Anda di halaman 1dari 166

SKRIPSI

EFEKTIVITAS KIE TENTANG GIZI SEIMBANG TERHADAP


PENGETAHUAN POLA ASUH IBU DENGAN BALITA STUNTING DI
WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS GONDANG

OLEH:
AMELIA AJENG SYALSADILLA
NIM : 201905007

PROGRAM STUDI SARJANA KEBIDANAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS BINA SEHAT PPNI
MOJOKERTO
2023
SKRIPSI

EFEKTIVITAS KIE TENTANG GIZI SEIMBANG TERHADAP


PENGETAHUAN POLA ASUH IBU DENGAN BALITA STUNTING DI
WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS GONDANG

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kebidanan


Pada Universitas Bina Sehat PPNI Kabupaten Mojokerto

OLEH:
AMELIA AJENG SYALSADILLA
NIM : 201905007

PROGRAM STUDI SARJANA KEBIDANAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS BINA SEHAT PPNI
MOJOKERTO
2023

ii
iii
LEMBAR PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk diajukan dalam ujian akhir program
Judul : Efektivitas KIE Tentang Gizi Seimbang Terhadap Pengetahuan
Pola Asuh Ibu Dengan Balita Stunting Di Wilayah Kerja UPTD
Puskesmas Gondang

Nama : Amelia Ajeng Syalsadilla


NIM : 201905007
Pada tanggal : 05 September 2023
Oleh:

Pembimbing I

Heni Frilasari, SST., Bd., M.Kes


NIK. 162 601 104

Pembimbing II

Ariu Dewi, SST., Bd., M.Kes


NIK. 162 601 090

iv
LEMBAR PENGESAHAN

v
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas

rahmat dan karunia-Nya peneliti dapat menyelesaikan Skripsi dengan judul

“Efektivitas KIE Tentang Gizi Seimbang Terhadap Pengetahuan Pola Asuh

Ibu Dengan Balita Stunting Di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Gondang”.

Selesainya Skripsi ini tak lepas dari bantuan dan dukungan serta bimbingan dari

berbagai pihak, maka peneliti mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya

dengan hati tulus kepada:

1) Dr. Windu Santoso, M.Kep selaku Rektor Universitas Bina Sehat PPNI

Kabupaten Mojokerto yang telah memberikan kesempatan kepada peneliti

untuk menempuh pendidikan di Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Bina

Sehat PPNI Mojokerto

2) Dr. Tri Ratnaningsih, S.Kep., Ns., M.Kes. selaku Dekan Universitas Bina

Sehat PPNI Kabupaten Mojokerto yang telah memberikan kesempatan kepada

peneliti untuk menempuh pendidikan di Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas

Bina Sehat PPNI Mojokerto.

3) Indra Yulianti, SST., Bd., M.Kes selaku Ka. Prodi S1 Kebidanan yang telah

memberikan kesempatan kepada peneliti untuk menyusun Skripsi dan

melakukan penelitian

4) Naning Puji S, SST., Bd., M.Kes selaku penguji utama yang telah bersedia

meluangkan waktu untuk menguji dan memberi masukan pada peneliti.

5) Heni Frilasari, SST., Bd., M.Kes selaku pembimbing I Skripsi yang telah

meluangkan waktu selama bimbingan hingga ujian akhir kepada peneliti.

vi
6) Ariu Dewi, SST., Bd., M.Kes selaku pembimbing II Skripsi yang telah

meluangkan waktu selama bimbingan hingga ujian akhir kepada peneliti.

7) Staff Dosen Universitas Bina Sehat PPNI Kabupaten Mojokerto yang telah

memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada peneliti untuk menyusun Skripsi.

8) Responden yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya dalam

membantu peneliti selama proses pengambilan data.

Akhirnya peneliti menyadari bahwa Skripsi ini masih jauh dari sempurna,

karenanya peneliti mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun

untuk menyempurnakan penyusunan Skripsi ini.

Mojokerto, 05 September 2023

Peneliti

vii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Motto

“Jangan menilai saya dari kesuksesan, tetapi nilai saya dari seberapa sering saya

jatuh dan berhasil bangkit kembali”

(Nelson Mandela)

Persembahan

Skripsi atau Tugas akhir ini saya persembahkan untuk :

1. Kedua orang tua saya, mama dan ayah. Terimakasih atas doa, semangat,
motivasi, pengorbanan, nasihat serta kasih sayang yang tidak pernah henti
sampai saat ini.
2. Eyang a’ung dan kedua saudari kandung saya, mba Aulia Ajeng Syafitri dan
dek Ayufatma Ajeng Nirmala yang selalu memberi nasihat, motivasi, menjadi
pendengar yang baik dan penghibur dikala jenuh melanda.
3. Teman-teman S1 Kebidanan angkatan 2019 Universitas Bina Sehat PPNI
Mojokerto. Terimakasih untuk cerita dan pengalaman selama 4 tahun ini.
Semangat dan semoga lancar menggapai impian masing-masing.
4. Beberapa sahabat saya, Almh Aini Nur Rahmawati yang beberapa waktu
terakhir masa hidupnya selalu memberi support penuh dan pengingat hal-hal
baik. Afrinda Lola N dan juga M Amin Zakaria (Arya) yang juga selalu
menjadi pendengar juga penyemangat yang amat baik dan selalu ada, Sofi Nur
F yang selalu bersedia membantu kapanpun, serta Fira T yang senantiasa
membersamai hingga sidang akhir.
5. Dosen dan staff Universitas Bina Sehat PPNI Mojokerto. Terimakasih atas
ilmu dan kesempatan yang diberikan kepada saya untuk bisa menyelesaikan
skripsi ini. Terimakasih atas dukungan dan arahannya.
6. Seluruh responden yang telah memberikan waktu dan informasi untuk
membantu penyelesaian skripsi ini.
7. Seseorang yang namanya selalu ada dalam hati dan ingatan saya “Shaktiawan
L P”, yang mana sudah mau membersamai hingga saya mendapat gelar sarjana.

viii
Walaupun kondisi kita selalu ups and downs, tapi kamu akan jadi salah satu
alasan berhasilnya aku mengerjakan tugas akhir ini. Semoga aku dan kamu
dapat berakhir indah suatu saat nanti.
8. Terakhir dan yang paling penting, diri saya sendiri. Terimakasih karena sudah
berjuang sampai sejauh ini. Terimakasih karena tidak mengabaikan kesehatan
selama mengerjakan skripsi. Terimakasih karena masih mau kembali bangkit
dari keterpurukan dan tetap waras disaat banyak hal yang harus diselesaikan
walaupun jalannya harus sambil tertatih-tatih. Terimakasih sudah sampai di
titik ini. Aku bangga!

ix
ABSTRACT
THE EFFECTIVENESS OF KIE ABOUT BALANCED NUTRITION ON
THE KNOWLEDGE OF MOTHERS WITH STUNTING TODDLERS IN THE
WORKING AREA OF THE UPTD PUSKESMAS GONDANG
By:
Amelia Ajeng Syasadilla

Stunting is a condition where a person's height is less than normal based on age
and gender. The main cause of stunting is the mother's lack of knowledge about
parenting patterns that fulfill balanced nutrition and one way to overcome this is
by providing education. The aim of this research is to determine the effectiveness
of education about balanced nutrition on knowledge of parenting patterns of
mothers with stunting toddlers in the Gondang Community Health Center UPTD
Work Area. The method used in this research was cross sectional with a one
group pre-test post-test design. The population in this study was 69 mothers with
stunted toddlers in the Gondang Community Health Center UPTD area. The data
obtained will be tested using the Wilcoxon test and displayed in the form of a
distribution table. The results of the researchers' findings showed that there was
an increase in mothers' knowledge about balanced nutrition parenting before and
after being given KIE with a p-value <0.00001, which means that KIE about
balanced nutrition was effective in increasing knowledge of mothers' parenting
patterns with stunting toddlers in the Gondang Community Health Center UPTD
working area.

Keywords: KIE, Parenting Patterns, Balanced Nutrition, Stunting Toddlers

x
ABSTRAK

EFEKTIVITAS KIE TENTANG GIZI SEIMBANG TERHADAP


PENGETAHUAN POLA ASUH IBU DENGAN BALITA STUNTING DI
WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS GONDANG
Oleh:
Amelia Ajeng Syalsadilla

Stunting adalah kondisi tinggi badan seseorang yang kurang dari normal
berdasarkan usia dan jenis kelamin. Penyebab utama terjadinya stunting adalah
karena faktor pengetahuan ibu yang kurang tentang pola asuh pemenuhan gizi
seimbang dan salah satu cara untuk mengatasi hal ini adalah dengan pemberian
edukasi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas edukasi
tentang gizi seimbang terhadap pengetahuan pola asuh ibu dengan balita stunting
di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Gondang. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah cross sectional dengan rancangan one group pre-test post-
test. Populasi dalam penelitian ini adalah ibu dengan balita stunting di wilayah
UPTD Puskesmas Gondang berjumlah 69 orang. Data yang diperoleh akan diuji
menggunakan uji wilcoxon dan di tampilkan dalam bentuk tabel distribusi. Hasil
temuan peneliti diperoleh terjadi peningkatan pengetahuan ibu tentang pola asuh
gizi seimbang sebelum dan sesudah diberikan KIE dengan p-value <0,00001,
yang artinya KIE tentang gizi seimbang efektif meningkatkan pengetahuan pola
asuh ibu dengan balita stunting di wilayah kerja UPTD Puskesmas Gondang.

Kata Kunci: KIE, Pola Asuh, Gizi Seimbang, Balita Stunting

xi
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL DEPAN.............................................................................i

HALAMAN SAMPUL DEPAN............................................................................ii

SURAT PERNYATAAN......................................................................................iii

LEMBAR PERSETUJUAN.................................................................................iv

LEMBAR PENGESAHAN...................................................................................v

KATA PENGANTAR...........................................................................................vi

MOTTO DAN PERSEMBAHAN.....................................................................viii

ABSTRACT............................................................................................................x

ABSTRAK.............................................................................................................xi

DAFTAR ISI........................................................................................................xii

DAFTAR TABEL...............................................................................................xvi

DAFTAR GAMBAR..........................................................................................xvii

DAFTAR LAMPIRAN.....................................................................................xviii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1

1.1 Latar belakang...........................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah......................................................................................6

1.3 Tujuan Penelitian.......................................................................................6

Tujuan Umum..............................................................................................6

Tujuan Khusus.............................................................................................6

1.4 Manfaat Penelitian.....................................................................................7

1.4.1 Manfaat Teoritis..................................................................................7

1.4.2 Manfaat Praktis...................................................................................7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................8

xii
2.1 Konsep Tiap Variabel................................................................................8

2.1.1 Konsep Balita......................................................................................8

2.1.2 Stunting.............................................................................................13

2.1.3 Gizi Seimbang Pada Balita................................................................24

2.1.4 Pengetahuan Pola Asuh....................................................................36

2.1.5 KIE (Komunikasi, Informasi, Edukasi)............................................62

2.2 Kerangka Teori........................................................................................68

2.2 Kerangka Konseptual................................................................................69

2.4 Hipotesis Penelitian....................................................................................70

BAB III METODE PENELITIAN.....................................................................71

3.1 Desain Penelitian......................................................................................71

3.2 Populasi, Sampling dan Sampel..............................................................72

3.2.1 Populasi.............................................................................................72

3.2.2 Sampling...........................................................................................72

3.2.3 Sampel..............................................................................................73

3.3 Identifikasi Variabel Penelitian dan Definisi Operasional...................73

3.3.1 Identifikasi Variabel.........................................................................73

3.3.2 Definisi Operasional.........................................................................74

3.4 Prosedur Penelitian..................................................................................76

3.4.1 Kerangka Kerja.......................................................................................78

3.5 Pengumpulan Data............................................................................79

3.5.1 Instrumen Penelitian..........................................................................79

3.5.2 Lokasi dan Waktu Penelitian............................................................79

3.6 Pengolahan Data.......................................................................................80

3.6.1 Langkah-langkah analisis data:.........................................................80

xiii
3.6.2 Analisis Data.....................................................................................82

3.7 Etika Penelitian........................................................................................83

3.7.2 Persetujuan (informed consent)........................................................83

3.7.3 Anonimity.........................................................................................84

3.7.4 Kerahasiaan.......................................................................................84

3.8 Keterbatasan.............................................................................................84

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN....................................85

4.1 Hasil Penelitian...........................................................................................85

4.1.1 Analisia Univariat.............................................................................85

4.1.2 Analisia Bivariat................................................................................87

4.2 Pembahasan..............................................................................................89

4.2.1 Analisa Univariat..............................................................................89

4.2.2 Analisa Bivariat.................................................................................91

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN................................................................95

5.1 Kesimpulan...............................................................................................95

5.2 Saran..........................................................................................................96

5.2.1 Bagi Responden...............................................................................96

5.2.3 Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan..............................................97

5.2.4 Bagi Institusi Pendidikan...............................................................97

5.2.5 Bagi Peneliti Selanjutnya...............................................................97

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................98

xiv
DAFTAR TABEL

Tabel 2. 1 Skala Guttman.....................................................................................43


Tabel 3. 3 Definisi Operasional............................................................................74
Tabel 4. 1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Umur Ibu Dengan Balita Stunting
Di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Gondang pada tanggal 24 Juni -
29 Juli 2023.........................................................................................85
Tabel 4. 2 Distribusi Frekuensi Karakteristik Pendidikan Ibu Dengan Balita
Stunting Di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Gondang pada tanggal
24 Juni - 29 Juli 2023..........................................................................85
Tabel 4. 3 Distribusi Frekuensi Karakteristik Pekerjaan Ibu Dengan Balita
Stunting Di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Gondang pada tanggal
24 Juni - 29 Juli 2023..........................................................................86
Tabel 4. 4 Distribusi Frekuensi Karakteristik Paritas Ibu Dengan Balita
Stunting Di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Gondang pada tanggal
24 Juni - 29 Juli 2023..........................................................................86
Tabel 4. 5 Pengetahuan Pola Asuh Ibu Dengan Balita Stunting Tentang Gizi
Seimbang Sebelum Intervensi Di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas
Gondang pada tanggal 24 Juni - 29 Juli 2023.....................................87
Tabel 4. 6 Pengetahuan Pola Asuh Ibu Dengan Balita Stunting Tentang Gizi
Seimbang Sesudah Intervensi Di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas
Gondang pada tanggal 24 Juni - 29 Juli 2023.....................................87
Tabel 4.7 Analisis Efektivitas KIE Tentang Gizi Seimbang Terhadap
Pengetahuan Pola Asuh Ibu Dengan Balita Stunting Sebelum dan
Sesudah Intervensi Di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Gondang
pada tanggal 24 Juni - 29 Juli 2023.....................................................88

xv
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2. 1 Kerangka Teori Efektivitas KIE Gizi Seimbang Terhadap


Pengetahuan Pola Asuh Ibu Dengan Balita Stunting di
Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Gondang..............................68
Gambar 2.2 Kerangka Konseptual Efektivitas KIE Gizi Seimbang
Terhadap Pengetahuan Pola Asuh Ibu Dengan Balita Stunting
di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Gondang..........................69
Gambar 3.1 Desain Penelitian Kuantitatif………………………………….72

Gambar 3. 4 Kerangka Kerja penelitian Efektivitas KIE tentang Gizi


Seimbang Terhadap Pengetahuan Pola Asuh Ibu dengan
Balita Stunting Di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas
Gondang.....................................................................................77

xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman

Lampiran 1 Permohonan Menjadi Responden.....................................................100


Lampiran 2 Kisi-kisi Kuesioner...........................................................................102
Lampiran 3 Instrumen Penelitian.........................................................................104
Lampiran 4 Satuan Acara Penyuluhan.................................................................109
Lampiran 5 Tabulasi Data....................................................................................114
Lampiran 6 Coding Data......................................................................................123
Lampiran 7 Analisis Data....................................................................................126
Lampiran 8 Dokumentasi Penelitian....................................................................123
Lampiran 9 Lembar Pengajuan Judul Skripsi......................................................126
Lampiran 10 Surat Izin Studi Pendahuluan.........................................................132
Lampiran 11 Surat Izin Penelitian.......................................................................133
Lampiran 12 Balasan Surat Izin Penelitian......................................................... 135
Lampiran 13 Lembar Bimbingan Proposal Skripsi............................................. 136
Lampiran 14 Lembar Uji Similaritas Proposal Skripsi………………………... 139
Lampiran 15 Lembar Revisi Proposal Skripsi.................................................... 144
Lampiran 16 Lembar Bimbingan Skripsi........................................................... 146
Lampiran 17 Uji Similaritas Skripsi................................................................... 148
Lampiran 18 Lembar Revisi Skripsi………………………………………….. 149

xvii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Stunting adalah kondisi tinggi badan seseorang yang kurang dari normal

berdasarkan usia dan jenis kelamin. Tinggi badan merupakan salah satu jenis

pemeriksaan antropometri dan menunjukkan status gizi seseorang (Candra

MKes(Epid), 2020). Menurut WHO (2020) stunting adalah pendek atau sangat

pendek berdasarkan panjang/tinggi badan menurut usia yang kurang dari -2

standar deviasi (SD) pada kurva pertumbuhan WHO yang terjadi dikarenakan

kondisi irreversibel akibat asupan nutrisi yang tidak adekuat dan/atau infeksi

berulang/kronis yang terjadi dalam 1000 HPK (dr Desi Fajar Susanti, M.Sc, Sp.A

(K), 2022). Stunting merupakan salah satu permasalahan utama di Indonesia.

Upaya pemerintah Indonesia dalam menurunkan angka stunting dapat dilihat dari

dikeluarkannya Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan

Penurunan Stunting yang dijadikan payung hukum bagi Strategi Nasional

Percepatan Penurunan Stunting yang telah dilaksanakan sejak tahun 2018. Strategi

nasional tersebut bertujuan untuk meningkatkan kualitas persiapan kehidupan

berkeluarga, menjamin pemenuhan asupan gizi anak, memperbaiki pola asuh,

meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan, serta meningkatkan kualitas

air minum dan sanitasi (Reyhan, 2022). Hingga saat ini, stunting masih menjadi

perbincangan hangat di bidang kesehatan dunia, termasuk Indonesia. Indonesia

merupakan salah satu negara dengan prevalensi stunting cukup tinggi

dibandingkan negara-negara berpendapatan menengah lainnya. Di lingkungan

1
2

negara Asia Tenggara, prevalensi stunting adalah Myanmar 35%, Vietnam 23%,

Malaysia 17%, Thailand 16%, Singapura 4% dan Indonesia 24,4% (Desember,

2021) (Arief, 2023)

Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO (2021), mengatakan prevalensi

stunting di dunia mencapai 22% atau sebanyak 149,2 juta pada tahun 2020

(Suparyanto dan Rosad, 2020). Kementerian Kesehatan mengumumkan hasil

Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) bahwa prevalensi stunting di Indonesia turun

dari 24,4% di tahun 2021 menjadi 21,6% di 2022. Menteri Kesehatan

mengharapkan di masa yang normal tahun ini penurunan kasus stunting bisa lebih

tajam lagi sehingga target penurunan stunting di angka 14% pada tahun 2024

dapat tercapai. Standard WHO terkait prevalensi stunting harus di angka kurang

dari 20%. Secara jumlah yang paling banyak penurunan angka stunting adalah

Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumatera Utara, dan Banten (Tarmidzi,

2023).

Pada 2021, tercatat prevalensi balita stunting di provinsi Jawa Timur

sebesar 23,5% (Annur, 2023) Hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI)

Kementerian Kesehatan menunjukkan, prevalensi balita stunting di Jawa Timur

mencapai 19,2% pada tahun 2022. Provinsi ini menduduki peringkat ke-25

dengan prevalensi balita stunting tertinggi di Indonesia tahun lalu. Pada tahun

2022 Jawa Timur berhasil memangkas angka balita stunting sebesar 4,3 poin dari

tahun sebelumnya. Berdasarkan data Dinas Kominfo Wakil Gubernur Jawa Timur

menyatakan bahwa target penurunan angka prevalensi stunting di Jatim menjadi

13,5% pada tahun 2024 mendatang. Target tersebut, tercatat lebih rendah dari
3

target pemerintah pusat yaitu 14%. Berdasarkan data yang dirilis oleh Survei

Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI), Target dan Capaian Prevalensi Stunting di

Jawa Timur dari tahun 2019 hingga 2021 terus mengalami penurunan. Walaupun

belum sampai menyentuh target tahunan, namun tercatat menurun dari 26,86%

pada 2019 menjadi 25,64% pada 2020. Kemudian menjadi 23,5% pada tahun

2021, dan mencapai 19,2% pada 2022 (Newsroom, 2022).

Pada tahun 2021, angka kejadian stunting di wilayah Kabupaten

Mojokerto sebesar 27,4%. Hal ini termasuk dalam kategori daerah tertinggi nomor

7 dari 10 daerah di wilayah jawa timur yang mengalami tingginya angka kejadian

stunting. Sedangkan pada tahun 2022 Stunting di Kabupaten Mojokerto

mengalami penurunan yakni sebesar 11,6%. Meski turun dari tahun sebelumnya,

Pemkab Mojokerto terus berkomitmen mengentaskan kasus stunting hingga nol

persen (Diskominfo, 2023).

Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak ahli gizi UPTD Puskesmas

Gondang, pada tahun 2022 terdapat balita stunting sebesar 3,8% atau sebanyak 69

anak dari jumlah riil balita sebesar 2.625 anak. Angka kejadian stunting tersebut

tergolong presentase tinggi karena target pemerintah kabupaten mojokerto yang

ingin mengentaskan angka kejadian stunting hingga menjadi 0%. Diketahui

bahwa penyebab utama terjadinya stunting adalah karena faktor pengetahuan ibu

yang kurang tentang pola asuh pemenuhan gizi seimbang. Berdasarkan hasil studi

pendahuluan yang dilaksanakan pada 08 Mei 2023 di UPTD Puskesmas Gondang

dari 69 ibu dengan balita stunting terdapat 29 ibu dengan pengetahuan pola asuh
4

baik tentang gizi seimbang, dan 20 ibu dengan pengetahuan cukup tentang pola

asuh gizi seimbang, serta 20 ibu dengan pengetahuan kurang tentang pola asuh

gizi seimbang. Setelah diketahui data tersebut perlu diadakan KIE tentang gizi

seimbang untuk menambah pengetahuan ibu agar dapat mencegah terjadinya

stunting yang berkelanjutan.

Menurut Kemenkes RI, penyebab stunting adalah karena rendahnya akses

terhaadap makanan bergizi, asupan vitamin dan mineral yang cukup. Selain itu,

masalah asupan gizi selama bayi didalam kandungan maupun masa balita, dan

kurangnya pengetahuan ibu juga merupakan multi factor yang membutuhkan

intervensi. Intervensi yang paling menentukan yaitu pada 1000 HPK (Hari

Pertama Kehidupan) (Novita Agustina, 2022). UNICEF framework menjelaskan

tentang faktor penyebab terjadinya malnutrisi ada dua, yakni faktor penyakit dan

asupan zat gizi. Kedua faktor ini berhubungan dengan faktor pola asuh, akses

terhadap makanan, akses terhadap layanan kesehatan dan sanitasi lingkungan

(Rahayu et al., 2018). Menurut Permatasari (2021) menyebutkan faktor yang

paling dominan berpengaruh terhadap kejadian stunting adalah pola asuh dan

pemberian makan. Ibu memegang peranan penting dalam mendukung upaya

mengatasi permasalahan gizi, terutama dalam hal asupan gizi keluarga. mulai dari

penyiapan berbagai jenis dan menu makanan, serta pemilihan bahan makanan.

Balita stunting akan lebih rentan terkena penyakit, dan ketika dewasa berisiko

untuk mengidap penyakit degenerative, selain itu kondisi stunting pada anak juga

akan mempengaruhi tingkat kecerdasan anak. Stunting memberikan efek jangka

panjang seperti kelangsungan hidup yang menurun, perkembangan kognitif dan


5

motorik yang terganggu, produktivitas ekonomi yang menurun, dan kesempatan

untuk hidup dalam kemiskinan yang lebih tinggi dimasa dewasa, hal ini

merupakan ancaman bagi masa depan bangsa (Sevriani, 2022)

Upaya yang dapat dilakukan tenaga kesehatan untuk mencegah dan

menanggulangi stunting pada balita yaitu dengan memberikan pendidikan

kesehatan berupa konseling, informasi dan edukasi pada orang tua khususnya

kepada ibu tentang pola asuh terkait pemberian makan bergizi seimbang. Pola

asuh ibu sangat menentukan kebiasaan makan anak. Pola makan baik dengan gizi

yang seimbang adalah pola konsumsi makanan yang mengandung gizi lengkap

seperti karbohidrat, protein (hewani dan nabati), sayuran, vitamin dan mineral.

Selain itu intervensi yang paling menentukan untuk dapat mengurangi pervalensi

stunting adalah dengan dilakukannya intervensi pada 1.000 Hari Pertama

Kehidupan (HPK) dari anak balita. Penanggulangan stunting memiliki jangkauan

yang cukup luas. Ruang lingkupnya meliputi peningkatan derajat kesehatan dan

gizi pada suatu masyarakat, dan selanjutnya peningkatan akses, mutu, relevansi,

dan daya saing pendidikan. Oleh karena itu, upaya pemerintah untuk mengatasi

stunting mencakup berbagai bidang, seperti kesehatan, pendidikan, dan

perumahan sosial, yang di antaranya merupakan kebutuhan dasar yang harus

dipenuhi oleh dan untuk masyarakat Indonesia (Sevriani, 2022)

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian dengan judul “Efektivitas KIE Tentang Gizi Seimbang


6

Terhadap Pengetahuan Pola Asuh Ibu Dengan Balita Stunting Di Wilayah Kerja

UPTD Puskesmas Gondang”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, dapat dirumuskan masalah dalam

penelitian ini adalah Bagaimana Efektivitas KIE tentang gizi seimbang terhadap

pengetahuan pola asuh ibu dengan balita stunting di wilayah kerja UPTD

Puskesmas Gondang?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan Umum

Mengetahui Efektivitas KIE tentang gizi seimbang terhadap pengetahuan

pola asuh ibu dengan balita stunting di wilayah kerja UPTD Puskesmas Gondang.

Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi pengetahuan pola asuh ibu tentang gizi seimbang sebelum

diberikan KIE di wilayah kerja UPTD Puskesmas Gondang.

2. Mengidentifikasi pengetahuan pola asuh ibu tentang gizi seimbang sesudah

diberikan KIE di wilayah kerja UPTD Puskesmas Gondang.

3. Mengidentifikasi efektivitas KIE tentang gizi seimbang terhadap pengetahuan

pola asuh ibu dengan balita stunting, sebelum dan sesudah diberikan KIE di

wilayah kerja UPTD Puskesmas Gondang.

4. Menganalisis efektivitas KIE tentang Gizi seimbang terhadap pengetahuan

pola asuh ibu dengan balita stunting di wilayah kerja UPTD Puskesmas

Gondang.
7

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Memberikan referensi bahwa KIE gizi seimbang sangatlah penting dilakukan

agar dapat menambah pengetahuan pada ibu, sehingga ibu dapat menerapkan pola

asuh dengan baik dalam proses pemenuhan gizi terlebih pada balita stunting.

1.4.2 Manfaat Praktis

1.4.2.1 Bagi Responden

Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan pengetahuan dan

perubahan positif kepada ibu mengenai pentingnya penerapan pola asuh yang

benar dalam pemenuhan gizi pada balita stunting.

1.4.2.2 Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai dasar memberikan KIE sebagai

acuan dan referensi untuk membantu program pemerintah dalam penurunan angka

kejadian stunting di Indonesia.

1.4.2.3 Bagi Institusi Pendidikan

Memperkaya referensi tentang penanggulangan masalah stunting melalui KIE

tentang gizi seimbang terhadap pengetahuan pola asuh ibu pada balita stunting.

1.4.2.4 Bagi Peneliti Selanjutnya

Penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi tambahan dan data dasar bagi

peneliti sejenis yang meneliti tentang penanggulangan stunting dengan metode

KIE tentang Gizi seimbang.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Tiap Variabel

2.1.1 Konsep Balita

2.1.1.1 Pengertian Balita

Anak balita adalah anak yang telah menginjak usia di atas satu tahun atau

lebih popular dengan pengertian usia anak di bawah lima tahun. Masa ini juga

dapat dikelompokkan dalam 2 kelompok besar yaitu anak usia 1−3 tahun (batita)

dan anak prasekolah (3−5 tahun). Proporsi tubuh anak balita mulai berubah,

pertumbuhan kepala melambat disbanding sebelumnya, tungkai memanjang,

mendekati bentuk dewasa, begitu juga ukuran dan fungsi organ dalamnya, kondisi

ini akan sangat dipengaruhi salah satunya adalah pemenuhan gizinya. Masa balita

merupakan masa kehidupan yang sangat penting dan perlu perhatian yang serius.

Pada masa ini berlangsung proses tumbuh kembang yang sangat pesat yaitu

pertumbuhan fisik dan perkembangan psikomotorik, mental, dan social. Stimulasi

psikososial harus dimulai sejak dini dan tepat waktu untuk tercapainya

perkembangan psikososial yang optimal.

2.1.1.2 Masalah Gizi pada Anak Balita

Pertumbuhan anak balita sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik faktor

dalam maupun faktor luar. Faktor dalam dipengaruhi oleh jumlah dan mutu

makanan, kesehatan anak balita (ada/tidaknya penyakit), sedangkan faktor luar

dipengaruhi oleh tingkat ekonomi, pendidikan, perilaku (orang tua/pengasuh),

8
9

sosial budaya/kebiasaan, kesediaan makanan di rumah tangga. Akibat gizi yang

tidak seimbang dapat mengakibatkan berbagai gangguan/masalah gizi, antara lain:

a. Berat Badan Kurang

Dalam buku (Potensi et al., 2016) mengemukakan bahwa anak balita

merupakan kelompok umur yang paling sering menderita KEP. Beberapa kondisi

dan anggapan orang tua dan masyarakat justru merugikan penyediaan makanan

bagi kelompok balita:

1. Anak balita masih dalam periode transisi dari makanan bayi ke makanan

orang dewasa, jadi masih memerlukan adaptasi.

2. Anak balita dianggap kelompok umur yang paling belum berguna bagi

keluarga, karena belum sanggup ikut dalam membantu menambah

kebutuhan keluarga, baik tenaga maupun kesanggupan kerja penambah

keuangan.

3. Ibu sering sudah mempunyai anak kecil lagi atau sudah bekerja penuh,

sehingga tidak lagi dapat memberikan perhatian kepada anak balita,

apalagi mengurusnya.

4. Anak balita masih belum dapat mengurus sendiri dengan baik, dan belum

dapat berusaha mendapatkan sendiri apa yang diperlukannya untuk

makanannya. Kalau makan bersama dalam keluarga, anak balita masih

diberi jatah makanannya dan kalupun mencukupi, sering tidak diberi

kesempatan untuk minta lagi atau mengambil sendiri tambahannya.


10

5. Anak balita mulai turun ke tanah dan berkenalan dengan berbagai kondisi

yang memberikan infeksi atau penyakit lain, padahal tubuhnya belum

cukup mempunyai imunitas atau daya tahan untuk melawan bahaya

kepada dirinya.

Anak yang mengalami berat badan kurang apabila dibiarkan maka bisa

menjadi underweight (kurus) dan berlanjut menjadi wasting (penurunan berat

badan). Ketiga kondisi tersebut bila terjadi berkepanjangan maka akan menjadi

stunting (Rokom, 2023).

b. Berat Badan Berlebih

Jika tidak teratasi, berat badan berlebih, apalagi jika telah mencapai obesitas

akan berlanjut sampai remaja dan dewasa. Sama seperti orang dewasa, kelebihan

berat badan anak terjadi karena ketidakseimbangan antara energi yang masuk

dengan yang keluar, terlalu banyak makan, terlalu sedikit olah raga, atau

keduanya. Berbeda dengan dewasa, kelebihan berat badan anak tidak boleh

diturunkan, karena penyusutan berat akan sekaligus menghilangkan zat gizi yang

diperlukan untuk pertumbuhan. Laju pertambahan hendaknya diperlambat sampai

proporsi berat terhadap tinggi badan kembali normal. Perlambatan akan dicapai

dengan cara mengurangi makan sambil memperbanyak olahraga.

c. Anemia Zat Besi (Fe)

Anemia adalah keadaan dimana hemoglobin darah kurang daripada normal

disebabkan karena kurangnya mineral (Fe) sebagai bahan yang diperlukan untuk

pematangan eritrosit (sel darah merah). Penyebab umum dari anemia adalah tidak
11

memiliki cukup zat besi. Anak-anak dapat mengalami anemia bila tidak ada

kandungan zat besi dalam makanan mereka untuk membuat jumlah normal

hemoglobin dalam darah mereka. Anemia pada anak disebabkan kebutuhan Fe

yang meningkat akibat pertumbuhan si anak yang pesat dan infeksi akut berulang.

Gejalanya anak tampak lemas, mudah lelah, dan pucat. Selain itu, anak dengan

defisiensi (kurang) zat besi ternyata memiliki kemampuan mengingat dan

memusatkan perhatian lebih rendah dibandingkan dengan anak yang cukup

asupan zat besinya (Kemenkes RI, 2017)

d. Defisiensi Vitamin A

Defisiensi vitamin A dapat mengakibatkan pertumbuhan yang buruk, infeksi

mata khas yang disebut xerophthalmia atau mata kering. Gangguan penglihatan

ini terutama yang terjadi pada tahun pertama kehidupan, mengganggu kehidupan

psikososial, pendidikan, dan ekonomi bukan hanya pada bayi dan anak tetapi juga

orangtua mereka. Buta akibat kurang gizi dapat menghinggapi siapa saja. Kondisi

yang melatarbelakanginya seperti campak, diare, penyakit yang disertai demam

dan KEP, paling sering menyerang anak-anak yang kebetulan bermukim di daerah

yang serba kekurangan. Banyak penelitian yang telah membuktikan keterkaitan

antara kekurangan vitamin A dengan berbagai penyakit infeksi. Pengalaman klinis

menunjukkan bagaimana penyakit campak lebih parah dan lebih fatal pada anak-

anak yang menderita xerophtalmia. Anak yang menderita KEP dan KVA lebih

sering mengalami infeksi. Kekurangan vitamin A merupakan penyebab utama

kebutaan pada anak di Indonesia.


12

e. Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI)

GAKI disebabkan oleh karena konsumsi iodium tidak mencukupi kebutuhan.

Defisiensi iodium pada anak umumnya ditandai dengan pembesaran kelenjar

gondok, dengan prevalensi meningkat sesuai peningkatan umur. Defisit IQ poin

ini akan mempengaruhi intelegensi anak dan selanjutnya akan mempunyai

dampak yang cukup serius pada Program Wajib Belajar 9 tahun, karena akan

banyak anak yang tidak dapat mengikuti program dikarenakan drop out dari

sekolah sebelum waktunya. Dampak sosial lain yang lebih besar akibat GAKI ini

adalah sulitnya mereka untuk dididik dan dimotivasi karena rendahnya

perkembangan mental sehingga apabila berada dalam lingkungan yang buruk akan

lebih cepat terpengaruh/terlibat kriminalitas.

f. Karies Gigi

Lubang gigi yang terjadi pada anak balita disebabkan oleh karena terlalu

sering makan cemilan yang lengket dan banyak mengandung gula. Karies yang

terjadi pada gigi sulung memang tidak berbahaya, namun kejadian ini biasanya

berlanjut sampai anak memasuki usia remaja, bahkan sampai dewasa. Gigi yang

berlubang akan menyerang gigi permanen sebelum gigi tersebut berhasil

menembus gusi. Upaya mencegah karies yaitu menggosok gigi dengan pasta gigi

berfluorida (segera sesudah makan), tidak mengkonsumsi makanan yang lengket

dan bergula.

g. Alergi Makanan
13

Alergi makanan diartikan sebagai respon tidak normal terhadap makanan

yang orang biasa dapat menoleransinya. Alergi makanan tidak jarang terlihat pada

anak (5-8%) dan dewasa (1-2%), terutama mereka yang memiliki riwayat

keluarga sebagai penderita alergi. Bergantung pada jenis makanan yang disantap,

alergi dapat bersifat sementara atau bahkan menetap. Alergi yang dipicu oleh

susu, kedelai, telur, dan tepung terigu dapat reda sendiri, sementara yang

disebabkan oleh kacang, ikan, dan kerang cenderung menetap. Kebanyakan alergi

susu muncul pada tahun pertama kehidupan anak ketika diperkenalkan dengan

susu sapi atau susu formula yang terbuat dari susu sapi. Alergi ini juga dapat

mereda sejalan dengan pertambahan usia, kecuali mereka yang memang bersifat

”atopik”.

2.1.2 Stunting

2.1.2.1 Pengertian Stunting

Menurut WHO (2020) stunting adalah pendek atau sangat pendek

berdasarkan panjang/tinggi badan menurut usia yang kurang dari -2 standar

deviasi (SD) pada kurva pertumbuhan WHO yang terjadi dikarenakan kondisi

irreversibel akibat asupan nutrisi yang tidak adekuat dan/atau infeksi

berulang/kronis yang terjadi dalam 1000 HPK (dr Desi Fajar Susanti, M.Sc, Sp.A

(K), 2022)

Masalah stunting merupakan masalah kesehatan masyarakat yang

berhubungan dengan meningkatnya risiko kesakitan, kematian dan hambatan pada

pertumbuhan baik motorik maupun mental. Mencegah stunting sangatlah penting

karena kekurangan gizi kronis pada masa awal pertumbuhan menjadi cikal bakal
14

tumbuh kembang yang buruk. Beberapa di antaranya adalah anak akan memiliki

kecerdasan yang rendah (di bawah rata-rata), kurangnya sistem kekebalan tubuh,

dan lebih berisiko terkena penyakit ketika dewasa seperti diabetes, jantung, stroke,

dan kanker (Demi Kita, 2021)

2.1.2.2 Klasifikasi Stunting

Stunting dapat diketahui bila seorang balita sudah ditimbang berat badannya

dan diukur panjang atau tinggi badannya, lalu dibandingkan dengan standar, dan

hasilnya berada dibawah normal. Jadi secara fisik balita akan lebih pendek

dibandingkan balita seumurnya. Penghitungan ini menggunakan standar Z-score

dari WHOStunting dapat diketahui bila seorang balita sudah ditimbang berat

badannya dan diukur panjang atau tinggi badannya, lalu dibandingkan dengan

standar, dan hasilnya berada dibawah normal. Jadi secara fisik balita akan lebih

pendek dibandingkan balita seumurnya. Penghitungan ini menggunakan standar

Z-score dari WHO.

Berikut klasifikasi status gizi stunting berdasarkan indikator tinggi badan per

umur (TB/U) ;

1) Sangat pendek : Z-score < -3,0

2) Pendek : Z-score < -2,0 s.d. Z-score ≥ -3,0

3) Normal : Z-score ≥ -2,0

2.1.2.3 Penyebab Stunting

Ada beberapa faktor penyebab stunting yaitu penyakit infeksi, asupan

makanan (kosumsi makanan), tingkat pendidikan dan pengetahuan ibu, tingkat


15

pendapatan dan pekerjaan orangtua, besar anggota keluarga, jarak kelahiran, pola

pemberian makanan pendamping ASI, pola asuh, dan anak yang tidak mau makan

(Reichenbach et al., 2019b). Namun menurut (Candra MKes (Epid), 2020)

penyebab atau faktor risiko utama terjadinya stunting dapat dikategorikan

menjadi:

A. Faktor Internal

1. Faktor Genetik

Sebuah meta analisis pada tahun 2016 juga menyimpulkan bahwa tinggi badan

orang tua mempengaruhi kejadian stunting pada anak. Hasil penelitian tersebut

menyebutkan tinggi badan ibu <145 cm berisiko memiliki anak pendek 2,13 kali

dibanding ibu dengan TB normal. Tinggi badan ibu 145- 150 cm memiliki risiko

memiliki anak stunting 1,78 kali dibanding ibu normal, sedangkan TB ibu 150-

155 cm berisiko memiliki anak stunting 1,48 kali dibanding ibu normal.

Tinggi badan orangtua sendiri sebenarnya juga dipengaruhi banyak faktor

yaitu faktor internal seperti faktor genetik dan faktor eksternal seperti faktor

penyakit dan asupan gizi sejak usia dini. Hal ini berarti jika ayah pendek karena

gen-gen yang ada pada kromosomnya memang membawa sifat pendek dan gen-

gen ini diwariskan pada keturunannya, maka stunting yang timbul pada anak atau

keturunannya sulit untuk ditanggulangi. Tetapi bila ayah pendek karena faktor

penyakit atau asupan gizi yang kurang sejak dini, seharusnya tidak akan

mempengaruhi tinggi badan anaknya. Anak tetap dapat memiliki tinggi badan
16

normal asalkan tidak terpapar oleh faktor-faktor risiko yang lain (Candra MKes

(Epid), 2020).

2. Anemia Pada Ibu Hamil

Anemia pada ibu hamil sebagian besar disebabkan oleh defisiensi zat gizi

mikro terutama zat besi. Akibat defisiensi zat besi pada ibu hamil akan

mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan janin sehingga janin yang

dilahirkan sudah malnutrisi. Malnutrisi pada bayi jika tidak segera diatasi akan

menetap sehingga menimbulkan malnutrisi kronis yang merupakan penyebab

stunting. Ibu hamil dengan anemia memiliki resiko yang lebih besar untuk

melahirkan bayi dengan berat di bawah normal dikarenakan anemia dapat

mengurangi suplai oksigen pada metabolisme ibu sehingga dapat terjadi proses

kelahiran imatur (bayi prematur). Pengaruh metabolisme yang tidak optimal juga

terjadi pada bayi karena kekurangan kadar hemoglobin untuk mengikat oksigen,

sehingga kecukupan asupan gizi selama di dalam kandungan kurang dan bayi lahir

dengan berat di bawah normal. Beberapa hal di atas juga dapat mengakibatkan

efek fatal, yaitu kematian pada ibu saat proses persalinan atau kematian neonatal.

3. Riwayat BBLR

Ada riwayat BBLR merupakan faktor risiko stunting pada anak 1-2 th. Hasil

analisis pada suatu penelitian disebutkan juga bahwa anak yang mempunyai

riwayat BBLR akan berisiko menjadi stunting 11,88 kali dibanding anak yang

tidak mempunyai riwayat BBLR. Pada analisis multivariat diketahui anak yang

mempunyai riwayat BBLR berisiko menjadi stunting 3 kali dibanding anak yang
17

tidak mempunyai riwayat BBLR. Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Adel

El Taguri dkk menyimpulkan bahwa bahwa riwayat BBLR mempengaruhi

kejadian stunting pada anak 1-2 th. Berat badan lahir rendah menandakan janin

mengalami malnutrisi di dalam kandungan sedangkan underweight menandakan

kondisi malnutrisi yang akut. Stunting sendiri terutama disebabkan oleh malnutrisi

yang lama. Bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari normal (<2500 gr)

mungkin masih memiliki panjang badan normal pada waktu dilahirkan. Stunting

baru akan terjadi beberapa bulan kemudian, walaupun hal ini sering tidak disadari

oleh orangtua. Oleh karena itu anak yang lahir dengan berat badan kurang atau

anak yang sejak lahir berat badannya di bawah normal harus diwaspadai akan

menjadi stunting. Semakin awal dilakukan penanggulangan malnutrisi maka

semakin kecil risiko menjadi stunting.

4. Jarak Kelahiran

Anak yang memiliki jarak atau selisih umur dengan saudaranya <2 th

mempunyai risiko menjadi stunting 10,5 kali dibanding anak yang memiliki jarak

≥2 th atau anak tunggal. Pada analisis multivariat diperoleh hasil anak dengan

jarak kelahiran dekat (<2 th) berisiko menjadi stunting 18 kali dibandingkan anak

tunggal sedangkan anak yang memiliki jarak kelahiran ≥ 2 th memiliki risiko

menjadi stunting 4,6 kali dibanding anak tunggal. Penelitian yang dilakukan

Andrea M Rehman dkk yang menyimpulkan bahwa mempunyai paling sedikit

satu orang saudara kandung merupakan faktor risiko stunting pada anak <3 th.
18

Jarak kelahiran mempengaruhi pola asuh orangtua terhadap anaknya. Jarak

kelahiran dekat membuat orangtua cenderung lebih kerepotan sehinga kurang

optimal dalam merawat anak. Hal ini disebabkan karena anak yang lebih tua

belum mandiri dan masih memerlukan perhatian yang sangat besar. Apalagi pada

keluarga dengan status ekonomi kurang yang tidak mempunyai pembantu atau

pengasuh anak. Perawatan anak sepenuhnya hanya dilakukan oleh ibu seorang

diri, padahal ibu juga masih harus mengerjakan pekerjaan rumah tangga yang lain.

Akibatnya asupan makanan anak kurang diperhatikan. Jarak kelahiran kurang dari

dua tahun juga menyebabkan salah satu anak, biasanya yang lebih tua tidak

mendapatkan ASI yang cukup karena ASI lebih diutamakan untuk adiknya.

Akibat tidak memperoleh ASI dan kurangya asupan makanan, anak akan

menderita malnutrisi yang bisa menyebabkan stunting. Untuk mengatasi hal ini

program Keluarga Berencana harus kembali digalakkan. Setelah melahirkan, ibu

atau ayah harus dihimbau supaya secepat mungkin. menggunakan alat kontrasepsi

untuk mencegah kehamilan. Jarak kehamilan yang terlalu dekat, selain kurang

baik untuk anak yang baru dilahirkan juga kurang baik untuk ibu. Kesehatan ibu

dapat terganggu karena kondisi fisik yang belum sempurna setelah melahirkan

sekaligus harus merawat bayi yang membutuhkan waktu dan perhatian sangat

besar. Ibu hamil yang tidak sehat akan menyebabkan gangguan pada janin yang

dikandungnya. Gangguan pada janin dalam kandungan juga akan mengganggu

pertumbuhan sehingga timbul lah stunting.

B. Faktor Eksternal

5. Defisiensi Zat Gizi


19

Zat gizi sangat penting bagi pertumbuhan. Pertumbuhan adalah peningkatan

ukuran dan massa konstituen tubuh. Pertumbuhan adalah salah satu hasil dari

metabolisme tubuh. Metabolisme didefinisikan sebagai proses dimana organisme

hidup mengambil dan mengubah zat padat dan cair asing yang diperlukan untuk

pemeliharaan kehidupan, pertumbuhan, fungsi normal organ, dan produksi energi.

Asupan zat gizi yang menjadi faktor risiko terjadinya stunting dapat dikategorikan

menjadi 2 yaitu asupan zat gizi makro atau mikronutrien dan asupan zat gizi

makro atau mikronutrien. Berdasarkan hasil-hasil penelitian, asupan zat gizi

makro yang paling mempengaruhi terjadinya stunting adalah asupan protein,

sedangkan asupan zat gizi mikro yang paling mempengaruhi kejadian stunting

adalah asupan kalsium, seng, dan zat besi (Candra MKes (Epid), 2020)

6. Status Ekonomi

Status ekonomi kurang, dapat diartikan daya beli juga rendah sehingga

kemampuan membeli bahan makanan yang baik juga rendah. Kualitas dan

kuantitas makanan yang kurang menyebabkan kebutuhan zat gizi anak tidak

terpenuhi, padahal anak memerlukan zat gizi yang lengkap untuk pertumbuhan

dan perkembangannya. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa orangtua

dengan daya beli rendah jarang memberikan telur, daging, ikan atau kacang-

kacangan setiap hari. Hal ini berarti kebutuhan protein anak tidak terpenuhi

karena anak tidak mendapatkan asupan protein yang cukup. Anak sering diasuh

oleh kakak atau neneknya karena ibu harus bekerja membantu suami atau

mengerjakan pekerjaan rumah yang lain. Usia kakak yang masih terlalu muda atau

nenek yang terlalu tua membuat kurangnya pengawasan terhadap anak. Anak
20

sering bermain di tempat yang kotor dan memasukkan benda-benda kotor ke

dalam mulut yang dapat membuat anak menjadi sakit.

Pengetahuan pengasuh tentang gizi juga mempengaruhi kejadian stunting pada

anak. Orangtua terkadang tidak mengetahui makanan apa yang diberikan kepada

anak setiap hari. Pada kelompok status ekonomi cukup dimana pengasuhan anak

dilakukan sendiri oleh ibu juga ditemukan masalah yaitu nafsu makan anak yang

kurang. Anak tidak suka masakan rumah, tetapi lebih suka makanan jajanan. Anak

juga tidak mau makan sayur atau buah-buahan. Orangtua tidak mau memaksa

karena jika dipaksa anak akan menangis. Kurangnya konsumsi sayur dan buah

akan menimbulkan defisiensi mikronutrien yang bisa menyebabkan gangguan

pertumbuhan. Pada kelompok status ekonomi kurang maupun status ekonomi

cukup masih banyak dijumpai ibu yang memiliki pengetahuan rendah di bidang

gizi. Walaupun mereka rutin ke posyandu, namun di posyandu mereka jarang

memperoleh informasi tentang gizi. Informasi tentang gizi justru diperoleh dari

tenaga kesehatan yang mereka datangi pada saat anak sakit, itupun hanya sedikit.

Informasi dari media massa maupun media cetak juga tidak banyak diperoleh

karena ibu tidak gemar membaca artikel tentang kesehatan.

Status ekonomi kurang seharusnya tidak menjadi kendala dalam pemenuhan

kebutuhan gizi keluarga karena harga bahan pangan di negara kita sebenarnya

tidak mahal dan sangat terjangkau. Jenis bahan makanan juga sangat bervariasi

dan dapat diperoleh di mana saja. Namun karena pengetahuan akan gizi yang

kurang menyebabkan banyak orangtua yang beranggapan bahwa zat gizi yang

baik hanya terdapat dalam makanan yang mahal. Membuat masakan yang bergizi
21

dan enak rasanya memang membutuhkan kreativitas dan kesabaran. Keterbatasan

waktu terkadang membuat orangtua lebih senang membelikan makanan jajanan

daripada memasak sendiri. Pada makanan jajanan sering ditambahkan zat-zat

aditif yang bisa membahayakan kesehatan. Selain itu makanan jajanan kebersihan

dan keamanannya sangat tidak terjamin.

7. Hygiene dan Sanitasi Lingkungan

Sebuah metaanalisis yang dilakukan pada 71 penelitian menyatakan bahwa

faktor kebersihan dan kesehatan lingkungan berpengaruh terhadap kejadian

stunting. Studi yang disertakan menunjukkan bahwa mikotoksin bawaan

makanan, kurangnya sanitasi yang memadai, lantai tanah di rumah, bahan bakar

memasak berkualitas rendah, dan pembuangan limbah lokal yang tidak memadai

terkait dengan peningkatan risiko pengerdilan anak. Akses ke sumber air yang

aman telah dipelajari dalam sejumlah besar studi, tetapi hasilnya tetap inklusif

karena temuan studi yang tidak konsisten. Studi terbatas tersedia untuk arsenik,

merkuri, dan tembakau lingkungan, dan dengan demikian peran mereka dalam

pengerdilan tetap tidak meyakinkan. Penelitian yang diidentifikasi tidak

mengontrol asupan gizi. Sebuah model kausal mengidentifikasi penggunaan

bahan bakar padat dan mikotoksin bawaan makanan sebagai faktor risiko

lingkungan yang berpotensi memiliki efek langsung pada pertumbuhan anak.

2.1.2.4 Dampak Stunting

a. Jangka pendek
22

Dampak stunting dalam jangka pendek yaitu terganggunya perkembangan

otak, kecerdasan, gangguan pertumbuhan fisik, dan gangguan metabolisme dalam

tubuh.

b. Jangka Panjang

Akibat buruk yang dapat ditimbulkan adalah menurunnya kemampuan kognitif

dan prestasi belajar, menurunnya kekebalan tubuh sehingga mudah sakit, dan

resiko tinggi untuk munculnya penyakit diabetes, kegemukan, penyakit jantung

dan pembuluh darah, kanker, stroke, dan disabilitas pada usia tua.

2.1.2.5 Tanda-Tanda Anak Stunting

Menurut (Sevriani, 2022) Untuk dapat mengetahui kejadian stunting pada

anak, maka perlu diketahui karakteristik anak stunting agar dapat ditangani sedini

mungkin. Beberapa gejala stunting adalah:

1) Tanda-tanda pubertas terlambat

2) Anak usia 8-10 tahun lebih tenang dan jarang melakukan kontak mata

3) Perawakan pendek

4) Wajah terlihat lebih muda dari anak usia sebanyanya

5) Pertumbuhan gigi lambat

6) Performa buruk pada tes perhatian dan pembelajaran serta daya ingat yang

buruk.

2.1.2.6 Pencegahan dan Penanggulangan Stunting

Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan untuk mencegah stunting,

melalui Peraturan Presiden Nomor 42 Tahun 2013 tentang Gerakan Nasional


23

Pembinaan Gizi Percepatan, dengan fokus pada kelompok umur 1000 hari

pertama kehidupan, seperti:

1) Wanita hamil diperbolehkan untuk mengambil setidaknya 90 Tablet Tonik

Darah (TTD) selama kehamilan

2) Pemberian Makanan Pendamping ASI (PMT) untuk ibu hamil

3) Nutrisi lengkap

4) Melahirkan dengan dokter spesialis atau bidan

5) Inisiasi Menyusu Dini (IMD)

6) ASI Eksklusif sampai usia 6 bulan

7) Makanan Pendamping ASI untuk bayi di atas 6 bulan sampai 2 tahun (MP-

ASI)

8) Kekebalan dasar lengkap dan vitamin A

9) Pantau perkembangan balita Anda di posyandu terdekat

10) Menerapkan pola hidup bersih dan sehat (PHBS)

Selain itu, pemerintah juga menyelenggarakan MBM yang merupakan

proyek gizi dan kesehatan masyarakat untuk mencegah stunting. PKGBM

merupakan program pencegahan stunting yang komprehensif dan berkelanjutan di

daerah terpilih. Dengan tujuan program sebagai berikut:

1) Mengurangi dan mencegah underweight, malnutrisi dan stunting pada

anak,

2) Meningkatkan pendapatan rumah tangga/keluarga dengan penghematan

biaya, peningkatan produktivitas dan peningkatan pendapatan.


24

Upaya penanggulangan stunting berdasarkan (Khairiyati, 2014), diantaranya

adalah:

a. Edukasi kesadaran ibu tentang ASI Eksklusif (selama 6 bulan)

b. Edukasi tentang MP-ASI yang beragam (umur 6 bulan- 2 tahun)

c. Intervensi mikronutrien melalui fortifikasi dan pemberiam suplemen

d. Iodisasi garam secara umum

e. Intervensi untuk pengobatan malnutrisi akut yang parah

f. Intervensi tentang kebersihan dan sanitasi

2.1.3 Gizi Seimbang Pada Balita

2.1.3.1 Pengertian

Gizi seimbang merupakan susunan pangan sehari-hari yang mengandung zat

gizi dalam jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tubuh, dengan

memperhatikan prinsip keanekaragaman pangan, aktivitas fisik, perilaku hidup

bersih dan memantau berat badan secara teratur dalam rangka mempertahankan

berat badan normal untuk mencegah masalah gizi (Annet & Naranjo, 2014).

2.1.3.2 Empat Pilar Gizi Seimbang

Prinsip Gizi Seimbang terdiri dari 4 (empat) Pilar yang pada dasarnya

merupakan rangkaian upaya untuk menyeimbangkan antara zat gizi yang keluar

dan zat gizi yang masuk dengan memantau berat badan secara teratur. Empat Pilar

tersebut adalah:

1) Mengonsumsi anekaragam pangan


25

Tidak ada satupun jenis makanan yang mengandung semua jenis zat gizi yang

dibutuhkan tubuh untuk menjamin pertumbuhan dan mempertahankan

kesehatannya, kecuali Air Susu Ibu (ASI) untuk bayi baru lahir sampai berusia 6

bulan. Sehingga kita dianjurkan untuk mengonsumsi beraneka ragam makanan

dan beraneka ragam warna. Sebagai contoh sumber karbohidrat merupakan

sumber utama kalori, namun rendah vitamin dan mineral. Selain itu sayur kaya

akan vitamin, mineral dan serat namun rendah kalori dan protein. Khusus untuk

bayi berusia 0-6 bulan, ASI merupakan makanan tunggal yang sempurna. Hal ini

disebabkan karena ASI dapat mencukupi kebutuhan untuk tumbuh dan

berkembang dengan optimal, serta sesuai dengan kondisi fisiologis pencernaan

dan fungsi lainnya dalam tubuh.

Yang dimaksudkan beranekaragam dalam prinsip ini selain keanekaragaman

jenis pangan juga termasuk proporsi makanan yang seimbang, dalam jumlah yang

cukup, tidak berlebihan dan dilakukan secara teratur Anjuran pola makan dalam

beberapa dekade terakhir telah memperhitungkan proporsi setiap kelompok

pangan sesuai dengan kebutuhan yang seharusnya. Contohnya, saat ini dianjurkan

mengonsumsi lebih banyak sayuran dan buah-buahan dibandingkan dengan

anjuran sebelumnya. Demikian pula jumlah makanan yang mengandung gula,

garam dan lemak yang dapat meningkatkan resiko beberapa penyakit tidak

menular, dianjurkan untuk dikurangi. Akhir-akhir ini minum air dalam jumlah

yang cukup telah dimasukkan dalam komponen gizi seimbang oleh karena

pentingnya air dalam proses metabolisme dan dalam pencegahan dehidrasi.

2) Membiasakan perilaku hidup bersih


26

Penyakit infeksi merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi

status gizi seseorang secara langsung, terutama anak- anak. Seseorang yang

menderita penyakit infeksi akan mengalami penurunan nafsu makan sehingga

jumlah dan jenis zat gizi yang masuk ke tubuh berkurang. Sebaliknya pada

keadaan infeksi, tubuh membutuhkan zat gizi yang lebih banyak untuk memenuhi

peningkatan metabolisme pada orang yang menderita infeksi terutama apabila

disertai panas. Pada orang yang menderita penyakit diare, berarti mengalami

kehilangan zat gizi dan cairan secara langsung akan memperburuk kondisinya.

Demikian pula sebaliknya, seseorang yang menderita kurang gizi akan

mempunyai risiko terkena penyakit infeksi karena pada keadaan kurang gizi daya

tahan tubuh seseorang menurun, sehingga kuman penyakit lebih mudah masuk

dan berkembang. Kedua hal tersebut menunjukkan bahwa hubungan kurang gizi

dan penyakit infeksi adalah hubungan timbal balik. Budaya perilaku hidup bersih

akan menghindarkan seseorang dari keterpaparan terhadap sumber infeksi.

Contoh:

1) Selalu mencuci tangan dengan sabun dan air bersih mengalir sebelum

makan, sebelum memberikan ASI, sebelum menyiapkan makanan dan

minuman, dan setelah buang air besar dan kecil, akan menghindarkan

terkontaminasinya tangan dan makanan dari kuman penyakit antara lain

kuman penyakit typus dan disentri;

2) menutup makanan yang disajikan akan menghindarkan makanan

dihinggapi lalat dan binatang lainnya serta debu yang membawa berbagai

kuman penyakit;
27

3) selalu menutup mulut dan hidung bila bersin, agar tidak menyebarkan

kuman penyakit; dan

4) selalu menggunakan alas kaki agar terhindar dari penyakit kecacingan.

3) Melakukan aktivitas fisik

Aktivitas fisik yang meliputi segala macam kegiatan tubuh termasuk

olahraga merupakan salah satu upaya untuk menyeimbangkan antara pengeluaran

dan pemasukan zat gizi utamanya sumber energi dalam tubuh. Aktivitas fisik

memerlukan energi. Selain itu, aktivitas fisik juga memperlancar sistem

metabolisme di dalam tubuh termasuk metabolisme zat gizi. Oleh karenanya,

aktivitas fisik berperan dalam menyeimbangkan zat gizi yang keluar dari dan yang

masuk ke dalam tubuh.

4) Memantau Berat Badan (BB) secara teratur untuk mempertahankan berat

badan normal

Bagi orang dewasa salah satu indikator yang menunjukkan bahwa telah

terjadi keseimbangan zat gizi di dalam tubuh adalah tercapainya berat badan yang

normal, yaitu berat badan yang sesuai untuk tinggi badannya. Indikator tersebut

dikenal dengan Indeks Masa Tubuh (IMT). Oleh karena itu, pemantauan BB

normal merupakan hal yang harus menjadi bagian dari ‘Pola Hidup’ dengan ‘Gizi

Seimbang’, sehingga dapat mencegah penyimpangan BB dari BB normal, dan

apabila terjadi penyimpangan dapat segera dilakukan langkah-langkah

pencegahan dan penanganannya. Bagi bayi dan balita indikator yang digunakan
28

adalah perkembangan berat badan sesuai dengan pertambahan umur.

Pemantauannya dilakukan dengan menggunakan KMS.

2.1.3.3 Status Gizi

Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan

penggunaan zat-zat gizi. Dibedakan antara status gizi kurang, baik, dan lebih.

Status gizi yang baik diperlukan untuk mempertahankan derajat kebugaran dan

kesehatan, sehingga dapat membantu pertumbuhan bagi anak (Seimbang & Bayi,

2019). Status gizi adalah ukuran keberhasilan dalam pemenuhan nutrisi untuk

anak yang diindikasikan oleh berat badan dan tinggi badan anak. Penelitian status

gizi merupakan pengukuran yang didasarkan pada data antropometri serta

biokimia dan riwayat diit (Inda, 2018).

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi

Gizi kurang secara langsung disebabkan oleh kurangya konsumsi makanan

dan adanya penyakit infeksi. Makin bertambah usia balita maka makin bertambah

pula kebutuhannya. Konsumsi juga tergantung pada pendapatan, agama, adat

istiadat, dan pendidikan keluarga yang bersangkutan. Balita yang mendapat

makanan yang cukup baik tetapi sering diserang diare atau demam, akhirnya dapat

menderita gizi kurang. Sebaliknya balita yang makan tidak cukup baik maka daya

tahan tubuhnya (imunitas) dapat melemah, sehingga mudah diserang penyakit

infeksi, kurang nafsu makan dan akhirnya mudah terkena gizi kurang. Sehingga

disini terlihat interaksi antara konsumsi makanan yang kurang dan infeksi

merupakan dua hal yang saling mempengaruhi (Inda, 2018). Hubungan antara
29

kurang gizi dengan penyakit infeksi tergantung dari besarnya dampak yang

ditimbulkan oleh sejumlah infeksi terhadap status gizi itu sendiri. Penyakit infeksi

disebabkan oleh kurangnya sanitasi dan bersih, pelayanan kesehatan dasar yang

tidak memadai, dan pola asuh balita yang tidak memadai.

Penyebab tidak langsung yaitu ketahanan pangan di keluarga, pola

pengasuhan balita, serta pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan.

Rendahnya ketahanan pangan rumah tangga, pola asuh balita yang tidak memadai,

kurangnya sanitasi lingkungan serta pelayanan kesehatan yang tidak memadai

merupakan tiga faktor yang saling berhubungan. Makin tersedia air bersih yang

cukup untuk keluarga serta makin dekat jangkauan keluarga terhadap pelayanan

dan sarana kesehatan, ditambah dengan pemahaman ibu tentang kesehatan, makin

kecil resiko anak terkena penyakit dan kekurangan gizi. Sedangkan penyebab

mendasar atau akar masalah gizi di atas adalah terjadinya krisis ekonomi, politik

dan sosial termasuk bencana alam, yang mempengaruhi ketidak-seimbangan

antara asupan makanan dan adanya penyakit infeksi, yang pada akhirnya

mempengaruhi status gizi balita.

2.1.3.4 Kebutuhan Energi Dan Zat Gizi Pada Balita

Di masa balita ini, nutrisi memegang peranan yang penting dalam

perkembangan anak. Masa balita adalah masa transisi terutama pada usia 1 – 2

tahun dimana anak akan mulai memakan makanan yang padat dan menerima rasa

sertatekstur makanan yang baru. Kebutuhan nutrisi pada balita sebenarnya juga

dipengaruhi oleh usia, besar tubuh, dan tingkat aktivitas yang dilakukannya

(Kemenkes RI, 2017).


30

Syarat makanan yang diberikan pada anak balita adalah makanan yang mudah

dicerna dan tidak merangsang (tidak pedas).

1. Umur 1-3 tahun Pada usia 1-3 tahun anak bersifat konsumen pasif.

Makanannya tergantung pada apa yang disediakan ibu. Gigi geligi susu telah

tumbuh, tetapi belum dapat digunakan untuk mengunyah makanan yang terlalu

keras. Namun anak hendaknya sudah diarahkan untuk mengikuti pola makanan

orang dewasa.

2. Umur 4-5 tahun Pada usia 4-5 tahun anak bersifat konsumen aktif, yaitu

mereka telah dapat memilih makanan yang disukai. Kepada mereka telah dapat

diberikan pendidikan gizi baik di rumah maupun di sekolah. Kebiasaan yang

baik sudah harus ditanamkan. Prinsip penyusunan menu pada balita adalah

mengandung unsur-unsur sebagai berikut:

a. Energi diberikan tinggi untuk menyediakan energi yang cukup agar

protein tidak dipecah menjadi energi. Biasanya balita membutuhkan

sekitar 1.000 sampai 1.400 kalori per hari.

b. Protein diberikan tinggi untuk menunjang pertumbuhan dan menggantikan

apabila terdapat sel-sel yang rusak.

c. Kalsium : dibutuhkan kurang lebih 500 mg per hari

d. Zat besi : anak balita membutuhkan 7 mg per hari.

e. Lemak diberikan cukup untuk menyediakan alat transport vitamin larut

lemak.

f. Vitamin dan mineral cukup untuk menunjang proses metabolisme tubuh.

g. Cairan dan serat yang cukup untuk melancarkan proses defekasi.


31

Tubuh anak terdiri dari struktur tulang, otot, peredaran darah, jaringan

otak, dan organ-organ lain. Perkembangan tiap struktur ini sangat dipengaruhi

oleh masukan (intake) berbagai macam nutrisi makanan penunjang pertumbuhan.

Pada usia 2 tahun ini, anak-anak memiliki kerangka tubuh berupa tulang rawan

sehinga dengan pemberian masukan gizi berupa vitamin dan mineral akan

mempercepat pembentukan tulang (osifkasi). Anak usia 2 tahun juga sudah

mampu untuk berjalan dan melakukan semua gerakan tubuh yang dilakukan oleh

otot. Hal ini terjadi karena ribuan serabut otot yang semakin membesar dan terus

bekerja. Artinya, otot membutuhkan zat-zat dari asupan makanan yang diberikan

pada anak

Selain zat gizi diatas, air merupakan komponen utama dalam tubuh

manusia secara umum. Pada anak sekolah 60%-70% berat tubuh adalah air, Air

juga merupakan kebutuhan & bagian dari kehidupan manusia sehingga asupan air

pun sebaiknya seimbang dengan jumlah yang dikeluarkan. Asupan air yang

kurang akan menimbulkan masalah kesehatan, begitupun sebaliknya asupan air

yang berlebih juga dapat menimbulkan masalah kesehatan, khususnya pada anak

yang yang menderita penyakit ginjal & gagal jantung . Kebutuhan rata- rata cairan

untuk anak prasekolah adalah 1 – 1,5ml/Kkal/hr.

2.1.3.5 Prinsip Pemberian Makanan Anak Balita

Jadwal makan baik itu makan utama maupun snack harus diberikan secara

teratur dan terencana. Kondisi ini akan membuat ritme saluran cerna menjadi

terpola sehingga saluran cerna anak akan bekerja dengan baik. Lama waktu

makan maksimum 30 menit. Ketika anak sudah mulai tidak lagi focus dengan
32

makanannya hentikan pemberian makan. Diantara waktu makan anak hanya boleh

mengonsumsi air putih dan jangan terlalu banyak.

Lingkungan diusahakan bersifat netral, tidak ada paksaan atau hukuman

pada si anak meskipun anak hanya makan 1-2 suap saja. Begitu juga sebaliknya

jangan memberikan makanan sebagai hadiah pada anak kondisi ini akan

memungkinkan anak mempunyai persepsi yan membahagiakan ketika makan dan

selanjutnya anak merasa nyaman dalam menikmati makanannya. Biasakan anak

makan di meja makan tidak sambil bermain ataupun menonton televisi.

Seorang ibu atau pengasuh harus mampu menciptakan pola makan yang

baik untuk si anak, sehingga anak dapat belajar pola makan yang baik serta

memilih makanan yang sehat melalui teladan orang tua dan keterlibatannya dalam

aktifitas makan. Jadikan kebiasaan makan yang ingin dibiasakan dalam keluarga

sebagai bagian dari kesepakatan antara anak dan orang tua serta keluarga, anak

perlu tau semua alasan dibalik kesepakatan tersebut, dimana salah satunya adalah

supaya tubuh tetap dalam kondisi sehat.

2.1.3.6 Faktor Yang Mempengauhi Asupan Makan Balita

 Lingkungan dan keluarga adalah merupakan factor yang sangat penting

dalam kebiasaan makan anak balita. Makanan apa yang menjadi kesukaan

dan yang tidak disukainya adalah gambaran dari lingkungan dimana balita

tersebut berada. Lingkungan dan keluarga yang memberi teladan makan

yang baik akan membuahkan hasil yang baik pula pada diri si anak
33

 Media masa baik elektronik maupun cetak juga berdampak besar pada

asupan makan anak. Pada saat ini anak sangat mudah mengakses berita

ataupun paparan iklan di media massa. Untuk itu pendapingan anak dalam

melihat berita maupun iklan khususnya yang berhubungan dengan

makanan di media perlu diperhatikan

 Teman sebaya sangat besar pengaruhnya terhadap kebiasaan makan anak,

kesenanganmakan yang dilakukan seorang teman akan saling

mempengaruhi diantara mereka, untuk itu edukasi yang benar perlu

dilakukan dalam mengatasi permasalahan ini sesuai usianya.

 Kondisi yang tidak bisa diabaikan dalam melihat asupan makan balita

adalah kondisi kesehatan dan penyakit yang dialami oleh anak. Kondisi

Kesehatan yang tidak baik akan sangat mempengaruhi selera makan anak,

sehingga pada kondisi ini perlu perhatian khusus pada sianak sehingga

masalh gizi dapat dihindari.

2.1.3.7 Pemenuhan Gizi Untuk Balita Stunting

Stunting masih bisa diatasi dengan memberikan gizi yang lengkap dan

sesuai anjuran dokter (Fahlevi, 2022). Beberapa gizi penting untuk anak stunting,

di antaranya:

1. Karbohidrat

Karbohidrat adalah sumber energi utama bagi tubuh. Pada anak, persentase

energi yang diperoleh dari sumber karbohidrat sekitar 45 hingga 55 persen.

Karbohidrat terbagi menjadi 2 jenis, yakni karbohidrat kompleks dan karbohidrat


34

sederhana. Sumber karbohidrat kompleks, misalnya roti, pasta, dan nasi.

Sementara itu, sumber dari karbohidrat sederhana adalah gula pasir, permen, dan

sirup. Karbohidrat kompleks adalah yang paling diperlukan untuk pasokan energi

anak. Sedangkan, karbohidrat sederhana hanya boleh diberikan sedikit saja, yaitu

kurang dari 10 persen dari total kalori harian.

2. Lemak

Lemak juga diperlukan sebagai sumber energi untuk pertumbuhan anak

dengan stunting. Selain itu, zat tersebut juga memegang peran yang penting untuk

menunjang pertumbuhan otak anak. Lemak dapat pula berperan sebagai bahan

dasar pembentukan sel, serta berbagai hormon dalam tubuh. Pada anak, komposisi

kalori yang berasal dari lemak dapat mencapai 30 hingga 45 persen dari total

harian. Semakin muda usia anak, komposisi lemak yang diberikan bisa semakin

tinggi. Sebaliknya, semakin bertambah usia anak, komposisi lemak yang

dibutuhkan semakin berkurang.

3. Protein

Protein bermanfaat untuk membentuk sel sehat baru. Nutrisi tersebut juga

membantu sel-sel tubuh untuk menjalankan fungsinya dengan baik. Anak stunting

memerlukan protein dalam jumlah seimbang untuk mendukung daya tahan tubuh,

agar tidak mudah terserang penyakit. Senyawa ini pun berperan penting untuk

menunjang pertumbuhan tulang anak. Pada anak, anjuran pemberian protein

dalam sehari adalah sebanyak 10 hingga 20 persen dari total kalori harian. Protein
35

itu sendiri bisa berasal dari sumber hewani, seperti daging, ayam, telur, ikan, susu,

dan lainnya; atau nabati, seperti kacang-kacangan.

4. Berbagai Vitamin

Beberapa jenis vitamin yang penting dipenuhi pada kondisi anak stunting, antara

lain:

 Vitamin D, yang berperan pada pertumbuhan tulang

 Vitamin B, yang berperan dalam proses metabolisme tubuh

 Vitamin A, C, dan E, yang berperan untuk daya tahan tubuh agar anak

tidak mudah terserang penyakit.

5. Kalsium

Bagi anak-anak, kalsium dibutuhkan untuk pertumbuhan tulang dan gigi.

Kekurangan nutrisi ini bisa mengganggu pertumbuhan bagian tubuh tersebut, juga

memengaruhi tinggi badan anak. Maka dari itu, penting untuk memberikan

makanan yang kaya kalsium untuk anak stunting. Beberapa makanan yang

dimaksud, misalnya susu, yoghurt, keju, dan sayuran hijau.

6. Zinc

Zinc adalah salah satu nutrisi yang tidak boleh diabaikan untuk anak yang

mengalami stunting. Pasalnya, nutrisi ini dibutuhkan oleh semua sel, jaringan, dan

organ tubuh. Zinc diperlukan untuk pertumbuhan, pembentukan, dan

perkembangan sel menjadi jaringan dan organ tertentu. Selain itu, nutrisi ini juga

berperan penting dalam pertumbuhan perkembangan fungsi otak anak. Bisa


36

dibayangkan jika anak kekurangan asupan zinc. Tak hanya pertumbuhannya yang

terhambat, ia juga bisa mengalami gangguan kognitif alias fungsi otak.

7. Mineral Lainnya

Secara umum, semua mineral diperlukan untuk menunjang tumbuh kembang

si kecil dengan stunting. Salah satu contoh mineral yang penting untuk

anak stunting, yaitu zat besi. Anak membutuhkan makanan kaya besi untuk

menunjang perkembangan otot, otak, dan sistem kekebalan tubuhnya. Mineral ini

juga penting untuk mencegah anemia atau penyakit kurang darah.

Ada pula mineral lain yang tak kalah penting, seperti fosfor dan magnesium.

Keduanya dibutuhkan untuk pertumbuhan tulang yang optimal. Tak hanya itu,

mineral lain yang juga penting bagi anak stunting adalah yodium. Senyawa ini

bertugas mengoptimalkan kecerdasan otak anak.

2.1.4 Pengetahuan Pola Asuh

2.1.4.1 Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu

seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, teinga,

dan sebagainya). Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas

atau tingkatan yang berbeda-beda (richard oliver ( dalam Zeithml ), 2018).

Pengetahuan merupakan kemampuan seseorang yang mempengaruhi terhadap

tindakan yang dilakukan. Pengetahuan yaitu seseorang yang tidak secara mutlak

dipengaruhi oleh pendidikan karena pengetahuan juga dapat diperoleh dari

pengalaman masa lalu, namun tingkat pendidikan turut menentukan mudah


37

tidaknya seseorang menyerap dan memahami informasi yang diterima yang

kemudian menjadi dipahami (Dr. Vladimir, 2020)

2.1.4.2 Cara Memperoleh Pengetahuan

A. Cara non-ilmiah

1. Cara coba-coba (Trial and error).

Cara coba coba ini dengan menggunakan kemungkinan dalam memecahkan

masalah. Pemecahan masalah ini dengan menggunakan kemungkinan, maka

disebut dengan metode trial (coba) and error (gagal atau salah) atau metode coba

salah atau coba-coba.

2. Cara kebetulan

Penemuan kebenaran secara kebetulan terjadi karena tidak sengaja oleh orang

yang bersangkutan. Salah satu contoh adalah penemuan enzim urease

3. Cara kekuasaan atau otoritas

Jadi, pengetahuan ini diperoleh berdasarkan pada pemegang otoritas, yakni

orang yang mempunyai wibawa atau kekuasaan, baik tradisi, otoritas pemerintah,

otoritas pemimpin agama, maupun ilmu pengetahuan atau ilmuan. Prinsip inilah

orang lain menerima pendapat yang dikemukakan oleh orang yang mempunyai

otoritas, tanpa menguji atau membuktikan kebenarannya, baik berdasarkan fakta

empiris ataupun berdasarkan pendapat sendiri.

4. Berdasarkan pengalaman pribadi


38

Pengalaman pribadi dapat digunakan sebagai upaya memperoleh

pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang

diperoleh dalam pemecahan permasalahan yang dihadapi pada masa–masa yang

lalu.

5. Cara akal sehat (Common sense)

Akal sehat kadang-kadang dapat menemukan teori kebenaran. Sebelum

ilmu pendidikan ini berkembang, para orang tua zaman dahulu agar anaknya mau

menuruti nasehat orang tuanya, atau agar anak disiplin menggunakan cara

hukuman fisik bila anaknya berbuat salah, misalnya dijewer telinganya atau

dicubit. Ternyata cara menghukum anak ini sampai sekarang menjadi teori atau

kebenaran, bahwa hukuman merupakan metode (meskipun bukan yang paling

baik) bagi pendidikan anak-anak.

6. Kebenaran melalui wahyu

Ajaran agama adalah suatu kebenaran yang diwahyukan dari Tuhan melalui

para nabi. Kebenaran ini harus diterima dan diyakini oleh pengikut- pengikut

agama yang bersangkutan, terlepas dari apakah kebenaran tersebut rasional atau

tidak. Sebab kebenaran ini diterima oleh para nabi adalah wahyu dan bukan

karena hasil usaha penalaran atau penyelidikan manusia.

7. Secara intuitif

Kebenaran secara intuitif diperoleh manusia secara cepat melalui proses luar

kesadaran dan tanpa melalui proses penalaran atau berpikir. Kebenaran yang

diperoleh melalui intuitif sukar dipercaya karena kebenaran ini tidak mengunakan
39

cara-cara yang rasional dan yang sistematis. Kebenaran ini diperoleh seseorang

hanya berdasarkan intuitif atau suara hati.

8. Melalui jalan pikiran

Manusia telah mampu menggunakan penalarannya dalam memperoleh

pengetahuannya. Sehingga, dalam memperoleh kebenaran pengetahuan manusia

telah menggunakan alam pikirannya, baik melalui induksi maupun deduksi.

9. Induksi

Induksi adalah proses penarikan kesimpulan yang dimulai dari pernyataan-

pernyataan khusus ke pernyataan yang bersifat umum. Hal ini berarti dalam

pikiran induksi pembuatan kesimpulan tersebut berdasarkan pengalaman-

pengalaman empiris yang ditangkap oleh indra. Kemudian disimpulkan ke dalam

suatu konsep yang memungkinkan seseorang untuk memahami suatu gejala.

Karena proses berpikir induksi itu beranjak dari hasil pengamatan indra atau hal-

hal yang nyata, maka dapat dikatakan bahwa induksi beranjak dari hal yang

konkret kepada hal-hal yang abstrak.

10. Deduksi

Deduksi adalah pembuatan simpulan dari pernyataan-pernyataan umum ke

khusus. Dalam berpikir deduksi berlaku bahwa sesuatu yang dianggap benar

secara umum, berlaku juga kebenarannya pada semua peristiwa yang terjadi.

11. Cara modern


40

Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan dewasa ini lebih

sistematis, logis dan ilmiah. Cara ini disebut metode penelitian ilmiah. Cara ini

disebut metode penelitian ilmiah, atau lebih popular disebut metode penelitian

(research methodology).

2.1.4.3 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

a. Faktor pendidikan

Semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang, maka aan semakin mudah

untuk menerima informasi tentang obyek atau yang berkaitan dengan

pengetahuan. Pengetahuan umumnya dapat diperoleh dari informasi yang

disampaikan oleh orang tua, guru, dan media masa. Pendidikan sangat erat

kaitannya dengan pengetahuan, pendidikan merupakan salah satu kebutuhan dasar

manusia yang sangat diperlukan untuk pengembangan diri. Semakin tinggi tingkat

pendidikan seseorang, maka akan semakin mudah untuk menerima, serta

mengembangkan pengetahuan dan teknologi.

b. Faktor pekerjaan

Pekerjaan seseorang sangat berpengaruh terhadap proses mengakses informasi

yang dibutuhkan terhadap suatu obyek.

c. Faktor pengalaman

Pengalaman seseorang sangat mempengaruhi pengetahuan, semakin banyak

pengalaman seseorang tentang suatu hal, maka akan semakin bertambah pula

pengetahuan seseorang akan hal tersebut. Pengukuran pengetahuan dapat


41

dilakukan dengan wawancara atau angket yang menyatakan tantang isi materi

yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden.

d. Keyakinan

Keyakinan yang diperoleh oleh seseorang biasanya bisa didapat secara turun-

temurun dan tidak dapat dibuktikan terlebih dahulu, keyakinan positif dan

keyakinan negatif dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang.

e. Sosial Budaya

Kebudayaan berserta kebiasaan dalam keluarga dapat mempengaruhi

pengetahuan, presepsi, dan sikap seseorang terhadap sesuatu.

2.1.4.4 Tingkatan pengetahuan

a. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat

kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau

rangsangan yang telah diterima.

b. Memahami (Comprehention)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara

benar tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan materi

tersebut secara benar.

c. Aplikasi (Application)
42

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah

dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya. Aplikasi ini diartikan dapat

sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan

sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

d. Analisis (Analysis)

Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat

mengambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokan,

dan sebagainya.

e. Sintesa (Synthesis)

Sintesa adalah suatu kemampuan untuk meletakan atau menggabungkan

bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru atau dengan kata lain

sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formasi baru dari informasi-

informasi yang ada misalnya dapat menyusun, menggunakan, meringkaskan,

menyesuaikan terhadap suatu teori atau rumusan yang telah ada.

f. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian

terhadap suatu materi atau obyek. Penilaian ini berdasarkan suatu kriteria yang

ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang telah ada.

2.1.4.5 Indikator tingkat pengetahuan

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan cara membagikan angket

yang menanyakan materi yang ingin diukur dari responden atau melalui
43

wawancara langsung dengan subjek penelitian (Notoadjmojo, 2018). Menurut

(Notoadjmojo, 2018) Cara mengukur tingkat pengetahuan adalah memberikan

pertanyaan-pertanyaan, kemudian membuat penilaian nilai 1 untuk jawaban benar

dan 0 untuk jawaban yang salah berdasarkan kategori baik, cukup, dan kurang,

yang dibagi menjadi kategori:

1) Kurang (<56%)

2) Cukup (56%-75%)

3) Baik (>76%-100%)

No. Pernyataan Kode Bobot Nilai

1. Benar B 1

2. Salah S 0

Menurut Sugiyono (2016) Skala Guttman adalah skala yang digunakan

untuk mendapatkan jawaban tegas dari responden. Skala Guttman memiliki

pengukuran variabel dengan tipe jawaban yang lebih tegas, yaitu “Ya dan Tidak”,

“Benar dan Salah”, “Pernah-Tidak Pernah” dll.

Sumber: Sugiono 2016

Tabel 2.1 Skala Guttman

2.1.4.6 Pentingnya Pengetahuan

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk

terbentuknya tindakan seseorang (Over Behaviour). Menurut Notoadmojo, 2017

dalam literature review (Devy Shimarti, RMoersintowarti, Suminar, 2019) Dari

pengalaman dan penelitian, ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan
44

lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Sebelum

orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru didalam diri seseorang) terjadi

proses yang berurutan yakni:

1) Awareness (kesadaran) dimana orang tersebut menyadari dalam arti

mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).

2) Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut. Disini sikap

subjek sudah mulai timbul

3) Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus

tersebut bagi dirinya.

4) Trial, sikap dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan

apa yang kehendaki oleh stimulus.

5) Adaption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,

kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus. Apabila penerimaan perilaku baru

atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini, dimana didasari oleh

pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan

bersifat langgeng (long lasting). Sebaliknya, apabila perilaku itu tidak

didasari oleh pengetahuan dan kesadaran akan tidak berlangsung lama. Jadi,

pentingnya pengetahuan disini adalah dapat menjadi dasar dalam merubah

perilaku sehingga perilaku itu langgeng.

2.1.4.7 Pola Asuh

Secara terminologi pola asuh adalah cara terbaik yang ditempuh orang tua

dalam mendidik anak sebagai perwujudan dari tanggung jawab kepada anak

(Mathematics, 2016). Pola asuh adalah cara orangtua memperlakukan anak,


45

mendidik, membimbing, dan mendisiplinkan serta melindungi anak selama ia

melewati proses pendewasaan, termasuk juga upaya penanaman norma-norma

yang diharapkan oleh masyarakat pada umumnya.

Pola asuh dalam pemberian makan oleh ibu kepada anak atau parental

feeding style adalah perilaku atau praktek-praktek pengasuhan yang diterapkan

oleh ibu kepada anak yang berkaitan dengan cara dan situasi makan (Sevriani,

2022).

Menurut Soetjiningsih (1995:14) kebutuhan dasar anak untuk perkembangan

digolongkan menjadi 3 yaitu:

1. Kebutuhan fisik biomedis (asuh) Kebutuhan ini meliputi : pangan, perawatan

kesehatan dasar (imunisasi, pemberian ASI dan MP ASI, penimbangan anak

secara teratur, dan pengobatan kalau sakit), pemukiman yang layak, higiene

perorangan, dan sanitasi lingkungan.

2. Kebutuhan emosi atau kasih sayang (asih) Pada tahun pertama kehidupan,

kehidupan yang erat, mesra, dan selaras antara ibu dengan anak merupakan

syarat mutlak untuk menjamin perkembangan yang selaras baik fisik, mental

maupun psikososial.

3. Kebutuhan stimulasi mental (asah) Stimulasi mental merupakan pokok dalam

proses belajar (pendidikan dan pelatihan) pada anak. Stimulasi mental ini

mengembangkan perkembangan mental psikososial : kecerdasan, keterampilan,

kemandirian, kreativitas, agama dan moral.


46

2.1.4.8 Macam-Macam Pola Asuh

1. Pola Asuh Otoritatif (Demokratis)

Pola asuh demokratis ditandai dengan adanya pengakuan orang tua terhadap

kemampuan anak, anak diberi kesempatan untuk tidak selalu tergantung kepada

orang tua. Anak diberi kesempatan untuk mengembangkan control internalnya

sehingga sedikit demi sedikit berlatih untuk bertanggung jawab kepada dirinya

sendiri (Mathematics, 2016). Orang tua pada tipe pola asuh demokratis selalu

bersikap rasional dan mendasari tindakan-tindakan yang dilakukannya melalui

pemikiran-pemikiran yang matang.

Dalam pola asuh demokratis terdapat ciri-ciri atau indikator sebagai berikut:

1. Anak diberi kesempatan untuk mandiri dan mengembangkan kontrol

internal.

2. Anak diakui sebagai yang dilibatkan oleh orang tua dalam mengambil

keputusan.

3. Menetapkan peraturan serta mengatur kehidupan anak. Saat orang tua

menggunakan hukuman jika anak menolak melakukan apa yang telah

disetujui bersama, dengan hukuman yang edukatif untuk anak.

4. Memprioritaskan kepentingan anak, akan tetapi tidak terlepas dari

pengendalian mereka.

5. Bersikap realistis terhadap kemampuan yang dimiliki oleh anak.

6. Memberikan kebebasan kepada anak untuk memilih dan melakukan

tindakan dengan tetap mengawasinya.


47

7. Pendekatan yang dilakukan bersifat hangat (Jannah, 2017)

Pola asuh demokrasi ini sangat mementingkan dan cenderung memberikan

kebebasan kepada anak untuk mengembangkan segala kemampuannya dengan

tetap memberi pengawasan dan pengendalian terhadap anak serta di dukung oleh

pendekatan yang bersifat hangat dapat membuat anak merasa nyaman berada di

lingkungan keluarganya (Meidiana, 2018)

Dalam hal pemberian makan, pola asuh demokratis dikatakan sebagai pola

asuh yang paling seimbang karena orang tua menetukan menu makanan untuk

anaknya, akan tetapi orang tua tetap memberikan kesempatan bagi anak memilih

makanan. Orang tua dengan tipe pola asuh yang demokratis selalu mendorong

anaknya untuk makan tanpa menggunakan perintah dan memberikan dukungan

pada anak. Pola asuh ini dikatakan paling baik dan sehat karena orang tua

mengontrol jenis makanan anak, mengontrol berat badan anak, mengatur emosi

anak saat makan, serta mendorong anak untuk mengatur sendiri asupan makan

mereka namun tetap dalam pengawasan orang tua (Ammar, 2021)

2. Pola Asuh Otoriter

Pola asuh otoriter adalah pola asuh yang ditandai dengan cara mengasuh anak-

anak dengan aturan yang ketat, sering kali memaksa anak untuk berperilaku yang

ketat, sering kali memaksa anak untuk berperilaku seperti dirinya (orang tua),

kebebasan untuk bertindak atas nama diri sendiri dibatasi, anak jarang diajak

berkomunikasi dan diajak ngobrol, bercerita, bertukar pikiran dengan orang tua.

Pola asuh yang bersifat otoriter ini juga ditandai dengan hukuman-hukuman yang
48

dilakukan dengan keras, anak juga diatur dengan berbagai macam aturan yang

membatasi perlakuannya (Mathematics, 2016). Pola asuh otoriter orangtua

merupakan sentral artinya segala ucapan, perkataan maupun kehendak orangtua

dijadikan patokan (aturan) yang harus ditaati oleh anak-anak(Ammar, 2021).

Ciri-ciri pola asuh otoriter diantaranya :

1. Hukuman yang keras

2. Suka menghukum secara fisik

3. Bersikap mengomando

4. Bersifat kaku (keras)

5. Cenderung emosional dalam bersikap menolak

6. Harus mematuhi peraturan-peraturan orang tua dan tidak boleh membantah

Pola asuh otoriter yaitu pola asuh yang cenderung memaksakan segala

kehendak dan tuntutan orang tua kepada anaknya, dengan pengontrolan sangat

ketat, yang dapat menimbulkan perasaan takut, merasa tidak bahagia dan mudah

stress pada anak. Berdasarkan penjelasan di atas dapat kita ketahui bahwa

indikator dari pola asuh otoriter adalah sebagai berikut:

a. Orang tua memiliki kuasa penuh terhadap anak.

b. Komunikasi bersifat satu arah.

c. Anak hampir tidak pernah diberi pujian dari orang tua.

d. Anak cenderung merasa ketakutan dibawah tekanan orang tua.

e. Memaksakan segala kehendak orang tua.

Akibatnya anak cenderung memiliki ciri-ciri sebagai berikut :


49

1. Mudah tersinggung

2. Penakut

3. Pemurung tidak bahagia

4. Mudah terpengaruh dan mudah stress

5. Tidak mempunyai masa depan yang jelas

6. Tidak bersahabat

7. Gagah (rendah diri)

Dalam hal pemberian makan, pola asuh otoriter menerapkan peraturan kaku

yang berlaku pada setiap acara makan. Bukan hanya mengatur porsi dan waktu

makan, orang tua otoriter juga menyeleksi dengan ketat jenis makanan yang boleh

dimakan oleh anak, memantau perilaku makan anak, dan membatasi berat badan

anak. Anak hanya diizinkan menyantap jenis makanan sehat atau jenis makanan

apa pun yang lolos seleksi orang tuanya. Selain itu, sama sekali tidak

diperbolehkan. Berdasarkan suatu penelitian, anak yang diasuh dengan pola

otoriter cenderung sangat baik dalam mengkonsumsi sayuran dan buah-buahan,

sehingga gizi anak akan terpenuhi. Penerapan gaya pengasuhan otoriter berpotensi

memunculkan sejumlah kebiasaan pada diri anak seperti jadwal makan yang

waktunya selalu ditentukan oleh orang tua berpotensi menghambat kemampuan

anak untuk mengenali sinyal lapar dan kenyang; kegiatan makan yang berada

dalam suasana penuh tekanan akan membuat anak cenderung memiliki berat

badan berlebih atau terlalu rendah; anak akan cenderung makan berlebihan ketika

suatu saat mendapatkan akses pada jenis-jenis makanan yang biasanya dilarang;

karena acara makan tidak terasa menyenangkan, anak kurang antusias terhadap
50

makanan dan kegiatan makan; Anak yang lebih kecil juga akan cenderung

menunjukkan perilaku rewel saat mendekati waktu makan (Ammar, 2021).

6. Pola Asuh Permisif

Pola asuh permisif merupakan segala kehendak orang tua diberikan kepada

anak untuk bebas memilih sesuka hati tanpa memikirkan dampaknya yang

dilakukan oleh anak. Pola asuh permisif ini orang tua justru merasa tidak peduli

dan cenderung memberi kesempatan serta kebebasan secara luas kepada anaknya

(Meidiana, 2018). Pola asuh ini ditandai dengan adanya kebebasan tanpa batas

pada anak untuk berperilaku sesuai dengan keinginannya sendiri, orang tua tidak

pernah memberikan aturan dan pengarahan kepada anak, sehingga anak akan

berperilaku sesuai dengan keinginannya sendiri walaupun terkadang bertentangan

dengan norma social. Gaya pengasuhan dimana orang tua sangat terlibat dengan

anak, namun tidak terlalu menuntut atau mengontrol. Membiarkan anak

melakukan apa yang mereka inginkan. Anak menerima sedikit bimbingan dari

orang tua, sehingga anak sulit dalam membedakan perilaku yang benar atau tidak.

Anak yang memiliki orang tua permissive kesulitan untuk mengendalikan

perilakunya, kesulitan berhubungan dengan teman sebaya, kurang mandiri dan

kurang eksplorasi.

Dalam hal pemberian makan orang tua yang menerapkan pola asuh permisif

tak punya aturan yang jelas mengenai kegiatan makan. Jadwal makan serta jenis

makanan yang hendak dikonsumsi sepenuhnya berada dalam kendali anak. Selain

kebebasan dalam mengatur jadwal makan, anak juga memegang kendali penuh
51

dalam menentukan pilihan menu. Jika anak tidak ingin mengkonsumsi nasi dan

lauk pauk yang tersedia di atas meja, maka orang tua siap menawarkan sejumlah

alternatif makanan lain yang terkadang melibatkan jenis makanan instan. Orang

tua permisif juga sering kali membolehkan anaknya ngemil makanan ringan

hingga kenyang menjelang waktu makan. Kebiasaan inilah yang sering kali

mengakibatkan anak memundurkan atau bahkan melewatkan jadwal makan. Pada

pola asuh permisif, makanan sehat maupun tidak sehat dipilih sesuai dengan

keinginan anak, sehingga kontrol terhadap status gizi anak dikendalikan oleh anak

tersebut. Penerapan pola asuh ini juga berpotensi memunculkan kebebasan

memilih jenis makanan sendiri memang akan membuat anak lebih bersemangat di

saat makan.

Berikut merupakan indikator yang terdapat pada pola asuh permisif

diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Kontrol atau pengawasan orang tua yang rendah.

2. Memberikan kebebasan kepada anak secara berlebihan.

3. Anak diberikan kebebasan dalam melakuan keinginannya.

4. Tidak diberlakukan sistem hukuman kepada anak.

5. Membolehkan anak melakukan segala kegiatan tanpa diawasi oleh orang tua.

2.1.4.9 Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan Pola Asuh

A. Faktor Internal

1. Usia orang tua


52

Usia merupakan faktor yang mempengaruhi pola asuh orang tua. Hal ini

dikarenakan usia akan membawa orangtua sesuai dengan karakteristik pada

masanya. Usia ini juga nantinya akan berpengaruh terhadap komunikasi terhadap

anak. Usia mempengaruhi cara orang memandang dan berpikir. Semakin matang

kedewasaan dan kekuatan seseorang, semakin matang pula pikiran dan

tindakannya (Sevriani, 2022). Orang tua yang usianya lebih muda (20-35 tahun)

cenderung lebih demokratis dibandingkan dengan orang tua yang lebih tua (lebih

dari 35 tahun). Semakin kecil perbedaan usia antara orang tua dan anak, maka

semakin kecil pula perbedaan dan perubahan budaya dalam kehidupan mereka

sehingga akan membuat orang tua lebih memahami tentang anaknya

(Mathematics, 2016).

2. Pendidikan orang tua

Latar belakang pendidikan orang tua dapat mempengaruhi pola pikir orang

tua baik formal maupun non formal kemudian juga berpengaruh pada Aspirasi

atau harapan orang tua kepada balita (Inda, 2018). Orang tua yang berpendidikan

tinggi cenderung menerapkan pola asuh demokratis karena mereka mengetahui

hak-hak anak. Pendidikan dan pengalaman orang tua dalam perawatan anak akan

mempengaruhi persiapan mereka menjalankan pengasuhan. Ada beberapa cara

yang dapat dilakukan untuk menjadi lebih siap dalam menjalankan peran

pengasuhan antara lain : terlibat efektif dalam setiap pendidikan anak, mengamati

segala sesuatu dengan berorientasi pada masalah anak, selalu berupaya

menyediakan waktu anak- anak dan menilai perkembangan fungsi keluarga dan

kepercayaan anak.
53

3. Pekerjaan orang tua

Orang tua yang bekerja cenderung memiliki waktu yang terbatas dalam

pengasuhan terhadap anaknya. Hal ini dapat menimbulkan masalah dalam

pengasuhan anak (Sevriani, 2022).

4. Jumlah anak

Jumlah anak yang dimiliki keluarga akan mempengaruhi pola asuh yang

diterapkan orang tua. Semakin banyak jumlah anak dalam keluarga, maka ada

kecenderungan bahwa orang tua tidak begitu menerapkan pola pengasuhan secara

maksimal pada balita karena perhatian dan waktunya terbagi antara balita yang

satu dengan anak yang lainnya (Inda, 2018).

5. Kepribadian orang tua

Kepribadian ayah dan ibu ikut mewarnai pola interaksi orang tua-anak

(Sevriani, 2022). Dalam mengasuh balita orang tua bukan hanya mampu

mengkomunikasikan fakta, gagasan dan pengetahuan saja, melainkan membantu

menumbuh kembangkan kepribadian balita (Inda, 2018).

6. Pengalaman mengasuh anak (parenting experience) sebelumnya dan

kesamaan pola asuh orangtuanya.

Orang tua yang sudah memiliki keterampilan untuk mengasuh anaknya

siap untuk mengambil peran sebagai orang tua. Selain itu, orangtua akan lebih

mampu mengenali tanda-tanda tumbuh kembang normal pada anak. Apabila

orang tua merasa bahwa orangtua mereka berhasil mendidik dengan baik, mereka
54

akan menggunakan teknik yang serupa dalam mendidik anaknya. Jika mereka

merasa teknik yang digunakan orang tua mereka salah, makan biasanya mereka

beralih ke teknik yang berlawanan (Mathematics, 2016).

7. Status ekonomi

Lingkungan sosial berkaitan dengan pola hubungan sosial atau pergaulan

yang dibentuk oleh orang tua maupun balita dengan lingkungan sekitarnya. Balita

yang sosial ekonominya rendah cenderung tidak melanjutkan pendidikan ke

jenjang yang lebih tinggi atau bahkan tidak pernah mengenal bangku pendidikan

sama sekali karena terkendala oleh status ekonomi (Inda, 2018). Dengan

perekonomian yang cukup, kesempatan dan fasilitas yang diberikan serta

lingkungan material yang mendukung cenderung mengarahkan pola asuh orang

tua menuju perlakuan tertentu yang dianggap orang tua sesuai (Mathematics,

2016).

8. Budaya

Budaya sering kali orang tua mengikuti cara-cara yang dilakukan oleh

masyarat dalam mengasuh anak, kebiasaan-kebiasaan masyarakat disekitarnya

dalam mengasuh anak. Karena pola-pola tersebut dianggap berhasil dalam

mendidik anak kearah kematangan. Orang tua mengharapkan kelak anaknya dapat

diterima dimasyarakat dengan baik, oleh karena itu kebudayaan atau kebiasaan

dalam mengasuh anak juga mempengaruhi setiap orang tua dalam memberikan

pola asuh terhadap anaknya (Mathematics, 2016).

B. Faktor Eksternal
55

1. Sikap bawaan anak. Sikap orang tua terhadap anak tidak terlepas dari

pengaruh sifat anak sendiri sehingga interaksi orang tua anak tidak sama

pada setiap anak.

2. Kelahiran anak. Interaksi orang tua anak akan berubah dengan lahirnya

anak yang lain.

3. Tingkah laku setiap anggota keluarga. Tingkah laku seorang anggota

keluarga akan mempengaruhi dan dapat mengubah pola interaksi.

4. Interaksi antar anggota keluarga. Interaksi antar anggota keluarga terjalin

secara erat dan sulit di pisahkan.

5. Pengaruh lingkungan: Proses interaksi keluarga tidak terlepas dari

pengaruh lingkungan sekitar (Sevriani, 2022).

2.1.4.10 Jenis-Jenis Pengasuhan

1. Pola Asuh oleh Orang Tua

Sudah menjadi tugas orang tua untuk memberikan anak pengalaman yang

dibutuhkan anak agar kecerdasannya berkembang sempurna. Ayah dan ibu

memiliki peran yang sama dalam pengasuhan anak-anaknya. Namun ada sedikit

perbedaan dalam sentuhan dari apa yang ditampilkan oleh ayah dan ibu. Peran

ibu, antara lain: menumbuhkan perasaan sayang, cinta, melalui kasih sayang dan

kelembutan seorang ibu, menumbuhkan kemampuan berbahasa dengan baik

kepada anak, mengajarkan anak perempuan berperilaku sesuai jenis kelaminnya

dan baik. Peran ayah, antara lain: menumbuhkan rasa percaya diri dan

berkompeten kepada anak, memumbuhkan untuk anak agar mampu berprestasi,

mengajarkan anak untuk tanggung jawab.


56

2. Pola Asuh oleh Orang Tua Tunggal

Menjadi orang tua tunggal membutuhkan tenaga ekstra dalam merawat

anak. Orang tua tunggal dapat terjadi akibat perceraian atau perpisahan,

kematian pasangan, wanita tidak menikah yang membesarkan anaknya sendiri,

atau adopsi oleh pria atau wanita yang tidak menikah. Pola asuh dengan orang

tua tunggal memiliki beberapa masalah yang dapat memengaruhi kesehatan

anak-anak. Hidup dalam rumah tangga dengan orang tua tunggal dapat

menimbulkan stress baik bagi individu dewada dan anak-anak. Orang tua

tunggal dapat merasa kewalahan karena tidak ada individu lain untuk berbagi

tanggung jawab sehari-hari dalam mengatur asuhan anak-anak, mempertahankan

pekerjaan, menjaga rumah dan keuangan. Komunikasi dan dukungan penting

untuk optimalitas fungsi pola asuh dengan orang tua tunggal. Orang tua tunggal

harus memberikan dukungan yang lebih besar untuk anak-anak mereka.

3. Pola Asuh dengan Kakek-Nenek

Dalam pola asuh oleh kakek-nenek, nenek memiliki kecendrungan lebih

banyak untuk mengasuh sang cucu dibandingkan kakek. Penelitian secara

konsisten telah menemukan bahwa nenek memiliki kontak yang lebih banyak

dengan cucunya dibandingkan kakek. Peran kakek-nenek dapat memiliki fungsi

yang berbeda dalam keluarga, kelompok etnis dan budaya, dan situasi yang

berbeda. Keberagaman pengasuhan cucu pada usia lanjut juga timbul pada

penyidikan debelumnya tentang bagaimana kakek-nenek berinteraksi dengan

cucu mereka.
57

4. Pola Asuh dengan Perawat Asuh

Perawat asuh adalah situasi ketika anak diasuh dalam situasi hidup lain

yang terpisah dari orang tua atau wali legalnya. sebagian besar anak-anak yang

ditempatkan dalam perawat asuh telah menjadi korban penganiayaan atau

pengabaian. Anak-anak dalam perawat asuh lebih cenderung memperlihatkan

banyak masalah medis, emosi, perilaku atau perkembangan. Perhatian individual

terhadap anak dalam perawatan asuh sangat penting. Pendekatan multidisiplin

terhadap asuhan yang mencakup orang tua kandung, orang tua asuh, anak,

professional layanan kesehatan, dan pelayanan pendukung sangat penting untuk

memenuhi kebutuhan anak akan pertumbuhan dan perkembangan. Perawat

memainkan peran penting dalam mendukung anak.

2.1.4.11 Pola Asuh Gizi atau Makan

A. Pengertian

Pola asuh makan adalah praktik-praktik pengasuhan yang diterapkan ibu

atau pengasuh kepada anak balita yang berkaitan dengan cara dan situasi makan.

Jumlah dan kualitas makanan direncanakan, dan dilaksanakan oleh ibu atau

pengasuhnya. Pola asuh makan anak akan selau terkait dengan kegiatan

pemberian makan, yang akhirnya akan memberikan sumbangan status gizinya.

Pola asuh makan adalah interaksi yang dilakukan oleh ibu kepada anaknya yang

berhubungan dengan praktik-praktik pemberian makan yang meliputi cara ibu

dalam memberikan makan dan menyiapkan makan.


58

Praktik pemberian makan pada anak mempunyai perasan yang besar dalam

asupan nutrient anak. Ada tiga perilaku yang mempengaruhi asupan tersebut,

yaitu:

1) Menyesuaikan metode pemberian makan dengan kemampuan psikomotor

anak.

2) Pemberian makan yang responsif, termasuk dorongan untuk makan,

memperhatikan nafsu makan anak, waktu pemberian, dan hubungan baik

dengan anak selama memberi makan

3) Situasi pemberian makan, termasuk bebas dari gangguan, waktu

pemberian makan yang tertentu, perhatian dan perlindungan selama

makan.

Frekuensi makanan yang dibutuhkan oleh anak untuk mencapai energi yang

dianjurkan, tergantung pada kepadatan energi dari makanan. Karena lambung

anak ukurannya kecil, maka pemberian makan yang sering adalah penting.

Bantuan pertama yang dibutuhkan anak dari orang tuanya untuk tumbuh kembang

adalah berupa penyediaan makanan bergizi agar mendapatkan kemampuan fisik

dan mental yang baik. pola asuh makan yang baik, dalam arti secara kuantitatif

maupun kualitatif yang tepat pada masa balita sangat dianjurkan.

Pola pemberian makanan dapat mempengaruhi status gizi balita, karena pola

pemberian makanan yang seimbang yaitu sesuai dengan kebutuhan disertai

pemilihan bahan makanan yang tepat akan melahirkan status gizi yang baik.

Asupan makanan yang melebihi kebutuhan tubuh akan menyebabkan kelebihan


59

berat badan dan penyakit lain yang disebabkan oleh kelebihan zat gizi.

Sebaliknya, asupan makanan kurang dari yang dibutuhkan akan menyebabkan

tubuh menjadi kurus dan rentan terhadap penyakit. Kedua keadaan tersebut sama

tidak baiknya, sehingga disebut gizi salah (Mathematics, 2016)

B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh Gizi

1. Tingkat Pendapatan Keluarga

Keadaan ekonomi keluarga relatif lebih mudah diukur dan berpengaruh besar

pada konsumsi pangan, dimana konsumsi pangan pada balita ditentukan dan pola

asuh gizi, terutama pada keluarga golongan miskin. Hal ini disebabkan karena

penduduk golongan miskin menggunakan sebagian besar pendapatannya untuk

memenuhi kehutuhan makanan. Dua perubahan ekonomi yang cukup dominan

sebagai determinan pola asuh gizi adalah pendapatan keluarga dan harga (baik

harga pangan maupun harga komoditas kebutuhan dasar). Perubahan pendapatan

dapat mempengaruhi perubahan pola asuh gizi yang secara langsung

mempengaruhi konsumsi pangan pada balita. Meningkatnya pendapatan berarti

memperbesar peluang untuk membeli pangan dengan kualitas dan kuantitas yang

lebih baik. Sebaliknya penurunan pendapatan akan rnenyebabkan penurunan

dalam hal kualitas penurunan kuantitas pangan yang dibeli.

2. Tingkat pendidikan ibu

Tingkat pendidikan adalah jenjang aktifitas dan usaha manusia untuk

rneningkatkan kepribadiannva dengan jalan membina potensi-potensi pribadinya,

yaitu rohani (pikir, rasa, karsa, cipta dan budi nurani) dan jasmani (panca indera
60

dan keterampilan keterampilan) melalui pendidikan formal. Adapun tingkat

pendidikan di negara kita meliputi: pendidikan dasar, pendidikan rnenengah dan

pendidikan tinggi. Pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor yang penting

dalarn tumbuh kembang anak. karena dengan pendidikan yang baik, maka orang

tua dapat menerima segala informasi dari luar terutama tentang cara pengasuhan

anak yang baik/cara mempraktekkan pola asuh dalam kehidupan sehari-hari,

bagaimana cara menjaga kesehatan anak, pendidikannya dan sebagainya.

3. Pengetahuan dan Pendidikan Gizi

Suatu hal yang meyakinkan tentang pentingnya pengetahuan gizi didasarkan

pada tiga kenyataan :

• Status gizi yang cukup adalah penting bagi kesehatan dan kesejahteraan.

• Setiap orang hanya akan cukup gizi jika makanan yang dimakannya

mampu menyediakan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan yang

optimal, pemeliharaan dan energi.

• Ilmu gizi memberikan fakta-fakta yang perlu sehingga penduduk dapat

belajar menggunakan pangan dengan baik bagi kesejahteraan gizi.

Kurangnya pengetahuan dan salah konsepsi tentang kebutuhan pangan dan

nilai pangan adalah umum disetiap negara di dunia. Kemiskinan dan

kekurangan persediaan pangan yang bergizi merupakan faktor penting

dalam masalah kurang gizi. Lain sebab yang penting dan gangguan gizi

adalah kurangnya pengetahuan tentang gizi atau kemampuan untuk


61

menerapkan informasi, dengan pengetahuan yang kurang dapat

menentukan pola asuh gizi yang dilaksanakan sehari-hari.

Salah satu parameter untuk menentukan sosial ekonomi keluarga adalah

tingkat pendidikan, terutama tingkat pendidikan pengasuh anak. Peranan ibu

sebagai pengasuh utama anaknya sangat diperlukan mulai dari pembelian hingga

penyajian makanan. Pendidikan gizi ibu akan meningkatkan pengetahuan gizi

anak dan akan membantu sikap anak yang dapat mempengaruhi kebiasaan anak

dalam memilih makanan dan snack yang menyehatkan. Pengaruh pendidikan gizi

ibuterhadap kesehatan akan lebih efektif jika tergetnya adalah langsung pada anak

usia balita (richard oliver (dalam Zeithml., 2021)

4. Jumlah anggota keluarga

Besar kecilnya jumlah anggota keluarga akan berpengaruh terhadap

pembagian pangan pada masing-masing anggota keluarga. Pada keluarga yang

memiliki balita, dengan jumlah anggota keluarga yang besar bila tidak didukung

dengan seimbangnya persediaan makanan di rumah maka akan berpengaruh

terhadap pola asuh yang secara langsung mempengaruhi konsumsi pangan yang

diperoleh masing-masing anggota keluarga terutama balita yang membutuhkan

makanan pendamping ASI. Program Keluarga Berencana telah mencanangkan

bahwa jumlah anggota keluarga yang paling ideal adalah 4 orang. Program

pemerintah ini bertujuan agar anggota keluarga dengan jumlah sekian diharapkan

dapat lebih memudahkan keluarga tersebut mencukupi semua kebutuhan anggota

keluarganya, tanpa menanggung beban kebutuhan anggota keluarganya yang


62

banyak. Namun program pemerintah ini belum 100% berhasil. Terbukti dengan

masih banyaknya keluarga yang memiliki jumlah anggota keluarga yang banyak.

Hal ini lebih banyak dilihat pada keluarga yang tinggal di pedesaan.

5. Budaya pantang makanan

Pola asuh dan pola konsumsi makanan merupakan hasil budaya masyarakat

yang bersangkutan. dan mengalami perubahan terus-menerus menyesuaikan diri

dengan kondisi lingkungan dan tingkat kemajuan budaya masyarakat tersebut.

Pola asuh ini diajarkan dan bukan diturunkan secara herediter dan nenek moyang

sampai generasi sekarang dan generasi-generasi yang akan datang. Pendapat

masyarakat tentang konsepsi kesehatan dan gizi sangat berpengaruh terhadap

pemilihan bahan makanan. Salah satu pengaruh yang sangat dominan terhadap

pola konsumsi adalah pantangan atau tabu. Terdapat jenis-jenis makanan yang

tidak boleh dimakan oleh kelompok umur tertentu atau oleh perempuan remaja

atau perempuan hamil dan menyusui. Larangan ini sering tidak jelas dasarnya,

tetapi mempunyai kesan larangan dan penguasa supernatural, yang akan memberii

hukuman bila larangan tersebut dilanggar. Namun demikian, orang sering tidak

dapat mengatakan dengan jelas dan pasti. siapa yang melarang tersebut dan apa

alasannya (Mathematics, 2016).

2.1.5 KIE (Komunikasi, Informasi, Edukasi)

2.1.5.1 Pengertian KIE

Komunikasi adalah penyampaian pesan secara langsung atau tidak

langsung melalui saluran komunikasi kepada penerima pesan untuk mendapatkan


63

tanggapan. Tanggapan (respon) diperoleh karena telah terjadi penyampaian pesan

yang dimengerti oleh masing-masing pihak.

Informasi adalah keterangan, gagasan maupun kenyataan yang perlu

diketahui masyarakat (pesan yang disampaikan) dan dimanfaatkan seperlunya.

Edukasi adalah sesuatu kegiatan yang mendorong terjadinya penambahan

pengetahuan, perubahan sikap, perilaku dan ketrampilan seseorang/kelompok

secara wajar. (Sisparyadi et al., 2018)

2.1.5.2 Kategori KIE

KIE dapat dikelompokkan menjadi 3 bagian:

a) KIE individu : Suatu proses KIE timbul secara langsung antara petugas

KIE dengan individu sasaran program, misalnya terjadi meditasi, refleksi

diri, berdoa. Media KIE yang digunakan bisa merupakan alat peraga,

bahan bacaan

b) KIE kelompok : Suatu proses KIE timbul secara langsung antara petugas

KIE dengan kelompok (2-15) orang, misalnya melalui diskusi kelompok

(FGD). Media yang digunakan bisa berupa alat peraga, video, buku

panduan, modul, film-film pendek

c) KIE massa : Suatu proses KIE tentang sesuatu program yang dapat

dilakukan secara langsung maupun tidak langsung kepada masyarakat

dalam jumlah besar. Penyampaian Pesan Kepada Kelompok besar/

sebagian besar populasi. Bisa dalam bentuk seminar, kempanye akbar,

seruan moral/pernyataan sikap, dll.


64

2.1.5.3 Tujuan KIE

Tujuan dilaksanakannya program KIE, yaitu untuk mendorong terjadinya

proses perubahan perilaku kearah yang positif, peningkatan pengetahuan, sikap

dan praktik masyarakat (klien) secara wajar sehingga masyarakat

melaksanakannya secara mantap sebagai perilaku yang sehat dan bertanggung

jawab. Selain itu, KIE Secara aktif mendukung suatu masalah/issu dan mencoba

untuk mendapatkan dukungan dari pihak lain.

2.1.5.4 Proses Pelaksanaan KIE

1. Saluran, sarana yang digunakan untuk menyampaikan pesan KIE

2. Pesan, informasi yang disampaikan

3. Penerima, ada audiens atau kelompok masyarakat yang mendapatkan

informasi

4. Gangguan, hambatan dalam penyampaian informasi/pesan

5. Pengirim, pihak yang memberikan informasi/komunkator.

6. Umpan Balik, ada respon atau tanggapan balik dari masyarakat tentang

informasi yang disampaikan.

2.1.5.5 Langkah-Langkah Menggunakan KIE

1. Mempertajam analisa sasaran, difokuskan pada sasaran yang akan

mendapatkan informasi (apakah kelompok anak, kelompok orang tua,

guru, masyarakat, atau aparat desa, dll)

2. Penetapan Strategi, cara yang tepat dalam penyampaian pesan

3. Memperbesar arus komunikasi, mengefektifkan semua jenis media KIE

untuk memperbesar arus komunikasi ke semua pihak


65

4. Penyusunan Isi Pesan, menyusun materi dan isi terkait pesan yang akan

disampaikan

5. Desain Media, merancang media yang efektif dan sesuai dengan

kebutuhan masyarakat sasaran dengan memilih penentuan gambar, cover

serta memperhatikan estetika yang bisa menarik perhatian masyarakat

6. Pelaksanaan KIE, KIE yang sudah disusun dan didesain dengan tepat

didistribusikan ke kelompok masyarakat sasaran.

7. Evaluasi, melihat/mengamati, menilai kembali bahan KIE yang sudah

dihasilkan dan yang sudah didistribusikan. Sejauh mana memberi manfaat

bagi masyarakat serta berdampak pada perubahan sikap dan perilaku pada

masyarakat.

2.1.5.6 Prinsip Pelaksanaan KIE

Prinsip yang harus dipilih dalam penggunaan/pelaksanaan KIE adalah :

7. JELAS, menggunakan materi dan alat peraga yang menarik perhatian dan

atau mengambil contoh dari kehidupan sehari-hari

8. LENGKAP, informasinya lengkap dan utuh, menyesuaikan materi KIE

dengan latar belakang kelompok sasaran

9. SINGKAT/SEDERHANA,memberikan penjelasan dengan bahasa

sederhana dan mudah dipahami

10. BENAR/TEPAT ; memahami, menghargai dan menerima kedaan

kelompok sasaran (status pendidikan, sosial ekonomi dan situasi

emosional) sebagaimana adanya.


66

11. SOPAN ; memperlakukan kelompok sasaran dengan sopan, baik dan

ramah.

2.1.5.7 Faktor-Faktor yang mempengaruhi KIE

12. Faktor penunjang : Faktor yang menunjang kelancaran proses KIE antara

lain pengetahuan, ketrampilan dan komunikator/pelaksana kegiatan

(fasiliattor, aktifis, relawan). Jika seorang komunikator memiliki

pengetahuan dan ketrampilan yang cukup dalam proses KIE akan

membawa hasil yang lebih baik.

13. Faktor penghambat :

1) Faktor Penerima Pesan (Komunikan)

• Kecurigaan

• Pendengaran kurang sempurna

2) Faktor Isi Pesan

• Bahasa tidak lazim

• Memiliki arti ganda

3) Pengirim Pesan (Komunikator)

• Gagap

• Kurang percaya diri

2.1.5.8 Apkilasi KIE

Dalam penanggulangan stunting, KIE yang dilakukan diantaranya adalah :

Komunikasi : Menanyakan pada ibu mengenai riwayat pola pengasuhan balita

terutama dalam pemberian konsumsi gizi.


67

Informasi : Memberi informasi kepada ibu terkait stunting dan bagaimana cara

menanggulanginya agar tidak terjadi secara berkelanjutan. Serta menambah bekal

agar dapat mencegah terjadinya stunting apabila ibu hendak memiliki anak lagi.

Edukasi : Memberikan edukasi dan pendidikan kepada ibu terkait Gizi seimbang,

agar dapat menambah wawasan ibu dan menimbulkan terjadinya perubahan

positif pada ibu dalam praktik pemberian makan gizi seimbang.


68

Faktor yang mempengaruhi:


2.2 Kerangka Teori
1. Tingkat pendapatan
keluarga
Faktor penyebab: 2. Balita Stunting
Pendidikan ibu Penanggulangan:
3. Pengetahuan dan
Faktor Internal pendidikan a. Edukasi kesadaran
4. Jumlahpola
anggota ASI Eksklusif (selama
1. Faktor genetic Pengetahuan asuh keluarga
ibu 6 bulan)
5. Budaya pantang makan
2. Anemia pada ibu b. Edukasi MP-ASI
hamil (umur 6 bulan- 2
3. Riwayat BBLR tahun)
Faktor yg mempengaruhi:
4. Jarak kelahiran c. Intervensi
1. Kepribadian orangtua mikronutrien
Faktor Eksternal pemberiam suplemen
2. Pendidikan dan pekerjaan
3. Pengalaman mengasuh anak d. Penyuluhan pemberian
1. Defisiensi zat gizi
4. Usia orangtua garam yodium
2. Status ekonomi
5. Status ekonomi e. Penanganan malnutrisi
3. Hygiene dan sanitasi
6. Jumlah anak f. Intervensi tentang
lingkungan
kebersihan dan
sanitasi

Pola asuh gizi

Macam-macam pola
asuh: KIE tentang gizi seimbang
1. Demokratis
2. Otoriter Gambar 2.2 Kerangka Teori Efektivitas KIE Gizi
3. Pengabaian Seimbang Terhadap Pengetahuan Pola Asuh Ibu
4. Permisif
Dengan Balita Stunting di Wilayah Kerja UPTD
Puskesmas Gondang.
69

2.2 Kerangka Konseptual


Kurang

< 56%
Faktor Penyebab Stunting Balita Stunting
Cukup
1. Faktor genetic
2. Anemia pada ibu hamil Pengetahuan Pola asuh 56%-75%
Tingkat Pengetahuan
3. Riwayat BBLR
4. Jarak kelahiran Baik

5. Defisiensi zat gizi KIE tentang gizi >76%-100%


seimbang
6. Status ekonomi Baik Cukup
7. Hygiene dan sanitasi lingkungan
>76%-100% 56%-75%

Keterangan:

: Tidak diteliti

: Diteliti

Gambar 2.3 Kerangka Konseptual


70

2.4 Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah dugaan sementara terhadap terjadinya hubungan variabel

yang akan diteliti (Notoatmodjo, 2021). Dalam penelitian ini dapat dirumuskan

hipotesis sebagai berikut:

1. H1: KIE gizi seimbang efektif terhadap peningkatan pengetahuan pola asuh

ibu dalam pemenuhan gizi pada balita stunting.

2. H0: KIE gizi seimbang tidak efektif peningkatan pengetahuan pola asuh ibu

dalam pemenuhan gizi pada balita stunting.


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Desain atau rancangan penelitian merupakan kerangka acuan bagi penelitian

untuk mengkaji hubungan antar variabel dalam suatu penelitian. Desain penelitian

dapat menjadi petunjuk bagi peneliti untuk mencapai tujuan penelitian dan juga

sebagai panutan bagi peneliti dalam seluruh proses penelitian (Studi et al., 2022)

Dalam penelitian ini jenis penelitian yang digunakan merupakan penelitian

kuantitatif analitik korelasional, dengan pendekatan Cross Sectional. Hasil

penelitian yang diamati yaitu dengan mengukur variabel independen dan

dependen dalam satu waktu.

Desain penelitian menggunakan rancangan one group pretest-posttest design.

Rancangan one group pretest-posttest design adalah design dimana observasi

dilakukan sebanyak 2 kali yaitu sebelum perlakuan dan sesudah perlakuan untuk

mengetahui efektivitas KIE tentang gizi seimbang terhadap pengetahuan pola asuh

ibu dengan balita stunting. Sebelum diberi perlakuan subjek diberi pretest terlebih

dahulu, kemudian subjek diberi perlakuan KIE tentang gizi seimbang. Sesuai

dengan tujuan dan hipotesis yang penulis ajukan dalam penelitian ini, maka desain

penelitian yang di terapkan dalam penelitian ini ialah pretest – treatment – posttest

design yang dapat digambarkan seperti dibawah ini (Reichenbach et al., 2019a).

Pretest Perlakuan Posttest


72

01 x 02

Gambar 3.1 Desain Penelitian Kuantitatif

Keterangan:

01 : Observasi pengetahuan pola asuh ibu pada balita stunting dan gizi

seimbang sebelum diberikan perlakuan.

X : Intervensi dengan memberikan KIE tentang gizi seimbang.

02 : Observasi pengetahuan pola asuh ibu pada balita stunting dan gizi

seimbang sesudah diberikan perlakuan.

3.2 Populasi, Sampling dan Sampel

3.2.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang akan diteliti

(Studi et al., 2022). Populasi dalam penelitian ini adalah ibu dengan balita

stunting di wilayah UPTD Puskesmas Gondang berjumlah 69 orang.

3.2.2 Sampling

Teknik sampling yaitu merupakan teknik pengambilan sampel. Untuk

menentukan sampel yang akan digunakan dalam penelitian. Dalam penelitian ini

peneliti menggunakan total sampling. Total sampling adalah teknik pengambilan

sampel dimana jumlah sampel sama dengan populasi (Studi et al., 2022).

3.2.3 Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh

populasi tersebut. Meskipun sampel hanya merupakan bagian dari populasi,


73

kenyataan-kenyataan yang diperoleh dari sampel itu harus menggambarkan

populasi. Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh ibu dengan balita stunting di

wilayah UPTD Puskesmas Gondang berjumlah 69 orang (Reichenbach et al.,

2019a).

3.3 Identifikasi Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

3.3.1 Identifikasi Variabel

Variabel adalah konsep yang menjadi suatu fasilitas dalam pengukuran atau

manipulasi dalam suatu penelitian (Studi et al., 2022). Variabel yang digunakan

dalam penelitian ini:

1. Variabel independen

Variabel independent atau variabel bebas adalah merupakan variabel yang

mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel

dependent (terikat) (Sevriani, 2022). Variabel independent dalam penelitian ini

yaitu KIE gizi seimbang.

2. Variabel dependent

Variabel dependent atau variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau

yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas (Sevriani, 2022). Variabel

dependent dalam penelitian ini yaitu pengetahuan pola asuh ibu.

3.3.2 Definisi Operasional

Definisi Operasional adalah adalah definisi suatu variabel berdasarkan fungsi

pada karakteristik yang diamati, yang memungkinkan peneliti untuk melakukan


74

pengamatan atau pengukuran yang cermat terhadap objek atau fenomena”

(Hidayat, 2021).

Tabel 3.3 Definisi Operasional


N Variabel Definisi Indikator Alat ukur Skala Kriteria
o. Operasional data

1. Variabel Proses Penyuluhan terkait gizi SAP - Diberikan


independen: penyampaian seimbang, meliputi: pelaksanaa KIE
informasi n KIE
KIE gizi kepada ibu 1. Pengertian gizi seimbang
seimbang yang memiliki 2. Empat pilar gizi seimbang
balita stunting
meliputi 3. Kebutuhan gizi pada balita
pengetahuan
4. Masalah gizi pada balita
tentang gizi
seimbang. 5. Faktor yang mempengaruhi
asupan makan balita

6. Prinsip pemberian makan


balita

7. Pemenuhan gizi untuk balita


stunting

2. Variabel Hasil Mengisi kuesioner pengetahuan Kuesioner Ordinal - Kurang


dependen: pemahaman pola asuh tentang gizi seimbang, (<56%)
Pengetahuan responden meliputi:
pola asuh mengenai - Cukup
ibu tentang pengetahuan -Pengertian gizi seimbang (56%-
gizi pola asuh yang 75%)
-Pedoman gizi seimbang
seimbang diingat
sebelum - Baik
-Empat pilar gizi seimbang
diberikan KIE (>76%-
gizi seimbang. -Kebutuhan energi dan gizi 100%)
balita

-Masalah gizi balita

-Faktor yang mempengaruhi


asupan makan balita

-Prinsip pemberian makan balita

-Jenis pengasuhan

-Acuan gizi dalam buku KMS

-Pemenuhan gizi balita stunting


75

-MPASI

-Makanan yang mengandung


karbohidrat, protein dan lemak

-Makanan yang mengandung


vitamin dan mineral

-Menerapkan porsi makan


sesuai dengan komposisi gizi
seimbang

-Pengolahan makanan yang baik


76

3.4 Prosedur Penelitian

Proses penelitian ini dilakukan dengan beberapa tahap sebagaimana yang di

jelaskan sebagai berikut :

1. Penelitian ini dimulai dengan pengajuan fenomena ke dosen pembimbing dan

mendapat persetujuan untuk melanjutkan penelitian.

2. Setelah mendapat persetujuan oleh dosen pembimbing, peneliti meminta surat izin

studi pendahuluan dan penelitian pada program studi S1 Kebidanan Universitas

Bina Sehat PPNI Mojokerto sesuai prosedur, setelah itu surat diserahkan kepada

Bupati Mojokerto dengan tembusan kepada Bakesbangpol, Dinas Kesehatan

Kabupaten Mojokerto dan UPTD Puskesmas Gondang. Setelah

mendapatkan surat balasan dari ketiga tembusan tersebut diatas, peneliti

melakukan pengumpulan data yang dibutuhkan untuk menjawab masalah

yang ada.

3. Setelah mendapat izin, peneliti meminta semua data jumlah ibu yang memiliki

balita stunting pada petugas Ahli Gizi di UPTD Puskesmas Gondang.

4. Setelah mendapat data sekunder, selanjutnya peneliti mendatangi ibu dan

menjelaskan tujuan serta manfaat penelitian pada calon responden kemudian

menawarkan dan meminta persetujuan dengan melakukan penandatanganan

informed consent.

5. Setelah setuju menjadi responden, peneliti melakukan kontrak waktu dengan

ibu untuk melakukan penelitian selama 1 hari dengan hari yang sudah

ditentukan.

6. Pengambilan data dilakukan 3 kali pertemuan dengan responden yang berbeda dan

di tempat yang berbeda pada bulan Juni hingga Juli dengan cara peneliti menebar
77

kuesioner pretest, namun peneliti memberi penjelasan terlebih dahulu bahwa hasil

jawaban dan hasil penelitian akan dirahasiakan.

7. Setelah menebar kuesioner pretest, selanjutnya peneliti melaksanakan KIE tentang

Gizi Seimbang, lalu kembali menebar kuesioner Post test. Setelah semua data

terkumpul, peneliti melakukan pengolahan data yaitu dengan editing, coding,

scoring dan tabulating dilanjutkan analisa data.

8. Usai dilakukan analisa data dilakukan penyusunan laporan penelitian

9. Kemudian data disajikan dalam bentuk tabel dan pembahasan, serta dilanjutkan

dengan kesimpulan hasil penelitian.


78

3.4.1 Kerangka Kerja

Kerangka kerja merupakan bagan terhadap rancangan kegiatan penelitian yang

akan dilakukan, meliputi siapa yang akan diteliti, dan variabel penelitian (Afifah,

I., & Sopiany, 2017). Kerangka kerja dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Gambar 3.4 Kerangka kerja penelitian Efektivitas KIE tentang Gizi

Seimbang Terhadap Pengetahuan Pola Asuh Ibu dengan Balita Stunting

Populasi:
Ibu dengan balita stunting di wilayah UPTD Puskesmas Gondang
berjumlah 69 orang

Teknik Sampling:
Total Sampling

Sampel:
Seluruh Ibu dengan balita stunting di wilayah UPTD Puskesmas
Gondang berjumlah 69 orang

Informed consent

Pengumpulan data

Kuesioner Pretest Intervensi Kuesioner Posttest

Uji hipotesis dengan uji


korelasi:
Uji Wilcoxon

Hasil Desiminasi

Kesimpulan
3.5 Pengumpulan Data

Alat pengumpulan data dalam penelitian ini adalah lembar kuesioner. Kuisioner

adalah daftar pertanyaan yang sudah disusun dengan baik, dimana responden tinggal

memberikan jawaban. Kuesioner digunakan untuk mengetahui identitas pasien seperti

usia, pendidikan, pekerjaan dan paritas.

3.5.1 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah suatu alat yang dapat digunakan untuk mengukur

sebuah fenomena alam maupun sosial yang dapat diamati (Afifah, I., & Sopiany,

2017). Instrumen dalam penelitian ini adalah data sekunder ibu balita stunting

pada UPTD Puskesmas Gondang tahun 2022 dan lembar kuisioner untuk

memperoleh data primer. Lembar kuisioner yang diberikan mencakup mengenai

pengetahuan gizi seimbang.

3.5.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.5.2.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilaksanakan di wilayah kerja UPTD Puskesmas Gondang

Kabupaten Mojokerto.

3.5.2.2 Waktu Penelitian

Waktu penelitian dimulai pada bulan Juni-Agustus 2023. Pengambilan data

dilakukan pada bulan Juni-Juli 2023, dilakukan selama 3 kali dan dalam 3 waktu

yang berbeda.
80

3.6 Pengolahan Data

3.6.1 Langkah-langkah analisis data:

1) Editing

Editing adalah fungsi untuk memeriksa dan memperbaiki data dalam

hasil pengumpulan data (Notoatmodjo, 2021). Pada tahap ini peneliti

melakukan koreksi terhadap informasi yang diamati untuk melihat

kebenaran dan kelengkapan kuesioner. Pemeriksaan ini dilakukan di titik

pengamatan agar dapat segera dilakukan jika ditemukan kekurangan.

2) Coding

Coding adalah mengubah data yang berbentuk kalimat atau huruf

menjadi data angka atau bilangan (Notoatmodjo, 2021). Pada penelitian ini

nama responden diganti dengan kode nomor untuk melindungi privasi

responden.

a. Data Umum

1) Kode untuk umur

Kode 1 : < 20 tahun

Kode 2 : 20-35 tahun

Kode 3 : > 35 tahun

2) Pendidikan

Kode 1 : Dasar (SD, SMP)

Kode 2 : Menengah (SMA)

Kode 3 : Tinggi (Perguruan Tinggi)

3) Pekerjaan
81

Kode 1 : Ibu Rumah Tangga

Kode 2 : Karyawan Swasta

Kode 3 : PNS

Kode 4 : Lain-lain

4) Paritas

Kode 1 : Primipara

Kode 2 : Multipara

Kode 3 : Grandemultipara

b. Data Khusus

Pengetahuan pola asuh dan Gizi seimbang

Kode 1 : Kurang

Kode 2 : Cukup

Kode 3 : Baik

3) Scoring

Scoring (penilaian) adalah memberikan penilaian terhadap item-item yang

perlu diberi penilaian skor dari jawaban responden tentang pengetahuan pola asuh

dan gizi seimbang. Dalam penelitian ini kedua variabel diberikan skor,

pengukurannya ditentukan dengan penghitungan skala Guttman. Menurut

Sugiyono (2016) skala Guttman memiliki pengukuran variabel dengan tipe

jawaban yang lebih tegas, yaitu “Ya dan Tidak”, “Benar dan Salah”, “Pernah-

Tidak Pernah”. Pada penelitian ini kuesioner tingkat pengetahuan yang diukur
82

menggunakan teknik jawaban “Benar dan Salah” dengan benar diberi skor 1 dan

salah diberi skor 0.

4) Tabulating

Tabulating adalah membuat penilaian data, sesuai dengan tujuan penelitian

atau yang diinginkan oleh peneliti (Notoatmodjo, 2018). Tabulasi dalam

penelitian ini memberikan skor atau nilai pada masing-masing variabel kemudian

melakukan tabulasi pada tiap kelompok variabel.

Frekuensi
Prosentase = x 100 %
Jumlah Frekuensi
Hasil tabulasi perhitungan kuesioner kemudian diprosentase dan hasil

prosentase dikualikasikan dengan mengukur tingkat pengetahuan dan membuat

penilaian nilai 1 untuk jawaban benar, 0 untuk jawaban yang salah berdasarkan

kategori baik, cukup, dan kurang, yang dibagi menjadi kategori:

1. Kurang (<56%)

2. Cukup (56%-75%)

3. Baik (>76%-100%)

3.6.2 Analisis Data

Analisis data adalah proses mencari dan menyusun informasi secara

sistematis dari wawancara, catatan lapangan, dan bahan lain dengan cara yang

membuat itu mudah dimengerti. Dan hasil temuan dapat ditransfer ke orang lain

(Jonathan Sarwono, 2006). Langkah selanjutnya adalah data dimasukkan ke

komputer dan dianalisis secara statistik . Analisa data pada penelitian ini terdiri

dari:
83

1. Analisa Univariat

Analisa univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan

karakteristik setiap variabel penelitian (Notoatmodjo, 2021). Pada penelitian

ini, data akan disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi dan persentase.

2. Analisa Bivariat

Analisa bivariat adalah metode pengolahan dua variabel, dengan

tujuan mencari pengaruh variable independen tersebut terhadap variabel

dependen (Notoatmodjo, 2021). Analisa data dengan menggunakan uji

Wilcoxon karena tujuan penelitian bersifat korelasional, jumlah variabel ada

2, skala data variabel yang dianalisis adalah skala ordinal. Uji Wilcoxon

dilakukan dengan menggunakan SPSS for Windows 20.0. Jika ρvalue < 0,05,

maka H1 diterima, berarti ada pengaruh pemberian KIE gizi seimbang pada

ibu, jika ρvalue ≥ 0,05, maka H0 ditolak, berarti tidak ada pengaruh KIE gizi

seimbang terhadap pengetahuan pola asuh ibu dengan balita stunting.

3.7 Etika Penelitian

Dalam melakukan penelitian ini, peneliti mendapat rekomendasi dari

Universitas Bina Sehat PPNI Kabupaten Mojokerto, dan mengajukan permohonan

izin kepada Bupati Mojokerto dengan tembusan kepada Bakesbangpol, Dinas

Kesehatan dan Kepala UPTD Puskesmas Gondang Kabupaten Mojokerto untuk

melakukan penelitian. Setelah tercapai kesepakatan, kuesioner dibagikan kepada

responden dengan penekanan pada etika penelitian, yaitu:

3.7.2 Persetujuan (informed consent)


84

Informed consent adalah suatu bentuk persetujuan antara peneliti dan

responden penelitian yang memberikan informasi. izin membentuk Tujuan

informed consent adalah agar subjek memahami maksud dan tujuan penelitian,

mengetahui dampaknya.

3.7.3 Anonimity

Pertanyaan etik penelitian adalah pertanyaan yang menjamin penggunaan

objek penelitian dengan menghilangkan atau tidak mencantumkan nama

responden pada halaman meteran dan hanya dengan menuliskan kode pada

formulir pendataan atau hasil penelitian yang disajikan.

3.7.4 Kerahasiaan

Pertanyaan ini bersifat etis karena menjamin kerahasiaan hasil penelitian,

informasi dan lain-lain. Semua data yang dikumpulkan bersifat rahasia bagi

peneliti, hanya kelompok data tertentu yang tercermin dalam hasil penelitian

(Hidayat, 2021).

3.8 Keterbatasan

Hambatan yang dialami peneliti adalah:

1. Sulitnya akses untuk dapat menjangkau ibu yang memiliki balita stunting

karena jarak tempuh yang lumayan jauh, dan ada beberapa ibu yang tidak

dapat hadir ke tempat penyuluhan dikarenakan satu dan lain hal sehingga

peneliti harus mendatangi kerumahnya di lain waktu.

2. Peneliti tidak mendapatkan data sekunder secara maksimal dari pihak

puskesmas.
BAB 4
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian


4.1.1 Analisia Univariat
Tabel 4. 1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Umur Ibu Dengan
Balita Stunting Di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas
Gondang pada tanggal 24 Juni - 29 Juli 2023
Umur Responden Frekuensi Persentase (%)
< 20 tahun 0 0
20-35 tahun 59 85,5
> 35 tahun 10 14,5
Total 69 100
Sumber: Data Primer tahun 2023

Berdasarkan tabel 4.1 diatas menunjukkan sebagian besar ibu dengan

balita stunting berumur 20-35 tahun yaitu sebanyak 59 responden (85,5%).

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Karakteristik Pendidikan Ibu Dengan


Balita Stunting Di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas
Gondang pada tanggal 24 Juni - 29 Juli 2023
Pendidikan Frekuensi Persentase (%)
Dasar (SD, SMP) 6 8,7
Menengah (SMA) 45 65,2
Tinggi (Perguruan Tinggi) 18 26,1
Total 69 100
Sumber: Data Primer tahun 2023

Berdasarkan tabel 4.2 diatas menunjukkan sebagian besar ibu dengan

balita stunting tingkat pendidikannya SMA yaitu sebanyak 45 responden

(65,2%).
86

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Karakteristik Pekerjaan Ibu Dengan


Balita Stunting Di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas
Gondang pada tanggal 24 Juni - 29 Juli 2023
Pekerjaan Frekuensi Persentase (%)
Ibu Rumah Tangga 45 65,2
Karyawan Swasta 11 15,9
PNS 4 5,8
Lain-lain 9 13,1
Total 69 100
Sumber: Data Primer tahun 2023

Berdasarkan tabel 4.3 diatas menunjukkan sebagian besar ibu dengan

balita stunting yaitu sebanyak sebanyak 45 responden (65,2%) adalah ibu

rumah tangga.

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Karakteristik Paritas Ibu Dengan


Balita Stunting Di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas
Gondang pada tanggal 24 Juni - 29 Juli 2023
Paritas Frekuensi Persentase (%)
Primipara 18 26,1
Multipara 49 71,1
Grandemultipara 2 2,8
Total 69 100
Sumber: Data Primer tahun 2023

Berdasarkan tabel 4.4 diatas menunjukkan sebagian besar ibu

dengan balita stunting yaitu sebanyak 49 responden (71,1%) adalah ibu

dengan paritas multipara.


4.1.2 Analisia Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui efektivitas dari

variabel independen (KIE gizi seimbang) terhadap variabel dependen

(pengetahuan pola asuh ibu). Untuk mendapatkan hasil analisis efektivitas

KIE gizi seimbang terhadap pengetahuan pola asuh ibu tentang

pemenuhan gizi balita stunting, menggunakan uji analisis Wilcoxon.

Tabel 4.5 Pengetahuan Pola Asuh Ibu Dengan Balita Stunting


Tentang Gizi Seimbang Sebelum Intervensi Di Wilayah
Kerja UPTD Puskesmas Gondang pada tanggal 24 Juni -
29 Juli 2023
Sebelum
Pengetahuan
n %
Baik 33 47,8
Cukup 32 46,3
Kurang 4 5,9
Total 69 100,0
Sumber: Data Primer tahun 2023

Tabel 4.5 menunjukkan bahwa pengetahuan pola asuh ibu dengan balita

stunting sebelum diberikan KIE tentang gizi seimbang adalah hampir

setengah dari responden memiliki pengetahuan yang baik yaitu 47,8%.

Tabel 4.6 Pengetahuan Pola Asuh Ibu Dengan Balita Stunting


Tentang Gizi Seimbang Sesudah Intervensi Di Wilayah
Kerja UPTD Puskesmas Gondang pada tanggal 24 Juni - 29
Juli 2023
Sesudah
Pengetahuan
n %
Baik 62 89,8
Cukup 7 10,2
Kurang 0 0,0
Total 69 100,0
Sumber: Data Primer tahun 2023

Sedangkan pada tabel 4.6 menunjukkan bahwa setelah diberikan KIE

tentang gizi seimbang balita stunting, pengetahuan responden hampir

seluruhnya baik yaitu 89,8%. Namun, masih terdapat 7 responden yang tidak

mengalami peningkatan pengetahuan. Hal ini dapat disebabkan karena faktor


usia, pendidikan dan pekerjaan ibu. 3 responden dengan usia 32 tahun

berpendidikan Dasar (SD), bekerja sebagai ibu rumah tangga. Dan 4

responden dengan usia 32-42 tahun berpendidikan Menengah (SMA), bekerja

sebagai ibu rumah tangga dan karyawan swasta. Semakin tua umur ibu

dengan pendidikan rendah, semakin sulit menerima pengetahuan baru.

Kesulitan menerima pengetahuan baru ini juga dapat dikatakan imbas dari

latar belakang budaya atau pola pikir yang sudah melekat pada ibu. Sehingga

untuk merubah stigma yang sudah ada sangatlah sulit. Ibu yang bekerja pun

cenderung memiliki waktu yang terbatas dalam pengasuhan terhadap anaknya

sehingga dapat menimbulkan masalah dalam pengasuhan anak (Sevriani,

2022).

Tabel 4.7 Analisis Efektivitas KIE Tentang Gizi Seimbang Terhadap


Pengetahuan Pola Asuh Ibu Dengan Balita Stunting
Sebelum dan Sesudah Intervensi Di Wilayah Kerja UPTD
Puskesmas Gondang pada tanggal 24 Juni - 29 Juli 2023
Pengetahuan Min-Max Mean±SD P value
Sebelum 9-20 15,39±2,46
Sesudah <0,00001
16-20 18,73±1,03
Sumber: Data Primer tahun 2023

Berdasarkan tabel 4.7 Hasil uji analisis wilcoxon menunjukkan rata-rata

pengetahuan pola asuh responden sebelum diberikan KIE gizi seimbang yaitu

15,39 dengan nilai minimum 9 dan nilai maximum 20. Rata-rata pengetahuan

pola asuh tentang gizi seimbang sesudah diberikan KIE gizi seimbang yaitu

18,73 dengan nilai minimum 16 dan nilai maximum 20. Dari hasil analisis

tersebut terdapat perubahan yang signifikan antara sebelum dan sesudah

diberikan KIE tentang Gizi Seimbang, sehingga didapatkan p-value yaitu


<0,00001 yang artinya H0 ditolak dan H1 diterima, yaitu KIE tentang Gizi

seimbang efektif dalam meningkatkan pengetahuan pola asuh ibu.

4.2 Pembahasan
4.2.1 Analisa Univariat
Pada tabel 4.1 menunjukkan bahwa sebanyak 59 responden (85,5%)

berusia 20-35 tahun. Usia ini merupakan kategori usia produktif yang

memungkinkan mereka masih mampu untuk menangkap informasi yang diberikan

dan bisa mengingatnya kembali. Pengaruh kematangan fungsi organ akan

mempengaruhi pola pikir dalam bertindak (Agunbiade, 2015). Menurut peneliti,

pada usia 20-35 tahun merupakan usia dimana seseorang masih terus aktif

mempelajari hal baru. Dengan kemampuan otak yang masih produktif akan

memudahkan seseorang untuk memahami hal yang baru.

Pada tabel 4.2 sebanyak 45 responden (65,2%) berpendidikan menengah

(SMA), 18 responden (26,1%) berpendidikan tinggi dan 6 responden (8,7%)

berpendidikan dasar. Tingkat pengetahuan yang baik cenderung dimiliki oleh

responden yang berpendidikan tinggi daripada responden yang berpendidikan

menengah atau dasar. Hal ini disebabkan, seseorang yang mempunyai latar

belakang pendidikan rendah/dasar pada umumnya akan kesulitan untuk menyerap

ide-ide baru dan membuat mereka lebih konservatif. Karena mereka tidak

mengenal alternatif yang terbaik yang tersedia baginya. Sebaliknya orang yang

berpendidikan tinggi akan lebih mudah menerima gagasan baru, karena mereka

memiliki jalan pikiran yang lebih terbuka untuk menyerap hal-hal baru

(Soekanto,2019). Pernyataan ini juga didukung oleh Notoatmodjo (2018) yang

mengatakan bahwa pengetahuan dapat diperoleh dari peningkatan pendidikan.


Menurut asumsi peneliti, tingkat pendidikan seseorang mempengaruhi daya

tangkap seseorang terhadap ilmu baru. Semakin tinggi pendidikan seseorang maka

akan semakin mudah mempelajari hal baru.

Berdasarkan hasil temuan peneliti pada tabel 4.3, sebanyak 45 responden

(65,2%) adalah ibu rumah tangga, 11 responden (15,9%) bekerja sebagai

karyawan swasta, 4 responden (5,8%) bekerja sebagai PNS dan 9 responden

(13,1%) memiliki pekerja lain seperti petani, wiraswasta dan lain sebagainya.

Bromwich (2016) mengatakan bahwa pekerjaan bagi ibu-ibu akan mempunyai

pengaruh terhadap kehidupan keluarga. Menurut Within and Lanoil (2016) bahwa

berbicara tentang masalah-masalah dalam jaringan kerja bisa meluaskan wawasan

tentang pokok-pokok apapun. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Zein di

Kecamatan Baiturahman, Nanggroe Aceh Darussalam (2020), ternyata status

pekerjaan mempunyai hubungan yang bermakna dengan pengetahuan tentang

pemenuhan gizi seimbang pada balita. Hal ini dikarenakan responden yang

bekerja akan mempunyai peluang untuk memiliki pengetahuan yang baik tentang

pemenuhan gizi seimbang untuk balita stunting, begitupun pada responden yang

tidak bekerja berpeluang sama untuk memiliki pengetahuan yang baik. Hal ini

disebabkan, responden yang tidak bekerja akan lebih banyak meluangkan

waktunya untuk merawat anak-anaknya dan mencari lebih banyak informasi

mengenai kesehatan anak. Begitu pula halnya dengan responden yang bekerja,

walaupun waktu mereka akan terbagi antara pekerjaan dan merawat anak, mereka

tetap harus lebih dulu mengurus keluarga terutama anak-anak. Dengan bekerja

tentunya akan terjalin hubungan-hubungan sosial dengan rekan kerja sehingga


dengan sendirinya akan menambah wawasan dan memberikan sudut pandang

yang beragam.

Berdarakan hasil temuan peneliti pada tabel 4.4, sebanyak 49 responden

(71,1%) adalah ibu dengan paritas multipara, 18 responden (26,1%) adalah ibu

primipara dan 2 responden (2,8%) adalah ibu grandemultipara. Paritas adalah

keadaan wanita yang pernah melahirkan bayi hidup. Dimana para wanita

memperoleh pengetahuan dari pengalaman pribadi. Pengalaman merupakan suatu

cara untuk memperoleh kebenaran dari suatu pengetahuan. Oleh sebab itu

pengalaman pribadipun dapat digunakan sebagai upaya memperoleh pengetahuan.

Baik secara langsung ataupun tidak langsung, namun tidak semua pengalaman

pribadi dapat menuntun seseorang untuk menarik kesimpulan dengan benar

(Ririn, 2019). Hal ini dikarenakan jumlah paritas berpengaruh terhadap

pengetahuan ibu. Paritas sebelumnya akan membentuk pengalaman ibu sehingga

pengetahuan ibu juga akan ikut bertambah.

4.2.2 Analisa Bivariat


Berdasarkan hasil temuan peneliti pada tabel 4.5 menunjukkan bahwa

pengetahuan pola asuh ibu dengan balita stunting tentang gizi seimbang sebelum

diberikan intervensi adalah baik sebanyak 33 responden (47,8%), cukup sebanyak

32 responden (46,3%) dan kurang sebanyak 4 responden (5,9%).

Sedangkan pada tabel 4.6 menunjukkan bahwa setelah diberikan KIE gizi

seimbang, pengetahuan pola asuh ibu dengan balita stunting meningkat dengan

pengetahuan baik sebanyak 62 responden (89,8%) dan pengetahuan cukup

sebanyak 7 responden (10,2%). Setelah diketahui keduanya peneliti menganalisis


Efektivitas KIE terhadap pengetahuan pola asuh ibu dengan menggunakan Uji

Wilcoxon dan didapatkan hasil p value pengetahuan pola asuh ibu dengan balita

stunting sebelum dan sesuah diberikan KIE adalah <0,0001 yang artinya artinya

H1 diterima dan H0 ditolak, yaitu terdapat perbedaan yang signifikan terhadap

pemberian KIE gizi seimbang sebelum dan sesudah intervensi. KIE tentang gizi

seimbang efektif dalam meningkatkan pengetahuan pola asuh ibu dengan balita

stunting.

Penyuluhan atau KIE adalah kegiatan atau proses pembelajaran untuk

mengembangkan atau meningkatkan kemampuan tertentu melalui peningkatan

informasi sehingga sasaran pendidikan dapat berdiri sendiri. Komunikasi,

Informasi dan Edukasi akan memberikan pengaruh pada pengetahuan meskipun

seseorang tersebut memiliki pendidikan yang rendah,namun jika seseorang

tersebut mendapat informasi yang benar maka hal itu akan meningkatkan

pengetahuan yang sesuai dengan hasil penelitian ini bahwa KIE yang diberikan

melalui penyuluhan kesehatan tentang pola asuh gizi seimbang balita stunting

dapat memberikan tambahan pengetahuan bagi ibu (Mathematics, 2016). Menurut

hasil penelitian dapat dikatakan bahwa semakin sering diberikan KIE maka

pemahaman dan pengetahuan ibu semakin bertambah, sehingga diharapkan tenaga

kesehatan lebih sering memberikan KIE tentang pola asuh gizi seimbang supaya

ibu yang memiliki balita stunting dapat menambah wawasan yang lebih luas.

Berdasarkan beberapa fakta yang telah dijelaskan diatas, usia, pendidikan,

pekerjaan dan paritas dapat mempengaruhi pengetahuan ibu dengan balita

stunting. Semakin banyak informasi yang masuk semakin banyak pula


pengetahuan yang di dapat tentang pola asuh gizi seimbang balita stunting.

Pengetahuan sangat erat kaitannya dengan informasi, dan diharapkan semakin

banyak informasi yang didapat maka akan semakin banyak pula pengetahuannya.

Namun perlu ditekankan bahwa seseorang memiliki informasi yang rendah atau

kurang tidak berarti mutlak berpengetahuan rendah pula. Dari pengalaman

yang pernah dirasakan, biasanya dapat dikembangkan atau mempengaruhi

pengetahuan ibu dalam mengambil keputusan. Namun pengalaman yang tidak

didasari dengan informasi yang benar atau kurangnya informasi yang lengkap

dapat berdampak negatif terhadap pengambilan keputusan ibu. Sebelum

dilaksanakan KIE, faktor yang mempengaruhi tentang pola asuh gizi seimbang

balita stunting, yaitu karena lakar belakang budaya setempat yang meliputi

kebiasaan dan kepercayaan masyarakat sekitar: Latar belakang budaya

setempat yang sudah menjadi kebiasaan untuk memberikan asupan susu

tambahan dan makanan berat yang tidak sesuai untuk balita yang mengalami

stunting. Kebiasaan seperti itu sudah sejak dahulu diterapkan sehingga para

sesepuh mereka menganjurkan kepada anak dan cucu mereka untuk

mengkonsumsi makanan yang direkomendasikan saja. Jadi kebiasaan seperti itu

selalu di terapkan oleh masyarakat atau warga secara turun temurun sampai saat

ini. Setelah dilaksanakan KIE, para ibu dengan balita stuting diharapkan mulai

memahami tentang kebutuhan pola asuh gizi seimbang balita stunting.

Selain dari faktor ibu, stunting juga dapat disebabkan faktor balita seperti

aktivitas balita. Aktivitas fisik penting untuk mencapai kesehatan fisik dan

emosional serta berat badan yang normal. Aktivitas fisik dapat menyeimbangkan
kalori dalam makanan dengan kalori yang digunakan selama aktivitas fisik untuk

mengontrol berat badan. Dengan aktivitas yang cukup maka balita dapat terhindar

dari stunting atau penyakit lainnya.

Dalam upaya pencegahan dan penanganan bayi balita stunting, pihak desa

bekerjasama dengan puskesmas setempat dengan memberikan pengawasan dan

bantuan makanan tambahan berupa susu tinggi protein yang diberikan setiap 1

bulan sekali. Pengawasan dilakukan secara berkala oleh pihak puskesmas dengan

cara pemantauan tumbuh kembang bayi dan balita stunting, pemerikasaan ibu

hamil, skiring kasus stunting, pemberian imunisasi lengkap, dan pemberian

makanan tambahan bagi bayi dan Balita.


BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil temuan peneliti dapat disimpulkan bahwa:

5.1.1 Sebelum diberikan KIE tentang gizi seimbang diketahui ibu memiliki

pengetahuan baik sebesar 47,8%, yaitu sebanyak 33 dari 69 responden.

Setelah diberikan KIE tentang gizi seimbang, pengetahuan ibu baik

mengalami peningkatan sebanyak 89,8% yaitu sebanyak 62 dari 69

responden

5.1.2 KIE tentang gizi seimbang efektif meningkatkan pengetahuan pola

asuh ibu dengan balita stunting di wilayah kerja UPTD Puskesmas

Gondang. Hal ini tampak pada hasil penelitian sebelum dan sesudah

pemberian KIE dimana terdapat perubahan yang signifikan.

Pengetahuan ibu dalam menjawab pertanyaan yang terdapat dalam

kuesioner meningkat, yakni dari 47,8% menjadi 89,8%

5.1.3 Berdasarkan analisis hasil uji Wilcoxon diperoleh p value <0,0001

yang artinya H1 diterima dan H0 ditolak. Hal ini berarti bahwa

pemberian KIE tentang gizi seimbang efektif dalam meningkatkan

pengetahuan pola asuh ibu dengan balita stunting.

95
5.2 Saran

5.2.1 Bagi Responden

Menambah wawasan orang tua terutama ibu tentang pemenuhan

gizi seimbang sehingga dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari

untuk mencegah stunting yang berkepanjangan. Selain itu memperhatikan

gizi balita dengan memberikan makanan bergizi seimbang pada balita,

tidak harus mahal karena banyak makanan bergizi dengan harga

terjangkau bila orang tua pandai mengolah makanan.

5.2.2 Bagi Tempat Penelitian


Diharapkan agar pemerintah daerah setempat melakukan

pengembangan wilayah dan membangun sarana lingkungan yang dapat

memacu pertumbuhan anak balita seperti diadakannya taman bermain,

belajar, edukasi dan olahraga agar anak dapat tumbuh dan berkembang

secara optimal. Selain itu diperlukan juga adanya suatu penerapan kegiatan

bertemakan tanggap stunting yang didalamnya berisi kegiatan-kegiatan

pencegahan dan penanggulangan stunting, pemberian tablet tambah darah

pada remaja putri, penyuluhan Kesehatan Reproduksi pada calon

pengantin, melakukan kelas ibu hamil dan kelas ibu balita di setiap bulan,

mengadakan pelatihan kepada kader posyandu tentang pengukuran

Antropometri yang benar, penyuluhan terhadap masyarakat setempat

mengenai gizi dan sanitasi lingkungan, melakukan pemantauan status gizi

melalui posyandu di masing-masing dusun, mengajukan bantuan posyandu

PMT (Pemberian Makanan Tambahan) untuk balita yang 2 kali berturut-

turut dilakukan penimbangan tidak naik berat badannya, serta melakukan

pemantauan secara berkala terhadap warga yang terdampak dengan cara

kunjungan rumah.

5.2.3 Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan


Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan

untuk memotivasi ibu dalam praktek pemberian gizi seimbang pada balita

stunting. Selain itu diharapkan agar pihak Puskesmas dapat bekerjasama

dengan baik dengan pemerintah daerah setempat dan juga tokoh

masyarakat dalam melakukan tindakan atau kegiatan tanggap stunting,

guna membantu program pemerintah dalam penurunan angka stunting.

5.2.4 Bagi Institusi Pendidikan

Melakukan kerja sama dengan organisasi kemahasiswaan dan

tokoh masyarakat dalam memberikan penyuluhan tentang pemenuhan gizi

seimbang pada balita stunting agar balita yang mengalami stunting dapat

tumbuh secara optimal.

5.2.5 Bagi Peneliti Selanjutnya

Peneliti berharap agar peneliti selanjutnya dapat lebih

mengembangkan penelitian yang telah ada sehingga hasil penelitian yang

didapatkan menjadi lebih baik dengan menggunakan metode yang

berbeda, serta dapat memberi atau menimbulkan suatu perubahan yang

positif pada kasus serupa.


DAFTAR PUSTAKA

Afifah, I., & Sopiany, H. M. (2017). BAB 4 Metode Penelitian, 87(1,2), 149–200.
Ammar. (2021). Penyebab Kejadian Stanting Pada Balita. Angewandte Chemie
International Edition, 6(11), 951–952., 1–27.
Annet, N., & Naranjo, J. (2014). Permenkes RI No 41, Pedoman Gizi Seimbang.
Applied Microbiology and Biotechnology, 85(1), 2071–2079.
Candra MKes(Epid), D. A. (2020). Pencegahan dan Penanggulangan Stunting. In
Epidemiologi Stunting.
Demi Kita. (2021). Buku milik : Book.
Devy Shimarti, RMoersintowarti, Suminar, S. A. R. (2019). Kompetensi Kader
Taman Posyandu Berbasis Tender Loving Care. Zifatama Jawara, Sidoarjo,
2018, 9–57.
Dr. Vladimir, V. F. (2020). Hubungan Pengetahuan Dengan Kinerja Karyawan.
Gastronomía Ecuatoriana y Turismo Local., 1(69), 5–24.
Hidayat, A. A. (2021). Menyusun Instrumen Penelitian & Uji Validitas-
Reliabilitas. Surabaya: Health Books.
Inda, M. R. H. (2018). Hubungan Tingkat Pengetahuan Dan Pola Asuh Ibu
Dengan Status Gizi Balita Di Desa Kesiman Kertalangu Denpasar Timur
Privinsi Bali. 4(1), 1–23.
Jannah, M. M. (2017). Identifikasi Pola Asuh Orangtua di Taman Kanak-kanak
ABA Jogokaryan Yogyakarta. 67–68.
https://core.ac.uk/download/pdf/132421455.pdf
Jonathan Sarwono. (2006). Metode Penelitian Kuantitatif Dan Kualitatif. In Nucl.
Phys. (Vol. 23, Issue 1, p. 286). Bandung: Alfabeta.
Kemenkes RI. (2017). Gizi Dalam Daur Kehidupan.
Khairiyati, R. &. (2014). Stunting 1. Journal of Chemical Information and
Modeling, 53(11), 1689–1699.
Mathematics, A. (2016). Pola Asuh. 1–23.
Meidiana, M. (2018). Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Terhadap Sikap
Kemandirian Siswa Sekolah Dasar. Jurnal Dialektika, 8(1), 9–22.
Notoadjmojo. (2018). Pengetahuan. 1–23.
Notoatmodjo, S. (2016). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Potensi, I., Tanah, A. I. R., Sebaran, P., & Di, G. (2016). Digital Digital
Repository Repository Universitas Universitas Jember Jember Digital
Digital Repository Repository Universitas Universitas Jember Jember.
Rahayu, A., Yulidasari, F., Putri, A. O., & Anggraini, L. (2018). Study Guide -
Stunting dan Upaya Pencegahannya. In Buku stunting dan upaya
pencegahannya.
Reichenbach, A., Bringmann, A., Reader, E. E., Pournaras, C. J., Rungger-
Brändle, E., Riva, C. E., Hardarson, S. H., Stefansson, E., Yard, W. N.,
Newman, E. A., & Holmes, D. (2019a). BAB 3 Metode Penelitian. Progress
in Retinal and Eye Research, 561(3), S2–S3.
Reichenbach, A., Bringmann, A., Reader, E. E., Pournaras, C. J., Rungger-
Brändle, E., Riva, C. E., Hardarson, S. H., Stefansson, E., Yard, W. N.,
Newman, E. A., & Holmes, D. (2019b). PENGARUH PENYULUHAN GIZI
TENTANG POLA MAKAN GIZI SEIMBANG. Progress in Retinal and
Eye Research, 561(3), S2–S3.
richard oliver ( dalam Zeithml., dkk 2018 ). (2021). Stunting. Angewandte
Chemie International Edition, 6(11), 951–952., 2013–2015.
richard oliver ( dalam Zeithml ). (2018). Pengetahuan. Angewandte Chemie
International Edition, 6(11), 951–952., 2013–2015.
Seimbang, G., & Bayi, U. (2019). Modul Ajar ini berisi tentang : Konsep Zat Gizi.
Sevriani, S. (2022). Skripsi Pola Asuh Dan Stunting.
Sisparyadi, Antik, B., Susilawati, Asriani, P. S., Wohon, E. U., & Fanggidae, A.
(2018). Buku Saku Penggunaan Media KIE. Kemenpppa, 1–18.
Studi, P., Keperawatan, I., & Kesehatan, F. I. (2022). Pengetahuan Tentang
Stunting Dan Status Gizi Pada Ibu Anak.
Suparyanto dan Rosad. (2020). Gambaran Pengetahuan Gizi dan Pola Asuh Ibu
terhadap Kejadian Stunting. Suparyanto Dan Rosad, 5(3), 248–253.
Lampiran 1. Permohonan Menjadi Responden

LEMBAR PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Dengan hormat,

Yang bertanda tangan di bawah ini, mahasiswa Program Studi S1

Kebidanan Universitas Bina Sehat PPNI Mojokerto:

Nama : AMELIA AJENG SYALSADILLA

NIM : 201905007

Akan mengadakan penelitian dengan judul “Efektivitas KIE Tentang

Gizi Seimbang Terhadap Pengetahuan Pola Asuh Ibu Dengan Balita Stunting Di

Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Gondang”

Untuk kepentingan di atas, maka saya mohon kesediaan saudara untuk

menjadi responden dalam penelitian ini. Selanjutnya saya mohon saudara untuk

memberikan jawaban secara jujur. Jawaban yang saudara berikan dijamin

kerahasiaannya dan tidak perlu mencantumkan nama pada lembar kuesioner.

Demikian permohonan saya, atas kesediaan dan kerjasamanya, saya

sampaikan terima kasih.

Mojokerto, 24 Juni 2023

Hormat saya

Peneliti
LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN
(INFORMED CONCENT)

Yang bertanda tangan dibawah ini.

Nama Ibu :..........................................................

Alamat : ..........................................................

No. Telp/HP : ..........................................................

Wali dari

Nama Balita : ..........................................................

Usia : ..........................................................

Setelah mendapat penjelasan tentang tujuan dan manfaat penelitian yang

diselenggarakan oleh mahasiswa S1 Kebidanan Universitas Bina Sehat PPNI

Mojokerto, maka saya

( Bersedia / Tidak Bersedia* )

Untuk berperan serta sebagai responden.

Apabila sesuatu hal yang merugikan diri saya akibat penelitian ini, maka

saya akan bertanggung jawab atas pilihan saya sendiri dan tidak akan menuntut di

kemudian hari.

*) Coret yang tidak dipilih

Mojokerto, 24 Juni 2023


Yang bersangkutan
Lampiran 2. Kisi-kisi Kuisioner
KISI KISI KUESIONER PENELITIAN PENGETAHUAN POLA ASUH
IBU TENTANG GIZI SEIMBANG
Aspek Indikator Jumlah Nomor Item Jawaban
soal
Positif Negatif

Kesadaran/pengetahuan -Pengertian gizi 1 1 A


tentang Gizi Seimbang seimbang
(Awareness)
-Pedoman gizi
1 2 D
seimbang

-Empat pilar gizi


seimbang

-Acuan gizi dalam 1 3 B


buku KMS

-MPASI
1 13 B

2 7,8 C, B

Ketertarikan dalam -Kebutuhan energi 1 10 C


pemberian Gizi dan gizi balita
Seimbang (Interest)
-Prinsip pemberian
makan balita
2 5, 12 C, D

Pertimbangan/penilaian -Masalah gizi balita 1 11 C


terhadap Gizi Seimbang
-Faktor yang 1 16 D
(Evaluation)
mempengaruhi
asupan makan balita

Bentuk penerapan -Menerapkan porsi 2 4,17 A, D


pemberian Gizi makan sesuai dengan
seimbang (Trial) komposisi gizi
seimbang

-Jenis pengasuhan

-Pemenuhan gizi
balita stunting
1 20 C

1 18 A

Pemahaman yang baik -Makanan yang 3 6, 9 15 A, A, D


serta kebiasaan dalam mengandung
pemberian Gizi karbohidrat, protein
seimbang (Adaption) dan lemak

-Makanan yang
mengandung vitamin
dan mineral
1 14 C
-Pengolahan
makanan yang baik

1 19 C

Jumlah Soal 20
Lampiran 3. Instrumen Penelitian Kode Responden :

DATA UMUM RESPONDEN


Efektivitas Pemberian KIE Tentang Gizi Seimbang Terhadap Pengetahuan
Pola Asuh Ibu Dengan Balita Stunting Di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas
Gondang

a) Nama Ibu :
b) Umur Ibu
 < 20 tahun
 20-35 tahun
 > 35 tahun
c) Pendidikan
 Dasar (SD, SMP)
 Menengah (SMA)
 Tinggi (Perguruan Tinggi)
d) Pekerjaan
 Ibu Rumah Tangga
 Swasta
 Wiraswasta
 ASN
 Petani
 Lain-lain, :.....
e) No. Telp/HP :
Orangtua dari
f) Nama anak :
g) Usia :
h) Jenis Kelamin :
i) Tempat, Tanggal Lahir :
KUISIONER PRETEST – POST TEST
PENGETAHUAN POLA ASUH TENTANG GIZI SEIMBANG
A. Petunjuk Mengerjakan
3. Bacalah dengan seksama dan teliti setiap item pertanyaan
4. Jawablah pertanyaan dengan jujur dan tepat
5. Berilah tanda (X) pada jawaban yang Anda anggap benar
B. Soal tes Penelitian Pengetahuan Ibu tentang Gizi
1. Gizi seimbang merupakan susunan pangan sehari-hari yang mengandung…
dalam jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tubuh
a. Zat gizi c. Gizi optimal
b. Unsur gizi d. Vitamin
2. Pedoman Gizi seimbang adalah konsumsi makan sehari-hari harus mengandung
…dalam jenis dan jumlah (porsi) yang sesuai dengan kebutuhan setiap orang atau
kelompok umur.
a. Vitamin c. Karbohidrat
b. Mineral d. Zat gizi
3. Mengonsumsi beraneka ragam pangan merupakan salah satu prinsip…
a. 5 pilar gizi seimbang c. 6 pilar gizi seimbang
b. 4 pilar gizi seimbang d. 3 pilar gizi seimbang
4. Piring Makanku ini menggambarkan anjuran makan sehat dimana separo (50%)
dari total jumlah makanan setiap kali makan adalah sayur dan buah, dan separoh
(50%) lagi adalah…
a. Makanan pokok dan lauk-pauk c. Buah dan Vitamin
b. Nasi dan Sayur d. Vitamin dan Mineral
5. Jadwal makan yang ideal dalam sehari adalah…
a. 1x sehari c. 3x sehari
b. 2x sehari d. Suka-suka
6. Tahu dan tempe merupakan sumber protein…
a. Nabati c. Lemak
b. Hewani d. Karbohidrat
7. Berikut merupakan pernyataan yang salah…
a. MPASI diberikan dari bentuk bubur cair kemudian bubur kental
b. MPASI diberikan sesuai dengan selera balita
c. MPASI harus olahan bahan makanan dengan harga mahal
d. MPASI diberikan pada umur 12-24 bulan
8. Hal-hal dibawah ini yang tidak boleh diberikan dalam proses MPASI…
a. Balita boleh diberikan MPASI berupa olahan sayuran
b. Balita boleh diberikan MPASI berupa olahan daging, ikan dan telur yang
dimasak setengah matang.
c. Balita boleh diberikan MPASI berupa olahan daging, ikan dan telur yang
dimasak matang.
d. Semua jawaban benar
9. Nasi merupakan contoh makanan yang mengandung…
a. Karbohidrat c. Protein
b. Energi d. Vitamin
10. Protein sebagai zat pembangun bukan hanya untuk pertumbuhan fisik dan
perkembangan organ-organ tubuh balita, tetapi juga…
a. Sebagai pengganti energi
b. Sebagai pengganti karbohidrat
c. Menggantikan jaringan yang rusak.
d. Menggantikan mineral yang hilang
11. Apabila anak mengalami gangguan yang berhubungan dengan status gizi anak
ibu sebaiknya dirujuk ke…
a. Bidan c. Ahli gizi
c. Dokter Spesialis Anak d. Dukun
12. Dibawah ini merupakan hal yang harus diperhatikan dalam praktik pemberian
makan, kecuali…
a. Hendaknya ibu atau pengasuh mengetahui jam yang tepat dan pemberiannya
tidak bersifat memaksa
b. Biasakan anak makan di meja makan, tidak sambil bermain atau menonton
televisi
c. Berikan makanan yang baik dan sehat untuk anak
d. Berikan anak makanan yang mahal dan enak
13. Dinyatakan gizi kurang dalam KMS apabila…
a. Berat badan sejajar garis merah
b. Berat badan dibawah garis merah
c. Berat badan diatas garis merah
d. Semua jawaban salah
14. Jenis mineral yang sangat berperan dalam pertumbuhan tulang dan gigi
adalah…
a. Iodium c. Kalsium
b. Kalium d. Fosfor
15. Dibawah ini merupakan fungsi utama karbohidrat, kecuali…
a. Sumber energi
b. Sebagai pengganti lemak
c.Sebagai pengganti protein
d. Sebagai pembentuk sel darah merah
16. Berikut merupakan factor yang mempengaruhi balita dalam proses asupan
makan nya, kecuali…
a. Lingkungan dan teman sebaya
b. Media masa dan elektronik
c. Kondisi keluarga
d. Faktor pengasuh
17. Dibawah ini anjuran mengonsumsi makanan beraneka ragam adalah…
a. Makanan yang bervariasi
b. Makanan dalam proporsi yang sesuai, tidak kurang dan tidak lebih
c. Makanan yang menyehatkan
d. Semua jawaban benar
18. Karbohidrat, protein, lemak, vitamin, kalsium, zinc dan mineral merupakan
kebutuhan gizi yang harus dipenuhi untuk…
a. Penanggulangan balita stunting.
b. Pencegahan stunting
c. Balita dengan gizi kurang
d. Balita dengan anemia
19. Berikut pengolahan bahan makanan yang benar adalah...
a. Dipotong - dikupas - dicuci
b. Dicuci – dipotong - dikupas
c. Dikupas – dipotong - dicuci
d. Dikupas – dicuci - dipotong
20. Dibawah ini pernyataan yang tidak benar adalah…
a. Anak yang diasuh oleh selain orangtuanya sendiri cenderung mendapatkan
kurangnya asupan gizi seimbang.
b. Anak yang diasuh oleh orangtua akan cenderung mendapatkan gizi seimbang
c. Anak yang diasuh oleh orangtua akan menjadi manja dan pilih pilih makanan
d. Anak yang diasuh oleh orangtua akan lebih paham mengenai makanan yang
baik dan kurang baik untuk dirinya
Lampiran 4. Satuan Acara Penyuluhan
SATUAN ACARA PENYULUHAN
(SAP)
Topik : Pemenuhan Gizi Seimbang
Sasaran : Ibu dengan balita stunting di wilayah kerja
UPTD Puskesmas Gondang
Hari/ Tanggal : Sabtu, 24 Juni 2023 Jam : 09.00 – 11.00 WIB
Waktu : 120 Menit
Tempat : Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Gondang

A. Tujuan Intruksional Umum ( TIU )


Setelah di berikan penyuluhan selama 45 menit, sasaran mampu
mengetahui dan memahami gizi seimbang pada balita dan anak.

B. Tujuan Intruksional Khusus ( TIK )


Setelah mengikuti penyuluhan, peserta diharapkan dapat :
1. Memahami Definisi stunting
2. Memahami Penyebab stunting
3. Memahami Pencegahan dan penanganan stunting
4. Memahami Dampak stunting
5. Memahami Definisi gizi seimbang
6. Memahami Faktor yang mempengaruhi status gizi
7. Memahami prinsip pemberian gizi seimbang
8. Memahami pemenuhan gizi pada balita stunting

C. Materi
1. Definisi stunting
2. Penyebab stunting
3. Pencegahan dan penanganan stunting
4. Dampak stunting
5. Definisi gizi seimbang
6. Factor yang mempengaruhi status gizi
7. Prinsip pemberian gizi seimbang
8. Pemenuhan gizi pada balita stunting

C. Media

1. Sound system
2. Laptop

D. Metode

1. Komunikasi
2. Informasi
3. Edukasi
4. Diskusi
5. Tanya jawab

E. RENCANA KEGIATAN
No Tahap Wakt Kegiatan Penyuluhan Kegiatan
. u Audience

1. Pembukaa 5  Memberikan salam Audience memberi


n menit salam,
 Perkenalan mendengarkan, dan
 Menjelaskan latar belakang dan merespon
tujuan penyuluhan pertanyaan.

 Kontrak waktu dengan audience

2. Pretest 15  Menjelaskan pengisian Mendengarkan cara


menit pengisian form
cara form identitas responden
identitas responden

 Melakukan pretest Mengerjakan soal


dengan menggunakan kuesioner pretest
pengetahuan kepada peserta
penyuluhan

3. Pemberian 60  Menggali riwayat pola asuh Audience


materi menit audience sebagai bentuk menyimak dengan
komunikasi baik apa yang
Menggali pengetahuan sasaran disampaikan oleh
serta memberikan tambahan penyuluh.
pengetahuan mengenai gizi
seimbang pada balita sebagai
bentuk informasi

 Melakukan Demonstrasi sebagai Audience


bentuk edukasi menyimak dengan
baik dan mampu
mempraktikan
kembali setelah
diberi contoh

4. Post test 15 Melakukan post-test kepada Mengerjakan soal


menit post-test
peserta
mengenai materi yang sudah
diberikan

5. Evaluasi 15 Tanya jawab Audience mau


menit bertanya dan
berpartisipasi aktif.

6. Penutup 5  Menyimpulkan hasil penyuluhan Audience


menit mengungkapkan
kesan dan pesan.
F. Materi
Lampiran 5. Tabulasi Data

DATA PRIMER

Umur Balita TB Balita BB Balita


Responden
(Bln) (cm) (kg)
R1 18 85 9,8

R2 20 87 9,1

R3 22 86 14

R4 15 78 9,5

R5 18 83 10,8

R6 20 86 9,4

R7 24 86 10,9

R8 29 89 12,7

R9 19 85 10,5

R10 12 75 9,3

R11 16 86 9

R12 21 85 13,5

R13 15 80 10,5

R14 17 84 9,5

R15 19 86 9,7

R16 14 75 9,3

R17 20 87 9,4

R18 20 86 11,5

R19 22 86 12,3

R20 29 87 12,5

R21 31 92 12,4

R22 30 93 15,1

R23 32 89 11,9

R24 40 94 13,7

R25 37 90 13,2

R26 16 84 9,6
R27 19 86 9,2

R28 24 87 13,5

R29 26 88 13,2

R30 22 84 11,4

R31 29 89 12,5

R32 31 91 13,2

R33 40 94 14

R34 24 88 11,9

R35 18 84 12,4

R36 22 85 10,6

R37 36 85 13,5

R38 33 90 12,5

R39 35 93 12,6

R40 15 82 9,2

R41 26 87 11,8

R42 22 86 13,7

R43 17 84 11,1

R44 20 85 13,2

R45 22 86 14,1

R46 27 88 12,4

R47 26 89 10,5

R48 39 93 12,9

R49 40 95 13,6

R50 35 93 13,5

R51 31 90 14,2

R52 22 84 12,7

R53 17 87 12,4

R54 18 84 11,9

R55 19 86 8,5

R56 20 86 11,6
R57 22 86 11,9

R58 27 89 13,6

R59 25 88 14,1

R60 44 93 13,5

R61 27 88 13,2

R62 23 87 12,5

R63 28 88 13,5

R64 17 84 10,5

R65 20 86 12,5

R66 29 91 14,2

R67 19 86 8,9

R68 16 80 10,3

R69 13 77 10
PRE-TEST PENGETAHUAN POLA ASUH DAN GIZI SEIMBANG

No. Item
Responden Total % Kategori
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
R1 1 0 0 1 1 1 0 1 1 0 1 0 1 1 0 1 0 1 1 1 13 65% Cukup
R2 1 0 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 17 85% Baik
R3 0 0 1 0 1 1 0 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 14 70% Cukup
R4 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 18 90% Baik
R5 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 17 85% Baik
R6 0 0 1 0 1 0 1 0 1 1 0 1 1 0 1 0 1 0 1 1 11 55% Kurang
R7 0 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 16 80% Baik
R8 1 1 0 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 15 75% Cukup
R9 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 18 90% Baik
R10 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 18 90% Baik
R11 1 1 0 0 1 1 1 0 1 0 1 1 0 1 1 0 1 1 1 0 13 65% Cukup
R12 0 0 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 14 70% Cukup
R13 1 0 1 0 1 1 0 0 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 14 70% Cukup
R14 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 17 85% Baik
R15 0 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 16 80% Baik
R16 1 0 1 0 1 1 1 0 0 1 1 0 1 1 0 0 1 1 0 1 12 60% Cukup
R17 1 1 0 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 16 80% Baik
R18 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 19 95% Baik
R19 0 1 0 1 1 1 0 1 0 1 0 0 0 1 0 1 1 1 1 1 12 60% Cukup
R20 1 0 0 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 0 1 0 1 0 1 0 12 60% Cukup
R21 0 0 1 0 1 1 0 1 1 1 0 0 0 1 0 1 0 0 1 0 9 45% Kurang
R22 0 1 1 0 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 16 80% Baik
R23 1 0 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 15 75% Cukup
R24 0 0 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 15 75% Cukup
R25 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 18 90% Baik
R26 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 20 100% Baik
R27 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 17 85% Baik
R28 0 1 0 0 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 0 1 14 70% Cukup
R29 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 19 95% Baik
R30 0 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 0 1 14 70% Cukup
R31 0 1 1 0 1 1 0 1 1 0 0 1 1 0 1 1 1 1 0 1 13 65% Cukup
R32 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 16 80% Baik
R33 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 17 85% Baik
R34 0 1 0 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 15 75% Cukup
R35 1 0 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 0 14 70% Cukup
R36 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 19 95% Baik
R37 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 18 90% Baik
R38 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 0 1 15 75% Cukup
R39 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 18 90% Baik
R40 0 1 0 0 1 1 0 0 1 0 1 0 0 1 1 1 0 1 1 0 10 50% Kurang
R41 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 18 90% Baik
R42 0 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 0 14 70% Cukup
R43 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 17 85% Baik
R44 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 18 90% Baik
R45 0 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 15 75% Cukup
R46 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 18 90% Baik
R47 1 0 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 16 80% Baik
R48 0 1 0 0 1 1 1 0 1 0 0 1 1 1 0 1 1 1 0 1 12 60% Cukup
R49 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 18 90% Baik
R50 0 1 1 1 0 0 1 1 0 1 0 0 1 0 1 1 1 0 1 1 12 60% Cukup
R51 0 1 1 0 1 0 1 1 1 0 0 1 1 0 1 1 0 1 1 0 12 60% Cukup
R52 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 17 85% Baik
R53 0 1 0 1 0 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 14 70% Cukup
R54 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 18 90% Baik
R55 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 18 90% Baik
R56 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 0 1 15 75% Cukup
R57 0 1 0 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 15 75% Cukup
R58 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 19 95% Baik
R59 0 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 0 0 1 14 70% Cukup
R60 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 0 15 75% Cukup
R61 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 17 85% Baik
R62 0 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 0 1 1 1 1 0 1 14 70% Cukup
R63 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 17 85% Baik
R64 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 18 90% Baik
R65 1 1 1 0 1 1 0 1 0 1 0 0 1 0 0 1 1 1 1 1 13 65% Cukup
R66 0 0 0 1 1 1 1 0 1 1 0 0 1 0 0 1 0 1 0 1 10 50% Kurang
R67 0 1 1 1 0 1 1 0 1 1 0 0 1 1 1 1 1 0 1 1 14 70% Cukup
R68 0 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 15 75% Cukup
R69 1 0 1 1 1 1 1 0 0 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 15 75% Cukup

Keterangan:

Poin item: Kategori:


0 = jawaban salah - Kurang (<56%)
1 = jawaban benar - Cukup (56%-75%)
- Baik (>76%-100%)
POST-TEST PENGETAHUAN POLA ASUH DAN GIZI SEIMBANG
No. Item
Responden Total % Kategori
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
R1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 17 65% Baik
R2 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 19 85% Baik
R3 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 18 70% Baik
R4 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 20 90% Baik
R5 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 19 85% Baik
R6 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 19 55% Baik
R7 0 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 16 80% Baik
R8 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 20 75% Baik
R9 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 20 90% Baik
R10 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 19 90% Baik
R11 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 19 65% Baik
R12 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 19 70% Baik
R13 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 16 70% Cukup
R14 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 19 85% Baik
R15 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 19 80% Baik
R16 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 19 60% Baik
R17 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 19 80% Baik
R18 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 19 95% Baik
R19 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 17 60% Baik
R20 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 18 60% Baik
R21 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 0 1 1 16 45% Baik
R22 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 18 80% Baik
R23 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 18 75% Baik
R24 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 18 75% Baik
R25 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 20 90% Baik
R26 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 20 100% Baik
R27 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 19 85% Baik
R28 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 0 1 1 0 1 16 70% Cukup
R29 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 20 95% Baik
R30 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 18 70% Baik
R31 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 18 65% Baik
R32 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 19 80% Baik
R33 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 18 85% Baik
R34 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 19 75% Baik
R35 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 18 70% Baik
R36 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 20 95% Baik
R37 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 19 90% Baik
R38 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 18 75% Baik
R39 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 19 90% Baik
R40 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 19 50% Baik
R41 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 18 90% Baik
R42 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 19 70% Cukup
R43 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 18 85% Baik
R44 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 19 90% Baik
R45 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 18 75% Baik
R46 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 20 90% Baik
R47 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 20 80% Baik
R48 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 19 60% Baik
R49 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 20 90% Baik
R50 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 19 60% Cukup
R51 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 19 60% Baik
R52 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 19 85% Baik
R53 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 19 70% Cukup
R54 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 19 90% Baik
R55 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 20 90% Baik
R56 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 20 75% Baik
R57 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 20 75% Baik
R58 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 20 95% Baik
R59 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 18 70% Baik
R60 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 20 75% Baik
R61 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 20 85% Baik
R62 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 19 70% Cukup
R63 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 19 85% Baik
R64 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 18 90% Baik
R65 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 18 65% Baik
R66 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 19 50% Cukup
R67 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 19 70% Baik
R68 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 18 75% Baik
R69 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 18 75% Baik
Keterangan:

Poin item: Kategori:


0 = jawaban salah - Kurang (<56%)
1 = jawaban benar - Cukup (56%-75%)
- Baik (>76%-100%)
Lampiran 6. Coding Data

Responden Umur Pendidikan Pekerjaan Paritas Pre-test Post-test


R1 2 2 1 1 2 3
R2 2 2 4 2 3 3
R3 2 2 2 1 2 3
R4 2 2 1 1 3 3
R5 2 2 1 1 3 3
R6 2 1 1 2 1 3
R7 2 2 1 2 3 3
R8 2 2 1 1 2 3
R9 2 3 3 2 3 3
R10 2 2 1 2 3 3
R11 2 2 4 2 2 3
R12 2 2 1 1 2 3
R13 2 1 1 1 2 2
R14 2 2 2 1 3 3
R15 2 2 2 2 3 3
R16 2 2 1 2 2 3
R17 2 1 1 2 3 3
R18 2 3 2 2 3 3
R19 2 2 1 2 2 3
R20 2 2 1 1 2 3
R21 2 1 1 2 1 3
R22 2 2 2 2 3 3
R23 2 2 1 1 2 3
R24 2 2 2 2 2 3
R25 2 3 4 2 3 3
R26 3 3 3 3 3 3
R27 2 2 2 2 3 3
R28 2 2 1 2 2 2
R29 2 3 1 2 3 3
R30 2 3 4 2 2 3
R31 3 2 1 2 2 3
R32 2 2 1 2 3 3
R33 2 2 1 1 3 3
R34 2 3 2 1 2 3
R35 2 3 4 2 2 3
R36 2 3 3 2 3 3
R37 2 3 2 2 3 3
R38 2 2 1 2 2 3
R39 2 2 1 2 3 3
R40 2 2 1 1 1 3
R41 2 2 4 2 3 3
R42 2 1 1 2 2 2
R43 2 2 1 2 3 3
R44 3 2 1 2 3 3
R45 3 3 1 2 2 3
R46 2 3 2 2 3 3
R47 2 2 1 2 3 3
R48 2 2 1 1 2 3
R49 2 3 1 2 3 3
R50 2 2 1 2 2 2
R51 2 2 1 1 2 3
R52 2 2 1 1 3 3
R53 2 2 1 2 2 2
R54 2 2 4 2 3 3
R55 2 3 3 2 3 3
R56 2 2 1 1 2 3
R57 2 2 1 2 2 3
R58 2 2 1 2 3 3
R59 2 3 1 2 2 3
R60 2 3 4 2 2 3
R61 3 3 1 2 3 3
R62 3 2 1 3 2 2
R63 3 2 1 2 3 3
R64 3 2 4 2 3 3
R65 2 1 1 1 2 3
R66 3 2 1 2 1 2
R67 3 2 1 2 2 3
R68 2 3 2 2 2 3
R69 2 2 1 2 2 3
Keterangan:
Umur: Pendidikan: Pekerjaan: Paritas: Pre-test dan Post-test:
1 = < 20 tahun 1 = Dasar (SD, SMP) 1 = Ibu Rumah Tangga 1 = Primipara 1 = Kurang
2 = 20-35 tahun 2 = Menengah (SMA) 2 = Karyawan Swasta 2 = Multipara 2 = Cukup
3 = > 35 tahun 3 = Tinggi (Perguruan Tinggi) 3 = PNS 3 = Grandemulti 3 = Baik
4 = Lain-lain
Lampiran 7. Analisis Data

Analisis Univariat
Umur

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid < 20 0 0.0 0.0 0.0

20-35 59 85.5 85.5 85.5

> 35 10 15.5 15.5 100.0

Total 69 100.0 100.0

Pendidikan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Dasar 6 8.7 8.7 8.7

Menengah 45 65.2 65.2 73.9

Tinggi 18 26.1 26.1 100.0

Total 69 100.0 100.0

Pekerjaan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid IRT 45 65.2 65.2 65.2

Kary. 11 15.9 15.9 81.1

PNS 4 5.8 5.8 86.9

Lain-lain 9 13.1 13.1 100.0

Total 69 100.0 100.0


Paritas

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Primipara 18 26.1 26.1 26.1

Multipara 49 71.1 71.1 97.2

Grandemulti 2 2.8 2.8 100.0

Total 69 100.0 100.0

Pre-Test

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Baik 33 47.8 47.8 47.8

Cukup 32 46.3 46.3 94.1

Kurang 4 5.9 5.9 100.0

Total 69 100.0 100.0

Post-Test

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Baik 62 89.8 89.8 89.8

Cukup 7 10.2 10.2 100.0

Kurang 0 0.0 0.0 100.0

Total 69 100.0 100.0


Crosstab
Umur *Pre Test Crosstabulation

Pre Test

Baik Cukup Kurang Total

Umur < 20 0 0 0 0

20 – 35 28 28 3 59

> 35 5 4 1 10

Total 33 32 4 69

Umur *Post Test Crosstabulation

Post Test

Baik Cukup Kurang Total

Umur < 20 0 0 0 0

20 – 35 54 5 0 59

> 35 8 2 0 10

Total 62 7 0 69

Pendidikan *Pre Test Crosstabulation

Pre Test

Baik Cukup Kurang Total

Pendidikan Dasar 2 2 2 6

Menengah 20 23 2 45

Tinggi 11 7 0 18

Total 33 32 4 69
Pendidikan *Post Test Crosstabulation

Post Test

Baik Cukup Kurang Total

Pendidikan Dasar 4 2 0 6

Menengah 40 5 0 45

Tinggi 18 0 0 18

Total 62 7 0 69

Pekerjaan *Pre Test Crosstabulation

Pre Test

Baik Cukup Kurang Total

Pekerjaan IRT 17 24 4 45

Kary. 7 4 0 11

PNS 4 0 0 4

Lain-lain 5 4 0 9

Total 33 32 4 69

Pekerjaan *Post Test Crosstabulation

Post Test

Baik Cukup Kurang Total

Pekerjaan IRT 38 7 0 45

Kary. 11 0 0 11

PNS 4 0 0 4

Lain-lain 9 0 0 9

Total 62 7 0 69
Paritas *Pre Test Crosstabulation

Pre Test

Baik Cukup Kurang Total

Paritas Primipara 5 12 1 18

Multipara 27 19 3 49

Grandemulti 1 1 0 2

Total 33 32 4 69

Paritas *Post Test Crosstabulation

Post Test

Baik Cukup Kurang Total

Paritas Primipara 7 11 0 18

Multipara 54 5 0 49

Grandemulti 1 1 0 2

Total 62 7 0 69

Analisis Bivariat
Descriptive Statistics

N Mean Std. Deviation Minimum Maximum

Pre Test 69 15.39 2.46 9 20

Post Test 69 18.73 1.03 16 20


Wilcoxon Signed Ranks Test

Ranks

N Mean Rank Sum of Ranks

Post Test - Pre Test Negative Ranks 0a .00 .00

Positive Ranks 69b 17.06 231.00

Ties 0c

Total 69

a. Post Test < Pre Test

b. Post Test > Pre Test

c. Post Test = Pre Test

Test Statisticsa

Post Test - Pre Test

Z -4.7821b

Asymp. Sig. (2-tailed) <,00001

a. Wilcoxon Signed Ranks Test

b. Based on negative ranks.


Lampiran 8. Dokumentasi Penelitian
Lampiran 9. Lembar Pengajuan Judul Skripsi
Lampiran 10. Surat Izin Studi Pendahuluan
Lampiran 11. Surat Izin Penelitian
Lampiran 12. Balasan Surat Izin Penelitian

Balasan Izin Penelitian Bakesbangpol


Balasan Izin Penelitian Dinas Kesehatan
Balasan Izin Penelitian Puskesmas
Lampiran 13. Lembar Bimbingan Proposal Skripsi
Lampiran 14. Lembar Uji Similaritas Proposal
Lampiran 15. Lembar Revisi Proposal Skripsi
Lampiran 16. Lembar Bimbingan Skripsi
Lampiran 17. Lembar Uji Similaritas Skripsi
Lampiran 18. Lembar Revisi Ujian Skripsi

Anda mungkin juga menyukai