Note KPBU - Brainstorming
Note KPBU - Brainstorming
id/apa-itu-kpbu/
Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha memiliki skema yang berbeda dengan skema
konvensional biasanya. Berikut adalah skema KPBU:
Mengingat tidak semua lembaga pemerintah memiliki sumber daya yang mencukupi untuk
menyediakan infrastruktur tertentu, maka dengan adanya KPBU akan dipermudah dengan
beragam sumber daya yang mencukupi sehingga penyediaan infrastruktur bisa lebih lancar
dilakukan. Beberapa contoh Kerjasama KPBU adalah Kerjasama Pemanfaatan (KSP), Bangun
Guna Serah (BGS), Bangun Serah Guna, dan Kerjasama Penyediaan Infrastruktur (KSPI).
Di Indonesia Public Private Partnership (PPP) dikenal sebagai Kerjasama Pemerintah dengan
Badan Usaha (KPBU), KPBU didefinisikan sebagai kerjasama antara Pemerintah dan Badan
Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur bertujuan untuk kepentingan umum dengan mengacu
pada spesifikasi yang telah ditetapkan sebelumnya oleh Menteri/Kepala Lembaga/Kepala
Daerah/BUMN/BUMD, yang sebagian atau seluruhnya menggunakan sumber daya Badan Usaha
dengan memperhatikan pembagian risiko diantara para pihak. Kerjasama Pemerintah dengan
swasta sebenarnya telah dikenal sejak masa Orde Baru seperti pada jalan tol dan
ketenagalistrikan, namun mulai dikembangkan tahun 1998 pasca krisis moneter. Setelah
didahului dengan beberapa peraturan pendukung KPBU, maka untuk menyesuaikan PPP terkini
dunia, Pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2015 tentang Kerjasama
Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur.
KPBU dilaksanakan dalam tiga tahap yaitu perencanaan, penyiapan, dan transaksi. Pada tahap
perencanaan Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah/direksi BUMN/BUMD meyusun rencana
anggaran dana, Identifikasi, pengambilan keputusan, penyusunan Daftar Rencana KPBU.
Output tahap perencanaan adalah daftar prioritas proyek dan dokumen studi pendahuluan yang
disampaikan pada Kementerian PPN/BAPPENAS untuk disusun sebagai Daftar Rencana KPBU
yang terdiri atas KPBU siap ditawarkan dan KPBU dalam proses penyiapan. Selanjutnya dalam
tahap penyiapan KPBU Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah/direksi BUMN/BUMD selaku
Penanggung Jawab Proyek Kerjasama (PJPK) dibantu Badan Penyiapan dan disertai konsultasi
Publik, menghasilkan prastudi kelayakan, rencana dukungan Pemerintah dan Jaminan
Pemerintah, penetapan tata cara pengembalian investasi Badan Usaha Pelaksana, dan
pengadaan tanah untuk KPBU.Tahap transaksi dilakukan oleh PJPK dan terdiri atas penjajakan
minat pasar, penetapan lokasi, pengadaan Badan Usaha Pelaksana dan melaksanakan
pengadaannya, penandatanganan perjanjian, dan pemenuhan biaya.
Banyak pemda berinisiatif, kadang sudah buat perencanaan, waktu bidding tidak bagus, atau
swasta tidak kredibel jadi proyek itu mulai dari awal lagi.
Brainstorming
Skema KPBU atau PPP mulai dikenal di Indonesia pada tahun 2005, sejak diterbitkannya
Peraturan Presiden No 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha
dalam Penyediaan Infrastruktur.Penyediaan infrastruktur adalah kegiatan yang meliputi
pekerjaan konstruksi untuk membangun atau meningkatkan kemampuan infrastruktur dan atau
kegiatan pengelolaan infrastruktur dan atau pemeliharaan infrastruktur dalam rangka
meningkatkan kemanfaatan infrastruktur. Yang dimaksud dengan infrastruktur adalah fasilitas
teknik, fisik, sistem, perangkat keras, dan lunak yang diperlukan untuk melakukan pelayanan
kepada masyarakat dan mendukung jaringan struktur agar pertumbuhan ekonomi dan sosial
masyarakat dapat berjalan dengan baik. (Peraturan Presiden No 38, 2015). Infrastruktur yang
dapat dikerjasamakan berdasarkan Peraturan Presiden ini adalah infrastruktur ekonomi dan
infrastruktur sosial. Jenis infrastruktur ekonomi dan infrastruktur sosial mencakup: transportasi,
jalan, sumber daya air dan irigasi, air minum, sistem pengelolaan air limbah terpusat, sistem
pengelolaan air limbah terpusat setempat, sistem pengelolaan persampahan, telekomunikasi
dan informatika, ketenagalistrikan, minyak dan gas bumi dan energi terbarukan, konservasi
energi, fasilitas perkotaan, fasilitas pendidikan, fasilitas sarana dan prasarana olahraga, serta
kesenian, kawasan, pariwisata, kesehatan, lembaga pemasyarakatan, dan perumahan rakyat.
Dalam kurun waktu 10 tahun, pelaksanaan kerjasama masih dirasakan belum efektif, sehingga
pemerintah terus menerus melakukan perbaikan hingga mengganti peraturan tersebut dengan
Peraturan Presiden No 38 Tahun 2015. Peraturan baru ini diharapkan dapat mengatasi kendala
utama dalam KPBU yaitu kurangnya minat pihak swasta untuk berinvestasi. Beberapa penyebab
kurangnya minat swasta untuk berinvestasi antara lain : (1)modal yang dibutuhkan oleh
investor terlalu besar dengan risiko yang sangat tinggi; (2) proyek yang ditawarkan untuk
dikerjasamakan memiliki kelayakan finansial yang kurang diminati investor; (3)kurangnya
persiapan yang matang dari suatu proyek,(4)lemahnya monitoring proyek – proyek KPBU
sehingga banyak yang terbengkalai (Kementerian Keuangan, 2012); (5) kegagalan memahami
risiko sejak awal proyek.(PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia, 2016);
Sebuah KPBU yang kuat mengalokasikan tugas, kewajiban, dan risiko antara pemerintah dan
swasta secara optimal (Asian Development Bank). Pemerintah memiliki peran dalam proses
pengadaan badan usaha untuk memilih mitra swasta yang akan melaksanakan pembangunan
proyek infrastruktur, serta memberikan dukungan/insentif untuk meningkatkan kelayakan
finansial. Pihak swasta bertanggung jawab dalam tahapan proyek pembangunan dan/atau
melaksanakan operasionalisasi serta pemeliharaan sesuai dengan kontrak kerjasama. Selain itu,
untuk memberikan kepastian bagi investor dan meningkatkan kelayakan investasi, pemerintah
melalui PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia berkontribusi dalam pelaksanaan proyek KPBU
dengan cara memberikan penjaminan.(PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia, 2016).
Tabel.1. Pemetaan Alokasi Risiko dalam Proyek Infrastruktur PLTA dengan Skema
KPBU (Hasil studi literatur)
Nur
Grimse Tong
Wulan Bing Shen Xu et
y dan yin et
No Risiko (2005, et al et al al
Lewis al
dalam (2005 (2006 (2011
(2002) (2011
Abednego ) ) )
) 2006)
Risiko finansial dan √ √ √ √
1 ekonomi √ √
Risiko desain dan √ √ √ √ √
2 konstruksi
Risiko operasional √ √ √ √
3 dan pemeliharaan
√ √ √
4 Risiko politik √
√ √ √ √
5 Risiko force majeure
Risiko hukum dan √ √ √
6 kebijakan √
√ √ √ √
7 Risiko pendapatan
√
8 Risiko lingkungan √ √
Risiko kegagalan
9 proyek/kontrak √ √ √
Nur
Grimse Tong
Wulan Bing Shen Xu et
y dan yin et
No Risiko (2005, et al et al al
Lewis al
dalam (2005 (2006 (2011
(2002) (2011
Abednego ) ) )
) 2006)
Risiko pengadaan
10 tanah √ √
√
11 Risiko teknis √
Risiko perubahan √
12 kondisi pasar √
√
13 Risiko inflasi √
Risiko dukungan
14 infrastruktur √
√
15 Risiko nasionalisasi
Risiko pemerintahan √
16 yang tidak stabil
Risiko pengambilan √
17 keputusan yg salah
Risiko perubahan √
18 tarif pajak/listrik
19 Risiko aksi industri √
Sepuluh risiko utama dalam proyek infrastruktur dengan skema KPBU sesuai yang ditunjukkan
pada Tabel.1. dapat diuraikan sebagai berikut ini:
1. Risiko finansial adalah risiko keuangan yang timbul dari aliran pendapatan dan biaya
pendanaan yang tidak memadai (Grimsey dan Lewis, 2002), sedangkan risiko ekonomi
mencerminkan risiko peningkatan biaya yang disebabkan oleh pengaruh kondisi ekonomi
misalnya kenaikan tingkat inflasi, perubahan suku bunga(Tong-yin et al,2011). Selain itu, Nur
Wulan (2005, dalam Abednego 2006) menyebutkan bahwa risiko finansial meliputi devaluasi,
perubahan kebijakan moneter, dan keterbatasan modal.Menurut Bing et al (2005) risiko
finansial dialokasikan kepada pihak swasta, sedangkan menurut Shen et al (2006), risiko
finansial dapat ditanggung bersama antara pemerintah dan swasta. Risiko finansial juga dapat
bergantung pada spesifik keadaan proyek (Xu et al, 2011).
2. Risiko konstruksi merupakan risiko akibat terjadinya kerusakan pada saat konstruksi,
kenaikan biaya dan keterlambatan dalam proses konstruksi (Grimsey dan Lewis, 2002).
Termasuk di dalamnya risiko pasokan bahan konstruksi dan risiko kegagalan oleh kontraktor
(Tong-yin et al,2011). Risiko desain yang tidak memenuhi spesifikasi juga merupakan risiko
konstruksi.(Nur Wulan 2005, dalam Abednego 2006). Menurut Bing et al (2005), risiko
kontruksi dialokasikan sepenuhnya kepada pihak swasta. Pihak swasta bertanggung jawab atas
risiko desain dan konstruksi seperti biaya dan waktu, kualitas kinerja yang buruk, faktor risiko
lain yang berkaitan dengan desain dan konstruksi( Shen et al,2006).
3. Berbagai jenis risiko operasional pada masa operasi sebelum proyek ditransfer ke
pemerintah (Tong-yin et al, 2011) yang meliputi kenaikan biaya operasional dan biaya
pemeliharaan (Grimsey dan Lewis, 2002), dan ketidakmampuan operator, kualitas dan kondisi
proyek yang dibangun (Nur Wulan 2005, dalam Abednego 2006). Menurut Shen et al (2006),
risiko operasional selama operasi proyek akan mempengaruhi profitabilitas proyek dan biasanya
ditanggung oleh pihak yang bertanggungjawab untuk operasional dan pemeliharaan proyek.
Dengan demikian, risiko ini dialokasikan kepada pihak swasta.
4. Nur Wulan (2005, dalam Abednego 2006) menyebutkan bahwa risiko politik antara lain
adanya penghentian kerjasama/ konsesi, peningkatan pajak, kenaikan tarif yang tidak sesuai.
Selain itu, adanya pergantian pemerintahan yang menyebabkan kebijakan baru (Grimsey dan
Lewis, 2002). Menurut Bing et al (2005) risiko politik dialokasikan kepada publik/pemerintah.
Hal ini dikarenakan pemerintah memiliki kemampuan untuk mengendalikan risiko tersebut ((Xu
et al, 2011).
5. Menurut Grimsey dan Lewis (2002) dan Nur Wulan (2005, dalam Abednego 2006) yang
termasuk dalam risiko force majeure antara lain : bencana alam, perang, dan kondisi cuaca.
Menurut Bing et al (2005) dan Shen et al ( 2006) semua pihak memiliki tanggung jawab untuk
berbagi konsekuensi sehingga mekanisme ditanggung bersama antara pemerintah dan swasta
menjadi pilihan terbaik.
6. Risiko hukum dan kebijakan menurut Tong-yin et al (2011) merupakan dampak hukum
dalam proyek kerjasama, dan harus ditanggung bersama antara pemerintah dan swasta (Bing
et al,2005). Sedangkan, menurut Shen et al (2006), Pemerintah merupakan pihak yang dapat
menangani risiko tersebut. Hal ini dikarenakan Pemerintah memiliki kekuatan untuk
membangun dan mengontrol risiko hukum (Xu et al, 2011).
7. Grimsey dan Lewis (2002) menyebutkan bahwa risiko pendapatan berkaitan dengan
kurangnya atau gagalnya jumlah permintaan yang menyebabkan kurangnya pendapatan.
Contohnya yang disebutkan Nur Wulan (2005, dalam Abednego 2006) pada proyek jalan tol
yaitu ketidakakuratan perkiraan volume kendaraan dan perkiraan tarif jalan tol. Risiko ini
menurut Bing et al (2005) dan Xu et al (2011) dialokasikan kepada pihak swasta yang
menjalankan bisnis dalam proyek tersebut.
9. Nur Wulan (2005, dalam Abednego 2006) menyebutkan bahwa risiko kegagalan
proyek/kontrak salah satunya adalah dokumen kontrak tidak konsisten. Sedangkan menurut
Grimsey dan Lewis (2002) kegagalan proyek adalah gagalnya proyek akibat risiko – risiko
proyek yang tidak tertangani dengan baik. Menurut Xu et al (2011) risiko ini harus ditanggung
bersama antara pemerintah dan swasta.
10. Bing et al (2005) menyebutkan bahwa risiko pengadaan tanah lebih baik diberikan
kepada pihak public/pemerintah karena pemerintah memiliki kekuatan hukum untuk
memastikan ketersediaan tanah untuk proyek. Pemerintah juga bertanggung jawab untuk
memastikan akuisisi tanah (Shen et al, 2006).
Berdasarkan hasil literatur mengenai berbagai risiko dalam proyek infrastruktur dengan skema
KPBU di atas, sepuluh risiko utama yang harus dialokasikan dengan tepat antara lain: (1) risiko
finansial dan ekonomi; (2) risiko desain dan konstruksi; (3) risiko operasional dan
pemeliharaan; (4) risiko politik; (5) risiko force majeure; (6) Risiko hukum dan kebijakan; (7)
risiko pendapatan; (8) risiko lingkungan; (9) risiko kegagalan proyek/kontrak; dan (10) risiko
pengadaan tanah. Dari 10 risiko tersebut, risiko yang dialokasikan kepada pemerintah antara
lain risiko politik, risiko hukum, dan risiko pengadaan tanah. Pihak swasta menanggung risiko
desain dan konstruksi, risiko operasional dan pemeliharaan, dan risiko pendapatan. Risiko yang
harus ditanggung bersama antara pemerintah dan swasta antara lain risiko finansial, risiko
force majeure, risiko lingkungan,dan risiko gagalnya proyek/kontrak.
http://simpulkpbu.pu.go.id/id/proyek/detail/132/bendungan-
merangin
Gambar Catatan
Perlu menganalisa:
1. Data Teknis dan Proses Perizinan
saat ini harus memenuhi kriteria
dari Komisi Keamanan Bendungan.
2. Apakah perijinan regular
bendungan sama dengan prinsip
perizinan dengan KPBU (dengan
proses akselerasi)?
Faktor Penentu Nilai Manfaat Uang (Value for Money) Benefit Cost Ratio???
1. Sektor Swasta memiliki keunggulan dalam pelaksanaan
KPBU termasuk dalam pengelolaan risiko;
2. Terjaminnya efektivitas, akuntabilitas dan pemerataan
pelayanan publik dalam jangka panjang;
3. Alih pengetahuan dan teknologi; dan
4. Terjaminnya persaingan sehat, transparansi, dan efisiensi
dalam proses pengadaan.
Analisa Potensi Pendapatan dan Skema Pembiayaan Proyek ???
1. Kemampuan pengguna untuk membayar;
2. Kemampuan fiskal pemerintah pusat, pemerintah daerah,
BUMN / BUMD dalam melaksanakan KPBU;
3. Potensi pendapatan lainnya; dan
4. Perkiraan bentuk dukungan pemerintah.
Rata-rata Nilai IRR untuk berbagai proyek infrastruktur di ???
Indonesia, serta bagaimana mekanisme pengembalian
keuntungan untuk investor ?
Ketika investor telah menyelesaikan masa konsesi dan akan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda
menarik semua investasinya baik dalam bentuk modal dan (selanjutnya disebut sebagai Tax treaty)
laba, bagaimana pengenaan pajaknya, apakah investor akan merupakan solusi dalam pembagian hak
dikenai pajak berganda? atas pemajakan dari suatu transaksi
internasional.
Gambar Catatan
Hal-hal apa saja yang dapat dijamin oleh Pemerintah ? kewajiban pembayaran kepada Badan
Usaha yang timbul akibat adanya
keterlambatan pengurusan
perijinan/lisensi, perubahan peraturan
perundang-undangan, ketiadaan
penyesuaian
tarif dan kegagalan peng-integrasian
jaringan/fasilitas yang menjadi tanggung
jawab
Pemerintah.
Bagaimana proses mendapatkan penjaminan atas proyek? Berdasarkan Usulan Penjaminan dari
Apakah pihak swasta yang berminat atas suatu proyek dapat Penanggung Jawab Proyek Kerjasama
langsung melakukan aplikasi kepada Pemerintah ? (PJPK) tersebut, PT PII akan melakukan
evaluasi dan menstruktur penjaminan.
Bagaimana Pemerintah menjamin proyek infrastruktur yang Jika nilai proyek yang dijamin melebihi
nilainya jauh lebih besar? kemampuan modalnya, PT PII dapat
melakukan
penjaminan bersama (co-guarantee)
dengan Lembaga Multilateral (Multilateral
Development Agency/MDA, seperti Bank
Dunia), dengan institusi keuangan lainnya
atau
dengan Pemerintah Republik Indonesia.
Bagaimana Pemerintah melalui PT PII mempertahankan Sebagaimana diatur dalam peraturan
posisi finansialnya jika terjadi klaim penjaminan? perundang-undangan, PT PII memiliki hak
Regres
kepada PJPK atas setiap klaim yang
dibayarkan PT PII kepada investor.
Memastikan PJPK bertanggung jawab atas
kewajiban-kewajibannya (baik finansial
maupun non-finansial) sesuai kontrak
KPBU.
Bagaimana tahapan Kerjasama Pemerintah Daerah dengan 1. Penyusunan Rencana Anggaran
Badan Usaha (KPDBU) dalam penyediaan infrastruktur? KPDBU (Sumber : APBN APBD
Pinjaman/ Hibah Lainnya)
2. Penganggaran Dana Tahap
Perencanaan KPDBU, sesuai
dengan peraturan perundang-
undangan
3. Identifikasi Penetapan KPDBU,
studi pendahuluan dan konsultasi
public
4. Keputusan Lanjut/Tidak Skema
KPDBU
5. KPDBU Diusulkan Kepada Menteri
PPN dan tembusan Menteri Dalam
Negeri (MDN), Indikasi perlu
tidaknya Dukungan dan/atau
Jaminan Pemerintah Kesesuaian
dengan prioritas Nasional.
Gambar Catatan
Berdasarkan hasil literatur mengenai berbagai risiko dalam proyek infrastruktur dengan skema
KPBU di atas, sepuluh risiko utama yang harus dialokasikan dengan tepat antara lain: (1) risiko
finansial dan ekonomi; (2) risiko desain dan konstruksi; (3) risiko operasional dan
pemeliharaan; (4) risiko politik; (5) risiko force majeure; (6) Risiko hukum dan kebijakan; (7)
risiko pendapatan; (8) risiko lingkungan; (9) risiko kegagalan proyek/kontrak; dan (10) risiko
pengadaan tanah. Dari 10 risiko tersebut, risiko yang dialokasikan kepada pemerintah antara
lain risiko politik, risiko hukum, dan risiko pengadaan tanah. Pihak swasta menanggung risiko
desain dan konstruksi, risiko operasional dan pemeliharaan, dan risiko pendapatan. Risiko yang
harus ditanggung bersama antara pemerintah dan swasta antara lain risiko finansial, risiko
force majeure, risiko lingkungan,dan risiko gagalnya proyek/kontrak.
Alangkah baiknya mencakup hal-hal sebagai berikut:
No Risiko
Risiko finansial dan ekonomi
1
Risiko desain dan konstruksi
2
Risiko operasional dan pemeliharaan
3
4 Risiko politik
5 Risiko force majeure
Risiko hukum dan kebijakan
6
7 Risiko pendapatan
8 Risiko lingkungan
Risiko kegagalan proyek/kontrak
9
Risiko pengadaan tanah/Topografi
10
11 Risiko teknis
Risiko perubahan kondisi pasar
12
13 Risiko inflasi
Risiko dukungan infrastruktur
14
15 Risiko nasionalisasi
Risiko pemerintahan yang tidak stabil
16
Risiko pengambilan keputusan yg salah
17
Risiko perubahan tarif pajak
18
19 Risiko aksi industri
20 Risiko harga produk
Risiko mitra swasta tidak berpengalaman
21
22 Risiko pengembangan
23 Risiko kredit