Anda di halaman 1dari 104

SKRIPSI

STRATEGI KEPOLISIAN DALAM PENANGANAN KASUS


PENYEBARAN BERITA BOHONG (HOAX) DI
KABUPATEN GOWA

Oleh :

SITI HADIJAH AL DZULHIJJAH

Nomor Induk Mahasiswa: 10561 05379 15

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI

NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU

POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

MAKASSAR 2020
STRATEGI KEPOLISIAN DALAM PENANGANAN KASUS
PENYEBARAN BERITA BOHONG (HOAX) DI
KABUPATEN GOWA

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Studi dan Memperoleh


Gelar Sarjana Ilmu Administrasi Negara (S.Sos)

Disusun dan Diajukan oleh :

SITI HADIJAH AL

DZULHIJJAH

Nomor Induk Mahasiswa: 10561 05379 15

Kepada

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI

NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU

POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

MAKASSAR 2020

i
ii
iii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH

Saya yang bertanda tangan di bawah


ini:

Nama Mahasiswa : Siti Hadijah Al

Dzulhijjjah Nomor Stambuk : 10561 05379 15

Program Studi: Ilmu Administrasi Negara

Menyatakan bahwa benar karya ilmiah ini adalah penelitian saya sendiri

tanpa bantuan dari pihak lain atau telah ditulis/dipublikasikan orang lain atau

melakukan plagiat. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila

dikemudian hari pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima

sanksi akademik sesuai aturan yang berlaku,sekalipun itu pencabutan gelar

akademik.

Makassar, 24 Januari

2020 Yang

Menyatakan

Siti Hadijah Al Dzulhijjjah


PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH

iv
ABSTRAK

SITI HADIJAH AL DZULHIJJAH. Sudarmi dan Muhammad Tahir.


Strategi Kepolisian Dalam Penanganan Kasus Penyebaran Berita Bohong
(Hoax) di Kabupaten Gowa.

Penelitian ini dilatar belakangi oleh adanya pemberitaan hoaks yang


terjadi secara nasioanal. Selain pemerintah, kepolisian sebagai salah satu
fungsi pemerintahan negara di bidang penegakan hukum memiliki peran serta
dalam penanganan kasus penyebaran berita bohong (Hoax). Untuk itu,
penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi kepolisian dalam penanganan
kasus penyebaran berita bohong (hoax) di Kabupaten Gowa. Penelitian ini
merupakan penelitian kualitatif, dengan informan sebagai berikut: Kasat
Intelkam, Kasubbag Humas, Anggota Satuan Humas, Anggota Satuan Reskrim,
dan Masyarakat Pengguna Media Sosial dengan mempertimbangkan bahwa
informan adalah orang yang memiliki pengetahuan dan informasi mengenai
penelitian ini.
Hasil penelitian menunjukkkan meskipun secara administratif Polres
Gowa belum mencatat kasus penyebaran hoaks, namun upaya strategis
penanganan pencegahan sebelum maupun setelah penyebaran hoaks tetap
dilakukan oleh Polres Gowa sebagai bagian dari menjaga kondusifitas di
wilayah Kabupaten Gowa. Polres Gowa tidak hanya memantau perkembangan
dan penyebaran berita di wilayah Kabupaten Gowa saja, namun juga
melakukan pengawasan baik perkembangan pemberitaan secara nasional. Upaya
strategis yang dilakukan Polres Gowa yaitu dengan melalui tiga strategi upaya
penanggulangan kejahatan dengan strategi penanganan secara Pre-emtif,
Preventif dan Represif.

Kata kunci: Strategi, Kepolisian, Penangan


Hoax

v
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warohmatullahi
Wabarokatu

Alhamdulillah, Segala puji bagi Allah Azza Wa Jalla atas berkat

rahmat dan karunia-Nya memberikan kesempatan kepada penulis sehingga dapat

menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Strategi Kepolisian Dalam

Penanganan Kasus Penyebaran Berita Bohong (Hoax) di Kabupaten Gowa”

penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab

itu, masukan dan kritikan yang bersifat membangun dari pembaca yang

budiman, sangat diharapkan demi perbaikan dan kesempurnaan penulisan ini.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimah kasih yang

setinggi- tingginya kepada Ibu Dr. Hj. Sudarmi, M.Si sebagai pembimbing I dan

Bapak Dr. Muhammad Tahir, M.Si sebagai pembimbing II yang telah

membimbing dan mengarahkan penulis sampai pada penyelesaian skripsi ini.

Ucapan terima kasih yang setinggi-tingginya pula penulis haturkan kepada

semua pihak yang telah mendukung dan membantu secara moril dan materil,

yaitu kepada:

1. Bapak Dr. H. Abd Rahman Rahim, S.E, M.M, selaku Rektor

Universitas Muhammadiyah Makassar.

2. Ibu Dr. Hj. Ihyani Malik, S,Sos, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial

dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar.

3. Bapak Nasrul Haq, S.Sos, MPA, selaku Ketua Program Studi Ilmu

Administrasi Negara dan Ibu Nurbiah Tahir S.Sos, M.AP selaku

Sekretaris Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah

Makassar.
vi
4. Bapak dan Ibu dosen serta Staf tata usaha Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar yang telah banyak

memberikan ilmunya dan membantu penulis selama menjalani pendidikan

dibangku perkuliahan.

5. Kedua orang tua Ayahanda Muhammad Said S.Pd dan Ibunda Hasnah

yang sangat penulis cintai, yang telah memberikan segala hal terbaik kepada

anak- anaknya dalam meraih cita-cita, yang senantiasa memberikan cinta

dan kasih sayangnya serta memfasilitasi penulis sehingga skripsi ini dapat

terselesaikan.

6. Seluruh keluarga besar H. Baba dg Mile dan Sumara dg Labang, kakek

dari penulis beserta nenek, aunty, uncle serta sepupu-sepupu yang tidak

penulis sebutkan satu persatu. Untuk saudara kandung Muh Islamsyah &

Surya Sumantri, Siti Nurjannah Indah Sari, Muh Isman Juliansyah, dan

Muh Ihsan Suryasyah, yang telah memberi dukungan dan dorongan

semangat melewati suka duka dengan penulis dalam meraih gelar sarjana.

7. Bapak Kapolres serta seluruh jajarannya, staf dan masyarakat atas

kebijaksanaannya dan bantuannya selama penulis melakukan penelitian

di POLRES Gowa.

8. Bapak dan Ibu Guru dimana penulis menuntut ilmu mulai dari jenjang

Sekolah Dasar hingga sampai ke tingkat Perguruan Tinggi.

9. Teman-teman seperjuangan angkatan 2015 ADN kelas D dan dari kelas

E yang menuntut ilmu bersama selama menjalani perkuliahan, serta

mahasiswa(i) seperjuangan yang tidak sempat penulis sebutkan satu per satu.

vii
10. Teman-teman Tarbiyah serta Murobbiyah Kak Aisyah yang telah

mengajak dan membimbing penulis, mendalami ilmu agama dan

merasakan ukhuwah islamiyah baik saat berada di dalam maupun di luar

lingkungan kampus.

11. Teman-teman KKP angkatan XVII Desa Bonto Barua yang menjadi

keluarga selama berproses dan setelahnya, yang tetap menjalin silahturahmi.

12. Teman-teman dari Komunitas Gowa Menyala yang menginspirasi

melalui program-programnya dalam hal membantu mencerdaskan anak

bangsa.

13. Teman-teman Alumni Akuntansi 015 yang masih menjaga hubungan

silahturahmi antar alumni.

14. Untuk kakanda senior Ilmu Administrasi Negara serta Kak Wahyu dari

fotocopy Basmalah yang telah membantu penulis.

Semoga segala bantuan, dukungan semangat dan segala hal baik

bersifat moril maupun materil dari semua pihak kepada penulis mendapatkan

pahala di sisi Allah Azza Wa Jalla. Aamiin.

Makassar, 24 Januari 2020

Siti Hadijah Al Dzulhijjah


viii
DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN............................................................................ii
HALAMAN PENERIMAAN TIM.....................................................................iii
HALAMAN PERNYATAAN.............................................................................iv
ABSTRAK................................................................................................................v
KATA PENGANTAR...........................................................................................vi
DAFTAR ISI...........................................................................................................ix
DAFTAR TABEL................................................................................................xi
DAFTAR GAMBAR............................................................................................xi

BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................1
A. Latar Belakang.....................................................................................1
B. Rumusan Masalah................................................................................6
C. Tujuan Penelitian..................................................................................6
D. Manfaat Penelitian................................................................................6

BAB II TINJUAN PUSTAKA.............................................................................8

A. Penelitian Terdahulu............................................................................8
B. Konsep Strategi....................................................................................9
C. Berita Bohong (Hoax)..........................................................................12
D. Pengertian Kepolisian..........................................................................17
E. Konsep Penanggulangan Kejahatan.....................................................19
F. Kerangka Pikir.....................................................................................25
G. Fokus Penelitian...................................................................................26
H. Deskripsi Fokus Penelitian..................................................................27

BAB III METODE PENELITIAN........................................................................29

A. Waktu dan Lokasi Penelitian...............................................................29


B. Jenis dan Tipe Penelitian.....................................................................29
C. Sumber Data.........................................................................................30
D. Informan Penelitian..............................................................................30

ix
E. Teknik Pengumpulan Data ..................................................................31
F. Teknik Analisis Data ...........................................................................32
G. Keabsahan Data ...................................................................................33

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ..................................34

A. Deskripsi Karakteristik Obyek Penelitian ...........................................34


B. Deskripsi Kasus Pelanggaran ITE di Kabupaten Gowa .....................43
C. Strategi Kepolisian dalam Penanganan Kasus
Penyebaran Berita Bohong di Kabupaten Gowa ................................48
D. Pembahasan .........................................................................................62

BAB V PENUTUP .............................................................................................67

A. Kesimpulan .........................................................................................67
B. Saran ....................................................................................................69

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................71


LAMPIRAN ........................................................................................................73

x
DAFTAR TABEL dan GAMBAR

Tabel 1.1 Informan Penelitian .............................................................................31

Tabel 2.1 Data Tindak Lanjut Penanganan Kasus Pelanggaran ITE

di Polres Gowa Tahun 2018 .................................................................44

Tabel 2.2 Data Tindak Lanjut Penanganan Kasus Pelanggaran ITE

di Polres Gowa Tahun 2019 Januari sampai dengan September........ 45

Tabel 2.3 Daftar Kasus Hoax Pada Media Sosial di Kabupaten Gowa .............. 47

Gambar 1.1 Kerangka Pikir................................................................................. 26

Gambar 2.1 Peta Pengawasan Operasi Polres Gowa .......................................... 36

Gambar 2.2 Struktur Organisasi Polres Gowa .................................................... 38

Gambar 2.3 Bagan Struktur Organisasi Polres Gowa ......................................... 39

Gambar 2.4 Polres Gowa Bersama Generasi Millenial Menolak Hoaks ........... 50

Gambar 2.5 Bentuk penyampaian pesan oleh Polres Gowa

melalui media sosial ........................................................................ 55

xi
BAB I

PENDAHULUA

A. Latar Belakang

Kemudahan akses informasi di era digitalisasi sering disalah gunakan

oleh sejumlah pihak tertentu dalam menyebarkan berita bohong (hoax).

Pemerintah saat ini tengah berupaya melakukan berbagai cara dalam

menanggulangi berita bohong (hoax). Termasuk mengeluarkan sejumlah

kebijakan, melalui perundang- undangan yang hakikatnya merupakan wujud dari

kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah. Pemerintah mengeluarkan Undang-

Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor

11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Kemunculan penyebaran terkait hoax pada bidang sosial politik dan

isu SARA merupakan hal yang sering ditemukan oleh masyarakat. Berdasarkan

pada hasil survei yang dilakukan terkait isi hoax yang sering diterima oleh

masyarakat (Mastel, 2019) menunjukkan meningkatnya hoax berisi isu politik

pada tahun 2017 sebanyak 91,8% meningkat pada tahun 2019 ini menjadi 93,2

% sedangkan hoax terkait isu SARA menurun yakni 88,6% dari tahun 2017

menjadi 76,2% pada tahun 2019 dan hoax terkait bencana alam pada tahun ini

naik dari 10,3% pada tahun 2017 menjadi 29,3%. Selanjutnya pada hasil

survei yang dilakukan tersebut, ditemukan informasi baru yakni adanya hoax

berisi info pekerjaan sebanyak 24,4% dan sisanya hoax terkait isu kesehatan,

penipuan, iptek, berita duka, sosial budaya, kecelakaan lalu lintas dan candaan.

Keberadaaan hoax pada


1
2

bidang sosial politik maupun lainnya tersebut, tentunya mempengaruhi

persepsi publik terhadap setiap informasi yang didapatkan.

Berita bohong (hoax) adalah berita yang disebarkan oleh pelaku yang

berisikan berita tidak benar atau tidak sesuai fakta yang sebenarnya, dengan

tujuan dan maksud tertentu. Penyebar berita hoax dapat dikenakan Undang-

Undang Nomor 19 Tahun 2016 perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun

2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dalam Pasal 28 Ayat (1)

berisi “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita

bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam

Transaksi Elektronik”, Ayat (2) “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak

menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian

atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan

suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA)”. Selain itu ancaman pidana,

diatur dalam Pasal 45 ayat (2) yang berisi ancaman pidana penjara bagi pelaku

yang memenuhi unsur dalam Pasal 28 ayat (1) dan (2) tersebut diatas , maka

dikenakan pidana penjara maksimal 6 tahun dan denda paling banyak 1 milyar

rupiah. Keberadaan undang- undang tersebut diharapkan dapat memberikan

edukasi kepada masyarakat agar lebih bijak dalam bersosial media.

Kepolisian sebagai salah satu penegak hukum memiliki peran serta

dalam menangani kasus penyebaran berita bohong (hoax). Hal ini sesuai dengan

fungsi kepolisian yang secara jelas tercantum dalam Undang- Undang Nomor 2

Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia, pada Pasal (2) menegaskan

bahwa “ fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di

bidang

2
3

pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan

hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada

masyarakat.”

Strategi tentunya diperlukan dalam menangani dan menindak lanjuti

kasus penyebaran berita bohong (hoax). Setiap oganisasi baik sector publik

maupun swasta memerlukan rencana strategis dalam mencapai tujuannya, baik

melalui program-program dan kegiatan-kegiatan yang bersinergi, mengendalikan

peluang dan ancaman yang ada, serta menetapkan sasaran dan arah yang jelas

untuk masa depan organisasi.

Definisi strategi itu sendiri didefinisikan sebagai proses penentuan

rencana pimpinan puncak dengan fokus pada tujuan organisasi jangka panjang

dan penyusunan cara atau upaya dalam mencapai tujuan (Marrus, 2002). Cara

atau upaya dalam menangani sebuah kejahatan tentunya tak lepas dari rencana

yang disusun dengan baik guna mencapai tujuan dan menyelesaikan

permasalahan.

Penangan penyebaran berita bohong (hoax) oleh kepolisian menurut

Syamsul Hidayat, S.H, M.H, (Satria, 2018) dapat dilakukan melalui upaya

berikut: a) upaya pre-emtif adalah upaya awal pencegahan sebelum terjadi

tindak pidana. Penaggulangan kejahatan secara pre-emtif ialah dengan

penanaman nilai- nilai atau norma-norma yang baik pada diri seseorang agar

terhindar dari berbuat kejahatan. Dengan kegiatan sosialisasi kepada

masyarakat secara langsung atau melalui media sosial yang dilakukan oleh

kepolisian adalah salah satu upaya awal penanganan dalam penyebaran berita

bohong (hoax). b) upaya preventif adalah tindakan lanjutan masih dalam tahap

awal pencegahan sebelum terjadi kejahatan dengan cara menghilangkan

kesempatan dalam melakukan kejahatan. Tindakan


3

3
4

tersebut berupa pembentuan satuan tugas cyber patrol, melakukan

monitoring, pengawasan dan pemblokiran terhadap situs, akun maupun blog

yang terdeteksi menyebarkan berita bohong (hoax), serta berkoordinasi dengan

pihak lainnya yang memiliki wewenang yang sama. c) upaya represif adalah

upaya yang dilakukan setelah terjadi kejahatan melalui penegakan hukum dan

pemberian sanksi pidana. Upaya represif tersebut yaitu melakukan

penyelidikan dan penyidikan melalui hukum acara pidana dan perundang-

undangan yang terkait.

Sebuah riset yang dilakukan oleh salah satu blog teknologi asal

Jakarta yang bekerjasama dengan Jakpat Mobile Survey Platform,

mengungkap bahwa dari riset yang dilakukan masih banyak orang Indonesia

yang tidak dapat mengenali informasi hoax yang beredar dengan baik pada

media sosial. Hal ini sesuai dari data yang telah didapatkan pada media sosial

seperti facebook sebanyak 82,25 %, whatsApp sebanyak 56,55% dan instagram

sebanyak 29,48%. Riset ini menanyakan terhadap 2.032 responden di Indonesia

tentang penyebaran hoax dan seperti apa sikap serta tanggapan responden saat

menerima berita bohong atau hoax. Sebanyak 44,19 % responen tidak yakin

memilki kepiawaian dalam mendeteksi berita hoax dan sebanyak 51,03%

memilih berdiam diri dan tidak percaya ketika menemui berita hoaks (Eka,

2018).

Keberadaan konten informasi hoax tidak hanya meresahkan

masyarakat namun juga merugikan masyarakat. Berita hoaks yang sempat

membuat warga di wilayah Sulawesi Selatan khususnya ibu kota Makassar

menjadi resah satu diantaranya ialah adanya berita yang beredar di media

sosial terkait kasus penculikan anak yang diberitakan terjadi di jalan Batua Raya

kota Makassar. Tim


4

4
5

siber direktorat reserse kriminal khusus kepolisian daerah Sulawesi Selatan tengah

menyelidiki kasus ini. (Eka Hakim, 2018).

Informasi hoax lainnya yang pernah menyebar luas yaitu tentang

bendungan bili-bili yang terletak di Kabupaten Gowa retak. Berdasarkan

dalam siaran pers website resmi kominfo menyatakan bahwa berita bendungan

bili-bili retak adalah hoax dan faktanya bendungan bili-bili dalam keadaan

aman sampai sekarang. Bendungan ini adalah yang paling besar di Sulawesi

Selatan. Dengan luas waduk 40.428 hektare. Pembebasan lahan mulai tahun

1991, konstruksi 1992 dan diresmikan ditahun 1999. Soeprapto Budisantoso

pimpinan proyek saat bendungan bili-bili di bangun, meyakinkan bahwa

bendungan bili-bili mempunyai stabilitas dan ketahanan yang tinggi (Fajriani R,

2019)

Keberhasilan kepolisian dalam penanganan berita bohong (hoax)

ditentukan peran serta dukungan dari masyarakat. Polres Gowa dalam hal

ini mengimbau dan mengedukasi masyarakat agar berani melawan hoax melalui

media sosial dengan membuat video kreatif berupa lagu yang mencover

ulang lagu sayur kol yang terinspirasi dari kasus kebohongan yang dilakukan oleh

Ratna Sarumpaet. Video tersebut kemudian di unggah melalui channel youtube

Polres Gowa dan mendapat respon yang baik oleh masyarakat. Video kreatif

lagu yang dinyayikan anggota Polres Gowa, berisikan pesan agar masyaratkat

bisa melawan berita bohong (hoax) yang beredar di media sosial (Muchlis, 2019).

Upaya pencegahan dan penanganan awal dalam mencegah terjadinya

tindakan penyebaran berita bohong (hoax) selain membuat video kreatif

tersebut, personil Polres Gowa bersama Aparat TNI dari Kodim 1409/Gowa

melakukan
5

5
6

deklarasi anti hoax dan Sara di halaman Mapolres Gowa. Kegiatan tersebut

menggambarkan sinergitas yang baik antara TNI-Polri dalam memerangi

berita bohong dan hal-hal yang dapat menjadi pemecah di antara seluruh

lapisan masyarakat. Dari uraian diatas penulis tertarik mengkaji lebih lanjut

mengenai “Strategi kepolisian dalam penanganan kasus penyebaran berita

bohong (hoax) di Kabupaten Gowa”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pada apa yang telah di paparkan tersebut diatas, maka

dapat ditetapkan rumusan masalah yaitu: Bagaimana strategi kepolisian dalam

penanganan kasus berita bohong (hoax) di Kabupaten Gowa?

C. Tujuan Penelitian

Adapun maksud maupun tujuan penelitian ini adalah untuk

mengetahui strategi kepolisian dalam penanganan kasus berita bohong (hoax)

di Kabupaten Gowa.

D. Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian tersebut di atas, maka penelitian ini

diharapkan memiliki manfaat sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

a. Sebagai bahan kajian dan kontribusi dalam pengembangan ilmu

pengetahuan khususnya ilmu administrasi negara.

b. Sebagai salah satu bahan referensi bagi para peneliti lainnya, terkait

dengan penelitian dengan masalah yang sama.

6
7

2. Manfaat Praktis

Sebagai bahan masukan atau sumbangan pemikiran bagi pihak terkait

agar kedepannya lebih baik khususnya bagi Kepolisan Resor (Polres) Kabupaten

Gowa dalam penanganan kasus berita bohong (hoax) dan bagi masyarakat

agar bijak dalam menggunakan sosial media.

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Penelitian Terdahulu

Penelitian tentang penanggulangan terkait hoax oleh kepolisian pernah

dilakukan oleh Dona Raisa Monica tahun 2017 mahasiswa Universitas

Lampung namun dalam ilmu kajian yang berbeda yaitu menurut perspektif

hukum dan dengan judul Upaya Kepolisian dalam Penanggulangan Tindak

Pidana Penyebaran Hoax. Hasil penelitian ini mengemukakan bahwa upaya

kepolisian dalam penanggulangan tindak pidana penyebaran hoax melalui tiga

cara yaitu: cara pre-emtif ialah dengan penanaman nilai-nilai dan norma yang

baik terhadap seseorang, cara preventif yaitu upaya awal yang masih

merupakan tahap penanggulangan lanjutan dari upaya pre-emtif dan terkahir

yaitu cara represif ialah upaya penal setelah tindak pidana terjadi.

Penelitian yang terkait mengenai strategi kepolisian dalam penanganan

maupun penanggulangan kasus kejahatan/kriminal juga pernah dilakukan oleh

Nur alam Syafar pada tahun 2018 mahasiswa jurusan ilmu administrasi

negara Universitas Muhammadiyah Makassar, namun pada kasus yang berbeda

dan pada tingkat instansi kepolisian yang berbeda dengan penelitian yang

dilakukan oleh penulisan skripsi ini, yaitu dengan judul Strategi Kepolisian

dalam Mencegah Geng Motor di Kota Makassar. Hasil penelitian yang

dilakukan oleh Nur alam Syafar tersebut memaparkan bahwa terdapat lima

jenis kategori kejahatan oleh geng motor di wilayah kota Makassar dan

beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk meminimalisir dan mencegah tindak

kejahatan oleh geng motor yaitu upaya

8
9

pre-entif, upaya preventif dan upaya represif serta kerjasama yang dilakukan

oleh Polrestabes dalam rangka mencegah kejahatan kasus geng motor yaitu

dengan melakukan koordinasi dengan pemerintah kota Makassar dan koordinasi

dengan pihak kelurahan.

B. Konsep
Strategi

1. Pengertian Strategi

Strategi merupakan alat dalam penempatan tujuan sebuah organisasi.

Definisi strategi sering kali kita temui memiliki arti yang berbeda-beda.

Namun kata strategi sesungguhnya berasal dari kata Yunani klasik “strategos”

atau yang sering diartikan sebagai sesuatu yang dikerjakan oleh para jendral

dalam mengatur rencana agar dapat menaklukkan musuh dan memenangkan

peperangan.

Menurut Salusu (2006: 101) strategi merupakan seni dalam

menggunakan kecakapan dan sumber daya organisasi guna mencapai

sasarannya melalui hubungan dan lingkungan yang efektif dan menguntungkan.

Selaras dengan pengertian tersebut menurut Chandler (Rangkuti: 1997) strategi

merupakan tujuan jangka panjang dalam suatu organisasi, serta pendayagunaan

dan alokasi sumber daya yang penting dalam mencapai tujuan.

Strategi didefinisikan sebagai proses penentuan rencana pimpinan

puncak dengan fokus pada tujuan organisasi jangka panjang dan penyusunan

cara atau upaya dalam mencapai tujuan (Marrus: 2002). Dalam ruang lingkup

administrasi publik terdapat enam dimensi-dimensi strategis menurut Yeremias

T. Keban (2004:11) dalam bukunya yaitu: dimensi kebijakan, dimensi

organisasi, dimensi manajemen, dimensi moral dan etika, dimensi lingkungan,

dimensi akuntabilitas
kinerja. Sedangkan menurut Mulgan (Muhammad, 2013: 70) menguraiakan

strategi pemerintahan atau publik ke dalam lima komponen yaitu: tujuan

(purposes), lingkungan (environments), pengarahan (directions), aksi

(actions), dan belajar (learning).

Strategi publik dan strategi perusahaan memiliki tiga perbedaan yang

mendasar menurut Mulgan (Muhammad, 2013: 66-70) antara lain. Pertama,

perbedaan diantara keduanya dapat terlihat dari penilaian waktu dan masa

depan. Kedua, pemerintah juga mau tidak mau harus bekerja dengan prinsip

standardisasi, generalisasi, dan keajengan (rutinitas). Prinsip pemberian

pelayanan yang berlaku umum untuk semua produk dan jasa yang dihasilkan

oleh organisasi publik, tidak membedakan masyarakat tertentu dengan yang

lainnya. Ketiga, rancangan strategi pemerintah lebih menekankan pada

penetapan tujuan yang hendak dicapai. Sedangkan organisasi bisnis memulai

dengan cara berbeda, yaitu dengan melihat kompetensi apa yang dimiliki dan

memanfaatkan kompetensi yang ada untuk mendapatkan hasil yang optimal.

Berdasarkan pengertian tersebut diatas maka strategi merupakan

pemanfaatan sumber daya organisasi dengan lingkungannya, dalam menyusun

rencana guna mencapai tujuan organisasi jangka panjang. Dalam pencapaian

suatu tujuan strategi sebagai penentu arah dalam organisasi, strategi berkenaan

dengan cara atau upaya yang dilakukan dalam mencapai tujuan organisasi baik

melalui kegiatan-kegiatan maupun program-program yang telah disusun secara

matang dan terencana.


2. Tipe-Tipe Strategi

Setiap organisasi memiliki strategi tertentu, tipe strategi yang

digunakan dalam suatu organisasi tidaklah sama, ada beberapa tipe strategi yang

dapat digunakan untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan.

Adapun tipe- tipe strategi tersebut menurut Kooten dalam (Salusu, 2006:104-

105) sebagai berikut:

a) Corporate Strategy (Strategi Organisasi).

Strategi ini berkaitan dengan perumusan misi, tujuan, nilai-nilai, dan

inisiatif-inisatif strategi yang baru. Misalnya pembatasan terhadap apa

yang dilakukan dan untuk siapa strategi tersebut dibuat.

b) Program strategy (Strategi Program).

Strategi ini lebih memberi perhatian pada implikasi-implikasi strategi

dari suatu program tertentu. Seperti halnya apa dampak yang dapat

ditimbulkan dari suatu program tertentu apabila dilancarkan.

c) Resource Support Strategy (Strategi Pendukung Sumber Daya).

Strategi ini memusatkan perhatian pada memaksimalkan sumber-sumber

daya esensial yang tersedia guna meningkatkan kualitas kinerja

organisasi. Sumber daya tersebut baik tenaga, keuangan, teknologi, dan

sebagainya.

d) Institusional Strategy (Strategi Kelembagaan).

Fokus dari strategi institusional atau kelembagaan ialah

mengembangkan kemampuan organisasi untuk melaksanakan inisiatif-

inisatif strategi.

Berkaitan dengan penelitian ini, maka tipe strateginya adalah strategi

kelembagaan. Hal ini dikarenakan strategi kelembagaan menurut penulis

sangat
sesuai, mengingat kepolisian merupakan lembaga negara dalam hal menjaga

keamanan dan ketertiban, penegak hukum, memberikan perlindungan dan

pengayom bagi masyarakat. Sebagai lembaga kepolisian Polri memiliki peran

dan tugas dalam penegak hukum di Indonesia, hal ini sesuai dengan Undang-

Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Strategi yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu terkait bagaimana

kepolisian dalam menjalankan tugas dan fungsinya menjaga kondusifitas

keamanan masyarakat khususnya dalam kasus penanganan hoaks berdasarkan

pada undang-undang dan peraturan yang berlaku.

C. Berita Bohong
(Hoax)

Kata hoax dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)

diterjemahkan dengan penulisan menjadi hoaks, kata hoaks memiliki arti “ berita

bohong”. Berita bohong (hoax)secara umum dapat diartikan sebagai sebuah

pemberitaan yang isinya telah dipalsukan atau tidak benar dengan maksud

tertentu atau untuk menipu seseorang agar mempercayai sesuatu. Masalah

penyebaran hoaks bukan hanya terjadi di Indonesia, namun juga di negara lain.

Istilah hoaks pertama kali populer di Amerika melalui film The Hoax. Pada

akhirnya pengguna internet di Amerika menggunakan istilah hoax untuk

menunjukkan sebuah pemberitaan yang berisikan kebohongan.

Pelaku penyebar berita bohong (hoax) dapat dikenakan sanksi hukum

sesuai dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi

Elektronik dalam Pasal 28 Ayat (1) dijelaskan bahwa “Setiap orang

dengan
sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang

mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik”, Ayat (2)

“Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang

ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu

dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan suku, agama, ras, dan antar

golongan (SARA).” Selain itu ancaman pidana, diatur dalam Pasal 45 ayat

(2) yang menerangkan bahwa setiap orang yang memenuhi unsur sesuai dalam

Pasal 28 ayat (1) atau (2) tersebut diatas, maka dikenakan hukuman penjara

maksimal 6 tahun dan denda paling banyak 1 milyar rupiah.

Secara umum hoaks merupakan akses negatif kebebasan berpendapat

pada media elektronik maupun cetak yang dilakukan oleh pelaku kejahatan

dengan maksud tertentu, yang dapat merugikan dan meresahkan masyarakat.

Adapun jenis informasi hoaks (Rahadi: 2017) dapat dibedakan menjadi:

a. Clickbait atau tautan jebakan ialah tautan yang dibuat sesuai fakta

namum pemberian judul yang berlebihan agar pembaca tertarik

membuka tautan tersebut.

b. Misinformation ialah informasi yang tidak akurat yang bertujuan untuk

menipu.

c. Fake news atau pemberitaan bohong yang isi beritanya telah dipalsukan

dan semakin aneh isi beritanya maka dianggap baik oleh penulis berita

bohong tersebut.
d. Satire ialah tulisan yang mengandung humor, dan hal-hal yang bersifat

dibesar-besarkan dari suatu kejadian yang sedang hangat untuk

diperbincangkan.

e. Confirmation bias atau konfirmasi bias ialah kecenderungan mencari

bukti- bukti atau pendapat sesuai yang ia yakini dan mengabaikan bukti

atau pendapat yang sebaliknya.

f. Post-truth atau pasca kebenaran merupakan kejadian dimana emosi

lebih berperan dibandingkan fakta untuk membentuk opini publik.

g. Propaganda ialah perbuatan menyebarkan fakta, argument, informasi

benar maupun mengandung kebohongan dengan tujuan untuk

mempengaruhi opini publik.

Langkah strategis yang telah dilakukan pemerintah dalam menanggulangi

berita bohong (hoax) menurut Prayitno (2017) antara lain sebagai berikut:

1. Undang-undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi

Elektronik (ITE)

Berlakunya undang-undang ini diharapkan dapat memberikan efek jera

terhadap pelaku penyebar hoaks mengingat sanksi yang jelas dikenakan

sesuai pasal-pasal yang berlaku didalamya. Sebagai contoh kasus dari

Sandy Hartono sesuai Putusan Pengadilan Negeri Pontianak Nomor: 347/

Pid.B/2011/PN.PTK. Ia dikenakan pidana penjara selama enam tahun

dan denda sebesar lima ratus juta rupiah, karena terbukti membuat akun

facebook palsu dan memposting gambar serta kalimat yang berisi

penghinaan terhadap agama islam.


2. Inpres No. 9 Tahun 2015 tentang pengelolaan komunikasi publik

Inti pokok dari instruksi tersebut ialah pemberian wewenang kepada

seluruh instansi pemerintah dalam penyampaian informasi kepada

masyarakat, terkait program maupun kebijakan pemerintah. Informasi yang

disampaikan dapat berupa iklan layanan masyarakat yang tidak

mengandung kepentingan pribadi maupun golongan. Pengelolaan

komunikasi publik ini pada hakikatnya berada dibawah pengawasan

Kementerian Komunikasi dan Informatika.

3. Tenaga humas pemerintah

Keberadaan instruksi Presiden tersebut, kemudian ditindaklanjuti oleh

Kementerian Komunikasi dan Informatika dengan merekrut tenaga

humas pemerintah yang berkompoten dibidangnya dan ditempatkan pada

kementerian maupun instansi pemerintah.

4. Membentuk jejaring komunikasi

Jejaring komunikasi yang dimaksud adalah aplikasi WhatsApp, yang

anggotanya terdiri dari tenaga humas pemerintah yang saling

menginformasikan terkait informasi ataupun opini yang berkembang

didalam masyarakat.

5. Pembangunan portal jaringan pemberitaan pemerintah

Portal jaringan pemberitaan pemerintah yang dimaksud ialah

implementasi dari Instruksi Presiden tersebut, yang dikelola oleh

Kementeriaan Komunikasi dan Informatika yang dapat diakses melalui

www.jpp.go.id.
Informasi yang ditampilkan berupa berita yang berkaitan dengan apa

yang dilakukan oleh pemerintah atau government news.

6. Portal aduan konten

Portal aduan konten ini diharapkan dapat meminimalisir penyebaran

berita hoaks pada media sosial. Masyarakat dapat mengadukan konten

yang dianggap mengandung hoaks melalui situs aduan konten oleh

Kementerian Komunikasi dan Informatika yaitu melalui laman:

https://aduankonten.id. Kemudian aduan konten tersebut akan ditangani

sesuai prosedur oleh tim aduan konten.

7. Gerakan bersama anti hoaks dan portal TurnBack Hoax. Id

Gerakan anti hoaks ini juga merupakan salah satu upaya yang

dilakukan pemerintah sejak tahun 2017. Gerakan ini mengajak seluruh

lapisan masyarakat dalam memerangi penyebaran berita hoaks. Beberapa

tokoh masyarakat juga bergabung dalam gerakan ini dan menjadi duta anti

hoaks.

8. Sinergi media sosial aparatur sipil negara.

Upaya pemerintah lainnya ialah melalui Kementerian Koordinator

Politik, Hukum dan Keamanan bekerjasama dengan Kementerian

Pertahanan membentuk tim sinergi media sosial aparatur sipil negara.

Mekanisme kerja tim ini didukung oleh peralatan teknologi dan informasi

yang mutakhir dalam mengawasi dan mengontrol akun-akun penyebar

hoaks.
Ancaman pidana terkait perbuatan penyebar hoaks juga terdapat

dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang peraturan hukum pidana

Pasal 14 ayat (1) dan (2). Dalam ayat 1 menerangkan bahwa “barangsiapa,

dengan menyiarkan berita bohong dengan sengaja dan menerbitkan keonaran di

kalangan rakyat, maka hukuman penjara setinggi-tingginya sepuluh tahun dan

pada ayat 2 menerang “barangsiapa yang menyiarkan suatu berita atau

mengeluarkan pemberitahuan yang dapat menerbitkan keonaran di kalangan

rakyat. sedangkan ia patut dapat menyangka bahwa berita atau pemberitahuan

itu adalah bohong hukuman penjara setinggi-tingginya tiga tahun.

D. Pengertian Kepolisian

Polisi diartikan sebagai organ atau badan pemerintah, sedangkan

kepolisian merupakan badan pemerintah yang menjalankan fungsinya sebagai

aparat penegak hukum, pelindung, pengayom dan pelayanan serta menjaga

keamanan dan ketertiban masyarakat. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

(KBBI), bahwa polisi dapat diartikan :

a. Sebagai badan pemerintah yang bertugas memelihara keamanan

dan ketertiban umum;

b. Anggota dari badan tersebut diatas.

Selaras dengan pengertian diatas, dalam Pasal 1 angka 1 Undang-

Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik

Indonesia, yaitu : “Kepolisian adalah segala hal ihwal yang berkaitan dengan

fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan”.

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia,

dalam Pasal 2 menegaskan


“fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang

pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum,

perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat”. Selanjutnya

menurut Pasal 4 bahwa “Kepolisian Negara Republik Indonesia bertujuan

untuk mewujudkan keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya

keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum,

terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada

masyarakat, serta terbinanya ketentraman masyarakat dengan menjunjung tinggi

hak asasi manusia”.

Tugas pokok kepolisian terdapat dalam Pasal 13 dalam Undang-

Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

kemudian dijelaskan dengan rinci dalam Pasal 14, terdiri dari :

a. Melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patrol terhadap

kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan;

b. Menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan,

ketertiban, dan kelancaran lalu lintas di jalan;

c. Membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat,

kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat terhadap

hukum dan peraturan perundang-undangan;

d. Turut serta dalam pembinaan hukum nasional;

e. Memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum;

f. Melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap

kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan bentuk-bentuk

pengamanan swakarsa;
g. Melakukan penyidikan dan penyelidikan terhadap semua tindak pidana

sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan

lainnya;

h. Menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian,

laboratorium forensik dan psikologi kepolisian untuk kepentingan tugas

kepolisian;

i. Melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat, dan

lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan/atau bencana termasuk

memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi

manusia;

j. Melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum

ditangani instansi dan/atau pihak yang berwenang;

k. Memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan

kepentingannya dalam lingkup tugas kepolisian; serta

l. Melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

E. Konsep Penanggulangan Kejahatan

Penanggulangan kejahatan dapat diartikan sebagai upaya yang

dilakukan oleh setiap orang baik pemerintah maupun masyarakat untuk

menciptakan rasa aman, damai dan terhindar dari tindakan kejahatan.Masalah

kejahatan dalam masyarakat merupakan hal yang sering terjadi. Upaya-upaya

dalam menanggulangi kejahatan lebih diarahkan pada pembinaan serta

pemberian efek jera terhadap pelaku agar dapat menyadari kejahatan yang telah

mereka lakukan.
Kepolisian sebagai salah satu fungsi pemerintahan negara dalam

pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat memiliki peran penting

dalam penegakan hukum serta mencegah timbulnya kejahatan di dalam

masyarakat.

Penanggulangan kejahatan penyebaran berita bohong (hoax) oleh

kepolisian terdiri dari tiga bagian pokok (Monica: 2017) yakni sebagai berikut:

1. Pre-emtif adalah upaya menanamkan nilai-nilai/norma-norma yang

baik kepada setiap individu sehingga tidak terdapat niat untuk

melakukakan kejahatan. Dalam hal ini kepolisian dalam

penanggulangan penyebaran berita bohong yaitu melakukakn sosialisasi

melalui media sosial.

2. Preventif merupakan tindakan lanjutan dari upaya pre-emtif yaitu

pencegahan sebelum terjadinya tindak pidana/kejahatan. Melalui upaya

ini kepolisian membentuk cyber patrol.

3. Represif adalah upaya yang dilakukan setelah kejahatan terjadi,

berupa penegakan hukum. Upaya represif yang dilakukan oleh

kepolisian dalam penanggulangan kejahatan terhadap pelaku penyebar

berita bohong yaitu melalui tahap penyelidikan dan penyidikan.

Menurut Soedjono D (1976) Upaya penanggulangan kejahatan yang

baik, sebaiknya dapat memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a) Sistem dan operasi kepolisian yang baik

b) Peradilan yang efektif

c) Hukum dan perundang-undangan yang berwibawa

d) Koordinasi antar penegak hukum dan aparatur pemerintah yang serasi

e) Partisipasi masyarakat dalam penangulangan kejahatan


f) Pengawasan dan kesiagaan terhadap kemungkinan timbulnya kejahatan

g) Pembinaan organisasi kemasyarakatan.

Kebijakan atau upaya dalam penanggulangan kejahatan termasuk

bidang kebijakan kriminal (criminal policy). Menurut G.P. Hoefnagels (dalam

Arief 2008: 3) mengemukakan bahwa “criminal policy is the rational organization

of the social reaction to crime.” (Kebijakan kriminal adalah organisasi

rasional dari reaksi sosial terhadap kejahatan). Kebijakan kriminal ini pun

tidak terlepas dari kebijakan yang lebih luas, yaitu social policy atau kebijakan

sosial yang terdiri dari kebijakan atau upaya-upaya untuk kesejahteraan sosial

(social-welfare policy) dan perlindungan masyarakat (social- defence policy).

Menurut Arief (2008: 5) dalam penanggulangan kejahatan dapat

ditempuh melalui pendekatan kebijakan, dalam arti:

a. Terdapat perpaduan antara politik kriminal dan politik sosial

b. Terdapat perpaduan antara upaya penanggulangan kejahatan melalui

jalur penal maupun non penal.

Secara garis besar berdasarkan penjelasan tersebut diatas, upaya

strategis dalam penanggulangan kejahatan terbagi kedalam dua bagian, yaitu:

1. Upaya Non Penal (preventif)

Penanggulangan kejahatan melalui non penal merupakan upaya yang

bersifat preventif yakni tindakan berupa pencegahan dan pengendalian

terhadap tindak pidana/ kejahatan sebelum terjadi. Arief (2008:46)

mengemukakan bahwa melalui upaya non penal ini tujuan utamanya ialah

menangani faktor-faktor
penyebab terjadinya kejahatan, meliputi masalah-masalah maupun kondisi

sosial yang dapat menimbulkan munculnya tindakan dalam berbuat kejahatan.

Secara umum upaya non penal dikenal sebagai upaya yang utama

dalam penanggulangan kejahatan karena berupa tindakan penanganan awal

pecegahan agar tidak terjadi pelanggaran nilai dan norma-norma yang

berlaku, serta menghilangkan niat dan kesempatan terjadinya kejahatan.

Upaya preventif yang dapat dilakukan kepolisian dalam

penanggulangan kejahatan berupa usaha atau kegiatan kepolisan dalam menjaga

kondusifitas keamanan dan ketertiban masyarakat. Penyebaran berita bohong

(hoax) yang terjadi di dunia maya tentunya bukan hanya mengganggu dan

meresahkan namun juga telah merugikan masyarakat khususnya pengguna media

sosial.

Keamanan dan ketertiban dalam dunia maya juga menjadi perhatian

kepolisian. Cyber Troops atau pasukan pada dunia maya merupakan salah

satu strategi efektif kepolisian dalam mengawasi perkembangan yang terjadi

terhadap setiap hal yang bertentangan dengan hukum dan peraturan yang berlaku,

termasuk pelanggaran dan penyalahgunaan media sosial.

2. Upaya Penal (represif)

Upaya penal disebut juga sebagai upaya penanggulangan kejahatan

yang bersifat represif, yakni tindakan yang dilakukan setelah terjadinya

kejahatan. Penanggulangan dengan upaya represif merupakan suatu usaha

dalam menekan jumlah kejahatan melalui pemberian hukum pidana terhadap

pelaku kejahatan. Menurut Marc Ancel dalam Arief (2008: 23) kebijakan

hukum pidana (penal


policy) adalah suatu ilmu dan seni yang mempunyai tujuan praktis yang

memungkinkan peraturan hukum positif dirumuskan dengan baik.

Upaya penanggulangan kejahatan melalui upaya penal (represif) yang

dapat dilakukan kepolisian yaitu tindakan berupa pelaksanaan tugas pokok

sebagai badan penyelidikan dan penyidikan dalam kasus kejahatan.

Penyelidikan merupakan tindakan yang dilakukan penyelidik dalam mencari

dan memeriksa suatu tindak pidana sesuai dengan prosedur serta peraturan yang

berlaku.

Upaya penanggulan kejahatan terdiri atas tiga bagian pokok ( Alam, 2010:

69) yaitu sebagai berikut:

1. Pre-Emtif

Pre-emtif merupakan upaya-upaya pencegahan yang dilakukan diawal

oleh pihak kepolisian untuk mencegah tindak kejahatan terjadi. Upaya

penanggulangan kejahatan secara pre-emtif ini dilakukan dengan menanamkan

nilai-nilai dan norma-norma yang baik dalam diri seseorang. Faktor niat

melakukan pelanggaran/kejahatan menjadi hilang ketika dilakukan upaya pre-

emtif ini, meskipun terdapat kesempatan untuk melakukan kejahatan.Cara

pencegahan ini berasal dari teori NKK, yaitu: Niat + Kesempatan terjadi

Kejahatan.

2. Preventif

Preventif merupakan bagian dari upaya pre-emtif yang masih dalam

tataran pencegahan sebelum terjadinya kejahatan. Penekanan dalam upaya

preventif ini yakni dengan cara menghilangkan kesempatan untuk melakukan

kejahatan. Contoh seorang pencuri yang ingin mencuri motor akan tetapi

kesempatan untuk mencuri menjadi hilang, dikarenakan motor-motor yang

ada
berada di tempat penitipan motor yang terjaga dan aman sehingga

kesempatan menjadi hilang dan tidak terjadi kejahatan.

3. Represif

Represif merupakan upaya yang dilakukan pada saat telah terjadi

tindak pidana/kejahatan yang tindakannya berupa penegakan hukum (law

enforcement) dengan menjatuhkan hukum. Upaya represif juga merupakan

bagian dari pengendalian sosial yang dilakukan setelah terjadinya suatu

pelanggaran atau sesudah kasus kejahatan terjadi.

Umumnya upaya atau tindakan represif ini dapat dilakukan dengan

cara yaitu: melalui tindakan persuasif dan koersif. Tindakan persuasif ialah

bentuk pengendalian sosial yang dilakukan dengan cara mengarahkan individu

ataupun masyarakat agar mematuhi nilai-nilai dan norma yang berlaku sedangkan

tindakan koersif ialah bentuk pengendalian sosial yang sifatnya tegas, dapat

dikatakan bahwa tindakan koersif ini dengan pemberian sanksi yang tegas atau

menggunakan cara kekerasan. Contoh dari tindakan persuasif adalah seperti

himbauan dan arahan dari kepolisian agar masyarakat tertib berlalu lintas

dan memperhatikan rambu-rambu jalan dan mengenakan helm agar aman saat

berkendara. Adapun contoh dari tindakan koersif ialah ketika pengendara

melanggar salah satu aturan berkendara, maka polisi lalu lintas dengan

memberikan surat tilang kepada pengendara.


F. Kerangka Pikir

Setiap organisasi memiliki strategi tertentu dalam mencapai tujuannya,

strategi merupakan pemanfaatan sumber daya organisasi dengan

lingkungannya dalam menyusun rencana guna mencapai tujuan organisasi

jangka panjang. Sebuah strategi oleh kepolisian tentunya dibutuhkan dalam

melaksanakan tugas dan tanggungjawab kepada negara. Penulis dalam penelitian

ini menggunakan tipe strategi kelembagaan dengan mendeskripsikan fakta dan

data yang sesuai berdasarkan dari hasil penelitian yang dilakukan pada obyek

penelitian berkenaan dengan keikutsertaan peran kepolisian dan berbagai

upaya-upaya strategis yang dilakukan dalam penanganan kasus hoaks.

Peran kepolisian dalam penanganan kasus berita bohong (hoax) tidak

lepas dari kewenangan kepolisian dalam penyelidikan dan penyidikan.

Kewenangan dalam penyelidikan dan penyidikan terdapat dalam Undang-

Undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia

pada Pasal 5 dan Pasal 14 ayat (1) huruf g. Kepolisian memiliki peranan

penting dalam penanganan penyebaran berita bohong (hoax), dalam hal ini

Kepolisian Resor Gowa memiliki cara strategis tersendiri dalam mengimbau dan

mengedukasi masyarakat Kabupaten Gowa agar berani melawan hoax salah

satunya dengan melakukan sosialisasi melalui media sosial dan upaya-upaya

strategis lainnya.

Penanganan kejahatan oleh kepolisian dapat melalui tiga strategi

sebagai upaya penanganan, sebagai berikut: a) Pre-emtif yaitu sebagai upaya atau

tindakan awal sebelum kejahatan terjadi. b) Preventif merupakan upaya

penindakan masih
dalam tahap pencegahan sebelum terjadinya kejahatan, dalam hal ini

kepolisian melakukan tindakan penanganan awal. c) Represif yaitu upaya atau

tindakan yang dilakukan setelah terjadi tindak pidana, dalam hal ini kepolisian

melakukan tindakan penyelidikan dan penyidikan berdasarkan dengan hukum

pidana dan perundang-undangan yang berlaku. Berdasarkan uraian diatas maka

dapat digambarkan bagan kerangka pikir dalam penelitian ini yaitu sebagai

berikut:

Strategi Kepolisian dalam Penanganan


Kasus Penyebaran Berita Bohong (Hoax)

Menurut Alam (2010: 69 )


Penanganan Kejahatan

Pre-emtif Represif
Preventif

Terwujudnya Pelaksanaan Tugas


Kepolisian dalam Penanganan
PenGyaembabrarn 1B.1erKitaerBa
noghkoang (Hoax)

Gambar 1.1 Kerangka Pikir

G. Fokus Penelitian

Fokus penelitian diperlukan dalam sebuah penelitian, karena menjadi

batasan dalam perumusan masalah pokok sehingga memudahkan peneliti

melaksanakan penelitiannya. Untuk itu fokus penelitian ini ialah mengenai

strategi kepolisian dalam penanganan kasus penyebaran berita bohong (hoax)


di
Kabupaten Gowa dengan menggunakan tipe strategi kelembagaaan,

menganalisis peran serta lembaga kepolisian dalam meminimalisir tindakan

pelanggaran hukum terhadap Undang-Undang Informasi Transaksi dan Elektronik

(ITE).

Bertujuan untuk mendeskripsikan strategi serta upaya-upaya yang

dilakuakan oleh Polres Gowa dalam penanganan kasus hoax, baik yang

mungkin terjadi di Kabupaten Gowa maupun secara nasional. Adapun untuk

mengetahui strategi dan upaya apasaja yang dilakukan oleh Polres Gowa dalam

penanganan kasus penyebaran berita bohong (hoax), maka peneliti

menggunakan tiga upaya penanganan kejahatan sesuai yang dikemukakan

Alam (2010: 69). Dalam pelaksanaan strategisnya dengan melaksanakan strategi

secara pre-emtif, preventif dan represif. Ketiga sub fokus penelitian inilah

yang nantinya akan dikaji dan dianalisis sesuai dengan data dan fakta dengan

memanfaatkan metode ilmiah.

H. Deskripsi Fokus
Penelitian

Deskripsi fokus pada penelitian ini yaitu sebagai berikut:

1. Strategi kepolisian adalah upaya-upaya yang dilakukan kepolisian dalam

penanganan kasus kriminalitas maupun yang berpotensi mengganggu

keamanan dan ketertiban umum. Strategi kepolisian yang dimaksud

dalam penelitian ini yaitu bagaimana tindakan maupun langkah strategis

kepolisian khususnya Polres Gowa dalam penanganan kasus hoaks,

apabila sekiranya terdapat berita atau informasi hoaks dalam masyarakat.

2. Berita bohong (hoax) adalah berita yang memuat informasi yang isinya

tidak benar yang disebarkan oleh pelaku kejahatan melalui media

elektronik, dengan sanksi hukum sesuai dalam Undang-Undang Nomor 19


Tahun 2016
tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik.

3. Upaya pre-emtif adalah upaya pencegahan paling awal dilakukan

sebelum kejahatan terjadi. Penekanan dalam upaya ini adalah dengan

menghilangkan adanya kesempatan untuk melakukan kejahatan.

4. Upaya preventif adalah tindak lanjut dari upaya pre-emtif masih dalam

upaya pencegahan sebelum terjadinya kejahatan.

5. Upaya represif adalah upaya yang dilakukan pada saat telah terjadi

tindak pidana/kejahatan dengan melakukan penegakan hukum (law

enforcement) terhadap pelaku.

6. Pelaksanaan tugas kepolisian adalah tangggung jawab kepolisian dalam

memelihara keamanan dan ketertiban, serta penegakan hukum,

pelindung, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat khususnya dalam

penanganan kasus berita bohong (hoax).


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Lokasi Penelitian

Peneliti ini dilaksanakan dalam waktu kurang lebih 2 bulan dan

bertempat di kantor Kepolisian Resor (POLRES) kabupaten Gowa. Penelitian

ini dilakukan dilokasi setelah keluarnya surat izin penelitian dari LP3M dan

mendapat izin dari pihak kepolisian terkait, untuk melakukan penelitian.

Adapun pertimbangan penelitian ini akan dilaksanakan di lokasi tersebut karena

Polres Gowa merupakan pelaksana tugas Polri di wilayah Kabupaten Gowa.

Selain itu, wilayah Kabupaten Gowa merupakan kabupaten yang berbatasan

langsung dengan ibu kota Sulawesi Selatan yakni Kota Makassar dan tidak

menutup kemungkinan tingkat keamanan dan ketertiban di Kabupaten ini

terhadap pencegahan maupun penanganan kejahatan oleh kepolisian setempat

pun meningkat. Penelitian ini bermaksud untuk mengetahui langkah-langkah

strategis yang diambil Polres Gowa dalam penanganan penyebaran hoaks.

B. Jenis dan Tipe Penelitian

1. Jenis penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif. Dimana

dalam penelitian ini memaparkan dan mendeskripsikan data sesuai

dengan situasi, sikap, dan fakta yang terjadi. Menurut Moleong (2010: 6)

penelitian kualitatif adalah penelitian yang berusaha memahami fenomena

apa yang dialami oleh subjek penelitian secara deskriptif yakni ke dalam

bentuk kata- kata dan bahasa dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah.

29
30

2. Tipe penelitian

Tipe penelitian yang digunakan adalah tipe penelitian fenomenologi yaitu

memberikan gambaran secara jelas tentang strategi kepolisian dalam

penanganan kasus hoaks di Kabupaten Gowa.

C. Sumber Data

Adapun sumber data dalam penelitian


ini:

1. Data primer merupakan data yang diperoleh langsung oleh penulis dari

hasil wawancara, observasi, dokumen pribadi, yang berkenaan dengan

obyek penelitian.

2. Data sekunder merupakan data penelitian yang diperoleh penulis dari

beberapa sumber pendukung yang memperkuat data primer. Sumber data

sekunder berupa catatan ataupun dokumentasi serta publikasi pemerintah

maupun perusahaan, analisis industri oleh media, situs web, internet dan

seterusnya, (Sekaran: 2006).

D. Informan Penelitian

Guna memperoleh informasi atau data yang sesuai dengan tujuan

penelitian, maka informan dalam hal ini merupakan narasumber yang

diwawancarai oleh peneliti. Informan merupakan orang yang dianggap

menguasai dan memahami data, serta informasi ataupun fakta dari suatu objek

penelitian oleh peneliti. (Bungin, 2007:111). Informan dalam penelitian ini

terdiri dari 7 orang antara lain yaitu: Kasat Intelkam Polres Gowa, Kasubbag

Humas Polres Gowa, Anggota Satuan Humas, Anggota Satuan Reskrim,

Masyarakat pengguna media sosial. Adapun daftar informan dalam penelitian ini

sebagai berikut:
Tabel 1.1: Daftar Informan Penelitian

No Nama Inisial Jabatan

1. A. Mahdin Pat, Sh A.M Kasat Intelkam Polres Gowa

2. M. Tambunan M.T Kasubbag Humas Polres Gowa

3. Asri Halim AH Anggota Satuan Humas

4. Reski R Anggota Satuan Reskrim

5. Nusul N Anggota Satuan Reskrim

6. Syafirah S Masyarakat pengguna media sosial

7. Hajrah H Masyarakat pengguna media sosial

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut:

1. Observasi; yaitu pengumpulan data yang dilakukan penulis melalui

pengamatan langsung terhadap obyek penelitian. Observasi ialah

kemampuan seseorang, dalam hal ini peneliti menggunakan pengamatannya

melalui hasil kerja pancaindra seperti pendengaran dan penglihatan. (Bungin,

2007:118)

2. Wawancara (interviewing), yaitu proses memperoleh keterangan untuk

tujuan penelitian melalui tanya jawab antara informan dan peneliti (

Bungin, 2007:111-117). Dalam penelitian ini tanya jawab antara informan

dan peneliti dilakukan dengan mengajukan beberapa pertanyaan kepada

aparat kepolisian selaku informan yang mengetahui berkaitan dengan

strategi yang diusung dalam penanganan kasus penyebaran berita bohong di

Kabupaten Gowa.
3. Dokumentasi; setelah melakukan wawancara dan observasi selanjutnya

penulis mengumpulkan data melalui dokumentasi berupa rekaman

wawancara, foto, ringkasan catatan, maupun peraturan-peraturan dan

lainnya yang berkenaan dengan masalah penelitian.

F. Teknik Analisis Data

Data yang telah dikumpulkan dalam penelitian ini, selanjutnya di

analisis oleh penulis secara kualitatif dan dibahas dalam bentuk penjabaran dan

memberi makna sesuai dengan peraturan yang berlaku. Penulis menggunakan

analisis data model Miles dan Humberman dalam Sugiyono (2014: 246-252)

adalah sebagai berikut:

1) Data Reduction (Reduksi data)

Tahapan reduksi data dalam penelitian ini dilakukan dengan meringkas

data atau menggunakan pengkodean sehingga dapat mengambil data yang

pokok dan penting sehingga memudahkan peneliti dalam melakukan

pengumpulan data selanjutnya.

2) Data Display (Penyajian data)

Penyajian data dalam penelitian ini dilakukan dalam bentuk

penyampaian informasi melalui uraian singkat dengan jelas sehingga dapat

dibaca dan dianalisis memudahkan dalam memahami apa yang terjadi.

3) Conclusion Drawing/verification

Pada tahapan ini yaitu penulis menarikan kesimpulan dan verifikasi ,

kesimpulan yang dikemukakan perlu diverifikasi berdasarkan bukti-bukti

yang sesuai dan konsisten pada saat dilakukan penelitian dalam mengumpulkan

data.
Kesimpulan yang dikemukaan merupakan kesimpulan yang kredibel apabila

telah melalalui proses verifikasi.

G. Keabsahan Data

Triangulasi merupakan salah satu cara paling penting dalam menguji

keabsahan data dalam penelitian. Menurut Sugiyono (2014: 273-274)

Triangulasi diartikan sebagai pengecekan data melalui berbagai sumber,

berbagai cara dan waktu. Dengan demikian terdapat tiga macam triangulasi,

yaitu:

1. Triangulasi sumber yaitu pengujian data yang dilakukan dari data yang

telah diperoleh melalui beberapa sumber yang berbeda.

2. Triangulasi Teknik yaitu pengujian data yang dilakukan dengan cara

mengecek data kepada sumber yang sama, namun dengan menggunakan

teknik yang berbeda.

3. Triangulasi waktu yaitu pengecekan data yang dilakukan melalui

wawancara dalam kondisi waktu yang berbeda.


BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi atau Karakteristik Obyek Penelitian

1. Profil Polres Gowa

Faktor sosial keamanan menjadi salah satu prioritas dalam kehidupan

masyarakat. Meningkatnya pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah juga ikut

mempengaruhi tingginya tingkat kesenjangan sosial yang menjadi salah satu

pemicu terjadinya tindakan kejahatan. Guna menjamin terwujudnya

keamanan dan ketertiban masyarakat, keberadaan kepolisian di setiap wilayah

di tanah air sangatlah berperan penting.

Polres Gowa merupakan pelaksana tugas Polri di wilayah Kabupaten

Gowa yang berlokasi di Jalan Samsuddin Tunru No.58 Sungguminasa Gowa.

Kabupaten Gowa ialah kabupaten yang terletak di provinsi Sulawesi Selatan

dan berbatasan langsung dengan ibu kota Makassar dengan luas wilayah 1.883,32

km² atau sama dengan 3,01% dari luas wilayah Provinsi Sulawesi Selatan.

Secara geografis letak Kabupaten Gowa berbatasan dengan 7 kabupaten/ kota

yaitu di sebelah Utara berbatasan dengan Kota Makassar dan Kabupaten Maros.

Di sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Sinjai, Bulukumba, dan

Bantaeng. Di sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Takalar dan

Jeneponto sedangkan di bagian Barat berbatasan dengan Kota Makassar dan

Takalar.

Mayoritas penduduk di kabupaten Gowa beragama islam dengan

jumlah penduduk di kabupaten Gowa sebanyak ± 652.941 jiwa. Adapun

bahasa yang
34
35

sering digunakan oleh masyarakat setempat adalah bahasa makassar dengan

suku Konjo pegunungan yang mendiami hampir seluruh wilayah Kabupaten

Gowa.

Wilayah Kabupaten Gowa memiliki 18 Kecamatan dengan jumlah

Desa/Kelurahan sebanyak 167 dan 726 Dusun/Lingkungan. Sebagian besar

wilayah Kabupaten Gowa ialah dataran tinggi berbukit-bukit yang meliputi 9

kecamatan yaitu sekitar 72,26% yang terdiri dari: Kecamatan Parangloe, Manuju,

Tinggimoncong, Tombolo Pao, Parigi, Bungaya, Bontolempangan,

Tompobulu dan Biringbulu. Selebihnya 27,74% ialah dataran rendah dengan

topografi tanah yang datar meliputi 9 Kecamatan yakni Kecamatan Somba Opu,

Bontomarannu, Pattallassang, Pallangga, Barombong, Bajeng, Bajeng Barat,

Bontonompo dan Bontonompo Selatan, sedangkan dari total luas Kabupaten

Gowa sebanyak 35,30% mempunyai kemiringan tanah di atas 40 derajat, yaitu

pada wilayah Kecamatan Parangloe, Tinggimoncong, Bungaya,

Bontolempangan dan Tompobulu.

Kepolisian Resort (Polres) Kabupaten Gowa merupakan suatu institusi

dan kelembagaan yang mandiri, berwawasan global, berorientasi nasional dan

bertindak lokal, penuh dengan koordinasi dan meningkatkan sinergitas dalam

memberikan dan melaksanakan pencegahan kejahatan dan penegakkan

hukum kepada masyarakat, khususnya di wilayah Kabupaten Gowa.

Kepolisian Resort (Polres) Kabupaten Gowa dalam menjalanakan

tugas dan fungsinya berdasar pada Undang-Undang Kepolisian dan baik

mengenai susunan organisasi dan tata kerjanya berdasarkan pada Peraturan

Presiden, serta Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor

23 Tahun 2010
tentang susunan organisasi dan tata kerja pada tingkat kepolisian resort

dan kepolisian sektor.

Terkait wilayah pengawasan operasi Polres Gowa sendiri, terdiri dari


18 kecamatan dan 167 desa/kelurahan yang ada di Kabupaten Gowa . Adapun
wilayah 18 kecamatan tersebut yaitu: Kecamatan Somba Opu Polsek Somba
Opu, Kecamatan Palangga Polsek Palangga, Kecamatan Barombong Polsek
Barombong, Kecamatan Bajeng Polsek Bajeng, Kecamatan Bajeng Polsek
Bajeng, Kecamatan Bontonompo Polsek Bontonompo, Kecamatan
Bontonompo Selatan Polsubsektor Bonsel, Kecamatan Bontomarannu Polsek
Bontomarannu, Kecamatan Pattallassang Polsusektor Pattallassang, Kecamatan
Parangloe Polsek Parangloe, Kecamatan Manuju Polsek Manuju, Kecamatan
Parigi Polsek Tinggimoncong, Kecamatan Tinggimoncong Polsek
Tinggimoncong, Kecamatan Tombolopao Polsek Tombolopao, Kecamatan
Bungaya Polsek Bungaya, Kecamatan Bontolempangan Polsek Bungaya,
Kecamatan Tompobulu Polsek Tompobulu, Kecamatan Biringbulu Polsek
Biringbulu.

Gambar 2.1. Peta Wilayah Pengawasan Operasi

Sumber: Dokumentasi Peneliti di Bag Ops Polres Gowa


2. Visi dan Misi Polres Gowa

Visi Polres Gowa yakni sebagai berikut : “Terwujudnya postur Polres

Gowa yang unggul dalam pelayanan prima kepada masyarakat, yang

berorientasi kepada kearifan lokal: sipakatau (saling memanusiakan),

sipakalebbi (saling memuliakan), sipakainge (saling mengingatkan/demokrasi),

guna mendukung terciptanya Indonesia yang berdaulat, mandiri dan

berkepribadian berlandaskan gotong royong dalam rangka memantapkan

Kamtibmas Kabupaten Gowa”. Adapun misi dari Polres Gowa yaitu:

1. Mewujudkan pemuliaan pelayanan kamtibmas prima untuk

meningkatkan kepercayaan public melalui 9 (Sembilan program

unggulan yaitu : Kami datang melayani anda, Gowa beretika, Polisi

mabbulo sibatang, penanganan konflik sosial, police care, police goes

to school, kampung kamtibmas, pencegahan tipikor dan rekruitmen calon

polisi (BETAH);

2. Mengelola secara professional, transparan, akuntabel dan modern

seluruh sumber daya yang dimiliki guna mendukung kegiatan

operasional Polres Gowa terutama dalam mengamankan sumber daya

maritim;

3. Membangun jaringan intelijen yang handal, yang mampu

melaksanakan deteksi dini dan deteksi aksi secara cepat dan akurat

setiap gejolak sosial yang timbul dalam masyarakat;

4. Melakukan penegakan hukum secara transparan, tidak diskriminatif,

menjunjung tinggi sipremasi hukum, HAM, bebas korupsi, bermartabat

dan terpercaya;
5. Menjamin terlaksananya penaggulangan keamanan dalam negeri di

wilayah Kabupaten Gowa untuk mendukung terciptanya Indonesia yang

berdaulat, mandiri dan berkepribadian;

6. Meningkatkan kemitraan dengan masyarakat dan mempererat Sinergi

Polisional Inter departemen (sispindep) dengan instansi terkait

berdasarkan kegotongroyongan.

3. Struktur Organisasi Polres Gowa

Polres Gowa di pimpin oleh Kepala Kepolisian Resor (Kapolres) dan

dibantu oleh wakilnya (Wakapolres). Struktur organisasi Polres Gowa terdiri

atas 5 unsur yakni: unsur pimpinan, unsur pengawas dan pembantu pimpinan,

unsur pelaksana tugas pokok unsur pendukung dan unsur pelaksana tugas

kewilayahan.

Gambar 2.2. Struktur Organisasi Polres Gowa

Sumber: Dokumentasi Peneliti di Bag Sumda Polres Gowa


Gambar 2.3. Struktur Organisasi Polres Gowa

KAPOLRE
S (AKBP)

WAKAPOLRE
S (KOMPOL)
Unsur pimpinan
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------

KASIWA KASIPROPA KASIKEU KASIUM


S M

KABAG OPS KABAG KABAG SUMDA


REN

KASUB KASU
BAG B BAG KAS KASU KAS
KASUB KASUB KASUB
PROGA DALG UB BBAG UB
BAG BAG BAG AR
R BAG SARP BAG
BINOP DALOP HUMA
PERS RAS KUM
S S S

Unsur pengawas & pembantu pimpinan


-----------------------------------------------------------------------------------------------------------

SENTRA KASAT KASATRESKRIM KASAT


PELAYANAN INTELKA
TERPADU NARKOBA
M

KA SPKT

KASAT BINMAS KASAT


KASAT LANTAS KASAT TAHTI
SABHAR
A

Unsur pelaksana tugas pokok


-----------------------------------------------------------------------------------------------------------

KASITIPOL

Unsur pendukung
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
-----
KAPOLSEK
WILAYAH KAB Unsur pelaksana tugas
Kewilayahan
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
4. Tujuan Polres Gowa

Adapun tujuan Polres Gowa ialah sebagai berikut:

a. Terwujudnya Polres Gowa yang good governance dan clean government;

b. Terwujudnya perubahan mind set dan culture set personil Polres Gowa

melalui penggiatan pelaksanaan program reformasi birokrasi polri (RBP);

c. Terwujudnya Polres Gowa yang mampu melindungi setiap lapisan

masyarakat dan memberikan rasa aman, nyaman, tertib, dan damai

dalam melaksanakan aktvitasnya sehari-hari yang berorientasi kearifan

local sipakatau, sipakalebi, sipakainge;

d. Terwujudnya anggota Polres Gowa yang professional, bermoral,

modern, unggul dan dipercaya masyarakat;

e. Terwujudnya penegakan hukum yang transparan, akuntabel, dan anti

KKN yang mampu memberikan perlindungan dan pengayoman

masyarakat serta memenuhi rasa keadilan masyarakat.

5. Sasaran strategis Polres Gowa

Pencapaian sasaran strategis dalam rangka melanjutkan strategi

partnership building pada renstra Polres Gowa tahun 2010-2014 sehingga

tercipta kondisi keamanan yang kondusif dengan kebulatan sinergi

polisional yang produktif dan didukung almatsus Polres Gowa berbasis teknologi

kepolisian melalui pelayanan publik yang unggul. Dalam rangka

mewujudkannya, maka sasaran strategis Polres Gowa tahun 2015-2019, adalah :


a) Terpenuhinya sarana/prasarana dan almatsus Polres Gowa berbasis

teknologi yang menjunjung tinggi HAM dalam menghadapi berbagai

trend kejahatan modern dan konflik sosial;

b) Terbangunnya postur Polres Gowa yang professional, bermoral,

modern dan unggul melalui perubahan mind set dan culture set (revolusi

mental);

c) Tergelarnya kekuatan Polres Gowa pada titik-titik rawan gangguan

kamtibmas secara berkelanjutan / berkesinambungan;

d) Terwujudnya peningkatan pelayanan prima kepada masyarakat dengan

berorientasi pada kearifan lokal yaitu sipakatau, sipakalebi, sipakainge;

e) Terdeteksi dan terpantaunya berbagai potensi gejolak social dalam

masyarakat, sehingga mampu mencegah dan menanggulangi gangguan

kamtibmas yang dapat mengarah kepada terjadinya kerusuhan,

tindakan anarkis maupun terorisme dengan meningkatkan peran intelijen

kepolisian di wilayah hukum Polres Gowa;

f) Terpeliharanya kemitraan Polres Gowa dengan masyarakat dan sinergi

polisional inter departemen yang kokoh dengan instansi terkait

berdasarkan gotong royong, untuk menciptakan keamanan dalam

negeri secara berkelanjutan;

g) Tergelarnya Bhabinkamtibmas di seluruh desa / kelurahan di wilayah

hukum Polres Gowa dalam rangka implementasi polmas dan

melakukan deteksi dini terhadap potensi gangguan keamanan dan

gejolak sosial masyarakat;


h) Terjaminnya keamanan, keselamatan, ketertiban dan kelancaran lalu

lintas barang dan orang di wilayah laut maupun di wilayah darat;

i) Terlindunginya rasa aman masyarakat dari 4 (empat) jenis kejahatan

(kejahatan konvensional, kejahatan terhadap kekayaan Negara,

kejahatan transnasional dan kejahatan berimplikasi kontijensi);

j) Tersusun dan terimplementasinya SOP tentang standar pelayanan

publik yang unggul dalam menyelenggarakan fungsi Polres Gowa yang

good governance dan good government.

6. Program unggulan Kapolres Gowa.

Pelaksanaan tugas personil Polres Gowa dalam meningkatkan

pelayanan untuk mewujudkan rasa aman, tenteram dan damai dalam

masyarakat. Untuk mewujudkan pencapaian arah kebijakan tersebut di atas,

maka strategi pembangunan Polres Gowa yang akan dilakukan melalui 9

(Sembilan) program unggulan Kapolda Sulsel yang telah dijabarkan sebagai

program unggulan Kapolres Gowa, yaitu :

a. Membangun “kampung kamtibmas” yaitu dengan mengajak masyarakat

menjadi polisi bagi diri dan lingkungannya;

b. Memberdayakan forum kamtibmas melalui program “Polisi ma’bulo

sibatang” dengan kegiatan Polres Gowa beserta dengan tokoh

masyarakat duduk bersama dalam menjaga situasi kamtibmas;

c. Membangun dan memberdayakan pengamanan swakarsa serta

meningkatkan pelibatan publik dalam rangka pencegahan dan

“penanganan konflik sosial”


d. Menanamkan rasa kepedulian personil Polres Gowaterhadap

masyarakat dan lingkungan melalui program “Police care” dengan

kegiatan kepedulian dan bantuan sosial;

e. Membuat sentra pelayanan di luar kantor melalui program “kami

datang melayani anda” dengan kegiatan penerimaan laporan dan

complain dari masyarakat dengan melibatkan tokoh masyarakat dan

media;

f. Membangun komunikasi antara polri dengan masyarakat melalui

program “Gowa beretika” dengan kegiatan pemberdayaan perwira

Polres Gowauntuk ditunjuk menjadikan mahasiswa dan anggota geng

motor sebagai saudara angkat / anak / komunitas binaan.

B. Deskripsi Kasus Pelanggaran ITE di Kabupaten Gowa

Kemudahan akses informasi di era digitalisasi memberikan dampak

yang positif bagi penggunanya, namun disisi lain juga memberikan dampak

negatif karena menyalahgunakan Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) itu

sendiri. Pemerintah menerbitkan Undang-Undang No. 11 tahun 2008 tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang diperbarui dengan Undang-

Undang No. 19 tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Keberadaan undang-undang tersebut diharapkan dapat memberikan

efek jera bagi pelaku penyalahgunaan ITE. Namun kenyataanya masih

terdapat sejumlah kasus pelanggaran yang terjadi. Seperti halnya kasus

pelanggaran ITE yang terjadi di beberapa wilayah di tanah air. Kasus

pelanggaran atau penyalahgunaan terhadap informasi transaksi elektronik di

wilayah Kabupaten
Gowa dua tahun terakhir ini tercatat telah ditangani oleh Polres Gowa yakni

sebanyak lima kasus, berikut data yang penulis dapatkan dari Satreskrim

Polres Gowa terkait tindak lanjut penanganan kasus pelanggaran ITE yang terjadi

selama dua tahun ini, sebagai berikut:

Tabel 2.1 Data Tindak Lanjut Penanganan Kasus Pelanggaran ITE di Polres Gowa
Tahun 2018

No Kasus Jml Tindak Lanjut


LP LidikPenanganan
Sidik P-21 P18 SP3
1. Penipuan melalui media 3 0 3 0 0 0
sosial
2. Tanpa hak dan izin 1 0 1 0 0 0
mengakses sistem elektronik
orang lain
3. Melakukan grab fiktif 1 0 1 0 0 0
4. Penghinaan melalui media 3 0 2 2 0 0
sosial
5. Pencemaran nama baik 4 0 4 0 0 0
melalui media sosial
Jumlah 12 0 11 2 0 0
Sumber: Satreskrim Polres Gowa.

Kasus pelanggaran ITE pada tahun 2018 sesuai pada tabel 1.2 diatas

menunjukkan terdapat 5 kasus pelanggaran ITE yang terjadi di wilayah

Kabupaten Gowa yakni kasus penipuan melalui media sosial, tanpa hak dan

izin mengakses sistem elektronik orang lain, melakukan grab fiktif, penghinaan

melalui media sosial, dan pencemaran nama baik melalui media sosial.

Laporan terkait kasus penipuan melalui media sosial dan kasus

penghinaan melalui media sosial berjumlah masing-masing 3 laporan, kemudian

tindak lanjut penanganan terhadap kasus penipuan melalui media sosial

melalui penyidikan berjumlah 3 sedangkan pada kasus penghinaan berjumlah

masing-masing 2 tindakan penyidikan dan P-21 yang artinya berkas kasus

telah rampung dan


diterima oleh Kejaksaan. Sedangkan pada kasus tanpa hak dan izin

mengakses sistem elektronik orang lain dan kasus grab fiktif masing-masing

berjumlah 1 laporan dengan tindak lanjut penanganan melalui masing-masing 1

tindakan penyidikan. Selanjutnya pada kasus pencemaran nama baik melalui

media sosial terdapat 4 laporan dengan jumlah 4 tindak lanjut penanganan

melalui penyidikan.

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka pada tahun 2018 total terdapat

12 laporan dengan 5 kasus pelanggaran ITE dan tindakan penanganan melalui

penyidikan sejumlah 11 tindakan dan perampungan berkas ke Kejaksaan

sebanyak 2 berkas. Selanjutnya pada tahun 2019 data tindak lanjut penanganan

kasus ITE yang terjadi sebagai berikut:

Tabel 2.2 Data Tindak Lanjut Penanganan Kasus Pelanggaran ITE di Polres Gowa
Tahun 2019 Januari sampai dengan September

No Kasus Jml Tindak Lanjut


LP LidikPenanganan
Sidik P-21 P18 SP3
1. Pencemaran nama baik 3 0 3 0 0 1
melalui media sosial
2. Melakukan grab fiktif 0 0 0 1 0 0
3. Penghinaan melalui media 2 0 2 0 0 0
sosial
4. Penipuan melalui media 1 0 1 0 0 0
sosial
Jumlah 6 0 6 1 0 1
Sumber: Satreskrim Polres Gowa.

Tabel 2.2 diatas menunjukkan terdapat 3 laporan kasus pencemaran

nama baik dengan tindak penanganan sejumlah 3 penanganan melalui penyidikan

dan 1 tindakan SP 3 yang artinya berkas kasus tidak dilanjut ke kejaksaan karena

bukan tindak pidana, kadaluarsa atau meninggal dunia. Pada kasus melakukan

grab fiktif terdapat 1 tindakan penanganan yakni P21 yang artinya berkas telah

rampung dan
diterima oleh kejaksaan. Kemudian pada kasus penghinaan dan penipuan

melalui media sosial, terdapat 2 dan 1 jumlah laporan serta penanganan

melalui penyidikan sejumlah 2 dan 1 tindakan penyidikan yang dilakukan.

Berdasarkan hal tersebut, total terdapat 6 laporan dengan 4 kasus dengan

tindakan penyidikan sejumlah 6 dan perampungan berkas perkara yang diterima

oleh Kejaksaan sebanyak 1 berkas dan 1 berkas tiak dilanjutkan ke kejaksaan

Negeri Gowa.

Data pada tahun 2019 sebagaimana dalam tabel 2.2 tersebut diatas,

menunjukkan terjadinya penurunan sejumlah 12 laporan dari 5 kasus pada

tahun 2018 menjadi 6 laporan dari 4 kasus pelanggaran pada tahun 2019 bulan

Januari sampai dengan September. Hal tersebut menunjukkan penurunan yang

cukup baik terhadap pelanggaran yang terjadi, sekaligus keberhasilan Polres

Gowa dalam menekan terjadinya kasus pelanggaran ITE yang terjadi dalam

kurun waktu dua tahun terakhir ini.

Terkait data pemberitaan hoaks oleh Polres Gowa secara administratif

belum pernah dilakukan penanganan secara hukum, karena belum adanya

laporan polisi dari masyarakat ke Polres Gowa. Namun pemberitaan yang

mengandung unsur kebohongan, pernah mewarnai sejumlah media sosial hingga

media massa secara online memberitakan sejumlah kasus yang viral dan

mengandung unsur kebohongan atau berita bohong (hoax), berikut ini penulis

telah merangkum sejumlah hoaks yang beredar pada media sosial maupun

media massa secara online.


Adapun klasifikasi beritanya yakni penulis uraikan dalam tabel beikut:

Tabel 2.3 Daftar Kasus Hoaks Viral Melalui Media Massa yang Terjadi di
Kabupaten Gowa.

No Tahun Daftar Kasus Hoaks yang viral melalui media sosial terjadi di
Kabupaten Gowa.
1. 2018 Hoaks terkait penyebaran video analisis akan terjadi kerusuhan
22 Mei 2019 setelah penetapan pemenang pemilu.
1. 2018 Hoaks terkait bendungan bili-bili di Kabupaten Gowa retak
disebabkan gempa.
3. 2018 Akibat hoaks mahasiswa di Kabupaten Gowa tewas akibat
dikroyok warga, korban dituduh maling di sebuah Mesjid di
Kabupaten Gowa.
4. 2018 Hoaks terkait pemberitaan viral anak remaja asal Gowa bertelur.

5. 2019 (Hoaks) kasus baliho surat suara di Gowa tidak mencantumkan


foto Prabowo-Sandi.
6. 2020 Kabar viral jembatan kembar di Kabupaten Gowa nyaris roboh
ternyata hoaks.
Sumber: Diolah penulis dari berbagai pemberitaan di media massa.

Tabel 2.3 tersebut diatas menerangkan bahwa terkait pemberitaan

bohong (hoax) pada tahun 2018 ialah yang paling sering terjadi di

Kabupaten Gowa. Pembahasannya pun beragam, mulai dari politik seperti

kasus-kasus yang pernah mewarnai pemilihan umum baik secara nasional

maupun lokal. Hingga kasus terkait fasilitas publik seperti halnya pemberitaan

terkait jembatan kembar yang berada di Kabupaten Gowa diberitakan hampir

roboh dan sempat membuat panik dan kekhawatiran di masyarakat, utamanya

yang tinggal di sekitar aliran sungai


Jene’berang, tidak hanya itu kasus tentang bendungan bili-bili yang

merupakan bendungan terbesar di Sulawesi Selatan yang berada di Kabupaten

Gowa retak pun pernah viral di media sosial maupun media massa secara

online. Untuk itu, sebagai masyarakat diera modern sekarang ini, perlunya

meningkatkan kesadaran pentingnya membaca, mengecek dan menyaring

sebuah pemberitaan yang kita temukan agar tidak mudah menyebarkan

pemberitaan atau informasi yang kita dapatkan. Mencari tahu dari beberapa

sumber ke pihak yang berwenang dan tidak mudah terprovokasi ataupun

menyebarkan informasi dan berita yang belum tentu kejelasan dan

kebenarannya.

C. Strategi Kepolisian dalam Penanganan Kasus Penyebaran

Berita Bohong (Hoax) di Kabupaten Gowa.

Kasus berita bohong yang ditangani oleh Polres Gowa menurut

pemaparan dari Kasubbag Humas Polres Gowa kepada peneliti sebenarnya belum

ada, namun Polres Gowa memiliki sejumlah cara dan strategi yang dilakukan

melalui beberapa upaya-upaya penanggulangan sebagai bagian dari strategi

dalam menangkal adanya berita bohong atau hoaks sebelum menyebar di

Kabupaten Gowa baik dalam skala nasionan maupun di wilayah hukum

Kabupaten Gowa itu sendiri. Selain itu sebagai upaya dari menjaga

kondusifitas keamanan dan ketertiban di wilayah Kabupaten Gowa . Adapun

strategi yang dilakukan Polres Gowa sebagai upaya penanganan kasus

penyebaran berita bohong (Hoax) di wilayah Kabupaten Gowa yakni sebagai

berikut:
1. Strategi Penanganan Secara Pre-emtif

Strategi Penanganan secara Pre-emtif ialah merupakan bentuk upaya

awal yang dilakukan kepolisian dalam penanganan kejahatan sebelum

kejahatan tersebut terjadi. Upaya awal yang dilakukan seperti penanaman nial-

nilai moral khususnya kepada generasi muda agar tidak mudah menyebarkan

berita bohong (hoax), hal ini dilakukan oleh Polres Gowa dengan melakukan

kegiatan wisata edukasi. Berikut pernyataan Kasubbag Humas terkait hal

tersebut:

“Edukasi kepada para pelajar berupa wisata edukasi untuk mengenal


dunia kepolisian sekaligus kesempatan kepada pihak kepolisian
memberikan pemahaman tentang media sosial, demikian juga melalui
sekolah-sekolah melalui upacara setiap hari senin menjadi inspektur
upacara disitulah pihak kepolisian memberikan pesan kepada masyarakat
khususnya kaula muda agar lebih bijak dalam bermedia sosial”. (hasil
wawancara M.T 9 September 2019).

Hasil wawancara tersebut di atas menunjukkan bahwa adanya

tindakan atau upaya pencegahan awal yang coba dilakukan oleh Polres Gowa

melalui kegiatan wisata edukasi kepada para pelajar. Wisata edukasi tersebut

dapat dikatakan sebagai salah satu strategi penanganan awal yang dilakukan

Polres Gowa sebagai upaya penanaman nilai-nilai moral yang baik dengan

melakukan pendekatan antara polisi dan pelajar. Penanaman nilai-nilai moral

yang baik harus dimulai dari sejak dini, selain menambah pemahaman para

pelajar terkait dunia kepolisian dan hukum juga menjadi pembelajaran moral

kepada para pelajar agar lebih bijak menggunakan media sosial. Lebih lanjut

kemudian beliau menambahkan:

“Wisata edukasi ini dilakukan 3 kali seminggu, itu semua terkait


masalah dunia kepolisian maupun tentang penggunaan media sosial dan
kalau untuk ke sekolah setiap hari senin Kapolsek pun ikut menjadi
inspektur
upacara, biasanya pihak sekolah meminta kepada pihak kepolisian
agar polri bisa menjadi inspektur upacara pada setiap hari senin”. (hasil
wawancara M.T 9 September 2019).

Berdasarkan dari hasil wawancara di atas dapat di ketahui bahwa

wisata edukasi oleh Polres Gowa ini dilakukan sebanyak tiga kali dalam

seminggu, selain Polres Gowa kehadiran Kapolsek yang menjadi inspektur

upacara di sekolah- sekolah menunjukkan bahwa semua peran kepolisian tak

terkecuali hingga kepolisian sektor ikut aktif dan berperan dalam memberikan

penanaman nilai- nilai moral yang baik, berkaitan dalam dunia kepolisian

maupun penggunaan media sosial.

Gambar 2.4. Polres Gowa Bersama Generasi Millennial Menolak


Hoax

Sumber: Media Sosial Humas Polres Gowa

Kegiatan wisata edukasi oleh Polres Gowa, ini berjalan sejak tahun

2018 bertujuan untuk menambah pemahaman para pelajar tentang hukum,

sehingga para pelajar tidak terlibat baik sebagai korban maupun pelaku dalam

suatu tindakan kriminalitas. Program ini juga mendekatkan generasi muda dalam

hal ini para pelajar khususnya di Kabupaten Gowa dengan kepolisian.


Selain itu bentuk tindakan dan upaya pelaksanaan strategis secara

pre- emtif lain yang dilakukan oleh Polres Gowa ialah dengan melakukan

sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat. Sosialisasi dan edukasi kepada

masyarakat terkait berita atau informasi hoaks dilakukan melalui media cetak,

media online maupun secara langsung. Terkait hal tersebut, berikut ini

penjelasan Kasubbag humas Polres Gowa:

“Kami propaganda dengan hal-hal yang positif contoh kasus hoaks


Ratna Sarumpaet, kami melakukan propaganda dengan memposting
edukasi masyarakat kedalam bentuk meme maupun video aktraktif
yang dapat mengedukasi masyarakat. Setiap apapun yang kami lakukan
hal-hal positif, kami posting baik melalui media elektronik, media
cetak, online hingga media sosial. Itulah cara kami untuk memberikan
edukasi kepada masyarakat, di samping mungkin ada himbauan-
himbauan ke sekolah- sekolah dan setiap kegiatan yang melibatkan
selutuh personil sebagai cyber troops Polres Gowa”. (hasil wawancara
M.T 30 Agustus 2019).

Hasil wawancara tersebut diatas, menunjukkan keaktifan dan

pemanfaatan yang baik oleh Polres Gowa terhadap penggunaan dan

pemanfaatan media, baik melalui media elektronik, cetak maupun online.

Selanjutnya informan A.S sebagai anggota satuan humas Polres Gowa

menambahkan keterangan sebagai berikut:

“Masyarakat bisa melihat seluruh kegiatan yang Polres Gowa lakukan


melalaui media sosial Polres Gowa, kalau kita ketik di google tentang
video kreatif anti hoaks polres Gowa maka masyarakat bisa langsung
melihat video kami.” (hasil wawancara A.S 30 Agustus 2019).

Berdasarkan hasil wawancara dari kedua informan tersebut diatas,

maka dapat disimpulkan bahwa Polres Gowa memanfaatkan kemudahan media

sosial untuk memberikan edukasi kepada masyarakat baik dalam bentuk video

aktraktif dan kreatif maupun meme yang dapat diakses melalui internet oleh

masyarakat diera digitalisasi seperti sekarang ini.


Hal tersebut sesuai dengan sasaran strategis Polres Gowa tahun 2015-

2019 pada poin satu dan dua yaitu terpenuhinya sarana/prasarana dan almatsus

Polres Gowa berbasis teknologi yang menjunjung tinggi HAM dalam

menghadapi berbagai trend kejahatan modern dan konflik sosial serta

terbangunnya postur Polres Gowa yang professional, bermoral, modern dan

unggul melalui perubahan mind set dan culture set (revolusi mental).

2. Strategi Penanganan Secara Preventif

Strategi preventif merupakan upaya penanganan kejahatan yang masih

dalam tahap pencegahan sebelum kejahatan terjadi. Strategi penanganan

secara preventif ini, kepolisian melakukan sosialisasi kepada masyarakat baik

secara langsung maupun tidak langsung. Seperti salah satu contoh digelarnya

deklarasi anti hoaks dan Sara pada sabtu tanggal 17 maret 2018 lalu, usai

melakukakan apel kesadaran nasional di halaman Mapolres Gowa. Kegiatan

tersebut menggambarkan bersatunya TNI-Polri dalam memerangi berita bohong

dan hal- hal yang dapat menjadi pemecah di antara seluruh lapisan masyarakat.

Selain itu berdasarkan interview yang dilakukan peneliti terhadap informan,

bentuk upaya lain yang dilakukan Polres Gowa terhadap pencegahan

penyebaran berita hoaks atau pemberitaan negatif, yakni dengan meng-counter

adanya pemberitaan negatif. Berikut pernyataan hasil wawancara Kasubbag

humas terkait hal ini:

“Upaya preventif polri itu dengan meng-counter pemberitaan negatif


dengan pemberitaan yang positif, itu pasti. Melalui media online,
media cetak maupun televisi lainnya agar masyarakat tau bahwa
setiap berita yang kita ambil itu adalah positif. Jadi hal-hal yang
mereka angkat bisa
tercounter dengan berita positif.” (hasil wawancara M.T 9 September
2019).

Senada dengan apa yang disampaikan tersebut diatas, berikut

pernyataan dari Kasat Intelkam terkait upaya strategis yang dilakukan untuk

menghimbau masyarakat:

“Terkhusus kita di Polres khususnya intel ketika ada berita yang


seperti itu, kita cepat deteksi dengan mencari informasi, memilih dan
memilah, menganalisa yang berpotensi gangguan kantibmas ataupun
yang lainnya. Upaya yang kami lakukan itu kami ikut meng-counter
berita agar tidak beredar, terkadang face to face ke masyarakat, atau
dengan teman-teman yang ada disini bahwa berita tersebut cukup sampai
disini jangan beredar lagi.” (hasil wawancara A.M 11 September 2019).

Terkait persoalan cara meng-counter berita bohong atau yang sering

disebut hoaks ini, masyarakat mempunyai tanggapan dan pemahaman

tersendiri dalam menyikapi hoaks apabila mereka menemukan hoaks utamanya

pada media sosial yang cakupan penyebaran hoaks jauh lebih luas dari berbagai

aspek tertentu. Berikut tanggapan masyarakat apabila menemukan hoaks:

“Saya merasa negatif thingking, kemudian merasa cemas dan


bimbang antara benar atau tidak berita tersebut, maka saya mencari
beberapa sumber untuk memastikan benar atau tidaknya hal tersebut.” (
hasil wawancara dengan H 18 Oktober 2019)

Hal serupa juga diungkapkan oleh Informan S yang memaparkan

pemahamannya terkait hoaks dan respon yang dirasakan apabila menemukan

berita atau informasi yang bersifat hoaks. Berikut hasil wawancara terhadap

informan:

“Berita bohong atau hoaks itu merupakan suatu kabar atau


pemberitaan dimasyarakat mengenai sesuatu hal yang gempar yang
dituangkan dalam bentuk kebohongan dibungkus sedemikian rupa
sehingga berita ini hampir
sama persis dengan berita yang sebenarnya, persoalan mengenali
berita hoaks itu sendiri. Bagi saya begitu sulit karena hampir sama persis
antara berita benar yang tersebar, namun salah satu ciri yang saya lihat
dari berita hoaks itu, judul dari beritanya biasanya terlalu di lebihkan.”
(hasil wawancara dengan S 19 Oktober 2019).

Informan S menambahkan respon yang dirasakan dari dampak

menerima pemberitaan-pemberitaan hoaks, sebagai berikut:

“Kalau saya menerima atau membaca berita hoaks, saya salah satu
korban yang sering mendapati hal tersebut, biasanya dampak yang saya
rasakan itu sendiri banyaknya kekeliruan informasi yang saya dapat
sehingga saya merasa tidak jeli, tidak teliti dalam menyaring dan meng-
share informasi- informasi.” (hasil wawancara dengan S 19 Oktober
2019).

Sesuai dengan pernyataan tersebut diatas, kita seharusnya lebih bijak

dalam menyebarkan informasi yang ada, jangan sampai menyebarkan suatu

informasi atau pemberitaan begitu saja tanpa memastikan kebenanrannya

terlebih dahulu. Sehingga tidak merugikan orang lain, seperti halnya yang

dirasakan oleh informan H dan S tersebut diatas yang merasa negatif thingking,

cemas dan bimbang bahkan sulit dalam mengenali mana berita dan informasi

yang benar.

Melakukan sosialisasi dan pemyampaian pesan serta meng-conter

pemberitaan negatif menjadi pemberitaan positif sehingga pemberitaan yang

diterima oleh masyarakat tidak mengandung unsur provokatif maupun SARA

dan lainnya, sebagaimana diungkapkan diatas merupakan bentuk strategi

preventif sebagai bagian dari upaya pencegahan awal setelah dilakukan tindakan

pre-emtif sebelumya.
Gambar 2.6. Salah satu bentuk penyampaian pesan oleh Polres Gowa
melalui media sosial

Sumber: Media Sosial Humas Polres Gowa

Gambar tersebut diatas merupakan salah satu bentuk penyampaian

pesan oleh Polres Gowa melalui media sosial berisiakan pesan agar

masyarakat tidak begitu saja menyebarkan konten negatif namun terlebih dahulu

melakukan check dan recheck serta saring sebelum sharing konten maupun

inormasi yang belum tentu kebenarannya. Mengingat ancaman yang dapat

menjerat pelaku penyebar hoaks yakni terdapat dalam Undang-Undang Nomor

19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun

2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dalam pasal 28 ayat 1 dan

ayat 2 serta keterangan unsur pidana pada pasal 45 ayat 2 menerangkan

hukuman penjara maksimal 6 tahun dan dengan denda paling banyak 1 milyar

rupiah.

Berkenaan dengan keberadaan undang-undang yang berlaku, yang

mengatur tentang hukuman bagi pelaku penyebar hoaks, nampaknya

pengetahuan
masyarakat terkait hal itu tidak begitu dalam, seperti halnya dengan yang

disampaikan informan sebagai berikut:

“Menurut yang saya ketahui dikenakan sanksi berupa hukum pidana,


tetapi saya tidak tahu jelas pasal beberapa dan ayat berapa yang
menjelaskan hal tersebut, tetapi bagi para pelaku akan dijerat oleh
pidana tersebut.” (hasil wawancara S 19 Oktober 2019).

Hal serupa juga diungkapkan oleh masyarakat yang memberikan

pejelasan bahwa dia pun tak mengetahui secara pasti namun mengetahui

adanya undang- undang yang mengatur tentang hoaks, berikut hasil wawancara

dengan informan:

“Ancaman bagi pelaku hoaks yang saya tau ada pasal yang dibuat
oleh pemerintah bagi pelaku hoaks.” (hasil wawancara H 18 Oktober
2019).

Berdasarkan hasil wawancara tersebut, peran masyarakat sangat

diperlukan terkait pengetahuan masyarakat terhadap aturan hukum yang

dapat menjerat pelaku penyebar hoaks, agar tidak adanya niat ataupun

kesempatan bagi pelaku menyebarkan berita bohong (hoax). Ketidak tahuaan

masyarakat terhadap Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan

atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi

Elektronik merupakan salah satu faktor yang menyebabkan penyebaran hoaks

terus terjadi. Sesuai dengan penjelasan yang dikemukakan menurut Alam (2010:

69) bahwa cara pencegahan berasal dari teori NKK yaitu ketika adanya niat

dan kesempatan, maka terjadi kejahatan. Oleh karena itu ketika pengetahuan

masyarakat terkait undang-undang meningkat, maka niat menyebarkan berita

bohong (hoax) menjadi berkurang sehingga meminimalisir kejahatan penyebaran

hoaks.
3. Strategi Penanganan Secara Represif

Strategi represif merupakan upaya kepolisian dalam penanganan

kejahatan setelah terjadi tindakan kejahatan. Pada dasarnya upaya represif

merupakan tindakan yang dilakukan aparat penegak hukum terhadap orang

yang melakukan tindak pidana. Adapun strategi penanganan secara represif

yang dilakukan oleh Polres Gowa menurut hasil wawancara serta observasi yang

dilakukan yaitu sebagai berikut:

a. Mengecek kebenaran berita atau informasi yang didapatkan.

Apabila masyarakat menemukan berita bohong (hoax) maka

masyarakat dihimbau agar dapat mengecek kebenaran berita atau informasi yang

didapatkan. Adapun informasi yang sempat membuat panik warga di

Kabupaten Gowa dan sekitarnya yakni terkait informasi bendungan bili-bili

retak akibat gempa Donggala di Sulawesi tengah . Namun informasi tersebut

tidaklah benar, melalui siaran pers oleh Kominfo menetapkan bahwa informasi

tersebut hoaks.

Terkait informasi bendungan bili-bili retak tersebut aparat kepolisian

pun ikut berpatroli dalam mengawasi situasi bendungan saat itu. Berikut

pernyataan dari Kasubbag humas terkait hal tersebut:

“Kami berkoordinasi dengan anggota yang ada disana dan mereka


mengambil foto bagaimana status bendungan bili-bili, kami juga
koordinasi dengan petugas bendungan. Kami ambil foto tersebut dan
kami share setiap jam. Perkembangan-perkembangan kami share jadi
masyarakat mengerti dan kita jangan mudah terprovokasi, dia
( masyarakat) bilang jembatan mau retak, hanya kami mengimbau
bahwa betul airnya naik tapi tidak mengarah kesana.” (hasil wawancara
M.T 30 Agustus 2019).
Wawancara berikutnya, beliau memberikan pernyataan bahwa apabila

masyarakat menemukan berita atau informasi hoaks, maka harus mengecek

kebenarannya melalui instansi sesuai dengan berita yang tertuju. Berikut ini

kutipan hasil wawancara dengan informan:

“Apabila menemukan hal seperti itu dan masih diragukan, masyarakat


bisa mengkonfirmasi ke instansi terkait yang mengangkat hal itu.
Misalnya yang menyangkut TNI Polri dan atau instansi lain, maka
masyarakat jangan langsung percaya. Mengetahui berita itu salah atau
benar kita bisa ke instansi mana yang mengangkat tentang berita hoaks
tersebut.” (hasil wawancara M.T 9 September 2019).

Berdasarkan hasil wawancara tersebut diatas, masyarakat dihimbau

agar tidak mudah percaya dengan pemberitaan atau informasi yang didapatkan

yang belum tentu kebenarannya, dan tidak meng-share ke media sosial yang

dimiliki sebelum mengecak kebenaran beritanya. Hal ini juga dilakukan oleh

masyarakat apabila menemukan pemberitaan yang mengandung hoaks, seperti

yang disampaikan oleh informan sebagai berikut:

“Cara mengenalinya itu pertama tidak bertanya kepada satu pihak


saja, tapi lebih selektif lagi bertanya ke beberapa sumber dan bertanya ke
orang yang lebih bijak soal hoaks tersebut.” (hasil wawancara dengan
H 18 Oktober 2019)

Memastikan kebenaran berita yang kita dapatkan sebagai langkah

represif yang dapat dilakukan oleh masyarakt ketika menemukan pemberitaan

yang mengandung unsur hoaks. Tidak serta merta menyebarkan suatu

pemberitaan yang ditemukan. Hal tersebut juga disampaikan oleh Kasubbag

Humas Polres Gowa sebagai berikut:

“Kami menghimbau kepada masyarakat agar saring dulu sebuah


pemberitaan sebelum kita sharing karena apabila kita tidak
mengetahui
fakta yang sebenarnya, maka akan berakibat fatal bagi seluruh
netizen yang ada umumnya masyarakat yang menggunakan media
sosial.”(hasil wawancara M.T 9 September 2019).

Berdasarkan wawancara tersebut diatas, Kasubbag Humas Polres

Gowa menghimbau kepada masyarakat agar tidak asal sharing konten dari

sumber yang tidak jelas, dan memastikan mengecek kebenaran informasi dari

suatu konten yang ditemukan.

b. Membentuk tim cyber troops

Cyber Troops terdiri dari anggota atau personil kepolisian yang

mengawasi dan memantau pergerakan kejahatan di dunia maya. Berikut

penjelasan dari hasil wawancara dengan Kasubbag humas terkait tim cyber

troops Polres Gowa:

“Cyber troops ini dibentuk untuk memantau terkait pemberitaan-


pemberitaan yang negatif, baik itu berbau sara dan sebagainya.
Semua anggota Polres merupakan cyber troops dan semua harus aktif.
Apabila ada pemberitaaan-pemberitaan negatif, apalagi menyangkut
masalah polri kita bisa meng counter dengan berita yang sebenarnya,
karena polisi berbicara bukan karena katanya tapi berbicara fakta.
Orang memposting harus berdasarkan faktanya bukan menurut asumsi
yang bersangkutan. Jadi tugas polisi cyber troops itu pasukan dunia
maya, mereka bermain di media sosial untuk memantau setiap orang atau
netizen yang memposting berita bohong maupun masalah sara, jadi kita
langsung menanggapi itu.” (hasil wawancara M.T 9 September 2019).

Pasukan cyber troops ini melakukan patroli menyusuri setiap website,

situs, postingan dan media sosial lainnya yang melakukan pelanggaran

terhadap tindakan penyalahgunaan ITE yang terkait sesuai peraturan maupun

undang- undang yang berlaku.

“Tim cyber troops itu bermain media sosial dan berpatroli pada
media sosial. Apabila satu orang anggota menemukan satu konten yang
mengarah
ke provokasi ataupun ujaran kebencian langsung lapor ke kami dan
kami langsung mengambil tindakan”. Kemudian pada pernyataan
berikunya beliau menambahkan “suatu berita negatif tersebut dilempar
oleh seseorang untuk mengadu domba, kami counter dengan berita-
berita positif. Berita itu baik berupa tulisan, narasi berita, meme pesan dan
video. Setiap ada pemberitaan negatif kami share, pesan anti hoaks
bijak dalam bermedsos.” (hasil wawancara M.T 9 September 2019).

Selaku aparat penegak hukum semua aparat kepolisian dalam

menjalankan tugasnya memiliki peran dan tanggungjawab mencegah dan

memerangi penyebaran berita bohong atau hoaks.

“Semua personil Polres Gowa adalah cyber troops, seluruh personil


terlibat sebagai cyber troops untuk mengembangkan, mengshare video
positif agar video positif yang kami buat untuk masyarakat bisa
cepat sampai kepada masyarakat dan masyarakat tidak mudah percaya
dengan berita hoaks “. ( hasil wawancara M.T 9 September 2019).

Berdasarkan hasil wawancara tersebut diatas, maka dapat disimpukan

bahwa tim cyber troops Polres Gowa merupakan seluruh personil kepolisian

Polres Gowa dan berperan aktif dalam menggunakan media sosial, yang

melakukan patroli melalui media sosial.

c. Melakukan penyelidikan dan penyidikan

Penyelidikan dan penyidikan dilakukan apabila terdapat laporan polisi

dari pihak atau orang yang merasa dirugikan atas informasi maupun berita hoaks

yang tersebar. dengan menyertakan bukti dan saksi atas laporan tersebut.

Kemudian polisi menindak lanjuti laporan tersebut dengan melakukan

penyelidikan untuk memastikan apakah informasi tau berita hoaks tersebut

benar adanya. mengumpulkan barang bukti dan menelusuri sumber berita atau

informasi yang
terdapat unsur tindak pidana sesuai dengan undang-undang ITE yang berlaku. Hal

tersebut sesuai dengan pernyataan dari narasumber sebagai berikut:

“Apabila terdapat pihak yang merasa dirugikan maka akan dibuat


laporan polisi lalu kita lakukan penyelidikan guna memperoleh laporan
yang dimaksud kemudian dilakukan penyidikan yang bertujuan untuk
menemukan bukti-bukti atau fakta kemudian pemberkasan dan berkas
dikirim ke kejaksaan”. ( hasil wawancara N, 7 Oktober 2019).

Hal yang sama dengan pernyataan dari wawancara diatas, juga

diungkapkan oleh informan berikut, apabila masyarakat menemukan berita

bohong (hoax) pada media sosial dan merasa di rugikan akan pemberitaan

tersebut maka langkah yang dapat dilakukan pihak yang merasa di rugikan

tersebut ialah sebagaimana di jelaskan oleh informan R sebagai berikut:

“Membuat laporan kepolisian dilakukan oleh pelapor dengan


menyertakan bukti baik berupa capture bukti terkait adanya berita
bohong (hoax) yang di temukan kemudian melapor ke SPKT (Sentra
Pelayanan Kepolisian Terpadu) setelah itu akan ditindak lanjuti melalui
proses penyelidikan dan penyidikan. Proses penyelidikan dilakukan bisa
melalui media sosial seperti facebook, instagram, whatsApp grup dan
media sosial lainnya. Sedangkan proses penyidikan di lakukan pada saat
pemeriksaan baik sebagai pelapor, saksi ataupun penyitaan barang bukti”.
( hasil wawancara R, 12 Oktober 2019).

Berdasarkan pernyataan dari kedua informan tersebut diatas dapat

disimpulkan bahwa apabila masyarakat menemukan berita bohong (hoax)

dan merasa dirugikan maupun merugikan banyak orang maka masyarakat dapat

melaporkannya ke kepolisian dengan menyertakan bukti-bukti yang ada baik

berupa capture bukti terkait adanya berita bohong (hoax) yang di temukan

kemudian akan diproses lebih lanjut hingga ketahap penyelidikan dan penyidikan

dan tahapan hukum yang sesuai.


D. Pembahasan

Berita bohong (hoax) terkait sosial politik mewarnai pemilihan umum

di tanah air baik saat pemilihan presiden hingga pemilihan daerah. Sering kali

terdapat pihak-pihak tertentu yang memanfaatkan hal ini dengan memposting

berita maupun informasi hoaks terutama melalui media sosial. Berita bohong

(hoax) diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang

perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan

Transaksi Elektronik. Dalam undang-undang tersebut secara jelas ancaman

pidana bagi pelaku penyebar hoaks. Namun sepertinya sebagian besar

masyarakat masih banyak yang tidak tahu atau tidak mengindahkan peraturan

perundang-undangan tersebut.

Keberadaan kepolisian setempat serta peran dan tugasnya dalam

menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat utamanya dalam hal mencegah

dan menanggulangi berita bohong (hoax) sangat diperlukan, keberhasilan

kepolisian dalam penanganan hoaks juga diperlukan peran seta masyarakat.

Seperti sikap bijak dalam mengelola informasi yang diterima mulai dari

lingkungan keluarga.

Polres Gowa merupakan pelaksana tugas kepolisian ditingkat

Kabupaten. Wilayah pengawasan Polres Gowa yakni terdiri dari 18 kecamatan

dan 167 desa/kelurahan yang ada di Kabupaten Gowa. Berdasarkan hasil

wawancara dari informan, peneliti memperoleh keterangan tentang belum

terdapat data terhadap tindakan hukum terkait kejahatan penyebaran berita

bohong (hoax) yang ditangani langsung oleh Polres Gowa, hal ini disebabkan

karena belum adanya laporan polisi oleh masyarakat terkait hal tersebut.

Namun meskipun demikian upaya-


upaya strategis sebagai tindakan pencegahan tetap dilakukan oleh Polres

Gowa demi menjaga ketertiban dan keamanan di wilayah Kabupaten Gowa.

Selain itu, tidak hanya memantau perkembangan dan penyebaran berita di

wilayah Kabupaten Gowa saja, namun juga melakukan pengawasan baik

perkembangan pemberitaan secara nasional. Adapun langkah atau upaya

strategis Polres Gowa dalam penanggulangan berita bohong (hoax) adalah

sebagai berikut:

1. Tindakan strategis secara pre-


emtif

Strategi pre-emtif yang dimaksud dalam hal ini ialah pencegahan

awal yang dilakukan oleh kepolisian dengan penanaman nilai-nilai/norma-norma

yang baik dan memberikan pemahaman kepada masyarakat melalui

sosialisasi baik secara langsung maupun melalui media sosial. Polres Gowa

melalui upaya pre- emtif ini melakukan tindakan pencegahan secara dini dengan

memberikan wisata edukasi kepada para pelajar di Kabupaten Gowa, kegiatan

wisata edukasi ini telah dilakukan sejak tahun 2018 dengan tujuan para pelajar

tidak terlibat sebagai pelaku maupun korban tindak kejahatan.

Wisata edukasi ini dilakukan tiga kali dalam seminggu dengan

memberikan pengetahuan kepada siswa dan siswi yang berkunjung ke Polres

Gowa tentang penanaman nilai-nilai moral baik yang berkaitan dalam dunia

kepolisian maupun penggunaan media sosial kepada para pelajar tersebut.

Selain kepada generasi muda, Polres Gowa juga memberikan sosialisasi kepada

masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung melalui media cetak

maupun online. Salah satunya ialah dengan membuat video kreatif yang

bertemakan anti hoaks dengan memadupadankan tarian dan nyanyian

yang
terinspirasi dari kasus hoaks Ratna Sarumpaet dan mendapat apresiasi dari pihak-

pihak terkait dan oleh masyarakat.

2. Tindakan strategis secara preventif

Strategi preventif yang dimaksud dalam hal ini ialah masih dalam

tahap pencegahan awal yang dilakukan oleh kepolisian dengan tindakan

lanjutan sebagai upaya awal secara pre-emtif sebelumnya. Upaya preventif yang

dilakukan oleh Polres Gowa yakni dengan melakukan deklarasi anti hoaks dan

Sara bersama masyarakat 17 maret 2018 lalu, selain itu melalui media sosial

Humas Polres Gowa seperti facebook, instagram dan twitter dan media sosial

lainnya.

Polres Gowa sering memberikan himbauan kepada masyarakat agar

berani melawan hoaks dan memposting pemberitaan-pemberitaan baru yang

berkaitan tentang kegiatan-kegiatan positif oleh Polres Gowa sebagai pelaksana

tugas kepolisian sebagaimana dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002

tentang Kepolisian Republik Indonesia.

3. Tindakan strategis secara represif

Strategi represif yang dimaksud ialah upaya penanganan yang

dilakukan oleh kepolisian setelah terjadi tindakan kejahatan. Pada dasarnya

upaya represif merupakan tindakan yang dilakukan aparat penegak hukum

terhadap orang yang melakukan tindak pidana kejahatan. Adapun strategi

secara represif yang dimaksudkan dan dilakukan oleh Polres Gowa apabila

terdapat berita bohong (hoax) berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan

oleh penulis dengan informan yakni :


a) Mengecek kebenaran berita atau informasi yang didapatkan.

Masyarakat Kabupaten Gowa di himbau agar dapat mengecek setiap

kebenaran berita atau informasi yang didapatkannya. Seperti halnya

yang disampaikan oleh Kasubbag Humas Polres Gowa dalam

penyampaiannya saat memberikan keterangan kepada penulis bahwa

masyarakat harus mengkonfirmasi kebenaran berita yang didapat seseuai

instansi mana yang terkait berita bohong (hoax) tersebut.

b) Membentuk tim cyber troops.

Tim cyber troops Polres Gowa ialah seluruh personil kepolisian

Polres Gowa. Dalam hal ini semua personil Polres Gowa terlibat

sebagai cyber troops, adapun tugas tim cyber troops Polres gowa ialah

memantau dan melakukan patroli menyusuri setiap website, situs,

postingan dan media sosial lainnya yang melakukan pelanggaran

terhadap tindakan penyalahgunaan ITE yang terkait sesuai peraturan

maupun undang-undang yang berlaku.

c) Melakukan penyelidikan dan penyidikan.

Penyelidikan dan penyidikan dilakukan pada saat terdapat laporan polisi

dari pihak atau orang yang merasa dirugikan atas informasi maupun

berita hoaks yang tersebar. pihak atau orang yang merasa dirugikan atas

pemberitaan hoaks dapat melakukan pelaporan ke kepolisian dengan

menyertakan bukti dan saksi atas laporan tersebut. Kemudian polisi

akan menindak lanjuti laporan tersebut dengan melakukan penyelidikan

untuk
memastikan apakah informasi atau berita hoaks tersebut benar adanya.

Mengumpulkan barang bukti dan menelusuri sumber berita atau

informasi yang terdapat unsur tindak pidana sesuai dengan undang-undang

ITE yang berlaku.

Ketiga strategis tersebut diatas saling berkaitan, dimana strategi

penanganan secara pre-emtif dan secara preventif ialah strategi yang

digunakan melalui cara atau upaya berupa tindakan pencegahan sebagai

penanganan awal sebelum tindakan penyebaran berita bohong (hoax) terjadi,

sedangkan strategi penanganan secara represif yaitu cara atau upaya berupa

tindakan penegakan hukum maupun tindakan penanganan yang dilakukan setelah

terjadi tindakan kejahatan.

Kelebihan dan kelemahan dalam penanganan penyebaran berita

bohong (hoax) oleh kepolisian dengan menggunakan ketiga strategi tersebut di

atas, ditentukan dengan berhasil tidaknya penerapan ke dalam kehidupan

sehari-hari setelah dilakukan langkah atau upaya sebagaimana yang telah

dijelaskan dalam penelitian ini. Adapun salah satu kelebihan yang dapat

penulis sebutkan ialah dengan melakukan strategi penanganan secara pre-emtif

dan preventif dapat meminimalisir tindakan kejahatan termasuk menyebarkan

berita hoax, karena dilakukan penanganan sejak awal sedangkan kelemahannya

ialah strategi yang telah ada, perlu dilakukan pembaharuan-pembaharuan

strategi baru yang sesuai dengan perkembangan kasus kejahatannya.


BAB V

KESIMPULAN DAN

SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan dari hasil analisis dan pemaparan dalam pembahasan

tersebut diatas, maka dapat disimpulkan bahwa strategi kepolisian dalam

penanganan kasus berita bohong (hoax) dalam hal ini oleh Kepolisian Resor

(Polres) Kabupaten Gowa telah melakukan tugas dan fungsinya dalam menjaga

kondusifitas di Kabupaten Gowa sebagaimana mestinya.

Berbagai upaya-upaya strategis baik pencegahan awal sebelum

maupun setelah terjadi tindakan kejahatan telah diupayakan, termasuk

memberikan himbauan-himbauan dan sosialisasi kepada masyarakat khususnya

di wilayah Kabupaten Gowa agar mewaspadai pemberitaan-pemberitaan hoaks

baik dalam bidang sosial politik, ekonomi, kesehatan dan bidang lainnya tak

terkecuali termasuk isu SARA yang dapat merugikan dan menimbulkan

perpecahan didalam masyarakat.

Hoaks dibidang sosial politik tiga tahun terakhir merupakan yang

sering ditemukan oleh masyarakat di tanah air. Hal ini sesuai dengan data

hasil survei terhadap wabah hoaks yang dilakukan oleh Masyarakat

Telematika Indonesia pada tahun 2017 dan ditahun 2019. Mastel merupakan

wadah berkomunikasi dan bertukar informasi bagi seluruh pemangku

kepentingan dan jembatan antara pemerintah dan pelaku usaha dibidang

telematika.

Sanksi hukum bagi penyebar berita bohong (hoax) diatur dalam

Undang- Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-


Undang Nomor

67
68

11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Hingga saat ini

meskipun Polres Gowa belum mencatat adanya tindakan kejahatan dengan

kasus penyebaran berita bohong (hoax) namun sejak dua tahun terakhir ini,

terdapat beberapa kasus yang telah ditangani oleh Polres Gowa berkaitan

dengan pelanggaran Undang-Undang ITE, salah satu diantaranya ialah penipuan

melalui media sosial.

Upaya strategis yang dilakukan oleh Polres Gowa terhadap

penanganan pencegahan sebelum maupun setelah penyebaran hoaks terjadi ialah

dengan melakukan tiga upaya dalam penanggulangan kejahatan yaitu melalaui

strategi pre-emtif, preventif dan represif.

1. Strategi Penanganan Secara Pre-


emtif

Pre-emtif merupakan upaya atau tindakan penanggulangan kejahatan

sebelum kejahatan terjadi. Polres Gowa dalam hal ini memberikan

penanaman nilai-nilai moral kepada generasi muda khusunya kepada para

pelajar di Kabupaten Gowa melalui Wisata edukasi yang dilaksanakan sejak

tahun 2018 dengan memberikan pemahaman dan pembelajaran berkaitan

dengan dunia kepolisian, disamping itu penyampaian-penyampaian terhadap

sikap bijak anti hoaks menggunakan media sosial kepada para pelajar.

2. Strategi Penanganan Secara


Preventif

Preventif merupakan upaya atau tindakan penanggulangan masih

dalam tahap pencegahan sebelum tindak kejahatan terjadi. Polres Gowa dalam

hal ini melakukan upaya dan tindakan berupa sosialisai kepada masyarakat

baik secara langsung maupun melalui media sosial dan meng-counter

pemberitaan negatif
dengan pemberitaan yang positif agar hoaks tak mudah menyebar pada

masyarakat.

3. Strategi Penanganan Secara Represif

Represif merupakan upaya atau tindakan kepolisian dalam

penanggulangan kejahatan setelah kejahatan terjadi. Sebagai upaya represif

Polres Gowa melakukan pengecekan kebenaran berita atau informasi yang

didapatkan, dan membentuk cyber troops yang melakukan pengawasan media

sosial, tindakan penyelidikan dan penyidikan dilakukan apabila terdapat akun

media sosial atau informasi hoaks yang telah dilaporkan oleh pihak yang

merasa dirugikan kepada kepolisian.

B. Saran

Terkait masalah yang berkenaan dengan penelitian ini, adapun

beberapa saran yang penulis dapat sampaikan, yakni sebagai berikut:

1. Selain sosialisasi melalui media sosial, meskipun belum ada kasus

hoaks yang ditangani oleh Polres Gowa, namun upaya strategis seperti

sosialisasi secara langsung dengan face to face kepada masyarakat dan

penjabat setempat agar lebih gencar dilakukan lagi tentang anti hoaks dan

isu SARA, mengingat berkembangnya teknologi dan kebutuhan akan

informasi-informasi yang pesat di tengah-tengah kehidupan masyarakat.

2. Dukungan dan peran aktif masyarakat pun diperlukan terhadap upaya

maupun tindakan-tindakan melawan hoaks, sebagai dukungan dari

upaya penanggulangan yang dilakukan Kepolisian Resor (Polres) Gowa

agar situasi di Kabupaten Gowa tetap kondusif dan jauh dari informasi

hoaks.
3. Pemanfaatan kemudahan media komunikasi dan elektronik perlu

ditingkatkan, seperti aduan konten secara online bagi masyarakat perlu

di peradakan oleh pihak-pihak yang berwenang. Tidak menutup

kemungkinan oleh Polres Gowa agar masyarakat yang ingin

melaporkan apabila menemukan berita atau informasi hoaks dapat

langsung melaporkaannya.

4. Masyarakat pengguna media sosial dan pelajar millenial perlu

meningkatkan kesadaran dalam menggunakan media sosial secara

bijak, tidak mudah mempercayai informasi hoaks dan tidak langsung

meng-share berita atau informasi yang diterimanya begitu saja.


DAFTAR PUSTAKA

Alam, A.S. 2010. Pengantar Kriminologi. Makassar: Pustaka Refleksi.

Arief, Barda Nawawi. 2008. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana,


Jakarta: PT Kencana Prenada Media Group .

Bungin, Burhan. 2007. Penelitian Kualitatif Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan


Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya, Edisi Kedua, Jakarta: Kencana.

Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia,


Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Eka Hakim. 2018. Mengungkap Dalang di Balik Hoaks Penculikan Anak di


Makassar. (https://m.liputan6.com). Diakses pada tanggal 19
September 2019.

Eka. 2018. Laporan Daily Social: Distribusi Hoax di Media Sosial.


(https://dailysocial.id). Diakses pada tanggal 11 Mei 2019.

Fajriani R. 2019. Bendungan Bili-bili Retak Hoax atau Betul Ini Penjelasan
Pimpro Pembangunannya Tentang Daya Tahan.
(http://makassar.tibunnews.com). Diakses pada tanggal 27 Maret 2019.

Keban, Yeremias T. 2004. Enam Dimensi Strategis Administrasi Publik,


Konsep Teori dan Isu, Yogyakarta : Gava Media.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2016. Kamus Besar Bahasa


Indonesia Daring.

Mappiwali. 2018. Minimalisir Berita Provokasi, Polres Gowa Deklarasi Anti


Hoax (http://makassar.tibunnews.com). Diakses pada tanggal 6
November 2018.

Marrus, Stephanie K. 2002. Manajemen Stratejik. Jakarta: Rajawali Press.

Mastel. 2019. Hasil Survey Wabah Hoax Nasional 2019 (https:// mastel.id).
Diakses pada tanggal 23 Desember 2019.

Moleong, Lexy J. 2010. Metode penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja


Rosdakarya.

Monica, Dona Raisa. 2017. Upaya Kepolisian Dalam Penanggulangan


Tindak Pidana Penyebaran Hoax. Bandar Lampung: Universitas
Lampung.

71
72

Muchlis. 2019. Video Kreatif Polres Gowa Perangi Hoak Viral: Terinspirasi
Kasus Ratna Sarumpaet (http://makassar.tibunnews.com). Diakses
pada tanggal 27 Maret 2019.

Muhammad, Suwarsono. 2013. Strategi pemerintahan: manajemen organisasi


publik, Jakarta: Erlangga.

Prayitno, Budi. 2017. Langkah Pemerintah Menangkal Diseminasi Berita Palsu.


Jurnal Wacana Kinerja, Vol 20 No 2.

Rahadi, Dedi Rianto. 2017. Perilaku Pengguna dan Informasi Hoax di


Media Sosial. Jurnal Manajemen, Vol. 5 No. 1. Universitas Merdeka
Malang.

Rangkuti, F. 1997. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. Jakarta:


PT Gramedia Pustaka Utama.

Renggong, Ruslan. 2016. Hukum Pidana Khusus Memahami Delik- delik di


Luar KUHP Edisi Pertama. Jakarta: Prenada Media Group.

Salusu. 2006. Pengambilan Keputusan Strategik untuk Organisasi Publik


dan Organisasi Non Profit, Jakarta: PT Grasindo.

Satria. 2018. Peranan Kepolisian dalam Penanganan Berita Bohong.


(http://hariannusa.com). Diakses pada tanggal 2 November 2018.

Sekaran, Uma. 2006. Metodologi Penelitian. Jakarta : Salemba Empat.

Siaran pers. 2018. Identifikasi Hoaks terkait Gempa Bumi Sulteng, Kominfo
Imbau Masyarakat Tak Sebarkan. (https://www.kominfo.go.id).
Diakses pada tanggal 27 Maret 2019.

Soedjono,D. 1976. Penanggulangan Kejahatan (crime prevention), Alumni,


Bandung.

Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D.


Bandung: Alfabeta.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-


Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik.

Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik


Indonesia.
L

N
DOKUMENTASI

Wawancara Dengan Kasat Intelkam Polres


Gowa

Wawancara Dengan Kasubbag Humas Polres Gowa


Wawancara Dengan Anggota Kepolisian
Wawancara Dengan Masyarakat Pengguna Media Sosial
Tampak Depan Kantor Polisi Polres Gowa

Struktur Organisasi Operasi Polres Gow


Tampak Depan Ruangan Satreskrim Polres Gowa

Tampak Dalam Ruangan Intelkam Polres


Gowa
80

Video Bertema Anti Hoax Oleh Polres Gowa Dalam Salah Satu
Liputan Stasiun Televisi

Salah satu bentuk himbauan cyber troops melalui media sosial Polres Gowa
81

DAFTAR RIWAYAT

Siti Hadijah Al Dzulhijjah lahir di


Bontomaero 5 Maret 1998. Merupakan anak
ketiga dari lima bersaudara, anak dari pasangan
Ayahanda Muhammad Said S.Pd dan Ibunda
Hasnah. Penulis menempuh pendidikan Sekolah
Dasar dan lulus pada tahun 2009 di SDN
Bontomaero II, kemudian melanjutkan
pendidikan ke jenjang Sekolah Menengah
Pertama dan lulus pada tahun 2012 di SMP
Negeri 1 Bajeng. Selanjutnya penulis
melanjutkan pendidikan di jenjang
Sekolah Menengah Kejuruan dan lulus pada tahun 2015 di SMK Negeri 1
Limbung dengan jurusan Akuntansi. Pada tahun yang sama yakni tahun
2015 penulis kembali melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinngi
dan diterima pada jurusan Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik di Universitas Muhammadiyah Makassar dengan program studi
strata satu (S1). Dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini, tak terlepas dari
dukungan dan bantuan dari Orangtua, keluarga, rekan-rekan, serta pihak-
pihak terkait, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-
dalamya. Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna maka dari
itu saran maupun masukan dari pembaca sangat diharapkan. “Manfaatkanlah
waktu yang dititipkan oleh Allah Azza Wa Jalla kepada kita sebaik mungkin,
sebab waktu bisa jadi manfaat dan bisa pula jadi sia-sia.”

Anda mungkin juga menyukai