Anda di halaman 1dari 89

WALIKOTA KUPANG

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG


NOMOR 12 TAHUN 2011

TENTANG
RENCANA DETAIL TATA RUANG KOTA KUPANG
TAHUN 2011 - 2031

KUPANG 2011
WALIKOTA KUPANG

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG


NOMOR 12 TAHUN 2011

TENTANG
RENCANA DETAIL TATA RUANG KOTA KUPANG
TAHUN 2011 - 2031

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA KUPANG,

Menimbang : a. bahwa sesuai ketentuan Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Nomor 26


Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, maka Pemerintah Daerah diberi
kewenangan dalam penyelenggaraan penataan ruang wilayah Kota;
b. bahwa sesuai dengan Peraturan Daerah Kota Kupang No 11 Tahun 2011
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Kupang, maka perlu
ditindaklanjuti dengan penataan ruang kawasan perkotaan yang lebih rinci;
c. bahwa untuk mengarahkan pemanfaatan ruang di wilayah Kota Kupang
secara berdaya guna, berhasil guna, serasi, seimbang dan berkelanjutan
bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat dan ketertiban keamanan
pembangunan, serta izin mendirikan bangunan perlu disusun rencana
detail tata ruang kota ;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,
huruf b dan huruf c, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Rencana
Detail Tata Ruang Kota Kota Kupang Tahun 2011-2031;

Mengingat :
1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-
pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor
104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2043);
2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok
Peternakan dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1967 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 2824);
3.Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981
Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3029);
4. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3274);
5. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya
Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3419);
6. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 78, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3427);
7. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan
Permukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor
23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3469);
8. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 27, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3470);
9. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya
Tanaman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 46,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3478);
10. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1996 tentang Pembentukan Kotamadya
Daerah Tingkat II Kupang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1996 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3633);
11. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 154, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3881);
12. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3888) sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004
tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang
Kehutanan menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 886, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4412);
13. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 3, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4169);
14. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 94, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4226);
15. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4377);
16. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 85, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4411);
17. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421);
18. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah
diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4844);
19. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4442);
20. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);
21. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Kawasan Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 84 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor .4739);
22. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan
Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 4)
23. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699);
24. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 1982 tentang Irigasi (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1982 Nomor 38, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3226);
25. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1985 tentang Perlindungan Hutan
(Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 39 tambahan Lembaran Negara
Republi Indonesia Nomor 3294);
26. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1991 Nomor 44, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3445);
27. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1993 tentang Pelaksanaan Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1993 Nomor 14, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3516);
28. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu
Lintas Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1993 Nomor 63,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3529);
29. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1996 tentang Pelaksanaan Hak dan
Kewajiban serta Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat Dalam Penataan
Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 104);
30. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam
dan Kawasan Pelestarian Alam (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1998 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3776);
31. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999
Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3838);
32. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2000 tentang Tingkat Ketelitian
Peta untuk Penataan Ruang Wilayah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2000 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3934);
33. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2001 tentang Kepelabuhanan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 127, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4145);
34. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2002 tentang Daftar Koordinat
Geografis Titik-Titik Garis Pangkal Kepulauan Indonesia (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4211);
35. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 45, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4385);
36. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 147, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4453);
37. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan
dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4593);
38. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan
Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4737);
39. Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4833);
40. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan
Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor
21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5103);
41. Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan
Lindung;
42. Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 423/Kpts-II/1999
tentang Penunjukan Kawasan Hutan dan Perairan di Wilayah Propinsi
Daerah Tingkat I Nusa Tenggara Timur seluas 1.809.990 Ha;
43. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 147 Tahun 2000 tentang Pedoman
Koordinasi Penataan Ruang Daerah;
44. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 17 Tahun 2001
tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL);
45. Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor
375/KTPSM/M/2004 tanggal 19 Oktober 2004 tentang Penetapan Status
Panjang Ruas Jaringan Jalan di Provinsi NTT;
46. Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 1 Tahun 2008 tentang Pedoman
Perencanaan Kawasan Perkotaan.
47. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2008 tentang Tata Cara
Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah Tentang Rencana Tata Ruang
Daerah
48. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 11/PRT/M/2009 tentang
Pedoman Persetujuan Substansi Dalam Penetapan Rancangan Peraturan
Daerah Tentang Rencana Tata Ruang wilayah Kabupaten/Kota, Beserta
Rincinya.
49. Peraturan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Nusa Tenggara Timur Nomor
5 Tahun 1994 tentang Kawasan Lindung Propinsi Nusa Tenggara Timur
(Lembaran Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Nusa Tenggara Timur Tahun
1994 Nomor 5 Seri E Nomor 5);
50. Peraturan Daerah Kota Kupang Nomor 03 Tahun 2001 tentang Penyidik
Pegawai Negri Sipil di Lingkungan Pemerintah Daerah Kota Kupang
(Lembaran Daerah Kota Kupang Tahun 2001 Nomor 37, Tambahan
Lembaran Daerah Kota Kupang Nomor 37);
51. Peraturan Daerah Kota Kupang Nomor 04 Tahun 2008 tentang Urusan
Pemerintahan yang menjadi kewengan kota Kupang;
52. Peraturan Daerah Kota Kupang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Wilayah
Pesisir Kota Kupang;
53. Peraturan Daerah Kota Kupang Nomor 11 Tahun 2011 tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Kota Kupang;

Dengan Persetujuan Bersama


DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
KOTA KUPANG
dan
WALIKOTA KUPANG

MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA DETAIL TATA
RUANG KOTA KUPANG TAHUN 2011 – 2031.

BAB I
KETENTUAN UMUM
Bagian Pertama
Pengertian
Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :


1. Daerah adalah Kota Kupang.
2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kota Kupang.
3. Walikota adalah Walikota Kupang.
4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Kota Kupang.
5. Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah yang selanjutnya disingkat BKPRD adalah
Badan yang mempunyai tugas untuk membantu Walikota dalam koordinasi penataan
ruang daerah..
6. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut dan ruang udara termasuk
ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk
lainnya hidup dan melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya.
7. Tata Ruang Kawasan Perkotaan adalah wujud struktural dan pola pemanfataan ruang
perkotaan dengan maupun tidak direncanakan.
8. Struktur Ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana
dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat
yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional.
9. Pola Ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu kawasan perkotaan yang
meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi
budidaya.
10. Penataan Ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan
ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang.
11. Penyelenggaraan Penataan Ruang adalah kegiatan yang meliputi pengaturan,
pembinaan, pelaksanaan dan pengawasan penataan ruang.
12. Pengaturan penataan ruang adalah upaya pembentukan landasan hukum bagi
Pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat dalam penataan ruang.
13. Pembinaan penataan ruang adalah upaya untuk meningkatkan kinerja penataan ruang
yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat
14. Pelaksanaan penataan ruang adalah upaya pencapaian tujuan penataan ruang melalui
pelaksanaan perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian
pemanfaatan ruang.
15. Pengawasan penataan ruang adalah upaya agar penyelenggaraan penataan ruang
dapat diwujudkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
16. Perencanaan Tata Ruang adalah suatu proses untuk menentukan struktur ruang dan
pola ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata ruang.
17. Pemanfaatan Ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang
sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan program
beserta pembiayaannya.
18. Pengendalian Pemanfaatan Ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib tata ruang.
19. Rencana Detail Tata Ruang Kota yang selanjutnya disingkat RDTRK adalah hasil
perencanaan tata ruang yang sifatnya merinci kawasan perkotaan yang ada di Kota
Kupang dengan isi memperhatikan arahan struktur dan pola kebijakan pemanfaatan
ruang wilayah Kota dan berisi pokok-pokok kebijaksanaan dan strategi penataan ruang-
ruang kota dengan kegiatan penempatan blok kegiatan.
20. Bagian Wilayah Kota selanjutnya disingkat BWK adalah penetapan wilayah
pengembangan kota berdasarkan daya dukung dan daya tampung sumberdaya alam.
21. Unit Lingkungan adalah struktur bagian terkecil dari perkotaan untuk pelayanan
22. Sistem Perkotaan adalah struktur ruang dan pola ruang yang mempunyai jangkauan
pelayanan pada tingkat perkotaan.
23. Sistem internal perkotaan adalah struktur ruang dan pola ruang yang mempunyai
jangkauan pelayanan pada tingkat internal perkotaan.
24. Kawasan Lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi
kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya
buatan.
25. Kawasan Budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk
dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia,
dan sumber daya buatan.
26. Kawasan Perkotaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian
dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan
dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi.
27. Izin Pemanfaatan Ruang adalah izin yang dipersyaratkan dalam kegiatan pemanfaatan
ruang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
28. Kawasan Hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh
pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap.
29. Kawasan Hutan Konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang
mempunyai fungsi pokok mempertahankan, mengamankan, mengawetkan keaneka
ragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya.
30. Kawasan Hutan Lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai
perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir,
mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut dan memelihara kesuburan tanah.
31. Kawasan : Kesatuan geografis yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek
fungsional serta mempunyai fungsi utama tertentu
32. Kawasan Konservasi adalah kawasan dengan fungsi utama melindungi kelestarian
lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam dan sumberdaya buatan
33. Kawasan Permukiman adalah kawasan di luar lahan konservasi yang diperuntukkan
sebagai tempat tinggal atau lingkungan hunian yang berada di daerah perkotaan atau
perdesaan
34. Kawasan tertentu adalah kawasan yang ditetapkan secara nasional (provinsi,
kabupaten/Kota) mempunyai nilai strategis yang penataan ruangnya diprioritaskan
35. Daerah Aliran Sungai selanjutnya disingkat DAS adalah suatu daerah tertentu yang
bentuk dan sifat alamnya merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak
sungainya yang berfungsi menampung air yang berasal dari curahan hujan dan sumber
air lainnya dan kemudian mengalirkannya melalui sungai utama ke laut atau bentang
alam lainnya.
36. Struktur Ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana
dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat
yang secara hirarkis memiliki hubungan fungsional.
37. Pola Ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi
peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budi daya
38. Blok Peruntukan adalah sebidang lahan yang dibatasi sekurang-kurangnya oleh batasan
fisik yang nyata (seperti jaringan jalan, sungai, selokan, saluran irigasi, saluran udara
tegangan (ekstra) tinggi, pantai, dll), maupun yang belum nyata (rencana jaringan jalan
dan rencana jaringan prasarana lain yang sejenisnya sesuai dengan rencana kota).
39. Pusat Komersial (komunitas) adalah Suatu pengembangan kawasan komersial yang
terencana secara lengkap untuk penjualan barang-barang pelengkap serta pelayanan.
Suatu Pusat Komersial Komunitas harus menyediakan toko-toko kecil/supermarket
40. Pusat Komersial (cluster) adalah suatu pengembangan kawasan komersial yang
terencana secara lengkap untuk penjualan barang-barang pelengkap, serta
pelayanannya. Suatu pusat komersial (cluster) harus menyediakan untuk toko-toko
kelontong dan pelayanannya.
41. Pusat Komersial (lingkungan) adalah Suatu pengembangan kawasan komersial yang
terencana secara lengkap untuk penjualan barang-barang pelengkap serta
pelayanannya. Suatu Pusat komersial lingkungan harus menyediakan toko kecil dengan
supermarket sebagai komponen utamanya.
42. Pusat Komersial Regional adalah suatu pengembangan kawasan komersial yang
terencana secara lengkap untuk penjualan barang-barang pelengkap serta pelayanan.
Suatu pusat komersial regional harus menyediakan penjualan peralatan, pakaian,
furniture, perabot rumah dan penjualan ritel serta pelayanannya, secara lengkap dan
bervariasi.
43. Komersial Retail (perkantoran dan pelayanan) : Penetapan yang melibatkan penjualan
barang-barang ritel dan aksesoris, serta kegiatan pelayanannya. Kegiatan dalam definisi
ini mencakup semua yang melakukan penjualan dan penyimpanan secara keseluruhan,
(dengan suatu pengecualian kegiatan pelayanan promosi); kegiatan yang
mengkhususkan dalam penjualan merchandise dan barang-barang kelontong.
44. Komersial (peralatan berat) adalah suatu zona atau kegiatan yang menggunakan lahan
penjualan terbuka, diluar penyimpanan peralatan atau di luar aktivitas yang menimbulkan
kebisingan atau dampak lain yang tidak sesuai dengan intensitas penggunaan minimal.
Jenis usaha di bidang ini antara lain penggergajian kayu, pelayanan konstruksi,
penyediaan peralatan berat atau kontraktor bangunan.
45. Komersial (light) adalah suatu zona atau kegiatan yang terdiri dari penjualan besar
dan/atau ritel, penggunaan kantor, atau pelayanan, yang tidak menimbulkan kebisingan
atau dampak lain yang tidak sesuai dengan intensitas penggunaan minimal. Jenis usaha
di bidang ini antara lain toko eceran (ritel), perkantoran, pelayanan catering dan
restaurant
46. Ruang Terbuka adalah Suatu lahan atau kawasan yang tidak terbangun atau tidak
diduduki oleh bangunan, struktur, area parkir, jalan, lorong atau yard yang diperlukan.
Ruang terbuka dapat dimanfaatkan untuk penanaman tanaman, halaman, area rekreasi
dan fasilitas.
47. Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah Ruang-ruang dalam kota dalam bentuk
area/kawasan maupun memanjang/jalur yang didominasi oleh tumbuhan yang dibina
untuk fungsi perlindungan habitat tertentu dan atau sarana kota dan atau pengaman
jaringan prasarana dan atau budidaya pertanian
48. Taman adalah Kawasan dengan peruntukan sebagai tempat istirahat/bersantai,
menghirup hawa segar, bersenang-senang, tempat ini ditanami pohon hijau dan
tanaman bunga-bungaan.
49. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah, yang selanjutnya disingkat RPJMD
adalah dokumen perencanaan untuk periode 5 (lima) tahun yang merupakan penjabaran
dari visi, misi dan program Kepala Daerah yang penyusunannya berpedoman pada
RPJP yang memuat arah kebijakan keuangan daerah, strategi pembangunan daerah,
kebijakan umum dan program satuan kerja perangkat daerah, lintas satuan kerja
perangkat daerah, dan program kewilayahan disertai dengan rencana kerja dalam
kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif yang ditetapkan
dengan Peraturan Daerah.
50. Sistem Pusat-pusat Permukiman adalah tata pengaturan dan pemanfaatan ruang yang
memberi peluang bertumbuh kembangnya kegiatan-kegiatan permukiman beserta
aktivitas penunjangnya yang terkonsentrasi dan tertata untuk efisiensi dan efektivitas
penggunaan ruang, sumberdaya lainnya dan seluruh prasarana/sarana terbangun.
51. Sistem Sarana dan Prasarana adalah tata pengaturan dan pemanfaatan ruang yang
memberi peluang bertumbuhnya pengembangan sarana dan prasarana wilayah yang
memadai dan sesuai bagi penunjang kegiatan yang memungkinkan tercapainya efisiensi
dan efektivitas penggunaan ruang dan seluruh prasarana/sarana.
52. Garis Sempadan Jalan adalah Garis rencana jalan yang ditetapkan dalam rencana Kota
53. Garis Sempadan Bangunan adalah Garis maya pada persil atau tapak sebagai batas
minimum diperkenankannya didirikan bangunan, dihitung dari garis sempadan jalan atau
garis sempadan pagar atau batas persil atau tapak
54. Garis Sempadan Pagar adalah Garis tempat berdirinya pagar pada batas persil yang
dikuasai
55. Intensitas Pemanfaatan Ruang adalah Besar pembangunan yang diperbolehkan untuk
fungsi tertentu berdasarkan pengaturan koefisien lantai bangunan, koefisien dasar
bangunan, kepadatan penduduk, atau kepadatan bangunan persil, tapak blok peruntukan
atau kawasan kota sesuai dengan kedudukan dan fungsinya dalam pembangunan kota.
56. Jarak Bebas adalah Jarak minimum yang diperkenankan dari bidang terluar bangunan
yang bersebelahan atau saling membelakangi;
57. Jaringan jalan Arteri Primer adalah jalan utama penghubung antar ibukota provinsi dan
Kota untuk mengakomodir keseluruhan jaringan trayek angkutan orang dan barang
dalam sistem transportasi darat, sebagai akses intra moda.
58. Jaringan jalan Kolektor Primer adalah jalan utama penghubung antar Ibukota kecamatan
dan Kota untuk mengakomodir keseluruhan jaringan trayek angkutan orang dan
angkutan barang dalam sistem transportasi darat.
59. Jaringan jalan Kolektor Sekunder adalah jalan utama penghubung antar Ibukota
kecamatan dalam wilayah Kota untuk mengakomodir keseluruhan jaringan trayek
angkutan orang dan barang dalam sistem transportasi darat.
60. Jaringan jalan Lokal adalah jalan penunjang penghubung antar lingkungan dalam Kota
untuk mengakomodir keseluruhan jaringan trayek angkutan orang dan barang dalam
sistem transportasi darat.
61. KDB (Koefisien Dasar Bangunan) adalah Angka Prosentase berdasarkan perbandingan
luas lantai dasar bangunan terhadap luas lahan perpetakan/persil yang dikuasai
62. Kepadatan Penduduk adalah Jumlah Penduduk per luas Area (Ha)
63. Ketinggian Bangunan adalah Jumlah Lantai penuh suatu bangunan dihitung mulai dari
lantai dasar sampai lantai tertinggi
64. KLB (Koefisien Lantai Bangunan) adalah Angka perbandingan yang dihitung dari jumlah
luas lantai seluruh bangunan terhadap luas lahan perpetakan/persil yang dikuasai
65. Masyarakat adalah orang, seorang, kelompok orang termasuk masyarakat hukum adat
atau badan hukum.
66. Peran serta Masyarakat adalah berbagai kegiatan masyarakat yang timbul atas
kehendak dan keinginan sendiri di tengah masyarakat, untuk berminat dan bergerak
dalam penyelenggaraan penataan ruang.
67. Penatagunaan Lahan adalah pola tata guna tanah yang meliputi penguasaan,
penggunaan dan pemanfaatan tanah sebagai wujud kegiatan baik yang bersifat alami
maupun buatan manusia.
68. Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria yang selanjutnya disingkat NSPK adalah aturan,
bentuk dan ukuran yang dipergunakan sebagai kriteria teknis dalam penyelenggaraan
penataan ruang daerah.
69. Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PPNS adalah Pejabat Pegawai
Negeri Sipil tertentu di Lingkungan Pemerintah Daerah yang diberi wewenang khusus
oleh Undang-Undang untuk melakukan Penyidikan atas pelanggaran Peraturan Daerah.

Bagian Kedua
RUANG LINGKUP, WILAYAH DAN JANGKA WAKTU PERENCANAAN
Pasal 2

Ruang lingkup RDTRK Kota Kupang meliputi :


a. rencana struktur ruang Kota ;
b. rencana pola ruang Kota ;
c. arahan pemanfaatan ruang Perkotaan;
d. arahan pengendalian ruang Perkotaan;
e. ketentuan insentif dan disinsentif
f. peran serta masyarakat;
Pasal 3
Wilayah RDTRK Kota Kupang, meliputi 7 (tujuh) Bagian Wilayah Kota (BWK) dengan batas
wilayah masing-masing BWK sebagai berikut:
a. BWK I seluas 1.643,882 Ha, yang terdiri dari 3 (tiga) wilayah kecamatan, yakni sebagian
Kecamatan Kelapa Lima, Kecamatan Kota Raja, sebagian Kecamatan Kota Lama,
sebagian Kecamatan Oebobo, sebagian Kecamatan Alak dan sebagian Kecamatan
Maulafa, yang mencakup 23 (dua puluh tiga) kelurahan, yaitu; Kelurahan Nun Baun
Delha, Nunhila, Manutapen, Fatufeto, Mantasi, LLBK, Solor, Tode Kisar, Fatubesi, Oeba,
Merdeka, Bonipoi, Airmata, Oetete, Nunleu, Kuanino, Oebobo, Oebufu, Naikoten I,
Naikoten II, Airnona, Bakunase I, Bakunase II, Naikolan, dengan batas fungsional
sebagai berikut:
- sebelah Utara : Teluk Kupang
- sebelah Selatan : BWK V
- sebelah Barat : BWK IV
- sebelah Timur : BWK II
b. BWK II seluas 1246,326 Ha yang terdiri dari 3 (tiga) wilayah kecamatan, yakni sebagian
Kecamatan Kelapa Lima, sebagian Kecamatan Kota Lama, dan sebagian Kecamatan
Oebob yang mencakup 7 (tujuh) kelurahan; Kelurahan Fatululi, Kelurahan Nefonaek
(luas 34 ha), Kelurahan Pasir Panjang (luas 88 ha), Kelurahan Kelapa Lima, Kelurahan
Oesapa Barat, Kelurahan Tuak Daun Merah, dan Kelurahan Kayuputih dengan batas
fungsional sebagai berikut:.
- sebelah Utara : Teluk Kupang
- sebelah Selatan : BWK V Kota Kupang
- sebelah Barat : BWK I Kota Kupang
- sebelah Timur : BWK III Kota Kupang
c. BWK III seluas 1962,910 Ha, yang terdiri dari 3 (tiga) wilayah kecamatan, yakni sebagian
Kecamatan Kelapa Lima, sebagian Kecamatan Oebobo dan sebagian Kecamatan
Maulafa yang mencakup 5 (lima) kelurahan, yaitu Kelurahan Penfui, Kelurahan Oesapa,
Kelurahan Lasiana, Kelurahan Liliba dan Kelurahan Oesapa Selatan, dengan batasan
fungsional sebagai berikut:
- sebelah Utara : Teluk Kupang
- sebelah Selatan : BWK V Kota Kupang
- sebelah Barat : BWK II Kota Kupang
- sebelah Timur : Kabupaten Kupang
d. BWK IV seluas 4.114,497 Ha yang terdiri dari 2 (dua) wilayah kecamatan, yakni
sebagian Kecamatan Alak dan sebagian kecil Kecamatan Maulafa yang meliputi 8
(delapan) kelurahan, yaitu Kelurahan Alak, Kelurahan Batuplat, Kelurahan Manulai II,
Kelurahan Naioni, Kelurahan Namosain, Kelurahan Nun Baun Sabu, Kelurahan
Pankase Oeleta dan Kelurahan Sikumana dengan batas fungsional sebagai berikut :
- sebelah Utara : Teluk Kupang
- sebelah Timur : BWK I dan BWK V Kota Kupang
- sebelah Selatan : BWK VI Kota Kupang dan Kabupaten Kupang
- sebelah Barat : Kabupaten Kupang
e. BWK V seluas 1.210,723 Ha, terdiri dari 2 (dua) wilayah kecamatan, yakni Kecamatan
Maulafa dan Kecamatan Oebobo yang meliputi 9 (sembilan) Kelurahan, yaitu Kelurahan
Kolhua, Bello, Maulafa, Oebufu, Liliba, Naimata, Penfui, Sikumana, Oepura, dengan
batas fungsional dengan rincian sebagai berikut :
- sebelah Utara :berbatasan dengan Kelurahan Oebufu dan Kelurahan TDM
(BWK II dan III);
- sebelah Barat :berbatasan dengan Kelurahan Oepura dan BWK IV;
- sebelah Timur :berbatasan dengan Kelurahan Penfui dan Kelurahan Oebobo
(BWK III) ;
- sebelah Selatan :berbatasan dengan Kolhua dan Bello (BWK VI dan VII).
f. BWK VI seluas 4.467,223 Ha, terdiri dari 2 (dua) wilayah kecamatan, yakni Kecamatan
Maulafa dan Kecamatan Alak yang meliputi 2 (dua) kelurahan, yaitu Kelurahan Fatukoa,
dan Kelurahan Naioni dengan batas fungsional sebagai berikut :
- sebelah Utara : BWK IV dan jalan jalur 40
- sebelah Timur : BWK VII dan Kabupaten Kupang
- sebelah Selatan : Kabupaten Kupang
- sebelah Barat : Kabupaten Kabupaten Kupang
g. BWK VII seluas 1.888,098 Ha, terdiri dari 2 (dua) wilayah kecamatan, yakni Kecamatan
Maulafa dan Kecamatan Alak yang meliputi 3 (tiga) kelurahan, yaitu Kelurahan Kolhua,
sebagian Kelurahan Sikumana, dan Kelurahan Belo dengan batas fungsional sebagai
berikut :
- sebelah Utara : BWK IV, BWK V dan jalan jalur 40;
- sebelah Timur : Kabupaten Kupang;
- sebelah Selatan : Kabupaten Kupang;
- sebelah Barat : BWK VI Kota Kupang.

Pasal 4
1. Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK) BWK I, BWK II, BWK III, BWK IV, BWK V,
BWK VI, dan BWK VII berlaku untuk jangka waktu 20 (dua puluh) tahun. Yaitu dari tahun
2011 sampai dengan tahun 2031 dan ditinjau kembali 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.
2. Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan bencana alam skala
besar yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan dan/atau perubahan
batas teritorial wilayah Kota yang ditetapkan dengan Undang-Undang sebagai Rencana
Rinci dengan nama Rencana Detail Tata Ruang Kota ditinjau kembali lebih dari 1 (satu)
kali dalam 5 (lima) tahun.

BAB II
AZAS DAN FUNGSI
Bagian Pertama
Azas

Pasal 5

RDTRK Kota Kupang disusun berdasarkan azas:


a. Keterpaduan
b. Keserasian, keselarasan dan keseimbangan;
c. Keberlanjutan;
d. Keberdayagunaan dan keberhasilgunaan;
e. Keterbukaan;
f. Kebersamaan dan kemitraan;
g. Perlindungan kepentingan umum;
h. Kepastian Hukum dan Keadilan; dan
i. Akuntabilitas.

Bagian Kedua
Fungsi

Pasal 6

Fungsi RDTRK Kota Kupang adalah:


a. Matra keruangan dalam pembangunan antar sektor dalam wilayah Kota Kupang;
b. Dasar penyusunan kebijakan arahan pemanfaatan ruang yang lebih rinci dan zonning
regulation;
c. Dasar dalam memberikan informasi peruntukan Lahan dan Izin Mendirikan Bangunan
(IMB);
d. Alat untuk mengalokasikan investasi yang dilakukan pemerintah, masyarakat dan
swasta;
e. Dasar pengendalian pemanfaatan ruang.
f. Dasar penyusunan rencana pembangunan jangka menengah dan jangka panjang
daerah;
g. Sebagai dasar bagi pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah Kota
Kupang;
h. Untuk mewujudkan keterpaduan, keterkaitan dan keseimbangan antar sektor;
i. Sebagai dasar bagi penataan ruang kawasan strategis Kota Kupang.

BAB III

TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENATAAN RUANG


RDTR KOTA KUPANG

Bagian Pertama
Tujuan Penataan Rencana Detail Tata Ruang Kota
Pasal 7
Tujuan Rencana Detail Tatat Ruang Kota (RDTRK) BWK Kota Kupang adalah :
a. terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan dalam
pengelolaan pengembangan kota;
b. terwujudnya kualitas lingkungan hidup serta mencegah timbulnya kerusakan lingkungan
akibat pemanfaatan ruang kota;
c. terwujudnya konsistensi pembangunan dengan mengacu pada kemampuan dan
peruntukkan ruang.
d. terwujudnya fungsi dan peranan setiap BWK untuk mendukung Kota Kupang sebagai
Pusat Pemerintahan, Perdagangan dan Jasa, Pendidikan, Kesehatan, Pariwisata dan
Pusat Kegiatan Nasional (PKN) berbasis Kota Tepi Pantai atau Waterfront City yang
berkelanjutan.
e. terciptanya pola tata ruang dan pemanfaatan ruang kota yang serasi dan optimal di BWK
I, BWK II, BWK III, BWK IV, BWK V, BWK VI dan BWK VII tanpa mengabaikan aspek
kelestarian lingkungan kehidupan perkotaan;
f. Terumuskannya strategi dan kebijakan pembangunan dan pengembangan setiap Bagian
Wilayah Kota (BWK);
g. Tersedianya sarana dan prasarana perkotaan dalam di setiap Bagian Wilayah Kota
(BWK) Kota Kupang untuk 20 (dua puluh) tahun kedepan.

Bagian Kedua
Kebijakan dan Strategi Rencana Detail Tata Ruang Kota

Pasal 8
(1) Kebijakan Rencana detail Tata ruang Kota Kupang meliputi:
a. peningkatan sistem pelayanan kegiatan kota yang merata dan berhierarki yang
membentuk Kota Tepi Pantai atau Waterfront City; dan
b. peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan sarana dan prasarana
transportasi, telekomunikasi, energi, sumber daya air, serta infrastruktur perkotaan
secara terpadu dan merata serta mendukung Kota Tepi Pantai.
(2) Kebijakan penataan ruang BWK Kota Kupang diselenggarakan terhadap :
a. perencanaan penataan ruang;
b. pemanfaatan ruang;
c. pengendalian pemanfaatan ruang.
(3) Kebijakan perencanaan penataan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a
diselenggarakan melalui perencanaan struktur ruang dan pola ruang Perkotaan;
(4) Kebijakan pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b
diselenggarakan melalui penetapan pusat Bagian Wilayah Kota yang disingkat BWK dan
pembagian sub bagian wilayah kota;
(5) Kebijakan pengendalian pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf
c diselenggarakan melalui pengaturan zonasi, perizinan dan penetapan sanksi.

Pasal 9

(1) Strategi peningkatan sistem pelayanan kegiatan kota yang merata dan berhierarki yang
membentuk Kota Tepi Pantai atau Waterfront City sebagaimana dimaksud dalam pasal
8 pada ayat (1) huruf a meliputi :
a. meningkatkan peran pusat pelayanan yang telah ada dengan melengkapi sarana dan
prasarana sesuai skala pelayanan, seperti fasilitas kesehatan, fasilitas pendidikan,
fasilitas keagamaan, fasilitas taman dan olahraga, perdagangan, jasa dan penunjang
kegiatan pariwisata serta fasilitas lainnya;
b. menetapkan dan mengembangkan pusat pelayanan baru pada kawasan bagian utara
yang mendukung konsep kota tepi pantai yang berdasarkan keseimbangan
lingkungan dan keberlanjutan;
c. mendorong pusat-pusat pelayanan kota lebih kompetitif dan lebih efektif dalam
pengembangan wilayah kota dan sekitarnya; dan
d. mengendalikan perkembangan kawasan sesuai dengan fungsi dan batasan
pengembangannya.
(2) Strategi peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan sarana dan prasarana
transportasi, telekomunikasi, energi, sumber daya air, serta infrastruktur perkotaan
secara terpadu dan merata serta mendukung kota tepi pantai sebagaimana dimaksud
pasal 8 pada ayat (1) huruf b, meliputi:
a. meningkatkan kualitas jaringan jalan dan mewujudkan keterpaduan pelayanan
transportasi darat, laut dan udara, sehingga dapat mendukung pengembangan
konsep kota tepi pantai;
b. mengembangkan sistem angkutan umum yang terdiri atas angkutan umum dalam
kota, antar kota dan kabupaten;
c. mendorong pengembangan prasarana telekomunikasi pada kawasan-kawasan yang
belum terlayani dan wilayah pengembangan baru;
d. meningkatkan jaringan energi untuk memanfaatkan energi terbarukan dan tidak
terbarukan serta mengembangkan sumber energi teknologi tepat guna;
e. mendorong pengembangan sistem pelayanan sumberdaya air bagi pemenuhan
kebutuhan pelayanan air bersih dengan tetap memperhatikan upaya konservasi
tanah dan air;
f. meningkatkan pelayanan jaringan air bersih sehingga menjangkau seluruh wilayah
Kota Kupang;
g. mendorong pengembangan sistem pengelolaan air limbah secara terpadu yang
memperhatikan aspek kesehatan lingkungan;
h. meningkatkan pelayanan sistem pengelolaan persampahan mulai dari sumber
sampah hingga tempat pemrosesan akhir di seluruh wilayah Kota Kupang dengan
memperhatikan aspek kelestarian lingkungan dan daya dukung lingkungan;
i. meningkatkan pengembangan sistem drainase yang dapat menghindari genangan air
di wilayah kota;
j. mendorong penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana pejalan kaki pada
ruang sisi jalan, sisi pantai atau jogingtrack sesuai dengan arahan dalam peta
rencana, kawasan perdagangan dan jasa, kawasan campuran perkantoran, dan
ruang terbuka hijau; dan
k. mendorong penyediaan jalur evakuasi bencana dalam bentuk jalur pelarian dan
tempat penampungan baik dalam skala kota, kawasan maupun lingkungan.

Pasal 10

(1) Kebijakan pengembangan pola ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 meliputi:
a. kebijakan pengembangan kawasan lindung;
b. kebijakan pengembangan kawasan budidaya; dan
c. kebijakan pengembangan kawasan strategis.
(2) Kebijakan pengembangan kawasan lindung sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a meliputi:
a. pemeliharaan dan perwujudan fungsi lingkungan hidup; dan
b. pencegahan dampak negatif kegiatan manusia yang dapat menimbulkan kerusakan
lingkungan.
(3) Strategi pemeliharaan dan perwujudan fungsi lingkungan hidup sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf a meliputi:
a. melindungi kelestarian kawasan lindung sebagai penopang keberlangsungan
kehidupan masyarakat kota;
b. membatasi perkembangan kawasan terbangun pada kawasan yang berfungsi
lindung agar daya dukung lingkungan wilayah kota tetap terjamin; dan
c. mengembangkan Ruang Terbuka Hijau yang kemudian disebut RTH, di setiap
BWK Kota Kupang dengan luasan paling sedikit 30 (tiga puluh) persen dari luas
wilayah kota.
(4) Strategi pencegahan dampak negatif kegiatan manusia yang dapat menimbulkan
kerusakan lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b meliputi :
a. mempertegas fungsi kawasan lindung sebagai upaya memberikan rasa aman dan
nyaman bagi masyarakat;
b. menertibkan dan mengembalikan fungsi kawasan lindung untuk mempertahankan
kawasan tersebut sesuai fungsinya; dan
c. mengatur kawasan lindung yang mengalami konflik kepentingan secara bijak
dengan mengedepankan kelestarian lingkungan dan hajat hidup masyarakat.
(5) Kebijakan pengembangan kawasan budidaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b meliputi :
a. perwujudan dan peningkatan keterpaduan dan keterkaitan antar kegiatan budidaya;
b. pengendalian perkembangan kegiatan budidaya agar tidak melampaui daya
dukung dan daya tampung lingkungan; dan
c. pengembangan dan penataan kawasan pesisir pantai dalam rangka perwujudan
Kota Tepi Pantai yang berkelanjutan.
(6) Strategi perwujudan dan peningkatan keterpaduan dan keterkaitan antar kegiatan
budidaya sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a meliputi:
a. menetapkan kawasan budidaya dan memanfaatkan sumber daya alam di ruang
darat, laut, udara, dan dalam bumi secara sinergis untuk mewujudkan
keseimbangan pengembangan kawasan perkotaan; dan
b. mengelola pemanfaatan kawasan budidaya yang mengalami konflik kepentingan
dengan kawasan budidaya lainnya diselesaikan secara bijak dan mengedepankan
kepentingan umum.
(7) Strategi pengendalian perkembangan kegiatan budidaya agar tidak melampaui daya
dukung dan daya tampung lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b
meliputi:
a. membatasi perubahan fungsi kawasan budidaya pertanian pangan yang berada di
wilayah kota terutama yang mendapatkan prasarana saluran irigasi sederhana
sebagai kawasan budidaya yang dikendalikan;
b. mengatur intensitas pemanfaatan ruang kota dilakukan secara gradasi dari
kawasan pusat kota hingga kawasan alami;
c. menetapkan ketentuan-ketentuan peraturan zonasi pada masing-masing kawasan
budidaya sesuai dengan karakteristiknya;
d. mengembangkan kegiatan budidaya yang mempunyai daya adaptasi bencana pada
kawasan rawan bencana; dan
e. mengendalikan pemanfaatan di kawasan budidaya melalui mekanisme perizinan.
(8) Strategi pengembangan dan penataan kawasan pesisir pantai dalam rangka
perwujudan Kota Tepi Pantai yang berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
huruf c meliputi :
a. mengelola pemanfaatan ruang pesisir dan laut sesuai dengan zonasi kawasan dan
berorientasi pada penataan Kota Tepi Pantai; dan
b. membatasi kegiatan-kegiatan yang dapat menimbulkan dampak negatif terhadap
kelestarian kawasan pesisir.
(9) Kebijakan pengembangan kawasan strategis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c meliputi :
a. pelestarian dan peningkatan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup untuk
mempertahankan dan meningkatkan keseimbangan ekosistem;
b. pengembangan dan peningkatan fungsi kawasan dalam pengembangan
perekonomian kota dan wilayah yang produktif, efisien, dan mampu bersaing dalam
perekonomian regional, nasional dan internasional; dan
c. peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan.
(10) Strategi pelestarian dan peningkatan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup untuk
mempertahankan dan meningkatkan keseimbangan ekosistem sebagaimana dimaksud
pada ayat (9) huruf a meliputi :
a. melestarikan kawasan lindung kota dengan mempertahankan keanekaragaman
hayati dan keunikan bentangan alam untuk keberlanjutan lingkungan hidup Kota
Kupang;
b. mengelola pemanfatan kawasan strategis pesisir Kota Kupang agar tidak
melampaui daya dukung dan daya tampung kawasan; dan
c. mengelola dampak negatif kegiatan budidaya pada kawasan strategis agar tidak
menurunkan kualitas lingkungan hidup dan efisiensi kawasan.
(11) Strategi pengembangan dan peningkatan fungsi kawasan dalam pengembangan
perekonomian kota dan wilayah yang produktif, efisien dan mampu bersaing dalam
perekonomian regional, nasional dan internasional sebagaimana dimaksud pada ayat
(9) huruf b meliputi:
a. mengembangkan kawasan strategis Kota Kupang sebagai kawasan pusat
pertumbuhan dan kawasan unggulan yang berbasis pada kegiatan perdagangan,
jasa, industri pariwisata, perikanan, industri dan potensi kekayaan alam lainnya;
b. meningkatkan pelayanan prasarana dan sarana penunjang kegiatan ekonomi pada
kawasan strategis;
c. menciptakan iklim investasi yang kondusif; dan
d. mengintensifkan promosi peluang investasi.
(12) Strategi peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan sebagaimana
dimaksud pada ayat (9) huruf c meliputi :
a. menetapkan Bandar Udara El Tari sebagai kawasan strategis dengan fungsi
khusus pertahanan dan keamanan;
b. mengembangkan secara selektif kegiatan budidaya di dalam dan di sekitar Bandar
Udara El Tari yang merupakan kawasan strategis dari sudut pertahanan dan
keamanan; dan
c. memelihara dan menjaga aset-aset pertahanan/TNI.

BAB III
RENCANA STRUKTUR RUANG
BWK I, BWK II, BWK III, BWK IV, BWK V, BWK VI DAN BWK VII

Bagian Pertama
Umum
Pasal 11
(1) Rencana struktur ruang setiap BWK bertujuan meningkatkan sistem pelayanan
kegiatan kota yang merata dan berhierarki yang mendukung Kota Kupang sebagai
Kota Tepi Pantai atau Waterfront City;
(2) Rencana struktur ruang setiap BWK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. rencana pengembangan dan kriteria sistem perkotaan;
b. rencana pengembangan dan kriteria sistem jaringan transportasi;
c. rencana pengembangan dan kriteria sistem jaringan energi;
d. rencana pengembangan dan kriteria sistem jaringan telekomunikasi; dan
e. rencana pengembangan dan kriteria sistem jaringan sumber daya air.

Bagian Kedua
Rencana Pengembangan dan
Kriteria Sistem Perkotaan

Paragraf 1
Rencana Pengembangan Sistem Perkotaan
Pasal 12

(1) Struktur ruang setiap BWK Kota Kupang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat
(2) terdiri atas
a. kegiatan fungsional setiap BWK Kota Kupang terdiri atas :
1. pusat kegiatan skala lokal dan regional
2. jasa dan perdagangan swasta skala lokal dan regional;
3. pusat kesehatan skala lokal, regional dan internasional;
4. transportasi pergerakan regional dan pergerakan lokal;
5. kegiatan terminal lokal dan regional;
6. pusat hunian/permukiman;
7. pelayanan publik
8. ruang terbuka untuk taman maupun lapangan olahraga, dan
9. kegiatan pendidikan menengah, atas dan pendidikan tinggi;
b. kegiatan fungsional Pendukung Pusat BWK terdiri atas :
1. pusat hunian/permukiman
2. Pusat Pelayanan dengan Fasilitas Pendukung Lokal berupa :
a. pustu kesehatan
b. fasilitas pendidikan ( PAUD, TK, SD); dan
c. fasilitas peribadatan;
3. penyediaan ruang publik
4. transportasi dan pergerakan lokal antar permukiman
5. perdagangan skala lokal
6. pelayanan publik
(2) Sistem pusat permukiman di setiap BWK Kota Kupang secara fungsi terdiri dari:
a. BWK I, dilengkapi dengan 1 (satu) Pusat Lingkungan yaitu di Kelurahan Fatubesi,
dan Oebufu, yaitu:
(i) blok peruntukan A dengan fungsi sebagai kawasan pengembangan perumahan
kepadatan rendah, pertanian, perdagangan dan jasa, pemerintahan dan RTH;
(ii) blok peruntukan B dengan sebagai kawasan pengembangan perumahan
kepadatan tinggi, perkantoran, perdagangan dan jasa, pemerintahan dan RTH;
(iii) blok peruntukan C dengan sebagai kawasan pengembangan perumahan
kepadatan tinggi, RTH, perdagangan dan jasa, kesehatan, perkantoran dan
pemerintahan; dan
(iv) blok peruntukan D dengan sebagai kawasan pengembangan perumahan
kepadatan tinggi dan RTH

b. BWK II, dilengkapi dengan 2 (dua) Pusat Lingkungan yaitu di Kelurahan Oesapa
Barat dan Kelurahan Tuak Daun Merah, yaitu:
(i) pusat pelayanan hirarki I berfungsi sebagai pusat kegiatan lokal yaitu Kantor
Walikota di Kelurahan Kelapa Lima;
(ii) pusat pelayanan hirarki II berfungsi sebagai Pusat Pelayanan Kawasan (PPK)
yaitu persimpangan Jalan Eltari II dengan Jl. Veteran di Kelurahan Fatululi;
(iii) pusat pelayanan hirarki II berfungsi sebagai Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL)
terdiri dari; Kelurahan Nefonaek, Kelurahan Pasir Panjang, Kelurahan Oesapa
Barat, Kelurahan Tuak Daun Merah, dan Kelurahan Kayuputih; dan
(iv) pusat pengembangan kawasan wisata Pasir Panjang dan Kelapa Lima.

c. BWK III, dilengkapi dengan 3 (tiga) Pusat Lingkungan yaitu di Kelurahan Lasiana,
Kelurahan Oesapa, Kelurahan Penfui, yaitu:
(i) blok peruntukan A dengan fungsi sebagai kawasan pengembangan perumahan
kepadatan tinggi, RTH taman kota dan taman kecamatan, komersil skala BWK
kepadatan tinggi, fasilitas umum peribadatan dan pendidikan, apartemen pusat
belanja, rumah kantor;
(ii) blok peruntukan B dengan sebagai kawasan pengembangan perumahan
kepadatan tinggi, RTH taman kota dan kecamatan, komersil kepadatan tinggi,
transportasi terminal, perguruan tinggi, komersial regional;
(iii) blok peruntukan C dengan sebagai kawasan pengembangan perumahan
kepadatan rendah dan sedang, RTH kecamatan, pemerintahan, pertahanan
dan keamanan, fasilitas umum, campuran, sempadan sungai; dan
(iv) blok peruntukan D dengan sebagai kawasan pengembangan perumahan
kepadatan rendah, RTH, sempadan sungai, dan kawasan bandara.
d. BWK IV, dilengkapi dengan 3 (tiga) Pusat Lingkungan yaitu di Kelurahan Namosain,
Kelurahan Manulai II, dan di Kelurahan Alak yaitu:
(i) sub BWK IV.1 meliputi wilayah Kelurahan Alak ;
(ii) sub BWK IV.2 meliputi wilayah Kelurahan Namosain dan Nunbaunsabu;
(iii) sub BWK IV.3 meliputi Kelurahan Sikumana;
(iv) sub BWK IV.4 meliputi Kelurahan Batuplat; dan
(v) sub BWK IV.5 meliputi Kelurahan Manulai II dan Kelurahan Naioni.

e. BWK V, dilengkapi dengan 3 (tiga) Pusat Lingkungan yaitu di Kelurahan Liliba,


Kelurahan Oebufu, dan di Kelurahan Oepura, yaitu:
(i) pusat pada skala pusat BWK berada di Perumahan Lopo Indah di Kelurahan
Kolhua sebagai Pusat BWK V, berfungsi dan berperan dalam melayani
kebutuhan Kegiatan BWK secara internal maupun eksternal dengan lingkup
pelayanan skala lokal. untuk pemenuhan kebutuhan pusat pemerintahan dan
perekonomian berada di BWK V.
(ii) sub pusat pada skala pusat pendukung BWK, berfungsi dan berperan dalam
membantu pusat BWK untuk melayani penduduk dari sebagian wilayah kota.
untuk mendukung pemenuhan kebutuhan permukiman dan kegiatan fasilitas dan
utilitas pendukungnya berada di sub pusat 1, 2 dan 3; dan
(iii) blok lingkungan tiap-tiap di BWK memiliki blok lingkungan dengan fungsi
pelayanan untuk setiap BWK yang ada.

f. BWK VI, dilengkapi dengan 2 (dua) Pusat Lingkungan yaitu di Kelurahan Fatukoa
dan di Kelurahan Naioni yaitu:
(i) pusat pada skala pusat BWK berada di blok VI.001.A dan blok VI.001.B yang
berda di antara Kelurahan Naioni dan Kelurahan Fatukoa sebagai pusat BWK VI,
berfungsi dan berperan dalam melayani kebutuhan Kegiatan BWK secara
internal maupun eksternal dengan lingkup pelayanan skala lokal. Untuk
pemenuhan kebutuhan pusat pemerintahan dan perekonomian berada di BWK
VI.
(ii) sub pusat pada skala pusat pendukung BWK, berfungsi dan berperan dalam
membantu pusat BWK untuk melayani penduduk dari sebagian wilayah kota.
Untuk mendukung pemenuhan kebutuhan permukiman dan kegiatan fasilitas dan
utilitas pendukungnya berada di sub pusat BWK VI.002, Sub Pusat BWK VI.003;
dan
(iii) blok lingkungan dengan fungsi pelayanan untuk setiap BWK yang ada.
g. BWK VII, dilengkapi dengan 1 (satu) Pusat Lingkungan yaitu di Kelurahan Kolhua,
yaitu:
(i) pusat pada skala pusat BWK berada di Kelurahan Kolhua berfungsi dan
berperan dalam melayani kebutuhan Kegiatan BWK secara internal maupun
eksternal dengan lingkup pelayanan skala lokal. Untuk pemenuhan kebutuhan
pusat pemerintahan dan perekonomian;
(ii) sub pusat pada skala pusat pendukung BWK, berfungsi dan berperan dalam
membantu pusat BWK untuk melayani penduduk dari sebagian wilayah kota.
Untuk mendukung pemenuhan kebutuhan permukiman dan kegiatan fasilitas dan
utilitas pendukungnya; dan
(iii) blok lingkungan dengan fungsi pelayanan untuk setiap BWK yang ada.
(3) Rencana pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a. setiap BWK Kota Kupang berfungsi Sebagai Pengembangan Permukiman Perkotaan
b. pusat BWK Kota Kupang berfungsi sebagai Pusat Kegiatan skala pengembangan
Lokal ;
c. sub Pusat berfungsi sebagai kegiatan penunjang Lokal di setiap BWK Kota Kupang
skala pelayanan Lokal dan Blok Lingkungan;
(4) Sistem pusat pelayanan dijelaskan lebih rinci dalam peta rencana struktur ruang setiap
BWK sebagaimana tercantum dalam Lampiran I (album peta) yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Paragraf 2
Rencana Persebaran Penduduk
Pasal 13
(1) Persebaran penduduk di tiap Bagian Wilayah Kota (BWK) Kota Kupang adalah sebagai
berikut:
a. Jumlah penduduk BWK I Kota Kupang pada tahun 2031 berjumlah 171.653 jiwa
didistribusikan ke dalam 4 (empat) blok, yaitu:
(i) Untuk unit blok A jumlah penduduk pada tahun 2031 sebesar 66.421 jiwa;
(ii) Untuk unit blok B jumlah penduduk pada tahun 2031 sebesar 54.388 jiwa;
(iii) Untuk unit blok C jumlah penduduk pada tahun 2031 sebesar 36.279 jiwa;
(iv) Untuk unit blok D jumlah penduduk pada tahun 2031 sebesar 14.565 jiwa;

b. Jumlah penduduk BWK II Kota Kupang pada tahun 2031 berjumlah 53.804 jiwa
didistribusikan per kelurahan, yaitu:
(i) Kelurahan Fatululi sebanyak 11.891 jiwa;
(ii) Kelurahan Nefonaek sebanyak 3.640 jiwa;
(iii) Kelurahan Pasir Panjang sebanyak 5.449 jiwa;
(iv) Kelurahan Kelapa Lima sebanyak 10.463 jiwa;
(v) Kelurahan Oesapa Barat sebanyak 7.310 jiwa;
(vi) Kelurahan Tauk Daun Merah sebanyak 7.426 jiwa;
(vii) Kelurahan Kayu Putih sebanyak 7.625 jiwa.

c. Jumlah penduduk di BWK III Kota Kupang Tahun 2031 sebesar 71.816 jiwa dengan
tingkat kepadatan sebagai berikut:
(i) Kepadatan penduduk tinggi, yaitu antara 80 - 100 jiwa/Ha berada pada lingkungan
perumahan yang mendekati kegiatan utama BWK III Kota Kupang.
(ii) Kepadatan penduduk sedang, yaitu antara 50 - 80 jiwa/Ha diarahkan di
lingkungan perumahan yang terletak di daerah transisi, yaitu antara pusat BWK
dengan daerah pinggiran kota;
(iv) Kepadatan penduduk rendah, yaitu kurang dari 50 jiwa/Ha akan diarahkan ke
kelurahan Penfui. Hal ini berkaitan dengan adanya fungsi Bandara Eltari

d. Jumlah penduduk di BWK IV Kota Kupang Tahun 2031 seanyak 117.685 jiwa yang
terdistribusi sebagai berikut:
(i) Sub BWK IV.1 kepadatan penduduk 34 jiwa/Ha dengan jumlah penduduk yang
ditampung 42.830 jiwa ;
(ii) Sub BWK IV.2 kepadatan penduduk 74 jiwa/Ha dengan jumlah penduduk yang
dapat ditampung 25.586 jiwa ;
(iv) Sub BWK IV.3 kepadatan 102 jiwa/Ha dengan jumlah penduduk yang dapat
ditampung 26.824 jiwa.
(v) Sub BWK IV.4 kepadatan 9 jiwa/Ha dengan jumlah penduduk yang dapat
ditampung 7.444 jiwa.
(vi) Sub BWK IV.3 kepadatan 8 jiwa/Ha dengan jumlah penduduk yang dapat
ditampung 13.111 jiwa.

e. Jumlah penduduk di BWK V Kota Kupang tahun 2031 sebesar 27.188 jiwa yang
terdistribusi keladalam beberapa blok sebagai berikut:
(i) Blok V-01 kepadatan penduduk 37 jiwa/Ha dengan jumlah penduduk yang
ditampung 3.013 jiwa;
(ii) Blok V-02 kepadatan penduduk 21 jiwa/Ha dengan jumlah penduduk yang
ditampung 8.020 jiwa;
(iii) Blok V-03 kepadatan penduduk 29 jiwa/Ha dengan jumlah penduduk yang
ditampung 9.692jiwa.;
(v) Blok V-04 kepadatan penduduk 28 jiwa/Ha dengan jumlah penduduk yang
ditampung 7.344 jiwa;

f. Jumlah penduduk di BWK VI tahun 2031 sebesar 6.888 jiwa yang didistribusikan
kedalam beberapa blok sebagai berikut:
(i) Blok VI-001 kepadatan penduduk 8 jiwa/Ha dengan jumlah penduduk yang
ditampung 3.116 jiwa;
(ii) Blok VI-002 kepadatan penduduk 12 jiwa/Ha dengan jumlah penduduk yang
ditampung 1.541 jiwa;
(iii) Blok VI-003 kepadatan penduduk 9 jiwa/Ha dengan jumlah penduduk yang
ditampung 2.231 jiwa.;

g. Jumlah penduduk di BWK VII Kota Kupang tahun 2031 sebanyak 25.043 jiwa yang
didistribusikan sebagai berikut:
(i) Kelurahan Belo sebanyak 12.060 jiwa dengan tingkat kepadatan penduduk 3
jiwa/Km2;
(ii) Kelurahan Kolhua sebanyak 12.983 jiwa dengan tingkat kepadatan penduduk 2
jiwa/Km2.

Bagian Keempat
Paragraf 3
Rencana Permukiman
Pasal 14
(1) Lokasi permukiman berada di wilayah yang sudah berkembang dan pengembangan
permukiman lebih lanjut diarahkan di setiap Blok lingkungan dan mendekati pusat-pusat
kegiatan di tiap Blok pada masing-masing BWK Kota Kupang sehingga tercapai sistem
kota yang efisien.
(2) Rencana pengembangan perumahan di BWK I, BWK II, BWK III, BWK IV, BWK V, BWK
VI dan BK VII, yaitu
a. Arahan pengembangan perumahan di BWK I antara:
(i) Perumahan kepadatan tinggi antara 40 – 60 unit/Ha luas lahan 923,800 Ha;
(ii) Perumahan kepadatan sedang antara 20 – 40 unit/Ha luas lahan 28,177 Ha

b. Arahan pengembangan perumahan di BWK II antara:


(i) Perumahan kepadatan tinggi antara 40 – 60 unit/Ha luas lahan 334,503 Ha;
(ii) Perumahan kepadatan sedang antara 20 – 40 unit/Ha luas lahan 254,084 Ha
(iii) Perumahan kepadatan rendah antara 0 – 20 unit rumah/Ha luas lahan 142,618
Ha.

c. Arahan pengembangan perumahan di BWK III antara:


(i) Perumahan kepadatan sedang antara 20 – 40 unit/Ha luas lahan 1.079,009 Ha
(ii) Perumahan kepadatan rendah antara 0 – 20 unit rumah/Ha luas lahan 32,982 Ha.

d. Arahan pengembangan perumahan di BWK IV antara:


(i) Perumahan kepadatan sedang antara 20 – 40 unit/Ha luas lahan 1.516,503 Ha
(ii) Perumahan kepadatan rendah antara 0 – 20 unit rumah/Ha luas lahan 1.496,882
Ha.
e. Arahan pengembangan perumahan di BWK V antara:
(i) Perumahan kepadatan sedang antara 20 – 40 unit/Ha luas lahan 807,133 Ha
(ii) Perumahan kepadatan rendah antara 0 – 20 unit rumah/Ha luas lahan 142,618
Ha.
f. Arahan pengembangan perumahan di BWK VI antara:
(i) Perumahan kepadatan sedang antara 20 – 40 unit/Ha luas lahan 168,180 Ha
(ii) Perumahan kepadatan rendah antara 0 – 20 unit rumah/Ha luas lahan 619,118
Ha.
g. Arahan pengembangan perumahan di BWK VII antara:
(i) Perumahan kepadatan tinggi antara 40 – 60 unit/Ha luas lahan 11,661 Ha;
(Komplek BTN Kolhua)
(ii) Perumahan kepadatan sedang antara 20 – 40 unit/Ha luas lahan 241,602 Ha
(iii) Perumahan kepadatan rendah antara 0 – 20 unit rumah/Ha luas lahan 409,470
Ha.

(3) Pembangunan/Revitalisasi Kawasan Kumuh di BWK I Kelurahan Fatubesi, Kelurahan


Naikoten I, Kelurahan Kuanino, Kelurahan Airmata, Kelurahan Fatululi dan BWK III
Kelurahan Oesapa;
(4) Pembangunan Rusunawa di BWK I di Kelurahan Fatubesi, Bonipoi, Air Mata, Solor,
BWK III Kelurahan Oesapa dan Kelurahan Penfui;
(5) Pembangunan Rusunami di Kelurahan Kelapa Lima, Kelurahan Naikoten I, dan secara
bertahap akan dikembangkan di kelurahan lain;
(6) Pengembangan Kawasan Siap Bangun dan Lingkungan Siap Bangun di Kelurahan Belo,
Kelurahan Sikumana, Kelurahan Manulai II, Kelurahan Fatukoa, Kelurahan Kolhua,
Kelurahan Naimata, dan Kelurahan Liliba;
(7) Pembangunan rumah kebun atau agropolitan di BWK VI Kelurahan Fatukoa, Kelurahan
Naioni, dan di BWK VII Kelurahan Belo dan Kelurahan Kolhua;
(8) Setiap rumah diwajibkan mempunyai sarana pengelolaan limbah yang dihasilkan dari
rumah tangga berupa septic tank individu maupun komunal.
(9) Setiap rumah dan bangunan diwajibkan menanam pohon pelindung (ruang terbuka
privat) minimal 1 pohon pelindung;
(10) Koefisien dasar bangunan di tiap-tiap Bagian Wilayah Kota (BWK) sebagai berikut:
a. kawasan pemukiman kepadatan rendah, 1 lantai, KLB 0,3, KDB 0,3, maksimal 20
meter;
b. kawasan pemukiman kepadatan sedang, 2 lantai, KLB 1, KDB 0,4 – 0,5, maksimal
40 meter; dan
c. kawasan pemukiman kepadatan tinggi, 3 lantai, KLB 1,5, KDB 0,5 – 0,6, maksimal 60
meter.
(11) Perlu disiapkan data base perumahan permukiman;
(12) Harus dibuatkan Rencana Pembangunan Dan Pengembangan Perumahan Permukiman
Daerah (RP4D) Kota Kupang;
(13) Perlu disiapkan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan pada kawasan-kawasan yang
dianggap perkembangan sangat cepat;dan
(14) Pengaturan permukiman yang lebih rinci diatur pada Aturan Zonasi dan Rencana Tata
Bangunan dan Lingkungan (RTBL).

Paragraf 4
Rencana Perkantoran
Pasal 15
(1) Rencana perkantoran sebagaimana dimaksud terdiri atas:
a. perkantoran pemerintah; dan
b. perkantoran swasta.
(2) Rencana perkantoran pemerintah meliputi :
a. perkantoran pemerintahan Provinsi Nusa Tenggara Timur tetap dipertahankan di
lokasi eksisting Kelurahan Oebobo, Kelurahan Naikoten I, Kelurahan Airnona,
Kelurahan Oebufu, Kelurahan Oepura, Kelurahan Naikolan dan Kelurahan Fontein;
b. perkantoran pemerintahan Kota Kupang tetap dipertahankan di lokasi eksisting
kelurahan Kelapa Lima, kelurahan Pasir Panjang, Kelurahan Oebufu, Kelurahan Tuak
Daun Merah dan kelurahan Oesapa Barat;
c. perkantoran tingkat kecamatan dan kelurahan tetap pada kondisi eksisiting, dan
d. perkantoran pemerintahan Kabupaten Kupang di wilayah Kota Kupang dialihkan
kepada Pemerintah Kota Kupang maupun Provinsi Nusa Tenggara Timur setelah
perpindahan Ibukota Kabupaten Kupang telah secara penuh dilaksanakan, dengan
peruntukan diarahkan sebagai kawasan campuran.
(3) Rencana Perkantoran milik swasta meliputi:
a. perkantoran swasta yang dikembangkan di Kota Kupang adalah perkantoran
perusahaan yang bergerak di bidang ekonomi, jasa, lingkungan, sosial seperti
perbankan, Lembaga Swadaya Masyarakat lingkungan dan panti-panti sosial
lokasinya tersebar pada kawasan campuran;
b. lokasi kawasan perkantoran swasta diarahkan menyatu dengan lokasi
pengembangan kegiatan jasa, terutama pada kawasan di sisi jaringan jalan arteri dan
kolektor dan pada lokasi kawasan campuran; dan
(4) Setiap perkantoran harus di memiliki taman dan lahan parkir;
(5) Lokasi perkantoran swasta yang mendukung kegiatan perdagangan dan jasa lokal
berada di setiap Pusat dan Blok di dalam BWK Kota Kupang.

Paragraf 5
Rencana Fasilitas Perdagangan, Jasa dan Campuran
Pasal 16
(1) Lokasi fasilitas perdagangan, jasa dan campuran skala lokal dan regional berada di
setiap jaringan jalan utama (Arteri dan Kolektor) pada Pusat Bagian Wilayah Kota
(BWK) Kota Kupang.
(2) Jumlah fasilitas perdagangan yang harus tersedia sampai akhir tahun perencanaan di
Bagian Wilayah Kota (BWK) Kota Kupang sebagai berikut:
a. pusat Bagian Wilayah Kota ( BWK) Kota Kupang mempunyai fasilitas pusat
perdagangan, pasar, toko dan warung;
b. sub pusat Bagian Wilayah Kota ( sub pusat BWK) Kota Kupang mempunyai fasilitas
toko dan warung;
(3) Kegiatan perdagangan, jasa dan kegiatan campuran sebagaimana dimaksud dalam
pada Pasal 8 pada Ayat 1 secara rinci sebagai berikut:
a. BWK I
- Jl. Pahlawan sebagian diarahkan untuk kawasan campuran,
- Jl. A.Yani diarahkan sebagian untuk perdagangan dan jasa dan sebagian lagi
untuk kawasan campuran,
- Jl. Urip Sumoharjo diarah untuk kawasan campuran,
- Jl. Ikan Paus diarahkan untuk pengembangan perdagangan dan jasa,
- Jl. Siliwangi diarahkan untuk kawasan perdagangan dan jasa,
- Jl. Garuda diarahkan untuk kawasan perdagangan dan jasa,
- Jl. Sumba diarahkan untuk pengembangan kawasan campuran
- Jl. Sumatera diarahkan untuk kawasan campuran.
- Jl. Cak Doko diarahkan untuk kawasan perdagangan dan jasa serta campuran,
- Jl. Moh.Hatta diarahkan untuk kawasan campuran, perdagangan dan jasa,
- Jl. Soeharto diarahkan untuk kawasan perdagangan dan jasa,
- Jl. Soedirman diarahkan untuk kawasan perdagangan dan jasa,
- Jl. Tompelo diarahkan untuk kawasan campuran,
- Jl. WJ.Lalamentik dirahkan untuk kawasan campuran.
- Jl. Tompelo diarahkan untuk kawasan campuran,
- Jl. Herewila diarahkan untuk kawasan campuran;
- Jl. Kosasih diarahkan sebagian untuk perdagangan dan jasa dan sebagian untuk
kawasan campuran;
- Jl. Cendrawasih diarahkan untuk kawasan campuran
- Jl. Pemuda sebagian untuk kawasan campuran;
- Jl. Nangka sebagian untuk kawasan campuran;

b. BWK II
- Jl. Timor Raya diarahkan untuk kawasan perdagangan dan kawasan campuran,
- Jl. El Tari sebagian untuk perkantoran dan sebagian kawasan campuran;
- Jl. Bundaran PU diarahkan untuk kawasan perdagangan dan jasa serta kawasan
campuran;
- Jl. Pulau Indah diarahkan untuk kawasan campuran.
- Jl.W.J.Lalamentik diarahkan untuk kawasan perdagangan jasa dan kawasan
campuran;
- Jl. R.A. Kartini diarahkan sebagaian untuk kawasan campuran,
- Jl. Perintis Kemerdekaan diarahkan untuk kawasan campuran;
- Jl. Perintis Kemerdekaan I sebagian untuk kawasan campuran,
- Jl. Perintis Kemerdekaan II sebagian untuk kawasan campuran,
- Jl. Bajawa sebagian diarahkan untuk kawasan campuran,
- Jl.Tamrin sebagian untuk kawasan campuran,
- Jl. Inaboi sebagain untuk kawasan campuran.
- Jl.Veteran untuk kawasan campuran.

c. BWK III
- Jl. Timor Raya diarahkan untuk kawasan perdagangan dan jasa serta kawasan
campuran,
- Jl. Simpang Oesapa diarahkan untuk kawasan campuran
- JL. Adisucipto sebagian kawasan perdagangan dan jasa,
- JL. El Tari sebagian untuk kawasan perdagangan, jasa dan kawasan campuran.

d. BWK IV
- Jl. Yos Sudarso sebagian untuk kawasan campuran dan pergudangan.
- Jl. Pahlawan sebagian untuk kawasan campuran.
- Jl. M.Praja diarahkan sebagian kecil untuk campuran, pergudangan, permukiman,
Pariwisata suaka margasatwa, ruang terbuka hijau.

e. BWK V
- Jl. H.A. Koroh dikembangkan untuk kawasan campuran
- Jl. Amabi dikembangkan untuk kawasan campuran
- Jl. Fetor Foenay sampai ke BTN Kolhua dikembangkan untuk kawasan campuran
- Jl. HTI sebagian untuk kawasan campuran.

f. BWK VI
- JL. H.A. Koroh untuk kawasan campuran
- Jl. Kupang Baun sebagian untuk kawasan campuran.

g. BWK VII
- Jl. Fetor Foenay berupa spot-spot di sekitar Komplek BTN Kolhua untuk kawasan
campuran.

(4) Arahan perpetakan fungsi perdagangan, jasa dan campuran berdasarkan kelas jalan
antara lain:
a. arteri primer luas kavling minimal 1000 m2, lebar minimal 20 m2 dan tinggi minimal 8
m;
b. kolektor primer luas kavling minimal 300 m2, lebar minimal 10 m2 dan tinggi minimal
8 m;
c. kolektor sekunder luas kavling minimal 250 m2, lebar minimal 10 m2 dan tinggi
minimal 8 m;
d. lokal luas kavling minimal 200 m2, lebar minimal 10 m2 dan 2 m;
(5) Pengaturan kegiatan perekonomian yang lebih rinci diatur pada aturan zonasi dan
Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan; dan
(6) Pengaturan kawasan campuran akan diatur dalam aturan zonasi maupun Rencana Tata
Bangunan dan Lingkungan; dan
(7) Luas lahan untuk kegiatan perdagangan dan jasa serta campuran di setiap BWK Kota
Kupang sebagai berikut:
a. BWK I
- Luas lahan untuk perdagangan dan jasa 48,376;
- Luas lahan untuk kegiatan campuran 114,563 Ha;
b. BWK II
- Luas lahan untuk perdagangan dan jasa 68,869 Ha;
- Luas lahan untuk kegiatan campuran 113,922 Ha;
c. BWK III
- Luas lahan untuk perdagangan dan jasa 7,504 Ha;
- Luas lahan untuk kegiatan campuran 68,772 Ha;
d. BWK IV
- Luas lahan untuk perdagangan dan jasa
- Luas lahan untuk kegiatan campuran 10,415 Ha;
e. BWK V
- Luas lahan untuk perdagangan dan jasa
- Luas lahan untuk kegiatan campuran 38,706 Ha;
f. BWK VI
- Luas lahan untuk perdagangan dan jasa 35,037 Ha;
- Luas lahan untuk kegiatan campuran 4,290 Ha;

Paragraf 6
Rencana Fasilitas Pendidikan
Pasal 17
(1) Rencana fasilitas pendidikan yang dibutuhkan sampai akhir tahun perencanaan di setiap
Bagian Wilayah Kota (BWK) Kota Kupang sebagai berikut :
a. pusat Bagian Wilayah Kota (BWK) mempunyai fasilitas pendidikan TK, SD, SMP,
SMK, SMA, Pendidikan Tinggi;
b. sub Bagian Wilayah Kota harus tersedia fasilitas pendidikan SD, SLTP, SLTA;
c. sub Pusat Bagian Wilayah Kota mempunyai fasilitas pendidikan PAUD, TK, SD;
(2) Fasilitas pendidikan yang telah ada tetap dipertahankan, sedang untuk perluasannya
disesuaikan dengan tingkat skala pelayanan dan ketersediaan lahannya.
(3) Lokasi Pendidikan Tinggi diarahkan pada yang ada sekarang, yaitu di BWK I, BWK II,
dan BWK III.
(4) Luas lahan untuk pendidikan disetiap BWK Kota Kupang sebagai berikut:
a. luas lahan untuk pendidikan di BWK I seluas 29,632 Ha;
b. luas lahan untuk pendidikan di BWK II seluas 39,873 Ha;
c. luas lahan untuk pendidikan di BWK III seluas 105,339 Ha;
d. luas lahan untuk pendidikan di BWK IV seluas 4,621 Ha;
e. luas lahan untuk pendidikan di BWK V seluas 6,101 Ha;
f. luas lahan untuk pendidikan di BWK VI seluas 12,726 Ha;
g. luas lahan untuk pendidikan di BWK VII seluas 4,461 Ha.

Paragraf 7
Rencana Fasilitas Kesehatan
Pasal 18
Rencana fasilitas kesehatan yang dibutuhkan sampai akhir tahun perencanaan di setiap
Bagian Wilayah Kota (BWK) Kota Kupang sebagai berikut :
a. pusat Bagian Wilayah Kota (BWK) Kota Kupang mempunyai fasilitas kesehatan
berupa Puskesmas, Puskesmas Pembantu, Apotik, Balai Pengobatan/Dokter praktek;
b. sub Pusat Bagian Wilayah Kota (BWK) Kota Kupang mempunyai fasilitas Kesehatan
berupa Puskesmas, Puskesmas Pembantu, Apotik dan Balai Pengobatan/Dokter
praktek; dan
c. fasilitas kesehatan skala regional, yaitu RSU Johanes di BWK I, RSU Wirasakti di BWK I,
RSU Bhayangkara di BWK II, RSUD Kota Kupang di BWK II dan RS Angkatan Laut di
BWK IV.
(5) Luas lahan untuk fasilitas kesehatan disetiap BWK Kota Kupang sebagai berikut:
a. luas lahan untuk kesehatan di BWK I seluas 26,582 Ha;
b. luas lahan untuk kesehatan di BWK II seluas 1,916 Ha;
c. luas lahan untuk kesehatan di BWK III seluas .0,800 Ha;
d. luas lahan untuk kesehatan di BWK IV seluas 0,720 Ha;
e. luas lahan untuk kesehatan di BWK V seluas 0,600 Ha;
f. luas lahan untuk kesehatan di BWK VI seluas 1,280 Ha;
g. luas lahan untuk kesehatan di BWK VII seluas 1,540 Ha.

Paragraf 8
Rencana Fasilitas Peribadatan
Pasal 19
(1) Pemanfaatan ruang bagi fasilitas peribadatan di setiap Bagian Wilayah Kota (BWK) Kota
Kupang, seperti Masjid, Gereja Kristen, dan Gereja Katholik serta Pura diarahkan
memanfaatkan fasilitas yang sudah tersedia karena jumlahnya telah memadai untuk
pelayanan di setiap BWK.
(2) Pengembangan dan penambahan fasilitas peribadatan berwujud Masjid, Gereja Kristen,
dan Gereja Katholik serta Pura disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku; dan
(3) Luas lahan untuk fasilitas peribadatan disetiap BWK Kota Kupang sebagai berikut:
a. luas lahan untuk peribadatan di BWK I seluas 9,529 Ha;
b. luas lahan untuk peribadatan di BWK II seluas 4,434 Ha;
c. luas lahan untuk peribadatan di BWK III seluas 9,797 Ha;
d. luas lahan untuk peribadatan di BWK IV seluas 5,632 Ha;
e. luas lahan untuk peribadatan di BWK V seluas 2,083 Ha;
f. luas lahan untuk peribadatan di BWK VI seluas 0,681 Ha;
g. luas lahan untuk peribadatan di BWK VII seluas 0,500 Ha.

Paragraf 9
Rencana Fasilitas Rekreasi dan olah Raga
Pasal 20
Fasilitas rekreasi dan olah raga yang dibutuhkan sampai akhir tahun perencanaan di setiap
Bagian Wilayah Kota (BWK) Kota Kupang ditetapkan sebagai berikut:
a. pusat Bagian Wilayah Kota (BWK) Kota Kupang harus dilengkapi dengan fasilitas Taman
bermain dan lapangan olah raga terbuka;
b. sub Pusat Bagian Wilayah Kota (BWK) Kota Kupang harus dilengkapi dengan fasilitas
taman bermain dan lapangan olah raga terbuka
c. fasilitas olah raga yang dikelola oleh KONI lokasi di BWK I yang ada sekarang
keberadaannya dipertahankan; dan
d. fasilitas olah raga, yang harus tersedia di sub pusat Bagian Wilayah Kota (BWK) Kota
Kupang berupa fasilitas taman bermain dan lapangan olah raga terbuka.

Paragraf 10
Rencana Fasilitas Pemakaman
Pasal 21
(1) Alokasi penyediaan Pemakaman dapat disiapkan dan koordinasi dengan pemerintah
setempat.
(2) Lokasi Pemakaman yang ada sekarang yaitu TPU Damai di BWK VI mempunyai Skala
Regional di (Blok VI.001) dipertahankan dan perlu penataan, sehingga bisa dijadikan
sebagai ruang terbuka hijau berada di antara Kelurahan Kelurahan Fatukoa dan Naioni,
sedangkan Taman Makam Pahlawan Dharmaloka di BWK II Kelurahan Pasir Panjang;
(3) Tempat Pemakaman yang tersebar di setiap BWK Kota Kupang perlu adanya
penertiban dari pihak pemerintah dan ditata sehingga bisa dijadikan sebagai ruang
terbuka hijau
(4) Pengembang perumahan dengan jumlah rumah yang akan dikembangkan di atas 200
unit rumah harus menyediakan tempat makam dengan luas minimal 0,4% dari luas
lahan yang dikembangkan.
(5) Pemakaman yang ada di pekarangan perumahan perlu diatur oleh peraturan walikota;.
(6) Luas lahan untuk fasilitas pemakaman disetiap BWK Kota Kupang sebagai berikut:
a. luas lahan untuk pemakaman di BWK I seluas 11,216 Ha;
b. luas lahan untuk pemakaman di BWK II seluas 2,348 Ha;
c. luas lahan untuk pemakaman di BWK IV seluas 10,509 Ha;
d. luas lahan untuk pemakaman di BWK VI seluas 8,364 Ha;

Paragraf 11
Rencana Ruang Terbuka Hijau dan Konservasi
Pasal 22
(1) Kawasan konservasi perkotaan berupa RTH dengan prosentase luasan 30% dari luas
wilayah dan Hutan Kota dengan prosentase luasan berkisar 30% dari luas Daerah Aliran
Sungai (DAS).
(2) Kawasan konservasi perkotaan berupa RTH, Hutan Kota, sempadan sungai, sempadan
pantai, sempadan mata air, buffer, dan catchment area dialokasikan tersebar di setiap
BWK Kota Kupang;
(3) Ruang terbuka hijau di setiap BWK Kota Kupang adalah:
a, ruang terbuka publik berupa konservasi meliputi ruang – ruang terbuka hijau seperti
taman kota, kawasan hutan bakau, bumi perkemahan, hutan lindung, sempadan
sungai, sempadan pantai, sempadan mata air, sempadan embung, sempadan
bendung Kolhua, makam dan lahan yang diarahkan sebagai Catchment Area; dan
b. ruang terbuka privat berupa lahan pekarangan diarahkan mempertahankan dan
mengamankan pepohonan, penghijauan dapat berfungsi sebagai elemen peneduh,
penyaring udara, elemen estetis dan mendukung peresapan air hujan demi
keseimbangan ekologis dan kelestarian lingkungan hidup
(4) Tata hijau untuk pemakaman diarahkan jenis - jenis vegetasi yang digunakan adalah
jenis tumbuhan yang kuat, tidak memerlukan perawatan intensif serta perakarannya
tidak mempengaruhi terhadap konstruksi bangunan serta struktur tanah.
(5) Tata hijau untuk pemisah jalan dan di pinggir jalan diarahkan jenis - jenis vegetasi yang
digunakan adalah jenis tumbuhan yang kuat tidak cepat roboh, tidak memerlukan
perawatan intensif serta perakarannya tidak mempengaruhi terhadap konstruksi
bangunan serta struktur tanah.
(6) Ruang terbuka hijau publik di setiap BWK Kota Kupang berupa taman kota di alokasikan
setiap bagian wilayah kota (BWK) dan unit lingkungan;
(7) Ruang terbuka hijau privat sekitar 10 % diupayakan di alokasikan di setiap rumah diatur
dalam Intesitas Bangunan; dan
(8) Ruang terbuka hijau publik sekitar 20 % diupayakan di alokasikan tersebar dan yang
ada sekarang perlu penataan, yaitu:
a. pengembangan taman kota eksisting di Bundaran PU BWK II Jalan El Tari II dan
taman Monumen Sasando di BWK II Jalan Kartini;
b. pembangunan taman kota baru di lahan Reklamasi kawasan pusat Kota Lama di
BWK I sekitar kawasan pusat Kota Baru kelurahan Kelapa Lima (alun-alun kota),
Taman Publik Kota serta Taman Nostalgia di BWK II Jl. Eltari Kelurahan Kelapa
Lima; dan
c. Hutan Kota di BWK VI Kelurahan Naioni dan Fatukoa.

(9) Luas lahan untuk RTH di setiap BWK Kota Kupang sebagai berikut:
a. BWK I luas RTH 329,75 Ha;
b. BWK II luas RTH 152,93 Ha;
c. BWK III luas RTH 315,12 Ha;
d. BWK IV luas RTH 824,90 Ha;
e. BWK V luas RTH 209,68 Ha;
f. BWK VI luas RTH 2.240,18 Ha;
g. BWK VII luas RTH 784,50 Ha.
TOTAL RTH 4.857,06 Ha atau 29,38 persen

Paragraf 12
Kriteria Sistem Perkotaan

Pasal 23
(1) Pengembangan Permukiman di perkotaan dengan Intensitas tinggi, sedang dan rendah,
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) adalah kawasan permukiman perkotaan
yang memenuhi kriteria, berfungsi sebagai kawasan permukiman dengan sarana dan
prasarana pendukungnya yang memadai.
(2) Pengembangan permukiman di perkotaan sebagaimana pada ayat 1 diarahkan pada
setiap BWK Kota Kupang sebagai berikut:
a. BWK I memiliki arah pengembangan sebagai kawasan perdagangan, pelabuhan
pendaratan ikan (PPI), kawasan pemerintahan provinsi, kawasan pelayanan
kesehatan dan kawasan permukiman dengan intensitas kegiatan tinggi;
b. BWK II memiliki arah pengembangan sebagai kawasan pelayanan pemerintahan
kota, perdagangan, pariwisata dan permukiman dengan intensitas kegiatan tinggi;
c. BWK III memiliki arah pengembangan sebagai kawasan pengembangan pendidikan
tinggi, perdagangan dan jasa, pusat pelayanan transportasi udara dan darat,
kawasan pariwisata, reklamasi pantai, dan kawasan permukiman kepadatan sedang;
d. BWK IV memiliki arah pengembangan sebagai kawasan pengembangan industri,
pergudangan, kawasan strategis Minapolitan pelabuhan umum dan pelabuhan
perikanan, pariwisata, permukiman, dan PLTD Tenau serta tempat pembuangan
akhir sampah;
e. BWK V memiliki arah pengembangan sebagai kawasan pengembangan permukiman
kepadatan sedang, dan kawasan campuran;
f. BWK VI memiliki arah pengembangan permukiman terbatas, kawasan agropolitan,
kawasan pekuburan dan kawasan konservasi untuk kepentingan resapan air; dan
g. BWK VII memiliki arah pengembangan sebagai kawasan pengembangan
permukiman terbatas, kawasan agropolitan dan kawasan konservasi untuk
kepentingan pengamanan daerah tangkapan air rencana Bendungan Kolhua.
(3) Pusat BWK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3) huruf b adalah fungsi
kegiatan pada kawasan perkotaan di BWK yang memenuhi kriteria, berfungsi sebagai
pusat jasa kegiatan Lokal dan Regional dan simpul transportasi untuk pelayanan
regional dan lokal. Pusat BWK yang di maksud sebagai berikut:
a. BWK I meliputi sebagian Kecamatan Kelapa Lima, Kecamatan Kota Raja, sebagian
Kecamatan Kota Lama sebagian Kecamatan Oebobo, sebagian Kecamatan Alak dan
sebagian Kecamatan Maulafa dengan Pusat BWK terletak di Kelurahan Naikoten I;
b. BWK II meliputi sebagian Kecamatan Kelapa Lima dan sebagian Kecamatan Oebobo
dan sebagian Kecamatan Kota lama dengan Pusat BWK terletak di sekitar kawasan
Pasar Oebobo Kelurahan Fatulili;
c. BWK III meliputi sebagian Kecamatan Kelapa Lima, sebagian Kecamatan Maulafa
dan sebagian wilayah Kelurahan Liliba di Kecamatan Oebobo dengan Pusat BWK
terletak di Segitiga Emas Kelurahan Oesapa dan Oesapa Barat (Bundaran Undana);
d. BWK IV meliputi sebagian Kecamatan Alak dan sebagian kecil Kecamatan Maulafa
dengan Pusat BWK terletak di Kelurahan Alak;
e. BWK V meliputi sebagian Kecamatan Maulafa serta sebagian Kelurahan Liliba dan
Kelurahan Oebufu Kecamatan Oebobo dengan Pusat BWK di Kelurahan Kolhua;
f. BWK VI meliputi Kelurahan Naioni Kecamatan Alak dan Kelurahan Fatukoa
Kecamatan Maulafa dengan Pusat BWK terletak di Kelurahan Naioni; dan
g. BWK VII meliputi sebagian Kelurahan Sikumana, sebagian Kelurahan Bello, dan
sebagian Kelurahan Kolhua di Kecamatan Maulafa dan sebagian Kecamatan Alak
dengan Pusat BWK terletak di Kelurahan Bello.
(4) Sub Pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3) huruf c sebagai pendukung
kegiatan setiap BWK Kota Kupang dengan pelayanan untuk penunjang BWK sampai ke
Unit Lingkungannya. Sub Pusat BWK ini tersebar di setiap BWK Kota Kupang.
Bagian Ketiga
Rencana Pengembangan dan Kriteria Sistem Jaringan Transportasi

Paragraf 1
Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Transportasi

Pasal 24

(1) Sistem jaringan prasarana utama yang ada di setiap BWK Kota Kupang terdiri atas :
a. sistem jaringan transportasi darat;
b. sistem jaringan transportasi laut; dan
c. sistem jaringan transportasi udara.
(2) Sistem jaringan transportasi darat sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf a, terdiri
atas sistem jaringan jalan, jaringan prasarana lalu lintas dan geometrik jalan.
(3) Jaringan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dirinci setiap BWK antara lain:

a. BWK I
(i) jaringan jalan nasional dengan fungsi jalan arteri primer dengan RUMIJA, yaitu:
- Jl. Pahlawan dengan RUMIJA 20 meter
- Jl. A.Yani dengan RUMIJA 15 meter
- Jl. Urip Sumoharjo dengan RUMIJA 15 meter
- Jl. Ikan Paus dengan RUMIJA 8 meter
- Jl. Siliwangi dengan RUMIJA 8 meter
- Jl. Garuda dengan RUMIJA 12 meter
- Jl. Sumba dengan RUMIJA 10 meter
- Jl. Sumatera dengan RUMIJA 12 meter
(ii) jaringan jalan provinsi fungsi jalan arteri sekunder pengaturan RUMIJA, yaitu:
- Jl. El Tari mempunyai RUMIJA 20 meter
(iii) jaringan jalan provinsi dengan fungsi jalan kolektor primer pengaturan RUMIJA,
yaitu:
- Jl. Cak Doko dengan rumija RUMIJA 15 meter
- Jl. Moh.Hatta dengan RUMIJA 15 meter di buat dua jalur
- Jl. Soeharto dengan RUMIJA 15. meter di buat dua jalur
- Jl. Soedirman dengan RUMIJA 15 meter di buat dua jalur
- Jl. WJ.Lalamentik dengan RUMIJA 15 meter di buat dua jalur
- Jl. Alfonsus Nisnoni dengan RUMIJA 15 meter
(iv) jaringan jalan kota dengan fungsi jalan kolektor sekunder pengaturan RUMIJA,
yaitu:
- Jl. Tompelo dengan RUMIJA 15 meter dibuat dua jalur
- Jl. Herewila dengan RUMIJA 15 meter
- Jl. Kosasih dengan RUMIJA 10 meter
- Jl. Gunung Fatuleu dengan RUMIJA 10 meter
- Jl. Cendrawasih dengan RUMIJA 10 meter
- Jl. Angrek dengan RUMIJA 10 meter
- Jl. Seroja dengan RUMIJA 6 meter
- Jl. Pemuda dengan RUMIJA 10 meter
- Jl. Nangka dengan RUMIJA 10 meter
- Jl. Polisi Militer dengan RUMIJA 20 meter
- Jl. Soeprapto dengan RUMIJA 15 meter
- Jl. Proklamasi dengan RUMIJA 6 meter
- Jl. Diponegoro dengan RUMIJA 6 meter
- Jl. Air Sagu dengan RUMIJA 15 meter
- Jl. Palapa dengan RUMIJA 15 meter
- Jl. Untung Surapati dengan RUMIJA 15 meter
- Jl. Gajahmada dengan RUMIJA 6 meter
- Jl. Lontar dengan RUMIJA 8 meter
- Jl. Teratai dengan RUMIJA 10 meter
- Jl. Bougonvile dengan RUMIJA 10 meter
- Jl. Sakura dengan RUMIJA 6 meter
- Jl. Tulip dengan RUMIJA 6 meter
- Jl. Kemuning Raya dengan RUMIJA 8 meter
- Jl. Hati Suci dengan RUMIJA 8 meter
- Jl. Hati Suci I dengan RUMIJA 6 meter
- Jl. Hati Suci II dengan RUMIJA 6 meter
- Jl. Hati Suci III dengan RUMIJA 6 meter
- Jl. Hati Suci IV dengan RUMIJA 6 meter
- Jl. Hati Suci V dengan RUMIJA 6 meter
- Jl. Hati Mulia I dengan RUMIJA 8 meter
- Jl. Hati Mulia II dengan RUMIJA 6 meter
- Jl. Hati Mulia III dengan RUMIJA 6 meter
- Jl. Hati Mulia IV dengan RUMIJA 6. meter
- Jl. Hati Mulia V dengan RUMIJA 6 meter
- Jl. Hati Mulia VI dengan RUMIJA 6 meter
- Jl. Hati Mulia VII dengan RUMIJA 6 meter
(v) jaringan jalan kota dengan fungsi jalan lokal minimal RUMIJA 6 meter;
(vi) jogging track sepanjang pesisir minimal lebar 2 meter;
(vii) jaringan jalan pada kawasan reklamasi pantai minimal lebar 4 meter;

b. BWK II
(i) jaringan jalan nasional dengan fungsi jalan arteri primer pengaturan RUMIJA,
yaitu:
- Jl. Timor Raya mempunyai RUMIJA 20 meter
(ii) jaringan jalan provinsi fungsi jalan arteri sekunder pengaturan RUMIJA, yaitu:
- Jl. Frans Seda mempunyai RUMIJA 20 meter
(iii) jaringan jalan kota dengan fungsi jalan kolektor primer pengaturan RUMIJA,
yaitu:
- Jl.Bundaran PU mempunyai RUMIJA 15 meter dibuat dua jalur
- Jl. Pulau Indah mempunyai RUMIJA 15 meter
- Jl. WJ.Lalamentik mempunyai RUMIJA 15 meter dibuat dua jalur
- Jl. R.A. Kartini Raya mempunyai RUMIJA 15 meter
- Jl. R.A. Kartini I mempunyai RUMIJA 10 meter
- Jl. Perintis Kemerdekaan I mempunyai RUMIJA 10 meter
- Jl. Perintis Kemerdekaan Ib mempunyai RUMIJA 15 meter
- Jl. Perintis Kemerdekaan 2 mempunyai RUMIJA 15 meter
- Jl. Perintis Kemerdekaan 3 mempunyai RUMIJA 15 meter
- Jl. Bajawa mempunyai RUMIJA 10 meter
- Jl.Tamrin mempunyai RUMIJA 15 meter
- Jl. Samratulangi Raya mempunyai RUMIJA 15 meter
- Jl. Samratulangi I mempunyai RUMIJA 8 meter
- Jl. Samratulangi II mempunyai RUMIJA 6 meter
- Jl. Samratulangi III mempunyai RUMIJA 6 meter
- Jl. Samratulangi IV mempunyai RUMIJA 8 meter
- Jl. Samratulangi V mempunyai RUMIJA 8 meter
- Jl. Veteran mempunyai RUMIJA 15 meter
- Jl. Inaboi mempunyai RUMIJA 15 meter
- Jl. K.B Mandiri Raya mempunyai RUMIJA 15 meter
- Jl. Perwira mempunyai RUMIJA 8 meter
- Jl. Pendidikan mempunyai RUMIJA 6 meter
- Jl. S.K Lerik mempunyai RUMIJA 15. meter
- Jl. Patriot mempunyai RUMIJA 6 meter
- Jl. Bintang mempunyai RUMIJA 6 meter
- Jl. Bunga Lontar mempunyai RUMIJA 6 meter
- Jl. Pegangsaan I dan II mempunyai RUMIJA 6 meter
- Jl. Ade Irma I mempunyai RUMIJA 10 meter
- Jl. Ade Irma II mempunyai RUMIJA 8 meter
- Jl. Ade Irma III mempunyai RUMIJA 8 meter
- Jl. Srikandi mempunyai RUMIJA 6 meter
- Jl. R.W Monginsidi mempunyai RUMIJA 15 meter
- Jl. Bakti Karang mempunyai RUMIJA 10 meter
- Jl. Batu Kristal mempunyai RUMIJA 10 meter
- Jl. Ainiba mempunyai RUMIJA 10 meter
- Jl. Ranamese mempunyai RUMIJA 10 meter
- Jl. Komplek UT mempunyai RUMIJA 10 meter
- Jl. Paradiso mempunyai RUMIJA 6 meter
- Jl. Ratu Jelita mempunyai RUMIJA 6 meter
- Jl. Alat Berat PU provinsi mempunyai RUMIJA 8 meter
- Jl. Hans Kapitan mempunyai RUMIJA 10 meter
- Jl. Matani mempunyai RUMIJA 15 meter
- Jl. Manafe mempunyai RUMIJA 8 meter
- Jl. Gunung Mutis mempunyai RUMIJA 10 meter
- Jl. Merpati mempunyai RUMIJA 10 meter
- Jl. Elang mempunyai RUMIJA 6 meter
- Jl. K.A Dahlan mempunyai RUMIJA 8 meter
- Jl. H.O Cokroaminoto mempunyai RUMIJA 8 meter
- Jl. Arief Rachman dengan RUMIJA 15 meter
- Jl. W.CH Oematan dengan RUMIJA 6 meter
- Jl. Bungan Jati dengan RUMIJA meter
- Jl. Gerbang Madya dengan RUMIJA 6 meter

(iv) jaringan jalan kota dengan fungsi jalan lingkungan minimal RUMIJA 6 meter
(v) jogging track sepanjang pesisir minimal lebar 2 meter;

c. BWK III
(i) jaringan jalan nasional dengan fungsi jalan arteri primer pengaturan RUMIJA,
yaitu:
- Jl. Timor Raya mempunyai RUMIJA 20 meter
- Jl. Simpang mempunyai RUMIJA 15 meter
- Jl. Adipura – Oesapa mempunyai RUMIJA 20 meter
- Jl. Adipura – Penfui mempunyai RUMIJA 20. meter
(ii) jaringan jalan provinsi dengan fungsi jalan arteri sekunder pengaturan RUMIJA,
yaitu:
- JL. Adisucipto mempunyai RUMIJA 15 meter
- JL. Piet A. Tallo mempunyai RUMIJA 20 meter
- JL. Prof.DR.Herman Johanes mempunyai RUMIJA 20 meter
- Jalur 40 mempunyai RUMIJA 40. meter
(iii) jaringan jalan kota dengan fungsi jalan kolektor primer pengaturan RUMIJA,
yaitu:
- JL. Bumi mempunyai RUMIJA 15 meter
- JL. Bumi I mempunyai RUMIJA 6 meter
- JL.Lasitardas STIM mempunyai RUMIJA 10 meter
- Jl, Farmasi mempunyai RUMIJA 10 meter
- Jl. Matahari mempunyai RUMIJA 10 meter
- Jl. Bunda Hati Kudus mempunyai RUMIJA 10 meter
- Jl. Fatutuan mempunyai RUMIJA 10 meter
- Jl. Ukitau mempunyai RUMIJA 10 meter
- Jl. Taebenu mempunyai RUMIJA 15 meter
- Jl. Pluto mempunyai RUMIJA 6 meter
- Jl. Yupiter mempunyai RUMIJA 8 meter
- Jl. Venus mempunyai RUMIJA 6 meter
- Jl. Mars mempunyai RUMIJA 6 meter
- Jl. Neptunus mempunyai RUMIJA 6 meter
- Jl. RSS Oesapa mempunyai RUMIJA 6. meter
- Jl. Fatudela mempunyai RUMIJA 6 meter
- Jl. Beringin mempunyai RUMIJA 8 meter
- Jl. Bimoku mempunyai RUMIJA 8 meter
- Jl. Pelita mempunyai RUMIJA 8 meter
- Jl. Suratim mempunyai RUMIJA 6 meter
- Jl. Dolok Esa mempunyai RUMIJA 6 meter
- Jl. Bunga Jati mempunyai RUMIJA 6 meter
- Jl. Esa Nita mempunyai RUMIJA 6 meter
- Jl. Kusambi mempunyai RUMIJA 6 meter
- Jl. Ke Pantai Lasiana mempunyai RUMIJA 10 meter
- Jl. Pramuka mempunyai RUMIJA 10 meter
- Jl. Alfa Omega mempunyai RUMIJA 9 meter
(iv) jaringan jalan kota dengan fungsi jalan lokal mempunyai RUMIJA 6 meter
(v) jaringan jalan yang direncanakan di BWK III minimal RUMIJA 6 meter.
(vi) jogging track sepanjang pesisir minimal lebar 2 meter;

b. BWK IV
(i) jaringan jalan nasional dengan fungsi jalan arteri primer pengaturan RUMIJA,
yaitu:
- Jl. Tua Bata mempunyai RUMIJA 20 meter
- Jl. Pahlawan mempunyai RUMIJA 20 meter
- Jl. M Praja mempunyai RUMIJA 20 meter
- Jl. Yos Sodarso mempunyai RUMIJA 20 meter
- Jl’ Sangkar Mas mempunyai RUMIJA10. meter
(ii) jaringan jalan provinsi dengan fungsi jalan arteri sekunder pengaturan RUMIJA,
yaitu:
- Jalur 40 mempunyai RUMIJA 40 meter
- Jl. Raya Bolok mempunyai RUMIJA 15 meter
(iii) jaringan jalan kota dengan fungsi jalan lokal primer pengaturan RUMIJA, yaitu;
- Jl’ Penkase- Oeleta mempunyai RUMIJA 15 meter
- Jl’ A. Baitanu mempunyai RUMIJA 10 meter
- Jl’ M.B Mail mempunyai RUMIJA 10 meter
- Jl’ Oepura – Belo mempunyai RUMIJA 15 meter
- Jl’ Oeekam mempunyai RUMIJA 10 meter
- Jl’ Air Lobang mempunyai RUMIJA 8 meter
- Jl’.Oekalibi mempunyai RUMIJA 6 meter
- Jl.’Oenak Naofai mempunyai RUMIJA 6 meter
- Jl.’Bonik I, II mempunyai RUMIJA 6 meter
- Jl. Air Lobang II mempunyai RUMIJA 6 meter
- Jl. Waikelo mempunyai RUMIJA 6 meter
- Jl. M.B Milo mempunyai RUMIJA 10 meter
- Jl. B.Lasbaun mempunyai RUMIJA 6 meter
- Jl. Ikan Kombong mempunyai RUMIJA 6 meter
- Jl. Poco-Poco mempunyai RUMIJA 6 meter
- Jl. Tanjung Karang mempunyai RUMIJA 6 meter
- Jl. Trikora mempunyai RUMIJA 10 meter
- Jl. Melodi mempunyai RUMIJA 6 meter
- Jl. Harmonika mempunyai RUMIJA 6 meter
- Jl. Tifa mempunyai RUMIJA 8. meter
- Jl. Nusa Indah mempunyai RUMIJA 6. meter

(iv) jaringan jalan kota dengan fungsi jalan lokal mempunyai RUMIJA 6 meter
(v) jaringan jalan yang direncanakan di BWK IV minimal RUMIJA 8. meter.
(vi) jogging track sepanjang pesisir minimal lebar 2 meter;

c. BWK V
(i) jaringan jalan provinsi dengan fungsi jalan arteri sekunder pengaturan RUMIJA,
yaitu:
- Jl. Jalur 40 mempunyai RUMIJA 40 meter ,
(ii) jaringan jalan kota dengan fungsi jalan kolektor primer pengaturan RUMIJA,
yaitu:
- Jl. H.A Koroh mempunyai RUMIJA 15 meter
- Jl. Amabi mempunyai RUMIJA 15 meter
(iii) jaringan jalan kota dengan fungsi jalan kolektor sekunder pengaturan RUMIJA
yaitu:
- Jl. Fetor Foenay mempunyai RUMIJA 15 meter
- Jl. HTI mempunyai RUMIJA 10 meter
(iv) jaringan jalan kota dengan fungsi jalan lokal primer pengaturan RUMIJA, yaitu:
- Jl. RCTI mempunyai RUMIJA 15 meter
- Jl. Sukun Raya mempunyai RUMIJA 15 meter
- Jl. Oelon I dan II mempunyai RUMIJA 6 meter
- Jl. Oelon III mempunyai RUMIJA 8 meter
- Jl. Kedongdong mempunyai RUMIJA 15. meter
- Jl. Jeruk mempunyai RUMIJA 6 meter
- Jl. Salak mempunyai RUMIJA 6 meter
- Jl. Sesawi mempunyai RUMIJA 6 meter
- Jl. Manggis mempunyai RUMIJA 6 meter
- Jl. Belimbing mempunyai RUMIJA 6 meter
- Jl. Sukun I mempunyai RUMIJA 6 meter
- Jl. Bunga Rampai mempunyai RUMIJA 8 meter
- Jl. Evergreen mempunyai RUMIJA 8 meter
- Jl. Kelurahan Naimata mempunyai RUMIJA 10 meter
- Jl. Frans Daromes mempunyai RUMIJA 10 meter
- Jl. Silawan mempunyai RUMIJA 6 meter
- Jl. Kramat Jati mempunyai RUMIJA 6 meter
(v) jaringan jalan kota dengan fungsi jalan lokal mempunyai RUMIJA 6 meter
(vi) jaringan jalan yang direncanakan di BWK V minimal RUMIJA 6 meter.

f. BWK VI
(i) jaringan jalan provinsi dengan fungsi jalan arteri sekunder pengaturan RUMIJA,
yaitu:
- Jalur 40 dengan RUMIJA 40 meter
(ii) jaringan jalan kota dengan fungsi jalan kolektor primer pengaturan RUMIJA,
yaitu:
- JL. H.A Koroh dengan mempunyai RUMIJA 15 meter
(iii) jaringan jalan kota dengan fungsi jalan kolektor sekunder pengaturan RUMIJA,
yaitu:
- Jl. Kupang - Baun dengan RUMIJA 15 meter
- Jl. SMA 6 dengan RUMIJA 16 meter
- Jl. Sikip dengan RUMIJA 15 meter
- Jl. Fatukoa dengan RUMIJA 15 meter
- Jl. Sikip I dengan RUMIJA 15 meter
(iv) jaringan jalan kota dengan fungsi jalan lokal mempunyai RUMIJA 6 meter
(v) jaringan jalan yang direncanakan di BWK VI minimal RUMIJA 8. meter.

g. BWK VII
(i) jaringan jalan provinsi dengan fungsi jalan arteri sekunder pengaturan RUMIJA,
yaitu:
- Jalur 40 dengan RUMIJA 40 meter
(ii) jaringan jalan kota dengan fungsi jalan kolektor sekunder pengaturan RUMIJA
yaitu:
- Jl. Fetor Foenay dengan RUMIJA 15 meter
(iii) jaringan jalan kota dengan fungsi jalan lokal mempunyai RUMIJA 6 meter
(iv) jaringan jalan yang direncanakan di BWK VII minimal RUMIJA 8 meter.
(4) Perlu dilakukan studi kelayakan tentang rencana pembangunan jalan layang;
(5) Harus dilakukan studi kelayakan rencana pengembangan jaringan jalan baru;
(6) Jaringan jalan dijabarkan lebih lanjut di dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
(7) Jaringan prasarana lalu lintas sebagaimana dimaksud pada pasal 24 ayat (2) terdiri
atas:
a. pengembangan terminal penumpang tipe C;
b. pengembangan terminal penumpang tipe A; dan
c. pengembangan sistem perparkiran.
(8) Rencana pengembangan terminal penumpang tipe C sebagaimana dimaksud pada ayat
(5) huruf a, terdiri atas :
a. pengembangan terminal type C yang ada sekarang yaitu :
1. terminal Kota Lama di BWK I Kelurahan Lahi Lai Besi Kopan;
2. terminal Oebobo di BWK II Kelurahan Fatululi;
3. terminal Tabun di BWK IV Kelurahan Manulai II;
4. terminal Bello di BWK VII Kelurahan Bello; dan
5. terminal Alak di BWK IV Kelurahan Alak.
b. Pembangunan terminal baru Type C yaitu :
1. terminal Penfui di BWK III Kelurahan Penfui;
2. terminal Nainoni di BWK VI Kelurahan Naioni;
3. terminal Kolhua di BWK VII Kelurahan Kolhua; dan
4. terminal Fatukoa di BWK VI Kelurahan Fatukoa tepatnya di simpangan jalan
menuju sekolah unggulan.
c. Terminal Type B di BWK II, yaitu terminal Oebobo sebagaimana dimaksud pada
huruf a juga berfungsi sebagai terminal travel dan angkutan pariwisata untuk
pelayanan di seluruh daratan Pulau Timor.
(9) Rencana pengembangan terminal penumpang tipe A sebagaimana dimaksud pada ayat
(5) huruf b terdiri atas pembangunan terminal baru di BWK III Kelurahan Lasiana dekat
jalur 40.
(10) Rencana pengembangan sistem perparkiran sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
huruf c terdiri atas parkir sisi jalan dan parkir dalam areal khusus parkir;
(11) Rencana sistem trayek angkutan yang melayani setiap ruas jalan baik arteri, kolektor,
maupun lokal serta melayani ke pusat-pusat kegiata diatur dalam tatanan transportasi
lokal; dan
(12) Luas lahan untuk pengembangan terminal sebagai berikut:
a. BWK I luas terminal 0,550 Ha;
b. BWK II luas terminal 0,739 Ha;
c. BWK III luas terminal 0,524 Ha;
d. BWK IV luas terminal 1,217 Ha;
e. BWK VI luas terminal 0,592 Ha;
f. BWK VII luas terminal 0,663 Ha.
(13) Rencana sistem jaringan transportasi darat di setiap BWK Kota Kupang dijelaskan lebih
rinci dalam peta rencana struktur ruang sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Paragraf 2
Geometri Jalan
Pasal 25
Geometrik jalan sebagaimana dimaksud dalam pasal 24 pada ayat (2) terdiri atas:
a. Jalan Arteri Primer pengaturan RUMIJA 20 meter dan Garis Sempadan Bangunan
(GSB) 20 meter;
b. Jalan Kolektor Sekunder pengaturan RUMIJA 15 meter; dan Garis Sempadan Bangunan
(GSB) 15 meter;
c. Jalan Lokal Primer pengaturan RUMIJA 10 meter dan Garis Sempadan Bangunan (GSB)
10 meter;
d. Jalan Lokal Sekunder pengaturan RUMIJA 8 meter dan Garis Sempadan Bangunan
(GSB) 8 meter;
e. Jaringan jalan yang masuk ke jalan arteri perlu dibatasi, hal ini sesuai dengan fungsi dan
persyaratan jalan arteri;
f. Semua jaringan jalan dan setiap perempatan perlu dibenahi geometrinya dan dibuatkan
trotoar, halte serta saluran drainase dan tanaman; dan
g. Sempadan jalan dan pemasangan reklame perlu pengaturan.

Paragraf 3
Kriteria Sistem Jaringan Transportasi
Pasal 26

(1) Jaringan jalan Arteri Primer adalah jalan utama penghubung antar ibukota provinsi dan
Kota untuk mengakomodir keseluruhan jaringan trayek angkutan orang dan barang
dalam sistem transportasi darat, sebagai akses intra moda.
(2) Jaringan jalan Kolektor Primer adalah jalan utama penghubung antar Ibukota kecamatan
dan Kota untuk mengakomodir keseluruhan jaringan trayek angkutan orang dan
angkutan barang dalam sistem transportasi darat.
(3) Jaringan jalan Kolektor Sekunder adalah jalan utama penghubung antar Ibukota
kecamatan dalam wilayah Kota untuk mengakomodir keseluruhan jaringan trayek
angkutan orang dan barang dalam sistem transportasi darat.
(4) Jaringan jalan Lokal adalah jalan penunjang penghubung antar lingkungan dalam Kota
untuk mengakomodir keseluruhan jaringan trayek angkutan orang dan barang dalam
sistem transportasi darat.

Paragraf 4
Sistem Jaringan Transportasi Laut
Pasal 27
(1) Sistem jaringan transportasi laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) huruf
b meliputi :
a. tatanan kepelabuhanan; dan
b. alur pelayaran.
(2) Tatanan kepelabuhanan di Kota Kupang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
terdiri atas :
a. pelabuhan utama, terdiri atas Pelabuhan Tenau di Kelurahan Alak sebagai pelabuhan
internasional yang juga merupakan Kawasan Strategis Provinsi Nusa Tenggara
Timur.
b. pelabuhan/terminal khusus, terdiri atas :
1. pelabuhan/terminal khusus perikanan Alak di Kelurahan Alak;
2. pelabuhan/terminal khusus perikanan Tempat Pendaratan Ikan Oeba di Kelurahan
Fatubesi;
3. pelabuhan/terminal khusus perikanan rakyat Oesapa di Kelurahan Oesapa;
4. pelabuhan/terminal khusus kapal pesiar di Kelurahan Lai Lahi Besi Kopan yang
merupakan Kawasan Strategis Provinsi Nusa Tenggara Timur; dan
5. pelabuhan/ terminal khusus terpadu Minapolitan di Kelurahan Namosain untuk
mendukung wisata bahari yang merupakan Kawasan Strategis Provinsi Nusa
Tenggara Timur.
(3) Alur pelayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri atas :
a. alur pelayaran Internasional, yang menjangkau Asia Pasifik;
b. alur pelayaran Nasional, yang menjangkau Pulau Kalimantan, Pulau Ambon, Pulau
Sulawesi, Pulau Papua, Pulau Lombok, Pulau Bali, dan Pulau Jawa; dan
c. alur pelayaran lokal, yang menjangkau Pulau Timor, Pulau Rote, Pulau Sumba, Pulau
Alor, Pulau Flores, Pulau Semau, dan Pulau Kiser.
(4) Alur pelayaran rencana sistem jaringan transportasi laut wilayah Kota Kupang dijelaskan
lebih rinci dalam peta rencana struktur ruang sebagaimana tercantum dalam Lampiran
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
(5) Rencana pengembangan fasilitas pendukung Pelabuhan Tenau meliputi :
a. pengembangan prasarana pergudangan dan lapangan penumpukan;
b. pengembangan fasilitas perkantoran;
c. pengembangan dan peningkatan sarana dan prasarana terminal penumpang;
d. pemasangan rambu-rambu pelayaran; dan
e. pengembangan utilitas pendukung kegiatan kepelabuhanan.

Paragraf 5
Sistem Jaringan Transportasi Udara
Pasal 28

(1) Sistem jaringan transportasi udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1)
hurur c terdiri atas ruang udara di sekitar bandar udara dan bandar udara;
(2) Ruang udara di sekitar bandar udara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi
ruang udara yang digunakan untuk kegiatan operasi penerbangan dalam rangka
menjamin keselamatan penerbangan;
(3) Bandar udara meliputi Bandar Udara Eltari berlokasi di Kelurahan Penfui yang berfungsi
sebagai bandara pengumpul skala sekunder serta sebagai pangkalan Pertahanan dan
Keamanan TNI Angkatan Laut dan TNI Angkatan Udara;
(4) Rencana pengembangan bandar udara meliputi peningkatan sarana dan prasarana
penunjang bandar udara;
(5) Kawasan Keselamatan Operasional Penerbangan Bandara El Tari ditetapkan sejauh 15
Km dari landasan, ini sesuai dengan pesyaratan penerbangan; dan
(6) Jalur penerbangan rencana sistem jaringan transportasi udara dijelaskan lebih rinci
dalam peta rencana pola ruang ruang sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Bagian Keempat
Rencana Pengembangan dan Kriteria Sistem Jaringan Energi
Paragraf 1
Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Kelistrikan
Pasal 29
(1) Rencana pengembangan sistem jaringan kelistrikan dimaksud dalam Pasal 29 terdiri
atas :
a. jaringan transmisi tenaga listrik; dan
b. gardu dan sistem distribusi.
(2) Jaringan transmisi tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, yaitu
pengembangan jaringan transmisi tenaga listrik Saluran Udara Tegangan Tinggi 150 KV
melintasi wilayah Kota Kupang
(3) Gardu dan sistem distribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi:
a. pengembangan Gardu Induk dan Gardu Distribusi sesuai kebutuhan dan permintaan;

b. penambahan jaringan distribusi tegangan menengah 20-66 KV untuk menyalurkan


daya listrik dari Gardu Induk ke Gardu Transmisi;
c. penambahan jaringan distribusi tegangan rendah baru melalui kabel tanah untuk
kawasan pusat pemerintahan, serta melalui kabel udara untuk kawasan permukiman
penduduk;
d. pengembangan Wind Turbin berkapasitas 300 Watt - 20 KW di Kelurahan Bello dan
Kelurahan Manulai II;
e. Pengembangan dan penyediaan tenaga listrik yang ada sekarang, serta interkoneksi
dengan rencana jaringan pembangkit Listrik Tenaga Uap yang disingkat PLTU Bolok;
f. Pengembangan lokasi PLTD dimasa mendatang perlu dilakukan survai, karena lokasi
yang ada sekarang yakni di Kelurahan Kuanino BWK I tidak sesuai lagi
perkembangan kota.
(4) Pengembangan energi kelistrikan disetiap BWK Kota Kupang bertujuan untuk:
a. mengembangkan jaringan distribusi ke setiap kelurahan yang belum terlayani
sehingga dapat mendorong kegiatan ekonomi produktif, peningkatan ekonomi
perkotaan;
b. mendorong pemerataan pembangunan distribusi kelistrikan di perkotaan;
c. meningkatkan kualitas pelayanan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat;
(5) Pengaturan listrik adalah sebagai berikut :
a. rumah kapling besar minimal 1.300 watt;
b. rumah kapling sedang minimal 900 watt;
c. rumah kapling kecil minimal 450 watt;
d. kebutuhan penerangan jalan sebesar 5 % dari kebutuhan permukiman;
d. kebutuhan untuk fasilitas sosial sebesar 5 % dari kebutuhan penduduk;
(6) Rencana pengembangan jaringan listrik disesuaikan dengan jaringan jalan.

Paragraf 2
Kriteria Sistem Jaringan Listrik
Pasal 30
(1) Penyediaan tenaga listrik daerah diarahkan untuk memenuhi kriteria meliputi:
a. pembangkit tenaga listrik yang sesuai dengan potensi dan daya dukung daerah untuk
mewujudkan struktur ruang BWK Kota Kupang dan pemerataan distribusi energi
listrik;
b. mempertimbangkan penggunaan teknologi tepat guna untuk mengembangkan
sumber energi alternatif yang sesuai dengan keadaan fisik daerah;
(2) Kriteria pengelolaan jaringan transmisi meliputi :
a. menetapkan dan mengembangkan jaringan transmisi dalam mendukung perwujudan
struktur ruang wilayah kota untuk menyediakan tenaga listrik mendukung
pembangunan perkotaan;
b. mengembangkan jaringan distribusi untuk menjangkau lokasi yang belum terpasang
listrik;

Bagian Kelima

Rencana Pengembangan dan Kriteria Sistem Jaringan Telekomunikasi


Paragraf 1
Rencana Pengembangan Jaringan Telekomunikasi

Pasal 31

(1) Rencana pengembangan sistem jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 31 terdiri atas:
a. sistem kabel; dan
b. sistem seluler.
(2) Pengembangan jaringan sistem prasarana telekomunikasi dengan sistem kabel
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, meliputi :
a. perluasan jaringan pelayanan telepon kabel ke seluruh bagian wilayah kota; dan
b. menyediakan rumah kabel sesuai kebutuhan pengembangan jaringan baru.
(3) Pengembangan jaringan sistem prasarana telekomunikasi dengan sistem seluler
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b, meliputi :
a. mengembangkan Base Transceiver Station sesuai kebutuhan dan jangkauan
pelayanan;
b. penggunaan Base Transceiver Station secara bersama antar operator untuk sistem
telekomunikasi selular di wilayah Kota Kupang;
c. peningkatan sistem Geography Position Remote System, internet dan pelayanan
hotspot pada kawasan fungsional kota; dan
(4) Pengembangan dan pembangunan BTS harus dilakukan survai secara detail dengan
memperhatikan aspek keselamatan dan lingkungan.

Paragraf 2
Kriteria Sistem Jaringan Telekomunikasi
Pasal 32
(1) Pengembangan jaringan telekomunikasi di setiap BWK Kota Kupang ditetapkan sesuai
dengan kebutuhan perkembangan sosial ekonomi masyarakat berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Pengelolaan sistem jaringan telekomunikasi untuk penyediaan sarana komunikasi dan
informasi yang cepat di seluruh wilayah BWK Kota Kupang sesuai dengan struktur ruang
kota.
(3) Pengelolaan sistem jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diselenggarakan untuk:
a. meningkatkan penyediaan akses masyarakat terhadap sarana dan prasarana
komunikasi dan informasi yang menjangkau seluruh wilayah dan akses ke wilayah
nasional; dan
b. meningkatkan penyediaan akses komunikasi dan informasi di dalam kawasan
perkotaan;.
(4) Pengelolaan sistem jaringan telekomunikasi meliputi pengelolaan stasiun transmisi dan
pengelolaan jaringan distribusi telekomunikasi.

Bagian Keenam

Rencana Pengembangan dan Kriteria Sistem Jaringan Sumber Daya Air


Paragraf 1
Rencana Pengembangan Jaringan Sumber Daya Air

Pasal 33

(1) Sistem jaringan sumber daya air terdiri atas :


a. sistem jaringan sungai di setiap BWK Kota Kupang;
b. sistem jaringan irigasi sederhana;
c. sistem jaringan air baku untuk air bersih;dan
d. pengendalian banjir/genangan di setiap BWK Kota Kupang.
(2) Sistem jaringan sungai di wilayah kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
terdiri atas Sungai Liliba, Sungai Kali Kaca dan Sungai Merdeka yang merupakan
bagian dari pengembangan Wilayah Sungai Noelmina sebagai Wilayah Sungai Lintas
Negara;
(3) Pengelolaan sungai harus dikoordinasikan dengan unit pelaksana teknis Pemerintah
Pusat yang mengelola Wilayah Sungai Noelmina yaitu Balai Wilayah Sungai Nusa
Tenggara II;
(4) Rencana pengembangan sistem jaringan sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
meliputi:
a. pemanfaatan aliran Sungai Liliba dan Sungai Kali Kaca untuk melayani kebutuhan
masyarakat baik untuk kebutuhan maupun pertanian, pengendali banjir, dan kegiatan
pariwisata;
b. pemanfaatan Sungai Merdeka untuk pengendalian banjir;
c. pembangunan Bendungan Kolhua di BWK VII Kelurahan Kolhua untuk memenuhi
kebutuhan air minum di Setiap BWK Kota Kupang;
d. pembangunan Bendungan Naikolan di BWK I Kelurahan Naikolan untuk memenuhi
kebutuhan air minum;
e. peningkatan kapasitas bendung Sungai Kali Kaca di BWK I Kelurahan Fontein; dan
f. pembangunan dan peningkatan kapasitas embung, yaitu :
1. Embung Bimoku di BWK III Kelurahan Lasiana;
2. Embung Alak di BWK IV Kelurahan Alak;
3. Embung Fatukoa di BWK VI Kelurahan Fatukoa; dan
4. Embung Naioni di BWK VI Kelurahan Naioni.
(5) Rencana pengembangan irigasi sederhana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hurp b
berupa perbaikan dan peningkatan kapasitas untuk meningkatkan pertanian di BWK I
dan di BWK V;
(6) Sistem jaringan air baku untuk air bersih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
terdiri atas :
a. penyediaan air permukaan dan air tanah dengan prinsip keterpaduan; dan
b. penyediaan air tanah berupa sumur bor tersebar di setiap BWK Kota Kupang perlu
adanya penelitian.
(7) Pengendalian banjir/genangan di setiap BWK Kota Kupang sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf d terdiri atas :
a. pembangunan dan perbaikan saluran drainase di setiap sisi jalan pada masing-
masing BWK;
b. memberikan ruang yang cukup bagi resapan air hujan untuk kebutuhan air tanah
pada kawasan resapan air;
c. pembuatan tanggul pada sungai tidak bertanggul di kawasan permukiman; dan
d. pembangunan sumur-sumur resapan air hujan di kawasan permukiman secara
komunal maupun di bangunan publik.

Paragraf 2
Kriteria Sistem Jaringan Sumber Daya Air
Pasal 34
(1) DAS dan sub-DAS ditetapkan dengan kriteria, yang merupakan daerah tangkapan air
dan resapan secara teknis mampu menyediakan air baku,
(2) Sumber daya air meliputi kawasan resapan air, mata air, daerah pengaliran sungai dan
sumber air tanah untuk memenuhi keperluan air baku masyarakat, pertanian, industri dan
keperluan lain.
(3) Pola perlindungan dan pelestarian sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dilakukan melalui:
a. pemeliharaan kelangsungan fungsi resapan air dan daerah tangkapan air;
b. pengendalian pemanfaatan sumber air;
c. pengisian air pada sumber air dengan sumur resapan dan jebakan air;
d. pengaturan prasarana dan sarana sanitasi;
e. perlindungan sumber air dalam hubungannya dengan kegiatan pembangunan dan
pemanfaatan lahan pada sumber air;
f. pengendalian pengolahan tanah di daerah hulu;
g. pengaturan daerah sempadan sumber mata air, dan sempadan sungai;
h. rehabilitasi hutan dan lahan; dan
i. pelestarian hutan lindung, kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam.
(4) Perlindungan dan pelestarian sumberdaya air sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dilaksanakan secara vegetatif dan/atau sipil teknis melalui pendekatan ekonomi dan
sosial budaya masyarakat.

Paragraf Ketiga

Rencana Pengembangan Infrastruktur Perkotaan

Pasal 35

Sistem jaringan infrastruktur perkotaan terdiri atas :


a. sistem penyediaan air minum kota;
b. sistem pengelolaan air limbah kota;
c. sistem persampahan kota;
d. sistem drainase kota;
e. penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana jaringan jalan pejalan kaki; dan
f. jaringan evakuasi bencana.

Pasal 36

Rencana pengembangan sistem penyediaan air minum sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 35 huruf a meliputi :
a. Pembangunan Bendungan Kolhua di BWK VII sebagai sumber air bersih untuk wilayah
Kota Kupang dan sekitarnya;
b. Peningkatan jaringan penyediaan air minum melalui mata air Oepura di Kelurahan
Oepura, mata air Amnesi di Kelurahan Bakunase, dan mata air Air Sagu di Kelurahan
Batuplat;
c. Penambahan lokasi sumur bor di setiap BWK Kota Kupang;
d. Peningkatan kapasitas air baku Instalasi Pengolahan Air Minum di Kelurahan Oepura,
Kelurahan Kelapa Lima, Kelurahan Kolhua, Kelurahan Bakunase, dan Kelurahan Batuplat
menjadi 150 L/detik;
e. Pembangunan Instalasi Pengolahan Air Minum di BWK VII Kelurahan Kolhua ;
f. Pengembangan jaringan perpipaan di wilayah Kecamatan Oebobo, Kecamatan Kelapa
Lima, Kecamatan Alak dan Kecamatan Maulafa;
g. Pengembangan jaringan bukan perpipaan meliputi sumur dangkal, sumur pompa tangan,
bak penampungan air hujan, terminal air, mobil tangki air, instalasi air kemasan atau
pembangunan perlindungan mata air diatur lebih lanjut oleh PDAM/ Badan Layanan
Umum Kota Kupang yang disebarkan ke setiap BWK Kota Kupang;dan
h. Pengembangan sistem penyediaan air minum harus dilakukan studi kelayakan.

Pasal 37

Rencana pengembangan sistem pengelolaan air limbah sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 35 huruf b meliputi :
a. pembangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah Komunal di pemukiman padat penduduk
pada Kelurahan Kuanino BWK I, Kelurahan Naikoten I BWK I , Kelurahan Namosain BWK
IV, Kelurahan Lasiana BWK III dilaksanakan secara bertahap pada lokasi yang
membutuhkan;
b. pembangunan Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja di Kelurahan Alak BWK IV;
c. penyediaan instalasi pengolahan air limbah pada kawasan industri di BWK IV;
d. peningkatan program Sanitasi dan lingkungan di setiap BWK;
e. lokasi instalasi pengolahan air limbah harus memperhatikan aspek teknis, lingkungan,
sosial budaya masyarakat setempat, serta dilengkapi dengan zona penyangga, buffer;
f. pembangunan sumur resapan air diharapkan pada kawasan perumahan dan fasilitas
umum di setiap BWK dengan memperhatikan aspek teknis dan lingkungan; dan
g. harus dibuatkan master plan pengelolaan air limbah.

Pasal 38

Rencana pengembangan sistem persampahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35


huruf c meliputi :
a. perbaikan Tempat Pembuangan Sementara dan peningkatan sarana dan prasarana
penunjang persampahan di setiap BWK Kota Kupang;
b. meningkatkan peran masyarakat dalam pengelolaan sampah melalui sosialisasi 3M
(mengurangi, menggunakan dan mendaur kembali);
c. pengaturan rute dan peningkatan armada pengangkutan sampah;
d. peningkatan kualitas Tempat Pembuangan Sementara menjadi Tempat Pengelolaan
Sampah Terpadu di Kota Kupang;
e. pembuatan master plan manajemen persampahan;
f. penyediaan tempat penampungan sampah (TPS) sementara di setiap unit lingkungan;
g. menambah armada pengangkutan sampah dan sumberdaya manusia (SDM);
h. peningkatan Pengelolaan Tempat Pembuangan Akhir dengan menggunakan metode
Tempat Pembuangan Akhir yang ramah lingkungan yang dialokasikan di BWK IV; dan
i. Rencana pengembangan sistem penanganan persampahan yang digunakan, adalah :
1. dikelola oleh Pemerintah Kota Kupang
2. Pemerintah Kota Kupang dapat melakukan kerjasama dengan pihak swasta dalam
hal pengelolaan dan penanggulangan masalah sampah
3. pengolahan sampah dilaksanakan dengan teknologi 'ramah lingkungan sesuai
dengan persyaratan teknis.

Pasal 39
Rencana pengembangan dan pembangunan sistem drainase sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 35 huruf d meliputi :
a. Saluran drainase di setiap BWK Kota Kupang fungsinya menampung limpasan air hujan
dan air limbah rumah tangga setelah melalui proses pengolahan awal.
b. Sistem pembuangan drainase kota meliputi:
1. sistem pembuangan air hujan disesuaikan dengan sistem drainase tanah yang ada
dan tingkat peresapan air kedalam penampang/profil tanah, serta arah aliran
memanfaatkan topografi wilayah;
2. sistem pembuangan air hujan meliputi jaringan primer, jaringan sekunder dan
jaringan tersier; dan
3. pemeliharaan kelestarian sungai-sungai sebagai sistem drainase primer.
c. Rencana jaringan drainase kota, terdiri atas :
1. drainase primer yaitu Sungai Liliba yang bermuara di Pantai Oesapa, Sungai Kali
Kaca yang bermuara di Pantai Lai Lai Besi Kopan, dan Sungai Merdeka yang
bermuara di Pantai Fatubesi;
2. drainase sekunder meliputi saluran parit yang tersebar di seluruh wilayah Kota
Kupang yang mengarah pada saluran drainase primer;
3. drainase tersier meliputi saluran drainase yang berasal dari ruas jalan lokal maupun
lingkungan di seluruh Kota Kupang; dan
4. setiap jaringan jalan di tiap BWK perlu dibuatkan saluran drainase.
d. Rencana pengembangan sistem drainase di seluruh wilyah Kota Kupang, diprioritaskan
pada kawasan pengembangan perumahan, kawasan pengembangan pariwisata,
kawasan pengembangan pusat pelayanan, jalan kolektor primer dan kolektor sekunder
yang terdapat pada pusat-pusat kegiatan;
e. Kawasan rawan banjir/genangan berada pada ruas-ruas jalan di Kelurahan Naikoten I,
Kelurahan Naikoten II, Kelurahan Oetete, Kelurahan Kuanino, Kelurahan Oepura,
Kelurahan Oebobo, Kelurahan Air Mata, Kelurahan Oeba, Kelurahan Oebufu, Kelurahan
Fatululi, Kelurahan Kelapa Lima, Kelurahan Oesapa, Kelurahan Fatufeto, Kelurahan
Naikolan, Kelurahan Penfui, Kelurahan Lasiana, Kelurahan Oesapa Selatan dan
Kelurahan Oesapa Barat;
f. Pembangunan daerah resapan di jalur-jalur jalan kolektor dan lokal di seluruh wilayah
Kota Kupang untuk mengatasi permasalahan genangan air;
g. Normalisasi secara berkala pada saluran drainase primer, sekunder dan tersier yang
tersebar di seluruh BWK Kota Kupang;
h. Pembangunan dan pengembangan drainase di setiap BWK dikembangkan pada setiap
ruas jalan yang ada maupun rencana jaringan jalan baru; dan.
i. Perlu dibuatkan master plan drainase di setiap Bagian Wilayah Kota (BWK) Kota
Kupang.
Pasal 40

Rencana pengembangan jaringan jalan pejalan kaki sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35
huruf e meliputi :
a. pengembangan jalur pejalan kaki selebar 2 (dua) sampai 3 (tiga) meter di ruas-ruas Jalan
El Tari I sampai El Tari III;
b. pembangunan pergola di ruas Jl. Herewila, Jl. El Tari, Jl. Perintis Kemerdekaan, Jl.
Sudirman, Jl. Suharto, Jl. Urip Sumoharjo, Jl.A.Yani, Jl. WJ.Lalamentik, dan beberapa
ruas jalan lainnya di setiap BWK Kota Kupang;
c. pengembangan jalur pejalan kaki untuk ruas jalan kolektor, lokal, dan lingkungan selebar
1(satu) sampai 1,5 (satu setengah) meter pada setiap BWK Kota Kupang;
d. pengembangan jalur pejalan kaki terpadu yang terdiri atas Ruang Terbuka Hijau, tempat
pemasangan reklame, shelter, halte, dan jaringan bawah tanah (gas, listrik, telepon, air
bersih dan air limbah terlampir dalam rencana struktur ruang se tiap BWK Kota Kupang;
e. pembangunan jalur pejalan kaki yang di kembangkan di setiap BWK Kota Kupang
sebagaimana tersebut pada huruf a dan huruf c dapat digunakan oleh para penyandang
cacat; dan
f. perlu dilakukan studi rencana jaringan jalan pejalan kaki.

Pasal 41

(1) Rencana jaringan evakuasi bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf f
terdiri atas ruang evakuasi bencana dan jalur evakuasi bencana.
(2) Ruang evakuasi bencana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yaitu :
a. taman Nostalgia BWK II;
b. ruang Publik Kota di Kelurahan Kelapa Lima BWK II;
c. stadion Oepoi BWK II;
d. perumahan dan Rumah Sakit Angkatan Laut di BWK IV Kelurahan Alak;
e. lapangan Universitas Cendana BWK III; dan
f. pusat Kegiatan Olahraga di kawasan sekolah unggulan BWK VI Kelurahan Fatukoa.
(3) Jalur evakuasi bencana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yaitu pada seluruh jalur
jalan arteri dan kolektor di setiap BWK Kota Kupang, termasuk jalan utama menuju
ruang evakuasi bencana yang meliputi Jalan Veteran, Jalan W.J. Lalamentik, Jalan Yos
Sudarso, Jl. Adi Sucipto dan El Tari II, serta jalan jalur 40.
(4) Jalur evakuasi khusus bencana tsunami, gelombang pasang dan abrasi terdapat di
sepanjang pesisir pantai yaitu pada jalan R.W Monginsidi, Jl. Nangka, Jl. Tompello, Jl.
M. Praja, Jl. Pulau Indah, Jl. Adi Sucipto.

BAB IV
POLA RUANG RENCANA DETAIL TATA RUANG KOTA
(RDTRK) BWK I SAMPAI BWK VII

Bagian Kesatu
Umum
Pasal 42

(1) Rencana pola ruang setiap BWK Kota Kupang meliputi :


a. kawasan lindung; dan
b. kawasan budidaya.
(2) Kawasan lindung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas:
a. kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan di bawahannya;
b. kawasan perlindungan setempat;
c. kawasan Ruang Terbuka Hijau Kota;
d. kawasan suaka alam dan cagar budaya; dan
e. kawasan rawan bencana.
(3) Kawasan budidaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas :
a. Kawasan Perumahan;
b. Kawasan Perdagangan, jasa dan campuran;
c. Kawasan Perkantoran/Pemerintahan;
d. Kawasan Industri;
e. Kawasan Pariwisata;
f. Kawasan Ruang Terbuka Non Hijau Kota;
g. Kawasan ruang evakuasi bencana;
h. Kawasan peruntukan karantina hewan;
i. Kawasan kegiatan sektor Informal/PKL;
i. Kawasan Pendidikan;
j. Kawasan Kesehatan;
k. Kawasan Peribadatan.
l. Kawasan Transportasi;
m. Kawasan Komunikasi;
n. Kawasan Bumi Perkemahan; dan
n. Kawasan Pertahanan dan Keamanan.
(4) Pola ruang kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digambarkan dalam peta
pola ruang di masing-masing BWK I, BWK II, BWK III, BWK IV, BWK V, BWK VI dan
BWK VII sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Bagian Kedua
Kawasan Lindung

Pasal 43

(1) Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 42 Ayat (2) huruf a adalah kawasan resapan air;
(2) Rencana kawasan resapan air Kota Kupang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi :
a. kawasan resapan air Naioni dan Fatukoa di BWK VI Kelurahan Naioni Kecamatan
Alak dan Kelurahan Fatukoa Kecamatan Maulafa; dan
b. kawasan resapan air Bendungan Kolhua dikembangkan di hulu Daerah Aliran Sungai
Sungai Liliba sebagai daerah resapan air bagi rencana Bendungan Kolhua di BWK
VII Kelurahan Kolhua Kecamatan Maulafa.

Pasal 44
(1) Kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 Ayat (2) huruf
b terdiri atas:
a. kawasan sempadan pantai;
b. kawasan sempadan sungai;
c. kawasan lindung sekitar bendungan dan embung; dan
d. kawasan lindung sekitar mata air.
(2) Rencana kawasan sempadan pantai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
adalah:
a. kawasan permukiman disepanjang pantai ditetapkan sempadan pantainya minimal 15
meter dari pasang tertinggi dengan memiliki dinding pengaman pantai;
b. kawasan Non Permukiman disepanjang pantai ditetapkan sempadan pantainya
minimal 15 meter dari pasang tertinggi dengan memiliki dinding pengaman pantai;
c. sempadan Pantai terletak di Kelurahan Lasiana, Kelurahan Oesapa, Kelurahan
Oesapa Barat, Kelurahan Kelapa Lima, Kelurahan Pasir Panjang, Kelurahan
Fatubesi, Kelurahan Tode Kisar, Kelurahan Fatufeto, Kelurahan Nunhila, Kelurahan
Nunbaun Sabu, Kelurahan Nunbaun Delha, Kelurahan Namosain dan Kelurahan
Alak.
(3) Rencana kawasan sempadan sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
pada Sungai Liliba, Sungai Kali Kaca dan Sungai Merdeka adalah jalur disisi kiri dan
kanan sungai ditetapkan sebesar:
a. 10 – 15 meter untuk sungai yang tidak memiliki dinding pengaman; dan
b. 3 – 5 meter untuk sungai yang memiliki diniding pengaman.;
c. khusus area sepanjang sungai yang sudah dibangun jaringan jalan ditetapkan sebagi
sempadan sungai
(4) Rencana kawasan lindung sekitar bendungan dan embung sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c terletak pada lokasi rencana Bendungan Kolhua di Kelurahan
Kolhua, Bendung Naikolan di Kelurahan Naikolan, Bendung Kali Kaca di kelurahan
Fontein, Embung Bimoku di Kelurahan Lasiana, Embung Alak di Kelurahan Alak, dan
Embung Fatukoa di Kelurahan Fatukoa, Embung Naioni di Kelurahan Naioni.
(5) Rencana kawasan sekitar mata air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d di
sekitar mata air yang ditetapkan dalam radius sebesar 200 meter diarahkan pada mata
air Oepura di Kelurahan Oepura, mata air Amnesi di Kelurahan Bakunase, mata air Air
Sagu di Kelurahan Batuplat, serta mata air kecil yang tersebar di wilayah Kota Kupang.

Pasal 45

(1) Kawasan RTH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) huruf c ditentukan
sebesar 30 (tiga puluh) persen yang terdiri dari 20 persen RTH publik dan 10 persen
RTH privat terdiri atas:
a. taman lingkungan;
b. taman kota;
c. hutan kota;
d. jalur hijau;
e. kawasan bentang alam;
f. taman pemakaman;
g. Kawasan yang dapat dikembangkan sebagai RTH Jalur Hijau jalan adalah
penempatan tanaman antara 20–30% dari ruang milik jalan (rumija) sesuai dengan
kelas jalan; dan
h. Kawasan yang dapat dikembangkan sebagai RTH ruang pejalan kaki adalah ruang
yang disediakan bagi pejalan kaki pada kiri-kanan jalan atau di dalam taman.
(2) Rencana taman lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diarahkan
tersebar di setiap BWK Kota Kupang untuk memenuhi kebutuhan RTH Kota Kupang
sebesar 30 persen;
(3) Rencana taman kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas:
a. pengembangan taman kota eksisting di kawasan Bundaran PU BWK II Jalan El Tari II
dan taman Monumen Sasando di BWK II Jalan Kartini; dan
b. Pembangunan taman kota baru di lahan Reklamasi kawasan pusat Kota Lama di
BWK I sekitar kawasan pusat Kota Baru kelurahan Kelapa Lima, Taman Publik Kota
serta Taman Nostalgia di BWK II Jl. Eltari Kelurahan Kelapa Lima.
(4) Rencana hutan kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri atas :
a. pengembangan hutan kota eksisting Taman Hutan Kali Kupang di BWK VI Kelurahan
Fatukoa, Naioni dan Hutan Bumi Perkemahan Pramuka Manutapen di BWK I
Kelurahan Manutapen dan BWK IV Kelurahan Batuplat; dan
b. pembangunan baru hutan kota pada kawasan resapan air rencana Bendungan
Kolhua di Kelurahan Kolhua di BWK VI dan BWK VII.
(5) Rencana jalur hijau sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d terdiri atas :
a. pengembangan jalur hijau eksisting di sepanjang jalan El Tari I, El Tari II, El Tari III
serta di jalur 40 atau; dan
b. pengembangan jalur hijau baru di kawasan industri di BWK IV Kelurahan Alak.
(6) Rencana kawasan bentang alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e terdiri
atas :
a. pengembangan kawasan eksisting Punggung Sasando BWK II Kelurahan Oesapa
Barat dan kelurahan Kelapa Lima dan tegalan di lembah sungai dan lereng tebing
Sungai Liliba, Sungai Kali Kaca dan Sungai Bimoku; dan
b. pengembangan lereng perbukitan di sisi jalan Timor Raya Kelurahan Oesapa dan
lereng perbukitan di sisi jalan menuju Pelabuhan Tenau di Kelurahan Alak serta di
BWK VI dan BWK VII.
(7) Rencana taman pemakaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f terdiri atas:
a. Tempat Pemakaman Umum Damai di BWK VI Kelurahan Fatukoa,
b. Taman Makam Pahlawan Dharmaloka di BWK II Kelurahan Pasir Panjang; dan
c. Taman Pemakaman Umum yang tersebar di masing-masing BWK Kota Kupang.
(8) Perlu dilakukan kajian terhadap Ruang Terbuka Hijau (RTH) di setiap Bagian Wilayah
Kota (BWK) Kota Kupang.

Pasal 46
(1) Rencana kawasan suaka alam dan cagar budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal
42 Ayat (2) huruf d meliputi :
a. hutan wisata;
b. pantai berhutan bakau;
c. suaka alam laut dan perairan lainnya;
d. taman wisata alam; dan
e. cagar budaya.
(2) Rencana kawasan hutan wisata sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri
atas Taman Hutan Kali Kupang BWK VI Kelurahan Fatukoa sebagai tempat penelitian
dan pariwisata, serta hutan Bumi Perkemahan Pramuka Manutapen BWK I Kelurahan
Manutapen seluas 64,637 Ha, dan di BWK IV Kelurahan Batuplat seluas 158,686 Ha;
(3) Rencana kawasan pantai berhutan bakau sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
terdiri dari pantai di sebagian kawasan perairan Teluk Nunsui Kelurahan Oesapa Barat
dan Kelurahan Oesapa sebagai objek wisata hutan bakau.
(4) Rencana kawasan suaka alam laut dan perairan lainnya sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf c terdiri atas perairan Teluk Kupang yang merupakan bagian dari Taman
Wisata Alam Laut Teluk Kupang seluas kurang lebih 9.479 Ha.
(5) Rencana kawasan taman wisata alam suaka margasatwa sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf d terdiri atas kawasan Taman Wisata Alam Goa Monyet BWK IV di
Kelurahan Alak dan Kelurahan Kelapa Lima BWK II.
(6) Rencana kawasan cagar budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e terdiri
atas :
a. kawasan cagar budaya Tugu dan bunker peninggalan Jepang di Kelurahan Penfui,
Meriam peninggalan Perang Dunia II Kelurahan Kelapa Lima dan Kelurahan Nun
Baun Delha;
b. kawasan Gereja Kota Kupang dan Klenteng Tua di Kelurahan Lai Lai Besi Kopan;
c. bangunan eks kantor Kabupaten Kupang;
d. Tugu Pancasila Selam di Kelurahan Lai-lai Besi Kopan;
e. bangunan penjara peninggalan Belanda di Kelurahan Lai-lai Besi Kopan;
f. bangunan eks pabrik es Minerva di Kelurahan Lai-lai Besi Kopan;
g. kawasan Goa Jepang di Kelurahan Liliba dan Nun Bau Delha;
h. benteng Concordia di Kelurahan Fatufeto;
i. kawasan Makam Raja Kupang di Kelurahan Bakunase;
j. makam Raja-Raja Taebenu di Kelurahan Manutapen; dan
k. kawasan Makam Belanda di Kelurahan Nunhila/Fatufeto.

Pasal 47

Rencana kawasan rawan bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 Ayat (2) huruf e
meliputi:
a. kawasan rawan tsunami, gelombang pasang dan abrasi di sepanjang pantai Teluk
Kupang mulai dari Tenau sampai Lasiana;
b. kawasan rawan tanah longsor di pinggiran Sungai Liliba, Sungai Dendeng, Sungai
Oesapa, dan Sungai Merdeka;
c. kawasan rawan genangan meliputi Kelurahan Naikoten I, Kelurahan Naikoten II,
Kelurahan Oetete, Kelurahan Kuanino, Kelurahan Oepura, Kelurahan Oebobo,
Kelurahan Air Mata, Kelurahan Oeba, Kelurahan Oebufu, Kelurahan Fatululi, Kelurahan
Kelapa Lima, Kelurahan Oesapa, Kelurahan Fatufeto, Kelurahan Naikolan, Kelurahan
Penfui, Kelurahan Lasiana, Kelurahan Oesapa Selatan dan Kelurahan Oesapa Barat.
d. Kawasan sesar sebagaimana termuat dalam peta kondisi geologi di BWK IV;
e. Perlu dibuatkan pemetaan kawasan rawan bencana di setiap Bagian Wilayah Kota
(BWK).

Bagian Ketiga
Kawasan Budidaya

Pasal 48
Rencana kawasan perumahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 Ayat (3) huruf a
terdiri atas :
a. Pengembangan perumahan di BWK I, BWK II, BWK III, BWK IV, BWK V, BWK VI dan
BWK VII, yaitu
1. arahan pengembangan perumahan di BWK I antara:
a). perumahan kepadatan tinggi antara 40 – 60 unit/Ha luas lahan 923,800 Ha;
b). perumahan kepadatan sedang antara 20 – 40 unit/Ha luas lahan 28,177 Ha
2. arahan pengembangan perumahan di BWK II antara:
a) perumahan kepadatan tinggi antara 40 – 60 unit/Ha luas lahan 334,503 Ha;
b) perumahan kepadatan sedang antara 20 – 40 unit/Ha luas lahan 254,084 Ha
c) Perumahan kepadatan rendah antara 0 – 20 unit rumah/Ha luas lahan 142,618
Ha.
3. arahan pengembangan perumahan di BWK III antara:
a). perumahan kepadatan sedang antara 20 – 40 unit/Ha luas lahan 1.079,009 Ha
b). perumahan kepadatan rendah antara 0 – 20 unit rumah/Ha luas lahan 32,982 Ha.
4. arahan pengembangan perumahan di BWK IV antara:
a) perumahan kepadatan sedang antara 20 – 40 unit/Ha luas lahan 1.471,503 Ha
b) perumahan kepadatan rendah antara 0 – 20 unit rumah/Ha luas lahan 1.397,882
Ha.
5. arahan pengembangan perumahan di BWK V antara:
a). perumahan kepadatan sedang antara 20 – 40 unit/Ha luas lahan 807,133 Ha
b). perumahan kepadatan rendah antara 0 – 20 unit rumah/Ha luas lahan 142,618 Ha.
6. arahan pengembangan perumahan di BWK VI antara:
a). perumahan kepadatan sedang antara 20 – 40 unit/Ha luas lahan 168,180 Ha
b). perumahan kepadatan rendah antara 0 – 20 unit rumah/Ha luas lahan 619,118 Ha.
7.. arahan pengembangan perumahan di BWK VII antara:
a) perumahan kepadatan tinggi antara 40 – 60 unit/Ha luas lahan 11,661 Ha;
(Komplek BTN Kolhua)
b) perumahan kepadatan sedang antara 20 – 40 unit/Ha luas lahan 241,602 Ha
c) perumahan kepadatan rendah antara 0 – 20 unit rumah/Ha luas lahan 409,470 Ha.
b. Pembangunan/Revitalisasi Kawasan Kumuh di BWK I Kelurahan Fatubesi, Kelurahan
Naikoten I, Kelurahan Kuanino, Kelurahan Airmata, Kelurahan Fatululi dan BWK III
Kelurahan Oesapa;
c. Pembangunan Rusunawa di BWK I di Kelurahan Fatubesi, Bonipoi, Air Mata, Solor,
BWK III, Kelurahan Penfui Kelurahan Oesapa;
d. Pembangunan Rusunami di Kelurahan Kelapa Lima, Kelurahan Naikoten I, dan secara
bertahap akan dikembangkan di kelurahan lain;
e. Pengembangan Kawasan Siap Bangun dan Lingkungan Siap Bangun di Kelurahan
Belo, Kelurahan Sikumana, Kelurahan Manulai II, Kelurahan Fatukoa, Kelurahan
Kolhua, Kelurahan Naimata, Kelurahan Lasiana, dan Kelurahan Liliba;
f. Pembangunan rumah kebun atau agropolitan di BWK VI Kelurahan Fatukoa, Kelurahan
Naioni, dan di BWK VII Kelurahan Belo dan Kelurahan Kolhua;
g. Setiap rumah diwajibkan mempunyai sarana pengelolaan limbah yang dihasilkan dari
rumah tangga berupa septic tank individu maupun komunal.
h. Setiap rumah diwajibkan menanam pohon pelindung (ruang terbuka individu) minimal
satu pohon pelindung;
i. Koefisien dasar bangunan di tiap-tiap Bagian Wilayah Kota (BWK) sebagai berikut:
a. kawasan pemukiman kepadatan rendah, 1 lantai, KLB 0,3, KDB 0,3, maksimal 20
meter;
b. kawasan pemukiman kepadatan sedang, 2 lantai, KLB 1, KDB 0,4 – 0,5, maksimal
40 meter; dan
c. kawasan pemukiman kepadatan tinggi, 3 lantai, KLB 1,5, KDB 0,5 – 0,6, maksimal
60 meter.
j. Perlu disiapkan data base perumahan permukiman;
k. Harus dibuatkan Rencana Pembangunan Dan Pengembangan Perumahan dan
Permukiman Daerah (RP4D) Kota Kupang;
l. Harus dibuatkan SK Walikota tentang Kelompok Kerja (POKJANIS) tentang pemantauan
pelaksanaan pengembangan dan Pembangunan Perumahan di wilayah Kota Kupang;
l. Perlu disiapkan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan pada kawasan-kawasan yang
dianggap perkembangan sangat cepat;dan
m. Pengaturan permukiman yang lebih rinci diatur pada Rencana Pembangunan dan
Pengembangan Perumahan Permukiman (RP4D)

Pasal 49

Kawasan perdagangan, jasa dan campuran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 Ayat (3)
huruf b terdiri atas :

a. BWK I
- Jl. Pahlawan diarahkan untuk kawasan campuran,
- Jl. A.Yani diarahkan untuk kawasan campuran,
- Jl. Urip Sumoharjo diarahkan untuk kawasan campuran,
- Jl. Ikan Paus diarahkan untuk pengembangan kawasan perdagangan,
- Jl. Siliwangi diarahkan untuk kawasan perdagangan,
- Jl. Garuda diarahkan untuk kawasan perdagangan dan jasa,
- Jl. Sumba diarahkan untuk pengembangan kawasan campuran
- Jl. Sumatera lebar diarahkan untuk kawasan campuran.
- Jl. Cak Duko diarahkan untuk kawasan campuran,
- Jl. Moh.Hatta diarahkan untuk kawasan campuran,
- Jl. Soeharto diarahkan untuk kawasan perdagangan dan jasa,
- Jl. Soedirman diarahkan untuk kawasan perdagangan dan jasa,
- Jl. Tompelo diarahkan untuk kawasan campuran,
- Jl. WJ.Lalamentik diarahkan untuk kawasan campuran.
- Jl. Tompelo diarahkan untuk kawasan campuran,
- Jl. Herewila diarahkan untuk kawasan campuran;
- Jl. Kosasih diarahkan untuk kawasan campuran;
- Jl. Gunung Fatuleu sebagian untuk kawasan campuran
- Jl. Cendrawasih sebagian untuk kawasan campuran;
- Jl. Angrek sebagian untuk campuran
- Jl. Pemuda sebagian untuk kawasan campuran;
- Jl. Nangka sebagian untuk kawasan campuran;
- Jl. Seroja sebagian untuk kawasan campuran.
- Jl. Alfonsus Nisnoni sebagian untuk kawasan campuran.
- Jl. Untung Surapati sebagian untuk kawasan campuran.

b. BWK II
- Jl. Timor Raya diarahkan untuk kawasan perdagangan dan kawasan campuran,
- Jl. Frans Seda sebagian kawasan campuran;
- Jl. Bundaran PU diarahkan untuk kawasan perdagangan dan jasa serta kawasan
campuran;
- Jl. Pulau Indah diarahkan untuk kawasan campuran.
- Jl.WJ.Lalamentik diarahkan untuk kawasan perdagangan jasa dan kawasan
campuran;
- Jl. R.A. Kartini diarahkan sebagaian untuk kawasan campuran,
- Jl. Perintis Kemerdekaan diarahkan untuk kawasan campuran dan permukiman;
- Jl. Perintis Kemerdekaan sebagian untuk kawasan campuran,
- Jl. Perintis Kemerdekaan 2 sebagian untuk kawasan campuran,
- Jl. Bajawa sebagian diarahkan untuk kawasan campuran, dan sebagian untuk
permukiman;
- Jl.Tamrin sebagian untuk kawasan campuran,
- Jl. Inaboi sebagain untuk kawasan campuran;
- Jl. Veteran diarahkan untuk kawasan campuran.

c. BWK III
- Jl. Timor Raya diarahkan untuk kawasan perdagangan dan jasa serta kawasan
campuran,
- Jl. Simpang Oesapa diarahkan untuk kawasan campuran
- JL. Adisucipto sebagian kawasan perdagangan dan jasa,
- JL. Piet A. Tallo sebagian untuk kawasan perdagangan jasa dan kawasan
campuran.
- JL. Prof.DR.Herman Johanes sebagian untuk kawasan perdagangan jasa dan
kawasan campuran.

d. BWK IV
- Jl. Yos Sodaro sebagian untuk kawasan campuran, industri berat dan ringan.

e. BWK V
- Jl. H.A Koroh untuk pengembangan kawasan campuran
- Jl. Amabi untuk dikembangkan kawasan campuran
- Jl. Fetor Foenay sampai ke BTN Kolhua dikembangkan untuk kawasan campuran
- Jl. HTI sebagian untuk kawasan campuran.

f. BWK VI
- JL. H.A Koroh untuk kawasan campuran
- Jl. Kupang Baun sebagian untuk kawasan campuran.

g. BWK VII
- Jl. Fetor Foenay sebagian untuk kawasan campuran.
h. Ketentuan peruntukan kawasan campuran hanya pada batas manajemen pengelolaan
dan tidak boleh untuk pergudangan, perbengkelan, industri, mebeler serta harus saling
mendukung kegiatan satu dengan lainya.

Pasal 50

(1) Kawasan perkantoran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (3) huruf c terdiri
atas:
a. kawasan perkantoran pemerintah; dan
b. kawasan perkantoran swasta.
(2) Rencana kawasan perkantoran pemerintah sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a
meliputi :
a. kawasan perkantoran pemerintahan Provinsi Nusa Tenggara Timur tetap
dipertahankan di lokasi eksisting Kelurahan Oebobo, Kelurahan Naikoten I,
Kelurahan Airnona, Kelurahan Oebufu, Kelurahan Oepura, Kelurahan Naikolan dan
Kelurahan Fontein;
b. kawasan perkantoran pemerintahan Kota Kupang tetap dipertahankan di lokasi
eksisting kelurahan Kelapa Lima, kelurahan Pasir Panjang, Kelurahan Oebufu,
Kelurahan Tuak Daun Merah dan kelurahan Oesapa Barat; dan
c. kawasan perkantoran pemerintahan Kabupaten Kupang di wilayah Kota Kupang
dialihkan kepada Pemerintah Kota Kupang maupun Provinsi Nusa Tenggara Timur
setelah perpindahan Ibukota Kabupaten Kupang secara penuh dilaksanakan, dengan
peruntukan tetap diarahkan sebagai kawasan perkantoran milik pemerintah.
(3) Rencana Kawasan Perkantoran milik swasta sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b
meliputi:
a. kawasan perkantoran swasta yang dikembangkan di wilayah Kota Kupang adalah
perkantoran perusahaan yang bergerak di bidang ekonomi, lingkungan, sosial seperti
perbankan, Lembaga Swadaya Masyarakat lingkungan dan panti-panti sosial
lokasinya tersebar pada kawasan campuran;
b. lokasi kawasan perkantoran swasta diarahkan menyatu dengan lokasi kegiatan
jasa, terutama pada kawasan di sisi jaringan jalan arteri dan kolektor dan pada lokasi
kawasan campuran; dan
c. jasa perbengkelan yang ada di jalur jalan utama seperti di Jl. Soeharto, Jl. Soedirman,
yang berdekatan dengan kegiatan perdagangan dan jasa, izin operasinya perlu
dibatasi dan disarankan pindah kelokasi lain dengan memenuhi syarat kelayakan
lingkungan.
(4) Perlu dibuatkan Master Plan Kawasan Perkantoran.:

Pasal 51

(1) Kawasan industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 Ayat (3) huruf d adalah
industri berat, industri ringan dan industri rumah tangga (industri kecil).
(2) Rencana kawasan industri meliputi :
a. kawasan industri berat dan ringan di BWK IV berupa industri semen, industri
pengolahan kayu dan kantong semen; dan
b. kawasan industri rumah tangga (kecil) tersebar di setiap BWK menyatu dengan
lingkungan perumahan.
(3) Harus dibuatkan peta sebaran industri berat ringan dan industri rumah tangga.

Pasal 52

(1) Kawasan pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 Ayat (3) huruf e terdiri atas
pariwisata budaya, pariwisata alam, dan pariwisata buatan.
(2) Rencana kawasan pariwisata alam meliputi :
a. di sepanjang pantai Teluk Kupang mulai dari pantai Tenau sampai Lasiana, tetapi
ada spot-spot untuk kegiatan pelabuhan sempadan pantai, hutan mangrouve,
campuran, permukiman, reklamasi pantai dan lokasi untuk konservasi kawasan
pesisir;
b. taman Wisata Alam Teluk Kupang di pesisir Kota Kupang;
c. kawasan Goa Monyet Tenau di Kelurahan Alak;
d. kawasan Goa Monyet Sasando di Kelurahan Kelapa Lima;
e. kawasan wisata penelitian Taman Hutan Kali Kupang di Kelurahan Fatukoa;
f. kawasan wisata perkemahan Hutan Bumi Perkemahan Pramuka Manutapen di
Kelurahan Manutapen dan Kelurahan Batuplat;
g. rencana pengembangan wisata Air Nunut Opan sebagai Air Lobang di Kelurahan
Naioni.
h. rencana pengembangan wisata kawasan perkemahan Loti di Kelurahan Naioni.
i. rencana pengembangan wisata Gua Walet / Kelelawar di Kelurahan Naioni.
j. rencana pengembangan wisata Taman rekreasi di Kelurahan Naioni.
k. rencana pengembangan wisata untuk Hutan Kota sebagai Hutan penelitian dan
pendidikan di Kelurahan Fatukoa.
(3) Rencana kawasan pariwisata buatan meliputi Kawasan Wisata Bendungan Kolhua di
BWK VII Kelurahan Kolhua, Kawasan Wisata Bendung Kali Kaca di BWK I Kelurahan
Fontein, kawasan pusat perbelanjaan modern di BWK I kelurahan Oebufu, dan Taman
Rekreasi Subasuka di BWK II Kelurahan Kelapa Lima.
(4) Rencana kawasan pariwisata budaya meliputi :
a. kawasan Kampung Solor dan pantai Pasir Panjang di Kecamatan Kelapa Lima;dan
b. pengembangan sentra wisata kuliner dan sektor informal di kawasan rencana lahan
reklamasi Kota Lama Kecamatan Kelapa Lima yang diatur dengan aturan tersendiri.
(5) Ketentuan umum intensitas bangunan untuk kawasan pariwisata di tiap-tiap Bagian
Wilayah Kota (BWK) sebagai berikut:
a. KDB paling tinggi sebesar 40 persen;
b. KLB paling rendah sebesar 3,0;
c. KDH paling rendah sebesar 52 persen;
d. GSB dengan ketentuan ½ rumija;
e. GSS paling rendah sesuai ketentuan yang berlaku.
(6) Luas lahan untuk pariwisata sebagai berikut:
a. BWK II luas lahan 19,256 Ha;
b. BWK III luas lahan 35,428 Ha;
c. BWK IV luas lahan 72,309 Ha;
d. BWK VI luas lahan 18,176 Ha;
(7) Harus dibuatkan Rencana Induk Pariwisata Wilayah Kota Kupang.

Pasal 53

(1) Kawasan Ruang Terbuka Non Hijau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 Ayat (3)
huruf f meliputi :
a. lapangan olah raga; dan
b. lapangan terbuka dan plaza, untuk berbagai jenis kegiatan
(2) Rencana kawasan ruang terbuka non hijau dalam bentuk lapangan olah raga meliputi :
a. penempatan fasilitas lapangan olah raga di pusat lingkungan dan pusat BWK, kecuali
untuk fasilitas dengan tingkat pelayanan kota dapat ditempatkan pada kawasan
khusus fasilitas olah raga;
b. penempatan jenis fasilitas olah raga pada setiap BWK Kota Kupang disesuaikan
dengan jenis jangkauan pelayanan pusat kegiatannya, yaitu pusat lingkungan dengan
jenis lapangan bola volley/tenis/basket/bulutangkis; pusat BWK dengan jenis
lapangan sepak bola; dan untuk pelayanan kota dengan stadion olah raga terbuka
yang memuat lapangan sepak bola, lintasan atletik dan tribun penonton yang
dialokasikan di BWK I;
c. lapangan olah raga eksisting dengan jangkauan pelayanan kota dan BWK, yaitu :
Lapangan Sitarda di Kelurahan Lasiana, Lapangan Merdeka di Kelurahan Oeba,
lapangan sepak bola di Kelurahan Manulai II, lapangan olah raga Kampus
Universitas Cendana di Kelurahan Lasiana, Stadion Oepoi di Kelurahan Oebufu, dan
Lapangan Golf Penfui di Kelurahan Penfui; dan
d. pengembangan fasilitas olah raga baru diarahkan pada masing-masing BWK Kota
Kupang sesuai struktur ruang dan daya jangkau pelayanan.
(3) Rencana kawasan ruang terbuka non hijau dalam bentuk lapangan terbuka dan plasa
meliputi :
a. lapangan terbuka eksisting, terdiri atas lapangan upacara kawasan pemerintahan
provinsi di Kelurahan Oebobo;
b. plasa eksisting, terdiri atas lapangan upacara kawasan pemerintahan Kota Kupang di
halaman kantor Walikota Kupang Kelurahan Kelapa Lima, lokasi pameran terbuka
Fatululi di Kelurahan Fatululi, Halaman pada Flobamora Mal, Lapangan Polda,
Rumah Jabatan depan Kantor Gubernur, Plaza pantai Tedy’s di Kelurahan Lai Lai
Besi Kopan, plaza di Kelurahan Pasir Panjang, serta di Kelurahan Kelapa Lima; dan
c. rencana fasilitas plaza baru diarahkan pada lahan reklamasi Kawasan Pantai Kota
Lama di Kecamatan Kota Lama.
d. Rencana pengembangan wisata Sungai Liliba.

Pasal 54
Kawasan ruang evakuasi bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 Ayat (3) huruf g
memanfaatkan kawasan terbuka, meliputi :
a. taman Nostalgia;
b. stadion Oepoi;
c. lapangan Komplek Perumahan dan RSAL di Kelurahan Alak;
d. lapangan kampus Universitas Nusa Cendana di Kelurahan Lasiana;
e. lokasi rencana pusat olah raga baru di Kelurahan Fatukoa;
f. Lokasi bumi perkemahan; dan
g. Lokasi Lapangan Olah Raga di Kawasan Pendidikan Sekolah Unggulan Fatukoa.

Pasal 55

Kawasan peruntukan karantina hewan dan rumah pemotongan hewan (RPH) sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 43 Ayat (3) huruf h merupakan kawasan tetap berupa;
a. Karantina Hewan dialokasikan di BWK IV;
b. Rumah Pemotongan Hewan (RPH) di BWK I, BWK II dan di BWK III; dan
c. Tempat karantina dan pemotongan hewan perlu dibatasi dengan buffer minimal 15 meter.

Pasal 56

(1) Kawasan peruntukan bagi kegiatan sektor informal sebagaimana dimaksud dalam Pasal
42 Ayat (3) huruf i terdiri atas kawasan kegiatan informal di ruang tetap dan kawasan
kegiatan informal di ruang temporer.
(2) Rencana kawasan kegiatan informal di ruang tetap meliputi lahan reklamasi Kota Lama,
Kelurahan Pasir Panjang, Taman Alun-alun Kota Kelurahan Kelapa Lima, dan
Kelurahan Oebufu;
(3) Rencana kawasan kegiatan informal di ruang temporer meliputi Lapangan Pasir Panjang
Kelurahan Pasir Panjang, Ruang Milik Jalan (Rumija) Jalan W.J. Lalamentik dengan
waktu penyelenggaraan pukul 18.00 sampai dengan 23.00 WITA;
(4) Penempatan sektor informal perkotaan ini perlu diatur dengan Peraturan Walikota; dan
(5) Harus dibuatkan master plan kawasan pengembangan sektor informaldi wilayah Kota
kupang.

Pasal 57
(1) Kawasan Peruntukan Lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 Ayat (3) huruf i
terdiri atas :
a. kawasan pertanian;
b. kawasan pertambangan;
c. kawasan pertahanan dan keamanan; dan
d. kawasan pergudangan.
(2) Rencana kawasan pertanian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi :
a. pertanian lahan basah beririgasi teknis di BWK VII seluas 10,879 Ha, BWK V seluas
34,599 Ha, BWK IV seluas 101,025, BWK III seluas 2,279 Ha, dan di BWK I seluas
100,199 Ha;
b. pertanian lahan kering, tadah hujan di BWK V seluas 67,678; dan
c. perkebunan, berbentuk perkebunan rakyat terletak di BWK VI dan BWK VII
Kelurahan Naioni, Kelurahan Belo, Kelurahan Kolhua Kelurahan Naimata, dan
Kelurahan Fatukoa direncanakan sebagai kawasan agropolitan.
(3) Potensi kawasan pertambangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi :
a. pertambangan bahan galian golongan logam, terdiri atas pertambangan mangan di
BWK VI Kelurahan Naioni dan Kelurahan Fatukoa;
b. pertambangan bahan galian golongan non logam, terdiri atas pertambangan batu dan
kerikil di BWK VI Kelurahan Naioni, Kecamatan Alak dan Kelurahan Fatukoa,
Kecamatan Maulafa; dan
c. rencana kawasan pertambangan terbatas pada kawasan eksisting yang telah
dieksploitasi sebagai bahan dasar semen dan pasir di BWK IV.
(4) Rencana kawasan pertahanan dan keamanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c meliputi :
a. kawasan pertahanan dan keamanan terdiri atas kawasan komplek angkatan darat,
angkatan laut dan angkatan udara serta kompleks kepolisian;
b. lokasi kawasan militer eksisting, yaitu kompleks Angkatan Darat di BWK I Kelurahan
Fontein, Kelurahan Kuanino, Kelurahan Oebufu dan Kelurahan Oepura; komplek
Angkatan Laut di BWK IV Kelurahan Namosain dan BWK V Kelurahan Penfui; dan
kompleks Angkatan Udara di BWK V Kelurahan Penfui; dan
c. lokasi komplek kepolisian negara eksisting terletak di Kelurahan Pasir Panjang BWK
II, Kelurahan Bonipoi BWK I, Kelurahan Naikoten II BWK I, Kelurahan Oebobo BWK
II, Kelurahan Kayu Putih BWK II dan kelurahan Alak BWK IV.
(5) Rencana kawasan pergudangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d di
alokasikan di BWK IV seluas 41,341 Ha terletak berdekatan dengan Kawasan Industri
Semen Kupang Kelurahan Alak, kawasan Bandar Udara El Tari Kelurahan Penfui
khusus pergudangan kebutuhan militer dan keamanan, dan kawasan rencana Terminal
Bus Regional Tipe A di Kelurahan Lasiana.
(6) Rencana kawasan pertanian, pertambangan, pertahanan dan keamanan serta kawasan
pergudangan, harus ditindak lanjuti dengan pembuatan Master Plan.
BAB V
PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS PADA BAGIAN WILAYAH KOTA KUPANG

Pasal 58
Penetapan Kawasan Strategis pada BWK Kupang meliputi :
a. kawasan yang memiliki nilai strategis dari sudut kepentingan ekonomi;
b. kawasan yang memiliki nilai strategis dari sudut kepentingan fungsi dan daya dukung
lingkungan hidup;dan
c. kawasan yang memiliki nilai strategis dari sudut kepentingan pertahanan dan
keamanan.

Pasal 59

Kawasan strategis pada BWK Kupang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 huruf a yang
memiliki nilai strategis dari sudut kepentingan ekonomi, antara lain:
a. kawasan Strategis Pusat Kota Lama (Kawasan Reklamasi) di Klurahan Lai Lai Besi
Kopan, Kelurahan Bonipoi, Kelurahan Solor, Kelurahan Pasir Panjang, Kelurahan Kelapa
Lima, Kelurahan Oesapa Barat, Kelurahan Oesapa, Kelurahan Lasiana, Kelurahan
Fatubesi, dan Kelurahan Tode Kisar;
b. kawasan strategis Wisata Tanjung Bululutung di Kelurahan Alak;
c. kawasan strategis Industri dan Pergudangan di BWK IV Kelurahan Alak;
d. kawasan strategis pariwisata Pantai Oesapa BWK III dan Pantai Lasiana di BWK III
Kelurahan Oesapa Barat, Kelurahan Oesapa dan Kelurahan Lasiana;
e. kawasan Strategis Minapolitan di BWK IV Kelurahan Namosain seluas 52,249 Ha ditindak
lanjuti pembuatan master plan minapolitan; dan
f. kawasan Strategis Pelabuhan Tenau di BWK IV.

Pasal 60
Kawasan strategis pada BWK Kupang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 huruf b yang
memiliki nilai strategis dari sudut fungsi dan daya dukung lingkungan hidup, meliputi :
a. kawasan strategis pengembangan Bendungan Kolhua di BWK VII Kelurahan Kolhua
seluas 189,701 Ha ditindak lanjuti dengan pembuatan master plan kawasan bendungan;
b. kawasan strategis resapan air Fatukoa dan Naioni di Kelurahan Fatukoa dan Kelurahan
Naioni seluas 908,577 Ha, kawasan pertanian di Kelurahan Oepura dan
c. kawasan strategis Agropolitan di BWK VI Kelurahan Fatukoa dan sebagian di BWK VII
Kelurahan Kolhua seluas 1800,447 Ha dan harus ditintak lanjuti dengan pembuatan
master plan agropolitan;

Pasal 61
Kawasan strategis pada BWK Kupang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 huruf c yang
memiliki nilai strategis dari sudut kepentingan pertahanan dan keamanan antara lain;
a. Bandar Udara El tari di Kelurahan Penfui mempunyai Kawasan Keselamatan Operasi
Penerbangan yang disingkat KKOP dengan radius 15 Km.
b. Kawasan strategis dari sudut kepentingan pertahanan dan keamanan berfungsi sebagai :
1. kawasan peruntukan bagi kepentingan pemeliharaan keamanan dan pertahanan
negara berdasarkan geostrategi nasional; dan
2. kawasan peruntukan bagi basis militer, gudang senjata dan amunisi, daerah latihan
militer.

BAB VI
ARAHAN PEMANFAATAN RUANG BWK KOTA KUPANG

Pasal 62

(1) Arahan pemanfaatan ruang terdiri atas indikasi program utama, indikasi sumber
pendanaan, indikasi pelaksana kegiatandan waktu pelaksanaan.
(2) Indikasi program utama pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi :
a. perwujudan rencana struktur ruang setiap Bagian Wilayah Kota (BWK) Kota Kupang:
1. perwujudan pusat pelayanan kegiatan setiap BWK Kota Kupang;
2. perwujudan sistem transportasi;
3. perwujudan sistem jaringan energi;
4. perwujudan sistem jaringan telekomunikasi;
5. perwujudan sistem jaringan sumber daya air;
6. perwujudan sistem prasarana pengelolaan lingkungan; dan
7. perwujudan sistem jaringan lainnya.
b. perwujudan rencana pola ruang wilayah kota :
1. perwujudan kawasan lindung;
2. perwujudan kawasan budidaya; dan
3. perwujudan kawasan strategis.
(3) Indikasi sumber pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas dana
Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kota, swasta dan masyarakat.
(4) Indikasi pelaksana kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas
Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kota, swasta dan masyarakat.
(5) Indikasi waktu pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas 4 (empat)
tahapan, yaitu:
a. tahap pertama, yaitu tahun 2011 sampai 2016, diprioritaskan pada peningkatan
fungsi dan peranan dari setiap BWK Kota Kupang;
b. tahap kedua, yaitu tahun 2016 sampai 2021, diprioritaskan pada peningkatan
fungsi dan pengembangan;
c. tahap ketiga, yaitu tahun 2021 sampai 2026, diprioritaskan pada pengembangan
dan pemantapan; dan
d. tahap keempat, yaitu tahun 2026 sampai 2031, diprioritaskan pada pemantapan.
(6) Indikasi program utama, indikasi sumber pendanaan, indikasi pelaksana kegiatan, dan
waktu pelaksanaan lebih rinci dapat dilihat pada Lampiran yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

BAB VII
KETENTUAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
Bagian Pertama
Umum
Pasal 63
(1) Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang di setiap Bagian Wilayah Kota (BWK) Kota
Kupang digunakan sebagai acuan dalam pelaksanaan pengendalian pemanfaatan
ruang setiap BWK kota Kupang.
(2) Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang terdiri atas:
a. ketentuan umum peraturan zonasi;
b. ketentuan perizinan;
c. ketentuan insentif dan disinsentif; dan
d. pengenaan sanksi.

Bagian Kedua
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi

Pasal 64
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (2)
huruf a disusun sebagai pedoman pengendalian pemanfaatan ruang.
(2) Ketentuan umum peraturan zonasi terdiri atas;
a. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan lindung; dan
b. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan budidaya.
(3) Peraturan zonasi pada setiap butir sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memuat
tentang apa yang harus ada, apa yang boleh dan apa yang tidak boleh.
(4) Ketentuan tentang peraturan zonasi diatur lebih lanjut dalam Peraturan Daerah.

Pasal 65

(1) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan lindung sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 64 ayat (2) huruf a, meliputi :
a. ketentuan umum peraturan zonasi pada kawasan resapan air;
b. ketentuan umum peraturan zonasi pada kawasan sempadan pantai;
c. ketentuan umum peraturan zonasi pada kawasan sempadan sungai;
d. ketentuan umum peraturan zonasi pada kawasan bendungan dan embung;
e. ketentuan umum peraturan zonasi pada kawasan sekitar mata air;
f. ketentuan umum peraturan zonasi pada kawasan suaka alam dan cagar budaya; dan
g. ketentuan umum peraturan zonasi pada kawasan rawan bencana.
(2) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan resapan air sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a disusun dengan memperhatikan:
a. pemanfaatan ruang secara terbatas untuk kegiatan budi daya tidak terbangun yang
memiliki kemampuan tinggi dalam menahan limpasan air hujan; dan
b. penyediaan sumur resapan dan/atau waduk pada lahan terbangun yang sudah ada.
(3) Ketentuan umum peraturan zonasi pada kawasan sempadan pantai sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah :
a. menetapkan batas sempadan pantai pada setiap segmen pantai melalui studi yang
terperinci pada setiap kawasan pantai;
b. pencegahan kegiatan budidaya di sepanjang pantai yang dapat mengganggu
kelestarian fungsi dan ekosistem pantai;
c. mengendalikan kegiatan di sekitar sempadan pantai;
d. penanggulangan dan pengembalian fungsi lindung pantai yang mengalami kerusakan
karena abrasi;
e. menjadikan kawasan lindung disekitar pantai yang memiliki nilai ekologis sebagai
objek wisata terbatas dan penelitian;
f. sempadan pantai dapat lebih kecil dari 25 (dua puluh lima) meter dari titik pasang air
laut tertinggi bagi pantai dengan kondisi fisik stabil setelah dilakukan penelitian oleh
instansi teknis terkait; dan
g. kepemilikan lahan yang berbatasan dengan pantai diwajibkan menyediakan ruang
terbuka publik minimal 3 (tiga) meter sepanjang garis pantai untuk jalan pantai.
(4) Ketentuan umum peraturan zonasi pada kawasan sempadan sungai sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c adalah :
a. sempadan Sungai Liliba direncanakan minimal 15 (lima belas) meter kanan-kiri
bantaran tepi sungai dan/atau area sepanjang Daerah Aliran Sungai yang dibatasi
secara fisik dengan jalan;
b. sempadan Sungai Kali Kaca direncanakan minimal 5 (lima) meter kanan-kiri bantaran
tepi sungai dan/atau dibatasi jalan inspeksi 2 meter
c. sempadan Sungai Merdeka direncanakan 2m – 5m kanan-kiri bantaran tepi sungai
dan dibatasi jalan inspeksi 2m;
d. sungai bertanggul di luar pusat kota ditetapkan sekurang-kurangnya 5 (lima) meter di
sebelah luar sepanjang kaki tanggul;
e. sungai bertanggul di dalam pusat kota ditetapkan sekurang-kurangnya 3 (tiga) meter
di sebelah luar sepanjang kaki tanggul;
f. sungai tidak bertanggul di luar pusat kota :
(i) Pada sungai besar ditetapkan sekurang-kurangnya 100 (seratus) meter dihitung
dari tepi sungai pada waktu ditetapkan; dan
(ii) Pada sungai kecil ditetapkan sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) meter dihitung
dari tepi sungai pada waktu ditetapkan.
g. sungai tidak bertanggul di dalam pusat kota :
(i) pada sungai yang mempunyai kedalaman kurang dari atau sama dengan 3 (tiga)
meter, garis sempadan ditetapkan sekurang-kurangnya 5 (lima) meter dihitung
dari tepi sungai pada waktu ditetapkan; dan
(ii) pada sungai yang mempunyai kedalaman lebih dari 3 (tiga) meter, garis
sempadan ditetapkan sekurang-kurangnya 20 (dua puluh) meter dari tepi sungai
pada waktu ditetapkan.
h. garis sempadan sungai tidak bertanggul yang berbatasan dengan jalan adalah
mengikuti ketentuan garis sempadan bangunan, dengan ketentuan konstruksi dan
penggunaan jalan harus menjamin bagi kelestarian dan keamanan sungai serta
bangunan sungai;
i. untuk sungai yang terpengaruh pasang surut air laut, garis sempadan ditetapkan
sekurang-kurangnya 20 (dua puluh) meter dari tepi sungai dan berfungsi sebagai
jalur hijau;
j. kepemilikan lahan yang berbatasan dengan sungai diwajibkan menyediakan ruang
terbuka publik minimal 3 (tiga) meter sepanjang sungai untuk jalan sungai/pantai dan
taman.
(5) Ketentuan umum peraturan zonasi pada kawasan bendungan Kolhua dan Embung –
Embung yang ada di setiap Bagian Wilayah Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal
65 ayat (1) huruf d adalah :
a. radius sempadan bendungan dan embung diluar kawasan permukiman adalah 200
(dua ratus) meter dan radius di dalam kawasan permukiman minimum 25 (dua puluh
lima) meter;
b. rehabilitasi vegetasi di sekitar radius sempadan embung atau Bendung Kolhua.
(6) Ketentuan umum peraturan zonasi pada kawasan sekitar mata air sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 65 ayat (1) huruf e adalah :
a. radius sempadan mata air diluar kawasan permukiman adalah 200 (dua ratus) meter
dan minimum 25 (dua puluh lima) meter untuk di dalam kawasan permukiman;
b. rehabilitasi vegetasi di sekitar radius sempadan mata air.
(7) Ketentuan umum peraturan zonasi pada kawasan suaka alam dan cagar budaya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (1) huruf f adalah :
a. tidak diperkenankan terdapat kegiatan pembangunan, kecuali penelitian dan
pendidikan serta aktivitas yang bersifat apresiatif, seperti wisata alam dengan
batasan-batasan antara lain tidak diperkenankan melakukan konstruksi, pemungutan
biota dan aktivitas yang bersifat ekstraktif lainnya;
b. pengelolaan kawasan suaka alam yang terdiri atas hutan wisata, pantai hutan bakau,
suaka alam laut, dan taman wisata alam sesuai dengan tujuan perlindungan, status,
dan fungsi pengembangan kawasan.
(8) Ketentuan umum peraturan zonasi pada kawasan rawan bencana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 65 ayat (1) huruf g adalah sebagai berikut :
a. membatasi pengembangan kawasan terbangun pada kawasan rawan bencana;
b. pengendalian kegiatan budidaya yang berada pada kawasan rawan bencana; dan
c. pengembangan sistem informasi deteksi dini bencana serta jalur evakuasi.

Pasal 66

Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan budidaya di setiap BWK Kota Kupang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (2) huruf b, meliputi :
a. ketentuan umum peraturan zonasi pada Zona permukiman, meliputi kepadatan rendah,
kepadatan sedang dan kepadatan tinggi akan di atur dalam aturan zonasi;
b. ketentuan umum peraturan zonasi pada Zona perdagangan dan jasa meliputi
perdagangan dan jasa yang berbentuk tunggal maupun deret akan di atur pada aturan
zonasi;
c. ketentuan umum peraturan zonasi pada kawasan campuran yang ada disetiap Bagian
Wilayah Kota (BWK) I, II,III,IV,V,VI, dan VII dalam pemberian izin akan diatur dalam
aturan zonasi;
d. ketentuan umum peraturan zonasi pada Zona pemerintahan, yaitu pemerintahan skala
lokal, dan pemerintahan skala kota akan di atur pada aturan aturan zonasi;
e. ketentuan umum peraturan zonasi pada kawasan industri akan diatur dalam aturan
aturan zonasi;
f. ketentuan umum peraturan zonasi pada kawasan pariwisata akan diatur dalam aturan
aturan zonasi;
g. ketentuan umum peraturan zonasi pada kawasan Ruang Terbuka Non Hijau akan diatur
dalam aturan aturan zonasi;
h. ketentuan umum peraturan zonasi pada kawasan Ruang Evakuasi Bencana akan diatur
dalam aturan aturan zonasi;
i. ketentuan umum peraturan zonasi pada kawasan Peruntukan Bagi Kegiatan Informal;
j. ketentuan umum peraturan zonasi pada kawasan pertanian akan diatur dalam aturan
aturan zonasi berupa kegiatan budidaya yang dikendalikan;
k. ketentuan umum peraturan zonasi pada kawasan pertambangan akan diatur dalam
aturan aturan zonasi;
l. ketentuan umum peraturan zonasi pada kawasan pertahanan dan keamanan diatur
sesuai dengan persyaratan militer dan kepolisian negara;
m. ketentuan umum peraturan zonasi pada kawasan pergudangan akan diatur dalam
aturan aturan zonasi; dan
n. ketentuan umum zonasi pada kawasan pesisir yang berada di Bagian Wilayah Kota
(BWK) I, II, III dan IV diatur dalam aturan teknis tersendiri.

Pasal 67

(1) Ketentuan umum peraturan zonasi pada kawasan Permukiman sebagaimana yang
dimaksud dalam Pasal 66 huruf a, meliputi kepadatan rendah, kepadatan sedang dan
kepadatan tinggi;
(2) Ketentuan peraturan zonasi untuk permukiman kepadatan rendah, permukiman
kepadatan sedang, dan permukiman kepadatan tinggi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), meliputi :
a. Diarahkan/diizinkan kegiatan hunian baik hunian tunggal maupun hunian bersama,
baik kepadatan tinggi, kepadatan sedang maupun kepadatan rendah;
b. Dikendalikan kegiatan pelayanan masyarakat yang tidak sesuai dengan hirarki dan
skala pelayanan-nya; dan
c. Dilarang kegiatan kegiatan yang menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan
terutama kegiatan kegiatan yang menimbulkan polusi lingkungan (seperti polusi
suara, udara, air, dsb) yang dapat mengganggu berlangsungnya kegiatan hunian.
(3) Ketentuan umum intensitas bangunan untuk permukiman kepadatan tinggi,
sebagaimana di maksud pada ayat 2 huruf a, meliputi:
a. KDB paling tinggi sebesar 70 persen;
b. KLB paling tinggi sebesar 3,0 ;
c. KDH paling rendah sebesar 16 persen;
d. GSB dengan ketentuan rumija; dan
e. GSS paling rendah sesuai ketentuan yang berlaku.
(4) Ketentuan umum intensitas bangunan untuk permukiman kepadatan sedang,
sebagaimana dimaksud pada ayat 2 huruf a, meliputi:
a. KDB paling tinggi sebesar 60 persen;
b. KLB paling tinggi sebesar 1,2;
c. KDH paling rendah sebesar 28 persen;
d. GSB dengan ketentuan ½ rumija ; dan
e. GSS paling rendah sesuai ketentuan yang berlaku.
(4) Ketentuan umum intensitas bangunan untuk permukiman kepadatan rendah,
sebagaimana dimaksud pada ayat 2 huruf a, meliputi:
a. KDB paling tinggi sebesar 40 persen;
b. KLB paling tinggi sebesar 0,8;
c. KDH paling rendah sebesar 52 persen;
d. GSB dengan ketentuan ½ rumija ; dan
e. GSS paling rendah sesuai ketentuan yang berlaku.
Pasal 68
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi pada kawasan perdagangan dan jasa serta kawasan
campuran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 huruf b adalah sebagai berikut:
a. diarahkan penggunaan untuk perkantoran, perdagangan (eceran, penyewaan), dan
jasa komersial (jasa perjalanan, jasa hiburan/ entertainment, jasa kesehatan, jasa
pendidikan, jasa telekomunikasi dan informasi, jasa keuangan, jasa penginapan dan
jasa pelayanan bisnis pembangunan di sesuaikan dengan fungsi jaringan dan kelas
jalan;
b. diarah untuk bisnis dan profesional, penggunaan yang berhubungan dengan mata
pencaharian melalui usaha komersial atau jasa perdagangan atau melalui keahlian
yang membutuhkan pendidikan atau pelatihan khusus disesuaikan dengan fungsi dan
kelas jalan;
c. dikendalikan untuk bengkel kendaraan niaga, penggunaan dengan kegiatan
memperbaiki dan memelihara komponen-komponen atau badan-badan truk besar,
kendaraan angkutan massal, peralatan besar, atau peralatan pertanian penempatan
lokasinya di sesuaikan dengan fungsi dan kelas jalan;
d. dilarang untuk penggunaan yang menghasilkan barang-barang dari kegiatan
penggalian (extracted) dan bahan-bahan baku atau dari bahan-bahan bekas atau
yang telah dipersiapkan sebelumnya, termasuk perencanaan, penyimpanan.

(2) Ketentuan umum intensitas bangunan untuk perdagangan dan jasa (komersil), dengan
kepadatan tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi :
a. KDB paling tinggi sebesar 80 persen;
b. KLB paling rendah sebesar 8,0;
c. KDH paling rendah sebesar 15 persen;
d. GSB dengan ketentuan ½ rumija; dan
e. GSS paling rendah sesuai ketentuan yang berlaku.
(3) Ketentuan umum intensitas bangunan untuk perdagangan dan jasa (komersil), dengan
kepadatan sedang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi :
a. KDB paling tinggi sebesar 70 persen;
b. KLB paling tinggi sebesar 6,0;
c. KDH paling rendah sebesar 25 persen;
d. GSB dengan ketentuan ½ rumija; dan
e. GSS paling rendah sesuai ketentuan yang berlaku.
(4) Ketentuan umum intensitas bangunan untuk perdagangan dan jasa (komersil), dengan
kepadatan rendah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi :
a. KDB paling tinggi sebesar 60 persen;
b. KLB paling tinggi sebesar 1,0;
c. KDH paling rendah sebesar 35 persen;
d. GSB dengan ketentuan ½ rumija; dan
e. GSS paling rendah sesuai ketentuan yang berlaku.

Pasal 69
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi pada kawasan campuran sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 66 huruf c, meliputi:
a. diarahkan untuk penggunaan yang yang saling mendukung antar kegiatan;
b. diarahkan untuk penggunaan yang menyediakan jasa-jasa khusus yang memberikan
manfaat pada masyarakat luas; dan
c. dikendalikan untuk jasa pelayanan bisnis, penggunaan yang menyediakan jasa-jasa
perdagangan berupa ruko, pencetakan, fotocopy, fotografi, komunikasi dan kegiatan
lainnya.
(2) Ketentuan umum intensitas bangunan untuk kawasan campuran, dengan kepadatan
tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi :
a. KDB paling tinggi sebesar 80 persen;
b. KLB paling rendah sebesar 8,0;
c. KDH paling rendah sebesar 15 persen;
d. GSB dengan ketentuan ½ rumija; dan
e. GSS paling rendah sesuai ketentuan yang berlaku.
(3) Ketentuan umum intensitas bangunan untuk kawasan campuran, dengan kepadatan
sedang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi :
a. KDB paling tinggi sebesar 70 persen;
b. KLB paling tinggi sebesar 6,0;
c. KDH paling rendah sebesar 25 persen;
d. GSB dengan ketentuan ½ rumija; dan
e. GSS paling rendah sesuai ketentuan yang berlaku.
(4) Ketentuan umum intensitas bangunan untuk kawasan campuran, dengan kepadatan
rendah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi :
a. KDB paling tinggi sebesar 60 persen;
b. KLB paling tinggi sebesar 1,0;
c. KDH paling rendah sebesar 35 persen;
d. GSB dengan ketentuan ½ rumija; dan
e. GSS paling rendah sesuai ketentuan yang berlaku.

Pasal 70
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk pemerintahan skala lokal, dan pemerintahan
skala kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 huruf d, meliputi :
a. diarahkan untuk penggunaan yang berhubungan dengan administrasi peraturan
perundangan pemerintahan daerah atau pusat;
b. diarahkan untuk penggunaan yang menyediakan jasa-jasa khusus yang
memberikan manfaat pada masyarakat luas; dan
c. dikendalikan untuk jasa pelayanan bisnis, penggunaan yang menyediakan jasa-jasa
SDM, pencetakan, fotocopy, fotografi, dan komunikasi.
(2) Ketentuan intensitas bangunan untuk pemerintahan skala lokal, dan pemerintahan
skala kota dengan kepadatan tinggi, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:
a. KDB paling tinggi sebesar 60 persen;
b. KLB paling tinggi sebesar 2,0;
c. KDH paling rendah sebesar 35 persen;
d. GSB dengan ketentuan ½ rumija; dan
e. GSS paling rendah sesuai ketentuan yang berlaku.
(3) Ketentuan intensitas bangunan untuk pemerintahan skala lokal, dan pemerintahan
skala kota dengan kepadatan sedang, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:
a. KDB paling tinggi sebesar 50 persen;
b. KLB paling tinggi sebesar 1,0;
c. KDH paling rendah sebesar 45 persen;
d. GSB dengan ketentuan ½ rumija; dan
e. GSS paling rendah sesuai ketentuan yang berlaku.
(4) Ketentuan intensitas bangunan untuk pemerintahan skala lokal, dan pemerintahan
skala kota dengan kepadatan rendah, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:
a. KDB paling tinggi sebesar 40 persen;
b. KLB paling tinggi sebesar 1,0;
c. KDH paling rendah sebesar 55 persen;
d. GSB dengan ketentuan ½ rumija; dan
e. GSS paling rendah sesuai ketentuan yang berlaku.

Pasal 71
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi pada kawasan industri sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 66 huruf e adalah sebagai berikut :
a. Untuk kawasan peruntukan industri berat dan ringan dilakukan dengan membatasi
kegiatan yang tidak berhubungan secara langsung dan menyediakan sarana
pendukung; dan
b. untuk kawasan peruntukan industri rumah tangga dilakukan dengan menjaga kualitas
lingkungan permukiman dan industri sebagai satu kesatuan sistem.
(2) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan peruntukan industri berat dan ringan
sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi :
a. pengembangan kawasan yang ada dan kawasan baru dilengkapi dengan
peningkatan aksesibilitas dan prasarana penunjangnya;
b. pembatasan pembangunan perumahan di dalam lokasi kawasan peruntukan industri
selain perumahan bagi pelengkap kawasan; dan
c. setiap kawasan industri menyediakan buffer zone berupa ruang terbuka hijau dengan
tegakan tinggi dan rapat;
(3) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan peruntukan industri rumah tangga
sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi :
a. pengembangan kawasan dilakukan sesuai karakter kawasan industri rumah tangga
yang dilengkapi dengan peningkatan fasilitas pelayanan dan aksesibilitas penunjang
pemasaran hasil industri;
b. pembatasan pembangunan kegiatan komersial yang tidak berhubungan dengan
fungsi kawasan; dan
c. setiap kawasan industri rumah tangga dilengkapi dengan pengolah limbah dan ruang
terbuka hijau dengan kepadatan bangunan rata-rata tinggi sampai rendah.

Pasal 72
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi pada kawasan pariwisata sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 66 huruf f adalah sebagai berikut :
a. untuk kawasan peruntukan pariwisata alam ditujukan untuk menjaga kelestarian alam
yang ada sekaligus untuk menjaga fungsi lingkungan hidup,
b. untuk kawasan peruntukan pariwisata buatan ditujukan untuk mendukung
pengembangan fungsi perdagangan, penelitian dan olahraga air serta menunjang
ekonomi primer kota, dan
c. untuk kawasan peruntukan pariwisata budaya ditujukan untuk wisata kuliner.
(2) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan peruntukan pariwisata alam
sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi :
a. pemanfaatan potensi alam hanya untuk kepentingan wisata dan penelitian;
b. pembatasan kawasan terbangun yang tidak berhubungan secara langsung dengan
fungsi pariwisata; dan
c. kepadatan bangunan rendah sampai sedang dan ruang terbuka hijau diutamakan
untuk tegakan tinggi.
(3) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan peruntukan pariwisata buatan
sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi :
a. pengembangan kawasan pusat pelayanan kota sebagai pusat perbelanjaan yang
nyaman sehingga menjadi salah satu asset wisata belanja, yang dilengkapi dengan
jalur pejalan kaki, ruang terbuka hijau dan perabot jalan;
b. pengembangan kawasan bendungan sebagai kegiatan wisata penelitian dan
olahraga air
c. pembatasan kegiatan sosial dan industri skala besar; dan
d. kepadatan bangunan rendah sampai tinggi dan disediakan ruang terbuka hijau dan
ruang terbuka non hijau.
(4) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan peruntukan pariwisata budaya
sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) huruf c, meliputi :
a. pemanfaatan potensi kuliner untuk kepentingan wisata;
b. peningkatan kawasan terbangun yang mendukung potensi kuliner; dan
c. kepadatan bangunan rendah sampai tinggi dan ruang terbuka hijau diutamakan untuk
tegakan tinggi.

Pasal 73
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi pada kawasan ruang terbuka non hijau
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 huruf g meliputi pemanfaatan ruang terbuka
non hijau yang diprioritaskan pada fungsi utama kawasan dan kelestarian lingkungan
sekaligus berfungsi sebagai tempat evakuasi bencana;
(2) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan ruang evakuasi bencana sebagaimana
dimaksud pdalam Pasal 66 huruf h ditujukan untuk menyediakan ruang bagi
masyarakat yang terkena bencana, meliputi :
a. menyediakan ruang terbuka atau ruang lainnya untuk penampungan sementara
korban bencana yang dilengkapi dengan kemudahan akses;
b . kepadatan bangunan rendah sampai tinggi dan ruang terbuka hijau diutamakan
untuk tegakan tinggi;
c . peraturan zonasi jalur evakuasi bencana ditujukan untuk memudahkan evakuasi
bencana, meliputi penyediaan akses evakuasi bencana yang bebas dari
hambatan.
(3) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan peruntukan sektor informal
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 huruf i ditujukan untuk mengembangkan
perdagangan jasa untuk mendukung kegiatan pariwisata belanja/kuliner, meliputi :
a. pengembangan kawasan yang sudah ada dan penyediaan kawasan untuk sentra
pedagang kaki lima yang dilengkapi dengan jalur pejalan kaki dan ruang terbuka
hijau;
b. pembatasan kegiatan pedagang kaki lima yang mengganggu jalur pejalan kaki dan
kegiatan perdagangan modern;
c. intensitas kegiatan sedang, dilengkapi dengan fasilitas parkir dan prasarana
penunjang kebersihan.
Pasal 74
(1) Ketentuan peraturan zonasi untuk pertanian kota atau kawasan pertanian, sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 66 huruf j, meliputi:
a. diarahkan penggunaan untuk kegiatan pertanian;
b. diarahkan untuk penggunaan rekreasi aktif dan fasilitas rekreasi untuk umum;
c. dikendalikan untuk penggunaan pendukung kegiatan pertanian; dan
d. dilarang untuk penggunaan yang dapat memicu terjadinya pengembangan
bangunan yang mengurangi luas ruang kawasan pertanian kota.
(2) Ketentuan umum intensitas bangunan untuk pertanian kota atau kawasan pertanian
dengan kepadatan rendah, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:
a. KDB paling tinggi sebesar 30 persen;
b. KLB paling tinggi sebesar 0,2;
c. KDH paling rendah sebesar 65 persen;
d. GSB dengan ketentuan ½ rumija; dan
e. GSS paling rendah sesuai ketentuan yang berlaku.

Pasal 75
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi pada kawasan peruntukan pertambangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 huruf k,meliputi :
a. wajib melaksanakan reklamasi pada lahan-lahan bekas galian;
b. pengawasan secara ketat terhadap kegiatan pertambangan dan pengeboran air
bawah tanah untuk mencegah terjadinya kerusakan lingkungan;
c. pembatasan dan pengendalian terhadap pemanfaatan dan pengambilan air tanah di
lokasi rawan intrusi air laut;
d. membatasi eksplorasi di daerah kawasan tangkapan air;
e. melengkapi perizinan sesuai ketentuan yang berlaku.
(2) Ketentuan umum peraturan zonasi pada kawasan peruntukan militer dan kepolisian
negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 huruf l adalah mempertahankan
kawasan dengan memperhatikan fungsi lingkungan.
(3) Ketentuan umum peraturan zonasi pada kawasan pergudangan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 66 huruf m adalah sebagai berikut :
a. pengembangan kawasan dilengkapi dengan ruang terbuka hijau;
b. menyediakan akses distribusi barang; dan
c. melengkapi perizinan sesuai ketentuan yang berlaku.
(4) Ketentuan umum peraturan zonasi pada kawasan pesisir sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 66 huruf n diatur dalam peraturan zonasi pesisir.

Bagian Ketiga
Penentuan KDB
Pasal 76

(1) Kepadatan bangunan ditetapkan dengan pembatasan Koefisien Dasar Bangunan (KDB)
pada tiap ruas jalan yang direncanakan;
(2) Setiap ruas jalan yang direncanakan dapat ditetapkan lebih dari satu peruntukan.

Pasal 77
(1) Kepadatan bangunan pada setiap ruas jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76
ayat 1 sebagai berikut:
a. ruas jalan alteri primer dengan RUMIJA 20 meter KDB-nya ditetapkan sebagai
berikut:
1. perkantoran maksimum 50 % (lima puluh persen) ;
2. perdagangan dan jasa maksimum
- supermarket 60 % (enam puluh perseratus);
- minimarket 60 % (enam puluh perseratus);
- pertokoan 60 % (enam puluh perseratus);
- hotel 60 % (enam puluh perseratus); dan
- pasar 60 % (enam puluh perseratus);
3. fasilitas umum maksimum 60 % (enam puluh perseratus).

b. luas jalan arteri sekunder dengan RUMIJA 15 meter KDB-nya ditetapkan sebagai
berikut:
1. perkantoran maksimum 50 % (lima puluh persen) ;
2. perdagangan dan jasa maksimum
- supermarket 60 % (enam puluh perseratus);
- minimarket 60 % (enam puluh perseratus);
- pertokoan 60 % (enam puluh perseratus);
- hotel 60 % (enam puluh perseratus); dan
- pasar 60 % (enam puluh perseratus);
3. fasilitas umum maksimum 60 % (enam puluh perseratus).
c. ruas jalan kolektor dengan RUMIJA 10 meter, KDB-nya ditetapkan sebagai berikut:
1. perkantoran maksimum 50 % (lima puluh perseratus);
2. perdagangan dan jasa maksimum
- supermarket 60 % (enam puluh perseratus);
- pertokoan 80 % (delapan puluh perseratus);
3. fasilitas umum maksimum 50 % (lima puluh perseratus);
4. perumahan maksimum 60 % (enam puluh perseratus).
d. ruas jalan lokal dengan RUMIJA 8 meter, KDB-nya ditetapkan sebagai berikut :
1. perkantoran maksimum 50 % (lima puluh perseratus);
2. perdagangan dan jasa maksimum
- minimarket 60 % (enam puluh perseratus);
- pasar 60 % (enam puluh perseratus); dan
- pertokoan 60 % (enam puluh perseratus);
3. fasilitas umum maksimum 50 % (lima puluh perseratus);
4. perumahan maksimum 60 % (enam puluh perseratus).

Bagian Keempat
Penentuan Ketinggian Bangunan dan KLB
Pasal 78

(1) Penentuan ketinggian bangunan dan KLB ditetapkan dengan jumlah lantai bangunan
dan luas persil pada setiap peruntukan yang disesuaikan dengan fungsi jalan.
(2) Ketinggian bangunan dan KLB pada setiap peruntukan ditetapkan sebagai berikut:
a. ruas Jalan Arteri Primer, ketinggian bangunan dan KLB nya ditetapkan sebagai
berikut:
1. kawasan khusus 2-3 lantai dan KLB 0,6 ; dan
2. perumahan 1 – 3 lantai dan KLB 0,6.
b. ruas Jalan Arteri Sekunder ketinggian bangunan dan KLB-nya ditetapkan sebagai
berikut :
1. perkantoran 5 - 12 lantai dan KLB 3,0;
2. perdagangan dan jasa:
- supermarket 5-7 lantai dan KLB 3,0;
- minimarket 3-5 lantai dan KLB 3,0;
- hotel 3 – 7 lantai dan KLB 3.0;
- pertokoan 2-4 lantai dan KLB 3,2; dan
- pasar 1 – 3 lantai dan KLB 1.2;
3. fasilitas umum 1-7 lantai dan KLB 3,2;
c. ruas Jalan Kolektor Sekunder, ketinggian bangunan dan KLB-nya ditetapkan sebagai
berikut:
1. perkantoran 5-12 lantai dan KLB 3,0;
2. perdagangan dan jasa
- supermarket 2-7 lantai dan KLB 3,2;
- pertokoan 2-4 lantai dan KLB 2,6;
3. fasilitas Umum 2-4 lantai dan KLB 2,6; dan
4. perumahan 1-3 lantai dan KLB 1,8.
d. ruas Jalan Kolektor Sekunder, ketinggian bangunan dan KLB-nya ditentukan sebagai
berikut:
1. pekantoran 5-12 lantai dan KLB 3,0;
2. perdagangan dan jasa
- superkarket 2-7 lantai dan KLB 3,2
- pertokoan 2-4 lantai dan KLB 2,6;
3. fasilitas Umum 1-7 lantai dan KLB 2,6;
4. perumahan 1-3 lantai dan KLB 1,8.
c. ruas Jalan Lokasi Sekunder, ketinggian bangunan dan KLB-nya ditetapkan sebagai
berikut:
1. perkantoran 2-3 lantai dan KLB 1,5;
2. perdagangan dan jasa
- minimarket 1-2 lantai dan KLB 1,2;
- pasar 1-2 lantai dan KLB 1,5;
- pertokoan 1-3 lantai dan KLB 1,2;
3. fasilitas umum1-3 lantai dan KLB 1,5;
4. perumahan 1-2 lantai dan KLB 1,2.

Bagian Kelima
Penentuan Garis Sempadan
Pasal 79

(1) Penentuan garis sempadan bangunan ditinjau dari :


a. sempadan jalan.
b. sempadan sungai.
c. sempadan Saluran Udara Tengangan Tinggi dan saluran Udara Teganggan Ekstra
Tinggi.
(2) Garis Sempadan Bangunan (yang berbatasan dengan jalan) ditetapkan berdasarkan
fungsi kawasan, fungsi jalan sebagai berikut:

a. BWK I
(i) jaringan jalan nasional dengan fungsi jalan arteri primer pengaturan Garis
Sempadan Bangunan (GSB) yang diukur dari AS jalan, yaitu:
- Jl. Pahlawan Garis Sempadan Bangunan (GSB) 20 meter
- Jl. A.Yani Garis Sempadan Bangunan (GSB) 15 meter
- Jl. Urip Sumoharjo Garis Sempadan Bangunan (GSB) 15 meter
- Jl. Ikan Paus Garis Sempadan Bangunan (GSB) 8 meter
- Jl. Siliwangi Garis Sempadan Bangunan (GSB) 8 meter
- Jl. Garuda Garis Sempadan Bangunan (GSB) 12 meter
- Jl. Sumba Garis Sempadan Bangunan (GSB) 10 meter
- Jl. Sumatera Garis Sempadan Bangunan (GSB) 12 meter
(ii) jaringan jalan provinsi dengan fungsi jalan kolektor primer pengaturan Garis
Sempadan Bangunan (GSB) yang diukur dari AS jalan, yaitu:
- Jl. Cak Doko Garis Sempadan Bangunan (GSB) 15 meter
- Jl. Moh.Hatta Garis Sempadan Bangunan (GSB) 15 meter
- Jl. Soeharto Garis Sempadan Bangunan (GSB) 15 meter
- Jl. Soedirman Garis Sempadan Bangunan (GSB) 15 meter
- Jl. WJ.Lalamentik Garis Sempadan Bangunan (GSB) 15 meter
- Jl. Alfosus Nisnoni Garis Sempadan Bangunan (GSB) 15 meter
(iii) jaringan jalan kota dengan fungsi jalan kolektor sekunder pengaturan Garis
Sempadan Bangunan (GSB) yang diukur dari AS jalan, yaitu:
- Jl. Tompelo Garis Sempadan Bangunan (GSB) 15 meter
- Jl. Herewila, Garis Sempadan Bangunan (GSB) 15 meter
- Jl. Kosasih Garis Sempadan Bangunan (GSB) 10 meter
- Jl. Gunung Fatuleu Garis Sempadan Bangunan (GSB) 10 meter
- Jl. Cendrawasih Garis Sempadan Bangunan (GSB) 10 meter
- Jl. Angrek Garis Sempadan Bangunan (GSB) 10 meter
- Jl. Seroja Garis Sempadan Bangunan (GSB) 6 meter
- Jl. Pemuda Garis Sempadan Bangunan (GSB) 10 meter
- Jl. Nangka Garis Sempadan Bangunan (GSB) 10 meter
- Jl. Polisi Militer Garis Sempadan Bangunan (GSB) 20 meter
- Jl. Soeprapto Garis Sempadan Bangunan (GSB) 15 meter
- Jl. Proklamasi Garis Sempadan Bangunan (GSB) 6 meter
- Jl. Diponegoro Garis Sempadan Bangunan (GSB) 6 meter
- Jl. Air Sagu Garis Sempadan Bangunan (GSB) 15 meter
- Jl. Palapa Garis Sempadan Bangunan (GSB) 15 meter
- Jl. Untung Surapati Garis Sempadan Bangunan (GSB) 15 meter
- Jl. Gajahmada Garis Sempadan Bangunan (GSB) 6 meter
- Jl. Lontar Garis Sempadan Bangunan (GSB) 8 meter
- Jl. Teratai Garis Sempadan Bangunan (GSB) 10 meter
- Jl. Bougonvile Garis Sempadan Bangunan (GSB) 10 meter
- Jl. Sakura Garis Sempadan Bangunan (GSB) 6 meter
- Jl. Tulip Garis Sempadan Bangunan (GSB) 6 meter
- Jl. Kemuning Raya Garis Sempadan Bangunan (GSB) 8 meter
- Jl. Hati Suci Garis Sempadan Bangunan (GSB) 8 meter
- Jl. Hati Suci I Garis Sempadan Bangunan (GSB) 6 meter
- Jl. Hati Suci II Garis Sempadan Bangunan (GSB) 6 meter
- Jl. Hati Suci III Garis Sempadan Bangunan (GSB) 6 meter
- Jl. Hati Suci IV Garis Sempadan Bangunan (GSB) 6 meter
- Jl. Hati Suci V Garis Sempadan Bangunan (GSB) 6 meter
- Jl. Hati Mulia I Garis Sempadan Bangunan (GSB) 6 meter
- Jl. Hati Mulia II Garis Sempadan Bangunan (GSB) 6 meter
- Jl. Hati Mulia III Garis Sempadan Bangunan (GSB) 6 meter
- Jl. Hati Mulia IV Garis Sempadan Bangunan (GSB) 6 meter
- Jl. Hati Mulia V Garis Sempadan Bangunan (GSB) 6 meter
- Jl. Hati Mulia VI Garis Sempadan Bangunan (GSB) 6 meter
- Jl. Hati Mulia VII Garis Sempadan Bangunan (GSB) 6 meter

(iv) jaringan jalan kota dengan fungsi jalan lokal pengaturan Garis Sempadan
Bangunan (GSB) yang diukur dari AS jalan minimal 6 meter ;

b. BWK II
(i) jaringan jalan nasional dengan fungsi jalan arteri primer pengaturan Garis
Sempadan Bangunan (GSB) yang diukur dari AS jalan , yaitu:
- Jl. Timor Raya Garis Sempadan Bangunan (GSB) 20 meter
(ii) jaringan jalan provinsi fungsi jalan arteri sekunder pengaturan Garis
Sempadan Bangunan (GSB) yang diukur dari AS jalan yaitu:
- Jl. Frans Seda Garis Sempadan Bangunan (GSB) 20 meter
(iii) jaringan jalan kota dengan fungsi jalan kolektor primer pengaturan Garis
Sempadan Bangunan (GSB) yang diukur dari AS jalan, yaitu:
- Jl.Bundaran PU Garis Sempadan Bangunan (GSB) 15 meter
- Jl. Pulau Indah Garis Sempadan Bangunan (GSB) 15 meter
- Jl. WJ.Lalamentik Garis Sempadan Bangunan (GSB) 15 meter
- Jl. R.A. Kartini Raya Garis Sempadan Bangunan (GSB) 15 meter
- Jl. R.A. Kartini I Garis Sempadan Bangunan (GSB) 10 meter
- Jl. Perintis Kemerdekaan I Garis Sempadan Bangunan (GSB) 10 meter
- Jl. Perintis Kemerdekaan Ib Garis Sempadan Bangunan (GSB) 15 meter
- Jl. Perintis Kemerdekaan 2 Garis Sempadan Bangunan (GSB) 15 meter
- Jl. Perintis Kemerdekaan 3 Garis Sempadan Bangunan (GSB) 15 meter
- Jl. Bajawa Garis Sempadan Bangunan (GSB) 10 meter
- Jl.Tamrin Garis Sempadan Bangunan (GSB) 15 meter
- Jl. Samratulangi Raya Garis Sempadan Bangunan (GSB) 15 meter
- Jl. Samratulangi I Garis Sempadan Bangunan (GSB) 10 meter
- Jl. Samratulangi II Garis Sempadan Bangunan (GSB) 6 meter
- Jl. Samratulangi III Garis Sempadan Bangunan (GSB) 6 meter
- Jl. Samratulangi IV Garis Sempadan Bangunan (GSB) 6 meter
- Jl. Samratulangi V Garis Sempadan Bangunan (GSB) 8 meter
- Jl. Veteran Garis Sempadan Bangunan (GSB) 15 meter
- Jl. Inaboi Garis Sempadan Bangunan (GSB) 15 meter
- Jl. K.B Mandiri Raya Garis Sempadan Bangunan (GSB) 15 meter
- Jl. Perwira Garis Sempadan Bangunan (GSB) 8 meter
- Jl. Pendidikan Garis Sempadan Bangunan (GSB) 6 meter
- Jl. S.K Lerik Garis Sempadan Bangunan (GSB) 15 meter
- Jl. Patriot Garis Sempadan Bangunan (GSB) 6 meter
- Jl. Bintang Garis Sempadan Bangunan (GSB) 6 meter
- Jl. Bunga Lontar Garis Sempadan Bangunan (GSB) 6 meter
- Jl. Pegangsaan I dan II Garis Sempadan Bangunan (GSB) 6 meter
- Jl. Ade Irma I Garis Sempadan Bangunan (GSB) 10 meter
- Jl. Ade Irma II Garis Sempadan Bangunan (GSB) 8 meter
- Jl. Ade Irma III Garis Sempadan Bangunan (GSB) 8 meter
- Jl. Srikandi Garis Sempadan Bangunan (GSB) 6 meter
- Jl. R.W Monginsidi Garis Sempadan Bangunan (GSB) 15 meter
- Jl. Bakti Karang Garis Sempadan Bangunan (GSB) 10 meter
- Jl. Batu Kristal Garis Sempadan Bangunan (GSB) 10 meter
- Jl. Ainiba Garis Sempadan Bangunan (GSB) 10 meter
- Jl. Ranamese Garis Sempadan Bangunan (GSB) 10 meter
- Jl. Komplek UT Garis Sempadan Bangunan (GSB) 10 meter
- Jl. Paradiso Garis Sempadan Bangunan (GSB) 6 meter
- Jl. Ratu Jelita Garis Sempadan Bangunan (GSB) 6 meter
- Jl. Alat Berat PU provinsi Garis Sempadan Bangunan (GSB) 8 meter
- Jl. Hans Kapitan Garis Sempadan Bangunan (GSB) 10 meter
- Jl. Matani Garis Sempadan Bangunan (GSB) 15 meter
- Jl. Manafe Garis Sempadan Bangunan (GSB) 8 meter
- Jl. Gunung Mutis Garis Sempadan Bangunan (GSB) 10 meter
- Jl. Merpati Garis Sempadan Bangunan (GSB) 10 meter
- Jl. Elang Garis Sempadan Bangunan (GSB) 6 meter
- Jl. K.A Dahlan Garis Sempadan Bangunan (GSB) 8 meter
- Jl. H.O Cokroaminoto Garis Sempadan Bangunan (GSB) 8 meter
- Jl. Keuangan Negara Garis Sempadan Bangunan (GSB) 8 meter

(vI) jaringan jalan kota dengan fungsi jalan lingkungan pengaturan Garis Sempadan
Bangunan (GSB) yang diukur dari AS jalan minimal 6 meter;

c. BWK III
(i) jaringan jalan nasional dengan fungsi jalan arteri primer pengaturan Garis
Sempadan Bangunan (GSB) yang diukur dari AS jalan, yaitu:
- Jl. Timor Raya Garis Sempadan Bangunan (GSB) 20 meter
- Jl. Simpang Oesapa Garis Sempadan Bangunan (GSB) 15 meter
- Jl. Adipura – Oesapa Garis Sempadan Bangunan (GSB) 20 meter
- Jl. Adipura – Penfui Garis Sempadan Bangunan (GSB) 20 meter
(ii) jaringan jalan provinsi dengan fungsi jalan arteri sekunder pengaturan Garis
Sempadan Bangunan (GSB) yang diukur dari AS jalan, yaitu:
- JL. Adisucipto Garis Sempadan Bangunan (GSB) 15 meter
- JL. Piet A. Tallo Garis Sempadan Bangunan (GSB) 20 meter
- JL. Prof. DR. Herman Johanes Garis Sempadan Bangunan (GSB) 20 meter
- Jalur 40 Garis Sempadan Bangunan (GSB) 20 meter
(iii) jaringan jalan kota dengan fungsi jalan kolektor primer Garis Sempadan
Bangunan (GSB) yang diukur dari AS jalan, yaitu:
- JL. Bumi Garis Sempadan Bangunan (GSB) 15 meter
- JL. Bumi I Garis Sempadan Bangunan (GSB) 6 meter
- JL.Lasitardas STIM Garis Sempadan Bangunan (GSB) 10 meter
- Jl, Farmasi Garis Sempadan Bangunan (GSB) 10 meter
- Jl. Matahari Garis Sempadan Bangunan (GSB) 10 meter
- Jl. Bunda Hati Kudus Garis Sempadan Bangunan (GSB) 10 meter
- Jl. Fatutuan Garis Sempadan Bangunan (GSB) 10 meter
- Jl. Ukitau Garis Sempadan Bangunan (GSB) 10 meter
- Jl. Taebenu Garis Sempadan Bangunan (GSB) 15 meter
- Jl. Pluto Garis Sempadan Bangunan (GSB) 6 meter
- Jl. Yupiter Garis Sempadan Bangunan (GSB) 8 meter
- Jl. Venus Garis Sempadan Bangunan (GSB) 6 meter
- Jl. Mars Garis Sempadan Bangunan (GSB) 6 meter
- Jl. Neptunus Sempadan Bangunan (GSB) 6 meter
- Jl. RSS Oesapa Garis Sempadan Bangunan (GSB) 6 meter
- Jl. Fatudela Garis Sempadan Bangunan (GSB) 6 meter
- Jl. Beringin Garis Sempadan Bangunan (GSB) 8 meter
- Jl. Bimoku Garis Sempadan Bangunan (GSB) 8 meter
- Jl. Pelita Garis Sempadan Bangunan (GSB) 8 meter
- Jl. Suratim Garis Sempadan Bangunan (GSB) 6 meter
- Jl. Dolok Esa Garis Sempadan Bangunan (GSB) 6 meter
- Jl. Bunga Jati Garis Sempadan Bangunan (GSB) 6 meter
- Jl. Esa Nita Garis Sempadan Bangunan (GSB) 6 meter
- Jl. Kusambi Garis Sempadan Bangunan (GSB) 6 meter
- Jl. Ke Pantai Lasiana Garis Sempadan Bangunan (GSB) 10 meter
- Jl. Pramuka Garis Sempadan Bangunan (GSB) 10 meter
- Jl. Alfa Omega Garis Sempadan Bangunan (GSB) 6 meter

(iii) jaringan jalan kota dengan fungsi jalan lokal pengaturan Garis Sempadan
Bangunan (GSB) minimal 6 meter;
(v) jaringan jalan yang direncanakan di BWK III pengaturan Garis Sempadan
Bangunan (GSB) yang diukur dari AS disesuaikan dengan RUMIJA.

d. BWK IV
(i) jaringan jalan nasional dengan fungsi jalan arteri primer pengaturan Garis
Sempadan Bangunan (GSB) yang diukur dari AS jalan , yaitu:
- Jl. Tua Bata Garis Sempadan Bangunan (GSB) 20 meter
- Jl. Pahlawan Garis Sempadan Bangunan (GSB) 20 meter
- Jl. M Praja Garis Sempadan Bangunan (GSB) 20 meter
- Jl. Yos Sodarso Garis Sempadan Bangunan (GSB) 20 meter
- Jl’ Sangkar Mas Garis Sempadan Bangunan (GSB) 10 meter
(ii) jaringan jalan provinsi dengan fungsi jalan arteri sekunder pengaturan Garis
Sempadan Bangunan (GSB) yang diukur dari AS jalan, yaitu:
- Jalur 40 Garis Sempadan Bangunan (GSB) 20 meter
- Jl. Raya Bolok Garis Sempadan Bangunan (GSB) 15 meter
(iii) jaringan jalan kota dengan fungsi jalan lokal primer pengaturan Garis
Sempadan Bangunan (GSB) yang diukur dari AS jalan, yaitu;
- Jl’ Penkase- Oeleta Garis Sempadan Bangunan (GSB) 15 meter
- Jl’ A. Baitanu Garis Sempadan Bangunan (GSB) 10 meter
- Jl’ M.B Mail Garis Sempadan Bangunan (GSB) 10meter
- Jl’ Oepura – Belo Garis Sempadan Bangunan (GSB) 15 meter
- Jl’ Oeekam Garis Sempadan Bangunan (GSB) 10 meter
- Jl’ Air Lobang Garis Sempadan Bangunan (GSB) 8 meter
- Jl’.Oekalibi Garis Sempadan Bangunan (GSB) 6 meter
- Jl.’Oenak Naofai Garis Sempadan Bangunan (GSB) 6 meter
- Jl.’Bonik I, II Garis Sempadan Bangunan (GSB) 6 meter
- Jl. Air Lobang II Garis Sempadan Bangunan (GSB) 6 meter
- Jl. Waikelo Garis Sempadan Bangunan (GSB) 6 meter
- Jl. M.B Milo Garis Sempadan Bangunan (GSB) 6 meter
- Jl. B.Lasbaun Garis Sempadan Bangunan (GSB) 6 meter
- Jl. Ikan Kombong Garis Sempadan Bangunan (GSB) 6 meter
- Jl. Poco-Poco Garis Sempadan Bangunan (GSB) 6 meter
- Jl. Tanjung Karang Garis Sempadan Bangunan (GSB) 6 meter
- Jl. Trikora Garis Sempadan Bangunan (GSB) 10 meter
- Jl. Melodi Garis Sempadan Bangunan (GSB) 6 meter
- Jl. Harmonika Garis Sempadan Bangunan (GSB) 6 meter
- Jl. Tifa Garis Sempadan Bangunan (GSB) 8 meter
- Jl. Nusa Indah Garis Sempadan Bangunan (GSB) 6 meter

(iv) jaringan jalan kota dengan fungsi jalan lingkungan pengaturan Garis Sempadan
Bangunan (GSB) yang diukur dari AS jalan minimal 4 meter.
(v) jaringan jalan yang direncanakan di BWK IV pengaturan Garis Sempadan
Bangunan (GSB) yang diukur dari AS disesuaikan dengan RUMIJA.

e. BWK V
(i) jaringan jalan provinsi dengan fungsi jalan arteri sekunder pengaturan Garis
Sempadan Bangunan (GSB) yang diukur dari AS jalan, yaitu:
- Jl. Jalur 40 Garis Sempadan Bangunan (GSB) 20 meter,
(ii) jaringan jalan kota dengan fungsi jalan kolektor primer pengaturan Garis
Sempadan Bangunan (GSB) yang diukur dari AS jalan, yaitu:
- Jl. H.A Koroh Garis Sempadan Bangunan (GSB) 15 meter
- Jl. Amabi Garis Sempadan Bangunan (GSB) 15 meter
(iii) jaringan jalan kota dengan fungsi jalan kolektor sekunder pengaturan Garis
Sempadan Bangunan (GSB) yang diukur dari AS jalan, yaitu:
- Jl. Fetor Foenay Garis Sempadan Bangunan (GSB) 15 meter
- Jl. HTI Garis Sempadan Bangunan (GSB) 10 meter
(iv) jaringan jalan kota dengan fungsi jalan lokal primer pengaturan Garis
Sempadan Bangunan (GSB), yaitu:
- Jl. RCTI Garis Sempadan Bangunan (GSB) 15 meter
- Jl. Sukun Raya Garis Sempadan Bangunan (GSB) 15 meter
- Jl. Oelon I dan II Garis Sempadan Bangunan (GSB) 6 meter
- Jl. Oelon III Garis Sempadan Bangunan (GSB) 8 meter
- Jl. Kedongdong Garis Sempadan Bangunan (GSB) 15 meter
- Jl. Jeruk Garis Sempadan Bangunan (GSB) 6 meter
- Jl. Salak Garis Sempadan Bangunan (GSB) 6 meter
- Jl. Sesawi Garis Sempadan Bangunan (GSB) 6 meter
- Jl. Manggis Garis Sempadan Bangunan (GSB) 6 meter
- Jl. Belimbing Garis Sempadan Bangunan (GSB) 6 meter
- Jl. Sukun I Garis Sempadan Bangunan (GSB) 6 meter
- Jl. Bunga Rampai Garis Sempadan Bangunan (GSB) 8 meter
- Jl. Evergreen Garis Sempadan Bangunan (GSB) 8 meter
- Jl. Kelurahan Naimata Garis Sempadan Bangunan (GSB) 10 meter
- Jl. Frans Daromes Garis Sempadan Bangunan (GSB) 10 meter
- Jl. Silawan Garis Sempadan Bangunan (GSB) 6 meter
- Jl. Kramat Jati Garis Sempadan Bangunan (GSB) 6 meter
(v) jaringan jalan kota dengan fungsi jalan lokal pengaturan Garis Sempadan
Bangunan (GSB) minimal 6 meter; dan
(vi) jaringan jalan yang direncanakan di BWK V pengaturan Garis Sempadan
Bangunan (GSB) disesuaikan dengan RUMIJA.

f. BWK VI
(i) jaringan jalan provinsi dengan fungsi jalan arteri sekunder pengaturan Garis
Sempadan Bangunan (GSB), yaitu:
- Jalur 40 Garis Sempadan Bangunan (GSB) 20 meter
(ii) jaringan jalan kota dengan fungsi jalan kolektor primer pengaturan Garis
Sempadan Bangunan (GSB), yaitu:
- JL. H.A Koroh Garis Sempadan Bangunan (GSB) 15 meter
(iii) jaringan jalan kota dengan fungsi jalan kolektor sekunder pengaturan Garis
Sempadan Bangunan (GSB), yaitu:
- Jl. Kupang - Baun Garis Sempadan Bangunan (GSB) 15 meter
- Jl. SMA 6 Garis Sempadan Bangunan (GSB) 15 meter
- Jl. Raya Naioni Garis Sempadan Bangunan (GSB) 15 meter
- Jl. Fatukoa Garis Sempadan Bangunan (GSB) 15 meter
- Jl. Naioni I Garis Sempadan Bangunan (GSB) 15 meter

(iv) jaringan jalan kota di wilayah BWK VI dengan fungsi jalan lokal pengaturan
Garis Sempadan Bangunan (GSB) minimal lebar jalan 6 meter;
(vi) jaringan jalan yang direncanakan di BWK VI pengaturan Garis Sempadan
Bangunan (GSB) disesuaikan dengan RUMIJA.

g. BWK VII
(i) jaringan jalan provinsi dengan fungsi jalan arteri sekunder pengaturan Garis
Sempadan Bangunan (GSB), yaitu:
- Jalur 40 Garis Sempadan Bangunan (GSB) 20 meter
(ii) jaringan jalan kota dengan fungsi jalan kolektor sekunder pengaturan Garis
Sempadan Bangunan (GSB), yaitu:
- Jl. Fetor Feonay Garis Sempadan Bangunan (GSB) 15 meter
(iii) jaringan jalan kota dengan fungsi jalan lokal pengaturan Garis Sempadan
Bangunan (GSB) minimal 6 meter; dan
(iv) jaringan jalan yang direncanakan di BWK VII Garis Sempadan Bangunan (GSB)
disesuaikan dengan RUMIJA.

(3) Bangunan selain bangunan permukiman harus menediakan tempat parkir, yaitu:
a. 20 perseratus dari luas total bangunan;
b. 10 perseratus dari luas total bangunan untuk bangunan lebih dari satu lantai.
(4) Garis sempadan samping dan belakang bangunan yang berbatasan dengan persil
tetangga, ditetapkan sebagai berikut:
a. Untuk bangunan tunggal tidak bertingkat dapat berimpit atau apabila berjarak kurang
lebih 1,5 m.
b. Untuk bangunan bertingkat sampai dengan ketinggian 3 lantai dapat berimpit.
(5) Kawasan berkepadatan tinggi, garis sempadan bangunan perdagangan dan jasa
ditetapkan dapat berimpit dengan garis sempadan luar setelah mempertimbangkan
faktor parkir kendaraan.
Pasal 80

Garis sempadan sungai yang ada di setiap Bagian Wilayah Kota (BWK) Kota Kupang
ditetapkan minimal 5 meter sebelah luar sepanjang kaki tanggul.

Pasal 81

Garis sempadan dan ruang bebas saluran udara tegangan tinggi dan saluran udara
tegangan ekstra tinggi terbagi menjadi:
a. Saluran udara tegangan ekstra tinggi (SUTET) ditetapkan sebesar 8,5 – 15 meter, untuk
menara yang ditinggikan dan 5 m – 5,5 m, untuk m,enara yang tidak ditinggikan (dengan
ketentuan ruang bebas yang ditetapkan membentuk sudut 450 dari sumbu penghantar)
b. Saluran udara tegangan tinggi (SUTT) ditetapkan sebesar 9 m – 213,5 m, untuk menara
yang ditinggikan dan 2,5 m – 4 m, untuk menara yang tidak ditinggikan (dengan
ketentuan ruang bebas yang ditetapkan membentuk sudut 450 dari sumbu penghantar).

Bagian Keenam
Ketentuan Perizinan Pemanfaatan Ruang

Pasal 82
(1) Perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (2) huruf b, didasarkan pada
prinsip penerapan perizinan, yaitu:
a. Pemberian perizinan terkait pemanfaatan ruang diberikan berdasarkan Rencana
Detail Tata Ruang Kota (RDTRK) Kota Kupang;
b. Perizinan yang telah terbit sesuai dengan prosedur hukum, akan tetapi tidak sesuai
dengan RDTRK Kota Kupang berlaku :
1. untuk yang belum dilakukan pembangunannya, izin terkait disesuaikan dengan
fungsi kawasan dalam RDTRK;
2. untuk yang telah dilakukan pembangunannya, izin berlaku hingga habis masa
berlakunya dan dilakukan penyesuaian dengan menerapakan rekayasa teknis
sesuai dengan fungsi kawasan dalam RDTRK;
1. untuk yang telah dilakukan pembangunannya dan tidak dimungkinkan untuk
menerapkan rekayasa teknis sesuai dengan fungsi kawasan dalam RDTRK, maka
izin dapat dibatalkan dan terhadap kerugian yang timbul akibat pembatalan izin
dapat diberikan pergantian yang layak.
c. Perizinan yang telah terbit tidak sesuai prosedur hukum dan tidak sesuai dengan
RDTRK Kota Kupang dicabut dan dilakukan revitalisasi lokasi sesuai dengan
peruntukannya.
(2) Perizinan yang dikenakan pada kegiatan dan pembangunan di setiap BWK Kota
Kupang, meliputi :
a. perizinan sektoral/kegiatan, yaitu izin prinsip, izin tetap, izin penetapan lokasi dan izin
usaha;
b. perizinan pemanfaatan ruang dan bangunan, yaitu izin lokasi, Izin Peruntukan
Penggunaan Tanah, Izin Penggunaan Bangunan;
c. perizinan konstruksi, yaitu Izin Mendirikan Bangunan;
d. perizinan lingkungan, yaitu izin gangguan, Rencana Pengelolaan Lingkungan, dan
Rencana Pemanfaatan Lingkungan;
e. perizinan khusus, yaitu izin pengambilan air tanah, izin galian bahan non logam
(3) Ketentuan mengenai tata cara pemberian ijin sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diatur dengan Peraturan Walikota.

Bagian Ketujuh
Ketentuan Insentif dan Disinsentif
Pasal 83

(1) Ketentuan insentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (2) huruf c merupakan
perangkat atau upaya untuk memberikan imbalan terhadap pelaksanaan kegiatan yang
sejalan dengan Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK) Kota Kupang.
(2) Pemberian insentif dimaksudkan sebagai upaya untuk memberikan imbalan terhadap
pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK)
Kota Kupang, diberlakukan dengan cara:
a. kemudahan-kemudahan dalam pengurusan izin dan pengurusan administrasi
lainnya untuk pemanfaatan ruang yang sesuai dengan arahan-arahan dalam
rencana tata ruang wilayah kota;
b. bantuan pada pemanfaatan lahan yang sifatnya mengkonservasi lahan pada
kawasan-kawasan lindung;
c. pembangunan serta pengadaan infrastruktur;
d. kemudahan prosedur perizinan;
e. pemberian penghargaan kepada masyarakat, swasta dan/atau pemerintah daerah.
(3) Ketentuan disinsentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (2) huruf c
merupakan perangkat untuk mencegah, membatasi pertumbuhan, atau mengurangi
kegiatan yang tidak sejalan dengan Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK) Kota
Kupang;
(4) Pemberian disinsentif untuk mencegah, membatasi pertumbuhan, dan/atau
mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan Rencana Detail Tata Ruang (RDTRK)
, diberlakukan dengan cara:
a. pemberian sanksi dan pengenaan denda kepada pelanggar aturan-aturan dan
arahan dalam Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDRK) Kota Kupang;
b. mempersulit pengurusan administrasi dan penolakan usulan pemanfaatan ruang
yang tidak sesuai dengan arahan dalam Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK);
c. kawasan-kawasan terbangun yang tidak sesuai dengan arahan dalam Rencana
Detail Tata Ruang Kota (RDTRK) diberlakukan pengawasan dan pengendalian yang
ketat;
d. pengenaan pajak yang tinggi yang disesuaikan dengan besarnya biaya yang
dibutuhkan untuk mengatasi dampak yang ditimbulkan akibat pemanfaatan ruang;
e. pembatasan penyediaan infrastruktur, pengenaan kompensasi, dan penalti.
(5) Ketentuan mengenai tata cara pemberian insentif dan disinsentif diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Walikota

Bagian Kedelapan
Arahan Sanksi
Paragraf 1
Umum
Pasal 84

(1) Arahan sanksi sebagaimana dimaksud dalam pasal 63 huruf d merupakan acuan bagi
Pemerintah Kota Kupang dalam pengenaan sanksi administrasi kepada pelanggar
pemanfaatan ruang.

(2) Pengenaan sanksi dilakukan terhadap:

a. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan dengan rencana struktur ruang dan pola
ruang;

b. pelanggaran ketentuan umum peraturan zonasi;

c. pemanfaatan ruang tanpa izin pemanfaatan ruang yang diterbitkan berdasarkan


Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK) Kota Kupang ;

d. pemanfaatan ruang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan ruang yang diterbitkan
berdasarkan Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK) Kota Kupang;

e. pelanggaran ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan ruang


yang diterbitkan berdasarkan Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK) Kota Kupang;

f. pemanfaatan ruang yang menghalangi akses terhadap kawasan yang oleh peraturan
perundangan-undangan dinyatakan sebagai milik umum; dan/atau

g. pemanfaatan ruang dengan izin yang diperoleh dengan prosedur yang tidak benar.

Paragraf 2
Sanksi Administratif
Pasal 85

(1) Terhadap pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (2) dikenakan
sanksi administratif berupa:
peringatan tertulis,penghentian sementara kegiatan, penghentian sementara pelayanan
umum,penutupan lokasi, pencabutan izin, pembatalan izin, pembongkaran bangunan,
pemulihan fungsi ruang; dan/atau denda administrasi.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai sanksi administratif diatur dengan peraturan Walikota.

BAB VIII
HAK KEWAJIBAN DAN PERAN SERTA MASYARAKAT
Bagian Kesatu
Hak Masyarakat
Pasal 86

Dalam kegiatan mewujudkan pemanfaatan ruang di setiap Bagian Wilayah Kota (BWK) Kota
Kupang masyarakat berhak:
a. berperan dalam proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian
pemanfaatan ruang;
b. mengetahui secara terbuka Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK) Kota Kupang;
c. menikmati manfaat ruang dan/atau pertambahan nilai ruang sebagai akibat dari penataan
ruang;
d. memperoleh penggantian yang layak atas kondisi yang dialaminya sebagai akibat
pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan kebijaksanaan dan strategi
pengembangan RTRW dan RDTR Kota Kupang;
e. mendapat perlindungan dari kegiatan-kegiatan yang merugikan, dan
f. mengawasi pihak-pihak yang melakukan penyelenggaraan tata ruang.

Bagian Kedua
Kewajiban Masyarakat
Pasal 87
Kewajiban masyarakat dalam Rencana Detail Tata Ruang di Wiayah Kota Kupang terdiri
atas:
a. mentaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan;
b. memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan ruang diberikan, dan
c. mengawasi pihak-pihak yang melakukan penyelenggaraan tata ruang.

Pasal 88
(1) Pelaksanaan kewajiban masyarakat dalam Rencana Detail Tata Ruang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 87 dilaksanakan dengan mematuhi dan menerapkan kriteria,
kaidah, baku mutu, dan aturan-aturan penataan ruang yang ditetapkan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.

(2) Kaidah dan aturan pemanfaatan ruang yang dilakukan masyarakat secara turun temurun
dapat diterapkan sepanjang memperhatikan faktor-faktor daya dukung lingkungan,
estetika lingkungan, lokasi dan struktur pemanfaatan ruang serta dapat menjamin
pemanfaatan ruang yang serasi, selaras, dan seimbang.

Bagian Ketiga
Peran Masyarakat
Pasal 89
Peran masyarakat dalam Rencana Detail Tata Ruang di Daerah dilakukan antara lain
melalui:
a. Partisipasi dalam penyusunan rencana tata ruang;
b. Partisipasi dalam pemanfaatan ruang; dan
c. Partisipasi dalam pengendalian pemanfaatan ruang.

Pasal 90
Bentuk peran masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 pada tahap Rencana
Detail Tata Ruang dapat berupa:
b. Memberikan masukan mengenai:
1. menentukan arah pengembangan wilayah;
2. potensi dan masalah pembangunan;
3. perumusan rencana tata ruang; dan
4. penyusunan rencana struktur dan pola ruang.
c. Menyampaikan keberatan terhadap rancangan rencana tata ruang; dan
d. Melakukan kerja sama dengan Pemerintah, Pemerintah Daerah dan/atau sesama
masyarakat.
Pasal 91
Bentuk peran masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 dalam pemanfaatan
ruang dapat berupa:
a. melakukan kegiatan pemanfaatan ruang yang sesuai dengan kearifan lokal dan rencana
tata ruang yng telah ditetapkan;
b. menyampaikan masukan mengenai kebijakan pemanfaatan ruang;
c. Memberikan dukungan bantuan teknik, keahlian, dan/atau dana dalam pengelolahan
pemanfaatan ruang;
d. peningkatkan efisiensi, efektifitas, dan keserasian dalam pemanfaatan ruang darat,
ruang laut, ruang udara, dan ruang di dalam bumi dengan memperhatikan kearifan lokal
serta sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
e. melakukan kerjasama pengelolaan ruang dengan Pemerintah, Pemerintah Daerah
dan/atau dan pihak lainnya secara bertanggung jawab untuk pencapaian tujuan
penataan ruang;
f. menjaga, memelihara, dan meningkatkan kelestarian fungsi lingkungan dan sumber
daya alam;
g. melakukan usaha investasi dan/atau jasa keahlian; dan
h. mengajukan gugatan ganti rugi kepada pemerintah atau pihak lain apabila kegiatan
pembangunan yang dilaksanakan merugikan.
i.
Pasal 92
Bentuk peran masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 dalam pengendalian
pemanfaatan ruang dapat berupa:
a. memberikan masukan mengenai arahan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan
disinsentif serta pengenaan senksi;
b. turut serta memantau dan mengawasi pelaksanaan kegiatan pemanfaatan ruang, serta
rencana tata ruang yang telah ditetapkan, dan pemenuhan standar pelayanan minimal di
bidang penataan ruang;
c. melaporkan kepada instansi/pejabat yang berwenang dalam hal menemukan kegiatan
pemanfaatan ruang yang melanggar rencana tata ruang yang telah ditetapkan dan
adanya indikasi kerusakan dan/atau masalah yang terjadi di masyarakat dalam
menyelenggarakan penataan ruang;
d. menjaga, memelihara, dan meningkatkan kelestarian fungsi lingkungan dan SDA;
e. mengajukan keberatan terhadap keputusan pejabat publik yang dipandang tidak sesuai
dengan rencana tata ruang; dan
f. mengajukan gugatan pembatalan izin dan/atau penghentian pembangunan yang tidak
sesuai dengan rencana tata ruang kepada instansi/pejabat yang berwenang.

Pasal 93
(1) Peran masyarakat dalam rencana detail tata ruang kota dapat disampaikan secara
langsung dan/atau tertulis.
(2) Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat disampaikan kepada
Walikota;
(3) Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga dapat disampaikan
melalui unit kerja terkait yang di tunjuk oleh Walikota.
Pasal 94
Dalam rangka meningkatkan peran masyarakat, Pemerintah Daerah membangun sistem
informasi dan dokumentasi penataan ruang yang dapat diakses dengan mudah oleh
masyarakat.
Pasal 95
Pelaksanaan tata cara peran masyarakat dalam penataan ruang dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan.

BAB IX
PENYELESAIAN SENGKETA
Pasal 96

(1) Penyelesaian sengketa penataan ruang pada tahap pertama diupayakan berdasarkan
prinsip musyawarah dan mufakat.
(2) Dalam hal penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak ada
kesepakatan, para pihak dapat menempuh upaya penyelesaian sengketa melalui
pengadilan Negeri Kelas I Kupang atau di luar pengadilan sesuai ketentuan perundang-
undangan yang berlaku.

BAB X
DOKUMEN PENUNJANG
Pasal 97
(1) Dokumen-dokumen penunjang Peraturan Daerah ini meliputi :
a. buku fakta dan analisis;
b. buku rencana RDTRK Masing – masing BWK I, BWK II, BWK III, BWK IV, BWK V,
BWK VI dan BWK VII Kota Kupang;
c. album peta RDTRK Masing – masing BWK I, BWK II, BWK III, BWK IV, BWK V, BWK
VI dan BWK VII Kota Kupang dengan tingkat ketelitian peta skala 1 : 5.000;
(2) Dokumen-dokumen penunjang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam
lampiran dan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

BAB XI
KETENTUAN PIDANA

Pasal 98

Ketentuan pidana sesuai dengan keketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB XII
PENYIDIKAN
Pasal 99
(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Kota Kupang diberikan
wewenang untuk melaksanakan penyidikan terhadap pelanggaran ketentuan –
ketentuan dalam Peraturan Daerah ini.
(2) Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah :
a. menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan
dengan tindak pidana di bidang penataan ruang agar keterangan atau laporan
tersebut menjadi lengkap dan jelas;
b. meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan
tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan bidang penataan
ruang;
c. meminta keterangan dan bahan bukti dari pribadi atau badan sehubungan dengan
tindak pidana di bidang penataan ruang;
d. memeriksa buku-buku catatan-catatan dengan dokumen-dokumen lain berkenan
tindak pidana di bidang penataan ruang;
e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan
dan dokumen-dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti
tersebut;
f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak
pidana di bidang penataan ruang;
g. menyuruh berhenti dan atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat
pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan
atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf e;
h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana di bidang penataan ruang;
i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka
atau saksi;
j. menghentikan penyidikan; dan
k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana
dibidang penataan ruang menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan.
(3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan
dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada penuntut umum sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

BAB XIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 100
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan Pengundangan Peraturan Daerah ini
dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kota Kupang.

Ditetapkan di Kupang
pada tanggal ......, ........., .......

WALIKOTA KUPANG,

DANIEL ADOE
Diundangkan di Kupang
pada tanggal .........
SEKRETARIS DAERAH KOTA KUPANG,

HABDE ADRIANUS DAMI


LEMBARAN DAERAH KOTA KUPANG TAHUN 2011 NOMOR ....
PENJELASAN ATAS
PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG
NOMOR 12 TAHUN 2011
TENTANG
RENCANA DETAIL TATA RUANG KOTA (RDTRK) KOTA KUPANG

I. PENJELASAN UMUM

Secara administrasi wilayah Kota Kupang terdiri dari 6 (enam) kecamatan dan 51 (lima
puluh satu) kelurahan luas wilayah 165.337 Ha. Fungsi yang diemban oleh Kota Kupang
sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN) berbasis Kota Kupang sebagai Kota Tepi Pantai
(Waterfront City). Struktur ruang wilayah Kota Kupang di bagi dalam 7 (tujuh) Bagian
Wilayah Kota (BWK).

RDTRK adalah rencana pemanfaatan ruang kota secara terinci yang dsusun untuk
penyiapan perwujudan ruang dalam rangka pelaksanaan program-program pembangunan
kota.
RDTRK membuat kebijaksanaan pemanfaatan ruang yang disusun dan ditetapkan untuk
menyiapkan perwujudan ruang Bagian Wilayah Kota (BWK) dalam rangka pelaksanaan
program dan pengendalian pembangunan kota baik yang dilakukan oleh pemerintah,
Swasta maupun Masyarakat.

Bahwa RDTRK Kota Kupang tahun 2011– 2031 yang merupakan perwujudan aspirasi
masyarakat yang tertuang dalam rangkaian kebijaksanaan pembangunan fisik kota di
wilayah Kota Kupang yang memuat ketentuan-ketentuan antara lain :
1. Merupakan pedoman, landasan dan garis besar kebijaksanaan bagi pembangunan
fisik di BWK Kota Kupang dalam jangka waktu 20 tahun, dengan tujuan agar dapat
mewujudkan kelengkapan kesejahteraan masyarakat dalam hal memiliki kota yang
dapat memenuhi tuntutan segala kebutuhan fasilitas sehingga terwujud Kota Kupang
sebagai Kota tepi pantai ( Waterfront City).
2. Berisi suatu uraian keterangan dan petunjuk-petunjuk serta prinsip pokok
pembangunan fisik kota yang berkembang secara dinamis dan didukung oleh
pengembangan potensi alami, serta sosial ekonomi, sosial budaya, politik,
pertahanan keamanan dan teknologi yang menjadi ketentuan pokok bagi seluruh
jenis pembangunan fisik kota, baik yang dilaksanakan Pemerintah Kota Kupang,
Provinsi, Pemerintah Pusat dan masyarakat serta pihak swasta secara terpadu.
Dengan demikian dalam implementasinya perlu adanya pengaturan ruang yang diatur
dengan Peraturan Daerah Kota Kupang

II. PASAL DEMI PASAL


Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Cukup jelas.
Pasal 3
Cukup jelas.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 7
Huruf a.
Untuk mengendalikan perkembangan kawasan budi daya yang dikendalikan
pengembangannya, diterapkan mekanisme disindentif yang ketat.
Pasal 8
Ayat 1 huruf a
Yang dimaksud dengan tujuan penataan ruang Kota Kupang sebagai Pusat
Kegiatan Nasional dengan berbasais kota tepi pantai yang berkelanjutan adalah
menjadikan Kota Kupang sebagai Kota tepi pantai (Waterfront City) berfungsi
sebagai :
a. Pusat pemerintahan skala lokal dan regional;
b. Pusat perdagangan dan jasa skala regional dan internasional;
c. Pusat pariwisata skala regional dan internasional yang berwawasan
lingkungan;
d. Pusat industri yang berorientasi pasar regional dan internasional;
e. Pusat permukiman yang berwawasan lingkungan; dan
f. Pusat pendidikan tinggi skala lokal dan regional.
Pasal 9
Cukup jelas.
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Cukup jelas.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Cukup jelas.
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Cukup jelas.
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22
Cukup jelas.
Pasal 23
Cukup jelas.
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Ayat (6)
Huruf c
Terminal Oebobo juga berfungsi sebagai terminal Travel, yang dimaksud
dengan terminal travel adalah sebuah biro perjalanan wisata lokal yang
memberikan pelayanan dan fasilitas perjalanan yang ada di Kota Kupang.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Cukup jelas.
Pasal 28
Ayat (2)
Huruf a
Kegiatan yang terselenggara di Pelabuhan Tenau terdiri atas kegiatan
bongkar muat barang perniagaan eksport dan import, pelayanan
penumpang, bongkar muat Bahan Bakar Minyak Pertamina, serta
pelayanan bagi kapal pelayaran rakyat di perairan laut Nusa Tenggara
Timur;

Huruf b, nomor 2
Tempat Pendaratan Ikan adalah tempat nelayan mendaratkan ikannya
untuk kemudian dijual di tempat lain.
Huruf b, nomor 5
Pelabuhan terpadu minapolitan adalah pelabuhan yang mempunyai
fungsi utama ekonomi yang terdiri dari sentra produksi, pengolahan,
pemasaran komoditas perikanan, pelayanan jasa dan atau kegiatan
pendukung lainnya;
Pasal 29
Cukup jelas.
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31
Ayat (3)
Huruf c
Yang dimaksud dengan hotspot adalah lokasi dimana pengguna dapat
mengakses melalui mobile computer (seperti laptop atau PDA).
Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34
Cukup jelas.
Pasal 35
Cukup jelas.
Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37
Huruf e
Penyediaan instalasi pengolahan air limbah di kawasan industri merupakan
bagian tidak terpisahkan dari pengembangan dan pembangunan kawasan
industry yang menjadi syarat utama dalam pemberian ijin pembangunan dan
pengembangan kawasan industri.
Pasal 38
Cukup jelas.
Pasal 39
Cukup jelas.
Pasal 40
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan pengembangan system drainase yang menampung
air limbah rumah tangga setelah melalui proses pengolahan awal adalah
limbah dari rumah tangga dikumpulkan dan diolah terlebih dahulu dalam satu
system pengolahan limbah rumah tangga komunal sebelum dialirkan ke
jaringan drainase kota.
Pasal 41
Cukup jelas.
Pasal 42
Ayat 4
Jalur evakuasi khusus bencana tsunami, gelombang pasang dan abrasi
adalah jalur yang disediakan untuk dilalui masyarakat yang terkena bencana
tsunami, gelombang pasang maupun abrasi dalam kondisi darurat, sesuai
dengan kebutuhan antisipasi bencana karena memiliki kelenturan dan
kemudahan modifikasi sesuai kondisi dan bentuk lahan di setiap lokasi.
Pasal 43
Cukup jelas.
Pasal 44
Cukup jelas.
Pasal 45
Cukup jelas.
Pasal 46
Cukup jelas.
Pasal 47
Cukup jelas.
Pasal 48
Huruf a
Yang dimaksud dengan rawan tsunami gelombang pasang dan abrasi
adalah kawasan Kota Kupang yang memilikikerawanan terhadap gelombang
tsunami, gelombang pasang (mengingat bagian Selatan Kota Kupang adalah
Laut Hindia yang merupakan laut lepas dengan gelombang yang tinggi) dan
abrasi yang timbul akibat gempuran ombak dari Laut Hindia yang sangat
mungkin terjadi di Kota Kupang bagian Selatan dan Barat.
Pasal 49
Cukup jelas.
Pasal 50
Cukup jelas.
Pasal 51
Cukup jelas.
Pasal 52
Cukup jelas.
Pasal 53
Cukup jelas.
Pasal 54
Cukup jelas.
Pasal 55
Cukup jelas.
Pasal 56
Cukup jelas.
Pasal 57
Cukup jelas.
Pasal 58
Cukup jelas.
Pasal 50
Cukup jelas.
Pasal 59
Cukup jelas.
Pasal 60
Huruf c
Yang dimaksud dengan Kawasan Agropolitan adalah kota pertanian yang
tumbuh dan berkembang karena berjalannya sistem dan usaha agribisnis
serta mampu melayani, mendorong, menarik, menghela kegiatan
pembangunan pertanian (agribisnis) di wilayah sekitarnya .
Pasal 61
Cukup jelas.
Pasal 62
Cukup jelas.
Pasal 63
Cukup jelas.
Pasal 64
Cukup jelas.
Pasal 65
Cukup jelas.
Pasal 66
Huruf j.
Untuk mengendalikan perkembangan kawasan budidaya yang dikendalikan
pengembangannya , diterapkan mekanisme disinsentif secara ketat.
Pasal 67
Cukup jelas.
Pasal 68
Cukup jelas.
Pasal 69
Cukup jelas.
Pasal 70
Cukup jelas.
Pasal 71
Cukup jelas.
Pasal 72
Cukup jelas.
Pasal 73
Cukup jelas.
Pasal 74
Cukup jelas.
Pasal 75
Cukup jelas.
Pasal 76
Cukup jelas.
Pasal 77
Cukup jelas.
Pasal 78
Cukup jelas.
Pasal 79
Cukup jelas.
Pasal 80
Cukup jelas.
Pasal 81
Cukup jelas.
Pasal 82
Cukup jelas.
Pasal 83
Cukup jelas.
Pasal 84
Cukup jelas.
Pasal 85
Cukup jelas.
Pasal 86
Cukup jelas.
Pasal 87
Ayat (1)
Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah, adalah badan ad-hoc yang dibentuk
untuk mendukung pelaksanaan Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang di Kota Kupang dan mempunyai fungsi membantu pelaksanaan
tugas walikota dalam koordinasi penataan ruang di daerah.
Pasal 88
Cukup jelas.
Pasal 89
Cukup jelas.
Pasal 70
Cukup jelas.
Pasal 71
Cukup jelas.
Pasal 72
Cukup jelas.
Pasal 73
Cukup jelas.
Pasal 74
Cukup jelas.
Pasal 75
Cukup jelas.
Pasal 76
Cukup jelas.
Pasal 77
Cukup jelas.
Pasal 78
Cukup jelas.
Pasal 79
Cukup jelas.
Pasal 80
Cukup jelas.
Pasal 81
Cukup jelas.
Pasal 82
Cukup jelas.
Pasal 83
Cukup jelas.
Pasal 84
Cukup jelas.
Pasal 85
Cukup jelas.
Pasal 86
Cukup jelas.
Pasal 87
Cukup jelas.
Pasal 88
Cukup jelas.
Pasal 89
Cukup jelas.
Pasal 90
Cukup jelas.
Pasal 91
Cukup jelas.
Pasal 92
Cukup jelas.
Pasal 93
Cukup jelas.
Pasal 94
Cukup jelas.
Pasal 95
Cukup jelas.
Pasal 96
Cukup jelas.
Pasal 97
Cukup jelas.
Pasal 98
Cukup jelas.
Pasal 99
Cukup jelas.
Pasal 100
Cukup jelas.

Anda mungkin juga menyukai