Anda di halaman 1dari 92

SKRIPSI

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN STATUS GIZI


KURANG BADUTA BERDASARKAN KARAKTERISTIK
IBU DI PUSKESMAS DANA KECAMATAN
WATOPUTE KABUPATEN MUNA

WA ODE MARSELA
NIM. 1810066

BAGIAN GIZI KESEHATAN MASYARAKAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIK)
YAYASAN PENDIDIKAN TAMALATEA
MAKASSAR
2022

i
ii
iii
ABSTRAK

WA ODE MARSELA 2022, Faktor Yang Berhubungan dengan Status Gizi


Kurang Baduta Berdasarkan Karakteristik Ibu di Puskesmas Dana Kecamatan
Watopute Kabupaten Muna. (Dibimbing Oleh H. Jalil Genisa dan Asrijun
Juhanto)

Satu hal penting yang perlu diperhatikan untuk mempertajam identifikasi


akar masalah gizi buruk dan kurang, yaitu adanya fakta bahwa kasus gizi buruk
dan kurang tidak selalu terjadi pada keluarga miskin atau yang tinggal di
lingkungan miskin. Begitu juga sebaliknya, tidak selamanya pada lingkungan
yang tidak rawan gizi atau lingkungan ditemukan bayi, balita, dan anak dengan
keadaan gizi baik
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana hubungan umur,
pengetahuan, paritas, pendidikan dan pekerjaan terhadap status gizi kurang baduta
berdasarkan karakteristik ibu di Puskesmas Dana Kecamatan Watopute
Kabupaten Muna.
Jenis penelitian ini adalah metode observasional dengan pendekatan Cross
Sectional Study. Populasi dalam penelitian ini adalah semua baduta sebanyak 298
orang diperoleh sampel sebanyak 75 orang dengan teknik Purposive Sampling dan
menggunakan analisis data Uji Chisquare.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan signifikan antara umur
ibu dengan status gizi kurang pada baduta dengan nilai p=0,000. Ada hubungan
signifikan antara pengetahuan ibu dengan status gizi kurang pada baduta dengan
nilai p=0,000. Ada hubungan signifikan antara paritas dengan status gizi kurang
pada baduta dengan nilai p=0,002. Ada hubungan signifikan antara pendidikan
dengan status gizi kurang pada baduta dengan nilai p=0,000. Ada hubungan
signifikan antara pekerjaan dengan status gizi kurang pada baduta dengan nilai
p=0,000. Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa umur, pengetahuan,
paritas, pendidikan dan pekerjaan berhubungan secara signifikan terhadap status
gizi kurang baduta berdasarkan karakteristik ibu.
Disarankan dengan mengadakan penyuluhan dengan memasukkan materi
mengenai cara pemberian makan balita, zat gizi yang terkandung dalam makanan,
asupan makanan yang seharusnya terpenuhi untuk mencegah penyakit infeksi dan
gangguan pertumbuhan balita

Kata Kunci : Pengetahuan, Persepsi, Pola Asuh, Pendapatan, Status Gizi


Kurang
Kepustakaan : 29 (2017-2021).

iv
ABSTRACT

WA ODE MARSELA 2022, Factors Associated with Malnutrition Status of


Baduts Based on Mother's Characteristics at Dana Health Center, Watopute
District, Muna Regency. (Supervised by H. Jalil Genisa and Asrijun Juhanto)

One important thing that needs to be considered to sharpen the


identification of the root of the problem of malnutrition and malnutrition is the
fact that cases of malnutrition and malnutrition do not always occur in poor
families or those living in poor environments. Likewise, vice versa, it is not always
the case that babies, toddlers and children with good nutritional conditions are
not always found in environments that are not vulnerable to nutrition
This research aims to find out the relationship between age, knowledge,
parity, education and employment on the malnutrition status of children based on
maternal characteristics at the Dana Health Center, Watopute District, Muna
Regency.
This type of research is an observational method with a Cross Sectional
Study approach. The population in this study was all 298 baduta, a sample of 75
people was obtained using the Purposive Sampling technique and using
Chisquare Test data analysis.
The results of the study showed that there was a significant relationship
between maternal age and malnutrition status in toddlers with a value of p=0.000.
There is a significant relationship between maternal knowledge and
undernutrition status in toddlers with a value of p=0.000. There is a significant
relationship between parity and undernutrition status in toddlers with a value of p
= 0.002. There is a significant relationship between education and malnutrition
status in toddlers with a value of p = 0.000. There is a significant relationship
between work and undernutrition status in toddlers with a value of p = 0.000. The
results of this study can be concluded that age, knowledge, parity, education and
employment are significantly related to the undernutrition status of toddlers based
on maternal characteristics.
It is recommended to hold outreach by including material regarding how
to feed toddlers, the nutrients contained in food, food intake that should be met to
prevent infectious diseases and growth disorders in toddlers.

References : 29 (2017-2021).
Keywords: Knowledge, Perception, Parenting Patterns, Income, Malnutrition
Status

v
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Puji dan syukur penulis haturkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas
segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
yang berjudul ‘’Faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi Kurang
Baduta Berdasarkan Karakteristik Ibu Di Puskesmas Dana Kecamatan
Waotupe Kabupaten Muna’’.

Skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk
mencapai gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat pada salah satu perguruan tinggi
yaitu Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan(STIK) Tamalatea Makassar. Penghargaan,
rasa hormat dan ucapan terima kasih banyak yang terdalam penulis haturkan
kepada kedua orang tua, Almarhum bapak La Ode Kadimun Harusu dan
Ibunda Asrida Tomasa akan cinta kasih, doa, dukungan semangat dan materi
yang tak ternilai yang selalu diberikan kepada penulis.

Keberhasilan penulisan skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya


perhatian, dorongan, bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu,
pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis ingin menyampaikan
ucapan terima kasih banyak yang mendalam kepada:

1. H. Rahmat, S.E.,M.Si. selaku Ketua Yayasan STIK Tamalatea Makassar

2. Dr. Rahmawati, S.K.M.,M.Si. selaku Ketua STIK Tamalatea Makassar

3. Hasmah, S.K,M.,M.Kes. selaku Wakil Ketua I sekaligus pembimbing I yang


telah bersedia menjadi pembimbing penulis dan meluangkan waktu untuk
membimbing sampai tahap akhir penyusunan skripsi ini

4. Dr. Muhammad Rifai, M.Pd. selaku Ketua LPPM STIK Tamalatea Makassar
sekaligus pembimbing II yang telah meluangkan waktunya untuk senantiasa
memberikan arahan sampai pada tahap akhir penyusunan skripsi ini

vi
5. Prof.Dr.Ir.H.Jalil Genisa,M.S selaku pembimbing I, Dr.Ir.Asrijun
Juhanto,M.Kes selaku pembimbing II, Akmal Novrian Syahruddin,
S.K.M.,M.Kes selaku penguji I, Dr.Zakaria,S.T.P.,M.Kes selaku penguji II
dan Dr.Rahmawati,S.K.M., MSi selaku penguji III yang telah meluangkan
waktu dan banyak memberikan masukan dalam proses penyusunan skripsi
ini.

6. Kepala Puskesmas Dana beserta jajarannya yang telah berkenan menerima


penulis untuk melakukan penelitian dan menyambut dengan baik atas
kehadiran penulis

7. Kepada seluruh dosen dan pegawai STIK Tamalatea Makassar yang telah
memberikan ilmunya selama perkuliahan berlangsung, sehingga kami bisa
sampai ditahap penyusunan skripsi ini

8. Untuk teman-teman yang tidak sempat saya tuliskan namanya satu persatu
telah meluangkan waktunya dalam mendengarkan keluhan penulis selama
proses penyusunan skripsi ini dan selalu memberikan support untuk melewati
setiap rintangan yang dihadapi

9. Teruntuk La Ode Alimuna yang telah meluangkan waktu, tenaga serta


materinya untuk terus mendukung penulis sampai pada titik ini.

Penulis persembahkan tugas akhir ini meskipun masih memiliki kekurangan, oleh
karena itu kritik, saran atau masukan dari pembaca sangat diharapkan demi
perbaikan dan karya yang lebih baik kedepannya.

Makassar, Agustus 2022

Wa Ode Marsela

vii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ............................................................................... i

LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................ ii

LEMBAR PENGESAHAN TIM P ENGUJI .............................................. iii

ABSTRAK .................................................................................................. iv

ABSTRACT ................................................................................................ v

KATA PENGANTAR .................................................................................. vi

DAFTAR ISI ............................................................................................... viii

DAFTAR TABEL........................................................................................ x

DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xi

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1

A. Latar Belakang. ............................................................................. 1

B. Rumusan Masalah . ...................................................................... 7

C. Tujuan Penelitian. ......................................................................... 7

D. Manfaat Penelitian. ....................................................................... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................. 10

A. Tinjauan Umum Tentang Baduta ................................................. 10

B. Tinjauan Umum Tentang Status Gizi ........................................... 11

C. Tinjauan Umum Tentang Gizi Kurang ......................................... 21

D. Tinjauan Umum Tentang Variabel Diteliti .................................. 26

E. Penelitian Terdahulu .................................................................... 33

F. Kerangka Teori ............................................................................ 36

viii
G. Kerangka Konsep ......................................................................... 37

H. Defenisi Operasional .................................................................... 38

I. Hipotesis ....................................................................................... 39

BAB III METODE PENELITIAN ............................................................ 41

A. Desain Penelitian . ........................................................................ 41

B. Lokasi dan Waktu Penelitian. ....................................................... 41

C. Populasi dan Sampel..................................................................... 41

D. Teknik Pengambilan Sampel ........................................................ 42

E. Instrumen Penelitian ..................................................................... 42

F. Langkah Pengolahan Data ........................................................... 43

G. Analisis Data ............................................................................... 43

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................... 45

A. Hasil Penelitian ............................................................................. 45

B. Pembahasan .................................................................................. 52

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................... 61

A. Kesimpulan ................................................................................... 61

B. Saran ............................................................................................. 62

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 63

LAMPIRAN .................................................................................................. 65

ix
DAFTAR TABEL

Tabel Judul Hal

2.1 Berat Badan Menurut Umur (BB/U) 14

2.2 Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U) 15

2.3 Angka Kecukupan Energy Rata-Rata Yang Dianjurkan


(Per Anak Per Hari) 17

2.4 Angka kecukupan protein rata-rata dianjurkan (Per Anak


Per Hari) 17

4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Umur Ibu Di


Puskesmas Dana Kecamatan Watopute Kabupaten Muna
Tahun 2022 44

4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Di


Puskesmas Dana Kecamatan Watopute Kabupaten Muna
Tahun 2022 46

4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Paritas Di Puskesmas


Dana Kecamatan Watopute Kabupaten Muna Tahun 2022 46

4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan Di


Puskesmas Dana Kecamatan Watopute Kabupaten Muna
Tahun 2022 47

4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan Di


Puskesmas Dana Kecamatan Watopute Kabupaten Muna
Tahun 2022 47

4.6 Distribusi Responden Berdasarkan Status Gizi Kurang Di


Puskesmas Dana Kecamatan Watopute Kabupaten Muna
Tahun 2022 48

4.7 Hubungan Umur Ibu Dengan Status Gizi Kurang Di


Puskesmas Dana Kecamatan Watopute Kabupaten Muna
Tahun 2022 48

4.8 Hubungan Pengetahuan Ibu Dengan Status Gizi Kurang


Di Puskesmas Dana Kecamatan Watopute Kabupaten
Muna Tahun 2022 48

4.9 Hubungan Paritas Ibu Dengan Status Gizi Kurang Di


Puskesmas Dana Kecamatan Watopute Kabupaten Muna
Tahun 2022 50

x
4.10 Hubungan Pendidikan Ibu Dengan Status Gizi Kurang Di
Puskesmas Dana Kecamatan Watopute Kabupaten Muna
Tahun 2022 51

4.11 Hubungan Pekerjaan Ibu Dengan Status Gizi Kurang Di


Puskesmas Dana Kecamatan Watopute Kabupaten Muna
Tahun 2022 52

xi
DAFTAR GAMBAR

Gambar. Judul. Hal

2.1. Kerangka Teori 36

2.2. Kerangka Konsep 38

xii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Lembar Informed Consent

Lampiran 2 Kuesioner Penelitian

Lampiran 3 Hasil Olah Data

Lampiran 4 Surat Rekomendasi Penelitian dari STIK Tamalatea Makassar

Lampiran 5 Surat Rekomendasi Izin Penelitian dari DPMPTSP Prov. Sulsel

Lampiran 6 Surat Rekomendasi Izin Penelitian dari KESBANGPOL Kota Raha

Lampiran 7 Surat Rekomendasi Izin Penelitian dari DINKES Kota Raha

Lampiran 8 Surat Keterangan Selesai Meneliti dari Puskesmas Dana Kota Raha

Lampiran 9 Dokumentasi

xiii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Arah pembangunan gizi sesuai Undang-undang No.36 tahun 2009

tentang Kesehatan Pasal 141, dimana upaya perbaikan gizi masyarakat

ditujukan untuk meningkatkan mutu gizi perseorangan dan masyarakat yang

dapat di tempuh melalui perbaikanpola konsumsi makanan, sesuai dengan 13

Pesan Umum Gizi Seimbang (PUGS) dan perbaikan perilaku Keluarga Sadar

Gizi (Arsita, 2017).

Status gizi merupakan indikator ketiga dalam menentukan derajat

kesehatan baduta. Status gizi yang baik dapat membantu proses pertumbuhan

dan perkembangan baduta untuk mencapai kematanagn yang optimal. Gizi

yang cukup juga dapat memperbaiki ketahanan tubuh sehingga diharapkan

tubuh akan bebas dari segala penyakit. Status gizi ini dapat membantu untuk

mendeteksi lebih dini resiko terjadinya masalah kesehatan, pemantauan status

gizi dapat digunakan sebagai bentuk antisipasi dalam merencanakan perbaikan

status kesehatan anak (Moehji, 2019).

Menurut data dari World Health Organization (WHO) tahun 2021

terdapat 178 juta anak didunia yang terlalu pendek berdasarkan usia

dibandingkan dengan pertumbuhan standar WHO. Prevalensi anak gizi kurang

di seluruh dunia adalah 28,5% dan di seluruh negara berkembang sebesar

31,2%. Prevalensi anak gizi kurang dibenua Asia sebesar 30,6% dan di Asia

Tenggara sebesar 29,4%. Permasalahan gizi kurang di Indonesia menurut

1
1
laporan yang dikeluarkan oleh UNICEF yaitu diperkirakan sebanyak 7,8 juta

anak mengalami gizi kurang, sehingga UNICEF memposisikan Indonesia

masuk kedalam 5 besar negara dengan jumlah anak yang mengalami gizi

kurang tinggi (WHO, 2021).

Kementrian kesehatan RI merilis laporan target paling menentukan

adalah prevalensi gizi kurang dan gizi buruk. Prevalensi gizi kurang telah

menurun secara signifikan, dari 17,9% pada tahun 2020 menjadi 16,8% pada

tahun 2021. Status gizi yang dilaporkan di Sulawesi Selatan tahun 2019 sebesar

12.762 baduta, pada tahun 2020 turun sebanyak 8.654 baduta dan pada tahun

2021 menjadi 9.485 baduta. Membaiknya status gizi pada baduta tampak pada

meningkatnya cakupan pemberian ASI eksklusif (Kemenkes, 2021).

Data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten Muna pada tahun

2019 jumlah laki-laki yang mengalami gizi kurang sebanyak 2.126 orang.

Sedangkan perempuan yang mengalami gizi kurang sebanyak 1.482 orang.

pada tahun 2020 jumlah laki-laki yang mengalami gizi kurang sebanyak 2.204

orang. Sedangkan perempuan yang mengalami gizi kurang sebanyak 1.062

orang dan pada tahun 2021 jumlah laki-laki yang mengalami gizi kurang

sebanyak 1.287 orang. Sedangkan perempuan yang mengalami gizi kurang

sebanyak 1.303 orang (Profil Kesehatan, 2021).

Derajat kesehatan anak mencerminkan derajat kesehatan bangsa, sebab

anak sebagai generasi penerus bangsa dan sebagai investasi bangsa yang utama

memiliki kemampuan yang dapat dikembangkan dalam meneruskan

pembangunan bangsa. Berdasarkan masalah tersebut, masalah kesehatan anak

2
diprioritaskan dalam perencanaan atau penataan pembangunan bangsa

(Nursalam, 2017).

Masalah gizi pada anak dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti

makanan yang tidak seimbang dan penyakit infeksi, ketahanan pangan di

keluarga yang kurang untuk memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota

keluarganya, baik jumlah maupun gizinya. Masalah gizi juga disebabkan oleh

kemampuan keluarga yang kurang untuk menyediakan waktu, perhatian dan

dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh dan kembang dengan sebaik-

baiknya baik secara mental, sosial maupun fisik (Putu, 2017).

Gangguan gizi disebabkan oleh faktor primer dan faktor sekunder. Faktor

primer adalah apabila susunan makanan seseorang salah dalam kualitas

maupun kuantitasnya, yang merupakan akibat dari kurangnya penyediaan

pangan, kemiskinan, ketidaktahuan, kebiasaan makan yang salah dan

sebagainya. Sedangkan factor sekunder meliputi semua factor yang

menyebabkan zat-zat gizi tidak sampai ke sel-sel tubuh setelah makanan

dikonsumsi. Begitu pentingnya factor gizi sehingga pembentukan kebiasaan

makanan yang baik harus di tanamkan sejak dini, karena hal ini sangat

menentukan kebiasaan makannya saat remaja dan dewasa (Sediaoetama, AD,

2017).

Masalah gizi kurang dan gizi buruk pada anak baduta masih menjadi

masalah gizi utama yang perlu mendapat perhatian. Masalah gizi secara

langsung disebabkan oleh asupan yang kurang dan tingginya penyakit infeksi.

Hal ini berkaitan dengan sanitasi lingkungan dan pelayanan kesehatan yang

3
tidak memadai, gangguan akses makanan, perawatan ibu yang tidak adekuat

serta kurangnya pengetahuan ibu tentang cara pemberian makanan yang baik

untuk anak usia penyapihan. Status gizi baik atau status gizi optimal terjadi

bilamana kondisi tubuh memperoleh kecukupan zat gizi yang digunakan secara

efisien, sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak,

kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat yang setinggi

mungkin. Konsumsi energi protein merupakan banyaknya energi dan protein

dari makanan yang dimakan. Dimana tubuh akan mendapatkan kesehatan gizi

yang optimal (Suharjo, 2017).

Kecukupan gizi atau kecukupan energi pada baduta masih menjadi

masalah kesehatan masyarakat terutama di negara berkembang dan negara

miskin. Kelompok usia baduta merupakan populasi berisiko terhadap kasus

defisiensi makronutrien dan mikronutrien di indonesia. Ditinjau dari sudut

masalah kesehatan dan gizi, anak umur 2-5 tahun termasuk dalam golongan

masyarakat kelompok rentan gizi yaitu kelompok masyarakat yang paling

mudah menderita kelainan gizi karena pada saat ini mereka sedang mengalami

proses pertumbuhan yang relatif pesat dan memerlukan zat-zat gizi dalam

jumlah yang relatif besar. Persoalan ini akan mudah dipahami ketika

mengambil kebijakan mengetahui karakteristik dari rumah tangga yang

memiliki anak penderita gizi buruk. Mengetahui informasi ini sangat penting

dalam upaya mengatasai permasalahan gizi di Indonesia (Arif, N, 2017).

Faktor penyebab terjadinya masalah gizi kurang pada baduta meliputi

penyebab langsung dari penyakit infeksi, pokok masalah gizi kurang dari

4
karakteristik ibu baduta yaitu berupa umur ibu, pendidikan, pekerjaan,

pemberian ASI dan MP-ASI, dan jumlah anak. Pola asuh anak sangat erat

kaitannya dengan pertumbuhan dan perkembangan anak berusia di bawah lima

tahun. Masa anak usia 1-5 tahun adalah masa dimana anak masih sangat

membutuhkan suplai makanan dan gizi dalam jumlah yang cukup dan memadai

(Aritonang, I. 2017).

Kekurangan gizi dapat menimbulkan gangguan tumbuh kembang secara

fisik, mental, sosial dan intelektual yang sifatnya menetap dan terus dibawa

sampai anak menjadi dewasa. Pada masa ini juga, anak masih benar-benar

tergantung pada perawatan dan pengasuhan oleh ibunya. Pengasuhan kesehatan

dan makanan pada tahun pertama kehidupan sangatlah penting untuk

perkembangan anak. Secara lebih spesifik, kekurangan gizi dapat

menyebabkan keterlambatan pertumbuhan badan, lebih penting lagi

keterlambatan perkembangan otak dan dapat pula terjadinya penurunan atau

rendahnya daya tahan tubuh terhadap penyakit infeksi (Fitri, KR. 2017).

Satu hal penting yang perlu diperhatikan untuk mempertajam identifikasi

akar masalah gizi buruk dan kurang, yaitu adanya fakta bahwa kasus gizi buruk

dan kurang tidak selalu terjadi pada keluarga miskin atau yang tinggal di

lingkungan miskin. Begitu juga sebaliknya, tidak selamanya pada lingkungan

yang tidak rawan gizi atau lingkungan yang baik selalu ditemukan bayi, baduta,

dan anak dengan keadaan gizi baik. Secara epidemiologis kasus gizi buruk dan

kurang ini merupakan landasan ilmiah untuk penyusunan kebijakan gizi

kesehatan masyarakat yang difokuskan pada peningkatan kesehatan melalui

5
gizi untuk pencegahan primer, pengendalian, dan penanganan penyakit terkait

gizi (Soetjiningsih, 2018).

Berdasarkan observasi awal yang dilakukan oleh peneliti menunjukkan

bahwa di Puskesmas Dana Kecamatan Watopute Kabupaten Muna masih

banyak anak baduta yang mengalami gizi kurang. Hal ini dikarenakan

kurangnya edukasi yang diperoleh masyarakat dan pemahaman ibu yang

kurang mengerti dalam memberikan asupan nutrisi kepada anaknya, ditambah

dengan pola asuh ibu yang kurang baik ditambah dengan persepsi mengenai

gizi yang kebanyakan ibu beranggapan bahwa pada dasarnya anaknya akan

tumbuh dengan sendirinya dan juga masyarakat sekitar yang memiliki

penghasilan yang cukup. Dengan uraian diatas, tentu menjadi perhatian bagi

tenaga kesehatan dalam memperbaiki angka kecukupan gizi anak baduta.

Data yang diperoleh dari Puskesmas Dana Kecamatan Watopute

Kabupaten Muna tahun 2020 jumlah baduta sebanyak 298 orang dan yang

mengalami gizi kurang sebanyak 11 orang. Sedangkan tahun 2021 jumlah

baduta yang mengalami gizi kurang sebanyak 6 orang serta pada bulan Januari

s/d April 2022 jumlah baduta mengalami gizi kurang sebanyak 5 orang (Rekam

Medik, 2022).

Berdasarkan uraian diatas, maka hal inilah yang mendasari peneliti untuk

melakukan penelitian “Faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi Kurang

Baduta Berdasarkan Karakteristik Ibu di Puskesmas Dana Kecamatan

Watopute Kabupaten Muna”.

6
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka dirumuskan masalah

penelitian ini adalah :

1. Apakah umur berhubungan dengan status gizi kurang baduta berdasarkan

karakteristik ibu di Puskesmas Dana Kecamatan Watopute Kabupaten

Muna?

2. Apakah pengetahuan berhubungan dengan status gizi kurang baduta

berdasarkan karakteristik ibu di Puskesmas Dana Kecamatan Watopute

Kabupaten Muna?

3. Apakah paritas berhubungan dengan status gizi kurang baduta berdasarkan

karakteristik ibu di Puskesmas Dana Kecamatan Watopute Kabupaten

Muna?

4. Apakah pendidikan berhubungan dengan status gizi kurang baduta

berdasarkan karakteristik ibu di Puskesmas Dana Kecamatan Watopute

Kabupaten Muna?

5. Apakah pekerjaan berhubungan dengan status gizi kurang baduta

berdasarkan karakteristik ibu di Puskesmas Dana Kecamatan Watopute

Kabupaten Muna?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor yang berhubungan dengan status gizi kurang

baduta berdasarkan karakteristik ibu di Puskesmas Dana Kecamatan

Watopute Kabupaten Muna.

7
2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui hubungan antara umur dengan status gizi kurang

baduta berdasarkan karakteristik ibu di Puskesmas Dana Kecamatan

Watopute Kabupaten Muna.

b. Untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan dengan status gizi

kurang baduta berdasarkan karakteristik ibu di Puskesmas Dana

Kecamatan Watopute Kabupaten Muna.

c. Untuk mengetahui hubungan antara paritas dengan status gizi baduta

kurang berdasarkan karakteristik ibu di Puskesmas Dana Kecamatan

Watopute Kabupaten Muna.

d. Untuk mengetahui hubungan antara pendidikan dengan status gizi kurang

baduta berdasarkan karakteristik ibu di Puskesmas Dana Kecamatan

Watopute Kabupaten Muna.

e. Untuk mengetahui hubungan antara pekerjaan dengan status gizi kurang

baduta berdasarkan karakteristik ibu di Puskesmas Dana Kecamatan

Watopute Kabupaten Muna.

D. Manfaat penelitian

1. Manfaat Praktis

a. Diharapkan dapat memberikan informasi objektif tentang status gizi

baduta berdasarkan karakteristik ibu sehingga menjadi pedoman dalam

memberikan penyuluhan kepada ibu dalam memberikan pendidikan

kesehatan.

8
b. Sebagai suatu wadah untuk mengaplikasikan ilmu yang dimiliki

khususnya bagi peneliti, untuk menambah wawasan atau pengalaman dan

memeperluas cakrawala pengetahuan serta pengembangan diri khususnya

di bidang pendidikan.

2. Manfaat Teoritis

a. Sebagai bahan masukan dan menambah informasi tentang status gizi

kurang pada anak baduta.

b. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi peneliti terutama untuk

menambah wawasan dalam hal yang berkenaan dengan status gizi baduta

berdasarkan karakteristik ibu serta menjadi suatu kesempatan berharga

bagi peneliti untuk dapat mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh

selama masa kuliah.

9
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Baduta

Kelompok anak usia 0 – 24 bulan sebagai periode kritis. Pada masa ini

anak memerlukan asupan zat gizi seimbang baik dari segi jumlah, maupun

kualitasnya untuk mencapai berat dan tinggi badan yang optimal (Soeparmanto

dalam Putri, 2008). Perkembangan dan pertumbuhan di masa baduta menjadi

faktor keberhasilan pertumbuhan dan perkembangan anak di masa mendatang

(Aritonang, I. 2017).

Tumbuh kembang adalah suatu proses yang berkelanjutan dari konsepsi

sampai dewasa yang dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan.

Pertumbuhan paling cepat terjadi pada masa janin, usia 0-12 bulan dan masa

pubertas. Sedangkan tumbuh kembang yang dapat dengan mudah diamati pada

usia 0-24 bulan. Pada saat tumbuh kembang setiap anak mempunyai pola

perkembangan yang sama, akan tetapi kecepatannya berbeda (Moehji, 2019).

Berat badan merupakan gambaran dari massa tubuh, massa tubuh sangat

peka dalam waktu yang singkat. Perubahan tersebut secara langsung tergantung

oleh adanya penyakit infeksi dan nafsu makan. Pada anak yang mempunyai

status kesehatan dan nafsu makan yang baik, maka pertambahan berat badan

akan mengikuti sesuai dengan usianya. Akan tetapi, apabila anak mempunyai

status kesehatan yang tidak baik maka pertumbuhan akan terhambat. Oleh

karena itu berat badan mempunyai sifat labil dan digunakan sebagai salah satu

indikator status gizi yang menggambarkan keadaan saat ini (Almatsier, 2017).

10
10
Tinggi badan memberikan gambaran tentang pertumbuhan. Pada keadaan

tubuh yang normal, pertumbuhan tinggi badan bersamaan dengan usia.

Pertumbuhan tinggi badan berlangsung lambat, kurang peka pada kekurangan

zat gizi dalam waktu yang singkat. Dampak pada tinggi badan akibat

kekurangan zat gizi belangsung sangat lama, sehingga dapat menggambarkan

keadaan gizi masa lalu. Keadaan tinggi badan pada usia sekolah

menggambarkan status gizi berdasarkan indeks TB/U saat baduta (Amarita,

2018).

B. Tinjauan Umum Tentang Status Gizi

1. Definisi

Ilmu gizi adalah ilmu yang mempelajari nasib makanan sejak ditelan

sampai diubah menjadi bagian tubuh dan energi atau dieksresikan sebagai

zat sisa. Dalam saluran pencernaan, makanan yang masuk melalui mulut

dipecah menjadi senyawa kimia yang lebih sederhana dan disebut zat gizi

(nutrient). Berdasarkan kegunaan masing-masing zat gizi yang terdapat

dalam makanan terdiri dari enam macam yaitu karbohidrat, lemak, protein,

mineral, vitamin, dan air. Status Gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat

konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Dibedakan antara status

gizi buruk, kurang, baik, dan lebih (Hidayat, A, 2018).

Anak yang tidak mendapatkan gizi cukup dan seimbang pada masa

pertumbuhannya akan mudah jatuh pada keadaan kurang energi protein

(KEP), disebabkan oleh kurangnya konsumsi pangan sumber enrgi yang

mengandung zat gizi mikro (zat tenaga, zat pembangun, lemak) atau

11
ketidakseimbangan antara konsumsi karbohidrat dan protein dengan

kebutuhan energy. Kurang energi protein (KEP) menurut berat ringannya

dapat dibagi atas Kurang Energi Protein (KEP) ringan dan Kurang Energi

Protein (KEP) berat. Kurang energy protein ringan disebut pula gizi ringan,

biasanya hanya ditemukan gangguan pertumbuhan berat atau gizi buruk

selain terdapat gangguan pertumbuhan juga terdapat gejala klinis yang khas

dan perubahan biokimiawi (Arif, N, 2017).

Berdasarkan kegunaan masing-masing zat gizi bagi tubuh, maka zat

gizi itu dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu kelompok zat

gizi pemberi energy disebut zat gizi energitika (karbohidrat, lemak, dan

protein), dan zat gizi sebagai pengatur reaksi biokimia dalam tubuh atau zat

gizi stimulansia yaitu vitamin. Secara umum penilaian status gizi dapat

dikelompokkan menjadi dua yaitu, penilaian secara langsung dan penilaian

secara tidak langsung (Putu, 2017).

2. Penilaian Status Gizi Secara Langsung

a. Pemeriksaan Biokimia

Tes laboratorium meliputi pemeriksaan biokimia, hematologi, dan

parasitologi. Pada pemeriksaan biokimia dibutuhkan specimen yang akan

diuji, seperti darah, urin, dan tinja, dan jaringan tubuh seperti hati,otot,

tulang, rambut, kuku dan lemak bawah kulit.

b. Pemeriksaan Tanda-tanda Klinik

Penilaian tanda-tanda klinik berdasarkan pada perubahan yang

terjadi, yang berhubungan dengan kekurangan atau kelebihan asupan zat

12
gizi yang dapat dilihat pada jaringan epitel di mata, kulit, rambut,

mukosa mulut, dan organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti

kelanjar tiroid.

c. Pemeriksaan Biofisik

Metode biofisik adalah penentuan status gizi berdasarkan

kemampuan fungsi dari jaringan dan perubahan struktur dari jaringan.

Umumnya digunakan untuk situasi tertentu pada kejadian buta epidemik.

d. Pengukuran Antropometri

Pengukuran antropometri adalah pengukuran terhadap dimensi

tubuh dan komposisi tubuh. Antropometri merupakan pengukuran yang

paling sering digunakan sebagai metode penilaian status gizi (PSG)

secara langsung untuk menilai dua masalah utama gizi, yaitu kurang

energy protein (KEP) dan obesitas. Parameter antropometri merupakan

dasar dari penilaian status gizi. Kombinasi antara beberapa parameter

disebut Indeks Antropometri. Indeks antropometri yang umum digunakan

dalam menilai status gizi anak baduta adalah berat badan menurut umur

(BB/U), tinggi badan (BB/TB).

1) Berat Badan Menurut Umur (BB/U)

Berat badan adalah salah satu parameter yang memberikan

gambaran massa tubuh. Massa tubuh sangat sensitive terhadap

perubahan-perubahan yang mendadak, misalnya karena terserang

penyakit infeksi, menurunnya nafsu makan atau menurunnya jumlah

13
makanan yang dikonsumsi. Oleh karena itu, berat badan merupakan

parameter yang sangat labil.

Dalam keadaan normal, dimana keadaan kesehatan baik dan

keseimbangan antara konsumsi dan kebutuhan zat gizi terjamin, maka

berat badan berkembang mengikuti pertambahan umur. Sebaliknya

dalam keadaan yang abnormal, terdapat dua kemungkinan

perkembangan berat badan yaitu dapat berkembang cepat atau lebih

lambat dari keadaan normal. Berdasarkan karakteristik berat badan ini,

maka indeks berat badan menurut umur digunakan sebagai salah satu

cara pengukuran status gizi. Dalam buku Kesehatan Ibu dan Anak

tentang petunjuk Teknik Pemantauan Status Gizi (PSG) Anak baduta,

klasifikasi status gizi dapat diklasifikasikan menjadi 4, yaitu: gizi

lebih, gizi baik, gizi kurang, gizi buruk. Baku yang digunakan adalah

Penggunaan indeks antropometri Berat Badan menurut Umur (BB/U)

merupakan indikator yang paling umum digunakan World Health

Organization menyarankan menggunakan cara standar deviasi unit

atau disebut juga Z-score (Silvera, O 2017).

Tabel 2.1
Berat Badan Menurut Umur (BB/U)
Indeks Status gizi Ambang batas
Berat Badan Gizi Lebih > +2SD
Menurut Gizi Baik > -2SD sampai +2SD
Umur (BB/U) Gizi Kurang > -2SD sampai -3SD
Gizi Buruk < -3SD
Sumber : (Kemenkes, 2020).

14
2) Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U)

Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan

keadaan pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal, tinggi badan

tumbuh seiring dengan pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi badan

tidak seperti berat badan, relative kurang sensitive terhadap masalah

kekurangan gizi dalam waktu yang pendek. Pengaruh defesiensi zat

gizi terhadap tinggi badan akan Nampak dalam waktu yang relative

lama. Untuk mengukur seseorang yang kecil pendek (shunting), atau

keterhambatan pertumbuhan, maka indeks TB/U adalah yang cocok

digunakan. Kecil pendek ini pada umumnya menggambarkan keadaan

lingkungan yang tidak baik, kemiskinann dan akibat tidak sehat yang

menahun.

Tabel 2.2
Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U)
Indeks Status gizi Ambang batas
Sangat Pendek < -3SD
Tinggi Badan
Pendek -3 SD sampai <-2SD
Menurut
Normal -2SD Sampai 2SD
Umur (TB/U)
Tinggi >2SD
Sumber : (Kemenkes, 2020).

3. Penilaian Status Gizi Secara Tidak Langsung Ada Tiga Yaitu:

a. Survey Konsumsi Makanan

Adalah penelitian status gizi dengan melihat jumlah jenis zat gizi yang

dikonsumsi.

b. Statistik Vital

Penilaian status gizi dengan statistik vital adalah dengan menganalisis

data beberapa statistik kesehatan seperti angka kematian berdasarkan

15
umum, angka keseluruhan dan kematian akibat penyebab tertentu dan

data lainnya yang berhubungan dengan gizi.

c. Faktor Ekologi

Bengoa mengungkapkan bahwa malnutrisi merupakan masalah ekologi

sebagai hasil interaksi beberapa faktor fisik, biologis dan lingkungan

budaya. Jumlah makanan yang tersedia sangat tergantung dari keadaan

ekologi seperti iklim, tanah, irigasi dan lain-lain

4. Gizi Baduta

Masa lampau berpengaruh besar terhadap masa yang akan datang.

Apa yang diberikan dan dilakukan kepada baduta sangat menentukan

terhadap pertumbuhan dan keadaan tubuh, serta beberapa perilaku pada saat

remaja dan dewasa kelak. Karena itu, sejak usia baduta orang tua harus

memperhatikan pemberian nutrisi yang diperlukan oleh si kecil agar ia

tumbuh kembang optimal, sehat, serta cerdas sesuai dengan harapan.

Dukungan gizi sangat berarti, karena dengan gizi sesuai kebutuhan,

pertumbuhan fisik dan perkembangan dini membentuk dasar kehidupan

yang sehat dan produktif. Setiap anak memerlukan nutrisi yang baik dan

seimbang untuk tumbuh kembang yang optimal. Artinya, setiap anak

memerlukan nutrisi dengan menu seimbang dan porsi yang tepat, tidak

berlebihan, dan disesuaikan dengan kebutuhan tubuh (Putu, 2017).

Berikut ini dijelaskan mengenai standar kecukupan nutrisi yang

diperlukan oleh anak baduta agar dapat tumbuh kembang optimal, yaitu :

16
a. Kalori/Energi

Kalori merupakan salah satu sumber utama energy selain protein

dan lemak. Jumlah energy yang dianjurkan dihitung berdasarkan jumlah

konsumsi energy yang dibutuhkan oleh tubuh si kecil agar dapat tumbuh

kembang optimal.

Tabel 2.3
Angka Kecukupan Energy Rata-Rata Yang Dianjurkan
(Per Anak Per Hari)
Umur Energi
0 - 6 Bulan 550 kkal
7 - 12 Bulan 800 kkal
1 – 3 Tahun 1.250 kkal
4 - 6 Tahun 1.750 kkal
Sumber: (Kemenkes, 2020).

b. Protein

Protein merupakan salah satu sumber energy di samping

karbohidrat dan lemak. Protein sebagai zat pembangun sangat diperlukan

anak baduta untuk pembuatan sel-sel baru dan unsur pembentukan

berbagai struktur organ tubuh seperti tulang, otot, gigi, dan lain-lain.

Selain itu, protein juga berperan dalam proses pembentukan enzim dan

hormone yang dapat mengatur proses metabolism dalam tubuh.

Tabel 2.4
Angka kecukupan protein rata-rata dianjurkan
(Per Anak Per Hari)
Umur Protein
0 - 6 Bulan 12 kkal
7 - 12 Bulan 15 kkal
1 – 3 Tahun 23 kkal
4 - 6 Tahun 32 kkal
Sumber: (Kemenkes, 2020).

17
c. Lemak

Baduta sampai umur 2 tahun mendapatkan 40% energy yang

diperlukan oleh tubuhnya dari lemak. Lemak merupakan nutrisi yang

sangat penting untuk baduta karena merupakan sumber energy yang

penting untuk pertumbuhan susuna saraf.

d. Vitamin

Setiap vitamin dibutuhkan oleh tubuh dalam jumlah tertentu, tidak

terlampaui banyak ataupun sedikit. Secara umum, fungsi vitamin dalam

tubuh berhubungan erat dengan fungsi enzim yang merupakan katalisator

organik yang menjalankan dan mengatur reaksi-reaksi biokimia dalam

tubuh (Nurul Isnaeni, 2018).

5. Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Gizi

Berbagai faktor penyebab langsung dari gizi kurang atau buruk pada

baduta adalah :

a. Makanan Tidak Seimbang atau Asupan Gizi yang kurang

Asupan yang kurang disebabkan oleh tidak cukupnya persediaan

bahan pangan dalam rumah tangga atau tidak tersedianya kecukupan

pangan yang dikonsumsi oleh setiap anggota rumah tangga untuk

mencapai gizi baik.

b. Penyakit Infeksi

Penyakit infeksi juga merupakan salah satu factor yang

menyebabkan terjadinya gizi kurang atau buruk. Berbagai penyakit

18
infeksi terutama diare dan ISPA, selain menurunkan ketahanan tubuh

juga mengurangi berat dan nafsu makan anak

c. Pola Asuh Anak

Pola asuh anak yang tidak memadai misalnya dapat dilihat dari

pemberian ASI ekslusif selama 6 bulan dan pemberian makanan

tambahan bagi baduta. Pemberian ASI dan makanan tambahan ini sangat

penting sebagai asupan gizi baduta terutama pada perkembangannya.

Lebih jauh diterangkan bahwa pokok masalah dalam masyarakat

bersumber dari akar masalah di tingkat nasional, yakni krisis ekonomi,

politik dan sosial. Tingginya pengangguran, inflasi, kurang pangan dan

kemiskinan merupakan akar masalah dari terjadinya berbagai kejadian

gizi kurang/buruk. Kemiskinan menyebabkan keluarga kurang kurang

maupun menyediakan asupan gizi yang cukup untuk anak sehingga anak

rentan menderita status gizi kurang/buruk.

Penilaian status gizi adalah interpretasi dari data yang dapat dengan

menggunakan berbagai metode untuk mengidentifikasi populasi atau

individu yang berisiko atau dengan status gizi buruk (Aritonang, I. 2017).

d. Faktor Ibu

Faktor ibu memiliki peranan penting dalam status gizi anak

dipengaruhi oleh 2 hal, yaitu secara langsung dan tidak langsung. Secara

langsung status gizi dipengaruhi oleh masukan zat gizi dan secara tidak

langsung dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah

karakteristik keluarga. Diantara karakteristik keluarga, karakteristik ibu

19
ikut menentukan keadaan gizi anak. Karakteristik ibu antara lain tingkat

pendidikan ibu, pengetahuan gizi, dan pekerjaan ibu. bekerja. Dari data

tersebut terlihat bahwa presentase wanita bekerja lebih banyak dari pada

wanita tidak bekerja. Dengan bekerja maka semakin sedikit pula waktu

dan perhatian yang mereka curahkan untuk anaknya. Keadaan ini

dikhawatirkan dapat mempengaruhi keadaan gizi anak di mana akan

berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan anak. Pada ibu yang

bekerja biasanya pengasuhan diserahkan kepada orang lain yang belum

tentu memiliki keterampilan dan pengalaman mengurus anak, sehingga

dikhawatirkan pemenuhan gizi anak diperhatikan (Moehji, 2019).

e. Faktor Baduta

Keistimewaan pada masa baduta yaitu bayi akan terus belajar

contohnya ketika baru lahir bayi kesulitan untuk mengisap payudara

ibunya, namun selang beberapa hari kemudian kemampuan mereka

bertambah dengan pesat, serta bayi juga mampu bertahan hidup

contohnya bayi akan menunjukan reflex mengisap payudara ibunya

untuk memenuhi kebutuhan makan. Dampak gizi kurang dan buruk pada

masa baduta yaitu dapat menimbulkan kematian, pertumbuhan tidak

normal. Berbagai penelitian telah membuktikan bahwa ada hubungan

yang sangat erat antara kematian bayi dengan kekurangan gizi

Status gizi merupakan keseimbangan antara asupan zat gizi dan

kebutuhan zat gizi oleh tubuh untuk berbagai proses biologis. Tujuan

penelitian untuk mengetahui hubungan antara kelengkapan imunisasi

20
dengan status kesehatan, status kesehatan dengan status gizi dan

kelengkapan imunisasi dengan status gizi pada baduta usia 0-2 tahun dan

akan mempengaruhi status gizi baduta (Moehji, 2019).

C. Tinjauan Umum Tentang Gizi Kurang

1. Definisi

Gizi kurang adalah gangguan kesehatan akibat kekurangan atau

ketidakseimbangan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan aktivitasan

semua yang berhubungan dengan kehidupan (Arif, N, 2017).

Gizi kurang adalah keadaan patologis akibat kekurangan konsumsi

pangan secara relatif atau absolut untuk periode tertentu (Putu, 2017).

2. Faktor Penyebab Gizi Kurang

Masalah gizi kurang dapat disebabkan secara langsung maupun tidak

langsung yaitu: (Almatsier, 2017).

a. Penyebab langsung

Makanan anak dan penyakit infeksi yang mungkin diderita anak.

Penyebab gizi kurang tidak hanya disebabkan makanan yang kurang

tetapi juga karena penyakit. Anak yang mendapat makanan yang baik

tetapi karena sering sakit diare atau demam dapat menderita kurang gizi.

b. Penyebab tidak langsung

Ada tiga penyebab tidak langsung yang menyebabkan gizi kurang yaitu:

1) Ketahanan pangan keluarga, yaitu kemampuan keluarga untuk

memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota keluarga dalam jumlah

yang cukup dan baik mutunya.

21
2) Pola pengasuhan, yaitu kemampuan keluarga untuk menyediakan

waktunya, perhatian dan dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh

dan berkembang secara optimal baik fisik, mental dan sosial.

3) Pelayanan kesehatan dan lingkungan yaitu tersedianya air bersih dan

sarana pelayanan kesehatan dasar yang terjangkau oleh seluruh

keluarga (Sediaoetama, AD, 2017).

3. Patogenesis Gizi Kurang

Riwayat alamiah terjadinya masalah gizi (defisiensi gizi), dimulai dari

tahap prepatogenesis yaitu proses interaksi antara penjamu (host=manusia),

dengan penyebab (agent=zat-zat gizi) serta lingkungan (environment). Pada

tahap ini terjadi keseimbangan antara ketiga komponen yaitu tubuh

manusia, zat gizi dan lingkungan. Ada 4 kemungkinan terjadinya

patogenesis penyakit defisiensi gizi, Pertama: makanan yang dikonsumsi

kurang baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Kedua: Peningkatan

kepekaan host terhadap kebutuhan gizi misalnya kebutuhan yang meningkat

karena sakit (Nursalam, 2017).

4. Macam-Macam Gizi Kurang

a. Kurang energi protein ringan

Pada tahap ini Sri menjelaskan bahwa tidak ada tanda-tanda khusus

yang dapat dilihat dengan jelas, hanya saja berat badan anak hanya

mencapai 80% dari berat badan normal.

22
b. Kurang energi protein sedang

Pada tahap ini, berat badan anak hanya mencapai 70% dari berat

badan normal. Selain itu, ada yang bisa dilihat dengan jelas yaitu wajah

menjadi pucat, warna rambut berubah agak kemerahan, perkembangan

mulai tergganggu, tingkat kecerdasan intelektual rendah, daya

konsentrasi kurang.

c. Kurang energi protein berat

Pada bagian ini terbagi lagi menjadi dua, yaitu kurang sekali atau

bisa disebut dengan maramus. Tanda pada masa ini adalah berat badan

anak hanya mencapai 60% atau kurang dari berat badan normal. Selain

marasmus ada juga yang disebut kwashiorkor, selain berat badan ada

beberapa tanda lainnya yang bisa secara langsung terlihat antara lain kaki

mengalami pembengkakan, rambut berwarna merah dan mudah tercabut.

Sementara berdasarkan penampilan yang ditunjukan, KEP akut derajat

berat dapat dibedakan menjadi tiga bentuk :

1) Marasmus

Maramus disebabkan karena kurang kalori yang berlebihan,

sehingga membuat cadangan makanan yang tersimpan dalam tubuh

terpaksa digunakan untuk memenuhi kebutuhan yang sangat

diperlukan untuk kelangsungan hidup.

Tanda-tanda penderita marasmus yaitu:

a) Sangat kurus, tinggal tulang terbungkus kulit, bahkan sampai berat

badan dibawah waktu lahir.

23
b) Wajah seperti orangtua

c) Kulit keriput

d) Pantat kosong, paha kosong

e) Tangan kurus dan iga tampak jelas.

2) Kwashiorkor

Salah satu bentuk malnutrisi protein berat yang disebabkan oleh

intake protein yang inadekuat dengan intake karbohidrat yang normal.

Tanda-tanda pada penderita kwashiorkor yaitu:

a) Gagal untuk menambah berat badan

b) Wajah membulat dan sembab

c) Rambut pirang, kusam dan mudah dicabut

d) Diare yang tidak membaik

e) Dermatitis perubahan derma kulit

f) Penurunan masa otot

3) Marasmus-Kwashiorkor

Bentuk ini merupakan kombinasi antara marasmus dan kwashiorkor.

Kejadian ini dikarenakan kebutuhan energi dan protein yang

meningkat tidak dapat terpenuhi dari asupannya (Moehji, 2019).

5. Dampak Gizi Kurang

Konsumsi makanan yang salah, baik berupa kekurangan maupun

kelebihan, dapat berakibat buruk terhadap kesehatan. Bahkan pada tingkat

berat, kekurangan gizi dapat berakibat yang mengerikan, misalnya kebutaan

akibat kekurangan vitamin A, kritinisme yang ditandai dengan tubuh kerdil,

24
bisu, tuli, dan keterbelakangan mental yang tidak dapat diperbaiki lagi

adalah akibat lanjut dari kekurangan zat yodium dalam makanan sehari-hari.

Selain itu kekurangan gizi akan menurunkan kecerdasan dan daya pikir

seseorang. Keadaan-keadaan tersebut menunjukan betapa rendahnya mutu

kehidupan seseorang akibat kekurangan gizi (Arsita, 2017).

6. Penanggulangan Masalah Kurang Gizi

Penanggulangan masalah gizi kurang perlu dilakukan secara terpadu

antar departemen dan kelompok profesi, melalui upaya-upaya peningkatan

pengadaan pangan, penganekaragaman produksi dan konsumen pangan,

peningkatan status ekonomi, pendidikan dan kesehatan masyarakat, serta

peningkatan teknologi hasil pertanian dan teknologi pangan. Semua upaya

ini bertujuan untuk memperoleh perbaikan pola konsumsi pangan

masyarakat yang beranekaragam dan seimbang dalam mutu gizi. Upaya

penanggulangan masalah gizi kurang yang dilakukan secara terpadu antara

lain: (Amarita, 2018).

a. Ibu memberikan aneka ragam makanan dalam porsi kecil dan sering

kepada anak sesuai kebutuhan dan petunjuk cara pemberian makanan

dari rumah sakit/dokter/puskesmas.

b. Bila baduta dirawat, perhatikan makanan yang diberikan lalu teruskan

dirumah.

c. Berikan hanya ASI, bila bayi berumur kurang dari 6 bulan.

d. Usahakan disapih setelah berumur 2 tahun.

25
e. Berikan makanan pendamping ASI, (bubur, buah-buahan, biskuit dsb)

bagi bayi diatas 6 bulan dan berikan bertahap sesuai umur.

f. Timbang anak setiap bulan ke posyandu.

D. Tinjauan Umum Tentang Variabel Diteliti

1. Umur

Faktor umur merupakan faktor secara tidak langsung mempengaruhi

status gizi baduta, faktor umur kehamilan ibu ini secara langsung

mempengaruhi kesehatan reproduksi pada kehamilan ibu, yaitu menentukan

tercapainya potensi genetik optimal, yaitu faktor pranatal dan pascanatal.

Dalam penelitian ini umur kehamilan ibu <20 dan >35 tahun memiliki

prosentasi kejadian gizi kurang lebih besar dibanding dengan status gizi

normal. Tetapi berdasarkan hasil analisis yang dilakukan antara umur ibu

dengan status gizi tidak terdapat hubungan yang signifikan. Hal ini bisa

terjadi karena faktor lain yaitu faktor pengetahuan ibu, dimana pada

penelitian ini umur ibu masih tergolong umur kehamilan muda, bisa

dikarenakan kurangnya pengetahuan ibu tentang gizi, faktor umur juga

sangat mempengaruhi tingkat pengetahuan ibu tentang gizi, jadi umur ibu

yang masih muda, belum memiliki banyak pengetahuan yang cukup

mengenai gizi, baik ibu pada saat hamil maupun pasca melahirkan

(Cunningham, FG, 2018).

2. Pengetahuan

Menurut Suhardji, jika tingkat pengetahuan gizi ibu baik, maka

diharapkan status gizi ibu dan badutanya baik, sebab gangguan gizi adalah

26
karena kurangnya pengetahuan tentang gizi. Ibu yang cukup pengetahuan

gizi akan memperhatikan kebutuhan gizi yang dibutuhkan anaknya supaya

dapat tumbuh dan berkembang seoptimal mungkin, hingga ibu akan

berusaha memiliki bahan makanan yang sesuai dengan kebutuhan anaknya.

Semakin tinggi pengetahuan ibu tentang gizi maka anak baduta kecil

kemungkinan mengalami status gizi kurang. Begitu juga sebaliknya ibu

dengan pengetahuan tentang gizi kurang maka anak baduta besar

kemungkinan mengalami gizi kurang (Wira, M, 2018).

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting

untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior). Dari pengalaman

dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih

langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan.

Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan

penginderaan pada objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra

manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.

Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga

(Notoatmodjo, S, 2018).

Pengetahuan itu sendiri dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti

faktor pendidikan formal. Pengetahuan sangat erat hubungannya dengan

pendidikan, dimana diharapkan bahwa dengan pendidikan yang tinggi maka

orang tersebut akan semakin luas pula pengetahuannya. Akan tetapi perlu

ditekankan, bukan berarti seseorang yang berpendidikan rendah mutlak

berpengetahuan rendah pula. Hal ini mengingat bahwa peningkatan

27
pengetahuan tidak mutlak diperoleh dari pendidikan formal saja, akan tetapi

dapat diperoleh melalui pendidikan non formal. Pengetahuan seseorang

tentang suatu objek mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan aspek

negatif. Kedua aspek ini yang akan menentukan sikap seseorang, semakin

banyak aspek positif dan objek yang diketahui, maka akan menimbulkan

sikap makin positif terhadap objek tertentu. Pengetahuan mempunyai enam

tingkatan yaitu: (Notoatmodjo, S, 2018).

a. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Termasuk dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat

kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari

atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu merupakan

tingkat pengetahuan yang paling rendah.

b. Memahami (Komprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan

secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat

menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah

paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan

contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap objek yang

dipelajari.

c. Aplikasi (Aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi

yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi

28
disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum,

rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi lain.

d. Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menyatakan materi atau

suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih dalam satu

struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan

analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat

menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan,

mengelompokkan dan sebagainya.

e. Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan

atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan

yang baru. Dengan kata lain, sintesis adalah suatu kemampuan untuk

menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.

f. Kreatif

Kemampuan seseorang untuk melahirkan sesuatu yang baru berupa

gagasan maupun karya nyata yang belum pernah ada, dalam bentuk baru

maupun kombinasi dengan hal-hal tersedia, seperti dikutip dari

Pengelolaan Pembelajaran Teoretis dan Praktis.

Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi asupan makan seseorang

adalah pengetahuan gizi yang akan berpengaruh terhadap status gizi

seseorang. Pengetahuan gizi adalah pengetahuan terkait makanan dan zat

gizi diantaranya adalah tingkat pengetahuan seseorang tentang gizi sehingga

29
dapat mempengaruhi status gizi seseorang tersebut. Pengetahuan gizi ibu

yang kurang dapat menjadi salah satu penentu status gizi baduta karena

menentukan sikap atau perilaku ibu dalam memilih makanan yang akan

dikonsumsi oleh baduta serta pola makan terkait jumlah, jenis dan frekuensi

yang akan mempengaruhi asupan makan pada bayi tersebut (Hidayat, A,

2018).

3. Paritas

Paritas atau jumlah kelahiran sangat berkaitan dengan jarak kelahiran.

Semakin tinggi paritasnya, maka semakin pendek jarak kelahirannya. Paritas

ibu dengan status gizi. Dalam penelitian ini paritas tidak menunjukkan ada

hubungan dengan kejadian status gizi, dikarenakan pada penelitian ini

subyek yang dilakukan untuk penelitian adalah dari keluarga yang memiliki

jamkesmas, dimana keluarga ini memang dari segi ekonomi masih di bawah

standar pendapatan memenuhi kebutuhannya, jadi akan mempengaruhi daya

beli keluarga dalam memenuhi kebutuhannya, maka dari itu dalam

penelitian ini faktor paritas ibu bukan merupakan faktor permasalah

terjadinya kasus gizi kurang pada baduta, tetapi karena faktor lain, yaitu

faktor sosial ekonomi yang secara tidak langsung mempengaruhi status gizi

baduta, karena kemampuan daya beli keluarga dalam memperoleh makanan

masih tergolong rendah. Paritas dikatakan tinggi bila seorang wanita

melahirkan anak ke-4 atau lebih. Anak dengan urutan paritas yang lebih

tinggi seperti anak kelima, keenam dan seterusnya ternyata kemungkinan

untuk menderita gangguan gizi lebih besar dibandingkan dengan anak.

30
Bahaya yang mungkin beresiko terhadap seorang anak timbul apabila terjadi

kelahiran lagi, sedangkan sebelumnya masih minum ASI, sehingga ibu

beralih pada anak yang baru lahir (Bartini, 2018).

4. Pendidikan

Status gizi kurang lebih banyak ditemukan pada ibu dengan

pendidikan lanjut. Kemungkinan hal ini dapat terjadi karena tingkat

pendidikan ibu yang tinggi tidak diimbangi dengan pengetahuan gizi yang

baik. Keadaan ini dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya perilaku

makan, kebiasaan makan, waktu, budaya, pemilihan makanan, lingkungan

fisik/sosial dan status pekerjaan ibu, ibu yang bekerja (terutama diluar

rumah) tidak mempunyai waktu yang cukup seperti ibu yang tidak bekerja

untuk menyediakan makanan yang bergizi bagi anak

Tingkat pendidikan merupakan salah satu indikator sosial dalam

masyarakat karena melalui pendidikan ibu merupakan salah satu indikator

sosial masyarakat karena melalui pendidikan sikap tingkah laku manusia

dapat meningkat dan berubah citra sosialnya. Pendidikan ibu merupakan

modal utama dalam menunjang ekonomi keluarga, juga berperan

penyusunan makan keluarga serta pengasuhan keluarga, juga berperan

dalam penyusunan makan keluarga serta pengasuhan dan perawatan anak,

pengaruh pendidikan terhadap status gizi baduta dikarenakan pendidikan

yang ada di tempat penelitian cukup baik namun dengan pendidikan yang

responden miliki masih kurang dipraktekan dalam kehidupan sehari-hari.

Makin tinggi pendidikan, pengetahuan, keterampilan terdapat kemungkinan

31
makin baik tingkat ketahanan pangan keluarga, makin baik pula pengasuhan

anak, dan makin banyak keluarga memanfaatkan pelayanan kesehatan yang

ada demikian juga sebaliknya Seseorang yang hanya tamat sekolah dasar

belum tentu kurang mampu menyusun makanan yang memenuhi

persyaratan gizi dibandingkan orang lain yang pendidikannya tinggi. Karena

sekalipun pendidikannya rendah jika orang tersebut rajin mendengarkan

penyuluhan gizi bukan mustahil pengetahuan gizinya akan lebih baik.

Hanya saja tetap harus dipertimbangkan bahwa faktor tingkat pendidikan

turut pula menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan memahami

pengetahuan gizi yang mereka peroleh

5. Pekerjaan

Salah satu dampak negatif yang dikhawatirkan timbul sebagai akibat

dari keikutsertaan ibu-ibu pada kegiatan diluar rumah adalah keterlantaran

anak terutama anak baduta, padahal masa depan kesehatan anak dipengaruhi

oleh pengasuhan dan keadaan gizi sejak usia bayi sampai nak berusia 5

tahun merupakan usia penting. Karena pada umur tersebut anak belum dapat

melayani kebutuhan sendiri dan bergantung pada pengasuhnya. Oleh karena

itu alangkah baiknya baduta yang ditinggalkan dapat dipercayakan kepada

pengasuh atau anggota keluarga yang lain untuk dirawat dan diberi

konsumsi makanan yang baik. Selain itu pekerjaan seseorang dapat

dipengaruhi oleh tingkat pendidikan. Semakin tinggi tingkat pendidikan

maka, kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan semakin besar. Jenis

pekerjaan yang dilakukan akan berpengaruh terhadap besar pendapatan yang

32
diterima. Peningkatan pendapatan akan mengakibatkan individu cenderung

meningkatkan kualitas konsumsi pangannya, sedangkan tingkat pendapatan

yang lebih rendah, kualitas pangan diutamakan pada pangan padat energi

E. Penelitian Terdahulu

No Judul Penelitian Hasil Nama Tahun


1 Hubungan Tingkat Hasil penelitian Yuli Laraeni 2019
Pengetahuan,Sikap, menunjukkan bahwa (dkk)
Dan Perilaku Ibu 25 orang ibu anak
baduta gizi kurang
Terhadap
yang memiliki
Konsumsi Zat Gizi perilaku tergolong
(Energi, Protein) Pada cukup tingkat
Baduta Gizi Kurang konsumsi protein
di Desa Labuhan anak baduta gizi
Lombok buruknya tergolong
diatas kebutuhan
yakni sebanyak 14
orang (23,8%). Hal
ini menunjukkan
perilaku ibu tidak
mempengaruhi
konsumsi protein
pada baduta gizi
kurang. Dari hasil uji
chi-square
menunjukkan bahwa
P value lebih besar
dari α, yaitu 0,812
lebih besar dari 0,05
hal ini berarti tidak
ada hubungan antara
perilaku ibu terhadap
konsumsi protein
pada anak baduta
gizi kurang dengan
indeks BB/U
2 Hubungan Hasil penelitian Sri Sudarsih 2017
Pengetahuan Dan menunjukkan
Sikap Ibu Tentang sebagian besar
Status Gizi Baduta Di memiliki
Desa Jabon pengetahuan yang
Kecamatan kurang tentang gizi

33
Mojoanyar Kabupaten baduta yaitu
Mojokerto sebanyak 26 orang
(63%), sebagian
besar memiliki sikap
negatif tentang gizi
baduta yaitu
sebanyak 23 orang
(56%), dan sebagian
besar status gizi
baduta kurang yaitu
sebanyak 26 orang
(63%). Hasil
Spearman’s rho test
menunjukkan ada
hubungan
pengetahuan ibu
tentang status gizi
baduta di Desa Jabon
Kecamatan
Mojoanyar
Kabupaten
Mojokerto. pada
nilai p (0,007) < α
(0,05) dan hasil Chi
square test
menunjukkan ada
hubungan
pengetahuan dan
sikap ibu tentang
status gizi baduta di
Desa Jabon
Kecamatan
Mojoanyar
Kabupaten
Mojokerto. pada
nilai p (0,000) < α
(0,05).
3 Hubungan Hasilnya terdapat Melly Anida 2018
Pengetahuan Ibu, hubungan
Sikap dan Perilaku pengetahuan gizi ibu
terhadap Status Gizi (p=0,000), sikap gizi
Baduta pada ibu (p=0,000), dan
Komunitas Nelayan di perilaku gizi ibu
Kota Karang Raya (p=0,01) terhadap
Teluk Betung Timur status gizi baduta.
Bandar Lampung Sikap gizi ibu

34
merupakan faktor
yang paling
berpengaruh
terhadap status gizi
baduta (OR=0,161).
4 Hubungan Perilaku Uji korelasi dengan Suciati 2019
Ibu Dengan Status menggunakan uji Ningsih (dkk)
Gizi Kurang Anak Spearman Rho pada
Usia Toddler ibu didapatkan nilai
signifikasi (p) =
0,003 dengan derajat
kemaknaan α ≤ 0,05
maka H1 diterima
artinya ada hubungan
tindakan ibu dalam
pemberian nutrisi
dengan status gizi
kurang anak usia
toddler di Desa
Sumurgung
Kabupaten Tuban.

35
F. Kerangka Teori

1. Kalori
2. Protein
3. Lemak
4. Vitamin
Umur

Status
Baduta Pengetahuan
Gizi

Paritas
Lingkar Antropometri
Kepala
Pendidikan
Berat Badan
Gigi
Pekerjaan

Tinggi Badan Gizi Kurang

Makanan Tidak Seimbang

Penyakit Infeksi

Pola Asuh Anak

Faktor Ibu

Bagan 2.1: Kerangka Teori


Silvera, O, (2017) dan Unicef (2020).

36
G. Kerangka Konsep

1. Dasar Pemikiran Variabel Penelitian

Masalah gizi kurang dan gizi buruk pada anak baduta masih menjadi

masalah gizi utama yang perlu mendapat perhatian. Masalah gizi secara

langsung disebabkan oleh asupan yang kurang dan tingginya penyakit

infeksi. Hal ini berkaitan dengan sanitasi lingkungan dan pelayanan

kesehatan yang tidak memadai, gangguan akses makanan, perawatan ibu

yang tidak adekuat serta kurangnya pengetahuan ibu tentang cara pemberian

makanan yang baik untuk anak usia penyapihan. Status gizi baik atau status

gizi optimal terjadi bilamana kondisi tubuh memperoleh kecukupan zat gizi

yang digunakan secara efisien, sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik,

perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada

tingkat yang setinggi mungkin. Konsumsi energi protein merupakan

banyaknya energi dan protein dari makanan yang dimakan. Dimana tubuh

akan mendapatkan kesehatan gizi yang optimal (Suharjo, 2017)

37
2. Bagan Kerangka Konsep

Berdasarkan dasar pemikiran variabel maka skema kerangka konsep

penelitian ini adalah:

Independen Dependen

Umur

Pengetahuan
Status Gizi
Paritas Kurang

Pendidikan

Pekerjaan

Keterangan :

: Variabel Independen

: Variabel Dependen

H. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif

Variabel
Definisi Operasional Cara Ukur Kriteria Objektif
Penelitian

Status Gizi Gizi kurang yang Kuesioner Ya : Jika berada pada


Kurang dimaksud dalam tabel antropometri -3SD
penelitian ini adalah sampai <-2SD
baduta yang memiliki
berat badan tidak sesuai Tidak : Jika berada
dengan umur (BB/U). pada tabel antropometri
-2 SD sampai 2 SD
Umur Usia ibu adalah Kuesioner Beresiko : Jika umur
dihitung berdasarkan ibu <20 tahun dan >35
tanggal lahir yang tahun
ditulis dalam tahun dari
tanggal lahir sampai Tidak Beresiko : Jika
ulang tahun terakhir umur ibu 20-35 tahun

38
Pengetahuan Pengetahuan yang Kuesioner Baik : Jika responden
dimaksud dalam mendapatkan skor
penelitian ini adalah ≥50% dari seluruh
segala sesuatu yang pertanyaan.
diketahui oleh ibu
mengenai status gizi Kurang : Jika
kurang responden mendapatkan
skor <50% dari seluruh
pertanyaan
Sumber : Arikunto
(2018).
Paritas Paritas adalah jumlah Kuesioner Primipara : Jika ibu
anak yang hidup atau melahirkan 1 Kali
jumlah kehamilan yang
menghasilkan janin Multipara : Jika ibu
yang mampu hidup melahirkan 2-3 Kali
diluar rahim
Pendidikan Pendidikan adalah Kuesioner Tinggi : Jika
usaha sadar untuk berpendidikan SMA-
menyiapkan peserta Perguruan Tinggi.
didik melalui kegiatan
bimbingan, pengajaran, Rendah : Jika
dan atau latihan bagi berpendidikan SD-SMP
peranannya di masa
yang akan datang.
Pekerjaan Pekerja adalah setiap Kuesioner Bekerja : Jika ibu
orang yang bekerja bekerja diluar rumah.
dengan menerima upah
dan imbalan dalam Tidak Bekerja : Jika ibu
bentuk lain. bekerja sebagai IRT.

I. Hipotesis

Berdasarkan pada masalah, tujuan, tinjauan pustaka dan kerangka konsep

maka hipotesis yang diajukan yakni :

1. Hipotesis Null (Ho)

a. Tidak ada hubungan umur dengan status gizi kurang baduta di

Puskesmas Dana Kecamatan Watopute Kabupaten Muna.

b. Tidak ada hubungan pengetahuan dengan status gizi kurang baduta di

Puskesmas Dana Kecamatan Watopute Kabupaten Muna.

39
c. Tidak ada hubungan paritas dengan status gizi kurang baduta di

Puskesmas Dana Kecamatan Watopute Kabupaten Muna.

d. Tidak ada hubungan pendidikan dengan status gizi kurang baduta di

Puskesmas Dana Kecamatan Watopute Kabupaten Muna.

e. Tidak ada hubungan pekerjaan dengan status gizi kurang baduta di

Puskesmas Dana Kecamatan Watopute Kabupaten Muna.

2. Hipotesis Alternatif (Ha)

a. Ada hubungan umur dengan status gizi kurang baduta di Puskesmas

Dana Kecamatan Watopute Kabupaten Muna.

b. Ada hubungan pengetahuan dengan status gizi kurang baduta di

Puskesmas Dana Kecamatan Watopute Kabupaten Muna.

c. Ada hubungan paritas dengan status gizi kurang baduta di Puskesmas

Dana Kecamatan Watopute Kabupaten Muna.

d. Ada hubungan pendidikan dengan status gizi kurang baduta di

Puskesmas Dana Kecamatan Watopute Kabupaten Muna.

e. Ada hubungan pekerjaan dengan status gizi kurang baduta di Puskesmas

Dana Kecamatan Watopute Kabupaten Muna.

40
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah kuantitatif dengan pendekatan

Cross Sectional Study adalah jenis penelitian yang menekankan pada waktu

pengukuran/ observasi data variabel independen dan dependen, pada satu saat,

Pengukuran variabel tidak terbatas harus tepat satu waktu bersamaan namun

mempunyai makna bahwa setiap subjek hanya dikenai satu kali pengukuran

tanpa dilakukan pengulangan pengukuran (Notoatmodjo, S, 2018).

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Puskesmas Dana Kecamatan Watopute

Kabupaten Muna.

2. Waktu penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 14-28 Juli 2022.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek atau subjek yang akan diteliti.

Populasi dalam penelitian ini adalah semua baduta yang berada di

Kelurahan Fookuni Kecamatan Katobu Kabupaten Muna sebanyak 298

orang.

41
41
2. Sampel

Sampel adalah bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian dari

karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Sampel dalam penelitian ini

adalah baduta mengalami gizi kurang dan berada di Kelurahan Fookuni

Kecamatan Katobu Kabupaten Muna sebanyak 75 orang.

Menghitung ukuran jumlah sampel dari sebuah populasi yang telah

ditentukan dapat menggunakan rumus slovin :

n= N
1+N (d)2

n= 298
1+298 (0,1)2

n= 298
1+298(0,01)

n= 298
3,98

n = 74,87

Jadi sampel yang didapatkan sebanyak 75 orang

D. Teknik Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel secara Purposive Sampling yaitu pengambilan

sampel dengan mengambil data untuk mengkaji status gizi anak dengan

membatasi kriteria yang ditetapkan.

1. Kriteria Inklusi

a. Semua ibu yang memiliki baduta dan berada di Kelurahan Fookuni

Kecamatan Katobu Kabupaten Muna.

b. Semua ibu baduta yang berada ditempat penelitian berlangsung

42
c. Bersedia akan diwawancarai / mengisi kuesioner

2. Kriteria Eksklusi

a. Tidak berada di tempat pada saat penelitian berlangsung

b. Tidak bersedia menjadi responden

E. Instrumen Penelitian

Untuk mendapatkan informasi yang diinginkan peneliti menggunakan

kuisioner sebagai instrumen pengumpulan data yang dikembangkan oleh

peneliti menurut variabel yang akan diteliti dan berdasarkan tinjauan literatur.

Melalui observasi dan wawancara berdasarkan kuesioner.

F. Langkah Pengolahan Data

1. Penyunting data (editing)

Setelah data terkumpul, peneliti akan mengadakan seleksi dan editing

yakni memeriksa setiap kuesioner yang telah diisi mengenai kebenaran data

yang sesuai dengan variabel.

2. Pengkodean (coding)

Untuk memudahkan pengolahan data maka semua jawaban atau data

diberi kode, pengkodean ini dilakukan dengan memberikan simbol dari

setiap jawaban.

3. Entri data

Entri data adalah kegiatan memasukkan data yang telah dikumpulkan

kedalam master table atau database computer, kemudian membuat distribusi

frekuensi sederhana atau bisa juga dengan membuat tabel kontigensi.

43
4. Tabulasi (Tabulating)

Untuk memudahkan tabulasi data maka dibuat table untuk

menganalisa data tersebut menurut sifat yang dimiliki sesuai tujuan

penelitian.

G. Analisis Data

1. Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan untuk memperoleh gambaran umum

dengan cara mendeskripsikan tiap-tiap variabel dalam penelitian yaitu

dengan membuat tabel distribusi frekuensi dan narasi.

2. Analisis Bivariat

Data yang dikumpulkan dalam penelitian diproses secara analitik

dengan uji Chi Square dan hasil tersebut akan diolah untuk menentukan

adanya hubungan variabel independen dan variabel dependen (Arikunto,

2018).

44
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada tanggal 08 Maret s/d 08 April 2022. Jenis

penelitian ini adalah metode observasional dengan pendekatan Cross Sectional

Study. Populasi dalam penelitian ini adalah semua baduta yang berada di

Puskesmas Dana Kecamatan Watopute Kabupaten Muna sebanyak 298 orang

diperoleh sampel sebanyak 75 orang dengan teknik Purposive Sampling.

1. Analisis Univariat

Tabel 4.1
Distribusi Responden Berdasarkan Umur Ibu
Di Puskesmas Dana Kecamatan Watopute
Kabupaten Muna
Tahun 2022
Persentase
Umur Frekuensi
(%)
<20 dan >35 Tahun 34 45,3
20-35 Tahun 41 54,7
Jumlah 75 100,0
Sumber : Data Primer 2022

Berdasarkan tabel 4.1 menunjukkan bahwa dari 75 orang dijadikan

sampel, yang berumur <20 dan >35 tahun sebanyak 34 orang (45,3%) dan

umur 20-35 tahun sebanyak 41 orang (54,7%).

45
45
Tabel 4.2
Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan
Di Puskesmas Dana Kecamatan Watopute
Kabupaten Muna
Tahun 2022
Pengetahuan Frekuensi Persentase (%)
Baik 41 54,7
Kurang 34 45,3
Jumlah 75 100,0
Sumber : Data Primer 2022

Berdasarkan tabel 4.2 menunjukkan bahwa dari 75 orang dijadikan

sampel, berpengetahuan baik sebanyak 41 orang (54,7%) dan berpengetahuan

kurang sebanyak 34 orang (45,3%).

Tabel 4.3
Distribusi Responden Berdasarkan Paritas
Di Puskesmas Dana Kecamatan Watopute
Kabupaten Muna
Tahun 2022
Paritas Frekuensi Persentase (%)
Primipara 36 48,0
Multipara 39 52,0
Jumlah 75 100,0
Sumber : Data Primer 2022

Berdasarkan tabel 4.3 menunjukkan bahwa dari 75 orang dijadikan

sampel, yang memiliki paritas primipara sebanyak 36 orang (48,0%), paritas

multipara sebanyak 39 orang (52,0%).

46
Tabel 4.4
Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan
Di Puskesmas Dana Kecamatan Watopute
Kabupaten Muna
Tahun 2022
Pendidikan Frekuensi Persentase (%)
Tinggi 40 53,3
Rendah 35 46,7
Jumlah 75 100,0
Sumber : Data Primer 2022

Berdasarkan tabel 4.4 menunjukkan bahwa dari 75 orang dijadikan

sampel, berpendidikan tinggi sebanyak 40 orang (53,3%) dan berpendidikan

rendah sebanyak 35 orang (46,7%).

Tabel 4.5
Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan
Di Puskesmas Dana Kecamatan Watopute
Kabupaten Muna
Tahun 2022
Pekerjaan Frekuensi Persentase (%)
Bekerja 34 45,3
Tidak Bekerja 41 54,7
Jumlah 75 100,0
Sumber : Data Primer 2022

Berdasarkan tabel 4.5 menunjukkan bahwa dari 75 orang dijadikan

sampel, yang bekerja sebanyak 34 orang (45,3%) dan tidak bekerja sebanyak

41 orang (54,7%).

47
Tabel 4.6
Distribusi Responden Berdasarkan Status Gizi Kurang
Di Puskesmas Dana Kecamatan Watopute
Kabupaten Muna
Tahun 2022
Status Gizi Kurang Frekuensi Persentase (%)
Ya 32 42,7
Tidak 43 57,3
Jumlah 75 100,0
Sumber : Data Primer 2022

Berdasarkan tabel 4.6 menunjukkan bahwa dari 75 orang dijadikan

sampel, ibu yang memiliki baduta gizi kurang sebanyak 32 orang (42,7%) dan

tidak mengalami gizi kurang sebanyak 43 orang (57,3%).

2. Analisis Bivariat

Tabel 4.7
Hubungan Umur Ibu Dengan Status Gizi Kurang
Di Puskesmas Dana Kecamatan Watopute
Kabupaten Muna
Tahun 2022
Status Gizi Kurang
Jumlah Nilai p
Umur Ibu Ya Tidak
f % f % n %
<20 dan >35 Tahun 29 85,3 5 14,7 34 100
0,000
20-35 Tahun 3 7,3 38 92,7 41 100
Jumlah 32 42,7 43 57,3 75 100
Sumber : Data Primer 2022

Tabel 4.7 menunjukkan bahwa dari 75 orang yang dijadikan sebagai

sampel, responden dengan umur <20 dan >35 tahun sebanyak 34 orang,

terdapat 29 orang (85,3%) ibu memiliki baduta gizi kurang dan 5 orang

(14,7%) tidak mengalami gizi kurang. Sedangkan responden dengan umur 20-

48
35 tahun sebanyak 41 orang, terdapat 3 orang (7,3%) ibu memiliki baduta gizi

kurang dan 38 orang (92,7%) tidak mengalami gizi kurang.

Dengan menggunakan uji Chi-Square didapatkan ρ=0,000<dari α=0,05,

ini berarti Ho ditolak dan Ha diterima. Dengan demikian ada hubungan umur

dengan status gizi kurang pada baduta.

Tabel 4.8
Hubungan Pengetahuan Ibu Dengan Status Gizi Kurang
Di Puskesmas Dana Kecamatan Watopute
Kabupaten Muna
Tahun 2022
Status Gizi Kurang
Jumlah Nilai p
Pengetahuan Ibu Ya Tidak
f % f % n %
Baik 4 9,8 37 90,2 41 100
0,000
Kurang Baik 28 82,4 6 17,6 34 100
Jumlah 32 42,7 43 57,3 75 100
Sumber : Data Primer 2022

Tabel 4.8 menunjukkan bahwa dari 75 orang yang dijadikan sebagai

sampel, ibu yang berpengetahuan baik sebanyak 41 orang, terdapat 4 orang

(9,8%) memiliki baduta gizi kurang dan 37 orang (90,2%) tidak memiliki

baduta gizi kurang. Sedangkan yang berpengetahuan kurang sebanyak 34

orang, terdapat 28 orang (82,4%) memiliki baduta gizi kurang dan 6 orang

(17,6%) tidak memiliki baduta gizi kurang.

Dengan menggunakan uji Chi-Square didapatkan ρ=0,000<dari α=0,05,

ini berarti Ho ditolak dan Ha diterima. Dengan demikian ada hubungan

pengetahuan ibu dengan status gizi kurang pada baduta.

49
Tabel 4.9
Hubungan Paritas Ibu Dengan Status Gizi Kurang
Di Puskesmas Dana Kecamatan Watopute
Kabupaten Muna
Tahun 2022
Status Gizi Kurang
Jumlah Nilai p
Paritas Ibu Ya Tidak
f % f % n %
Primipara 22 61,1 14 38,9 36 100
0,002
Multipara 10 25,6 29 74,4 39 100
Jumlah 32 42,7 43 57,3 75 100
Sumber : Data Primer 2022

Tabel 4.9 menunjukkan bahwa dari 75 orang yang dijadikan sebagai

sampel, ibu dengan paritas primipara sebanyak 36 orang, terdapat 22 orang

(61,1%) memiliki baduta gizi kurang dan 14 orang (38,9%) tidak mengalami

gizi kurang. Sedangkan paritas multipara sebanyak 39 orang, terdapat 10 orang

(25,6%) memiliki baduta gizi kurang dan 29 orang (74,4%) tidak mengalami

gizi kurang.

Dengan menggunakan uji Chi-Square didapatkan ρ=0,002<dari α=0,05,

ini berarti Ho ditolak dan Ha diterima. Dengan demikian ada hubungan paritas

dengan status gizi kurang pada baduta.

50
Tabel 4.10
Hubungan Pendidikan Ibu Dengan Status Gizi Kurang
Di Puskesmas Dana Kecamatan Watopute
Kabupaten Muna
Tahun 2022
Status Gizi Kurang
Jumlah Nilai p
Pendidikan Ibu Ya Tidak
f % f % n %
Tinggi 2 5,0 38 95,0 40 100
0,000
Rendah 30 85,7 5 14,3 35 100
Jumlah 32 42,7 43 57,3 75 100
Sumber : Data Primer 2022

Tabel 4.10 menunjukkan bahwa dari 75 orang yang dijadikan sebagai

sampel, ibu dengan pendidikan tinggi sebanyak 40 orang, terdapat 2 orang

(5,0%) memiliki baduta gizi kurang dan 38 orang (95,0%) tidak mengalami

gizi kurang. Sedangkan yang berpendidikan rendah sebanyak 35 orang,

terdapat 30 orang (85,7%) memiliki baduta gizi kurang dan 5 orang (14,3%)

tidak mengalami gizi kurang

Dengan menggunakan uji Chi-Square didapatkan ρ=0,000<dari α=0,05,

ini berarti Ho ditolak dan Ha diterima. Dengan demikian ada hubungan

pendidikan dengan status gizi kurang pada baduta.

51
Tabel 4.11
Hubungan Pekerjaan Ibu Dengan Status Gizi Kurang
Di Puskesmas Dana Kecamatan Watopute
Kabupaten Muna
Tahun 2022
Status Gizi Kurang
Jumlah Nilai p
Pekerjaan Ibu Ya Tidak
f % f % n %
Bekerja 26 76,5 8 23,5 34 100
0,000
Tidak Bekerja 6 14,6 35 85,4 41 100
Jumlah 32 42,7 43 57,3 75 100
Sumber : Data Primer 2022

Tabel 4.11 menunjukkan bahwa dari 75 orang yang dijadikan sebagai

sampel, ibu yang bekerja sebanyak 34 orang, terdapat 26 orang (76,5%)

memiliki baduta gizi kurang dan 8 orang (23,5%) tidak mengalami gizi kurang.

Sedangkan yang tidak bekerja sebanyak 41 orang, terdapat 6 orang (14,6%)

memiliki baduta gizi kurang dan 35 orang (85,4%) tidak mengalami gizi

kurang

Dengan menggunakan uji Chi-Square didapatkan ρ=0,000<dari α=0,05,

ini berarti Ho ditolak dan Ha diterima. Dengan demikian ada hubungan

pekerjaan ibu dengan status gizi kurang pada baduta.

B. Pembahasan

1. Hubungan Umur Ibu Dengan Status Gizi Kurang Pada Baduta

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 75 orang yang dijadikan

sebagai sampel, responden dengan umur <20 dan >35 tahun sebanyak 34

orang, terdapat 29 orang (85,3%) ibu memiliki baduta gizi kurang dan 5

orang (14,7%) tidak mengalami gizi kurang. Sedangkan responden dengan

52
umur 20-35 tahun sebanyak 41 orang, terdapat 3 orang (7,3%) ibu memiliki

baduta gizi kurang dan 38 orang (92,7%) tidak mengalami gizi kurang.

Dengan menggunakan uji Chi-Square didapatkan ρ=0,000<dari α=0,05,

ini berarti Ho ditolak dan Ha diterima. Dengan demikian ada hubungan

umur dengan status gizi kurang pada baduta.

Hasil penelitian ini sejalan dengan yang dilakukan oleh Rinawati (2020)

menunjukkan bahwa dari 42 orang dijadikan sebagai sampel, terdapat 26

orang dengan umur <20 dan >35 tahun mengalami gizi kurang dengan nilai

p=0,006 yang berarti Ho ditolak dan Ha diterima.

Faktor umur merupakan faktor secara tidak langsung mempengaruhi

status gizi baduta, faktor umur kehamilan ibu ini secara langsung

mempengaruhi kesehatan reproduksi pada kehamilan ibu, yaitu menentukan

tercapainya potensi genetik optimal, yaitu faktor pranatal dan pascanatal.

Dalam penelitian ini umur kehamilan ibu <20 dan >35 tahun memiliki

prosentasi kejadian gizi kurang lebih besar dibanding dengan status gizi

normal. Tetapi berdasarkan hasil analisis yang dilakukan antara umur ibu

dengan status gizi tidak terdapat hubungan yang signifikan. Hal ini bisa

terjadi karena faktor lain yaitu faktor pengetahuan ibu, dimana pada

penelitian ini umur ibu masih tergolong umur kehamilan muda, bisa

dikarenakan kurangnya pengetahuan ibu tentang gizi, faktor umur juga

sangat mempengaruhi tingkat pengetahuan ibu tentang gizi, jadi umur ibu

yang masih muda, belum memiliki banyak pengetahuan yang cukup

53
mengenai gizi, baik ibu pada saat hamil maupun pasca melahirkan

(Cunningham, FG, 2018)

2. Hubungan Pengetahuan Ibu Dengan Status Gizi Kurang Pada Baduta

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 75 orang yang dijadikan

sebagai sampel, ibu yang berpengetahuan baik sebanyak 41 orang, terdapat

4 orang (9,8%) memiliki baduta gizi kurang dan 37 orang (90,2%) tidak

memiliki baduta gizi kurang. Sedangkan yang berpengetahuan kurang

sebanyak 34 orang, terdapat 28 orang (82,4%) memiliki baduta gizi kurang

dan 6 orang (17,6%) tidak memiliki baduta gizi kurang.

Dengan menggunakan uji Chi-Square didapatkan ρ=0,000<dari

α=0,05, ini berarti Ho ditolak dan Ha diterima. Dengan demikian ada

hubungan pengetahuan ibu dengan status gizi kurang pada baduta

Hasil penelitian ini sejalan dengan yang dilakukan oleh Erwainda

(2018) menunjukkan bahwa dari 59 orang dijadikan sebagai sampel,

terdapat 31 orang ibu memiliki pengetahuan kurang mengalami gizi kurang

pada badutanya dengan nilai p=0,006 yang berarti Ho ditolak dan Ha

diterima

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting

untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior). Dari pengalaman

dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih

langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan.

Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan

penginderaan pada objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra

54
manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.

Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga

(Notoatmodjo, S, 2018).

Pengetahuan itu sendiri dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti

faktor pendidikan formal. Pengetahuan sangat erat hubungannya dengan

pendidikan, dimana diharapkan bahwa dengan pendidikan yang tinggi maka

orang tersebut akan semakin luas pula pengetahuannya. Akan tetapi perlu

ditekankan, bukan berarti seseorang yang berpendidikan rendah mutlak

berpengetahuan rendah pula. Hal ini mengingat bahwa peningkatan

pengetahuan tidak mutlak diperoleh dari pendidikan formal saja, akan tetapi

dapat diperoleh melalui pendidikan non formal. Pengetahuan seseorang

tentang suatu objek mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan aspek

negatif. Kedua aspek ini yang akan menentukan sikap seseorang, semakin

banyak aspek positif dan objek yang diketahui, maka akan menimbulkan

sikap makin positif terhadap objek tertentu. Pengetahuan mempunyai enam

tingkatan yaitu: (Notoatmodjo, S, 2018)

3. Hubungan Paritas Ibu Dengan Status Gizi Kurang Pada Baduta

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 75 orang yang dijadikan

sebagai sampel, ibu dengan paritas primipara sebanyak 36 orang, terdapat

22 orang (61,1%) memiliki baduta gizi kurang dan 14 orang (38,9%) tidak

mengalami gizi kurang. Sedangkan paritas multipara sebanyak 39 orang,

terdapat 10 orang (25,6%) memiliki baduta gizi kurang dan 29 orang

(74,4%) tidak mengalami gizi kurang.

55
Dengan menggunakan uji Chi-Square didapatkan ρ=0,002<dari

α=0,05, ini berarti Ho ditolak dan Ha diterima. Dengan demikian ada

hubungan paritas dengan status gizi kurang pada baduta.

Hasil penelitian ini sejalan dengan yang dilakukan oleh Farnita (2018)

menunjukkan bahwa dari 82 orang dijadikan sebagai sampel, terdapat 49

orang ibu dengan paritas multipara mengalami gizi kurang pada badutanya

dengan nilai p=0,031 yang berarti Ho ditolak dan Ha diterima

Paritas atau jumlah kelahiran sangat berkaitan dengan jarak kelahiran.

Semakin tinggi paritasnya, maka semakin pendek jarak kelahirannya. Paritas

ibu dengan status gizi. Dalam penelitian ini paritas tidak menunjukkan ada

hubungan dengan kejadian status gizi, dikarenakan pada penelitian ini

subyek yang dilakukan untuk penelitian adalah dari keluarga yang memiliki

jamkesmas, dimana keluarga ini memang dari segi ekonomi masih di bawah

standar pendapatan memenuhi kebutuhannya, jadi akan mempengaruhi daya

beli keluarga dalam memenuhi kebutuhannya, maka dari itu dalam

penelitian ini faktor paritas ibu bukan merupakan faktor permasalah

terjadinya kasus gizi kurang pada baduta, tetapi karena faktor lain, yaitu

faktor sosial ekonomi yang secara tidak langsung mempengaruhi status gizi

baduta, karena kemampuan daya beli keluarga dalam memperoleh makanan

masih tergolong rendah. Paritas dikatakan tinggi bila seorang wanita

melahirkan anak ke-4 atau lebih. Anak dengan urutan paritas yang lebih

tinggi seperti anak kelima, keenam dan seterusnya ternyata kemungkinan

untuk menderita gangguan gizi lebih besar dibandingkan dengan anak.

56
Bahaya yang mungkin beresiko terhadap seorang anak timbul apabila terjadi

kelahiran lagi, sedangkan sebelumnya masih minum ASI, sehingga ibu

beralih pada anak yang baru lahir (Bartini, 2018)

4. Hubungan Pendidikan Ibu Dengan Status Gizi Kurang Pada Baduta

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 75 orang yang dijadikan

sebagai sampel, ibu dengan pendidikan tinggi sebanyak 40 orang, terdapat 2

orang (5,0%) memiliki baduta gizi kurang dan 38 orang (95,0%) tidak

mengalami gizi kurang. Sedangkan yang berpendidikan rendah sebanyak 35

orang, terdapat 30 orang (85,7%) memiliki baduta gizi kurang dan 5 orang

(14,3%) tidak mengalami gizi kurang.

Dengan menggunakan uji Chi-Square didapatkan ρ=0,000<dari

α=0,05, ini berarti Ho ditolak dan Ha diterima. Dengan demikian ada

hubungan pendidikan dengan status gizi kurang pada baduta.

Hasil penelitian ini sejalan dengan dilakukan oleh Riana, L (2019)

menunjukkan bahwa dari 103 orang dijadikan sebagai sampel, terdapat 73

orang ibu memiliki pendidikan rendah mengalami gizi kurang pada

badutanya dengan nilai p=0,006 yang berarti Ho ditolak dan Ha diterima

Status gizi kurang lebih banyak ditemukan pada ibu dengan

pendidikan lanjut. Kemungkinan hal ini dapat terjadi karena tingkat

pendidikan ibu yang tinggi tidak diimbangi dengan pengetahuan gizi yang

baik. Keadaan ini dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya perilaku

makan, kebiasaan makan, waktu, budaya, pemilihan makanan, lingkungan

fisik/sosial dan status pekerjaan ibu, ibu yang bekerja (terutama diluar

57
rumah) tidak mempunyai waktu yang cukup seperti ibu yang tidak bekerja

untuk menyediakan makanan yang bergizi bagi anak

Tingkat pendidikan merupakan salah satu indikator sosial dalam

masyarakat karena melalui pendidikan ibu merupakan salah satu indikator

sosial masyarakat karena melalui pendidikan sikap tingkah laku manusia

dapat meningkat dan berubah citra sosialnya. Pendidikan ibu merupakan

modal utama dalam menunjang ekonomi keluarga, juga berperan

penyusunan makan keluarga serta pengasuhan keluarga, juga berperan

dalam penyusunan makan keluarga serta pengasuhan dan perawatan anak,

pengaruh pendidikan terhadap status gizi baduta dikarenakan pendidikan

yang ada di tempat penelitian cukup baik namun dengan pendidikan yang

responden miliki masih kurang dipraktekan dalam kehidupan sehari-hari.

Makin tinggi pendidikan, pengetahuan, keterampilan terdapat kemungkinan

makin baik tingkat ketahanan pangan keluarga, makin baik pula pengasuhan

anak, dan makin banyak keluarga memanfaatkan pelayanan kesehatan yang

ada demikian juga sebaliknya Seseorang yang hanya tamat sekolah dasar

belum tentu kurang mampu menyusun makanan yang memenuhi

persyaratan gizi dibandingkan orang lain yang pendidikannya tinggi. Karena

sekalipun pendidikannya rendah jika orang tersebut rajin mendengarkan

penyuluhan gizi bukan mustahil pengetahuan gizinya akan lebih baik.

Hanya saja tetap harus dipertimbangkan bahwa faktor tingkat pendidikan

turut pula menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan memahami

pengetahuan gizi yang mereka peroleh.

58
5. Hubungan Pekerjaan Ibu Dengan Status Gizi Kurang Pada Baduta

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 75 orang yang dijadikan

sebagai sampel, ibu yang bekerja sebanyak 34 orang, terdapat 26 orang

(76,5%) memiliki baduta gizi kurang dan 8 orang (23,5%) tidak mengalami

gizi kurang. Sedangkan yang tidak bekerja sebanyak 41 orang, terdapat 6

orang (14,6%) memiliki baduta gizi kurang dan 35 orang (85,4%) tidak

mengalami gizi kurang.

Dengan menggunakan uji Chi-Square didapatkan ρ=0,000<dari

α=0,05, ini berarti Ho ditolak dan Ha diterima. Dengan demikian ada

hubungan pekerjaan ibu dengan status gizi kurang pada baduta.

Hasil penelitian ini sejalan dengan yang dilakukan oleh Turwanita

(2020) menunjukkan bahwa dari 85 orang dijadikan sebagai sampel,

terdapat 41 orang ibu yang bekerja mengalami gizi kurang pada badutanya

dengan nilai p=0,006 yang berarti Ho ditolak dan Ha diterima

Salah satu dampak negatif yang dikhawatirkan timbul sebagai akibat

dari keikutsertaan ibu-ibu pada kegiatan diluar rumah adalah keterlantaran

anak terutama anak baduta, padahal masa depan kesehatan anak dipengaruhi

oleh pengasuhan dan keadaan gizi sejak usia bayi sampai nak berusia 5

tahun merupakan usia penting. Karena pada umur tersebut anak belum dapat

melayani kebutuhan sendiri dan bergantung pada pengasuhnya. Oleh karena

itu alangkah baiknya baduta yang ditinggalkan dapat dipercayakan kepada

pengasuh atau anggota keluarga lain untuk dirawat dan diberi konsumsi

makanan yang baik. Selain itu pekerjaan seseorang dapat dipengaruhi oleh

59
tingkat pendidikan. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka, kesempatan

untuk mendapatkan pekerjaan semakin besar. Jenis pekerjaan yang

dilakukan akan berpengaruh terhadap besar pendapatan yang diterima.

Peningkatan pendapatan akan mengakibatkan individu cenderung

meningkatkan kualitas konsumsi pangannya, sedangkan tingkat pendapatan

yang lebih rendah, kualitas pangan diutamakan pada pangan padat energi

60
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dilaksanakan di Puskesmas Dana Kecamatan

Watopute Kabupaten Muna diperoleh kesimpulan :

1. Ada hubungan signifikan antara umur ibu dengan status gizi kurang pada

baduta dengan nilai p=0,000. Hal ini menunjukkan bahwa dominan umur

ibu berusia <20 dan >35 tahun memiliki baduta mengalami gizi kurang

dibandingkan umur ibu berusia 20-35 tahun.

2. Ada hubungan signifikan antara pengetahuan ibu dengan status gizi kurang

pada baduta dengan nilai p=0,000. Hal ini menunjukkan bahwa dominan

ibu berpengetahuan kurang memiliki baduta mengalami gizi kurang

dibandingkan ibu berpengetahuan baik.

3. Ada hubungan signifikan antara paritas dengan status gizi kurang pada

baduta dengan nilai p=0,002. Hal ini menunjukkan bahwa dominan ibu

memiliki paritas primipara mempunyai baduta mengalami gizi kurang

dibandingkan ibu dengan paritas multipara.

4. Ada hubungan signifikan antara pendidikan dengan status gizi kurang pada

baduta dengan nilai p=0,000. Hal ini menunjukkan bahwa dominan ibu

berpendidikan rendah memiliki baduta mengalami gizi kurang dibandingkan

ibu berpendidikan tinggi.

5. Ada hubungan signifikan antara pekerjaan dengan status gizi kurang pada

baduta dengan nilai p=0,000. Hal ini menunjukkan bahwa dominan ibu

61
61
bekerja memiliki baduta mengalami gizi kurang dibandingkan ibu yang

tidak bekerja.

B. Saran

Setelah dilakukan penelitian maka diperoleh kesimpulan maka penulis

memberikan beberapa saran sebagai berikut:

1. Mengadakan penyuluhan dengan memasukkan materi mengenai cara

pemberian makan balita, zat gizi yang terkandung dalam makanan, asupan

makanan yang seharusnya terpenuhi untuk mencegah penyakit infeksi dan

gangguan pertumbuhan baduta

2. Ibu lebih rutin mencari informasi tentang pemenuhan zat gizi balita, manfaat

zat gizi baduta dan tanda-tanda gangguan pertumbuhan baduta

3. Melakukan penelitian mengenai asupan makanan masyarakat pegunungan

dengan pendapatan masyarakat pegunungan terhadap status gizi baduta

62
DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, S. 2017. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT GramediaPustakaUtama.

Amarita. 2018. Analisis Studi Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Widya
karya Nasional Pangan dan Gizi VII

Arif, N. 2017. Tumbuh Kembang Anak Dan Remaja. Jakarta: EGC.

Arsita, 2017. Kesehatan Ibu dan Anak Berbasis Millenium Development Goals.
Jakarta: EGC.

Arikunto, S. 2018. Dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta, Bumi Aksara.

Aritonang, I. 2017. Pemantauan Pertumbuhan Baduta Petunjuk Praktis Menilai


Status Gizi dan Kesehatan. Yogyakarta: Kanisius.

Dedi Alamsyah, dkk. 2017. Beberapa Faktor Risiko Gizi Kurang dan Gizi Buruk
Pada Baduta 12-59 Tahun. Jurnal Vokasi Kesehatan Volume 1 Nomor 5

Fitri, KR. 2017. Faktor Risiko Underweight Baduta Umur 7-59 Bulan.
http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/kemas. ISSN 1858-1196

Hidayat, A. 2018.Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Salemba Medika: Jakarta.

I Gusti, ATS. 2018. Gambaran Status Gizi Pada Anak TK di Wilayah Kerja UPT
Kesmas Blahbatuh II Kabupaten Gianyar Tahun 2015. E-Jurnal Medika
Volume 6 Nomor 6

Kemenkes, 2021. Profil Kesehatan Kementrian Kesehatan Republik Indoonesia.

Lilis, Fauziah. 2017. Faktor Risiko Kejadian Gizi Kurang Pada Baduta Usia 24-
59 Bulan di Kelurahan Taipa Kota Palu. Jurnal Ilmiah Kedokteran Volume
4 Nomor 3.

Merryana, A. 2018. Pola Makan Pada Baduta Dengan Status Gizi Kurang di
Jawa Timur, Jawa Tengah dan Kalimantan Tengah. Buletin Penelitian
Sistem Kesehatan Volume 16 Nomor 2

Moehji, S. 2019. Pengetahuan Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Papas SinarSinatri

Notoatmodjo, S. 2018. Metedologi Penelitian Kesehatan. Edisi Ketiga. Jakarta:


Rineka Cipta.

Notoatmodjo, S. 2018. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta

63
Nursalam. 2017. Ilmu Perilaku Masyarakat. Jakarta: EGC

Nina, DL. 2018. Analisis Determinan Gizi Kurang Pada Baduta di Kulon Progo
Yogyakarta. Indonesian Journal Nursing Practices Volume 1 Nomor 1
Desember 2018.

Nurul Isnaini. 2018. Hubungan Antara Pola Asuh, Pola Makan dan Penyakit
Infeksi Terhadap Kejadian Gizi Buruk Pada Baduta di Kabupaten Magetan
(Jurnal pdf).

Profil Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2021

Putu, 2017. PsikologiIbu Dan Anak. Jakarta: Fitramaya

Sediaoetama, AD, 2017. Penilaian Status Gizi Anak. Jakarta : EGC

Suhardjo. 2017. Berbagai Cara Pendidikan Gizi. Jakarta: Bumi Aksara

Soetjiningsih, 2018. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta : EGC

Silvera, O. 2017. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi Buruk


Pada Baduta di Kota Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat (e-journal)
Volume 5 nomor 3 Juli 2017. ISSN 22356-3346.

Ursula, DM. 2018. Aspek Sosial Ekonomi dan Kaitannya Dengan Masalah Gizi
Kurang di Kabupaten Manggarai Nusa Tenggara Timur. Jurnal Gizi dan
Pangan Volume 2 (3).

Wiko, S. 2017. Faktor Demografi dan Risiko Gizi Buruk dan Gizi Kurang.
Makara Kesehatan Volume 16 Nomor 2

Wira, M. 2018. Analisis Permasalahan Status Gizi Kurang Pada Baduta di


Puskesmas Teupah Selatan Kabupaten Simeuleu. Jurnal Kesehatan Global
Volume 1 Nomor 3 September 2018

WHO. 2021. Prevalensi Kejadian Status Gizi Kurang di Dunia dan Negara
Berkembang.

64
L

65
LAMPIRAN I

LEMBAR INFORMED CONSENT

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama :

Alamat :

Bersedia dan tidak keberatan menjadi responden dalam penelitian yang

dilakukan oleh mahasiswi STIK Tamalatea Makassar atas:

Nama : Wa Ode Marsela

Nim : 1810066

Judul : Faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi Baduta

Berdasarkan Karakteristik Ibu di Kelurahan Fookuni Kecamatan

Katobu Kabupaten Muna.

Saya berharap dalam penelitian tidak mempunyai dampak negatif serta

merugikan bagi saya dan keluarga pasien, sehingga pertanyaan yang akan saya

jawab benar-benar akan dirahasiakan. Pemberian pertanyaan saya buat dengan

sukarela tanpa paksaan dari manapun untuk digunakan sebagaimana mestinya.

Kabupaten Muna, Mei 2022

Responden

66
LAMPIRAN II

KUESIONER PENELITIAN

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN STATUS GIZI BADUTA


BERDASARKAN KARAKTERISTIK IBU DI KELURAHAN
FOOKUNI KECAMATAN KATOBU
KABUPATEN MUNA

A. Karakteristik Rumah Tangga

1. Nama :

2. Alamat :

3. No. Tlp :

4. Pendidikan Ibu dan Ayah :

5. Pekerjaan Ibu dan Ayah :

6. Umur Ibu dan Ayah :

7. Paritas :

a. Jumlah Paritas Anak :

b. Jumlah Keguguran :

8. Usia Pertama Kali Ibu Hamil :

B. Identitas Baduta

1. Nama :

2. TTL :

3. Umur :

4. Berat Badan :

5. Tinggi Badan :

67
C. Pengetahuan

No Pertanyaan Ya Tidak
Menurut ibu gizi kurang adalah baduta yang tidak sesuai √
1
umur dengan berat badan maupun tinggi badannya
Pemberian makanan baduta gizi kurang sebaiknya √
2
disesuaikan dengan Usia dan kebutuhan gizi baduta
Penderita gizi kurang sebaiknya diberikan makanan terdiri √
3
atas karbohidrat, protein, vitamin, mineral, dan air
Baduta gizi kurang mendapatkan energi dari 3 jenis zat gizi, √
4
yaitu karbohidrat, protein dan vitamin
Baduta yang mengalami gizi kurang sebaiknya dilakukan √
5 pemberian makanan yang banyak mengandung kalsium dan
glukosa


7
X
8

9 √
X
10

11
X
12

13

14


15

Sumber : Yuniarwati (2019)

68
Lampiran 3 Hasil Olah Data

Frequency Table

Umur

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent


Valid <20 dan >35 Tahun 34 45.3 45.3 45.3
20-35 Tahun 41 54.7 54.7 100.0
Total 75 100.0 100.0

Pengetahuan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent


Valid Baik 41 54.7 54.7 54.7
Kurang 34 45.3 45.3 100.0
Total 75 100.0 100.0

Paritas

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent


Valid Primipara 36 48.0 48.0 48.0
Multipara 39 52.0 52.0 100.0
Total 75 100.0 100.0

Pendidikan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent


Valid Tinggi 40 53.3 53.3 53.3
Rendah 35 46.7 46.7 100.0
Total 75 100.0 100.0

Pekerjaan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent


Valid Bekerja 34 45.3 45.3 45.3
Tidak Bekerja 41 54.7 54.7 100.0
Total 75 100.0 100.0

Status Gizi Kurang

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent


Valid Ya 32 42.7 42.7 42.7
Tidak 43 57.3 57.3 100.0
Total 75 100.0 100.0

69
Crosstabs
Case Processing Summary

Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Umur * Status Gizi Kurang 75 100.0% 0 .0% 75 100.0%

Umur * Status Gizi Kurang Crosstabulation

Status Gizi Kurang

Ya Tidak Total
Umur <20 dan >35 Tahun Count 29 5 34
Expected Count 14.5 19.5 34.0
% within Umur 85.3% 14.7% 100.0%
% within Status Gizi Kurang 90.6% 11.6% 45.3%
% of Total 38.7% 6.7% 45.3%
20-35 Tahun Count 3 38 41
Expected Count 17.5 23.5 41.0
% within Umur 7.3% 92.7% 100.0%
% within Status Gizi Kurang 9.4% 88.4% 54.7%
% of Total 4.0% 50.7% 54.7%
Total Count 32 43 75
Expected Count 32.0 43.0 75.0
% within Umur 42.7% 57.3% 100.0%
% within Status Gizi Kurang 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 42.7% 57.3% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 46.200a 1 .000
Continuity Correctionb 43.067 1 .000
Likelihood Ratio 52.493 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear Association 45.584 1 .000
N of Valid Casesb 75
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 14,51.
b. Computed only for a 2x2 table

70
Crosstabs
Case Processing Summary

Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Pengetahuan * Status Gizi
75 100.0% 0 .0% 75 100.0%
Kurang

Pengetahuan * Status Gizi Kurang Crosstabulation

Status Gizi Kurang

Ya Tidak Total
Pengetahuan Baik Count 4 37 41
Expected Count 17.5 23.5 41.0
% within Pengetahuan 9.8% 90.2% 100.0%
% within Status Gizi Kurang 12.5% 86.0% 54.7%
% of Total 5.3% 49.3% 54.7%
Kurang Count 28 6 34
Expected Count 14.5 19.5 34.0
% within Pengetahuan 82.4% 17.6% 100.0%
% within Status Gizi Kurang 87.5% 14.0% 45.3%
% of Total 37.3% 8.0% 45.3%
Total Count 32 43 75
Expected Count 32.0 43.0 75.0
% within Pengetahuan 42.7% 57.3% 100.0%
% within Status Gizi Kurang 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 42.7% 57.3% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 40.044a 1 .000
Continuity Correctionb 37.132 1 .000
Likelihood Ratio 44.450 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear Association 39.510 1 .000
N of Valid Casesb 75
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 14,51.
b. Computed only for a 2x2 table

71
Crosstabs

Case Processing Summary

Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Paritas * Status Gizi Kurang 75 100.0% 0 .0% 75 100.0%

Paritas * Status Gizi Kurang Crosstabulation

Status Gizi Kurang

Ya Tidak Total
Paritas Primipara Count 22 14 36
Expected Count 15.4 20.6 36.0
% within Paritas 61.1% 38.9% 100.0%
% within Status Gizi Kurang 68.8% 32.6% 48.0%
% of Total 29.3% 18.7% 48.0%
Multipara Count 10 29 39
Expected Count 16.6 22.4 39.0
% within Paritas 25.6% 74.4% 100.0%
% within Status Gizi Kurang 31.2% 67.4% 52.0%
% of Total 13.3% 38.7% 52.0%
Total Count 32 43 75
Expected Count 32.0 43.0 75.0
% within Paritas 42.7% 57.3% 100.0%
% within Status Gizi Kurang 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 42.7% 57.3% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 9.628a 1 .002
Continuity Correctionb 8.233 1 .004
Likelihood Ratio 9.836 1 .002
Fisher's Exact Test .002 .002
Linear-by-Linear Association 9.500 1 .002
N of Valid Casesb 75
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 15,36.
b. Computed only for a 2x2 table

72
Crosstabs
Case Processing Summary

Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Pendidikan * Status Gizi
75 100.0% 0 .0% 75 100.0%
Kurang

Pendidikan * Status Gizi Kurang Crosstabulation

Status Gizi Kurang

Ya Tidak Total
Pendidikan Tinggi Count 2 38 40
Expected Count 17.1 22.9 40.0
% within Pendidikan 5.0% 95.0% 100.0%
% within Status Gizi Kurang 6.2% 88.4% 53.3%
% of Total 2.7% 50.7% 53.3%
Rendah Count 30 5 35
Expected Count 14.9 20.1 35.0
% within Pendidikan 85.7% 14.3% 100.0%
% within Status Gizi Kurang 93.8% 11.6% 46.7%
% of Total 40.0% 6.7% 46.7%
Total Count 32 43 75
Expected Count 32.0 43.0 75.0
% within Pendidikan 42.7% 57.3% 100.0%
% within Status Gizi Kurang 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 42.7% 57.3% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 49.713a 1 .000
Continuity Correctionb 46.468 1 .000
Likelihood Ratio 57.764 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear Association 49.050 1 .000
N of Valid Casesb 75
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 14,93.
b. Computed only for a 2x2 table

73
Crosstabs

Case Processing Summary

Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Pekerjaan * Status Gizi
75 100.0% 0 .0% 75 100.0%
Kurang

Pekerjaan * Status Gizi Kurang Crosstabulation

Status Gizi Kurang

Ya Tidak Total
Pekerjaan Bekerja Count 26 8 34
Expected Count 14.5 19.5 34.0
% within Pekerjaan 76.5% 23.5% 100.0%
% within Status Gizi Kurang 81.2% 18.6% 45.3%
% of Total 34.7% 10.7% 45.3%
Tidak Bekerja Count 6 35 41
Expected Count 17.5 23.5 41.0
% within Pekerjaan 14.6% 85.4% 100.0%
% within Status Gizi Kurang 18.8% 81.4% 54.7%
% of Total 8.0% 46.7% 54.7%
Total Count 32 43 75
Expected Count 32.0 43.0 75.0
% within Pekerjaan 42.7% 57.3% 100.0%
% within Status Gizi Kurang 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 42.7% 57.3% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 29.053a 1 .000
Continuity Correctionb 26.580 1 .000
Likelihood Ratio 31.115 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear Association 28.666 1 .000
N of Valid Casesb 75
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 14,51.
b. Computed only for a 2x2 table

74
Lampiran 4 Surat Rekomendasi Penelitian dari STIK Tamalatea Makassar

75
Surat izin Penelitian Badan Kesatuan Bangasa Dan Politik

76
Surat izin Penelitian Di Puskesmas Dana

77
Saat pengisian kuisioner

Saat pengukuran panjang badan Baduta

78
Saat mengukur berat badan

79

Anda mungkin juga menyukai