PUSTAKA
A. Bruxism
1. Definisi Bruxism
Istilah “bruxomania” berasal dari bahasa Perancis “la bruxomanie”. La
bruxomanie pertama kali diperkenalkan oleh Marie Pietkiewicz pada tahun
1907, dan dikenal sebagai bruxism untuk menggambarkan clenching dan
grinding gigi yang terjadi tanpa tujuan fungsional (Reddy SV; at all, 2014 :
106). Bruxism memiliki definisi sebagai aktifitas parafungsi berupa gerakan
clenching dan grinding dari gigi geligi. Clenching adalah mengatupkan
rahang atas dengan rahang bawah secara kuat disertai dengan timbulnya suara
yang cukup keras. Grinding adalah menggesek-gesekkan gigi geligi rahang
atas dengan rahang bawah kekanan dan kekiri secara kuat (Reddy SV; at all,
2014
: 105-106).
Aktivitas parafungsi adalah aktivitas yang terjadi diluar fungsi
pengunyahan, penelanan dan bicara yang berupa kontak gigi dengan tekanan
melebihi tekanan fungsional normal. Aktivitas parafungsional ini dapat terjadi
siang hari (diurnal) atau awake bruxism dan malam hari (nocturnal) atau
sleep bruxism (Kurnikasari, 2013 : 37).
Bruxism yang terjadi pada siang hari (diurnal) dapat terlihat pada
seseorang yang berkonsentrasi dengan pekerjaannya atau seseorang dengan
pekerjaan fisik yang berat, sehingga otot masseter berkontraksi secara
periodik. Bruxism yang terjadi pada malam hari (nocturnal) sangat
berhubungan dengan proses tahapan tidur terutama pada tahap mimpi atau
Rapid Eye Movement (REM) (Kurnikasari, 2013 : 37).
Mekanisme terjadinya bruxism diawali dengan bereaksinya aktivitas
otot-otot pengunyahan terhadap stres yang dialami individu yang
diterima oleh sistem limbik sebagai suatu stimulus yang menyebabkan
tegangan saraf.
Tegangan saraf ini akan disalurkan pada organ pengunyahan sehingga nilai
5
6
2. Penyebab Bruxism
Bruxism dapat terjadi secara sadar maupun tidak sadar, penyebab
bruxism sampai saat ini diketahui ada bermacam-macam, yaitu :
a. Faktor psikologis
Penyebab bruxism dipercaya berhubungan dengan stres, emosi, rasa
frustasi dan kepribadian yang agresif atau hiperaktif (Khuangga dan
Tjakraatmadja, 2013 : 257).
b. Faktor morfologis
Faktor morfologis seperti oklusi dan anatomi kerangka orofasial
dipertimbangkan sebagai penyebab bruxism (Khuangga dan
Tjakraatmadja, 2013 : 257).
c. Faktor patofisiologis
Faktor patofisiologis bruxism merupakan sebuah konseksuensi
ketidakmatangan sistem neuromuscular pengunyahan, perubahan pada
otak, alkohol, trauma, penyakit, dan obat-obatan. Obat-obatan yang
dapat menyebabkan terjadinya bruxism adalah antidepresan venfalaxine,
clonazepam, omeprazole dan juga obat untuk mengatasi ADHD
(Attention Deficit Hyperactivity Disorder) (Khuangga dan
Tjakraatmadja, 2013 : 257).
3. Gejala Bruxism
Beberapa gejala dan tanda yang dapat membantu dalam menentukan
diagnosis bruxism yaitu adanya atrisi pada permukaan insisal dan oklusal
gigi yang menyebabkan terjadinya penipisan email sehingga gigi menjadi
sensitif terhadap rasa panas dan dingin. Selain itu terdapat fraktur gigi
akibat gigi tidak mampu menahan daya tekan yang besar dan berlangsung
terus-menerus dari gigi antagonisnya. Kegoyangan gigi juga bisa terjadi
karena adanya tekanan oklusal abnormal yang menyebabkan terjadinya
pelebaran ruang periodontal gigi (Kurnikasari, 2013 : 39).
Gejala lain yang sering timbul yaitu nyeri pada sendi
temporomandibula karena adanya tekanan hiperaktivitas otot penguyahan
yang terus menerus terjadi penipisan diskus artikulasi bagian posterior dan
akan bergerak lebih ke antero-medial sehingga kondilus berada pada posisi
posterior diskus yang berisi saraf dan pembuluh darah, akibatnya penderita
merasakan sakit pada sendinya (Kurnikasari, 2013 : 39).
Keluhan yang paling sering dirasakan oleh pasien adalah nyeri dan
pegal pada otot pengunyahan dan sendi temporomandibula ketika bangun
tidur dikombinasi dengan nyeri kepala dan suara kliking pada sendi
temporomandibula. Penderita bahkan dapat mengalami terkuncinya rahang
dan kesulitan membuka mulut sehingga harus dilakukan pemijatan otot
maseter dan otot temporalis (Kurnikasari, 2013 : 39).
4. Dampak Bruxism
Adapun dampak yang dapat terjadi akibat bruxism adalah :
a. Grinding permukaan, erosi dan perubahan bentuk pada gigi.
Terjadinya gesekan non fisiologis yang sangat cepat pada satu atau
lebih gigi, mengakibatkan keretakan prisma enamel pada daerah kontak.
Kerusakan email diikuti dengan kerusakan dentin dan nyeri pada pulpa.
Dampak keausan paling sering terjadi pada gigi anterior.
c. Perubahan oklusi
Berubahnya oklusi karena bruxism, diakibatkan oleh ausnya gigi geligi
terutama gigi anterior. Keausan yang berlebihan dapat menyebabkan
gigi terasa linu sewaktu rahang dikatupkan, sehingga pasien cenderung
mencari posisi lain yang tidak menimbulkan rasa sakit. Perubahan
penutupan rahang yang berlangsung dalam jangka waktu tertentu
cenderung menimbulkan perubahan oklusi (Wachijati, 1990 : 35-40).
g. Atrisi dan fraktur gigi yang melibatkan cusp serta kerusakan restorasi
Aspek gigi geligi yang mengalami atrisi akibat mengatupkan atau
menggrinding gigi yaitu permukaan oklusal dan insisal.
Gambar 2.1
Akibat Bruxism
(Sumber : Wachijati, 1990 : 36)
Gambar 2.2
Occlusal splint (night guard)
(Sumber : Badel T; at all, 2013 : 116)
5. Macam-Macam Splint
Dibawah ini merupakan macam-macam splint yang digunakan pada
pasien yang mengalami kelainan TMD maupun bruxism yaitu :
a. Splint imediate
Prinsip dari splint imediate adalah penetapan keseimbangan
neuromuscular dalam kondisi emergency pada gejala TMD akut. Splint
ini dibuat langsung di klinik gigi tanpa pencetakan dan tanpa
menggunakan artikulator, hanya dipakai selama 3-4 hari dan dilepas saat
makan dan sikat gigi (Chairunnisa dan Kurnikasari, 2013 : 38-43).
b. Splint reposisi
Prinsip dari splint reposisi adalah memposisikan kondilus ke
anterior dan inferior untuk mengurangi inflamasi di daerah retrokondil.
Indikasi penggunaan splint ini adalah untuk anterior displacement with
reduction. Splint dibuat pada posisi mandibula ke anterior dan inferior
menggunakan artikulator dan pada permukaan oklusal splint memiliki
indentasi (Chairunnisa dan Kurnikasari, 2013 : 41).
c. Splint stabilisasi
Prinsip splint stabilisasi yaitu meningkatkan kesadaran pasien dan
merelaksasi otot. Indikasinya sebagai perawatan pada awal kasus TMD
yang menetap dan nyeri miogenik. Splint ini permukaan oklusalnya rata
dan kontak seimbang diseluruh gigi, dapat dipakai sepanjang hari atau
pada saat tidur dan minimal 2 bulan harus diganti.
Splint stabilisasi dibuat dengan pencetakan untuk mendapatkan
model rahang, pencatatan lengkung wajah, pembuatan gigitan wax pada
relaksasi sentrik serta pemasangan model di artikulator. Kemudian
bloking daerah undercut, membuat pola malam, packing, curing,
pemasangan splint, dan penyesuaian. Metode baru yang lebih praktis
adalah dengan teknik vacum forming (Chairunnisa dan Kurnikasari,
2013 : 40).
Gambar 2.3
Occlusal splint tipe keras
(Sumber : Desphande A, at all, 2016 : 19)
Kegunaan dari occlusal splint tipe keras adalah untuk mengobati
hiperaktivitas otot, mengurangi aktivitas otot parafungsional dan
kegiatan parafungsional yang dikaitkan dengan peningkatan stres
emosional (Yadav dan Karani, 2011 : 12-21). Kelebihannya dapat
mencegah perubahan oklusi dan artikulasi saat digunakan pada pasien
yang mengalami kebiasaan bruxism dan efektif dalam perawatan
mencegah kebiasaan bruxism (Pratiwi, 2003).
Kekurangan dari occlusal splint tipe keras ini yaitu proses
pembuatan lebih sulit dan memakan waktu lama karena melewati proses
dari waxing hingga curing. Pada saat pasien menggunakan oklusal splint
tipe ini akan mengalami ketidaknyamanan pada awal pemakaian dan
memakan waktu lama untuk penyesuaian (Anatin, 2015 : 15).
Gambar 2.4
Occlusal splint tipe lunak
( Sumber : Anatin, 2015 : 20 )
Kegunaan dari occlusal splint tipe lunak sama dengan tipe keras
yaitu dapat mencegah kebiasaan bruxism dan mengurangi gejala
gangguan TMD. Occlusal splint tipe lunak bisa dipakai oleh anak-anak
yang mengalami kebiasaan bruxism karena bahan yang digunakan lunak
dan fleksibel (Anatin, 2015 : 16).
Kekurangan occlusal splint tipe lunak yaitu adanya ketidakstabilan
dimensi dan posisi pada saat dipakai karena bahan yang fleksibel.
Ketebalan akan berkurang saat dilakukannya pemanasan material pada
proses pembuatannya (Anatin, 2015 : 16).
Kelebihan occlusal splint tipe lunak yaitu proses pembuatan relatif
cepat dan mudah karena sudah menggunakan alat vakum forming. Pada
saat digunakan, pasien merasa nyaman karena ketebalan yang merata
(Pratiwi, 2002).
a. Model kerja
Model diterima dari dokter gigi lalu dirapikan dan dibersihkan dari
nodul-nodul.
c. Block out
Block out merupakan proses menutup daerah undercut atau gerong yang
tidak menguntungkan pada model kerja yang menghalangi keluar
masuknya night guard menggunakan bahan plaster of paris.
d. Penanaman model pada artikulator
Upper member dan lower member artikulator diolesi vaseline lalu
pasang karet pada ketiga area yang membentuk segitiga bonwill. Upper
member dibuka setelah itu letakkan model RA dan RB pada permukaan
oklusal. Kedudukan ini difixir dengan plastisin atau lilin mainan yang
diletakkan dibawah model RB. Garis tengah model berhimpit dengan
garis tengah artikulator, permukaan bidang oklusal sejajar dengan
segitiga bonwill, center line pointer terletak ditengah-tengah antara
incisal edge gigi insisif satu kanan dan kiri, incisal guide pin
menyentuh incisal table.
Buat adonan plaster of paris, letakkan diatas model RA, tutupkan
upper member artikulator, rapihkan plaster of paris dan tunggu hingga
keras. Setelah keras buka lower member artikulator dan keluarkan
benda penahan pada RB, buat adonan plaster of paris, lalu letakkan
diatas model RB dan tutupkan lower member artikulator, rapikan
plaster of paris. Artikulator dibalikkan pada kedudukan semula, lalu
upper member dan lower member diikat kencang. Tunggu plaster of
paris mengeras, kemudian buka ikatan.
e. Waxing
Waxing adalah membuat pola malam pada model kerja.
f. Flasking
Flasking adalah proses penanaman model malam kedalam flask untuk
mendapat mould space dengan teknik pulling the casting. Pulling the
casting merupakan teknik dimana setelah boiling out gigi-gigi akan ikut
pada flask bagian atas. Keuntungannya mudah memulaskan separating
medium dan packing karena seluruh mold terlihat. Kerugiannya
ketinggian gigitan sering tidak dapat dihindari (Itjiningsih, 1991 : 153).
g. Boiling out
Boiling out adalah proses menghilangkan pola malam dengan cara
dimasak dalam air mendidih. Tujuannya untuk menghilangkan wax dari
model yang telah ditanam di flask untuk mendapatkan mould
space (Itjiningsih, 1991 : 151).
h. Packing
Packing merupakan proses pencampuran monomer dan polimer resin
akrilik diluar mold dan bila sudah mencapai dough stage baru
dimasukkan ke dalam mold (wet method). Dry method ialah cara
mencampur monomer dan polimer langsung di dalam mold (Itjiningsih,
1991 : 155).
i. Curing
Curing adalah proses polimerisasi antara monomer dan polymer bila
dipanaskan atau di tambah suatu zat kimia lain. Polimerisasi secara
termis disebut heat curing (Itjiningsih, 1991 : 163).
j. Deflasking
Deflasking adalah proses melepaskan protesa akrilik dari dalam flask
dan bahan tanamnya dengan memotong–motong plaster of paris,
kemudian model dikeluarkan secara utuh (Itjiningsih, 1991 : 165).
k. Remounting
Pemasangan kembali protesa dan model kerja di artikulator untuk
mengoreksi hubungan oklusi yang tidak harmonis dari protesa yang baru
selesai diproses atau dimasak. Hubungan oklusi yang tidak harmonis
dapat disebabkan oleh penyusutan bahan akrilik setelah diproses,
kesalahan waktu prosedur packing serta prosedur curing yang terlalu
cepat dengan temperatur pemanasan yang terlalu tinggi (Itjiningsih,
1991 : 169).
l. Finishing
Finishing adalah proses membersihkan sisa-sisa bahan tanam dan
kelebihan akrilik dengan fissure bur, kemudian dirapikan dengan bur
frezer dan dihaluskan dengan amplas. (Itjiningsih, 1991 : 183).
m. Polishing
Polishing adalah proses pemolesan protesa menggunakan feltcon dan
pumice untuk menghilangkan guratan. Setelah halus dan bersih
digunakan sikat putih dan calcium carbonate untuk mengkilapkan.
(Itjiningsih, 1991 : 187).
Gambar 2.6
Oklusi sentris harmonis dengan relasi sentries
(Sumber : Itjiningsih, 1991 : 13)
b. Oklusi aktif
Oklusi aktif adalah kontak antara gigi-gigi rahang atas dan rahang
bawah dimana gigi-gigi rahang bawah mengadakan gerakan / geseran
ke depan, belakang, kiri dan kanan atau ke lateral (Itjiningsih, 1991 :
12).
2. Artikulasi
Artikulasi adalah hubungan antara daerah kunyah gigi geligi dalam
keadaan berfungsi. Artikulasi ada 2 macam yaitu artikulasi simetris pada
posisi intercuspal / protrusive guide dan artikulasi asimetris yang
gerakannya ke arah lateral. Pada artikulasi ada pergerakan anterior-
posterior yang pergerakannya kedepan dan kebelakang serta pergerakan
kekekiri dan kekanan (Itjiningsih, 1991 : 15).
Susunan hubungan ini terdapat pada fungsi pengunyahan sisi aktif
yang disebut working side dan sisi yang mengimbanginya yang disebut
balancing side. Bila mengunyah pada sisi kanan, hubungan oklusi antar
gigi-gigi pada sisi kiri merupakan kontak yang mengimbangi (balancing
side). Bila mengunyah pada sisi kiri, hubungan oklusi antar gigi-gigi sisi
aktif / working side dan kanan adalah sisi yang mengimbangi / balancing
side (Itjiningsih, 1991 : 15).
Filename: d784-827d-c59b-09a4
Directory: C:\Users\USER\AppData\Local\Temp
Template:
C:\Users\USER\AppData\Roaming\Microsoft\Templates\Normal.dot
m
Title:
Subject:
Author: USER
Keywords:
Comments:
Creation Date: 16/04/2019 11.13.00
Change Number: 324
Last Saved On: 08/08/2019 23.13.00
Last Saved By: USER
Total Editing Time: 7.378 Minutes
Last Printed On: 19/11/2019 10.24.00
As of Last Complete Printing
Number of Pages: 17
Number of Words: 3.050
Number of Characters: 18.892