Anda di halaman 1dari 13

Macam Macam Alat Ukur

Ada beberapa alat ukur yang sangat erak kaitannya dengan dunia elektronika seperti
amperemeter, voltmeter, ohmmeter, dan lain sebagainya. Selain itu ada juga alat ukur yang
berkaitan dengan ilmu-ilmu umum seperti mistar, jangka sorong, thermometer, barometer, dan
lain-lain. Berikut info mengenai macam-macam alat ukur tersebut lengkap dengan fungsi dan
gambarnya.

1. Mistar / Penggaris

Mistar atau yang juga kerap disebut dengan penggaris adalah alat yang digunakan untuk
mengukur dimensi panjang, lebar, dan juga tebal dengan skala ketelitian kurang lebih 0,5 mm.
Cara menggunakan mistar untuk mengukur dimensi tertentu cukup mudah, tinggal letakkan
mistar pada benda, posisikan ujung benda ke posisi nol, dan lihat berapa hasil pengukurannya.

2. Mikrometer Sekrup

Alat ukur yang kedua adalah mikrometer sekrup. Alat ini digunakan untuk untuk mengukur
ketebalan dan diameter benda dengan skala ketelitan yang lebih kecil dibanding dengan mistar.
Cara menggunakannya cukup buka rahang mikrometer sekrup, lalu taruh benda yang akan
diukur ke dalam rahang, dan lihat hasil pengukurannya.

3. Ampere Meter

Selanjutnya ada alat ukur bernama ampere meter. Alat yang satu ini digunakan oleh para teknisi
elektronika dan kelistrikan karena fungsinya untuk mengukur kuat arus listrik. Pada umumnya
alat ini berada dalam satu paket dengan sebuah alat bernama multimeter atau avometer yang
merupakan singkatan dari amperemeter, voltmeter, dan ohmmeter.

4. Volt Meter

Selain ada amperemeter, juga ada alat ukur yang sangat erat dengan dunia elektronika dan
kelistrikan. Alat yang dimaksud tak lain adalah volt meter. Seperti yang telah kami katakan tadi,
voltmeter juga sepaket dalam multimeter bersama dengan ampere meter dan juga ohm meter.
Voltmeter berfungsi untuk mengukur tegangan listrik.

5. Ohm Meter

Ohmmeter adalah salah satu alat ukur yang berfungsi untuk mengukur hambatan atau tahanan
listrik. Pada umumnya ohm meter bekerja dengan menggunakan galvanometer untuk melihat
seberapa besar arus listrik yang kemudian dikalibrasi ke dalam bentuk satuan ohm. Ohm meter
juga berada satu paket dalam sebuah avometer atau multitester.

Baca juga : Cara Mengukur Trafo dengan Multitester


6. Thermometer

Thermometer adalah alat ukur yang memiliki fungsi untuk mengukur suhu udara dan juga suhu
air. Satuan yang digunakan oleh alat thermometer adalah derajat celcius. Prinsip kerja dari
thermometer ini cukup sederhana, yakni jika terjadi peningkatan suhu maka air raksa yang ada di
dalamnya akan memuai sehingga menunjukkan nilai tertentu.

7. Jangka Sorong

Selanjutnya ada alat ukur yang bernama jangka sorong. Sebenarnya alat ukur ini punya fungsi
yang hampir sama seperti mistar, namun skala ketelitiannya jauh lebih tinggi mencapai 0,1 mm.
Ada tiga sisi benda yang dapat diukur dengan jangka sorong yakni sisi luar, sisi dalam, dan juga
kedalaman alias celah lubang.

8. Barometer

Barometer adalah alat ukur yang dapat digunakan untuk mengukur tekanan udara. Satuan yang
digunakan pada alat barometer adalah Mb. Alat ukur yang satu ini masuk ke dalam jenis
peralatan meteorology golongan non recording yang harus dibaca pada kondisi tertentu untuk
mendapatkan suatu data.

9. Stopwatch

Stopwatch adalah salah satu jenis alat ukur yang digunakan untuk mengukur lama waktu dalam
skala detik atau menit. Biasanya alat ini banyak digunakan untuk kegiatan olahraga seperti
mengukur seberapa lama waktu tempuh pelari, seberapa cepat seseorang berenang, dan masih
banyak lagi yang lainnya.

10. Speedometer

Speedometer merupakan alat ukur kecepatan kendaraan yang saat ini diaplikasikan di hampir
semua jenis kendaraan bermotor baik sepeda motor maupun mobil. Prinsip kerjanya adalah
dengan memasangkannya ke roda maupun transmisi menggunakan kabel yang akan berputar saat
kendaraan bergerak.

Baca juga : Pengertian Frekuensi, Getaran, dan Gelombang

11. Ombrometer

Ombrometer adalah salah satu jenis alat ukur yang digunakan untuk mengetahui atau mengukur
seberapa besar curah hujan. Cara kerja dai alat ini cukup sederhana yakni dengan menampung air
hujan yang kemudian ditampung dalam wadah lalu diukur dengan menggunakan skala tertentu.

12. Echosounder
Echosounder adalah alat ukur yang berfungsi untuk mengukur kedalaman air menggunakan
media gelombang. Caranya adalah dengan mengirimkan tekanan gelombang yang berasal dari
permukaan air menuju ke dasar air, yang kemudian dicatat hasilnya sampai echo kembali menuju
ke dasar air.

13. Antique Caliper

Antique caliper adalah salah satu jenis alat ukur kuno yang sudah populer sejak tahun 1930. Alat
ukur yang satu ini sebenarnya digunakan untuk mengukur diameter benda dengan menggunakan
sistem capit. Alat ukur antique caliper sangat cocok digunakan untuk mengukur diameter benda
yang sulit diukur dengan mistar biasa.

14. Luxmeter

Selanjutnya ada alat ukur yang bernama Luxmeter. Luxmeter adalah salah satu alat ukur yang
berfungsi untuk mengetahui tingkat kecerahan atau pencahayaan suatu ruangan. Cara kerja alat
ukur ini adalah dengan menggunakan sensor cahaya. Untuk menggunakannya tinggal letakkan
alat ini di atas meja dan secara otomatis indikator akan menunjukkan nilai tertentu.

15. Meteran Pita

Meteran pita adalah salah satu alat ukur yang berfungsi untuk mengukur panjang suatu benda.
Berbeda dengan mistar, meteran pita ini punya bentuk seperti pita sehingga bisa ditekuk-tekut.
Selain itu meteran pita biasanya digunakan untuk mengukur benda yang ukuran panjangnya tidak
bisa dijangkau oleh mistar.

Baca juga : Alat Untuk Mengukur Tegangan Listrik

16. Altimeter

Altimeter adalah alat ukur yang berfungsi untuk mengukur ketinggian suatu titik dari permukaan
air laut. Alat ukur altimeter ini banyak digunakan untuk keperluan navigasi, baik penerbangan,
pendakian, serta kegiatan-kegiatan lain yang ada kaitannya dengan suatu ketinggian.

17. Anemometer

Anemometer adalah salah satu jenis alat ukur yang dapat digunakan untuk mengukur kecepatan
angin. Alat ukur yang satu ini banyak digunakan oleh badan meteorologi, klimatologi, dan
geofisika alias BMKG untuk memprediksi cuaca. Cara menggunakan alat ini cukup diletakkan di
ruang terbuka saja.

18. Densimeter

Densimeter adalah sebuah alat ukur yang dapat digunakan untuk mengukur kerapatan suatu zat
cair. Cara menggunakan densimeter ini adalah cukup dengan mencelupkan bagian sensornya ke
dalam cairan yang hendak diukur kerapatan zatnya, lalu nilai ukur akan ditampilkan pada layar
atau monitor yang ada.

19. Manometer

Selanjutnya ada alat ukur yang bernama manometer. Manometer ini adalah salah satu jenis alat
ukur yang berfungsi untuk mengetahui berapa nilai tekanan udara dalam ruang tertutup Alat ukur
yang satu ini bisa kita temukan dengan mudah pada kompresor udara.

20. Hygrometer

Yang terakhir ada alat ukur yang bernama mygrometer. Hygrometer adalah alat yang dapat
digunakan untuk mengetahui tingkat kelembaban suatu tempat. Cara menggunakan alat ini cukup
diletakkan di sebuah ruang yang sekiranya memiliki tingkat kelembaban baik tinggi maupun
rendah.
SEJARAH PERKEMBANGAN DEMOKRASI DI INDONESIA DARI MASA KE
MASA

Sejarah Demokrasi di Indonesia sejak Zaman Kemerdekaan


Hingga Saat Ini

Indonesia merupakan negara yang menerapkan demokrasi dalam sistem pemerintahannya. Namun,
penerapan demokrasidi Indonesia mengalami beberapa perubahan sesuai kondisi politik dan pemimpin
kala itu. Berikut penjelasan sejarah demokrasi di Indonesia. Sejarah demokrasi di Indonesia dari zaman
kemerdekaan hingga zaman reformasi saat ini.

Sejak Indonesia merdeka dan menjadi negara pada tanggal 17 Agustus 1945, dalam UUD 1945
menetapkan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia menganut paham demokrasi, dimana
kedaulatan (kekuasaan tertinggi) berada ditangan Rakyat dan dilaksanakan sepenuhnya oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR), atau tergolong sebagai negara yang menganut paham Demokrasi
Perwakilan.

Berikut periode perkembangan demokrasi di Indonesia:

Perkembangan Demokrasi Masa Revolusi Kemerdekaan


Tahun 1945 – 1950, Indonesia masih berjuang menghadapi Belanda yang ingin kembali ke Indonesia.
Pada saat itu pelaksanaan demokrasi belum berjalan dengan baik. Hal itu disebabkan oleh masih adanya
revolusi fisik. Pada awal kemerdekaan masih terdapat sentralisasi kekuasaan hal itu terlihat Pasal 4
Aturan Peralihan UUD 1945 yang berbunyi sebelum MPR, DPR dan DPA dibentuk menurut UUD ini
segala kekuasaan dijalankan oleh Presiden denan dibantu oleh KNIP. Untuk menghindari kesan bahwa
negara Indonesia adalah negara yang absolut pemerintah mengeluarkan:
 Maklumat Wakil Presiden No. X tanggal 16 Oktober 1945, KNIP berubah menjadi lembaga
legislatif.
 Maklumat Pemerintah tanggal 3 Nopember 1945 tentang Pembentukan Partai Politik.
 Maklumat Pemerintah tanggal 14 Nopember 1945 tentang perubahan sistem pemerintahn
presidensil menjadi parlementer

Perkembangan demokrasi pada periode ini telah meletakkan hal-hal mendasar. Pertama, pemberian
hak-hak politik secara menyeluruh. Kedua, presiden yang secara konstitusional ada kemungkinan untuk
menjadi dictator. Ketiga, dengan maklumat Wakil Presiden, maka dimungkinkan terbentuknya sejumlah
partai politik yang kemudian menjadi peletak dasar bagi system kepartaian di Indonesia untuk masa-
masa selanjutnya dalam sejarah kehidupan politik kita.

Perkembangan Demokrasi  Parlementer (1950-1959)


Periode pemerintahan negara Indonesia tahun 1950 sampai 1959 menggunakan UUD Sementara (UUDS)
sebagai landasan konstitusionalnya. Pada masa ini adalah masa kejayaan demokrasi di Indonesia, karena
hampir semua elemen demokrasi dapat ditemukan dalam perwujudan kehidupan politik di Indonesia.
Lembaga perwakilan rakyat atau parlemen memainkan peranan yang sangat tinggi dalam proses politik
yang berjalan. Perwujudan kekuasaan parlemen ini diperlihatkan dengan adanya sejumlah mosi tidak
percaya kepad pihak pemerintah  yang mengakibatkan kabinet harus meletakkan jabatannya.

Pada tahun 1950-1959 bisa disebut sebagai masa demokrasi liberal yang parlementer, dimana  presiden
sebagai Kepala Negara bukan sebagai kepala eksekutif. Masa demokrasi ini peranan parlemen,
akuntabilitas politik sangat tinggi dan berkembangnya partai-partai politik. Namun demikian praktik
demokrasi pada masa ini dinilai gagal disebabkan :

 Dominannya politik aliran, sehingga membawa konsekuensi terhadap pengelolaan konflik


 Landasan sosial ekonomi yang masih lemah
 Tidak mampunya konstituante bersidang untuk mengganti UUDS 1950
 Persamaan kepentingan antara presiden Soekarno dengan kalangan Angkatan Darat, yang sama-
sama tidak senang dengan proses politik yang  berjalan

Atas dasar kegagalan itu maka Presiden mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 :
 Bubarkan konstituante
 Kembali ke UUD 1945 tidak berlaku UUD S 1950
 Pembentukan MPRS dan DPAS

Perkembangan Demokrasi Terpimpin (1959-1965)

Pengertian demokrasi terpimpin menurut Tap MPRS No. VII/MPRS/1965 adalah kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan yang berintikan musyawarah
untuk mufakat secara gotong royong diantara semua kekuatan nasional yang progresif revolusioner
dengan berporoskan nasakom dengan ciri:

 Dominasi Presiden
 Terbatasnya peran partai politik
 Berkembangnya pengaruh PKI

Sejak berakhirnya pemillihan umum 1955, presiden Soekarno sudah menunjukkan gejala
ketidaksenangannya kepada partai-partai politik. Hal itu terjadi karena partai politik sangat orientasi
pada kepentingan ideologinya sendiri dan dan kurang memperhatikan kepentingan politik nasional
secara menyeluruh.disamping itu Soekarno melontarkan gagasan bahwa demokrasi parlementer tidak
sesuai dengan kepribadian bangsa indonesia yang dijiwai oleh Pancasila.

Penyimpangan masa demokrasi terpimpin antara lain:

 Mengaburnya sistem kepartaian, pemimpin partai banyak yang dipenjarakan


 Peranan Parlemen lembah bahkan akhirnya dibubarkan oleh presiden dan presiden membentuk
DPRGR
 Jaminan HAM lemah
 Terjadi sentralisasi kekuasaan
 Terbatasnya peranan pers
 Kebijakan politik luar negeri sudah memihak ke RRC (Blok Timur)

Setelah terjadi peristiwa pemberontakan G 30 September 1965 oleh PKI, menjadi tanda akhir dari
pemerintahan Orde Lama.

Perkembangan Demokrasi  dalam Pemerintahan Orde Baru


Pemerintahan Orde Baru  ditandai oleh Presiden Soeharto yang menggantikan Ir. Soekarno sebagai
Presiden kedua Indonesia. Pada masa orde baru ini menerapkan Demokrasi Pancasila untuk
menegaskan bahwasanya model demokrasi inilah yang sesungguhnya sesuai dengan ideologi negara
Pancasila.

Awal Orde baru memberi harapan baru pada rakyat pembangunan disegala bidang melalui Pelita I, II, III,
IV, V dan pada masa orde baru berhasil menyelenggarakan Pemilihan Umum tahun 1971, 1977, 1982,
1987, 1992, dan 1997.Namun demikian perjalanan demokrasi pada masa orde baru ini dianggap gagal
sebab:

 Rotasi kekuasaan eksekutif hampir dikatakan tidak ada


 Rekrutmen politik yang tertutup
 Pemilu yang jauh dari semangat demokratis
 Pengakuan HAM yang terbatas
 Tumbuhnya KKN yang merajalela
 Sebab jatuhnya Orde Baru:
 Hancurnya ekonomi nasional ( krisis ekonomi )
 Terjadinya krisis politik
 TNI juga tidak bersedia menjadi alat kekuasaan orba
 Gelombang demonstrasi yang menghebat menuntut Presiden Soeharto untuk turun jadi
Presiden.

Orde Baru mewujudkan dirinya sebagai kekuatan yang kuat dan relatif otonom, dan sementara
masyarakat semakin teralienasi dari lingkungan kekuasaan danproses formulasi kebijakan. Kedaan ini
adalah dampak dari (1) kemenangan mutlak dari kemenangan Golkar dalam pemilu yang memberi
legitimasi politik yangkuat kepada negara; (2) dijalankannya regulasi-regulasi politik semacam
birokratisasai, depolitisasai, dan institusionalisasi; (3) dipakai pendekatan keamanan; (4) intervensi
negara terhadap perekonomian dan pasar yang memberikan keleluasaan kepda negara untuk
mengakumulasikan modal dan kekuatan ekonomi; (5) tersedianya sumber biaya pembangunan, baik dari
eksploitasi minyak bumi dan gas serta dari komoditas nonmigas dan pajak domestik, mauppun yang
berasal dari bantuan luar negeri, dan akhirnya (6) sukses negara orde baru dalam menjalankan kebijakan
pemenuhan kebutuhan pokok rakya sehingga menyumbat gejolak masyarakat yang potensinya muncul
karena sebab struktural.

Perkembangan Demokrasi  Pada Masa Reformasi (1998 Sampai Dengan Sekarang)


Sejak runtuhnya Orde Baru yang bersamaan waktunya dengan lengsernya Presiden Soeharto, maka
Indonesia memasuki suasana kehidupan kenegaraan yang baru, sebagai hasil dari kebijakan reformasi
yang dijalankan terhadap hampir semua aspek kehidupan masyarakat dan negara yang berlaku
sebelumnya. Kebijakan reformasi ini berpuncak dengan di amandemennya UUD 1945 (bagian
Batangtubuhnya) karena dianggap sebagai sumber utama kegagalan tataan kehidupan kenegaraan di
era Orde Baru.

Berakhirnya masa orde baru ditandai dengan penyerahan kekuasaan dari Presiden Soeharto ke Wakil
Presiden BJ Habibie pada tanggal 21 Mei 1998.

Masa reformasi berusaha membangun kembali kehidupan yang demokratis antara lain:

 Keluarnya Ketetapan MPR RI No. X/MPR/1998 tentang pokok-pokok reformasi


 Ketetapan No. VII/MPR/1998 tentang pencabutan tap MPR tentang Referandum
 Tap MPR RI No. XI/MPR/1998 tentang penyelenggaraan Negara yang bebas dari KKN
 Tap MPR RI No. XIII/MPR/1998 tentang pembatasan Masa Jabatan Presiden dan Wakil Presiden
RI
 Amandemen UUD 1945 sudah sampai amandemen I, II, III, IV
 Pada Masa Reformasi berhasil menyelenggarakan pemiluhan umum sudah dua kali yaitu tahun
1999 dan tahun 2004.

Demokrasi yang diterapkan Negara kita pada era reformasi ini adalah demokresi Pancasila, namun
berbeda dengan orde baru dan sedikit mirip dengan demokrasi perlementer tahun 1950 1959.
Perbedaan demkrasi reformasi dengan demokrasi sebelumnya adalah:

 Pemilu yang dilaksanakan (1999-2004) jauh lebih demokratis dari yang sebelumnya.
 Ritasi kekuasaan dilaksanakan dari mulai pemerintahan pusat sampi pada tingkat desa.
 Pola rekruitmen politik untuk pengisian jabatan politik dilakukan secara terbuka.
 Sebagian besar hak dasar bisa terjamin seperti adanya kebebasan menyatakan pendapat
Sejarah Bahasa Indonesia – Bahasa Persatuan
Sponsors Links

Bahasa mencerminkan identitas suatu bangsa. Dan pula, bahasa pada dasarnya unik. Bahasa
yang satu tentu berbeda dari bahasa yang lain, serta memiliki ciri khas sendiri sebagai bentuk
keunikannya. Begitu pula bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia juga dinamis, yang berarti terus
menghasilkan kosakata baru, baik melalui penciptaan ataupun penyerapan dari bahasa daerah
dan asing.

Sejarah bahasa Indonesia tidak lepas dari Bahasa Melayu. Ki Hajar Dewantara pernah
mengemukakan gagasannya yang berbunyi: “Yang dinamakan ‘Bahasa Indonesia’ yaitu bahasa
Melayu yang sungguh pun pokoknya berasal dari ‘Melayu Riau’, akan tetapi yang sudah
ditambah, diubah atau dikurangi menurut keperluan zaman dan alam baharu, hingga bahasa itu
lalu mudah dipakai oleh rakyat di seluruh Indonesia; pembaharuan bahasa Melayu hingga
menjadi bahasa Indonesia itu harus dilakukan oleh kaum ahli yang beralam baharu, ialah alam
kebangsaan Indonesia”.

Bahasa Melayu Sebagai Dasar Bahasa Indonesia

Sejak dulu, bahasa Melayu memang telah digunakan sebagai bahasa perantara (lingua franca)
atau bahasa pergaulan. Bahasa Melayu yang yang menjadi dasar bahasa Indonesia, sebagian
besar mirip dengan dialek-dialek bahasa Melayu Kuno. Bahkan menurut sejarahnya, kerajaan
Sriwijaya, yang dulu merupakan kerajaan yang maju di wilayah Asia Tenggara menggunakan
bahasa Melayu Kuno sebagai bahasa perantara dengan kerajaan-kerajaan dan negara-negara di
sekitarnya. Pada masa kejayaan kerajaan Sriwijaya, bahasa Melayu telah berfungsi sebagai:

1. Bahasa kebudayaan, yaitu bahasa masyarakat dalam kehidupan dan bersastra.


2. Bahasa perhubungan, yaitu bahasa penghubung antarsuku di Nusantara.
3. Bahasa perdagangan, yaitu bahasa antarpedagang dalam transaksi jual beli baik antarpedagang
dari dalam ataupun antarpedagang dari luar Nusantara.
4. Bahasa resmi kerajaan, yaitu bahasa yang digunakan di lingkungan kerajaan.

Prasasti-prasasti kuno dari kerajaan di Indonesia yang ditulis dengan menggunakan bahasa
Melayu memperkuat pernyataan bahwa bahasa Melayu sudah digunakan sejak dulu.
Perkembangan dan pertumbuhan bahasa Melayu lebih nyata lagi setelah ditemukannya fakta-
fakta sebagai berikut:

1. Tulisan yang terdapat pada nisan di Minye Tujoh, Aceh (1380 M).
2. Prasasti Kedukan Bukit, di Palembang (683).
3. Prasasti Talang Tuo, di Palembang (684).
4. Prasasti Kota Kapur, di Bangka Barat (686).
5. Prasasti Karang Brahi Bangko, Merangi, Jambi (688).

Melalui hasil pemikiran para tokoh pergerakan pada masa penjajahan Belanda tentang bahasa
persatuan yang sangat diperlukan sebagai sarana komunikasi dan sarana pergaulan dalam
kehidupan sehari-hari, akhirnya dipilih bahasa Melayu dengan pertimbangan bahwa bahasa
Melayu telah dikenal dan dipakai sebagian besar rakyat Nusantara pada saat itu. Penggunaan
bahasa Melayu sebagai bahasa nasional merupakan usulan dari Mohammad Yamin, seorang
politikus, sastrawan, dan ahli sejarah.

Sponsors Link

Moh. Yamin mengatakan bahwa: “Jika mengacu pada masa depan bahasa-bahasa yang ada di
Indonesia dan kesusastraannya, hanya ada dua bahasa yang bisa diharapkan menjadi bahasa
persatuan yaitu bahasa Jawa dan Melayu. Tapi dari dua bahasa itu, bahasa Melayulah yang
lambat laun akan menjadi bahasa pergaulan atau bahasa persatuan”.

Begitu pesatnya perkembangan bahasa Melayu di Indonesia hingga penyebarannya mencakup ke


seluruh pelosok Nusantara mendorong rasa persatuan bangsa Indonesia. Para pemuda yang
bergabung dalam pergerakan kemudian secara sadar mencetuskan bahasa Melayu sebagai bahasa
Indonesia melalui ikrar Sumpah Pemuda (28 Oktober 1928). Pada saat itulah bahasa Indonesia
resmi diakui. Namun secara Yuridis bahasa Indonesia diakui pada 18 Agustus 1945, sehari
setelah kemerdekaan Indonesia.

Ada empat faktor yang menyebabkan bahasa Melayu diangkat menjadi bahasa Indonesia, yaitu:

1. Bahasa Melayu sejak dulu telah menjadi lingua franca  atau bahasa pengantar di Indonesia.
2. Bahasa Melayu memiliki sistem yang sederhana serta mudah dipelajari karena bahasa Melayu
tidak mengenal tuturan.
3. Suku-suku lain di Indonesia sukarela mengakui dan menerima bahasa Melayu sebagai dasar
bahasa Indonesia.
4. Bahasa Melayu memiliki kemampuan untuk digunakan sebagai bahasa kebudayaan.

Sehari setelah proklamasi kemerdekaan, tepatnya pada tanggal 18 Agustus 1945, ditetapkanlah
UUD 1945 yang didalamnya disebutkan bahwa Bahasa Negara adalah Bahasa Indonesia (Bab
XV, Pasal 36). Dengan demikian, selain menjadi bahasa nasional, bahasa Indonesia juga menjadi
bahasa negara. Setelah kemerdekaan, bahasa Indonesia mengalami perkembangan yang lebih
pesat lagi. Pemerintah pun memberi perhatian pada perkembangan bahasa itu dengan
membentuk lembaga Pusat Bahasa dan Penyelenggara Kongres Bahasa Indonesia.

Penyempurnaan Ejaan Bahasa Indonesia

Bahasa Indonesia bersifat terbuka dalam hal menyerap kata-kata dari bahasa lain, baik itu bahasa
daerah maupun bahasa asing. Oleh karena itu, bahasa Indonesia mengalami banyak pembaruan
dan penyempurnaan terutama dalam ejaannya. Perjalanan ejaan yang telah dialami oleh bahasa
Indonesia meliputi:

 Ejaan Van Ophuijen (1901)


Pada masa penjajahan Belanda, bahasa Melayu digunakan sebagai bahasa pengantar. Untuk
memudahkan orang-orang Belanda di Nusantara pada saat itu berkomunikasi, dibuatlah
pembakuan ejaan yang dibuat oleh orang Belanda juga, yaitu Prof. Charles van Ophuijen dan
dibantu oleh Engku Nawawi gelar Sutan Makmur dan Moh. Taib Sultan Ibrahim. Ejaan ini
digunakan untuk menuliskan tulisan Melayu menurut model yang dimengerti oleh orang
Belanda, yaitu menggunakan huruf Latin dan bunyi yang mirip dengan tuturan bahasa Belanda,
antara lain:

1. Huruf ‘j’ untuk menuliskan bunyi ‘y’, seperti pada kata-


kata jang  (yang), njata  (nyata), sajang  (sayang).
2. Huruf ‘oe’ untuk menuliskan bunyi ‘u’, seperti pada kata-
kata doeloe  (dulu), itoe  (itu), oemoer  (umur).
3. Tanda koma ain untuk menuliskan bunyi sentak dan akhiran ‘k’, seperti pada kata-
kata ma’moer  (makmur), ‘akal  (akal), ta’  (tak), pa’ (pak).

 Ejaan Republik/Ejaan Soewandi (19 Maret 1947)

Ejaan Republik ini juga dinamakan ejaan Soewandi yang merupakan Menteri Pendidikan pada
masa ejaan ini diresmikan. Ejaan Republik difungsikan untuk menggantikan ejaan dan
menyempurnakan ejaan sebelumnya, yaitu ejaan Van Ophuijen. Ciri-ciri ejaan ini, yaitu:

1. Huruf oe  diganti dengan huruf u seperti pada kata doeloe  menjadi dulu.


2. Bunyi sentak ditulis k  setelah sebelumnya ditulis dengan menambahkan tanda koma ain seperti
pada kata ma’moer  menjadi makmur,  dan kata pa’  menjadi pak.
3. Kata ulang boleh disingkat dengan angka 2 seperti kata rumah-rumah, negara-negara.
4. Kata depan di  ditulis serangkai dengan kata yang mendampinginya, seperti kata di tempat, di
rumah, di sana.

 Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan (EYD) (1972)

EYD diresmikan oleh Presiden Republik Indonesia berdasarkan Putusan Presiden No. 57 Tahun
1972.  EYD merupakan penyederhanaan serta penyempurnaan dari ejaan sebelumnya, yaitu
ejaan Republik. Hal-hal yang diatur dalam EYD antara lain:

1. Penulisan huruf, termasuk huruf kapital dan huruf miring


2. Penulisan kata
3. Penulisan tanda baca
4. Penulisan singkatan dan akronim
5. Penulisan angka dan lambang bilangan
6. Penulisan unsur serapan

Sponsors Link

 Ejaan Bahasa Indonesia (EBI) (2015)


EBI diresmikan berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia
Nomor 50 Tahun 2015 tentang Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia. Penyempurnaan pada
EBI antara lain:

1. Penambahan huruf vokal diftong. Huruf diftong yang pada EYD hanya tiga yaitu ai, au, oi, pada
EBI, huruf diftong ditambah satu yaitu ei seperti pada kata survei
2. Penggunaan huruf kapital pada julukan
3. Penggunaan huruf tebal pada penulisan lema atau sublema dalam kamus dihapuskan

Bahasa Indonesia bukanlah bahasa yang mudah dibentuk, melainkan bahasa yang dalam
pembentukannya mengalami perjalanan sejarah yang amat panjan. Ini merupakan suatu
kebanggaan bagi kita yang menggunakannya. Bahasa Indonesia juga dikenal unik oleh bangsa-
bangsa lain. Bayangkan saja, begitu banyaknya suku di Indonesia, tetapi hanya bahasa Indonesia
yang menjadi bahasa pemersatunya.

Anda mungkin juga menyukai