauh sekali dari gambaran yang seperti itu.
 Muhamad Syarif, pelaku bom bunuh diri Cirebon yang diperkirakan tidak ada
hubungannya dengan jaringan teroris sebelumnya dan bekerja serabutan, ternyata
terlibat berbagai demo di Cirebon (ditayangkan oleh TV One) dan pernah ditangkap
bersama koordinator JAT (pimpinan ABB) Cirebon Agung Nuralam (terpidana
perusakan Alfamart Cirebon) bersama 5 orang lain.
 Demikian pula Pepi Fernando, yang sutradara film dokumenter, pernah menjadi
relawan tsunami Aceh, dan ingin meliput latihan di Aceh yang didanai ABB (tapi tidak
dibenarkan). Bom ditemukan di tempat tinggalnya di Aceh, maupun di rumahnya di
Jakarta. Bom yang disita di rumahnya di Jakarta direncanakan untuk bom pipa gas dan
gereja Cathedral Christian di Serpong. Aksi Bom itu juga disiapkan utk disiarkan oleh
stasiun TV luar negeri Al Jazeera. Dalam mempersiapkan bom Serpong, Pepi melibatkan
Imam Firdaus, kameraman Global TV, sebagai anggota timnya.
 Achmad Yosepa Hayat, alias Hayat, alias Rahardjo, alias Achmad Abu Daud bin Daud,
yang melakukan aksi bom bunuh diri di Gereja Bethel Injil, pada hari Minggu, 25
September 2011, yang menewaskan dirinya sendiri dan melukai 22 Jemaat gereja,
ternyata bekerja dalam tim termasuk Heru Komarudin yang ditangkap di Pasar Senin,
Jakarta, awal bulan oktober 2011. Bersama Komarudin ada 5 orang lain anggota
kelompok yang menjadi DPO, sebagian sudah tertangkap, sebagiannya masih buron.
Seluruhnya wajah-wajah baru, tetapi masih terkait dengan jaringan ideologi JAT di
bawah pimpinan Abu Bakar Baasir.
 Farhan, gembong pelaku kekerasan di Solo tahun 2012, yang masih berusia 19 tahun,
semula tidak pernah diketahui polisi asal-usulnya, ternyata ada kaitannya dengan Abu
Umar. Setelah ayah Farhan yang bernama Muhammad Aris, meninggal, Abu Umar
menikahi ibunya Farhan, yang bernama Idah Saidah. Yang saat ini tinggal di Kampung
Sawah Indah RT 004/008 No 61, Kelurahan Bojong Pondok Cina, Depok. Abu Umar
alias Muhammad Ichwan alias Indra Kusuma alias Andi Yunus alias Nico Salman
mempunyai spesialisasi sebagai pemasok senjata dari Filipina Filipina dengan jalur
Tawau, Nunukan-Kalimantan Timur, Palu-Sulawesi Tengah dan Surabaya. 
 
 Tahun
1990 sebagai anggota Darul Islam mengikuti pelatihan militer di Moro Filipina. Abu
Umar ditangkap pada 4 Juli 2011 di Bojong. Abu Umar juga terlibat penyerangan bekas
Menteri Pertahanan Matori Abdul Jalil dan penyerangan markas Brimob di Ambon pada
2005.
 
 Abu Umar juga mempunyaai hubungan dengan angota jaringan Darul Islam
lainnya. Salah satu yang berhasil ditangkap pada Juli 2011 adalah Iwan Kurniawan.
Iwan sendiri merupakan adik kandung Arham alias Eceng Kurnia yang tewas ditembak
polisi pada 2010 di Aceh. Abu Umar sendiri akhirnya divonis 10 tahun pada 14 Mei
2012 oleh Pengadilan Negeri Jakarta Barat.
Yang perlu diperhatikan juga adalah bahwa para pelaku langsung atau tidak langsung teror
yang selama ini terjadi, berasal dari berbagai profesi dan tingkat pendidikan. Hal ini makin

6
mempersulit orang untuk mencari keterkaitan atau “benang merah” antar para pelaku dan
berbagai peristiwa teror yang terjadi:
 Ibrahim, pembom Mariot II yang direkrut oleh Noordin M. Top adalah seorang tukang
bunga.
 Benny Irawan yang membantu Imam Samudra di Lapas Bali adalah seorang sipir
Lembaga Pemasyarakatan.
 Yudi Zulfari, salah seorang yang terlibat kelompok Aceh adalah PNS Aceh.
 Agung Setiadi, disainer Cyber terrorism adalah dosen UNISBANK, Semarang,
 Kelompok Solo, Hayat dan Heru, tidak jelas profesinya, walaupun diketahui dia adalah
yang merakit bom bunuh diri dari Muhamad Syraif.
 Farhan dan Mukhlis pelaku-pelaku teror Solo adalah remaja berumur 19 tahun
 Terduga teroris Poso, Kholid, yang tertembak mati pada 3 November 2012, diketahui
bekerja sebagai polisi hutan
 Tetapi bagaimana hubungan Pino Damayanto alias Ahmad Yosepa Hayat alias Hayat
yang tewas dalam aksi bom bunuh diri gereja GBIS Kepunton Solo, pada 25 September
2011 lalu, dengan Muhamad Syarif Astana Garif, pembom Cirebon, dan teman-
temannya yaitu Nanang Irawan alias Nang Ndut, alias Gendut (tertangkap di Madiun,
Oktober 2011), sampai saat tulisan ini dibuat belum diketahui jelas oleh penulis.
Densus 88 telah menangkap sejumlah orang yang terkait dalam aksi bom bunuh diri
Muhammad Syarif di masjid Adz-Zikro, Mapolresta Cirebon, Jawa Barata, pada 25 April
2011 lalu. DPO Bom Cirebon yang telah ditangkap hidup-hidup, di antaranya Beni Asri,
dan Heru Komarudin. Hasan alias Abu Fatih alias Vijay yang merupakan Amir Tauhid
wal Jihad sekaligus pimpinan kelompok Bom Cirebon juga telah ditangkap di sebuah
rumah, Kampung Pasindangan, Gunung Jati, Cirebon, pada Rabu (19/10/2011), pukul
23.30 WIB.
Kesimpulannya, karena perbedaan profesi, perbedaan lokasi, dan perbedaan modus
operandi, memang terkesan para pelaku beda kelompok, tetapi sebenarnya diduga semua
berasal dari JI/ABB. Karena itu pemerintah dan masyarakat harus lebih waspada.

Sambungan organisasi
Saat ini seakan-akan kita melihat adanya berbagai organisasi yang terkait terorisme yang
saling terlepas satu sama lain. Di satu sisi kita tahu adanya organisasi Al-Jamaah Al-
Islamiah (JI) yang didirikan oleh Abdullah Sungkar di Malaysia, yang setelah Abdullah
Sungkar meninggal dilanjutkan ke-Amirannya oleh Abu Bakar Baasyir pada akhir 1999.
Perlu dicatat bahwa Abdullah Sungkar pernah menjadi Menteri Luar Negeri NII.
Dikemudian hari, ABB menjadi Amir MMI (Majelis Mujahiddin Indonesia) yang pertama
pada tahun 2000 dan sesudah beberapa saat ia mendirikan lagi organisasi lain yang
dinamakannya JAT (Jama'ah Ansharut Tauhid). Organisasi-organisasi ini melaksanakan
jihad fisabilillah dan diawaki oleh alumni Afghanistan, Philipina, Ambon dan Poso.

7
Di sisi lain ada isyu baru yang mencuat tentang NII dengan topic penculikan, baiat,
penipuan, dan Ponpes Al-Zaitun. Di antara keduanya lahir pembom-pembom angkatan
baru yang nampaknya tidak terkait dengan organisasi mana pun, melainkan bergerak
sendiri, membuat sel organisasi sendiri yang independen dan beroperasai sendiri. Tetapi
kalau kita pelajari sejarah, maka semua gerakan radikal Isam di Indonesia akhir-akhir ini
saling berhubungan6.
Awalnya dimulai sejak zaman sebelum kemerdekaan RI. Di era kolonial, pemerintah Hindia
Belanda memberlakukan Undang-undang diskriminasi, yaitu membagi warga Negara ke
dalam tiga kelas: Eropa, Timur Asing (Cina, Arab, India) dan Pribumi. Warga Negara bangsa
Eropa dan Timur Asing mendapat hak-hak yang lebih baik dari pada pribumi, termasuk
dalam bidang pendidikan dan perdagangan. Maka sebagai reaksinya lahirlah Budi Utomo
yang menuntut hak dalam bidang pendidikan dan kemudian Sarekat Dagang Islam yang
bergerak di bidang perdagangan.
Sarekat Dagang Islam, kemudian menjadi gerakan politik yang dinamakan Sarekat Islam
dan Sarekat Islam (SI) inilah yang merupakan cikal bakalnya seluruh aliran dan partai
politik di Indonesia. Menjelang proklamasi Kemerdekaan RI tahun 1945, SI pecah ke dalam
banyak partai seperti tercermin dalam Pemilu 1955. Termasuk dalam Pemilu 1955 adalah
partai-partai Islam, nasionalis, komunis dan partai-partai agama non-Islam.

Namun dari golongan Islam, tidak seluruhnya bersedia bergabung dalam NKRI yang
berasaskan Pancasila dan UD 1945. Pada tanggal 22 Juni 1945, lahir kesepakatan antara
golongan Nasionalis dan golongan Islam untuk merumuskan sila pertama dari Pancasila
dengan kalimat “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-
pemeluknya”. Kesepakatan yang dikenal sebagai Piagam Jakarta ini direncanakan untuk
menjadi Mukaddimah UUD 1945. Tetapi fraksi golongan agama lain (mayoritas dari
Indonesia bagian Timur) tidak setuju pada kata-kata “syariat Islam” dan mengancam akan
keluar dari NKRI jika kata-kata itu tetap dicantumkan dalam pembukaan UUD 1945.
Akhirnya, ketika UUD 1945 ditandatangani oleh PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia) pada tanggal 18 Agustus 1945, sila pertama dari Pancasila berbunyi “Ketuhanan
yang Maha Esa” dan istilah Mukaddimah diganti dengan Pembukaan.

Sebagian dari pemimpin umat dan partai politik Islam tetap tidak setuju dengan perubahan
ini. Untuk mereka, 7 kata dari Piagam Jakarta (“kewajiban menjalankan syariat Islam bagi
pemeluk-pemeluknya”) harus tetap masuk ke dalam Mukadimah UUD 1945. Dari mereka
yang setuju kepada Piagam Jakarta, timbul dua aliran. Yang pertama tetap mau bergabung
dengan sistem pemerintahan NKRI dan memperjuangkan syariat Islam melalui partai-
partai politik (termasuk Masyumi7, dan PSII8). Yang kedua memilih jalan makar yaitu ingin
mendirikan Negara Islam Indonesia. Kelompok ini dikenal dengan nama Darul Islam /
6
Tim Peneliti INSEP (2011), Al-Zaytun, The Untold Stories: Investigasi terhadap Pesantren paling controversial di
Indonesia, Jakarta: Alvabet.
7
Partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia
8
Partai Syarikat Islam Indonesia

8
Tentara Islam Indonesia (DI/TII) dan dipimpin oleh SM.Kartosuwiryo di Jawa Barat, Kahar
Muzakar di Sulawesi Selatan dan Daud Beureuh di Aceh. DI/TII terdapat juga di Kalimantan
Selatan (Ibnu Hajar) dan Jawa Tangah (Amir Fattah).

DI/TII sempat menguasai Jawa Barat, pada masa Divisi Siliwangi TNI hijrah ke Jawa Tengah
untuk mematuhi kesepatakan dengan Belanda bahwa Indonesia adalah bagian dari RIS
(Republik Indonesia Serikat) dan beribukota di Yogyakarta. Pada masa yang bersamaan,
Divisi Siliwangi juga harus menumpas pemberontakan PKI di Madiun (1948), sehingga
Jawa Barat terpaksa ditinggalkan.

Walaupun demikian DI/TII akhirnya berhasil ditumpas tuntas oleh pemerintah Indonesia
setelah TNI berhasil menangkap Kartosuwiryo (kemudian dihukum mati), menewaskan
Kahar Muzakar, sementara Perdana Menteri Indonesia, M. Natsir (dari partai Masyumi)
berhasil membujuk Daud Beureuh untuk kembali ke pangkuan NKRI9.

Untuk jelasnya, berikut ini adalah skema kategorisasi radikalisme Islam di Indnesia:

Gambar 1
Tingkat radikalisme Islam di Indonesia
Umat Islam
(Sunni)

Arus Utama Radikal (pro


(pro NKRI) Syariah)

Dalam sistem
Diluar Sistem
(Parpol)

Non-kekerasan
(NII)

Kekerasan
(DI/TII, JI, JAT)

Masalahnya, dengan tumpasnya DI/TII di tahun 1960an, ideology NII tidak terhenti,
melainkan tetap tumbuh dan berkembang. Di era Reformasi, perjuangan menegakkan
Syariah Islam melalui jalur politik bangkit lagi (antara lain melalui PKS, dan partai-partai
local Aceh) setelah puluhan tahun diberangus oleh pemerintah Suharto, dan hanya boleh
beraktivitas melalui satu partai saja, yakni PPP. Di antara prestasi-prestasi politik mereka

9
Solahudin (2011), NII sampai JI: Salafy Jihadisme, Jakarta: Komunitas Bambu

9
adalah lahirnya UU Anti Pornografi dan diterapkannya Perda Syariat Islam di provinsi Aceh
dan beberapa Kabupaten.

Di sisi lain perjuangan bersenjata juga tidak berhenti begitu saja. Kasus Jamaah Imran
(1980-1981) dengan penyerangan Pos Polisi Cicendo Bandung dan Pembajakan pesawat
Garuda “Woyla” merupakan bukti dari gerakan radikal bersenjata yang masih eksis pasca
DI/TII10. Di kemudian hari aktivitas bersenjata, termasuk terorisme tumbuh lagi dari jalur
Afghanistan dan seterusnya sampai akhirnya sedikit demi sedikit, gerakan-gerakan itu
berhasil dikendalikan/dikurangi oleh Polisi. Tetapi juga tidak berarti berhenti sama sekali.
Lahirnya generasi Ibrahim dan Muhamad Syarif –Hayat merupakan bukti lagi bahwa di luar
jalur JI sudah tumbuh sel-sel baru yang independen secara organisatoris, tetapi tetap
bersambung secara ideologis.

Dengan demikian, kesimpulannya adalah bahwa terorisme dan radikalisme pada umumnya
masih akan berlanjut sampai waktu yang tidak dapat ditentukan sekarang.

Penyusupan:
Perkembangan radikalisme di masa yang akan datang sulit sekali dihentikan jika upaya
hanya bersifat nasional, apalagi local. Pengalaman dengan PKI di masa lalu membuktikan
bahwa sekalipun PKI sudah resmi dilarang sejak 1966, ideologi komunisme masih tetap
menjadi ancaman, sehingga Kompkamtib11 perlu mengembangkan strategi khusus untuk
melawan ancaman Ekstrim Kiri (Komunisme), di samping Ekstrim Kanan (radikal Islam).
Ideologi komunisme baru hilang tuntas dengan sendirinya setelah pusat-pusat kekuatan
Komunisme di luar negeri, Rusia dan Cina, runtuh/melemah.
Ideologi Islam radikal di sisi lain belum akan mereda selama sumbernya, berupa hegemoni
Timur-Tengah dan AS masih berlangsung, serta masalah Palestina masih mengambang.
Tewasnya Osama bin Laden dan berbagai revolusi di Negara-negara Timur Tengah yang
terjadi akhir-akhir ini memang mengindikasikan makin lemahnya radikalisme Islam
sebagai ideologi, namun tidak berarti bahwa ancaman terorisme dari radikal Islam akan
berhenti dalam waktu dekat.
Sementara itu, proses penyusupan ideologi radikal akan terus berlangsung di Indonesia.
Sejak akhir tahun 1970an, dipicu oleh kemenangan Ayatullah Khomeini atas Syah Iran di
Iran12, pada tahun 1979, gerakan Islam radikal (menolak Pancasila, memperjuangkan
diberlakukannya Syariah Islam) makin menguat melalui jalur kampus, dimulai dari masjid
Salman di ITB. Sekarang, hampir setiap masjid kampus di seluruh Indonesia, khususnya

10
Pour, Julius (2007). Benny: Tragedi Seorang Loyalis , Jakarta: Kata Hasta Pustaka.
11
Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban: Suatu badan khusus yang dibentuk oleh Pemerintah
Suharto dengan kekuasaan yang sangat besar untuk mengendalikan situasi dan keamanan.
12
Sebenarnya Ayatullah Khomeini adalah pemimpin aliran Syiah, yang di Indonesia difatwakan sesat oleh MUI,
tetapi waktu itu semangat perlawanannya pada penguasa telah mengilhami beberapa mahasiswa sehingga aliran
ketika itu tidak dipertanyakan.

10
kampus-kampus terkemuka di Indonesia seperti UI, IPB dan ITB, dikuasai oleh mahasiswa-
mahasiswa radikal dan mereka berhasil menduduki hampir semua posisi penting dalam
organisasi kemahasiswaan intra universitas (BEM dll) di kampus-kampus itu. Rekrutmen
untuk memperluas simpatisan dan menambah anggota ditujukan khususnya pada
mahasiswa baru dan dilakukan selama masa Posma (Pekan Orientasi Studi Mahasiswa)
dan masa bimbingan.
Selain itu perluasan dan perekrutan dilakukan juga di sekolah-sekolah lanjutan atas, dunia
industri dan bisnis, perkantoran, pariwisata (Biro Perjalanan Haji dan Umroh) dan juga
sektor pemerintah. Yudi Zulfahri, misalnya adalah PNS ex STPDN, yang terlibat pemukulan
sampai mati di STPDN dan kemudian ikut kelompok Aceh. Contoh lain adalah Yuli Harsono
adalah seorang deserter tentara, yang dipenjara karena pencurian amunisi direkrut oleh
Aman Abdurahman alias Oman Rahman (bom Cimanggis) dalam penjara Sukamiskin. Ia
Keluar dari penjara Yuli menjadi teroris, terlibat penembakan Polisi di pos polisi
Purworedjo, dua polisi tewas. Aksinya ini adalah karena membalas perbuatan polisi yang
telah menangkap Aman Abdurahman yang terkait kasus kamp pelatihan bersenjata di
Jantho Aceh.
Tidak tertutup kemungkinan bahwa target berikutnya adalah penyusupan dalam penjara.
Khususnya mengingat sistem penanganan kasus teroris di Lapas masih sangat lemah,
belum ada petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis untuk penanganan kasus-kasus
teroris sehingga tidak terjadi residivisme seperti yang selama ini terjadi.
Kalau di Indonesia sampai hari ini perkembangan terorisme masih terkait langsung atau
tidak langsung dengan gerakan-gerakan atau organisasi-organisasi radikal di dalam negeri,
di luar negeri, khususnya di negara-negara Barat yang umat Islamnya sangat minoritas dan
kelompok radikal hampir tidak ada atau sangat terkontrol oleh aparat keamanan,
radikalisme bisa berkembang melalui radikalisasi diri sendiri (self radicalization) seperti
yang terjadi pada kasus bom marathon di Boston di Amerika13, dan pembunuhan anggota
militer di London14. Bukannya tidak mungkin di Indonesia pun, ketika aparat keamanan
sudah bisa mengontrol ketat radikalisme, akan terjadi hal yang sama dengan yang sudah
terjadi di AS dan Inggris tersebut.

13
Pada tanggal 15 April 2013, di Boston, NY, AS, terjadi ledakan bom di lokasi finish dari lomba lari marathon
tradisional di kota itu. 3 orang meninggal dan belasan lainnya luka-luka akibat dua bom rakitan yang terbuat dari
press cooker (alat memasak). Pelakunya adalah dua bersuadara WN AS keturunan Chezna, Tamerlan Tsarnaev
(tewas tertembak Polisi) dan Dzhokhar Tsarmaev yang mengaku tidak terkait dengan kelompok manapun,
mengaku kesal pada operasi militer AS di Afghanistan dan belajar merakit bom dari internet.
14
Pada tanggal 22 Mei 2013, seorang tentara Inggris, veteran Afghanistan, bernama Lee Rigby (25), yang sedang
berjalan sendirian dekat baraknya di daerah Woolwhich, London, diserang oleh dua orang dan ditikam sampai
tewas di tempat. Pelakunya Michael Adebowale (22) dan Michael Adebalajo (28), dua pemuda kulit hitam, tetap
tinggal di TKP, menyerukan slogan-slogan Islam dan berbincang dengan pejalan kaki yang liwat, minta difoto,
sebelum akhirnya ditebak (luka) oleh Polisi dan ditangkap. Adebowalu mengaku kesal dengan tentara Inggris di
Afghanistan (self radicalization) dan Adebalajo terbukti residivis, mantan anggota Al Qaeda yang pernah ditangkap
pasukan anti-teror di Somalia pada tahun 2010.

11
Dampaknya ke depan

Ideologi radikal terorisme tetap mengancam kesatuan dan persatuan NKRI serta keutuhan
bangsa Indonesia. Sikap eksklusif dengan menganggap sesama bangsa Indonesia sebagai
bangsa thogut adalah ancaman keamanan masyarakat. Gejala pengkafiran keluarga seperti
orangtua kandung dan sanak saudara lainnya yang tidak ikut bersama mereka menjadikan
mereka terisolasi dengan kelompoknya sendiri. Bahkan bagi siapa saja yang dianggap
menghalang jalan kehidupan mereka (perjuangan) adalah musuh yang boleh diperangi
seperti aparatur negara.

Hilangnya rasa nasionalisme dengan tidak mau menghormati bendera dan tidak mau
menyanyikan Indonesia Raya menjadi rentan disusupi faham dan budaya dari luar yang
bertujuan merusak stabilitas bangsa dan negara. Sudah terbukti semua yang menjadi
pelaku bom bunuh diri adalah remaja dan pemuda. Oleh karena itu generasi muda yang
menjadi generasi penerus bangsa Indonesia sangat rentan dicemari dan dipengaruhi faham
radikal.

Gerakan penyebaran faham radikal anti pemerintah sudah semakin meluas, dukungan
kepada partai politik yang berbasis islam sudah semakin menurun akibat parpol Islam
dianggap tidak lagi mewakili aspirasi kaum radikal. Begitu juga jumlah Golongan Putih
(Golput) pada pemilu juga semakin banyak, akibat kampanye pemerintah adalah
pemerintah kafir dan sistem demokrasi adalah pemurtadan. Jika terjadi semacam
pembiaran tanpa ada tindakan yang komprehensif maka calon perekrutan kelompok
radikal di kalangan masyarakat dari berbagai profesi dan tingkat ekonomi akan semakin
bertambah dan semakin banyak.

Saran
1. Melakukan pemetaan radikalisme di berbagai daerah dan lapisan masyarakat.
2. Mengembangkan lagi program sejenis GBHN (Garis-garis besar Haluan Negara) dan
P4 (dengan metoda dialogis, bukan indoktrinasi) sebagai kontra-ideologi untuk
cegah penyusupan ideologi radikal.
3. Melarang napi kasus terorisme memberi ceramah, khutbah dan pengisi materi
pengajian di penjara, kecuali setelah disetujui isi materi penyampaiannya.
4. Mengembangkan kegiatan penggalangan dukungan dan kepedulian seluruh
komponen masyarakat dan pemerintah dalam rangka mencegah dan menangkal
penyebaran faham radikal dan aksi terorisme.

12

Anda mungkin juga menyukai