Anda di halaman 1dari 129

SKRIPSI

POLA ASUH IBU YANG MEMILIKI BALITA STUNTING


DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BABATAN
KABUPATEN SELUMA

Oleh :
Wenti Sumiarti
NIM : P05170017085

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BENGKULU
PROGRAM STUDI PROMOSI KESEHATAN
PROGRAM SARJANA TERAPAN
TAHUN 2021
HALAMAN JUDUL

POLA ASUH IBU YANG MEMILIKI BALITA STUNTING


DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BABATAN
KABUPATEN SELUMA

Skripsi Ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Terapan Promosi Kesehatan (Str. Kes)

Disusun Oleh :

Wenti Sumiarti
P05170017085

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BENGKULU
PROGRAM STUDI PROMOSI KESEHATAN
PROGRAM SARJANA TERAPAN
TAHUN 2021

i
ii
iii
MOTTO

1. Jangan pernah berhenti untuk belajar, karena hidup tidak pernah berhenti memberi
pelajaran.
2. You don’t have to be great to start, but you have to start to be great. “Anda tidak harus
menjadi hebat dulu untuk memulai, tapi Anda bisa memulai dulu untuk menjadi hebat”.
3. Ilmu pengetahuan itu pahit pada awalnya, dan manis pada akhirnya. Pahit karena harus susah
payah mendapatkannya, dan manis ketika kita memetik hasilnya.

iv
PERSEMBAHAN

Alhamdulillah..Alhamdulillah..Alhamdulillahirobbil’alamin..
Sujud syukurku kusembahkan kepadamu Tuhan yang Maha Agung nan Maha Tinggi
nan Maha Adil nan Maha Penyayang, atas takdirmu telah kau jadikan aku manusia yang
senantiasa berpikir, berilmu, beriman dan bersabar dalam menjalani kehidupan ini. Semoga
keberhasilan ini menjadi satu langkah awal bagiku untuk meraih cita-cita besarku.
Skripsi ini saya persembahkan sepenuhnya kepada dua orang hebat dalam hidup saya,
Bunda dan Ayahanda Tercinta Sebagai tanda bakti, hormat, dan rasa terima kasih yang tiada
terhingga kupersembahkan karya kecil ini kepada Ibu dan Ayah yang telah memberikan kasih
sayang, segala dukungan, dan cinta kasih yang tiada terhingga yang tiada mungkin dapat
kubalas hanya dengan selembar kertas yang bertuliskan kata cinta dalam kata persembahan.
Ayahanda dan Ibunda lah yang membuat segalanya menjadi mungkin sehingga saya bisa
sampai pada tahap di mana skripsi ini akhirnya selesai.Terima kasih atas segala
pengorbanan, nasihat dan doa baik yang tidak pernah berhenti kalian berikan kepadaku. Aku
selamanya bersyukur dengan keberadaan kalian sebagai orangtua ku. Dalam setiap
langkahku aku berusaha mewujudkan harapan-harapan yang kalian impikan didiriku, meski
belum semua itu kuraih insyallah atas dukungan doa dan restu semua mimpi itu akan
terjawab di masa penuh kehangatan nanti. Semoga ini menjadi langkah awal untuk membuat
Ibu dan Ayah bahagia karna aku sadar, selama ini belum bisa berbuat yang lebih. Skripsi ini
juga ku persembahkan kepada:
1. Keluarga besar ku yang selalu memberi motivasi dan semangat .
2. Terimakasih kepada dosen pembimbing yang telah sabar mendampingi saya. Dosen
Pembimbing yang telah mengarahkan saya dalam melakukan penulisan karya ilmiah ini.

3. Seluruh dosen maupun staf di Prodi DIV Promosi Kesehatan Poltekkes kemenkes Bengkulu
yang telah membantu penulisan karya ilmiah ini.

4. Semua pihak yang telah memberi arahan dalam penyusunan skripsi dari awal sampai
akhir.
5. Last but not least, I wanna thank me, I wanna thank believing me, I wanna think for all
doing hard work.

v
BIODATA PENULIS

A. Biodata Diri
1. Nama : Wenti Sumiarti
2. Jenis kelamin : Perempuan
3. Tempat dan tanggal lahir : Simpang Pino, 02 Mei 1999
4. Kebangsaan : Indonesia
5. Status : Belum Menikah
6. Tinggi, Berat Badan : 158 cm, 48 kg
7. Agama : Islam
8. Alamat : Desa Simpang Pino Kecamatan Ulu Manna
Kabupaten Bengkulu Selatan
9. No. HP : 082179763882
10. Email : Wentisumiarti@gmail.com
11. Institusi : Politeknik Kesehatan Kementerian
Kesehatan Bengkulu
12. Jurusan : Promosi Kesehatan
13. Prodi : Promosi Kesehatan Program Sarjana Terapan
B. Riwayat Pendidikan
1. SD : SDN 116 Bengkulu Selatan
2. SMP : SMPN 11 Bengkulu Selatan
3. SMA : SMAN 2 Bengkulu Selatan

vi
ABSTRAK
Tingginya angka prevalensi stunting disebabkan oleh praktek pengasuhan yang
kurang baik. Data Profil Kesehatan Provinsi Bengkulu tahun 2019 menunjukkan sebanyak 700
balita mengalami stunting di Kabupaten Seluma dan sebanyak 35 kasus balita mengalami stunting
di wilayah Puskesmas Babatan. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan
gambaran pola asuh ibu yang memiliki balita stunting diwilayah kerja Puskesmas Babatan
Kabupaten Seluma.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi
yang dilakukan di Desa Air Petai Kecamatan Sukaraja Kabupaten Seluma. Sumber data
diperoleh melalui metode wawancara mendalam, observasi serta dari buku Kesehatan Ibu dan
Anak (KIA). Informan dalam penelitian ini terdiri dari informan utama yaitu 6 orang ibu yang
memiliki balita stunting di Desa Air Petai serta informan pendukung berjumlah 2 orang yaitu
Kader Posyandu Desa Air Petai dan tenaga pelaksana gizi (TPG) Puskesmas Babatan.
Hasil penelitian menunjukkan inisiasi menyusu dini hanya diterapkan oleh beberapa
ibu balita. Beberapa informan diketahui tidak melakukan perawatan dan pemijatan payudara pada
masa kehamilan dan sesudah melahirkan serta informan merasa cemas dan takut saat awal
menyusui karena pengalaman pertama dalam menyusui anak. Terdapat informan yang tidak
memberikan ASI sampai usia anak 2 tahun. Informan beranggapan jika ASI diberikan sampai
umur 2 tahun maka akan susah untuk dilakukan penyapihan. Terdapat anak yang kehilangan
nafsu makan karena anak susah untuk buang air besar hal ini terjadi karena anak tidak suka
mengkonsumsi sayur dan buah. Semua informan sudah memberikan imunisasi dasar lengkap
kepada anaknya. Sebagian informan sering lupa mencuci tangan sebelum memberi makan anak
karena kesibukannya dalam mengurus rumah tangga. Diharapkan petugas kesehatan dan kader
Posyandu dapat melakukan promosi kesehatan kepada ibu di Desa Air Petai mengenai pola asuh
yang baik terutama kepada ibu hamil dan ibu menyusui.

Kata Kunci: Pola Asuh, Balita, Stunting

vii
ABSTRACT
The high prevalence of stunting is caused by poor parenting practices. Data
Health Profile of Bengkulu province in 2019 showed as many as 700 infants suffered stunting
in Seluma and as many as 35 cases under five are stunted in Puskesmas Swipe. The purpose
of this study was to obtain an overview of the parenting pattern of mothers who havetoddlers
stunting in the working area of the Babatan Health Center, Seluma Regency.
This study uses a qualitative method with a phenomenological approach which is
carried out in Air Petai Village, Sukaraja District, Seluma Regency. Sources of data obtained
through in-depth interviews, observation and document review. The informants in this study
consisted of the main informants, namely 6 mothers who hadtoddlers stunting in Air Petai
Village and 2 supporting informants, namely the Posyandu Cadre in Air Petai Village and
nutrition implementers (TPG) at the Babatan Health Center.
The results showed that early initiation of breastfeeding was not applied to all
toddlers. Some informants are known to not do breast care and massage during pregnancy
and after giving birth and informants feel anxious and afraid at the beginning of
breastfeeding because of their first experience in breastfeeding a child. There are informants
who do not breastfeed until the child is 2 years old. Informants thought that if breast milk was
given until the age of 2 years, it would be difficult to do weaning. There are children who lose
their appetite because the child is difficult to defecate, this happens because the child does not
like to eat vegetables and fruit. All informants have given complete basic immunizations to
their children. Some informants often forget to wash their hands before feeding their children
because they are busy taking care of the household. It is hoped that health workers and
Posyandu cadres can carry out health promotions to mothers in Air Petai Village regarding
good parenting, especially to pregnant women and breastfeeding mothers.            
 
Keywords: Parenting, Toddler, Stunting

viii
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah saya ucapkan Kehadirat Tuhan Allah SWT, atas nikmat sehat, ilmu
dan rahmat serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pola
Asuh Ibu yang Memiliki Balita Stunting di Wilayah Kerja Puskesmas Babatan Kabupaten Seluma
”. Dalam penyusunan skripsi ini saya mendapatkan bimbingan dan bantuan baik materi
maupun nasehat dari berbagai pihak sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada
waktunya. Oleh karena itu saya mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Elliana, SKM.,MPH selaku Direktur Poltekkes Kemenkes Bengkulu.
2. Ibu Reka Lagora Marsofely, SST., M.Kes selaku Ketua Jurusan Prodi DIV Promosi
Kesehatan dan selaku ketua penguji.
3. Ibu Lisma Ningsih, SKM..,MKM selaku dosen pembimbing I yang telah memberikan
dukungan, masukan, waktu, motivasi, dan kesabaran dalam penulisan Skripsi ini.
4. Bapak Dino Sumaryono, SKM..,MPH selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan
dukungan, masukan, waktu, motivasi, dan kesabaran dalam penulisan Skripsi ini.
5. Ibu Dr. Betty Yosephin, SKM.,MKM selaku penguji I.
6. Seluruh dosen dan staf jurusan Promosi Kesehatan Poltekkes Kemenkes Bengkulu.
7. Kedua orang tua yang selalu memberi doa, dorongan, dan semangat kepada penulis dalam
menggapai cita-cita.
8. Sahabat teman-teman mahasiswa/mahasiswi seperjuangan yang tidak henti-hentinya telah
memberikan semangat dan moril dalam menyelesaikan Skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa Skripsi ini masih banyak kekurangan, sehingga penulis
mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun untuk kemajuan penulis di masa akan
datang. Mudah-mudahan Skripsi ini bermanfaat dan berguna untuk kemajuan ilmu pengetahuan
di masa yang akan datang.

Bengkulu, 19 Juni 2021

Wenti Sumiarti

ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL......................................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN......................................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................................... iii
MOTTO............................................................................................................................. iv
PERSEMBAHAN............................................................................................................. v
RIWAYAT PENELITI.................................................................................................... vi
ABSTRAK......................................................................................................................... vii
ABSTRACT ...................................................................................................................... ix
KATA PENGANTAR...................................................................................................... x
DAFTAR ISI..................................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL.............................................................................................................. xii
DAFTAR GAMBAR......................................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN...................................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................. 1
A. Latar Belakang........................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah...................................................................................................... 3
C. Tujuan Penelitian........................................................................................................ 4
D. Manfaat Penelitian..................................................................................................... 4
E. Keaslian Penelitian.................................................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................... 7
A. Stunting...................................................................................................................... 7
B. Pola Asuh................................................................................................................... 10
C. Perilaku Kesehatan..................................................................................................... 23
D. Kerangka Teori.......................................................................................................... 28
BAB III METODE PENELITIAN................................................................................... 29
A. Jenis Penelitian........................................................................................................... 29
B. Kerangka Konsep....................................................................................................... 29
C. Definisi Istilah............................................................................................................ 30
D. Tempat dan Waktu Penelitian.................................................................................... 30
E. Subjek (Informan) Penelitian..................................................................................... 30
F. Kriteria Inklusi dan Eksklusi...................................................................................... 31
G. Sumber Data.............................................................................................................. 31
H. Instrumen Penelitian.................................................................................................. 31
I. Pengumpulan Data..................................................................................................... 32
x
J. Langkah-langkah Pengolahan Data........................................................................... 35
K. Teknik Analisis Data................................................................................................. 36
L. Alur Penelitian........................................................................................................... 37
BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN.......................................................................... 39
A. Jalan Penelitian.......................................................................................................... 39
B. Karakteristik Informan.............................................................................................. 39
C. Hasil Penelitian.......................................................................................................... 40
D. Pembahasan............................................................................................................... 54
E. Keterbatasan Penelitian............................................................................................. 64
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN............................................................................ 65
A. Kesimpulan............................................................................................................... 65
B. Saran.......................................................................................................................... 66
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................ 67
LAMPIRAN

xi
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Keaslian Penelitian.............................................................................................. 5
Tabel 2.1 Panduan Pemberian MP-ASI............................................................................... 14
Tabel 2.2 Pengukuran Makanan Balita................................................................................ 19
Tabel 2.3 Jadwal Imunisasi................................................................................................. 20
Tabel 3.1 Definisi Istilah..................................................................................................... 29
Tabel 4.1 Karakteristik informan penelitian........................................................................ 40

xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Diagram penyebab masalah gizi (UNICEF, 1998) ......................................... 8
Gambar 2.2 Teori perilaku kesehatan menurut Lawrence Green (1980)............................24
Gambar 3.1 Kerangka Konseptual......................................................................................28
Gambar 3.2 Lingkaran Pengumpulan Data ( A Data Collcetion Circle)............................35
Gambar 3.3 Alur Penelitian.................................................................................................38
Gambar 4.1 Peta Wilayah Desa Air Petai............................................................................41

xiii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1: Pedoman wawancara


Lampiran 2: Pedoman observasi
Lampiran 3: Lembar informed consent
Lampiran 4: Data hasil wawancara
Lampiran 5: Data hasil observasi
Lampiran 6: Data hasil telaah buku KIA
Lampiran 7: Dokumentasi kegiatan penelitian
Lampiran 8: Surat keterangan Ethical Exemption dari Poltekkes Kemenkes Bengkulu
Lampiran 9: Surat rekomendasi dari Badan Persatuan Bangsa Dan Politik (KESBANGPOL)
Kabupaten Seluma
Lampiran 10: Izin penelitian dari Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan dan
Tenaga Kerja (DPMPPTK) Kabupaten Seluma
Lampiran 11: Surat keterangan selesai penelitian dari Puskesmas Babatan Kabupaten Seluma

xiv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kejadian balita pendek atau biasa disebut dengan stunting merupakan salah satu
masalah gizi yang yang dialami oleh balita di dunia saat ini. Stunting merupakan suatu kondisi
yang dialami oleh anak usia 0-59 bulan dimana dari hasil pengukuran tinggi badan anak
menunjukkan bahwa tinggi dan umur anak tidak memenuhi standar yang ditetapkan oleh World
Health Organization (WHO) yaitu lebih rendah dari minus 2 standar deviasi (<-2SD). Stunting
terjadi karena adanya masalah gizi kronis pada anak terutama pada 1.000 Hari Pertama
Kehidupan (HPK). Stunting dapat menyebabkan masalah tumbuh kembang anak, menghambat
perkembangan kognitif dan motorik, gangguan metabolisme, serta dapat menyebabkan tubuh dan
ukuran tubuh anak menjadi tidak optimal. Dampak jangka panjang stunting akan meningkatkan
risiko penyakit tidak menular, seperti diabetes, hipertensi, jantung koroner, dan stroke, serta dapat
menyebabkan penyakit struktural pada fungsi saraf dan sel otak (Atmarita, 2018).
Stunting merupakan salah satu target Sustainable Development Goals (SDGs) yang
termasuk pada tujuan pembangunan berkelanjutan ke-2 yaitu mengakhiri kelaparan, mencapai
ketahanan pangan, dan peningkatan gizi, dan mencanangkan pertanian berkelanjutan (Badan
Pusat Statistik, 2014). Rencana Pemerintah Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024
salah satunya di bidang kesehatan yaitu menurunkan prevalensi stunting dengan target 14% balita
stunting di Indonesia pada tahun 2024 (Bappenas RI, 2019). Sedangkan secara global penurunan
prevalensi stunting harus mencapai target yaitu 40% balita stunting pada tahun 2025 (WHO,
2018).
Pada tahun 2019 secara global 144 juta anak dibawah usia lima tahun mengalami
stunting (WHO, 2020). Data prevalensi balita stunting yang dikumpulkan oleh WHO, Indonesia
termasuk ke dalam negara ketiga dengan prevalensi tertinggi di regional Asia Tenggara (Atmarita,
2018). Data Riskesdas tahun 2013 menunjukkan prevalensi stunting di Indonesia adalah sebesar
37, 2%. Sedangkan, hasil dari Riskesdas tahun 2018 proporsi stunting atau balita pendek turun
dari 37, 2% menjadi 30, 8%. Menurunnya prevalensi stunting sebanyak 6,4% menunjukkan status
gizi di Indonesia sudah mengalami perbaikan akan tetapi jika berpedoman pada standar
kesehatan gizi masyarakat menurut WHO suatu wilayah dikatakan mengalami masalah gizi
kronis bila prevalensi stunting 20% atau lebih di wilayah tersebut.
Hasil Riskesdas tahun 2018 menunjukkan bahwa Provinsi Bengkulu berada pada
urutan ke-21 tertinggi kasus stunting di Indonesia dengan proporsi 29,4% balita yang mengalami
stunting sedangkan Kabupaten Seluma merupakan salah satu dari 4 lokasi fokus penurunan stunting

1
2

di Provinsi Bengkulu (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), 2020). Data Profil
Kesehatan Provinsi Bengkulu tahun 2019 menujukkan bahwa sebanyak 700 balita mengalami
stunting di Kabupaten Seluma (Dinas Kesehatan Provinsi Bengkulu, 2019). Berdasarkan data yang
diperoleh dari Puskesmas Babatan yaitu pendataan Elektronik Pencatatan dan Pelaporan Gizi
Berbasis Masyarakat (e-PPGBM) pada bulan Agustus 2020 terdapat sebanyak 35 kasus balita yang
mengalami stunting.
Tingginya angka prevalensi stunting disebabkan oleh berbagai faktor. Salah satunya
adalah praktek pengasuhan yang kurang baik (TNP2K, 2017). Di Indonesia terdapat beberapa
masalah terkait pola asuh balita yang masih menjadi target RPJMN dan target indikator kinerja
kegiatan pembinaan gizi masyarakat tahun 2020-2024 yaitu, Inisiasi Menyusu Dini (IMD),
Pemberian ASI eksklusif, dan imunisasi dasar (Kemenkes RI, 2020b). Adapun pengasuhan
pada anak meliputi pemberian makan, perawatan kesehatan, dan bimbingan yang dilakukan
orang tua untuk mendorong stimulasi kognitif pada anak (Hartono et al., 2017). Agar
pertumbuhan anak optimal, maka orang tua perlu memperhatikan beberapa kebutuhan dasar
anak untuk tumbuh yaitu kebutuhan fisik/asuh yang meliputi: kebutuhan pangan, perawatan
kesehatan dasar (imunisasi), pemberian ASI pada anak, dan kebutuhan papan seperti higiene
pada setiap individu dan sanitasi lingkungan (Mardalena & Suyani, 2016). Adapun menurut
Engle et al., (1999) pola asuh dapat diwujudkan dalam beberapa kegiatan diantaranya:
menyusui dan memberi makan anak, persiapan makanan dan praktek penyimpanan makanan,
perawatan kesehatan anak, dan praktek kebersihan pada anak.
Kualitas pengasuhan yang diberikan oleh ibu berperan penting bagi pertumbuhan dan
perkembangan anak karena semakin baik pola asuh gizi yang diberikan maka angka kesakitan akan
semakin rendah serta status gizi anak akan lebih baik (Hartati 2018). Hal ini sejalan dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Bella (2020), dimana dari penelitian tersebut didapatkan bahwa anak
dengan tinggi badan normal (tidak stunting) mendapatkan pola asuh yang baik dengan kebiasaan
pemberian makan, pengasuhan, kebersihan dan pelayanan kesehatan yang baik sedangkan untuk
balita stunting tidak mendapatkan pola asuh dengan baik. Penelitian tersebut didukung oleh hasil
penelitian yang dilakukan oleh Putri & Dewina (2020) dimana hasil penelitian menunjukkan bahwa
terdapat pengaruh antara pola asuh nutrisi dan pemantauan kesehatan yang dilakukan oleh orang tua
pada anak usia 2-5 tahun terhadap kejadian stunting pada anak usia 2-5 tahun.
Pada penelitian ini akan diteliti perilaku pola asuh ibu yaitu, praktik inisiasi menyusui dini,
pemberian ASI Eksklusif, pemberian makan pada balita, imunisasi dasar pada balita, serta praktik
higiene dan kebersihan lingkungan pada ibu yang memiliki balita stunting di wilayah kerja
Puskesmas Babatan Kabupaten Seluma. Hasil wawancara pendahuluan yang dilakukan kepada
tenaga pelaksana gizi (TPG) Puskesmas Babatan diketahui bahwa kejadian stunting di wilayah
Puskesmas Babatan dilatarbelakangi oleh pola asuh pemberian makan yang dilakukan oleh ibu
kepada balita yang kurang memperhatikan kuantitas dan kualitas makanan. Maka dari itu peneliti
berminat untuk melakukan penelitian terkait pola asuh ibu yang memiliki balita stunting di wilayah
3

kerja Puskesmas Babatan agar perilaku tersebut dapat dipahami maka penelitian kualitatif perlu
dilakukan untuk mengetahui informasi yang lebih mendalam.

B. Rumusan Masalah
Tingginya prevalensi stunting di Indonesia yaitu 30,8% pada hasil Riskesdas tahun 2018
serta sebanyak 700 balita mengalami stunting di Kabupaten Seluma pada tahun 2019, dan
sebanyak 35 kasus balita mengalami stunting di wilayah Puskesmas Babatan. Masalah pola asuh
orang tua terhadap balita yang masih menjadi target RPJMN dan target indikator kinerja kegiatan
pembinaan gizi masyarakat tahun 2020-2024 seperti Inisisasi Menyusu Dini (IMD), ASI Eksklusif,
dan imunisasi dasar. Maka, peneliti memfokuskan penelitian untuk mengetahui bagaimana
gambaran pola asuh ibu yang memiliki balita stunting dengan variabel penelitian yaitu; inisiasi
menyusu dini, pemberian ASI eksklusif, pemberian makan pada balita, imunisasi dasar pada
balita, serta praktik higiene dan kebersihan lingkungan pada ibu yang memiliki balita stunting di
wilayah kerja Puskesmas Babatan Kabupaten Seluma. Pertanyaan penelitian ini adalah bagaimana
gambaran pola asuh ibu yang memiliki balita stunting di wilayah kerja Puskesmas Babatan
Kabupaten Seluma ?

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mendapatkan gambaran pola asuh ibu yang memiliki balita stunting di wilayah kerja
Puskesmas Babatan Kabupaten Seluma.
2. Tujuan Khusus
a. Mendapatkan gambaran perilaku ibu yang memiliki balita stunting dalam pemberian
inisiasi menyusu dini di wilayah kerja Puskesmas Babatan Kabupaten Seluma.
b. Mendapatkan gambaran perilaku ibu yang memiliki balita stunting dalam pemberian
ASI Ekslusif di wilayah kerja Puskesmas Babatan Kabupaten Seluma.
c. Mendapatkan gambaran perilaku ibu yang memiliki balita stunting dalam pemberian
makan di wilayah kerja Puskesmas Babatan Kabupaten Seluma.
d. Mendapatkan gambaran perilaku ibu yang memiliki balita stunting dalam pemberian
imunisasi dasar di wilayah kerja Puskesmas Babatan Kabupaten Seluma.
e. Mendapatkan gambaran perilaku ibu yang memiliki balita stunting dalam praktik higiene
dan kebersihan lingkungan.

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi masyarakat
Dengan dilakukannya penelitian ini dapat menambah pengetahuan pada masyarakat
mengenai pola asuh yang baik dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
4

2. Bagi Puskesmas
a. Memberikan pengetahuan mengenai gambaran perilaku pola asuh gizi yang telah
diterapkan oleh ibu balita yang mengalami stunting di wilayah kerja Puskesmas Babatan
Kabupaten Seluma.
b. Dengan dilakukannya penelitian ini dapat dijadikan sebagai masukan atau pedoman
bagi Puskesmas tempat penelitian, untuk melakukan perencanaan dalam upaya
pencegahan atau intervensi dan perbaikan gizi di wilayah Puskesmas Babatan.
3. Bagi peneliti lain
Dapat menambah pengetahuan bagi peneliti lain tentang gambaran perilaku pola asuh ibu
pada balita stunting di wilayah kerja Puskesmas Babatan Kabupaten Seluma dan dapat
dijadikan sebagai bahan penelitian yang lebih baik.

E. Keaslian Penelitian
Tabel 1.1
Keaslian Penelitian
No Judul Nama Peneliti Metode Hasil

1. Dampak pola asuh (Rafsanjani, Deskriptif Pola asuh kurang baik


dan usia penyapihan 2019) analitik berdampak sebesar 3,6 kali
terhadap status gizi dengan desain terhadap status gizi kurang
balita. crossectional dan stunting dibandingkan
study pola asuh yang baik.
2. Nutritional behavior (Hartati, 2018) Deskriptif Asupan makanan
patterns in program kualitatif. berdampak pada status gizi
of giving additional anak, semakin banyak
foods for infants aged kandungan gizi dalam
0-3 years of under makanan yang diberikan
red line pada anak maka anak
tersebut akan mempunyai
status gizi yang baik dan
sebaliknya.
3. Pengaruh pola asuh (Putri & Analitik Adanya pengaruh pola asuh
nutrisi dan perawatan Dewina, 2020) observasional nutrisi dan perawatan
kesehatan terhadap dengan kesehatan terhadap kejadian
kejadian stunting usia pendekatan stunting pada anak usia 2-5
2- 5 tahun di desa cross sectional tahun di wilayah penelitian.
Sindang Kabupaten
5

Indramayu tahun
2019
4. Pola Asuh Positive (Bella, 2020) Kualitatif Balita dengan tinggi badan
Deviance dan dengan desain normal (tidak stunting)
Kejadian Stunting cross sectional mendapatkan pola asuh
Balita di Kota pemberian makan,
Palembang pengasuhan, kebersihan dan
kebiasaan mendapatkan
pelayanan kesehatan yang
baik. Sedangkan balita
stunting mendapatkan pola
asuh yang tidak baik.

Berdasarkan hasil penelusuran penelitian terdahulu terdapat kesamaan yaitu sama-sama


membahas pola asuh ibu terhadap anaknya. Perbedaannya terletak pada waktu dan tempat
penelitian, dan tahun penelitian, dimana penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan
tujuan untuk mengetahui informasi secara mendalam mengenai gambaran pola asuh ibu yang
memiliki balita stunting di wilayah Puskesmas Babatan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Stunting
1. Pengertian
Stunting adalah kondisi dimana anak mengalami pertumbuhan yang tidak optimal
akibat kekurangan gizi kronis pada 1.000 hari pertama kehidupan. Anak dikatakan stunting
apabila tinggi badan anak lebih dari dua standar deviasi dan lebih rendah dari standar
pertumbuhan median menurut WHO untuk anak dengan usia dan jenis kelamin yang sama,
itu berarti anak tersebut mengalami stunting (TNP2K, 2017).
Pengukuran panjang badan dapat dilakukan pada anak usia 0-24 bulan dalam
keadaan anak telentang, sedangkan tinggi badan diukur pada anak usia 2-5 tahun dalam
keadaan anak berdiri. Adapun tanda anak terkena stunting adalah ketika Indeks Panjang
Badan menurut Umur (PB/U) atau tinggi badan menurut Umur (TB/U) di bawah ambang
batas standar. Adapun standar PB/U dan TB/U anak perempuan dan anak laki-laki tercantum
dalam Kepmenkes nomor 1995 tahun 2010 tentang Standar Antropometri Penilaian Status
Gizi Anak (Tabel PB/U anak 0-24 bulan dan TB/U anak 24-60 bulan) (Kemenkes RI, 2018)

2. Penyebab Stunting

Penyebab langsung gangguan gizi pada anak (termasuk stunting) adalah kurangnya
asupan gizi dan status kesehatan. Jumlah stunting dapat dikurangi dengan mengatasi beberapa
penyebab masalah gizi, seperti faktor-faktor yang berkaitan dengan ketahanan pangan, akses
terhadap makanan bergizi (pangan), praktik pemberian makan bayi dan balita, akses
pelayanan kesehatan, perawatan kesehatan dan kesehatan lingkungan seperti ketersediaan
fasilitas air bersih dan sanitasi lingkungan (Kementerian PPN/Bappenas, 2019). Timbulnya
masalah gizi berkaitan dengan beberapa faktor antara lain faktor asupan gizi dan penyakit
infeksi, ketersediaan pangan dalam keluarga, asuhan ibu terhadap anak, serta faktor ekonomi
dan politik, yang dapat menyebabkan timbulnya masalah gizi kurang atau gizi lebih pada
anak (Hartono et al., 2017). Adapun menurut UNICEF (1998) dalam Hartono et al., (2017)
kerangka pikir penyebab timbulnya masalah gizi adalah sebagai berikut:

6
7

Masalah Gizi

Konsumsi zat gizi Infeksi Penyakit

Ketersediaa Pola asuh Pelayanan


n pangan kesehatan

Kemiskinan dan pendidikan


Ketersediaan pangan
Kesempatan kerja

Krisis ekonomi dan


politik

Gambar 2.1
Diagram penyebab masalah gizi menurut UNICEF (1998)

Usia anak merupakan faktor penentu lain dari stunting. Penelitian yang dilakukan
oleh Abeway et al., (2018) menunjukkan bahwa anak-anak dalam kelompok usia 24-59
bulan 4 kali lebih mungkin mengalami stunting dibanding anak usia 6-24 bulan. Hal ini juga
didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Talukder et al., (2018) yang
menunjukkan bahwa dengan bertambahya usia kemungkinan terjadinya stunting pada
seorang anak akan meningkat. Penelitian ini menemukan bahwa anak-anak berusia antara
12 hingga 23 bulan dan anak-anak berusia lebih dari 24 bulan memiliki kemungkinan yang
lebih tinggi untuk terkena stunting. Terdapat beberapa faktor penyebab stunting diantaranya
:
a. Praktek pengasuhan yang kurang baik yang diantaranya karena kurangnya pengetahuan
ibu mengenai kesehatan dan gizi sebelum dan pada masa kehamilan, serta setelah ibu
melahirkan.
b. Terbatasnya layanan antenatal care (pelayanan kesehatan untuk ibu selama masa
kehamilan) dan layanan post natal care.
8

c. Kurangnya akses rumah tangga/keluarga untuk mendapatkan makanan bergizi.


d. Kurangnya akses ke air bersih dan sanitasi (TNP2K, 2017).

3. Dampak
Menurut WHO dalam Atmarita, (2018) dampak yang ditimbulkan stunting dapat
dibagi menjadi dampak jangka pendek dan jangka panjang.
a. Dampak Jangka Pendek
1) Terjadinya peningkatan angka kesakitan dan kematian.
2) Terhambatnya perkembangan kognitif, motorik, dan verbal pada anak.
3) Peningkatan biaya kesehatan.
b. Dampak Jangka Panjang
1) Postur tubuh yang tidak optimal saat dewasa (lebih pendek dibandingkan pada
umumnya).
2) Peningkatan resiko obesitas dan penyakit lainnya.
3) Penurunan kesehatan reproduksi.
4) Menurunnya kapasitas belajar pada anak saat masa sekolah.
5) Tidak optimalnya produktivitas dan kapasitas dalam melakukan suatu pekerja.

2. Pencegahan
Pemerintah telah menetapkan kebijakan pencegahan stunting, melalui keputusan
Presiden Nomor 42 tahun 2013 tentang Gerakan Nasional Peningkatan Percepatan Gizi
dengan fokus pada kelompok usia pertama 1.000 hari kehidupan, yaitu sebagai berikut:
a. Ibu hamil mendapat Tablet Tambah Darah (TTD) minimal 90 tablet selama kehamilan.
b. Pemberian Makanan Tambahan (PMT) ibu hamil.
c. Pemenuhan gizi.
d. Persalinan dengan dokter atau bidan yang ahli.
e. Pemberian Inisiasi Menyusu Dini (IMD).
f. Pemberian ASI eksklusif pada bayi hingga usia 6 bulan 7.
g. Memberikan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) untuk bayi diatas 6 bulan hingga 2
tahun.
h. Pemberian imunisasi dasar lengkap dan vitamin A.
i. Pemantauan pertumbuhan balita di posyandu terdekat.
j. Penerapan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) (Kemenkes RI, 2013) dalam
Rahayu et al., (2018).
9

B. Pola Asuh
Dalam proses pertumbuhan dan perkembangan anak terdapat 3 kebutuhan dasar
yang harus diperhatikan orang tua yaitu kebutuhan fisik biomedis (ASUH), kebutuhan
emosi/kasih sayang (ASIH) dan kebutuhan stimulasi mental (ASAH). Adapun kebutuhan fisik
biomedis (ASUH) meliputi: kebutuhan pangan, kebutuhan perawatan kesehatan dasar (imunisasi),
pemberian ASI, penimbangan bayi/anak secara teratur, kebutuhan papan seperti praktik higiene
pada setiap individu, dan sanitasi lingkungan (Mardalena & Suyani, 2016).
Pola asuh merupakan faktor penting yang dapat mempengaruhi status gizi balita. Menurut
Engle et al., (1999) pola asuh yaitu kemampuan keluarga dalam menyediakan waktu, perhatian dan
dukungan dalam memenuhi kebutuhan fisik, mental dan sosial dari anak yang sedang tumbuh.
Praktek pengasuhan dalam hal pemberian makan dapat dilakakukan dengan pemberian ASI,
pemberian makanan tambahan yang berkualitas, penyiapan dan penyimpanan makanan yang
higienis. Praktik pengasuhan dalam perawatan anak dapat dilakukan dengan pemberian perawatan
kesehatan kepada anak sehingga dapat mencegah anak dari penyakit seperti pemberian imunisasi
dan suplemen pada anak. Sedangkan praktek pengasuhan dalam stimulasi kognitif adalah
pemberian stimulasi kognitif pada anak untuk mendukung perkembangan mental, motorik dan
sosial pada anak (Hartono et al., 2017).
Pola asuh anak dapat dilakukan dengan pemenuhan kebutuhan gizi saat ibu hamil dan
stimulasi bagi janin, pemeriksaan kandungan empat kali selama kehamilan dan bersalin di
fasilitas kesehatan, melakukan Inisiasi Menyusu Dini (IMD), pemberian ASI eksklusif,
pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI), melakukan pemantauan tumbuh kembang anak
serta memberikan imunisasi dasar kepada anak (Direktorat Jenderal Informasi Dan Komunikasi
Publik Kementerian Komunikasi Dan Informatika, 2019).
Menurut Engle et al., (1999) pola asuh diwujudkan dalam enam jenis kegiatan yang
dipraktekan oleh pengasuh yaitu: perawatan kesehatan bagi ibu saat hamil seperti memberikan
waktu istirahat yang tepat atau peningkatan asupan makanan selama kehamilan, menyusui dan
memberi makan anak,persiapan makanan dan praktek penyimpanan makanan, praktek kebersihan
dan perawatan anak selama sakit termasuk diagnosis penyakit dan penerapan praktek pencarian
pelayanan kesehatan. Ketidaktepatan dalam praktik asuhan ibu dan anak merupakan faktor yang
penting dalam memberikan jaminan terhadap berlangsungnya gizi anak yang diasuhnya. Dengan
demikian bagaimana pola asuh yang diberikan oleh orang tua kepada anaknya sangat berpengaruh
terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak, apabila kebutuhan dasar (basic needs) anak
dalam usia emasnya (golden ages) tidak terpenuhi, maka akan sangat berdampak buruk bagi
anak tersebut baik saat ia masih anak-anak bahkan hingga dewasa nanti. Untuk itulah
10

mengapa pola pengasuhan oleh orangtua usia dini harus dilakukan dengan baik dan benar agar
kebutuhan anak terpenuhi dan agar pertumbuhan serta perkembangan anak berjalan sesuai
dengan semestinya. Praktik pengasuhan yang mendukung pertumbuhan anak antara lain
adalah :
1. Inisiasi Menyusu Dini
Inisiasi Menyusu Dini (IMD) adalah pemberian ASI yang dilakukan segera sesudah bayi
lahir dalam waktu minimal satu jam setelah lahir. ASI yang pertama keluar berwarna kuning
(kolostrum) berisi zat kekebalan untuk melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi terutama
diare dan infeksi pernapasan akut. Manfaat IMD bagi ibu dan Bayi antara lain:
a. Suhu kulit dada ibu yang melahirkan akan menyesuaikan dengan suhu tubuh bayi.
b. Kontak kulit ke kulit meningkatkan ikatan kasih sayang ibu dan bayi.
c. Ibu dan bayi akan menjadi lebih tenang, pernapasan dan detak jantung bayi akan
menjadi lebih stabil dan membuat bayi tidak rewel.
d. Produksi asi akan lancar, bayi memperoleh kolostrum dan asi eksklusif selama 6 bulan
serta tetap menyusu sampai anak berusia 2 tahun (Kemenkes RI, 2018).

2. Pemberian ASI Eksklusif


Pemberian ASI Eksklusif adalah pemberian ASI saja dengan tidak memberikan
makanan atau minuman lain kepada bayi sejak lahir sampai usia 6 bulan, kecuali obat-obatan
atau vitamin (Depkes RI, 2007). Menurut standar global, pemerintah Indonesia, WHO dan
UNICEF merekomendasikan pemberian ASI eksklusif dilakukan selama enam bulan pertama
kehidupan, kemudian dilanjutkan dengan pemberian makanan tambahan dan pemberian ASI
hingga anak berusia dua tahun (Bappenas & UNICEF, 2017).
Menurut Indrawati (2016) dalam Latifah et al., (2020) ASI merupakan asupan gizi
yang akan membantu pertumbuhan dan perkembangan anak. Bayi yang tidak mendapatkan ASI
dengan cukup berarti memiliki asupan gizi yang kurang baik dan dapat menyebabkan
kekurangan gizi. Hal tersebut sejalan dengan penelitian yang sebelumnya dilakukan oleh
Sulistianingsih & Sari (2018) hasil penelitian menunjukkan bahwa balita dengan riwayat
pemberian ASI eksklusif dapat menurunkan risiko terjadinya stunting sampai 9,3 kali lebih
kecil dibandingkan pada balita tanpa riwayat ASI eksklusif. Manfaat ASI bagi ibu dan bayi
antara lain:
a. Sehat, praktis dan tidak butuh biaya
b. Meningkatkan kekebalan alamiah pada bayi
c. Mencegah perdarahan pada ibu nifas
d. Menjalin kasih sayang pada ibu dan bayi
11

e. Mencegah kanker payudara.


3. Perilaku Pemberian Makan pada Balita
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Fadilah et al., (2020) menunjukkan bahwa pola
asuh praktik pemberian makan memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian stunting
pada balita dimana balita yang memiliki praktik pemberian makan kurang, memiliki risiko
4,6 kali lebih besar untuk menjadi stunting dibandingkan dengan keluarga yang memiliki
pola asuh praktik pemberian makan yang baik. Oleh karena itu untuk mencegah terjadinya
stunting pada anak maka perlu memperhatikan standar pemberian makan pada anak.
Standar emas pemberian makan bayi dan anak terdiri dari Inisiasi Menyusu Dini (IMD),
pemberian ASI eksklusif, pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) dengan
tepat (tepat waktu, adekuat, aman, dan diberikan dengan cara yang benar), serta melanjutkan
pemberian ASI sampai dengan 2 tahun atau lebih (Kemenkes RI, 2020a). Sedangkan perilaku
pemberian makan pada anak usia dini adalah perilaku pemberian makan pada anak di atas 6
bulan, yang terkait dengan kebiasaan pemberian beragam makanan, dan pemberian makanan
pendamping ASI ( Core, 2004). WHO pada tahun 2003 mengeluarkan rekomendasi tentang
praktik pemberian makan bayi yang benar yaitu:
a. Berikan ASI sesegera mungkin setelah melahirkan (< 1 jam) dan secara eksklusif selama 6
bulan.
b. Berikan MPASI pada usia genap 6 bulan sambil melanjutkan ASI sampai 24 bulan. MPASI
yang baik adalah yang memenuhi persyaratan tepat waktu, bergizi lengkap, cukup dan
seimbang, aman dan diberikan dengan cara yang benar (Sjarif et al., 2015).
Adapun pedoman gizi seimbang yang dianjurkan untuk balita adalah sebagai berikut:
a. Gizi Seimbang untuk Bayi (0-6) bulan
1) Melakukan Inisiasi Menyusu Dini (IMD)
2) Berikan ASI Ekslusif sampai umur 6 bulan
b. Pesan Gizi seimbang untuk anak 6-24 bulan
1) Lanjutkan pemberian ASI sampai umur 2 tahun.
2) Berikan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) mulai Usia 6 bulan
c. Gizi Seimbang untuk Anak Usia 2-5 Tahun
1) Biasakan makan 3 kali sehari (pagi, siang dan malam) bersama keluarga
2) Perbanyak mengonsumsi makanan kaya protein seperti ikan,telur, tempe,susu dan tahu.
3) Perbanyak mengonsumsi sayuran dan buah-buahan.
4) Batasi mengonsumsi makanan selingan yang terlalu manis, asin dan berlemak.
5) Minumlah air putih sesuai kebutuhan.
12

6) Biasakan bermain bersama dan melakukan aktivitas fisik setiap hari (Kemenkes RI,
2014).
a. Pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)
MP-ASI merupakan makanan peralihan dari ASI ke makanan keluarga. Pemberian
makanan pendamping ASI atau MP-ASI erat kaitannya dengan kejadian stunting. Hal ini
sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh (Abeway et al., 2018) yang
mengungkapkan bahwa anak-anak yang tidak mendapat makanan pendamping ASI tepat
waktu lebih beresiko mengalami stunting dibandingkan anak-anak yang diberikan makanan
pendamping ASI pada usia 6 bulan.
Pengenalan dan pemberian MP-ASI harus dilakukan secara bertahap baik bentuk
maupun jumlahnya, sesuai dengan kemampuan pencernaan bayi/anak (Depkes RI, 2007).
Praktik pemberian makan bayi dan anak sangat penting demi keberlangsungan hidup dan
perkembangan seorang anak. Selain berfungsi untuk mengenalkan jenis makanan baru pada
bayi, MP-ASI juga dapat mencukupi kebutuhan nutrisi tubuh bayi yang tidak lagi dapat
disokong oleh ASI, serta membentuk daya tahan tubuh dan perkembangan sistem imunologis
anak terhadap makanan maupun minuman (TNP2K, 2017).
WHO dan UNICEF dalam ketentuannya mengharuskan bayi usia 6-23 bulan
mendapatkan MP-ASI yang adekuat dengan ketentuan dapat menerima minimal 4 atau lebih
dari 7 jenis makanan (sereal/umbi-umbian, kacang-kacangan, produk olahan susu, telur,
sumber protein lainnya, sayur dan buah kaya vitamin A, sayur dan buah lainnya (Minimum
Dietary Diversity/MMD)). Di samping itu, yang diperhatikan juga adalah untuk bayi harus
memenuhi ketentuan Minimum Meal Frequency (MMF), yaitu bayi 6-23 bulan yang diberi
atau tidak diberi ASI, dan sudah mendapat MP-ASI (makanan lunak/makanan padat,
termasuk pemberian susu yang tidak mendapat ASI) harus diberikan dengan frekuesi sebagai
berikut:
a. Untuk bayi yang diberi ASI:
Umur 6-8 bulan: 2 x/hari atau lebih
b. Umur 9-23 bulan: 3 x/hari atau lebih.
c. Untuk bayi 6-23 bulan yang tidak diberi ASI: 4 x/hari atau lebih (Atmarita, 2018).
Pemberian MP-ASI harus diberikan dengan cara yg benar dan memenuhi 4 syarat yaitu:
a. Tepat waktu, MP-ASI diberikan pada saat bayi berusia 6 bulan, dimana ASI saja sudah
tidak dapat memenuhi kebutuhan gizi bayi.
b. Adekuat, MP-ASI mampu memenuhi kecukupan energi, protein, mikronutrien untuk
mencapai tumbuh kembang optimal seorang anak dengan mempertimbangkan usia,
jumlah, frekuensi, konsistensi/tekstur, dan variasi makanan.
13

c. Aman, MP-ASI disiapkan dan disimpan dengan cara yang higenis, diberikan
menggunakan tangan dan peralatan yang bersih.
d. MP-ASI diberikan dengan cara yang benar (terjadwal, prosedur yang tepat, dan
lingkungan yang mendukung.
MP-ASI yang baik apabila :
a. Padat energi, protein dan zat gizi mikro antara lain Fe, Zinc, Kalsium Vit. A,Vit. C dan
Folat) yang tidak dapat dipenuhi dengan ASI saja untuk anak mulai 6 bulan.
b. Tidak berbumbu tajam.
c. Tidak menggunakan gula dan garam tambahan, penyedap rasa, pewarna dan pengawet.
d. Mudah ditelan dan disukai anak.
e. Tersedia secara lokal dan dan harga terjangkau (Kemenkes RI, 2018).

Tabel 2. 1
Panduan Pemberian MP-ASI
Umur Bentuk Makanan Berapa kali sehari Berapa banyak setiap
kali makan
6-9 1. ASI 1. Teruskan 2-3 sendok makan
Bulan 2. Makanan lumat (bubur pemberian ASI penuh setiap kali
dan makanan keluarga sesering mungkin makan,tingkatkan
yang dilumatkan) 2. Makanan lumat perlahan sampai ½
2-3 kali sehari mangkuk berukuran
3. Makanan 250 ml.
selingan 1-2 kali
sehari (buah,
biskuit)
9-12 1. ASI 1. Teruskan ½ sampai ¾ mangkuk
Bulan 2. Makanan lembek atau pemberian ASI berukuran 250ml.
dicincang yang 2. Makanan
mudah ditelan anak. lembek-3-4 kali
3. Makanan selingan sehari
yang dapat dipegang 3. Makanan
anak diberikan selingan 1-2 kali
diantara waktu makan sehari
lengkap.
12-24 1. Makanan keluarga 1. Makanan 1. ¾ sampai dengan 1
14

Bulan 2. Makanan yang keluarga 3-4 kali mangkuk ikuran


dihaluskan atau sehari 250ml.
dicincang bila perlu 2. Makanan 2. 1 potong kecil
3. ASI selingan 1-2 kali ikan/daging/ayam
sehari /telur
3. Teruskan 3. 1 potong tempe/tahu
pemberian ASI atau 1 sdm kacang-
kacangan
4. ¼ gelas sayur
5. 1 potong buah
6. ½ gelas
bubur/1potong kue
Sumber: (Kemenkes RI, 2018)

b. Pengolahan dan Penyajian Makanan


Cara pengolahan makanan harus baik seperti menggunakan air yang bersih
dalam setiap pengolahan, dan mencuci tangan setiap kali hendak memegang makanan,
serta tidak bersentuhan langsung dengan makanan tetapi menggunakan peralatan seperti
penjepit makanan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menyimpan makanan
diataranya: makanan yang disimpan harus diberi tutup, tersedia tempat khusus untuk
menyimpan makanan, makanan tidak boleh disimpan dekat dengan saluran air, apabila
disimpan diruangan terbuka hendaknya tidak lebih dari 6 jam dan ditutup agar terhindar
dari serangga dan binatang lain, Lemari penyimpanan sebaiknya tertutup dan tidak
berada tanpa kaki penyangga atau dipojok ruangan karena tikus, kecoa, dan hewan
lainnya akan sangat mudah untuk menjangkaunya, terlindungi dari debu, bahan kimia
berbahaya, serangga dan hewan lainnya (Depkes, 2004 dalam Sari Pakpahan, 2016).
Pengaturan makan untuk kelompok balita ini sangat perlu diperhatikan karena berada
dalam masa pertumbuhan dan perkembangan. Pemberian makan untuk balita haruslah
mengingat hal-hal berikut:
1) Pengaturan makanan dan perencanaan menu harus hati-hati dan sesuai dengan kebutuhan
kesehatannya.
2) Memenuhi kecukupan energi dan semua zat gizi sesuai dengan umurnya.
3) Susunan hidangan disesuaikan dengan pola menu seimbang, bahan makanan yang
tersedia setempat, kebiasaan makan, dan selera terhadap makan.
15

4) Bentuk dan porsi makanan disesuaikan dengan daya terima, toleransi, dan keadaan
anak.
5) Rasa dan cara penyajian makanan sangat mempengaruhi kemauan anak.
6) Makanan yang tidak disukai anak juga tidak perlu dipaksakan.
7) Memperhatikan kebersihan perorangan dan lingkungan.
8) Memperhatikan kesehatan gigi.
Disamping hal tersebut perlu diperhatikan beberapa hal lain yang menunjang seluruh
proses komsumsi seseorang yaitu kebersihan, dan pengolahan yang tepat sehingga enak
ketika makan. Dalam meyusun menu untuk balita hendaknya diperhatikan hal-hal
sebagai berkut:
1) Kombinasi rasa yaitu asin, manis, asam, pedas jika disukai.
2) Kombinasi warna hidangan yaitu warna merah, hijau, cokelat, kuning dan sebagainya.
3) Variasi bentuk potongan yaitu persegi, panjang, tipis, bulat dan sebagainya.
4) Variasi kering atau berkuah karena ada jenis hidangan berkuah banyak seperti sup,sayur
asam maupun yang sedikit kuah seperti, tumis sayur, sambal goreng serta yang kering
seperti ikan goreng, kering tempe.
5) Variasi teknik pengolahan yaitu ada hidangan yang diolah dengan teknik pengolahan
digoreng, direbus, disetup dan lain-lain sehingga member penampilan, tekstur dan rasa
berbeda pada pada hidangan tersebut.
6) Suhu makanan yang diberikan tidak boleh terlalu panas ataupun terlalu dingin. (Tri L,
2017).
Tahap penyiapan dan penyajian makanan menurut Kemendikbud, (2016) adalah sebagai
berikut:
1) Penyiapan tempat pengolahan makanan
a) Tempat yang dijadikan sebagai lokasi pengolahan makanan harus memiliki
sirkulasi udara yang baik, keadaannya bersih, dan pencahayaan yang cukup
b) Memiliki lantai yang kedap air
c) Lokasi selalu dibersihkan secara rutin
2) Penyiapan Bahan Dasar Makanan
a) Bahan dasar yang dipilih adalah yang murah dan mudah didapat serta sehat berbasis
makanan sehat.
b) Bahan makanan yang akan digunakan disesuaikan dengan jadwal menu.
c) Bahan makanan yang pakan diolah disiapkan kemudian dibersihkan dari kotoran
yang tercampur didalamnya, seperti kerikil, kulit padi, debu dll. d. Bahan makanan
16

ditempatkan dalam baskom kemudian dicuci dengan mengggunakan air mengalir


sambil diaduk dan digosok hingga bersih kemudian ditiriskan.
d) Buah seperti melon,pepaya, dan semangka dicuci dahulu dengan menggunakan air
mengalir baru dilakukan pengupasan kulit (Pemotongan buah sesuai berat standar
porsi).
e) Bersihkan dan pisahkan bumbu dari berbagai kotorannya. Cuci bahan bumbu dengan
air bersih dan mengalir. Potong atau haluskan bumbu yang akan digunakan dan
tempatkan dalam tempat yang bersih dan tertutup.
f) Bersihkan bahan makanan yang akan diolah dengan cara membuang kotorannya dan
mengupas kulit/bungkusnya.
g) Cucilah ayam dan ikan segar hingga bersih menggunakan air mengalir, kemudian
ditiriskan.
h) Cucilah daging di bawah air yang mengalir kemudian bumbui dengan bumbu
halus (telah digiling).
i) Hilangkan akar dan batang yang tidak terpakai pada sayur, kemudian cucilah di
air mengalir, kemudian tiriskan di keranjang. Pencucian diulang sampai tiga kali
hingga bersih. Sayur yang perlu dipotong dilakukan pemotongan sesuai kebutuhan
dan jenis masakan. Sayur ditempatkan di keranjang yang bersih, siap untuk dimasak
3) Pengolahan Bahan Makanan
a) Bahan makanan yang akan diolah harus dalam keadaan segar dan bersih
b) Bahan makanan dapat diolah dengan cara digoreng, dipanggang, direbus ataupun
dikukus.
c) Tidak menambahkan pemanis buatan, gunakan zat pewarna alami (daun pandan,
kunyit, buah naga, dll.), hindari penggunaan zat penguat rasa (MSG)/ vitsin, zat
pengawet, serta zat berbahaya lainnya (boraks, formalin, dll).
d) Memerhatikan kesesuaian porsi setiap bahan makanan yang digunakan dengan
kebutuhan anak.
4) Penyiapan Peralatan makan
Sebelum makan peralatn makanan yang akan digunakan harus sudah dibersihkan/dicuci
dan kering.
5) Penyajian Makanan
a) Penyaji makanan mencuci tangan sebelum menyajikan makanan.
b) Makanan harus terhindar dari bahan pencemar (kotoran).
c) Peralatan yang digunakan untuk menyajikan harus terjaga kebersihannya.
d) Makanan yang disajikan harus ditempatkan pada peralatan yang bersih.
17

e) Makanan yang disajikan dalam keadaan hangat.


f) Makanan disajikan dalam porsi yang cukup, tidak kurang, dan tidak berlebihan.

c. Komposisi dan Porsi Makanan Balita


Faktor resiko kejadian stunting yang paling dominan adalah keragaman pangan.
Balita yang mempunyai asupan pangan yang tidak beragam memiliki 3,213 kali untuk
mengalami stunting jika dibandingkan dengan balita yang mempunyai asupan pangan yang
beragam. Berdasarkan kondisi tersebut maka sejak bayi perlu dikenalkan dengan berbagai
macam sayur dan buah, sehingga ketika dewasa anak tidak akan melakukan penolakan
terhadap makanan tersebut (Widyaningsih & Anantanyu, 2018). Di masa balita nutrisi
memegang peranan yang penting dalam perkembangan anak. Oleh karena itu jumlah dan
variasi makanan harus mendapatkan perhatian secara khusus dari ibu atau pengasuh anak.
Disamping itu anak pada usia ini sering keluar rumah sehingga mudah terkena penyakit
infeksi dan kecacingan, sehingga perilaku hidup bersih perlu dibiasakan untuk mencegahnya.
1) Bayi usia 0-6 bulan
Dalam usia bayi 0-6 bulan, makanan yang paling tepat untuk bayi adalah air susu ibu atau
ASI, karena komposisi zat gizi pada ASI paling tepat untuk bayi pada usia ini. ASI
eksklusif menurut WHO adalah pemberian ASI saja tanpa tambahan cairan lain baik susu
formula, air putih, air, jeruk, ataupun makanan tambahan lain. Karena, sebelum mencapai
usia 6 bulan sistem pencernaan bayi belum mampu berfungsi dengan sempurna sehingga
ia belum mampu mencerna makanan selain ASI.
2) Bayi usia 9-12 bulan
Setelah berusia 9 bulan makanan bayi akan beralih ke makanan sapihan sebagai pemberi
zat gizi utama, sedangkan ASI hanya berperan sebagai zat pelengkap. Pada usia 9 bulan
kebutuhan kalori bayi adalah 350 kal (dari 500 ml ASI) sehingga diperlukan tambahan
makanan sebesar 450-500 kalori per hari. Makanan terdiri dari campuran: bahan makanan
pokok sumber kalori, bahan makanan sumber protein hewani nabati yaitu kacang-
kacangan atau hasil olahannya (tempe, tahu) dan bahan makanan sumber protein hewani
sebagai penambah serta sayuran hijau sebagai sumber mineral dan vitamin.
Porsi makan anak berbeda dengan orang dewasa. Anak membutuhkan makanan
sumber energi yang lengkap dalam jumlah yang lebih kecil namun sering. Kebutuhan
energi dan nutrisi bahan makanan tersebut antara lain karbohidrat, protein, lemak serta
vitamin, mineral dan serat yang wajib dikonsumsi anak setiap hari. Atur agar semua
18

sumebr gizi tersebut ada dalam menu sehari. Susu sebagai salah satu sumber kalsium juga
penting dikonsumsi balita karena sedikitnya balita butuh 350 ml/12oz per hari (Mardalena
& Suyani, 2016). Jenis, porsi dan jumlah yang ada pada makanan merupakan bagian dari
komposisi makanan. Dalam pemberian makanan komposisi hidangan harus diperhatikan
makanan harus mengandung zat-zat esensial yang baik untuk kesehatan dan pertumbuhan.
Minantyo (2011) menyatakan bahwa dalam menyusun suatu menu perlu diperhatikan
variasi makanannya. Variasi makanan tersebut meliputi variasi bahan dasar, variasi rasa,
variasi warna, variasi tekstur, serta variasi metode pengolahan. Balita lebih menyukai
makanan dalam bentuk sederhana, tidak banyak bumbu, dan diberikan pada suhu ruang.
Makanan yang baik untuk balita antara lain dalam bentuk sup, telur dadar, atau
telur ceplok, semur, dan pudding. Berikan makanan dengan warna menarik misalnya
wortel dan tomat (Prastyo Nugraheni, 2015). Balita usai 1-3 tahun membutuhkan sekitar
1125 kalori setiap harinya. Kekurangan asupan energi dapat menyebabkan penyusutan
otot dan serta menyebabkan gizi buruk dan menghambat pertumbuhan tinggi badan atau
stunting (Utami & Rahmawati, n.d., 2020). Sementara ketika masuk usia 3 tahun, anak
mulai bersifat ingin mandiri dan dalam memilih makanan sudah bersikap sebagai
konsumen aktif dimana anak sudah dapat memilih dan menetukan makanan yan ingin
dikonsumsinya.
Pada rentang usia 3-5 tahun kerap terjadi anak menolak makanan yang tidak
disukai dan hanya memilih makanan yang disukai sehingga perlu diperkenalkan kepada
mereka beranekaragam makanan. Pada usia ini anak sudah harus makan seperti pola
makan keluarga, yaitu sarapan, makan siang, makan malam dan 2 kali selingan. Porsi
makan pada usia ini setengah dari porsi orang dewasa (Auliana, 2011). Adapun bahan
makanan yang harus dihindari pada usia 1-5 tahun yaitu makanan yang terlalu berminyak,
junk food dan makanan berpengawet. Gunakan bahan makanan yang segar untuk menu
makan keluara terutama untuk balita. Penggunaan garam bila memang diperlukan
sebaiknya digunakan dalam jumlah sedikit dan pilihlah garam yang beryodium yang baik
untuk kesehatan (Mardalena & Suyani, 2016).

d. Frekuensi Pemberian Makan


Pemberian waktu makan pada anak dapat diatur dan disesuaikan dengan kebiasaan
makan keluarga. Dalam pemenuhan kebutuhan gizi makanan tersebut tidak bisa didapatkan
sekaligus dari satu kali makan maka perlu dibagi menjadi 3 tahap yaitu makan pagi (sarapan),
makan siang, dan makan malam, serta dapat diselingi dengan camilan sehat. Jenis jumlah dan
19

frekuensi makan pada bayi dan anak balita, hendaknya diatur sesuai dengan perkembangan
usia dan kemampuan pencernaanya (Depkes RI, 2007).

Tabel 2.2
Pengukuran Makanan Balita
Umur Jenis/bentuk Porsi Per hari Frekuensi
(bulan) makanan
0-6 ASI Disesuaikan dengan kebutuhan Min 6 kali
bulan ASI diberikan setiap anak
menangis siang atau malam
hari makin sering makin baik
6-9 ASI Disesuaikan dengan kebutuhan Min 6 kali
bulan MP-ASI Usia 6 bulan : 6 sendok makan
Makanan Lunak (setiap kenaikan usia anak 1 2 kali
bulan porsi ditambah 1 sdm)
9-12 ASI Disesuaikan dengan kebutuhan Min 6 kali
bulan Makanan Lembik 1 piring ukuran sedang 4-5 kali
Makanan Selingan 1 piring ukuran sedang 1 kali
1-2 ASI Disesuaikan dengan kebutuhan
tahun Makanan Keluarga ½ porsi orang dewasa 3 Kali
Makanan Selingan ½ porsi orang dewasa 2 kali
>24 Makanan Keluarga Disesuaikan dengan kebutuhan 3 Kali
bulan Makanan Selingan Disesuaikan dengan kebutuhan 2 kali
Sumber : Depkes RI (2007)

1. Imunisasi Dasar Pada Balita


Partisipasi kunjungan ibu balita ke posyandu untuk melakukan penimbangan
balita dikatakan baik apabila minimal ada empat kali anak balita ditimbang ke Posyandu
secara berturut-turut dalam enam bulan dan dikatakan tidak baik apabila kurang dari empat
kali secara berturut-turut ke Posyandu dalam enam bulan (Kemenkes RI, 2007 dalam
Nurdin et al., 2019). Menurut Pratiwi et al., (2016) dalam Fadilah et al., (2020) perawatan
kesehatan pada balita yaitu perilaku preventif yang meliputi perawatan personal hygiene,
20

imunisasi, dan perawatan kesehatan saat balita sedang sakit. Adapun pelayanan kesehatan balita
dapat dilakukan dengan pemberian imunisasi dasar (BCG, DPT/HB1-3,Polio 1-4, Campak),
pemantauan pertumbuhan, Stimulasi Deteksi Intervensi Dini Tumbuh Kembang (SDIDTK),
pemberian vitamin A pada bayi umur 6-11 bulan, penyuluhan pemberian ASI eksklusif dan
MP-ASI (Kemenkes RI, 2016a). Imunisasi adalah upaya untuk menimbulkan antibodi atau
kekebalan pada tubuh bayi dan balita yang dilakukan dengan cara memberikan atau
menyuntikkan vaksin agar bayi dan balita tersebut terlindung dan terhindar dari penularan
penyakit tertentu (Kemenkes RI, 2018). Adapun jadwal pemberian imunisasi berdasarkan umur
adalah sebagai berikut:
Tabel 2.3
Jadwal Imunisasi
Umur Jadwal Imunisasi
0-7 hari HB 0
1 bulan BCG, Polio 1
2 bulan DPT-HB-Hib 1, Polio 2
3 bulan DPT-HB-Hib 2, Polio 3
4 bulan DPT-HB-Hib 3, Polio 4, IPV
9 bulan Campak
18 bulan DPT-HB-Hib lanjutan dan campak lanjutan
Sumber: (Kemenkes RI, 2018b)
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Juwita et al., (2019) membuktikan bahwa
terdapat hubungan yang signifikan antara kelengkapan imunisasi dasar dengan kejadian stunting,
dimana anak dengan riwayat imunisasi dasar lengkap cenderung tidak mengalami stunting dan
anak dengan imunisasi tidak lengkap cenderung mengalami stunting.

2. Praktik Higiene dan Kebersihan Lingkungan


Menurut Hendrik L. Blum dalam Novita Nesi (2013) faktor lingkungan mempunyai
konstribusi besar yang dapat mempengaruhi derajat kesehatan. Adapun lingkungan yang
dimaksud adalah lingkungan fisik, sosial, budaya dan sebagainya. Kematian dan kesakitan
pada anak-anak umumnya dikaitkan dengan sanitasi yang tidak memadai dan sumber air
minum yang tercemar. Sumber air minum yang bersih merupakan faktor penting untuk
kesehatan tubuh dan mengurangi resiko serangan berbagai penyakit seperti diare, kolera dan
tipus (Hidayah et al., 2019).
Akses terhadap Air bersih dan fasilitas sanitasi yang buruk dapat meningkatkan
kejadian penyakit infeksi dan terhambatnya pertumbuhan pada anak. Hal ini sesuai dengan
21

hasil penelitian yang dilakukan oleh Mzumara (2018) yang menunjukkan bahwa air dan
sanitasi memiliki dampak yang signifikan terhadap status gizi anak karena berdasarkan hasil
penelitian anak-anak yang sumber air minumnya tidak baik cenderung mengalami stunting
dibandingkan dengan anak yang sumber airnya baik. Hal ini mungkin disebabkan oleh fakta
bahwa sumber air yang tidak diperbaiki dapat terkontaminasi dan dengan demikian dapat
meningkatkan resiko infeksi seperti diare.
Rumah tangga yang memiliki sanitasi layak menurut Susenas adalah apabila fasilitas
sanitasi yang digunakan memenuhi syarat kesehatan, antara lain dilengkapi dengan jenis kloset
leher angsa atau plengsengan dengan tutup dan memiliki tempat pembuangan akhir tinja tangki
(septic tank) atau Sistem Pembuangan Air Limbah (SPAL), dan merupakan fasilitas buang air
besar yang digunakan sendiri atau bersama (Atmarita, 2018). Penelitian Desyanti & Nindya
(2017) menunjukkan bahwa pada kelompok balita stunting lebih banyak balita yang diasuh
dengan higiene yang buruk, sedangkan pada kelompok balita tidak stunting sebagian besar
balita diasuh dengan higiene yang baik.
Secara umum,lingkungan tempat tinggal balita pada kedua kelompok stunting dan
tidak stunting adalah sama, yang membedakan adalah praktik higiene dari masing-masing
keluarga, masih banyak keluarga terutama pada kelompok anak stunting yang memiliki
kesadaran yang rendah akan pentingnya kebersihan diri dan lingkungan tempat tinggal. Hal
yang dapat disarankan adalah adanya pemantauan terkait riwayat penyakit infeksi pada balita
oleh posyandu setempat dan diadakan penyuluhan terkait dengan pola asuh pada anak,
khususnya praktik higiene, karena pola asuh yang baik dapat berdampak kepada status gizi
yang lebih baik. Membiasakan perilaku hidup bersih bisa mencegah terpaparnya seseorang
terhadap sumber penularan penyakit. Perilaku itu antara lain:
a) Menjaga kebersihan perorangan meliputi:
1) Mencuci tangan dengan menggunakan air dan sabun pada 6 waktu penting yaitu
sebelum makan dan sesudah makan, sebelum mengolah dan menghidangkan makanan,
sebelum menyusui, sebelum memberi makan bayi/balita, sesudah buang air besar/ kecil,
dan sesudah memegang hewan/unggas.
2) Menggunakan air bersih untuk keperluan mandi.
3) Mengkonsumsi air yang memenuhi syarat untuk diminum.
4) Mencuci dan memasak bahan pangan sebelum dimakan.
5) Mandi dan membersihkan badan pakai sabun paling sedikit dua kali sehari.
6) Memotong dan membersihkan kuku.
7) Memakai alas kaki bila berjalan di tanah, dan memakai sarung tangan bila melakukan
pekerjaan yang berhubungan dengan tanah.
22

8) Menutup makanan dengan tutup saji untuk mencegah debu dan lalat mencemari makanan
tersebut.
b) Menjaga kebersihan lingkungan
1) Stop buang air besar sembarangan.
2) Membuat saluran pembuangan limbah.
3) Membuang sampah pada tempat sampah.
4) Menjaga kebersihan rumah, dan lingkungan (Kemenkes RI, 2018).

C. Perilaku Kesehatan
1. Pengertian
Perilaku manusia merupakan hasil daripada segala macam pengalaman serta
interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap
dan tindakan. Perilaku (manusia) adalah semua aktifitas atau kegiatan manusia baik yang
dapat diamati secara langsung maupun tidak dapat diamati oleh orang lain. Menurut Skinner
(1983) dalam Novita Nesi (2013) perilaku dibagi menjadi dua yaitu :
a. Perilaku tertutup (Covert Behaviour)
Respons seseorang terhadap stimulus yang belum dapat diamati oleh orang lain (dari luar
secara jelas). Bentuk respons tertutup seperti perhatian, perasaan, persepsi, pengetahuan,
dan sikap bentuk perilaku yang dapat diukur adalah pengetahuan dan sikap. Contohnya:
ibu hamil tahu manfaat tablet Fe, seorang pemuda tahu bahwa HIV/AIDS menular melalui
hubungan seks dan sebagainya.
b. Perilaku terbuka (Overt Behaviour)
Respons terhadap stimulus dapat diamati orang lain dan sudah berupa tindakan atau
praktik. Contohnya, ibu hamil datang ke Puskesmas atau ke bidan untuk memeriksakan
kehamilannya, atau seorang ibu membawa anaknya ke Puskesmas untuk diimunisasi.
Berdasarkan teori perilaku dari Skinner (1938) perilaku kesehatan adalah suatu
respons seseorang (organisme) terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit, dan penyakit,
sistem pelayanan kesehatan, makanan, serta lingkungan. Dari batasan ini, perilaku kesehatan
dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok yaitu sebagai berikut :
a. Perilaku pemeliharan kesehatan (health maintenance).
Perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak
sakit dan usaha penyembuhana jika sakit. Perilaku ini terdiri atas dua aspek yaitu sebagai
berikut :
1) Perilaku pencegahan penyakit, misalnya pemberian imunisasi TT pada ibu hamil,
mencuci tangan dan sebagainya.
23

2) Perilaku peningkatan kesehatan dan penyembuhan akibat sakit.


Kesehatan itu dinamis dan relative, maka perlu upaya bagi yang sudah sehat untuk
meningkatkan kembali kesehatannya seoptimal mungkin, seperti pemberian antibiotik,
makanan dan minuman yang bergizi, pemberian tablet Fe.
b. Perilaku pencarian dan penggunaan sistem atau fasilitas kesehatan pelayanan kesehatan,
atau perilaku pencarian pengobatan (healthing seeking behavior).
Perilaku yang menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat sakit atau kecelakaan.
Perilaku ini dimulai dari yang sederhana yaitu mengobati sendiri (self treatment) sampai
ke cara modern (teknologi) dengan pergi ke luar negeri, misalnya pada saat ibu akan
bersalin dia mencari tenaga kesehatan (bidan,dokter,perawat) untuk menolong
persalinannya, penderita sakit jantung akan pergi keluar negeri untuk melakukan
pengobatan dan sebagainya.
c. Perilaku kesehatan lingkungan
Menurut Hendrik L. Blum, faktor lingkungan mempunyai konstribusi besar yang dapat
mempengaruhi derajat kesehatan. Lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan fisik,
social, budaya, dan sebagainya. Apabila individu bisa mengelola lingkungan dengan baik,
maka lingkungan tidak akan mengganggu kesehatan individu, keluarga, dan masyarakat
misalnya pengelolaan sampah, air minum, pembuangan tinja, pembuangan limbah dan
sebagainya.

2. Teori Lawrance Green


Menurut Lawrance Green dalam Notoatmodjo (2007) faktor yang menentukan
perilaku sehingga menimbulkan perilaku yang positif adalah:
a. Faktor predisposisi (predisposing factors)
Faktor predisposisi merupakan faktor anteseden terhadap perilaku yang menjadi dasar
atau motivasi bagi perilaku, yang termasuk dalam faktor ini adalah pengetahuan, sikap,
kepercayaan, tradisi, norma sosial, dan pengalaman. Contoh perilaku ibu hamil dalam
minum tablet Fe akan termotivasi jika ibu mengetahui manfaat dari tablet Fe.
b. Faktor pemungkin (enabling factors)
Faktor pemungkin adalah faktor anteseden terhadap perilaku yang memungkinkan suatu
motivasi atau aspirasi terlaksana, yang termasuk dalam faktor ini adalah keterampilan,
fasilitas, sarana, atau prasarana yang mendukung atau yang memfasilitasi terjadinya
perilaku seseorang atau masyarakat. Contoh ibu hamil akan mudah mendapatkan tablet Fe
apabila tersedia tablet Fe dipuskesmas atau dirumah sakit.
c. Faktor penguat (reinforcing factors)
24

Faktor penguat merupakan faktor penyerta perilaku atau yang datang sesudah perilaku
itu ada.hal-hal yang termasuk dalam faktor ini adalah keluarga, teman, petugas
kesehatan, dan sebagainya. Contoh ibu hamil akan teratur minum tablet Fe apabila dia
didukung atau diingatkan oleh keluarga.
Adapun skema tiga kategori faktor yang memberi konstribusi atas perilaku kesehatan
menurut L. Green (1980) adalah sebagai berikut:

Faktor Predisposing :
1. Pengetahuan
2. Kepercayaan
3. Nilai
4. Sikap
5. Demografi

Faktor Pendukung (enabling


factors)
1. Ketersediaan sumber Perilaku
daya kesehatan
Kesehatan
2. Keterampilan individu
3. Keterjangkauan sumber
daya

Faktor penguat (reinforcing


factors)
1. Keluarga
2. Teman
3. Petugas kesehatan

Gambar 2.4: Teori perilaku kesehatan menurut Lawrence Green (1980) dalam Notoatmodjo
(2007).

3. Domain Perilaku
Penelitian Rogers (1974) dalam Notoatmodjo (2007) mengungkapkan bahwa
sebelum orang mengadopsi perilaku (berperilaku baru) di dalam diri orang tersebut
terjadi proses yang berurutan proses ini disebut AIETA yakni, awareness (kesadaran)
yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu,
25

interest yakni orang mulai tertarik pada stimulus, evaluation yakni menimbang baik
buruknya stimulus bagi dirinya, trial yakni orang mulai mencoba perilaku baru, dan
adoption yakni orang telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan
sikapnya terhadap stimulus. Menurut Rogers (1974) dalam Notoatmodjo (2007) apabila
penerimaan perilaku tersebut melalui proses seperti didasari oleh pengetahuan, kesadaran
dan sikap yang positif maka perilaku tersebut dapat bersifat langgeng (long lestiry) dan
sebaliknya. Faktor-faktor yang membedakan respons terhadap stimulus yang berbeda atau
faktor yang mempengaruhi stimulus disebut determinan perilaku. Determinan perilaku ini
dapat dibagi menjadi dua yaitu sebagai berikut:
a. Determinan atau faktor internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan dan bersifat
bawaan, termasuk didalamnya adalah tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis
kelamin, dan sebagainya. Misalnya, perilaku wanita berbeda dengan perilaku pria pada
saat sedang sedih.
b. Determinan atau faktor eksternal, yakni faktor di luar individu dan tidak bersifat bawaan,
termasuk didalamnya adalah lingkungan, baik fisik, social budaya, ekonomi, politik, dan
sebagainya. Misalnya,orang yang tinggal di dekat sungai, maka kegiatan MCK-nya
dilakukan di sungai tersebut.
Berdasarkan uraian diatas dirumuskan bahwa perilaku merupakan totalitas
penghayatan atau aktivitas seseorang yang merupakan hasil bersama atau gabungan antara
berbagai faktor, baik faktor internal maupun eksternal (Novita dan Franciska, 2011).
Benyamin Bloom (1908) dalam Notoatmodjo (2005) membagi perilaku manusia ke dalam 3
(tiga) domain yakni, kognitif (cognitif), afektif (affective), dan psikomotor (psychomotor).
Dalam perkembangannya teori Bloom ini dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan
yaitu pengetahuan, sikap dan praktik (Notoatmodjo, 2005).
a. Pengetahuan (Knowledge)
Menurut Notoatmodjo (2005) pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia atau hasil
tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya. Tingkat pengetahuan
akan berpengaruh terhadap sikap dan perilaku seseorang karena berhubungan dengan
daya nalar, pengalaman, dan kejelasan mengenai objek tertentu. Pengetahuan atau
kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang
(overt behavior) karena menurut penelitian perilaku yang didasarkan oleh pengetahuan
akan lama diterapkan daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan
(Notoatmodjo, 2007).
b. Sikap
26

Sikap merupakan reaksi atau respons seseorang yang masih tertutup terhadap suatu
stimulus atau objek. Dalam penentuan sikap pengetahuan berpikir, keyakinan, dan emosi
memegang peranan penting (Notoatmodjo, 2007). Newcob dalam Notoatdmodjo (2005)
menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai 3 komponen pokok yaitu:
1) Kepercayaan (keyakinan) ide, dan konsep terhadap suatu objek.
2) Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.
3) Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).
Menurut Notoatmodjo (2005) ketiga komponen diatas secara bersama-sama membentuk
sikap yang utuh (total attitude). Dalam menetukan sikap yang utuh ini, pengetahuan,
pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting. Seperti halnya pengetahuan,
sikap juga mempunyai tingkatan berdasarkan intentitasnya, yaitu terdiri dari menerima
(receiving), merespon (responding), menghargai (valuing) dan bertanggung jawab
(responsible).
c. Praktik/tindakan
Menurut Notoatmodjo (2007) terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan memerlukan
faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan antara lain adalah fasilitas.
Praktik atau tindakan memiliki beberapa tingkatan, yaitu :
1) Persepsi (Perception), mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan
tindakan yang akan diambil merupakan praktik tingkat pertama.
2) Respon terpimpin (guided respons), hal ini berarti dapat melakukan sesuatu sesuai
urutan yang benar dan sesuai dengan contoh.
3) Mekanisme (Mechanism)
Mekanisme berarti dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau telah
merupakan kebiasaan.
4) Adopsi (Adoption)
Adalah suatu praktik atau tindakan yang telah berkembang dengan baik, hal ini
berarti tindakan tersebut telah dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran tindakan
tersebut.
27

D. Kerangka Teori
Stunting

Konsumsi zat gizi Infeksi penyakit

Pola asuh
1. Inisiasi menyusu dini
2. Pemberian ASI Eksklusif
3. Pemberian makan pada balita
4. Imunisasi dasar pada balita
5. Praktik higiene dan kebersihan
lingkungan
6. Perawatan kesehatan saat ibu hamil

Faktor Predisposing : Faktor Pendukung (enabling Faktor penguat


1. Pengetahuan factors) (reinforcing factors)
2. Kepercayaan 1. Ketersediaan sumber daya 1. Keluarga
3. Nilai kesehatan 2. Teman
4. Sikap 2. Keterampilan individu 3. Petugas kesehatan
5. Demografi 3. Keterjangkauan sumber
daya

Keterangan : Variabel yang diteliti :


Variabel yang tidak diteliti:
Sumber : Modifikasi teori UNICEF (1998) dalam Hartono et al., (2017), Engle et al.,
(1999), dan Lawrance Green (1980) dalam Notoatmodjo (2007).
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian dengan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif
adalah metode penelitian yang digunakan untuk mengkaji atau meneliti suatu objek pada latar
alamiah yang dilakukan tanpa manipulasi dan tidak untuk menguji hipotesis, agar menghasilkan
makna atau gambaran dari fenomena yang sedang diamati (Prastowo Andi, 2016). Penelitian ini
menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Fenomenologi
merupakan pendekatan yang meneliti suatu objek penelitian secara natural atau apa adanya.
Penelitian fenomenologi bertujuan untuk memberikan gambaran yang akurat dan pemahaman
dari pengalaman hidup individu (informan) serta tidak untuk menghasilkan teori atau
mengembangkan teori (Masturoh, dan Anggita, 2018).

B. Kerangka Konsep
Gambar 3.1
Kerangka Konsep

Pola Asuh Balita

Inisiasi Pemberian Pemberian Imunisasid Praktik


menyusu ASI makan pada asar pada higiene dan
dini Eksklusif balita balita kebersihan
lingkungan

28
29

C. Defenisi Istilah

Definisi istilah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut


1. Inisiasi menyusu dini (IMD) adalah pemberian ASI oleh ibu bayi yang segera dilakukan
setelah bayi lahir minimal satu jam setelah kelahiran bayi (Kemenkes RI, 2018).
2. Pemberian ASI Eksklusif adalah pemberian ASI saja dengan tidak memberikan makanan
atau minuman lain kepada bayi sejak lahir sampai usia 6 bulan, kecuali obat-obatan atau
vitamin (Depkes RI, 2007).
3. Pemberian makan pada balita yaitu perilaku pemberian makan pada anak di atas usia 6
bulan, yang terkait dengan kebiasaan pemberian makanan, dan pemberian makanan
pendamping ASI (Core, 2004).
4. Imunisasi dasar pada balita adalah upaya untuk menimbulkan antibodi atau kekebalan
pada tubuh bayi dan balita yang dilakukan dengan cara memberikan atau menyuntikkan
vaksin agar bayi dan balita tersebut terlindung dan terhindar dari penularan penyakit tertentu
(Kemenkes RI, 2018).
5. Praktik higiene dan kebersihan lingkungan diantaranya adalah penggunaan air bersih,
perilaku mencuci tangan pakai sabun dan air mengalir sebelum dan sesudah memberi
makan anak, dan setelah setelah membersihkan anak yang buang air besar (BAB),
memandikan anak minimal 2 kali sehari, memotong dan membersihkan kuku anak, buang
air besar di jamban, dan menjaga kebersihan rumah (Kemenkes RI, 2018).

D. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Babatan Kabupaten Seluma
yaitu di Desa Air Petai Kecamatan Sukaraja Kabupaten Seluma. Penelitian ini dimulai pada
bulan Februari-Juni tahun 2021.

E. Subjek (Informan) Penelitian


Penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling, yakni suatu teknik sampling
atau teknik pengambilan informan sumber data dengan pertimbangan tertentu dari pihak peneliti
sendiri (Sugiyono, 2007). Informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan
informasi tentang situasi dan kondisi (lokasi atau tempat) penelitian (Moleong, j, 2013). Oleh
karena itu sesuai dengan fokus dari penelitian ini, subjek dalam penelitian ini adalah informan
utama dan informan pendukung.
30

1. Informan utama
Informan utama dalam penelitian ini terdiri dari 6 orang yaitu ibu atau pengasuh yang
memiliki balita stunting di Desa Air Petai Kecamatan Sukaraja Kabupaten Seluma.
2. Informan pendukung
Informan pendukung dari penelitian ini terdiri dari 2 orang yaitu kader Posyandu dan tenaga
pelaksana gizi (TPG) Puskesmas Babatan.

F. Kriteria Inklusi dan Eksklusi


1. Kriteria Inklusi
a. Informan utama merupakan ibu/pengasuh yang memiliki balita stunting dengan
umur 2-5 tahun di Desa Air Petai Kecamatan Sukaraja Kabupaten Seluma.
b. Informan pendukung merupakan pihak yang mempunyai peran dan mengetahui
tentang balita stunting di Desa Air Petai Kecamatan Sukaraja Kabupaten Seluma.
2. Kriteria Eksklusi
a. Informan yang mengundurkan diri saat penelitian berlangsung.
b. Informan yang tidak berada dilokasi penelitian saat penelitian berlangsung.

G. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu :
1. Data Primer, yaitu data yang diperoleh secara langsung baik dari informan utama
maupun informan pendukung dengan wawancara mendalam dan observasi.
2. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung. Pada penelitian ini
data sekunder didapatkan dari telaah buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA).

G. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:
1. Pedoman wawancara
Pedoman wawancara digunakan untuk pengumpulan data meliputi: pemberian inisiasi
menyusu dini, pemberian ASI Eksklusif, pemberian makan pada balita, perawatan
kesehatan dasar pada balita, serta praktik higiene dan kebersihan lingkungan bagi ibu
yang memiliki balita stunting di wilayah kerja Puskesmas Babatan Kabupaten Seluma.
31

2. Pedoman observasi
Pedoman observasi digunakan untuk pengumpulan data pemberian makan dan praktik
higiene pada ibu yang memiliki balita stunting di wilayah kerja Puskemas Babatan
Kabupaten Seluma.
3. Lembar catatan lapangan
4. Kamera untuk dokumentasi
5. Alat perekam
6. Alat tulis

H. Pengumpulan Data
Dalam proses pengumpulan data terdapat tujuh hal yang perlu diperhatikan.
Ketujuh hal tersebut dikemukakan oleh Creswell (1998) dalam Kuswarno (2009) sebagai
berikut:
1. Penentuan lokasi (Locating site).
Pemilihan lokasi penelitian disesuaikan dengan topik atau permasalahan yang dikaji dalam
penelitian. Topik yang dikaji dalam penelitian ini mengenai pola asuh ibu yang memiliki
balita stunting, adapun tempat yang dipilih sebagai lokasi penelitian ini adalah di wilayah
kerja Puskesmas Babatan Kabupaten Seluma yaitu di Desa Air Petai Kecamatan Sukaraja
Kabupaten Seluma.
2. Berusaha mendapatkan akses dan membuat kesepakatan (Gaining acces and making
agreement).
Untuk mendapatkan akses penelitian, peneliti mengajukan izin penelitian terlebih dahulu
kepada pihak yang bersangkutan, yaitu kepada Badan Persatuan Bangsa Dan Politik
(KESBANGPOL) Kabupaten Seluma, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan
dan Tenaga Kerja (DPMPPTK) Kabupaten Seluma, dan Puskesmas Babatan Kabupaten
Seluma. Tahap pertama yaitu meminta izin secara lisan dengan menyampaikan maksud dan
tujuan serta membuat kesepakatan bersama terkait dengan penelitian. Tahap selanjutnya
ialah meminta izin sesuai dengan prosedur perizinan penelitian yang ada, hal tersebut
dilakukan agar nantinya penelitian yang peneliti lakukan tidak menyalahi rangkaian
prosedur penelitian yang ada.
3. Menentukan informan yang sesuai dengan tujuan penelitian (Purposefully).
Dalam penelitian ini, informan ditentukan/dipilih berdasarkan atau menyesuaikan dengan
tujuan yang akan dicapai dalam penelitian. Pemilihan informan dilakukan dengan tujuan
agar peneliti mendapatkan data sebanyak mungkin sesuai dengan tujuan penelitian sehingga
data yang diambil benar-benar dapat mewakili. Dalam penelitian ini informan utama terdiri
32

dari 6 orang yaitu ibu yang memiliki balita stunting di Desa Air Petai dan 2 informan
pendukung yaitu kader Posyandu dan Tenaga Pelaksana Gizi (TPG) Puskesmas Babatan
Kabupaten Seluma.
4. Pengumpulan data (Collecting data).
Proses pengumpulan data dalam penelitian dilakukan dengan cara wawanvara mendalam,
observasi dan telaah dokumen. Wawancara mendalam dilakukan kepada informan utama
dan informan pendukung. Observasi dilakukan untuk mengetahui bagaimana praktik
pemberian makan pada balita serta praktik higiene dan kebersihan lingkungan. Telaah
dokumen dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai pemberian imunisasi dasar dan
kunjungan ibu balita ke Posyandu. Dalam penelitian ini telaah dokumen dilakukan dengan
melihat buku KIA pada ibu yang memiliki balita stunting di wilayah kerja Puskesmas
Babatan.
5. Me-record atau merekam semua hal yang terjadi (Recording).
Dalam hal ini peneliti merekam apa saja yang disampaikan informan pada saat wawancara,
Proses recording dilakukan dengan menggunakan voice recorder yang terdapat pada Hand
Phone.
6. Memilah data yang sesuai dengan penelitian (Resolfing field).
Ketika data telah terkumpul, langkah selanjutnya ialah memilah data yang sesuai dengan
penelitian namun sebelumnya peneliti melakukan transkip wawancara secara utuh terlebih
dahulu. Hal tersebut dimaksudkan agar memudahkan peneliti dalam memilih data yang
sesuai dengan tujuan penelitian.
7. Menjadikan data siap untuk dianalisis atau analisis data (Storing data).
Setelah memilah data yang sesuai dengan penelitian pada langkah sebelumnya, langkah
selanjutnya yang peneliti lakukan ialah menyiapkan data untuk dianalisis atau menganalisis
data berdasarakan temuan yang ada.
Berdasarkan uraian diatas, berikut akan digambarkan mengenai aktivitas
pengumpulan data dari Creswell atau yang disebut sebagai “A Data Collection Circle”
33

Gambar 3.2. Lingkaran Pengumpulan Data (A Data Collection Circle)


Sumber: Creswell (1998) dalam (Kuswarno, 2009).
Menurut Prastowo Andi (2016) untuk mempertinggi derajat kepercayaan atas hasil
penelitian keabsahan data, dapat dilakukan dengan dengan teknik triangulasi. Triangulasi
adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan teknik
pengumpulan data yang berbeda-beda untuk mendapatkan data yang sama.
Dalam penelitian ini dilakukan triangulasi sumber dan triangulasi metode. Triangulasi
sumber dalam penelitian ini dilakukan dengan wawancara mendalam kepada sumber informan
yaitu informan utama dan informan pendukung. Sedangkan triangulasi teknik dilakukan
dengan melakukan observasi mengenai perilaku ibu dalam pemberian makan dan praktik
higiene serta kebersihan lingkungan rumah. Penelitian ini menggunakan beberapa teknik
pengumpulan data untuk mengetahui bagaimana gambaran pola asuh ibu yang memiliki balita
stunting di Desa Air Petai Kecamatan Sukaraja Kabupaten Seluma yaitu teknik wawancara
mendalam, teknik observasi dan teknik dokumentasi/telaah dokumen sebagai berikut:
1. Wawancara Mendalam (Indepth Interview)
Metode wawancara mendalam dipilih sebagai metode yang pertama untuk pengumpulan
data pada penelitian ini. Teknik wawancara mendalam dipilih untuk memperoleh informasi
yang lebih mendalam serta untuk mengetahui bagaimana gambaran pola asuh ibu atau
pengasuh yang memiliki balita stunting. Wawancara mendalam dilakukan kepada informan
utama dan informan pendukung untuk mendapatkan data yang sesuai dengan tujuan
penelitian. Adapun dalam penelitian ini wawancara mendalam pertama dilakukan kepada
TPG Puskesmas Babatan, kemudian Kader kesehatan Desa Air Petai dan terakhir kepada
informan utama yaitu ibu atau pengasuh yang memiliki balita stunting Desa Air Petai.
34

2. Observasi
Teknik observasi digunakan untuk melihat bagaimana perilaku ibu yang memiliki balita
stunting dalam pemberian makan, serta praktik higiene dan kebersihan lingkungan.
3. Telaah dokumen
Telaah dokumen digunakan sebagai teknik pengumpulan data yang ketiga. Dalam penelitian
ini teknik dokumentasi dilakukan sebagai pendukung hasil wawancara dari informan utama
mengenai pemberian imunisasi dasar dan kunjungan ibu ke Posyandu dengan melihat buku
Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) balita yang mengalami stunting.

I. Langkah-langkah Pengolahan Data

Data kualitatif adalah semua bahan, keterangan, dan fakta-fakta yang tidak dapat
diukur dan dihitung secara matematis karena berwujud keterangan verbal (kalimat dan kata)
(Pohan, 2007 dalam Prastowo Andi, 2016). Dalam penelitian ini peneliti memperoleh data
dari tiga teknik pengumpulan data yang telah dilakukan sebelumnya yaitu teknik wawancara
mendalam, observasi dan teknik dokumentasi. Adapun langkah-langkah pengolahan data
sebagai berikut:
1. Hal pertama yang peneliti lakukan sebelum mengolah data adalah melakukan transkrip
hasil wawancara terlebih dahulu dengan memindahkan/menyalin rekaman hasil wawancara
tanpa mengubah bahasa, kata, dan kalimat yang diucapkan oleh informan. Untuk data
observasi, peneliti mencocokkan data hasil observasi dengan informan penelitian terlebih
dahulu kemudian data tersebut dikategorikan sesuai dengan hasil pengamatan observasi hal
ini juga dilakukan untuk data hasil telaah pada buku KIA.
2. Langkah permulaan (proses pengolahan)
Langkah permulaan ini terdiri dari tiga tahapan, yaitu proses editing, proses
klasifikasi dan proses memberi kode.
a) Editing. Setelah hasil wawancara selesai di transkrip peneliti melakukan proses editing
dengan melakukan pemeriksaan kembali terhadap jawaban-jawaban informan, hasil
observasi, dokumen-dokumen, memilih foto, dan catatan-catatan lainnya. Tujuannnya
adalah untuk perbaikan dan kalimat dan kata, memberi keterangan tambahan, membuang
keterangan yang berulang-ulang atau tidak penting, menerjemahkan ungkapan setempat ke
bahasa Indonesia, termasuk juga mentranskrip rekaman wawancara.
b) Klasifikasi. Pada tahap ini peneliti melakukan penggolongan jawaban dan data lainnya
seperti data hasil wawancara, observasi dan telaah dokumen berdasarkan item penelitian
untuk kemudian dilakukan triangulasi.
35

c) Memberi kode. Untuk tahap ini dilakukan pencatatan judul singkat (menurut indikator dan
variabelnya), serta memberikan catatan tambahan yang dinilai perlu dan dibutuhkan
tujuannya agar memudahkan kita menemukan makna tertentu dari setiap tumpukan data
serta mudah menempatkannya di dalam outline laporan.
3. Langkah lanjutan (penafsiran)
Penafsiran merupakan langkah terakhir dalam tahap analisis data. Pada tahap ini data
yang sudah diberi kode kemudian diberi penafsiran. Setelah itu segera lakukan analisis data
dengan memperkaya informasi melalui analisis komparasi (perbandingan). Hasilnya adalah
pemaparan gambaran tentang situasi atau gejala dalam bentuk pemaparan naratif. Pemaparan
itu pada umumya untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan “apa”, “mengapa” dan “bagaimana”
gejala itu terjadi dalam bentuk konteks lingkungannya. Dengan demikian apa yang kita
temukan pada data adalah konsep-konsep, hukum, dan teori yang dibangun dan dikembangkan
dari data lapangan, bukan dari teori yang sudah ada. Prosesnya pun dimulai dari bawah, yaitu
dari lapangan atau dari data yang tidak menyatu kemudian merumuskan konsep dari teori
umum.

J. Teknik Analisis Data


Analisis data dalam penelitian kualitatif adalah upaya yang dilakukan untuk
mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensitesiskannya,
mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan
memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain (Bogdan & Biklen, 1982 dalam
Prastowo Andi, 2016). Penelitian ini menggunakan model analisis interaktif yang dikemukakan
oleh Miles dan Huberman, Menurut Miles dan Huberman (2007) dalam (Prastowo Andi, 2016),
analisis data kualitatif adalah suatu proses analisis yang terdiri dari tiga alur kegiatan yang terjadi
secara bersamaan, yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi.
Adapun dalam penelitian ini proses kegiatan analisis data yang peneliti lakukan adalah sebagai
berikut :
1. Menelaah kata dan kalimat yang mempunyai kemiripan atau kesamaan dari hasil wawancara
kepada informan.
2. Reduksi data
Reduksi data merupakan suatu proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan,
pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan lapangan.
Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan,
mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dan mengorganisasi data dengan cara sedemikian
rupa hingga kesimpulan-kesimpulan finalnya dapat ditarik dan diverifikasi (Miles dan
36

Huberman, 2007 dalam Prastowo Andi, 2016). Dalam penelitian ini data yang didapatkan
berupa kumpulan kata-kata yang diperoleh dari wawancara. Setelah data selesai di
transkrip peneliti hanya mengambil data yang berhubungan dengan pertanyaan penelitian.
3. Penyajian data
Penyajian data merupakan sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan
adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan (Prasotowo Andi, 2016). Pada
langkah ini penyajian data dapat berbentuk naratif atau dapat berbentuk lain seperti bagan
atau matrik.
4. Penarikan kesimpulan atau verifikasi
Penarikan kesimpulan atau verifikasi yaitu menyimpulkan hasil penelitian dengan
membandingkan pertanyaan penelitian dengan hasil penelitian. Kesimpulan dilakukan
berdasarkan hasil penelitian dengan memperhatikan hasil wawancara, observasi dan telaah
dokumen dengan melihat data yang sebelumnya sudah direduksi, disajikan dan dibahas
sebelumnya.

F. Alur Penelitian
Tahap-tahapan dalam penelitian kualitatif ini sebagai berikut :
1. Pra-Lapangan
a) Menyusun rancangan
b) Memilih lapangan
c) Mengurus perijinan
d) Memilih informan
e) Menyiapkan instrumen
f) Persoalan etika dalam lapangan
2. Lapangan
a) Memahami dan memasuki lapangan
b) Pengumpulan data
3. Pengolahan Data
a) Transkrip hasil wawancara
b) Menelaah dan memilah kata/kalimat dari hasil wawancara serta mengkategorikan hasil
observasi dan telaah dokumen.
c) Editing data
d) Klasifikasi data
e) Pemberian kode pada data
f) Penafsiran
37

4. Analisis data
a) Reduksi data
b) Penyajian data
c) Penarikan kesimpulan atau verifikasi

Pra Lapangan
1. Menyusun Rancangan
2. Memilih Rancangan
3. Mengurus perijinan
4. Memilih informan
5. Memilih informan
6. Menyiapkan instrumen
7. Persoalan etika dalam lapangan

Lapangan
1. Memahami dan memasuki lapangan
2. Pengumpulan data

Pengolahan Data
1. Transkrip hasil wawancara
2. Menelaah kata/kalimat hasil wawancara serta
mengkategorikan data hasil observasi dan
telaah dokumen
3. Editing data
4. Klasifikasi data
5. Pemberian kode pada data
6. Penafsiran

Analisis Data
1. Reduksi data
2. Penyajian data
3. Penarikan kesimpulan

Gambar 3.3 Alur Penelitian


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Jalannya Penelitian
Penelitian ini diawali dengan penyusunan dan seminar proposal dan selanjutnya
mengajukan izin ke Badan Persatuan Bangsa Dan Politik (KESBANGPOL) Kabupaten Seluma.
Setelah itu dilanjutkan ke Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan dan Tenaga Kerja
(DPMPPTK) Kabupaten Seluma. Setelah mendapatkan izin dari DPMPPTK Kabupaten
Seluma dilanjutkan mengajukan izin ke Puskesmas Babatan Kabupaten Seluma. Setelah
mendapatkan izin dilakukan penelitian untuk mengetahui bagaimana pola asuh ibu atau
pengasuh yang memiliki balita stunting di wilayah kerja Puskesmas Babatan. Sebelum
memasuki lapangan penelitian ini sudah mendapatkan izin dari institusi Poltekkes Kemenkes
Bengkulu dengan dikeluarkannya surat izin etik dengan nomor kode No.KEPK.M/527/03/021
yang dikeluarkan pada tanggal 30 Maret 2021.
Peneliti melakukan wawancara secara langsung kepada seluruh informan dengan
harapan dapat menjawab permasalahan penelitian. Pengumpulan data dilakukan dengan
metode wawancara, observasi dan telaah dokumen. Adapun instrumen yang digunakan
adalah pedoman wawancara dengan merekam hasil wawancara menggunakan handphone
serta pedoman observasi dan buku KIA sebagai pendukung hasil penelitian.
Informan dalam penelitian ini diambil secara purposive sampling yang memenuhi
kriteria inklusi dan eksklusi. Informan yang dipilih merupakan ibu yang memiliki balita stunting
dengan umur balita dibawah 5 tahun yang berdomisili di Desa Air Petai dan sedang berada
dilokasi saat penelitian berlangsung serta bersedia menjadi informan penelitian. Wawancara
dilakukan kepada 6 informan utama yaitu ibu atau pengasuh yang memiliki balita stunting dan 2
informan pendukung yaitu Tenaga Pelaksana Gizi (TPG) Puskesmas Babatan Kabupaten
Seluma dan Kader Kesehatan Desa Air Petai. Observasi dilakukan untuk mengetahui gambaran
perilaku ibu yang memiliki balita stunting dalam pemberian makan dan praktik higiene serta
kebersihan lingkungan.

B. Karakteristik Informan
Hasil penelitian ini menunjukkan informan utama yaitu 6 orang ibu yang memiliki
balita stunting di Desa Air Petai Kabupaten Seluma dan informan pendukung yaitu kader
Posyandu Desa Air Petai (S) dan tenaga pelaksana gizi (TPG) di Puskesmas Babatan Kabupaten
Seluma (HL). Karakterisktik informan utama dapat dilihat pada tabel berikut:

38
39

Tabel 4.1
Karakteristik Informan Penelitian
Kode Umur Umur Anak Pendidikan Pekerjaan
Informan WM 35 tahun 4 tahun 8 bulan SMA IRT
Informan K 37 tahun 2 tahun 4 bulan SMA IRT
Informan T 25 tahun 2 tahun 2 bulan SMA IRT
Informan SM 30 tahun 4 tahun SMA IRT
Informan IA 21 tahun 3 tahun 3 bulan SMA IRT
Informan NM 27 tahun 3 tahun 5 bulan SMP IRT
Tabel diatas menunjukkan bahwa informan berusia 20-35 tahun sebanyak 5 orang
dan dan berusia <35 tahun sebanyak 1 orang. Hampir keseluruhan informan menamatkan
pendidikan di jenjang SMA dan satu informan hanya menamatkan pendidikan dijenjang
SMP. Seluruh informan diketahui tidak bekerja atahu sebagai ibu rumah tangga (IRT).

C. Hasil Penelitian
1. Gambaran Umum UPT Puskesmas Babatan
UPT Puskesmas Babatan secara administratif termasuk dalam wilayah kecamatan
Sukaraja Kabupaten Seluma yang dibangun dalam anggaran pembangunan tahun 2007. Secara
geografis UPT Puskesmas Babatan terletak di sebelah Utara Kabupaten Seluma, dengan batas
wilayah adalah:
a.Sebelah Utara berbatasan dengan Kota Bengkulu
b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Niur Kecamatan Sukaraja
c.Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Riak Siabun
d. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Bengkulu Tengah
Jarak Puskesman Babatan dengan ibu kota Kabupaten Seluma sejauh 38 Km sedangkan Jarak
dengan pusat kota Bengkulu 19 KM. Luas wilayah UPT Puskesmas Babatan berdasarkan
hasil pendataan data dasar Puskesmas tahun 2019 adalah 99,7 Km2. UPT Puskesmas Babatan
mempunyai wilayah kerja sebanyak 1 (satu) Kelurahan dan 7 (tujuh) desa yaitu Kelurahan
Babatan, Desa Jenggalu, Desa Cahaya Negeri, Desa Sidoluhur, Desa Kuti Agung, Desa
Padang kuas, Desa air Kemuning dan Desa Air Petai. Penelitian ini dilakukan di Desa Air
Petai. Desa Air Petai merupakan hasil pemekaran dari Desa Babatan di Kecamatan Sukaraja
Kabupaten Seluma pada tahun 2009 melalui Peraturan Daerah Kabupaten Seluma Nomor 9
Tahun 2009.
40

Desa air petai terletak di dalam wilayah kecamatan Sukaraja Kabupaten Seluma Provinsi
Bengkulu yang berbatasan dengan:
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa air Kemuning, Kecamatan Sukaraja
b. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Padang Kuas, Kecamatan Sukaraja
c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Cahaya Negeri, Kecamatan Sukaraja
d. Sebelah barat berbatasan dengan kelurahan Babatan, Kecamatan Sukaraja
Luas wilayah Desa Air Petai adalah ±600 Ha terdiri dari ±30 Ha bertopografi dataran
rendah dimanfaatkan sebagai lahan pertanian untuk persawahan, ±454 Ha daratan
dimanfaatkan sebagai perkebunan karet dan sawit dan ±146 Ha daratan dimanfaatkan
sebagai pusat permukiman penduduk dan lainnya. Penggunaan tanah di desa air petai
sebagian besar diperuntukkan untuk pertanian, sawah, perkebunan karet dan sawit
sedangkan sisanya untuk tanah kering yang merupakan bangunan atahu permukiman
penduduk dan fasilitas-fasilitas lainnya. Iklim Desa Air Petai sebagaimana desa-desa lain di
wilayah Indonesia, mempunyai iklim kemarau dan penghujan hal tersebut mempunyai
pengaruh langsung terhadap pola tanam pada lahan pertanian yang ada di Desa Air Petai
Kecamatan Sukaraja.

Gambar: Peta wilayah Desa Air Petai Kecamatan Sukaraja Kabupaten Seluma
Jumlah penduduk Desa Air Petai berdasarkan data Profil Kesehatan Puskesmas Babatan
Tahun 2020 sebanyak 916 jiwa dengan jumlah laki-laki 463 dan jumlah perempuan 449
jiwa. Penduduk Desa Air Petai berasal dari berbagai daerah yang berbeda-beda di mana
mayoritas penduduknya yang paling dominan berasal dari suku Bali, Jawa, Batak dan
Serawai. Struktur penduduk yang beraneka ragam menjadikan tradisi musyawarah untuk
mufakat, gotong-royong dan kearifan lokal sudah dilakukan sejak adanya Desa Air Petai
dan hal tersebut secara efektif dapat menghindarkan adanya benturan antar kelompok
masyarakat.
41

2. Gambaran Pola Asuh


a. IMD
Dari hasil wawancara mendalam diketahui bahwa masih ada informan yang
belum mengetahui IMD. Hal ini diketahui ketika peneliti menanyakan tentang
bagaimana pemberian IMD yang dilakukan oleh informan kepada anaknya. Hasil
wawancara menunjukkan sebagian balita stunting tidak mendapatkan IMD. Sementara itu
sebagian informan lainnya mengatakan memberikan IMD kepada anaknya segera setelah
dilahirkan. Berikut kutipannya :
“Ya langsung diberikan, pas dia lahir disuruh bidannya letakkan di dada kan
adeknya. Terus dianya nyusu sendiri itu” (Informan utama T ).
Hal serupa juga disampaikan oleh informan SM yang mengatakan langsung memberikan
IMD setelah anak dilahirkan. Berikut kutipannya:
“Iya, Aku alhamdulillah ibaratnya udah ada air susunya gitu ada. Waktu dia
lahir itu kan langsung dikasih ASI dianya, diletakkan di dada ayuk makan
sendiri dianya dek” (Informan utama, SM).
Pernyataan informan mengenai pemberian IMD sejalan dengan informasi yang
didapatkan dari kader kesehatan yang mengatakan bahwa IMD sudah banyak diterapkan
di Desa Air Petai. Berikut kutipanya :
“Kita sebagai kader selalu mengarahkan kepada orang tua untuk perbaiki gizi,
pola makan anak, kalau untuk IMD sudah banyak diterapkan” (Kader
Kesehatan, S).
Sebagian informan diketahui tidak memberikan IMD karena faktor ASI yang belum
keluar saat hari pertama kelahiran dan terdapat informan yang harus dilarikan kerumah
sakit karena mengalami pendarahan saat melahirkan. Berikut kutipannya:
“Yaa, kan belum luar itu kan, waktu lahir belum keluar udah seminggu baru
keluar. Tapi itu dicoba terus dikasih waktu udah keluar kuning-kuningnya itu,
tapi memang nggak langsung dia. Seminggu baru keluar. Waktu belum keluar
itu, dikasih susu ini susu bubuk itu.” (Informan utama K ).
Begitu juga dengan informan NM yang mengatakan tidak memberikan IMD karena
informan mengalami pendarahan dan harus dilarikan ke rumah sakit. Berikut
kutipannya:
“Oh nggak, diberi susu formula dari rumah sakit karna kan ayuk kekurangan
darah kemaren jadi belum langsung ngasih itu, nggak langsung. Sempat
minum susu formula sebentar dia dihari itula” (Informan utama NM).
42

Hasil wawancara menunjukkan terdapat 3 informan yang ASI-nya tidak keluar di


hari pertama kelahiran, ternyata setelah ditanya lebih mendalam diketahui bahwa informan
tidak merawat payudaranya semasa kehamilan dan tidak melakukan pemijatan payudara
setelah melahirkan karena tidak tahu dan tidak berpengalaman. Dari hasil wawancara juga
diketahui bahwa informan merasa cemas dan takut saat awal menyusui dikarenakan baru
pengalaman pertama dalam menyusui anak.
Wawancara mendalam juga dilakukan untuk mengetahui pandangan informan
mengenai manfaat IMD. Dari hasil wawancara sebagian informan mengatakan bahwa IMD
itu penting dilakukan untuk kekebalan dan memperkuat tubuh anak. Berikut kutipannya:
“Untuk kekebalan tubuh kan, supaya tubuhnya kuat tidak mudah sakit kan”
(Informan utama, T).
Demikian juga dengan pernyataan informan WM yang mengatakan manfaat IMD untuk
membentuk kekebalan tubuh anak.
“Ya mungkin kekebalan kali ya. Untuk membentuk kekebalan tubuh si anak
(tertawa) nggak tahu juga sih” (Informan utama, IA).
Sedangkan informan lainnya mengatakan bahwa manfaat yang diperoleh dari pemberian
IMD adalah anaknya menjadi lebih cepat tanggap. Berikut kutipannya:
“Ya, Alhamdulillah anaknya cepat nanggep, kita ajarin apa-apa itu cepat dia
nanggep. Kita ajarin apa-apa itu cepat dia nanggepnya gitu, enak ngajarinnya.
Ibaratnya dia langsung bisa, ibaratnya nggak telentang aja tidur kayak gitu”
(Informan utama, SM).

b. Pemberian ASI Eksklusif


Pola asuh dalam pemberian ASI Eksklusif dalam penelitian ini meliputi makanan
yang diberikan saat anak umur 0-6 bulan, lama waktu pemberian ASI, dan alasan
memberikan/tidak memberikan ASI Eksklusif pada anak. Berdasarkan hasil wawancara
diketahui hanya beberapa balita stunting yang diberikan ASI saja saat berumur 0-6 bulan.
Hal ini berdasarkan hasil wawancara kepada informan yang mengatakan bahwa hanya
memberi ASI saja dan belum berani memberikan makanan lain jika umurnya masih
dibawah 6 bulan. Berikut kutipannya:
“Belum ada, belum berani kami” (Informan utama, IA).
Demikian juga dengan informan T yang mengatakan belum berani memberi makanan jika
umur anak masih dibawah 6 bulan. Berikut kutipannya:
“Usia 6 bulan dia Cuma minum susu, ASI ya karena kita belum berani ngasih
dia makanan lain kalau masih dibawah 6 bulan” (Informan utama, T).
43

Dari hasil wawancara diketahui sebagian informan sudah memberi makanan selain ASI
saat anak masih berumur 0-6 bulan. Informan mengatakan memberi susu formula sebagai
pengganti ASI karena saat hari pertama kelahiran ASI-nya belum keluar. Berikut
kutipannya :
“Kalau masih dibawah 6 bulan belum dikasih makanan apa-apa air susu itula
dikasih. Iya susu formula pas awal lahir kan ASI-nya belum keluar jadi dikasih
susu formula, kalau ASI-nya sudah keluar nggak lagi dikasih susu formula”
(Informan utama, NM).
Ada juga informan yang mengatakan sudah memberi makanan seperti susu formula
dan bubur produk X karena ASI yang keluar sedikit. Berikut kutipannya :
“Susu formula kan waktu hari pertama dia lahir kan ASI-nya belum keluar,
jadi itu dikasih susu formula. Dikasih bubur apa itu, promina itu karena ASI-
nya nggak banyak keluarnya” (Informan utama, WM).
Selain itu ada informan yang mengatakan lupa ketika ditanya mengenai makanan yang
diberikan saat anak umur 0-6 bulan. Berikut kutipannya:
“Iyaa,, ASI itu pasti ibaratnya, tapi ditambahi bubur kayak gitu nah ayuk itu
lupa-lupa ingat dek, ibaratnya kan udah lama itu bertahun-tahun yang lalu”
(Informan utama, SM).
Pernyataan sebagian informan yang mengatakan sudah memberi makanan saat umur anak
masih dibawah 6 bulan didukung oleh hasil wawancara yang dilakukan kepada informan
pendukung yaitu kader kesehatan di Desa Air Petai. Dari hasil wawancara diketahui
bahwa hanya beberapa ibu balita yang memberikan ASI Eksklusif, informan juga
menambahkan bahwa kebanyakan sudah diberi makanan tambahan. Berikut kutipannya:
“Kalau ASI eksklusif ya,..kadang Cuma beberapa disini ASI Eksklusif itu,
kebanyakan yang sudah diberi makanan. Cuma ada beberapa orang gitu”
(Informan pendukung, S).
Lama waktu pemberian ASI informan kepada anaknya juga berbeda-beda.
Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa hanya sebagian informan yang
memberikan ASI sampai anak berusia 2 tahun. Berikut kutipannya:
“Ya.. 2 tahun (mengingat-ingat) iya 2 tahun” (Informan utama, SM).
Hal serupa juga disampaikan oleh informan K. Berikut kutipannya:
“2 tahun, dio kan dak galak kalo minum susu-susu kaleng itu” (Informan
utama, K).
44

Sedangkan informan lainnya tidak memberikan ASI sampai umur 2 tahun. Dari hasil
wawancara diketahui informan memberikan ASI hanya sampai anak berumur, 23 bulan,
dan 18 bulan. Berikut kutipannya:
“ASI, ASI ekslusifnya 2 tahun kurang 1 bulan” (Informan utama, IA).
Selain itu terdapat informan yang mengatakan ASI diberikan hanya sampai umur anak 1
tahun setengah karena menurut informan kalau lebih dari 2 tahun akan susah untuk
disapih, fakta menariknya adalah informan melakukan hal tersebut karena melihat
temannya yang rata-rata menyapih anak pada umur 1 tahun setengah. Berikut kutipannya:
“Sampai 6 bulan, udah 6 bulan udah minum susu formula. Dikasih ASI sampai
umur 1 tahun setengah. Karna kan kalau lebih dari 2 tahun biasanya susah
untuk misahin. Itu aja 1 tahun setengah ayuk susah misahinnya makanya
memang rata-rata ayuk-ayuknya yang lain itu kan 1 tahun setengah jadi ayuk
ngikutin kawan-kawannya lah kan karna katanya lebih mudah lah kita ini in
gitu” (Informan utama, NM).
Dari hasil wawancara juga didapatkan bagaimana pandangan informan mengenai
alasan memberikan/tidak memberikan ASI Eksklusif kepada anaknya. Sebagian dari
informan mengungkapkan bahwa ASI diberikan untuk kekebalan dan perkembangan
tubuh anak. Berikut kutipannya:
“Ya pentinglah, ini kan untuk ini juga, kekebalan tubuh dia biar sehat, minum
susu juga idak mau, minum susu dio (tertawa) apo yang ndak dikasih selain
ASI” (Informan utama, K).
Demikian juga dengan informan SM yang mengungkapkan bahwa pemberian ASI
Eksklusif dapat membantu perkembangan anak sehingga anak menjadi lebih cepat
tanggap. Berikut kutipannya:
“Ya.. menurut saya sih cepat nangkep apa aja dia, apa aja dia tegak, mau
nerukup (nelungkup) ya kalau bahasa kami itu nerukup itu ya (tertawa) itu tu
alhamdulillah tidak susah gitu nah air susu kita itu membantu ibaratnya untuk
perkembangannya” (Informan utama, SM).

c. Pemberian Makan Pada Balita


Perilaku pemberian makan pada penelitian ini meliputi umur mulai diberi makan,
frekuensi pemberian makan, porsi makan, variasi menu makanan, cara pengolahan dan
peyimpanan makanan. Dari hasil wawancara diketahui bahwa sebagian balita mulai diberi
makanan pada umur 6 bulan keatas. Berikut kutipannya:
“Umur 6 bulan keatas sudah diberikan nasi tim dia” (Informan utama, K).
45

Demikian juga dengan informan IA yang mengatakan mulai memberi makanan saat
umur anak sudah 8 bulan.
“Di umur 8 bulan dia udah makan bubur dikasih makan-makan yo sayur-
sayur cak itula” (Informan utama, IA).
Sedangkan dari hasil wawancara kepada informan lain diketahui bahwa terdapat informan
yang sudah memberi makanan pada anak sejak umur 4 bulan. Berikut kutipannya:
“Berapo dak, 4 bulan lah dikasih” (Informan utama, WM).
Selain itu, terdapat informan yang mengatakan lupa ketika diwawancara mengenai umur
pertama kali anaknya diberi makanan. Berikut kutipannya:
“Iya, ayuk itu sebenarnya lupa-lupa ingat dek. Ya ibaratnya adek nya saja
sudah umur 4 tahun kan sudah lama. Ya,,ayuk ni kemaren juga sakit, sakit ini
buat ayuk nggak bisa ingat apa-apa, tapi alhamdulillah air susunya terus
ngalir nggak dikasih air susu tambahan” (Informan utama, SM).
Wawancara mendalam juga dilakukan untuk mengetahui frekuensi pemberian
makan informan kepada anaknya. Dari wawancara diketahui bahwa sebagian dari balita
stunting memiliki frekuensi makan sebanyak 3 kali dalam sehari hal ini berdasarkan
pengakuan informan yang mengatakan anaknya makan sehari tiga kali yaitu pagi, siang dan
sore. Berikut kutipannya:
“3 kali, pagi siang sama sore” (Informan utama, T).
Hal serupa juga disampaikan oleh informan SM. Berikut kutipannya:
“Ya..biasanya sih 3 kali, tapi ya namanya anak seumur itu nggak banyak.
Ya..Cuma yaa sesendok-sendok nasi kek gitu nah, tapi alhamdulillah roti dia
senang” (Informan utama, SM).
Sedangkan informan lain mengatakan bahwa anaknya makan 3 kali sehari tetapi tidak
rutin setiap hari dan 2 kali sehari yaitu pagi dan sore. Berikut kutipannya:
“Pagi mau. Sehari dua kali lah paling ndaknya walaupun nggak rutin sehari
tiga kali” (Informan utama, NM).
Demikian juga dengan informan WM yang mengatakan frekuensi makan anaknya sehari
sebanyak 2 kali. Berikut kutipannya:
“Kalo yang ini (sambil menunjuk anaknya) paling 2 kali. Nggak mau dia,
cuman pagi sama sore” (Informan utama, WM).
Porsi makan yang diberikan informan pada anaknya rata-rata hampir sama. Hal
ini diketahui dari hasil wawancara dimana sebagian informan mengatakan bahwa porsi
makan anak yang diberikan adalah sebanyak satu mangkok bayi atahu sepucuk centong
nasi. Berikut kutipannya:
46

“Paling ya.. semangkok kecil itu nggak ini nggak habis, kadang sepucuk
centok itu” (Informan utama, WM).
Demikian juga yang disampaikan oleh informan T dan SM yang mengatakan porsi
makan yang diberikan sebanyak satu mangkok makan bayi dan satu centong nasi.
Berikut kutipannya
“Sedang sih, iya nggak banyak semangkok yang bayi biasanya yang kecil itu”
(Informan utama, T).
“Yaa satu centong nasi itu kadang nggak habis dia” (Informan utama, SM).
Sedangkan informan lain mengatakan porsi makan yang diberikan untuk anaknya tidak
menentu karena anak sulit makan. Berikut kutipannya:
“Ah nggak nentu, ini baru mulai itu mau makan. Kalo kemaren sehari itu
kadang cuman sekali makan kalo sekarang udah mulai dia nggak banyak
dikitlah nggak banyak makannya cuman sekarang udah mulai” (Informan
utama, NM).
Namun, dari hasil wawancara diketahui bahwa terdapat anak yang suka makan dimana
dalam satu kali makan bisa menghabiskan sampai 2 centong nasi. Berikut kutipannya:
“Porsinyo yo cak duo centong nasi kito tulah, samo kadang lauknyo ikan
kadang dikasih wortel, dio senang jugo wortel sama sawi. Apo yang dio ndak
tula dikasih makan” (Informan utama, IA).
Jumlah porsi makanan yang diberikan informan sesuai dengan hasil observasi yang telah
dilakukan. Hasil observasi menunjukkan bahwa porsi makanan yang diberikan oleh
sebagian informan sebanyak 1 centong nasi, sedangkan untuk informan lainnya sebanyak 1
pucuk centong nasi dan 2 centong nasi. Dari hasil observasi diketahui bahwa anak tidak
menghabiskan makanan yang diberikan oleh informan. Selain itu, terdapat anak yang sulit
makan. Ketika makan anak tersebut diberikan 1 centong nasi oleh informan. Namun, anak
hanya makan tidak lebih dari 6 suap sendok makan. Informan mengatakan bahwa anaknya
susah makan karena anaknya susah untuk buang air besar, sehingga anaknya tidak mau
makan. Informan menambahkan hal ini terjadi karena anaknya tidak suka makan sayur dan
buah.
Selain porsi makanan, didapatkan juga informasi mengenai menu makan yang
diberikan informan kepada anaknya. Dari wawancara semua informan mengatakan bahwa
menu makan yang diberikan setiap hari berganti-ganti. Berikut kutipannya:
“Sayur, wortel, kentang, tempe, kadang ikan, kadang hati ayam, yaa ganti-
ganti” (Informan utama, K).
Hal demikian juga disampaikan oleh informan SM. Berikut kutipannya:
47

“Belum mengikuti menu keluarga pisah makanannya. Menunya ganti-ganti,


yaa itula ayuk ibaratnya yang manis-manis, ibaratnya sop-sop an, kadang
cuman tumis bayam kadang aja minta cuman goreng tempe” (Informan utama,
SM).
Namun, dari hasil wawancara kepada informan lainnya diketahui menu makan yang
diberikan informan tidak menentu karena anaknya yang susah makan sayur-sayuran.
Berikut kutipannya :
“Kalau menunya dia ini nggak nentu dia ini kalo sayur emang susah, paling
makan-makan ikan lah, ayam, telor, sayur susah” (Informan utama, NM).
Pengakuan informan yang mengatakan menu makanan diganti setiap harinya
didukung oleh hasil observasi yang telah dilakukan. Dari hasil observasi diketahui bahwa
menu makanan yang diberikan informan kepada anaknya berganti-ganti dimana untuk
informan 1 menu makan pada observasi pertama adalah ikan goreng sedangkan pada hari
kedua menu makanan anak adalah sayur bayam dan tempe goreng, informan 2 hari pertama
telur mata sapi dan hari kedua sayur sop dan tempe goreng, informan 3 hari pertama hati
ampela hari kedua sop ayam, informan 4 hari pertama sop ayam dan hari kedua tempe goreng
dan sayur wortel, informan 5 hari pertama sayur sop dan hari kedua telur ceplok, informan 6
hari pertama telur dan hari kedua sayur sop.
Hal ini juga didukung dari hasil wawancara dengan informan pendukung yaitu kader
di Desa Air Petai yang mengatakan bahwa menu makanan sudah bervariasi karena
kebanyakan ibu-ibu di desa tersebut sudah mengerti mengenai makanan bergizi. Berikut
kutipannya:
“Untuk makan bervariasi karena memang sudah kebanyakan sih ibu-ibu
sekarang sudah mengerti ya, mengenai makanan yang bergizi. Jadi sudah
bervariasi semua” (Informan pendukung kader Posyandu, S).
Berdasarkan hasil wawancara dalam hal pengolahan makanan yang dilakukan oleh informan
utama umumnya sama dimana makanan sebelumnya dicuci terlebih dahulu dengan air
kemudian baru dimasak sampai matang. Berikut kutipannya :
“Kalau cara mengolahnya yaa..dicuci dulu kan apa namanya sayur yang mau
dimasak itu sebelum dimasak dicuci bersih terus baru siapkan bumbunya baru
dimasak sampai masak” (Informan Utama, K).
Demikian juga dengan informan T. Berikut kutipannya:
“Ya lama, yang penting sampai lembut dulu ibaratnya masukan ayamnya dulu
nanti kalo sudah dicuci lagi baru masukan ke dalam sopnya” (Informan
Utama, SM).
48

Sedangkan untuk penyimpanan makanan dari hasil wawancara didapatkan bahwa sebagian
informan menyimpan makanan diatas meja makan kemudian ditutup menggunakan tudung
saji dan informan lainnya menyimpan makanan di lemari/rak khusus untuk menyimpan
makanan. Berikut kutipannya:
“Di ini diletakkan diatas meja kan udah tu ditutup sama tudung saji nya, kan
biar nggak ada lalat hinggap gitu istilahnya” (Informan Utama, WM).
“Disimpen dalam lemari yang khusus untuk tempat-tempat piring itu kan ada
tempat nyimpan makanannya, yaa istilahnya tertutup dek biar nggak ada kucing
atahu lalat yang hinggap gitu dek” (Informan Utama, SM).
Hal ini sejalan dengan hasil observasi dimana sebagian informan menyimpan
makanan di atas meja makan kemudian ditutup menggunakan tudung saji, sedangkan
informan lainnya menyimpan makanan di dalam lemari makan dan ditutup. Adapun dari hasil
wawancara yang dilakukan kepada TPG Puskesmas Babatan didapatkan informasi bahwa
perilaku pemberian makan dilakukan seperti biasa tetapi, hal yang mempengaruhinya adalah
sanitasi lingkungan dan kebersihan makanan yang diolah. Karena pemberian makan dan
sanitasi lingkungan berhubungan dengan status gizi anak.
Selain itu, dari pihak desa juga ada inisiatif untuk melakukan intervensi kepada anak
yang mengalami stunting selain dari ibu balitanya sendiri. Hal ini dikuatkan dengan
pernyataan Kader Posyandu di Desa Air Petai yang mengatakan memberikan pengarahan dan
makanan tambahan serta dari pihak desa ada juga susu dan makanan yang diberikan kepada
anak yang mengalami stunting. Berikut kutipanya:
“Kita sebagai kader selalu mengarahkan kepada orang tua untuk perbaiki gizi,
pola makan anak, kalau untuk IMD sudah banyak diterapkan” (Informan
Pendukung Kader Posyandu, S).

d. Imunisasi Dasar Pada Balita


Perilaku yang perlu diterapakan oleh ibu untuk menjaga kesehatan anak adalah
dengan sering berkunjung dan mengikuti jadwal Posyandu. Berdasarkan hasil wawancara
kepada TPG Puskesmas Babatan didapatkan informasi bahwa ibu balita biasanya konsultasi
tentang gizi anak ketika ada kegiatan Posyandu. Dari hasil wawancara mendalam semua
informan mengatakan berkunjung ke Posyandu itu penting dan wajib agar bisa mengetahui
perkembangan anak, informan mengatakan jika sekali saja tidak berkunjung ke Posyandu
informan merasa ketinggalan informasi mengenai keadaan anak. Berikut kutipannya:
“Penting, sangat penting karena ini kan kalo kita ini.. apa ke Posyandu kan
jadi tahu perkembangan anak. Berat badannya juga” (Informan utama, K).
49

Hal demikian juga disampaikan oleh informan IA yang mengatakan bahwa berkunjung
ke Posyandu itu penting agar bisa mengetahui pertumbuhan dan keadaan gizi anak.
Berikut kutipannya:
“Itu penting mbak soalnyo karno ngapo disitu kan kito tahu cakmano tumbuh
gizi anak tu, ibarat katonyo berkurang timbangan atahu tidak kito kan harus
perlu tahu sampe 5 tahun. Itu aku juga dak pernah libur Posyandu tu takutnyo
cak itula” (Informan utama, IA).
Sedangkan informan lainnya mengatakan tetap berkunjung ke Posyandu walaupun
imunisasinya sudah selesai untuk mengetahui perkembangan berat dan tinggi badan anak.
Berikut kutipannya:
“Ya, pentinglah karena kan biar tahu naik apa nggak tingginya gitu. Makanya
tiap ini Posyandu sekarang dia kan udah lama ini nggak suntik lagi sudah
selesai kan suntiknya. Selesai disuntik tapi tetap ayuk bawa cuman pengen
tahu naik apa nggak berat badannya” (Informan utama, NM).
Wawancara juga dilakukan kepada kader Posyandu. Dari hasil wawancara didapatkan
bahwa ibu balita, ibu menyusui dan ibu hamil di Desa Air Petai rutin dan aktif
berkunjung ke Posyandu. Adapun ketika peneliti meminta untuk melihat buku KIA
semua informan bersedia memberikannya. Setelah dilihat hanya informan WM yang
memang benar rutin berkunjung ke Posyandu setiap bulannya. Jika dilihat dari jadwal
kunjungan informan IA dan NM hanya satu kali tidak berkunjung ke Posyandu sedangkan
informan lain yaitu K, T dan SM terlihat tidak rutin berkunjung ke Posyandu. Dari hasil
wawancara diketahui bahwa informan SM mengatakan ada beberapa bulan tidak
berkunjung ke Posyandu karena informan sedang sakit. Berikut kutipannya:
“Ya, kalau kami disini sih ibaratnya sebulan sekali ibaratnya kami wajib kami
pergi. Tapi, ya ayuk dulu jarang dek dulu ayuk sakit ya..gimana ya. Kalau dulu
mamak yang bawaknya. Ada dulu berapa bulan ayuk nggak pergi, berapa
bulan yang nggak pergi karena lagi sakit-sakitan” (Informan utama, SM).
Dari hasil wawancara juga didapatkan informasi bahwa semua informan memberikan
imunisasi lengkap kepada anaknya. Pernyataan informan benar adanya karena dari buku KIA
terlihat informan mengikuti imunisasi dengan lengkap sesuai dan dengan jadwal. Adapun dari
hasil wawancara informan mengatakan bahwa imunisasi pada 2 tahun pertama itu wajib
dilakukan. Berikut kutipannya:
“Ya, kalau dari bidan kalo dari apa itu wajib itu, 2 tahun itu wajib ibaratnya
dia itu dapat imunisasi semuanya itu sampai campak-campak itu wajib semua,
alhhamdulillah dia dapat” (Informan utama, WM).
50

e. Praktik Higiene Dan Kebersihan Lingkungan


Praktik higiene dan kebersihan lingkungan dalam penelitian ini meliputi sumber
air yang digunakan informan, perilaku informan dalam menjaga kebersihan anak, tindakan
sebelum memberi makan anak, tindakan yang dilakukan informan ketika anak selesai
buang air besar, pembuangan sampah dan tempat buang air besar atahu jamban.
Berdasarkan hasil wawancara mendalam kepada informan utama, didapatkan hasil
bahwa sebagian informan menggunakan sumber air dari sumur, sedangkan informan
lainnya menggunakan sumur bor dari pemerintah. Hal ini sejalan dengan informasi yang
didapatkan dari hasil wawancara kepada kader dan TPG Puskesmas Babatan yang
mengatakan bahwa sebagian besar warga sudah menggunakan air sumur dan masih ada
juga warga yang menggunakan air PAM. Namun, Dari hasil wawancara kepada informan
diketahui bahwa terdapat informan yang belum mempunyai sumber mata air untuk
memperoleh air informan tersebut masih meminta air sumur milik ibunya untuk keprluan
sehari-hari. Berikut kutipannya:
“Iya kalau jujur dek ayuk belum punya sumur ya dirumah ini ayuk minta sama
mamak disebelah, kalo airnya ya dibawak kesini kalo mau ambil air ngangkut,
masuk ember baru masak dirumah” (Informan utama, SM).
Kemudian untuk perilaku informan dalam menjaga kebersihan anak diketahui bahwa
ada berbagai cara yang informan lakukan semua informan mengatakan cara mereka
menjaga kebersihan anak adalah dengan memandikanknya setiap hari sebanyak 2 kali
sehari, dan ada juga informan yang mengatakan bahwa anaknya biasa mandi 3 kali
sehari karena kotor sehabis bermain. Berikut kutipannya:
“Ya, gunting-gunting kuku, bersihkan telinga kadang, pokoknyo dibersih-
bersihkan tula. Mandi terus 3 kali sehari mandinyo anaknyo lah besak ni main
kotor mandi lagi” (Informan utama, IA).
Selain itu, Ada juga informan yang menjaga kebersihan anaknya dengan memperhatikan
makanannya, cara bermain dan pakainnya, selain itu ada juga yang mengatakan dengan
menggunting kuku mencuci tangan, kaki dan muka anaknya, membantu membukakan
celana ketika mau buang air dan membersihkan kotoran ditelinga anak.
“Yaa, ditengok dari ini nya, makannya, cara bermainnya kan pakaian, ya
namanya anak-anak kadang mainnya kan kayak gini, ya kadang dari
makannya itula” (Informan utama, NM).
“Ya, mandi, cuci tangan, cuci kaki, itu aja sama kuku nya di potong biar bersih
kan” (Informan utama, K).
51

Wawancara juga dilakukan untuk melihat perilaku informan sebelum memberi


anak makan. Dari hasil wawancara sebagian informan mengatakan sebelum memberi
makan anak mereka mencuci tangan terlebih dahulu tetapi tidak menggunakan sabun.
Berikut kutipannya:
“Ya dicuci..nggak pakai sabun tangannya. Kadang dicuci kalo ini, kadang
yaa..namanya juga ibu-ibu idak ini kan (menggarut kepala)” (Informan utama,
WM).
Sedangkan informan NM mengatakan terkadang mencuci tangan jika ingat dan jika sedang
tidak terburu-buru.
“Kadang kalau ingat cuci tangan kadang nggak, apalagi kalo kita udah buru-
buru kan (tertawa)” (Informan utama, NM).
Berbeda dengan hasil wawancara hasil observasi menunjukkan bahwa hanya satu
informan yang mencuci tangan menggunakan air mengalir dan sabun sebelum memberi
anak makan. Sebagian informan tidak mencuci tangan terlebih dahulu ketika ingin
memberi makan anaknya. Sedangkan beberapa informan mencuci tangan tetapi tidak
menggunakan sabun. Dari hasil observasi diketahui bahwa saat observasi berlangsung
anak informan dibiarkan makan sendiri menggunakan sendok makan.
Wawancara juga dilakukan untuk mengetahui bagaimana perilaku informan ketika
anak selesai buang air besar, dari hasil wawancara didapatkan informasi dimana
sebagian informan mengatakan mengatakan mencucinya sampai bersih dan mencuci
tangan menggunakan sabun setelahnya. Berikut kutipannya:
“Ya cuci pakai tangan ayuk, cuci pakai air udah itu pakai sabun,..kalau dia sih
ngga disiram aja pakai air” (Informan utama, SM).
Hal demikian juga disampaikan oleh informan WM. Berikut kutipannya:
“Dicuci, dibersihkan sampai bersih di sabun juga tangannya” (Informan
utama, WM).
Sedangkan beberapa informan lain mengatakan mencucinya sampai bersih kemudian di
lap dan dikeringkan. Berikut kutipannya:
“Dicuci pake air, habis itu di lap dikeringkan” (Informan utama, WM).
Pengelolaan sampah juga termasuk dalam menjaga kebersihan lingkungan. Dari
hasil wawancara mendalam kepada kader kesehatan di Desa Air Petai diketahui bahwa
pengelolaan sampah dilakukan dengan cara dibakar dan dimasukan kedalam lubang tanah
kemudian dibakar. Hasil observasi juga menunjukkan gambaran bagaimana ibu mengelola
sampah. Sampah biasanya langsung dibuang dan dibakar hal itu juga dikuatkan berdasarkan
hasil wawancara yang dilakukan kepada informan utama. Sebagian informan mengatakan
52

sampah dibakar langsung di belakang rumah. Beberapa informan mengatakan membuat


lubang dari tanah sebagai tempat pembuangan dan pembakaran sampah. Berikut kutipannya:
“Dibakar, langsung dibakar, ada tempat sampah itu tanah yang dilobang”
(Informan utama, K).
Salah satu informan mengatakan langsung membakar sampah dibelakang rumahnya.
Berikut kutipannya:
“Bakar dibelakang ini lah (menunjuk), kalo udah banyak dibakar di belakang”
(Informan utama, NM).
Selain itu, terdapat informan yang mengatakan membuang dan membakar sampah di bekas
sumur yang sudah sudah tidak terpakai. Berikut kutipannya:
“Kami buang dalam sumur, udah itu dibakar. Bekas sumur yang idak make tu
kan biar idak beserak.” (Informan utama, IA).
Dalam hal keberadaan jamban dari hasil wawancara mendalam kepada kader
Posyandu didapatkan informasi bahwa warga didesa Air Petai sudah menggunakan jamban
permanen namun masih ada beberapa yang belum punya jamban dan masih ada warga yang
menggunakan jamban cemplung. Adapun dari hasil wawancara didapatkan informasi
bahwa seluruh informan menggunakan jamban untuk keperluan buang air kecil dan buang
air besar. Namun, terdapat satu informan yang belum memiliki WC sendiri sehingga untuk
BAB informan masin menumpang di WC ibunya yang kebetulan berada di sebelah
rumahnya. Berikut kutipannya:
“Kalau buang air besar ini ayuk jujur ya dek WC nya belum ada, kalo buang air
dibelakang buat buat apa itu tempat kencing, ayuk masih numpang WC –nya
sama mamak” (Informan utama, SM).
Dari hasil wawancara mendalam kepada TPG Puskesmas Babatan didapatkan bahwa
memang masih ada beberapa yang belum mempunyai jamban. Selain itu Desa Air Petai
merupakan lokus sanitasi total berbasis masyarakat (STBM) dimana jamban dan sanitasi
lingkungan serta kesehatan lingkungannya kurang. Berikut Kutipannya:
“Belum, masih ada beberapa warga yang belum mempunyai jamban terus
untuk sanitasi dan juga keslingnya itu juga kurang. Air Petai jamban sama
kesling juga kurang, dia lokus stbm juga jamban kesling nya juga agak kurang
karena rata-rata lokus stbm biasanya diikuti dengan lokus stanting karena
memang berhubungan dia itu” (Informana Pendukung, TPG Puskesmas
Babatan).
Pernyataan yang diungkapkan oleh TPG Puskesmas Babatan sejalan dengan hasil
observasi. Dari hasil observasi diketahui bahwa terdapat 2 informan yang kamar
53

mandinya terihat kotor, hal ini dapat dilihat dari kamar mandi yang tidak dibersihkan
dengan banyaknya lumut yang ada di penampungan air dan di lantai serta WC yang
terlihat kotor serta banyak ember dan baskom yang berisi air dibiarkan terbuka tidak
ditutup di dalam kamar mandi. Hasil observasi juga menunjukkan terdapat informan yang
menampung air untuk masak dan mencuci. Namun, didalam penampungan tersebut terlihat
banyak lumut yang menempel.
Selain itu, berdasarkan hasil observasi didapatkan juga gambaran mengenai
lingkungan di sekitar rumah informan. Dari hasil observasi diketahui beberapa informan
memiliki kandang ternak hewan yaitu sapi dan ayam. Informan terlihat meletakkan
kandang ayam tepat di teras belakang rumah sehingga bagian tersebut dipenuhi dengan
kotoran ayam yang baunya sangat menyengat sedangkan informan lainnya memiliki
kandang sapi yang jaraknya tidak jauh dari rumah, dari observasi terlihat kotoran sapi tidak
dibersihkan dan banyak hewan seperti lalat di sekitar area tersebut.
Hasil observasi yang ditemukan sesuai dengan informasi yang didapatkan dari
Kader di Desa Air Petai yang mengatakan bahwa mayoritas warga didesa tersebut banyak
yang memiliki ternak sehingga kotoran hewan seperti sapi banyak ditemui dijalan-jalan.
Berikut kutipannya:
“Yaa disini lingkungannya karena mayoritas warganya banyak yang ternak
hewan ya terutama sapi jadi lingkungannya, apa kotoran sapi nya itu banyak
yang di jalan-jalan raya itu. Karena kan sapi nya kalau siang dilepas kalo sore
baru warga nya ngangon sapi dimasukin kekandang. Kalau sampah nggak ya,
paling sampah itu ada dikit-dikit selokan itu” (Informan pendukung kader
Posyandu, S).

D. Pembahasan
1. Pola Asuh
a. Inisiasi Menyusu Dini
Pada tahun 2003 WHO mengeluarkan rekomendasi tentang praktik pemberian
makan bayi yang benar salah satunya adalah dengan memberikan ASI sesegera mungkin
setelah melahirkan (<1 jam) dan secara eksklusif selama 6 bulan (Sjarif et al., 2015). IMD
(IMD) adalah pemberian ASI kepada bayi yang dilakukan segera setelah bayi dilahirkan
dalam waktu minimal satu jam setelah anak lahir. ASI yang pertama keluar berwarna
kuning (kolostrum) berisi zat kekebalan tubuh untuk melindungi bayi dari berbagai
penyakit infeksi (Kemenkes RI, 2018).
54

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar informan dalam


penelitian tidak memberikan IMD kepada anaknya. Alasan ibu tidak memberikan IMD
karena beberapa faktor seperti ASI yang belum keluar saat hari pertama kelahiran anak,
dan informan yang dilarikan kerumah sakit karena terjadi komplikasi saat melahirkan.
Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Lisnawaty et al., (2020) dari hasil
penelitian didapatkan bahwa terdapat ibu balita yang tidak memberikan ASI di awal kelahiran
bayi alasannya karena ASI baru keluar setelah satu minggu persalinan, sehingga bayi harus
diberikan susu formula.
Hasil wawancara menunjukkan terdapat 3 informan yang ASI-nya tidak keluar di
hari pertama kelahiran, ternyata setelah ditanya lebih mendalam diketahui bahwa informan
tidak merawat payudaranya semasa kehamilan dan tidak melakukan pemijatan payudara
setelah melahirkan karena tidak tahu dan tidak punya pengalaman. Penelitian yang
dilakukan oleh Delima et al., (2016) juga menunjukan Ibu menyusui kurang
mendapatkan informasi tentang perawatan untuk meningkatkan kelancaran produksi
ASI, dan makanan yang meningkatkan ASI dan mereka tidak mengetahui bahwa
adanya pijat oksitosin untuk membantu peningkatan produksi ASI.
Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hardjito et al., (2014)
dari hasil penelitian ini diketahui bahwa responden belum tahu tentang pengertian,
manfaat dan tujuan perawatan payudara, waktu yang tepat untuk melakukan
perawatan, permasalahan yang mungkin terjadi jika payudara tidak dirawat, serta cara
melakukan perawatan. Ketidaktahuan ini bisa dikarenakan responden belum pernah
melihat atahu belum pernah mendengar tentang perawatan payudara baik dari media
cetak, petugas kesehatan atahupun dari orang-orang di sekelilingnya.
Dari hasil wawancara juga diketahui bahwa informan merasa cemas dan takut saat
awal menyusui dikarenakan baru pengalaman pertama dalam menyusui anak. Hal ini
sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rahmah (2006) yang menunjukkan
bahwa para informan penelitian baru pertama kali mempunyai anak sehingga belum
mempunyai pengalaman dalam menyusui dan belum menemukan kiat-kiat sukses
menyusui. Para ibu umumnya mengalami hal serupa meskipun ada pula yang langsung
sukses melakukannya. Penelitian yang dilakukan juga menunjukkan bahwa produksi ASI
dipengaruhi oleh beberapa kondisi seperti tingkat stres ibu setelah melahirkan. Hal ini
sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hardiani Sari (2017) dari penelitian
tersebut diketahui bahwa produksi ASI sangat dipengaruhi oleh faktor kejiwaan karena
perasaan ibu dapat menghambat atahu meningkatkan pengeluaran oksitosin, bila ibu
55

dalam keadaan tertekan, sedih, kurang percaya diri dan berbagai bentuk ketegangan
emosional dapat menurunkan produksi ASI.
Kurangnya kepedulian terhadap pentingnya praktik pemberian IMD baik dari faktor
ibu maupun tenaga kesehatan bisa menjadi salah satu penghambat pelaksanaan IMD.
Proses pelaksanaan IMD tidak terlepas dari masalah dalam pelaksanaanya (Sentana et al.,
2018). Banyak faktor yang menyebabkan tidak terlaksananya IMD, diantaranya faktor usia,
lama kerja, pengetahuan, sikap, tindakan operasi caesar, kepedulian petugas kesehatan
yang rendah serta perilaku dari keluarga yang belum mendukung ibu untuk melakukan
pemberian IMD (Dahliansyah, 2020). Oleh karena itu, keterampilan dalam menerapkan
tatalaksana IMD dengan benar sudah menjadi hal mutlak yang harus dimiliki oleh petugas
kesehatan yang menolong persalinan. Apabila petugas kesehatan tidak terampil dalam
penerapan langkah-langkah IMD kemungkinan besar IMD akan gagal dilaksanakan pasca
persalinan oleh (Adam et al.,2016).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa masih ada informan yang belum mengetahui
apa itu IMD. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Prina et al., (2019)
yang menunjukkan bahwa tidak terlaksananya IMD disebabkan oleh kurangnya pemahaman
ibu tentang IMD. Penelitian yang dilakukan oleh Wulandatika (2019) memberikan gambaran
bahwa sikap seseorang akan terbentuk akibat dari respon objek tertentu maka, apabila
seseorang ibu memiliki pengetahuan yang memadai tentang IMD maka akan direspon positif
dan sebaliknya apabila tidak memiliki pengetahuan yang baik tentang manfaat dari IMD
untuk bayinya dan dirinya maka akan cenderung memberikan respon negatif.
Kurangnya pengetahuan ibu tentang pentingnya pelaksanaan IMD dapat disebabkan
karena ibu yang kurang aktif mencari informasi mengenai pentingnya pemberian ASI
melalui inisiasi menyusui dini (Prina et al., 2019). Oleh karena itu, pentingnya peran
petugas kesehatan untuk memberikan pemahaman kepada ibu dan keluarga terkait
pentingnya pemberian ASI secara dini serta ASI eksklusif untuk perkembangan bayi dan
mencegah risiko penyakit (Rosmiati, 2020).
Dalam penelitian ini diketahui bahwa pemberian IMD di tempat penelitian belum
maksimal. Selain ASI yang tidak keluar saat hari pertama kelahiran, terdapat informan yang
tidak memberikan IMD karena mengalami pendarahan atahu komplikasi saat melahirkan
dan harus dilarikan kerumah sakit sehingga tidak memungkinkan untuk dilakukan IMD
pada anaknya. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Wulandatika (2019) yang menerangkan bahwa pelaksanaan IMD belum maksimal
dilakukan oleh semua bidan. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor yaitu penolong
persalinan tidak secara maksimal memberikan pemahaman mengenai IMD sehingga masih
56

adanya penolakan yang disampaikan oleh pasien dan keluarganya, adanya komplikasi yang
terjadi setelah persalinan dimana tidak memungkinkan bayi dilakukan IMD.
Dari hasil wawancara yang dilakukan kepada informan diketahui bahwa semua
informan memiilik pandangan yang positif mengenai pemberian IMD. Semua informan
mengatakan bahwa IMD itu penting untuk dilakukan karena baik untuk kekebalan dan
perkembangan tubuh anak. Hal ini tidak sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan
Prina et al.,(2019) yang menunjukkan bahwa hanya sebagian informan yang memiliki
sikap baik tentang IMD. Oleh sebab itu, sikap dapat mempengaruhi perilaku ibu dalam
melakukan IMD kepada bayinya.

b. Pemberian ASI Eksklusif


Selain dari hasil pengukuran BB/TB dan BB/U, kejadian stunting pada anak
juga dapat diihat dari riwayat status gizi masa lampau, seperti pemberian ASI Eksklusif
pada anak. ASI mengandung kalsium lebih banyak untuk pertumbuhan balita agar lebih
optimal, jika balita tidak mendapatkannya maka balita akan mengalami stunting, apabila
terus berlanjut maka akan memengaruhi perkembangan dan pertumbuhan balita. Hal ini
disebabkan ASI mengandung nutrisi yang sangat baik untuk kekebalan tubuh balita, jika ASI
yang diberikan kurang maka anak akan mudah terkena infeksi, jika balita sering infeksi maka
akan menyebabkan anak mengalami stunting (Saputri & Viridula, 2018).
Pada penelitian ini terdapat 4 informan tidak memberikan ASI Eksklusif kepada
anaknya. Dari hasil penelitian diketahui informan memberi susu formula sebagai pengganti
ASI karena saat hari pertama kelahiran ASI-nya belum keluar. Hasil penelitian ini sejalan
dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Elison et al., (2020) yang mengatakan bahwa
sebagian besar responden memberikan susu formula pada bayinya agar tidak menangis dan
kelaparan karena ASI tidak keluar pada sejak awal menyusui. Selain itu, alasan informan
tidak memberikan ASI Eksklusif karena ibu mengalami pendarahan saat melahirkan
sehingga ibu harus dibawa kerumah sakit dan memberikan makanan tambahan karena ASI
yang keluar sedikit sehingga tidak mencukupi kebutuhan makan anak. Serupa dengan hasil
penelitian ini hasil penelitian yang dilakukan oleh Nababan (2018) didapatkan bahwa banyak
ibu yang beralasan ASI tidak cukup dan bayi rewel terus sehingga harus diberi makanan
tambahan secepat mungkin, seperti susu formula kepada anaknya.
Pada penelitian ini tanggapan informan mengenai manfaat dan alasan memberikan
ASI Eksklusif direspon dengan positif. Menurut informan pemberian ASI itu penting untuk
kekebalan tubuh dan perkembangan anak, serta infroman mengatakan bahwa ASI itu lebih
bagus daripada susu formula. Akan tetapi sebagian informan tidak menerapkan perilaku
57

tersebut kepada anaknya karena dari hasil wawancara diketahui bahwa informan mengatakan
tidak memberikan ASI Eksklusif karena ASI yang diperoleh sedikit.
Persepsi ibu yang beranggapan ASI sedikit atahu berkurang bisa menjadi penyebab
tidak terlaksananya pemberian ASI Eksklusif. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Anggraeni & Putriningrum (2019) diketahui bahwa kegagalan pemberian ASI Eksklusif
ditemukan pada informan yang kurang percaya diri terhadap produksi ASI-nya sendiri,
dimana ibu merasa ASI-nya tidak mencukupi kebutuhan anak. Ini dapat terjadi karena ASI
yang keluar tidak banyak sehingga hal inilah yang menyebabkan ibu dan keluarga
memberikan susu formula kepada anaknya. Hal ini menandakan bahwa masih kurangnya
kesadaran ibu dalam pemberian ASI eksklusif.
Selain itu, Pemberian ASI yang tidak tepat merupakan salah satu faktor yang
berkontribusi pada kejadian stunting, dimana pola pemberian dan lamanya pemberian ASI
dapat juga sebagai faktor risiko kejadian stunting pada balita (Berhanu et al., 2018). Hal ini
dikuatkan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh (Sentana et al., 2018) dimana dari
penelitian tersebut ditemukan 11 anak mengalami stunting meskipun dilakukan pemberian
IMD saat dilahirkan. Hal ini disebabkan karena faktor lain seperti penghentian ASI secara
dini dan beralih memberikan anak susu formula sebagai makanan utama. Apabila
pemberhentian ASI dilakukan secara dini, maka anak akan kehilangan asupan gizi yang
seharusnya masih didapatkan sampai anak berusia sampai 2 tahun. Tentunya hal ini juga
dapat mengakibatkan kurangnya kebutuhan gizi anak sehingga berpeluang terjadinya
stunting.
Pemerintah Indonesia,WHO dan UNICEF merekomendasikan ASI Eksklusif
diberikan kepada anak selama 6 bulan pertama kehidupan dan diteruskan sampai anak berusia
2 tahun yang disertai dengan pemberian makanan pendamping ASI (Bappenas, 2017).
Berdasarkan rekomendasi tersebut sebagian informan sudah memiliki perilaku yang
baik karena memberikan ASI sampai umur anak 2 tahun. Sedangkan beberapa informan
lainnya tidak memberikan ASI sampai umur anak 2 tahun. Faktanya adalah terdapat
informan yang tidak memberikan ASI sampai usia anak 2 tahun karena informan
beranggapan jika ASI diberikan sampai umur 2 tahun maka akan susah untuk dilakukan
penyapihan. Hal tersebut dilakukan oleh informan karena mengikuti teman-temannya
yang rata-rata memberikan ASI hanya sampai anak berusia 1 tahun setengah. Hal ini
juga seperti yang disampaikan oleh Ervina, et al., (2019) dalam penelitiannya bahwa
keluarga, teman dan kerabat dapat mempengaruhi ibu untuk mengambil keputusan mengenai
waktu yang tepat dalam pemberian dan penyapihan ASI pada anak.
58

Dari hasil penelitian yang didapatkan maka peneliti menyimpulkan bahwa pola asuh
pemberian ASI Eksklusif pada ibu yang memiliki balita stunting di Desa Air Petai
Kecamatan Sukaraja masih kurang dimana sebagian dari balita stunting tidak mendapatkan
ASI Eksklusif. Adapun makanan yang diberikan pada anak sebelum usia 6 bulan adalah susu
formula dan bubur produk X. Sebagian informan meneruskan pemberian ASI sampai umur
anak 2 tahun sedangkan beberapa informan memberikan ASI sampai anak usia satu tahun
setengah dan 1 tahun 11 bulan.
Perilaku pemberian ASI Eksklusif memerlukan dukungan dan motivasi dari
suami, orang tua dan lingkungan sekitarnya karena selama proses enam bulan banyak
kendala yang dialami oleh ibu menyusui (Kusumayanti & Nindya, 2016). Hal ini sejalan
dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Salamah et al., (2019) bahwa ibu yang tidak
mendapatkan dukungan dari suami dalam hal pemberian ASI Eksklusif berpeluang gagal
untuk memberikan ASI Eksklusif dibandingkan dengan ibu yang didukung oleh suami.
Saran dalam penelitian ini adalah sebaiknya diberikan edukasi melibatkan keluarga ibu
karena pengaruh keluarga lebih besar daripada tenaga kesehatan.

c. Pemberian Makan Pada Balita


Permasalahan dalam pemberian makan pada bayi adalah terhentinya pemberian
ASI dan pemberian MP-ASI secara dini kepada anak (Mulyani et al., 2020). Hasil
penelitian ini menunjukkan sebagian balita sudah diberi makanan dan susu formula
sebelum anak berumur 6 bulan. Pemberian MP-ASI dan susu formula sebelum umur 6
bulan dapat menyebabkan stunting pada anak. Hal yang dilakukan oleh informan tidak
sesuai dengan rekomendasi yag dianjurkan oleh WHO yang merekomendasikan pemberian
MP-ASI pada usia genap 6 bulan sambil melanjutkan ASI sampai umur anak 24 bulan
(Sjarif et al., 2015). Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Saputri & Viridula ( 2018) yang mendapatkan bahwa balita yang mengalami stunting rata-
rata mendapatkan MP-ASI sebelum usia 6 bulan dan mendapatkan susu formula sehingga
mempengaruhi tumbuh kembangnya. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Aryani et al, (2021) yang menunjukan bahwa MP-ASI yang diberikan masih belum
sesuai dengan umur sehingga berkontribusi terhadap keragaman sumber zat gizi yang
diperoleh oleh balita.
Frekuensi pemberian makan dalam penelitian ini masih kurang baik, dimana
sebagian dari balita stunting makan dengan frekuensi 2 kali sehari. Keadaan serupa juga
digambarkan dalam penelitian yang dilakukan oleh (Sutrio & Sri Sumardilah, 2020), dimana
frekuensi makan anak yang mengalami stunting diberikan 2 kali sehari yaitu hanya pagi dan
59

sore hari. Padahal menurut Kemenkes RI (2014) dalam upaya memenuhi kebutuhan zat gizi
selama sehari dianjurkan agar anak makan secara teratur 3 kali sehari dimulai dengan sarapan
atahu makan pagi, makan siang dan makan malam. Adapun menurut Soenardi (2006) pola
makan yang seimbang atahu yang baik yaitu bila frekuensi makan 3 kali sehari atahu lebih
dan makan makanan selingan dengan jenis makanannya bergizi seimbang.
Dalam hal porsi makan yang diberikan didapatkan gambaran bahwa hampir
sebagian anak tidak menghabiskan makanan yang diberikan dan terdapat anak yang
memiliki masalah sulit makan. Padahal saat umur anak sudah diatas 2 tahun orang tua bisa
melanjutkan dengan memberikan makanan orang dewasa dengan menambahkan porsinya
menjadi satu piring dan pemberian makanan selingan sebanyak 2 kali sehari (Kemenkes RI,
2018). Ketika masuk usia 3 tahun, anak mulai bersifat ingin mandiri dan dalam memilih
makanan sudah bersikap sebagai konsumen aktif dimana anak sudah dapat memilih dan
menetukan makanan yan ingin dikonsumsinya. Pada rentang usia 3-5 tahun kerap terjadi
anak menolak makanan yang tidak disukai dan hanya memilih makanan yang disukai
sehingga perlu diperkenalkan kepada mereka beranekaragam makanan. Pada usia ini anak
sudah harus makan seperti pola makan keluarga, yaitu sarapan, makan siang, makan malam
dan 2 kali selingan. Porsi makan pada usia ini setengah dari porsi orang dewasa (Auliana,
2011).
Menurut Minantyo (2011) dalam menyusun suatu menu perlu diperhatikan
variasi makanannya. Variasi makanan tersebut meliputi variasi bahan dasar, variasi rasa,
variasi warna, variasi tekstur, serta variasi metode pengolahan. Balita lebih menyukai
makanan dalam bentuk sederhana, tidak banyak bumbu, dan diberikan pada suhu ruang.
Makanan yang baik untuk balita antara lain dalam bentuk sup, telur dadar, atahu telur
ceplok, semur, dan pudding. Berikan makanan dengan warna menarik misalnya wortel
dan tomat (Prastyo Nugraheni, 2015). Bagi masyarakat yang memiliki baduta
dianjurkan untuk memperhatikan pola makan anaknya dengan memberikan beragam
bahan makanan seperti sumber mikro nutrien serta bentuk makanan dan frekuensi
makan yang diberikan harus sesuai dengan umur anak untuk membantu tumbuh
kembang anak secara optimal terutama pada anak yang berusia 6-23 bulan (Aryani et
al., 2021).
Dalam penelitian ini diketahui bahwa menu makanan yang diberikan informan
kepada anaknya berganti-ganti setiap harinya. Hal ini tidak sejalan dengan hasil penelitian
yang dilakukan oleh Khusna (2017) subyek menilai bahwa bahan makanan yang disajikan
kurang bervariasi dikarenakan bahan makanan yang diolah pada menu hari sebelumnya sama
hanya berbeda pengolahan saja. Selain itu anak juga harus dibiasakan makan bersama
60

keluarga sedari dini agar anak dapat beradaptasi terhadap makanan keluarga dengan baik,
yakni anak dapat mengenal makanan sehari-hari dan memahami pola makan yang dilakukan
oleh orang dewasa (Khaerunnisa et al., 2019).
Hal lain yang dapat menyebabkan terjadinya stunting pada anak umur 3-5 tahun
yaitu penyiapan dan penyimpanan makanan yang kurang baik mulai dari penyajian
makan, kebersihan individu dalam menyiapkan makanan, pemasakan, dan penyimpanan
makanan yang menyebabkan kebutuhan nutrisi anak untuk tumbuh kembang sesuai
usianya tidak terpenuhi dengan baik sehingga anak mengalami status pendek dan sangat
pendek . Oleh karena itu diharapkan kepada ibu-ibu yang mempunyai anak balita usia 3-5
tahun untuk memperhatikan cara penyajian makan, pemasakan, penyimpanan, dan kebiasaan
menyimpan makanan agar tidak tercemar debu, bakteri serta memperhatikan kebersihan
anak baik ketika bermain, makan, tidur, ataupun yang lainnya (Utami et al., 2019).
Cara pengolahan makanan harus baik seperti menggunakan air yang bersih
dalam setiap pengolahan, dan mencuci tangan setiap kali hendak memegang makanan,
serta tidak bersentuhan langsung dengan makanan tetapi menggunakan peralatan seperti
penjepit makanan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menyimpan makanan
diataranya: makanan yang disimpan harus diberi tutup, tersedia tempat khusus untuk
menyimpan makanan, makanan tidak boleh disimpan dekat dengan saluran air, apabila
disimpan diruangan terbuka hendaknya tidak lebih dari 6 jam dan ditutup agar terhindar
dari serangga dan binatang lain, lemari penyimpanan sebaiknya tertutup dan tidak berada
tanpa kaki penyangga atahu dipojok ruangan karena tikus, kecoa, dan hewan lainnya akan
sangat mudah untuk menjangkaunya, terlindung dari debu, bahan kimia berbahaya,
serangga dan hewan lainnya (Depkes, 2004 dalam Sari Pakpahan, 2016).
Pengolahan dan penyimpanan makanan dalam penelitian ini sudah baik dimana
semua informan pada umumnya mengolah makanan dengan mencucinya terlebih dahulu
dengan air kemudian baru dimasak sampai matang. Sedangkan untuk penyimpanan
makanan didapatkan bahwa sebagian informan menyimpan makanan diatas meja makan
kemudian ditutup menggunakan tudung saji dan informan lainnya menyimpan makanan
di lemari/rak khusus untuk menyimpan makanan. Dalam penlitian ini peneliti
menyimpulkan bahwa perilaku pola asuh pemberian makan masih kurang dari segi
frekuensi dan porsinya. Sebagian balita makan dengan frekuensi 2 kali sehari. Padahal
frekuensi makan yang baik untuk anak adalah 3 kali sehari atahu lebih dan makan
makanan selingan dengan jenis makanan yang bergizi seimbang. Porsi makan untuk anak
tidak sesuai dengan yang dianjurkan karena terdapat anak yang sulit untuk makan.
Informan mengatakan bahwa anaknya susah makan karena anaknya susah untuk buang air
61

besar, sehingga anaknya tidak mau makan. Informan menambahkan hal ini terjadi karena
anaknya tidak suka makan sayur dan buah.
Dalam penelitian ini variasi menu makanan yang diberikan selama 2 hari
berganti-ganti baik dari bahan makanan atahupun cara pengolahannya. Pengolahan dan
penyimpanan makanan sudah baik. Informan mencuci terlebih dahulu bahan makanan
kemudian dimasak sampai matang. Untuk penyimpanan makanan sebagian informan
menyimpan makanan di atas meja makan kemudian ditutup menggunakan tudung saji,
sedangkan informan lainnya menyimpan makanan di dalam lemari makan dan ditutup.
d. Imunisasi Dasar Pada Balita
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semua anak di imunisasi dengan
lengkap tetapi masih mengalami stunting. Dalam hal ini imunisasi yang lengkap belum
tentu dapat menjamin anak terhindar dari suatu penyakit. Terdapat beberapa hal yang
dapat mempengaruhi manfaat dan efektivitas dari pemberian imunisasi seperti kualitas
vaksin yang diberikan tidak memenuhi standar atahu kurang baik. Hal ini menunjukkan
bahwa balita yang imunisasinya lengkap maupun tidak lengkap memiliki peluang yang
sama untuk mengalami stunting (Aridiyah et al., 2013).
Partisipasi ibu menimbang balita dalam penelitian ini masih kurang baik. Hanya
sebagian informan yang rutin menimbang balita ke posyandu setiap bulan dan sebagian
informan lain terlihat tidak rutin menimbang balitanya. Partisipasi ibu dalam kegiatan
posyandu dapat dilihat dari keaktifan ibu dalam pelaksanaan posyandu di luar dan di
dalam jadwal posyandu, meliputi keikutsertaan ibu dalam penimbangan anaknya ke
posyandu dan keikutsertaan ibu untuk menggerakkan masyarakat agar ikut serta dalam
kegiatan posyandu (Puspita et al., 2017).
Keterbatasan waktu merupakan kendala orang dalam mendapatkan pelayanan
kesehatan. Orang yang terlalu sibuk bekerja cenderung tidak memiliki waktu untuk
mengikuti kegiatan sosial termasuk kegiatan pemeriksaan kesehatan. Hal ini dikaitkan
dengan keterbatasan waktu ibu dalam mengikuti kegiatan posyandu sekaligus imunisasi
(Hidayah et al., 2018). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hayati Ifroh et al,
(2018) didapatkan bahwa ibu-ibu terkadang keberatan untuk datang ke posyandu
disebabkan karena kesibukan sebagai ibu rumah tangga dalam melaksanakan aktivitas
rumah tangga dan memenuhi kebutuhan harian keluarga. Semakin ibu balita tidak patuh
datang ke posyandu tiap bulan semakin sedikit informasi yang didapat tentang kesehatan
balitanya yang menyebabkan status kesehatan anak tidak terpantau sehingga status
kesehatan anak tidak optimal.
62

Untuk meningkatkan kepatuhan ibu menimbang balita setiap bulan, kader dan
petugas kesehatan dapat memberikan bimbingan dan pembinaan kepada ibu yang
mempunyai balita dengan meningkatkan fasilitas pelayanan dan kerjasama antar
petugas kesehatan serta meningkatkan kegiatan di posyandu secara terus menerus
(Manalu et al., 2019).

e. Praktik Higiene dan Kebersihan Lingkungan


Praktik higiene dan kebersihan lingkungan dalam penelitian ini meliputi
sumber air yang digunakan informan, perilaku informan dalam menjaga kebersihan
anak, tindakan sebelum memberi makan anak, tindakan yang dilakukan informan ketika
anak selesai buang air besar, pembuangan sampah dan tempat buang air besar atahu
jamban. Air merupakan kebutuhan pokok bagi setiap makhluk hidup. Selain sebagai
sumber minuman air juga sebagai penopang aktifitas lainnya. Dalam kegiatan sehari-
hari air digunakan untuk mandi, mencuci dan untuk kebutuhan lainnya (Darma Susila I
et al., 2020). Tidak tersedianya air bersih yang memenuhi standar kesehatan dapat
berpotensi menyebabkan penyakit diare (Sugiarto et al., 2019). Adapun sumber air
bersih yang digunakan dirumah tangga dianggap baik jika menggunakan salah satu dari
sumber air seperti PDAM, sumur bor/gali, atahupun mata air yang terlindungi (Sarudji,
2010). Hasil dalam penelitian ini menunjukkan seluruh informan menggunakan air
sumur untuk keperluan sehari-hari seperti memasak, mandi, mencuci pakaian dan lain-
lain. Dari hasil observasi diketahui hampir seluruh informan menggunakan sumur dengan
dengan jarak antara sumur dan tangki septik yang lebih dari 10 meter, tertutup dan jauh dari
kandang hewan dan terdapat satu informan yang belum memiliki sumur.
Kurangnya akses sanitasi merupakan salah satu penyebab terjadinya stunting
(TNP2K, 2017). Akses sanitasi rumah tangga dikatakan layak apabila fasilitas sanitasi
yang digunakan memenuhi syarat kesehatan antara lain dilengkapi dengan leher angsa,
tanki septik (septic tank)/Sistem Pengolahan Air Limbah (SPAL), yang digunakan
sendiri atahu bersama (Kemenkes RI, 2016). Hampir seluruh informan pada penelitian
ini sudah memiliki jamban. Namun, ada satu informan yang belum memiliki jamban.
Hal ini sejalan dengan hasil wawancara mendalam kepada TPG Puskesmas Babatan
yang mengatakan bahwa memang masih ada beberapa kepala keluarga yang belum
mempunyai jamban. Selain itu Desa Air Petai merupakan lokus sanitasi total berbasis
masyarakat (STBM) dengan jamban dan kesehatan lingkungannya masih kurang.
Padahal kurangnya akses sanitasi dan kebersihan lingkungan dapat menjadi penyebab
terjadinya stunting pada anak.
63

Perilaku informan dalam menjaga kebersihan lingkungan pada penelitian ini


masih tidak baik. Hal ini dapat dilihat dari hasil observasi yang telah dilakukan. Terlihat
beberapa informan tidak membersihkan kamar mandinya dengan banyaknya lumut yang
ada di penampungan air dan di lantai, WC yang terlihat kotor dan tempat penampungan
air yang dibiarkan terbuka di dalam kamar mandi. Padahal kesehatan lingkungan yang
kurang baik berpotensi menimbulkan penyakit infeksi yang akan berdampak pada
gangguan masalah gizi. Infeksi menyebabkan lambatnya pertumbuhan dan perkembangan
sedangkan anak yang memiliki riwayat penyakit infeksi memiliki peluang mengalami
stunting (Prasetyo & Asfur, 2020). Upaya yang dapat dilakukan dalam menjaga kondisi
lingkungan agar tetap bersih dapat dilakukan dengan membersihkan rumah dan halaman
secara rutin, membersihkan kamar mandi dan toilet, membersihkan saluran pembuangan
air dan menggunakan air yang bersih (Mundiatun & Daryanto, 2015).
Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat beberapa informan memiliki kandang
ternak/hewan di perkarangan rumah. Padahal kriteria sanitasi lingkungan yang sehat menurut
Hidayat & Fuada (2011) adalah bila rumah tangga tidak memelihara hewan ternak di
sekitar/di dalam rumah dan sebaliknya. Karena keberadaan hewan ternak di rumah atahu
sekitar rumah dapat menyebabkan pencemaran bakteri Seperti e-colli hal ini dapat
menyebabkan diare terutama pada anak yang tergolong rentan.
Perilaku informan dalam menjaga kebersihan diri balita sudah baik dengan
memandikanknya setiap hari sebanyak 2 kali sehari, memperhatikan makanannya, cara
bermain dan pakainnya, menggunting kuku, mencuci tangan, kaki dan muka, membantu
membukakan celana ketika mau buang air dan membersihkan kotoran ditelinga anak.
Hal ini sesuai dengan pernyataan (Astuti, 2016) yang mengatakan bahwa kegiatan untuk
menjaga kebersihan diri dapat dilakukan dengan kegiatan mandi minimal dua kali dalam
sehari yaitu pada pagi dan sore, membersihkan telinga bagian luar dan bagian belakang
telinga setiap hari dengan menggunakan lap atahu handuk pada saat mandi, perawatan gigi,
dengan menggosok gigi untuk membersihkan dari sisa-sisa makanan yang menempel pada
gigi, mencuci tangan dan kaki, dan mengganti baju anak
Faktor hygiene yaitu kebiasaan cuci tangan merupakan faktor risiko stunting
pada tingkat rumah tangga. Kementerian Kesehatan RI telah menetapkan waktu penting
untuk cuci tangan pakai sabun sehingga menjadi kebiasaan, yaitu sebelum makan, sebelum
mengolah dan menghidangkan makanan, sebelum menyusui, sebelum memberi makan
bayi/balita, sehabis buang air besar/kecil, setelah kontak dengan hewan (Kemenkes RI,
2018). Masalah lain mengenai praktik kebersihan diri yang diteliti dalam penelitian ini
adalah perilaku ibu dalam mencuci tangan sebelum memberi makan anak dan sesudah anak
64

buang air besar. Dalam penelitian ini perilaku ibu sebelum memberi makan anak dan
setelah anak buang air besar masih belum baik. Hanya satu informan yang mencuci tangan
menggunakan sabun dan air mengalir sebelum memberi makan anak dan hanya sebagian
informan yang mencuci tangan menggunakan sabun setelah selesai membersihkan anak
buang air besar. Dari hasil wawancara diketahui informan terburu-buru memberi dalam
memberi makan anak dikarenakan kesibukannya mengurus rumah tangga sehingga
informan sering tidak mencuci tangan sebelum memberi anak makan.
Padahal dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Aisah et al., (2019)
menunjukkan bahwa ibu atahu pengasuh yang tidak mencuci tangan dengan sabun setelah
melakukan BAB (Buang Air Besar) dan sebelum makan merupakan faktor risiko kejadian
stunting. Penelitian yang dilakukan oleh Soeracmad et al., (2019) menunjukkan bahwa
kebiasaan ibu atahu pengasuh anak mencuci tangan dengan sabun sebelum memberi makan
atahu setelah buang air besar dapat menurunkan 15% resiko anak terkena stunting.
Pengelolaan sampah sangat penting untuk mencapai kualitas lingkungan yang
bersih dan sehat, dengan demikian sampah harus dikelola dengan sebaik-baiknya.
Pengelolaan sampah dianggap baik jika sampah tersebut tidak menjadi tempat berkembang
biaknya bibit penyakit serta sampah tersebut tidak menjadi media perantara menyebar
luasnya suatu penyakit. Syarat lainnya yang harus terpenuhi dalam pengelolaan sampah
ialah tidak mencemari udara, air, dan tanah, tidak menimbulkan bau, tidak menimbulkan
kebakaran dan lain sebagainya (Hayat & Zayadi, 2018).
Ketersediaan tempat sampah pada suatu rumah tidak kalah pentingnya. Setiap
rumah seharusnya memiliki tempat sampah yang memadai sebelum dibuang ke
penampungan atahu sebelum dibakar. Rumah tangga yang tidak memiliki tempat sampah
biasanya memasukkan sampah ke dalam kantong plastik, karung atahu lainnya baru
kemudian dibuang. Tempat sampah yang tidak memadai dapat menjadi sarang penyakit
karena bau yang dikeluarkan dapat mengundang binatang atahu bakteri untuk berkembang
biak yang dapat menjadi sumber penyakit (Ersiyoma, 2012). Sejalan dengan teori diatas
dalam penelitian ini semua informan mengumpulkan terlebih dahulu sampahnya kemudian
dibakar. Sebagian informan membakar sampah langsung di belakang rumah. Beberapa
informan membuang dan membakar sampah di lubang tanah dan sumur bekas yang sudah
tidak digunakan.

E. Keterbatasan Penelitian
1. Observasi tidak dilakukan sampai malam hari karena faktor tempat, tetapi peneliti sudah
mendapatkan gambaran mengenai pemberian makan, penyimpanan makanan, dan
65

praktik higiene serta kebersihan lingkungan di siang hari. Observasi mengenai pemberian
makan hanya dilakukan sebanyak 2 kali karena keterbatasan waktu dalam penelitian.
2. Observasi mengenai perilaku ibu setelah anak buang air besar tidak dilakukan karena
jarak antara rumah peneliti dan rumah informan yang jauh dengan kondisi jalan kurang
mendukung serta peneliti tidak bisa datang pada waktu yang tepat karena waktu BAB
balita tidak bisa diprediksi.
3. Wawancara mengenai pemberian IMD, hanya dilakukan kepada informan utama yaitu
ibu yang memiliki balita stunting dan Kader Kesehatan Desa Air Petai.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Pelaksanaan inisiasi menyusu dini tidak diterapkan kepada seluruh balita disebabkan
sebagian informan ASI-nya belum keluar pasca persalinan dan terdapat informan yang
dilarikan ke rumah sakit karena pendarahan sehingga tidak memungkinkan untuk
dilaksanakan inisiasi menyusu dini. Terdapat 3 informan yang ASI-nya tidak keluar di hari
pertama kelahiran, dari hasil penelitian diketahui bahwa informan tidak merawat payudaranya
pada masa kehamilan dan tidak melakukan pemijatan payudara setelah melahirkan karena
informan tidak tau dan tidak mempunyai pengalaman. Selain itu, informan merasa cemas dan
takut saat awal menyusui karena baru pengalaman pertama dalam menyusui anak.
2. Pemberian ASI Eksklusif tidak diterapkan kepada seluruh balita, sebagian balita stunting
tidak diberikan ASI Eksklusif. Terdapat informan yang tidak memberikan ASI sampai usia
anak 2 tahun karena informan beranggapan jika ASI diberikan sampai umur 2 tahun maka
akan susah untuk dilakukan penyapihan. Hal tersebut dilakukan oleh informan karena
mengikuti teman-temannya yang rata-rata memberikan ASI hanya sampai anak berusia
1 tahun setengah.
3. Pengalaman informan dalam pemberian makan pada anak menunjukkan bahwa nafsu
makan anak berkurang sehingga porsi dan frekuensi makan tidak sesuai dengan yang
dianjurkan. Hal ini disebabkan karena anak yang mengalami gangguan pencernaan susah
buang air besar sehingga anak tidak mau makan. Anak mengalami susah buang air besar
karena tidak suka mengkonsumsi buah dan sayur-sayuran.
4. Pola asuh informan dalam pemberian imunisasi dasar menunjukkan seluruh informan
memberikan imunisasi dasar lengkap kepada anaknya. Namun, hanya beberapa informan
yang rutin menimbang balita ke Posyandu setiap bulan.
5. Pola asuh higiene dan kebersihan lingkungan informan menunjukkan bahwa hanya satu
informan yang mencuci tangan menggunakan sabun dan air mengalir sebelum memberi
makan anak. Dari hasil penelitian diketahui informan terburu-buru dalam memberi makan
anak karena kesibukannya mengurus rumah tangga sehingga informan sering tidak mencuci
tangan sebelum memberi anak makan. Dari hasil penelitian juga didapatkan bahwa hanya
beberapa informan yang menjaga kebersihan lingkungan rumah seperti kebersihan kamar
mandi, WC, tempat penampungan air dan kandang ternak hewan yang berada di dekat
rumah informan.

66
67

B. Saran
1. Bagi masyarakat, diharapkan suami atau keluarga bekerja sama dengan tenaga kesehatan ikut
serta memotivasi dan mendorong ibu agar memberikan IMD dan ASI Eksklusif kepada
anaknya.
2. Bagi Puskesmas, Kader Posyandu atau petugas kesehatan dapat memberikan pengetahuan
mengenai perawatan payudara dengan melakukan pemijatan payudara pada masa
kehamilan dan sesudah melahirkan untuk memperlancar keluarnya ASI serta pemberian
ASI Eksklusif, pemberian makan pada balita, praktik higiene dan kebersihan lingkungan,
dan pentingnya berkunjung ke Posyandu setiap bulan bagi anak dengan melakukan kegiatan
promosi kesehatan terutama kepada ibu hamil dan ibu menyusui.
3. Bagi peneliti lain, diharapkan peneliti selanjutnya dapat mengembangkan penelitian ini
dengan meneliti faktor yang berhubungan dengan stunting seperti lama pemberian ASI
pada balita, usia dilakukan penyapihan, frekuensi dan porsi pemberian makan, serta
keberadaan hewan peliharaan di lingkungan rumah untuk mengetahui penyebab
stunting.
DAFTAR PUSTAKA

68
69

L
A
M
P
I
R
A
N
70

PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM BAGI IBU YANG MEMILIKI BALITA


STUNTING DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BABATAN
KABUPATEN SELUMA

Tanggal wawancara:
Waktu wawancara :……… s/d ………
Karakteristik Informan
1. Nama :
2. Umur :
3. Pekerjaan :
4. Pendidikan :
5. Nama anak :
6. Umur anak :
7. Alamat :
Pertanyaan
1. Inisiasi menyusu dini (IMD)
a. Apakah ibu memberikan inisiasi menyusu dini segera setelah anak ibu dilahirkan ?
b. Menurut ibu apa manfaat pemberian inisiasi menyusui dini pada anak ? Apakah hal
tersebut penting ?
2. Pemberian ASI eksklusif
a. Makanan apa saja yang diberikan kepada anak ibu ketika usia 0-6 bulan ?
b. Berapa lama ASI diberikan pada anak ibu ?
c. Mengapa ibu memberikan/tidak memberikan ASI saja selama 6 bulan pertama usia
anak ?
3. Pemberian makan pada balita
a. Sejak umur berapa ibu memberikan makanan kepada anak ibu ?
b. Berapa banyak porsi makanan yang diberikan kepada anak ibu setiap harinya ?
c. Berapa kali anak ibu diberi makan dalam sehari ?
d. Bagaimana dengan variasi menu makanan yang diberikan sehari-hari kepada anak ibu ?
e. Bagaimana ibu mengolah dan menyajikan makanan untuk anak ?
4. Imunisasi dasar pada balita
a. Bagaimana dengan pemberian imunisasi anak ?
b. Bagaimana menurut ibu tentang pelayanan kesehatan seperti puskesmas dan posyandu,
apakah penting untuk rutin datang kesana ? mengapa ?
71

5. Praktik higiene dan sanitasi lingkungan


a. Darimana sumber air yang digunakan sehari-hari ? bagaimana keadaan air tersebut ?
b. Bagaimana upaya ibu dalam menjaga balita agar tetap bersih ?
c. Bagaimana tindakan ibu sebelum memberikan anak makan ?
d. Bagaimana tindakan ibu setelah balita buang air besar ?
e. Bagaimana cara ibu mengelola sampah?
f. Bagaimana dengan tempat buang air besar ?
72

PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM BAGI KADER POSYANDU


DI WILAYAH PUSKESMAS BABATAN KABUPATEN SELUMA

Tanggal wawancara:
Waktu Wawancara :……… s/d ………
Karakteristik Informan
1. Nama :
2. Jabatan :
3. Pendidikan :
4. Lama bekerja :
5. Alamat :
Pertanyaan
1. Bagaimana perilaku inisiasi menyusu dini di wilayah ini ?
2. Bagaimana perilaku ibu dalam pemberian ASI eksklusif di wilayah ini ?
3. Bagaimana perilaku pemberian makan pada balita di wilayah ini ?
4. Bagaimana perilaku ibu dalam imunisasi di Posyandu ini ?
5. Bagaimana penggunaan air bersih di wilayah ini ?
6. Bagaimana keadaan lingkungan/pengelolaan sampah di wilayah Posyandu ini ?
7. Bagaimana dengan penggunaan jamban sehat di wilayah ini ?
8. Masalah apa yang ditemui terkait pola asuh anak diwilayah ini ?
9. Faktor apa yang paling berpengaruh terhadap stunting yang ada di wilayah ini ?
10. Apa yang dilakukan ketika mendapatkan anak dengan status gizi buruk, untuk stunting
apakah saudara pernah mengetahuinya dan bagaimana penangannnya di wilayah ini ?
PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM BAGI TENAGA PELAKSANA GIZI
PUSKESMAS BABATAN KABUPATEN SELUMA

Tanggal wawancara:
Waktu Wawancara :……… s/d ………
Karakteristik Informan
1. Nama :
2. Jabatan :
3. Pendidikan :
4. Lama bekerja :
5. Alamat :
Pertanyaan
1. Apakah Ibu balita di wilayah kerja Puskesmas ini sering mengkonsultasikan masalah
kesehatan atau gizi anaknya ?
2. Bagaimana keadaan penggunaan air bersih di wilayah kerja Puskesmas Babatan ini?
3. Bagaimana dengan penggunaan jamban sehat di wilayah Puskesmas ini ?
4. Bagaimana perilaku ibu balita dalam melakukan pemantauan status gizi balita di wilayah
kerja Puskesmas babatan ?
5. Bagaimana perilaku ibu dalam pemberian makan di wilayah kerja Puskesmas ini ?
6. Apa yang dilakukan ketika mendapatkan anak dengan status gizi buruk atau stunting dan
bagaimana penanganannya ?
7. Apa hambatan yang dihadapi dalam pencegahan dan penurunan stunting di wilayah kerja
Puskesmas ini ?
PEDOMAN OBSERVASI
Pola Asuh Ibu yang Memiliki Balita Stunting
di Wilayah Kerja Puskesmas Babatan Kabupaten Seluma

NO. Perilaku Pengamatan Ket.


yang Diamati
1. Pemberian Komposisi makanan yang
makan pada beragam berupa makanan
balita pokok, lauk-pauk, sayuran,
buah, serta susu.
Porsi makanan yang
diberikan.
Penyimpanan makanan

2. Praktik Sumber air bersih


Higiene dan Perilaku mencuci tangan
kebersihan pakai sabun dan air mengalir
Lingkungan sebelum dan sesudah
memberi makan anak.
Perilaku mencuci tangan
menggunakan sabun dan air
mengalir setelah
membersihkan anak yang
buang air besar (BAB)
Perilaku dalam menjaga
kebersihan diri anak
Perilaku menjaga kebersihan
lingkungan
Adanya tempat pembuangan
sampah
Adanya jamban keluarga
Informed Consent

PERMOHONAN MENJADI INFORMAN

Kepada:
Calon Informan
Di Tempat
Dengan hormat,
Bersama surat ini saya sampaikan bahwa saya yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Wenti Sumiarti
NIM : P05170017-085
Pekerjaan : Mahasiswa
Bermaksud meminta izin untuk bersedia memberikan informasi melalui metode wawancara
guna melengkapi prosedur riset/studi yang berjudul “Pola Asuh Ibu yang Memiliki Balita
Stunting di Wilayah Kerja Puskesmas Babatan Kabupaten Seluma”. Peneliti menjamin
keterlibatan informan dalam penelitian ini, penelitian ini tidak akan memberikan dampak
yang merugikan dan kerahasiaan semua informasi akan dijaga dan dipergunakan sebagaimana
mestinya untuk keperluan penelitian. Segala bentuk ketidaknyamanan informan selama
penelitian berlangsung dapat diutarakan kepada peneliti, dan dapat mengundurkan diri sebagai
informan ketika penelitian masih berlangsung. Atas perhatian dan kesediaannya menjadi
informan, peneliti ucapkan terima kasih.

Bengkulu, / /
Hormat saya,

(______________________)
Informed Consent

PENJELASAN PENELITIAN BAGI INFORMAN

Judul Penelitian:

“Pola Asuh Ibu yang Memiliki Balita Stunting di Wilayah Kerja Puskesmas Babatan
Kabupaten Seluma”

Tujuan Penelitian:

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran pola asuh
ibu yang memiliki balita stunting di wilayah kerja Puskesmas Babatan Kabupaten Seluma.

Manfaat penelitian:

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran dan informasi secara mendalam
mengenai gambaran pola asuh ibu yang memiliki balita stunting di wilayah kerja Puskesmas
Babatan Kabupaten Seluma.

Keterlibatan Partisipan:

Selama penelitian ini penelitian, peneliti membutuhkan kesediaan saudara/saudari untuk


meluangkan waktu. Peneliti akan menemui anda dengan maksud:

a. Meminta anda membaca dan menandatangani lembar persetujuan partisipasi dalam


penelitian.

b. Melakukan wawancara.

c. Meminta anda untuk mendengar hasil wawancara dan memerikan pengesahan/persetujuan.

Penjelasan Prosedur:

Peneliti akan melakukan observasi, mewawancarai anda dan merekamnya. Rekaman ini akan
peneliti jaga kerahasiaanya. Dalam wawancara peneliti akan mengajukan pertanyaan kepada
anda tentang pola asuh yang meliputi perilaku pemberian makan dan pemeliharaan kesehatan
terhadap anak anda.

Jaminan Kerahasiaan:

Kerahasiaan anda akan peneliti jaga. Peneliti tidak akan menyebutkan nama anda. Peneliti
hanya akan memberikan nama samaran atau inisial. Semua informasi yang anda berikan akan
dijaga kerahasiaanya sehingga identitas anda akan tetap terlindungi. Wawancara akan direkam
dan kemudian diketik. Semua informasi menjadi rahasia peneliti. Semua informasi ini akan
dipublikasikan sebagai skripsi.

Hak Untuk Berpartisipasi Dan Mengundurkan Diri:

Anda dengan sepenuhnya bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini. Tetapi sewaktu-waktu
anda bisa menarik diri untuk tidak terlibat dalam penelitian ini. Jika ada pertanyaan anda tidak
perlu sungkan atau ragu untuk bertanya.

Kontak Peneliti: Wenti Sumiarti (082179763882)


Informed Consent
Kode informan:

INFORMED CONSENT

(PERNYATAAN PERSETUJUAN MENJADI INFORMAN)

Setelah saya membaca mengenai tujuan penelitian, prosedur penelitian dan manfaat
penelitian ini, saya mengerti bahwa pada diri saya akan dilakukan wawancara sesuai dengan
pertanyaan pada pedoman wawancara. Maka dengan ini saya yang bertanda tangan dibawah
ini:

Nama :
Umur :
Pendidikan:
Pekerjaan :
Agama :
Alamat :
Nama anak :
Umur anak:
No. Telepon :
Menyatakan setuju untuk berpartisipasi sebagai subjek penelitian ini secara sukarela dan
bebas tanpa ada paksaan, dengan catatan apabila merasa dirugikan dalam penelitian ini dalam
bentuk apapunn saya berhak membatalkan persetujuan ini.

Seluma, / / 2021

Pembuat pernyataan,

(_____________________)
CATATAN WAWANCARA Kode informan:______

Tanggal: Tempat:

Informan: Waktu : Pukul _____

Peneliti: s.d._____

___________________________________________________________________________
___________________________________________________________________________
___________________________________________________________________________
___________________________________________________________________________
___________________________________________________________________________
___________________________________________________________________________
___________________________________________________________________________
___________________________________________________________________________
___________________________________________________________________________
___________________________________________________________________________
___________________________________________________________________________
___________________________________________________________________________
___________________________________________________________________________
___________________________________________________________________________
___________________________________________________________________________
___________________________________________________________________________
___________________________________________________________________________
___________________________________________________________________________
___________________________________________________________________________
___________________________________________________________________________
___________________________________________________________________________
CATATAN OBSERVASI Kode informan:______

Tanggal: Tempat:

Pengamat : Waktu : Pukul _____

Kegiatan : s.d._____

___________________________________________________________________________
___________________________________________________________________________
___________________________________________________________________________
___________________________________________________________________________
___________________________________________________________________________
___________________________________________________________________________
___________________________________________________________________________
___________________________________________________________________________
___________________________________________________________________________
___________________________________________________________________________
___________________________________________________________________________
___________________________________________________________________________
___________________________________________________________________________
___________________________________________________________________________
___________________________________________________________________________
___________________________________________________________________________
___________________________________________________________________________
___________________________________________________________________________
___________________________________________________________________________
___________________________________________________________________________
___________________________________________________________________________
___
HASIL WAWANCARA MENDALAM

Item Informan Utama


Penelitian
WM K T SM IA NM
Pemberian Langsung dikasih Yaa, kan belum luar itu Ya langsung Iya, Aku Iya diberikan. Oh nggak, diberi susu
IMD susu, tapi nggak kan, waktu lahir belum diberikan, pas dia alhamdulillah Diletakkan di dada formula dari rumah
ini kan nggak keluar udah seminggu lahir disuruh ibaratnya udah ada adeknya. Sudah itu sakit karna kan ayuk
keluarkan ASI- baru keluar. Tapi itu bidannya letakkan di air susunya gitu ada. nyusu sendiri dia. kekurangan darah
nya nggak keluar dicoba terus dikasih dada kan adeknya. Waktu dia lahir itu kemaren jadi belum
yang pertama, air waktu udah keluar Terus dianya nyusu kan langsung dikasih langsung ngasih itu,
putih itukan susu kuning-kuningnya itu, sendiri itu. ASI dianya, nggak langsung.
bening apa tapi memang nggak diletakkan di dada Sempat minum susu
namanya itu langsung dia. Seminggu ayuk makan sendiri formula sebentar dia
dikasih itu. baru keluar. Waktu dianya dek. dihari itula.
belum keluar itu, dikasih
susu ini susu bubuk itu.

Manfaat Kalau menurut Menjaga kekebalan Untuk kekebalan Ya.. Alhamdulillah Ya mungkin (tertawa) yaa apa ya,
pemberian saya untuk tubuh paling ya, tubuh kan, supaya anaknya cepat kekebalan kali ya. biar kuat kali ya
IMD memperkuat (tertawa) nggak tau juga tubuhnya kuat tidak nanggep, kita ajarin Untuk membentuk (tertawa) nggak ini
tubuhh anak itu soalnya (tertawa). mudah sakit kan. apa-apa itu cepat dia kekebalan tubuh si saya nggak tau juga
sendiri, yaa nanggep. Kita ajarin anak (tertawa) nggak (tertawa).
penting (tertawa). apa-apa itu cepat dia tau juga sih.
nanggepnya gitu,
enak ngajarinnya.
Ibaratnya dia
langsung bisa,
ibaratnya nggak
telentang aja tidur
kayak gitu.
Makanan Susu formula kan Cuma air susu, nggak Usia 6 bulan dia Iyaa,, ASI itu pasti Belum ada, belum Kalau masih dibawah
yang waktu hari ada tambahan lain. ASI Cuma minum susu, ibaratnya, tapi berani kami. 6 bulan belum dikasih
diberikan di pertama dia lahir sama susu formula. ASI ya karena kita ditambahi bubur makanan apa-apa air
usia anak 0-6 kan ASI-nya belum berani ngasih kayak gitu nah ayuk susu itula dikasih.
bulan belum keluar, jadi dia makanan lain itu lupa-lupa ingat Iya susu formula pas
itu dikasih susu kalau masih dibawah dek, ibaratnya kan awal lahir kan ASI-nya
formula. Dikasih 6 bulan. udah lama itu belum keluar jadi
bubur apa itu, bertahun-tahun yang dikasih susu formula,
promina itu lalu. kalau ASI-nya sudah
karena ASI-nya keluar nggak lagi
nggak banyak dikasih susu formula.
keluarnya.

Lama waktu Kayaknya setahun 2 tahun, dio kan dak Dari lahir sampai Ya.. 2 tahun (mikir) ASI, ASI ekslusifnya Sampai 6 bulan, udah
pemberian setengah sudah galak kalo minum susu- umur 2 tahun. iya 2 tahun. 2 tahun kurang 1 6 bulan udah minum
ASI berhenti. susu kaleng itu. bulan. susu formula. Dikasih
ASI sampai umur 1
tahun setengah
Karna kan kalau lebih
dari 2 tahun biasanya
susah untuk misahin.
Itu aja 1 tahun
setengah ayuk susah
misahinnya makanya
memang rata-rata
ayuk-ayuknya yang
lain itu kan 1 tahun
setengah jadi ayuk
ngikutin kawan-
kawannya lah kan
karna katanya lebih
mudah lah kita ini in
gitu.
Alasan Selagi masih bisa Ya pentinglah, ini kan Yaa itu tadi untuk Ya.. menurut saya Ya, untuk manfaat Untuk kekebalan atau
memberikan/t ya, sangat penting untuk ini juga, kekebalan tubuh tadi
sih cepat nangkep kekebalan tubuh perkembangannya
idak daripada susu apa kekebalan tubuh dia biar kan. apa aja dia, apa aja itula, kekebalan mungkin ya (tertawa).
memberikan ya formula. Kalau sehat, minum susu juga dia tegak, mau tubuh kan.
ASI eksklusif kita masih bisa idak mau minum susu nerukup (nelungkup)
memberi untuk dio (tertawa) apo yang ya kalau bahasa kami
anak kita ya lebih ndak dikasih selain ASI. itu nerukup itu ya
bagus itu. (tertawa) itu tu
alhamdulillah tidak
susah gitu nah air
susu kita itu
membantu ibaratnya
untuk
perkembangannya.
Umur mulai Berapo dak, 4 Umur 6 bulan keatas Dari usia 6 bulan. Iya, ayuk itu Di umur 8 bulan dia Umur 6 bulan lebih
diberi makan bulan lah dikasih. sudah diberikan nasi tim sebenarnya lupa-lupa udah makan bubur baru ayuk kasih, apa
dia. ingat dek. Ya dikasih makan- namanya Sun. Kalo
ibaratnya adek nya makan yo sayur- belum 6 bulan belum
saja sudah umur 4 sayur cak itula. masih nyusu kita itula.
tahun kan sudah
lama. Ya,,ayuk ni
kemaren juga sakit,
sakit ini buat ayuk
nggak bisa ingat apa-
apa, tapi
alhamdulillah air
susunya terus ngalir
nggak dikasih air
susu tambahan.
Frekuensi Kalo yang ini 2 kali pagi sama sore. 3 kali, pagi siang Ya..biasanya sih 3 Tigo kali. Pagi mau. Sehari dua
pemberian (sambil menunjuk sama sore. kali, tapi ya namanya kali lah paling
makan anaknya) paling 2 anak seumur itu ndaknya walaupun
kali. Nggak mau nggak banyak. nggak rutin sehari tiga
dia, cuman pagi Ya..Cuma yaa kali.
sama sore. sesendok-sendok
nasi kek gitu nah,
tapi alhamdulillah
roti dia senang.
Porsi makan Paling ya.. Setengah mangkok itu, Sedang sih, iya Yaa satu centong Porsinyo yo cak duo Ah nggak nentu, ini
semangkok kecil itu setengah mangkok nggak banyak nasi itu kadang centong nasi kito baru mulai itu mau
itu nggak ini yang agak kecil lagi dari semangkok yang nggak habis dia. tulah, samo kadang makan. Kalo kemaren
nggak habis, ini (sambil bayi biasanya yang lauknyo ikan kadang sehari itu kadang
kadang sepucuk menunjukkan mangkok kecil itu. dikasih wortel, dio cuman sekali makan
centok itu. makan yang sedang dia senang jugo wortel kalo sekarang udah
pegang) tapi yang sama sawi. Apo yang mulai dia nggak
bulat....encer tapi udah dio ndak tula dikasih banyak dikitlah nggak
ini baru…udah umur makan. banyak makannya
setahun baru di ini agak cuman sekarang udah
nggak encer lah. mulai.
Variasi menu Ya..kadang Sayur, wortel, kentang, Ganti-ganti misalnya Belum mengikuti Porsinyo yo cak duo Kalau menunya dia ini
makanan diganti-ganti, kalo tempe, kadang ikan, wortel dicampur menu keluarga pisah centong nasi kito nggak nentu dia ini
sayur sama wortel kadang hati ayam, yaa dengan daging atau makanannya. tulah, samo kadang kalo sayur emang
gitu kan. Kadang ganti-ganti. apa gitu, tiap harinya Menunya ganti-ganti, lauknyo ikan kadang susah, paling makan-
dikasih hati kalo ganti kan takutnya yaa itula ayuk dikasih wortel, dio makan ikan lah, ayam,
ini. Jadi gant- dia bosen gitu. ibaratnya yang senang jugo wortel telor, sayur susah.
ganti kalau hari Kadang promina beli manis-manis, sama sawi. Apo yang
ini pake hati promina,, kadang dia ibaratnya sop-sop an, dio ndak tula dikasih
besok pake sayur. nggak mau kan kadang cuman tumis makan.
bosen mungkin ganti bayam kadang aja
dengan nasi tim. minta cuman goreng
tempe.

Cara Dimasak seperti Kalau cara mengolahnya Makanannya ya Ya lama, yang Masaknyo itu ya idak Ya dimasak seperti
pengolahan biasa, misalnya yaa..dicuci dulu kan apa dimasak sampai penting sampai lamo, samo cak kito biasa, kalau umurnya
makanan masak sayur yaa namanya sayur yang mateng, sampai lembut dulu biaso kito masak masih 8 bulan atau
dimasak sampai lembut gitu yaa ibaratnya masukan itula. dibawah usianya
mau dimasak itu
mateng. Sampai masaknya seperti ayamnya dulu nanti kemaren nasinya
sayurnya lunak sebelum dimasak dicuci biasa (tertawa). kalo sudah dicuci dihaluskan dulu
gitu. bersih terus baru siapkan lagi baru masukan ke sebelum makan. Kalau
bumbunya baru dimasak dalam sopnya. sekarang nggak lagi.
sampai masak.

Penyimpanan Di ini diletakkan Yaa disimpan dimeja Yaa.. disimpen Disimpen dalam Ya disimpan di Diletakkan aja di
makanan diatas meja kan terus ditutup (tertawa) diwadah terus lemari yang khusus lemari makan terus meja terus ditutup
udah tu ditutup gitu aja udah. diletakkan dimeja untuk tempat-tempat ditutup (tertawa). kan sama tudung saji
sama tudung saji piring itu kan ada
makan, ditutup pake itu (tertawa).
nya, kan biar tempat nyimpan
nggak ada lalat tudung saji itu. makanannya, yaa
hinggap gitu istilahnya tertutup
istilahnya. dek biar nggak ada
kucing atau lalat
yang hinggap gitu
dek.
Kunjungan Oh, sangat Penting, sangat penting Sangat penting untuk Ya, kalau kami disini Itu penting mbak Ya, pentinglah karena
ke Posyandu penting, kalo karena ini kan kalo kita mengetahui sih ibaratnya sebulan soalnyo karno ngapo kan biar tau naik apa
sekali kita nggak ini.. apa ke posyandu perkembangan sekali ibaratnya kami disitu kan kito tau nggak tingginya gitu.
ke Posyandu kan jadi tau balitanya. Biar tau wajib kami pergi. cakmano tumbuh gizi Makanya tiap ini
nggak tau kita perkembangan anak. kita kalau dia Tapi, ya ayuk dulu anak tu, ibarat Posyandu sekarang dia
keadaan anak. Berat badannya juga. berkembang dengan jarang dek dulu ayuk katonyo berkurang kan udah lama ini
Kayak benar atau tidak. sakit ya..gimana ya. timbangan atau tidak nggak suntik lagi
ketinggalan aja Kalau dulu mamak kito kan harus perlu sudah selesai kan
gitu. yang bawaknya. Ada tau sampe 5 tahun. suntiknya. Selesai
dulu berapa bulan Itu aku juga dak disuntik tapi tetap
ayuk nggak pergi, pernah libur ayuk bawa cuman
berapa bulan yang Posyandu tu takutnyo pengen tau naik apa
nggak pergi karena cak itula. nggak berat badannya.
lagi sakit-sakitan.
Pemberian Untuk imunisasi, Imunisasi terus dia, kita imunisasinya Ya, kalau dari bidan Lengkap, Imunisasi nya lengkap
imunisasi ya.. rutin kalau waktu nya alhamdulilah kalo dari apa itu alhamdulillah kita imunisasi terus.
dasar (tertawa) rutin imunisasi yaa imunisasi. lengkap. Kemarin wajib itu, 2 tahun itu lengkap. Kalau ke Posyandu
saya bawa dia ke terakhir pas umur 2 wajib ibaratnya dia terus sampai sekarang
imunisasi. Kita tahun, campak. itu dapat imunisasi ke Posyandu.
imunisasinya semuanya itu sampai
diimunisasi campak-campak itu
semua wajib semua,
ya..istilahnya alhhamdulillah dia
kalau ada jadwal dapat.
imunisasi kita
imunisasi
(tertawa).
Sumber air Dari Sumur Sumber air kita ada Dari Sumur bor. Iya kalau jujur dek Kami air sumur bor. Sumur Bor pemerintah
sumur, itu sumurnya ada ayuk belum punya tapi nyambung.
disamping (sambil sumur ya dirumah ini
menunjuk ke arah ayuk minta sama
samping rumah). Kalau mamak disebelah,
ambil airnya pake mesin kalo airnya ya
air. dibawak kesini kalo
mau ambil air
ngangkut, masuk
ember baru masak
dirumah.
Menjaga Yaa, ditengok Ya, mandi, cuci tangan, Ya, ini paling mandi Ya mandi, ya Ya, gunting-gunting Ya, kayak ginilah
kebersihan dari ini nya, cuci kaki, itu aja sama kan pakaiannya ibaratnya pagi-pagi kuku, bersihkan mandi rutin pagi sore
anak makannya, cara kuku nya di potong biar dicuci bersih bangun cuci muka ya telinga kadang, tetap mandi emang
bermainnya kan bersih kan. makanannya harus ibaratnya dibangunin pokoknyo dibersih- tetap kalau mandi.
pakaian, ya ini bergizi. cuci muka ya terus bersihkan tula.
namanya anak- kalo kencing Mandi terus 3 kali
anak kadang celananya buka gitu. sehari mandinyo
mainnya kan anaknyo lah besak ni
kayak gini, ya main kotor mandi
kadang dari lagi.
makannya itula.
Tindakan Ya dicuci..nggak Cuci tangan. Cuci tangan, anaknya Ya cuci pakai tangan Yo cuci tangan dulu, Kadang kalau ingat
sebelum pakai sabun kita suruh cuci ayuk, cuci pakai air aku cuci tangan samo cuci tangan kadang
memberi tangannya. tangan juga takutnya udah itu pakai dio jugo cuci tangan. nggak, apalagi kalo
makan Kadang dicuci kan pas kita nyuapin sabun,..kalau dia sih kita udah buru-buru
kalo ini, kadang dia megang mulut, ngga disiram aja kan (tertawa).
yaa..namanya kan sering kita pakai air.
juga ibu-ibu idak nyuapin dia nya suka
ini kan. megang-megang
mulut.
Tindakan Dicuci, Dicuci pake air, habis Ya,,dicebok. Ya cuci pakai tangan Ya di WC, nyo dari Iya cuci langsung di
setelah anak dibersihkan itu di lap dikeringkan. Menceboknya pakai ayuk, cuci pakai air umur setahun aja cuci pakai sabun.
BAB sampai bersih di sabun. udah itu pakai emang lah dak lagi di
sabun,..kalau dia sih pampers ajo dio risih
sabun juga
ngga disiram aja ndak mising ndak
tangannya. pakai air. kencing idak mau
dio. Kalo dio BAB
yo dicuci,
dibersihkan.
Pembuangan Ada lubang Dibakar, langsung Kita bikin tempat Ya, dibakar itu Kami buang dalam Bakar dibelakang ini
sampah sampah, dibakar dibakar, ada tempat sampah dibelakang, tempat sumur, udah itu lah (menunjuk), kalo
kan. sampah itu tanah yang kalau ini kan dibakar. pembakarannya dibakar. Bekas udah banyak dibakar
dilobang. (menunjuk kearah sumur yang idak di belakang.
tempat membakar make tu kan biar idak
sampah), digabung beserak.
aja sama sawit, apa
sampah sawit itu
dibakar juga. Nggak
beserak ayuk
alhamdulillah dek
ayuk orangnya
ibaratnya pembersih
juga. Nggak
namanya nyerak-
nyerak sampah itu
nggak.
Tempat BAB Ada WC-ny Yaa.. di WC (tertawa). Buang air besarnya Kalau buang air Ya di WC, nyo dari Di WC
ya di WC (tertawa). besar ini ayuk jujur umur setahun aja
ya dek WC nya emang lah dak lagi di
belum ada, kalo pampers ajo dio risih
buang air dibelakang ndak mising ndak
buat buat apa itu kencing idak mau
tempat kencing, ayuk dio. Kalo dio BAB
masih numpang WC- yo dicuci,
nya sama mamak. dibersihkan.
INFORMAN PENDUKUNG

Item penelitian Kader Posyandu Desa Air Petai (S)


Perilaku Insiasi Kita sebagai kader selalu mengarahkan kepada orang tua untuk
Menyusu Dini perbaiki gizi, pola makan anak, kalau untuk inisiasi menyusu dini
sudah banyak diterapkan.
Pemberian ASI Kalau ASI eksklusif ya,..kadang Cuma beberapa disini ASI
Eksklusif eksklusif itu, kebanyakan yang sudah diberi makanan. Cuma
ada beberapa orang gitu.

Variasi Menu Makan Untuk makan bervariasi karena memang sudah kebanyakan sih ibu-
ibu sekarang sudah mengerti ya, mengenai makanan yang bergizi.
Jadi sudah bervariasi semua.
Imunisasi Rutin, disini aktif rutin ya. Semua disini balita, ibu hamil, menyusui
itu aktif.
Sumber Air Bersih Disini semua air sumur Bor.
Keadaan lingkungan Yaa disini lingkungannya karena mayoritas warganya banyak yang
ternak hewan ya terutama sapi jadi lingkungannya, apa kotoran sapi
nya itu banyak yang di jalan-jalan raya itu. Karena kan sapi nya
kalau siang dilepas kalo sore baru warga nya ngangon sapi
dimasukin kekandang. Kalau sampah nggak ya, paling sampah itu
ada dikit-dikit selokan itu.
Pengelolaan Sampah Sampah,.ada yang dibakar, ada yang dilubang. Kita banyak yang
dilubang atau dibakar.
Jamban Jamban itu jamban sudah permanen cuma ada beberapa yang belum
punya juga masih WC cemplung ada beberapa.
Kendala dalam Kendalanya sih selama ini nggak. Kita bekerja sama dengan petugas
pencegahan dan kesehatan sama bidan-bidan desa. Kendala belum ada (tertawa).
penanganan stunting
Penanganan balita Kita memberikan pengarahan, ada makanan tambahan dari
stunting Posyandu, dari desa ada susu, makanan.
INFORMAN PENDUKUNG

Item Penelitian TPG Puskesmas Babatan (HL)


Perilaku Untuk yang stunting biasanya dia kan perdesa, biasanya anak itu
berkunjung ke kalau memang dia stunting lokus kita lokus desa stunting ya
Puskesmas dan memang dasar lokus itu dia konsultasinya ada pas kita posyandu
Posyandu biasanya anak-anak dia kesana ada juga konsultasi gizi dari Desa
pihak Desa dia ada inisiatif selain misalnya Ibu boleh tanya
sendiri pihak Desa juga kira-kira untuk intervensi anak yang sakit
ini apa.. ada dari Desa selain dari ibu balitanya.

Sumber air bersih Kalau untuk penggunaan air bersih, sebagian sudah
menggunakan air sumur ada juga warga yang menggunakan air
PAM.
Jamban Belum, masih ada beberapa warga yang belum mempunyai
jamban terus untuk sanitasi dan juga keslingnya itu juga kurang.
Air Petai jamban sama kesling juga kurang, dia lokus stbm juga
jamban kesling nya juga agak kurang karena rata-rata lokus stbm
biasanya diikuti dengan lokus stunting karena memang
berhubungan dia itu.
Perilaku pemberian Yaa, kalau pemberian makan kayaknya biasa aja. Cuma mungkin
makan karena sanitasi lingkungannya kurang bersih walaupun misalnya
bahan makanannya yang dikasih itu bagus kebersihannya kurang
masih tetap, dia kan berhubungan antara gizi, pemberian makan
dan sanitasi lingkungan kan (tertawa).
Penanganan balita Stunting biasanya.. kalau anak 2 tahun kan masih bisa kita
stunting intervensi kalau di atas 2 tahun dari pola makan itulah pola
makan, sanitasi yang harus ditingkatkan, jambannya harus ada.
Itu cara penanganannya kemudian kita akan melakukan
monitoring perkembangan status gizi anak tersebut kemudian
diberikan MP-ASI yaa seperti itulah (tertawa).

Hambatan dalam Kalau hambatan sejauh ini belum ada ya.. paling kan ada dua
pencegahan dan lokus stunting Desa Air Petai dan Kuti Agung kan nah kalau di
penanganan Desa Kuti Agung tadi yaitu itu apa wilayah desanya itu kan ada
stunting blok-bloknya itu jauh terus sulit terjangkau, akses kesana pun
susah jalannya hutan semua terus yaa..kalau mau tau datanglah
ke Desa Kuti Agung itu. Nah kalau yang di Desa Air Petai nggak
ada kendalanya cuman masuk dari jalan raya itu masuk kita 15
menit. Untuk warganya Ibu balitanya aktif posyandu, aktif ya jadi
kalau sekarang belum ada kendalanya (tersenyum).
KATEGORI DATA
HASIL OBSERVASI
POLA ASUH PENGAMATAN KETERANGAN KESIMPULAN

WM K T SM IA NM
Pemberian Komposisi Dari hasil Dari hasil Berdasarkan Dari hasil observasi Dari hasil Dari hasil Selama dua hari
makan pada makanan yang observasi observasi hasil observasi observasi diketahui
yang dilakukan observasi observasi
balita beragam berupa selama dua selama 2 hari selama dua hari bahwa menu makanan
makanan pokok, hari berturut- berturut-turt berturut-turut kepada informan selama dua hari selama 2 hari yang diberikan
lauk-pauk, turut diketahui diketahui diketahui bahwa informan kepada
mengenai variasi berturut-turut berturut-turut
sayuran, buah, bahwa menu bahwa menu menu makanan anaknya berganti-ganti
serta susu. makan yang makanan yang yang diberikan menu makanan diketahui bahwa diketahui bahwa dimana untuk observasi
diberikan diberikan diganti-ganti informan 1 menu makan
yang diberikan menu makanan menu makanan
berganti-ganti kepada dimana pada pada observasi pertama
diamana pada informan hari observasi kepada anaknya yang digunakan yang diberikan adalah ikan goreng
hari pertama berganti-ganti pertama anak sedangkan pada hari
sebanyak 2 hari berganti-ganti informan
anak dimana pada diberikan menu kedua menu makanan
diberikan hari pertama hati ampela berturut-turut dimana pada berganti-ganti anak adalah sayur
menu ikan anak pada hari kedua bayam dan tempe
menunjukkan hari pertama dimana pada
goreng dan diberikan lauk anak diberikan goreng, informan 2 hari
hari kedua telur mata sop ayam. bahwa menu anak diberikan hari pertama pertama telur mata sapi
anak sapi, pada hari dan hari kedua sayur
makanan yang menu sayur sop, informan
diberikan kedua anak sop dan tempe goreng,
sayur bayam diberikan diberikan berganti- hari kedua anak memberikan informan 3 hari pertama
dan tempe sayur sop hati ampela hari kedua
ganti dimana pada diberi telur lauk telur pada
goreng. serta tahu dan sop ayam, informan 4
tempe goreng. observasi hari ceplok. saat makan hari pertama sop ayam
dan hari kedua tempe
pertama menu siang dan untuk
goreng dan sayur
makan siang anak hari kedua wortel, informan 5 hari
pertama sayur sop dan
adalah sop ayam informan
hari kedua telur ceplok,
dan untuk hari memberikan informan 6 hari pertama
telur dan hari kedua
kedua menu sayur sop.
sayur sop.
makanan adalah
tempe goreng dan
sayur wortel.
Porsi makanan Porsi makan Porsi makan Porsi makan Dari hasil observasi Porsi makan Porsi makan Hasil observasi
yang diberikan. yang yang
yang diberikan didapatkan bahwa yang diberikan yang diberikan menunjukkan bahwa
diberikan diberikan
pada saat sebanyak 1 pada saat makan porsi makan yang pada saat makan pada saat makan porsi makanan yang
makan pucuk centong
sebenyak 1 diberikan pada saat sebanyak 2 sebanyak 1 diberikan informan yaitu
sebenyak 1 nasi
centong nasi pucuk centong anak makan yaitu centong nasi centong nasi pada informan 1,3, 4 dan
nasi sebenyak 1 centong dimana 6 sebanyak 1 centong
nasi. makanan nasi, sedangkan
tersebut tidak informan 2 sebanyak 1
habis dimakan pucuk centong nasi dan
oleh anak informan 5 sebanyak 2
informan. centong nasi. Dari hasil
observasi diketahui
bahwa terdapat 1 anak
yang sulit makan. Ketika
makan anak tersebut
diberikan 1 centong nasi
oleh informan. Namun,
anak hanya makan tidak

lebih dari 6 suap.


Penyimpanan Dari hasil Dari hasil Dari hasil Dari hasil observasi Berdasarkan Dari observasi Dari observasi diketahui
observasi observasi observasi sebanyak 4 informan
makanan menunjukkan hasil observasi diketahui
informan diketahui diketahui bahwa menyimpan makanan
menyimpan bahwa informan bahwa informan diketahui bahwa informan mereka di atas meja
makanan informan menyimpan makan kemudian
menyimpan informan menyimpan
diatas meja menyimpan makanan diatas ditutup menggunakan
dan tertutup makanan meja kemudian makanannya di menyimpan makanan di atas tudung saji, sedangkan
dengan diatas meja ditutup 2 informan lainnya
dalam lemari makan makanan mej yang
tudung saji. dan tertutup. menggunakan menyimpan makanan di
tudung saji. yang tertutup. didalam lemari ditutuo dengan dalam lemari makan
dan ditutup.
dan ditutup. tudung saji.

Sumber air bersih Sumber air Dari hasil Sumber air yang Dari hasil observasi Berdasarkan Sumber air yang Dari hasil observasi
berasal dari observasi digunakan informan hasil observasi digunakam diketahui bahwa 4
air sumur yang berasal dari air informan menggunakan
memperoleh air sumber air yang informan
yang dilakukan sumur yang sumber air yang berasal
ditampung di diketahui ditampung bersih dari sumur digunakan berasal dari air dari sumur, 1 informan
tempat bahwa sumber didalan tedmon memperoleh air dari
ibu informan yang informan sumur bor dari
penampungan air yang air. sumur bor buatan
air (tedmon digunakan letaknya berasal dari air pemerintah. pemerintah, dan 1
air). informan informan memperoleh
bersebelahan sumur yang
berasal dari air dari sumur ibunya
air sumur. dengan rumah dipompa dengan yang kebetulan
rumahnya bersebelahan
informan. Untuk mesin air dan
karena informan belum
kebutuhan air bersih ditampung memiliki sumur.
informan membawa didalam ember
air dari rumah air.
ibunya
menggunakan
ember kemudian air
tersebut yang
digunakan untuk
keperluan memasak
mandi dan buang air
besar.
Higiene dan Perilaku mencuci Dari hasil Berdasarkan Dari hasil Hasil observasi Berdasarkan Sebelum Dari observasi diketahui
sanitasi tangan pakai observasi hasil observasi bahwa 3 informan tidak
menunjukkan hasil observasi memberi makan
Lingkungan sabun dan air diketahui observasi sebelum mencuci tangan terlebih
mengalir sebelum bahwa sebelum memberi makan bahwa informan informan anak informan dahulu ketika ingin
dan sesudah sebelum informan anaknya memberi makan
tidak mencuci mencuci tangan tidak mencuci
memberi makan memberi anak memberikan informan anaknya saat observasi
anak. makan makan pada mencuci tangan sebelum menggunakan tangan. Ketiks diketahui anaknya
informan anaknya, terlebih dahulu makan sendiri
memberi makan sabun dengan ditany
tidak mencuci informan tangannya dan menggunakan sendok, 2
tangan mencuci tangan anaknya anak, hal itu karena air terlebih alasannya infroman mencucui
terlebih tangannya dan akan tetapi tidak tangan akan tetapi tidak
anak makan dengan dahulu sebelum karena saat itu
dahulu, mecuci tangan menggunakan menggunakan sabun
alasannyya anaknya sabun. sendirinya memberi makan anak makan dan 1 informan lagi
karena anak terlebih mencuci tangan
menggunakan anak. sendiri
mau makan dahulu akan menggunakan air
sendiri tetapi tidak sendok. menggunakan mengalir dan sabun
menggunakan menggunakan sebelum memberi anak
sendok.
sendok. sabun. makan.
Perilaku mencuci Keterbatasan Keterbatasan Keterbatasan Keterbatasan Keterbatasan Keterbatasan Keterbatasan penelitian
tangan penelitian
penelitian penelitian penelitian penelitian penelitian
menggunakan
sabun dan air
mengalir setelah
membersihkan
anak yang buang
air besar (BAB)

Perilaku menjaga Hasil Hasil Hasil observasi Hasil observasi Hasil observasi Hasil observasi Dari hasiil observasi
kebersihan diri
observasi observasi menunjukkan menunjukkan menunjukkan menunjukkan diketahui bahwa semua
anak
menunjukkan menunjukkan bahwa anak bahwa anak bahwa anak bahwa anak informan menjaga
bahwa anak bahwa anak dimandikan dimandikan pagi dimandikan dimandikan kebersihan diri anak
dimandikan dimandikan pagi dan sore dan sore hari, kuku pagi dan sore pagi dan sore dengan cara yang sama
pagi dan sore pagi dan sore hari, kuku anak anak di potong hari, kuku anak hari, kuku anak yaitu dengan
hari, kuku hari, kuku di potong pendek dan bersih, di potong di potong memandikan anak pada
anak di anak di pendek dan pakaian anak pendek dan pendek dan pagi dan sore hari,
potong potong bersih, pakaian terlihat bersih, bersih, pakaian bersih, pakaian kuku anak di potong
pendek dan pendek dan anak terlihat telinga anak anak terlihat anak terlihat pendek dan bersih,
bersih, bersih, bersih, telinga dibersihkan. bersih, telinga bersih, telinga pakaian anak terlihat
pakaian anak pakaian anak anak anak anak bersih, telinga anak
terlihat bersih, terlihat bersih, dibersihkan. dibersihkan. dibersihkan. dibersihkan.
telinga anak telinga anak
dibersihkan. dibersihkan.

Adanya jamban Dari hasil Dari hasil Dari hasil Dari hasil observasi Berdasarkan Dari hasil Dari hasil observasi
keluarga observasi observasi penelitian informan masil observasi diketahui bahwa 5
hasil observasi
informan informan diketahui bahwa belum mempunyai informan informan memiliki
memiliki sudah informan jamban, untuk informan memiliki jamban dan 1 informan
jamban untuk memiliki memiliki buang air informan jamban. belum memiliki jamban
mempunyai
keperluan jamban untuk jamban untuk masih menumpang dimana untuk keperluan
BAB dan keperluan BAB dan BAK. di WC milik orang jamban untuk BAB dan BAK nya
BAK. BAB dan tuanya, yang informan menupang ke
keperluan BAB
BAK rumahnya dan BAK rumah ibunya yang
bersebelahan rumahnya bersebelahan
dengan rumah dengan rumah
informan. informan.
Adanya tempat Sampah Sampah Dari hasil Hasil observasi Dari hasil Dari hasil Dari observasi diketahui
pembuangan dibuang di dibuang ke observasi bahwa 2 informan
observasi menunjukkan observasi
sampah lubang tanah dalam lubang informan membuang sampah ke
yang dibuat tanah dan informan bahwa informan diketahui bahwa terdapat tempat dalam lubang tanah dan
untuk tempat kemudian pembuangan kemudian dibakar, 3
membuang dan langsung informan
membuang dibakar. sampah yang informan membuang
dan membakar membuang sampah membuang dan berada sampah di belakang
membakar dibelakang rumah dan samping
sampah di dan membakarnya membakar
sampah. rumah rumah dan
halaman di halaman samping sampah dibekas informan. membakarnya, dan 1
informan lainnya
belakang rumah. sumur yang
membuang sampah di
rumahnya. sudah lama bekasa sumur yang
sudah tidak digunakan
tidak terpakai.
dan dibakar.
HASIL TELAAH BUKU KIA

INFORMAN KETERANGAN

INFORMAN WM

Dari hasil telaah dokumen


diketahui bahwa informan
WM memberikan imunisasi
lengkap dan rutin berkujung
ke Posyandu.
INFORMAN K

Dari hasil telaah dokumen


informan K memberikan
imunisasi lengkap, akan
tetapi informan tidak
berkunjung secara rutin ke
Posyandu hal ini bisa dilihat
dari jadwal kunjungan.
INFORMAN T

Dari hasil telaah dokumen


informan T memberikan
imunisasi lengkap, akan
tetapi informan tidak
berkunjung secara rutin ke
Posyandu hal ini bisa dilihat
dari jadwal kunjungan.
INFORMAN SM

Dari hasil telaah dokumen


informan SM memberikan
imunisasi lengkap, akan
tetapi informan tidak
berkunjung secara rutin ke
Posyandu hal ini bisa dilihat
dari jadwal kunjungan.
INFORMAN IA

Dari hasil telaah dokumen


informan IA memberikan
imunisasi lengkap, akan
tetapi terdapat satu kali
informan tidak melakukan
kunjungan ke Posyandu.

INFORMAN NM

Dari hasil telaah dokumen


informan NM memberikan
imunisasi lengkap, akan
tetapi terdapat satu kali
informan tidak melakukan
kunjungan ke Posyandu.
DOKUMENTASI KEGIATAN

KEGIATAN KETERANGAN

Perjalanan menuju Desa Air Petai


Kecamatan Sukaraja Kabupaten Seluma

Wawancara kepada informan utama (K)

Wawancara kepada informan utama (T)


KEGIATAN KETERANGAN

Wawancara kepada informan utama (SM)

Wawancara kepada informan utama (IA)

Wawancara kepada informan utama (SW)


KEGIATAN KETERANGAN

Wawancara kepada informan utama (NM)

Wawancara kepada informan pendukung


(Kader Posyandu Desa Air Petai)

Wawancara kepada informan pendukung


(TPG Puskesmas Babatan)
KEGIATAN KETERANGAN

Observasi pemberian makan pada anak

Observasi pemberian makan pada anak

Observasi pemberian makan pada anak


KEGIATAN KETERANGAN

Observasi penyimpanan makanan

Observasi penyimpanan makanan

Observasi sumber air yang digunakan


informan
KEGIATAN KETERANGAN

Observasi perilaku mencuci tangan


sebelum memberi anak makan

Observasi jamban yang digunakan


informan

Observasi jamban yang digunakan


informan
KEGIATAN KETERANGAN

Observasi tempat informan menyimpan air

Observasi kandang peliharaan hewan


(ayam) di dekat rumah informan

Observasi kandang peliharaan hewan


(sapi) di dekat rumah informan
KEGIATAN KETERANGAN

Observasi tempat pembuangan dan


pembakaran sampah

Observasi tempat pembuangan dan


pembakaran sampah

Anda mungkin juga menyukai