Anda di halaman 1dari 83

1.

BAGAIMANA PERTUMBUHAN SEL NORMAL DENGAN SEL ABNORMAL

Semua organisme hidup terdiri dari sel.

Sel-sel tumbuh dan membelah secara terkendali agar organisme dapat berfungsi
dengan baik.

Perubahan pada sel-sel normal bisa membuat mereka tumbuh tak terkendali.

Pertumbuhan yang tidak terkendali adalah ciri khas sel kanker.

Karakteristik Sel Normal

Sel-sel normal memiliki karakteristik tertentu yang penting bagi berfungsinya


jaringan, organ, dan sistem tubuh.

Sel-sel ini memiliki kemampuan untuk bereproduksi, berhenti bereproduksi bila


perlu, tetap tinggal di lokasi tertentu, menjalami fungsi tertentu, dan merusak diri
sendiri bila diperlukan.

Berikut adalah karakteristik sel normal:

1. Reproduksi Sel

Reproduksi sel diperlukan untuk mengganti sel yang mati, rusak, atau hancur.

Sel-sel normal bereproduksi secara benar dan terkendali. Kecuali sel kelamin, semua
sel tubuh berkembang biak dengan mitosis. Sel kelamin mereproduksi melalui proses
yang disebut meiosis.

2. Komunikasi Sel

Sel berkomunikasi dengan sel lain melalui sinyal kimia.


Sinyal ini membantu sel-sel normal untuk mengetahui kapan waktu harus
bereproduksi dan kapan harus berhenti. Sinyal sel biasanya dihantarkan ke sel melalui
protein tertentu.

3. Adhesi Sel

Sel memiliki molekul adhesi pada permukaannya yang memungkinkan mereka


menempel pada membran sel lainnya.

Adhesi membantu sel untuk berada di lokasi yang tepat serta membantu
menghantarkan sinyal antara sel-sel.

4. Spesialisasi Sel

Sel-sel normal memiliki kemampuan untuk berkembang menjadi sel khusus.

Sebagai contoh, sel dapat berkembang menjadi sel jantung, sel otak, sel paru-paru,
atau sel lain.

5. Kematian Sel

Sel-sel normal memiliki kemampuan untuk merusak diri sendiri ketika terinfeksi atau
rusak.

Kemampuan ‘bunuh diri’ ini disebut sebagai apoptosis. Sisa sel lantas dibuang oleh
sel darah putih.

Karakteristik Sel Kanker

Sel-sel kanker memiliki karakteristik yang berbeda dari sel normal. Berikut
diantaranya:
1. Reproduksi Sel

Sel-sel kanker dikenal memiliki kemampuan reproduksi tak terkendali. Sel-sel ini
mungkin mengalami mutasi gen atau mutasi kromosom yang mempengaruhi sifat-
sifat reproduksi sel.

Sel-sel kanker berkembang biak tak terkendali serta tidak mengalami penuaan
biologis serta terus bertumbuh.

2. Komunikasi Sel

Sel-sel kanker kehilangan kemampuan untuk berkomunikasi dengan sel lain melalui
sinyal kimia.

Mereka juga kehilangan kepekaan terhadap sinyal anti-pertumbuhan dari sel-sel di


sekitarnya yang berfungsi membatasi pertumbuhan sel.

3. Adhesi Sel

Sel-sel kanker kehilangan molekul adhesi yang membuat mereka terikat pada sel
berdekatan.

Beberapa jenis sel kanker memiliki kemampuan untuk bermetastasis atau menyebar
ke area lain dari tubuh melalui darah atau cairan getah bening.

Setelah berada dalam aliran darah, sel-sel kanker melepaskan pesan kimia yang
disebut kemokin yang memungkinkan mereka untuk melewati pembuluh darah ke
dalam jaringan sekitarnya.

4. Spesialisasi Sel
Sel-sel kanker tidak terspesialisasi dan tidak mampu berkembang menjadi sel jenis
tertentu.

Serupa dengan sel induk, sel-sel kanker berkembang biak atau mereplikasi berkali-
kali dalam jangka waktu lama.

Penyebaran sel kanker berlangsung cepat dan mampu menyebar ke seluruh tubuh.

5. Kematian Sel

Ketika gen dalam sel normal rusak dan tidak bisa diperbaiki, DNA tertentu
memeriksa sinyal untuk memicu mekanisme kerusakan sel.

Mutasi yang terjadi pada mekanisme pemeriksaan gen memungkinkan kerusakan


pada sel kanker tidak terdeteksi.

Hal ini menyebabkan hilangnya kemampuan sel kanker untuk menjalani kematian sel
terprogram.

Penyebab Kanker

Kanker muncul dari perkembangan abnormal pada sel-sel normal sehingga membuat
sel kanker tumbuh berlebih dan menyebar ke lokasi lain.

Perkembangan tidak normal ini dapat disebabkan oleh mutasi yang dipicu oleh
berbagai faktor seperti bahan kimia, radiasi, sinar ultraviolet, dan kesalahan replikasi
kromosom.

Mutasi memicu perubahan DNA dengan mengubah basa nukleotida dan bahkan
mengubah bentuk DNA.
DNA yang berubah akan menghasilkan kesalahan dalam replikasi DNA serta
kesalahan dalam sintesis protein. Perubahan ini mempengaruhi pertumbuhan sel,
pembelahan sel, dan penuaan sel.

Virus juga memiliki kemampuan menyebabkan kanker dengan mengubah gen sel.
Virus kanker mengubah sel dengan mengintegrasikan materi genetik mereka ke DNA
sel inang.

Sel yang terinfeksi lantas diatur oleh gen virus sehingga mengalami pertumbuhan
abnormal.

Beberapa virus telah dikaitkan dengan beberapa jenis kanker pada manusia.

Misal, Virus Epstein-Barr dikaitkan dengan limfoma Burkitt, virus hepatitis B


dikaitkan dengan kanker hati, dan virus papiloma manusia dikaitkan dengan kanker
serviks.[]

1. MEKANISME SARAF NORMAL

Mekanisme saraf sadar dan saraf tidak sadar


A.     Mekanisme Kerja Saraf Sadar dan  Saraf Tidak Sadar
Sistem saraf tepi terdiri dari sistem saraf sadar dan sistem saraf tak sadar (sistem saraf
otonom).
1.                 Sistem Saraf Sadar
Yaitu sistem saraf yang mengatur segala gerakan yang dilakukan secara sadar atau dibawah
koordinasi saraf pusat atau otak. Sistem saraf sadar mengontrol aktivitas yang kerjanya diatur oleh
otak.
Sistem saraf sadar disusun oleh saraf otak (saraf kranial), yaitu saraf-saraf yang keluar dari otak,
dan saraf sumsum tulang belakang, yaitu saraf-saraf yang keluar dari sumsum tulang belakang.
 

Gambar 1 : Bagan saraf sadar


 

Saraf otak dikhususkan untuk daerah kepala dan leher, kecuali nervus vagus yang melewati leher
ke bawah sampai daerah toraks dan rongga perut. Nervus vagus membentuk bagian saraf otonom.
Oleh karena daerah jangkauannya sangat luas maka nervus vagus disebut saraf pengembara dan
sekaligus merupakan saraf otak yang paling penting.

Beberapa urat saraf bersatu membentuk jaringan urat saraf yang disebut pleksus. Ada 3
buah pleksus yaitu sebagai berikut:
a.       Pleksus cervicalis merupakan gabungan urat saraf leher yang mempengaruhi bagian leher, bahu,
dan diafragma.
b.      Pleksus brachialis mempengaruhi bagian tangan.
c.       Pleksus Jumbo sakralis yang mempengaruhi bagian pinggul dan kaki.

Sebagai bukti adanya penghantaran impuls oleh saraf adalah timbulnya gerak pada anggota tubuh.
Gerakan tersebut terjadi karena proses yang disadari yang disebut juga gerak sadar atau gerakan
biasa.  Gerakan biasa atau gerak sadar yaitu gerak yang terjadi melalui serangkaian alur impuls.
Alur impuls tersebut dimulai dari reseptor sebagai penerima rangsangan, lalu ke saraf sensorik
sebagai penghantar impuls, kemudian dibawa ke saraf pusat yaitu otak untuk diolah. Akhirnya
muncul tanggapan yang akan disampaikan ke saraf motorik menuju ke efektor dalam bentuk gerak
yang disadari.

Skema terjadinya gerak sadar:


Rangsang -reseptor – sel saraf sensorik – otak-sel saraf motorik-efektor- tanggapan

Contoh gerakan sadar antara lain: berjalan, olah raga, makan, minum dan sebagainya.

2.                 Sistem Saraf Tidak Sadar (Saraf Otonom)


Sistem saraf tak sadar disebut juga saraf otonom yaitu sistem saraf yang bekerja tanpa
diperintah oleh sistem saraf pusat dan terletak khusus pada sumsum tulang belakang.  Sistem saraf
otonom mengontrol aktivitas yang tidak dapat diatur otak.
Sistem saraf otonom terdiri dari neuron-neuron motorik yang mengatur kegiatan organ-
organ dalam, misalnya jantung, paru-paru, ginjal, kelenjar keringat, otot polos sistem pencernaan,
otot polos pembuluh darah.
Berdasarkan sifat kerjanya, sistem saraf otonom dibedakan menjadi dua yaitu saraf
simpatik dan saraf parasimpatik. Saraf simpatik memiliki ganglion yang terletak di sepanjang
tulang belakang yang menempel pada sumsum tulang belakang, sehingga memilki serabut pra-
ganglion pendek dan serabut post ganglion yang panjang. Serabut pra-ganglion yaitu serabut saraf
yang yang menuju ganglion dan serabut saraf yang keluar dari ganglion disebut serabut post-
ganglion. Saraf parasimpatik berupa susunan saraf yang berhubungan dengan ganglion yang
tersebar di seluruh tubuh. Sebelum sampai pada organ serabut saraf akan mempunyai sinaps pada
sebuah ganglion. Saraf parasimpatik memiliki serabut pra-ganglion yang panjang dan serabut post-
ganglion pendek. Saraf simpatik dan parasimpatik bekerja pada efektor yang sama tetapi pengaruh
kerjanya berlawanan sehingga keduanya bersifat antagonis.
Contoh fungsi saraf simpatik dan saraf parasimpatik antara lain, saraf simpatik mempercepat
denyut jantung, memperlambat proses pencernaan, merangsang ereksi, memperkecil diameter
pembuluh arteri, memperbesar pupil, memperkecil bronkus dan mengembangkan kantung kemih.
Sedangkan saraf parasimpatik dapat memperlambat denyut jantung, mempercepat proses
pencernaan, menghambat ereksi, memperbesar diameter pembuluh arteri, memperkecil pupil,
memperbesar bronkus dan mengerutkan kantung kemih.
Sistem saraf tak sadar menyebabkan gerakan yang tidak disadari atau gerak refleks. Gerak
refleks merupakan suatu reaksi yang bersifat otomatis atau tanpa disadari. Impuls saraf pada gerak
refleks melalui alur impuls pendek. Alur impuls dimulai dari reseptor sebagai penerima
rangsangan, kemudian dibawa oleh neuron ke sumsum tulang belakang, tanpa diolah oleh pusat
saraf. Kemudian tanggapan dikirim oleh saraf motorik menuju ke efektor. Alur impuls pada gerak
refleks disebut lengkung refleks.                  
Ada dua macam gerak refleks yaitu :
1.      Refleks otak, adalah gerak refleks yang melibatkan saraf perantara yang terletak di otak, misalnya
berkedipnya mata, refleks pupil mata karena rangsangan cahaya.
2.      Refleks sumsum tulang belakang, adalah gerak refleks yang melibatkan saraf perantara yang
terletak di sumsum tulang belakang, misalnya sentakan lutut karena kaki menginjak batu yang
runcing.
                                                                                                                                   
Gerak refleks terjadi secara otomatis terhadap rangsangan tanpa kontrol dari otak sehingga dapat
berlangsung dengan cepat. Gerak refleks terjadi tidak disadari terlebih dahulu atau tanpa
dipengaruhi kehendak. Contoh gerak refleks seperti mengangkat tangan ketika terkena api,
mengangkat kaki ketika tertusuk duri, berkedip ketika ada benda asing yang masuk ke mata, bersin
dan batuk.

Skema terjadinya gerak refleks :


Stimulus pada organ reseptor – sel saraf sensorik – sel penghubung (asosiasi) pada sumsum
tulang belakang – sel saraf motorik – respon pada organ efektor.

Ciri gerak refleks yaitu : 


1.      Dapat diramalkan jika rangsangannya sama
2.      Memiliki tujuan tertentu bagi organisme tersebut
3.      Memiliki reseptor tertentu dan terjadi pada efektor tertentu
4.      Berlangsung cepat, tergantung pada jumlah sinapsis yang dilalui impuls
5.      Spontan, tidak dipelajari dulu
6.      Fungsi sebagai pelindung dan pengatur tingkah laku hewan
7.      Respon terus menerus dapat menyebabkan kelelahan.

Macam refleks: refleks spinal (pada sumsum tulang belakang), refleks medulla (pada sumsum
lanjutan), refleks cerebellar (melibatkan otak kecil), refleks superfisial (melibatkan kulit dan lain-
lain), refleks miotatik (pada otot lurik), serta refleks visceral (berhubungan dengan dilatasi pupil
dan denyut jantung).

B.     Mekanisme kerja otot (dengan bahasa kita sendiri)

Otot bekerja dengan kontraksi dan relaksasi. Pada otot lurik terdapat aktin dan miosin yang
mempunyai daya berkerut membentuk aktomiosin. Bila aktin mendekat ke miosin makan otot akan
berkontraksi, sebaliknya bila aktin menjauhi miosin maka otot  akan  relaksasi.
Energi untuk kontraksi otot berasal dari penguraian molekul ATP, yaitu sebagai berikut :
ATP à ADP + P + energi
ADP à AMP + P + energi 

2. MEKANISME PERTAHANAN TUBUH TERHADAP PROSES PENYAKIT SYARAF

Mekanisme Pertahanan Tubuh terhadap Infeksi Virus

       A.    Kekebalan Terhadap Penyebab Penyakit Infeksi 

Tubuh manusia akan selalu terancam oleh paparan bakteri, virus, parasit, radiasi matahari, dan polusi.
Stres emosional atau fisiologis dari kejadian ini adalah tantangan lain untuk mempertahankan tubuh
yang sehat. Biasanya manusia dilindungi oleh sistem pertahanan tubuh, sistem kekebalan tubuh,
terutama makrofag, dan cukup lengkap kebutuhan gizi untuk menjaga kesehatan. Kelebihan tantangan
negatif, bagaimanapun, dapat menekan sistem pertahanan tubuh, sistem kekebalan tubuh, dan
mengakibatkan berbagai penyakit fatal.

Penerapan kedokteran klinis saat ini adalah untuk mengobati penyakit saja. Infeksi bakteri dilawan
dengan antibiotik, infeksi virus dengan antivirus dan infeksi parasit dengan antiparasit terbatas obat-
obatan yang tersedia. Sistem pertahanan tubuh, sistem kekebalan tubuh, depresi disebabkan oleh stres
emosional diobati dengan antidepresan atau obat penenang. Kekebalan depresi disebabkan oleh
kekurangan gizi jarang diobati sama sekali, bahkan jika diakui, dan kemudian oleh saran untuk
mengkonsumsi makanan yang lebih sehat.

Sistem kekebalan atau sistem imun adalah sistem pertahanan manusia sebagai perlindungan terhadap
infeksi dari makromolekul asing atau serangan organisme, termasuk virus, bakteri, protozoa dan parasit.
Sistem kekebalan juga berperan dalam perlawanan terhadap protein tubuh dan molekul lain seperti
yang terjadi pada autoimunitas, dan melawan sel yang teraberasi menjadi tumor.

Kemampuan sistem kekebalan untuk membedakan komponen sel tubuh dari komponen patogen asing
akan menopang amanat yang diembannya guna merespon infeksi patogen – baik yang berkembang biak
di dalam sel tubuh (intraselular) seperti misalnya virus, maupun yang berkembang biak di luar sel tubuh
(ekstraselular) – sebelum berkembang menjadi penyakit. Meskipun demikian, sistem kekebalan
mempunyai sisi yang kurang menguntungkan. Pada proses peradangan, penderita dapat merasa tidak
nyaman oleh karena efek samping yang dapat ditimbulkan sifat toksik senyawa organik yang dikeluarkan
sepanjang proses perlawanan berlangsung.

            Radang merupakan respon vaskuler terhadap jaringan cedera dan mati yang mengakibatkan
meningkatnya vaskularisasi darah sehingga leukosit akan lebih banyak mencapai ruang intersititial.
Radang ini dimulai dengan pelepasan senyawa amina vasoaktif oleh sel mastosit, terutama histamine
dab SRS-A (Slow Reacting Substance- Anaphylactic). Senyawa amin vaso aktif ini meningkatkan
permeabilitas pembuluh darah dan eksudasi serum factor pembekuan darah dan fagositosis. Fagosit
menuju ke tempat radang oleh adanya mediator khemotaktik. Selain itu juga terjadi pembentukan
anafilatoksin yang meningkatkan permeabilitas vaskuler sehingga eksudasi cairan dan sel-sel disekitar
radang meningkat. Banyak jenis mikroorganisme yang secara efektif menimbulkan radang, misalnya
Stafilokok dan Streptokok.

            Jadi rangsang merupakan usaha tubuh untuk melokalisir kerusakan yang ditimbulkan melalui cara
menetralkan dan menyingkirkan agen-agen penyebab, menghancurkan jaringan nektorik dan
mempersiapkan lingkungan untuk perbaikan dan kesembuhan. Sedangkan infeksi adalah kejadian
masuknya organisme ke dalam tubuh haspes dan hidup di dalam jaringan. Dengan terjadinya infeksi
akan terbentuk radang sebagai respons tubuh. Dengan demikian infeksi merupakan salah satu sebab
terjadimya radang.

            Apabila radang gagal melokalisi infeksi, maka kuman dapat menyebar melalui saluran limfe untuk
mencapai kelenjar limfe sehingga timbul limfedenitis. Di samping itu kelainan dan kerusakan jaringan
dapat terjadi di tempat-tempat yang jauh dari tempat infeksi, karena bakteri toksogenik dapat
menghasilkan eksotoksin. Eksotoksin akan ikut dalam peredaran darah dan mencapai jaringan yang peka
terhadap eksotoksin tersebut. Dalam hal ini kuman tetap berada di tempat mereka masuk,
memperbanyak diri dan terus menghasilkan eksotoksin.

INFEKSI  VIRUS
Strategi pertahanan virus

Virus adalah mikroorganisme yang mengadakan replikasi di dalam sel dan kadang-kadang memakai
asam nukleat atau protein pejamu. Sifat virus yang sangat khusus adalah:

Mengganggu sel khusus tanpa merusak. Virus yang tidak menyebabkan kerusakan sel disebut virus non
sitopatik (non cytopathic virus). Bila terjadi kerusakan sel, maka hal ini akibat reaksi antigen antibodi.
Virus ini dapat menjadi persisten dan akhirnya menjadi kronik, sebagai contoh adalah virus hepatitis B

Virus merusak sel atau mengganggu perkembangan sel kemudian menghilang dari tubuh, dan virus
seperti ini disebut virus sitopatik (cytopathic virus), sebagai contoh infeksi virus HIV, infeksi hepatitis
virus lain, dan sebagainya. 

Dapat menginfeksi jaringan tanpa menimbulkan respons inflamasi

Dapat berkembang biak dalam sel pejamu tanpa merusak

Dalam melawan sistem imun, virus secara kontinu mengganti struktur permukaan antigennya melalui
mekanismeantigenic drift dan antigenic shift, seperti yang dilakukan oleh jenis virus influenza.
Permukaan virus influenza terdiri dari hemaglutinin, yang diperlukan untuk adesi ke sel saat infeksi, dan
neuramidase, yang diperlukan untuk menghasilkan bentuk virus baru dari permukaan asam sialik dari sel
yang terinfeksi. Hemaglutinin lebih penting dalam hal pembentukan imunitas pelindung. Perubahan
minor dari antigen hemagglutinin terjadi melalui titik mutasi di genom virus (drift), namun perubahan
mayor terjadi melalui perubahan seluruh material genetik (shift).
B.     Mekanisme Pertahanan Tubuh (Respons Imun) terhadap Infeksi Virus

1             Infeksi virus secara langsung merangsang produksi IFN oleh sel-sel terinfeksi; IFN berfungsi
menghambat replikasi virus.
        Sel NK melisiskan berbagai jenis sel terinfeksi virus. Sel NK mampu melisiskan sel yang terinfeksi
virus walaupun virus menghambat presentasi antigen dan ekspresi MHC I,  karena sel NK cenderung
diaktivasi oleh sel sasaran yang MHC negatif.

Untuk membatasi penyebaran virus dan mencegah reinfeksi, sistem imun harus mampu menghambat
masuknya virion ke dalam sel dan memusnahkan sel yang terinfeksi. Antibodi spesifik mempunyai peran
penting pada awal terjadinya infeksi, dimana ia dapat menetralkan antigen virus dan melawan virus
sitopatik yang dilepaskan oleh sel yang mengalami lisis. Peran antibodi dalam menetralkan virus
terutama efektif untuk virus yang bebas atau virus dalam sirkulasi. Proses netralisasi virus dapat
dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya dengan cara menghambat perlekatan virus pada reseptor
yang terdapat pada permukaan sel, sehingga virus tidak dapat menembus membran sel, sehingga virus
tidak dapat menembus membran sel; dengan demikian replikasi virus dapat dicegah. Antibodi dapat
juga mengahancurkan virus dengan cara aktivasi komplemen melalui jalur klasik atau menyebabkan
agregasi virus sehingga mudah difagositosis dan dihancurkan melalui proses yang sama seperti diuraikan
diatas. Antibodi dapat mencegah penyebaran virus yang dikeluarkan dari sel yang telah hancur. Tetapi
sering kali antibodi tidak cukup mampu untuk mengendalikan virus yang telah mengubah struktur
antigennya dan yang nmelepaskan diri (budding of) melalui membran sel sebagai partikel yang infeksius,
sehingga virus dapat menyebar ke dalam sel yang berdekatan secara langsung. Jenis virus yang
mempunyai sifat seperti ini, diantaranya adalah virus oncorna (termasuk didalamnya virus
leukemogenik), virus dengue, virus herpes, rubella dan lain-lain. Walaupun tidak cukup mampu
menetralkan virus secara langsung, antibodi dapat berfungsi dalam reaksi ADCC

Disamping respons antibodi, respons imun selular merupakan respons yang paling penting, terutama
pada infeksi virus yang non-sitopatik respons imun seluler melibatkan T-sitotoksik, sel NK, ADCC dan
interaksi dengan MHC kelas I. Peran IFN sebagai anti virus cukup besar, khususnya IFN-α dan IFN-β.
Dampak antivirus dari IFN terjadi melalui :

a)      Peningkatan ekspresi MHC kelas I

b)      Aktivasi sel NK dan makrofag

c)      Menghambat replikasi virus. Ada juga yang menyatakan bahwa IFN menghambat penetrasi virus ke
dalam sel maupun budding virus dari sel yang terinfeksi.

Seperti halnya pada infeksi dengan mikroorganisme lain, sel T-sitotoksik selain bersifat protektif juga
dapat merupakan penyebab keruskan jaringan, misalnya yang terlihat pada infeksi dengan virus
LCMV (lympocyte choriomeningitis virus) yang menginduksi inflamasi pada selaput susunan saraf pusat.

            Pada infeksi virus makrofag juga dapat membunuh virus seperti halnya ia membunuh bakteri.
Tetapi pada infeksi dengan virus tertentu, makrofag tidak membunuhnya bahkan sebaliknya virus
memperoleh kesempatan untuk replikasi di dalamnya. Telah diketahui bahwa virus hanya dapat
berkembang biak intraselular karena ia memerlukan DNA-pejamu untuk replikasi. Akibatnya ialah bahwa
virus selanjutnya dapat merusak sel-sel organ tubuh yang lain terutamaapabila virus itu bersifat
sitopatik. Apabila virus itu bersifat non sitopatik ia menyebabkan infeksi kronik dengan menyebar ke sel-
sel lain.

            Pada infeksi sel secara langsung di tempat masuknya virus (port d’entre), misalnya di paru, virus
tidak sempat beredar dalam sirkulasi dan tidak sempat menimbulkan respons primer, dan antibody yang
dibentuk seringkali terlambat untuk mengatasi infeksi. Pada keadaan ini respons imun selular
mempunyai peran lebih menonjol, karena sel T-sitotoksik mampu mendeteksi virus melalui reseptor
terhadap antigen virus sekalipun struktur virus telah berubah. Sel T sitotoksik kurang spesifik
dibandingkan antibody dan dapat melakukan reaksi silang dengan spectrum yang lebih luas. Namun ia
tidak dapat menghancurkan sel sasaran yang menampilkan MHC kelas I yang berbeda. Beberapa jenis
virus dapat menginfeksi sel-sel system imun sehingga mengganggu fungsinya dan mengakibatkan
imunodepresi, misalnya virus influenza, polio dan HIV. Sebagian besar infeksi virus membatasi diri
sendiri (self limiting) pada sebagian lagi menimbulkan gejala klinik atau subklinik. Penyembuhan dari
infeksi virus umumnya diikuti imunitas jangka panjang.

            Untuk mencapai organ sasaran, virus menempuh 2 cara :

     1.      Virus memasuki tubuh pada suatu tempat, kemudian ikut peredaran darah mencapai organ
sasaran. Contohnya virus polio. Virus polio memasuki tubuh melalui selaput lender usus, lalu masuk ke
dalam peredaran darah mencapai sumsum tulang belakang dotak, di sana virus melakukan replikasi.

Infeksi virus melalui peredaran darah ini dapat diatasi dengan anti toksin dalam titer yang rendah.
Dengan kata lain titer anti toksin yang rendah di dalam darah sudah cukup untuk mengikat toksis yang
berada dalam perjalanan ke sumsum syaraf pusat, sehingga tidak lagi dapat berikatan dengan reseptor
sel sasaran. Penyakit virus dengan pola penyebaran melalui peredaran darah mempunyai periode
inkubasi yang panjang.

Contoh lain dari pola penyebaran yang sama dengan virus polio adalah virus penyebab penyakit morbili
dan varicella.

     2.      Virus langsung mencapai organ sasaran, tidak melalui peredaran darah jadi tempat masuk virus
merupakan organ sasaran. Contohnya virus influenza organ sasarannya adalah selaput lender saluran
pernafasan yang sekaligus merupakan tempat masuknya virus.

Pada jenis infeksi ini, titer antibody yang tinggi di dalam serum relative tidak efektif terhadap virus
penyebab  penyakit bila dibandingkan dengan virus penyebab penyakit yang penyebarannya melalui
peredaran darah. Hal ini disebabkan karena selaput lendir saluran nafas tidak terlalu permiabel bagi Ig G
dan Ig M.

Imunoglobulin yang terdapat dalam titer tinggi pada selaput lendir saluran nafas adalah Ig A, karena Ig A
dihasilkan oleh sel plasma yang terdapat dalam lamina propria selaput lendir setempat. Ig A dalam
secret hidung inilah yang menetralisir aktivitas virus pada penyakit influenza.

Kekebalan terhadap penyakit virus seringkali bertahan lama, malah ada yang seumur hidup. Contohnya
penyakit morbili dan parotitis epidemika. Hal ini terjadi karena virus yang sudah berada di dalam
jaringan terlindung terhadap antibody. Sewaktu-waktu ada virus yang keluar dari sel persembunyiannya
yang segera dikenali oleh limfosit B pengingat. Sel limfosit kemudian akan bereaksi memperbanyak diri,
menghasilkan sel-sel plasma dan memproduksi antibody. Semuanya terjadi dalam waktu singkat
sehingga kekebalan dengan cepat ditingkatkan.

Pada beberapa penyakit virus antara lain influenza serangan penyakit dapat kembali terjadi dalam waktu
relative singkat setelah kesembuhan. Hal ini bukan disebabkan rendahnya kekebalan, tapi karena virus
influenza mengalami mutasi sehingga didapatkan strain baru yang tidak sesuai dengan antibody yang
telah ada.

Pada penyakit-penyakit influenza dan pilek yang mempunyai masa inkubasi pendek yang dihubungkan
dengan kenyataan bahwa organ sasaran akhir bagi virus itu adalah sama dengan jalan masuk sehingga
tidak terdapat stadium antara yang terpengaruh pada perjalanan memasuki tubuh. Hanya ada sedikit
sekali waktu bagi suatu reaksi antibody primer dan dalam segala kemungkinan pembentuk interferon
yang cepat adalah cara yang paling tepat untuk mengatasi infeksi virus itu.pada penyelidikan terlihat
bahwa setelah produksi interferon mulai menanjak, maka titer virus yang masih hidup dalam paru-paru
tikus yang telah di infeksi influenza cepat turun. Titer antibody yang diukur dari serum, nampaknya
sangat lambat untuk mencukupi nilai yang diperlukan bagi penyembuhan.

Walaupun begitu, beberapa penyelidik akhir-akhir ini telah melihat bahwa kadar antibody pada cairan
local yang membasahi permukaan jaringan yang terinfeksi mungkin meningkat, misalnya pada selaput
lendir hidung dan paru-paru, meskipun titer serum rendah dan ini merupakan antibody antivirus
(terutama Ig A) oleh sel-sel yang telah menjadi kebal dan tersebar ditempat itu yang dapat
membuktikan manfaatnya yang besar sebagai pencegahan bagi infeksi berikutnya. Celakanya, sampai
begitu jauh yang menyangkut soal pilek, tampaknya infeksi berikutnya mungkin disebabkan oleh virus
yang secara antigenic sama sehingga kekebalan umum terhadap pilek ini sukar dikendalikan.

Respons imun nonspesifik terhadap infeksi virus

           Secara jelas terlihat bahwa respons imun yang terjadi adalah timbulnya interferon dan sel natural
killler (NK) dan antibodi yang spesifik terhadap virus tersebut. Pengenalan dan pemusnahan sel yang
terinfeksi virus sebelum terjadi replikasi sangat bermanfaat bagi pejamu. Permukaan sel yang terinfeksi
virus mengalami modifikasi, terutama dalam struktur karbohidrat, menyebabkan sel menjadi target sel
NK. Sel NK mempunyai dua jenis reseptor permukaan. Reseptor pertama merupakan killer activating
receptors, yang terikat pada karbohidrat dan struktur lainnya yang diekspresikan oleh semua sel.
Reseptor lainnya adalah killer inhibitory receptors, yang mengenali molekul MHC kelas I dan
mendominasi signal dari reseptor aktivasi. Oleh karena itu sensitivitas sel target tergantung pada
ekspresi MHC kelas I. Sel yang sensitif atau terinfeksi mempunyai MHC kelas I yang rendah, namun sel
yang tidak terinfeksi dengan molekul MHC kelas I yang normal akan terlindungi dari sel NK. Produksi IFN-
α selama infeksi virus akan mengaktivasi sel NK dan meregulasi ekspresi MHC pada sel terdekat sehingga
menjadi resisten terhadap infeksi virus. Sel NK juga dapat berperan dalam ADCC bila antibodi terhadap
protein virus terikat pada sel yang terinfeksi.

Beberapa mekanisme utama respons nonspesifik terhadap virus, yaitu :

Infeksi virus secara langsung yang akan merangsang produksi IFN oleh sel-sel terinfeksi; IFN berfungsi
menghambat replikasi virus
Sel NK mampu membunuh virus yang berada di dalam sel, walaupun virus menghambat presentasi
antigen dan ekspresi MHC klas I. IFN tipe I akan meningkatkan kemampuan sel NK untuk memusnahkan
virus yang berada di dalam sel. Selain itu, aktivasi komplemen dan fagositosis akan menghilangkan virus
yang datang dari ekstraseluler dan sirkulasi.

Respons imun spesifik terhadap infeksi virus

Mekanisme respons imun spesifik ada dua jenis yaitu respons imunitas humoral dan selular. Respons
imun spesifik ini mempunyai peran penting yaitu :

Menetralkan antigen virus dengan berbagai cara antara lain menghambat perlekatan virus pada
reseptor yang terdapat pada permukaan sel sehingga virus tidak dapat menembus membran sel, dan
dengan cara mengaktifkan komplemen yang menyebabkan agregasi virus sehingga mudah difagositosis

Melawan virus sitopatik yang dilepaskan dari sel yang lisis.

Molekul antibodi dapat menetralisasi virus melalui berbagai cara. Antibodi dapat menghambat
kombinasi virus dengan reseptor pada sel, sehingga mencegah penetrasi dan multiplikasi intraseluler,
seperti pada virus influenza. Antibodi juga dapat menghancurkan partikel virus bebas melalui aktivasi
jalur klasik komplemen atau produksi agregasi , meningkatkan fagositosis dan kematian intraseluler.

            Kadar konsentrasi antibodi yang relatif rendah juga dapat bermanfaat khususnya pada infeksi
virus yang mempunyai masa inkubasi lama, dengan melewati aliran darah terlebih dahulu sebelum
sampai ke organ target, seperti virus poliomielitis yang masuk melalui saluran cerna, melalui aliran darah
menuju ke sel otak. Di dalam darah, virus akan dinetralisasi oleh antibodi spesifik dengan kadar yang
rendah, memberikan waktu tubuh untuk membentuk resposn imun sekunder sebelum virus mencapai
organ target.

Infeksi virus lain, seperti influenza dan common cold, mempunyai masa inkubasi yang pendek, dan organ
target virus sama dengan pintu masuk virus. Waktu yang dibutuhkan respons antibodi primer untuk
mencapai puncaknya menjadi terbatas, sehingga diperlukan produksi cepat interferon untuk mengatasi
infeksi virus tersebut. Antibodi berfungsi sebagai bantuan tambahan pada fase lambat dalam proses
penyembuhan. Namun, kadar antibodi dapat meningkat pada cairan lokal yang terdapat di permukaan
yang terinfeksi, seperti mukosa nasal dan paru. Pembentukan antibodi antiviral, khususnya IgA, secara
lokal menjadi penting untuk pencegahan infeksi berikutnya. Namun hal ini menjadi tidak bermanfaat
apabila terjadi perubahan antigen virus.

Virus menghindari antibodi dengan cara hidup intraseluler. Antibodi lokal atau sistemik dapat
menghambat penyebaran virus sitolitik yang dilepaskan dari sel pejamu yang terbunuh, namun antibodi
sendiri tidak dapat mengontrol virus yang melakukanbudding dari permukaan sel sebagai partikel
infeksius yang dapat menyebarkan virus ke sel terdekat tanpa terpapar oleh antibodi, oleh karena itu
diperlukan imunitas seluler.

Respons imunitas seluler juga merupakan respons yang penting terutama pada infeksi virus
nonsitopatik. Respons ini melibatkan sel T sitotoksik yang bersifat protektif, sel NK, ADCC dan interaksi
dengan MHC kelas I sehingga menyebabkan kerusakan sel jaringan. Dalam respons infeksi virus pada
jaringan akan timbul IFN (IFN-a dan IFN-b) yang akan membantu  terjadinya respons imun yang bawaan
dan didapat. Peran antivirus dari IFN cukup besar terutama IFN-a dan IFN-b.

Kerja IFN sebagai antivirus adalah :

Meningkatkan ekspresi  MHC kelas I

Aktivasi sel NK dan makrofag

Menghambat replikasi virus

Menghambat penetrasi ke dalam sel atau budding virus dari sel yang terinfeksi.

Limfosit T dari pejamu yang telah tersensitisasi bersifat sitotoksik langsung pada sel yang teinfeksi virus
melalui pengenalan antigen pada permukaan sel target oleh reseptor αβ spesifik di limfosit. Semakin
cepat sel T sitotoksik menyerang virus, maka replikasi dan penyebaran virus akan cepat dihambat.

Sel yang terinfeksi mengekspresikan peptida antigen virus pada permukaannya yang terkait dengan
MHC kelas I sesaat setelah virus masuk. Pemusnahan cepat sel yang terinfeksi oleh sel T sitotoksik αβ
mencegah multiplikasi virus. Sel T sitotoksik γδ menyerang virus (native viral coat protein) langsung pada
sel target.
Sel T yang terstimulasi oleh antigen virus akan melepaskan sitokin seperti IFN-γ dan kemokin makrofag
atau monosit. Sitokin ini akan menarik fagosit mononuklear dan teraktivasi untuk mengeluarkan TNF.
Sitokin TNF bersama IFN-γ akan menyebabkan sel menjadinon-permissive, sehingga tidak terjadi
replikasi virus yang masuk melalui transfer intraseluler. Oleh karena itu, lokasi infeksi dikelilingi oleh
lingkaran sel yang resisten. Seperti halnya IFN-α, IFN-γ meningkatkan sitotoksisitas sel NK untuk sel yang
terinfeksi. 

Antibodi dapat menghambat sel T sitotoksik γδ melalui reaksi dengan antigen permukaan
pada budding virus yang baru mulai, sehingga dapat terjadi proses ADCC. Antibodi juga berguna dalam
mencegah reinfeksi.

Beberapa virus dapat menginfeksi sel-sel sistem imun sehingga mengganggu fungsinya dan
mengakibatkan imunodepresi, misalnya virus polio, influenza dan HIV atau penyakit AIDS. Sebagian
besar virus membatasi diri (self-limiting), namun sebagian lain menyebabkan gejala klinik atau subklinik.
Penyembuhan infeksi virus pada umumnya diikuti imunitas jangka panjang. Pengenalan sel target oleh
sel T sitotoksik spesifik virus dapat melisis sel target yang mengekspresikan peptida antigen yang
homolog dengan region berbeda dari protein virus yang sama, dari protein berbeda dari virus yang sama
atau bahkan dari virus yang berbeda. Aktivasi oleh virus kedua tersebut dapat menimbulkan memori
dan imunitas spontan dari virus lain setelah infeksi virus inisial dengan jenis silang. Demam dengue dan
demam berdarah dengue merupakan infeksi virus akut yang disebabkan oleh empat jenis virus dengue.
Imunitas yang terjadi cukup lama apabila terkena infeksi virus dengan serotipe yang sama, tetapi bila
dengan serotipe yang berbeda maka imunitas yang terjadi akan berbeda. Gangguan pada organ hati
pada demam berdarah dengue telah dibuktikan dengan ditemukannya RNA virus dengue dalam jaringan
sel hati dan organ limfoid. Virus dengue ternyata menyerang sel kupffer dan hepatosit sehingga terjadi
gangguan di hati 

      C.    Pencegahan Memakai Antibody Serum

            Molekul antibody dapat menetralkan virus dalam berbagai pengertian. Mungkin berupa
hambatan penggabungan dengan penangkan reseptor pada sel secara stereokemik, dengan demikian
mencegah penetrasi dan multiplikasi dalam sel, penutupan neurominidase virus influenza oleh antibody
merupakan contoh bagus. Mungkin berupa pengahancuran partikel virus secara langsung melalui
aktivasi komplemen cara klasik atau menyebabkan penggumpalan virus, meningkatkan fagositosis dan
pembunuhan intraselular dengan cara seperti yang telah diuraikan.

            Kadar antibody sirkulasi yang relative rendah dapat bermanfaat dan diantaranya yang terkenal
adalah kemampuan member perlindungan antibody poliomyelitis, dan gamma globulin yang diberikan
sebagai profilaktis untuk orang yang bergaul dengan penderita campak. Perlindungan yang paling jelas
terlihat pada penyakit-penyakit virus  yang mempunyai masa inkubasi panjang, dimana virus harus
melalui peredaran darah lebih dahulu sebelum mencapai jaringan yang dituju. Sebagai contoh, pada
poliomyelitis virus memasuki tubuh melalui virus memasuki tubuh melalui saluran pencernaan dan
akhirnya melewati peredaran darah untuk mencapai sel-sel otak yang akan diinfeksi kemudian. Di dalam
darah virus dinetralkan oleh antibody spesifik dengan kadar yang sangat rendah sehingga sebelum virus
mencapai otak ada waktu yang cukup panjang untuk reaksi kekebalan sekunder pada tuan rumah yang
sebelumnya sudah divaksinasi.

      D.    Kekebalan Perantaraan Sel


            Antibodi-antibodi local atau sistemik dapat menghambat penyebaran virus-virus sitolitik tetapi
hanya virus itu sendiri, biasanya mereka kurang dapat mengendalikan virus-virus tersebut yang telah
mengubah antigen-antigen selaput sel dan menonjol dari permukaan sebagai partikel infeksius.
Pentingnya peranan kekebalan perantaraan sel pada penyembuhan infeksi oleh virus-virus tersebut
disokong oleh kegagalan untuk menanggulangi virus-virus itu pada anak-anak yang menderita
imunodefisiensi sel T primer, sedangkan penderita-penderita defisiensi Ig tetap mempunyai kekebalan
perantaraan sel utuh tidak mendapat kesukaran dalam hal ini.

            Limfosit-T seorang yang telah kebal, secara langsung bersifat sitotoksik terhadap sel-sel yang
terinfeksi virus-virus golongan itu, antigen permukaan baru pada sel-sel target dapat dikenal karena
adanya reseptor spesifik pada limfosit-limfosit aggressor. Dengan cara yang sangat menyolok, limfosit-
limfosit ini tidak sitotoksik untuk banyak antigen-antigen histokompatibilitas yang berbeda. Oleh
karenanya  sel-T yang peka harus mengenal :

       a.       Antigen histocompatibility yang berubah karena virus

       b.      Suatu gabungan antigen histocompatibility dengan antigen yang berasal dari virus atau,

       c.       Kedua-duanya, baik antigen yang berasal dari virus ataupun antigen histocompatibility sendiri.

Serangan langsung pada sel ini akan dapat membatasi infeksi bila perubahan-perubahan antigen
permukaan sudah tampak sebelum terjadi replikasi virus sepenuhnya, sebaliknya jasad renik tersebut
akan menyebar melalui 2 cara. Pertama, mengenai partikel-partikel virus bebas yang terlepas dari
permukaan secara pembentukan tunas, dapat dengan mudah dicek oleh antibody humoral. Kedua, yang
tergantung pada cara perjalanan virus dari satu sel ke sel lain melewati jembata antar sel, ini tidak dapat
dipengaruhi oleh antibody tetapi harus ditanggulangi oleh kekebalan perantaraan sel. Makrofaga,
tertarik bergerak ketempat itu oleh factor-faktor kemotaktik yang terlepas pada reaksi antarsel-T
dengan antigen virus, tampak kecewa oleh pembentukan jembatan-jembatan antarsel, satu keahlian
yang mungkin ditingkatkan oleh limfokin-limfokin sel-T lain seperti factor penggiat makrofaga.
Selanjutnya interferon yang dihasilkan baik oleh sel-T sendiri ataupun  oleh makrofaga yang terangsang
limfokin akan mengubah sel-sel yang berdekatan tidak mengizinkan untuk replikasi virus yang diperoleh
melalui jalan antarsel. Pembentukan interferon kebal sebagai reaksi terhadap unsure-unsur virus tanpa
asam nukleat member suatu mekanisme balik yang dapat dinilai bila berurusan dengan virus yang pada
hakekatnya kurang mampu merangsang pembentukan interferon.

HUBUNGAN PROSES PENYAKIT SYARAF DENGAN FUNGSI SYARAF

MEKANISME KONTROL NORMAL GANGGUAN KARDIOVASKULAR

1.Definisi sistem regulasi kardiovaskuler


Sistem regulasi kardiovaskuler merupakan suatu mekanisme kerja jantung yang dilakukan oleh jantung
tanpa pengaruh dari luar,dimana jantung memompa darah keseluruh bagian tubuh.yang memiliki
peranan dalam proses kontraksi dan relaksasi dalam jantung adalah otot jantung itu sendiri.
Otot jantung terdiri atas 3 tipe yaitu otot atrium, otot ventrikel, dan serat otot khusus penghantar
rangsangan/sebagai pencetus rangsangan.otot atrium dan ventrikel bekerja dengan cara yag sama
seperti otot rangka dengan kontraksi yang lebih lama. Sedangkan serat khusus penghantar dan pencetus
rangsangan berkontraksi dengan lemah karena serat – serat ini hanya mengandung serat kontraktif
malahan serat ini menghambat irama dan berbagai kecepatan konduksi sehingga serat ini bekerja
sebagai suatu sistem pencetus rangsangan bagi jantung.
a.) Fungsi umum otot jantung
Sebagai ritmisitas / otomatis
Otot jantung secara potensial dapat berkontraksi tanpa adanya rangsangan dari luar.jantung dapat
membentuk rangsangan /impuls sendiri. Pada keadaan sel –sel miokardium memiliki daya kontraktilitas
yang tinggi

Mengikuti hukum gagal atau tuntas


Bila impuls yang dileps mencapai ambang rangsangan otot jantung maka seluruh jantung akan
berkontrksi maksimal,sebab susunan otot jantung merupakan sinsitium sehingga impuls jantung segera
dapat mencapai semua bagian jantung. Jantung selalu berkontraksi dengan kekuatan yang sama.
Kekuatan kontraksi dapat berubah – ubah bergantung pada faktor tertentu, misalnya serat otot jantung,
suhu, dan hormon tertentu.

Tidak dapat berkontraksi tetanik


Refraktor absolut pada otot jantung berlangsung sampai 1/3 masa relaksasi jantung merupkan upaya
tubuh untuk melindungi diri.

Kekuatan kontraksi dipengaruhi panjang awal otot


Bila seberkas otot rangka diregang kemudian dirangsang secara maksimal,otot tersebut akan
berkontraksi dengan kekutan tertentu. Serat otot jantung akan bertambah panjang bila diastoliknya
bertambah. Bila peningkatan diastolik melampaui abats tertentu kekuatan kontraksi akan menurun
kembali.

b.) Regulasi sistem kardiovaskuler


 Regulasi oleh sistem saraf.
Sistem saraf adalah sistem yang mengatur perubahan akut (cepat) dari sistem sirkulasi.perubahan
tekanan darah yang mendadak, dalam hitungan detik akan diantisipasi oleh sistem saraf agar tekanan
darah dapat normal kembali.sejauh ini sistem saraf yang dianggap terlibat dalam pengaturan (regulasi)
sirkulasi adalah sistem saraf simpatis.sementra sistem saraf parasimpatis tidak langsung mempengaruhi
sistem sirkulasi, tetapi mengatur kerja jantung yang nantinya berperan dalam sistem sirkulasi.
Serabut saraf simpatis melalui segmen torakal dan lumbal 1 – 2 akan menginervasi pembuluh darah
utama pada alat – alat dalam (viscera) dan jantung, kemudian melalui saraf spinalis akan menginervasi
pembuluh – pembuluh darah di perifer. Serabut saraf simpatis akan menginervasi semua bagian
pembuluh darah kecuali bagian kapiler, metaarteriola,dan spinkter pre kapiler. Pengaruh simpatis ini
akan menyebabkan penyempitan (vasokontriksi) pembuluh darah sehingga resistensinya meningkat dan
terjadi perubahan kecepatan aliran dan volume darah ke jaringan. Sementara itu pengaruhya pada
jantung, menyebabkan kerja jantung meningkat dengan menambah denyut jantung (HR) dan
kontraktilitas otot jantung.
Peranan saraf simpatis sangat minim pada sirkulasi, saraf ini terutama mempengaruhi jantung dengan
mengurangi HR dan kontraktilitasnya sehingga menekan kerja jantung.
Dalam regulasi oleh sistem saraf pada kardiovaskuler terdapat vasometer center yang terletak pada
substansi retikullaris di daerah medulla oblongata dan 1/3 bagian pons serebri. Daerah inilh yang
mentransmisikan impuls yang akan dibawa oleh serabut saraf simpatis dan parasimpatis mengatur kerja
sistem impuls yang datang dari hipotalamus dan korteks serebri.
Refleks – refleks saraf.selain sistem saraf otonom yang mengatur sirkulasi terdapat banyak sistem yang
tidak disadari juga ikut menjaga perubahan sistem sirkulasi agar tetap normal. Termasuk dalam sistem
ini adalah baroreseptor, kemoreseptor, atrial, dan refleks arteri pulmonary refleks,reflek atrium ke ginjal
dan susunan saraf pusat iskemik refleks.

 Regulasi lokal.
Salah satu keistimewaan dari sistem sirkulasi adalah setiap jaringan mampu mengatur kebutuhannya
akan darah , lewat pengaturan pembuluh darah dijaringannya masing- masing.

Regulasi lokal ini dapat di bagi dua yaitu 


1. Regulasi jangka pendek
Pada saat jaringan menjadi aktif, maka kebutuhan akan darah dan oksigen meningkat. Olehnya itu
jaringan akan melebarkan diameter (vasodilatasi) pembuluh darahnya khususnya pada segmen
metaarteriola,kapiler, dan spinkter prekapiler supaya kebutuhan yang meningkat akan di penuhi. 
Ada 2 teori dasar yang mengatur regulasi lokal ini yaitu :
a) Teori vasodilator, menurut teori ini jaringan yang meningkat aktivitasnya akan melepaskan zat – zat
vasodilator seperti adenosine, karbondioksida, asam laktat, histamin, adenosin phosphat, ion kalium,
dan ion hidrogen yang menimbulkan vasodilatasi gpada arteriole,metaarteriole, dan spinkter prekapiler.

b) Teori kekurangan oksigen, kontraksi dari pembuluh darah baru bisa terjadi jika tersedia oksigen dan
makanan lain dalam jumlah yang cukup. Jika jaringan meningkat metabolismenya, maka availabilitas
oksigen dan makanan lain akan berkurang pada jaringan tersebut sehingga menyebabkan dilatasi
pembuluh darah lokal.

2. Regulasi jangka panjang


Bila terjadi perubahan pada aktifitas mekanisme jaringan dalam waktu yang lama, hal ini akan
menimbulkan perubahan pada sistem sirkulasinya. Misalnya tekanan darah seseorang 60 mmhg selama
beberapa minggu, maka akan terjadi perubahan fisik dari ukuran diameter pembuluh darah bahakan
jumlah pembuluh darah akan bertambah untuk mengatasi keadaan suplay darah dan oksigen ang
berkurang yang ditimbulkan oleh tekanan darah serendah itu. Demikian pula sebaliknya bila tekanan
darah terlalu tinggi dan berlangsung lama, maka jumlah dan ukuran pembuluh darah akan berkurang.
Tetapi hal ini bergantung pula pada usia jaringannya, apabila masih muda (neonatus), atau pada jaringan
parut, jaringan kanker ,perubahan ini dapat berlangsung dengan mudah, tetapi pad jaringan yang tua
perlangsungannya (perubahannya) sangat lambat. Perubahan yang terjadi pada pembuluh darah lokal
dapat berupa angiogenesis (pembentukkan pembuluh darah baru).

3. Regulasi humoral
Regulasi ini disebabkan oleh adanya zat – zat yang di sekresi atau di absorbsi kedalam ccairan tubuh
seperti hormon dan ion tertentu. Beberapa dari zat ini memang dihasilkan oleh kelenjar khusus dan
disekresikan ke pembuluh darah, dan sebagian lagi diproduksi oleh jaringan lokal dan tempat kerjanya
juga lokal. Zat ini terdiri dari zat vasokontriktor dan zat vasodilator.
Zat vasokontriktor jika diproduksi akan menyebabkan penyempitan pembuluh darah lokal maupun
sistemik. Yang termasuk zat / bahan vasokontriktor adalah epinefrin,norepinefrin,angiotensin,dan
vasopresin. sedangkan zat vasodilator adalah zt yang mendilatasi pembuluh darah seperti bradikinin,
serotonin, histamin dan prostaglandin.

4. Regulasi oleh ginjal


Ginjal akan berperan jika terjadi perubahan dalam sirkulasi yang berlangsung lama, yang oleh sistem sraf
telah di antisipasi tetapi tidak berubah,seperti jika terjadi peningkatan tekanan arteri dalam beberapa
minggu yang dalam menit /hari pertama telah direspon oleh sistem saraf tetapi tekanan arteri masih
tetap tinggi , maka ginjal akan memberi respon dengan pengeluaran air / elektrolit agar tekanan menjadi
normal kembali. Pada ginjal ada 2 sistem yang mengatur hal ini yaitu sisitem ginjal cairan tubuh dan
sistem renin angiotensin.

Sistem cairan tubuh oleh ginjal,jika volume cairan tubuh sangat meningkat,cairan ekstrasel akan
meningkat an meninggikan tekanan darah. ginjal akan bereaksi dengan mengeluarkan cairan tubuh
sehinggan volume darah kembali normal dan tekanan darah juga kembali normal. Demikian pula
sebaliknya, jika tekanan darah menurun maka ginjal akan menahan air dan elektrolit sehingga darah
tidak berkurang dan tekanan darah tidak turun lebih rendah.

Sistem renin – angiotensin. Renin adalah sejenis enzim yang di produksi oleh juxtaglomerular apparatus
dari ginjal. Jika tekanan darahnya menurun, maka umlah darah dan elektrolit yang sampai ke ginjal
berkurang. Hal ini akan merangsang pelepasan renin oleh ginjal. Renin akan dibawah masuk ke
pembuluh darah dan akan mengubah protein plasma yang disebut angiotensinogen menjadi angiotensin
I dan selanjutnya angiotensin I akan diubah oleh ACE (Angiotensin converting enzim) yang dihasilkan
oleh paru – paru menjadi kerjanya ke sistem sirkulasi. Jika angiotensin II telah ada dalam sirkulasi , maka
akan meningkatkan peningkatan tekanan darah menuju tekanan yang normal.

Hal yang sebaliknya terjadi, jika tekanan darah meningkat maka renin tidak akan diproduksi sehingga
tidak terbentuk Angiotensin II dan akibatnya tekanan darah dapat lambat laun menuju normal.

2. Mekanisme kontrol sistem kardiovaskuler


Dalam pengontrolan sistem kardiovaskuler terdapat 2 mekanisme yaitu :
1. Heterometric autoregulasion yaitu peningkatan serabut miokardium yang mengakibatkan kekuatan
kontraksi.
2. Homeometric autoregulation yaitu frekuensi daripada kontaksi dan temperatur mempengaruhi
kekuatan kontraksi untuk suatu panjang serabut miokard tersebut.Myocardial yang meningkat akan
meningkatkan kekuatan kontraksi.
Kekuatan kontraksi akan meningkat dengan meningkatkannya frekuensi kontraksi.Temperatur yang
rendah (hipothermia) akan mengurangi kekuatan kontraksi jantung. Batas temperatur adalah 26 – 44
derajat celcius. 
Mekanisme pengonrolan kardiovaskuler melalui 2 pengontrolan ekstrinsik yaitu :
 Kontrol saraf.
Saraf simpattis merupakan mediator khemis yang dilepaskan pada postaganglionik adalah norepinefrin,
yang bekerja pada reseptor adrenergik pada sel – sel efektor. Ada 2 tipe reseptor adrenergik yaitu alfa
dan beta reseptor, jantung mengandung beta reseptor,dimana beta reseptor ini akan merangsang
myocardium yang mengakibatkan meningkatnya kontraksi dan kecepatan jantung.
Saraf parasimpatis akan melepaskan acetylkolin yang bekerja pada reseptor kolinergik pada sel efektor.
Saraf parasimpatis ini menyebabkan frekuensi jantung menurun,menekan kontraktilitas sehingga
menurunkan kekuatan kontraksi dan menghambat konduksi saraf.

 Kontrol kimia
Misalnya hormon korteks adrenal ,angiotensin, tiroksin dan serotonin menyebabkan meningkatnya
kontraksi jantung,sebaliknya keadaan hipoksemia akan menurunkan kekuatan kontraksi jantung.

BAB III
PENUTUP

1.KESIMPULAN
Jantung merupakan organ terpenting mekanisme kardiovaskuler dan merupakan organ yang melakuakn
proses kontraksi untuk memenuhi kebutuhan suplay darah keseluruh jaringan tubuh,dan dalam
mekanisme kerjanya juga dibawah pengontrolan sitem hormon dan sistem saraf agar selalu membawa
kondisi sirkulasi darah dalam keadaan yang normal.

2.SARAN
Demikianlah makalah yang kami buat ini walaupun dalam makalah ini masih jauh dari kesempurnaan
tapi semoga isi dari makalah kami memiliki manfaat untuk kita semua.

3. EVOLUSI MEKANISME KONTROL NORMAL GANGGUAN KARDIOVASKULER

Ringkasan Mekanisme kerja sistem kardiovaskular


Sistem kardiovaskuler adalah sistem yang fungsi utamanya adalah transportasi untuk
memenuhi kebutuhan jaringan akan nutrisi dan pembuangan sisa metabolisme (perfusi). Agar
fungsi tersebut terlaksana, sistem kardiovaskuler harus mengalirkan darah ke jaringan seluruh
tubuh sesuai dengan kebutuhan masing-masing jaringan. Pemenuhan kebutuhan aliran darah
di setiap jaringan dikendalikan oleh pengaturan tahanan pembuluh arteriol melalui mekanisme
vasokonstriksi vasodilatasi atau vasomotion.

Aliran darah didorong oleh tekanan darah yang merupakan hasil kerja jantung sebagai pompa
bersama dengan tahanan pembuluh darah total. Kemampuan jantung berperan sebagai
pompa dalam sistem kardiovaskuler ditunjang oleh 3 hal yaitu:(1) Struktur jantung yang terdiri
dari ruang jantung yang dipisahkan oleh sekat yang berkatub terbuka searah (atrium ke
ventrikel). (2) Dinding jantung yang tersusun oleh otot jantung yang tebal dan tinggi daya
kontraktilitasnya. (3) Pengaturan kontraksi otot jantung oleh sistem konduksi sehingga
dihasilkan siklus yang harmonis antara atrium dan ventrikel, baik jantung kiri maupun kanan.

Variasi tahanan pembuluh darah menurut tempat dan waktu disebabkan oleh adanya otot
polos di lapisan dinding pembuluh darah yang mampu berkontraksi dan relaksasi.
Penjumlahan tahanan pembuluh darah lokal di seluruh tubuh menghasilkan tahanan
pembuluh darah total yang ikut menentukan tekanan darah. Dinamika kontraksi dan relaksasi
pembuluh darah secara keseluruhan (arteri dan vena) juga menentukan volume darah relatif,
selanjutnya perubahan volume darah ini juga mempengaruhi kinerja jantung.

Kontraksi otot normal didahului oleh potensial aksi (perubahan potensial listrik di membran sel
peka rangsang akibat rangsangan adekuat). Di samping itu, mekanisme penghantaran impuls di
sistem konduksi dan otot jantung juga merupakan penjalaran potensial aksi. Dengan demikian
potensial aksi merupakan mekanisme dasar yang esensial dari kerja sistem kardiovaskuler
maupun sistem tubuh lain.

3 Prinsip Dasar Fungsi Kardiovaskuler


Sebelum melakukan pengkajian fungsi sistem kardiovaskuler lebih lanjut, ada tiga prinsip dasar
yang perlu dipahami berkaitan dengan mekanisme kerjanya, yaitu:

1. Aliran darah ke setiap jaringan dikendalikan berdasarkan kebutuhan nutrisi dan


pembuangan sisa metabolisme jaringan.
2. Curah jantung dikontrol terutama oleh kebutuhan aliran darah jaringan seluruh tubuh.
3. Tekanan darah dikontrol oleh pengendali aliran darah lokal seluruh tubuh maupun oleh
pengendali curah jantung.
II. Fungsi Umum Kardiovaskuler
Kebutuhan akan adanya sistem sirkulasi merupakan konsekuensi bertambahnya ukuran dan
kompleksitas organisme multiseluler. Difusi sederhana tidak adekuat untuk memasok nutrisi
dan mengangkut sampah metabolisme sel yang terletak di bagian tengah organisme besar.
Jarak antara sel di bagian tengah dan lingkungan luar tubuh sangat panjang. Bila sistem
sirkulasi terbentuk dari pipa sederhana yang menghubungkan sel di tengah dan bagian luar
organisme, maka sistem ini tidak mencukupi. Konsentrasi nutrisi dalam pipa akan makin ke
tengah makin rendah karena selain dikonsumsi oleh sel selama perjalanan ke tengah juga
jauhnya jarak tempuh untuk penambahan nutrisi baru dari luar. Sebaliknya, sisa metabolisme
akan tinggi kadarnya di bagian tengah organisme dan makin keperifer makin rendah.
Akibatnya, kebutuhan sel untuk mendapat nutrisi dan membuang sisa metabolisme tidak
terpenuhi oleh sistem ini.
Manusia sebagai organisme multiselluler yang kompleks memiliki sistem sirkulasi yang disebut
sistem kardiovaskuler. Sistem ini memiliki peran primer mendistribusikan oksigen dan zat
nutrisi, faktor pertumbuhan, dan reparasi sel di seluruh jaringan tubuh dan sekaligus juga
membawa sisa metabolisme sel ke organ pembuangan. Peran sekunder sistem ini berkaitan
dengan komunikasi sel sebagai pembawa mediator kimiawi komunikasi sel, membawa panas
keluar dari dalam ke permukaan tubuh, dan sebagai media respons inflamasi dan pertahanan
tubuh terhadap invasi mikroorganisme serta media dalam memelihara lingkungan internal
yang kondusif untuk kehidupan dan fungsi optimal sel.

Sistem sirkulasi ini mengintegra-sikan tiga unsur fungsional: pompa (jantung), cairan yang
disirkulasikan (darah), dan rangkaian pipa penyalur (pembuluh darah). Sistem terintegrasi ini
mampu beradaptasi terhadap perubahan kondisi kehidupan normal. Kebutuhan aliran darah
berfluktuasi antara tidur dan jaga, istirahat dan aktifitas fisik, tenang dan emosional. Untuk
memenuhi kebutuhan yang sangat bervariasi ini seluruh sistem membutuhkan pengendalian
yang rapi dan terintegrasi. Fisiologi adalah ilmu yang kajian utamanya adalah memahami
keberadaan dan mekanisme kerja pengendalian sistem dalam organisme.

Fungsi Masing-Masing Bagian Kardiovaskuler

Jantung adalah bagian sistem kardiovaskuler yang berfungsi memompa darah ke pembuluh
darah arteri. Pembuluh darah arteri merupakan pipa elastis yang mentranspor darah di bawah
tekanan tinggi ke jaringan seluruh tubuh. Arteri bercabang mulai dari arteri sedang sampai
arteriole. Arteri kecil atau arteriole adalah segmen arteri yang berperan mengatur aliran darah
menuju kapiler karena dinding arteriol ini lapisan ototnya relatif tebal dibanding segmen arteri
lain. Segmen ini tersusun dalam empat tingkat percabangan sebelum mencapai kapiler.
Pertukaran cairan, nutrisi, eletrolit, hormon, dan mediator komunikasi sel antara darah dan
cairan interstisiel terjadi di pembuluh kapiler ini. Kelanjutan kapiler adalah vena kecil atau
venula yang juga tersusun dalam empat tingkat percabangan dan berfungsi mengalirkan darah
dari kapiler ke sistem vena. Melalui vena sedang kemudian berlanjut ke vena cava, darah
kembali ke jantung. Struktur dinding vena kecil yang tipis dan elastis menyebabkan vena kecil
berperan sebagai tempat penyimpanan cairan darah yang sewaktu-waktu dapat dimobilisasi
bila diperlukan tambahan volume darah yang harus dialirkan.

Distribusi Volume Darah


Volume darah total sebanyak ± 5 liter tidak terdistribusi merata pada seluruh segmen
pembuluh darah. Volume darah di sirkulasi sistemik ~85 %, di sirkulasi pulmoner ~ 10 %, dan di
ruang jantung ~5%. Di sirkulasi sistemik, sebagian besar volume darah berada di vena (64 %),
sehingga vena merupakan tempat depo cadangan darah yang sewaktu-waktu dapat
dimobilisasi bila aliran darah perlu ditingkatkan.

Penampang Pembuluh Darah dan Aliran Darah


Penampang pembuluh darah makin jauh dari jantung makin kecil sehingga garis tengah
pembuluh kapiler hanya 3 ?m sementara penampang aorta 1,13 cm dan vena cava 1,38 cm. Bila
kita perhatikan struktur pembuluh darah, aorta bercabang menjadi beberapa arteri sedang,
arteri sedang bercabang menjadi beberapa arteri kecil, dan arteri kecil bercabang menjadi
beberapa kapiler. Beberapa kapiler kemudian menuju ke satu vena kecil, beberapa vena kecil
menuju ke vena sedang, dan beberapa vena sedang menuju ke vena cava. Struktur
percabangan pembuluh darah tersebut membentuk  1 x 1010 kapiler yang tersusun paralel
sehingga luas penampang total pembuluh kapiler 2827 cm2 sementara luas penampang aorta 4
cm2 dan vena cava 6 cm2.

Perbedaan luas penampang total antara aorta dan kapiler menyebabkan aliran darah di kapiler
(0,003 cm/detik) jauh lebih lambat daripada di aorta (21 cm/detik). Bila dikaitkan dengan
panjang segmen kapiler yang hanya 0.3 – 1 mm, maka kecepatan aliran darah di kapiler
tersebut memberi waktu 1 sampai 3 detik untuk proses pemasokan kebutuhan jaringan dan
pengambilan sisa metabolismenya. Waktu yang relatif singkat ini cukup untuk kapiler yang
kerjanya memang sangat efektif dan efisien.

Tekanan Darah
Struktur sistem vaskuler yang bercabang-cabang dan elastisitas pembuluh darah menghasilkan
dua hal: (1) tekanan darah makin jauh dari jantung makin kecil, dan (2) fluktuasi tekanan darah
akibat kerja pompa jantung makin jauh dari jantung makin hilang. Sehingga sampai di awal
pembuluh kapiler, tekanan darah hanya 40 mm Hg dan sudah tidak ada lagi fluktuasi. Tidak
adanya flutuasi tekanan darah ini sangat menunjang proses pertukaran zat di pembuluh darah
kapiler.
Cara pengukuran tekanan darah tidak langsung
dengan sfigmo-manometer
Perubahan tekanan darah selama siklus jantung dapat diukur langsung dengan cara
menghubungkan alat pengukur tekanan dengan jarum yang disisipkan ke dalam arteri. Cara
yang lebih nyaman dan akurat adalah dengan menggunakan sfigmomanometer. Alat ini terdiri
dari manset yang dihubungkan dengan klep. Bila manset diisi udara dan klep tertutup, tekanan
akan diteruskan ke jaringan sampai arteria brachialis. Ketika tekanan manset diatas tekanan
darah, pembuluh darah terjepit dan aliran terhenti. Bila tekanan darah lebih besar daripada
tekanan manset, lumen arteri terbuka dan darh mengalir.

Selama pengukuran tekanan darah, stetoskop diletakkan di atas a. Brachialis di lengan atas
tepat di tepi manset. Tidak ada suara yang terdengar bila darah tidak mengalir di lumen arteri
atau bila aliran darahnya normal, yaitu aliran laminer dan halus. Sebaliknya, aliran turbulen
menimbulkan getaran yang dapat didengar melalui stetoskop. Suara ini disebut suara Korotkoff
yang sangat beda dengan suara jantung yang berkaitan dengan penutupan katub jantung.

Pengukuran tekanan darah diawali dengan peningkatan tekanan manset dengan


memompakan udara ke dalam manset sampai tekanannya melebihi tekanan sistolik sehingga
a. Brachialis kolaps dan tidak terdengar suara karena tidak ada aliran darah. Pengeluran udara
pelahan dari manset menurunkan tekanan manset. Ketika tekanan manset sedikit lebih rendah
daripada tekanan sistole, arteri terbuka intermiten bila tekanan mencapai puncak sistole dan
kolaps lagi bila tekanannya turun ke diastole. Pembukaan arteri yang intermiten ini
menyebabkan aliran turbulen yang menghasilkan getaran suara yang dapat didengar dengan
stestoskop.

Tekanan manset tertinggi, di mana suara pertama kali dapat didengar diindikasikan sebagai
tekanan sistolik. Selama penurunan tekanan manset berlangsung suara intermiten tersebut
terus terdengar seirama dengan siklus jantung. Bila tekanan manset lebih rendah dari tekanan
diastolik, a. Brachialis tidak mengalami penjepitan selama siklus jantung sehingga aliran
darahnya tidak terhalang dan menjadi aliran laminar yang tidak menghasilkan getaran suara
yang dapat didengar dengan stetoskop. Secara klinis praktis, tekanan darah arteri dinyatakan
dalam tekanan sistole diatas diastole dengan besar rata-rata 120/80 mm Hg.
Tekanan Nadi
Denyut nadi yang dapat diraba di arteri dekat permukaan tubuh disebabkan beda tekanan
sistole dan diastole. Perbedaan ini disebut tekanan nadi atau pulse pressure. Bila tekanan darah
120/80 mm Hg, maka tekanan nadinya 40 mm Hg (120 mm Hg-80 mm Hg).
Rerata Tekanan Arteri
Rerata tekanan arteri adalah tekanan rerata yang mendorong darah ke jaringan selama siklus
jantung. Besar tekanan ini tidak tepat dipertengahan antara sistole dan diastole (misalnya 100
mm Hg untuk tekanan 120/80 mm Hg), tetapi lebih mendekat ke arah diastole karena waktu
yang dibutuhkan untuk mencapai tekanan sistole lebih pendek daripada waktu untuk mencapai
tekanan diastole.

Pertukaran cairan, nutrisi, dan eletrolit di


pembuluh kapiler
Jalur pergerakan melintas dinding kapiler merupakan kombinasi jalur transeluler dan jalur para
seluler. Jalur transeluler harus menembus membran sel endotel, sedangkan jalur paraseluler
melalui celah antar endotel. Endotel mensintesis aquaporin 1 (AQP 1) yang merupakan protein
pembawa molekul air pada jalur transeluler, sedangkan mekanisme transfer untuk gas dan zat
yang terlarut terjadi melalui difusi. Dinamika kapiler ini pertama kali  diperkenalkan oleh Ernest
Starling (1896) yang mengajukan dua gaya pendorong pergerakan cairan menembus dinding
kapiler yaitu: beda tekanan hidrostatik transkapiler dan beda tekanan osmotik efektif yang
sering disebut tekanan osmotik koloid atau beda tekanan onkotik.
Tekanan hidrostatik kapiler diujung arteri ~ 40 mm Hg sedangkan tekanan osmotik koloidnya
sebesar ~ 25 mmHg sehingga tekanan neto diujung arteri sebesar ~15 mmHg ke arah
interstisiel. Selama mengalir di segmen kapiler tekanan darah ini berkurang sehingga menjadi
10 mmHg di ujung vena, sementara tekanan osmotik koloid lebih kurang sama yaitu ~25 mmHg
sehingga tekanan netonya ~ 15 mmHg kearah lumen kapiler. Hemodinamik ini sangat sesuai
dengan fungsi primer yaitu memasok kebutuhan nutrisi dan osigen ke jaringan dan membawa
sisa metabolisme dari jaringan menuju ke organ pembuangan. (Lihat gambar).
Pengaturan Aliran Darah Lokal di Jaringan
Untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dan pembuangan sisa metabolisme, sistem kardiovaskuler
harus mampu mengalirkan darah sesuai dengan kebutuhan jaringan tersebut dari waktu ke
waktu. Aliran darah menuju jaringan ini mengalami perubahan sesuai dengan laju metabolisme
jaringan. Makin tinggi laju metabolisme, makin besar aliran darahnya. Hepar merupakan organ
tubuh yang aktifitas metabolisme paling tinggi sehingga aliran darah rata-rata di hepar 95
ml/menit/100 g jaringan. Meskipun ginjal juga mendapat aliran darah cukup besar, tetapi
bukan karena laju metabolismenya melainkan karena fungsi ginjal sebagai pencuci darah.

Sasarsan penting pengaturan aliran darah di jaringan tubuh adalah efektifitas aliran dan
efisiensi beban kardiovaskuler dalam menunaikan fungsinya. Efektifitas aliran berarti
pengaturan besarnya aliran sesuai dengan kebutuhan, sedangkan efisiensi berarti ketepatan
kerja jantung sesuai dengan total kebutuhan seluruh jaringan tubuh sehingga tidak terjadi
beban jantung yang berlebih.

Segmen pembuluh darah yang terbesar perannya dalam mengatur aliran darah adalah arteriol.
Otot polos arteriol di tunika media yang relatif tebal memungkinkan peran arteriol sebagai pre-
capillary sphincter yang melalui mekanisme kontraksi dan relaksasi dapat membuka
(vasodilatasi) dan menutup (vasokonstriksi) arteriol. Mekanisme pengaturan aliran darah oleh
arteriol ini disebut vasomotion.

Mekanisme Pengaturan Aliran Darah


Pengaturan aliran darah terdiri dari pengaturan jangka pendek (short-term) dan jangka panjang
(long-term). Pengaturan jangka pendek dilakukan melalui mekanisme vasokonstriksi dan
dilatasi, sementara pengaturan jangka panjang melalui perubahan vaskularisasi jaringan.

Pengaturan Aliran Darah Jangka Pendek


Pengaturan aliran darah jangka pendek sangat erat kaitannya dengan aktifitas metabolisme
jaringan. Vasokonstriksi dan vasodilatasi arteriol merupakan salah satu efek metabolisme
jaringan yang mendapatkan aliran darah dari arteriol tersebut. Peningkatan laju metabolisme
jaringan akan cenderung menurunkan ketersediaan oksigen di jaringan. Penurunan
ketersediaan oksigen akan menurunkan kontraktilitas otot polos arteriol sehingga terjadi
vasodilatasi.

Tingginya laju metabolisme jaringan juga akan meningkatkan jumlah sisa metabolisme antara
lain: adenosine; CO2; histamine; K+  dan  H+ yang ternyata zat-zat tersebut merupakan vasodilator
kuat. Di samping itu, peningkatan laju matabolisme akan mengurangi ketersediaan glukosa dan
vitamin B. Kondisi ini juga akan mengakibatkan vasodilatasi. Vasodilatasi arteriol meningkatkan
aliran darah ke kapiler sampai kebutuhan nutrisi dan oksigen terpenuhi. Bila kebutuhan nutrisi
dan oksigen terpenuhi dan sisa metabolisme terbersihkan dari lingkungan jaringan, arteriol
akan kembali konstriksi dan aliran kembali titik basalnya. (Lihat gambar).
Pengaturan aliran darah jangka pendek sehari-hari dapat ditemui pada fenomena hiperemia
reaktif (reactive hyperemia) dan hiperemia aktif (active hyperemia). Hiperemia reaktif adalah
hiperemia yang terjadi setelah dilakukan pemhambatan aliran darah ke suatu jaringan tubuh.
Bila aliran darah ke jaringan dihambat beberapa detik sampai jam kemudian hambatan dilepas,
aliran darah ke jaringan tersebut akan meningkat 4 sampai 7 kali normal tergantung lamanya
penghambatan. Peningkatan aliran ini disebabkan kondisi kekurangan nutrisi dan oksigen serta
penumpukan sisa metabolisme selama penghambatan aliran darah dilakukan. Hiperemia aktif
adalah hiperemia jaringan (misalnya otot) akibat peningkatan aktifitasnya (misalnya kontraksi).
Aktifitas jaringan menyebabkan kurangnya nutrisi dan oksigen dan penumpukan sisa
metabolisme yang keduanya menyebabkan vasodilatasi. Akibat aktifitas otot yang berkontraksi
selama aktifitas fisik berat, aliran darah ke otot tersebut dapat meningkat sampai 20 kali
normal.

Peningkatan tekanan darah dapat meningkatkan aliran darah. Bila peningkatan tekanan darah
bersifat permanen, misalnya pada hipertensi, aliran darah di seluruh jaringan tubuh cenderung
meningkat tetapi tidak seterusnya karena akan segera dikendalikan oleh pengendali aliran
darah jangka panjang. Peningkatan aliran darah sesaat akan direspons oleh jaringan melalui
mekanisme vasomotion yang berkaitan dengan laju metabolismenya. Pada kondisi jaringan
tidak aktif maka tekanan darah yang tinggi akan direspons dengan vasokonstriksi. Respons
tubuh terhadap peningkatan tekanan darah permanen terjadi melalui
perubahan vaskularisasi dan pembentukan sirkulasi kolateral untuk menyesuaikan
kebutuhan aliran darah pada kondisi tekanan tinggi yang kronis tersebut.

Pengaturan Tekanan Darah


Aliran darah dapat terjadi bila ada gaya yang mendorong, dalam hal gaya pendorong tersebut
disebut tekanan darah. Tekanan darah dihasilkan oleh pompa jantung. Curah jantung
berinteraksi dengan tahanan pembuluh darah total menghasilkan tekanan darah. Perubahan
kinerja jantung dan diameter pembuluh darah dikendalikan secara sistemik oleh sistem saraf
otonom (simpatis dan parasimpatis). Meskipun saraf otonom dapat mempengaruhi
vasokonstriksi dan vasodilatasi, peran saraf terhadap aliran darah relatif kecil dibanding peran
metabolisme jaringan. Sehingga peran saraf lebih cenderung ke pendistribusian darah melalui
pengendalian kinerja jantung dan vasomotion secara umum. Karena sifat saraf yang cepat
responsnya tetapi tidak dapat bertahan lama, maka peran sistem saraf pada pengendalian
tekanan darah tergolong pengendalian jangka pendek.

Efek Perangsangan Saraf Otonom pada Sistem


Kardiovaskuler
Perangsangan saraf simpatis secara umum akan meningkatkan tekanan darah melalui tiga
mekanisme. Pertama, peningkatan aktifitas simpatis menyebakan vasokonstriksi di hampir
seluruh arteriol sehingga meningkatkan tahanan perifer total. Kedua, aktifitas simpatis
menyebabkan vasokonstriksi di vena kecil dan sedang sehingga terjadi mobilisasi darah yang
tersimpan di vena. Mobilisasi darah dari vena ini selanjutnya akan meningkatkan aliran balik
vena dan kemudian meningkatkan curah jantung. Ketiga, aktifitas simpatis meningkatkan
kinerja jantung melalui peningkatan kontraktilitas dan frekuensi denyut jantung.

Sebaliknya perangsangan saraf parasimpatis pada sistem kardiovaskuler mengakibatkan


penurunan tekanan darah melalui vasodilatasi dan penurunan kinerja jantung sehingga
menurunkan tekanan darah. Keseimbangan antara simpatis dan para simpatis ini sangat besar
perannya dalam memelihara kenormalan tekanan darah yang setiap saat dapat cenderung
turun atau meningkat karena aktifitas fisik dan psikologis manusia

Mekanisme Refleks Memelihara Kenormalan


Tekanan Darah
Refleks merupakan mekanisme dasar kerja sistem saraf dalam menjalankan fungsinya sebagai
sistem pengendali. Ada beberapa mekanisme refleks yang bekerja memelihara kenormalan
tekanan darah manusia, antara lain: Refleks baroreseptor, kemoreseptor, low-pressure receptor,
volume receptor, dan Bainbridge

Refleks Baroreseptor

Refleks ini diawali rangsangan peningkatan tekanan darah pada baroreseptor yang terletak di
dinding beberapa pembuluh arteri sistemik besar, misal di sinus caroticus. Impuls
ditransmisikan melalui n. Hering kemudian bergabung dengan n. glossopharyngeus.
Selanjutnya melalui tractur solitarius menuju pusat vasomotor di medulla oblongata. Serat
eferennya berupa parasimpatis melalui n. vagus yang berefek menurunkan tekanan darah
kembali ke nilai normalnya melalaui mekanisme vasodilatasi vena dan arteriol serta penurunan
frekuensi dan kontraktilitas otot jantung.
Peran refeks baroreseptor ini sangat esensial dalam memelihara kestabilan tekanan darah
tubuh bagian kranial selama perubahan posisi tubuh dalam kehidupan sehari-hari. Pada
dasarnya refleks ini berkerja sebagai penyangga tekanan darah, yaitu dengan memberi respons
berlawanan terhadap peningkatan atau penurunan tekanan darah. Kelemahan refleks ini ada
pada ketidak mampuan bekerja terus menerus dalam jangka panjang karena sistem segera
kembali ke aktifitas basalnya bila bekerja terlalu lama

Refleks Kemoreseptor

Refleks ini dirangsang oleh penurunan oksigen  dan peningkatan CO2 dan ion hidrogen di
darah. Reseptor terletak di dinding pembuluh darah kecil (Carotid bodies dan aortic bodies).
Pada rentang tekanan arteri normal peran refleks ini terhadap pengendalian tekanan darah
tidak kuat, tetapi lebih berperan pada pengendalian sisitem respirasi. Perannya dalam
pengaturan tekanan darah menonjol pada tekanan arteri rata-rata di bawah 80 mm Hg.

Low-pressure Receptors

Refleks dirangsang oleh peregangan arteri pulmonalis dan atrium karena di sini terdapat
reseptor regang yang mengirimkan impulnya bila terjadi peregangan kedua situs tersebut
akibat peningkatan volume darah. Peran refleks ini meminimalkan perubahan tekanan darah
akibat perubahan volume darah

Volume Refleks (Refleks Atrium yang Mengaktifkan Ginjal)

Refleks dirangsang oleh peregangan atrium dengan respons dilatasi arterio aferen. Di samping
juga terjadi peningkatan diuresis melalui penghambatan pelepasan ADH di hipotalamus.
Peregangan atrium ini juga merangsang pelepasan Atrial Natriuretic Peptide  (ANP) yang berefek
peningkatan ekskresi natrium dan air oleh ginjal sehing secara keseluruhan mengurangi
volume cairan plasma dan selanjutnya mengurangi tekanan darah.

The Bainbridge Reflex

Refleks ini dirangsang oleh peregangan atrium dengan respons peningkatan frekuensi denyut
jantung dan kontraktilitas otot jantung melalui n. vagus sebagai aferennya.

Pengaturan Tekanan Darah Jangka Panjang


Pengendalian tekanan darah jangka pendek oleh sistem saraf otonom terjadi melalui efek saraf
ototnom pada tahanan vaskuler perifer total dan kapasitan serta kemampuan pompa jantung.

Di samping itu, tubuh manusia juga memiliki pengendali tekanan darah jangka panjang
tangguh yang dapat bekerja beberapa minggu sampai bulan. Pengendali ini berkaitan erat
dengan homeostasis volume cairan tubuh yang ditentukan oleh keseimbangan masukan dan
keluaran cairan. Keseimbangan ini ditunjang oleh sistem saraf, hormon dan kontrol lokal di
ginjal yang mengatur ekskresi garam dan air.
Alur mekanisme peran sistem ginjal – cairan tubuh terhadap tekanan darah sebenarnya
sederhana: “Bila cairan ekstrasel berlebih, volume darah dan tekanan darah meningkat.
Peningkatan tekanan darah selanjutnya menyebabkan ginjal membuang (ekskresi) kelebihan
cairan eksktrasel untuk mengembalikan tekanan ke nilai normalnya”. Respons ginjal terhadap
perubahan tekanan darah sangat sensitif. Peningkatan tekanan darah beberapa milimeter Hg
dapat meningkatan ekskresi air dua kali lipat (disebut pressure diuresis) dan juga
meningkatkan ekskresi garam (Na Cl) dua kali lipat (disebut pressure natriuresis). Mekanisme
ini merupakan dasar fundamental pengendalian tekanan darah jangka panjang. Pengendalian
ini disempurnakan oleh beberapa sistem lain, misalnya sistem renin-angiotensin, sehingga hasil
kerjanya makin tepat.

Pemberian infus 400 ml cairan pada binatang coba yang diblok refleks sarafnya akan
meningkatkan curah jantung dua kali normal dan peningkatan rerata tekanan arteri sampai 205
mm Hg (115 mm Hg diatas basal). Peningkatan tekanan darah kemudian disusul pengeluaran
urine 12 kali normal sehingga dalam beberapa jam curah jantung dan tekanan arteri kembali
normal.

Mengingat rumus dasar tekanan darah yang besarnya sama dengan curah jantung kali tahanan
perifer total, maka peningkatan tahanan perifer total akan meningkatkan tekanan darah.
Peningkatan tahanan perifer total mendadak akan segera diikuti peningkatan tekanan darah.
Namun apabila ginjal tetap berfungsi normal, peningkatan tekanan darah tidak dapat
dipertahankan dan kembali ke nilai normalnya dalam beberapa hari berikutnya. Ginjal yang
normal akan merespons kenaikan tekanan darah ini dengan pressure diuresis dan pressure
natriuresis. Dalam beberapa jam setelah kenaikan tekanan darah akut, ginjal akan terus
meningkatkan ekskresi air dan garam sampai tekanan darah kembali ke rentang normalnya.
Mekanisme ini dapat terjadi bila tidak ada peningkatan tahanan vaskular di ginjal. Bila
peningkatan tahanan perifer total juga mengenai vaskular ginjal, akan terjadi pergeseran kurva
fungsi ginjal ke level tekanan lebih tinggi. Fenomena ini merupakan mekanisme dasar
hipertensi renal.

Keseluruhan mekanisme peningkatan tekanan darah akibat kenaikan volume cairan tubuh
dapat diterangkan melalui skema berikut:
(1) Peningkatan cairan ekstrasel akan

(2) meningkatkan volume darah yang selan-jutnya akan

(3) meningkatkan tekanan pengisian sirkulasi rata-rata dilanjutkan

(4) peningkatan aliran da-rah balik ke jantung yang

(5) meningkat-kan curah jantung, kemudian

(6) meningkatkan tekanan darah.

Khusus pada jalur peningkatan curah jantung ke peningkatan tekanan darah, ada jalur
langsung dan jalur tidak langsung melalui peningkatan tahanan perifer total sebagai
konsekuensi oto-regulasi aliran darah di setiap jaringan tubuh (lihat bab pengendalian aliran
darah lokal).

Akhirnya, karena tekanan arteri sama dengan curah jantung kali tahanan perifer total, efek
tahanan perifer total terhadap peningkatan tekanan darah yang dihasilkan oleh mekanisme
oto-regulasi lebih meningkatkan lagi tekanan darah akibat peningkatan curah jantung. Sebagai
contoh, kenaikan curah jantung 5 sampai 10 persen dapat meningkatkan tekanan arteri rata-
rata dari 100 mm Hg menjadi 150 mm Hg.

Di sisi lain, peningkatan asupan garam (NaCl) juga dapat meningkatkan tekanan darah jauh
lebih tinggi daripada akibat peningkatan asupan air. Hal ini disebabkan kelebihan air akan
dengan segera di ekskresi oleh ginjal, sementara ekskresi kelebihan garam tidak semudah air.
Timbunan garam dalam tubuh secara taklangsung juga meningkatkan volume cairan tubuh
melalui: (1) Peningkatan osmolaritas cairan ekstrasel yang merangsang pusat haus sehingga
meningkatkan asupan air melalui minum untuk mengembalikan kadar garam ekstrasel ke
normalnya. Hal ini meningkatkan volume cairan ekstrasel. (2) Peningkatan osmolaritas
ekstrasel akibat kelebihan garam juga merangsang sekresi ADH hipofise posterior. Selanjutnya
ADH akan meningkatkan reabsorbsi air di tubulus renalis sehingga menurunkan volume urine
dan meningkatkan volume cairan ekstrasel tubuh.

Orang dikatakan mengidap hipertensi bila tekanan darah rata-ratanya secara kronis lebih tinggi
dari rentang normalnya. Salah satu jenis hipertensi adalah hipertensi yang diakibatkan oleh
kelebihan volume cairan tubuh atau disebut volume-loading hypertension. Hipertensi ini
berkaitan erat dengan peran mekanisme hubungan ginjal-volume cairan tubuh terhadap
pengendalian tekanan darah arteri.

Volume loading hypertension secara eksperimental dapat didemonstrasikan pada anjing yang
70 % massa ginjalnya diangkat.
Pengangkatan massa ginjal sampai dengan 70% hanya meningkatkan tekanan darah arteri 6
mm Hg. Bila anjing percobaan ini diberi minum larutan NaCl 0,9% akan meningkat minumnya
sehingga dalam beberapa hari tekanan arteinya meningkat 40 mmHg diatas normal. Setelah
dua minggu, anjing diberi minum air murni, tekanan darah arteri kembali normal dalam 2 hari.
Akhirnya anjing diberi minum larutan garam 0,9% lagi. Ternyata kenaikan tekanan darahnya
lebih tinggi dari peningkatan sebelumnya. Hal ini disebabkan oleh toleransi fisiologis sehingga
anjing lebih minum lebih banyak.

Di samping kemampuan mengendalikan tekanan darah melalui pengendalian volume cairan


ekstraselular, ginjal juga dapat mengendalikan tekanan darah melalui sistem renin-angiotensin.
Renin adalah enzim yang diskresikan oleh ginjal bila terjadi penurunan aliran darah ke nefron
ginjal. Penurunan aliran darah ginjal dapat disebabkan oleh penurunan tekanan darah yang
ekstrim.

Renin disintesis oleh juxtaglomerular cell yang terletak di dinding arteriol aferen dekat


glomerulus ginjal. Di sirkulasi darah, renin secara enzimatis mengubah angiotensinogen
menjadi angiotensin I yang memiliki efek vasokonstriksi lemah. Dalam 30 menit sampai 1 jam,
renin terus melakukan reaksi enzimatisnya. Beberapa menit setelah terbentuk, angiotensin I
mengalami pemutusan 2 asam aminonya oleh bantuan enzim (angiotensin conrting enzyme)
yang dihasilkan sel endotel kapiler paru menjadi angiotensin II yang efek vasokonstriksinya
lebih kuat daripada angiotensin I. Proses pengubahan angiotensin I menjadi angiotensin II
terjadi di paru ketika darah mengalir di kapiler paru. Mekanisme peningkatan tekanan darah
oleh angiotensin selain secara langsung sebagai vasokonstriktor, juga secara tidak langsung
dapat melalui 3 cara: Pertama, melalui perangsangan sekresi ADH. Kedua, melalui
perangsangan sekresi aldosteron yang selanjutnya akan meningkatkan reabsorbsi natrium dan
air di tubulus ginjal. Ketiga, melalui perangsangan pusat haus di hipotalamus yang dapat
meningkatkan volume cairan tubuh akibat peningkatan masukan air.

Pengangkatan salah satu ginjal yang disertai penjepitan arteria renalis pada ginjal yang tersisa
akan menyebabkan peningkatan tekanan darah. Peningkatan tekanan darah ini diawali
peningkatan mendadak diikuti penurunan tekanan yang disusul peningkatan sampai beberapa
hari sampai mencapai tingkatan stabil. Fenomena ini disebut ”One-kidney Goldblatt
hypertension”.

Peningkatan tekanan arteri mendadak disebabkan mekanisme vasokonstriksi renin-


angiotensin. Iskemia renal akibat penjepitan arteria renalis memicu sekresi renin yang
menyebabkan peningkatan angiotensin II dan aldosteron di darah yang diikuti peningkatan
tekanan arteri. Peningkatan sekresi renin mencapai puncak dalam satu jam kemudian turun ke
normal lagi setelah 5 sampai 7 hari karena tekanan arteria renalis juga kembali normal
sehingga ginjal tidak mengalami iskemia lagi.

Peningkatan tekanan darah juga dapat terjadi akibat penjepitan arteria renalis salah satu ginjal,
sedangkan ginjal yang lain tidak. Hipertensi pada percobaan ini disebut ”Two-Kidney Goldblatt
Hypertension”. Hal ini terjadi karena ginjal yang iskemik mensekresi renin dan juga meretensi
garam dan air. Sementara ginjal yang normal juga meretensi garam dan air karena pengaruh
renin yang disekresikan oleh ginjal yang iskemik melalui efek angiotensin II terhadap arteriol
dan tubulus ginjal.
Hipertensi Primer (Esensial)
Sekitar 90 sampai 95 % penderita hipertensi termasuk hipertensi primer atau hipertensi
esensial. Jenis hipertensi ini belum diketahui penyebabnya. Beberapa kasus ditemukan faktor
heriditer. Di samping itu ada kaitan antara hipertensi primer dengan obesitas dan rendahnya
aktifitas fisik. Beberapa karakter hipertensi primer yang berkaitan dengan berat badan lebih
dan obesitas antara lain:

(1) Peningkatan curah jantung akibat tingginya kebutuhan aliran darah untuk jaringan lemak
yang berlebihan dan peningkatan laju metabolisme serta pertumbuhan organ dan jaringan
akibat peningkatan kebutuhan metabolisme. Tekanan darah tinggi yang menetap beberapa
bulan samapi tahun mengakibatkan peningkatan tahanan perifer.

(2) Aktifitas simpatis, khususnya ke ginjal, meningkat pada individu berat badan lebih.
Peningkatan aktifitas simpatis ini diduga akibat efek hormon leptin yang disekresikan oleh
jaringan lemak yang merangsang beberapa regio hipotalamus yang selanjutnya menyebabkan
menginduksi eksitasi pusat vasomotor di medulla oblongata.

(3) Peningkatan angiotensisn II dan aldosteron dua – tiga kali yang sebagian disebabkan efek
simpatis terhadap sekresi renin. Selanjutnya diikuti peningkatan angiotensin II dan aldosteron.
(4) Terganggunya mekanisme pressure diuresis & natriuresis akibat efek simpatis, angio-tensin II
dan aldosteron terhadap ginjal yang terus menerus

Secara ringkas pengendalian tekanan darah dapat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu, (1)
jangka pendek, (2) jangka menengah, dan (3) jangka panjang (lihat gambar). Pengendali jangka
pendek dilakukan oleh sistem saraf ototnom dengan mekanisme refleks, pengendali jangka
menengah melalui mekanisme hormonal, dan pengendali jangka panjang oleh ginjal melalui
mekanisme pressure diuresis dan pressure natriuresis.

Jantung Sebagai Pompa


Kemampuan jantung manusia sebagai pompa dalam sistem kardiovaskuler didukung oleh tiga
faktor: pertama, struktur organ jantung yang terdiri dari 4 ruang jantung yang dipisahkan oleh
sekat dengan katub jantung; kedua, kemampuan kontraksi otot jantung; dan ketiga,
keberadaan sistem konduksi yang mengendalikan kontraksi otot agar irama kontraksinya
efektif dan efisien.
Otot jantung memiliki ciri antara otot rangka dan otot polos.
Susunan miofibrilnya mirip dengan otot rangka, yaitu tersusun sedemikian rupa sehingga
memberi gambaran garis-garis melintang (striated). Sedangkan membran selnya di beberapa
sisi menyatu dengan membran sel otot jantung lain sehingga menghasilkan
struktur syncitium.Susunan myofibril menghasilkan kekuatan kontraksi yang tinggi, sementara
struktur syncitium menunjang kelancaran penjalaran impuls antar sel otot jantung yang irama
kontraksinya sangat tergantung sistem konduksi dan konduk-tifitas otot jantung sendiri.Ruang
jantung terdiri dari dua atrium, kiri dan kanan, dua ventrikel, kiri dan kanan. Sekat antara
atrium dan ventrikel dilengkapi katub antrio-ventrikular yang hanya dapat terbuka ke arah
ventrikel, sedang antara atrium kanan dan kiri serta antara ventrikel kanan dan kiri terpisah
sama sekali sehingga jantung manusia terdiri dari jantung kanan dan jantung kiri. Jantung
kanan berhubungan dengan sirkulasi paru, sedang jantung kiri dengan sirkulasi sistemik.

Otot jantung memiliki ciri antara otot rangka


dan otot polos. Susunan miofibrilnya mirip dengan otot rangka, yaitu tersusun sedemikian rupa
sehingga memberi gambaran garis-garis melintang (striated). Sedangkan membran selnya di
beberapa sisi menyatu dengan membran sel otot jantung lain sehingga menghasilkan
struktur syncitium.Susunan myofibril menghasilkan kekuatan kontraksi yang tinggi, sementara
struktur syncitium menunjang kelancaran penjalaran impuls antar sel otot jantung yang irama
kontraksinya sangat tergantung sistem konduksi dan konduk-tifitas otot jantung sendiri.
 

Potensial Aksi Otot Jantung


Sebagai sel peka rangsang, salah satu respons otot jantung terhadap rangsang adalah
terjadinya potensial aksi. Potensial aksi otot jantung adalah peristiwa perubahan potensial
listrik membran sel otot jantung. Perubahan tersebut diawali depolarisasi yang berarti
berkurangnya atau hilangnya potensial membran yang dalam keadaan istirahat (resting) sekitar
–90 mV menjadi 0 mV. Kemudian diikuti fase repolarisasai yang berarti kembalinya potensial
membran sel menjadi –90mV.

Ada perbedaan potensial aksi antara otot jantung dan otot rangka.  Perbedaan tersebut
disebabkan adanya kanal kalsium lambat (slow calsium channel) pada membran sel otot jantung
yang terbuka setelah terbukanya kanal natrium sehingga pengakibatkan terjadinya pateau.
Pelambatan depolarisasi akibat plateau tersebut memperpanjang waktu potensial aksi,
khususnya pada peroide refrakter absolutnya. Panjangnya periode refrakter absolut otot
jantung menjadi penyebab tidak dapatnya otot jantung mengalami kontraksi tetani meskipun
diberi rangsangan dengan frekuensi tinggi. Periode refrakter absolut atrium lebih pendek (0.15
detik) dibanding ventrikel (0,20 -0,30 detik), sedang periode refrakter relatif atrium dan ventrikle
lebih kurang sama yaitu 0,05 detik. Bila rangsangan tepat terjadi pada periode refrakter relatif,
otot jantung dapat dirangsang tetapi

menghasilkan kontraksi yang lebih lemah disebut kontraksi prematur . (lihat gambar).
Denyut jantung terjadi akibat kontraksi otot jantung. Setiap kontraksi selalu didahului oleh
peristiwa potensial aksi dan potensial aksi tersebut dirambatkan dari satu sel otot ke sel otot
yang lain sehingga membentuk impuls listrik.

Awal impuls berasal dari pacemaker yang disebut S-A Node. Transmisi impuls terjadi melalui
sistem konduksi khusus dan kemudian menyebar ke seluruh otot jantung. Pada kondisi jantung
normal transmisi potensial aksi dimulai dari S-A node kemudian menyebar ke seluruh otot
atrium. Impuls depolarisasi ini diikuti kontraksi otot atrium sehinggga darah dipompa oleh
atrium ke ventrikel. Melalui internodal pathway impuls menuju A-V node dan selanjutnya
ditransmisikan keseluruh otot ventrikel melalui sistem konduksi (bundle of His and Purkinje
fibers) yang juga diikuti kontraksi sehingga darah dipompa ke pembuluh darah besar (Aorta dan
arteria pulmonalis).

Oleh karena jaringan tubuh manusia 60 % merupakan cairan yang mengandung ion-ion, maka
dapat menjadi konduktor yang baik sehingga aktifitas listrik otot jantung dapat dirambatkan
sampai ke permukaan tubuh. Dengan menggunakan elektroda yang dipasang di permukaan
tubuh dan dihubungkan dengan galvanometer, aktifitas listrik tersebut dapat direkam dengan
menggunakan kertas perekam khusus atau osiloskop.
Siklus Jantung
Siklus jantung merupakan pola kerja jantung yang didukung oleh keberadaan sistem konduksi.
Secara garis besar, siklus jantung terdiri dari sistole dan diastole. Sistole adalah periode
kontraksi dan diastole adalah periode relaksasi. Secara terinci, sistole diawali periode kontraksi
isovolumik. Periode ini berlangsung singkat dan disebabkan oleh segera menutupnya katub
atrio-ventrikular (A-V) akibat peningkatan tekanan ruang ventrikel, sementara katub aorta dan
pulmonalis belum terbuka karena tekanan ventrikel
masih di bawah tekanan kedua arteri besar tersebut. Setelah tekanan melebihi tekanan kedua
arteri, kedua katub (aorta dan pulmonal) terbuka sehingga darah terpompakan ke dalam kedua
arteri. Periode ini disebut ejeksi. Diastole diawali periode relaksasi isovolumik yang juga sangat
singkat karena penurunan tekanan akibat relaksasi ventrikel segera menutup katub aorta dan
pumonal tetapi belum membuka katub A-V karena tekanan ruang ventrikel masih diatas
tekanan ruang atrium. Setelah tekanan ventrikel lebih rendah daripada atrium, katub A-V
terbuka dan terjadilah aliran darah dari atrium ke ventrikel yang disebut rapid inflow. Periode
ini kemudian disusul diastase, suatu periode seakan-akan ventrikel istirahat karena ventrikel
dalam kondisi relaksasi, sementara hampir tidak tambahan volume darah yang masuk ke
ventrikel. Diastole diakhiri oleh sitole atrium yang memberi tambahan darah yang masuk ke
ventrikel sehingga volume ventrikel mencapai puncaknya setelah kontraksi atrium ini.

Dalam keadaan frekuensi denyut jantung normal (72 / menit), panjang peiode sistole sekitar 0,4
seluruh siklus jantung. Peningkatan frekuensi denyut jantung akan memperpendek baik sistole
maupun diastole, tetapi pemendekan diastole lebih besar daripada sistole sehingga pada
frekuensi 3 kali normal periode sistole mendekati 0,65 keseluruhan siklus jantung. Hal ini
disebabkan peningkatan frekuensi denyut lebih cenderung memendekkan diastasis.daripada
periode lainnya.
Perubahan tekanan di aorta terjadi mengikuti irama ventrikel sehingga menghasilkan fluktuasi
tekanan darah yang disebut nadi yang akan dibahas pada khusus tentang tekanan darah dan
denyut nadi. Perubahan potensial listrik berkaitan dengan penjalaran impuls di sistem konduksi
jantung dan otot jantung dapat direkam menggunakan alat elektrokardiograf yang juga akan
dibahas pada bab khusus tentang elektrokardiografi.

Di samping saraf otonom dan hormon, kontraktilitas dan frekuensi denyut jantung dipengaruhi
oleh ion kalium, kalsium, dan perubahan suhu tubuh. Hiperkalemia menyebabkan frekuensi
jantung menurun dan penurunan kontraktilitas sehingga jantung lemas (dilatasi dan flaccid).
Peningkatan kalium 2 sampai 3 kali normal dapat menyebabkan kematian. Penurunan kinerja
jantung pada hiperkalemia diperkirakan karena hiperpolarisasi sebagai konsekuensi tinggi ion
positip di ekstraseluler. Sebaliknya, hiperkalsemia justru menyebabkan jantung menjadi spastik
dan hipokalsemia akan menyebabkan jantung melemas. Hal ini berkaitan dengan peran
penting kalsium dalam proses kontraksi otot, sementara otot jantung sangat tergantung pada
kalsium ekstraseluler. Perubahan suhu tubuh juga mempengaruhi kinerja jantung. Dalam hal
ini peningkatan suhu tubuh meningkatan frekuensi denyut jatung sedang penurunan suhu
menurunkan frekuensi jantung.

Curah Jantung dan Pengendaliannya


Besarnya volume darah yang dipompakan ke aorta permenit oleh jantung disebut curah
jantung (cardiac output), sedangkan besarnya volume darah yang kembali ke jantung permenit
disebut aliran balik vena (venous return). Dalam keadaan fisiologis volume darah yang
dipompakan jantung persatuan waktu besarnya sama dengan volume darah yang kembali ke
jantung.

Curah jantung manusia bervariasi antar individu maupun antar waktu pada satu individu.
Secara langsung curah jantung dipengaruhi oleh laju metabolisme tubuh baik basal maupun
pada aktifitas fisik. Di samping itu curah jantung juga dipengaruhi oleh umur dan ukuran tubuh.
Besar curah jantung laki-laki dewasa muda sehat rata-rata 5,6 liter/menit, sedangkan
perempuan 4,9 liter/menit. Berdasarkan faktor ukuran tubuh dikenal parameter turunan dari
curah jantung menurut ukuran tubuh yang disebut cardiac index dengan harga normal sebesar
3 L/minute/m2. Cardiac index manusia mengalami puncak pada masa remaja dan kemudian
secara bertahap menurun bersama dengan pertambahan umur (lihat gambar).

Menurut hukum Frank-Starling jantung secara otomatis memompakan sejumlah darah yang
mengalir ke atrium dari vena. Fenomena ini menunjukkan bahwa aliran balik vena ikut
mengendalikan curah jantung. Hal ini didukung oleh beberapa fakta antara lain: peregangan
sino arterial node (SA node) menyebabkan peningkatan frekuensi denyut jantung. Peregangan
atrium ternyata menyebabkan timbulnya Bainbridge reflex yang menghasilkan peningkatan
frekuensi dan kontraktilitas jantung. Oleh karena aliran balik vena pada kondisi volume darah
yang konstan dipengaruhi oleh pengendalian aliran darah di perifer, maka dapat disimpulkan
bahwa curah jantung dikendalikan oleh faktor perifer berkaitan dengan kebutuhan aliran darah
masing-masing jaringan.

Pengendalian aliran darah di masing-masing jaringan (aliran darah lokal) di pengaruhi oleh
faktor-faktor yang berkaitan dengan aktifitas metabolismenya melalui mekanisme vasodilatasi
dan vasokonstriksi (vasomotion) sesuai dengan kebutuhan jaringan. Penjumlahan seluruh
pengaturan aliran darah lokal menentukan besarnya aliran balik vena. Selanjutnya aliran balik
vena ini akan menentukan curah jantung sebagai realisasi hukum Frank-Starling. Di sisi lain,
penjumlahan vasomotion seluruh jaringan tubuh sebagai mekanisme pengaturan aliran darah
lokal menghasilkan tahanan perifer total yang memberi pengaruh berlawanan terhadap curah
jantung. Dengan demikian, meskipun tekanan darah arteri rata-rata berkorelasi postitp dengan
curah jantung dan tahanan perifer total, bila tidak ada perubahan fungsi kardiovaskuler yang
lain tahanan perifer sendiri berkorelasi negatip dengan curah jantung, sehingga persamaan
antara ketiganya sebagai berikut:

Kemampuan jantung memompa darah juga ada batas maksimalnya dan dapat digambarkan
dalam kurva curah jantung atau cardiac output curve. Menurut kurva tersebut curah jantung
besarnya tergantung tekanan atrium kanan. Makin hiperaktif makin tinggi curah jantung
maksimalnya, sebaliknya makin hipoaktif makin rendah curah jantung maksimalnya. Pada
keadaan normal dan tanpa ada stimulasi lain, curah jantung dapat meningkat 2,5 kali lipat
mencapai maksimal (5 liter/menit menjadi 12,5 liter/menit) bila tekanan atrium kanan
mencapai lebih dari 4 mm Hg.
Faktor-Faktor Yang mempengaruhi
Efektifitas Kerja Jantung
Faktor yang menyebabkan jantung hiperfektif antara lain: (1) kombinasi stimulasi saraf simpatis
dan inhibisi saraf parasimpatis serta (2) hipertrofi otot jantung. Kombinasi stimulasi simpatis
dan inhibisi parasimpatis meningkatkan efektifitas jantung melalui (1) peningkatan frekuensi
denyut jantung hingga mencapai 200 denyut/menit pada deawa muda sehat dan (2)
peningkatan kontraktilitas otot jantung. Gabungan dua faktor tersebut pada orang sehat dapat
meningkatkan curah jantung maksimal 2 kali (25 liter/menit) dari curah jantung maksimal tanpa
stimulasi saraf (12,5 liter/menit).

Hipertrofi otot jantung dapat terjadi pada individu terlatih (misalnya pelari maraton) dan dapat
meningkatkan kinerja jantung 60 sampai 100 %. Gabungan stimuasi saraf dan hipertrofi dapat
meningkatkan kinerja jantung 2,5 kali sehingga curah jantung maksimalnya dapat mencapai 30
sampai 40 liter/menit. Hal ini merupakan salah satu faktor yang menentukan lama waktu
bertahan seorang pelari maraton.

Di sisi lain, faktor yang menyebabkan jantung hipoefektif antara lain: (1) setiap faktor yang
menurunkan kemampuan jantung, (2) kelainan jantung kongenital, (3) peradangan
(miokarditis), dan (4) iskemia.
Efek Tekanan Di luar Jantung terhadap
Kurva Curah Jantung
Tekanan eksternal normal di rongga dada sama besarnya dengan tekanan intra pleura, yaitu –
4 mm Hg. Peningkatan tekanan intra pleura menjadi -2 mm Hg menggeser kurva curah jantung
ke kanan. Bergeseran ini disebabkan untuk mengisi ruang jantung dibutuhkan tambahan
tekanan atrium kanan 2 mm Hg untuk mengahadapi peningkatan tekanan di luar jantung.
Demikian pula peningkatan tekanan intrapleura menjadi +2 mm Hg membutuhkan
peningkatan tekanan atrium kanan 6 mm Hg dari normal -4 mm Hg, dan ini menggeser kurva
curah jantung lebih ke kanan lagi.

Beberapa faktor yang dapat mengubah tekanan intrapleura dan diikuti pergeseran kurva curah
jantung:

 Siklus perubahan tekanan intrapleura selama respirasi paru. Selama napas tenang
tekanan intrapleura dapat mencapai + 2 mm Hg dan napas berat dapat mencapai + 50 mm
Hg.
 Napas pada kondisi tekanan negatip dapat menggeser kurva ke kiri, yaitu tekanan
atrium kanan yang lebih negatip
 Napas pada kondisi tekanan positip menggeser kurva ke kanan
 Pneumotoraks meningkatkan tekanan intrapleura menjadi 0 mm Hg dan menggeser
kurva curah jantung ke kanan = 4 mm Hg.
 Tamponade jantung adalah timbunan cairan di kavum perikardial juga meningkatkan
tekanan di luar jantung sehingga menggeser kurva curah jantung ke kanan. Penggeseran
kurva bagian atas jauh lebih ke kanan daripada bagian bawah sebab tekanan eksternal
meningkat ketika volume ruang jantung membesar akibat pengisian darah selama curah
jantung sangat tinggi.

Gabungan antara tekanan intrapleura dan efektifitas kerja jantung sebagai pompa
menghasilkan beberapa tipe kurva curah jantung yang dapat diwakili tiga kondisi (lihat gambar)
yaitu, kondisi normal, kondisi jantung hiperefektif  – tekanan intrapleura tinggi, dan  kondisi
hipoefektif – tekanan intrapleura rendah-
Peran Saraf Otonom dalam Pengendalian
Curah jantung
Peran saraf otonom dalam memelihara tekanan darah sangat besar. Pemberian dinitrofenol
(perangsang metabolisme jaringan) dapat meningkatkan aliran darah di jaringan melalui
vasodilatasi. Pengendalian oleh saraf otonom dapat mencegah terjadinya penurunan darah
yang tajam akibat vasodilatasi umum dengan peningkatan curah jantung sampai 400 %.
Sebaliknya, hambatan saraf otonom akan menurunkan tekanan darah karena peningkatan
curah jantung yang kurang memadai (hanya 160 % saja).

Selama aktifitas fisik, peningkatan metabolisme di otot merelaksasikan arteriol otot untuk
mendapatkan oksigen dan nutrisi yang sesuai kebutuhan otot. Kondisi ini dapat menurunkan
tahanan perifer total yang selanjutnya dapat menurunkan tekanan darah. Tetapi, kondisi ini
segera di kompensasi oleh saraf simpatis. Aktifitas otak yang mengirim impuls motorik ke otot
juga mengirim impuls ke pusat saraf otonom memicu aktifitas kardiovaskuler sehingga terjadi
konstriksi vena, peningkatan frekuensi dan kontraktilitas jantung. Seluruh aktifitas ini
menghasilkan peningkatan tekanan darah di atas normal sehinggga memberi daya dorong
aliran darah ke otot yang aktif.
Aliran Balik Vena
Aliran balik vena adalah jumlah darah yang mengalir kembali ke jantung dari vena cava
permenit. Besarnya aliran balik vena ini dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu: (1) Tekanan atrium
kanan; (2) Tekanan pengisian sistemik; dan (3) Tahanan aliran balik vena.

Tekanan atrium kanan merupakan hasil keseimbangan antara aliran balik vena dan
kemampuan jantung memompakannya kembali ke sirkulasi. Pada keadaan seimbang (sesuai
dengan hukum Frank-Starling) tekanan atrium kanan besarnya ~ 0 mm Hg. Tetapi pada
keadaan gagal jantung tekanan atrium kanan ini lebih besar dari 0 mm Hg. Tekanan pengisian
sistemik (Psf) adalah daya dorong darah sistemik ke jantung. Tekanan ini didapatkan di seluruh
segmen sirkulasi sistemik bila aliran darah dihentikan.

Gambar: Kurva Aliran Balik Vena Normal

Bila curah jantung pada kurva curah jantung berkaitan dengan tekanan atrium kanan, maka
aliran balik vena pada kurva aliran balik vena juga berkaitan dengan tekanan atrium kanan.
Pada kurva normal, aliran balik vena berada pada posisi plateau karena vena besar kolaps pada
saat tekanan atrium kanan di bawah tekanan atmosfir. Di sisi lain, aliran balik vena menjadi 0
bila tekanan atrium kanan sama dengan tekanan pengisian sistemik (7 mm Hg).

Volume darah berpengaruh terhadap tekanan pengisisn sirkulasi. Makin besar volume darah
makin tinggi pula tekanan pengisian sirkulasi sebab kelebihan volume meregangkan dinding
pembuluh darah. Kurva hijau menunjukkan perkiraan efek normal perubahan volume terhadap
tekanan pengisian sirkulasi. Pada volume darah sekitar 4000 ml, tekanan pengisian sirkulasi
mendekati nol karena pada volume tersebut tidak ada regangan dinding pembuluh darah.
Pada volume 5000 ml, tekanan pengisian berada pada angka normal yaitu 7 mm Hg. Demikian
pula pada volume lebih besar, peningkatan tekanan pengisian sirkulasi hampir linier.
Stimulasi simpatis juga mempengaruhi hubungan antara volume darah dengan tekanan
pengisian sirkulasi. Rangsangan simpatis yang kuat mengkonstriksikan seluruh pembuluh
darah sistemik dan pembuluh darah paru yang besar, bahkan juga ruang jantung. Oleh karena
itu, kapasitas sistem berkurang, sehingga tekanan pengisian sirkulasi pada setiap volume darah
lebih tinggi daripada normal. Pada volume darah normal rangsangan simpatis maksimal dapat
meningkatkan tekanan pengisian dari 7 mm Hg sampai 2,5 kali yaitu sekitar 17 mm Hg.
Sebaliknya inhibisi total saraf simpatis merelaksasikan pembuluh darah maupun jantung
sehingga menurunkan tekanan pengisian dari 7 mm Hg menjadi sekitar 4 mm Hg.

Selanjutnya perubahan tekanan pengisian sistemik (Psf) dapat menggeser kurva aliran balik
vena. Makin tinggi tekanan pengisisan, kurva aliran balik vena makin bergeser ke atas dan
kanan. Sebaliknya, makin rendah tekanan pengisian, kurva aliran balik makin bergeser ke
bawah dan kiri. Dengan kata lain, makin tinggi tekanan pengisian makin mudah darah mengalir
ke jantung dan makin rendah tekanan pengisian makin sulit darah mengalir ke jantung.
Tahanan terhadap Aliran Balik Vena(TABV)

Di samping tekanan pengisian yang mendorong darah vena dari perifer menuju jantung juga
ada tahanan terhadap aliran darah vena yang disebut tahanan aliran balik vena (TABV). Tahanan
ini 2/3 terdapat di pembuluh vena, sedang 1/3 di arteriol dan arteri kecil. Berdasarkan faktor
tekanan pengisian (TPS), tekanan atrium kanan (TAK) dan tahanan terhadap aliran balik vena (TABV),
besarnya aliran balik vena dapat dihitung dengan rumus:

Pada individu dewasa sehat besarnya ABV = 5 liter / menit, TPS = 7 mm Hg, TAK= o mm Hg, dan
TABV = 1,4 mm Hg per liter aliran darah. Penurunan  TABV  50% normal dapat meningkatkan aliran
darah dua kali lipat sehingga menggeser kurva ABV ke kanan atas dengan sudut kemiringan
dua kali lebih besar. Sebaliknya, peningkatan TABV  dua kali normal dapat menurunkan aliran
darah setengahnya.

Sebagai catatan, bila TAK meningkat hingga sama dengan TPS, ABV menjadi nol untuk semua
TABV, sebab tidak ada beda tekanan yang mendorong aliran darah.
Pada kondisi kardiovaskuler utuh, jantung dan sistem sirkulasi saling mempengaruhi. Hal ini
berarti aliran balik vena dari sirkulasi sistemik harus sama dengan curah jantung dan besar
tekanan atrium kanan juga sama, baik untuk jantung maupun sirkulasi sistemik. Dengan
menggunakan kurva curah jantung dan aliran balik vena seseorang dapat memprediksi
besarnya curah jantung dan tekanan atrium kanan melalui langkah berikut: (1) Tentukan
kemampuan pompa jantung dalam bentuk kurva curah jantung; (2) tentukan kondisi aliran
darah dari sirkulasi sistemik ke jantung dalam bentuk kurva aliran balik vena; dan cari titik
potong antara kedua kurva (lihat gambar).

Pada kondisi normal, kurva curah jantung   dan kurva aliran balik vena   
berpotongan di titik A. Pada titik tersebut besarnya aliran balik vena dan curah jantung adalah
sama (± 5 liter) dan tekanan atrium kanan juga besarnya sama untuk jantung maupun sirkulasi
sistemik (± 0 mm Hg).

Peningkatan mendadak volume darah 20 % akan meningkatkan curah jantung 2,5 sampai 3 kali
normal. Peningkatan volume darah akan meningkatkan tekanan pengisian sistemik menjadi 16
mm Hg yang menggeser kurva aliran balik vena ke kanan. Pada saat yang sama, regangan vena
mengurangi tahanan aliran balik vena sehingga menggeser kurva aliran balik vena ke atas. Titik
potong antara kurva curah jantung dan aliran balik vena bergeser ke titik B dengan
peningkatan sebesar 2,5 sampai 3 kali normal serta tekanan atrium kanan sekitar  +8 mm Hg.
Peningkatan curah jantung yang tinggi akibat peningkatan volume darah hanya berlangsung
beberapa menit karena akan segera diikuti mekanisme kompensasi antara lain: (1) Peningkatan
curah jantung meningkatkan tekanan kapiler yang akan diikuti transudasi cairan ke jaringan; (2)
peningkatan tekanan kapiler di glomerulus ginjal akan meningkatkan laju fitrasi dan volume
urine; (3) peningkatan tekanan di vena akan melebarkan diameter vena melalui
mekanisme stress-relaxation sehingga menurunkan tekanan sistemik rata-rata; (4) peningkatan
aliran darah ke jaringan akan direspons dengan vasokonstriksi sehingga tahanan perifer dan
juga tahanan aliran balik vena meningkat. Kompensasi hemodinamik tersebut mengembalikan
curah jantung ke normal dalam waktu 10 sampai 40 menit.

Stimulasi simpatis mempengaruhi jantung maupun sirkulasi sistemik. Kinerja jantung


meningkat, sedangkan tekanan pengisian sistemik juga meningkat karena vasokonstriksi
pembuluh darah. Vasokonstriksi vena akan meningkatkan aliran balik vena karena mobilisasi
darah yang biasanya berada di vena. Curah jantung dan aliran balik vena normal sebesar 5
liter / menit dengan tekanan atrium kanan 0 mm Hg. Rangsangan simpatis maksimal (kurva
coklat) akan meningkatkan tekanan pengisian sistemik sampai 17 mm Hg (ditunjukkan oleh titik
di mana kurva aliran balik vena mencapai nol). Di samping itu, rangsangan simpatis juga
meningkatkan kinerja pompa jantung sampi 100%. Akibatnya, curah jantung meningkat dari
nilai normal di titik seimbang    ke sekitar dua kali nromal pada titik seimbang   tanpa diikuti
perubahan tekanan atrium kanan yang berarti. Peningkatan curah jantung dan aliran balik vena
tergantung derajat rangsangan simpatisnya.

Inhibisi simpatis dapat dilakukan dengan anestesi spinal total maupun pemberian obat
heksametnium. Akibat inhibisi simpatis tekanan pengisisan sistemik turun sampai 4 mm Hg
dan efektifitas pompa jantung juga turun sampai 80% normal. Curah jantung turun dari titik   
ke titik   yaitu turun menjadi 60% normal.
Pengukuran curah jantung
Besarnya curah jantung manusia dapat diukur secara tidak langsung tanpa pembedahan. Ada 2
metoda pengukuran curah jantung tidak langsung yaitu oxygen Fick method dan   indicator
dilution method.

Oxygen Fick Method

Asumsi yang digunakan dalam metoda Fick adalah: setiap menit 200 ml oksigen diabsorbsi dari
paru ke arteria pulmonalis; darah yang mengalir ke atrium kanan mengandung oksigen 160
ml / liter dan meninggalkan ventrikel kiri dengan kandungan oksigen 200 ml / liter. Berdasarkan
data tersebut perliter darah yang mengalir ke paru menyerap oksigen sebesar 40 ml (selisih
antara kandungan oksigen darah arteri yang keluar dari ventrikel kirir dan darah vena yang
masuk ke atrium kanan). Karena jumlah oksigen yang diserap 200 ml / menit, maka curah
jantung atau volume darah yang keluar dari ventrikel kiri atau masuk ke atrium kanan dapat
dihitung dengan rumus:
Kandungan oksigen darah vena didapat dari sampel darah yang diambil arteria
pulmonalis dengan memasukkan kateter dari a. Brachialis melalui v. Subclavia masuk ke atrium
kanan dan berakhir di ventrikel kanan atau a. Pulmonalis. Sampel darah untuk pengukuran
kandungan oksigen darah arteri didapat dari setiap pembuluh arteri sistemik. Laju absorbsi
oksigen oleh paru dapat dilakukan dengan mengukur pengurangan kandungan oksigen udara
napas selama respirasi menggunakan oksigen meter.

Indicator Dilution Method

Metoda ini dilakukan dengan menyuntikkan zat warna (Cardio-Green  dye) ke vena sistemik
besar atau bila mungkin ke atrium jantung. Zat warna akan mengalir melalui jantung kanan,
sirkulasi paru, jantung kiri, dan akhirnya ke sirkulasi sistemik. Kadar zat warna yang direkam di
arteri perifer menghasilkan kurva (lihat gambar). 5 mg Cardio-green disuntikkan pada t0. Pada
detik ke 3 baru tampak kadarnya di arteri, kemudian meningkat tajam mencapai maksimum
pada detik ke 6 – 7. Setelah itu kadar turun cepat, tetapi sebelum mencapai titik nol sebagian
zat warna sudah kembali ke jantung dan ikut aliran darah ke arteri sistemik lagi sehingga
kadarnya tidak terus turun tapi menetap pada level tertentu. Untuk penghitungan, perlu
dilakukan ekstrapolasi kurva sampai mencapai titik nol, kemudian ditentukan waktunya
(misalnya: 12 detik).

Setelah ekstrapolasi waktu kurva dapat ditentukan, kemudian rerata kadar zat warna dihitung
selama durasi kurva (12 detik untuk kurva I dan 24 detik untuk kuva II). Bila rerata kadar zat
warna = 0,25 mg / dl seperti terlihat pada empat persegi panjang warna merah muda, maka
curah jantung dapat dihitung dengan rumus:
Dengan rumus diatas curah jantung pada kurva I = 5 mg x  60 / 0,25 (mg /dl) x 12 detik = 10.000
ml / menit = 10 liter / menit; sedangkan curah jantung pada kurva II = 5 mg x 60 / 0,25 (mg / dl)
x 24 detik = 5.000 ml /menit = 5 liter / menit.

Aliran Darah di Otot dan Sirkulasi Koroner


serta

Curah Jantung selama Aktifitas Fisik


Aktifitas fisik berat merupakan salah satu stressor berat yang harus dihadapi oleh sistem
kardiovaskuler. Hal ini disebabkan sebagian besar massa otot membutuhkan aliran darah
besar. Di samping itu curah jantung harus meningkat sampai 4 – 5 kali normal untuk yang tidak
terlatih dan 6 – 7 kali normal untuk yang terlatih.

Pada kondisi istirahat aliran darah ke otot rangka sekitar 3 – 4 ml / menit / 100 g otot. Selama
aktifitas fisik berat aliran darah ke otot dapat meningkat 15 – 25 kali mencapai 50 – 60 ml /
menit / 100 g massa otot. Aliran darah ke otot selama aktifitas ritmik juga menunjukkan kurva
ritmik. Pada akhir aktiftas fisik aliran darah masih tinggi beberapa detik kemudian turun
menuju normal beberapa menit berikutnya. Penurunan aliran darah ke otot selama kontraksi
ritmis karena jepitan pembuluh darah oleh otot yang sedang kontraksi. Pada kontraksi tetanik
yang kuat, jepitan dapat nyaris menghentikan aliran darah, tetapi akhirnya juga akan
melemahkan kontraksinya.

Peningkatan aliran darah ke otot selama aktifitas fisik terutama disebabkan vasodilatasi
arteriole karena penurunan kadar oksigen akibat peningkatan kebutuhan oksigen. Di samping
defisiensi oksigen, vasodilatasi arteriole juga disebabkan dikeluarkannya zat vasodilator (antara
lain adenosin, kalium, Asam laktat, CO2) akibat defisiensi oksigen.

Ada tiga efek utama selama aktifitas fisik yang berperan penting dalam pengaturan aliran darah
sesuai dengan kebutuhan otot. (1)  pembangkitan menyeluruh sistem simpatis yang
menghasilkan rangsangan umum sistem kardiovaskuler, (2) peningkatan tekanan darah, dan (3)
peningkatan curah jantung.

Elektrokardiografi
Arus listrik yang dihasilkan oleh impuls jantung juga menyebar ke jaringan sekitarnya, bahkan
sebagian kecil dapat mencapai permukaaan tubuh. Bila dua elektroda (positip dan negatip)
diletakkan pada dua posisi berlawanan terhadap jantung, potensial listrik yang dihasilkan oleh
aliran potensial aksi tersebut dapat direkam sehingga menghasilkan rekaman yang disebut
elektrokardiogram (EKG). Hasil rekaman jantung terdiri dari gelombang P, QRS, dan T (lihat
gambar). Elektrokardiogram dapat membantu penegakan diagnosis beberapa penyakit jantung
yang berkaitan dengan ritme jantung, gangguan konduksi jantung, massa otot jantung, dan
kelainan otot jantung yang berdampak pada elektrisitas jantung.

Gelombang P pada rekamam EKG disebabkan oleh potensial listrik yang terjadi ketika
depolarisasi atrium sebelum arium berkontraksi. Kompleks QRS merupakan potensial listrik 
yang terjadi ketika ventrikel mengalami depolarisasi sebelum kontraksi. Gelombang T adalah
potensial listrik akibat repolarisasi ventrikel. Pada kompleks QRS, bila potensialnya ?  0,5 mV
diberi simbol huruf besar (kapital) dan bila < 0,5 mV diberi simbol huruf kecil. Gelombang Q (q)
adalah defleksi negatif pertama, R (r) defleksi positif pertama selama depolarisasi ventrikel, dan
S (s) defleksi negatif pertama setelah R. Bila setelah gelombang R ada defleksi positip lagi,
gelombang ini diberi simbol R` (r`). Kadang setelah gelombang T muncul gelombang lagi yang
diberi simbol U sebagai hasil repolarisasi musculus papilaris yang terlambat. Repolarisasi
atrium terjadi sekitar 0,15 – 0,20 detik setelah berakhirnya depolarisasi atrium sehingga
waktunya bersamaan dengan gelombang depolarisasi ventrikel yang massa ototnya lebih besar
sehingga gelombang rekaman repolarisasi atrium tertutup oleh depolarisasi ventrikel.

Kalibrasi Potensial dan Waktu pada Elektrokardiogram

Rekaman elektrokardiogram dibuat di kertas dengan garis kalibrasi sesuai dengan potensial
listrik dan waktu. Garis kalibrasi horisontal menunjukkan potensial gelombang EKG dengan
besaran 0,1 mV setiap skala garis kecil, positip untuk arah ke atas dan negatip untuk arah ke
bawah. Sedangkan garis vertikal kertas EKG merupakan kalibrasi waktu dengan besaran 0,04
detik setiap skala garis kecil.

Bila elektrokardiogram direkam dari elektroda yang diletakkan pada kedua pergelangan tangan
atau satu di pergelangan tangan dan satu lagi dipergelangan kaki, maka potensial QRS biasanya
antara 1 samapi 1,5 mV dari puncak R sampai dasar S. Sementara potensial P antara 0,1 – 0,3
mV, dan T antara 0,2 – 0,3 mV.

Interval dan Segmen Elektrokardiogram

Pada hasil rekaman EKG selain unsur potensial yang merupakan skala vertical juga ada unsur
waktu pada skala horisontal yang terdiri dari interval dan segmen. Ada 6 interval dalam
rekaman EKG yaitu: R-R, P-P, P-R, QRS, Q-T, dan VAT.

 Interval R-R adalah interval antara dua puncak R.


 interval P- P adalah interval antara dua permulaan P. Frekuensi denyut jantung dapat
dihitung menggunakan rekaman EKG dengan mengukur interval antara dua puncak R (R-R
interval) atau antara dua awal P (P-P interval). Berdasarkan besarnya R-R interval atau P-P
interval, frekuensi denyut jantung dihitung dengan rumus: frekuensi jantung = 60 / R-R
interval. Harga normal R-R interval orang dewasa sekitar 0,83 detik, sehingga frekuensi
denyut jantung normal = 72 / menit.
 interval P-R adalah interval awal P sampai awal QRS (besarnya antara 0,12-0,20 detik),
juga disebut interval PQ karena gelombang Q sering tidak ada Interval ini merupakan waktu
yang dibutuhkan untuk:
 Depolarisasi seluruh otot atrium
 Keterlambatan transmisi impuls selama di AV node
 Perjalanan impuls dari AV node ke bundle of His
 Interval QRS adalah interval dari awal Q sampai akhir S ( lamanya <0,10 detik)
 Interval Q-T adalah interval dari awal Q sampai akhir T (lamanya sekitar 0,35 detik dan
tidak lebih dari 0,40 detik) Kontraksi ventrikel berlangsung hampir sama dengan interval ini.
 VAT (ventricular activation  time) adalah interval dari awal Q sampai puncak R(lamanya
<0,05 detik)

Di samping itu, ada dua interval waktu dalam rekaman EKG yang disebut segmen yaitu: P-R dan
S-T:

 Segmen PR adalah interval waktu dari akhir P sampai dengan awal QRS. Segmen waktu
ini merupakan keterlambatan transmisi impuls di AV Node.
 Segment ST merupakan interval waktu antara akhir QRS (juga disebut J point) sampai
dengan awal gelombang T. Segmen waktu ini merupakan keterlambatan repolarisasi
ventrikel setelah depolarisasi ventrikel tuntas. Selama segmen ini, jantung seakan dalam
kondisi istirahat, sehingga rekaman EKG-nya dalam kondisi iso-elektrik. Garis ini digunakan
sebagai patokan untuk menentukan defleksi positip dan negatip. Aliran listrik yang terjadi
akibat kerusakan sel (disebut injury current) dapat menggeser letak segmen ST ke atas
(elevasi) atau ke bawah (depresi) tergantung letak sel otot jantung yang mengalami
kerusakan relative terhadap sumbu hantaran EKG.

Sandapan Elektrokardiogram
Perekamam menggunakan elektroda positip dan negatip yang dihubungkan voltmeter untuk
pengukuran beda potensial antara kedua elektroda. Secara steriometrik perekaman dapat
dilakukan pada 3 bidang proyeksi yaitu bidang frontal, horisontal, dan sagital. Perekaman pada
bidang frontal dilakukan menggunakan 2 sandapan yaitu sandapan bipolar standar dan
sandapan unipolar diperbesar atau augmented unipolar limb lead. Perekaman pada bidang
horisontal dilakukan dengan menggunakan sandapan unipolar dada atau unipolar precordial
lead. Sementara perekaman pada bidang sagital pada praktek sehari-hari tidak dilakukan
karena harus memasukkan elektroda ke dalam esofagus sehingga kurang nyaman untuk
individu yang diperiksa.

Sandapan Bipolar Standar

Istilah bipolar pada sandapan ini berarti perekamam EKG dilakukan dengan membedakan
potensial listrik di dua kutub (pole), positip dan negatip, menggunakan dua elektroda pada dua
lokasi berbeda di ekstrimitas tubuh. Sandapan ini merupakan sandapan standar EKG yang
terdiri dari tiga yaitu: Lead I (LI), lead II (LII), dan lead III (LIII).

Perekaman LI dilakukan dengan meletakkan elektroda negatip pada permukaan antero-lateral


pergelangan tangan kanan, sedang elektroda positip diletakkan pada permukaan antero-lateral
pergelangan tangan kiri. Dengan demikian bila vektor potensial listrik di jantung mengarah ke
kiri akan menghasilkan defleksi postip (ke atas) pada rekaman EKG, sebaliknya akan
menghasilkan defleksi negatip (ke bawah).

Perekaman LII dilakukan dengan meletakkan elektroda negatip pada permukaan antero-lateral


pergelangan tangan kanan, sedang elektroda positip diletakkan pada permukaan antero-lateral
pergelangan kaki kiri. Dengan demikian bila vektor potensial listrik di jantung mengarah ke
bawah-kiri akan menghasilkan defleksi postip (ke atas) pada rekaman EKG, sebaliknya akan
menghasilkan defleksi negatip (ke bawah)

Perekaman LIII dilakukan dengan meletakkan elektroda negatip pada permukaan antero-lateral


pergelangan tangan kiri, sedang elektroda positip diletakkan pada permukaan antero-lateral
pergelangan kaki kiri. Dengan demikian bila vektor potensial listrik di jantung mengarah ke
bawah-kanan akan menghasilkan defleksi postip (ke atas) pada rekaman EKG, sebaliknya akan
menghasilkan defleksi negatip (ke bawah)

Sandapan Unipolar Diperbesar (Augmented Unipolar Limb Lead)

Disebut sandapan unipolar karena hanya ada satu kutub yaitu kutub positip yang diidentifikasi
menggunakan elektroda positip, sedangkan kutub negatipnya dengan menggunakan rangkaian
elektronik sedemikian rupa sehingga secara teoritis berada di jantung itu sendiri. Sebagai salah
satu sandapan pada proyeksi bidang frontal, sandapan ini juga terdiri dari tiga macam yaitu:
aVR, aVL, dan aVF.
Perekaman aVR dilakukan dengan meletakkan eletroda positip pada permukaan antero-lateral
pergelangan tangan kanan. Kutub negatip voltmeter dihubungkan dengan dua elektroda
negatip yaitu yang diletakkan pada permukaan antero-lateral pergelangan tangan kiri dan
permukaan antero-lateral pergelangan kaki kiri. Penggunaan rangkaian tahanan listrik yang
tinggi pada hubungan antara kedua eletroda dan volmeter ini menyebabkan kutub negatip
perekamam ini secara virtual berada di organ jantung. Dengan demikian bila vektor potensial
listrik di jantung mengarah ke kanan-atas akan menghasilkan defleksi positip (ke atas) pada
rekaman EKG, sebaliknya akan menghasilkan defleksi negatip (ke bawah)
Perekaman aVL dilakukan dengan meletakkan eletroda positip pada permukaan antero-lateral
pergelangan tangan kiri. Kutub negatip voltmeter dihubungkan dengan dua elektroda negatip
yaitu yang diletakkan pada permukaan antero-lateral pergelangan tangan kanan dan
permukaan antero-lateral pergelangan kaki kiri. Penggunaan rangkaian tahanan listrik yang
tinggi pada hubungan antara kedua eletroda dan volmeter ini menyebabkan kutub negatip
perekamam ini secara virtual berada di organ jantung. Dengan demikian bila vektor potensial
listrik di jantung mengarah ke kiri-atas akan menghasilkan defleksi positip (ke atas) pada
rekaman EKG, sebaliknya akan menghasilkan defleksi negatip (ke bawah)

Perekaman aVF dilakukan dengan meletakkan eletroda positip pada permukaan antero-lateral
pergelangan kaki kiri. Kutub negatip voltmeter dihubungkan dengan dua elektroda negatip
yaitu yang diletakkan pada permukaan antero-lateral pergelangan tangan kiri dan permukaan
antero-lateral pergelangan tangan kanan. Penggunaan rangkaian tahanan listrik yang tinggi
pada hubungan antara kedua eletroda dan volmeter ini menyebabkan kutub negatip
perekamam ini secara virtual berada di organ jantung. Dengan demikian bila vektor potensial
listrik di jantung mengarah ke bawah akan menghasilkan defleksi positip (ke atas) pada
rekaman EKG, sebaliknya akan menghasilkan defleksi negatip (ke bawah)

Sandapan unipolar dada atau unipolar precordial


lead.
Sebagai sandapan unipolar pada proyeksi bidang horizontal, elektroda positip diletakkan pada
permukaan dada kemudian dihubungkan dengan kutub positip voltmeter EKG, sedangkan
kutub negatipnya secara virtual berada di jantung dengan menghubungkan ketiga elektroda
dari pergelangan tangan dan kaki melalui tahanan listrik tinggi ke kutub negatip voltmeter EKG.
Dalam praktek sehari-hari ada 6 sandapan unipolar dada yang digunakan yaitu: V 1, V2, V3, V4, V5,
dan V6.

Perekaman V1 dilakukan dengan meletakkan electrode positip di ruang intercostal IV para


sternal kanan, sehingga vektor sumbu sandapan ini secara horizontal mengarah ke depan
kanan. Perekaman V2 dilakukan dengan meletakkan electrode positip di ruang intercostal IV
para sternal kiri, sehingga vektor sumbu sandapan ini secara horizontal mengarah ke depan.
Perekaman V3 dilakukan dengan meletakkan elektroda positip di pertengahan garis lurus
antara V2 dan V4, sehingga vektor sumbu sandapan ini secara horizontal mengarah ke depan
sedikit ke kiri. Perekaman V4 dilakukan dengan meletakkan elektrode positip di titik potong
antara linea medio clavicularis dan ruang interkostal IV, sehingga vektor sumbu sandapan ini
secara horizontal mengarah ke depan–kiri, lebih ke kiri dibanding V3.
Perekaman V5 dilakukan dengan meletakkan elektrode positip di titik potong antara linea
axilaris anterior dan garis mendatar melalui V4, sehingga vektor sumbu sandapan ini secara
horizontal mengarah ke depan-kiri, sedikit lebih kiri lagi dibanding V4. Perekaman V6 dilakukan
dengan meletakkan elektrode positip di titik potong antara linea axilaris media dan garis
mendatar melalui V4 dan V5, sehingga vektor sumbu sandapan ini secara horizontal mengarah
ke kiri.

Arah sumbu masing-masing sandapan dada tersebut juga akan menentukan arah defleksi
rekaman EKG (ke atas atau bawah) sesuai dengan kesesuaian antara arah vektor impuls
jantung pada bidang horizontal dan vektor sumbu sandapan dadanya.

Segitiga Einthoven dan Hukum Einthoven

Segitiga Einthoven merupakan segitiga sama sisi virtual yang menghubungkan dua titik
pergelangan tangan kanan dan kiri serta pergelangan kaki kiri tempat diletakannya elektroda
EKG untuk sandapan bipolar standar. Bertolak dari segitiga tersebut Einthoven mensintesis
hukum yang menyatakan bahwa bila potensial listrik dari dua sandapan bipolar standar
diketahui maka potensial sandapan yang ketiga dapat dihitung dengan penjumlahan
sederhana kedua potensial yang sudah diketahui dengan memperhatikan tanda positip dan
negatipnya. Hipotesis Einthoven tersebut menghasilkan rumus Einthoven sebagai berikut:

Sumbu Listrik Jantung

Sumbu listrik jantung adalah vektor potensial listrik yang merupakan resultan penjumlahan
vektor aksi potensial otot jantung. Dalam hal ini, yang dimaksud aksi potensial adalah potensial
depolarisasi, sedangkan otot jantung yang diperiksa adalah otot ventrikel. Oleh karena arah
sumbu listrik jantung dalam ruang sulit dianalisis, maka diambil proyeksinya pada bidang
frontal sehingga rekaman EKG yang digunakan untuk analisis adalah hasil rekaman sandapan
bipolar standar (LI, LII, dan LIII). Analisis sumbu listrik jantung dilakukan untuk mengetahui besar
dan arah pada bidang frontal menggunakan potensial gelombang QRS melalui langkah sebagai
berikut:

 Hitung potensial QRS masing-masing hasil rekaman LI, LII, dan LIII (misal 0,6; 0,8; dan 0,2
mV)
 Koreksi hasil penghitungan potensial dengan rumus Einthoven (LII = LI + LIII)
 Bila sudah memenuhi rumus Einthoven, lakukan analisis vektor menggunakan sumbu
silang dengan meletakkan sumbu LI pada posisi 00, sumbu LII pada posisi 600, dan LIII pada
posisi 1200 (lihat gambar.)
 Untuk menentukan besar dan arah sumbu listrik jantung, dapat digunakan dua dari tiga
sandapan bipolar standar (misalnya: LI dan LII ).
 Tentukan titik A dengan panjang skala sesuai dengan potensial QRS LI.
 Tentukan titik B dengan panjang skala sesuai dengan potensial QRS L II
 Tarik garis proyeksi (tegak lurus) dari titik A dan B. Titik potong kedua garis tersebut di
titik C merupakan ujung dari vektor sumbu listrik jantung.
 Teruskan garis proyeksi dari salah satu titik (misalnya A) sehingga memotong sumbu
hantaran LII di titik D.
 Pada ? OAD   OD : OA = 2 : 1, sehingga OD = 2 x OA = 2 x 0,6 = 0,12 (12 skala)

 BD = OD – OB = 1,2 – 0,8 = 0,4 ( 4 skala)

 Pada ? BCD   BC : BD = 1 :  3, sehingga BC = 0,4 /  3 = 0,23 mV


 Pada ? OBC   OC2= OB2 + BC2, sehingga OC =  (OB2 + BC2 )=0,83 mV
 Besar sudut ? dapat dihitung dari Cos ? = OC / OA = 0,83/ 0,6 = 1,388   ? = ?
Gagal Jantung
Salah satu masalah kesehatan yang terpenting yang harus ditangani oleh tim medis adalah
gagal jantung. Hal ini merupakan fenomena yang ditandai ketidak mampuan jantung
memompa darah sesuai dengan kebutuhan tubuh. Pada umum kegagalan jantung disebabkan
oleh penurunan kontraktilitas miokardium akibat berkurangnya aliran darah arteria koronaria.
Tetapi, Gagal jantung juga dapat disebabkan oleh kerusakan katub jantung, penekanan dari
luar jantung, defisiensi vitamin B, dan kelainan otot jantung primer atau sebab lain menjurus ke
hipoefektifitas pompa jantung.

Yang akan dibahas dalam bab ini adalah gagal jantung akibat ischemia yang disebabkan oleh
sumbatan arteria koronaria parsial. Gagal jantung ini termasuk moderat dan sering dijumpai.
Fenomena ini dapat dipahami melalui pendekatan kualitatif, tetapi pemahaman akan lebih kuat
dan mendalam apabila pendekatan dilakukan secara kauntitatif. Pada kondisi normal kurva
aliran balik vena maupun curah jantung keduanya normal dan berpotongan di titik A dengan
curah jantung sebesar 5 L/menit dan tekanan atrium kanan 0 mm Hg sebagai petanda
seimbangnya aliran masuk dan keluarnya darah di jantung.

Selama beberapa detik setelah serangan jantung moderat, kurva curah jantung jatuh dari
normal (hijau) ke posisi terbawah (merah). Sementara kurva aliran balik vena masih belum
terjadi perubahan karena sirkulasi perifer masih berfungsi normal. Perubahan yang terjadi
adalah bergesernya status kinerja jantung dari titik   ke titik  . Pada posisi tersebut curah
jantung turun menjadi 2 L/menit dan tekanan atrium kanan meningkat menjadi 4 mm Hg.
Peningkatan tekanan atrium kanan disebabkan bendungan darah karena ketidak seimbangan
antara keluar dan masuknya darah di jantung.

Dalam waktu 30 detik setelah serangan terjadi aktifasi simpatis yang mempe-ngaruhi baik
kurva curah jantung maupun aliran balik vena  . Aktifasi simpatis
meningkatkan plateau level kurva curah jantung 30 sampai 100 persen dan juga meningkatkan
tekanan pengisian sistemik (dapat dilihat pada titik potong antara kurva aliran balik vena dan
garis nol pada axis aliran balik vena) dari normal ( 7 mm Hg) menjadi 10 mm Hg. Peningkatan
tekanan pengisian ini terutama disebabkan oleh vasokonstriksi vena kecil dan sedang yang
relative meningkatkan volume darah. Titik potong kedua kurva tersebut menggeser status
kinerja jantung ke titik C dengan curah jantung 4 L/menit tetapi dengan tekanan atrium kanan
yang masih 5 mm Hg.

Aktifasi simpatis dapat terjadi melalui beberapa system refleks natara lain: (1) refleks
baroreseptor yang dipicu oleh penurunan tekanan arteri, (2) refleks kemoreseptor yang dipicu
oleh penurunan oksigen dan pH serta peningkatan CO2 darah, dan (3) respons terhadap
iskhemia di sistem saraf pusat.

Beberapa hari setelah serangan jantung, terjadi peningkatan kurva curah jantung maupun
kurva aliran balik vena sebagai hasil dari: (1) perbaikan dari otot jantung yang mengalami infark
dan (2) retensi air dan garam oleh ginjal yang dapat meningkatkan tekanan pengisian sistemik
sampai 12 mm Hg, sehingga terjadi peningkatan kurva aliran balik vena  . Kedua
kurva tersebut berpotongan pada titik D dengan curah jantung yang mencapai normal (5
L/menit), tetapi disertai tekanan atrium kanan yang lebih tinggi lagi yaitu 6 mm Hg. Kondisi ini
menunjukkan bahwa cadangan jantung (cardiac reserve) berkurang. Artinya kemampuan kerja
jantung hanya untuk memenuhi kebutuhan basal atau sedikit lebih tinggi, tetapi tidak mampu
memenuhi kebutuhan untuk aktifitas fisik yang lebih tinggi.
Karena curah jantung sudah mencapai normal, keluaran ginjal juga kembali normal dalam titik
keseimbangan baru sampai terjadi penyembuhan otot jantung lebih lanjut sehingga
meningkatkan kurva curah jantung yang diikuti peningkatan kurva aliran balik vena sebagai
satu kesatuan sistem.

Para ahli pada mulanya menganggap bahwa retensi cairan selalu tidak menguntungkan untuk
gagal jantung, tetapi ternyata retensi yang moderat pada cairan tubuh dan darah memiliki
peran penting dalam kompensasi terhadap penurunan daya pompa jantung melalui
peningkatan aliran balik vena. Bila kerusakan otot jantung tidak terlalu berat atau moderat,
kompensasi melalui peningkatan aliran balik ini mampu meningkatkan daya pompa jantung  ke
tinngkat normal asal penderitanya dalam kondisi istirahat dan tenang.

Sebaliknya, bila gagal jantung sangat berat, kompensasi oleh retensi cairan oleh ginjal ini tidak
mampu mengembalikan curah jantung ke titik normal walaupun pada kondisi istirahat. Dalam
hal ini, aliran darah ke ginjal menjadi terlalu rendah untuk menunjang ekskresi air dan garam
sesuai dengan masukan, sehingga retensi menjadi tidak terbatasi kecuali bila ada tindakan
medis yang dapat menghambatnya. Dampak fisik dari retensi berlebih antara lain: (1)
peregangan jantung berlebih yang makin melemahkan otot jantung, (2) filtrasi cairan ke paru
yang berakibat edema paru dan hipoksia, dan (3) edema hampir di seluruh tubuh.

Gagal Jantung Dekompensi

Bila kerusakan otot jantung sangat berat, tidak satupun mekanisme kompensasi ,refleks
simpatis maupun retensi cairan oleh ginjal, yang dapat mengembalikan curah jantung ke
tingkat normal. Jantung tidak mampu memompa darah yang cucup untuk menunjang ginjal
dalam mengekskresi cairan tubuh, sehingga retensi cairan terus berlangsung dan edema makin
berat sampai berakhir dengan kematian. Pada detik pertama serangan jantung, kurva curah
jantung turun menjadi 3 L/menit dengan aliran balik vena masih normal (titik A). Refleks
simpatis meningkatkan tekanan pengisian menjadi 7 – 10 mm Hg dalam 30 detik pertama,
sehingga aliran balik meningkat dan  curah jantung naik menjadi 4 L/menit pada titik B
walaupun dengan tekanan atrium 5 mm Hg.

Curah jantung 4 L/menit masih belum cukup untuk menunjang fungsi ekskresi ginjal, sehingga
retensi terus berlangsung dan tekanan pengisian sistemik meningkat mencapai 13 mm Hg.
Peningkatan aliran balik vena akibat peningkatan tekanan pengisian hanya mampu
meningkatkan curah jantung menjadi 4,2 L/menit dan tekanan atrium 7 mm Hg (titik C). Selama
beberapa hari kemudian, Curah jantung tidak mampu mencapai angka adekuat (5 L/menit),
sementara retensi cairan terus berlangsung sehingga tekanan pengisian sistemik terus
meningkat dan kurva aliran balik vena terus bergeser ke kanan atas. Titik potong antara kurva
curah jantung dan aliran balik vena bergeser ke titik D, E dan akhirnya F. Meskipun tekanan
atrium kanan meningkat sampai 16 mm Hg, titik keseimbangan antara curah jantung dan aliran
balik vena hanya bergeser ke kanan dan kebawah sehingga retensi cairan berikutnya justru
akan lebih memperparah kondisi jantung sampai menuju kematian.

Terapi Gagal Jantung Dekompensasi

Pada kondisi gagal jantung dekompensasi, di samping mengatasi penyebab kegagalan jantung,
ada 3 tindakan yang dapat mencegah progresifitas kegagalan yaitu: (1) menguatkan kontraksi
otot jantung dengan pemberian digitalis, (2) mengurangi retensi cairan oleh ginjal dengan
pemberian diuretika, dan (3) menjaga keseimbangan masukan air dan garam sesuai dg
keluarannya.

Pemberian digitalis diharapkan dapat meningkatkan curva curah jantung, sehingga dengan
aliran balik vena yang masih tinggi dapat meningkatkan curag jantung sekaligus menurunkan
tekanan atrium kanan (titik G). Pemberian diuretika diharapkan dapat menurunkan kurva aliran
balik vena sehingga curah jantung normal (5 L/menit) dapat dicapai pada tekanan atrium 5 mm
Hg (titik H), sedangkan keseimbangan masukan air dan garam terhadap keluaran untuk
mengurangi beban ginjal dalam kondisi perfusi yang masih belum optimal.

Syok Sirkulasi
Syok sirkulasi adalah kondisi ketidak cukupan aliran darah di seluruh tubuh sehingga jaringan
tubuh mengalami kerusakan akibat terlalu sedikitnya aliran darah.. Ketidak cukupan aliran
darah juga menimpa pada otot jantung, dinding pembuluh darah, sistem vasomotor, dan
bagian sirkulasi lain sehingga begitu terjadi syok akan cenderung progresif bila tidak dilakukan
perawatan yang adekuat.

Pada dasarnya, syok disebabkan oleh ketidak cukupan curah jantung. Oleh karena itu setiap
keadaan yang ditandai curah jantung yang jauh di bawah normal akan menjurus ke syok
sirkulasi. Ada 2 faktor yang dapat menurunkan curah jantung: (1) Abnormalitas jantung yang
dapat menurunkan kemampuan pompa jantung (gagal jantung), dan (2) Setiap faktor yang
dapat menurunkan aliran balik vena.

Gagal jantung yang tersering disebabkan infark miokar. Di samping itu juga dapat disebabkan
intoksikasi, disfungsi katub, aritmia, dan sebab-sebab lain. Syok sirkulasi mamcam ini disebut
syok kardiogenik. Penurunan aliran balik vena akan diikuti penuruna curah jantung sebab
jantung tidak mungkin memompa darah bila tidak ada darah yang kembali ke jantung.
Penyebab tersering syok jenis ini adalah penurunan volume darah. Tetapi aliran balik vena juga
mengalami penurunan akibat: (1) penurunan tonus vaskuker, terutama vena yang berperan
sebagai reservoir., dan (2) obstruksi sirkulasi darah ,terutama alir balik ke jantung.

Curah jantung penderita syok sirkulasi kadang normal bahkan sedikit lebih tinggi. Hal ini
disebabkan: (1) metabolisme tubuh yang sangat berlebihan sehingga curah jantung normal
tidak mencukupi kebutuhan, (2) perfusi jaringan yang abnormal sehingga sebagaian besar
curah jantung hanya lewat pembuluh darah di samping sebagian sedikit yang memberi nutrisi
ke jaringan. Sebagai catatan: pada prinsipnya semua syok sirkulasi ditandai oleh penurunan
pasokan nutrisi & oksigen (iskemia) terutama jaringan kritis dan penurunan pembuangan sisa
metabolisme.

Tekanan darah pada syok sirkulasi tidak selalu rendah. Syok sirkulasi yang berat kadang
ditandai tekanan darah hampir normal. Hal ini disebabkan oleh refleks otonom yang kuat
sehingga mencegah penurunan tekanan darah. Sebaliknya, perfusi jaringan masih normal pada
hal tekanan darah turun hingga setengah harga normal, ini bukan syok. Sebagian besar syok
akibat perdarahan berat, tekanan darah berkurang bersamaan dengan penurunan curah
jantung meskipun tidak terlalu besar.

Bila syok sirkulasi sudah mencapai tingkat kritis, tanpa terkecuali apapun penyebabnya, akan
diikuti kondisi syok yang lebih berat. Pada tingkat kritis terjadi kerusakan jaringan, termasuk
jantung dan sistem sirkulasi, sehingga membentuk lingkaran setan yang ditandai peningkatan
syok, makin tidak adekuatnya perfusi, makin parahnya syok, dan diakhiri kematian. Mekanisme
ini perlu mendapat perhatian karena penatalaksanaan yang fisiologis sering mampu
menghambat progresifitas dan mencegah kematian

Berdasarkan perkembangannya, syok sirkulasi dapat dibagai menjadi 3 tahap: (1) Tahap non-
progresif (masih dapat dikompensasi). Tahap ini masih dapat pulih sempurna tanpa terapi, (2)
Tahap progresif, bila tidak diterapi dapat menjurus ke tahap berikutnya (ireversibel). (3) Tahap
irreversibel, di mana semua bentuk terapi pada umumnya tidak mampu memulihkan,
meskipun penderita saat itu masih hidup.

Syok Hipovolemia

Syok sirkulasi ini disebabkan kurangnya volume darah. Penyebab tersering dari kurangnya
volume darah adalah perdarahan. Perdarahan menurunkan tekanan pengisian sirkulasi,
selanjutnya menurunkan aliran balik vena, dan akhirnya berakibat pada penurunan curah
jantung, syok sirkulasi makin berat dan berakhir dengan kematian. Pengurangan volume darah
sampai 10 % dari volume total tidak menimbulkan efek baik pada curah jantung maupun
tekanan darah. Bila lebih dari 10 %, biasanya pada awalnya terjadi penurunan curah jantung
disusul tekanan darah. Keduanya akan menjadi nol bila pengurangan volume darah mencapai
35 – 45 % volume darah total.

Penurunan tekanan darah akibat perdarahan akan merangsang refleks simpatis yang dipicu
oleh baroreseptor dan reseptor regang lain. Aktifasi simpatis ini menghasilkan 3 efek utama
yaitu: (1) Konstriksi arteriol yang meningkatkan tahanan perifer total. (2) Konstriksi vena dan
reservoir darah vena yang meningkatkan aliran balik vena dalam kondisi berkurangnya volume
darah. (3) Peningkatan frekuensi dan kekuatan kontraksi otot jantung yang meningkatkan
curah jantung. Tanpa kompensasi refleks simpatis, pengurangan volume darah 15 – 20 %
sudah dapat menimbulkan kematian dalam 30 menit. Jadi refleks simpatis meningkatkan
volume darah yang dapat dikurangi tanpa menyebabkan kematian.

Tekanan darah pada perdarahan dapat dipertahankan normal atau mendekati normal dalam
kurun waktu lebih panjang daripada curah jantung. Hal ini disebabkan karena refleks simpatis
lebih mengarah pada pemeliharaan tekanan darah daripada curah jantung. Refleks simpatis
meningkatkan tekanan darah terutama melalui peningkatan tahanan perifer total, sementara
kurang memberi efek pada curah jantung. Di samping itu, konstriksi vena oleh simpatis
berperan penting dalam menghambat penurunan aliran balik vena dan curah jantung
berlebihan yang selanjutnya berperan dalam mempertahankan tekanan darah.

Sistem kardiovaskuler mampu melakukan pemulihan selama derajat perdarahan tidak melebihi
titik kritis, karena bila hanya beberapa ml saja melebihi titik tersebut akan menghasilkan
perbedaan hasil antara hidup dan mati. Dengan demikian, perdarahan diatas titik  kritis
menyebabkan syok menjadi progresif. Dalam hal ini, syok akan diikuti syok yang lebih berat
sehingga membentuk lingkaran setan yang menjurus ke kerusakan sistem dan kematian.

Syok Hemoragik Non Progresif

Bila syok tidak terlalu berat untuk menjurus ke progresif, penderita akan pulih. Syok ini disebut
non-progresif atau compensated syok yang berarti refleks simpatis dan faktor lain mampu
mengkompensasi untuk mencegah kerusakan sistem lebih lanjut. Faktor yang menunjang
pemulihan dari syok moderat adalah semua mekanisme umpan balik negatip sistem
kardivaskuler yang mengembalikan curah jantung dan tekanan darah ke rentang normalnya,
antara lain:

1. Refleks baroreseptor, yang menimbulkan rangsangan simpatis kuat terhadap system


kardiovaskuler.
2. Respons iskemik SSP, yang menghasilkan rangsangan simpatis lebih kuat lagi daripada
refleks baroreseptor, tetapi mekanisme ini baru signifikan bila tekanan darah rata-rata lebih
rendah dari 50 mm Hg.
3. Reverse stress-relaxation reflex, yang menimbulkan vasokonstriksi pembuluh darah bila
terjadi penurunan volume darah sehingga volume yang tersisa dapat lebih adekuat mengisi
system sirkulasi.
4. Sistem Renin-Angiotensin, yang memicu konstriksi pembuluh darah arteri dan
menurunkan ekskresi air dan garam oleh ginjal. Keduanya dapat mencegah progresifitas syok
sirkulasi.
5. Pengeluaran vasopressin (ADH) oleh hipofisis posterior yang memicu vasokonstriksi
pembuluh darah arteri dan vena serta retensi air oleh ginjal.
6. Mekanisme-mekanisme kompensasi untuk mengembalikan volume darah ke rentang
normal, termasuk absorbsi air di traktur gastro intestinal, retensi air dan garam di ginjal, serta
peningkatan rasa haus.

Syok Sirkulasi Progresif

Mekanisme syok sirkulasi progresif ditandai oleh lingkaran setan kerusakan sistem
kardiovaskuler. Lingkaran ini dihasilkan dari umpan balik posotif yang lebih menekan curah
jantung sehingga syok makin progresif yang terdiri dari unsur utama:
Depresi jantung:

Bila penurunan tekanan darah sangat rendah, aliran darah koroner juga turun di bawah
kebutuhan perfusi miokardium. Penurunan perfusi akan melemahkan otot jantung dan
selanjutnya makin menurunkan curah jantung. Mekanisme ini membentuk lingkaran umpan
balik positip sehingga syok menjadi makin parah.

Faktor utama yang menentukan progresifitas syok adalah perkembangan kerusakan otot
jantung. Pada tahap awal faktor ini tidak terlalu berperan dalam menentukan kondisi
penderita. Hal ini disebabkan pada fase dini, kerusakan jantung belum parah, di samping
adanya cadangan jantung yang cukup besar (300 – 400 %). Pada fasa lanjut, kerusakan otot
jantung menentukan progresifitas syok menuju ke kematian.

Kegagalan pusat vasomotor


Pada tahap awal, refleks simpatis dapat mencegah / menunda kerasakan otot jantung dan
penurunan tekanan darah. Penurunan aliran darah ke pusat vasomotor pada syok sirkulasi
dapat menekan kerjanya sampai tidak berfungsi sama sekali. Untungnya, kegagalan pusat
vasomotor baru terjadi bila pada fase awal syok sirkulasi tekanan darah di bawah 30 mm Hg.

Hambatan aliran darah di pembuluh darah kecil

Pemicu hambatan aliran darah di pembuluh darah kecil adalah rendahnya perfusi jaringan
sehingga terjadi penumpukan sisa metabolisme. Zat sisa metabolisme menyebabkan aglutinasi
dan pembekuan darah sehingga menyumbat aliran darah di mirkovaskuler.

Peningkatan permiabilitas kapiler

Permiabilitas kapiler meningkat setelah beberapa jam mengalami hipoksia dan kekurangan
nutrisi. Peningkatan permiabilitas ini akan diikuti transudasi cairan plasma ke interstisiel.
Kondisi ini akan lebih mengurangi volume darah dengan akibat penurunan curah jantung yang
selanjutnya akan makin memperparah kondisi syok sirkulasi

Pelepasan toksin oleh jaringan iskemik

Syok sirkulasi memicu jaringan mengeluarkan zat toksin, antaralin histamine, serotonin, dan
enzim jaringan, yang akan lebih merusak sistem sirkulasi

Asidosis pada kondisi syok

Umpan balik positip dan lingkaran setan sebagai mekanisme dasar kerusakan sel secara
luas pada syok progresif.

Penyebab Syok Hipovolumik

Beberapa faktor penyebab syok hipovolumik yang sering dijumpai antara lain:

1. Kehilangan plasma:
2. Perdarahan
3. Obstruksi usus
4. Luka bakar yg luas.
5. Trauma
6. Dehidrasi
7. Hiperhidrosis
8. Diare
9. Ginjal nefrotik
10. Asupan cairan tidak adekuat
11. Gangguan korteks adrenal

Syok Neurogenik

Syok sirkulasi dapat terjadi tanpa dipicu oleh hilangnya darah. Kondisi ini dapat terjadi karena
peningkatan kapaitas vaskuler akibat hilangnya tonus vasomotor. Peningkatan kapasitas
vaskuler yang hebat, volume darah normalpun tidak mampu memenuhi system vaskuler
secara adekuat. Salah satu mekanisme utama syok ini adalah  hilangnya tonus vaskuler seluruh
tubuh menyebabkan dilatasi vena, menurunnya tekanan pengisian, disusul penurunan aliran
balik vena dan akhirnya penurunan curah jantung

Beberapa faktor penyebab syok neurogenik adalah:

1. Anestesi umum yg dalam


2. Anestesi spinal
3. Kerusakan otak

Sinkop Vasovagal (Pingsan emosional):

Penurunan curah jantung & tekanan arteri

Syok Anafilaktik

Syok anafilaktik adalah syok sirkulasi yang disebabkan rekasi antigen antibodi. Syok ini dapat
terjadi segera setelah antigen masuk ke sirkulasi darah individu yang sensitif. Mekanisme dasar
dari syok ini adalah pelepasan histamin atau histamine-like substance dari basofil atau mast cell
yang menyebabkan

1. Kenaikan kapasitas vaskuler (dilatasi)


2. Dilatasi arteriol
3. Kenaikan permiabilitas kapiler

Efek total dari ketiga faktor tersebut adalah penurunan curah jantung dan tekanan arteri yang
hebat sampai menyebabkan kematian dalam beberapa menit..

Syok Septik (Septic shock)

Syok septic adalah syok sirkulasi yang dipicu oleh infeksi bakteri yang menyebar ke seluruh
tubuh termasuk ke sirkulasi darah sehingga mengakibatkan kerusakan jaringan yang sangat
luas termasuk system sirkulasi darah (bakteriemia). Syok septic ini sangat penting dipahami
oleh klinisi karena paling sering menjadi penyebab kematian di rumah sakit.

Penyebab syok septic yang sering dijumpai antara lain:

1. Peritonitis penyebaran dari uterus & tuba, terutama disebabkan penggunaan alat aborsi
yang kurang steril
2. Peritonitis karena ruptur usus yang mengalami infeksi maupun trauma terbuka
3. Septikemia, biasanya penyebaran infeksi (streptokokus atau stafilokokus) berasal dari
kulit
4. Gangren generalisata, terutama penyebaran bakteri penyebab gas gangrene
5. Sepsis yg berasal dari ginjal / traktus urinarius.

Gejala Klinis Syok Septik

1. Demam tinggi
2. Vasodilatasi umum, terutama di jaringan yang mengalami infeksi
3. Curah jantung tinggi yang dapat disebabkan oleh (a) dilatasi arteriol di daerah terinfeksi
akibat tingginya laju metabolisme; (b) vasodilatasi di sebagian besar tubuh akibat penyebaran
toksin yang disekresikan oleh bakteri; dan (c) peningkatan suhu tubuh.
4. Aliran darah melambat akibat aglutinasi darah sebagai respons terhadap kerusakan
jaringan
5. Koagulasi intravaskular yg tersebar (DIC)
6. Syok Endotoksin:

Penatalaksanaan Syok Fisiologis

Di samping mengatasi penyebab syok, penatalaksanaan syok sirkulasi dapat dilakukan


berdasarkan konsep patofisiologis antara lain:

1. Terapi penggantian:

 Transfusi darah & plasma


 Infus larutan dekstran

1. Obat simpatomimetik (hanya efektif untuk syok anafilaktik / neurogenik)


2. Posisi kepala di bawah
3. Terapi Oksigen
4. Obat Glukokortikoid

Henti Sirkulasi

Kondisi yang erat hubungannya dengan syok sirkulasi adalah henti sirkulasi (circulatory arrest)
yang ditandai berhentinya aliran darah di seluruh tubuh. Kondisi ini sering terjadi di meja
operasi sebagai akibat dari henti jantung atau fibrilasi ventrikel. Henti jantung sering terjadi
akibat kurang oksigen dalam campuran gas anestesi atau akibat depresan anestetik.

Dampak henti sirkulasi yang paling serius adalah terhadap otak. Henti sirkulasi terjadi lebih dari
5 – 8 menit akan menyebabkan beberapa derajat kerusakan otak permanent pada 50 %
penderita. Bila henti lebih dari 10 menit, dapat menyebabkan kerusakan otak serius yang
permanent sampai mengganggu fungsi kejiwaan penderita. Kerusakan otak pada henti sirkulasi
terutama disebabkan sumbatan permanent di pembuluh darah kecil (mikrovaskuler) oleh
bekuan darah (blood clot) yang mengakibatkan iskhemia jangka panjang dan menjurus ke
kematian.

Anda mungkin juga menyukai