Anda di halaman 1dari 112

NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL YANG

TERKANDUNG DALAM TRADISI MACANAN


(Studi Kasus di Desa Adiraja Kecamatan Adipala Kabupaten Cilacap Provinsi
Jawa Tengah)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan


Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta Untuk Memenuhi Sebagai
Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh
Meyva Tristiana
1600009013

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PANCASILA DAN


KEWARGANEGARAAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN
YOGYAKARTA
2020
SKRIPSI

NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL YANG


TERKANDUNG DALAM TRADISI MACANAN
(Studi Kasus di Desa Adiraja Kecamatan Adipala Kabupaten Cilacap Provinsi
Jawa Tengah)

Yang dipersiapkan dan disusun oleh:


Meyva Tristiana
1600009013

Telah disetujui oleh


Dosen Pembimbing Skripsi Program Studi Pendidikan Pancasila
dan Kewarganegaraan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Ahmad Dahlan dan dinyatakan telah memenuhi
syarat untuk diujikan

Dosen Pembimbing

Trisna Sukmayadi, M.Pd


NIY. 60150834

ii
SKRIPSI

NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL YANG


TERKANDUNG DALAM TRADISI MACANAN
(Studi Kasus di Desa Adiraja Kecamatan Adipala Kabupaten Cilacap Provinsi
Jawa Tengah)

Yang dipersiapkan dan disusun oleh:


Meyva Tristiana
1600009013

Telah dipertahankan di depan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan


Ilmu Pendidikan Universitas Ahmad Dahlan di Yogyakarta pada tanggal Oktober
2020 dan telah memenuhi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan

SUSUNAN PANITIA UJIAN SKRIPSI

Ketua :

Penguji I :

Penguji II :

Yogyakarta, Oktober 2020


Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Ahmad Dahlan

Dr. Trikinasih Handayani, M.Si


NIP. 19590907 198503 2 002

iii
SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Meyva Tristiana

NIM : 1600009013

Program Studi : Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan

PTS : Universitas Ahmad Dahlan

Menyatakan bahwa karya ilmiah ini berjudul “Nilai-nilai Kerifan Lokal

yang Terkandung dalam Tradisi Macanan studi kasus di Desa Adiraja, Kecamatan

Adipala, Kabupaten Cilacap, Provinsi Jawa Tengah ” ini adalah hasil pekerjaan saya

sendiri dan sepanjang pengetahuan saya, tidak berisi materi yang ditulis orang lain

sebagai persyaratan penyelesaian studi di perguruan tinggi ini dan perguruan tinggi

lain kecuali bagian-bagian tertentu yang saya ambil sebagai acuan dengan mengikuti

tata cara dan etika penulisan karya ilmiah yang lazim.

Apabila ternyata terbukti bahwa pernyataan ini tidak benar, hal tersebut

sepenuhnya menjadi tanggung jawab saya.

Yogyakarta, Oktober 2020

Penulis

Meyva Tristiana

iv
MOTTO

“ Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, maka apabila kamu telah
selesai (dari suatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang
lain, dan hanya kepada Allah lah hendaknya kamu berharap”.

(Q.S Al-Insyirah: 6-8)

v
PERSEMBAHAN

Syukur alhamdulillah penulis panjatkan ke hadiran Allah SWT, yang telah

memberikan rahmat, nikmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini. Dengan segala kerendahan hati, karya sederhana ini saya persembahkan

untuk:

1. Mama dan Bapak (Supriyatin dan Sutrisno) tersayang yang senantiasa memberi

do’a dan dukungannya kepada saya selama ini. terima kasih atas perjuangan dan

kerja keras kalian sehingga adek bisa sampai tahap ini.

2. Kakak dan Tante Avie Tristanti dan Dalmini Agustin yang menjadi inspirasi dalam

hidup saya. Semua keluarga yang tidak bisa saya ucapkan satu persatu.

3. Kakek dan Nenek tercinta, terimakasih telah menghadirkan dua orang pahlawan

dalam hidup saya yaitu Mama dan Bapak.

4. Sahabat-sahabat SMP dan SMA saya yang telah memberi kenangan terindah dalam

hidup.

5. Sahabat tersayang Tia Maryani, Dewi Comara, Frisca Septiani dan Desy Amita

yang selalu menjadi tempat berbagi suka dan duka, terimakasih atas dukungan dan

semangatnya.

6. Almamaterku Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta.

vi
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT

yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulisan skripsi ini dapat

diselesaikan dengan baik. Sholawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi

Muhammad SAW yang telah membawa umat manusia ke zaman yang terang.

Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih kepada semua

pihak yang telah memberikan bantan, arahan, dan dorongan selama penulis

menyelesaikan skripsi ini. oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih

kepada:

1. Bapak Dr. Muchlas, M.T., Rektor Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta, yang

telah memberi kesempatan kepada penulis untuk menimba ilmu di lembaga ini;

2. Ibu Dr. Trikinasih Handayani, M.Si., Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta, yang telah memberikan izin

penelitian kepada penulis untuk menyelesaikan tugas skripsi ini;

3. Bapak Dikdik Baehaqi Arif, M.Pd., Ketua Program Studi Pendidikan Pancasila

dan Kewarganegaraan yang telah memberikan pengarahan dan dorongan kepada

penulis untuk penyusunan skripsi;

vii
4. Bapak Trisna Sukmayadi, M.Pd., Dosen Pembimbing yang telah memberikan

pengarahan-pengarahan, petunjuk-petunjuk, serta dorongan kepada penulis untuk

penyusunan skripsi;

5. Seluruh staff akademik, TU FKIP yang telah banyak membantu selama penulis di

meja kuliah;

6. Bapak Suhartono selaku kepala desa Adiraja kecamatan Adipala Kabupaten

Cilacap yang telah memberikan izin penelitian dan membantu penulis dalam

pelaksanaan penelitian sehingga terselesaikannya skripsi ini;

7. Bapak Saptoyo, Bapak Dany Rubika dan Bapak Surono selaku pengurus PRKJ

desa Adiraja yang telah membantu penulisan dalam pelaksanaan penelitian

sehingga terselesaikannya skripsi ini;

8. Kedua Orang tuaku (Supriyatin dan Sutrisno), terimakasih atas kasih sayang,

ketulusan, do’a, dukungan, pengorbanan, kerja keras dan kepercayaannya kepada

adek, sehingga adek sampai pada tahap ini;

9. Kakak dan Tante Avie Tristanti dan Dalmini Agustin yang menjadi inspirasi

dalam hidup saya. Semua keluarga yang tidak bisa saya ucapkan satu persatu.

10. Semua teman-teman seperjuangan program studi PPKn angkatan 2016, terima

kasih atas kisah-kisah indah dan tak terlupakan yang telah kita lewati bersama

kurang lebih empat tahun ini.

viii
Teriring do’a semoga Bantuan dan amal kebaikan yang diberikan kepada

penulis mendapatkan imbalan pahal dan ridho dari Allah SWT. Penulis menyadari

skripsi ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun

penulis harapkan untuk kesempurnaan skripsi ini.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Yogyakarta, 29 September 2020

Penulis

Meyva Tristiana

ix
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.......................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN ......................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... iii
SURAT PERNYATAAN ................................................................................ iv
MOTTO ............................................................................................................. v
HALAMAN PERSEMBAHAN ...................................................................... vi
KATA PENGANTAR .................................................................................... vii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... x
DAFTAR BAGAN .......................................................................................... xii
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xv
ABSTRAK ...................................................................................................... xvi

BAB I1 PENDAHULUAN ............................................................................... 1


A. Latar Belakang Masalah ............................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ..................................................................................... 5
C. Pembatasan Masalah .................................................................................... 5
D. Rumusan Masalah ........................................................................................ 6
E. Tujuan Penelitian ......................................................................................... 6
F. Manfaat Penelitian ....................................................................................... 6
G. Definisi Operasional..................................................................................... 7

BAB II KAJIAN TEORI ................................................................................. 9


A. Kajian Hasil Penelitian Relevan................................................................... 9
B. Kajian Teori ............................................................................................... 15
1. Kajian Tentang Budaya Lokal ................................................................ 15
2. Kajian Tentang Nilai ............................................................................... 18
3. Kajian Tentang Nilai Kearifan lokal ...................................................... 25
4. Kajian tentang Tradisi Macanan ............................................................. 30

x
C. Teori Interaksionisme Simbolik ................................................................. 33
D. Kerangka Pikir ........................................................................................... 34

BAB III METODE PENELITIAN ............................................................... 37


A. Pendekatan Penelitian ................................................................................ 37
B. Jenis Penelitian ........................................................................................... 38
C. Tempat dan Waktu Penelitian .................................................................... 38
D. Subjek dan Objek Penelitian ...................................................................... 38
E. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data ................................................. 39
F. Teknik Analisis Data .................................................................................. 42
1. Reduksi Data ........................................................................................... 43
3. Penyajian Data ........................................................................................ 43
4. Penafsiran Data ....................................................................................... 44
5. Menarik Kesimpulan ............................................................................... 44

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .............................. 45


A. Hasil Penelitian .......................................................................................... 45
1. Deskripsi Umum Lokasi Penelitian ........................................................ 45
2. Sejarah Tradisi Macanan di Desa Adiraja .............................................. 47
3. Proses Pelaksanaan Tradisi Macanan di Desa Adiraja ........................... 49
4. Nilai-Nilai yang Terkandung dalam Tradisi Macanan di Desa Adiraja . 51
B. Pembahasan ................................................................................................ 56
1. Sejarah Tradisi Macanan di Desa Adiraja .............................................. 56
2. Proses Pelaksanaan Tradisi Macanan di Desa Adiraja ........................... 59
3. Nilai-nilai yang terkandung dalam Tradisi Macanan di Desa Adiraja ... 63

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 76


A. Kesimpulan ................................................................................................ 76
B. Saran ............................................................................................................ 77

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 78

xi
DAFTAR BAGAN

Bagan 2. 1 Kerangka Pemikiran............................................................................ 36

xii
DAFTAR TABEL

Tabel 3. 1 Kisi-kisi Pedoman Wawancara. ........................................................... 42

Tabel 4. 1 Mata Pencaharian Penduduk ................................................................ 46

Tabel 4. 2 Klasifikasi Penduduk Desa Adiraja ..................................................... 47

xiii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 4. 1 Selamatan Upacara Adat Tradisi Macanan ...................................... 61

Gambar 4. 2 Kegiatan Napak Tilas Pada Upacara Adat Tradisi Macanan ........... 61

Gambar 4. 3 Resik Kubur Pada Upacara Adat Tradisi Macanan .......................... 62

Gambar 4. 4 Pakaian Adat Tradisi Macanan untuk laki-laki ................................ 72

Gambar 4. 5 Pakaian Adat Tradisi Macanan untuk perempuan............................ 73

Gambar 4. 6 Tempat Pasamuan Desa Adiraja ...................................................... 73

xiv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. SK Pembimbing Skripsi


Lampiran 2. Surat Permohonan Izin Riset
Lampiran 3. Kartu Bimbingan Skripsi
Lampiran 4. Tabel Display Data dan Hasil Penelitian
Lampiran 5. Foto Kegiatan Upacara Adat Tradisi Macanan

xv
Meyva.2020. “Nilai-nilai Kearifan Lokal yang Terkandung dalam Tradisi
Macanan Studi Kasus di Desa Adiraja Kecamatan Adipala Kabupaten Cilacap
Provinsi Jawa Tengah”. Skripsi.Yogyakarta: Universitas Ahmad Dahlan

ABSTRAK
Tradisi Macanan merupakan salah satu kebudayaan yang menjadi ciri khas
desa Adiraja. Tradisi ini sudah ada sejak zaman nenek moyang hingga saat ini.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejarah, makna, prosesi pelaksanaan upacara
adat dan nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi Macanan. Hal yang melatar
belakangi diadakannya penelitian ini adalah ada kecenderungan masyarakat kurang
mencintai dan memahami nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi dikarena
perkembangan jaman dan kemajuan teknologi.
Penelitian ini dilaksanakan di desa Adiraja, kecamatan Adipala, kabupaten
Cilacap. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan
pendekatan penelitian kualitatif dengan jenis penelitian studi kasus. Subjek penelitian
ini diambil dari para pengurus paguyuban resik kubur jerotengah (PRKJ) dan ketua
adat atau sesepuh. Teknik penelitian yang digunakan adalah wawancara, observasi,
dan dokumentasi. Analisis data penelitian dilakukan melalui lima tahapan yaitu
reduksi data, klasifikasi data, penyajian data, penafsiran data dan menarik kesimpulan.
Hasil penelitian menunjukan bahwa: (1) Tradisi macanan merupakan tradisi
yang sudah ada sejak ribuan ahun yang lalu yang dibawa oleh leluhurnya yaitu ki
Bonokeling dan ki Majacandra, makna yang terkandung dalam upacara adat Tradisi
Macanan ini adalah sebagai bentuk perwujudan masyarakat untuk meminta
keselamatan baik di dunia maupun akherat kepada Tuhan YME, selain itu juga
ungkapan rasa bersyukur atas apa yang telah mereka dapatkan dalam hidupnya. (2)
Tradisi Macanan ini dilaksanakan setiap bulan Sura, Maulud, Rawah, Syawal dan
Besar. Pelaksanaan upacara tradisi Macanan ada berbagai kegiatan dari kegiatan
bersih makam, berdo’a dan dilanjutkan selamatan pacitan dan selamatan tumpeng. (3)
Dalam tradisi Macanan ini mengandung beberapa unsur nilai yaitu nilai religius, nilai
kepedulian sosial, nilai kesopanan dan nilai keindahan.

Kata Kunci: Nilai, kearifan lokal, tradisi Macanan

xvi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia sangat kaya dengan limpahan budaya yang bernilai tinggi,

beraneka ragam dan unik yang harus tetap dilestarikan. Kearifan lokal memiliki

hubungan erat dengan budaya tradisional atau budaya lokal. Dalam kearifan lokal

banyak mengandung pijakan dalam menentukan suatu tindakan seperti perilaku

masyarakat sehari-hari. Suyatno (2014) menyatakan bahwa pada umumnya nilai dan

etika moral yang terkandung dalam kearifan lokal diajarkan turun temurun, diwariskan

dari generasi ke generasi, melalui sastra lisan (antara lain dalam bentuk pepatah dan

peribahasa, folklore) dan manuskrip. Kearifan lokal yang diajarkan secara turun

temurun itu merupakan kebudayaan yang patut dijaga dan dilestarikan masing-masing

daerah. Setiap daerah di Indonesia memiliki kebudayaan yang patut di jaga dan

dilestarikan sebagai identitas bangsa.

Kearifan lokal akan tetap bertahan apabila masyarakat tetap

mempertahankan serta melaksanakan pandangan, aturan, nilai, norma yang ada

.Namun seiring dengan perkembangan zaman yang semakin modern dan arus

globalisasi semakin maju mengharuskan bangsa Indonesia semakin waspada akan hal-

hal yang membawa dampak negatif seperti masuknya budaya asing yang dapat

mempengaruhi gaya hidup masyarakat terutama generasi muda bangsa Indonesia.

Iryanti (2017) forum masyarakat peduli budaya Indonesia mencatat setidaknya ada 10

budaya Indonesia yang diklaim sebagai milik Malaysia dan pada saat yang bersamaan

1
2

dekadensi moral generasi muda semakin tidak terbendung sebagai akibat dari dampak

negatifnya globalisasi. Berdasarkan informasi dari Lenny (2008) mengungkapkan

bahwa rasa bangga dan kepedulian melestarikan budaya kurang tertanam di generasi

muda indonesia saat ini. Minat mereka untuk mempelajarinya kurang mereka lebih

tertarik belajar kebudayaan asing. Salah satu faktor penyebabnya adalah kurangnya

informasi kekayaan yang dimiliki bangsa Indonesia. Padalah Indonesia memiliki tujuh

warisan budaya, tiga diantaranya warisan budaya dunia. Dari hal tersebut dapat dilihat

bahwa generasi muda bangsa Indonesia sudah mulai kurang peduli terhadap nilai-nilai

kearifan lokal budaya bangsa.

Nilai kearifan lokal yang terkandung dalam kebudayaan mulai terlupakan

oleh generasi berikutnya yang hanya mementingkan suatu perkembangan tanpa

melihat kebudayaan maupun kearifan lokal. Dalam membendung arus globalisasi ini

diperlukan sebuah upaya. Menurut Sukmayadi (2018) pendidikan karakter bangsa

sejatinya dimulai dari penguatan pandangan hidup, yang dalam hal ini dapat digali

kembali dari nilai-nilai kearifan lokal. .Pendidikan karakter atau pendidikan moral

sangat penting dalam membangun jati diri dan identitas bangsa. Pendidikan karakter

yang harus dikembangkan dalam keluarga dan masyarakat adalah nilai-nilai religius

dan nilai kebudayaan bangsa Indonesia yang berupa kearifan lokal.

Menurut Sukmayadi (2018) mengatakan bahwa, di Amerika Serikat upaya

untuk saling mengenal antar budaya satu dengan budaya lainnya dikenal sebagai

pendidikan multikultural. Mengenai tujuan pendidikan multikultural itu, Banks

(Amirin, 2012:3), merumuskan ada empat yaitu:


3

Pertama (dan terutama), membantu individu memahami diri sendiri secara


mendalam dengan mengaca diri dari kaca mata budaya lain (to help
individuals gain greater self-understanding by viewing themselves from the
perspectives of other cultures). Kedua, membekali peserta didik
pengetahuan mengenai etis dan budaya-budaya lain, budayanya sendiri
dalam budaya :mayoritas”, dan lintas budaya (to provide students with
cultural and ethnic alternatives). Karena selama ini mereka hanya
“dicekoki” sejarah dan budaya “dominan”, yaitu sejarah dan budaya Anglo-
Amerika. Ketiga, mengurangi derita dan diskriminasi ras, warna kulit dan
budaya (to be reduce in the pain and dipermination that member of some
ethnic group experience becase of their unique racial, physical, and culture
characteristics). Keempat, membantu peserta didik menguasai kemampuan
dasar membaca, menulis, dan berhitung (to help students to master essential
reading, writing, and math skills).
Pendidikan karater sangat penting dalam masyarakatan karena pendidikan

karakter tidak terlepas dari kearifan lokal yang di jadikan sebuah pegangan oleh

masyarakat. Kearifan lokal ada dengan proses yang sangat panjang dan memiliki nilai-

nilai leluhur yang ada didalamnya dengan adanya kebudayaan sebagai bukti

konkritnya. Menurut Sedyawati (2010) menjelaskan di dalam masing-masing kesatuan

kemasyarakatan yang membentuk bangsa, baik yang berskala kecil ataupun besar,

terjadi proses-proses pembentukan dan perkembangan budaya yang berfungsi sebagai

jati diri bangsa tersebut. Jadi berdasarkan pendapat Sedyawati tersebut bahwa

masyarakat mempunyai peran penting dalam perkembangan dan pelestarian budaya

lokal yang dimana nilai-nilai kearifan lokal tersebut diwariskan pada generasi

penerusnya.

Nilai-nilai kearifan lokal tersebut dapat dijumpai di berbagai daerah di

Indonesia, pengenalan budaya dan penguatan nilai-nilai luhur perlu digali bagi

generasi penerusnya. Sehingga dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat terhadap

nilai-nilai kearifan lokal yang ada di daerah sendiri. Di kabupaten Cilacap masih
4

ditemukan masyarakat adat tradisi Macanan terletak di desa Adiraja, kecamatan

Adipala, kabupaten Cilacap yang sudah diwariskan sejak jaman dulu. Pelestarian

tradisi Macanan ini mempunyai paguyuban sendiri yaitu PRKJ (Paguyuban resik

kubur jero tengah) yang dimana masyarakat adiraja memiliki peran yang terlihat

membentuk dan melestarikan tradisi tersebut. Masyarakat adat desa Adiraja ini masih

menjaga dan mempertahankan warisan leluhurnya.

Menurut penuturan para pendahulu tradisi Macanan yang adad di desa

Adiraja sudah ada sejak ribuan tahun yang lalu, tidak diketahui secara pasti tahunnya

tetapi diperkirakan sekitar tahun 1700an. Tradisi ini dibawa oleh Eyang Bonokeling,

Eyang Buyut Demang Somayuda, dan Eyang Maja Candra. Dimana tradisi ini

memiliki makna yang terkandung dalam ritual tradisi ini adalah sebagai bentuk

perwujudan masyarakat untuk meminta keselamatan baik di dunai maupun akherat

kepada Tuhan YME, selain itu juga ungkapan rasa bersyukur taas apa yang telah

mereka dapatkan dalam hidupnya. Meskipun tidak tahu kapan berdirinya namun

merupakan warisan turun-temurun yang wajib diwarisi dan dilestarikan. Anggota

paguyuban serta masyarakat mempunyai peranan sangat penting untuk mengenalkan

pada generasi penerusnya. Hal ini perlu diperhatikan karena pelestarian nilai-nilai

kearifan lokal pada generasi penerus ini sudah mulai mengkhawatirkan dan patut

prihatin karena mulai lunturnya nilai-nilai adat istiadat dan budaya di masyarakat.

Menurut penelitian pendahuluan, dalam Tradisi Macanan ini terdapat

beberapa nilai-nilai yang melekat dalam tradisi tersebut. Nilai religius, nilai

kepedulian sosial, nilai kesopanan dan nilai keindahan. Dari nilai-nilai tersebut harus

tetap dijaga dan lestarikan karena nilai tersebut merupakan warisan leluhur yang sudah
5

melekat pada tradisi Macanan, tetapi pada kenyataannya tidak sedikit generasi muda

yang kurang menjaga dan mencintai nilai-nilai kearifan lokal tersebut, salah satunya

adalah nilai kesopanan, kurang menerapkan unggah-ungguh pada saat berbicara

dengan orang yang lebih tua tidak menggunakan unggah-ungguh bahasa krama alus

yang menjadi salah satu aturan yang tidak tertulis di desa Adiraja. Dari penjabaran

yang diatas, maka peneliti bermaksud melakukkan penelitian dengan judul “Nilai-nilai

Kearifan lokal dalam Tradisi Macanan di Desa Adiraja, Kecamatan Adipala,Cilacap”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan fenomena dan permasalahan yang dibahas pada latar belakang

diatas, maka dapat dirumuskan identifikasi masalah yang ada sebagai berikut :

1. Kecenderungan kepedulian masyarakat berkurang dalam melestarikan kearifan

lokal

2. Kecenderungan pemahaman masyarakat berkurang terhadap nilai-nilai kearifan lokal

3. Terdapat generasi muda yang kurang memahami nilai-nilai yang terkandung dalam

tradisi Macanan.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah diatas, tentang tradisi

Macanan maka pembahasannya sangatlah luas, untuk itu peneliti membatasi

permasalahan yang dibahas yaitu berkaitan dengan masalah “Generasi muda yang

kurang mencintai nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi Macanan”.


6

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah dan pembatasan masalah, maka rumusan

masalah penelitian ini adalah nilai-nilai kearifan lokal apa saja yang terkandung dalam

tradisi Macanan di Desa Adiraja, Kecamatam Adipala, Kabupaten Cilacap, Jawa

Tengah?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah

untuk mendeskripsikan nilai-nilai kearifan lokal yang terkandung dalam tradisi

Macanan studi kasus di Desa Adiraja, Kecamatan Adipala, Kabupaten Cilacap,

Provinsi Jawa Tengah.

F. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk

Dengan memperkaya khasanah ilmu pengetahuan pada umumnya dan bagi civitas

akademik Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan pada khususnya

mata kuliah Studi masyarakat Indonesia dan Hukum adat. Selain itu dapat menjadi

stimulus bagi penelitian selanjutnya, sehingga proses pengkajian secara mendalam

akan terus berlangsung dan memperoleh hasil yang maksimal.

2. Manfaat Praksis

a. Bagi Peneliti, sebagai pemenuhan dalam rangka menyelesaikan tugas akhir dan

memberikan wawasan kepada mahasiswa Universitas Ahmad Dahlan, Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan khususnya program studi Pendidikan Pancasila


7

dan Kewarganegaraan mengenai wawasan tentang nilai-nilai kearifan lokal

tradisi Macanan di Desa Adiraja, Kecamatan Adipala, Cilacap.

b. Bagi Masyarakat, penelitian ini dapat memberikan wawasan kepada

masyarakat sekitar Desa Adiraja bahwa tradisi Macanan tersebut tidak dapat

dihilangkan dari kehidupan mereka yang menganutnya, dan dapat terjalinnya

sikap toleransi antar umat beragama khususnya antar penganut tradisi

macanan dan masyakarat di sekitarnya.

G. Definisi Operasional

1. Kearifan Lokal

Menurut Fajarini (2014), menjelaskan bahwa kearifan lokal adalah

pandangan hidup dan ilmu pengetahuan serta berbagai strategi kehidupan yang

berwujud aktivitas yang dilakukkan oleh masyarakat lokal dalam menjawab berbagai

masalah dalam pemenuhan kebutuhan mereka, dalam Bahasa asing sering disebut juga

dikonsepsikan sebagai kebijakan setempat “ Local Wisdom” atau pengetahuan

setempat “Local Knowledge” atau kecerdasan setempat “ Local Genious”.

2. Nilai

Menurut Rusdiana dan Zakiyah (2014), menjelaskan bahwa nilai adalah

segala hal yang berhubungan dengan tingkah laku manusia mengenai baik dan buruk

yang diukur oleh agama, tradisi, etika, moral dan kebudayaan yang berlaku dalam

masyarakat.

3. Tradisi
8

Menurut Departemen Pendidikan Indonesia (2008), menjelaskan bahwa

tradisi adalah kebiasaan turun temurun dari nenek moyang yang masih dijalankan

dalam masyarakat.

4. Tradisi Macanan

Menurut Dewi (2019), menjelaskan bahwa tradisi Macanan merupakan

salah satu kebudayaan yang menjadi ciri khas masyarakat desa Adiraja. Makna yang

terkandung dalam ritual tradisi ini adalah sebagai bentuk perwujudan masyarakat

untuk meminta keselamatan.


BAB II

KAJIAN TEORI

A. Kajian Hasil Penelitian Relevan

Nilai-nilai kearifan lokal merupakan nilai yang di wariskan oleh leluhur

yang sampai saat ini masih dijaga kelestariannya dan dijadikan sebagai sumber nilai

yang menjadi pedoman hidup. setiap daerah mempunyai kearifan lokal yang berbeda-

beda. Nilai kearifan lokal juga dapat dijumpai dalam masyarakat adat yang tersebat di

berbagai wilayah Indonesia. Hal tersebut dapat dibuktikan dari beberapa penelitian

yang telah melakukkan penelitian dengan kajian nilai-nilai kearifan lokal dalam

masyarakat adat, Penjelasan dari berbagai sumber ilmiah sebagai berikut:

Penelitian yang pertama dilakukan oleh Sapri (2016) yaitu tentang Kearifan

Lokal adat Samulo Rua Buluttana Kecamatan Tinggimocong Kabupaten Gowa. Hasil

dari penelitian yang pertama, yaitu wujud adat Sampulo Ruo Buluttana dari hasil

wawancara penulis wujud adat Sampulo Ruo Buluttana adalah sebuah perlindungan

kepada semua masyarakat dan terdapat empat wujud kebudayaan lokal masyarakat

muslim buluttana yang sangat menonjol, yakni Budaya Attomplo, Palili, Pabbuntingan

dan Tu Kamateang. Kedua, nilai-nilai yang terkandung dalam Adat Sampulo Rua

Buluttana neliputi nilai kejujuran, kesabaran, dan kebaikan terintegrasi dengan nilai-

nilai spiritual sehingga masyarakat muslim Buluttana menjadikan Adat Sampulo Rua

sebagai tatanan kehidupan masyarakat. Ketiga, pandangan teoloti mengenai Adat

Sampulo Rua dilihat dari acara ritual Apalili di Butta Toa Buluttana mengarah kepada

9
10

kemusyrikan, tetapi pada sisi lain sebagian besar masyarakat muslim Buluttana bahwa

Apili, assaukang membawa berkah atas riski yang diperoleh.

Pada penelitian ini terdapat persamaan dengan penelitian yang akan penulis

teliti yaitu keduanya mengkaji nilai-nilai kearifan lokal yang terdapat dalam suatu

tradisi. Menggunakan pendekatan yang sama yaitu pendekatan kualitatif yang

menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan

perilaku yang dapat diamati atau permasalahan yang sedang dihadapi. Perbedaan

dengan penelitian yang akan penulis teliti yaitu lokasi penelitian ini di kabupaten

Gowo dan penelitian yang akan penulisi teliti di desa Adiraja Kecamatan Adipala.

Hasil penelitian ini memberikan relevansi dan kontribusi terhadap penelitian

yang akan penulis teliti kontribusi dalam penelitian yang akan dilakukkan oleh peneliti

yaitu nilai-nilai kearifan lokal yang terdapat dalam adat Sampulo Rua dapat dijadikan

saran agar tetap terjaganya nilai-nilai kearifan lokal tersebut. Penelitian yang akan

dilakukkan juga sama-sama bertujuan untuk mendeskripsikan nilai-nilai kearifan lokal

dalam tradisi atau adat. Sama-sama menggunakan penelitian kualitatif yang dari semua

itu akan dijadikan referensi oleh peneliti.

Penelitian yang kedua dilakukan oleh Sukmayadi (2018) yaitu Nilai-nilai

kearifan lokal dalam pandangan hidup masyarakat adat kampung Kuta, hasil dari

penelitian menunjukkan dua bagian utama yang pertama, jenis pandangan hidup

masyarakat adat kampung Kuta yaitu tentang manusia sebagai pribadi, hubungan

manusia dengan masyarakat, hubungan manusia dengan Tuhan dan Roh leluhur, dan

manusia dalam mengejar kepuasan lahiriah dan batiniah. Kedua, nilai yang tercermin
11

adalah ikhlas, taat, visioner, bertanggung jawab, pengabdian, setia, simpati, empati,

kasih saying, toleran, rela berkorban, mengabdi, iman, takwa, sederhana, rendah hati,

menghargai kesehatan, bijaksana, dan berfikir konstruktif.

Pada penelitian ini terdapat persamaan dengan penelitian yang akan penulis

teliti yaitu keduanyamempunyai tujuan untuk mengetahui nilai-nilai kearifan lokal

yang terdapat di kampung adat. Menggunakan pendekatan yang sama yaitu

pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus. Perbedaan dengan penelitian yang

akan penulis teliti yaitu lokasi penelitian ini di masyarakat adat kampung Kuta di desa

Karangpaningal, kecamatan Tambaksari, kabupaten Ciamis dan penelitian yang akan

penulisi teliti di desa Adiraja Kecamatan Adipala, kabupaten Cilacap.

Hasil penelitian ini memberikan relevansi dan kontribusi terhadap penelitian

yang akan penulis teliti kontribusi dalam penelitian yang akan dilakukkan oleh peneliti

yaitu nilai-nilai kearifan lokal yang terdapat dalam masyarakat adat kampung Kuta

dapat dijadikan saran agar tetap terjaganya nilai-nilai kearifan lokal tersebut.

Penelitian yang akan dilakukkan juga sama-sama bertujuan untuk mendeskripsikan

nilai-nilai kearifan lokal dalam tradisi atau adat. Sama-sama menggunakan penelitian

kualitatif yang dari semua itu akan dijadikan referensi oleh peneliti.

Penelitian yang ketiga dilakukan oleh Ratih (2019) yaitu Nilai-nilai

Kearifan lokal dalam Tradisi Misalin di Kecamatan Ciragas Kabupaten Ciamis. Hasil

dari penelitian menunjukkan bahwa Tradisi Misilan memiliki nilai-nilai kearifan lokal,

diantaranya nilai religius pada hakikatnya , tradisi ini adalah memohon keselamatan

kepada Allah SWT, dengan bentuk ucapan rasa syukur dan berdoa kepada Tuhan

Yang Maha Esa agar dapat mecapai keselamatan hidup. Nilai seni pada tradisi misilan
12

dijadikan sebagai sarana hiburan yang bertujuan untuk memberikan pengalaman

estetis pada penonton. Nilai Ekonomi ini dipercaya dan dijadikan mata pencaharian

hidup bagi masyarakat sekitar agar mereka mendapatkan rezeki yang berlimpah.

Pada penelitian ini terdapat persamaan dengan penelitian yang akan penulis

teliti yaitu keduanyamempunyai tujuan untuk mengetahui nilai-nilai kearifan lokal

yang terdapat di kampung adat.. Perbedaan dengan penelitian yang akan penulis teliti

yaitu lokasi penelitian ini desa Cimaragas kabupaten Ciamis dan penelitian yang akan

penulisi teliti di desa Adiraja Kecamatan Adipala, kabupaten Cilacap. Perbedaan

lainnya dalam metode penelitian ini menggunakan pendekatan historis yang terdiri

dari heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Sedangkan penelitian yang akan

dilakukkan oleh penulis dengan menggunakan pendekatan kualitatif metode studi

kasus.

Hasil penelitian ini memberikan relevansi dan kontribusi terhadap penelitian

yang akan penulis teliti kontribusi dalam penelitian yang akan dilakukkan oleh peneliti

yaitu nilai-nilai kearifan lokal yang terdapat dalam masyarakat adat dapat dijadikan

saran agar tetap terjaganya nilai-nilai kearifan lokal tersebut. Penelitian yang akan

dilakukkan juga sama-sama bertujuan untuk mendeskripsikan nilai-nilai kearifan lokal

dalam tradisi atau adat. dari semua itu akan dijadikan referensi oleh peneliti.

Penelitian yang ketiga dilakukan oleh Baasyari (2014) yaitu Nilai-nilai

kearifan lokal (Local Wisdom) Tradisi Memitu pada Masyarakat Cirebon. Hasil dari

penelitian menunjukkan bahwa Tradisi memitu (selamatan nujuh bulan) memiliki

nilai-nilai kesadaran religi walaupun tidak diajarkan dalam islam, namun didalamnya
13

ada muatan nilai-nilai yang diajarkan dalam islam, yaitu permohonan kepada Allah

SWT, dalam rangka keselamatan dan kebahagian melalui laku suci (proses penyucian

diri) dari berbagai kotoran dan noda dosa yang selama ini dilakukan. Nilai lainnya

adalah tradisi ini memiliki unsur da’wah selama penyelenggaraannya tidak

bertentangan dengan kaidah-kaidah agama.

Pada penelitian ini terdapat persamaan dengan penelitian yang akan penulis

teliti yaitu keduanyamempunyai tujuan untuk menemukan nilai-nilai kearifan lokal.

Perbedaan dengan penelitian yang akan penulis teliti yaitu lokasi penelitian ini desa

Setupatok kecamatan Mundu kabupaten Cirebon dan penelitian yang akan penulisi

teliti di desa Adiraja Kecamatan Adipala, kabupaten Cilacap. Perbedaan lainnya dalam

metode penelitian ini menggunakan pendekatan Fenomenologi . Sedangkan penelitian

yang akan dilakukkan oleh penulis dengan menggunakan pendekatan kualitatif metode

studi kasus. Hasil penelitian ini memberikan relevansi dan kontribusi terhadap

penelitian yang akan penulis teliti kontribusi dalam penelitian yang akan dilakukkan

oleh peneliti yaitu nilai-nilai kearifan lokal yang terdapat dalam masyarakat adat dapat

dijadikan saran agar tetap terjaganya nilai-nilai kearifan lokal tersebut. Penelitian yang

akan dilakukkan juga sama-sama bertujuan untuk mendeskripsikan nilai-nilai kearifan

lokal dalam tradisi atau adat. Metodologinya dapat digunakan sebagai referensi penulis

dalam melakukan penelitian.

Penelitian yang ketiga dilakukan oleh Efyanti (2016) yaitu Nilai-nilai

kearifan lokal dalam tradisi silaturahmi menjelang Ramadhan di Hamparan Rawang.

Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa dalam tradisi ini mengandung makna yang

sangat mendalam tentang jalinan kekerabatan antara anak batino dan anak bajantan
14

akan selalu terjaga melalui tradisi silaturahmi ini, meskipun harta pusaka keluarga

dikelola oleh anak batino secara bergiliran melalui tradisi silaturahmi ini anak bajantan

dapat juga menikmatinya dari ngatau bhauh anak batino kerumah anak bajantan

sebelum Ramadhan. Pada penelitian ini terdapat persamaan dengan penelitian yang

akan penulis teliti yaitu keduanya menggunakan pendekatan kualitatif yang

menggambarkan fenomena yang terjadi di lapangan. Perbedaan dengan penelitian

yang akan penulis teliti yaitu lokasi penelitian ini desa Cimaragas kabupaten Ciamis

dan penelitian yang akan penulisi teliti di desa Adiraja Kecamatan Adipala, kabupaten

Cilacap. Perbedaan lainnya yaitu pada tujuannya yaitu menyatukan masyarakat dan

memberikan sumbangan-sumbangan pemikiran yang begitu arif bagi masyarakat.

Sedangkan tujuan dari penelitian yang akan dilakukan penulis yaitu mendeskripsikan

nilai-nilai kearifan lokal dalam tradisi macanan.

Hasil penelitian ini memberikan relevansi dan kontribusi terhadap penelitian

yang akan penulis teliti kontribusi dalam penelitian yang akan dilakukkan oleh peneliti

yaitu kearifan lokal yang terdapat dalam tradisi silaturahmi menelang Ramadahan di

Hamparan Rawang dapat dijadikan saran agar membuka pikiran masyarakat untuk

melestarikan suatu tradisi yang menjadi kearifan lokal di daerah sendiri. dari semua itu

akan dijadikan referensi oleh penulis dalam melakukan penelitian.


15

B. Kajian Teori

1. Kajian Tentang Budaya Lokal

a. Pengertian Kebudayaan

Budaya atau kebudayaan berasal dari Bahasa sansekerta “buddhayah” yaitu

bentuk jamak “buddhi” yang berarti “budi” atau akal. Dengan demikian kebudayaan

dapat diartikan hal-hal yang bersangkutan dengan akal Koentjaraningrat (1990:181).

Kebudayaan menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi bahwa:

“Kebudayaan adalah sebagai hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat, karya
masyarakat menghasilkan teknologi dan kebudayaan kebendaan atau
kebudayaan jasmani (material culture) yang diperlukan oleh manusia untuk
menguasai alam sekitarnya agar kekuatan serta hasilnya dapat diabadikan
untuk keperluan masyarakat (Soekanto, 2007:151)”.

Sedangkan menurut D’Andrade (Yunus, 2014) pengertian kebudayaan

mengacu pada kumpulan pengetahuan yang secara sosial diwariskan dari satu generasi

ke generasi selanjutnya yang kontras dengan makna sehari-hari yang merujuk pada

warisan sosial tertentu yang tradisi sopan santun dan kesenian. Budaya merupakan

sistem mengenai kosepsi-kosepsi yang diwriskan dalam bentuk simbolik dengan cara

ini manusia dapat berkomunikasi, melestarikan, dan mengembangkan pengetahuan

dan sikapnya terhadap kehidupan sebagai alat untuk memahami aspek kehidupan

manusia Abdullah, dkk (2008).

Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kebudayaan adalah

kebiasaan-kebiasaan yang terpola yang secara keseluruhan mencangkup gagasan, ide,

serta hasil karya manusia yang kemudian dijadikan tata cara dalam bermasyarakat.
16

b. Unsur dan Wujud Kebudayaan

Unsur-unsur kebudayaan menurut Maran (2000:38-46), Kebudayaan

memiliki 7 unsur yang meliputi :

1) Kepercayaan
Kepercayaan berkaitan dengan pandangan tentang bagaimana dunia ini
beroprasi.
2) Nilai
Nilai mengacu pada apa atau sesuatu yang oleh manusia dan
masyarakat dipandang sebagai sesuatu yang paling berharga.
3) Norma dan Sanksi
Norma dan Sanksi adalah suatu aturan khusus, atau seperangkat aturan
tentang apa yang harus dan yang tidak harus dilakukkan, sanksi akan
berlaku jika apa yang tidak harus dilakukan tersebut dilanggar.
4) Teknologi
Sebagai hasil penerapan teknologi adalah cara kerja manusia, dengan
teknologi manusia secara intensif berhubungan dengan alat dan
membangun kebudayaan dunia sekunder yang berbeda dengan dunia
primer.
5) Simbol
Simbol adalah sesuatu yang dapat mengekspresikan atau memberikan
makna.
6) Bahasa
Menurut Lyons (Maran, 2000), Bahasa merupakan seperangkat simbol
dan tata aturan untuk menggunakan simbol-simbol dalam kombinasi-
kombinasi yang penuh arti.
7) Kesenian
Melalui karya-karya seni, seperti seni sastra, music, tari, lukis dan
drama manusia mengekspresikan ide-ide dan perasaan-perasaanya.

Wujud kebudayaan menurut Koentjaraningrat (Basrowi, 2005:76))

digolongkan menjadi tiga wujud kebudayaan, yaitu sebagai berikut:

1) Wujud kebudayaan sebagai suatu yang kompleks dari ide-ide, gagasan,


nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya. Kebudayaan
idealnya disebut sebagai adat tata kelakuan atau adat istiadat dalam
bentuk jamaknya.
17

2) Wujud kebudayaan sebagai suatu yang kompkes dari aktivitas serta


tindakan berpola manusia dalam masyarakat. Wujud kedua ini sering
disebut sistem sosial, yang merupakan aktivitas-aktivitas manusia
dalam berinteraksi dan bergaul.
3) Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia. Wujud
kebudayaan ini berupa benda-benda atau hal yang dapat diraba, dilihat
melalui panca indera, seperti pabrik, pesawat, computer, dan alat
elektronik lainnya, alat-alat kerja, alat-alat rumah tangga, model
pakaian, dan perhiasan.
Pada bagian selanjutnya Greetz (Abdullah, 2007) mengatakan bahwa

kebudayaan itu “merupakan sistem mengenai konsepsi-konsepsi yang diwariskan

secara simbolik, yang dengan cara ini manusia dapat berkomunikasi, melestarikan, dan

mengembangkan pengetahuan dan sikapnya terhadap kehidupan. Hal ini menunjukan

bahwa salah satu bentuk wujud kebudayaan adalah untuk berkomunikasi kepada

masyarakat yang lebih luas.

c. Sifat Hakikat Kebudayaan

Menurut Soekanto (2007) dalam wacana kebudayaan dan sosial, sulit untuk

mendefinisikan dan memberi batasan terhadap budaya lokal atau kearifan lokal,

mengingat hal ini akan terkait teks dan konteks, manun secara etimologi dan keilmuan

para pakar sudah merumuskan definisi terhadap local culture atau local wisdom

1) Superculture, adalah kebudayaan yang berlaku bagi seluru masyarakat.


2) Culture, mencangkup jangkauan lebih khusus, misalnya berdasarkan
golongan etik, profesi, wilayah atau daerah.
3) Subculture, merupakan sebuah kebudayaan khusus dalam culture,
namun kebudayaan ini tidaklah bertentangan dengan kebudayaan
induknya.
4) Counter-culture, tingkatannya sama dengan culture yaitu merupakan
bagian turunan dari culture, namun counter culture ini bertentangan
dengan budaya induknya.
18

Jadi mengacu pada pada pengertian budaya, wujud budaya, unsur budaya

dan sifat hakikat budaya yang telah dijelaskan diatas, budaya lokal adalah nilai-nilai

lokasi hasil budidaya masyarakat suatu daerah yang terbentuk secara alami dan

diperoleh melalui belajar dari waktu ke waktu.

2. Kajian Tentang Nilai

a. Pengertian Nilai

Menurut Winarno (2007) Nilai adalah sesuatu yang berharga, baik, dan

berguna bagi manusia. Nilai adalah sesuatu penghargaan atau suatu kualitas terhadap

suatu hal yang dapat menjadi dasar penentuan tingkah laku manusia. Sedangkan

Menurut Kaelan (2009) nilai dalam bahasa inggris adalah Value yang diartikan sebagai

harga, penghargaan atau taksiran, maksudnya adalah harga yang melekat pada sesuatu

atau penghargaan terhadap sesuatu. Rusdiana dan Zakiyah (2014) menyatakan bahwa

nilai yang ada pada seseorang dipengaruhi oleh adat istiadat, etika, kepercayaan, dan

agama yang dianutnya, semua mempengaruhi sikap, pendapat, dan pandangan

individu yang selanjutnya tercermin dalam cara bertindak dan bertingkah laku dalam

memberikan penilaian. nilai itu segala sesuatu yang yang berhubungan dengan tingkah

laku manusia mengenai baik dan buruknya yang dapat diukur oleh agama, tradisi,

etika moral maupun kebudayaan yang berlaku dalam masyarakat.

Lorens (2002) dalam bukunya Kamus Filsafat menjelaskan tentan nilai yaitu

sebagai berikut :

1. Nilai dalam Bahasa Ingris value, Bahasa latin valere (berguna, mampu,
akan, berdaya, berlaku, kuat)
2. Nilai ditinjau dari segi harkat adalah kualitas suatu hal yang menjadikan
hal itu dapat disukai, diingin
19

3. kan, berguna, atau dapat menjadi objek kepentingan.


4. Nilai ditinjau dari segi keistimewaan adalah apa yang dihargai, dinilai
tinggi atau dihargai sebagai sesuatu kebaikan.
5. Nilai ditinjau dari sudut ilmu ekonomi yang bergelut dengan kegunaan
dan nilai tukar benda-benda.

Menurut Isna (2001) Nilai adalah sesuatu yang bersifat abstrak, ideal, nilai

bukan benda konkrit bukan fakta tidak hanya persoalan benar dan salah yang menuntut

pembuktian empirik melainkan sosial penghayatan yang dikehendaki, disenangi, dan

tidak disenangi. Adapun pengertian nilai dari pendapat beberapa para ahli antara lain :

1. Menurut Milton Rekeach dan James Bank nilai adalah suatu tipe
kepercayaan yang berada dalam ruang lingkup keprcayaan dalam mana
seseorang bertindak atau menghindari suatu tindakan memiliki dan
dipercayai. (Una Kartawisastra, 1980)
2. Menurut Lauis D. Kattsof mengartikan nilai sebagai berikut : pertama
nilai merupakan kualitas empiri yang tidak dapat didefinisikan, tetapi
kita dapat mengalami dan memahami cara langsung kualitas yang
terdadap dalam objek itu. Dengan demikian nilai tidak semata-mata
subjek, melainkan ada tolok ukur yang pasti terletak pada esensi objek
itu. Kedua, nilai sebagai objek dari suatu kepentingan, yakni suatu
objek yang berada dalam kenyataan maupun pikiran. Ketiga, nilai
sebagai hasil dari pemberian nilai, nilai itu diciptakan oleh situasi
kehidupan. (Syamsul Maarif, 2007)
3. Chabib Thoha (1996) nilai merupakan sifat yang melekat pada suatu
(sistem kepercayaan) yang telah terhubung dengan subjek yang
memberi arti (manusia yang meyakini). Jadi nilai adalah sesuatu yang
bermanfaat dan berguja bagi manusia sebagai acuan tingkah laku.

W.J.S Poerwardaminta dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (Basrowi,

2005:79) bahwa nilai diartikan sebagai berikut :

1. Harga (dalam arti taksiran harga).


2. Harga sesuatu (uang misalnya), jika diukur atau ditukarkan dengan
yang lain.
3. Angka kepandaian, ponten.
4. Kadar, mutu, banyak sedikitnya isi.
20

5. Sifat-sifat (hal-hal) yang penting atau berguna bagi kemanusiaan.

Menurut Robin William (Basrowi, 2005:82) menyebutkan empat macam

kualitas dari nilai, yaitu sebagai berikut:

1. Nilai-nilai itu mempunayi sebuah konsepsi yang lebih mendalam


dibandingkan hanya sekedar sensasi, emosi, atau kebutuhan. Dalam
pengertian ini, nilai dianggap swbagai abstraksi yang ditarik dari
pengalaman-pengalaman seseorang.
2. Nilai-nilai itu menyangkut atau penuh dengan semacam pengertian
memiliki suatu aspek emosi. Emosi boleh jadi tak diutarakan dengan
sebenarnya, tetapi selama ia merupakan suatu potensi.
3. Nilai-nilai bukanlah merupakan tujuan konkret daripada tindakan, tetapi
ia tetap mempunyai hubungan dengan tujuan, memilih tujuan-tujuannya
tadi. Seseorang akan berusaha mencapai sesuatu yang menurut
pandangannya merupakan nilai-nilai.
4. Nilai-nilai tersebut merupakan unsur penting dan sama sekali tak dapat
diremehkan bagi orang yang bersangkutan. Dalam kenyataan, terlihat
bahwa nilai-nilai tersebut berhubungan dengan pilihan itu merupakan
persyaratan untuk mengambil sebuah tindakan.

Berdasarkan pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa nilai

merupakan sesuatu esensi yang telah melekat dalam diri manusia. Esensi tidak berarti

sebelum dibutuhkan oleh manusia, tetapi tidak berarti adanya esensi karena adanya

esensi manusia yang membutuhkan. Kebermaknaan esensi semakin meningkat sesuai

dengan peningkatan daya tangkap pemaknaan manusia itu sendiri. Jadi nilai adalah

sesuatu yang dipentingkan oleh manusia sebagai subjek menyangkut segala sesuatu

baik atau buruk sebagai abstraks, pandangan, atau maksud dari berbagai pengalaman

dengan seleksi perilaku yang ketat.

Purwanto (Rusdiana dan Zakiyah, 2014) menyatakan bahwa nilai yang ada

pada seseorang dipengaruhi oleh adanya adat-istiadat, etika,kepercayaan, dan agama


21

yang dianutnya. Semua itu mempengaruhi sikap, pendapat, dan pandangan individu

yang selanjutnya tercermin dalam cara bertindak dan bertingkah laku dalam

memberikan penilaian.

Di dalam Dictionary of sosciology and related sciences (Kaelan, 2010:87)

dikemukakan bahwa :

Nilai adalah kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda untuk
memuaskan manusia. Sifat dari suatu benda yang menyebabkan menarik
minat seseorang atau kelompok. Nilai itu lebih dari sekedar keyakinan, nilai
selalu menyangkut tindakan.

Menurut Departemen Pendidikan Nasional (2008) nilai adalah “harga,

angka kepandaian, banyak sedikitnya isi, kadar, mutu, sifat-sifat (hal-hal) yang penting

atau berguna bagi kemanusiaan, sesuatu yang menyempurnakan manusia sesuai

dengan hakekatnya.” Nilai menunjukkan sifat atau kualitas yang melekat pada sesuatu

(objek), sesuatu dikatakan mempunyai nilai apabila ada sifat atau kualitas yang

melekat sesuatu (objek) itu. Dalam pandangan filsafat, sesuatu dikatakan mempunyai

nilai apabila sesuatu itu berguna, benar, indah baik, religius dan sebagainya. Nilai itu

bersifat ideal, sebagai sesuatu yang abstrak, nilai tidak dapat disentuh oleh panca

indera (Arif, 2015:2).

Nilai itu bersumber pada budi yang berfungsi mendorong dan mengarahkan

(motivator) sikap dan perilaku manusia. Nilai manusia berada dalam hati nurani, kata

hatidan pikiran sebagai sutau keyakinan dan kepercayaan yang bersumber pada

berbagai sistem nilai. Kaelan (Winarno, 2018) nilai adalah kemampuan yang

dipercayai ada pada suatu benda untuk memuaskan manusia. Nilai adalah sifat atau
22

kualitas yang melekat pada objek, bukan objek itu sendiri. Sedangkan menurut

Daroeso (Winarno, 2018) nilai memiliki sifat sebagai suatu yang relaitas abstrak,

normatif dan sebagai motivator. Nilai tidak dapat diindera atau dilihat, sedangkan

yang dapat diamati adalah objek yang berniali tersebut. Sifat normative nilai berarti

nilai mengandung harapan, cita-cita dan keharusan sehingga nilai memiliki sifat ideal

(das sollen).

Bertens (Arif, 2015:5) mengemukakkan bahwa sekurang-kurangnya

terdapat tiga ciri nilai, yaitu sebagai berikut:

1) Nilai berkaitan dengan subjek. Kalua tidak ada subjek yang menilai,
maka tidak ada jnilai material, yaitu segala sesuatu yang berguna nilai.
2) Nilai tampil dalam suatu konteks praktis, dimana subjek ingin membuat
sesuatu. Dalam pendekatan yang semata-mata teoretis, tidak aka nada
nilai.
3) Nilai-nilai menyangkut sifat-sifat yang “ditambah” oleh subjek pada
sifat-sifat yang dimiliki oleh objek nilai tidak dimiliki oleh objek pada
dirinya. Objek yang sama bagi berbagai subjek dapat menimbulkan
nilai yang berbeda-beda.

b. Macam-macam Nilai

Notonagoro (Kaealan,2009:126) membagi nilai menjadi 3 yaitu :

1) Nilai material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi kehidupan


jasmani manusia, atau kebutuhan material ragawi manusia.
2) Nilai vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat
mengadakan kegiatan atau aktivitas.
3) Nilai kerokhanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani
manusia. Nilai kerokhanian ini dapat dibedakan atas empat macam,
yaitu :
a) Nilai kebenaran, yang bersumber pada akal (ratio, budi, cipta)
manusia.
b) Nilai keindahan atau estetis, yang bersumber pada unsur
perasaan (estetis, geovel, rasa) manusia.
23

c) Nilai kebaikan atau moral, yang bersumber pada unsur


kehendak (will, wollen, karsa) manusia.
d) Nilai religius, yang merupakan nilai kerokhanian tetinggi dan
mutlak. Nilai religius ini bersumber kepada kepercayaan atau
keyakinan manusia.

Sedangkan menurut Walter G. Everet (Kaelan, 2009:176) menggolongkan

nilai-nilai manusiawi ke dalam tujuh kelompok yaitu:

1) Nilai-nilai ekonomis (ditunjukan oleh harga pasar dan meliputi semua


benda yang dapat dibeli).
2) Nilai-nilai kejasmanian (membantu pada kesehatan, efisiensi dan
keindahan dari kehidupan badan).
3) Nilai-nilai hiburan (nilai-nilai permainan dan waktu senggang yang
dapat menyumbangkan pada pengayaan kehidupan).
4) Nilai-nilai sosial (berasal mula dari keutuhan kepribadian dan sosial
yang diinginkan).
5) Nilai-nilai watak (keseluruhan dari keutuhan kepribadian dan sosial
yang diinginkan).
6) Nilai-nilai estetis (nilai-nilai keindahan dalam alam dan karya seni).
7) Nilai-nilai keagamaan.

Max Scheler (Kaelan, 2009:175) mengklasifikasikan nilai yang selama ini

tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat berdasarkan tingkatannya, yaitu :

1) Nilai-nilai kenikmatan , dalam tingkatan ini terdapat deretan nilai yang


mngenakan dan tidak mengenakan, yang menyebabkan orang
merasakan senang atau menderita.
2) Nilai-nilai kehidupan, dalam tingkatan ini terdapat nilai-nilai yang
penting bagi kehidupan, misalnya kesehatan, kesegaran jasmani dan
kesejahteraan umum.
3) Nilai-nilai kejiwaan, dalam tingkatan ini terdapat nilai-nilai kejiwaan
yang sama sekali tidak tergantung pada keadaan jasmani atau
lingkungan. Nilai-nilai semacam ini ialah keindahan, kebenaran dan
pengetahuan murni yang dicapai dalam filsafat.
4) Nilai-nilai kerohanian, dalam tingkatan ini terdapat moralitas nilai yang
suci dan tidak suci. Nilai-nilai semacam ini terutama terdiri dari nilai-
nilai pribadi.
24

c. Nilai-nilai Budaya

Nilai adalah sesuatu yang berharga, baik, dan berguna bagi manusia. Nilai

adalah sesuatu penghargaan atau suatu kualitas terhadap suatu hal yang dapat menjadi

dasar penentuan tingkah laku manusia (Winarno, 2007). Oleh sebab itu, nilai dapat

dilihat sebagai prinsip-prinsip umum dalam bertindak dan bertingkah laku, keterkaitan

orang atau kelompok terhadap nilai menurut Winarno sangat kuat. Oleh sebab itu nilai

dapat dilihat sebagai pedoman bertindak dan sekaligus sebagai tujuan kehidupan

manusia itu sendiri.

Dalam kebudayaan tentunya mengandung nilai-nilai, nilai ini yang

menjadikan pandangan hidup manusia dalam bermasyarakat. Nilai ini dipandangan

sebagai suatu yang menjadi milik bersama. Adapun nilai yang terdapat dalam budaya

menurut Niode (Yunus, 2012:21) adalah sebagai berikut:

1) Nilai yang menentukan identitas sesuatu.


2) Nilai ekonomi yang berupa utilitas atau kegunaan.
3) Nilai agama yang berbentuk kedudukan.
4) Nilai seni yang menjelaskan ekspresi.
5) Nilai kuasa atau politik.
6) Nilai solidaritas yang menjelma dalam cinta.
7) Persahabatan.
8) Nilai gotong-royong.

Nilai yang terkandung dalam sebuah budaya bisa jadi sebuah reaksi dari suatu gejala

yang ada dilingkungan yang dirasa kuranf sesuai pada zamannya, sehingg muncul

suatu budaya tersebut. Seperti halnya tradisi Macanan yang mengandung nilai yang

ingin disampaikan apalagi tradisi Macanan sendiri memang lahir dari situasi dan

kondisi kesejarahan masyarakat tersebut.


25

3. Kajian Tentang Nilai Kearifan lokal

a. Pengertian Kearifan lokal

Menurut Fajarini (2014) Kearifan lokal adalah pandangan hidup dan ilmu

pengetahuan serta berbagai strategi kehidupan yang berwujud aktivitas yang dilakukan

oleh masyarakat lokal dalam menjawab berbagai masalah dalam pemenuhan

kebutuhan mereka. Dalam bahasa asing sering juga dikonsepsikan sebagai kebijakan

setempat “local wisdom” atau pengetahuan setempat “local knowledge” atau

kecerdasan setempat “local genious”.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2006) kearifan berarti

kebijaksanaan, kecendikiaan sebagai sesuatu yang dibutuhkan untuk berinteraksi. Kata

lokal yang berarti tempat atau pada suatau tempat atau pada suatu tempat tumbuh,

terdapat, hidup sesutau yang mungkin berbeda dengan tempat lain atau terdapat

disuatu tempat yang bernilai yang mungkin berlaku setempat atau mungkin berlaku

universal. Kearifan lokal menurut UU. No 32 Tahun 2009 adalah nilai-nilai luhur yang

berlaku di dalam tata kehidupan masyarakat yang bertujan untuk melindungi sekaligus

mengelola lingkungan hidup secara lestari.

Sedyawati (2010) kearifan lokal diartikan sebagai kearifan dalam

kebudayaan tradisional suku-suku bangsa. Kearifan dalam arti luas tidak berarti

norma-norma dan nilai-nilai budaya, melainkan juga segala unsur gagasan, termasuk

yang berimplikasi pada teknologi, penanganan kesehatan dan estetika. Dengan

pengertian tersebut maka yang termasuk dalam penjabaran kearifan lokal adalah

berbagai pola tindakan dan hasil budaya materialnya. Menurut UU No.32/2009

Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Kearifan Lokal adalah


26

nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan masyarakat antara lain melindungi

dan mengelola lingkungan hidup secara lestari.

Menurut Santosa (2015) ada pula ciri-ciri dari kearifan lokal itu sendiri

yang meliputi:

1) Mempunyai kemampuan mengendalikan.


2) Merupakan benteng untuk bertahan dari pengaruh budaya luar.
3) Mempunyai kemampuan mengakomodasi budaya luar.
4) Mempunyai kemampuan memberi arah perkembangan budaya.
5) Mempunyai kemampuan mengintegrasi atau menyatukan budaya luar
dan budaya asli.

Ilham (2019) bentuk kearifan lokal dikategorikan kedalam 2 aspek yaitu:


1) Kearifan lokal yang berwujud nyata (Tangible)
a) Tekstual
Beberapa jenis kearifan lokal seperti sistem nilai, tata cara,
ketentuan khusus yang dituangkan ke dalam bentuk catatan tertulis
seperti yang ditemui dalam kitab tradisional primbon, kalender dan
prasi atau budaya menulis di atas lembaran daun lontar.
b) Bangunan/Arsitektural
c) Benda Cagar Budaya/Tradisional (Karya Seni), misalnya keris,
batik dan lain sebagainya.
2) Kearifan lokal yang tidak berwujud (Intangible)
Kearifan lokal yang tidak berwujud seperti petuah yang disampaikan
secara verbal dan turun temurun yang bisa berupa nyanyian dan kidung
yang mengandung nilai ajaran tradisional. Dengan petuah atau bentuk
kearifanlokal yang tidak berwujud lainnya, nilai sosial disampaikan
secara oral/verbal dari generasi ke generasi. Berikut contoh kearifan
lokal yang mengandung etika lingkungan sunda yaitu:
a) Hirup katungkul ku pati, paeh teu nyaho di mangsa (Segala sesuatu
ada batasnya, termasuk sumberdaya alam dan lingkungan).
b) Kudu inget ka bali geusan ngajadi (Manusia bagian dari alam,
harus mencintai alam, tidak tepisahkan dari alam).
27

b. Fungsi dan Makna Kearifan lokal

Kearifan lokal adalah kebenaran yang telah mentradisi atau ajeg dalam sutau

daerah. Kearifan lokal memiliki kandungan nilai kehidupan yang tinggi dan layak

terus digali, dikembangkan, serta dilestarikan sebagai antitesis atau perubahan sosial

budaya dan modernisasi. Kearifan lokal produk budaya masa lalu yang runtut secara

terus-menerus dijadikan pegangan hidup, meskipun bernilai lokal tapi nilai yang

terkandung didalamnya dianggap sangat universal. Kearifan lokal terbentuk sebagai

keunggulan budaya masyarakat setempat maupun kondisi geografis dalam arti luas

Njatrijani (2018). Kearifan lokal memiliki kandungan nilai kehidupan yang tinggi dan

layak terus digali, dikembangkan, serta dilestarikan sebagai antitesis atau perubahan

sosial budaya dan modernisasi.

Kearifan lokal produk budaya masa lalu yang runtut secara terus-menerus

dijadikan pegangan hidup, meskipun bernilai lokal tapi nilai yang terkandung

didalamnya dianggap sangat universal. Kearifan lokal terbentuk sebagai keunggulan

budaya masyarakat setempat maupun kondisi geografis dalam arti luas. Kearifan lokal

dipandang sangat bernilai dan mempunyai manfaat tersendiri dalam kehidupan

masyarakat. Ayat (Njatrijani, 2018:20) Adapun fungsi kearifan lokal terhadap

masuknya budaya luar adalah sebagai berikut :

1) Sebagai filter dan pengendali terhadap budaya luar.


2) Mengakomodasi unsur-unsur budaya luar.
3) Mengintegrasikan unsur budaya luar ke dalam budaya asli.
4) Memberi arah pada perkembangan budaya.

Kearifan lokal memiliki tatanan nilai-nilai sosial yang tinggi yang harus

dikembangkan dan dilestarikan. Kearifan lokal merupakan produk budaya masa lalu
28

yang secara terus-menerus dijadikan pedoman dalam kehidupan. Meskipun bernilai

lokal tetapi nilai yang terkandung didalamnya sangat universal. Fungsi kearifan lokal

terhadap budaya luar memberikan arah pada perkembangan budaya, mengakomodasi

unsur-unsur budaya luar, sebagai filter dan pengendalian terhadap budaya luar.

Balipos terbitan 4 September 2003 memuat tulisan “Pola Perilaku Orang

Bali Menuju Unsur Tradisi”, antara lain memberikan informasi tentang berbagai

fungsi dan makna kearifan lokal, yaitu sebagai berikut:

1) Berfungsi untuk konservasi dan pelestarian sumber daya alam.


2) Berfungsi untuk pengembangan sumber daya manusia, misalnya
berkaitan dengan upacara daur hidup, konsep kanda pat rate.
3) Berfungsi untuk pengembangan kebudayaan dan ilmu pengetahuan,
misalnya pada upacara saraswati (upacara agama Hindu), kepercyaan
dan pemujaan pada pura Panji.
4) Berfungsi sebagai petuah, kepercayaan, sastra dan pantangan.
5) Bermakna sosial, misalnya pada upacara daur pertanian.
6) Bermakna etika dan moral, yang terwujud dalam upacara ngaben dan
penyucian roh leluhur.
7) Bermakna politik, misalnya upacara ngangkuk merana dan kekuasaan
patron client( Sartini, 2004:112-113).

Berdasarkan penjelasan fungsi-fungsi tersebut tampak betapa luas ranah, mulai dari

yang sifatnya teologis sampai yang sangat pragmatis dan teknis.

Fungsi kearifan lokal menurut Jhon Haba (dalam Abdullah, 2008 7-8)

sebagai berikut:

1) Sebagai penanda identitas sebuah komunitas.


2) Elemen perekat (aspek kohesi) lintas warga, lintas agama, dan
kepercayaan.
3) Kearifan lokal tidak bersifat memaksa, tetapi sebuah unsur kultural
yang ada dan hidup dalam masyarakat.
4) Kearifan lokal memberi warna kebersamaan bagi sebuah komunitas.
29

5) Local wisdom akan mengubah pola pola piker dan hubungan timbal
balik individu dan kelompok, dengan melekatnya di atas kebudayaan
yang dimiliki.
6) Kearifan lokal dapat mendorong terbangunnya kebersamaan, apresiasi
sekaligus sebuah mekanisme bersama untuk menepis berbagai
kemungkinan yang meredusir, bahkan merusak, solidaritas komunal,
yang dipercayai berasal yang tumbuh diatas kesadaran bersama, dari
sebuah terintegrasi.

Kearifan lokal merupakan sebuah identitas yang dimiliki setiap daerah yang

dimana kearifan lokal yang dimiliki setiap daerah di Indonesia berbeda-beda, dengan

digali terus kearifan lokal yang ada di wilayah Indonesia maka akan terus semakin

melekat pada diri masyarakat Indonesia.

c. Nilai Kearifan Lokal

Seperti yang diungkapkan Rusdiana dan Zakiyah (2014) bahwa nilai yang

ada pada seseorang dipengaruhi oleh adat istiadat, etika, kepercayaan, dan agama yang

dianutnya, semua mempengaruhi sikap, pendapat, dan pandangan individu yang

selanjutnya tercermin dalam cara bertindak dan bertingkah laku dalam memberikan

penilaian. oleh sebab itu, nilai dapat dilihat sebagai pedoman bertindak dan sekaligus

sebagai tujuan kehidupan manusia itu sendiri. Dalam pandangan John Haba kearifan

lokal merupakan bagian konstruksi budaya, yang mengacu pada berbagai kekayaan

budaya yang tumbuh dan berkembang dalam sebuah masyarakat dikenal, dipercaya,

dan diakui sebagai elemen-elemen penting dalam masyarakat (Abdullah, 2008).

Menurut Huda (2015) pada prinsipnya nilai kearifan lokal adalah sistem

pengetahuan yang khas dari suatu masyarakat atau budaya tertentu yang dijadikan

pedoman bertindak dalam bermasyarakat.kearifan lokal ini akan terus diturunkan

kepada generasi selanjutnya untuk menjaga nilai yang menjadikan suatu komunitas
30

masyarakat baik seperti yang selama ini telah dijaga dan dipertahankan. Dalam

masyarakat Indonesia sendiri nilai-nilai kearifan lokal dapat ditemui dalam sebuah

nyanyian tradisional atau lagu daerah, petuah, pepatah, semboyan dan kitab-kita yang

sudah melekat dalam kehidupan sehari-hari.

Sedangkan menurut Sumninarsih (Sartini, 2004) kearifan lokal atau sistem

pengetahuan lokal adalah pengetahuan yang khas milik suatu masyarakat atau budaya

tertentu yang telah berkembang sekian lama, sebagai hasil proses hubungan timbal

balik antara penduduk tersebut dengan lingkungannya. Huda (2015:30) menjelaskan

bahwa:

“kearifan lokal hanya terdapat pada suatu daerah tertentu dapat berupada
adat-istiadat, kesenian, dimana dalam adat istiadat dan kesenian tersebut
mengandung nilai-nilai baik yang selalu ingin dipertahankan. Kearifan lokal
juga dapat berupa semboyan hidup berupa pepatah-petatah-petitih yang
diwariskan atau disampaikan secara turun temurun sudah dari sejak lama,
kemudian nilai-nilai yang telah ada dipegang dalam menjalankan kehidupan
bermasyarakat atau sebagai pegangan hidup”.

Kearifan lokal merupakan identitas bangsa, kearifan lokal adalah filosofis dan

pandangan hidup yang mewujud dalam berbagai bidang keihidupan. Kearifan lokal

setiap wilayah yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia berbeda-beda yang

menjadikan identitas atau ciri khas setiap daerah.

3. Kajian tentang Tradisi Macanan

Menurut (Dewi, 2019), menjelaskan bahwa tradisi dalam pengertian yang

paling sederhana adalah sesuatu yang telah dilakukkan sejak lama dan menjadin dari

kehdupan suatu kelompok masyarakat, biasanya dari suatu negara, kebudayaan, waktu

atau agama yang sama. Tradisi juga merupakan suatu pewarisan kebiasaan dari satu
31

generasi ke generasi selanjutnya yang dapat berupa upacara adat atau kegiatan-

kegiatan lainnya. Menurut Lestari (2010) menjelaskan bahwa :

Tradisi Macanan merupakan salah satu kebudayaan yang menjadi ciri khas
masyarakat desa Adiraja. Tradisi ini sudah ada sejak zaman nenek moyang
hingga sekarang. semakin pudarnya suatu tradisi karena perkembangan
jaman dan kemajuan teknologi, tradisi Macanan yang ada di Desa Adiraja
muncul sejak ribuan tahun lalu, tidak diketahui secara pasti tahunnya tetapi
diperkirakan sekitar tahun 1700an. Tradisi ini dibawa oleh Eyang
Bonokeling, Eyang Buyut Demang Somayuda, dan Eyang Majacandra.
Makna yang terkandung dalam ritual tradisi ini adalah sebagai bentuk
perwujudan masyarakat untuk meminta keselamatan baik dunia maupun
akherat kepada Tuhan YME, selain itu juga ungkapan rasa bersyukur atas
apa yang telah mereka dapatkan dalam hidupnya. Macanan ini dilaksanakan
pada hari jum’at kliwon di bulan Sura, Maulud, Sadran, Syawal dan Besar.
Ritual dalam pelaksanaan tradisi ini ada dua selamatan yaitu selamatan
Pacitan dan selamatan Salagan atau tumpeng.

Terdapat beberapa ritual dalam tradisi ini. Dimulai dari bersuci dilanjutkan

doa yang dibarengi dengan membakar dupa atau kemenyan yang telah disiapkan.

Kemudian bersih taman secara bergantian. Setelah itu, melakukan ritual “salam bekti”

yaitu saling meminta maaf antara anak putu macanan kepada para bedogol. Setelah

keseluruhan ritual selesai, anak putu macanan kembali ke lokasi kumpul di pasemuan

dan melakukan selametan(Lestari dan harianti, 2010).Menurut penuturan dari para

pendahulu Dany Rubika (2018) yang diteruskan secara turun temurun bahwa aada

seorang pengelana yang bernama Ki Bonokeling (awal mula tidak tidak diketahui asal

mulasalnya, kemudian berdasarkan informasi sejarah dari kabupaten Banyumas bahwa

Ki Bonokeling merupakan seorang tokoh penyebar islam yang berasal dari pasir

luhur).
32

Beliau dalam perjalananya sampai disuatu tempat di pesisir selatan pulau

jawa, tepatnya di sebelah barat pegunungan yang berada di bantaran sungai dan

berhadapan dengan laut selatan, tempat itu dikenal dengan nama pegunungan selok.

Suatu ketika Ki Bonokeling bertemu dengan Ki Majacandra (leluhur masyarakat

Adiraja/yang menurunkan mayoritas masyarakat Adiraja) yang kebetulan bermata

pencaharian sebagai nelayan. Ki Bonokeling dan Ki Majacandra akhirnya sering

bertemu, bertukar pikiran, bertukar pengetahuan baik pengetahuan tentang kehidupan

dan tentang keyakinan terhadap Tuhan, karena merasa sepemahaman dan dapat saling

menerima akhirnya keduanya menjadi sabat (sahabat). Ki Majacandra pun sering

berkunjung ke tempat dimana Ki Bonokeling tinggal.

Tempat tinggal Ki Bonokeling berada di sebelah barat pegunungan yang

teksturnya berbatu namun tepat dipinggiran sungai. Ki Bonokeling di tempat itu pula

beliau gemar bersemedi (mendekatkan diri secara khusus kepada yang maha kuasa)

dan sekaligus menyampaikan neglu/ajaran-ajarannya tentang laku kehidupan dan

keyakinan kepada Tuhan secara lisan atau tanpa tulisan. Tempat tersebut sampai saat

ini dikenal dengan nama Kaendran. Nama kaendran berasal dari Bahasa jawa yaitu

kata “Nendra” yang artinya “Turu” atau tidur (turu atau tidur dalam pandangan ini

adalah bersemedi).

Karena kedekatan persahabatan antara Ki Bonokeling dan Ki Majacandra

maka tempat tersebut dirawat dan dilestarikan oleh Ki Majacandra setelah Ki

Bonokeling melanjutkan pengembaraan/berkelana, dan Ki Majacandra sebagai kunci

atau yang merawat Kaendran. Ki Majacandra menurunkan ngelmu/ajaran kepada anak


33

putunya/anak cucunya termasuk merawat dan melestarikan Kaendran hingga saat ini.

Dalam kegiatan ritual tertentu bertempat di Kendran namun untuk kegiatan selamatan

Anak Putu Macan menyelenggrakan di Pasamuan. Dalam perkembangannya

keturunan Ki Bonokeling dan Ki Majacandra banyak yang menyebut Kaendran

sebagai Depok/Padepokan Kaendran, karena memang di tempat itu awal mula adanya

tokoh/Pandit yang tinggal dan menyebarkan ngelmu/ajaran yang diturunkan kepada

anak putu macan hingga saat ini.

C. Teori Interaksionisme Simbolik

Menurut Effendy (Nina Siregar, 2011), menjelaskan bahwa interaksi

simbolik adalah suatu faham yang menyatakan bahwa hakekat terjadinya interaksi

sosial antara individu dan antar individu dengan kelompok, kemudian antara

kelompok dengan kelompok dalam masyarakat, ialah karena komunikasi, suatu

kesatuan pemikiran dimana sebelumnya pada diri masing-masing yang terlibat

berlangsung internalisasi atau pembatinan. Elvinaro dan Bambang (2009)

menyebutkan bahwa manusia dalam dirinya memiliki esensi kebudayaan,

bersosialisasi dengan masyarakat, dan menghasilkan buah pikiran tertentu. Tiap

bentuk interaksi sosial itu dimulai dan berakhir dengan mempertimbangkan diri

manusia. Inilah karakteristik utama dari seluruh perspektif interaksi simbolis.

Menurut Ardianto (Nina Siregar, 2011) mengatakan bahwa interaksi

simbolik ada karena ide-ide dasar dalam membentuk makna yang berasal dari pikiran

manusia (Mind), mengenal diri (Self), dan hubungan ditengah interaksi sosial dan

bertujuan akhir untuk memediasi serta menginterpretasi makna ditengah masyarakat


34

(Society) dimana individu tersebut menetap. Definisi singkat dari ke tiga ide dasar dari

interaksi simbolik antara lain :

1. Pikiran (Mind) adalah kemampuan untuk menggunakan simbol yang


mempunyai makna sosial yang sama, dimana tiap individu harus
mengembangkan pikiran mereka melalui interaksi dengan individu lain.
2. Diri (Self) adalah kemampuan untuk merefleksikan diri tiap individu
dari penilaian sudut pandang atau pendapat orang lain, dan teori
interaksionisme simbolis adalah salah satu cabang dalam teori
sosiologis yang mengemukakan tentang diri sendiri (The-Self) dan
dunia luarnya.
3. Masyarakat (Society) adalah jejaring hubungan sosial yang diciptakan,
dibangun dan dikonstruksikan oleh tiap individu ditengah masyarakat
dan setiap individu tersebut terlibat dalam perilaku yang mereka pilih
secara aktif dan sukarela, yang pada akhirnya mengantarkan manusia
dalam proses pengambilan peran ditengah masyarakat.

Simbol-simbol yang penting dalam interaksi apapun dianggap memiliki

makna yang berbeda, sama halnya yang terdapat dalam tradisi Macanan. Pemaknaan

simbol dalam tradisi Macanan ini berupa upacara adat, pakaian adat, rumah atau

tempat pasamuan, dan sesajian dalam Tradisi sebagai bentuk interpretasi masyarakat

terhadap nilai dalam pelaksanaan Tradisi Macanan. Simbol adalah bentuk-bentuk

ritual adat yang dilakukan sebagai petunjuk atau ciri khas dalam tradisi. Jadi makna

simbolik dalam penelitian ini adalah nilai-nilai yang terkandung pada proses

komunikasi simbolik dalam Tradisi Macanan.

D. Kerangka Pikir

Kerangka Pikir Untuk mempermudah suatu penelitian perlu dibuat kerangka

pikir atau konsep dengan tujuan membuat arah penelitian menjadi jelas. Kearifan lokal

merupakan nilai-nilai luhur yang berlaku di dalam tata kehidupan masyarakat yang

bertujuan untuk melindungi sekaligus mengelola lingkungan hidup secara lestari.


35

Kearifan lokal berhubungan erat dengan adat istiadat atau tradisi. Dalam kearifan lokal

mengandung pijakan dalam menentukan suatu tindakan seperti perilaku masyarakat

sehari-hari. Kearifan lokal akan tetap bertahan apabila masyarakat tetpa

mempertahankan serta melaksanakan pandangan, aturan, nilai, dan norma yang ada.

Adat istiadat atau tradisi tidak lepas dari simbol-simbol.

Simbol-simbol inilah yang menjadi ciri khas atau yang memperkaya

kehidupan masyarakat terutama di masyarakat pedesaan. Hal ini disebabkan karena

masih melestarikan adat istiadat atau tradsi masyarakat pedesaan. Tradisi Macanan

merupakan sebuah tradisi yang dilakukan oleh masyarakat di Desa Adiraja Kecamatan

Adipala Kabupaten Cilacap. Makna yang terkandung dalam ritual tradisi ini adalah

sebagai bentuk perwujudan masyarakat untuk meminta keselamatan baik dunia

maupun akherat kepada Tuhan YME, selain itu juga ungkapan rasa bersyukur atas apa

yang telah mereka dapatkan dalam hidupnya. Tradisi yang dijalankan masyarakat Desa

Adiraja ini merupakan kearifan lokal karena tradisi ini merupakan tradisi yang sudah

dilakukan secara turun menurun Tradisi ini sudah ada sejak zaman nenek moyang

hingga sekarang.

Tradisi Macanan ini dalam pelaksanaan upacara adatnya ada beberapa

kegiatan dari kegiatan bersih makam atau ziarah dari kegiatan tersebut mengandung

makna yang terkandung dalam krgiatan tesebut yaitu sebagai pengingat bahwa setiap

yang hidup akan mati dan sebagai pengabdian diri kepada leluhurnya. Kegiatan

selanjutnya yaitu melaksanakan selamatan di tempat pasamuan makna dalam kegiatan

tesebut yaitu sebagai bentuk permohonan keselamatan dan ucapan rasa syukur kepada

Tuhan YME.
36

Adanya tradisi macanan ini sebagai sarana komunikasi dengan generasi

selanjutnya dan sebagai media penanaman nilai kepada masyarakat melalui petuah

yang ada didalamnya. Dengan kata lain budaya akan terus dipertahankan dan

diwariskan kepada generasi penerus selanjutnya. Seiring dengan perkembangan zaman

yang sekarang pada era globalisasi menjadikan tantangan tersendiri bagi budaya lokal.

Dengan hal yang demikian dibutuhkan peran para pihak dalam hal ini pemerintah dan

juga masyarakat itu sendiri dalam mempertahankan dan melestarikan nilai-nilai yang

terkandung dalam Tradisi Macanan sebagai budaya lokal. Maka kerangka berfikir dari

penelitian ini adalah sebagai berikut.

Kearifan Lokal

Tradisi Macanan

Upacara Adat Aturan-aturan adat yang tidak


tertulis

Nilai-nilai kearifan lokal yang terkandung dalam


tradisi Macanan

Bagan 2. 1 Kerangka Pemikirian


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan kualitatif. Karena

pendekatan penelitian kualitatif lebih memungkinkan untuk melihat realita yang terjadi

secara langsung. Metode penelitian kualitatif sering disebut metode penelitian

naturalistic karena penelitiannya dilakukkan pada kondisi alamiah (natural setting),

disebut juga metode etnographi, karena pada awalnya metode ini lebih banyak

digunakan untuk penelitian bidang antropologi budaya, disebut sebagai metode

kualitatif, karena data yang terkumpul dan analisisnya lebih bersifat kualitatif

(sugiyono, 2016)

Penelitian dilakukkan atas dasar latar alami sebagai suatu keutuhan,

mengandalkan manusia sebagai alat peneliti, dengan memanfaatkan metode kualitatif

yang lebih meningkatkan proses daripada hasil, membatasi seperangkat kriteria untuk

memberikan keabsahan dan hasil penelitiannya disepakati oleh kedua belah pihak

yaitu peneliti dengan subjek yang diteliti. Dengan penelitian ini peneliti

mendeskripsikan tentang apa saja nilai-nilai kearifan lokal yang terkandung dalam

Tradisi Macanan.

37
38

B. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan

jenis studi kasus. Jenis penelitian studi kasus yang digunakan pada penelitian ini

dimaksudkan untuk mendeskripsikan tentang apa saja nilai-nilai kearifan lokal yang

terkandung dalam tradisi Macanan. Stake (Creswell,2013:20) berpendapat, bahwa :

Penelitian kualitatif dengan studi kasus merupakan strategi penelitian


dimana didalamnya peneliti menyelidiki secara cermat suatu program,
peristiwa, aktivitas, proses atau sekelompok individu. Kasus-kasus dibatasi
oleh waktu dan aktivitas, dan peneliti mengumpulkan informasi secara
lengkap dengan menggunakan berbagai prosedur pengumpulan data
berdasarkan waktu yang telah ditentukan.
Jenis penelitian studi kasus dilakukan karena tradisi Macanan merupakan tradisi khas

di desa Adiraja kecamatan Adipala kabupaten Cilacap yang tidak ada di daerah lain.

C. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Adiraja, Kecamatan Adipala, Kabupaten

Cilacap, Provinsi Jawa Tengah.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 18 Agustus - 3 September 2020.

D. Subjek dan Objek Penelitian

1. Subjek Penelitian

Menurut Arikunto (2006) yang dimaksud subjek penelitian adalah benda,

keadaan atau orang tempat data di permasalahkan untuk pemilihan subjek penelitian.

Jadi, subjek dalam penelitian ini meliputi:

a. Saptoyo sebagai ketua Paguyuban resik kubur jerotengah (43 Tahun)


39

b. Dany Rubika sebagai sekertaris Paguyuban resik kubur jerotengah (33

Tahun)

c. Surono sebagai Ketua Adat atau sesepuh (59 Tahun)

2. Objek Penelitian

Objek penelitian adalah permasalahan hal, perkara atau orang yang menjadi

pokok pembicaraan atau hal yang dijadikan sasaran untuk diteliti. Yang menjadi objek

penelitian dalam penelitian ini meliputi:

a. Sejarah tradisi Macanan

b. Pelaksanaan tradisi Macanan

c. Nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi Macanan

E. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data

1. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah cara-cara untuk mengumpulkan data

dalam suatu penelitian. Arikunto (2005) menjelaskan bahwa teknik pengumpulan data

adalah cara yang digunakan olehpeneliti untuk mengumpulkan data pada saat

melakukan penelitian agar kegiatan tersebut menjadi sistematis dan lebih mudah.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan tiga teknik pengumpulan data, yaitu

wawancara mendalam, observasi dan dokumentasi.

a. Wawancara

Menurut Nazir (2005:193-194), wawancara adalah :

Proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab,
sambal bertatap muka antar si penanya atau pewawancara dengan si penjawab
40

atau responden dengan menggunakan alat dinamakan interview guide atau


pedoman wawancara.
menurut Arikunto (2010:270) secara garis besar, ada du a pedoman wawancara :

1) Pedoman wawancara tidak terstruktur, yaitu pedoman wawancara yang


hanya memuat garis besar yang akan ditanyakan. Pewawancara sebagai
pengemudi jawaban responden.
2) Pedoman wawancara terstruktur, yaitu pedoman wawancara yang disusun
terperinci sehingga menyerupai check-list.
Dalam pengumpulan data ini peneliti menggunakan wawancara terbuka

dimana para subjenya tahu bahwa mereka sedang diwawancarai dan mengetahui pula

apa maksud wawancara itu, hal ini agar sesuai dengan penelitian kualitatif yang

biasanya berpandangan terbuka. Subjek wawancara yaitu perangkat desa Bapak

Saptoyo, Bapak Dani Rubika selaku ketua himpunan PRKJ dan Bapak Surono selaku

sesepuh adat yang dilaksanakan bersamaan pada waktu yang bersamaan yaitu pada

tanggal 18, 20 dan 25 Agustus 2020 . Proses wawancara ini dibutuhkan peneliti untuk

pengumpulan data yang sebenarnya guna menunjang hasil penelitian guna mengetahui

sejarah tradisi macanan dan mengetahui interalisasi nilai yang terdapat dalam tradisi

macanan dalam kehidupan bermasyarakat.

b. Observasi

Observasi merupakan pengamatan langsung terhadap fenomena yang akan

dikaji, dalam hal ini peneliti terjun langsung dalam lingkungan masyarakat. Peneliti

melakukan metode observasi langsung mendatangi kantor balai desa Adiraja dan juga

mendatangi salah satu rumah warga pada tanggal 20 maret 2020. Pengamatan dalam

penelitian ini digunakan untuk mengetahui apa saja nilai-nilai kearifan lokal yang

terkandung dalam tradisi macanan.


41

c. Dokumentasi

Menurut Arikunto (2010) dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal

atau variable yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasarti,

notulen, rapat, lengger, agenda, dan sebagainya. Dokumentasi diperlukan dalam

penelitian agar dapat memberikan keterangan dengan jelas mengenai penelitian yang

akan diteliti. Dokumentasi dilakukan dengan cara mengumpulkan bahan-bahan yang

diperlukan, mengolah dokumen, memotret atau mengambil foto dan video. Adapun

dokumentasi mengambil foto yang hasilnya berupa foto kegiatan upacara adat Tradisi

Macanan, foto kegiatan napak tilas, foto kegiatan resik kubur, foto pakaian adat

Tradisi Macanan dan Foto tempat pelasanaan upacara adat.

2. Instrumen Pengumpulan Data

Untuk mengumpulkan data penelitian dan penilaian seseorang dapat

menggunakan instrument yang telah tersedia atau biasa disebut instrument baku

(standardized) dan dapat pula dengan instrument yang dibuat sendiri. Arikunto (2002)

instrument penelitian ini adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam

mengumpulkan data agar pekerjaan lebih mudah dan hasil yang lebih baik, dalam arti

lebih cermat, lengkap, dan sistematis sehingga lebih mudah diolah. Dalam penelitian

ini, peneliti merupakan instrument utama pengumpulan data. Peneliti menyusun

pedoman observasi dan pedoman wawancara. “ Dalam penelitian kualitatif, yang

merupakan instrument utama penelitian adalah peneliti itu sendiri (Sugiyono, 2007)”.

Objek/Variabel Indikator Pertanyaan


Nilai-nilai Kearifan 1.Sejarah Tradisi Macanan a. Bagaimana asal mula
lokal Tradisi tradisi Macanan menjadi ada
Macanan dan menjadi ciri khas di desa
42

Adiraja?

b. Bagaimana penanaman
tradisi Macanan terhadap
generasi penerusnya?
2. Pelaksanaan tradisi a. Bagaimana tahap proses
Macanan pelaksanaan tradisi
Macanan?

b. Apa saja perlengkapan


yang perlu dipersiapkan
dalam pelaksanaan tradisi
Macanan?

c. Bagaimana upaya
pemerintah desa Adiraja agar
tetap melestarikan tradisi
Macanan?

d. Siapa saja personil yang


berperan dalam tradisi
Macanan?

3. Nilai-nilai kearifan lokal a. Apa saja nilai-nilai yang


dalam tradisi Macanan terkandung dalam tradisi
Macanan?
tabel 3. 1 Kisi-kisi pedoman wawancara “ Nilai-nilai Kearifan Lokal Tradisi
Macanan di Desa Adiraja, kecamatan Adipala, kabupaten Cilacap”.
F. Teknik Analisis Data

Analisis data merupakan bagian yang paling penting dalam metode ilmiah,

karena dengan analisis, data tersebut dapat diberi arti dan makna yang berguna dalam

memecahkan masalah-masalah penelitian. Moleong (2007) analisis data adalah proses

pengorganisasian dan mengurutkan data kedalam pola, kategori, dan satuan uraian

dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti

yang disarankan oleh data. Dalam penelitian ini metode analisis data yang digunakan

adalah menggunakan teknik analisis kualitatif yaitu mengolah dan menganalisis data
43

penelitian yang telah terkumpul. Agar data yang terkumpul memiliki makna, analisis

data tersebut meliputi kegiatan:

1. Reduksi Data

Reduksi data adalah sebagai pemilihan, pemusatan perhatian pada

penyederhanaan, pengabstrakan, transfer data kasar yang muncul dari data-data

lapangan. Proses pemilihan, penyusunan mengenai data pokok yang berkaitan dengan

masalah yang diteliti. Data yang telah direduksi memberikan gambaran yang lebih

tajam tentang hasil pengamatan keadaan wawancara. Data yang telah dihasilkan

melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi merupakan data mentah yang masih

acak-acakan, peneliti melakukan pemilihan data yang relevan dan bermakna untuk

dapat disajikan. Memilih data-data tang mampu menjawab permasalah penelitian

mengenai Nilai-nilai Kearifan lokal Tradisi Macanan di Desa Adiraja. Data tersebut

merupakan hasil dari narasumber yang menjawab pertanyaan yang sesuai deng

pertanyaan yang diajukan oleh peneliti. Data tersebut akan diolah kelangkah

berikutnya yaitu klasifikasi data.

2. Klasifikasi Data

Data yang telah dipilih selanjutnya disusun secara sistematik ke dalam satu

unit dan diklasifikasikan sesuai dengan kategori yang ada sehingga dapat memberikan

gambaran yang jelas pada hasil penelitian.

3. Penyajian Data

Setelah proses klasifikasi data, selanjutnya data diolah dengan menyusun

atau menyajikan data kedalam tulisan yang sesuai dengan keadaan data sebenarnya.
44

Penyajian data dilakukkan dengan memaparkan data apa adanya, data wawancara yang

didapat dari narasumber, data yang didapat melalui teknik observasi dan teknik

dokumentasi yang sudah ditasirkan kemudian di sajikan dalam tulisan.

4. Penafsiran Data

Penafsiran data ini terbagi menjadi kelompok berdasarkan kategori data

yang kemudian di luruskan dan di tafsirkan sesuai dengan tujuan dan maksud

penelitian agar saling berhubungan. Maka dari itu peneliti berusaha mencocokan

antara data yang diperoleh di lapangan melalui teknik observasi, wawancara, dan

dokumentasi dengan teori yang ada pada bab II. Dalam penelitian ini menggunakan

penelitian kualitatif makan untuk penafsiran data pada kualitatif dianalisis secara

deskriptif.

5. Menarik Kesimpulan

Data yang telah dikumpukan dengan proses dengan langkah-langkah seperti

diatas, kemudian sesuai dengan tujuan yang diinginkan dan dicapai maka ditarik

kesimpulan secaraa kritis menggunakan metode kualitatif yang berangkat dari hal-hal

umum untuk memperoleh kesimpulan dilakukkan setelah mengetahui jawaban dari

semua narasumber.

Kesimpulan tersebut merupakan kesimpulan dari setiap indikator yang di

hasilkan dari teknik wawancara kemudian dicocokkan dengan hasil observasi dan hasil

dokumentasi yang telah dilakukan. Jika hasil wawancara dengan hasil observasi dan

hasil dokumentasi telah cocok, maka dapat disimpulkan bagaimana Nilai-nilai

Kearifan lokal Tradisi Macanan di Desa Adiraja tersebut.


BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Deskripsi Umum Lokasi Penelitian

Adiraja adalah desa di kecamatan Adipala, kabupaten Cilacap, provinsi

Jawa Tengah. Desa Adiraja hanya berjarak sekitar 3 km dari pusat kecamatan Adipala.

Sepanjang batas timur desa Adiraja dilewati oleh aliran sungai Bengawan yang

mengalir dari utara keselatan hingga bermuara di pantai Selok, Samudra Hindia. Desa

Adiraja dibentuk pada tahun 1830 dengan luas wilayah 504,16 Ha. Berdasarkan

monografi yang terdapat di balai desa Adiraja, batas wilayah desa Adiraja sebagai

berikut:

Sebelah Utara : Desa Doplang

Sebelah Selatan : Desa Karanganyar

Sebelah Barat : Desa Adipala

Sebelah Timur : Desa Karangbenda

Akses jalan menuju Desa Adiraja cukup mudah untuk dilalui oleh pengguna

kendaraan darat, baik kendaraan roda dua maupun roda empat. Dari letak geografis

desa Adiraja diatas ternyata mendukung terjadinya kegiatan ritual tradisi Macanan.

Karena masyarakatnya masih memiliki kepedulian terhadap alam dan budaya. Tradisi

masa lalu yang sangat kental dan masih dilaksanakan sampai dengan saat ini. Selain

ini lokasi Desa Adiraja dekat dengan gunung Selok yang dimana gunung tersebut

terdapat banyak tempat-tempat untuk ritual yang dari dulu digunakan oleh para

leluhur.

45
46

Mata pencaharian di Desa Adiraja bermacam-macam seperti PNS,

TNI/POLRI, pedagang, petani, buruh tani, buruh harian lepas, tukang, pensiunan,

nelayan, peternak, jasa, pengrajin, swasta. Jika di tulis dengan table maka dapat dilihat

sebagai berikut:

No Jenis Pekerjaan Jumlah

1. PNS 125 orang


2. TNI/POLRI 10 orang

3. Pedagang 439 orang


4. Petani 869 orang

5. Buruh Tani 42 orang


6. Buruh Harian Lepas 451 orang

7. Tukang 2 orang
8. Pensiunan 24 orang

9. Nelayan 89 orang
10. Peternak 13 orang
11. Jasa 11 orang
12. Swasta 230 orang
13. Perangkat Desa 21 orang

14. Tidak Bekerja 2.466 orang

Tabel 4. 1 Mata Pencaharian Penduduk


Sumber : Balai Desa Adiraja (2020)

Mata pencaharian masyarakat Desa Adiraja adalah petani, dengan

banyaknya pekerjaan tidak membuat masyarakat Desa Adiraja lupa akan kearifan

lokal yang sudah menjadi bagian dari masyarakat Desa Adiraja. Kegiatan ritual tradisi

Macanan selalu dilaksanakan setiap tahunnya dan masyarakat selalu bisa hadir dalam

ritual tradisi Macanan tersebut.


47

Desa Adiraja memiliki kepadatan penduduk sebanyak 6.769 jiwa, dengan

banyak jumlah kepala keluarga 2.013 KK. Dengan perincian dapat di lihat pada table

berikut ini :

No. Laki-laki Perempuan Jumlah(jiwa) Jumlah KK


1. 3.442 3.327 6.769 2.013
Tabel 4. 2 Klasifikasi Penduduk Desa Adiraja
Sumber : Balai Desa Adiraja (2020)

Bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi sehari-hari adalah bahasa

Jawa dan bahasa Indonesia. Penduduk di Desa Adiraja beragama muslim dan nasrani

yang dimana mempunyai kepercayaan masing-masing. Fasilitas dan aktivitas

keagamaan di Desa Adiraja memiliki 2 masjid, 4 mushola dan 1 gereja. Akses jalan

yang mudah dan sepanjang batas timur desa Adiraja dilewati oleh aliran sungai

Bengawan yang bermuara di pantai Selok dan desa Adira berbatasan dengan gunung

Selok yang dimana gunung tersebut terdapat banyak tempat-tempat ritual yang

digunakan oleh para leluhur.

Berdasarkan gambaran umum lokasi penelitian ternyata dapat mendukung

terjadinya tradisi Macanan hal ini dikarenakan posisi wilayah desa Adiraja berada

dekat aliran sungai dan pantai yang memungkinkan masyarakat melaksanakan upacara

adat

2. Sejarah Tradisi Macanan di Desa Adiraja

Dany (33 Tahun) dan Saptoyo (43 Tahun) mengatakan bahwa tradisi

Macanan ini sudah ada dan sudah melekat dalam diri masyarakat desa Adiraja. Orang-

orang yang menganut tradisi ini asal muasalnya sudah dari para leluhur masyarakat

desa Adiraja. Sejarah persisnya belum tahu tetapi ada hubungan yang erat antara
48

leluhurnya yaitu ki Majacandra yang mempunyai hubungan erat dengan ki

Bonokeling. Kegiatan ritual dan selamatan selalu berpedoman pada pitutur dan napak

tilas yang dilakukan oleh leluhur dulu. Masyarakat Adiraja khususnya penganut tradisi

Macanan ini tidak terlepas dari garis keturunannya jadi mereka ada karena siapa

karena orang tua mereka dan orang tua mereka ada karena orang tuanya lagi. Alur

itulah yang tidak bisa diputuskan sampai saat ini.

Surono (59 Tahun) jadi tradisi Macanan ini dulunya diwariskan oleh ki

Majacandra leluhurnya desa Adiraja ki Bonokeling itu penyebar islam dipesisir pantai

asalnya dari Banyumas yang merupakan leluhurnya tradisi Macanan diwilayah

pakuncen. Ki majacandra dan ki Bonokeling berhubungan sangat dekat, pada saat itu

ki Bonokeling melakukan semedi di gunung selok yang tempatnya bernama Kaendran

yang kebetulan tempat tersebut sangat dekat dengan desa Adiraja. Pada saat ki

Bonokeling meneruskan untuk berkelana ,ki Majacandra lah yang menjadi juru kunci

tempat bersemedinya Ki Bonokeling. Ki majacandra menurunkan ngelmunya kepada

anak putu macannya.pada ritual tradisi ini ada perlengkapannya semacam tumpeng

yang ditemani dengan berbagai macam lauk pauk dan sayuran bahkan sampai buah-

buahan. Dan harus menggunakan pakaian khusus terutama pada saat akan melakukan

napak tilas dan melakukan selamatan tersebut. Disini ada 13 tokoh adat yang

semuanya menggunakan nama sepuh dari turunan yang pertama ada Maja Suwangsa,

Seja Diwirya, Dana Semita, Wirya Wijaya, Maja Wijaya, Arja Pada, Arja Wikarta,

Candra Jaya dan Marta Pada, semuanya itu tokoh adat atau bedogol-bedogol yang ada

di tradisi Macanan.
49

Dany (33 Tahun) dalam kegiatan yang dilaksanakan di tradisi Macanan ini

terdapat lembaganya juga yang mengatur atau mengurusnya, lemabaga adatnya yang

bernaung dibawah pemerintahan desa yaitu LPPMD , walaupun tidak ada peraturan

yang tertulis yang mengatur sendiri tentang tradisi ini tetapi disini mempunyai

paguyuban tersendiri yaitu PRKJ yang merupakan himpunan resik kubur jero tengah.

Kenapa rsik kubur karena resik kubur merupakan salah satu bagian dari tradisi

Macanan tersebut, selain selamatan disini juga ada kegiatan resik kubur yang rutin

dilakukan oleh masyarakat desa Adiraja setiap hari minggu sore dan rabu sore. Hal ini

bukan berarti kita itu menyembah atau meminta sesuatu pada benda mati, tetapi

dengan kegiatan tersebut itu kita mengenalkan simbah atau leluhur-leluhur kami

kepada anak-anak kami agar mereka mengetahuinya sejak dini.

Hasil observasi dari asal mula tradisi Macanan menjadi ada dan menjadi ciri

khas di desa Adiraja ini yaitu sebuah tradisi yang diwariskan secara turun temurun

sejak jaman dulu oleh leluhur masyarakat desa Adiraja yang dibawa oleh Ki

Bonokeling dan Ki Majacandra. Dengan cara menurunkan ilmu atau ajarannya kepada

anak cucunya yang kemudian melekat sampai saat ini dan tetap dilestariakan.

Pemerintah desa Adiraja sangat mendukung agar tetap dilestarikannya teradisi

macanan ini, terdapat lebaga adatnya yang bernaung dibawah pemerintahan desa yaitu

LPPMD, walaupun belum ada peraturan tertulisnya sendiri yang mengatur tradisi

Macanan tetapi masyarakat dan pemerintah desanya selalu mendukung dalam

pelestarian tradisi Macanan ini.

3. Proses Pelaksanaan Tradisi Macanan di Desa Adiraja


50

Saptoyo (43 Tahun) kegiatan resik kubur itu buat pengingat kita bahwa

setiap yang hidup pasti akan mati dan pengabdian kepada leluhur kami dengan

embersihkan makamnya dan mengirim do’a supaya leluhur kami di akhirat diberi

jalan yang lapang, lain dengan kita meminta sesuatu hal kepada leluhur kami. Selain

adanya kegiatan resik kubur juga selalu ada kegiatan selamatan dalam tradisi

Macanan ini. Waktu selamatan itu hanya pada bulan Sura, Mulud, Sadran, Sawal dan

Besar. Kegiatan selamatan ini dilakukan sesuai dengan tahapannya atau napak tilas

yang telah dilakukan oleh leluhur kami sejak dulu, dengan membawa berbagai jenis

makanan yang satu sama lain itu berbeda-beda makananya. Kegiatan selamatan ini

dilakukan di Pasamuan, yang dimana semua warga yang mengikuti ritual atau

selamatan ini harus memakai pakaian adat sesuai unggah ungguhnya dan perjalanan

untuk menuju pasamuan dilakukan jalan kaki. Selamatan ini hanya sebagai ungkapan

rasa syukur bukan untuk memberi sesajen atau yang lainnya. Pasamuan ini tempat

yang digunakan untuk berkumpul oleh orang banyak untuk kegiatan adat istiadat dan

musyawarah. Biasanya kegiatan tersebut dihadiri kurang lebih 5000 orang tetapi

dengan adanya wabah covid-19 ini maksimal hanya boleh ditempati oleh 20 orang

saja.

Hasil observasi dari proses pelaksanaan Tradisi Macanan di Desa Adiraja

Kegiatan atau tahapan yang dilakukan untuk ritual tradisi macanan itu diawali dengan

kegiatan rutin resik kubur yaitu kegiatan membersihkan makam. Dalam kegiatan

membersihkan makam ini mengandung makna sebagai pengingat, bahwa setiap yang

hidup pasti akan mati dan pengabdian diri kepada leluhur dengan membersihkan

makan dan mengiri do’a. selanjutnya dilakukan kegiatan selamatan dalam kegiatan
51

selamatan ini membawa berbagai jenis makanan untuk acara selamatan, dari berbagai

jenis makanan tersebut saling berbagi satu dengan yang lainnya agar saling merasakan

semua. Kegiatan selamatan ini dilakukan sebagai ungkapan rasa syukur terhadap

Tuhan YME dan memohon keselamatan di dunia dan di akhirat.

4. Nilai-Nilai yang Terkandung dalam Tradisi Macanan di Desa Adiraja

a. Nilai Religius

Dany (33 Tahun) pada tradisi ini kita warga masyarakat desa Adiraja

mempunya keyakinan masing-masing setiap orang berbeda-beda. Bersumber pada

kepercayaan sendiri. Tradisi macanan ini bersumber pada Tuhan kita semua

bersumber pada Allah bukan pada benda mati yang kita sembah itu salah. Salah satu

bentuk nilai religius yang bisa diambil contohnya itu pada kegiatan resik kubur yang

akan mengingatkan kita akan hari esok dimana kita semua hidup didunia akan mati

akan kembali lagi pada sang pencipta. Dan mengingatkan kita agar semua orang

harus mempunyai bekal untuk hidup setelah di dunia itu sebagai bekal di akhirat.

Contoh lain pada acara selamatan itu kita semua mengucapkan rasa syukur atas

dilimpahkannya rezeki hingga semua kebutuhan sandang pangan kita semua telah

tercukupi.

Saptoyo (43 Tahun) jadi kegiatan atau ritual-ritual yang dilakukan di

kaendran maupun tempat pasemuan tempat tersebut merupakan tempat yang sedari

dulu leluhur kami gunakan sama halnya kita beribadah jika islam di masjid kristen di

gereja yang dimana tempat tersebut mempunyai makna sendiri dan tempat yang suci

untuk menghadap sang maha kuasa, bukan berarti kami itu menyembah benda mati

seperti batu nisan atau semacamnya itu. Kami mendatangi kuburan atu makam itu
52

guna untuk membersihkan makam dan niat utama kami itu untuk mendo’akan

leluhur kami supaya diberikan tempat yang lapang bukan berarti kita meminta do’a

kepada orang yang sudah mati itu salah. Jadi kami memberi pengertian sejak dini

kepada generasi anak putu atau anak cucu kami agar mereka mengerti dan selalu

mengingat akan kehidupan di akhirat tidak hanya kehidupan didunia saja.

Hasil Observasi dari nilai religius adalah nilai yang bersumber pada

kepercayaan diri sendiri. Pada tradisi Macanan ini nilai religiusnya bersumber pada

Tuhan, segala macam bentuk ritual dari membersihkan makam itu mereka meyakini

bahwa memakai media seperti itu akan lebih afdol. Dari kegiatan bersih makam itu

mengingatkan semua orang bahwa kita hidup didunia ini hanya sementara yang

nantinya kita semua akan kembali kepada sang pencipta. Dan mengingatkan agar

semua orang harus mempunyai bekal untuk hidup diakhirat. Pada kegiatan

membersihkan makam itu juga mempunyai makna sendiri guna memanjatkan do’a

kepada Tuhan do’a yang mereka panjatkan itu semoga leluhur mereka diberi jalan

yang terang, bukan pemohonan sesuatu kepada leluhur.

b. Nilai Kepedulian Sosial

Saptoyo (43) dan Surono (59 Tahun) mengatakan bahwa di Desa Adiraja ini

warganya sangat rukun segala macam kegiatan benar-benar di musyawarahkan

bersama. Kita disini jika ingin membangun seperti fasilitas desa misalnya membuat

jalan saluran air itu tidak meminta dana kepada pemerintah ,bukan karena tidak mau

tetapi kita membuat saluran air itu dengan dana warga desa semua. Supaya kerasa

kebersamaannya dan kita semua selalu ingat untuk menjaga apa yang telah kita

bangun bersama-sama.contoh lainnya ada hajat pribadi seperti membangun rumah


53

semua warga tanpa diperintah mereka jalan sendiri untuk membantu jadi rasa gotong

royong dan kebersamaannya selalu ada.

Surono (59 Tahun) adanya ritual seperti selamatan di tradisi Macanan ini

juga kita semua saling berbagi hasil istilahnya. Dari semua orang mau yang berada

ataupun tidak kita semua kumpul mejadi satu di pasamuan membawa berbagai jenis

dan macam sayuran, lauk pauk hingga buah-buahan. Kita semua saling memberi satu

sama lain agar semua orang disana saling merasakan. Pada saat ada ritual tradisi

Macanan yang biasanya diikuti hingga 5000 orang selalu ada yang membantu

mengamankan jalannya ritual tersebut. Yang bertugas mengamankan biasanya itu

secara sukarela tanpa harus diberi undangan atau surat perintah dari kami, biasanya

yang membantu mengamankan jalannya ritual ini dari banser sudah siap untuk

membantu.

Hasil observasi dari nilai kepedulian sosial adalah diambil dari kebersamaan

dan gotong royong masyarakat desa Adiraja. Yang dimana masyarakatnya saling

membantu satu sama lain. Sehingga terciptanya lingkungan yang selalu hidup rukun

dan damai merasakan eratnya kekeluargaan tidak ada individualis di lingkungan

masyarakat desa Adiraja. Dapat diambil pula kegiatan gotong royong yang pada saat

ada acara atau hajat pribadi semua warganya ikut serta dalam acara tersebut tanpa ada

perintah dari orang yang punya hajat ataupun dari pimpinan desa. Pada saat acara

selamatan juga dapat diambil nilai kebersamaannya yaitu dari saling berbagi hasil

mata pencaharian. Berupa bahan pangan seperti makanan, lauk-pauk, sayur dan buah-

buahan tersebut mereka saling berbagi satu sama lain agar mereka saling merasakan

hasilnya.
54

c. Nilai Kesopanan

Dany (33 Tahun) mengatakan bahwa pada saat acara ritual dan selamatan

yang dilakukukan di tempat pasamuan itu ada unggah-ungguh yang namanya sebut

tidak mungkin akan di ingkari, misalkan pak dani kepada pak saptoyo ketika di tempat

pasamuan memanggil pak saptoyo dengan sebutan mas, lalu pak dani memanggil pak

surono dengan sebutan paman, tidak mungkin memanggil dengan panggilan “hah

heh”. Seperti halnya bahasa yang digunakan pada saat acara ritual dan selamatan

berbeda dengan bahasa yang dipakai sehari-hari pada saat bertemu diluar kegiatan.

Karena orang jawa etika jawa lah yang digunakan. Pada saat ritual dan selamatan

berbicara dengan orang yang lebih diatas kita menggunakan bahasa kromo alus tetapi

pada saat sudah diluar kgiatan sudah menggunakan bahasa pada umumnya. Unggah-

ungguh ini juga sudah ditanamkan kepada anak-anak kami sedari kecil. Jadi tidak

malu dengan bahasa yang digunakan bahasa jawa tetapi malah bangga bisa

mengajarkan anak-anak kami. Hingga anak-anak kami bisa menerapkannya tanpa

harus ada tekanan karena sudah kebiasaan jika kepada orang yang lebih diatas mereka

harus menggunakan unggah-ungguh yang baik yang sesuai dengan etikanya orang

jawa.

Hasil observasi dari nilai kesopanan yang terkandung dalam tradisi

Macanan ini adalah dimana mereka bisa menempatkan diri pada saat kegiatan ritual

maupun selamatan mereka menggunakan etika jawa yang dimana sudah menjadi

kewajiban semua orang apabila berbicara dengan orang yang lebih tua itu harus

menggunakan bahasa yang sopan. Begitu pun dengan generasi penerus mereka yang

sudah ditanamkannya unggah-ungguh berbahasa yang sopan, tanpa harus ada perintah
55

atau pengingat mereka selalu menerapkannya sendiri. Tidak hanya pada saat dalam

kegiatan ritual maupun selamatan, diluar kegiatan tersebut mereka para generasi

penerusnya pun selalu menanamkan unggah-ungguh dalam melakukan suatu tindakan

maupun dalah berbicara terutama dengan orang lebih diatas mereka.

d. Nilai Keindahan

Saptoyo (43 Tahun) mengatakan bahwa sebenarnya banyak sesuatu yang

estetik dari tradisi Macanan ini, salah satunya dari pakaian adat yang digunakan pada

saat ritual dan selamatan tradisi Macanan ini. Pakaian adat yang dipakai laki-laki

menggunakan kain jarit ditapih, menggunakan blangkon untuk penutup kepalanya dan

baju beskap. Untuk perempuan sama bawahan dengan jarit setengah sampai bawah

lutut biasanya dan untuk bajunya pakai kemben atau kebaya. Biasanya pada saat ritual

yang jalan kaki menuju tempat pasamuan itu menggunakan tudung diatas kepalanya

untuk perempuan karena untuk menutup kepala dari terik matahari. Pada saat berjalan

kaki pun tidak menggunakan alas kaki. Tempat pasamuan yang menggunakan atap

dari welit, sampai sekarang tidak boleh untuk direnovasi atau diganti dengan genteng,

supaya lebih kokoh. Karena itu sudah menjadi warisan dari leluhur kami sejak dulu.

Hasil ovservasi dari Nilai Keindahan yang Terkandung adalah dalam

pelaksanaan kegiatan ritual tradisi Macanan mereka diharuskan menggunakan pakaian

adat sebagai ciri khasnya. Pakaian adat yang digunakan untuk laki-laki menggunakan

kain jarik, blangkon dan beskap. Perempuannya sendiri menggunakan kain jarik dan

kemben atau kebaya atasan. Tidak tahu pasti makna dari pakaian adat tersebut tetapi

pakaian adat seperti itu sudah digunakan sejak jaman leluhur mereka dulu, jadi harus

tetap dilestarikan sampai saat ini. Lalu pada tempat pasemuan yang digunakan mereka
56

dalam setiap kegiatan ritual sampai saat ini atap yang digunakan pada tempat

pasamuan itu terbuat dari daun kelapa kering (welit). Hingga saat ini tidak ada yang

boleh diganti atau diperbaiki karena dari situ mengandung nilai estetik tersendiri, jika

diganti berarti warisan leluhur ada yang hilang, jadi sampai saat ini tetap dibiarkan apa

adanya seperti itu tetapi tetap dilestarikan keindahan pasamuan tersebut.

B. Pembahasan

1. Sejarah Tradisi Macanan di Desa Adiraja

Tradisi Macanan merupakan tradisi yang sudah menjadi ciri khas desa

Adiraja yang sudah ada sejak ribuan tahun yang lalu. Diwariskan secara turun temurun

hingga sampai saat ini masih tetap dilestarikan. Tidak diketahui secara pasti

sejarahnya, tradisi tesebut dibawa oleh leluhurnya desa Adiraja bersama sahabatnya

yaitu ki Majacandra dan ki Bonokeling. Dengan cara menurunkan ilmu atau ajarannya

kepada anak cucunya yang kemudian melekat sampai saat ini tetap dilestarikan. Hal

ini di perjelas dengan yang diungkapkan oleh Dany (33 Tahun) dan Saptoyo (43

Tahun) mengatakan bahwa:

tradisi Macanan ini sudah ada dan sudah melekat dalam diri masyarakat
desa Adiraja. Orang-orang yang menganut tradisi ini asal muasalnya sudah
dari para leluhur masyarakat desa Adiraja. Sejarah persisnya belum tahu
tetapi ada hubungan yang erat antara leluhurnya yaitu ki Majacandra yang
mempunyai hubungan erat dengan ki Bonokeling.

Ungkapan tersebut di perkuat oleh Dewi (2019), menjelaskan bahwa tradisi

dalam pengertian yang paling sederhana adalah sesuatu yang telah dilakukkan sejak

lama dan menjadin dari kehdupan suatu kelompok masyarakat, biasanya dari suatu

negara, kebudayaan, waktu atau agama yang sama. Tradisi juga merupakan suatu
57

pewarisan kebiasaan dari satu generasi ke generasi selanjutnya yang dapat berupa

upacara adat atau kegiatan-kegiatan lainnya. Kearifan lokal dalam sebuah adat istiadat

dan tradisi yang ada di Indonesia sangatlah banyak berbagai upacara adat yang

dilakukkan setiap daerah juga berbeda-beda. Tidak hanya dalam tradisi Macanan yang

melaksanakan upacara adat, salah satunya yaitu tradisi Misilan di kecamatan Ciragas

kabupaten Ciamis yang sampai saat ini masih tetap melaksanakan tradisi tersebut.

Adanya hubungan antara leluhurnya dan para generasi penerusnya yang mengharuskan

untuk tetap melestarikan tradisi tersebut. Dewi (2019) menjelaskan bahwa tradisi

Misalin merupakan tradisi tahunan yang dilakukan masyarakat secara turun-temurun

disekitar tempat petilasan. Pada tradisi ini masyarakat bergotong-royong

membersihkan makam leluhur, sekaligus berdo’a ditemapt tersebut untuk menyucikan

diri.

Tradisi Misalin dan tradisi Macanan terdapat persamaan yaitu pada tradisi

tersebut mempunyai makna yang sama memanjatkan do’a, hal tersebut mempunyai

tujuan untuk memohon keselamatan kepada Allah SWT dengan bentuk ucapan rasa

syukur dan berdo’a kepada Tuhan YME agar dapat mencapai keselamatan hidup di

dunia maupun di akherat. Antara tradisi Misalin dan tradisi Macanan sama-sama

mempunyai hubungan yang kuat antara leluhurnya dan masyarakat sekitar. Menurut

Widyastuti (2011) menjelaskan bahwa di dalam tradisi diatur bagaimana manusia

berhubungan dengan manusia yang lain atau satu kelompok manusia dengan

kelompok manusia yang lain, bagaimana manusia betindak terhadap lingkungannya,

dan bagaimana perilaku manusia terhadap alam yang lain. Yang dimana menjadi suatu

sistem memiliki pola dan norma yang sekaligus mengatur penggunaan sanksi dan
58

ancaman terhadap pelanggaran dan penyimpangan. Sebuah tradisi yang sudah melekat

dan diwariskan harus tetap dilaksanakan karena sudah menjadi sebuah kewajiban

generasi penerusnya untuk terus tetap melestarikan dan menjaga tradisi tersebut,

dimana sebuah tradisi merupakan bagian dari kearifan lokal bangsa Indonesia yang

tidak dimiliki oleh bangsa lain.

Menjaga kelestarian tradisi Macanan sudah menjadi kewajiban masyarakat

Desa Adiraja, karena tradisi tersebut merupakan warisan leluhur yang sudah

diwariskan secara turun temurun ke generasi penerusnya. Menjaga dan melestarikan

tradisi Macanan ini sangat penting, selain sudah menjadi warisan leluhur tetapi juga

sudah menjadi warisan budaya yang sudah dikenal banyak orang sehingga harus

terjaga eksistensinya hingga sekarang. Pemerintah desa Adiraja sangat mendukung

pelestarian tradisi Macanan. Dalam kegiatan yang dilaksanakan di tradisi Macanan ini

terdapat lembaganya juga yang mengatur. Aturan dalam tradisi Macanan ini tidak

tertulis tetapi ada paguyuban tersendiri yang menjadi wadah para masyarakat yang

menjalankan tradisi Macanan. Paguyuban tersebut dinamakan paguyuban resik kubur

jero tengah yang dimana semua pengurus dan anggotanya mempunyai tujuan yang

sama untuk terus melestarikan salah satu kebudayaan yang menjadi ciri khas di

kabupaten Cilacap yang tidak dimiliki oleh daerah lain.

Berdasarkan deskripsi di atas maka dapat di tarik kesimpulan sementara

bahwa Tradisi Macanan merupakan salah satu kebudayaan yang menjadi ciri khas

masyarakat Desa Adiraja. Tradisi Macanan ynag ada di Desa Adiraja sudah ada sejak

ribuan tahun yang lalu, tidak diketahui secara pasti tahunnya. Tradisi ini dibawa oleh

Ki Bonokeling dan Ki Majacandra yang menurunkan kepada generasi penerusnya


59

hingga saat ini tetap dilestarikan. Makna yang terkandung dalam ritual tradisi

Macanan adalah sebagai bentuk perwujudan masyarakat untuk meminta keselamatan

baik di dunia maupun akherat kepada Tuhan Yang Maha Esa, selain itu juga sebagai

ungkapan rasa bersyukur atas apa yang mereka dapatkan dalam hidupnya.

2. Proses Pelaksanaan Tradisi Macanan di Desa Adiraja

Tradisi Macanan merupakan tradisi yang sudah melekat dan menjadi ciri

khas masyarakat kabupaten Cilacap khususnya di Desa Adiraja, tradisi Macanan ini

sudah dikenal masyarakat luas yang menjadikan tradisi ini dikenal masyarakat luas

salah satunya yaitu proses pelaksanaan upacara adatnya yang sudah menarik perhatian.

Menurut Alvina (2016), upacara adat adalah salah satu tradisi masyarakat tradisional

yang masih dianggap memiliki nilai-nilai yang masih cukup relevan bagi kebutuhan

masyarakat pendukungnya. Selain sebagai usaha manusia untuk dapat berhubungan

dengan arwah para leluhur juga merupakan perwujudan kemampuan manusia untuk

menyelamatakan diri secara aktif terhadap alam atau lingkungannya. Sama halnya

dalam masyarakat desa Adiraja yang masih tetap melaksanakan upacara adat Tradisi

Macanan hingga sampai sekarang. Dalam tradisi Macanan ini terdapat beberapa

tahapan dalam kegiatan upacara adat, yang diawali dengan kegiatan resik kubur atau

bersih makam hingga kegiatan selamatan. Hal ini diperjelas oleh Saptoyo (43 Tahun)

Kegiatan resik kubur itu buat pengingat kita bahwa setiap yang hidup pasti
akan mati dan pengabdian kepada leluhur kami dengan embersihkan
makamnya dan mengirim do’a supaya leluhur kami di akhirat diberi jalan
yang lapang, lain dengan kita meminta sesuatu hal kepada leluhur kami.
Selain adanya kegiatan resik kubur juga selalu ada kegiatan selamatan
dalam tradisi Macanan ini. Waktu selamatan itu hanya pada bulan Sura,
Mulud, Sadran, Sawal dan Besar.
60

Ungkapan tersebut diperkuat oleh Rofi (2017) menyampaikan bahwa tradisi

macanan merupakan sebuah tradisi napak tilas ziarah makam leluhur yang dipercayai

sebagai tokoh leluhur atau pembabad tanah Cilacap, salah satunya Ki Bonokeling dan

Ki Majacandra. Penganut tradisi Macanan biasanya dikenal dengan sebutan Anak Putu

Macanan dengan jumlah anggota atau penganut tradisi yang banyak. Menurut para

bedogol atau pimpinan adatnya tradisi ini dilaksanakan tiga kali dalam satu

tahun.terdapat beberpa ritual dalam tradisi ini, resik kubur dan berdo’a yang dibareng

dengan membakar dupa atau kemenyan, setelah itu salam bekti yang dilakukan oleh

anak putu macanan kepada para bedogol, setelah itu kumpul di pasemuan dan

melakukan selamatan.

Tradisi Macanan ini mempunyai beberapa tahapan ritual sebelum

dilakukkannya kegiatan upacara adat yang meliputi kegiatan bersih makam atau ziarah

yang dilakukan rutin setiap hari minggu sore dan rabu sore. Kegiatan tersebut

mempunyai makna sebagai pengingat bahwa setiap yang hidup pasti akan mati serta

pengabidan diri kepada leluhur dengan membersihkan makamnya serta mengiri do’a.

selanjutnya dilakukkan acara selamatan ditempat pasamuan.


61

Gambar 4. 1 Selamatan Upacara Adat Tradisi Macanan


(Sumber: Peneliti, 2020)

Gambar 4. 2 Kegiatan Napak Tilas Pada Upacara Adat Tradisi Macanan


(Sumber : Peneliti, 2020)
62

Gambar 4. 3 Resik Kubur Pada Upacara Adat Tradisi Macanan


(Sumber : Peneliti, 2020)

Budaya masyarakat yang sudah melekat erat menjadikan masyarakat jawa

sangat menjunjung tinggi nilai-nilai luhur dari kebudayaan. Ritual yang dilaksanakan

merupakan bentuk pelestarian warisan tradisi dan budaya nenek moyang atau leluhur

(Sutiyono, 2014). Ritual tradisi Macanan ini yang ditunggu-tunggu setiap tahunnya

tidak hanya dalam lingkungan desa Adiraja tetapi sudah dikenal masyarakat luas.

Dengan banyaknya ragam budaya dan tradisi yang ada di berbagai wilayah Indonesia

karena seiring dengan perkembangan zaman dan teknologi, maka kewajiban utama

bagi generasi muda adalah menjaga dan melestarikan tradisi Macanan. Sehingga

dengan diberikannya edukasi kepada masyarakat Desa Adiraja terutama generasi muda

maka akan paham dan menjaga apa yang sudah melekat dalam kehidupan.

Berdasarkan deskripsi di atas maka dapat di tarik kesimpulan sementara

bahwa dalam ritual tradisi Macanan ini ada beberapa proses tahapan kegiatan yang
63

diawali dengan kegiatan resik kubur atau bersih makam kemudian dilanjut mengirim

do’a dan setelah itu kumpul di pasamuan untuk melanjutkan selamatan. Makna dari

ritual tersebut sebagai bentuk perwujudan masyarakat untuk meminta keselamatan

baik di dunia maupun akherat kepada Tuhan Yang Maha Esa, selain itu juga sebagai

ungkapan rasa bersyukur atas apa yang mereka dapatkan dalam hidupnya. Tradisi

Macanan ini dilaksanakan di hari jumat kliwon pada bulan Sura, Maulud, Sadran,

Syawal dan Besar. Selamatan pacitan berupa makanan dan selamatan tumpeng.

3. Nilai-nilai yang terkandung dalam Tradisi Macanan di Desa Adiraja

a. Nilai Religius

Nilai religius merupakan bagian dari nilai kerokhanian tertinggi dan mutlak.

Nilai ini bersumber pada kepercayaan diri sendiri atau bersumber pada agama dan

keyakinan manusia. Hal ini diperkuat oleh ungkapan Humaeni (2015) mengatakan

bahwa religi bukan semata-mata sebagai agama melainkan fenomena kultur, religi

sebagai fenomena budaya universal. Religi adalah bagian budaya yang bersifat khas.

Konsep religi ini mengandung berbagai unsur seperti keyakinan, ritual, upacara, sikap

dan pola tingkah laku, serta alam pikiran dan perasaan penganutnya. Tidak hanya nilai

religius yang terdapat dalam tradisi Macanan, dalam tradisi perkawinan mengandung

nilai religus. Menurut ungkapan Kusuma (2017) mengatakan bahwa tradisi

perkawinan mempunyai kandungan nilai-nilai religius yang bertujuan untuk memohon

keselamatan dan berkah kepada Tuhan YME. Semua bentuk tradisi atau adat-istiadat

mengandung nilai religius tertentu sama halnya dengan tradisi Macanan.

Tradisi Macanan ini bersumber pada Tuhan. Segala bentuk ritual yang

dilakukan pada saat tradisi Macanan itu hanya sebagai media. Masyarakat desa
64

Adiraja mempunyai keyakinan dan kepercayaan masing-masing. Menjalankan tradisi

Macanan sudah menjadi kewajiban semua masyarakat Adiraja yang sudah di wariskan

para leluhurnya tetapi dalam hal kepercayaan atau keyakinan mempunyai kebebasan

dalam menganutnya. Pada tradisi Macanan ini sumber keyakinannya dari Tuhan Hal

ini diperjelas dengan yang diungkapkan oleh Dany (33 Tahun) bahwa:

pada tradisi ini kita warga masyarakat desa Adiraja mempunyai keyakinan
masing-masing setiap orang berbeda-beda. Bersumber pada kepercayaan
sendiri. Tradisi macanan ini bersumber pada Tuhan kita semua bersumber
pada Allah bukan pada benda mati yang kita sembah itu salah. Salah satu
bentuk nilai religius yang bisa diambil contohnya itu pada kegiatan resik
kubur yang akan mengingatkan kita akan hari esok dimana kita semua hidup
didunia akan mati akan kembali lagi pada sang pencipta.

Nilai religius merupakan nilai yang bersumber pada Tuhan, Pada

hakekatnya tradisi Macanan ini adalah memohon keselamatan kepada Tuhan Yang

Maha Esa. Selain itu juga sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan atas limpahan

berkah selama hidup di dunia. Tidak hanya dalam tradisi Macanan yang mengandung

nilai religius tetapi pada setiap tradisi diberbagai daerah pasti mengandung nilai

religius yang tidak lain juga bersumber kepada Tuhan YME. Salah satu tradisi

masyarakat Tegalrejo yaitu tradisi Sedekah Bumi tradisi tersebut dilaksanakan tidak

lain sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan. Hal ini diperkuat oleh Afifah (2015)

mengatakan bahwa sedekah laut merupakan budaya penghormatan kepada leluhur dan

tradisi syukuran yang dilakukkan oleh masyarakat desa Tegalrejo sebagai ungkapan

rasa syukur kepada Tuhan yang telah memelihara lahan pertanian serta memberi rezeki

melalui hasil tanaman.


65

Oleh karena itu setelah diberi rezeki masyarakat perlu memberikan sebagian

hasil yang diterima untuk disedekahkan kepada masyarakat. Sama halnya dengan

tradisi Macanan ini merupakan ungkapan rasa syukur kepada Tuhan begitu juga dalam

kegiatan selamatan tersebut memberikan sebagian hasil yang diterima yang dalam

bentuk sesajian makanan lauk pauk semua itu merupakan hasil dari lahan pertanian

masyarakat desa Adiraja. Tidak hanya sebagai ungkapan rasa syukur saja melainkan

juga sebagai bentuk permohonan keselamatan hidup. Kegiatan ritual tradisi Macanan

harus tetap dilestarikan dengan kegiatan membersihkan makam dam mengirim do’a

serta selamatan menunjukan bahwa dengan mengucap syukur dan mengirim do’a

termasuk orang yang suka bersyukur jika diberi nikmat.

Berdasarkan deskripsi di atas maka dapat di tarik kesimpulan sementara

bahwa dalam tradisi Macanan ini mengandung nilai religius yang tetap bersumber

pada Tuhan. Semua yang dimiliki di dunia ini tidak lain itu berasal dari sang pencipta

yang harus disyukuri dan dimanfaatkan dengan baik oleh setiap individu masyarakat

Desa Adiraja. Setiap orang tua selalu memberi penanaman kepada anak cucu atau

generasi muda cara bersyukur atas apa yang sudah dimiliki di dunia ini dan kebiasaan

mengirimkan do’a kepada para leluhur, sehingga generasi muda selalu menanamkan

dalam diri mereka atas kebiasaan yang sudah dilakukan secara turun-temurun. Maka

konsep dari nilai religius ini adalah mensyukuri dari hati apa yang telah menjadi

miliknya selama di dunia, dengan lisan dan perbuatan dengan selalu berdo’a dan

mengingat sang pencipta sehingga tidak selalu mengingat bahwa kehidupan di dunia

hanya sementara.
66

b. Nilai Kepedulian Sosial

Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang berjiwa gotong royong yang

telah melekat dalam kehidupan masyarakat Indonesia dan merupakan hal yang penting

dalam pembangunan masyarakat. Koentjaraningrat (Subiyakto, 2016) menjelaskan

bahwa gotong royong dilakukan atas dasar bahwa manusia tidak bisa hidup sendiri,

pada hakekatnya manusia bergantung pada sesamanya, seseorang berusaha untuk

sedapat mungkin memelihara hubungan baik dengan sesamanya dan seseorang selalu

berusaha untuk berkompromi berbuat sama dan bersama dengan sesamanyadalam

komunitas, terdorong oleh jiwa sama tinggi sama rendah. Gotong royong di pedesaan

dibagi menjadi beberapa bentuk yaitu dalam wujud kegiatan kematian, memperbaiki

atap rumah dan menggali sumur, dalam pesta perkawinan dan dalam hal mengerjakan

kepentingan umum, seperti memperbaiki jalan yang rusak.

Dalam kegiatan ritual tradisi Macanan di desa Adiraja semua kegiatan selalu

dilaksanakan gotong royong jiwa kebersamaan sudah melekat sejak dulu dari nenek

moyangnya hingga sampai saat ini masih tetap terjaga. Begitu juga kondisi wilayahnya

yang masih di pedesaan sangat memungkinkan kegiatan gotong royong melekat dalam

jiwa masyarakatnya. Hal ini diperjelas dengan apa yang diungkapkan oleh Saptoyo

(43) dan Surono (59 Tahun) mengatakan bahwa:

Di Desa Adiraja ini warganya sangat rukun segala macam kegiatan benar-
benar di musyawarahkan bersama. Kita disini jika ingin membangun seperti
fasilitas desa misalnya membuat jalan saluran air itu tidak meminta dana
kepada pemerintah ,bukan karena tidak mau tetapi kita membuat saluran air
itu dengan dana warga desa semua. Supaya kerasa kebersamaannya dan kita
semua selalu ingat untuk menjaga apa yang telah kita bangun bersama-
sama.contoh lainnya ada hajat pribadi seperti membangun rumah semua
67

warga tanpa diperintah mereka jalan sendiri untuk membantu jadi rasa
gotong royong dan kebersamaannya selalu ada.

Menurut Wisnu (2017) mengatakan bahwa gotong royong memang

merupakan nilai yang sudah dijunjung sejak lama, tetapi nilai ini tidak akan tampil jika

para pengembannya tidak melakukan apa-apa bagi realisasi gotong royong. Gotong

royong dan kebersamaan sebagai solidaritas sosial yang terjadi dalam kehidupan

masyarakat. Dalam masyarakat tradisi Macanan ini semangat gotong royong dan

kebersamaannya sangat tinggi. Gotong royong tidak hanya dilakukan untuk

kepentingan pribadi tetapi juga untuk kepentingan bersama. Perbedaan kedudukan

ataupun kaya dan msikin bukan menjadi penghalang masyarakat desa Adiraja untuk

terus menanamkan jiwa gotong royong dan kebersamaannya. Segala bentuk konflik

atau urusan yang masih menjadi kepentingan bersama selalu di musyawarahkan

bersama.

Eratnya kekeluargaan di lingkungan masyarakat Desa Adiraja terciptanya

kehidupan yang rukun dan selalu berdampingan. Yang dimana segala bentuk kegiatan

selalu dilakukan bersama-sama. Kegiatan gotong royong yang selalu dilaksanakan

pada saat ada kepentingan bersama maupun kepentingan pribadi. Bagi masyarakat

Desa Adiraja gotong royong dikenal dengan istilah sambat yang berasal dari bahasa

jawa dalam bahasa Indonesia arti sambat adalah pertolongan. Hal ini diperkuat oleh

Nisfiyanti (2010) menjelaskan bahwa gotong royong masyarakat yang terkandung

dalam nilai-nilai luhur yang bermanfaat bagi keselarasan hidup bermasyarakat pada

masa kini, nilai-nilai luhur dalam gotong royong dapat disosialisasikan kepada

generasi penerusnya khususnya generasi muda sebagai kelompok sosial yang akan
68

melanjutkan kehidupan masa yang akan dating guna membentuk budi pekerti bangsa

serta dalam menghadapi berbagai pergeseran nilai pada era budaya globalisasi.

Jadi dalam tradisi Macanan terdapat nilai kepedulian sosial yang berupa

bentuk gotong royong antar warga masyarakat desa Adiraja karena dengan terus

dilaksanakannya kegiatan gotong royong dapat menjalin kerukunan dan keharmonisan

dengan sesama, tidak hanya dilakukan pada saat kepentingan pribadi tetapi juga

kepentingan bersama.

Berdasarkan deskripsi di atas maka dapat di tarik kesimpulan sementara

bahwa Manusia selalu membutuhkan orang lain, karena manusia makhluk sosial yang

tidak dapat hidup sendiri. Dalam melakukan segala hal selalu membutuhkan bantuan

orang lain. Begitu juga dalam masyarakat Desa Adiraja yang dimana selalu hidup

rukun dan kekeluargaanya sangat erat . Kegiatan gotong royong yang selalu

dilaksanakan pada saat ada kepentingan bersama maupun kepentingan pribadi. Gotong

royong menjadi nilai kebersamaan yang sudah menjadi ruh atau ciri khas masyarakat

Desa Bentuk nilai kepedulian sosial dalam tradisi Macanan ini adalah gotong royong

dan kebersamaan yang dimana segala sesuatu selalu dilakukan bersama-sama tanpa

memandang status sosial dari setiap individu.

c. Nilai Kesopanan

Setiap orang tua menginginkan anak-anaknya tumbuh menjadi anak yang

baik, dan setiap orang tua juga mempunyai tanggung jawab untuk memberi contoh

atau menanamkan nilai-nilai yang baik kepada anak-anaknya. Berkembangnya

globalisasi membawa pengaruh positif dan pengaruh negatif, sehingga orang tua harus

menyiapkan cara agar bisa mengantisipasi hal-hal negatif dari globalisasi. Supaya anak
69

selalu mengingat apa yang sudah menjadi kewajibannya. Tidak hanya pada saat di

lingkungan masyarakat saja tetapi juga pada saat kegiatan ritual suatu acara adat yang

dimana itu merupakan sebuah acara yang sakral. Hal ini diperjelas oleh sekertaris

PRKJ, Dany (33 Tahun) mengatakan bahwa:

pada saat acara ritual dan selamatan yang dilakukukan di tempat pasamuan
itu ada unggah-ungguh yang namanya sebut tidak mungkin akan di ingkari,
misalkan pak dani kepada pak saptoyo ketika di tempat pasamuan
memanggil pak saptoyo dengan sebutan mas, lalu pak dani memanggil pak
surono dengan sebutan paman, tidak mungkin memanggil dengan panggilan
“hah heh”. Seperti halnya bahasa yang digunakan pada saat acara ritual dan
selamatan berbeda dengan bahasa yang dipakai sehari-hari pada saat
bertemu diluar kegiatan. Karena orang jawa etika jawa lah yang digunakan.

Sopan santun sangat penting menjadi budaya wajib yang harus dimiliki

ditengah masyarakat. Tanpa sopan santun atau unggah-ungguh dapat menyebabkan

teradinya perselisihan antar warga masyarakat. Tugas penting bagi orang tua untuk

mengajarkan sopan santun pada anak-anaknya. Untuk mengantisipasi pengaruh negatif

dari globalisasi, adanya kemajuan teknologi yang pesat semakin mudah masuknya

budaya asing. Hal ini diperkuat dengan ungkapan Ariska (2018) mengungkapkan

bahwa melihat generasi saat ini sangat memprihatinkan memiliki kepribadian yang

tidak mencerminkan akhlak yang baik, kesopanan terhadap orang yang lebih tua sudah

mulai diabaikan. Hal tersebut seperti yang terjadi di desa Adiraja yang dimana tidak

semua generasi muda mncerminkan nilai sopan santun. Peran utama dalam keluarga

yaitu menanamkan nilai moral terutam sopan santun pada anak, adanya penanaman

sejak dini dalam keluarga dapat memungkinkan tercerminnya akhlak yang baik pada

anak.
70

Menurut Darmadi (2009) mengungkapkan bahwa pendidikan memiliki

peranan yang sangat penting dalam mewujudkan warga negara yang berkepribadian

tinggi dan berakhlak mulia, sehingga meciptakan sumber daya manusia yang

berkualitas tinggi. Peranan pendidikan tersebut kapan saja sangat dibutuhkan, lebih-

lebih mengingat salah satu permasalahan bangsa yang sangat mengkhawatirkan saat

ini adalah moral dan akhlak. Perlunya penanaman nilai-nilai moral baik dilingkungan

keluarga, sekolah dan masyarakat.

Karena generasi muda yang mudah terpengaruh budaya asing yang

dianggap lebih modern, maka dari itu perlu ditanamkan nilai kesopanan atau pada

orang jawa sering di sebut dengan unggah-unggah. Agar anak-anak selalu hormat pada

orang yang lebih tua, selalu berbicara atau bertutur kata yang baik sesuai dengan

unggah-ungguh karena sebagai orang jawa harus menerapkan etika jawa. Jadi dalam

ritual tradisi Macanan ini nilai kesopanan sangat di junjung tinggi karena dengan

menerapkan unggah-ungguh yang baik akan menjaga kerukunan dan keharmonisan

dengan sesama, tidak hanya pada saat ritual tradisi Macanan saja tetapi dalam kegiatan

dan di lingkungan masyarakat juga harus menerapkan nilai sopan santun. Hal ini

diperjelas oleh Thomas Lickona (Ariska, 2018) mengungkapkan bahwa ada 2 nilai

yang menjadi nilai moral yang paling dasar yaitu sikap hormat dan tanggung jawab.

Kedua nilai inilah yang membentuk inti dari moralitas public universal. Sikap hormat

artinya menjunjung penghormatan terhadap seseorang atau sesuatu. Sopan santun juga

berasal dari sikap hormat, apabila seseorang mampu menunjukan sikap sopan santun

dalam kesehariannya berarti mimiliki sikap hormat yang baik terhadap orang lain.
71

Berdasarkan deskripsi di atas maka dapat ditarik kesimpulan sementara

bahwa adanya perkembangan globalisasi harus tetap antisipasi walaupun dengan

globalisasi semakin majunya teknologi informasi yang memudahkan setiap individu

untuk saling berkomunikasi, berbagi informasi. Namun di Desa Adiraja ini

masyarakatnya memberi contoh dengan selalu menanamkan unggah-ungguh yang

baik, misalnya saat berbicara, orang yang lebih tua jika berbicara dengan anak-

anaknya selalu menggunakan bahasa yang sopan. Pada Tradisi Macanan juga sama

nilai kesopanan yang sangat dijunjung itu bahasa atau unggah-ungguh yang baik.

d. Nilai Keindahan

Didalam kebudayaan dan tradisi apapun itu pasti memiliki nilai keindahan

tersendiri. Keindahan dapat dinikmati menurut seleranya masing-masing. Keindahan

merupakan sifat dari sesuatu yang memberi kita rasa senang jika melihatnya. Dalam

Departemen Pendidikan Indonesia (2008) keindahan sebagai keadaan yang enak

dipandang, cantic, bagus benar atau elok. Menurut Haryono (Suharson, 2020)

mengatakan bahwa ragam hias memiliki fungsi menghias suatu objek, sehingga

menambah keindahan dan nilai penghargaan baik spiritual maupun material,

didalamnya ditemukan nilai-nilai simbolik atau maksud-maksud tertentu yang ada

hubungannya dengan pandangan hidup dari masyarakat, penciptanya mempunyai arti

yang lebih bermakna disertai harapan-harapan tertentu. Begitu juga dengan tradisi

Macanan yang dimana terdapat nilai keindahan dalam ritual-ritual tradisi tersebut. Hal

ini dijelaskan oleh ketua PRKJ, Saptoyo (43 Tahun) mengatakan bahwa:

Sebenarnya banyak sesuatu yang estetik dari tradisi Macanan ini, salah
satunya dari pakaian adat yang digunakan pada saat ritual dan selamatan
tradisi Macanan ini. Pakaian adat yang dipakai laki-laki menggunakan kain
72

jarit ditapih, menggunakan blangkon untuk penutup kepalanya dan baju


beskap. Untuk perempuan sama bawahan dengan jarit setengah sampai
bawah lutut biasanya dan untuk bajunya pakai kemben atau kebaya.
Biasanya pada saat ritual yang jalan kaki menuju tempat pasamuan itu
menggunakan tudung diatas kepalanya untuk perempuan karena untuk
menutup kepala dari terik matahari. Pada saat berjalan kaki pun tidak
menggunakan alas kaki. Tempat pasamuan yang menggunakan atap dari
welit, sampai sekarang tidak boleh untuk direnovasi atau diganti dengan
genteng, supaya lebih kokoh. Karena itu sudah menjadi warisan dari leluhur
kami sejak dulu.

Gambar 4. 4 Pakaian Adat Tradisi Macanan untuk laki-laki


(Sumber : Peneliti, 2020)
73

Gambar 4. 5 Pakaian Adat Tradisi Macanan untuk perempuan


(Sumber : Peneliti, 2020)

Gambar 4. 6 Tempat Pasamuan Desa Adiraja


(Sumber : Peneliti, 2020)
74

Hal ini diperjelas oleh ungkapan Surajiyo (2015) mengungkapkan bahwa

keindahan mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia, salah satu

bentuk perwujudan keindahan adalah dalam karya seni. Seni dan keindahan tidak

terpisahkan, tujuan dari keindahan untuk menyenangkan dan menimbulkan keinginan.

Keindahan tertinggi tercermin pada alam. Tidak hanya dalam tradisi Macanan saja

semua yang berwujud seperti karya kesenian pasti memiliki suatu keindahan

tersendiri. Keindahan merupakan sesuatu yang abstrak tidak dapat dinikmati karena

tidak jelas. Tetapi keindahan itu bisa terlihat jelas ketika telah dihubungkan dengan

sesuatu yang berwujud atau bisa juga suatu karya. Dengan kata lain keindahan itu

dapat terlihat jelas ketika sudah ada bentuknya. Semua orang dapat menikmati

keindahan tersebut jika sudah ada wujud atau bentuknya. Seperti halnya nilai

keindahan yang terdapat pada ritual tradisi Macanan yang dimana sudah di jelaskan

diatas bahwa nilai keindahan pada tradisi Macanan ini berupa bentuk pakaian adat dan

tempat pasamuan yang digunakan dalam pelaksanaan ritual tradisi Macanan. Segala

sesuatu yang memiliki keindahan itu memikat atau menarik perhatian orang yang

melihat ataupun yang mendengar. Kegiatan ritual tradisi Macanan ini yang

dilaksanakan tiga kali dalam satu tahun sangat ditunggu-tunggu oleh masyarakt luas.

Karena masyarakat luas sudah mengenal dan dapat menikmati sendiri kegiatan atau

ritual pada tradisi Macanan ini.

Berdasarkan deskripsi diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa nilai

keindahan tradisi Macanan terletak pada kemajemukan unsur-unsur yang ada

didalamnya. Pertama keindahan pada pakaian adat yang digunakan pada saat kegiatan

ritual tradisi Macanan ritual tradisi Macanan mereka diharuskan menggunakan pakaian
75

adat sebagai ciri khasnya. Kedua keindahan pada tempat pasamuan walaupun

bangunannya terlihat sangat sederhana yang hanya menggunakan atap yang terbuat

dari daun kelapa kering atau sering disebut welit oleh masyarakat desa Adiraja.
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bagian sebelumnya,

dapat diambil kesimpulan secara umum bahwa nilai-nilai Kearifan Lokal yang

terkandung dalam Tradisi Macanan di Desa Adiraja Kecamatan Adipala Kabupaten

Cilacap. Secara khusus, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:

1. Tradisi Macanan merupakan salah satu kebudayaan yang menjadi ciri khas

masyarakat Desa Adiraja. Tradisi ini dibawa oleh Ki Bonokeling dan Ki

Majacandra yang menurunkan kepada generasi penerusnya hingga saat ini tetap

dilestarikan. Makna yang terkandung dalam ritual tradisi Macanan adalah sebagai

bentuk perwujudan masyarakat untuk meminta keselamatan baik di dunia maupun

akherat kepada Tuhan YME, selain itu juga sebagai ungkapan rasa bersyukur atas

apa yang mereka dapatkan dalam hidupnya.

2. Upacara Tradisi Macanan dilaksanakan setiap bulan sura, mulud, sadran, syawal,

dan besar. Adapun serangkaian kegiatan upacara adat Tradisi Macanan yang

diawali kegiatan resik kubur, dilanjut kegiatan napak tilas dan yang terakhir

adalah selamatan.

3. Tradisi Macanan ini mengandung beberapa unsur nilai yang meliputi nilai religius

yang tetap bersumber pada Tuhan. Maka konsep dari nilai religius ini adalah

mensyukuri dari hati apa yang telah menjadi miliknya selama di dunia, dengan

lisan dan perbuatan dengan selalu berdo’a dan mengingat sang pencipta sehingga

tidak selalu mengingat bahwa kehidupan di dunia hanya sementara. Kedua, nilai

76
77

kesopanan yang dimana nilai dari nilai ini yang sangat dijujung adalah bahasa

atau unggah-ungguh yang baik. Ketiga, kepedulian sosial dalam tradisi Macanan

ini adalah gotong royong dan kebersamaan yang dimana segala sesuatu selalu

dilakukan bersama-sama tanpa memandang status sosial dari setiap individu.

Keempat, nilai keindahan tradisi Macanan terletak pada kemajemukan unsur-

unsur yang ada didalamnya. Keindahan pada pakaian adat, dan tempat pasamauan.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan tersebut, ada beberapa saran yang diharapkan dapat

digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi komponen yang terkait, antara lain

sebagai berikut:

1. Pengurus dan Anggota Himpunan Resik Kubur Jerotengah (PRKJ)

Melihat masih minimnya informasi tentang eksistensinya Tradisi Macanan

dalam hal nilai-nilai kearifan lokal yang terkandung didalamnya, sehingga perlu digali

agar masyarakat lebih mengenal tradisi Macanan.

2. Masyarakat

Sebagai generasi penerus tradisi Macanan sebaiknya dapat memahami nilai-

nilai kearifan lokal yang terkandung dalam tradisi Macanan, sehingga dapat terus

menjaga dan melestarikan kearifan lokal tradisi tersebut.

3. Bagi Aparatur Desa

Disarankan membuat buku profil tradisi Macanan yang disertai dengan

nilai-nilai kearifan lokalnya.


DAFTAR PUSTAKA

Abdullah. (2008). Agama dan Kearifan Lokal dalam Tantangan Global.


Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Abdullah, I. (2007). Konstruksi dan Reproduksi Kebudayaan. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Abdullah irwan dkk. (2008). Agama dan Kearifan Lokal dalam Tantangan
Global. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Afifah, E. N. (2015). KorelasiI Konsep Syukur dalam Budaya Jawa dan Ajaran
Islam(Studi Kasus Sedekah Bumi di Desa Tegalharjo Kecamatan Trangkil
Kabupaten Pati). UIN Walisongo Semarang.
Agus Sutiyono. (2014). Kearifan Budaya Jawa Pada Ritual Keagamaan
Komunitas Himpunan Penghayat Kepercayaan (HPK).
Alvina, M. (2016). Upacara Kematian Tradisi Mandoa. UNAD.
Amirin, T. M. (2012). Kontekstual Berbasis Kearifan Lokal di Indonesia. Jurnal
Pembangunan Pendidikan,Vol 2.
Ardianto Elvinaro Bambang Q-Anees. (2009). Filsafat Ilmu Komunikasi.
Bandung: Simbiosa Rekatama Media.
Arikunto, S. (2002). Doc 26. In prosedur penelitian suatu pendekatan
praktik.Jakarta: Rineka Cipta.
Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka
Cipta.
Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian Pendekatan Praktik Edisi Revisi VI.
Jakarta: Rineka Cipta.
Baasyari, W. (2014). Nilai-nilai Kearifan Lokal (Lokal Wisdom) Tradisi Memitu
pada Mayarakat Cirebon. Edynomic, 2.
Chabib Thoha, M. (1996). Kapita Selekta Pendidikan Islam. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Creswell. (2013). Reasearch Design ( Pendekatan Kualitatif, Kuantitstif, dan
Mixed). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Darmadi, H. (2009). Dasar Konsep Pendidikan Moral. Bandung: Alfabeta.
Departemen Pendidikan Indonesia. (2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka.
Dewi, R. (2019). Nilai-nilai Kearifan lokal dalam Tradisi Misalin di Kecamatan
Ciamaragas Kabupaten Ciamis. 15.

78
79

Efyani. (2016). Niilai-nilai Kearifan Lokal dalam Tradisi Silaturahmi Menjelang


Ramadhan di Hamparan Rawang. Jurnal Islamika, Vol 16, 101–109.
Fajarini, U. (2014). Peran Kearifan Lokal dalam Pendidikan Karakter.
Sosiodidaktika : Social Science Education Journal, 1 no 2.
https://doi.org/10.15408/sd.v1i2.1225
Huda. (2015). Kearifan lokal dalam Kesenian Dolalak. Universitas Negeri
Semarang.
Humaeni, A. (2015). Ritual, Kepercayaan Lokal dan Identitas Budaya
Masyarakat Ciomas Banten. 17(2), 157–181.
Ilham, mughnifar. (2019). Pengertian Kearifan Lokal – Ciri-Ciri, Bentuk, Ruang
Lingkup Dan Contoh. Retrieved from https://materibelajar.co.id/pengertian-
kearifan-lokal/
Iryanti, I. (2017). a Study About the Values of Local Wisdom Developed By ‘Sekar
Pandan’ Art Gallery To Grow the Nasionalism. E-Civics, 6(3), 381–390.
Retrieved from
http://journal.student.uny.ac.id/ojs/ojs/index.php/civics/article/view/9409
Isna, M. (2001). Diskursus Pendidikan Islam. Yogyakarta: Global Pustaka Utama.
Kaelan. (2009). Filsafat Pancasila. Yogyakarta: Paradigma.
KBBI. (2006). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Koentjaraningrat. (1990). Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: PT.Rineka Cipta.
Kompas.com. (2008, November 26). Generasi Muda Kurang Peduli Budaya
Sendiri. Retrieved from
http://www.google.co.id/amp/s/amp.kompas.com/nasional/read/2008/11/26/1
7323361/generasi.muda.kurang.peduli.budaya.sendiri
Lestari dan harianti. (2010). Tradisi Macanan Masyarakat Islam Kejawen di Desa
Adiraja, Kecamatan Adipala, Kabupaten Cilacap. Retrieved from
http://library.fis.uny.ac.id/opac/index.php?p=show_detail&id=947
Lorens, B. (2002). Kamus Filsafat. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka.
moleong, L. (2007). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
nazir, m. (2005). Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia.
Nina Siregar. (2011). Kajian Tentang Interaksionisme Simbolik. Jurnal Ilmu
Sosial, 4.
Njatrijani, R. (2018). Kearifan Lokal Dalam Perspektif Budaya Kota Semarang.
Gema Keadilan, 5(1), 16–31. Retrieved from
https://ejournal2.undip.ac.id/index.php/gk/article/view/3580
80

Rofi. (2017). Nilai-nilai Budaya dalam Tradisi Macanan Komunitas HPK


Cilacap.
Rusdiana dan Zakiyah. (2014). Pendidikan Nilai Kajian Teori dan Praktik di
Sekolah (I). Bandung: CV. Pustaka Setia.
Santosa, O. E. (2015). Revitalisasi Dan Eksplorasi Kearifan Lokal (Local
Wisdom) Dalam Konteks Pembangunan Karakter Bangsa. Forum
(Semarang), 40(2), 12–26.
sapri. (2016). Kearifan lokal adat Sampulo Rua Buluttana kecamatan
Tinggimoncong kabupaten Gowa. UIN Alauddin Makassar.
Sartini. (2004). Menggali Kearifan Lokal Nusantara Sebuah Kajian Filsafat.
Filsafat UGM.
Sedyawati, E. (2010). Budaya Indonesia kajian : Arkeologi, seni, dan sejarah (1st
ed.). Jakarta: Rajawali Pers.
Soekanto, S. (2007). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.
Subiyakto, syaharrudin, R. (2016). Nilai-nilai Gotong Royong pada Tradisi
Bahaul dalam Masyarakat Banjar sebagai sumber pembelajaran ips 1.
Jurnal Vidya Karya, 31, 153–165.
Sugiyono. (2016). Metode Penelitian Pendidikan (kuantitatif kualitatif dan R &
D). Bandung: Alfabeta. https://doi.org/10.1164/rccm.200409-1267OC
Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D.
.Bandung:Alfabeta. https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
Suharson, A. (2020). Estetika dan Etika Wuwungan Rumah Tradisional. 8(2),
124–132.
Sukmayadi, T. (2018). Nilai-Nilai Kearifan Lokal Dalam Pandangan Hidup
Masyarakat Adat Kampung Kuta. Jurnal Pancasila Dan Kewarganegaraan,
3(1), 19–29. https://doi.org/10.24269/jpk.v3.n1.2018.pp19-29
Surajiyo. (2015). Keindahan seni dalam perspektif filsafat. Jurnal Desain, 2, 157–
168.
Suyatno, S. (2014). Revitalisasi Kearifan Lokal sebagai Upaya Penguatan
Identitas Keindonesiaan. Badan Pengembangan Dan Pembinaan Bahasa.
Retrieved from
http://badanbahasa.kemendikbud.go.id/lamanbahasa/artikel/136
Syamsul Maarif. (2007). Revitalisasi Pendidikan Islam. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Una Kartawisastra, H. (1980). Strategi Klarifikasi Nilai. Jakarta: P3G Depdikbud.
wardani kusuma. (2017). Jurnal Nilai-nilai Religius yang Terkandung dalam
Tradisi Perkawinan Adat Jawa ( Studi Kasus Desa Cerme Kecamatan Pace
81

Kabupaten Nganjuk ).Pace Distri. 01(07).


widyastuti. (2011). Persetujuan Aspek Pendidikan Nilai Religius dalam Upacara
Adat Kirab Pusaka Malam 1 Sura ( Studi Kasus di Kraton Surakarta
Hadiningrat ). Retrieved from
http://eprints.ums.ac.id/12732/1/02_HALAMAN_DEPAN.pdf
Winarno. (2007). Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan Panduan
Kuliah di Perguruan Tinggi. Jakarta: Bumi Aksara.
Wisnu Dewantara. (2017). Pendidikan Gotong Royong. 17–18.
Yanti, & Nisfiyanti. (2010). Tradisi gotong-royong di desa Juntikebon kecamatan
Juntinyuat, kabupaten Indramayu. Patanjala, 2.
Yunus, R. (2014). Nilai-nilai Kearifan Lokal (Local Genius) sebagai penguat
karakter bangsa. Yogyakarta: Budi Utama.
82

LAMPIRAN-LAMPIRAN

1. SK Pembimbing Skripsi

2. Surat Permohonan Izin Riset

3. Kartu Bimbingan Skripsi

4. Tabel Display Data dan Hasil Penelitian

5. Foto Kegiatan Upacara Adat Tradisi Macanan


83

Lampiran 1. SK Pembimbing Skripsi


84

Lampiran 2. Surat Permohonan Izin Riset


85

Lampiran 3. Kartu Bimbingan Skripsi


86

Lampiran 4. Display Data

Nama Nara Sumber : 1. Dany Rubika Pujo Hartono nama sepuh Candra Widigda

( 33 Tahun) Sebagai Kasi Kesejahteraan , Sekertaris PRKJ

(Paguyuban resik kubur jero tengah)

2. Saptoyo nama sepuh Sapto Wijoyo (43 Tahun) Sebagai

Staf Kaur Keuangan, Ketua PRKJ

3. Surono nama sepuh Kyai Maja Suwangsa(59 Tahun)

Sebagai Staff Kasi Pemerintah, Tokoh adat atau Pinisepuh

Waktu Wawancara 18, 20, 25 Agustus 2020

No Pertanyaan Sub Eviden yang Hasil Wawancara


Digunakan
Pertanyaan

Apa saja nilai-nilai a. Tradisi “Bagaimana asal Jadi tradisi macanan ini sudah ada
kearifan lokal yang macanan mulanya tradisi sudah melekat dalam diri mereka
terkandung dalam Macanan menjadi orang-orang yang menganut tradisi
tradisi macanan di ada dan menjadi macanan ini asal muasalnya sudah
desa Adiraja, ciri khas di desa dari para luluhur masyarakat desa
kec.Adipala, kab. Adiraja?”. Adiraja yaitu Ki Majacandra dan
Cilacap, Jawa Ki Bonokeling yang merupakan
Tengah? nenek moyang atau leluhurnya
yang mentranfer atau menurunkan
ngelmunya kepada anak putunya.
Sejarah persisnya belum tahu tetapi
87

ada hubungan yang sangat erat


antara ki bonokeling dan ki
majacandra, kegiatan ritual dan
selamatan selalu berpedoman pada
pitutur dan napak tilas yang
dilakukan oleh nenek moyang dulu.
Masyarakat Adiraja sendiri
khususnya penganut tradisi
macanan tidak terlepas dari garis
keturunannya jadi mereka ada
karna siapa karena orang tua
mereka dan orang tua mereka ada
karena orang tuanya lagi alur itulah
yang tidak bisa diputuskan jadi
sampai saat ini tradisi macanan di
desa Adiraja masih tetap ada.

“Bagaimana Jadi adanya paguyuban resik kubur


penanaman Tradisi jerongah yang di buat struktur
Macanan terhadap organisasinya oleh pemerintah desa
generasi Adiraja, ada yang dinamakan
penerusnya?”. kegiatan resik kubur yang dalam
tanda kutip mereka mendoakan
dimanapun bisa karena Tuhan itu
maha tahu maha segalanya tapi
dengan melihat disitu jadi mereka
selalu mengingat kelak akan mati
mereka yang melakukan kegiatan
resik kubur itu dengan anak-anak
generasi keturunan mereka dengan
melihat apa yang diperbuat oleh
88

orang tuanya itu merupakan


pembekalan sejak dini
penanamannya sudah bisa dilihat
sendiri, kegiatan tersebut sudah
menjadi rutinitas selain adanya
selamaten resik kubur pun menjadi
rutinitas dan seminggu dilakukan 2
kali pada hari minggu dan hari rabu
sore, jadi anak-anak mereka sudah
menanyakan pada saat di kuburan
itu menanyakan pada orang tuanya
itu siapa yang dimakam tersebut
lalu dikasih tau bahwa itu adalah
mbahnya (kakek) anak tersebut hal
kecil tersebut menjadi contoh
penanamannya, tanpa dikomando
tanpa diperintah sudah bisa jalan
sendiri.
b.Pelaksanaan “Bagaimana tahap Proses kegiatan macanan dimulai
tadisi proses pelaksanaan dari kegiatan resik kubur (bersih
Macanan tradisi Macanan?”. makam/ziarah) kegiatan
membersihkan makam ini
dilakukan rutin setiap hari minggu
sore dan rabu sore, kegiatan
tersebut mempunyai makna yaitu:
-pengingat bahwa setiap yang
hidup pasti akan mati.
-pengabdi diri kepada leluhur
dengan membersihkan makamnya,
mengiri do’a.
Lalu acara berikutnya yaitu
89

selamatan , selamatan yang


dilakukan antara lain:
-selamatan bulan sura
-selamatan bulan mulud
-selamatan bulan sadran
Pada jum’at minggu ketiga bulan
sadran dari Adiraja ziarah ke
pakuncen jatilawang Banyumas,
berangkat hari kamis pagi pulang
sabtu.
-selamatan bulan sawal
-selamatan bulan besar
Jadi pada bulan agustus ini ada
selamatan bulan sura yang diawali
dari tanggal 20 agustus hingga
puncaknya tanggal 3 September,
kegiatannya itu membawa berbagai
jenis makanan buat acara selamatan
tersebut dari makanan yang
berbagai jenis itu satu sama lain
tidak sama alias berbeda-beda yang
dibawa jadi nantinya mereka akan
saling berbagi agar semuanya
saling merasakan kegiatan tersebut
bukan bertujuan untuk memberi
sesajen hanya sekedar ucapan rasa
syukur. Selamatan tersebut
dilakukan di tempat pertemuan
yang dinamakanan Pasamuan yang
artinya Pakehan, Kumpul Sawetara,
Saresehan , Pasamuan merupakan
90

tempat yang digunakan untuk


berkumpul oleh orang banyak
untuk kegiatan adat istiadat dan
msuyawarah. Biasanya kegiatan
tersebut dihadiri kurang lebih 5000
orang tetapi dengan adanya wabah
covid ini maksimal hanya boleh di
tempati oleh 20 orang.
“perlengkapan apa Perlengkapan yang pertama itu
saja yang perlu semacam makanan atau tumpeng
dipersiapkan yang terdiri dari berbagai macam
dalam pelaksaan sayuran lauk bahkan sampai buah-
tradisi Macanan?”. buahan itu lengkap, lalu pakaian
yang digunakan yaitu pakaian adat
untuk ritual tradisi macanan.
“Bagaimana upaya Pemerintah desa Adiraja sangat
pemerintah desa mendukung agar tetap dilestarikan,
Adiraja agar tetap adanya lemaga adatnya yang
melestarikan bernaung dibawah pemerintahan
tradisi Macanan?”. desa yaitu LPPMD dan terbentuk
dalam wadahnya itu PRKJ sudah
ada norma dan ideologinya, tetapi
di desa adiraja sendiri tidak tertulis.
“Siapa saja Tokoh adat di desa Adiraja ada 13
personil yang orang :
berperan dalam -Maja Suwangsa
tradisi Macanan?”. -Seja Diwirya
-Dana Semita
-Wirya Candra
-Maja Wijaya
91

-Arja Pada
-Arja Wikarta
-Candra Jaya
-Marta Pada
-Candra Wireja
-Wana Wijaya
-Candra Semita
c.Nilai-nilai “Apa saja nilai- 1. Nilai Religus , nilai religius ini
nilai yang bersumber pada kepercayaan
Kearifan
terkandung dalam sendiri setiap orang. Pada tradisi
Lokal tradisi
tradisi Macanan?”. macanan ini nilai religusnya itu lah
Macanan bersumber pada Tuhan, jadi dari
mereka melakukan ritual ritual
tersebut seperti resik kubur pada
resik kubur itu bakar kemenyan dan
sebagainya itu hanya media saja
mereka meyakini bahwa memakai
media seperti itu akan lebih afdol
dari kegiatan resik kubur itu kita
melihat supaya kita mengingat
akan hari esok bahwa hidup
didunia kita akan mati, jadi
mengingatkan agar semua orang
harus mempunyai bekal untuk
hidup setelah di duniayaitu sebagai
bekal hidup di akherat. Mereka
memanjatkan doa kepada Tuhan
do’a yang mereka panjatkan itu
semoga leluhur mereka di kasih
jalan yang terang , bukan
pemohonan kepada leluhur.
92

2. Nilai Kepedulian sosial


(Kebersamaan dan gotong royong)
Jadi adanya ritual tradisi macanan
ini dari acara selamatan dapat
diambil nilai kebersamaannya yaitu
dari saling berbagi hasil mata
pencaharian yang dituangkan
dalam bentuk makanan seperti
sayur mayur, lauk pauk dan buah-
buahan itu mereka saling memberi
satu sama lain agar semuanya
saling merasakan. Nilai gotong
royongnya itu misalnya jika aka
nada pembangunan rumah, acara
peringatan atau ritual tradisi
macanan tersebut itu mereka tidak
jalan sendiri-sendiri, jika ada yang
akan membangun rumah
pembuatan rumahnya dilakukkan
bersama-sama oleh warga
masyarakat desa Adiraja, dan jika
pelaksanaan tradisi macanan selalu
ada yang membantu mengamankan
kegiatan biasnya yang bertugas
mengamankan kegiatan tersebut itu
dari warga sekitarnya, contohnya
pada saat ritual tradisi macanan
dari Banser sudah siap membantu
mengamankan jalannya ritual
tersebut tanpa di perintah,
93

begitupun sebaliknya jika ada acara


besar lainnya seperti Idhul Fitri
atau Natal dari warga desa Adiraja
pun ada yang turun tangan dalam
memabntu memperlancar jalannya
acara atau kegiatan.
3. Nilai Kesopanan (sopan
santun/unggah ungguh)
Pada kegiatan yang dilakukan di
Pasamuan itu ada unggah ungguh
yang namanya sebut tidak mungkin
akan di ingkari, misalkan pak dani
kepada pak saptoyo ketika di
tempat pasamuan pak dani
memanggil pak saptoyo dengan
sebutan mas tidak mungkin
memanggil dengan panggilan “hah
heh” saya pake unggah ungguh
karena saya orang jawa etika jawa
lah yang kami gunakan. Jika
mereka diluar tempat Pasamuan
mereka menggunakan Bahasa jawa
umumnya atau Bahasa ngapak
tetapi pada saat di tempat
pasemuan mereka menggunakan
Bahasa jawa karma alus.
4. Nilai Keindahan
Jadi dalam pelaksanaan ritual
tradisi Macanan mereka diharuskan
menggunakan pakaian adatnya
sendiri pakaian adatnya. Untuk
94

laik-laki menggunakan kain jarik,


blangkon dan beskap. Untuk
perempuan menggunakan kain
jarik, kemben atau kebaya.
95

Lampiran 5. Dokumentasi Foto Pada Saat Penelitian Berlangsung

(Foto selamatan pada bulan sura)

(Foto persiapan sebelum selamatan tradisi Macanan)


96

(Wawancara dengan bapak Dany Rubika selaku sekertaris PRKJ)

Anda mungkin juga menyukai