Anda di halaman 1dari 118

HUBUNGAN FREKUENSI PEMBERIAN ASI DENGAN BERAT BADAN

BAYI USIA 0-6 BULAN DI WILAYAH PUSKESMAS TILAMUTA


KABUPATEN BOALEMO

SKIRPSI

Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam mengikuti


Ujian Sarjana Pendidikan

Oleh

MOHAMAD GUSTI SAU


NIM 841415100

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO


FAKULTAS OLAH RAGA DAN KESEHATAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
2020

i
HUBUNGAN FREKUENSI PEMBERIAN ASI DENGAN BERAT BADAN
BAYI USIA 0-6 BULAN DI WILAYAH PUSKESMAS TILAMUTA
KABUPATEN BOALEMO

SKIRPSI

Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam mengikuti


Ujian Sarjana Pendidikan

Oleh

MOHAMAD GUSTI SAU


NIM 841415100

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO


FAKULTAS OLAH RAGA DAN KESEHATAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
2020

iii
SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan dengan sesungguhnya

bahwa skripsi yang disusun dalam memenuhi salah satu persyaratan menempuh

ujian akhir di program studi ilmu keperawatan, fakultas olahraga dan kesehatan,

universitas negri gorontalo dengan judul “hubungan frekuensi pemberian ASI

dengan berat badan bayi usia 0-6 bulan di puskesmas tilamuta kabupaten

boalemo” adalah benar-benar hasil karya saya sendiri

Adapun bagian-bagian tertentu yang saya kutip dari hasil karya orang lain

telah dituliskan sumbernya dengan jelas sesuai dengan norna, kaidah, etika,

penulisan dan buku pedoman penulisan karya ilmiah ini universitas negri

gorontalo.

Apa bila kemudian hari ditemukan seluruh atau sebagian skripsi ini bukan

hasil karya saya sendiri atau terdapat plagiat dalam bagian-bagian tertentu, maka

saya bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang penulis sandang

dan sanksi lain sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku

Gorontalo, Januari 2020


Yang Membuat Pernyataan

Mohamad Gusti Sau


NIM: 841415100

iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN

ِ ‫َّحي ِْم الرَّحْ َم ِن هللاِ بِس‬


‫ْــــــــــــــــــم‬ ِ ‫الر‬
“Karena Sesungguhnya bersama Kesulitan itu ada Kemudahan”

(QS. Al Insyirah : 5)

“Karena itu, Ingatlah Kamu kepada-ku Niscaya Aku Ingat (pula) kepadamu,
dan Bersyukurlah kepada-ku, dan Janganlah Kamu Mengingkari (Nikmat-
ku)”

(QS. Al Baqarah : 152)

“Banyak kegagalan dalam hidup ini dikarenakan orang-orag tidak


menyadari betapa dekatnya mereka dengan keberhasilan saat mereka
menyerah”

(Thomas Alva Edison)

Alhamdulillah, dengan ucapan rasa syukur kepada Allah SWT atas berkah dan
izin rahmatnya yang melimpah yang terus diberikan sehingga skripsi ini dapat
diselesaikan. Atas nama cinta kupersembahkan karya kecilku ini sebagai tanda
dharma baktiku kepada kedua orang tuaku, Bapak Yunus Sau & Ibu Yandri
Husain” yang telah melahirkan, membesarkan, mendidik dengan ikhlas, sabar
dan selalu mendoakanku untuk kesuksesanku. Terima kasih untuk segalanya ayah
dan ibu.

ALMAMATERKU TERCINTA TEMPAT AKU MENIMBA ILMU


UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2020

vii
ABSTRAK

Mohamad Gusti Sau. 2020. Hubungan Frekuensi Pemberian ASI Dengan Berat
Badan Bayi Usia 0-6 Bulan Dipuskesmas Tilamuta Kabupaten Boalemo. Skripsi,
Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Olahraga dan Kesehatan, Universitas
Negeri Gorontalo. Pembimbing I dr. Nanang Roswita Paramata, M.Kes. dan
Pembimbing II dr. Sri A. Ibrahim, M.Kes.

Berat badan merupakan indikator pertama dalam menilai pertumbuhan bayi.


Upaya untuk meningkatkan berat badan bayi diperlukan gizi yang maksimal dan
ASI merupakan makanan utama bagi bayi terutama pada usia 0-6 bulan.
Pertumbuhan bayi sebagian besar ditentukan oleh jumlah ASI yang diperoleh
termasuk energi dan zat gizi lainnya yang terkandung didalam ASI. Tujuan
penelitian ini mengidentifikasi dan menganalisa hubungan frekuensi pemberian
ASI terhadap penambahan berat badan bayi usia 0-6 bulan diwilayah Puskesmas
Tilamuta.

Desain yang digunakan adalah deskriptif analitik dengan pendekatan Cross


sectional. Jumlah sampel sebanyak 37 responden dengan tehnik pengambilan
sampel yaitu accidental sampling. Hasil penelitian Dengan menggunakan uji
Fisher’s exact diperoleh Pvalue 0.570 dan 0.415 dimana nilai P value lebih besar
dari α 0.05 (p value > 0,05). sehingga tidak terdapat hubungan frekuensi
pemberian ASI dengan berat badan bayi usia 0-6 bulan diwilayah Puskesmas
Kecamatan Tilamuta Kabupaten Boalemo. Diharapkan bagi masyarakat terutama
ibu yang mempunyai bayi agar dapat memperhatikan masalah frekuensi
pemberian ASI dan gencarnya promosi susu formula untuk dikonsltasikan pada
petugas kesehatan

Kata Kunci : Frekuensi Pemberian ASI, Berat Badan, Bayi Usia 0-6
Bulan

Daftar Pustaka : 50 Referensi (2008-2019)

viii
KATA PENGANTAR

ِ ‫َّحي ِْم الرَّحْ َم ِن هللاِ بِس‬


‫ْــــــــــــــــــم‬ ِ ‫الر‬
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan

rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul “Hubungan Frekuensi Pemberian ASI Dengan Berat Badan Bayi Usia 0-

6 Bulan Di Puskesmas Tilamuta Kabupaten Boalemo”

Dalam penyusunan skripsi ini harus diakui banyak menemui kendala dan

kesulitan yang dihadapi. Alhamdulillah, berkat izin dan kuasa Allah SWT yang

disertai kemauan, ketekunan, dan usaha kerja keras serta bantuan dari semua

pihak sehingga kendala-kendala yang dihadapi dapat teratasi. Penulis

menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Nanang

Rowsita Paramata, M.Kes selaku pembimbing I dan dr. Sri A. Ibrahim, M.Kes

selaku pembimbing II yang senantiasa membimbing dengan sabar, tulus dan

ikhlas, selalu memberikan dukungan dan motivasi serta mengarahkan. Semoga

Allah SWT memberikan balasan kebaikan dunia dan akhirat, atas segala bantuan

yang telah diberikan kepada penulis.

Ucapan terima kasih juga penulis tujukkan kepada:

1. Bapak Edwart Wolok, S. T, M.T selaku Rektor Universitas Negeri

Gorontalo (UNG). Terima kasih atas fasilitas yang telah diberikan selama

kuliah di Universitas Negeri Gorontalo.

x
2. Bapak Dr. Harto S. Malik, M.Hum selaku Wakil Rektor I, Bapak Dr,

Fence M Wantu, SH, MH selaku Wakil Rektor II, Karmila Machmud,

S.Pd, M.A., Ph.D selaku Wakil Rektor III.

3. Dr. Herlina Jusur, Dra, M.Kes, selaku Dekan Fakultas Olahraga dan

Kesehatan Universitas Negeri Gorontalo

4. Dr. Hartono Hadjarato selaku Wakil Dekan I, Dr. Widysusanti

Abdulkadir, Msi, Apt selaku Wakil Dekan II, dan Edy Duhe, S.Pd. M.Pd

selaku Wakil Dekan III Fakultas Olahraga dan Kesehatan Universitas

Negeri Gorontalo.

5. Ns. Yuniar M. Soeli, S. Kep., M.Kep., Sp. Kep. Jiwa selaku Ketua

Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Negeri Gorontalo.

6. Wirda Y. Dulahu, S.Kep.,Ns.,M.Kep selaku penguji I dan Ns. Dewi

Suryaningsi Hiola, S.Kep., M.Kep selaku penguji II. Terima kasih atas

kesediaan dan keikhlasannya meluangkan waktu untuk menguji,

mengarahkan, dan memberikan motivasi penulis dalam menyelesaikan

skripsi ini.

7. dr. Sitti Rahma, M.Kes, dr. Nanang Rowsita Paramata, M.Kes dan dr. Sri

A Ibrahim, M.Kes yang telah membimbing dengan sabar dan

memberimotivasi kepada saya selama dalam proses penyelesaian Skripsi.

8. Wirda Y. Dulahu, S.Kep.,Ns.,M.Kep dan Ns. Dewi Suryaningsi Hiola,

S.Kep., M.Kep sebagai dosen penguji, terima kasih atas kesediaan waktu

dan yang diluangkan untuk menguji, mengarahkan, membimbing dan

memotivasi saya dalam menyelesaikan skripsi ini.

xi
9. Pengelola Skripsi Ns. Andi Mursyidah S.Kep, M.Kep, Ns. Ita Sulistiani

Basir S.Kep, M.Kep, yang telah membimbing, mengarahkan dan tak henti-

hentinya memberikan motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi.

10. Ns. Yuniar M. Soeli, S. Kep., M.Kep., Sp. Kep. Jiwa yang juga selaku

dosen pembimbing akademik. Terima kasih atas bimbingan yang

diberikan.

11. Teruntuk kepada staf Puskemas Tilamuta Kabupaten Boalemo Provinsi

Gorontalo, Terima kasih atas segala fasilitas, bantuan dan kerjasamanya

selama penulis melakukan penelitian..

12. Ungkapan tulus terima kasih untuk keluarga saya yang selalu memotivasi

saya terutama kedua orang tua saya bapak saya yunus sau dan ibu saya

yandri husai yag takpernah pengajarkan saya mengeluh dan sabar.

13. Trima kasihku untuk sahabat saya yang Ali Aguspriyanto Yunus, S.Kep,

Zabir Ismail Dan Franky Bila, yang selalu mengsupor saya dan membantu

dalam menyelesaikan tugas akhir saya .

14. Seluruh teman-teman koskosan terbaik yang tak bisa saya sebutkan satu

persatu yang selalu menerima, mengajarkan dan membantu saya dalam

kehidupan perantauan terima kasih banyak.

15. Teman-teman semasa SMA, hingga Kuliah yang selalu memberikan

dukungan, perhatian dan motivasi. Sekali lagi terima kasih atas segalanya

yang diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

xii
16. Keluarga besar Angkatan Neuro 2015, khususnya Neuro C. Terima kasih

untuk kebersamaan dan kekompakan serta bantuan selama menjalani

proses perkuliahan dan pada saat penyusunan skripsi ini.

17. Teman-teman KKS Desa Langge 2019 Kecamatan Anggrek. Terima kasih

telah memberikan dukungan, motivasi, perhatian dan sudah menjadi

keluarga selama di KKS.

18. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu yang telah

membantu penulis baik secara langsung maupun tidak langsung dalam

penyusunan skripsi ini.

Semoga Allah SWT memberikan balasan kebaikan di dunia dan akhirat

atas segala bantuan yang diberikan kepada penulis. Dalam penyusunan skripsi ini,

penulis menyadari sepenuhnya bahwasannya masih banyak kekurangan dan masih

jauh dari kesempurnaan, maka penulis mengharapkan adanya kritik dan saran

yang bersifat membangun dari semua pihak.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu

pengetahuan khususnya dalam bidang keperawatan, masyarakat dan mendapat

ridho dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala

Gorontalo, januari 2020


Penulis

Mohamad Gusti Sau

xiii
DAFTAR ISI
Halaman

HALAMAN SAMPUL.................................................................................i
LOGO SAMPUL..........................................................................................ii
SURAT JUDUL............................................................................................iii
SURAT PERNYATAAN.............................................................................iv
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING............................................v
LEMBAR PENGESAHAN..........................................................................vi
MOTO DAN PERSEMBAHAN..................................................................vii
ABSTRAK.....................................................................................................viii
KATA PENGANTAR..................................................................................x
DAFTAR ISI.................................................................................................xiv
DAFTAR TABEL.........................................................................................xvii
DAFTAR GAMBAR....................................................................................xviii
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................xix
BAB 1 PENDAHULUAN.............................................................................1
1.1 Latar Belakang
1
1.2 Identifikasi Masalah
4
1.3 Rumusan Masalah
6
1.4 Tujuan Penelitian
6
1.4.1 Tujuan Umum 6
1.4.2 Tujuan Khusus 7
1.5 Manfaat Penelitian
7
1.5.1 Manfaat Teoritis 7
1.5.2 Manfaat Praktis 7

xiv
BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTISIS 9
2.1 Tinjauan bayi
.9
2.1.1 Definisi Bayi 9
2.1.2 Gizi Bayi 9
2.1.3 Tanda Bayi Cukup ASI 10
2.2 Tinjauan Berat Badan. 10
2.2.1 Definisi Berat Badan 10
2.2.2 Peningkatan Berat Badan 11
2.2.3 Faktor yang Mempengaruhi Peningkatan Berat Badan Bayi 13
2.2.4 Pemantauan Peningkatan Berat Badan 14

2.3 Tinjauan ASI (Air Susu Ibu) 16


2.3.1 Definisi ASI 16
2.3.2 Klasifikasi Pemberian ASI 17
2.3.4 Kandungan ASI 18
2.3.4 Manfaat ASI 21
2.3.5 Proses Produksi ASI 24
2.3.6 Stadium Laktasi 26
2.3.7 Mekanisme Laktasi 30
2.4 Frekuensi Menyusui 32
2.5 Faktor Yang Mempengaruhi Pemberian ASI 34
2.6 Kajian Penelitian Yang Relevan 37
2.7 Kerangka Berpikir 41
2.7.1 Kerangka Teori 41
2.8 Hipotesis 42
BAB III METODE PENELITIAN 43
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 43
3.1.1 Lokasi Penelitian 43
3.1.2 Waktu Penelitian 43
3.2 Desain Penelitian 43

xv
3.3 Variabel Penelitian 43
3.3.1 Variabel Independen 43
3.3.2 Variabel Dependen 44
3.3.3 Definis Operasional 44
3.4 Populasi Dan Sampel 46
3.4.1 Populasi 46
3.4.2 Sampel 46
3.5 Teknik Pengumpulan Data 46
3.5.1 Cara Pengolahan Data 46
3.5.2 Instrumen Penelitian 47
3.6 Teknik Pengolahan Dan Analisa Data 47
3.6.1 Teknik Pengolahan Data 47
3.6.2 Teknik Analisa Data 48
3.7 Hipotesis Statistik 49
3.8 Etika Penelitian 49
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 51
4.1 DHasil Penelitian 51
4.1.1 Gambaran Umum Puskesmas Tilamuta . 51
4.1.2 Karrakteristik Responden 52
4.1.3 Analisis Univariat 57
4.1.4 Hasil Analisis Bivariat 59
4.2 Pembahasan 60
4.2.1 Frekuensi Pemberian ASI di Wilayah Puskesmas Tilamuta
Kabupaten Boalemo 60
4.2.2 Berat Badan Bayi Usia 0-6 Bulan Diwilayah Puskesmas
Tilamuta Kabupaten Boalemo 63
4.2.3 Hubungan Frekuensi Pemberian ASI Dengan Berat Badan
Bayi Usia 0-6 Bulan Diwilayah Puskesmas Tilamuta
Kabupaten Boalemo 66
4.3 Keterbatasan Penelitian 71
BAB V PENUTUP 72

xvi
5.1 Kesimpulan 72
5.2 Saran 72
DAFTAR PUSTAKA 74

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Kandungan Kolostrum, ASI Transisi Dan ASI Matur 29

Tebel 2.2 Kajian Penelitian Yang Relevan 38

Tabel 3.1 Definisi Operasional 43

Tabel 4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Usia Ibu 51

Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Ibu 52

Tabel 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan Ibu 52

Tabel 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Anak 53

Tabel 4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Bayi 53

Tabel 4.6 Distribusi Responden Berdasarkan Frekuensi Pemberian ASI 54

Tabel 4.7 Distribusi Responden Berdasarkan Berat Badan Bayi 55

Tabel 4.8 Hubungan Frekuensi Pemberian ASI Terhadap Berat Badan Bayi Usia
0-6 Bulan 56

xvii
DAFTAR GAMBAR

Tabel 2.1 Grafik Berat Badan Berdasarkan KMB 13


Tabel 2.2 Kerangka Teori 40
Tabel 2.3 Kerangka Konsep 41

xviii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Permohonan Menjadi Responden

Lampiran 2 : Informed Consent

Lampiran 3 : Kuesioner Penelitian

Lampiran 4 : Master Tabel

Lampiran 5 : Hasil Output (Spss)

Lampiran 6 : Dokumentasi

Lampiran 7 : Surat Keterangan Penelitian

Lampiran 8 : Surat Rekomendasi Penelitian Fakultas Olahraga Dan Kesehatan

Lampiran 9 : Surat Rekomendasi Penelitian Kesbangpol Kabupaten Boalemo

Lampiran 10 : Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian

Lampiran 11 : Jurnal/Artikel

Lampiran 12 : Curiculum Vitae

xix
BAB l

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Berat badan merupakan indikator pertama dalam menilai pertumbuhan

bayi. Upaya untuk meningkatkan berat badan bayi diperlukan gizi yang maksimal

dan ASI merupakan makanan utama bagi bayi terutama pada usia 0-6 bulan.

menurut Fitri et al.(2014) juga menambahkan bahwa bayi mengalami proses

tumbuh kembang yang dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah

gizi. unsur gizi pada bayi dapat dipenuhi dengan pemberian ASI, bahkan sampai

umur 6 bulan sesuai rekomendasi WHO tahun 2001 tentang pemberian ASI

eksklusif.

Pada bayi baru lahir, perlu diakukan pengukuran antropometri seperti berat

badan, dimana berat badan yang normal itu adalah sekitar 2.500-3.500 gram,

apabila bayi ditemukan barat badan kurang dari 2.500 gram, maka dapat dikatakan

bayi memiliki berat badan lahir rendah. Akan tetapi, apabila ditemukan bayi

dengan berat bdan lahir lebih dari 3.500 gram, maka bayi dimasukan dalam

kelompok makrosomia. Hidayat, A. (2008).

Dalam upaya pencapaian derajat kesehatan yang optimal untuk

meningkatkan mutu kehidupan bangsa, keadaan gizi yang baik merupakan salah

satu unsur penting. Pertumbuhan bayi sebagian besar ditentukan oleh jumlah ASI

yang diperoleh termasuk energi dan zat gizi lainnya yang terkandung didalam ASI

tersebut, ASI tanpa bahan makanan lain dapat mencukupi kebutuhan pertumbuhan

1
usia sekitar 6 (enam) bulan tersebut dengan menyusui secara eksklusif (Hubertin,

2004).

Di dalam ajaran Islam sudah diberitahukan untuk ibu-ibu hendaklah

menyusui anaknya hingga umur 2 tahun penuh [QS. Al-Baqarah: 233]. Menurut

WHO ASI ekslusif adalah pemberian ASI saja pada bayi sampai usia 6 bulan

tanpa tambahan cairan ataupun makanan lain. ASI juga dapat diberikan sampai

usia 2 tahun. pemberian ASI eklusif selama 6 bulan dianjurkan oleh pedoman

internasional yang didasarkan pada bukti ilmiah tentang manfaat ASI baik bagi

bayi, ibu, keluarga, maupun Negara (WHO, 2011 dalam harjanto, 2016).

ASI dapat memenuhi lebih dari setengah kebutuhan energi pada anak usia

6-12 bulan dan sepertiga dari kebutuhan energi pada anak usia 12-24 bulan.

Kristiyanasari (2009) menyatakan bahwa salah satu manfaat yang akan diperoleh

apabila memberikan ASI pada bayi adalah bayi mempunyai kenaikan berat badan

yang baik setelah lahir dan mengurangi kemungkinan obesitas. Kristiyanasari

(2009).

Akan tetapi data yang di dapatkan dari angka menyusui di dunia masih

sangat buruk. Ketika mengevaluasi prektek pemberian ASI esklusif di 139 negara,

Unicef menyampaikan temuan bahwa hanya 20% dari negara-negara yang diteliti

mempraktekan pemberian ASI esklusif pada lebih dari 50% bayi yang ada.

Selebihnya, 80% dari Negara-negara tersebut melakukan pemberian jauh lebih

rendah dari 50%. Indonesia dengan persentase pemberian ASI dipraktekan pada

39% dari seluruh bayi adalah salah satu dari Negara-negara yang tergolong

kelompok 80% tersebut. (Nurhira, 2014).

2
Tahun-tahun pertama kehidupan anak adalah masa paling kritis yang

mempengaruhi seluruh hidup mereka. Selama fase ini tubuh dan otak tumbuh.

Karenanya memastikan cukupnya nutrisi untuk perkembangan pada fase ini

sagatlah penting. Makan yang memenuhi kriteria sehat dalam kuantitas maupun

kualitas sangat penting karena setiap kekurangan dapat menghambat potensi fisik,

psikis dan intelektual mereka. Pilihan terbaik untuk bayi adalah disusui oleh ibu

mereka. Memanfaatkan cara ini secara efektif memberikan mereka cukup zat besi,

vitamin dan mikronutrien lainnya untuk tumbuh dan siap untuk menghadapi

tantangan hidup seperti infeksi dan perubahan lingkungan seperti iklim yang

semakin tidak menentu Nurhira, (2014).

Frekuensi menyusui sangat penting dan berpengaruh terhadap berat badan

bayi. Pada awalnya, bayi menyusui hanya 10 menit atau beberapa menit setiap

kalinya. Lama menyusui akan meningkat secara bertahap sampai produksi ASI

benar – benar stabil [ CITATION Ron11 \l 1033 ]. Irianto (2014) menambahkan

bahwa lamanya menyusui biasanya sekitar 5-10 menit tetapi sering ada yang lama

sampai setengah jam tergantung bayi, pemberhentian menyusui sebelum bayi

selesai dapat membuat bayi mungkin tidak mendapatkan susu akhir yang kaya

energi yang diperlukan untuk tumbuh dengan baik. Bayi dianggap cukup

mendapatkan ASI jika terdapat penambahan berat badan yang signifikan, bayi

merasa puas dan kenyang setelah menyusui, kemudian bayi bisa tidur nyenyak

selama 2-4 jam, dan bayi dapat buang air kecil atau besar dengan frekuensi

minimal enam kali dalam sehari. (irianto, 2014).

3
Pertumbuhan berat badan bayi usia 0-6 bulan mengalami penambahan

150-210 gram/minggu dan berdasarkan kurva pertumbuhan yang diterbitkan oleh

National Center for Health Statistics (NCHS), berat badan bayi akan meningkat

dua kali lipat dari berat lahir pada akhir usia 4-7 bulan (Wong dkk, 2008). Berat

badan lahir normal bayi sekitar 2.500-3.500 gram, apabila kurang dari 2.500 gram

dikatakan bayi memiliki berat badan lahir rendah (BBLR), sedangkan bila lebih

dari 3.500 gram dikatakan makrosomia. Pada masa bayi-balita, berat badan

digunakan untuk mengetahui pertumbuhan fisik dan status gizi. Status gizi erat

kaitannya dengan pertumbuhan, sehingga untuk mengetahui pertumbuhan bayi,

status gizi diperhatikan (Susilowati, 2008).

Frekwensi menyusui juga merupakan hal yang berpengaruh pada

peningkatan berat badan bayi, semakin tinggi frekuensi menyusui maka bayi

mendapatkan gizi yang lebih opimal sehingga berat badannya meningkat.

Memberikan ASI secara on-demand atau menyusui kapanpun bayi meminta

adalah cara terbaik karena dapat mencegah masalah pada proses menyusui dan

bayi tetap kenyang (amerta nutr, 2017).

1.2 Identifikasi masalah

1. Menurut WHO dari 15.264 bayi 0-11 bulan yang diperiksa, yang minum

ASI eksklusif sebanyak 9.254 bayi (60,6%), yang tidak mendapatkan ASI

eksklusif sebanyak 6.010 bayi (39,3%). Di Asia 5,542 bayi (43,8%) dari

12.642 bayi 0-11 bulan yang diperiksa, yang mendapatkan ASI eksklusif

7.100 bayi (56,1%) yang tidak mendapatkan ASI eksklusif sebanyak 5,542

bayi (43,8%).Berdasarkan data survei demografi dan kesehatan indonesia

4
(2018), bayi yang mendapatkan ASI eksklusuif usia 0-5 bulan di Indonesia

hanya mencakup 37,3% dan yang diberikan ASI non eksklusif yaitu ASI

predominan dan ASI parsial adalah sekitar 12,6%.

2. Menurut data dari kementrian kesehatan Indonesia tahun 2017 Secara

nasional, cakupan bayi mendapat ASI eksklusif sebesar 61,33%. Angka

tersebut sudah melampaui target Renstra tahun 2017 yaitu 44%. Persentase

tertinggi cakupan pemberian ASI eksklusif terdapat pada Nusa Tenggara

Barat (87,35%), sedangkan persentase terendah terdapat pada Papua

(15,32%). Ada lima provinsi yang belum mencapai target Renstra tahun

2017. Cakupan pemberian ASI eksklusif selengkapnya dapat dilihat pada

Lampiran 5.28.

3. Data dari Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo tahun 2018 didapatkan

proporsi pola pemberian ASI pada bayi umur 0-5 bulan dari 6

Kabupaten/Kota diProvinsi Gorontalo yakni Kabupaten Gorontalo

(53,7%), Kota Gorontalo (42,7%), Kabupaten Gorontalo Utara (58,3%),

Kabupaten Pohuwato (45,0%), Kabupaten Boalemo (43,7%) dan

Kabupaten Bone Bolango (38,2%). DiKabupaten Boalemo dari 1.335 bayi

usia 0-5 bulan yang mendapatkan ASI eksklusif sebanyak 579 bayi

(43.37%) yang tidak mendapatkan ASI sebanyak 745 bayi (55.80%) dan

sisanya sebanyak 11 bayi (0.82%) absen pada pemeriksaan pemberian

ASI.

4. Berdasarkan hasil observasi awal di Puskesmas Boalemo pada bulan

Maret 2019. dari 8 orang ibu yang diwawancarai tentang cara pemberian

5
ASI dan pengaruh ASI terhadap berat badan bayi, 3 orang responden

menyatakan bahwa berat badan bayinya bertambah setiap bulannya

dengan memberikan ASI eksklusif, dan 5 orang ibu lainnya mengatakan

bahwa umumnya berat badan bayinya pada minggu pertama hingga bulan

ke 3 meningkat, namun pada bulan selanjutnya tidak mengalami

perubahan yakni tetap sama dengan hasil pada bulan kemarin, hal ini

disebabkan karena ibu yang memberikan asupan ASI predominan dan ASI

parsial pada bayi juga kurangnya kesadaran ibu dari pentingnya keutamaan

ASI, serta ibu yang harus meninggalkan anaknya dikarenakan adanya

pekerjaan diluar rumah. Akibatnya frekuensi menyusui secara ekslusif

tidak terpenuhi atau sering dibatasi, sehingga berat badan bayi hanya

mengalami sedikit peningkatan ataupun tidak sama sekali.

1.3 Rumusan masalah

1. Apakah ada hubungan frekuensi pemberian ASI terhadap penambahan

berat badan bayi usia 0-6 bulan diwilayah Puskesmas Tilamuta Kabupaten

Boalemo?

1.4 Tujuan penelitian

1.4.1 Tujuan umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisa adanya

hubungan frekuensi pemberian ASI terhadap penambahan berat badan bayi usia 0-

6 bulan diwilayah Puskesmas Tilamuta Kabupaten Boalemo.

6
1.4.2 Tujuan khusus

1. Mengidentifikasi Frekuensi pemberian ASI pada bayi usia 0-6 bulan

diwilayah Puskesmas Tilamuta Kabupaten Boalemo.

2. Mengidentifikasi berat badan bayi usia 0-6 bulan diwilayah Puskesmas

Tilamuta Kabupaten Boalemo.

3. Menganalisa hubungan frekuensi pemberian ASI pada bayi usia 0-6 bulan

dengan barat badan bayi diwilayah Puskesmas Tilamuta Kabupaten

Boalemo.

1.5 Manfaat penelitian

1.5.1 Manfaat teoritis

1. Bagi peneliti

Penelitian ini di harapkan memberikan manfaat bagi pengetahuan di

bidang kesehatan serta sebagai media informasi untuk pengembangan ilmu

pengetahuan terutama di bidang maternitas khususnya tentang masalah

ASI eklusif terhadap berat badan bayi

1.5.2 Manfaat praktis

1. Bagi Puskemas

di harapkan dari hasil penelitian ini dapat digunakan untuk menambah data

ibu hamil antra hubungan frekuensi pemberian ASI dengan berat badan

bayi usia 0-6 bulan di puskesmas tilamuta

2. Bagi masyarakat

7
dari penelitian ini akan lebih di khususkan untuk ibu-ibu hamil yang

mempunya bayi usia 0-6 bulan sebagai bahan informasi, masukkan dan

wawasan tentang pentingnya pemberian ASI saja pada bayi usia 0-6 bulan

serta manfaat ASI bagi ibu dan terutama pada berat badan bayi.

3. Bagi peneliti selanjutnya

Di harapkan penelitian ini dapat dijadikan sebagai reverensi untuk

penelitian selanjutnya tentang meternitas dan sebagai acuan untuk dapat

meneliti pemberian ASI untuk cara/tehnik pemberian ASI pada bayi.

8
BAB II

KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS

2.1 Tinjauan Bayi

2.a.1. Definisi Bayi

Bayi adalah anak yang berusia 0-12 bulan. Bayi dapat dikelompokkan

menjadi tiga: bayi dapat dikelompokkan menjadi tiga: bayi cukup bulan, bayi

prematur dan bayi dengan Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR). Bayi cukup bulan

adalah bayi yang termasuk dalam kelompok kelahiran normal, yaitu kelahiran

bayi secara alami tanpa bantuan suatu alat apapun atau tanpa operasi. Bayi

prematur adalah bayi lahir tidak cukup bulan. Adapun Bayi Berat Lahir Rendah

(BBLR) yang berat badannya ≤ 2500 gram [ CITATION Asl09 \l 1033 ].

2.a.2. Gizi Bayi

Kebiasaan makan dibentuk sejak bayi. Begitu juga dengan kesehatan pada

usia anak-anak, remaja, dewasa dan usia lanjut ditentukan sejak bayi. Dua

kegunaan makanan bayi adalah mememnuhi zat gizi untuk tumbuh kembang dan

kesehatan serta bayi belajar makan sehingga membentuk kebiasaan makan

dikemudian hari. Indra pengecap berkembang sejak bayi berusia 0-12 bulan. Oleh

karena itu, mereka perlu diberikan bermacam-macam rasa [ CITATION Asl09 \l

1033 ].

Makanan utama bayi Air Susu Ibu (ASI) sehingga perlu disiapkan sebelum

lahir. ASI hendaknya sudah dipersiapkan sejak janin masih dalam kandungan

9
dengan cara merawat payudara selama masa kehamilan, terutama pada 2-3 bulan

sebelum ibu melahirkan[ CITATION Asl09 \l 1033 ].

2.a.3. Tanda Bayi Cukup ASI

Menurut Maritalia (2012), bayi 0-6 bulan dapat dinilai mendapat

kecukupan ASI bila menunjukkan tanda-tanda sebagai berikut:

1. Bayi minum ASI tiap 2-3 jam atau dalam 24 jam minimal mendapatkan

ASI 8-10 kali pada 2-3 minggu pertama.

2. Kotoran berwarna kuning dengan frekuensi sering, dan warna menjadi

lebih muda pada hari kelima setelah lahir.

3. Bayi akan Buang Air Kecil (BAK) paling tidak 6-8 kali sehari.

4. Ibu dapat mendengarkan pada saat bayi menelan ASI.

5. Payudara terasa lebih lembek, yang menandakan ASI telah habis.

6. Warna bayi merah (tidak kuning) dan kulit terasa kenyal.

7. Pertumbuhan berat badan (BB) bayi dan Tinggi Badan (TB) bayi sesuai

dengan grafik pertumbuhan.

8. Perkembangan motorik baik (bayi aktif dan motoriknya sesuai dengan

rentang usianya).

.2. Tinjauan Berat Badan

2.2.1. Definisi Berat Badan

Berat badan merupakan ukuran antropometri yang terpenting pada masa

bayi dan balita. Berat badan merupakan hasil peningkatan atau penurunan semua

jaringan yang ada pada tubuh. Berat badan dipakai sebagai sensitive yang

10
terbaik saat ini untuk mengetahui keadaan gizi dan tumbuh kembang anak,

sensitive terhadap perubahan sedikit saja, pengukuran objektif dan dapat

diulangi [ CITATION Ari12 \l 1033 ].

Berat badan merupakan salah satu parameter yang memberikan gambaran

masa tubuh. Masa tubuh sangat ensitive terhadap perubahan yang mendadak,

misalnya karena terserang penyakit infeksi, menurunnya nafsu makan, dan

menurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi. Berat badan adalah ukuran

antropometri yang sangat labil (Sandewi, 2018).

Berat badan berkembang mengikuti pertambahan umur. Dalam keadaan

normal, dimana keadaan baik dan seimbang antara konsumsi dan ada kebutuhan

zat gizi, maka berat badan akan bertambah secara baik. Sebaliknya, dalam

keadaan yang abnormal terdapat dua kemungkinan perkembangan berat badan,

yaitu dapat berkembang secara cepat atau lebih lambat dari keadaan normal

(Narendra,dkk 2009).

2.2.2 Peningkatan Berat Badan

Kata peningkatan sering kali dikaitkan dengan kata kenaikan. Jadi

peningkatan berat badan adalah bertambahnya ukuran fisik akibat berlipat

gandanya sel dan bertambah banyaknya jumlah zat antarsel. Sebagai salah satu

contoh seorang anak tumbuh dari kecil menjadi besar. Ukuran kecil dan besar ini

dapat dicontohkan dengan perubahan berat badan dari ringan menjadi lebih berat

atau dengan perubahan tinggi badan dari pendek menjadi lebih tinggi. Jadi

peningkatan berat badan merupakan perubahan ukuran fisik dengan meningkatnya

berat tubuh dari ukuran semula [ CITATION Ari12 \l 1033 ].

11
Peningkatan berat badan seorang anak bukan hanya sekedar gambaran

perubahan berat badan, tinggi badan atau ukuran tubuh lainnya tetapi lebih dari itu

memberikan gambaran tentang keseimbangan antara asupan dan kebutuhan zat

gizi seorang anak yang sedang dalam proses tumbuh (Kemenkes RI, 2013).

Jika tiap organ diukur beratnya maka kemajuan atau pola pertumbuhan

akan berbeda-beda. Ada organ yang menunjukan permulaan peningkatan berat

badan sangat dini dan ada pula yang mulainya sangat terlambat. Demikian pula

ada yang mempunyai pola yang sangat cepat sehingga dalam waktu yang pendek

telah mencapai bentuk organ biasa sedangkan yang lain pola peningkatan berat

badan terjadi secara perlahan sehingga mencapai bentuknya yang dewasa pada

umur yang sudah lanjut [ CITATION Ari12 \l 1033 ].

Kenaikan berat badan normal bayi pada triwulan adalah sekitar 750-1000

gram/bulan, pada triwulan I sekitar 500-600 gram/bulan pada triwulan III sekitar

350-450 gram/bulan, dan pada triwulan IV sekitar 250-350 gram/bulan. Selain

dengan perkiraan tersebut, BB juga dapat diperkirakan dengan menggunakan

rumus atau pedoman dari [ CITATION Arv12 \l 1033 ] yaitu:

1. Berat badan lahir rata-rata: 3,25 kg

2. Berat badan usia 3-12 bulan:

umur ( bulan ) + 9 n+ 9
=
2 2

3. Berat badan usia 1-6 tahun:

(Umur(tahun) x 2) + 8 = 2n + 8

Keterangan: n adalah usia anak

12
Untuk menentukan usia anak dalam bulan, bila lebih 15 hari,

dibulatkan ke atas, sementara bila kurang atau sama dengan 15 hari

dihilangkan [ CITATION Sur18 \l 1033 ].

Menentukan status pertumbuhan anak dapat diketahui dengan 2 cara yaitu:

1. Dengan menilai garis pertumbuhannya

2. Dengan menghitung kenaikan berat badan minimum (KBM).

Kesimpulan dari penentuan status pertumbuhan : Jika Naik (N) : Grafik

BB mengikuti garis pertumbuhan atau kenaikan BB sama dengan KBM

(Kenaikan BB minimal) atau lebih. Tidak Naik (T) : Grafik BB mendatar/

menurun memotong garis pertumbuhan dibawahnya atau kenaikan BB kurang

dari KBM.

Sumber : Petunjuk Teknis Buku KIA 2015

Gambar 2.1. Grafik Berat Badan Berdasarkan KBM

2.12.3. Faktor yang Mempengaruhi Peningkatan Berat Badan Bayi

13
Menurut Kemenkes (2010) Pada umumnya anak memiliki pola

peningkatan berat badan yang normal dan ini merupakan hasil interaksi banyak

faktor yang mempengaruhi peningkatan pertumbuhan. Banyak sekali faktor yang

dapat mempengaruhi pola peningkatan berat badan anak.

1. Faktor Maternal

Faktor maternal terdiri atas 3, yakni:

a. Latar belakang pendidikan ibu

b. Makanan sehari – hari

c. Perawatan payudara

2. Faktor Bayi

Faktor Bayi terdiri atas :

a. Nutrisi bayi yang cukup & seimbang

b. Perawatan kesehatan dasar seperti imunisasi

2.2.4. Pemantauan Peningkatan Berat Badan

Istilah status gizi dalam kaitannya dengan pemantauan peningkatan berat

badan lebih ditujukan untuk menilaii perkembangan status gizi

anak.Perkembangan status gizi dalam pemantauan peningkatan berat badan

memiliki pengertian yang relatif (tidak kaku). Pengertian relatif disini berarti

perkembangan status gizi memiliki sifat luwas tidak didasarkan pada kategori-

kategori yang kaku misalnya gizi lebih atau gizi kurang, gemuk atau kurus, tinggi

atau pendek. Oleh karena itu interpretasi terhadap perkembangan status gizi yang

14
didasarkan pada hasil pemantauan peningkatan berat badan hanya menyimpulkan

bahwa gizi anak tetap baik, membaik atau memburuk (Kemenkes RI, 2013).

Pada dasarnya semua informasi atau data berat badan hasil penimbangan

balita bulanan yang diisikan dalam Kartu Menuju Sehat (KMS) untuk di nilai naik

atau tidaknya berat badan tersebut. Menurut Siswanto (2010) Ada 3 kegiatan

penting dalam pemantauan peningkatan berat badan yaitu :

1. Ada kegiatan penimbangan yang dilakukan terus menerus secara

teratur.

2. Ada kegiatan pengisian data berat badan ke dalam Kartu Menuju Sehat

(KMS).

3. Ada penilaian naik atau turunnya berat badan sesuai arah

pertumbuhannya.

Menurut data dari ikatan dokter anak indonesia Bayi yang mendapat ASI

umumnya tumbuh dengan cepat pada 2-3 bulan pertama kehidupannya, tetapi

lebih lambat dibanding bayi yang tidak mendapat ASI eksklusif. Dalam minggu

pertama kehidupan sering ditemukan penurunan berat badan sebesar 5% pada bayi

yang mendapat susu formula dan 7% pada bayi yang mendapat ASI. Apabila

terjadi masalah dalam pemberian ASI, penurunan berat badan sebesar 7% dapat

terjadi pada 72 jam pertama kehidupan. Adapun data antropometri dari WHO

tahun 2005 untuk kriteria BB bayi berdasarkan umur 0-6 bulan sebagai berikut:

 Bayi berusia 0 bulan: 2.4 - 4.2 kg

 Bayi berusia 1 bulan: 3.2 - 4.5 kg

 Bayi berusia 2 bulan: 4.0 - 6.5 kg

15
 Bayi berusia 3 bulan: 4.6 - 7.4 kg

 Bayi berusia 4 bulan: 5.1 - 8.1 kg

 Bayi berusia 5 bulan: 5.5 - 8.7 kg

 Bayi berusia 6 bulan: 5.9 - 9.3 kg

2.3. Tinjauan ASI (Air Susu Ibu)

2.3.1. Definisi ASI

Air Susu Ibu atau ASI merupakan makanan alami bayi yang komposisinya

berupa emulsi lemak dalam larutan protein, laktosa, dan garam organik. ASI

disekresi dari kelenjar payudara ibu dan merupakan makanan terbaik dan aman

untuk bayi yang diberikan dari umur 0-6 bulan [ CITATION Bah091 \l 1033 ].

Menurut Ningsih (2018) Air Susu Ibu atau (ASI) merupakan makanan terbaik

untuk bayi sampai usia 6 bulan karena mengandung berbagai nutrisi yang sangat

dibutuhkan oleh bayi untuk tumbuh dan berkembang secara optimal.

Maritalia (2012) menyatakan bahwa pemberian ASI eksklusif selama 6

bulan dianjurkan oleh pedoman internasional yang didasarkan pada bukti ilmiah

tentang manfaat ASI baik bagi bayi, ibu, keluarga maupun negara. WHO dan

UNICEF merekomendasikan kepada para ibu, bila memungkinkan memberikan

ASI eksklusif sampai 6 bulan dengan menerapkan dalam upaya mendukung ASI

eksklusif adalah:

1. Inisiasi menyusu dini (IMD) pada satu jam pertama setelah lahir.

16
2. Menyusui eksklusif dengan tidak memberikan makanan atau minuman

apapun termasuk air.

3. Menyusui sesuai dengan keinginan bayi, baik pagi dan malam hari (on

demand).

4. Menghindari penggunaan botol, dot, dan empeng.

2.3.2. Klasifikasi Pemberian ASI

menyusui dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu menyusui eksklusif,

menyusui predominan, dan menyusui parsial, sesuai dengan definisi WHO

(Kemenkes RI, 2014) :

1. Menyusui Eksklusif

Tidak memberi bayi makanan atau minuman lain, termasuk air putih,

selai menyusui (kecuali obat-obatandan vitamin atau mineral tetes, ASI

perah juga diperbolehkan). Pada Riskesdas 2010, menyusui eksklusif

adalah komposit dari pertanyaan: bayi masih disusui, sejak lahir tidak

pernah mendapatkan makanan dan minuman selain ASI, selama 24 jam

terakhir bayi hanya disusui (tidak diberi makanan selain ASI).

2. Menyusui Predominan

Menyusui bayi tetapi pernah memberikan sedikit air atau minuman

berbasis air, misalnya the, sebagau makanan/minuman prelakteal

sebelum ASI keluar. Pada Riskesdas 2010, menyusui predominan

komposit dari pertanyaan: bayi masih disusui, selama 24 jam terakhir

17
bayi hanya disusui, sejak lahir tidak pernah mendapatkan makanan atau

minuman kecuali minuman berbasis air, yaitu air putih atau air teh.

3. Menyusui Parsial

Menyusui bayi serta diberikan makanan buatan selain ASI, baik susu

formula, bubur atau makanan lainnya sebelum bayi berumur enam bulan,

baik diberikan secara kontinyu maupun diberikan sebagai makanan

prelakteal. Pada Riskesdas 2010, menyusui parsial adalaaah komposit

dari pertanyaan: bayi masih disusui, pernah diberikan makanan

prelakteal selain makanan atau minuman berbasis air seperti susu

formula, biscuit, bubur, nasi lembek, pisang atau makanan yang lain.

2.3.3. Kandungan ASI

Kandungan ASI antara lain yaitu sel darah putih, zat kekebalan, enzim

pencernaan, hormon dan protein yang sangat cocok untuk memenuhi kebutuhan

hingga bayi berumur 6 bulan. ASI mengandung karbohidrat, protein, lemak,

multivitamin, air, kartinin dan mineral secara lengkap yang sangat cocok dan

mudah diserap secara sempurna dan sama sekali tidak mengganggu fungsi ginjal

bayi yang sedang dalam tahap pertumbuhan. Komposisi ASI dipengaruhi oleh

stadium laktasi, ras, keadaan nutrisi, dan diit ibu [ CITATION Soe121 \l 1033 ].

ASI memiliki kandungan zat gizi yang dapat memenuhi kebutuhan bayi, berikut

kandungan ASI menurut Monika (2016) :

1. Air

Komposisi ASI adalah air. Sisanya adalah karbohidrat, lemak protein,

vitamin, mineral dan lain-lain. Jadi, bayi yang menerima ASI tidek

18
perlu menerima tambahan air putih atau sejenisnya. Bahkan, kolostrum

yang jumlahnya hanya beberapa tetes cukup untuk menjaga bayi tetap

terhidrasi dengan baik.

2. Protein

Kualitas dan kuantitas protein dalam ASI berbeda dengan susu

mamalia lain. ASI juga mengandung asam amino seimbang yang

sesuai dengan kebutuhan bayi. Konsentrasi protein dalam ASI adalahh

0,9 gr/100 ml, lebih rendah kadarnya dari susu mamalia lain.

Kandungan protein yang tinggi dalam susu mamalia lain daoat

membebani ginjal bayi yang belum matang.

ASI mengandung kasein yang lebih rendah sehingga jauh lebih mudah

dicerna dibanding dudu mamalia lain. ASI mengandung alfa-

laktalbumin, sedangkan susu sapi mengandung beta-laktoglobulin

yang dapat membuat tubuh bayi intoleran/sulit menerima susu sapi

tersebut. Susu formula tidak dapat menyamai laktoferin, yaitu

kandungan protein dalam ASI yang berperan ,elindungi bayi dan

infeksi saluran cerna.

3. Karbohidrat

Karbohidrat utama dalam ASI adalah laktosa yang merupakan

komponen utama ASI. Laktosa memenuhi 40-45% kebutuhan energy

bayi. ASI mengandung 7 gram laktosa per 100 ml, jauh lebih tinggi

dari susu lain dan merupakan sumber energy yang utama dan paling

penting. ASI mengandung laktosa paling tinggi dibandingkan dengan

19
susu lainnya. Laktosa meningkatkan penyerapan kalsium dan tidak

menyebabkan kerusakan gigi, sedangkan sukrosa yang umum terdapat

dalam susu formula bertanggung jawab terhadap kerusakan gigi anak.

Jenis karbohidrat lain yang ada dalam ASI adalah oligosakarida yang

memiliki fungus penting melindungi bayi dari infeksi.

4. Lemak dan DHA/ARA

ASI mengandung 3,5 gram lemak per 100 ml. lemak sangat

dibutuhkan sebagai sumber energy, dan sebanyak 50% kebutuhan

energy bayi diperoleh dari lemak ASI. Kandungan lemak ASI

meningkat bertap dalam setiap sesi menyusui. Lemak ASI

mengandung DHA (docosahexaenoic acid) dan ARA (arachidonic

acid). Kedua asam lemak ini sangat penting untuk perkembangan

syaraf dan visual bayi/anak. Berdasarkan penelitian, di dalam ASI

terdapat 200 jenis asam lemak.

5. Vitamin

Secara umum, ASI mengandung berbagai vitamin yang diperlukan

bayi. Kadar vitamin D dalam ASI cukup rendah sehingga bayi juga

memerlukan paparan sinar matahari pagi. Bayi yang tinggal di daerah

paparan sinar matahari sangan rendah atau daerah dengan musim

dingin yang sangat panjang memerlukan suplemen vitamin D. Sebuah

penelitian menyarankan ibu menyusu dan bayi untuk mengosumsi

suplemen vitamin D agar kandungan vitamin D dalam ASI meningkat

dan bayi tidak kekurangan vitamin D.

20
6. Mineral

Kandungan mineral dalam ASI cukup rendah karena ginjal bayi masih

berkembang. Kalsium dalam ASI dapat terserap tubuh lebih efektif

dibandin susu formula. Kandunga zat besi dalam ASI juga dapat

terserap lebih efektif dibanding susu formula karena ASI mengandung

vitamin C yang tinggi. Bayi dapat menyerap hingga 60% zat besi

dalam ASI, sementara bila mengonsumsi susu formula hanya 4% zat

besi yang diserap tubuh.

7. Enzim

ASI mengandung 20 enzim aktif. Salah satunya adalah lysozyme yang

berperan sebagai faktor antimikroba. ASI mengandung lysozyme 300

kali lebih banyak dibandingka susu sapi. Selain lysozyme, ASI juga

mengandung lipase (berperan dalam mencerna lemak dan

mengubahnya menjadi energy yang dibutuhkan bayi) dan amylase

(berperan dalam mencerna karbohidrat).

2.3.4. Manfaat ASI

Memberikan ASI tentunya mempunyai kelebihan dibandingkan dengan

memberikan susu formula. Oleh karena itu manfaat dan keungulan dari menyusui

yang dapat dilihat dari beberapa aspek, diantaranya[ CITATION Pur15 \l 1033 ]:

1. Aspek gizi

ASI yang pertama kali keluar yang berbentuk kekuning-kuningan

disebut kolostrum. Kolostrum mengandung zat kekebalan terutama

immunoglobulin (IgA) untuk melindungi bayi dari berbagai penyakit

21
infeksi terutama diare, juga mengandung protein, vitamin A yang

tinggi, karbohidrat dan lemak rendah, sehingga sesuai dengan

kebutuhan gizi bayi pada hari –hari pertama kelahiran. Jumlah

kolostrum yang diproduksi bayi bervariasi tergantung dari hisapan

bayi pada hari-hari pertama kelahiran, sedikit tapi cukup memenuhi

kebutuhan gizi bayi. Kolostrum juga membantu mengeluarkan

mekonium yaitu zat yang tidak terpakai dari usus bayi. Kandungan zat

gizi dalam ASI mudah dicerna. Didalam ASI, perbandingan Whei dan

Cassein sesuai untuk bayi yaitu 65:35. Komposisi ini menyebabkan

protein ASI lebih mudah diserap, sehingga ASI unggul dibandingkan

dengan susu sapi yang memiliki Whei:Casein yang rendah yaitu

20:80. Kandungan Taurin, Decosahexanoic (DHA) dan Arachidonic

Acid (AA) pada ASI diperlukan untuk pertumbuhan dan

perkembangan kecerdasan bayi.

2. Aspek imunologik

ASI mengandung zat anti infeksi, bersih dan bebas kontaminasi. IgA

pada ASI kadarnya cukup tinggi. Sekretori IgA tidak diserap tetapi

dapat melumpuhkan bakteri pathogen E.coli dan berbagai virus pada

saluran pencernaan. ASI mengandung, laktoferin sejenis protein yang

merupakan komponen zat kekebalan melumpuhkan bakteri pathogen

E.coli dan berbagai virus pada saluran pencernaan, faktor bifidus,

sejenis karbohidrat yang menunjang pertumbuhan bakteri

lactobacillus bifidus yaitu bakteri yang menjaga keasaman flora usus

22
bayi dan berguna untuk menghambat pertumbuhan bakteri merugikan,

Lisosim yaitu enzim yang melindungi bayi terhadap bakteri (E.coli

dan Salmonella) dan virus. Jumlah lisosim dalam ASI 300 kali lebih

banyak dibandingkan susu sapi.

3. Aspek psikologik

Menyusui baik secara kejiwaan bagi ibu dan bayi. Dalam menyusui,

emosi ibu dan kasih sayang dapat mempengaruhi peningkatan produksi

hormon terutama oksitosin yang pada akhirnya akan meningkatkan

produksi ASI. Terjadinya berbagai rangsangan seperti sentuhan kulit

dapat meningkatkan ikatan diantara keduanya, sehingga bayi merasa

aman dan puas karena bayi merasakan kehangatan tubuh dan mendegar

denyut jantung ibu. Kedekatan secara emosional sejak dini ini akan

membantu pertumbuhan dan perkembangan psikologi bayi.

4. Aspek kecerdasan

Kandungan nilai gizi ASI dan interaksi ibu-bayi dibutuhkan untuk

perkembangan sistem saraf otak yang dapat meningkatkan kecerdasan

bayi. Menurut Arif (2009) pada janin usia 9 bulan sampai usia 2 tahun

merupakan periode kritis atau rawan terhadap gangguan perkembangan

otak, dimana pada masa ini otak mengalami pembelahan sel dan

pembagian sel secara cepat.

5. Aspek neurologis

Dengan menghisap payudara, koordinasi syaraf menelan, menghisap

dan bernafas yang terjadi pada bayi baru lahir dapat lebih sempurna.

23
6. Aspek ekonomis

Menyusui tidak memerlukan biaya, sehingga dapat menghemat biaya

pembelian susu formula dan peralatannya. Pemberian ASI lebih praktis

dan siap saji kapan saja dan dimana saja tanpa mengkhawatirkan susu

basi. Menurut Arif (2009) bayi yang diberi ASI jarang sakit sehingga

tidak perlu mengeluarkan dana untuk berobat.

7. Aspek penundaan kehamilan

Pemberian ASI memberikan 98% metode kontrasepsi yang efisien

selama 6 bulan pertama sesudah kelahiran bila diberikan hanya ASI

saja (eksklusif) dan belum terjadi menstruasi kembali [ CITATION

Wal15 \l 1033 ]. Dengan menyusui secara ekslusif dapat menunda

kehamilan.

Selain itu, dengan menyusui dapat menekan kejadian kanker mamae

[ CITATION Bad14 \l 1033 ]. Hal ini disebakan karena efektivitas dan optimasi fungsi

dan payudara, yang membentuk keseimbangan antara ASI yang diproduksi

dengan dikonsumsi oleh bayi. Dengan demikian, deviasi fungsi payudara tidak

akan terjadi. Hisapan bayi pada payudara akan merangsang terbentuknya hormin

oksitosin yang bermanfaat untuk membantu mengecilkan rahim, menunda haid

dan mencegah terjadinya pendarahan setelah melahirkan. Penundaan haid dan

berkurangnya pendarahan ini yang dapat mengurangi resiko terjadinya anemia

defisiensi zat besi (Arif, 2009).

24
2.3.5. Proses Produksi ASI

Pengeluaran ASI merupakan suatu interaksi yang sangat kompleks antara

rangsangan mekanik, saraf dan bermacam-macam hormon. Pengaturan hormon

terhadap pengeluaran ASI dapat dibedakan menjadi 3 bagian menurut Saleha

(2009) yaitu:

1. Produksi air susu ibu (prolaktin)

Dalam fisiologi laktasi, prolaktin merupakan suatu hormon yang

disekresi oleh glandula pitutari. Hormon ini memiliki peranan penting

untuk memperoduksi ASI, kadar hormon ini meningkat selama

kehamilan. Kerja hormon ini dihambat oleh hormon plasenta. Dengan

lepas atau keluarnya plasenta pada akhir proses persalinan, maka kadar

estrogen dan progesteron berangsur-angsur menurun sampai tingkat

dapat dilepaskan dan diaktifkannya prolaktin. Peningkatan kadar

prolaktin akan menghambat ovulasi, dan dengan demikian juga

mempunyai fungsi kontrasepsi. Namun, ibu perlu memberikan air susu

2 sampai 3 kali setiap jam agar pengaruhnya benar-benar efektif.

Kadar prolaktin paling tinggi adalah pada malam hari, dan penghentian

pertama pemberian air susu dilakkan pada malam hari. Hal ini cukup

efektif digunakan sebagai metode kontrasepsi yang lebih reliable untuk

diterapkan apabila ingin menghindari kehamilan.

2. Pengeluaran air susu ibu (oksitosin)

Apabila bayi disusui, maka gerakan menghisap yang beri yang

berirama akan menghasilkan rangsangan saraf yang terdapat pada

25
glandula pituitaria posterior sehingga sehingga mengsekresi hormon

oksitosin. Hal ini menyebabkan sel-sel mioepitel di sekitar alveoli akan

berkontraksi dan mendorong ASI masuk dalam pembuluh ampula.

Pengeluaran oksitosin selain dipengaruhi oleh hisapan bayi, juga oleh

reseptor yang terletak pada duktus. Bila duktus melebar, maka secara

reflektoris oksitosin dikeluarkan oleh hipofisis [ CITATION Dew12 \l 1033

].

3. Pemeliharaan air susu ibu

Hubungan yang utun antara hipotalamus dan hipofise akan mengatur

kadar prolaktin fan oksitosin dalam darah. Hormon-hormon ini sangat

perlu untuk pengeluaran permulaan dan mpemeliharaan penyedianan

air susu selama menyusui. Proses menyusui memerlukan pembuatan

dan pengeluaraan air susu dari dari alveoli ke sistem duktus. Bila susu

tidak dikeluarkan akan mengakibatkan berkurangnya sirkulasi darah

kapiler yang menyebabkan terlambatnya proses menyusui.

Berkurangnya rangasangan menyusui oleh bayi misalnya bila kekuatan

isapan yang kurang, frekuensi isapan yang kurang dan singkatnya

waktu menyusui ini berarti pelepasan prolaktin dari hipofise sehingga

pembuatan air usu berkurang, karena diperlukan kadar prolaktin yang

cukup untuk mempertahankan pengeluaranair susu mulai sejak minggu

pertama kelahiran [ CITATION Bah091 \l 1033 ].

26
2.3.6. Stadium Laktasi

Kandungan gizi dari ASI sangat khusus dan sempurna serta sesuai dengan

kebutuhan tumbuh kembang bayi. [ CITATION Dew12 \l 1033 ] membedakan ASI

dalam tiga stadium, yaitu:

1. Kolostrum

Kolostrum adalah air susu yang pertama kali keluar. Kolostrum ini

disekresi oleh kelenjar payudara pada hari pertama sampai hari ke

empat pasca persalinan. Kolostrum merupakan cairan dengan

viskositas kental, lengket dan berwarna kekuningan. Kolostrum

mengandung tinggi protein, mineral, garam, vitamin A, nitrogen, sel

darah putih dan antibodi yang tinggi dari pada ASI matur. Selain itu,

kolostrum mengandung rendah lemak dan laktosa. Protein utama pada

kolostrum adalah Imunoglobulin (IgG, IgA dan IgM), yang digunakan

sebagi antibodi untuk mencegah dan menetralisir bakteri, virus, jamur

dan parasit. Meskipun kolostrum yang keluar sedikit menurut ukuran

kita, tetapi volume kolostrum yang ada dalam payudara mendekati

kapasitas lambung bayi yang berusia 1-2 hari. Volume kolostrum

antara 150-300 ml/24 jam. Kolostrum juga merupakan pencahar ideal

untuk membersihkan zat yang tidak terpakai dari usus bayi yang baru

lahir dan mempersiapkan saluran pencernaan makanan bagi bayi

makanan yang akan datang. Kolostrum atau ASI hari-hari pertama

adalah cairan berwarnia kuning keemasan/jingga yang mengandung

nutrisi dengan konsentrasi tinggi.

27
2. ASI transisi/peralihan

ASI peralihan adalah ASI yang keluar setelah kolostrum sampai

sebelum ASI matang, yaitu sejak hari ke-4 sampai hari ke-10. Selama

dua minggu, volume air susu bertambah banyak dan berubah warna

serta komposisinya. Kadar immunoglobulin dan protein menurun,

sedangkan lemak dan laktosa meningkat. ASI persalinan diproduksi

pada hari ke-4 sampai hari ke-10 setelah kelahiran. Bahkan pada

kondisi-kondisi tertentu dapat diproduksi sampai minggu ke-5. ASI

peralihan mengandung protein lebih rendah dibandingkan kolostrum

[ CITATION Dia14 \l 1033 ].

3. ASI Matur/ Matang

ASI yang disekresi pada hari ke-10 dan seterusnya, komposisi relative

konstan. Foremik merupakan air susu yang mengalir pertama kali atau

saat lima menit pertama. Foremik lebih encer dan mempunyai

kandungan lemak yang rendah, tinggi laktosa, gula, protein, mineral

dan air. ASI transisi kemudian berubah menjadi ASI matang sekitar 10

hari sampai 2 minggu setelah kelahiran bayi. ASI matang (seperti

halnya ASI transisi) mengandung 10% leukosit. Dibandigkan dengann

kolostrum, ASI matang memiliki kandungan natrium, potassium,

protein, vitamin larut lemak, dan mineral yang lebih rendah.

Sedangkan, kandungan lemak dan laktosanya lebih tinggi dari pada

kolostrum [ CITATION FBM16 \l 1033 ].

28
Dibawah ini bisa kita lihat perbedaan komposisi antara kolostrum, ASI

transisi dan ASI matur.

Tabel 2.1. Kandungan Kolostrum, ASI Transisi dan ASI Matur

Kandungan Kolostrum ASI Transisi ASI Matur

Energi (kgkal) 57,0 63,0 65,0


Laktosa (gr/100 ml) 6,5 6,7 7,0

Lemak (gr/100 ml) 2,9 3,6 3,8

Protein (gr/100 ml) 1,195 0,965 1,324

Mineral (gr/100 ml) 0,3 0,3 0,2

Imunoglobulin:

Ig A (mg/100 ml) 335,9 - 119,6

Ig G (mg/100 ml) 5,9 - 2,9

Ig M (mg/100 ml) 17,1 - 2,9

Lisosin (mg/100 ml) 14,2-16,4 - 24,3-27,5

Laktoferin 420-520 - 250-270

Sumber : [ CITATION Dew12 \l 1033 ]

29
2.3.7. Mekanisme Produksi ASI

Menurut Monika (2016) salah satu hal yang cukup penting untuk

mencapai kesuksesan menyusui adalah dengan mengetahui mekanisme produksi

ASI sejak kehamilan. Produksi ASI terjadai dalam tiga tahap/fase, yaitu

laktogenesis I, laktogenesis II, dan laktogenesis III.

1. Laktogenesis I

Produksi ASI pada awalnya tidak langsung dimulai dengan hukum

persediaan versus permintaan. Sejak akhir trimester 2 atau awal

trimester 3 kehamilan, kolostrum sudah mulai diproduksi. Proses

produksi ASI selama kehamilan ini sepenuhnya diatur oleh hormone

endokrin dan sistem pengendalian itu disebut sistem kendali endokrin.

Pada fase ini, produksi ASI belum terlalu hanya karena ditekan oleh

kadar hormon progesteron yang tinggi.

Ketika ibu melahirkan, plasenta terlepas dari rahim sehingga

menyebabkan kadar hormon progesteron turun. Efek berikutnya, kadar

hormon prolaktin yang berperan dalam produksi ASI meningkat.

Karena pengeluaran kolostrum pasca kelahiran ini masih diatur oleh

hormon, ibu tidak perlu khawatir kolostrum tidak akan keluar (asalkan

tidak ada hal-hal yang menghambat pengeluarannya).

2. Laktogenesis II

30
Menurut Kelly Bonyata (dalam Monika, 2016:hal.33) fase laktogenesis

II terjadi di 30-40 jam pasca kelahiran. sedangkan sumber lain

menyatakan laktogenesis II terjadi pada hari ke-2 hingga ke-5 pasca

kelahiran. Pada fase ini, kolostrum sudah mulai berubah menjadi ASI

transisi. Aliran darah ke payudara meningkat sehingga payudara mulai

terasa lebih kencang dan berat. Kadar hormon progesteron terus

menurun. Akibatnya, hormon prolaktin terus meningkat sehingga ASI

mulai diproduksi lebih banyak yang umurnya sudah terjadi pada hari

ke-3 dan ke-4 pasca kelahiran.

3. Laktogenesis III

Laktogenesis III mulai terjadi antara hari ke-8 hingga hari ke-10 pasca

kelahiran. Dalam fase ini, bukan sistem kendali endokrin lagi yang

mengatur, melainkan sistem kendali local autokrin/local. Makna sistem

kendali lokal adalah seberapa sering ASI dikeluarkan dan seberapa

baik payudara dikosongkan. Inilah yang merupakan mekanisme

kendali utama produksi ASI tau sudah berlaku hokum persediaan

versus permintaan.

Pada tahap laktogenesis III dan seterusnya, produksi ASI ditiap

payudara bergantung pada seberapa sering ASI dikeluarkan (baik

melalui disusui langsung atau diperah) dan seberapa baik pengosongan

payudara. Jadi, bisa saja satu payudara tidak menghasilkan ASI sama

sekali, tetapi payudara lainnya tetap berproduksi dengan normal.

Menyapih satu payudara saja tetap memungkinkan, misalnya saat ibu

31
mengalami mastitis berulang atau menjalani operasi pada salah satu

payudara.

2.4. Frekuensi menyusui

Menyusui bisa dilakukan setiap 2-5 jam dengan pemberian dari kedua

payudara secara bergiliran. Bayi yang baru lahir biasanya mengis meminta

menyusui pada saat mereka lapar, seiring bertambahnya usia, bayi kan terbiasa

dengan jadwal menyusui dan akan meminta menyusui secara teratur dengan

waktu tertentu.

Beberapa faktor yang mempengaruhi frekuensi dan pemberian ASI,

beberapa diantaranya adalah :

1. Nafsu makan bayi

2. Kadar tampung lambung bayi

3. Volume ASI

Dalam penelitian yang dilakukan oleh paramitha(2010) dan sinaga (2010)

dijelaskan bahwa frekuensi menyusui berpengaruh terhadap keneikan barat badan

bayi. Penelitian yang dilakukan paramitha (2010) mengenai hubungan frekuensi

menyusui dan status gizi ibu menyusui dengan kenaikan berat badan bayi usia 1-6

bulan menunjukan hubungan yang berakna antarafrekuensi menyusui dengan

kenaikan berat badan bayi usia 1-6 bulan. Begitu pula dengan penelitian yang di

lakukan sinaga (2010) mengenai perrbedaan berat dan anjang badan bayi usia 0-6

bulanyang diberikan ASI ekslusif dan MPASI menunjukan rata-rata pertumbuhan

berat daban bayiyang di berikan ASI esklusif (4.1 kg) lebih besar dari pada bayi

32
yang diberikan MPASI (3,4 kg) pada usia 0-6 bulan. Menurut kristiansari (2009)

bayi yang mendapatkan ASI memiliki berat badan yang lebih baik setelah lahir.

Irianto (2014) menyatakan bahwa lamanya menyusui biasanya sekitar 5-10

menit tetapi sering ada yang lama sampai setengah jam tergantung bayi,

pemberhentian menyusui sebelum bayi selesai dapat membuat bayi mungkin tidak

mendapatkan susu akhir yang kaya energi yang diperlukan untuk tumbuh dengan

baik. Rentang yang optimal adalah antara 8 hinga 12 kali setiap hari. Meskipun

mudah untuk membagi 24 jam menjadi 8 jam hingga 12 kali menyusui dan

menghasilkan pekiraan jadwal, cara ini bukan merupakan cara makan seagian

besar bayi. Banyak bayi dalam rentang beberapa jam menyusu beberapa kali.

Tidur untuk beberapa jam dan bangun untuk menyusu lagi. Ibu sebaiknya

dianjurkan untuk menyusui bila bayi tampak kenyang (isyarat kenyang meliputi

relakasasi seluruh tubuh, tidur saat menyusu dan melepaskan puting [ CITATION

Riz11 \l 1033 ] .

Pada awalnya, bayi menyusui hanya 10 menit atau beberapa menit setiap

kalinya. Lama menyusui akan meningkat secara bertahap sampai produksi ASI

benar – benar stabil [ CITATION Ron11 \l 1033 ]. Sebaiknya bayi disusui secara (on

demand), karena bayi akan menentukan sendiri kebutuhannya. Ibu harus

menyusui bayinya bila bayi menangis bukan karena sebab lain (karena

kepanasan/kedinginan atau sekedar ingin didekap) atau ibu sudah merasa perlu

menyusukan bayinnya. Bayi yang sehat dapat mengosongkan satu payudara

sekitar 5-7 menit dan lambung bayi akan kosong dalam waktu 2 jam. Pada

awalnya bayi akan menyusu dengan jadwal yang tak teratur dan akan mempunyai

33
pola tertentu setelah 1-2 minggu kemudian. Menyusui yang dijadwalkan akan

berakibat kurang baik karena isapan bayi sangat berpengaruh pada rangsangan

produksi ASI selanjutnya. Dengan menyusui secara on demand, sesuia kebutuhan

bayi akan mencegah timbulnya masalah menyusui. Ibu yang bekerja di luar rumah

dianjurkan agar lebih sering menyusui pada malam hari. Bila sering disusukan

pada malam hari akan memacu produksi ASI [ CITATION Riz11 \l 1033 ]. Frekuensi

menyusui yang sering dan tidak dibatasi dibuktikan bermanfaat karena volume

ASI bertambah sehingga penurunan berat badan bayi hanya sedikit [ CITATION

Wal15 \l 1033 ].

2.5. Faktor yang Mempengaruhi Pemberian ASI

Faktor – faktor yang mempengaruhi pemberian makanan tambahan pada

bayi usia kurang dari enam bulan (Irianto, 2014):

1. Faktor Kesehatan Bayi

Faktor yang menyangkut kondisi bayi antara lain bibir sumbing, celah

palatum dan galaktosemia yaitu kelainan metabolisme sejak lahir yang

ditandai adanya kekurangan enzim galaktosemia, dimana jika bayi

diberi ASI atau bahan lain yang mengandung laktosa maka kadar

laktosa dalam darah dan air kemih akan meningkat secara klinis akan

timbul katarak.

2. Faktor Kesehatan Ibu

Faktor yang menyangkut kondisi ibu antara lain penyakit yang

membuat ibu tidak dapat memberi ASI, kegagalan laktasi, kelainan

34
payudara seperti putting susu terbenam, tidak ada susu dan air susu

tidak keluar.

3. Faktor Pengetahuan Ibu

Pengetahuan ibu tentang kapan seharusnya diberikan makanan

tambahan, fungsi makanan tambahan, makanan tambahan dapat

meningkatkan daya tahan tubuh dan risiko pemberian makanan

tambahan pada bayi kurang dari enam bulan sangatlah penting. Tetapi

banyak ibu – ibu yang tidak mengetahui hal tersebut sehingga

memberikan makanan tambahan pada bayi usia dibawah enam bulan

tanpa mengetahui risiko yang akan timbul.

4. Faktor Pekerjaan Ibu

Faktor yang berhubungan dengan aktivtias ibu setiap harinya untuk

memperoleh penghasilan guna memenuhi kebutuhan hidupnya.

Pekerjaan ibu bisa dilakukan dirumah, di tempat kerja baik yang dekat

maupun yang jauh dari rumah. Ibu yang belum bekerja sering

memberikan makanan tambahan dini dengan alasan melatih atau

mencoba agar waktu ibu mulai bekerja bayi sudah terbiasa. Padahal

ibu yang bekerja dapat memberikan ASI dengan cara memerah ASI.

ASI yang diperah dapat disimpan dan diberikan kepada bayi saat ibu

bekerja pada siang hari (Riksani, 2012).

5. Faktor Petugas Kesehatan

Kualitas petugas kesehatan yang akhirnya menyebabkan ibu memilih

untuk memberikan makanan tambahan bayi atau tidak. Petugas

35
kesehatan berperan dalam memotivasi ibu untuk tidak memberi

makanan tambahan pada bayi usia kurang dari enam bulan. Biasanya,

jika dilakukan penyuluhan dan pendekatan yang baik ibu mau patuh

dan menuruti nasehat petugas kesehatan. Oleh karena itu, petugas

kesehatan diharapkan dapat menjadi sumber informasi tentang kapan

waktu yang tepat memberikan makanan timbangan dan risiko

pemberian makanan tambahan dini pada bayi.

6. Faktor Iklan

Iklan merupakan saran yang jika baik dapat menarik penonton atau

pendangarnya untuk melakukan sesuai dengan anjuran iklannya.

Banyaknya iklan yang memasarkan susu formula, membuat ibu mau

memberikannya kepada bayi dengan keyakinan sehat dan baik bagi

bayinya.

7. Faktor Budaya

Faktor yang berhubungan dengan nilai – nilai dan pandangan

masyarakat yang lahir dari kebiasaan yang ada. Misalnya, Pandangan

untuk tidak memberikan ASI karena bisa menyebabkan perubahan

bentuk payudara yang membuat wanita tidak cantik dan ibu yang

beranggapan bawah susu sapi/ susu formula lebih dari ASI.

8. Faktor Ekonomi

Faktor ekonomi ini menyangkut penghasilan yang diterima, yang jika

dibandingkan dengan pengeluaran, masih memungkinkan ibu untuk

memberikan makanan tambahan bagi bayi usia kurang dari enam

36
bulan. Biasanya semakin baik perekonomian keluarga maka daya beli

semakin mudah sebaliknya semakin buruk perekonomian keluarga,

maka daya beli akan makanan tambahan lebih sukar.

9. Faktor Teknik

Kesalahan dalam teknik menyusui, dapat mengakibatkan bayi tidak

cukup mendapatkan ASI. Sekalipun jumlah ASI pada hari pertama

sangat sedikit, hendaknya ibu tetap menyusui. Isapan bayi akan

merangsang produksi ASI sehingga ASI yang keluar akan semakin

banyak. Adakalanya ASI keluar sedikit diakibatkan posisi menyusui

yang kurang tepat atau mulut bayi hanya menghisap disebagian aerola

tidak menutupi seluruhnya hal ini yang mengakibatkan isapan bayi

menjadi tidak optimal (Riksani, 2012).

37
2.6. Kajian Penelitian Yang Relevan

Tabel 2.2. Kajian Penelitian yang Relevan Hubungan Frekuensi Dan Cara

Pemberian Asi Dengan Berat Badan Bayi Usia 0-6 Bulan diwilayah Puskesmas

Tilamuta Kabupaten Boalemo

Penaliti Judul Metode penelitian hasil


(tahun)
Dewi Hubungan Desain dalam Adanya hubungan antara
Kartika Teknik, penelitian ini adalah teknik menyusui dan
Sari, Frekuensi, kohort prostektif berat badan bayi dengan
Didik Durasi karena mengikuti p-value=0,003, ada
Gunawan Menyusui dan berat badan bayi hubungan antara
Tamtomo Asupan Energi selama 4 bulan. frekuensi menyusui
dan Sapja dengan Berat Sampel dalam dengan berat badan bayi
Anantayu Badan Bayi penelitian ini adalah dengan p-value=0,018
(2017) Usia 1-6 Bulan ibu yang memiliki ada hubungan durasi
di Puskesmas bayi usia 1-6 bulan menyusui dengan berat
Tasikmadu yang diambil secara badan bayi dengan p-
Kabupaten purposive sampling value=0,001 dan ada
Karanganyar pada titik awal hubungan antara asupan
penelitian berjumlah energi dengan berat
60 responden dan badan bayi dengan p-
dropout sebayak 14 value <0,001. Dari
responden sehingga analisis multivariate dari
yang dapat dianalisis keempat variabel bebas,
sebesar 46 asupan energi merupakan
responden. Analisis yang paling berpengaruh
data secara bivariat diantara variabel lainya
dilakukan dengan chi dengan exp (B) sebesar
square dan 38,822 yang berarti jika
multivariate dengan asupan energi ibu
uji regresi logistic menyusui baik maka
ganda. beresiko 38,822 kali

38
mengalami kenaikan
berat badan.
Trio Hubungan Jenis penelitian ini Neonatus yang mendapat
Linda Frekuensi dan menggunakan frekuensi menyusu dalam
Familia Lama Menyusu penelitian kategori sering (84,4%),
Endra Dengan observasional yang lama menyusu dalam
Rini dan Perubahan bersifat analitik kategori cukup (78,1%)
Siti Berat Badan dengan pendekatan dan memiliki perubahan
Rahayu Neonatus Di cross sectional. berat badan dalam
Nadhiroh Wilayah Kerja Sampel dalam kategori naik (53,1%).
(2015) Puskesmas penelitian ini adalah Hasil analisis
Gandusari neonatus usia 2-4 menunjukkan terdapat
Kabupaten minggu di wilayah hubungan antara
Trenggalek kerja Puskesmas frekuensi menyusu
Gandusari dengan perubahan berat
Kabupaten badan neonatus
Trenggalek. (p=0,015) dan tidak
Penelitian dilakukan terdapat hubungan antara
pada bulan April- lama menyusu dengan
Juni 2015 dengan perubahan berat badan
jumlah sampel yang neonatus (p=0,209).
diambil sebanyak 32 Kesimpulan pada
neonatus. Uji penelitian ini yaitu
statistik perubahan berat badan
menggunakan chi- neonatus berhubungan
square dengan dengan frekuensi
tingkat kepercayaan menyusu namun tidak
95%. Neonatus berhubungan dengan
lama menyusu. Perlunya
komunikasi informasi
dan edukasi bagi ibu
menyusui mengenai
frekuensi menyusu yang
baik dalam 24 jam
sehingga dengan ASI
yang cukup maka
pertumbuhan bayi
menjadi optimal.

39
2.7. Kerangka Berpikir

2.7.1. Kerangka Teori

Faktor yang Mempengaruhi Pemberian ASI Eksklusif

Pemberian ASI :
1. Faktor kesehatan bayi Frekuensi pemberian ASI
2. Faktor Kesehatan ibu
Biasanya bayi menyusui
3. Faktor pengetahuan ibu
sekitar 5-10 menit tetapi
4. Faktor pekerjaan ibu
bagusnya tergantung bayi
5. Faktor petugas kesehatan
ingin berapa lama Rentang
6. Faktor iklan
yang optimal adalah antara 8
7. Faktor budaya
hinga 12 kali setiap hari
8. Faktor ekonomi
9. Faktor teknik

Berat badan
neonatus Kecakupan
normal
nutrisi bayi
Apabilla bayi baru yang baik
lahir sekitar 2.500–
Berat bayi lahir
3.500 gram

Berat badan bayi terus


bertambah

40
Keterangan: : Yang Diteliti

: Tidak Diteliti

Sumber : [ CITATION Koe14 \l 1033 ], [ CITATION Pur15 \l 1033 ], dan (Riksani, 2012)

Gambar 2.2 Kerangka Teori

2.7.2. Kerangka Konsep

Frekuensi Pemberian ASI Berat Badan


Bayi 0-6 Bulan

Keterangan : : Variabel Independen

: Hubungan

: Variabel Dependen

Gambar 2.3 Kerangka Konsep

2.8. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini tidak ada hubungan frekuensi pemberian

ASI dengan berat badan bayi 0-6 bulan diwilayah Puskesmas Tilamuta Kabupaten

Boalemo

41
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

3.1.1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini telah dilakukan di Wilayah Puskesmas Tilamuta

Kabupaten Boalemo.

3.1.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan di Wilayah Puskesmas Tilamuta pada

bulan April−Mei 2019.

3.2. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian survey analitik menggunakan desain

cross sectional untuk mengetahui apakah ada hubungan frekuensi pemberian asi

dengan berat badan bayi usia 0-6 bulan diwilayah Puskesmas Tilamuta Kabupaten

Boalemo.

3.3. Variabel Penelitian

3.3.1. Variabel Independen

Variabel independen (bebas) adalah variabel yang memengaruhi atau

nilainya menentukan variabel lain. Suatu kegiatan stimulus yang dimanipulasi

oleh peneliti menciptakan suatu dampak pada variabel dependen. Variabel bebas

42
biasanya dimanipulasi, diamati, dan diukur untuk diketahui hubungannya atau

pengaruhnya terhadap variabel lain [ CITATION Nur152 \l 1033 ]. Variabel

independen dalam penelitian ini adalah frekuensi pemberian ASI.

3.3.2. Variabel Dependen

Variabel dependen (terikat) adalah variabel yang dipengaruhi nilainya

ditentukan oleh variabel lain. Variabel respons akan muncul sebagai akibat dari

manipulasi variabel-variabel lain. Dalam ilmu perilaku, variabel terikat adalah

aspek tingkah laku yang diamati dari suatu organisme yang dikenai stimulus.

Dengan kata lain, variabel terikat adalah faktor yang diamati dan diukur untuk

menentukan ada tidaknya hubungan atau pengaruh dari variabel bebas [ CITATION

Nur152 \l 1033 ]. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah Berat Badan (BB)

bayi 0-6 bulan.

3.3.3. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah definisi berdasarkan karakteristik yang diamati

dari sesuatu yang didefinisikan tersebut. Karakteristik yang dapat diamati (diukur)

itulah yang merupakan kunci definisi operasional.

Tabel 3.1 Definisi Operasional Hubungan Frekuensi Dan Cara Pemberian ASI
Dengan Berat Badan Bayi Usia 0-6 Bulan diwilayah Puskesmas Tilamuta
Kabupaten Boalemo
No Variabel Definisi Alat dan Hasil Ukur Skala

. Operasional Cara Ukur


1. Frekuensi Rata-rata Kuesioner Baik : ≥ 8x Ordinal
pemberian berapa kali dalam sehari
ASI bayi Kurang Baik :

43
menyusui < 8x dalam
dalam sehari sehari

2. Berat Badan Pertumbuha Timbangan Normal (N) : Nominal


n berat bayi BB mengikuti
badan bayi kriteria batas
yang telah normal
ditimbang antropometri
dipuskes pertumbuhan
sesuai BB bayi 0-6
dengan bulan
standar umur Tidak Normal
(T) : BB
melebihi batas
kriteria
antropometri
pertumbuhan
standar
antopometri
pertumbuhan
berat badan
bayi 0-6 bulan

3.4. Populasi dan Sampel

3.4.1. Populasi

Populasi dalam penelitian merupakan subjek (misalnya manusia, klien) yang

akan diteliti dan telah memenuhi kriteria yang telah ditetapkan [ CITATION Nur152 \l

1033 ]. Adapun populasi dalam penelitian ini adalah ibu yang memiliki bayi berusia

44
0-6 bulan yang telah memberian ASI di wilayah Puskesmas Tilamuta Kabupaten

Boalemo sebanyak 67 bayi pada bulan Februari tahun 2019.

3.4.2. Sampel

Sampel merupakan sebagian dari populasi yang terjangkau dan dapat

dipergunakan sebagai subjek penelitian melalui sampling [ CITATION Nur152 \l 1033

]. Sampel bayi usia 0-6 bulan yang menyusui secara eksklusif dan tidak secara

eksklusif bertempat tinggal di wilayah Puskesmas Tilamuta Kabupaten Boalemo

dengan menggunakan teknik accidental sampling.

3.5. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan suatu proses pendekatan pada subjek dan

proses pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan dalam suatu penelitian.

Langkah-langkah dalam pengumpulan data bergantung pada rancangan penelitian

dan teknik instrument yang digunakan [ CITATION Nur152 \l 1033 ].

3.5.1. Cara Pengumpulan Data

1. Data Primer

Data primer dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh langsung

dari responden menggunakan kuesioner

2. Data Sekunder

Data sekunder dari penelitian ini diperoleh dari data dinas kesehatan

mengenai jumlah total pemberian ASI eksklusif 0-6 bulan di Provinsi

Gorontalo pada tahun 2018, data dari dinas kesehatan Kabupaten

45
Gorontalo tahun 2018 dan data total pemberian ASI eksklusif 0-6

bulan pada bulan februari 2019 dari Puskesmas Boalemo.

3.5.2. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian merupakan alat-alat yang digunakan untuk

pengumpulan data dalam penelitian [ CITATION Soe122 \l 1033 ]. Adapun instrumen

dalam penelitian ini adalah buku kia dan kuesioner. Kuesioner ini diambil dari

untuk mengukur frekuensi pemberian Asi dan timbangan bayi di gunakan untuk

mengetahui data perubahan berat badan bayi usia 0-6 bulan diwilayah Puskesmas

Tilamuta Kabupaten Boalemo.

3.6. Teknik Pengolahan dan Analisa Data

3.6.1. Teknik Pengolahan Data

Adapun langkah-langkah pengolahan data pada umumnya adalah sebagai

berikut:

1. Editing (penyunting data)

Kegiatan meneliti kembali data setiap sampel tentang faktor yang

mempengaruhi rendahnya pemberian ASI eksklusif. Hasil wawancara

atau data yang diperoleh melalui kuesioner perlu disunting (edit)

terlebih dahulu jika ternyata masih ada data atau informasi yang tidak

lengkap atau terlewati, maka dari itu proses editing dilakukan di

tempat pengumpulan data sehingga jika ada kekurangan dapat segera

diperbaiki.

2. Coding (lembaran kode atau kartu kode)

46
Lembaran atau kartu kode instrumen berupa kolom-kolom untuk data

secara manual. Lembaran atau kartu kode berisi nomor responden dan

nomor-nomor pertanyaan.

3. Entry Data (memasukkan data)

Merupakan kegiatan data ke dalam computer untuk selanjutnya

dilakukan analisa data.

4. Tabulating (tabulasi data)

Yakni membuat table-tabel data sesuai dengan tujuan penelitian atau

yang diinginkan peneliti.

3.6.2. Teknik Analisa Data

Untuk melakukan analisa, khususnya terhadap data penelitian akan

menggunakan program SPSS (Statistical Product and Service Solutions).

1. Analisa Univariat

Analisa data univariat bertujuan untuk menggambarkan karakteristik

masing-masing variabel yang diteliti. Dengan melihat distribusi

frekuensi dapat diketahui deskripsi masing-masing variabel dalam

penelitian.

2. Analisa Bivariat

Analisa bivariat bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan

antara variabel independen dengan variabel dependen dapat digunakan

uji chi-square

47
.

3.7. Hipotesis Statistik

H0 : Tidak Ada hubungan frekuensi dan cara pemberian ASI dengan berat

badan bayi 0-6 bulan diwilayah Puskesmas Tilamuta Kabupaten

Boalemo

H1 : Ada hubungan frekuensi dan cara pemberian ASI dengan berat badan

bayi 0-6 bulan diwilayah Puskesmas Tilamuta Kabupaten Boalemo.

3.8. Etika Penelitian

Menurut Nursalam (2015) bahwa prinsip dalam penelitian atau

pengumpulan data dapat menjadi 3 bagian, yaitu prinsip manfaat, prinsip

menghargai hak-hak subjek, dan prinsip keadilan. Maka disimpulkan etika dalam

penelitian sebagai berikut:

1. Informed Concent ( Informasi Untuk Responden )

Sebelum melakukan tindakan, peneliti menjelaskan maksud dan

tujuan penelitian yang akan dilakukan, jika responden bersedia untuk

di teliti maka responden harus menandatangani lembar persetujuan

tersebut dan tidak memaksa.

2. Anonimity (Tanpa nama)

Untuk menjaga kerahasiaan responden dalam penelitian, maka peneliti

tidak mencantumkan namanya dalam lembar data, cukup dengan

48
memberi kode pada masing-masing lembar yang hanya diketahui oleh

peneliti.

3. Confidentiality (kerahasiaan)

Kerahasiaan responden dijamin oleh peneliti, hanya kelompok data

tertentu saja yang di sajikan atau dilaporkan sebagai hasil penelitian

49
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Gambaran Umum Puskesmas Tilamuta

Puskesmas Tilamuta didirikan pada tahun 1949 dan mulai

melaksanakan kegiatan pelayanan kesehatan sebagai puskesmas rawat

jalan pada tahun 2005. Dimana Puskesmas ini terletak di Ibu kota

Kabupaten Boalemo yaitu di Desa Limbato Kecamatan Tilamuta. dengan

Luas wilayah kerja Puskesmas Tilamuta 37200 km2 meliputi wilayah

administrasi Kecamatan Tilamuta yang terdiri dari 12 desa yaitu Desa

Lahumbo, Desa Mohungo, Desa Modelomo, Desa Ayuhulalo, Desa

Piloliyanga, Desa Limbato, Desa Hungayonaa, Desa Lamu, Desa Tenilo,

Desa Pentadu Timur, Desa Pentadu Barat, dan Desa Bajo

Terdapat 6 posyandu, 4 posyandu madya, dan 2 posyandu

purnama. Pada meja I, IV diposyandu dilaksanakan oleh kader PKK dan

meja V merupakan petugas kesehatan yakni terdiri dari 4-5 kader PKK, 1

bidan, 1 perawat, dan 1 ahli gizi terkadang ada juga dokter diposyandu

Batas-batas wilayah Puskesmas Tilamua adalah diwilayah utara

berbatasan dengan Kecamatan Dulupi Kabupaten Boalemo, wilayah

Selatan berbatasan dengan Teluk Tomini, wilayah Timur berbatasan

50
dengan Desa Pangi Kecamatan Dulupi Kabupaten Boalemo, dan wilayah

Barat berbatasan dengan Desa Tutulo Kecamatan Botumoito Kabupaten

Boalemo.

4.1.2 Analisis Univariat

Karateristik Responden

Dalam penelitian ini responden yang terpilih melalui Accidental Sampling

didapatkan sebanyak 37 responden yaitu ibu menyusui yang mempunyai bayi

usia 0-6 bulan. Dari keseluruhan responden, diperoleh gambaran mengenai

karakteristik responden berdasarkan usia ibu, tingkat pendidikan ibu, jenis

pekerjaan ibu, jenis kelamin bayi, serta usia bayi.

1. Karateristik Responden Berdasarkan Usia Ibu

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh distribusi

responden berdasarkan Usia Ibu pada tabel dibawah ini:

Tabel 4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Usia Ibu


No Usia Ibu Jumlah Persentase (%)
1 17-25 tahun 16 43,2
2 26-35 tahun 17 60
3 36-45 tahun 4 10,8

Total 37 100
Sumber: Data Primer 2019

Berdasarkan tabel diatas kategori usia responden dibagi menjadi

tiga, yaitu remaja akhir (17-25 tahun), dewasa awal (26-35 tahun), dan

dewasa akhir (36-45 tahun) (Depkes RI 2009). Rata-rata usia responden

berada pada kategori dewasa awal sebesar 45,9% sebanyak 17

responden. Kategori remaja akhir sebesar 43,2% sebanyak 16

51
responden dan kategori dewasa akhir sebesar 10,8% sebanyak 4

responden.

2. Karateristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Ibu

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh

distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan ibu pada tabel

dibawah ini:

Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan


Ibu
No. Tingkat Pendidikan Ibu Jumlah Persentase (%)
1. SD 11 29,7
2. SMP 3 8,1
3. SMA 16 43,2
4. Sarjana 7 19
Total 37 100
Sumber: Data Primer 2019

Berdasarkan tabel diatas kategori pendidikan dibagi menjadi tidak

sekolah, SD/Sederajat, SMP/Sederajat, SMA/Sederajat, dan sarjana

(Depkes, 2009). Rata-rata pendidikan SD/ sederajat sebesar 29,7%

sebanyak 11 responden, SMP/Sederajat sebesar 8,1% sebanyak 3

responden, SMA dengan persentase sebesar 43,2% sebanyak 16

responden. dan sarjana sebesar 18,9% sebanyak 7 responden.

3. Karateristik Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan Ibu

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh distribusi

responden berdasarkan jenis pekerjaan ibu pada tabel dibawah ini:

Tabel 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan Ibu


No. Jenis Pekerjaan Ibu Jumlah Persentase (%)

52
1. URT 31 83,8
2. PNS 4 10,8
3. Wirasuasta 2 5,4
Total 37 100
Sumber: Data Primer 2019

Berdasarkan tabel diatas kategori pekerjaan dibagi menjadi URT,

petani, buruh, PNS, pedagang, dll (Depkes, 2009). Mayoritas responden

adalah Ibu rumah tangga yang masuk dalam kategori tidak bekerja

dengan persentase 83,3% sebanyak 31 responden. PNS sebesar 10,8%

sebanyak 4 responden dan lainnya sebesar 5,4% sebanyak 2 responden.

4. Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Anak

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh distribusi

responden berdasarkan jumlah anak pada tabel dibawah ini:

Tabel 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Anak


No. Jumlah Anak Jumlah Persentase (%)
1. 1 anak 16 43,2
2. Lebih dari 2 anak 21 56,8

Total 37 100
Sumber: Data Primer 2019

Berdasarkan tabel diatas kategori jumlah anak dibagi menjadi 1

anak dan lebih dari 2 anak (Nanda, 2017). Mayoritas responden

adalah yang memiliki 1 anak dengan persentase 43,2 sebanyak 16

responden dan yang memiliki anak lebih dari 2 sebesar 56,8%

sebanyak 21 responden.

5. Karateristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Bayi

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, di peroleh distribusi

responden berdasarkan jenis kelamin bayi pada tabel sebagai berikut:

53
Tabel 4.5 Distribusi Responden Berdasarkan jenis kelamin bayi
No. Usia Bayi Jumlah Persentase (%)
1. Laki-laki 17 54,9
2. Perempuan 20 54,1

Total 37 100
Sumber: Data Primer 2019

Berdasarkan tabel diatas kategori jenis kelamin bayi bayi

dipuskesmas tilamuta didapaatkan bayi laki-laki, sebanyak 17 bayi

(54,9%) dan untuk bayi perempuan didapatkan sebanyak 20 bayi

(54,1%).

6. Karateristik Responden Berdasarkan Frekuensi Pemberian ASI


Pada Bayi Usia 0-6 Bulan Di Wilayah Puskesmas Tilmuta

Distribusi frekuensi pemberian ASI pada bayi usia 0-6 bulan

diwilayah Puskesmas Tilamuta Kabupaten Boalemo adalah sebagai

berikut.

Tabel 4.6 Distribusi Berdasarkan Frekuensi Pemberian ASI


No. Frekuensi Pemberian ASI Jumlah Persentase (%)
1. Baik 33 89,2
2. Kurang 4 10,8
Total 37 100
Sumber : Data Primer

Berdasarkan tabel tabel distribusi diatas didapatkan bahwa

frekuensi pemberian ASI yang baik sejumlah 33 bayi (89,2%),

54
sedangkan frekuensi pemberian ASI yang kurang sejumlah 4 (10,8%)

responden.

7. Karateristik Responden Berdasarkan Berat Badan Bayi Pada Bayi


Usia 0-6 Bulan Di Wilayah Puskesmas Tilmuta

Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh distribusi responden

berdasarkan berat badan bayi usia 0-6 bulan diwilayah puskesmas

tilamuta kabupaten boalemo adalah sebagai berikut:

Tabel 4.7 Distribusi Berdasarkan Berat Badan Bayi Usia 0-6 Bulan
No. Berat Badan Bayi Usia 0-6 Jumlah Persentase (%)
1. BB kurang dari standar 7 18,9
2. BB sesuai standar 30 81,1
Total 37 100
Sumber: Data Primer 2019

Bedasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa dari 37 responden

berdasarkan berat badan bayi usia 0-6 bulan bahwa berat badan bayi

sesuai standar sebanyak 30 bayi (81,1%) dan berat badan kurang dari

standar sebanyak 7 bayi (18,9%).

4.1.3 Analisis Bivariat

1. Hubungan Frekuensi Pemberian ASI Dengan Berat Badan Bayi Usia


0-6 Bulan di Wilayah Puskesmas Tilamuta Kabupaten Boalemo

Pada penelitian ini hubungan frekuensi pemberian ASI terhadap berat

badan bayi usia 0-6 bulan diwilayah Puskesmas Tilamuta digambarkan

pada tabel berikut.

55
Tabel 4.8 Hubungan Frekuensi Pemberian ASI Terhadap Berat
Badan Bayi Usia 0-6 Bulan
Frekuensi Berat badan bayi Total P
Pemberian value
ASI Kurang Normal N %

N % N %

Kurang 0 0 4 100 4 100 0,570


Baik 7 21,2 26 78,8 33 100

Total 7 18,9 30 81,1 37 100

Sumber: Data Primer 2019

Pada tabel diatas dari 4 responden yang memiliki frekuensi

pemberian ASI kurang terdapat 0 (0%) bayi dengan berat badan kurang

dan 4 (100%) bayi memiliki berat badan normal. Kemudian dari 33

responden yang memiliki frekuensi pemberian ASI yang baik terdapat 7

(21,1%) bayi yang memiliki berat badan kurang dan 26 (78,8%) yang

memiliki berat badan normal.

Dari perhitungan menggunakan uji Fisher’s exact diperoleh p

Value 0,570 (p value > 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada

hubungan yang signifikan frekuensi pemberian ASI responden dengan

berat badan bayi di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Tilamuta.

56
4.2 Pembahasan

4.2.1 Frekuensi Pemberian ASI di Wilayah Puskesmas Tilamuta


Kabupaten Boalemo

Berdasarkan tabel distribusi frekuensi pemberian ASI di Wilayah

Puskesmas Tilamuta Kabupaten Boalemo didapatkan data bahwa

responden yang memiliki frekuensi pemberian ASI kategori baik sebanyak

33 bayi (89,2%), sedangkan bayi dengan yang termasuk dalam kategori

pemberian frekuensi kurang sebanyak 4 bayi (10,2%).

Didapatkan dari hasil tersebut bahwa 33 (89,2%) dari 37 bayi

mendapatkan frekuensi pemberian ASI yang baik, hal ini di sebabkan oleh

pekerjaan dimana karateristik pekerjaan ibu dari bayi sebagian besar

berprofesi sebagai ibu rumah tangga atau (66.6%), sehingga ibu

mempunya banyak waktu luang untuk melakukan pemberian ASI pada

bayinya sehingga frekuensinya tercukupi dengan baik.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Puspita,

2016), Hubungan Status Pekerjaan Ibu yang Menyusui dengan Pemberian

ASI Eksklusif di Dusun Sari Agung Wonosobo, adanya hubungan

signifikan antara status pekerjaan dengan pemberian ASI eksklusif.

Kecenderungan yang ada adalah bahwa ibu yang bekerja cenderung tidak

memberikan ASI eksklusif pada bayinya. Sebagian besar atau 66,7%

responden ibu yang bekerja diketahui tidak memberikan ASI eksklusif dan

hanya 33,3% saja yang diketahui memberikan ASI eksklusif. Sementara

itu sebagian besar atau 84,6% ibu yang tidak bekerja (IRT) diketahui

57
memberikan ASI eksklusif dan hanya 15,4% saja yang tidak memberikan

ASI eksklusif.

Diperkuat juga dengan teori yang di kemukakan oleh (Septikasari.

2018). Aktivitas ibu yang menghambat pemberian ASI eksklusif.

Kesibukan ibu akan mempengaruhi pemberian ASI eksklusif sehingga

banyak ibu yang berkerja tidak dapat memberikan ASI pada bayinya 2-3

jam.

Dari asumsi peneliti hal ini di sebabkan oleh pengetahuan, tradisi,

dan keluarga ibu terkait memberikan ASI pada bayi dimana selalu

memberian ASI pada saat bayi sedang menangis, karenanya pada kondisi

ini bayi selalu mendapatkan ASI yang cukup.

Untuk persentase bayi yang memiliki frekuensi pemberian ASI

kurang yakni sebanyak 4 bayi (10,2%) dari 37 bayi. Hal ini di pengaruhi

oleh ibu dari bayi yang sebahagian besar berpedidikan sekolah menengah

sehingganya kurang mendapatkan mengetahuan dan peduli akan

pentingnya pemberian ASI terhadap bayinya dimana akan mempengaruhi

terpenuhnya kebutuhan nutrisi bayi.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Widianto,

Avianti, Tyas A, 2012). Keluaran utama penelitian ini adalah ada

hubungan yang bermakna antara pendidikan ibu dengan sikap terhadap

pemberian ASI eksklusif. Berdasarkan hasil Uji KorelasiRank

Spearmanmaka bahwa korelasi antara pendidikan dengan sikap adalah

bermakna. Nilai koefisien Korelasi RankSpearman0,691 menunjukkan

58
bahwa korelasi positif dengan kekuatan korelasi yang kuat. Pengetahuan

ibu tentang ASI eksklusif diperoleh dari hasil pendidikan ibu yang bersifat

informal melalui penyuluhan-penyuluhan, brosur dan bisa juga pemberian

informasi tenaga kesehatan saat melakukan kunjungan ke posyandu.

Namun hal ini bertentengan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Nutr (2018). Hubungan antara Pengetahuan dan Pendidikan Ibu dengan

Pemberian ASI Eksklusif di Desa Kedungrejo Kecamatan Waru

Kabupaten Sidoarjo. Dimana hasil pengujian statistik menggunakan

Fisher’s Exact Test menunjukkan bahwa nilai signifikansinya 0.252 (sig >

0,05). Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan ibu tidak berhubungan

dengan pemberian ASI Eksklusif pada bayi 6-12 bulan.

Hasil ini diperkuat dengan teori oleh Yosephin, dkk, (2019).

Dimana pendidikan dapat mempengaruhi perilaku seseorang, yang mana

dengan pendidikan pada individu terjadi perubahan dari seluruh aspek

perilaku secara utuh atau sebagian. Seorang ibu yang berpendidikan

rendah dan berpendidikan tinggi kemungkinan untuk menyusui bayinya

lebih lama dibandingkan dengan ibu yang berpendidikan menengah, sebab

seorang ibu yang berpendidikan rendah biasanya memiliki tingkat

ekonomi rendah sehingga akan lebih sering menyusui bayinya, sedangkan

ibu dengan pendidikan tinggi akan menyusui bayinya karena mereka

paham tentang manfaat pemberian ASI bagi bayinya.

Dari asumsi peneliti hal ini disebabkan karena kurangnya

penyuluhan tenaga kesehatan juga kesadaran dari masyarakat itu sendiri

59
akan pentingnya pemberian ASI yang baik juga secara eksklusif kepada

bayi yang berusia 0-6 bulan, sehingga ini perlu dilakukan agar tercapainya

bayi yang sehat karena terjaga kecukupan nutrisi dan perkembangan berat

badan dari bayi bahkan hingga usia 2 tahun.

4.2.2 Berat Badan Bayi Usia 0-6 Bulan di Wilayah Puskesmas Tilamuta
Kabupaten Boalemo

Berdasarkan hasil penelitian pada bayi usia 0-6 bulan di wilayah

Puskesmas Tilamuta Kabupaten Boalemo menunjukan dari 37 responden

terdapat lebih banyak bayi yang memiliki berat badan normal sebanyak

30 bayi (81,1%) dibandingkan dengan bayi yang memiliki berat badan

kurang yaitu sebanyak 7 bayi (18,9%).

Didapatkan bayi yang berat badannya sesuai standar umur ada 30

(81,1%) dari 37 bayi. hal ini kemungkinan dapat pengaruhi oleh jenis

kelamin dari bayi dikarenakan timbangan berat badan bayi laki-laki

cenderung lebih berat dibandingkan dengan bayi perempuan.

Penelitian ini bertolak belakang dengan penelitian yang di lakukan

oleh Andriani dan Fahlevi, (2017) tentang perbandingan berat badan dan

panjang badan pada bayi 0-6 bulan yang diberikan asi dengan bayi 0-6

bulan yang diberikan pasi di posyandu melati 2 kecamatan semampir

surabaya, dimana Jenis kelamin tidak memiliki pengaruh yang besar,

tetapi memungkinkan jika bayi laki-laki lebih cenderung memiliki

aktivitas yang aktif dibandingkan dengan bayi perempuan. Hal tersebut

yang membuat bayi banyak mengeluarkan energi sehingga berat badannya

akan bertambah dengan normal.

60
Akan tetapi hasil penelitian ini juga sejalan dengan yang dilakukan

oleh (Simbolon, 2013) menunjukkan rata-rata berat lahir bayi perempuan

147 gram lebih ringan dibandingkan bayi laki-laki, namun tidak ada

perbedaan rata-rata usia kehamilan kedua kelompok jenis kelamin. Bayi

berat lahir rendah sebanyak 7,4% dengan prevalensi pada bayi perempuan

lebih tinggi dibandingkan laki-laki.

Diperkuat denga teori dari Andrian Kevin, (2018). Pada bulan-

bulan awal setelah lahir, pertumbuhan bayi akan mengalami

perkembangan yang begitu cepat. Pertambahan berat badan dan panjang

badan akan terus terjadi pada bayi. Saat bayi menginjak usia 3 bulan,

idealnya berat badan bayi laki-laki berkisar antara 5,8 kg – 7 kg dengan

panjang 60 cm – 63 cm. Sedangkan pada perempuan, berat badan ideal

berkisar antara 5,4 kg – 6,5 kg dengan panjang badan 58 cm – 62 cm.

Dari asumsi peneliti 30 bayi yang berat badannya sesuai standar

disebabkan kurangnya produksi ASI, dan didukung gencarnya promosi

susu formula yang menjadi alternatif pengganti ASI. Dimana

Keterpaparan susu formula dapat pengaruhi berat badan bayi, bayi yang

selalu mendapatkan susu formula lebih cenderung mengalami kenaikan

berat badan yang berlebihan . ini disebabkan ibu yang mendapatkan

informasi mengenai susu formula dari teman, tetangga dan keluarga

tentang promosi susu formula yang dilakukan oleh produsen.

Adapun bayi yang memiliki berat badan kurang yaitu sebanyak 7

bayi (18,9%). Hal ini dikarenakan usia dari ibu dimana pada karateristik

61
usia ibu bayi dimana terdapat 16 ibu yang berumur 17-25 tahun sehingga

ibu yang lebih mudah akan cenderung mengalami resiko BBLR (berat bayi

lahir ringan) dibanding ibu yang berusia 26 tahun keatas

Hal ini sejalan oleh penelitian (Sukmani, 2016). Korelasi Umur Ibu

Melahirkan Dengan Panjang Lahir Dan Berat Badan Lahir Bayi Umur 0

Hari Di Kecamatan Genteng-Kabupaten Banyuwangi. menunjukkan

distribusi frekuensi panjang lahir dan berat badan lahir berdasarkan umur

ibu. Jumlah total berat badan lahir dan panjang lahir berdasarkan umur ibu

memiliki jumlah yang sama. Namun jika dilihat dari pembagian umur ibu,

paling banyak adalah pada umur ibu 18.00 – 20.99 dan umur ibu 24.00 –

26.99, yang berarti bahwa umur ibu yang paling banyak melahirkan adalah

di interval umur ibu 18.00 – 20.99 dan 24.00 – 26.99. Pada umur ibu

tersebut merupakan umur yang normal untuk ibu hamil dan melahirkan.

Juga terdapat teori dari Seorang ibu sebaiknya hamil pada umur 20

– 35 tahun karena pada umur ini disebut sebagai usia reproduksi dan perlu

didukung oleh status gizi yang baik dan dilakukan pemeriksaan kehamilan

dengan teratur agar perkembangan janin dapat dipantau. (Salawati, l.,

2012)

Menurut asumsi dari peneliti ini disebabkan oleh faktor bayi itu

sendiri. Responden menyatakan bahwa bayi sering sakit, dikarenakan jika

sakit bayi akan menjadi rewel sehingga susah diberikan asupan nutrisi.

Disamping itu ibu jarang mengikuti posyandu dengan alasan memiliki

banyak kesibukan sehingga berat badan bayi tidak terpantau dengan baik.

62
4.2.3 Hubungan Frekuensi Pemberian ASI Dengan Berat Badan Bayi Usia

0-6 Bulan di Wilayah Puskesmas Tilamuta Kabupaten Boalemo

Dalam penelitian ini diketahui bahwa tidak ada hubungan antara

frekuensi pemberian ASI dengan berat badan bayi usia 0-6 bulan. Hasil

analisis univariat menunjukkan bahwa responden yang memiliki frekuensi

pemberian ASI dalam kategori kurang sebanyak 34 responden. Akan tetapi

dari jumlah tersebut terdapat 28 (82,4%) bayi yang memiliki berat badan

normal dan 6 bayi yang memiliki berat badan kurang (17,6%).

Sedangkan dari 3 (8,1%) responden yang memiliki frekuensi pemberian

ASI dalam kategori baik terdapat 1 (33,3%) bayi dengan berat badan

kurang dan 2 (66,7%) bayi memiliki berat badan normal.

Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan uji statistic chi square

terdapat beberapa cell yang tidak memenuhi syarat oleh karena itu uji

alternatif yang digunakan adalah menggunakan uji statistic fisher’s exact

dan diperoleh p Value 0,477 (p value > 0,05) yang berarti H0 diterima,

sehingga dapat dinyatakan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan

antara frekuensi pemberian ASI dengan berat badan bayi. Hal ini sejalan

dengan penelitian Tati Purwani (2016) menyatakaan tidak terdapat

hubungan yang signifikan antara frekuensi menyusui dengan berat badan

bayi berdasarkan indeks p=0,815 (p >0,05) dengan hasil uji statistik

menggunakan uji korelasi Spearman Rank Order Correlation. Penelitian

yang dilakukan oleh Trio Linda (2015) tentang hubungan frekuensi dan

lama menyusu dengan perubahan berat badan neonatus di wilayah kerja

63
Puskesmas Gandusari Kabupaten Trenggalek juga menunjukan tidak ada

hubungan antara frekuensi menyusui terhadap perubahan berat badan

neonatus dengan hasil analisis (p=0,209) menggunakan uji statistik chi-

square. Penelitian ini juga didukung oleh penelitian Merry Susanti (2012)

yang menunjukan tidak ada hubungan antara pemberian ASI dengan berat

badan anak 6-24 bulan di kelurahan Pannampu Makassar.

Hasil uji statistik menunjukan dari 4 responden yang memiliki

frekuensi ASI yang kurang terdapat 4 (8,2%) bayi yang memiliki berat

badan sesuai standar normal. Hal ini berkaitan dengan pendidikan bayi.

Dimana 37 bayi, 7 diantaranya memiliki pendidikan sarjana. Pendidikan

yang tinggi akan mempengaruhi pengetahuan ibu dalam memantau berat

badan bayi. Pendidikan formal responden mempengaruhi tingkat

pengetahuan responden dimana semakin tinggi pendidikan responden

maka semakin tinggi pula kemampuan responden untuk menyerap

pengetahuan praktis dalam lingkungan formal maupun non formal

terutama melalui media massa, sehingga responden dapat mengolah,

menyajikan dan membagi sesuai dengan yang dibutuhkan (Simanjuntak,

2009). Pengetahuan akan memudahkan responden untuk menyerap

informasi dan mengimplentasikannya dalam perilaku dan gaya hidup

sehari-hari. Pengetahuan yang cukup akan berdampak pada peran ibu

dalam pemantauan berat badan anak (Asriani, 2013). Penelitian Prehana

(2018) menggunakan uji statistik chi square diperoleh nilai P value

0,017(<0,05) yang artinya ada hubungan yang signifikan antara tingkat

64
pendidikan ibu dengan berat badan anak. dari hasil penelitian ini

menunjukan bahwa sebagian besar anak yang memiliki berat badan tidak

normal ibunya berpendidikan rendah (50%). Hal ini menujukan bahwa

peran seorang ibu sangat penting dalam kesehatan dan pertumbuhan

anaknya. Seorang anak dari ibu yang memiliki latar belakang pendidikan

tinggi maka akan mendapatkan kesempatan hidup serta tumbuh dan

menerima wawasan yang lebih luas ( Supariasa, 2012). Anak dengan ibu

yang memiliki pendidikan rendah memiliki mortalitas yang lebih tinggi

daripada anak dengan ibu yang berpendidikan tinggi. Rendahnya tingkat

pendidikan ibu menyebabkan berbagai keterbatasan dalam menangani

berat badan anak balitanya (Herman, 2009). Hal ini sejalan dengan

penelitian yang dilakukan oleh Miftakhul Jannah (2014) yang menyatakan

adanya hubungan tingkat pendidikan ibu dengan berat badan balita di

posyandu bngunsari semin gunung kidul. Ini juga didukung dengan

penelitian Ranityas (2016) yang menyatakan adanya hubungan tingkat

pendidikan ibu dengan berat badan balita di Puskesmas pleret.

Berdasarkan hasil wawancara ibu yang memiliki frekuensi ASI

kurang namun memiliki berat badan yang normal karena ibu rutin

memeriksakan kesehatan anaknya terutama mengenai penimbangan berat

badan secara teratur di posyandu. Sejalan dengan penelitian Lanoh (2015)

menggunakan uji Chi Square diperoleh yaitu, p=0,012. Hal ini berarti nilai

p lebih kecil dari  (0,05) maka dapat dinyatakan ada hubungan yang

bermakna antara kunjungan ke posyandu dengan berat badan balita di

65
puskesmas Ranotana waru. Hal ini, di dukung dengan penelitian yang

dilakukan sebelumnya oleh Utami, Fitriasih, dan Siswanti (2013) , dimana

peranan ibu dalam memantau berat badan balita sangat penting,

dibandingkan dengan peranan para kader posyandu dan petugas kesehatan.

Hal ini, memicu keaktifan dari para ibu sendiri untuk aktif dalam kegiatan

pemanfaatan posyandu dalam pemantauan berat badan balita (Proverawati,

2009).

Adapun ibu dengan frekuensi pemberian ASI yang kurang

memiliki bayi dalam kategori berat badan kurang dari standar sebanyak 0

(0%). Hal ini dapat berhubungan dengan jumlah anak. Berdasarkan hasil

penelitian rata-rata didapatkan 21 dari 37 ibu berstatus memiliki lebih dari

satu anak. Responden mengaku menyusui bayi lebih dari satu di dalam

rumah sehingga ASI yang diproduksi oleh ibu harus terbagi kepada

beberapa bayi. Oleh karenanya mengakibatkan bayi hanya mendapatkan

sedikit nutrisi ASI yang mengakibatkan gangguan pada berat badan. Selain

itu jika ditinjau dari pekerjaan ibu, mayoritas ibu (83,8%) masuk dalam

kategori tidak bekerja. Hal ini berkaitan dengan tingkat penghasilan

keluarga, ibu yang tidak bekerja tidak memiliki penghasilan yang cukup

untuk memenuhi kebutuhan nutrisi guna optimalnya kandungan ASI.

Konsumsi ASI yang kurang berkualitas pada balita akan menyebabkan

balita menderita kekurangan berat badan hingga merujuk pada kurang gizi,

karena balita mendapat makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan

pertumbuhan badan anak atau adanya ketidakseimbangan antara konsumsi

66
zat gizi dan kebutuhan gizi dari segi kuantitatif atau kualitatif (Sjahmien,

2012).

Berdasarkan tabel distribusi hasil analisis univariat didapatkan data

jumlah ibu dengan frekuensi ASI yang baik sejumlah 33 ibu. Dari jumlah

tersebut, 7 (21,2%) bayi masuk dalam kategori berat badan kurang dari

standar. Berdasarkan hasil wawancara, responden menyatakan hal ini

disebabkan anak yang sering jatuh sakit seperti terkena diare. Meskipun

pemberian ASI terbilang baik namun jika mengalami sakit berat badan

anak akan turun tiba-tiba secara drastis dan akan sulit untuk kembali

menormalkan berat badan anak. Hal ini sejalan dengan penelitian yang

dilakukan oleh Indah, (2015) yang menunjukkan bahwa mayoritas

responden menderita penyakit infeksi yang berakibat berat badan balita

yang bermasalah, Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan uji

korelasi Spearman’s Rank (Rho) diperoleh nilai ρ = 0,01 dengan tingkat

kepercayaan 95% (α = 0,05) dikatakan ρ < α Ho ditolak dan H1 diterima,

maka ada Hubungan Antara Penyakit infeksi Dengan Status Gizi Pada

Balita Di Puskesmas Jambon Kecamatan Jambon Kabupaten Ponorogo

Tahun 2014.

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan data bahwa dari 33 ibu

yang memiliki frekuensi pemberian ASI baik, 26 (78,8%) bayi masuk

dalam kategori berat badan normal. Hal ini disebabkan oleh faktor

pemberian ASI ekslusif. 22 dari 37 bayi mendapatkan ASI ekslusif

sehingga menyebabkan berat badan bayi masuk dalam kategori normal.

67
Hal ini sejalan dengan penelitian Endarwati (2018) menggunakan uji chi

square didapatkan hasil pemberian ASI Eksklusif memiliki hubungan

yang signifikan terhadap berat badan bayi Usia 6 bulan, hal ini

ditunjukkan dari nilai probabilitas (p value= 0,015) yang berarti pada taraf

ketelitian α = 0,05, didapatkan Nilai X 2 ≥ X 2 tabel (6,467 ≥ 5,991). Ada

hubungan pemberian ASI Eksklusif dengan berat badan bayi Usia 6 bulan

di Posyandu Desa Mulur, Bendosari, Sukoharjo.

4.3 Keterbatasan Penelitian

Kurangnya faktor-faktor yang perlu dikaji terkait berat badan bayi seperti

faktor nutrsi pada bayi, penghasilan orang tua, psikologis bayi, lingkungan

serta sikap keluarga.

68
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian maka peneliti berkesimpulan bahwa:

1. Frekuensi pemberian ASI pada bayi diwilayah Puskesmas Tilamuta

kabupaten Boalemo didapatkan yang kurang sebanyak 34 bayi (91.9%)

dan baik 3 bayi (8,1%).

2. Berat badan bayi usia 0-6 bulan diwilayah Puskesmas Tilamuta

Kabupaten Boalemo sesuai standar sebanyak 30 bayi (81,1%) dan

standar 7 bayi (18,9%).

3. Dari menggunakan uji Fisher’s exact diperoleh p Value 0,570 (p value

> 0,05). dimana tidak terdapat hubungan yang signifikan antara

frekuensi pemberian ASI dengan berat badan bayi usia 0-6 bulan

diwilayah Puskesmas Kecamatan Tilamuta Kabupaten Boalemo

5.2 Saran

1. Bagi Puskesmas

Perlu ditingkatkan lagi edukasi mengenai manajemen frekuensi ASI

bagi ibu, terutama bagi ibu yang menjelang persalinan. Manajemen

frekuensi ASI yang dimaksud yakni berupa cara-cara mengatasi masalah

pemberian ASI. Baik cara mengatasi masalah kurangnya produksi ASI dan

permasalahan lainnya yang dialami saat pemberian ASI, sehingga proses

menyusui bisa berjalan dengan sukses. Hal ini penting dilakukan karena

petugas kesehatan memiliki peranan penting dalam memberi edukasi dan

69
juga motivasi kepada ibu untuk membantu ibu mencapai keberhasilan

dalam menyusui bayinya

2. Bagi Masyarakat

Diharapkan bagi masyarakat terutama ibu yang memiliki anak usia 0-6

bulan agar dapat memperhatikan frekuensi pemberian ASI, dan berupaya

untuk mengkonsultasikan masalah-masalah yang terjadi saat proses

menyusui kepada petugas kesehatan, sehingga dapat tertangani dengan

tepat

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Disarankan untuk lebih mengembangkan penelitian terhadap hubungan

frekuensi pemberian ASI dengan berat badan bayi usia 0-6 bulan.

70
Daftar Pustaka

Arif, N. (2009). Panduan Ibu Cerdas ASI dan Tumbuh Kembang Bayi.
Yogyakarta: Media pressindo.
Afifah, Aristasari, Sudarto, A (2018). 1000 hari pertama kehidupan. Gajah madah
university Press
Ayustawati. (2013). Mengenali keluhan anda info kesehatan umum untuk pasien.
jakarta: informasi medika.
Aritonag. (2012). Panduan Tentang Berat Badan. Jakarta: Pustaka Popular Obor.
Adrian, K. (2018). ini informasi berat badan ideal bayi pada tahun pertama.
Retrieved from https://www.alodokter.com/ini-informasi-berat-badan-ideal-
bayi-pada-tahun-pertama.16 desember 2019 (02:26)

Badriah, D. (2014). Gizi dalam Kesehatan Reproduksi. Bandung: Refika Aditama.


Bahiyatun. (2009). Buku Ajar Asuhan Kebidanan Nifas Normal. Jakarta: EGC.
Behrman, A. l. (2012). Nelson Ilmu Keprawatan Anak Edisi 15 Alih Bahasa
Indonesia. Jakarta: EGC.

Bahriyah, F., Putri, M., Jaelani, A. K., & Indragiri, A. K. (2017). Hubungan
pekerjaan ibu terhadap pemberian asi eksklusif pada bayi. Journal
Endurance, 2, 113–118.
Dinanti, W. (2016). Perbedaan Jenis Pekerjaan Ibu dengan Kuantitas Pemberian
ASI Eksklusif. Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro.

Fitri, D. I., Chundrayetti, E., & Semiarty, R. (2014). Hubungan Pemberian ASI
dengan Tumbuh Kembang Bayi Umur 6 Bulan di Puskesmas Nanggalo,
3(2), 136–140. Retrieved from http://jurnal.fk.unand.ac.id
Hidayat, A. 2008. Pengatar ilmu kesehatan anak untuk kebidanan. Salemba
medika
Hayati, A. W. (2009). Buku Saku Gizi Bayi. Jakarta: EGC.
Irianto, K. (2014). Gizi Seimbang dalam Kesehatan Reproduksi. Bandung:
Alfabeta.
Kemenkes RI. (2013). Pemberian Air Susu Ibu dan MP ASI. Jakarta: Kementerian
Kesehatan RI.

71
Krisnatuti, D., & Hastoro, I. (2014). Menu sehat untuk ibu hamil dan menyusui
edisi 5. Jakarta: Puspa Swara.
Kristiyanasari, W. (2011). ASI, Menyusui dan Sadari. Yogyakarta: Nuha Medika.
Maritalia, D. (2012). Asuhan Kebidanan Nifas dan Menyusui. Yogyakarta:
Pustaka Belajar.
Monika, F. (2016). Buku Pintar ASI dan Menyusui. Jakarta Selatan: Noura Books
(PT Mizan Publika).
Narendra, Moersintowarti, B., & dkk. (2009). Tumbuh Kembang Anak dan
Remaja. Jakarta: Sagung Seto.

Ningsih, D. A. (2018). Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Pemberian Asi


Eksklusif. Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes, 9(April), 101–113.

Notoatmodjo, S. (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Nursalam. (2015). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pendekatan Praktis


Edisi 4. Jakarta: Salemba Medika.

Purwoastuti, E., & Walyani, E. (2015). Panduan Materi Kesehatan Reproduksi


dan Keluarga Berencana. . Yogyakarta: Pustaka Baru Press.

Putri, I. A. (2018). Gambaran Pola Menyusui dan Status Gizi Bayi Usia 0 – 6
Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Tuntungan Kecamatan Medan
Tuntungan. Skripsi Universitas Sumatera Utara. Retrieved from
http://repositori.usu.ac.id
_______. (2014). Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI : Situasi
dan Analisis ASI Eksklusif.
Riksani, R. (2012). Keajaiban ASI (Air Susu Ibu) Semua Kebutuhan Gizi Bayi
Ada Pada ASI. Jakarta: Dunia Sehat.
Ronald, H. (2011). Pedoman dan Perawatan Balita agar Tumbuh Sehat dan
Cerdas. Bandung: Nuansa Aulia.
Saleha, S. (2009). Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Jakarta: Salemba
Medika.
Sandewi, S. (2018). Hubungan Pemberian ASI Eksklusif Dengan Pertumbuhan
Dan Perkembangan Pada Bayi Usia 7-12 Bulan Di Wilayah Kerja
Puskesmas Poasia. Retrieved from http://repository.poltekkes-
kdi.ac.id/130/1/SKRIPSI.pdf
Sari, D. K., Tamtomo, D. G., & Anantayu, S. (2017). Hubungan Teknik ,
Frekuensi , Durasi Menyusui dan Asupan Energi dengan Berat Badan
Bayi Usia 1-6 Bulan di Puskesmas Tasikmadu Kabupaten Karanganyar.

72
Amerta Nutr., 1(1), 1–13.
Siswanto. (2010). Pertumbuhan dan Perkembangan pada Anak. Jakarta: Bumi
Aksara.
Soetjiningsih. (2012). ASI Petunjuk untuk Tenaga Kesehatan. Jakarta: EGC.
Supariasa. (2012). Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC.
Suryani, E., & Badi‘ah, A. (2018). Asuhan Keperawatan Anak Sehat dan
Berkebutuhan Khusus. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.
Sukmani, K, N, A., (2016). Korelasi Umur Ibu Melahirkan Dengan Panjang
Lahir Dan Berat Badan Lahir Bayi Umur 0 Hari Di Kecamatan Genteng-
Kabupaten Banyuwangi. AntroUnairdotNet, Vol.V/No.2. banyuwangi.

septikasari. (2018). status gizi anak dan faktor yang mempengaruhi. yogyakarta:
UNY Press
Walyani, E., & Purwoastuti, E. (2015). Asuhan Kebidanan Masa Nifas dan
Menyusui. . Yogyakarta: Pustaka Baru Press.
Wiji, R. N. (2011). ASI dan Panduan Ibu Menyusui. Yogyakarta: Nuha Medika.

Yosephin, dkk. (2019). buku pegangan petugas KUA. yogyakarta: grup


penerbitan CV BUDI UTAMA

Lampiran 1. Lembar Permohonan Menjadi Responden


UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

SURAT PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Assalamualaikum. Wr. Wb

Saya Mohamad Gusti Sau mahasiswa Universitas Negeri Gorontalo, Fakultas

Olahraga dan Kesehatan, Program Studi Ilmu Keperawatan sedang mengadakan

73
penelitian yang berjudul “Hubungan Frekuensi Pemberian ASI Terhadap Berat

Badan Bayi Usia 0-6 Bulan” untuk mengumpulkan data sebagai bahan

penyusunan tugas akhir (skripsi). Untuk itu saya mohon kepada bapak/ibu

(sebagai responden studi saya) dapat meluangkan waktunya untuk mengisi

kuisoner ini. Dalam kuisoner ini jawaban bapak/ibu akan dijaga kerahasiannya

sehingga kejujuran bapak/ibu dalam menjawab kuisoner ini akan sangat saya

hargai. Terima kasih banyak atas bantuan dan kerjasama bapak/ibu untuk peran

sertanya dalam studi saya.

Gorontalo,………………2019

Peneliti

Mohamad Gusti Sau


Lampiran 2 lember persetujuan responden

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

(INFORMED CONSENT)

Sesuai etika penelitian, saya mohon kepada ibu untuk menandatangani lembar

persetujuan di bawah ini:

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama (inisial) : ………………………………………………..

74
Umur : ………………………………………………..

Alamat : ………………………………………………..

………………………………………………..

Setelah saya membaca dan memahami penjelasan dari Mohamad Gusti Sau

tentang tujuan, manfaat dan prosedur penelitian ini, maka saya menyatakan

dengan sungguh akan ikut berpartisipasi menjadi responden dengan sukarela tanpa

paksaan dari siapapun. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sungguh dan

sebenar-benarnya.

Gorontalo,………………2019

Responden

(…………………………...)

Lampiran 3 koesioner penelitian

KOESIONER PENELITIAN

Tanggal Wawancara :

IDENTITAS RESPONDEN

1. Nama ibu/Bayi :

2. Tanggal lahir bayi :

3. Jenis kelamin :

4. Usia ibu :

6. Jumlah Anak :

75
7. Pendidikan terakhir ibu :

1. Tidak tamat sekolah 4. SMA/SLTA

2. SD 5. Sarjana

3. SMP/SLTP

8. Pekerjaan :

1. Ibu Rumah Tangga 4. PNS

2. Petani 5. Pedagang

3. Buruh 6. Dan lain-lai

Frekuensi pemberian ASI

1. Ketika lahir, apakah anak ibu segera diberi ASI?

1. Ya

2. Tidak

2. Apakah anak ibu masih diberikan ASI?

1. Ya

2. Tidak

3. Apakah anak ibu sudah diberikan makanan selain ASI (makanan pendamping

ASI)?

76
1. Ya

2. Tidak

4. apakah ibu selalu memberikan makan dan cemilan dalam sehari?

1. Ya

2. Tidak

5. Apakah anak ibu sudah diberikan makanan orang dewasa (makanan keluarga)?

1. Ya

2. Tidak

6. Apakah ibu memberikan ASI pada bayi lebih dari 8 kali dalam sehari?

1. Ya

2. Tidak

7. apakah ibu memberikan ASI pada pagi hari?

1. Ya

2. Tidak

8. apakah ibu memberikan ASI pada siang hari?

1. Ya

2. Tidak

9. apakah ibu memberikan ASI pada malam hari?

1. Ya

2. Tidak

10. apakah ibu memberikan ASI setiap 2 jam dalam sehari?

1. Ya

2. Tidak

77
11. apakah setiapt ibu memberikan ASI pada bayi bisa lebih dari 5 menit?

1. Ya

2. Tidak

12. Apakah ibu mempunyai pekerjaan lain, selain ibu menjadi ibu rumah tangga?

1. Ya

2. Tidak

13. Apakah bayi mempunyai saudara yang sama-sama menyusui?

1. Ya

2. Tidak

14. Apakah ibu memberikan ASI saat bayi meminta?

1. Ya

2. Tidak

78
Lampitran 4
master tabel hubungan frekuensi pemberian ASI dengan berat badan bayi usia 0-6 bulan di puskesmas tilamuta kabupaten boalemo
responden umur Kode spss pendidikan kode spss pekerjaan kode spss jumlah anak kode spss jenis kelamin kode spss berat badan kode spss umur bayi kode spss frekuensi kode spss ASI Eklsusif kode spss

Ny. HS 22 1 SMA 4 IRT 1 2 2 perempuan 1 8 2 4 4 8x≥ 1 tidak 1


Ny. SF 30 2 sarjana 5 IRT 1 2 2 laki-laki 2 7.7 2 6 6 8x≥ 1 ya 2
Ny. AS 25 1 SMA 4 IRT 1 1 1 laki-laki 2 5 2 3 3 8x≥ 1 ya 2
Ny. NH 21 1 SD 2 IRT 1 4 3 laki-laki 2 4.6 2 3 3 8x≥ 1 ya 2
Ny. PN 28 2 SMA 4 IRT 1 2 2 laki-laki 2 4.5 2 3 3 8x< 0 tidak 1
Ny. KT 25 1 SMA 4 IRT 1 1 1 perempuan 1 5.9 2 4 4 8x≥ 1 ya 2
Ny. JY 26 2 sarjana 5 PNS 4 1 1 laki-laki 2 7 2 5 5 8x≥ 1 ya 2
Ny. YS 27 2 SMA 4 IRT 1 3 3 laki-laki 2 3.2 1 1 1 8x≥ 1 ya 2
Ny. YR 18 1 SD 2 IRT 1 1 1 laki-laki 2 3 1 1 1 8x≥ 1 tidak 1
Ny. YN 19 1 SMA 4 IRT 1 1 1 perempuan 1 6.8 2 5 5 8x≥ 1 ya 2
Ny. DI 27 2 SD 2 IRT 1 2 2 perempuan 1 6 2 4 4 8x≥ 1 tidak 1
Ny. WI 22 1 SD 2 IRT 1 2 2 perempuan 1 4 2 2 2 8x≥ 1 tidak 1
Ny. NA 19 1 SD 2 IRT 1 1 1 perempuan 1 5.4 2 3 3 8x≥ 1 tidak 1
Ny. MK 20 1 SD 2 IRT 1 2 2 laki-laki 2 3.8 1 2 2 8x≥ 1 ya 2
Ny. RA 25 1 sarjana 5 dll 6 1 1 laki-laki 2 5.6 2 4 4 8x< 0 tidak 1
Ny. YP 35 2 SD 2 IRT 1 2 2 perempuan 1 7 2 4 4 8x≥ 1 tidak 1
Ny. Z 34 2 sarjana 5 PNS 4 3 3 laki-laki 2 7.4 2 5 5 8x≥ 1 tidak 1
Ny. ML 28 2 SMA 4 PNS 4 1 1 laki-laki 2 4.6 2 2 2 8x≥ 1 ya 2
Ny. AU 24 1 SD 2 IRT 1 3 3 perempuan 1 3.8 1 2 2 8x≥ 1 tidak 1
Ny. SS 34 2 sarjana 5 IRT 1 3 3 perempuan 1 6 2 4 4 8x≥ 1 ya 2
Ny. SI 35 2 SMA 4 IRT 1 2 2 laki-laki 2 7.3 2 6 6 8x≥ 1 ya 2
Ny. MK 26 2 SMP 3 IRT 1 2 2 perempuan 1 5.5 2 3 3 8x≥ 1 ya 2
Ny. RM 22 1 SMA 4 IRT 1 1 1 perempuan 1 6.6 2 5 5 8x≥ 1 tidak 1
Ny. FS 26 2 SD 2 IRT 1 1 1 perempuan 1 3.1 1 2 2 8x≥ 1 tidak 1
Ny. SS 21 1 SMA 4 IRT 1 1 1 perempuan 1 5.3 2 3 3 8x≥ 1 ya 2
Ny. MH 21 1 SMA 4 IRT 1 1 1 perempuan 1 5.2 2 3 3 8x≥ 1 ya 2
Ny. SN 43 3 SMA 4 IRT 1 4 3 laki-laki 2 6.6 2 6 6 8x≥ 1 ya 2
Ny. AP 29 2 SMP 3 IRT 1 3 3 perempuan 1 5 1 4 4 8x≥ 1 ya 2
Ny. NB 27 2 sarjana 5 IRT 1 1 1 perempuan 1 4.8 2 3 3 8x≥ 1 tidak 1
Ny. NM 40 3 SD 2 IRT 1 4 3 laki-laki 2 6.7 2 5 5 8x≥ 1 ya 2
Ny. ZT 30 2 SMA 4 IRT 1 1 1 laki-laki 2 7.8 2 6 6 8x< 0 ya 2
Ny. NT 19 1 SMA 4 IRT 1 2 2 laki-laki 2 8 2 6 6 8x≥ 1 ya 2
Ny. IS 42 3 SMP 3 IRT 1 3 3 perempuan 1 6.4 2 5 5 8x≥ 1 tidak 1
Ny. KH 27 2 SMA 4 IRT 1 1 1 perempuan 1 4.3 2 2 2 8x≥ 1 ya 2
Ny. IK 22 1 SMA 4 IRT 1 1 1 laki-laki 2 3 1 1 1 8x≥ 1 ya 2

79
Lampiran 5

Hasil Output SPSS

1. Karateristik responden

USIA IBU

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid 17-25 16 43.2 43.2 43.2

26-35 17 46.0 46.0 89.2

36-45 4 10.8 10.8 100.0

Total 37 100.0 100.0

PENDIDIKAN

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid SD 11 29.7 29.7 29.7

SMP 3 8.1 8.1 37.8

SMA 16 43.2 43.2 81.1

SARJANA 7 19.0 19.0 100.0

Total 37 100.0 100.0

PEKERJAAN

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid URT 31 83.8 83.8 83.8

PNS 4 10.8 10.8 94.6

DLL 2 5.4 5.4 100.0

Total 37 100.0 100.0

80
JUMLAH ANAK

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid 1 16 43.2 43.2 43.2

56.8

LEBIH DARI 2 21 27.0 56.8 100.0

Total 37 100.0 100.0

JENIS KELAMIN BAYI

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid PEREMPUAN 20 54.1 54.1 54.1

LAKI-LAKI 17 45.9 45.9 100.0

Total 37 100.0 100.0

ASI EKSLUSIF

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid TIDAK 15 40.5 40.5 40.5

YA 22 59.5 59.5 100.0

Total 37 100.0 100.0

81
2. Analisis univariat

FREKUENSI PEMBERIAN ASI

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid KURANG 34 91.9 91.9 91.9

BAIK 3 8.1 8.1 100.0

Total 37 100.0 100.0

BERAT BADAN BAYI

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid KURANG 7 18.9 18.9 18.9

NORMAL 30 81.1 81.1 100.0

Total 37 100.0 100.0

3. Analisis bivariat

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

FREKUENSI PEMBERIAN
37 100.0% 0 .0% 37 100.0%
ASI * BERAT BADAN BAYI

FREKUENSI PEMBERIAN ASI * BERAT BADAN BAYI Crosstabulation

BERAT BADAN BAYI

KURANG NORMAL Total

KURANG Count 0 4 4

82
FREKUENSI PEMBERIAN Expected Count .8 3.2 4.0
ASI
% within FREKUENSI
.0% 100.0% 100.0%
PEMBERIAN ASI

BAIK Count 7 26 33

Expected Count 6.2 26.8 33.0

% within FREKUENSI
21.2% 78.8% 100.0%
PEMBERIAN ASI

Total Count 7 30 37

Expected Count 7.0 30.0 37.0

% within FREKUENSI
18.9% 81.1% 100.0%
PEMBERIAN ASI

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square 1.046a 1 .306

Continuity Correctionb .120 1 .729

Likelihood Ratio 1.788 1 .181

Fisher's Exact Test .570 .415

Linear-by-Linear Association 1.018 1 .313

N of Valid Casesb 37

a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,76.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper

For cohort BERAT BADAN


1.269 1.063 1.515
BAYI = NORMAL

N of Valid Cases 37

83
Lmpiran 6 dokumentasi

84
Suasana posyandu Pemilaha bayi usia 0-6 bulan

Pemilaha bayi usia 0-6 bulan Mewawancara responden

Tampak luar posyandu

Mewawancarai responden

85
PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN 2020
FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
JURNAL KEPERAWATAN

Hubungan Frekuensi Pemberian ASI Dengan Berat Badan Bayi Usia 0-6
Bulan Dipuskesmas Tilamuta Kabupaten Boalemo

Mohamad Gusti Sau, dr. Nanang Roswita Paramata, M.Kes2, dr. Sri A. Ibrahim,
M.Kes3

1. Mahasiswa Jurusan Keperawatan UNG


2. Dosen Jurusan Keperawatan UNG
3. Dosen Jurusan Keperawatan UNG

ABSTRAK

Mohamad Gusti Sau. 2020. Hubungan Frekuensi Pemberian ASI Dengan Berat
Badan Bayi Usia 0-6 Bulan Dipuskesmas Tilamuta Kabupaten Boalemo. Skripsi,
Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Olahraga dan Kesehatan, Universitas
Negeri Gorontalo. Pembimbing I dr. NanangRoswitaParamata, M.Kes.
danPembimbing IIdr. Sri A. Ibrahim, M.Kes.
Berat badan merupakan indikator pertama dalam menilai pertumbuhan
bayi. Upaya untuk meningkatkan berat badan bayi diperlukan gizi yang maksimal
dan ASI merupakan makanan utama bagi bayi terutama pada usia 0-6 bulan.
Pertumbuhan bayi sebagian besar ditentukan oleh jumlah ASI yang diperoleh
termasuk energi dan zat gizi lainnya yang terkandung didalam ASI.Tujuan
penelitian ini mengidentifikasi dan menganalisa adanya hubungan frekuensi
pemberian ASI terhadap penambahan berat badan bayi usia 0-6 bulan diwilayah
Puskesmas Tilamuta.
Desain yang digunakan adalah deskriptif analitik dengan pendekatan
Cross sectional. Jumlah sampel sebanyak 37 responden dengan tehnik
pengambilan sampel yaitu accidental sampling. Hasil penelitian Dengan
menggunakan uji Fisher’s exactdiperoleh Pvalue 0.570 dan 0.415 dimana nilai
Pvalue lebih besar dari α 0.05 (p value > 0,05). sehingga tidakterdapat hubungan
frekuensi pemberian ASI dengan berat badan bayi usia 0-6 bulan diwilayah
Puskesmas Kecamatan Tilamuta Kabupaten Boalemo. Diharapkan bagi
masyarakat terutama ibu yang mempunyai bayi agar dapat memperhatikan
masalah frekuensi pemberian ASI dan gencarnya promosi susu formula untuk
dikonsltasikan pada petugas kesehatan
Kata Kunci : Frekuensi Pemberian ASI, Berat Badan, Bayi Usia 0-6
Bulan
Daftar Pustaka : 50 Referensi (2008-2019)

Mohamad Gusti Sau/841415100


PENDAHULUAN tersebut, ASI tanpa bahan makanan
lain dapat mencukupi kebutuhan
Berat badan merupakan pertumbuhan usia sekitar 6 (enam)
indikator pertama dalam menilai bulan tersebut dengan menyusui
pertumbuhan bayi. Upaya untuk secara eksklusif (Hubertin, 2004).
meningkatkan berat badan bayi Di dalam ajaran Islam sudah
diperlukan gizi yang maksimal dan diberitahukan untuk ibu-ibu
ASI merupakan makanan utama bagi hendaklah menyusui anaknya hingga
bayi terutama pada usia 0-6 bulan. umur 2 tahun penuh [QS. Al-Baqarah:
menurut Fitri et al.(2014) juga 233]. Menurut WHO ASI ekslusif
menambahkan bahwa bayi adalah pemberian ASI saja pada bayi
mengalami proses tumbuh kembang sampai usia 6 bulan tanpa tambahan
yang dipengaruhi oleh beberapa cairan ataupun makanan lain. ASI
faktor, salah satunya adalah gizi. juga dapat diberikan sampai usia 2
unsur gizi pada bayi dapat dipenuhi tahun. pemberian ASI eklusif selama
dengan pemberian ASI, bahkan 6 bulan dianjurkan oleh pedoman
sampai umur 6 bulan sesuai internasional yang didasarkan pada
rekomendasi WHO tahun 2001 bukti ilmiah tentang manfaat ASI
tentang pemberian ASI eksklusif. baik bagi bayi, ibu, keluarga, maupun
Pada bayi baru lahir, perlu Negara (WHO, 2011 dalam harjanto,
diakukan pengukuran antropometri 2016).
seperti berat badan, dimana berat ASI dapat memenuhi lebih
badan yang normal itu adalah sekitar dari setengah kebutuhan energi pada
2.500-3.500 gram, apabila bayi anak usia 6-12 bulan dan sepertiga
ditemukan barat badan kurang dari dari kebutuhan energi pada anak usia
2.500 gram, maka dapat dikatakan 12-24 bulan. Kristiyanasari (2009)
bayi memiliki berat badan lahir menyatakan bahwa salah satu manfaat
rendah. Akan tetapi, apabila yang akan diperoleh apabila
ditemukan bayi dengan berat bdan memberikan ASI pada bayi adalah
lahir lebih dari 3.500 gram, maka bayi bayi mempunyai kenaikan berat
dimasukan dalam kelompok badan yang baik setelah lahir dan
makrosomia. Hidayat, A. (2008). mengurangi kemungkinan obesitas.
Dalam upaya pencapaian Kristiyanasari (2009).
derajat kesehatan yang optimal untuk Akan tetapi data yang di
meningkatkan mutu kehidupan dapatkan dari angka menyusui di
bangsa, keadaan gizi yang baik dunia masih sangat buruk. Ketika
merupakan salah satu unsur penting. mengevaluasi prektek pemberian ASI
Pertumbuhan bayi sebagian besar esklusif di 139 negara, Unicef
ditentukan oleh jumlah ASI yang menyampaikan temuan bahwa hanya
diperoleh termasuk energi dan zat gizi 20% dari negara-negara yang diteliti
lainnya yang terkandung didalam ASI
Mohamad Gusti Sau/841415100
mempraktekan pemberian ASI – benar stabil [ CITATION Ron11 \l
esklusif pada lebih dari 50% bayi 1033 ]. Irianto (2014) menambahkan
yang ada. Selebihnya, 80% dari bahwa lamanya menyusui biasanya
Negara-negara tersebut melakukan sekitar 5-10 menit tetapi sering ada
pemberian jauh lebih rendah dari yang lama sampai setengah jam
50%. Indonesia dengan persentase tergantung bayi, pemberhentian
pemberian ASI dipraktekan pada menyusui sebelum bayi selesai dapat
39% dari seluruh bayi adalah salah membuat bayi mungkin tidak
satu dari Negara-negara yang mendapatkan susu akhir yang kaya
tergolong kelompok 80% tersebut. energi yang diperlukan untuk tumbuh
(Nurhira, 2014). dengan baik. Bayi dianggap cukup
Tahun-tahun pertama mendapatkan ASI jika terdapat
kehidupan anak adalah masa paling penambahan berat badan yang
kritis yang mempengaruhi seluruh signifikan, bayi merasa puas dan
hidup mereka. Selama fase ini tubuh kenyang setelah menyusui, kemudian
dan otak tumbuh. Karenanya bayi bisa tidur nyenyak selama 2-4
memastikan cukupnya nutrisi untuk jam, dan bayi dapat buang air kecil
perkembangan pada fase ini sagatlah atau besar dengan frekuensi minimal
penting. Makan yang memenuhi enam kali dalam sehari. (irianto,
kriteria sehat dalam kuantitasmaupun 2014).
kualitas sangat penting karena setiap
kekurangan dapat menghambat Pertumbuhan berat badan bayi
potensi fisik, psikis dan intelektual usia 0-6 bulan mengalami
mereka. Pilihan terbaik untuk bayi penambahan 150-210 gram/minggu
adalah disusui oleh ibu mereka. dan berdasarkan kurva pertumbuhan
Memanfaatkan cara ini secara efektif yang diterbitkan oleh National Center
memberikan mereka cukup zat besi, for Health Statistics (NCHS), berat
vitamin dan mikronutrien lainnya badan bayi akan meningkat dua kali
untuk tumbuh dan siap untuk lipat dari berat lahir pada akhir usia 4-
menghadapi tantangan hidup seperti 7 bulan (Wong dkk, 2008). Berat
infeksi dan perubahan lingkungan badan lahir normal bayi sekitar 2.500-
seperti iklim yang semakin tidak 3.500 gram, apabila kurang dari 2.500
menentu Nurhira, (2014). gram dikatakan bayi memiliki berat
Frekuensi menyusui sangat badan lahir rendah (BBLR),
penting dan berpengaruh terhadap sedangkan bila lebih dari 3.500 gram
berat badan bayi. Pada awalnya, bayi dikatakan makrosomia. Pada masa
menyusui hanya 10 menit atau bayi-balita, berat badan digunakan
beberapa menit setiap kalinya. Lama untuk mengetahui pertumbuhan fisik
menyusui akan meningkat secara dan status gizi. Status gizi erat
bertahap sampai produksi ASI benar kaitannya dengan pertumbuhan,
sehingga untuk mengetahui
Mohamad Gusti Sau/841415100
pertumbuhan bayi, status gizi menyusui secara eksklusif dan tidak
diperhatikan (Susilowati, 2008). secara eksklusif bertempat tinggal di
Frekwensi menyusui juga wilayah Puskesmas Tilamuta
merupakan hal yang berpengaruh Kabupaten Boalemo dengan
pada peningkatan berat badan bayi, menggunakan teknik accidental
semakin tinggi frekuensi menyusui sampling.
maka bayi mendapatkan gizi yang
lebih opimal sehingga berat badannya HASIL DAN PEMBAHASAN
meningkat. Memberikan ASI secara
on-demand atau menyusui kapanpun 4.1 Hasil Penelitian
bayi meminta adalah cara terbaik Karateristik Responden
karena dapat mencegah masalah pada Tabel 4.1 Distribusi Responden
proses menyusui dan bayi tetap Berdasarkan Berdasarkan Usia Ibu
kenyang (amerta nutr, 2017). No Usia Jum- Persentase
Berdasarkan uaraian latar Ibu lah (%)
belakang diatas peneliti tertarik untuk 1 17-25 16 43,2
mengangkat judul penelitian 2 tahun 17 60
“Hubungan Frekuensi Pemberian 3 26-35 4 10,8
ASI Dengan Berat Badan Bayi Usia tahun
36-45
0-6 Bulan Dipuskesmas Tilamuta
tahun
Kabupaten Boalemo Total 37 100
”.
Sumber: Data Primer 2019
METODE PENELITIAN Berdasarkan tabel diatas
Penelitian ini adalah kategori usia responden dibagi
penelitian Penelitian ini merupakan menjadi tiga, yaitu remaja akhir (17-
penelitian survey analitik 25 tahun), dewasa awal (26-35
menggunakan desain cross sectional tahun), dan dewasa akhir (36-45
untuk mengetahui apakah ada tahun) (Depkes RI 2009). Rata-rata
hubungan frekuensi pemberian ASI usia responden berada pada kategori
dengan berat badan bayi usia 0-6 dewasa awal sebesar 45,9% sebanyak
bulan diwilayah Puskesmas Tilamuta 17 responden. Kategori remaja akhir
Kabupaten Boalemo. Adapun sebesar 43,2% sebanyak 16
populasi dalam penelitian ini adalah responden dan kategori dewasa akhir
ibu yang memiliki bayi berusia 0-6 sebesar 10,8% sebanyak 4 responden.
bulan yang telah memberian ASI di
wilayah Puskesmas Tilamuta Tabel 4.2 Distribusi Responden
Kabupaten Boalemo sebanyak 67 Berdasarkan Berdasarkan Tingkat
bayi pada bulan Februari tahun 2019. Pendidikan Ibu
Sampel bayi usia 0-6 bulan yang

Mohamad Gusti Sau/841415100


Sumber: Data Primer 2019 sebanyak 31 responden. PNS sebesar
Berdasarkan tabel diatas 10,8% sebanyak 4 responden dan
kategori pendidikan dibagi menjadi lainnya sebesar 5,4% sebanyak 2
tidak sekolah, SD/Sederajat, responden.
SMP/Sederajat, SMA/Sederajat, dan
sarjana (Depkes, 2009). Rata-rata Tabel 4.4 Distribusi Responden
pendidikanSD/ sederajat sebesar
N Jumlah Jum- Persenta-
N Tingkat Jum- Persenta- o. Anak lah se (%)
o Pendidi lah se (%) 1. 1 anak 16 43,2
kan Ibu 2. Lebih dari 21 56,8
1. SD 11 29,7 2 anak
2. SMP 3 8,1 Total 37 100
3. SMA 16 43,2
4. Sarjana 7 19 Berdasarkan Jumlah Anak
Total 37 100 Sumber: Data Primer 2019
29,7% sebanyak 11 responden, Berdasarkan tabel diatas
SMP/Sederajat sebesar 8,1% kategori jumlah anak dibagi menjadi
sebanyak 3 responden, SMA dengan 1 anak dan lebih dari 2 anak (Nanda,
persentase sebesar 43,2% sebanyak 2017). Mayoritas responden adalah
16 responden. dan sarjana sebesar yang memiliki 1 anak dengan
18,9% sebanyak 7 responden. persentase 43,2 sebanyak 16
responden dan yang memiliki anak
Tabel 4.3 Distribusi Responden lebih dari 2 sebesar 56,8% sebanyak
Berdasarkan Jenis Pekerjaan Ibu 21 responden.
No. Jenis Jum- Persenta
Pekerj lah se (%) Tabel 4.5 Distribusi Responden
No jenisaan Jum- Persenta- Berdasarkan jenis kelamin bayi
. Ibu lah
kelamin se (%) Sumber: Data Primer 2019
1. bayiURT 31 83,8 Berdasarkan tabel diatas
1. 2.Laki-laki
PNS 17 4 10,8
54,9 kategori jenis kelamin bayi bayi
2. Peremp-Wirasu 20 54,1 dipuskesmas tilamuta didapaatkan
3. uanasta 2 5,4
Total 37 100 bayi laki-laki, sebanyak 17 bayi
Total 37 100 (54,9%) dan untuk bayi perempuan
Sumber: Data Primer 2019 didapatkan sebanyak 20 bayi (54,1%).
Berdasarkan tabel diatas
kategori pekerjaan dibagi menjadi Tabel 4.6 Distribusi Berdasarkan
URT, petani, buruh, PNS, pedagang, Frekuensi Pemberian ASI
dll (Depkes, 2009). Mayoritas
responden adalah Ibu rumah tangga
yang masuk dalam kategori tidak
bekerja dengan persentase 83,3%

Mohamad Gusti Sau/841415100


No Frekuensi Jum Persent-
. Pemberi- -lah ase (%) No Berat Juml Pers-
an ASI . Badan Bayi ah entase
1. Baik 33 89,2 Usia 0-6 (%)
2. Kurang 4 10,8 1. BB kurang 7 18,9
Total 37 100 dari standar
Sumber : Data Primer 2. BB sesuai 30 81,1
Berdasarkan tabel distribusi standar
diatas didapatkan bahwa frekuensi
pemberian ASI yang baik sejumlah
33 bayi (89,2%), sedangkan frekuensi
pemberian ASI yang kurang sejumlah
4 (10,8%) responden.

Tabel 4.7 Distribusi Berdasarkan


Berat Badan Bayi Usia 0-6 Bulan Sumber: Data Primer 2019
Pada tabel diatas dari 4
Sumber: Data Primer 2019 responden yang memiliki frekuensi
Bedasarkan tabel diatas pemberian ASI kurang terdapat 0
menunjukkan bahwa dari 37 (0%) bayi dengan berat badan kurang
responden berdasarkan berat badan dan 4 (100%) bayi memiliki berat
bayi usia 0-6 bulan bahwa berat badan normal. Kemudian dari 33
badan responden yang memiliki frekuensi
bayi sesuai standar sebanyak 30 bayi pemberian ASI yang baik terdapat 7
(81,1%) dan berat badan kurang dari (21,1%) bayi yang memiliki berat
standar sebanyak 7 bayi (18,9%). badan kurangdan 26 (78,8%) yang
memiliki berat badan normal.
Hasil Analisis Bivariat Dari perhitungan
Hubungan Frekuensi Pemberian menggunakan uji Fisher’s exact
ASI Dengan Berat Badan Bayi Usia diperoleh p Value 0,570 (p value >
0-6 Bulan di Wilayah Puskesmas 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa
Tilamuta Kabupaten Boalemo tidak ada hubungan yang signifikan
Pada penelitian ini hubungan frekuensi pemberian ASI responden
frekuensi pemberian ASI terhadap dengan berat badan bayi di wilayah
berat badan bayi usia 0-6 bulan kerja Puskesmas Kecamatan
diwilayah Puskesmas Tilamuta Tilamuta.
digambarkan pada tabel berikut.
Tabel 4.8 Hubungan Frekuensi Pembahasan
Pemberian ASI Terhadap Berat 4.2.1 Frekuensi Pemberian ASI di
Badan BayiUsia 0-6 Bulan Wilayah Puskesmas Tilamuta
Kabupaten Boalemo
Mohamad Gusti Sau/841415100
Berdasarkan tabel distribusi bekerja (IRT) diketahui memberikan
frekuensi pemberian ASI di Wilayah ASI eksklusif dan hanya 15,4% saja
Puskesmas Tilamuta Kabupaten yang tidak memberikan ASI
Boalemo didapatkan data bahwa eksklusif.
responden yang memiliki frekuensi Diperkuat juga dengan teori
pemberian ASI kategori baik yang di kemukakan oleh(Septikasari.
sebanyak 33 bayi (89,2%),sedangkan 2018). Aktivitas ibu yang
bayi dengan yang termasuk dalam menghambat pemberian ASI
kategori pemberian frekuensi kurang eksklusif. Kesibukan ibu akan
sebanyak 4 bayi (10,2%). mempengaruhi pemberian
Didapatkan dari hasil tersebut ASIeksklusif sehingga banyak ibu
bahwa 33(89,2%) dari 37 yang berkerja tidak dapat
bayimendapatkan frekuensi memberikan ASI pada bayinya 2-3
pemberian ASI yang baik, hal ini di jam.
sebabkan oleh pekerjaan dimana Dari asumsi peneliti hal ini di
karateristik pekerjaan ibu dari bayi sebabkan oleh pengetahuan, tradisi,
sebagian besar berprofesi sebagai ibu dan keluarga ibu terkait memberikan
rumahtangga atau (66.6%), sehingga ASI pada bayi dimana selalu
ibu mempunya banyak waktu luang memberian ASI pada saat bayi sedang
untuk melakukan pemberian ASI menangis, karenanya pada kondisiini
pada bayinya sehingga frekuensinya bayi selalu mendapatkan ASI yang
tercukupi dengan baik. cukup.
Hal ini sejalan dengan Untuk persentase bayi yang
penelitian yang dilakukan oleh memiliki frekuensi pemberian ASI
(Puspita, 2016), Hubungan Status kurang yakni sebanyak 4 bayi
Pekerjaan Ibu yang Menyusui dengan (10,2%) dari 37 bayi. Hal ini di
Pemberian ASI Eksklusif di Dusun pengaruhi oleh ibu dari bayi
Sari Agung Wonosobo, adanya yangsebahagian besar berpedidikan
hubungan signifikan antara status sekolah menengah sehingganya
pekerjaan dengan pemberian ASI kurang mendapatkan mengetahuan
eksklusif. Kecenderungan yang ada dan peduli akan pentingnya
adalah bahwa ibu yang bekerja pemberian ASI terhadap bayinya
cenderung tidak memberikan ASI dimana akan mempengaruhi
eksklusif pada bayinya. Sebagian terpenuhnya kebutuhan nutrisi bayi.
besar atau 66,7% responden ibu yang Hal ini sejalan dengan
bekerja diketahui tidak memberikan penelitian yang dilakukan oleh
ASI eksklusif dan hanya 33,3% saja (Widianto, Avianti, Tyas A, 2012).
yang diketahui memberikan ASI Keluaran utama penelitian ini adalah
eksklusif. Sementara itu sebagian ada hubungan yang bermaknaantara
besar atau 84,6% ibu yang tidak pendidikan ibu dengan sikap terhadap

Mohamad Gusti Sau/841415100


pemberian ASI eksklusif.Berdasarkan dibandingkan dengan ibu yang
hasil Uji KorelasiRank berpendidikan menengah, sebab
Spearmanmaka bahwa korelasi antara seorang ibu yang berpendidikan
pendidikandengan sikap adalah rendah biasanya memiliki tingkat
bermakna. Nilai koefisien Korelasi ekonomi rendah sehingga akan lebih
RankSpearman0,691 menunjukkan sering menyusui bayinya, sedangkan
bahwa korelasi positif dengan ibu dengan pendidikan tinggi akan
kekuatan korelasi yang kuat. menyusui bayinya karena mereka
Pengetahuan ibu tentang ASI paham tentang manfaat pemberian
eksklusif diperoleh dari hasil ASI bagi bayinya.
pendidikan ibu yang bersifat informal Dari asumsi peneliti hal ini
melalui penyuluhan-penyuluhan, disebabkan karena kurangnya
brosur dan bisa juga pemberian penyuluhan tenaga kesehatan juga
informasi tenaga kesehatan saat kesadaran dari masyarakat itu
melakukan kunjungan ke posyandu. sendiriakan pentingnya pemberian
Namun hal inibertentengan ASI yang baik juga secara eksklusif
dengan penelitian yang dilakukan kepada bayi yang berusia 0-6 bulan,
oleh Nutr(2018). Hubungan antara sehingga ini perlu dilakukan agar
Pengetahuan dan Pendidikan Ibu tercapainya bayi yang sehat karena
dengan Pemberian ASI Eksklusif di terjaga kecukupan nutrisi dan
Desa Kedungrejo Kecamatan Waru perkembangan berat badan dari bayi
Kabupaten Sidoarjo. Dimana hasil bahkan hingga usia 2 tahun.
pengujian statistik menggunakan
Fisher’s Exact Test menunjukkan 4.2.2 Berat Badan Bayi Usia 0-6
bahwa nilai signifikansinya 0.252 (sig Bulan di Wilayah Puskesmas
> 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa Tilamuta Kabupaten Boalemo
pendidikan ibu tidak berhubungan Berdasarkan hasil penelitian
dengan pemberian ASI Eksklusif pada bayi usia 0-6 bulan di wilayah
pada bayi 6-12 bulan. Puskesmas Tilamuta Kabupaten
Hasil ini diperkuat dengan Boalemo menunjukan dari 37
teori oleh Yosephin, dkk, (2019). responden terdapat lebih banyak bayi
Dimana pendidikan dapat yang memiliki berat badan normal
mempengaruhi perilaku seseorang, sebanyak 30 bayi (81,1%)
yang mana dengan pendidikan pada dibandingkan dengan bayi yang
individu terjadi perubahan dari memiliki berat badan kurang yaitu
seluruh aspek perilaku secara utuh sebanyak 7 bayi (18,9%).
atau sebagian. Seorang ibu yang Didapatkan bayi yang berat
berpendidikan rendah dan badannya sesuai standar umur ada 30
berpendidikan tinggi kemungkinan (81,1%) dari 37 bayi. hal ini
untuk menyusui bayinya lebih lama kemungkinandapat pengaruhi oleh

Mohamad Gusti Sau/841415100


jenis kelamin dari bayi dikarenakan badan akan terus terjadi pada
timbangan berat badan bayi laki-laki bayi. Saat bayi menginjak usia 3
cenderung lebih berat dibandingkan bulan, idealnya berat badan bayi laki-
dengan bayi perempuan. laki berkisar antara 5,8 kg – 7 kg
Penelitian ini bertolak dengan panjang 60 cm – 63 cm.
belakang dengan penelitian yang di Sedangkan pada perempuan, berat
lakukan oleh Andriani dan Fahlevi, badan ideal berkisar antara 5,4 kg –
(2017) tentang perbandingan berat 6,5 kg dengan panjang badan 58 cm –
badan dan panjang badan pada bayi 0- 62 cm.
6 bulan yang diberikan asi dengan Dari asumsi peneliti 30 bayi
bayi 0-6 bulan yang diberikan pasi di yang berat badannya sesuai standar
posyandu melati 2 kecamatan disebabkan kurangnya produksi ASI,
semampir surabaya, dimana Jenis dan didukung gencarnya promosi
kelamin tidak memiliki pengaruh susu formula yang menjadi alternatif
yang besar, tetapi memungkinkan jika pengganti ASI. Dimana Keterpaparan
bayi laki-laki lebih cenderung susu formula dapat pengaruhiberat
memiliki aktivitas yang aktif badan bayi, bayi yang selalu
dibandingkan dengan bayi mendapatkan susu formula lebih
perempuan. Hal tersebut yang cenderung mengalami kenaikan berat
membuat bayi banyak mengeluarkan badan yang berlebihan. ini
energi sehingga berat badannya akan disebabkan ibu yang mendapatkan
bertambah dengan normal. informasi mengenai susu formula dari
Akan tetapi hasil penelitian ini teman, tetangga dan keluargatentang
juga sejalan dengan yang dilakukan promosi susu formula yang dilakukan
oleh (Simbolon, 2013) menunjukkan oleh produsen.
rata-rata berat lahir bayi perempuan Adapun bayi yang memiliki
147 gram lebih ringan dibandingkan berat badan kurang yaitu sebanyak 7
bayi laki-laki, namun tidak ada bayi (18,9%).Hal ini dikarenakan usia
perbedaan rata-rata usia kehamilan dari ibu dimana pada karateristik usia
kedua kelompok jenis kelamin. Bayi ibu bayi dimana terdapat 16 ibu yang
berat lahir rendah sebanyak 7,4% berumur 17-25 tahun sehingga ibu
dengan prevalensi pada bayi yang lebih mudah akan cenderung
perempuan lebih tinggi dibandingkan mengalami resiko BBLR (berat bayi
laki-laki. lahir ringan) dibanding ibu yang
Diperkuat denga teori berusia 26 tahun keatas
dariAndrian Kevin, (2018). Pada Hal ini sejalan oleh penelitian
bulan-bulan awal setelah lahir, (Sukmani, 2016). Korelasi Umur Ibu
pertumbuhan bayi akan mengalami Melahirkan Dengan Panjang Lahir
perkembangan yang begitu cepat. Dan Berat Badan Lahir Bayi Umur 0
Pertambahan berat badan dan panjang Hari Di Kecamatan Genteng-

Mohamad Gusti Sau/841415100


Kabupaten Banyuwangi. Badan Bayi Usia 0-6 Bulan di
menunjukkan distribusi frekuensi Wilayah Puskesmas Tilamuta
panjang lahir dan berat badan lahir Kabupaten Boalemo
berdasarkan umur ibu. Jumlah total Dalam penelitian ini diketahui
berat badan lahir dan panjang lahir bahwa tidak ada hubungan antara
berdasarkan umur ibu memiliki frekuensi pemberian ASI dengan
jumlah yang sama. Namun jika berat badan bayi usia 0-6 bulan. Hasil
dilihat dari pembagian umur ibu, analisis univariat menunjukkan
paling banyak adalah pada umur ibu bahwa responden yang memiliki
18.00 – 20.99 dan umur ibu 24.00 – frekuensi pemberian ASI dalam
26.99, yang berarti bahwa umur ibu kategori kurang sebanyak 34
yang paling banyak melahirkan responden. Akan tetapi dari jumlah
adalah di interval umur ibu 18.00 – tersebut terdapat 28 (82,4%) bayi
20.99 dan 24.00 – 26.99. Pada umur yang memiliki berat badan normal
ibu tersebut merupakan umur yang dan 6 bayi yang memiliki berat badan
normal untuk ibu hamil dan kurang (17,6%). Sedangkan dari 3
melahirkan. (8,1%) responden yang memiliki
Juga terdapat teori frekuensi pemberian ASI dalam
dariSeorang ibu sebaiknya hamil pada kategori baik terdapat 1 (33,3%) bayi
umur 20 – 35 tahun karena pada umur dengan berat badan kurang dan 2
ini disebut sebagai usia reproduksi (66,7%) bayi memiliki berat badan
dan perlu didukung oleh status gizi normal.
yang baik dan dilakukan pemeriksaan Berdasarkan hasil perhitungan
kehamilan dengan teratur agar menggunakan uji statistic chi square
perkembangan janin dapat dipantau. terdapat beberapa cell yang tidak
(Salawati, 2012) memenuhi syarat oleh karena itu uji
Menurut asumsi dari peneliti alternatif yang digunakan adalah
ini disebabkan oleh faktor bayi itu menggunakan uji statistic fisher’s
sendiri. Responden menyatakan exact dan diperoleh p Value 0,477 (p
bahwa bayi sering sakit, dikarenakan value > 0,05) yang berarti H0
jika sakitbayi akan menjadi rewel diterima, sehingga dapat dinyatakan
sehingga susahdiberikan asupan bahwa tidak ada hubungan yang
nutrisi. Disamping itu ibu jarang signifikan antara frekuensi pemberian
mengikuti posyandu dengan alasan ASI dengan berat badan bayi. Hal ini
memiliki banyak kesibukan sehingga sejalan dengan penelitian Tati
berat badan bayi tidak terpantau Purwani (2016) menyatakaan tidak
dengan baik. terdapat hubungan yang signifikan
antara frekuensi menyusui dengan
4.2.3 Hubungan Frekuensi berat badan bayi berdasarkan indeks
Pemberian ASI Dengan Berat p=0,815 (p >0,05) dengan hasil uji

Mohamad Gusti Sau/841415100


statistik menggunakan uji korelasi menyajikan dan membagi sesuai
Spearman Rank Order dengan yang dibutuhkan
Correlation.Penelitian yang (Simanjuntak, 2009).Pengetahuan
dilakukan oleh Trio Linda (2015) akan memudahkan responden untuk
tentang hubungan frekuensi dan lama menyerap informasi dan
menyusu dengan perubahan berat mengimplentasikannya dalam
badan neonatus di wilayah kerja perilaku dan gaya hidup sehari-hari.
Puskesmas Gandusari Kabupaten Pengetahuan yang cukupakan
Trenggalek juga menunjukan tidak berdampak pada peran ibu dalam
ada hubungan antara frekuensi pemantauan berat badan anak
menyusui terhadap perubahan berat (Asriani, 2013). Penelitian Prehana
badan neonatus dengan hasil analisis (2018) menggunakan uji statistik chi
(p=0,209) menggunakan uji statistik square diperoleh nilai P value
chi-square. Penelitian ini juga 0,017(<0,05) yang artinya ada
didukung oleh penelitian Merry hubungan yang signifikan antara
Susanti (2012) yang menunjukan tingkat pendidikan ibu dengan berat
tidak ada hubungan antara pemberian badan anak. dari hasil penelitian ini
ASI dengan berat badan anak 6-24 menunjukan bahwa sebagian besar
bulan di kelurahan Pannampu anak yang memiliki berat badan tidak
Makassar. normal ibunya berpendidikan rendah
Hasil uji statistik menunjukan (50%). Hal ini menujukan bahwa
dari 4 responden yang memiliki peran seorang ibu sangat penting
frekuensi ASI yang kurang terdapat 4 dalam kesehatan dan pertumbuhan
(8,2%) bayi yang memiliki berat anaknya. Seorang anak dari ibu yang
badan sesuai standar normal. Hal ini memiliki latar belakang pendidikan
berkaitan dengan pendidikan bayi. tinggi maka akan mendapatkan
Dimana 37 bayi, 7 diantaranya kesempatan hidup serta tumbuh dan
memiliki pendidikan sarjana. menerima wawasan yang lebih luas
Pendidikan yang tinggi akan ( Supariasa, 2012). Anak dengan ibu
mempengaruhi pengetahuan ibu yang memiliki pendidikan rendah
dalam memantau berat badan bayi. memiliki mortalitas yang lebih tinggi
Pendidikan formal responden daripada anak dengan ibu yang
mempengaruhi tingkat pengetahuan berpendidikan tinggi. Rendahnya
responden dimana semakin tinggi tingkat pendidikan ibu menyebabkan
pendidikan responden maka semakin berbagai keterbatasan dalam
tinggi pula kemampuan responden menangani berat badan anak balitanya
untuk menyerap pengetahuan praktis (Herman, 2009). Hal ini sejalan
dalam lingkungan formal maupun non dengan penelitian yang dilakukan
formal terutama melalui media massa, oleh Miftakhul Jannah (2014) yang
sehingga responden dapat mengolah, menyatakan adanya hubungan tingkat

Mohamad Gusti Sau/841415100


pendidikan ibu dengan berat badan penelitianrata-rata didapatkan 21 dari
balita di posyandu bngunsari semin 37 ibu berstatus memiliki lebih dari
gunung kidul. Ini juga didukung satu anak. Responden mengaku
dengan penelitian Ranityas (2016) menyusui bayi lebih dari satu di
yang menyatakan adanya hubungan dalam rumah sehingga ASI yang
tingkat pendidikan ibu dengan berat diproduksi oleh ibu harus terbagi
badan balita di Puskesmas pleret. kepada beberapa bayi. Oleh
Berdasarkan hasil wawancara karenanya mengakibatkan bayi hanya
ibu yang memiliki frekuensi ASI mendapatkan sedikit nutrisi ASI yang
kurang namun memiliki berat badan mengakibatkan gangguan pada berat
yang normal karena ibu rutin badan. Selain itu jika ditinjau dari
memeriksakan kesehatan anaknya pekerjaan ibu, mayoritas ibu (83,8%)
terutama mengenai penimbangan masuk dalam kategori tidak bekerja.
berat badan secara teratur di Hal ini berkaitan dengan tingkat
posyandu. Sejalan dengan penelitian penghasilan keluarga, ibu yang tidak
Lanoh (2015) menggunakan uji Chi bekerja tidak memiliki penghasilan
Square diperoleh yaitu, p=0,012. Hal yang cukup untuk memenuhi
ini berarti nilai p lebih kecil dari  kebutuhan nutrisi guna optimalnya
(0,05) maka dapat dinyatakan ada kandungan ASI. Konsumsi ASI yang
hubungan yang bermakna antara kurang berkualitas pada balita akan
kunjungan ke posyandu dengan berat menyebabkan balita menderita
badan balita di puskesmas Ranotana kekurangan berat badan hingga
waru.Hal ini, di dukung dengan merujuk pada kurang gizi, karena
penelitian yang dilakukan balita mendapat makanan yang tidak
sebelumnya oleh Utami, Fitriasih, dan sesuai dengan kebutuhan
Siswanti (2013) , dimana peranan ibu pertumbuhan badan anak atau adanya
dalam memantau berat badan balita ketidakseimbangan antara konsumsi
sangat penting, dibandingkan dengan zat gizi dan kebutuhan gizi dari segi
peranan para kader posyandu dan kuantitatif atau kualitatif (Sjahmien,
petugas kesehatan. Hal ini, memicu 2012).
keaktifan dari para ibu sendiri untuk Berdasarkan tabel distribusi
aktif dalam kegiatan pemanfaatan hasil analisis univariat didapatkan
posyandu dalam pemantauan berat data jumlah ibu dengan frekuensi ASI
badan balita (Proverawati, 2009). yang baik sejumlah 33 ibu. Dari
Adapun ibu dengan frekuensi jumlah tersebut, 7 (21,2%) bayi
pemberian ASI yang kurang memiliki masuk dalam kategori berat badan
bayi dalam kategori berat badan kurang dari standar. Berdasarkan
kurang dari standar sebanyak 0 (0%). hasil wawancara, responden
Hal ini dapat berhubungan dengan menyatakan hal ini disebabkan anak
jumlah anak. Berdasarkan hasil yang sering jatuh sakit seperti terkena

Mohamad Gusti Sau/841415100


diare. Meskipun pemberian ASI ketelitian α = 0,05, didapatkan Nilai
terbilang baik namun jika mengalami X 2 ≥ X 2 tabel (6,467 ≥ 5,991). Ada
sakit berat badan anak akan turun hubungan pemberian ASI Eksklusif
tiba-tiba secara drastis dan akan sulit dengan berat badan bayi Usia 6 bulan
untuk kembali menormalkan berat di Posyandu Desa Mulur, Bendosari,
badan anak. Hal ini sejalan dengan Sukoharjo.
penelitian yang dilakukan oleh Indah, PENUTUP
(2015) yang menunjukkan bahwa Kesimpulan
mayoritas responden menderita Berdasarkan hasil penelitian maka
penyakit infeksi yang berakibat berat peneliti berkesimpulan bahwa:
badan balita yang bermasalah, 4. Frekuensi pemberian ASI pada
Berdasarkan hasil uji statistik dengan bayi diwilayah Puskesmas
menggunakan uji korelasi Tilamuta kabupaten Boalemo
Spearman’s Rank (Rho) diperoleh didapatkanyang kurangsebanyak
nilai ρ = 0,01 dengan tingkat 34 bayi (91.9%) dan baik 3 bayi
kepercayaan 95% (α = 0,05) (8,1%).
dikatakan ρ < α Ho ditolak dan H1 5. Berat badan bayiusia 0-6
diterima, maka ada Hubungan Antara bulandiwilayah Puskesmas
Penyakit infeksi Dengan Status Gizi Tilamuta Kabupaten Boalemo
Pada Balita Di Puskesmas Jambon sesuai standar sebanyak 30 bayi
Kecamatan Jambon Kabupaten (81,1%) dan standar 7 bayi
Ponorogo Tahun 2014. (18,9%).
Berdasarkan hasil penelitian 6. Dari menggunakan uji Fisher’s
didapatkan data bahwa dari 33 ibu exactdiperoleh p Value 0,570 (p
yang memiliki frekuensi pemberian value > 0,05).
ASI baik, 26 (78,8%) bayi masuk dimanatidakterdapat hubungan
dalam kategori berat badan normal. yang signifikan antara frekuensi
Hal ini disebabkan oleh faktor pemberian ASI dengan berat
pemberian ASI ekslusif. 22 dari badan bayi usia 0-6 bulan
37bayi mendapatkan ASI ekslusif diwilayah Puskesmas Kecamatan
sehingga menyebabkan berat badan TilamutaKabupaten Boalemo
bayi masuk dalam kategori normal.
Hal ini sejalan dengan penelitian Saran
Endarwati (2018) menggunakan uji 1. Bagi Puskesmas.
chi square didapatkan hasil Perlu ditingkatkan lagi edukasi
pemberian ASI Eksklusif memiliki mengenai manajemen frekuensi
hubungan yang signifikan terhadap ASI bagi ibu, terutama bagi ibu
berat badan bayi Usia 6 bulan, hal ini yang menjelang
ditunjukkan dari nilai probabilitas (p persalinan.Manajemen frekuensi
value= 0,015) yang berarti pada taraf ASI yang dimaksud yakni berupa

Mohamad Gusti Sau/841415100


cara-cara mengatasi masalah Afifah, Aristasari, Sudarto, A (2018).
pemberian ASI. Baik cara 1000 hari pertama kehidupan.
mengatasi masalah kurangnya Gajah madah university Press
produksi ASI dan permasalahan Ayustawati. (2013). Mengenali
lainnya yang dialami saat keluhan anda info kesehatan
pemberian ASI, sehingga proses umum untuk pasien. jakarta:
menyusui bisa berjalan dengan informasi medika.
sukses. Hal ini penting dilakukan Aritonag. (2012). Panduan Tentang
karena petugas kesehatan Berat Badan. Jakarta: Pustaka
memiliki peranan penting dalam Popular Obor.
memberi edukasi dan juga
Adrian, K. (2018). ini informasi berat
motivasi kepada ibu untuk
badan ideal bayi pada tahun
membantu ibu mencapai pertama. Retrieved
keberhasilan dalam menyusui fromhttps://www.alodokter.com/
bayinya ini-informasi-berat-badan-ideal-
2. Bagi Masyarakat bayi-pada-tahun-pertama.16
desember 2019 (02:26)
Diharapkan bagi masyarakat
terutama ibu yang memiliki anak Badriah, D. (2014). Gizi dalam
usia 0-6 bulan agar dapat Kesehatan Reproduksi.
memperhatikan frekuensi Bandung: Refika Aditama.
pemberian ASI, dan berupaya Bahiyatun. (2009). Buku Ajar Asuhan
untuk mengkonsultasikan Kebidanan Nifas Normal.
masalah-masalah yang terjadi Jakarta: EGC.
saat proses menyusui kepada
Behrman, A. l. (2012). Nelson Ilmu
petugas kesehatan, sehingga
Keprawatan Anak Edisi 15
dapat tertangani dengan tepat Alih Bahasa Indonesia.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya Jakarta: EGC.
Disarankan untuk lebih
mengembangkan penelitian Bahriyah, F., Putri, M., Jaelani, A. K.,
terhadap hubungan frekuensi & Indragiri, A. K. (2017).
Hubungan pekerjaan ibu
pemberian ASIdengan berat
terhadap pemberian asi
badan bayi usia 0-6 bulan. eksklusif pada bayi. Journal
Endurance, 2, 113–118.
DAFTAR PUSTAKA
Dinanti, W. (2016). Perbedaan Jenis
Arif, N. (2009). Panduan Ibu Cerdas Pekerjaan Ibu dengan
ASI dan Tumbuh Kembang Kuantitas Pemberian ASI
Bayi. Yogyakarta: Media Eksklusif. Program Pasca
pressindo. Sarjana Universitas
Diponegoro.

Fitri, D. I., Chundrayetti, E., &


Mohamad Gusti Sau/841415100
Semiarty, R. (2014). Pemberian Asi
Hubungan Pemberian ASI Eksklusif.Jurnal Penelitian
dengan Tumbuh Kembang Kesehatan Suara Forikes,
Bayi Umur 6 Bulan di 9(April), 101–113.
Puskesmas Nanggalo,3(2),
136–140. Retrieved from Notoatmodjo, S. (2012). Metodologi
http://jurnal.fk.unand.ac.id Penelitian Kesehatan. Jakarta:
Rineka Cipta.
Hidayat, A. 2008. Pengatar ilmu
kesehatan anak untuk Nursalam. (2015). Metodologi
kebidanan. Salemba medika Penelitian Ilmu Keperawatan:
Pendekatan Praktis Edisi 4.
Hayati, A. W. (2009). Buku Saku Gizi Jakarta: Salemba Medika.
Bayi. Jakarta: EGC.
Purwoastuti, E., & Walyani, E.
Irianto, K. (2014). Gizi Seimbang (2015). Panduan Materi
dalam Kesehatan Reproduksi. Kesehatan Reproduksi dan
Bandung: Alfabeta. Keluarga Berencana. .
Kemenkes RI. (2013). Pemberian Air Yogyakarta: Pustaka Baru
Susu Ibu dan MP ASI. Jakarta: Press.
Kementerian Kesehatan RI.
Putri, I. A. (2018). Gambaran Pola
Krisnatuti, D., & Hastoro, I. (2014). Menyusui dan Status Gizi
Menu sehat untuk ibu hamil Bayi Usia 0 – 6 Bulan di
dan menyusui edisi 5. Jakarta: Wilayah Kerja Puskesmas
Puspa Swara. Medan Tuntungan Kecamatan
Medan Tuntungan. Skripsi
Kristiyanasari, W. (2011). ASI, Universitas Sumatera Utara.
Menyusui dan Sadari. Retrieved from
Yogyakarta: Nuha Medika. http://repositori.usu.ac.id
Maritalia, D. (2012). Asuhan _______. (2014). Pusat Data dan
Kebidanan Nifas dan Informasi Kementerian
Menyusui. Yogyakarta: Kesehatan RI : Situasi dan
Pustaka Belajar. Analisis ASI Eksklusif.
Monika, F. (2016). Buku Pintar ASI Riksani, R. (2012). Keajaiban ASI
dan Menyusui. Jakarta (Air Susu Ibu) Semua
Selatan: Noura Books (PT Kebutuhan Gizi Bayi Ada
Mizan Publika). Pada ASI. Jakarta: Dunia
Sehat.
Narendra, Moersintowarti, B., & dkk.
(2009). Tumbuh Kembang Ronald, H. (2011). Pedoman dan
Anak dan Remaja. Jakarta: Perawatan Balita agar
Sagung Seto. Tumbuh Sehat dan Cerdas.
Bandung: Nuansa Aulia.
Ningsih, D. A. (2018). Faktor-Faktor
Yang Memengaruhi
Mohamad Gusti Sau/841415100
Saleha, S. (2009). Asuhan Kebidanan Banyuwangi. AntroUnairdotNet,
Pada Masa Nifas. Jakarta: Vol.V/No.2. banyuwangi.
Salemba Medika.
septikasari. (2018). status gizi anak
Sandewi, S. (2018). Hubungan dan faktor yang
Pemberian ASI Eksklusif mempengaruhi. yogyakarta:
Dengan Pertumbuhan Dan UNY Press
Perkembangan Pada Bayi
Usia 7-12 Bulan Di Wilayah Walyani, E., & Purwoastuti, E.
Kerja Puskesmas Poasia. (2015). Asuhan Kebidanan
Retrieved from Masa Nifas dan Menyusui. .
http://repository.poltekkes- Yogyakarta: Pustaka Baru
kdi.ac.id/130/1/SKRIPSI.pdf Press.

Sari, D. K., Tamtomo, D. G., & Wiji, R. N. (2011). ASI dan Panduan
Anantayu, S. (2017). Ibu Menyusui. Yogyakarta:
Hubungan Teknik , Nuha Medika.
Frekuensi , Durasi Menyusui
dan Asupan Energi dengan Yosephin, dkk. (2019). buku
Berat Badan Bayi Usia 1-6 pegangan petugas KUA. yogyakarta:
Bulan di Puskesmas grup penerbitan CV BUDI UTAMA
Tasikmadu Kabupaten
Karanganyar. Amerta Nutr.,
1(1), 1–13.
Siswanto. (2010). Pertumbuhan dan
Perkembangan pada Anak.
Jakarta: Bumi Aksara.
Soetjiningsih. (2012). ASI Petunjuk
untuk Tenaga Kesehatan.
Jakarta: EGC.
Supariasa. (2012). Penilaian Status
Gizi. Jakarta: EGC.
Suryani, E., & Badi‘ah, A. (2018).
Asuhan Keperawatan Anak
Sehat dan Berkebutuhan
Khusus. Yogyakarta: Pustaka Lampiran 12
Baru Press. CURRICULUM VITAE
Sukmani, K, N, A., (2016). Korelasi
Umur Ibu Melahirkan Dengan A. Biodata Pribadi
Panjang Lahir Dan Berat Badan
Lahir Bayi Umur 0 Hari Di
Kecamatan Genteng-Kabupaten

Mohamad Gusti Sau/841415100


Nama 3. : Mohamad
Peserta Seminar
Gusti Sau Nasional
Keperawatan Tahun 2015
Nama panggilan 4. : GustiPeserta Seminar Mewujudkan
Generasi Perawat Profesional
TTL Dalam
: Gorontalo, Menghadapi
19 Agustus 1997
Masyarakat Ekonomi Asean
Angkatan Tahun 2015
: 2015
5. Peserta Seminar Deteksi Dini
Agama Dan Penetalaksanaan Penyakit
: Islam
Mata Tahun 2015
6. Peserta Seminar Bedah
Undang-Undang Keperawatan
B. Pendidikan Formal Tahun 2016
7. Peserta Seminar Nasional
1. Sekolah Dasar Keperawatan “Nursing
Tahun : 2003-2009Education Quality And
Nama Institusi : SDN 1 Nursing Service Quality In
Alamat : Jl. TransAsean Sulawesi
Economic Community
Era” Tahun 2016
2. Sekolah Menegah Pertama 8. Peserta Seminar Keperawatan
Tahun : 2009-2012“The First Gorontalo
Nama Institusi : SMP Negeri 1
International Nursing
Alamat : Jl. TransConference”
Sulawesi Tahun 2017
9. Peserta Seminar Comunity
3. Sekolah Menengah Kejuruan Mental Health Nusing Of
Tahun : 2010-2015Disaster Case Tahun 2016
Nama Institusi : SMK10. Kesehatan
PesertaKota Aplikasi
Gorontalo Ilmu
Alamat : Jl. Keperawatan Rsud. Prof. Dr.
4. Perguruan Tinggi H. Aloei Saboe Kota
Tahun : 2015-2019Gorontalo Tahun 2017
Nama Institusi : Universitas Negeri Gorontalo
11. Peserta Aplikasi Ilmu
Alamat : Jl. Jend. Sudirman No 6,
Keperawatan Jiwa Rsj Jawa
Barat Tahun 2018
12. Peserta Kks (Kuliah Kerja
Sibermas) Di Desa popalo
Kecamatan Anggrek
C. Kegiatan Yang Pernah diikuti Kabupaten Gorontalo Utara
Tahun 2019
1. Peserta Masa Orientasi
Mahasiswa Baru (Momb) D. pengalaman organisasi
Tahun 2015 Universitas
Negeri Gorontalo Anggota Sanggar
2. Peserta Latihan Komputer Keperawatan UNG “Voice Of
Dan Internet Di Universitas Nursing” Universitas Negri
Negeri Gorontalo Tahun 2015 Gorontalo

Mohamad Gusti Sau/841415100


Mohamad Gusti Sau/841415100

Anda mungkin juga menyukai