Anda di halaman 1dari 5

DISKUSI 5 MAPU5303

LORA PATAL TAMA


500628

Judul Diskusi : Kondisi Prasarana Kota dan Pembiayaannya

Meningkatnya fasilitas dan perekonomian Kota akan menimbukan


pertambahan penduduk dengan menimbulkan daya tarik bagi masyarakat untuk
datang kekawasan perkotaan dengan tujuan mencari lapangan pekerjaan.
Hal ini akan menyebabkan :
a. Persebaran sumber-sumber penghidupan yang kurang seimbang, yang akan
berdampak pada perencanaan pembangunan kota.
b. Terjadi urbanisasi yang mana akan berdampak pada lokasi permukiman yang
tidak terencana sehingga akan mengakibatkan daerah permukiman yang kumuh
dengan fasilitas sarana dan prasarana seadanya tanpa terencana.
c. Masyarakat terdorong untuk tidak memikirkan dan tidak mempunyai inisiatif untuk
memperbaiki kualitas lingkungan permukimannya, sementara pemerintah kota
tetap mengangkap bahwa peruntukan lahan (Land Use) kawasan ini tidak akan
dibangun sarana dan prasarana (Abdullah, 1991).
Kebutuhan akan papan bagi masyarakat dikawasan pusat kota sebagai suatu
kebutuhan dasar, sementara pemenuhan sarana dan prasarana pada suatu
lingkungan permukiman seharusnya dapat memenuhi kriteria perencanaan yang
meliputi : Sarana Pendidikan, Sarana kesehatan, sarana perinadatan, pelayanan
umum dan Open space (ruang terbuka) Prasarana Jalan (baik lokal atau lingkungan),
saluran air bersih, Drainase, tempat pembuangan sampah, serta jaringan listrik dan
jaringan telepon.
Peningkatan kualitas lingkungan pada kawasan permukiman padat di kawasan
pusat kota adalah melalui optimalisasi fungsi Sarana dan Prasarana lingkungannya
yang akan berdampat pada aspek ekonomi, dimana semakin dekat suatu kelompok
masyarakat penghuni terhadap sarana dan prasarana (Infra Structure) maka semakin
sering mereka mendatangi sarana dan prasarana tersebut (Roestam, 1992).
Kualitas Lingkungan permukiman akan ditentukan oleh pemenuhan suatu
kebutuhan yang secara otomatis diharapkan akan berdampak peningkatan pada taraf
kehidupan penghuninya serta Menurunnya suatu kualitas lingkungan permukiman
terutama pada daerah bantaran sungai yang terletak dikawasan pusat kota.

1. Kondisi prasarana kota- kota di Indonesia pada umumnya

Penataan pola jaringan prasarana secara umum mengikuti beberapa asas :


a. Perkembangan jaringan tersebut sesuai dengan perkembangan daerah /
wilayah terbangun.
b. Perluasan jaringan prasarana diarahkan untuk melayani kegiatan dan
lingkungan permukiman
c. Peningakatan kualitas jaringan terfokus pada kawasan pusat kota
d. Pengaturan prasarana dalam sistem tata ruang tidak terlepas dari persyaratan
teknis dan kondisi fisik wilayahnya.
Kota merupakan suatu wilayah administrasi yang ditetapkan oleh pemerintah;
kepadatan penduduknya tinggi; sebagian besar wilayah merupakan daerah
terbangun dengan jalur lalu lintas dan transportasi; serta merupakan kegiatan
perekonomian non pertanian (Richardson, 1978). Galion (1986) menyatakan
bahwa kota merupakan konsentrasi manusia dalam suatu wilayah geografis
tertentu dengan mengadakan kegiatan ekonomi. Dickinson dalam Jayadinata
(1992) mengungkapkan bahwa kota adalah suatu permukiman yang bangunan
rumahnya rapat dan penduduknya bernafkah bukan dari hasil pertanian.
Lingkungan permukiman adalah kawasan perumahan dalam berbagai bentuk dan
ukuran dengan penataan tanah dan ruang, prasarana dan sarana lingkungan yang
terstruktur. Prasarana lingkungan adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan yang
memungkinkan lingkungan permukiman dapat berfungsi sebagaimana mestinya.
Permasalahan perumahan saat ini menurut Kirmanto (2005) adalah telah terjadi:
a. Alokasi tanah dan tata ruang yang kurang tepat;
b. Ketimpangan pelayanan infrastruktur, pelayanan perkotaan, dan perumahan;
c. Konflik kepentingan dalam penentuan lokasi perumahan;
d. Masalah lingkungan dan eksploitasi sumberdaya alam; dan
e. Komunitas lokal tersisih, dengan orientasi pembangunan terfokus pada
kelompok masyarakat mampu serta menguntungkan.
Tantangan perkembangan pembangunan perumahan yang akan datang antara
lain:
a. Urbanisasi yang tumbuh cepat merupakan tantangan bagi pemerintah untuk
berupaya agar pertumbuhan lebih merata;
b. Perkembangan tak terkendali di daerah yang memiliki potensi untuk tumbuh;
c. Marjinalisasi sektor lokal oleh sektor nasional dan global; dan d. Kegagalan
implementasi dan kebijakan penentuan lokasi perumahan (Kirmanto, 2005).

Kota-kota di Indonesia pada umumnya berkembang secara laissez-faire, tanpa


dilandasi perencanaan menyeluruh dan terpadu. Kota-kota di Indonesia tidak
betul-betul dipersiapkan atau direncanakan untuk dapat menampung
pertumbuhan penduduk yang besar dalam waktu relatif pendek (Budihardjo
dan Hardjohubodjo, 1993). Yang terpenting adalah, dalam proses
pembangunan sarana prasarana masih banyak pengembang yang tanpa
diawasi secara serius oleh dinas (pemerintah) terkait seperti penghijauan,
amdal, dan keamanan lingkungan sekitar. Dan harapan kita bersama bahwa
dengan adanya kebijakan pemerintah tentang pembangunan kota baru yang
kita sebut IKN harus juga menjadi model percontohan kerjasama yang
kolaboratif dan sinergis antara pihak pemerintah dan swasta serta masyarakat
umum. Yang terpenting adalah bagaimana hari ini kita harus bijak menyikapi
isu lingkungan hidup.

2. Pola pembiayaan atau penganggaran pembangunan prasarana


yang sebaiknya harus dilakukan oleh pemerintah kota
Data Bappenas menyebutkan bahwa kebutuhan investasi infrastruktur
Indonesia tahun 2020-2024 diestimasikan sekitar Rp 6,445 triliun, seperti
tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)
2020-2024. Kapasitas Pemerintah dalam menanggung besarnya pendanaan
itu hanya sepertiganya.
Ditambah BUMN baru mencukupi separuhnya. Karena itu sisanya 42
persen mengoptimalkan peran pihak ketiga melalui berbagai instrumen
termasuk skema Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU).
Berdasarkan Peraturan Presiden No.38 Tahun 2015, KPBU adalah
Kerjasama antara Pemerintah dan Badan Usaha dalam Penyediaan
Infrastruktur untuk kepentingan umum dengan mengacu pada spesifikasi yang
telah ditetapkan sebelumnya oleh Menteri/Kepala Lembaga/Kepala
Daerah/Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah, yang sebagian
atau seluruhnya menggunakan sumber daya Badan Usaha dengan
memperhatikan pembagian risiko diantara para pihak.
Beberapa alasan pokok yang mendorong kemitraan antara Pemerintah
dengan badan usaha dalam pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur
antara lain adalah: Pertama, kemampuan keuangan Pemerintah yang semakin
terbatas. Kedua, kemampuan pembiayaan masyarakat dalam pembangunan
terus meningkat secara berarti, dan pada masa-masa yang akan datang
diperkirakan akan terus meningkat. Ketiga, kemampuan sektor badan usaha
dalam menyerap teknologi dan manajemen modern makin efektif dan efisien
juga meningkat dengan pesat. Keempat, berkembangnya sarana pemupukan
dana di dalam negeri untuk pembiayaan jangka panjang antara lain didorong
oleh berkembangannya pasar modal dan meningkatnya akses sektor badan
usaha terhadap pembiayaan dari luar negeri telah memungkinkan sektor badan
usaha untuk berpartisipasi dalam pembangunan infrastruktur. Kelima,
perkembangan teknologi telah memungkinkan pembangunan infrastruktur
tidak harus dilakukan oleh satu perusahaan saja, melainkan dapat dilakukan
secara terpisah, hal ini memungkinkan diciptakannya iklim persaingan yang
sehat dan kompetitif. Keenam, pelajaran yang berharga dari negara-negara
lain yang sudah maju, di mana terjadi pengurangan hak monopoli perusahaan
negara dan dilakukan penanganan oleh badan usaha ternyata menghasilkan
tingkat efisiensi yang makin tinggi. Ketujuh, adanya kelembagaan
internasional, untuk kerjasama di bidang infrastruktur
Tujuan KPBU ini untuk: a. Mencukupi kebutuhan pendanaan secara
berkelanjutan dalam Penyediaan Infrastruktur melalui pengerahan dana
swasta; b. Mewujudkan Penyediaan Infrastruktur yang berkualitas, efektif,
efisien, tepat sasaran, dan tepat waktu; c. Menciptakan iklim investasi yang
mendorong keikutsertaan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur
berdasarkan prinsip usaha secara sehat; d. Mendorong digunakannya prinsip
pengguna membayar pelayanan yang diterima, atau dalam hal tertentu
mempertimbangkan kemampuan membayar pengguna; dan/atau e.
Memberikan kepastian pengembalian investasi Badan Usaha dalam
Penyediaan Infrastruktur melalui mekanisme pembayaran secara berkala oleh
pemerintah kepada Badan Usaha.

Referensi:

https://media.neliti.com/media/publications/157711-ID-analisis-ketersediaan-sarana-
dan-prasara.pdf

https://elibrary.unikom.ac.id/id/eprint/1942/8/UNIKOM_MUHAMMAD%20FARIHAN%
20SYAHID_BAB%20II.pdf

https://bpiw.pu.go.id/uploads/publication/attachment/Buletin%20BPIW%20SINERGI
%20Edisi%2047%20-%20Juli-Agustus%202020.pdf

Anda mungkin juga menyukai