Anda di halaman 1dari 10

TUGAS PEREKONOMIAN INDONESIA

KONDISI SEKTOR PARIWISATA DAN EKONOMI MASYARAKAT BALI PASCA


PANDEMI COVID19

OLEH :

NAMA : LUH KOMANG PURNAMA SARI

NIM : 1902022271

KELAS : III A AKUNTANSI EKSEKUTIF

UNIVERSITAS HINDU INDONESIA

TAHUN AJARAN 2020/2021

FAKULTAS EKONOMI BISNIS DAN PARIWISATA


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Wabah virus COVID-19 (coronavirus disease 2019) adalah penyakit yang disebabkan
oleh jenis coronavirus baru yaitu Sars-CoV-2, yang dilaporkan pertama kali di Wuhan
Tiongkok pada tanggal 31 Desember 2019. tidak hanya merugikan sisi kesehatan.
Virus ini bahkan turut mempengaruhi perekonomian negara-negara di seluruh dunia,
tak terkecuali Indonesia. Kehadiran virus corona telah membuat situasi ekonomi di
seluruh dunia memburuk. Sebagai daerah yang menjadikan pariwisata sebagai
sumber utama ekonomi, Bali mengalami pukulan sangat berat dari pandemi virus
corona. Guru Besar Ilmu Pariwisata Universitas Udayana, Bali, I Gde Pitana mencatat,
setiap kali sektor wisata kolaps, ekonomi provinsi itu secara otomatis terpuruk. Bak
layangan di tengah badai mungkin istilah yang tepat menggambarkan kondisi pelaku
usaha pariwisata di Bali kini. Mereka harus banting setir guna cukupi kebutuhan hidup
selama pandemi, bahkan ada yang harus menganggur.

1.2 Rumusan Masalah


• Bagaimana kondisi pariwisata bali setelah pandemi covid-19?
• Bagaimana kondisi ekonomi atau keuangan masyarakat?
• Bagaimana upaya dan kebijakan yang di ambil pemerintah ?

1.3 Tujuan
Untuk mengetahui dampak covid-19 terhadap perekonomian masyarakat bali dan
kondisi sektor pariwisata bali serta kebijakan yang di ambil pemerintah.
BAB II
PEMBAHASAN

❖ Kondisi sektor pariwisata bali

1. Ditutupnya Berbagai Tempat Wisata


Meningkatnya kasus virus corona di Indonesia membuat pemerintah harus
mencari cara untuk menghentikan laju penyebaran virus itu, salah satu caranya
adalah menutup tempat wisata. Di Bali peraturan ini dilakukan dengan ketat,
mengingat Bali merupakan tempat berkumpulnya para wisatawan dari
mancanegara. Para pengelola mau tidak mau harus mengikuti peraturan ini
demi keselamatan karyawan maupun wisatawannya. Wisata Pantai sebagai
salah satu tempat yang paling diminati wisatawan asing di Bali ditutup total. Hal
ini juga terjadi pada tempat wisata lainnya seperti Pantai Kuta, Pura Ulun Danu,
Desa Jatiluwih, Wanagiri, Bali Zoo, dan banyak lainnya.
2. Sepinya jumlah wisatawan
Sektor pariwisata jadi salah satu sektor yang paling terpukul karena pandemi.
Sempat ditutup untuk kunjungan wisatawan, Bali telah membuka kedatangan
wisawatan domestik sejak 31 Juli lalu. Tetapi Pulau Dewata itu masih
tertutup bagi wisatawan mancanegara (wisman), yang biasanya paling banyak
menghamburkan uang selama berlibur di sana. Bali yang digadang-gadang
akan membuka gerbangnya bagi wisman pada 11 September mendatang,
akhirnya urung melakukan hal tersebut. Pemerintah beralasan masih terus
mengevaluasi situasi dan kondisi penyebaran virus corona terkait dibukanya
kunjungan pariwisata bagi wisman.
3. Meredupnya Popularitas Tempat Wisata Baru
Bagi tempat wisata Bali yang masih baru saja mulai merintis, covid-19 begitu
memberikan dampak yang sangat besar. Bagaimana tidak? Popularitas yang
sedang mulai dibangun hancur seketika dengan adanya covid-19 ini. Saat ini
mereka hanya berharap kepada pemerintah untuk membantu menaikan lagi
eksistensi yang sudah mereka bangun sebelum adanya pandemi.

❖ Dampak yang di rasakan masyarakat di masa pandemi


Pemberhentian Karyawan

Dampak pandemi covid-19 begitu besar, di industri wisata Bali hal ini membuat banyak
karyawan yang bekerja di tempat wisata harus diberhentikan. Para pemilik atau
pengelola tempat wisata mau tidak mau harus mengurangi pengeluaran uang yang
berlebihan, maka dari itu salah satu cara yang dipilih adalah memberhentikan para
pekerja. Menurut beberapa sumber, di Bali ada ratusan hingga ribuan pekerja yang
diberhentikan, beberapa diantaranya ada yang hanya di rumahkan saja. Namun tetap
saja, adanya pandemi virus covid-19 semakin menambah angka pengangguran di
Indonesia.

Ekonomi Masyarakat yang Terganggu

Bali merupakan salah satu tujuan para wisatawan lokal sampai asing, tidak heran jika
banyak masyarakatnya yang memanfaatkan kesempatan itu untuk bekerja atau
berwirausaha di berbagai tempat wisata. Namun, di masa pandemi corona dan
ditutupnya sementara semua tempat wisata Bali membuat masyarakat sementara
harus beralih usaha. Padahal beberapa lapisan masyarakat di Bali sangat bergantung
pada kunjungan dari para wisatawan. Salah satu tempat wisata yang banyak dijadikan
untuk mencari penghasilan adalah pantai. Disana masyarakat yang membuka jasa
penyewaan barang, menjual souvenir, jasa pijat atau usaha lainnya terpaksa harus
gigit jari karena keadaan yang tak kunjung membaik.

Berdasarkan pengamatan yang di lakukan sebagian besar masyrakat desa padangbai


menjadi pedagang asongan yang menjajakan dagangannya untuk para wisatawan
yang akan menyebrang ke pulau gili dan pulau lainnya. Semenjak adanya pandemi
covid-19 dengan di tutupnya penerbangan internasional para pedagang asongan
sangat merasakan dampak buruk akibat pandemi tersebut. Hal tersebut di karenakan
tidak ada lagi wisatawan yang akan menyebrang ke pulau gili dan untuk sekedar jalan
jalan di desa tersebut. Salah satu pegadang asongan tersebut bernama Ni Wayan
Yuni Pariani mengatakan kesulitan ekonomi sangat di rasakan pada periode
september sampai november dimana tabungan mulai habis untuk kehidupan sehari
hari. kesulitan ekonomi ini bukan hanya karena ia berhenti menjadi pedagang
asongan tetapi suaminya yang awalnya bekerja di fastboat untuk penyebrangan ke
gili harus di rumahkan dan anaknya yang awalnya bekerja di hotel padangbai juga di
rumahkan sehingga memang tidak ada penghasilan yang menetap setiap bulannya.
Kesulitan ekonomi tidak hanya di rasakan oleh Ni Wayan Yuni saja melainkan semua
pedagang asongan lainnya karena tidak ada kegiatan sampingan yang bisa di
kerjakan pedagang asongan memang sangat mengandalkan kunjungan wisatawan
untuk kegiatan ekonominya. Sepinya wisatawan juga di rasakan oleh gede robet yang
merupakan pemandu tur dari salah satu agen perjalanan di kota karangasam tepatnya
di padang bai. Biasanya, robet melayani hingga sembilan paket perjalanan dalam
sebulan dengan durasi rata rata tiga sampai empat hari, namun sepanjang november
lalu dia hanya melayani empat paket tur yang mengakibatkan penurunan pada
pendapatan robet. “Di setiap kendaraan sekarang kami siapkan pembersih tangan,
tisu basah, tamu mau naik mobil kami semprot dulu” tutur robet. “Bahkan pada bulan
desember ini saya tidak sama sekali melakukan pemanduan wisatawan karena
sepinya tamu di padang bai” imbuh robet yang di temui di rumahnya. hal yang sama
di rasakan oleh karyawan kantoran maupun pedagang yang tidak mengandalkan
sektor pariwisata juga merasakan dampak terhadap kondisi keuangan mereka yang
menurun.

Novi Indriyani, 23th mengatakan sepinya kunjungan wisatawan mancanegara ke


pulau bali telah berdampak pada pendapatan bulanannya, Novi merupakan karyawan
di salah satu perusahaan penyalur security yang bekerja sama dengan sektor
pariwisata di kota denpasar. Covid-19 menimumbalkan dampak yang sangat
signifikan pada perusahaan tempat novi bekerja yang mengakibatkan hampir 50%
anggota security di rumahkan oleh hotel yang di ajak kerja sama. Dengan kejadian ini
perusahaanpun mengalami penurunan pendapatan . “Pendapatan saya turun sampai
dengan 85%, biasanya pada bulan sebelumnya pendatan saya perbulan 8 juta tapi
pada bulan ini saya hanya mendapatkan gaji 2 juta saja” tutur novi , Belakangan novi
merintis usaha baru dengan berjualan secara online untuk medapatkan pendapatan
tambahan demi memenuhi kebutuhan keluarga.

Purchasing Manager Hotel Whyndham Taman Sari Jivva Resort, wayan sumerta
mengatakan hunian kamar sepi yang hanya mengandalkam Wisatawan Negara Cina
negara yang pertama kali terpapar Virus Corona dan juga beberapa karyawan
dirumahkan karena pandemi Covid-19. “Hunian yang awalnya terisi 50% sekarang
yang menurun drastis yang mengakibatkan beberapa karyawan dirumahkan dan
sistem kerja cuti tidak dibayar hanya 15 hari kerja 15 hari libur yang menyembabkan
penghasilan saya berkurang” tutur wayan sumerta saat ditemui tadi dikediamannya.
(30/3/2020) Pandemi Covid-19 menyebabkan pengangguran bertambah disektor
pariwisata khususnya di pulau Bali yang hanya mengandalkan sektor pariwisata
sebagai mata pencaharian utama bagi masyarakat di Bali.

Ade Rama, merupakan salah satu karyawan di hotel yang terletak di klungkung yang
harus di rumahkan oleh hotel tempat ia bekerja karena sepinya wisatawan. Dia
menjadi salah satu korban akibat covid-19 ini yang menjadikan dia sekarang
pengangguran. “ saya sudah di rumahkan dari awal maret kemarin sehingga pada
saya tidak ada pendapatan sama sekali untuk bulan ini” ujar dia kepda saya saat di
temui di rumahnya (27/3/2020) “di situasi seperti ini susah sekali mendapatkan
pekerjaan baru, saya sudah mencoba untuk membawa surat lamaran pekerjaan ke
hote maupun vila hanya saja belum mendapatkan panggilan sampai saat ini “ imbuh
rama via telephone.

Kepala dinas Pariwisata bali Putu Astawa mengatakan jumalh kedatangan wisatawan
mancanegara menurun dari 539 ribu pada januari menjadi 390 ribu pada februari
2020. Pada 2019 lalu, bali kedatangan 6,3 juta wisatawan dimana 18%nya berasal
dari Bali. Rata-rata pengeluaran wisatawan Tiongkok berkisar USD100 perr hari.
Menurut dia, keluhan pelaku wisatawan muncul karena beberapa memiliki pasar yang
bergantung 100% pada wisatawan Cina. Namun wabah Covid-19 membuat omset
bisnis sektor pariwisata menurun, sementara disisi lain promosi tidak dpat dilakukan
setelah pemerintah pusat mengumumkan ada Kasus Posotif Covid19 di Indonesia.
“Jadi kita menyelamatkan warga dulu, ketimbang mendatangkan wisatawan. ini tahap
waspada” ujar dia.

Tak hanya pelaku sektor pariwisata yang merasakan dampak secara langsung dari
penyebaran covid-19 ini, secara tidak langsung dampak penyebaran virus ini juga di
rasakan oleh pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM) seperti pedagang warung
kelontong, pedagang kaki lima, dan buruh harian lepas juga merasakan dampaknya.
Ketut sarini, 37thn, merupakan pedagang banten ( perlengkapan sembahyang) yang
berjualan di pasar tradisional galiran, klungkung. Dampak penyebaran virus ini begitu
dia rasakan setelah pemerintah menganjurkan untuk sosial distanching sehingga
pembeli/pengunjung pasar menjadi sepi, yang mrngakibat kan pendapatan dia
menurun. “Dulu pada hari biasa pendapatan saya bisa mencapai 300 ribu rupiah
setiap berjualan dengan hanya bermodalkan 150 ribu rupiah, sehingga laba yang saya
dapatkan bisa saya pakai untuk memenuhi kebuutuhan pangan keluarga, sedangkan
sekarang harga bahan bahan pokok sudah meningkat. Sekarang pendapatan saya
hanya 200 ribu rupiah” tutur dia kepada saya. “ Di tambah lagi harga kebutuhan pokok
juga meningkat” imbuhnya. Belakangan ini ketut ke pasar hanya 1 minggu sekali untuk
berjualan padahal sebelumnya dia ke pasar setiap dua hari sekali, ketut lebih sering
ke sawah untuk membantu suaminya menggarap sawah miliknya. Agar ada kegiatan
yang ia lakukan ketimbang hanya diam di rumah saja.

Hal sama juga dirasakan oleh salah satu pegadang warung makan yang biasanya
buka dari sore hingga malam hari. Penurunan pendapatan sangat di rasakan Nyoman
Sumantri, setelah adanya psbb / pkm salah satunya mengatur tentang jam oprasional
warung makan bisa buka sampai jam 20.00 wita. “Dulu sebelum ada surat edaran dari
bapak bupati saya biasanya berjualan dari jam 3 sore sampai dengan jam 12 malam,
sehingga saya bisa lebih banyak untuk bisa menjual nasi. Kalau sekarang saya harus
sudah tutup warung jam 8 malam sehingga membuat pendapatan saya menurun.
Terkadang dagangan belum habis saya terpaksa menutup warung saya.” ujar dia
yang saya temui di warungnya

Kondisi perekonomian indonesia

Menteri Keuangan, Sri Mulyani baru-baru ini juga memprediksi pertumbuhan ekonomi
Indonesia bahkan bisa serendah 2.5 bahkan sampai 0%. Hal ini akan terjadi jika
masalah wabah ini memburuk dan bertahan selama lebih dari enam bulan,
perdagangan internasional yang jatuh sebanyak 30%, dan industri penerbangan yang
jatuh sebanyak 75%. Hampir seluruh sektor terdampak, tak hanya kesehatan. Sektor
ekonomi juga mengalami dampak serius akibat pandemi virus corona ini. Pembatasan
aktivitas masyarakat berpengaruh pada aktivitas bisnis yang kemudian berimbas pada
perekonomian.

Maka, berdasarkan Laporan Badan Pusat Statistik (BPS) periode Agustus ini
menyebut bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II 2020 minus 5,32
persen. Sebelumnya, pada kuartal I 2020, BPS melaporkan bahwa pertumbuhan
ekonomi Indonesia hanya tumbuh sebesar 2,97 persen, turun jauh dari pertumbuhan
sebesar 5,02 persen pada periode yang sama 2019 lalu. Kinerja ekonomi yang
melemah ini turut pula berdampak pada situasi ketenagakerjaan di Indonesia.
(Kompas.com dilansir pada tanggal 11 Agustus 2020).
Pengumuman Badan Pusat Statistik (BPS) terkait Produk Domestik Bruto (PDB) pada
kuartal III/2020 yang mengalami kontraksi 3,49 persen secara tahunan resmi
mengukuhkan Indonesia dalam kondisi resesi. Kontraksi ini menyusul realisasi yang
sama pada kuartal sebelumnya, di mana ekonomi Indonesia tercatat minus 5,32
persen secara year-on-year (yoy).

❖ Upaya dan Kebijkan ekonomi yang di ambil pemerintah

Berbagai upaya pemulihan ekonomi terus dilakukan ,baik itu berupa program dan
stimulus ekonomi baik itu dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah telah
diluncurkan seperti stimulus bagi pelaku UMKM, bagi para siswa SMA/ SMK,
mahasiswa hingga media baik itu media cetak maupun online. Disamping itu dengan
bekerjasama dengan Bank Indonesia dan bank bank lainnya di Bali juga digelar pasar
gotong royong untuk menyerap hasil hasil pertanian dan perikanan.Demikian pula
halnya di sektor pariwisata , para pelaku industri pariwisata terus berbenah dengan
menyiapkan penerapan protokol kesehatan baik pada objek wisata, hotel maupun
restaurant sehingga tumbuh kepercayaan di kalangan wisatawan akan penerapan
protokol kesehatan di Bali.

Disamping penerapan Clean, Health, Safety and Environment ( CHSE), penerapan


pembayaran non tunai dengan aplikasi QRIS terus digencarkan sehingga wisatawan
akan merasa aman dan nyaman untuk berwisata ke Bali nantinya. Demikian pula
halnya dengan pasar domestik yang terus dipacu dan pasar dosmetik ini merupakan
peluang pasar yang cukup potensial.

Dari segi pemerintah, Wagub Bali menambahkan pemerintah menyiapkan sejumlah


regulasi pendukung sebagai payung hukum serta terus melakukan perbaikan sarana
prasarana seperti penambahan dan peningkatan kualitas dari Rumah Sakit, ruang
isolasi , kapasitas laboratorium serta terus menjajaki kerjasama dengan pelaku
industri di luar negeri dan survey trend pariwisata sebagai akibat dari Covid 19.

Dengan berbagai upaya yang dilakukan semua pihak baik itu pemerintah, pelaku
industri pariwisata dan juga masyarakat diharapkan kepercayaan akan pariwisata Bali
akan tumbuh dan pariwisata akan kembali bangkit.
Kebijakan pemerintah yaitu :

1. Percepatan pengobatan pertama yang perlu dilakukan pemerintah ialah


mempercepat pengobatan dan pencegahan penularan yang lebih luas.
Pemerintah harus menerapkan kebijakan at all cost seperti pengadaan alat
kesehatan penunjang pemeriksaan, ruang isolasi, dan Alat Pelindung Diri
(APD).
2. Penurunan tarif listrik dan BBM untuk menjaga daya beli masyarakat sebagai
dampak perlambatan perputaran roda ekonomi, pemerintah dituntut untuk
dapat mengurangi beban biaya yang secara langsung dalam kendali
pemerintah, diantaranya tarif dasar listrik, BBM, dan air bersih.
3. Relaksasi pajak kebijakan pemerintah yang melakukan relaksasi Pajak
Penghasilan baik pekerja industri manufaktur (penghapusan PPh 21 selama
enam bulan) ataupun pajak badan untuk industri manufaktur (pembebasan
PPh Impor 22 dan diskon PPh 25 sebesar 30%) semestinya diperluas.
Pasalnya, perlambatan ekonomi saat ini tidak hanya dirasakan oleh sektor
industri manufaktur, tetapi juga sektor-sektor lainnya. Oleh karena itu,
pemerintah perlu melakukan relaksasi pajak seperti pemberian potongan
pajak, percepatan pembayaran restitusi, dan penundaan pembayaran cicilan
pajak kepada sektor-sektor lain, khususnya yang terkena dampak paling parah,
seperti sektor transportasi dan pariwisata.
4. Pemberian BLT pemerintah untuk menjaga daya beli masyarakat bawah
dengan memberikan Bantuan Langsung Tunai (BLT) kepada masyarakat yang
mengalami penurunan pendapatan dan mengalami Pemutusan Hubungan
Kerja.
5. Relaksasi kredit
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberikan relaksasi kredit di bawah Rp 10
miliar untuk Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Relaksasi tersebut
berupa penurunan bunga dan penundaan cicilan selama setahun, baik dari
perbankan dan industri keuangan non bank.
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Lambatnya ekonomi global saat ini akibat pandemi covid-19 sangat
brdampak bagi perekonomian indonesia salah satunya menimbulkan
peningkatan yang signifikan terhadap pengangguran yang di sebabkan oleh
pemutusan hubungan kerja ( PHK ) dan pertumbuhan ekonomi indonesia
minus 5,32 persen pada kuartal II 2020.
Kebijakan yang di lakukan pemerintah yaitu percepatan pengobatan,
penurunan tarif listrik dan bbm, pemberian bantuan langsung tunai ( BLT ),
relaksasi pajak dan relaksasi kredit. Kebijakan tersebut cukup membatu
masyarakat dalam masalah ekonomi di masa pandemi covid-19.

Anda mungkin juga menyukai