Satu pagi seperti biasa di bulan Desember tahun 2005, bertempat di Bale Handap,
salah satu bagian dari selasarnya yang asri di kawasan Bandung Utara, Sunaryo sedang
berkumpul bersama jajaran pengurus Selasar Sunaryo Art Space (SSAS). Saat itu hadir
adalah Sunaryo sebagai pendiri dan direktur, Siswandi Djoko, adik kandung Sunaryo
yang memegang jabatan sebagai wakil direktur, Yanni Aman sebagai General Affair
yang memiliki jabatan rangkap sebagai Kepala SDM dan Kepala Unit Usaha, Conny
Rosmawati dari Bagian Keuangan, Agung Hujatnika sebagai Kurator Pelaksana dan
Anggi sebagai Manajer Program. Saat itu suasana cukup akrab, tidak terlihat wajah-
wajah yang menunjukkan raut ketegangan Mereka berkumpul untuk membahas isu-isu
apa yang terjadi menyangkut eksistensi Yayasan Selasar Sunaryo (YSS) sebagai induk
organisasi dan SSAS sebagai bagian dari YSS serta apa yang akan di lakukan keduanya
untuk menjaga eksistensinya di kemudian hari.
Sambil menikmati hidangan khas berupa kopi dan makanan ringan yang
disediakan dari Kopi Selasar, Sunaryo selaku direktur mulai membuka pembicaraan
mengenai kondisi yayasan.
Satu persatu jajaran manajemen yang hadir melaporkan kondisi departemen
mereka masing-masing. Dimulai dari Yanni Aman selaku General Affair yang juga
memegang jabatan sebagai Kepala SDM dan Unit Usaha. Ia menjelaskan kondisi umum
YSS dan SSAS serta unit-unit yang ia kepalai. Selesai laporan dari Yanni, Conny
Rosmawati selaku kepala bagian keuangan menjelaskan kondisi permasalahan keuangan
yang selama ini di hadapi oleh SSAS. Ketergantungan terhadap pembiayaan dari Sunaryo
menjadi salah satu masalah pokok yang dihadapi oleh SSAS. Laporan dilanjutkan oleh
Agung Hujatnika dan Anggi yang menjadi kurator pelaksana dan Manajer Program.
Keduanya melaporkan program-program yang telah dan akan dilaksanakan oleh SSAS.
Mendengar semua laporan yang diberikan anak buahnya, Sunaryo tertegun.
Ternyata di balik kesuksesan SSAS saat ini, masih banyak masalah yang harus dihadapi
oleh YSS sebagai induk dari SSAS. Selaku pendiri dan direktur yayasan, Sunaryo
memiliki tanggung jawab yang besar dalam menjaga keberadaan yayasannya. Ia mulai
berpikir tentang langkah apa saja yang harus di lakukan guna menjaga eksistensi YSS
untuk tahun-tahun mendatang, kalau bisa selamanya... ya, selamanya.
Tentang Sunaryo
Sunaryo Sutono adalah seorang seniman besar Indonesia yang menguasai
berbagai bidang seni rupa. Ia dilahirkan di Banyumas pada tanggal 15 Mei 1943. Sejak
masih dalam kandungan Sunaryo telah diinginkan oleh paman dan bibinya untuk
diangkat sebagai anak karena setelah bertahun-tahun perkawinan, mereka belum juga di
karuniai seoarang anak. Untuk memenuhi keinginan mereka akhirnya saat Sunaryo
menginjak usia sekolah, hak pengasuhannya diberikan pada paman dan bibinya. Sejak
saat itu mereka mulai mengasuh Sunaryo dan kemudian mewariskan Sunaryo nama
keluarga, Sutono.
Ayah angkatnya, Sutono adalah seorang Kepala Kantor Penyuluh Keresidenan
Banyumas. Ia merupakan orang yang jujur sehingga dihormati oleh banyak orang. Selain
jujur, ia juga memiliki sifat yang keras. Sedangkan ibunya memiliki sifat yang humanis,
senang menolong orang. Sifat-sifat dari ayah dan ibunya tersebut kemudian diwariskan
dan mengalir dalam darah Sunaryo.
Bakat seni yang dimiliki Sunaryo sudah terlihat semenjak ia masih sekolah di
Sekolah Dasar. Ia senang menggambar dan sering mendapatkan pujian dan penghargaan
dari gurunya karena mendapatkan nilai tertinggi pada pelajaran tersebut. Pada mulanya
Sunaryo selalu menggambar pemandangan, ia tidak berani menggambar yang lain. Hal
ini bermula dari rasa senang Sunaryo saat melihat gambar pemandangan di atas Sabak
(alat tulis jaman dulu, terbuat dari batu) di dalam kelasnya. Ia kemudian belajar
menggambar pemandangan, kerja kerasnya membuahkan hasil. Dengan menggambar
pemandangan ia selalu mendapat nilai tertinggi pada pelajaran menggambar. Hal ini
membuatnya terpaku untuk terus menggambar pemandangan. Namun atas dorongan dari
guru-guru sekolah dan bimbingan dari ayahnya ia akhirnya mau menggambar hal lain.
Selain pemandangan, ia mulai menggambar dengan tema lain, terutama objek hidup.
Kesenangan Sunaryo untuk menggambar tidak berakhir pada masa Sekolah Dasar
saja, hobinya itu berlanjut hingga saat beliau melanjutkan ke sekolah menengah. Di masa
SMA Sunaryo memilih kelas Sosial (SMA A) karena menurutnya akan mendukung
rencananya untuk melanjutkan studi mengenai seni di bangku perkuliahan. Selepas SMA
Sunaryo melanjutkan studinya di jurusan Seni Rupa Institut Teknologi Bandung (ITB). Ia
lebih memilih ITB dibandingkan Akademi Seni Rupa (ASRI) di Jogjakarta yang letaknya
lebih dekat dengan tempat tiggalnya. Hal ini disebabkan Sunaryo menganggap ITB
memiliki teknologi yang menurutnya akan lebih mendukung dalam mencapai
keberhasilan. Orang tua Sunaryo sesungguhnya menginginkannya untuk melanjutkan
kuliah di jurusan Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), namun keinginan yang kuat
dari Sunaryo untuk kuliah di Seni Rupa ITB meyakinkan mereka untuk mendukung
rencananya tersebut.
Lulus dari tes penerimaan mahasiswa baru Seni Rupa ITB, Sunaryo pindah ke
Bandung. Awalnya ia tinggal dengan kerabatnya di jalan Gatot Subroto, namun karena
menurutnya terlalu jauh dari tempat kuliah ia akhirnya pindah ke rumah kerabatnya yang
lain di jalan Cihampelas yang lebih dekat dengan kampusnya. Setelah beberapa kali
mengikuti perkuliahan, akhirnya Sunaryo memutuskan untuk tinggal di asrama
mahasiswa di jalan Cisitu.
Di masa-masa awal kuliah, Sunaryo selalu mendapat kiriman dari orang tuanya
sebesar 900 rupiah, namun uang sebesar itu tidak cukup untuk dapat membayar biaya
sewa asrama tempatnya tinggal sebesar 2.750 rupiah perbulan. Untuk dapat memenuhi
biaya tersebut serta biaya hidup lainnya Sunaryo harus mencari tambahan uang melalui
proyek-proyek yang ia kerjakan. Sejak tahun ke-dua perkuliahanya ia sudah tidak lagi
tergantung pada bantuan orangtuanya. Bukan hanya itu, Sunaryo bahkan mampu
memberikan bantuan pada mereka dengan mengirimkan sebagian uang yang ia peroleh.
Sejak tahun ke-tiga perkuliahannya, Sunaryo sudah mampu mengerjakan berbagai
proyek, misalnya membuat patung dan membuat relief. Karena hasil kerjanya yang
menarik dan berbeda dari orang lain, Sunaryo diminta untuk mengerjakan proyek
pembuatan taman di Medan oleh DR. Pardede. Melihat hasil kerjanya yang bagus, DR.
Pardede menawarkan beasiswa untuk mempelajari lanskap di Jepang, namun tawaran ini
ditolak Sunaryo mengingat studinya di ITB belum selesai.
Lulus dari Seni Rupa ITB, Sunaryo memutuskan untuk menjadi dosen di
almamaternya pada tahun 1969. Kemudian pada tahun 1975, ia melanjutkan studinya
untuk belajar tentang Seni Patung di Carrara Italia selama satu tahun.
Sunaryo tidak pernah terpaku dalam satu jenis bidang seni. Hasil karyanya dibuat
dalam berbagai bentuk: lukisan, patung, instalasi, monumen publik dan karya mural.
Kekuatan hasil karya seninya berasal dari manifestasi perasaan dan pikirannya.
Seringkali dalam karyanya Ia menjelajah berbagai keadaan, seperti tekanan budaya antara
modern dan tradisional, masalah lingkungan, misteri alam semesta, dan masalah
kemanusiaan. Hasil karyanya sudah sering di pertunjukkan dalam bentuk pameran
tunggal atau bersama-sama seniman yang lain, baik di dalam maupun di luar negeri.
Sunaryo menegaskan bahwa karyanya merupakan sebuah bahasa simbolis. (Contoh hasil
karya-karya Sunaryo dapat dilihat dalam lampiran)
Sunaryo banyak dikenal masyarakat melalui berbagai karyanya yang
monumental, seperti monumen Bandung Lautan Api di Bandung, monumen Jogja
Kembali di Yogyakarta, dan patung Jenderal Sudirman yang berdiri dengan gagah di
jalan Sudirman Jakarta. Kecintaan Sunaryo dalam bidang seni rupa tidak hanya di
wujudkan dalam bentuk karya, pada tahun 1998 ia mendirikan Yayasan Selasar Sunaryo
sebagai bentuk sumbangan terhadap dunia kesenian di Indonesia.
Jangka waktu berdiri tidak ditentukan lamanya dan dimulai sejak tanggal akta pendirian
yayasan disahkan. Yayasan ini memiliki maksud dan tujuan untuk memajukan seni dan
budaya Indonesia. Untuk itu, YSS berhak:
Setiap kegiatan yang dilaksanakan di SSAS baik yang gratis maupun yang
dipungut bayaran selalu diminati pengunjung. Pada setiap kegiatan jumlah pengunjung
selalu memenuhi tempat kegiatan. Hal ini berbeda dengan hari-hari biasa. Pada hari-hari
dimana tidak ada kegiatan khusus, pengunjung yang datang ke SSAS untuk menikmati
karya seni hanya satu dua orang.
Dalam mempromosikan kegiatannya, SSAS tidak pernah memasang iklan di
media cetak ataupun audio visual. Umumnya informasi disebarkan melalui website,
email, undangan dan pamflet. Hal ini dikarenakan SSAS tidak mau mengecewakan
pengunjung. Biasanya kegiatan-kegiatan yang diiklankan di media cetak menimbulkan
persepsi bahwa kegiatan tersebut bersifat besar-besaran, sedangkan kegiatan-kegiatan di
SSAS tidak demikian. Namun demikian jumlah pengunjung yang datang selalu melebihi
dari yang di harapkan.
Dalam mengukur kesuksesan sebuah kegiatan, SSAS tidak mematok jumlah
pemasukkan uang yang diperoleh. SSAS lebih melihat ukuran kesuksesan dari jumlah
pengunjung yang datang, acara berjalan lancar, tidak terjadi hal-hal yang buruk dan
publikasi hasil kegiatan di media cetak.
Fasilitas
Untuk menunjang kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan di Selasar sampai saat ini
SSAS menyediakan fasilitas yang banyak, yaitu:
SSAS yang berada di bawah naungan YSS telah mempunyai Visi dan Misi
sebagaimana berikut
Visi:
Menjadi pusat pengkoleksian dan pengkajian karya-karya Sunaryo sebagai salah
satu tokoh seni rupa modern Indonesia.
Misi:
1. Mendukung terselenggaranya mekanisme medan sosial seni rupa yang sehat
dan pengembangan infrastruktur yang ideal, positif serta berkesinambungan.
2. Menyelenggarakan program / aktivitas yang bersifat edukatif dan bertujuan
mengkomunikasikan seni rupa sebagai disiplin yang otonom serta bidang-
bidang kebudayaan yang lain secara luas masyarakat Indonesia.
3. Menjadi wadah bagi akses informasi tentang seni rupa Indonesia dan
Internasional.
Struktur Organisasi
Sampai saat ini YSS dikelola oleh badan pengurus yang terdiri atas 3 orang, yakni:
1. Ketua : Sunaryo
2. Sekretaris : Adhi Ardianto
3. Bendahara : Heti Komalasari Sunaryo
Struktur organisasi SSAS saat ini dapat digambarkan seperti diagram berikut:
Yayasan Selasar
Sunaryo
Direktur
Sunaryo
Kurator Pelaksana
Agung Hujatnika Dewan
Jennong Pertimbangan
Kuratorial (01-02)
Wakil Direktur Jim Supangkat
Siswandi Djoko Yuswadi Saliya
Saini KM
Keuangan Asmudjo J
Conny Rosmawati Rizki A. Zaelani
Bambang S
Terdapat dua tipe struktur organisasi yang diterapkan SSAS, yaitu struktur
birokratik dan struktur adhocratic. Untuk operasional pengelolaan yang sifatnya reguler,
diterapkan struktur organisasi birokratik dengan mengacu pada konsep hierarki dengan
spesialisasi yang formal. Sedangkan untuk program yang bersifat temporer, struktur
organisasi yang digunakan ialah adhocratic yang lebih fleksibel. Bahkan sering terjadi
penambahan anggota organisasi yang sifatnya temporer dari luar SSAS. Penyesuaian ini
bisa meliputi pergantian tugas maupun peran dari masing-masing organ, terkecuali untuk
tugas yang memerlukan keahlian khusus semacam kuratorial.
Sumber Daya
Sumber Daya Manusia
Berdasarkan struktur organisasi yayasan saat ini, YSS hanya memiliki 3 orang
pengurus. Di pihak lain, SSAS sendiri memiliki 21 orang tenaga kerja yang kompeten
dalam bidangnya masing-masing untuk menunjang kegiatan operasional yang ada.
Mereka memiliki latar belakang pendidikan yang beragam dari tingkat SD hingga tingkat
pascasarjana. Hal ini disesuaikan dengan tanggung jawab yang harus dipegang.
Karyawan dengan tingkat pendidikan lebih rendah memegang tanggung jawab yang lebih
rendah pula. Dalam sistem perekrutan karyawan SSAS tidak mengadakan pemilihan
terbuka seperti memasang iklan di koran atau media lainnya. Selain itu juga calon
karyawan tidak diuji melalui berbagai tes seperti yang biasa dilakukan oleh banyak
perusahaan. Sistem rekrutmen yang diterapkan sangat sederhana, yaitu melalui
rekomendasi dari orang yang dikenal dan memiliki ketertarikan terhadap pengembangan
kesenian. Pihak Selasar kemudian akan menghubungi orang tersebut dan menanyakan
apakah bersedia untuk bergabung. Jika bersedia maka akan dilakukan percobaan selama
tiga bulan, jika performa kerjanya memuaskan maka akan dilanjutkan, jika tidak maka
kontraknya tidak akan diperpanjang. Sistem pelatihan yang dilakukan oleh SSAS juga
tidak rumit. Pada minggu pertama bekerja, karyawan akan dibimbing oleh karyawan
senior mengenai tanggung jawab dan pekerjaan yang harus dilakukan. Selepas minggu
pertama karyawan tersebut akan dilepas, namun jika masih ada hal yang tidak dimengerti
karyawan tersebut bisa bertanya pada seniornya.
Sistem gaji yang diterapkan di SSAS bersifat bulanan. Setiap karyawan di beri gaji
sesuai dengan tanggung jawabnya masing-masing dengan jumlah di atas UMR yang
ditentukan. Selain itu juga terdapat tunjangan untuk setiap karyawan walaupun jumlah
nya tidak terlalu besar. SSAS belum menerapkan sistem bonus untuk performa yang
ditampilkan oleh karyawan.
Tingkkat turn over di SSAS terbilang kecil. Umumnya karyawan senang bekerja di
sana, karena sifat kekeluargaan yang terjalin di antara para karyawan. Keakraban tersebut
terjalin di semua level, baik antar departemen maupun antar karyawan secara individu.
12
0
SD SMP SMA D1/D3/S1
Tingkat Pendidikan
86%
14%
Proses Bisnis
Mengenai bisnis utama SSAS sendiri fokus pada kegiatan yang bersifat non profit-
oriented sesuai dengan Visi dan Misi yang ada. Terdapat dua kategori kegiatan yang
masuk dalam bisnis utama ini, yakni:
1. Kegiatan yang bersifat reguler seperti pengelolaan galeri seni yang
menampilkan karya – karya koleksi Sunaryo sebagai salah satu tokoh seni rupa
modern Indonesia. Galeri tersebut terbuka untuk umum serta membuka
kesempatan bagi masyarakat untuk melakukan pengkajian terhadap karya –
karya tersebut.
2. Kegiatan temporer yang penyelenggaraannya meliputi pameran tunggal seniman
lain, seminar, pameran karya seni, pekan sinema, konser musik, diskusi seni
rupa, pertunjukan seni peran, tarian, dan sebagainya.
3. Harus dilakukan dengan akta notaris dan dibuat dalam bahasa Indonesia
6. Tidak boleh memakai nama yang telah dipakai secara sah oleh yayasan lain, atau
bertentangan dengan ketertiban umum dan / atau kesusilaan.
4. Jumlah kekayaan awal yang dipisahkan dari kekayaan pribadi pendiri dalam
bentuk uang atau benda
5. Cara memperoleh dan penggunaan kekayaan
11. penggunaan kekayaan sisa likuidasi atau penyaluran kekayaan Yayasan setelah
pembubaran
(Untuk dapat memahami lebih jelas, Undang-undang no.16 tahun 2001 dapat dilihat pada
lampiran.)
Sesuai dengan pasal 71, yayasan yang telah berdiri sebelum adanya Undang-
undang no16 tahun 2001, dan telah didaftarkan ke pangadilan negeri berhak untuk tetap
diakui sebagai badan hukum, namun harus melakukan penyesuaian anggaran dasar sesuai
dengan aturan yang baru dalam waktu paling lambat selama lima tahun setelah
dilaksanakannya undang-undang yayasan. Yayasan tersebut kemudian harus
mendaftarkan kepada menteri paling lambat satu tahun setelah dilakukannya
penyesuaian. Jika hal tersebut tidak dilaksanakan maka pemerintah memiliki hak untuk
membubarkan yayasan tersebut.
Pertanyaan: