Anda di halaman 1dari 280

01.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pembangunan infrastruktur merupakan salah satu pilihan strategis dalam rangka
mempercepat pertumbuhan dan pemerataan ekonomi Indonesia. Perhatian pemerintah
di bidang infrastruktur pada beberapa tahun terakhir telah berkontribusi pada peningkatan
kualitas infrastruktur di Indonesia. Namun demikian, daya saing infrastruktur Indonesia
masih perlu terus ditingkatkan.
The Global Competitiveness Report tahun 2018 menempatkan posisi daya saing
infrastruktur di posisi 71, masih tertinggal jika dibandingkan negara ASEAN lainnya,
seperti Singapura, Malaysia, dan Thailand.
Beberapa hal yang masih memerlukan percepatan antara lain pembangunan infrastruktur
penggerak ekonomi, pemerataan pelayanan dasar di seluruh Indonesia, dan
pembangunan infrastruktur untuk menopang perkembangan berbagai kota seiring
dengan urbanisasi di Indonesia. Untuk itu pada periode 2020-2024, pembangunan
infrastruktur akan diprioritaskan pada tiga fokus utama, yaitu Infrastruktur untuk
Pemerataan Pembangunan, Infrastruktur untuk Pembangunan Ekonomi, dan
Infrastruktur untuk Pembangunan Perkotaan.
Sesuai arahan RPJPN 2005-2025, sasaran pembangunan jangka menengah 2020-2024
adalah mewujudkan masyarakat Indonesia yang mandiri, maju, adil, dan makmur melalui
percepatan pembangunan di berbagai bidang dengan menekankan terbangunnya
struktur perekonomian yang kokoh berlandaskan keunggulan kompetitif di berbagai
wilayah yang didukung oleh sumber daya manusia yang berkualitas dan berdaya saing.
Dalam pelaksanaannya, Pemerintah telah menyusun 41 (empat puluh satu) seperti
tertuang dalam Lampiran II Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 18 Tahun
2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun
2020-2024 Proyek Prioritas Strategis (Major Project) Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional Tahun 2020-2024 disebutkan dalam angka 33 bahwa salah satu dari
41 (empat puluh satu) major project yang telah ditargetkan dalam RPJMN 2020-2024
adalah pembangunan “Rumah Susun Perkotaan (1 juta)”.

Tabel 1.1
Daftar Proyek Prioritas Strategis (Major Project)

INDIKASI PENDANAAN
MAJOR PROJECT MANFAAT PROYEK PELAKSANA
(Rp Triliun)

Rumah Susun  Meningkatnya akses Total: 397,9  Kementerian


Perkotaan (1 Juta) masyarakat terhadap  APBN: 18,0 PUPR;
perumahan layak dan  APBD: 109,2  Pemerintah
aman yang terjangkau  BUMN: 28,0  Daerah;
untuk sejuta rumah  Swasta: 237,5  BUMN;
1
tangga perkotaan dan  Masyarakat: 5,0  Swasta; dan
menangani permukiman  Masyarakat
kumuh
 Terbentuknya sistem
perumahan publik yang
profesional di
metropolitan (lintas
kab/kota)
Sumber: Lampiran II RPJMN 2020-2024

Dijelaskan dalam Rancangan Teknokratik Rencana Pembangunan Jangka Menengah


Nasional 2020-2024 menjelaskan hal-hal sebagai berikut:
1. Keterbatasan akses perumahan dan permukiman yang layak, aman, dan terjangkau.
Perumahan dan pemukiman merupakan kebutuhan dasar manusia yang dijamin
dalam Pasal 28 (h) Undang-Undang Dasar 1945, namun dukungan Pemerintah,
Pemerintah Daerah dan dunia usaha untuk pemenuhan kebutuhan tersebut masih
terbatas terutama dalam penyediaan akses masyarakat terhadap hunian layak dan
terjangkau.
Meskipun tingkat kepemilikan rumah berada pada kisaran 80 persen dalam
dasawarsa terakhir, namun masih terdapat 45,9 persen rumah tangga pada tahun
2018 yang menempati hunian tidak layak dan permukiman kumuh berdasarkan 4
(empat) aspek minimal kelayakan hunian yang meliputi ketahanan bangunan, luas
lantai per kapita serta akses terhadap air minum dan sanitasi layak.
Pada sisi permintaan, akses masyarakat terhadap pembiayaan perumahan masih
perlu ditingkatkan terutama untuk menjangkau masyarakat berpenghasilan rendah.
Terbatasnya akses terhadap pembiayaan perumahan diindikasikan dengan rasio
Kredit Pemilikan Rumah terhadap PDB Indonesia masih di bawah 3 persen (2017)
dan cukup tertinggal dibandingkan Malaysia yang sudah mencapai 38,4 persen.
Selain itu, fasilitas pembiayaan tersebut belum dapat diakses secara luas oleh
masyarakat berpenghasilan tidak tetap dan bagi masyarakat yang membangun
rumah secara swadaya. Salah satu tantangan dalam perluasan akses tersebut
adalah belum mapannya pasar pembiayaan primer dan sekunder perumahan
termasuk masih terjadinya maturity mismatch sumber pembiayaan.
Kebijakan pemerintah dalam pemberian kemudahan dan bantuan, belum berjalan
optimal dan berkelanjutan karena sangat tergantung pada ketersediaan anggaran
pemerintah. Pada sisi lain, jumlah bantuan yang diberikan belum proporsional
dengan besar pendapatan penerima yang beragam.
Pada sisi pasokan, lokasi rumah yang terjangkau bagi masyarakat berpenghasilan
menengah ke bawah cenderung tersebar serta menjauh dari pusat kota, sehingga
menyebabkan tumbuhnya wilayah perkotaan yang tidak terstruktur (urban sprawl).
Kondisi tersebut disebabkan oleh manajemen lahan untuk perumahan yang belum

2
efektif serta belum terintegrasi perumahan dengan sistem transportasi publik dan
infrastruktur dasar permukiman.
Di samping itu, pembinaan dan pengawasan di bidang perumahan dan kawasan
permukiman perlu ditingkatkan untuk menjamin keandalan dan tertib bangunan
dalam rangka mengurangi risiko bencana, serta mencegah tumbuhnya permukiman
kumuh.
Penyediaan Akses Perumahan dan Permukiman Layak, Aman, dan Terjangkau di
Perkotaan, pesatnya pertumbuhan penduduk akibat pertumbuhan alami dan
urbanisasi menyebabkan peningkatan kebutuhan hunian di perkotaan. Namun,
belum optimalnya sistem penyediaan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan
menengah ke bawah telah menyebabkan berkembangnya perumahan dan
permukiman yang tidak layak, tidak teratur, bahkan ilegal.
Saat ini terdapat sekitar 40,39 persen rumah tangga di perkotaan yang menempati
hunian tidak layak, dimana sebagian diantaranya menempati permukiman kumuh
atau ilegal. Untuk menangani permukiman kumuh di perkotaan dibutuhkan upaya
pemugaran, peremajaan, dan permukiman kembali. Pada daerah tertentu,
dibutuhkan konsolidasi tanah vertikal dalam rangka menangani permukiman kumuh
sekaligus menyediakan pasokan rumah baru di perkotaan dan terintegrasi dengan
sistem transportasi publik.
2. Rendahnya kapasitas daerah, pengelola dan lembaga penyelenggara untuk
pengembangan layanan dasar permukiman.
Minimnya alokasi APBD diperkirakan dapat mempengaruhi operasional layanan,
serta berkontribusi terhadap pencapaian akses masyarakat terhadap layanan dasar.
Alokasi anggaran untuk program perumahan dan permukiman masih sangat sedikit.
Laporan Urban Sanitation Development Program tahun 2017 menemukan bahwa di
setengah dari 49 (empat puluh sembilan) kabupaten/kota yang ada di 9 (Sembilan)
provinsi hanya kurang dari dua persen (2%) dari total APBD yang dialokasikan untuk
pengembangan sektor sanitasi.
Alokasi APBD kabupaten/kota rata-rata untuk air minum hanya sebesar Rp. 7 Milyar,
sementara itu DAK sebagai skema pendanaan alternatif belum mampu dioptimalkan.
Keterbatasan kapasitas juga terjadi dari sisi perencanaan dan kelembagaan.
Penanganan perumahan masih diartikan sebatas pada peningkatan kualitas rumah
dalam bentuk bedah rumah, padahal fasilitasi penyediaan perumahan juga
mencakup perbaikan delivery system dari sisi supply dan demand, dimulai dari
pengadaan tanah, perizinan, pembangunan, hingga meningkatkan akses
masyarakat terhadap fasilitas pembiayaan. Dari sisi kelembagaan, rendahnya
kapasitas penyelenggara dan kelembagaan sistem terlihat dari belum optimalnya

3
kinerja penyelenggara layanan dasar. Permasalahan fungsi regulator dan operator
layanan dasar juga masih terjadi di daerah.
3. Implementasi kebijakan pemerintah terkait penyediaan layanan dasar permukiman
belum optimal dengan masih rendahnya akses masyarakat terhadap layanan dasar.
Hal tersebut salah satunya disebabkan belum terintegrasinya perencanaan baik
antara masing-masing rencana sektoral, antara rencana sektoral dengan rencana
pembangunan daerah dan rencana tata ruang. Sinkronisasi perencanaan dan
implementasi turut dipersulit oleh banyaknya dokumen perencanaan yang
dikeluarkan oleh berbagai instansi, baik di tingkat nasional, provinsi, maupun
kabupaten/kota, dan belum terdapat referensi dokumen perencanaan sektoral
tunggal.
Sebagai contoh, bidang perumahan dan permukiman, terdapat Rencana
Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan Kawasan Permukiman
(RP3KP), Rencana Pencegahan dan Peningkatan Kualitas Permukiman Kumuh
Perkotaan (RP2KP-KP), dan Rencana Kawasan Permukiman (RKP). Dokumen
perencanaan yang telah disusun perlu disinergikan baik secara program, kegiatan,
dan pendanaannya dengan melibatkan sektor dan pemangku kepentingan terkait
(pemerintah pusat, daerah, swasta, dan masyarakat).
4. Penyediaan Akses Perumahan dan Permukiman Layak, Aman, dan Terjangkau di
Perkotaan
Pesatnya pertumbuhan penduduk di perkotaan akibat pertumbuhan secara alami
dan urbanisasi menyebabkan peningkatan kebutuhan hunian di perkotaan. Namun,
belum optimalnya manajemen efisiensi lahan perumahan di perkotaan menyebabkan
berkembangnya perumahan dan permukiman yang tidak layak, tidak teratur, bahkan
ilegal. Selain itu, kebutuhan masyarakat berpenghasilan rendah untuk tinggal di
dekat tempat bekerja menyebabkan masyarakat tinggal di hunian tidak layak yaitu:
sebesar 57,70 persen, dimana sebagian diantaranya menempati permukiman kumuh
atau ilegal. Pada daerah tertentu, dibutuhkan upaya peremajaan kawasan,
pengembangan kawasan hunian vertikal berdensitas tinggi yang didukung dengan
infrastruktur dasar dan ruang terbuka hijau yang memadai, serta pengembangan
perumahan dan permukiman yang terintegrasi dengan sistem transportasi publik
Berdasarkan kondisi tersebut, maka yang menjadi sasaran pembangunan
infrastruktur sebagai pendukung bagi pengembangan ekonomi dan pelayanan dasar
dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024 akan
jelaskan melalui tabel 1.2 berikut.

4
Tabel 1.2
Rencana Pengembangan Infrastruktur dalam RPJMN 2020-2024

PRIORITAS
KERANGKA SASARAN INDIKATOR
NASIONAL
Prioritas Nasional 5: Memperkuat Infrastruktur Untuk Mendukung Pengembangan
Ekonomi dan Pelayanan Dasar
Terpenuhinya Persentase rumah tangga yang
perumahan dan menempati perumahan dan
permukiman layak, permukiman yang layak, aman,
aman, dan terjangkau dan terjangkau
untuk rumah tangga
Program Prioritas 1 Infrastruktur Pelayanan Dasar
Meningkatnya akses Persentase rumah tangga yang
masyarakat terhadap menempati
perumahan dan hunian dengan kecukupan luas
permukiman layak, lantai per kapita (%)
aman dan terjangkau
Persentase rumah tangga yang
menempati hunian dengan
ketahanan bangunan (atap,
lantai, dinding) (%)
Persentase rumah tangga yang
memiliki sertifikat hak atas
tanah (%)
Persentase rumah tangga yang
menempati hunian dengan
akses sanitasi layak dan aman
(air limbah) (%)
Persentase penduduk yang
masih mempraktekkan buang
air besar sembarangan di
tempat terbuka (%)
Persentase rumah tangga yang
menempati hunian dengan
akses sampah yang terkelola
dengan baik (%)
Persentase rumah tangga yang
menempati hunian dengan
akses air minum layak (%)
Persentase rumah tangga yang
menempati hunian dengan
akses air minum aman (%)
Kegiatan Meningkatnya akses Jumlah hunian baru layak yang Fasilitasi
Prioritas 1 masyarakat terhadap terbangun melalui peran Penyediaan
Penyediaan perumahan yang pemerintah (unit) Hunian Baru
akses layak, aman, dan Layak
perumahan terjangkau
dan
permukiman
layak, aman
dan terjangkau
Jumlah peningkatan kualitas Fasilitasi
hunian melalui peran Pembiayaan
pemerintah (unit) Perumahan
Jumlah hunian yang terbangun Fasilitasi
melalui peran masyarakat dan Peningkatan
dunia usaha (unit) Kualitas
Rumah
Jumlah rumah tangga yang Penyediaan
menerima fasilitas pembiayaan Infrastruktur
perumahan (rumah tangga) Dasar
Permukiman
Jumlah kabupaten/ kota yang Fasilitasi
mengembangkan iklim kondusif Peningkatan
perumahan melalui reformasi Standar
Keandalan

5
PRIORITAS
KERANGKA SASARAN INDIKATOR
NASIONAL
perizinan dan administrasi Bangunan dan
pertanahan (kabupaten/ kota) Keamanan
Bermukim
Jumlah kabupaten/ kota yang Penyediaan
mengimplementasikan 100.000
pemenuhan standar eandalan Unit Hunian
bangunan (kabupaten/ kota) Layak
(Major Project)
Program Prioritas 3 Infrastruktur Untuk Mendukung Perkotaan
Kegiatan Meningkatnya akses Jumlah hunian vertikal layak Fasilitasi
Prioritas 6 masyarakat terhadap yang terbangun untuk Penyediaan
Penyediaan perumahan dan masyarakat berpenghasilan Perumahan di
Akses permukiman rendah di perkotaan (unit) Perkotaan
Perumahan yang layak, aman dan
dan terjangkau di
Permukiman perkotaan
Layak, Aman
dan
Terjangkau di
Perkotaan
Sumber: Kerangka Teknokratis RPJMN 2020-2024

Sedangkan arah kebijakan dan strategi pembangunan infrastruktur untuk


mendukung pengembangan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional 2020-2024, yaitu:
1. Infrastruktur Pelayanan Dasar
a. Penyediaan Akses Perumahan dan Permukiman Layak, Aman dan
Terjangkau
Arah kebijakan dalam pembangunan perumahan dan permukiman adalah
meningkatkan akses masyarakat secara bertahap terhadap perumahan dan
permukiman layak, aman dan terjangkau untuk mewujudkan kota tanpa
permukiman kumuh, yaitu melalui tiga pendekatan utama, yakni:
pendekatan dari sisi permintaan (demand side), dari sisi pasokan (supply
side), dan lingkungan yang memungkinkan (enabling environment).
1) Pendekatan dari sisi permintaan (demand side)
a) Pemantapan sistem pembiayaan primer dan sekunder perumahan
dalam rangka mewujudkan pembiayaan perumahan yang efisien,
termasuk optimalisasi permanfaatan sumber pembiayaan jangka
panjang seperti dana jaminan sosial/pensiun serta pengembangan
operasionalisasi Badan Tabungan Perumahan Rakyat (BP
Tapera);
b) Reformasi subsidi perumahan yang lebih efisien dan berkelanjutan
melalui skema subsidi yang progresif termasuk phasing out skema
subsidi yang tidak tepat sasaran dan membebani keuangan negara
dalam jangka panjang; dan

6
c) Perluasan fasilitas pembiayaan perumahan terutama bagi
masyarakat berpenghasilan tidak tetap dan/atau membangun/
memperbaiki rumah secara swadaya.
2) Pendekatan dari sisi pasokan (supply side)
a) Pengembangan sistem penyediaan perumahan yang serasi
dengan tata ruang dan terpadu dengan layanan infrastruktur dasar
permukiman, termasuk sistem transportasi publik;
b) Pengembangan sistem perumahan publik di perkotaan, termasuk
kawasan industri;
c) Peningkatan efisiensi lahan untuk penyediaan perumahan melalui
inclusive urban renewal dan konsolidasi tanah dalam rangka
mewujudkan kota tanpa permukiman kumuh;
d) Pemanfaatan tanah milik negara/BUMN untuk mendukung
penyediaan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan
menengah ke bawah; dan
e) Pengembangan peran BUMN/BUMD dalam penyediaan
perumahan.
3) Pendekatan dari sisi enabling environment
a) Penguatan implementasi standar keandalan dan tertib bangunan;
b) Penguatan implementasi kemudahan perizinan dan administrasi
pertanahan untuk perumahan;
c) Peningkatan kapasitas pemerintah/pemerintah daerah,
masyarakat dan dunia usaha;
d) Peningkatan kolaborasi dan kemitraan pemerintah, pemerintah
daerah, masyarakat dan dunia usaha;
e) Pengembangan sistem insentif dan disinsentif dalam penyediaan
perumahan; dan
f) Pengembangan bantuan perumahan bagi kelompok 40%
penghasilan terbawah.
2. Infrastruktur Perkotaan
Dilaksanakan melalui arah kebijakan dan strategi dalam rangka pemenuhan
penyediaan perumahan dan permukiman layak, aman dan terjangkau di
perkotaan adalah mengembangkan sistem perumahan publik melalui
penyediaan rumah susun sederhana sewa dan rumah susun sederhana milik
yang terintegrasi dengan sistem transportasi publik, dengan pendekatan
membentuk badan perumahan publik perkotaan di metropolitan terkait dengan
penyediaan tanah, pengelolaan aset, dan peremajaan kawasan termasuk
pengembangan kota baru (new town).

7
Berdasarkan pada hal-hal tersebut diatas, maka sesuai RPJMN 2020-2024
maka sebagai Proyek prioritas untuk mendukung Penyediaan Akses Perumahan
dan Permukiman Layak, Aman, dan Terjangkau meliputi:
a. Peningkatan Fasilitasi Penyediaan Hunian Baru;
b. Peningkatan Fasilitasi Pembiayaan Perumahan;
c. Pengembangan Fasilitasi Peningkatan Kualitas Rumah;
d. Penyediaan Prasarana, Sarana dan Utilitas Perumahan dan Permukiman;
e. Fasilitasi Peningkatan Standar Keandalan Bangunan dan Keamanan
Bermukim (PBG dan SLF);
f. Penyediaan 1 juta Rumah Susun Perkotaan (Major Project); dan
g. Fasilitasi Penanganan Permukiman Kumuh.
Namun, karena keterbatasan anggaran negara, belum optimalnya kinerja
pemangku kepentingan, belum optimalnya hasil (output dan outcome) yang
dicapai, dan masih besarnya selisih/kesenjangan penyediaan rumah untuk
MBR, pekerja informal, dan masyarakat miskin maka pemerintah berupaya
mencari sumber pendanaan lain yaitu melalui Proyek NAHP.
NAHP bermaksud untuk membantu MBR agar dapat memiliki rumah dan
meningkatkan kualitas hunian yang mereka miliki melalui pengembangan
skema pembiayaan perumahan, penguatan sistem pelaksanaan program
perumahan swadaya, dan mendorong pengembangan program dan kebijakan
perumahan layak huni dan terjangkau di Indonesia.
Manfaat NAHP selain membantu MBR dalam memiliki rumah, juga membantu
Pemerintah dan pihak terkait untuk menyelesaikan permasalahan utama
penyelenggaraan perumahan di Indonesia.

1.2. Manfaat Pedoman


Proyek NAHP berlaku nasional dan melibatkan berbagai unsur dan pihak dengan para
pelaku yang berbeda, baik dari kedudukan dan pengetahuan sehingga memerlukan
pedoman yang mengatur pelaksanaannya.
Capaian yang diharapkan dengan adanya pedoman ini meliputi hal-hal sebagai berikut:
1. Ada kesamaan pandang antara pelaku NAHP di berbagai tataran mengenai apa
yang harus dilakukan, apa yang tidak boleh dilakukan, dan apa yang harus dicapai
oleh program.
2. Ada standar baku mutu untuk pencapaian hasil kerja NAHP di berbagai level
pemerintahan sehingga memudahkan proses evaluasi untuk menentukan apakah
program berhasil atau tidak.
3. Memudahkan replikasi atau adopsi terkait implementasi program oleh para pelaku
progam maupun pihak di luar program.

8
1.3. Pengguna Pedoman
Secara umum Pedoman Umum ini diperuntukkan bagi para penyelenggara NAHP di
semua level pemerintahan serta pihak yang terkait. Secara rinci pengguna pedoman
dan manfaat masing-masing dapat dilihat pada Tabel 1.3 berikut ini.

Tabel 01.3
Pengguna dan Manfaat Buku Pedoman

PENGGUNA MANFAAT
Pemerintah Pusat  Panduan penyelenggaraan dan pengelolaan program
 Menciptakan keharmonisan antar komponen program dan
rencana kerja internal
 Acuan untuk pengembangan dan duplikasi program
Project Implementation Unit (PIU)  Panduan penyelenggaraan dan pengelolaan program
NAHP  Merencanakan pelaksanaan program
 Mengendalikan program termasuk penilaian kinerja pelaksanaan
program
 Acuan untuk melakukan perbaikan dan/atau perubahan Buku
Pedoman
Pemerintah Provinsi  Panduan penyelenggaraan dan pengelolaan program
 Menciptakan keharmonisan antar komponen program dan
rencana kerja internal
 Membangun jaringan kerjasama di tingkat pelaksanaan
 Acuan untuk replikasi dan adopsi program
Pemerintah Kabupaten  Panduan penyelenggaraan dan pengelolaan program
 Menciptakan keharmonisan antar komponen program dan
rencana kerja internal
 Membangun jaringan kerjasama di tingkat pelaksanaan
 Acuan untuk replikasi dan adopsi program
 Bank Pelaksana BP2BT  Panduan penyelenggaraan dan pengelolaan kegiatan NAHP
 Bank Penyalur/Pos Penyalur  Panduan dalam menyusun rencana kerja penyaluran dana
BSPS bantuan kegiatan NAHP
 Pelaku Pembangunan  Panduan penyelenggaraan dan pengelolaan kegiatan NAHP
 Panduan dalam menyusun rencana kerja pelaksanaan kegiatan
pembangunan
 Konsultan Komponen 1  Panduan kerja pengendalian mutu pelaksanaan program
 Konsultan Komponen 2  Panduan dalam menyusun strategi dan rencana kerja
 Konsultan Pelaksana Komponen pelaksanaan program
3  Panduan dalam memantau dan mengevaluasi kemajuan
program
 Acuan untuk melakukan perbaikan dan/atau rekomendasi
perbaikan program
 Konsultan Individu BSPS/Tingkat  Panduan kerja pengendalian mutu pelaksanaan program wilayah
Provinsi kerja di tingkat provinsi
 Tenaga Pendukung Penyaluran  Panduan dalam menyusun strategi dan rencana kerja
(TPP) BP2BT/Tingkat Provinsi pelaksanaan program wilayah kerja di tingkat provinsi
 Panduan dalam memantau dan mengevaluasi kemajuan
program wilayah kerja di tingkat provinsi
 Acuan untuk melakukan perbaikan dan/atau rekomendasi
perbaikan program wilayah kerja di tingkat provinsi
 Koordinator Fasilitator  Panduan kerja pengendalian mutu pelaksanaan program wilayah
(Korkab/Korkot) BSPS kerja di tingkat kabupaten
 Tenaga Pendukung Penyaluran  Panduan dalam menyusun strategi dan rencana kerja
(TPP) BP2BT/Tingkat Kabupaten pelaksanaan program wilayah kerja di tingkat kabupaten
 Panduan dalam memantau dan mengevaluasi kemajuan
program wilayah kerja di tingkat kabupaten
 Acuan untuk melakukan perbaikan dan/atau rekomendasi
perbaikan program wilayah kerja di tingkat kabupaten
Tenaga Fasilitator Lapangan  Panduan kerja pengendalian mutu pelaksanaan program wilayah
kerja dampingannnya
 Menyusun strategi dan rencana kerja pelaksanaan program
Panduan dalam menyusun wilayah kerja dampingannnya
9
PENGGUNA MANFAAT
 Panduan dalam memantau dan mengevaluasi kemajuan
program wilayah kerja dampingannnya
 Acuan untuk melakukan perbaikan dan/atau rekomendasi
perbaikan program wilayah kerja dampingannnya
Pemerintah Desa/Kelurahan  Panduan penyelenggaraan dan pengelolaan program
 Menciptakan keharmonisan antar komponen program dan
rencana kerja internal
 Kelompok Penerima Bantuan  Panduan penyelenggaraan dan pengelolaan program
(KPB)/ Masyarakat Penerima  Panduan dalam menyusun rencana kerja yang terintegrasi
Manfaat BSPS dengan komponen NAHP
 Penerimas Manfaat program
BP2BT

1.4. Sistematika Pedoman


NAHP memiliki 3 (tiga) seri Buku Pedoman, yaitu:

1. Seri 0 berisi Pedoman Umum keseluruhan program NAHP, yaitu buku ini;
2. Seri I berisi Pedoman Pelaksanaan Komponen Bantuan Pembiayaan
Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT); dan
3. Seri II berisi Pedoman Pelaksanaan Komponen Bantuan Stimulan Perumahan
Swadaya (BSPS).
Ketiga pedoman tersebut bersifat umum dan menjelaskan ketentuan serta garis besar
dari tata cara pelaksanaan dan pengelolaan program.

1.5. Review dan Perubahan Pedoman


Peninjauan ulang dokumen dapat dilakukan terhadap isu krusial yang berdampak
terhadap pelaksanaan dan penyelenggaraan program. Pembaruan terhadap isi buku
pedoman ini dapat dilakukan sebagai tindak lanjut jika diperlukan. Perubahan atau
penambahan KAK dan/atau rencana pengadaan tidak mengharuskan perubahan isi Buku
Panduan.

10
02. GAMBARAN UMUM PROGRAM

2.1. Program Penyediaan Rumah Terjangkau (National Affordable Housing Program -


NAHP)
Pada periode kedua pemerintahan Presiden Joko Widodo, penyelenggaraan perumahan
berada di bawah payung “Program Sejuta Rumah” atau Program Penyediaan Rumah
Terjangkau yang dikoordinasikan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat masih menjadi agenda prioritas dalam RPJMN 2020-2024.
RPJMN 2020-2024 merupakan tahapan penting dari RPJPN 2005-2025 karena akan
mempengaruhi pencapaian target pembangunan dalam RPJPN.
Pada saat itu, pendapatan per kapita Indonesia diperkirakan sudah masuk ke dalam
kelompok negara-negara berpenghasilan menengah atas (upper-middle income
countries) yang memiliki infrastruktur, kualitas sumber daya manusia, layanan publik,
serta kesejahteraan rakyat yang lebih baik.
Sesuai arahan RPJPN 2005-2025, sasaran pembangunan jangka menengah 2020-2024
adalah mewujudkan masyarakat Indonesia yang mandiri, maju, adil, dan makmur melalui
percepatan pembangunan di berbagai bidang dengan menekankan terbangunnya
struktur perekonomian yang kokoh berlandaskan keunggulan kompetitif di berbagai
wilayah yang didukung oleh sumber daya manusia yang berkualitas dan berdaya saing.
RPJMN 2020-2024 telah mengarusutamakan Sustainable Development Goals (SDGs).
Target-target dari 18 (delapan belas) Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs)
beserta indikatornya telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam 7 (tujuh) agenda
pembangunan Indonesia ke depan.
Hal ini tercermin dalam Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2021 sebagaimana tertuang
dalam Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2020 tentang Rencana Kerja Pemerintah
tahun 2021 yang menjelaskan tentang sasaran, indikator, dan target program seperti
dijelaskan pada tabel dibawah ini.

Tabel 2.1
Sasaran, Indikator, dan Target Program Prioritas Dari Prioritas Nasional 5
Memperkuat Infrastruktur Guna Mendukung Pengembangan Ekonomi dan
Pelayanan Dasar

2019 TARGET
NO. INDIKATOR/SASARAN 2020 2021 2024
(baseline)
Program Prioritas 1: Infrastruktur Pelayanan Dasar
Meningkatnya akses masyarakat terhadap perumahan dan permukiman layak, aman dan terjangkau
1 Rasio KPR terhadap PDB (%) 2,90 (2018) 3,05 3,10 4,00
2 Persentase rumah tangga yang 92,25 92,46 92,67 93,31
menempati hunian dengan kecukupan
luas lantai per kapita (%)
3 Persentase rumah tangga yang 81,11 81,55 81,99 83,33
menempati hunian dengan ketahanan

13
bangunan (atap, lantai,
dinding) (%)
4 Persentase rumah tangga yang memiliki 46,42 47,02 47,62 49,42
sertifikat hak atas tanah untuk
perumahan
Sumber: Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2020 tentang Rencana Kerja Pemerintah Tahun
2021

Mengingat keterbatasan sumber daya pemerintah dalam pencapaian tujuan ini, maka
Pemerintah melalui NAHP hadir untuk mempercepat pencapaian target Program Sejuta
Rumah melalui dukungan dana dalam bentuk pinjaman untuk memperluas penerima
manfaat dan dukungan teknis reformasi program dan kebijakan sektor perumahan untuk
menjaga keberlanjutan penyelenggaraan perumahan bagi MBR di masa mendatang.
Demikian maka dapat disimpulkan tujuan NAHP adalah untuk meningkatkan akses MBR
dalam menghuni rumah yang layak.
NAHP dilaksanakan di seluruh wilayah Indonesia dengan target penerima bantuan
adalah MBR melalui bantuan pembiayaan rumah pertama di bawah Komponen 1:
BP2BT, peningkatan kualitas rumah swadaya di bawah Komponen: 2 BSPS, serta
dukungan teknis terhadap program dan kebijakan perumahan di bawah Komponen: 3.
Ketiga komponen NAHP tersebut dibagi menjadi 3 (tiga) komponen program yaitu:
1. BP2BT yang menyasar rumah tangga berpenghasilan menengah ke bawah yang
tidak mampu membeli rumah tanpa subsidi, baik yang bekerja pada sektor formal
maupun informal.
Capaian Kinerja Kegiatan BP2BT hingga tahun 2021, dengan hasil realisasi yaitu:
a. Terbantunya 18.950 unit/rumah tangga sasaran untuk memiliki rumah melalui
Program BP2BT. Realisasi penyaluran BP2BT kepada pemohon hingga tahun
akhir Bulan Juli 2021 baru mencapai 108 Pemohon dari 18.950 Pemohon yang
ditargetkan.
b. Jumlah lembaga pemberi pinjaman yang berpartisipasi dengan jumlah pinjaman
> 5% total BP2BT dalam satu tahun. Capaian pengukuran kinerja pada indikator
ini adalah pada akhir Bulan Juli 2021 baru 4 bank dari target 7 bank.
c. Rencana Anggaran sesuai DIPA Tahun Anggaran 2021 sebesar 40.000.000.000.
d. Persentase penerima bantuan yang merasa puas dan sangat puas dengan
program BP2BT. Hasil dari pengukuran tingkat kepuasan penerima manfaat
melalui survei penerima manfaat ini.
e. Dikembangkan dan beroperasinya sistem Informasi dan teknologi BP2BT.
Pengembangan dan operasionalisasi sistem IT BP2BT untuk verifikasi.
2. BSPS yang menyasar 40% rumah tangga berpenghasilan paling rendah yang
membutuhkan subsidi untuk perbaikan rumah yang ia miliki dan dukungan teknis
bagi pemerintah untuk pengembangan kebijakan rumah swadaya di kemudian hari.

14
Capaian kinerja kegiatan BSPS berdasarkan indikator capaian sampai dengan tahun
2021, adalah:
a. Terbantunya rumah tangga sasaran untuk meningkatkan kualitas atau
membangun baru rumahnya melalui program BSPS. Berdasarkan AWP Tahun
Anggaran 2021 telah direncanakan alokasi bantuan sebesar Rp 24.600.000.000
yang diperuntukkan bagi 1.230 unit rumah tangga penerima manfaat.
b. Jumlah persentase peningkatan jumlah pelaksanaan BSPS di daerah perkotaan,
dimana dilakukan perhitungan berapa persentase jumlah penerima bantuan
yang berlokasi di kawasan perkotaan terhadap total alokasi.
c. Persentase jumlah keluhan yang terekam dan ditangani sesuai mekanisme
standar (dielaborasi berdasarkan jenis kelamin). Hasil analisis umpan balik yang
menunjukkan persentase pengaduan yang diproses sesuai prosedur standar.
d. Persentase penerima bantuan yang merasa puas dan sangat puas dengan
program BSPS.
e. Pengembangan dan beroperasinya sistem Informasi dan Teknologi BSPS, untuk
memantau dan mengevaluasi BSPS. Pada tahun 2021 sistem ini telah
dikembangkan dan beroperasi.
3. Bantuan Teknis Reformasi Kebijakan Perumahan untuk Pemerintah guna
memperkuat fondasi dan struktur penyelenggaraan perumahan di Indonesia
terutama di tahun-tahun mendatang.
Ada 5 (lima) indikator pada PDO untuk pengukuran kinerja kegiatan yang termasuk
dalam lingkup Kategori 3: Dukungan teknis untuk pembaharuan kebijakan
perumahan, yang merupakan paket kegiatan konsultan. Paket kegiatan konsultan
tersebut adalah:
a. Sistem Informasi Perumahan dan Real Estat (Housing and Real Estate
Information System - HREIS);
b. Peningkatan Kapasitas Pemerintah Daerah (Local Government Capacity
Building - LGCB);
c. Kegiatan Kemitraan antara pemerintah dengan badan usaha untuk Perumahan
Terjangkau (Private Public Partnership Affordable Housing Framework and
KPBU);
d. Pengembangan kebijakan perumahan rakyat dan penguatan peran Perumnas
(Affordable Supply - Side Housing Provisioning Study); dan
e. Rekomendasi Kebijakan Perumahan dalam Penyusunan Grand Desain
Perumahan 2020-2045 (Housing Policy Recommendation in Preparation for
Housing Grand Design 2020-2045)

15
PDO pengukuran kinerja kegiatan diukur dengan capaian dan analisa terhadap kinerja
kegiatan dukungan teknis untuk pembaharuan kebijakan perumahan adalah sebagai
berikut:
a. Indikator ke-1, yaitu dikembangkan dan beroperasinya HREIS, pengembangan
sistem informasi tunggal perumahan yang mengakomodasi data berbagai sumber.
b. Indikator ke-2, yaitu dikembangkannya model, sistem, dan perangkat KPS dan
pembiayaan untuk memperluas di luar program subsidi KPR yang dipimpin
Pemerintah Indonesia saat ini. dan untuk mendorong penyediaan perumahan
terjangkau yang berlokasi baik, dibangun dengan baik, memadai, aman,
berkelanjutan, dan inklusif di daerah perkotaan yang memenuhi tujuan SDG’s
dengan memaksimalkan pembiayaan swasta untuk pembangunan.
c. Indikator ke-3, yaitu dikembangkannya peta jalan program dan kebijakan
perumahan rakyat, pengembangan 25 tahun rencana aksi dan rencana strategis
kebijakan perumahan rakyat dan strategi pelaksanaanya di mana kegiatan masih
dalam tahap lelang.
d. Indikator ke-4, yaitu dikembangkannya rencana bisnis Perum Perumnas sebagai
pengelola rumah rakyat, pengembangan rencana bisnis Perum Perumnas yang
menyeluruh dan kerangka acuan penerapannya dalam menjalankan peran
sebagai pengembang perumahan terjangkau.
e. Indikator ke-5, yaitu dikembangkannya rencana perumahan rakyat di daerah.
Setiap paket kegiatan masih dalam proses, dengan demikian pengukuran kinerja
berdasarkan indikator belum dapat dilakukan dan dianalisa.
Ketiga komponen di atas akan terintegrasi satu sama lain untuk meningkatkan
kemampuan masyarakat dalam usaha memiliki rumah layak dan terjangkau (demand-
side) dan membantu pemerintah dalam meningkatkan pasokan rumah layak huni dan
terjangkau melalui pembangunan baru maupun peningkatan kualitas (supply-side).
Komponen 1 dan Komponen 2 melalui Program BP2BT dan Program BSPS menyasar
masyarakat sasaran secara langsung.
Sementara Komponen 3 berkontribusi untuk memperkuat pondasi program dan
kebijakan perumahan secara umum. Untuk mengintegrasikan semua komponen dan
membantu menentukan indikator capaian sementara, di awal pelaksanaan akan
dilaksanakan kajian dasar terhadap kondisi perumahan Indonesia saat ini, mencakup
capaian 5 (lima) tahun terakhir serta permasalahan-permasalahan utama yang
dihadapi dengan ilustrasi gambar dibawah ini.

16
2.2. Tujuan dan Indikator Ketercapaian Program
Tujuan NAHP ini adalah meningkatkan akses MBR baik yang berpenghasilan formal
maupun informal kepada rumah layak huni dan terjangkau. Peningkatan akses yang
dimaksud termasuk:
1. Kemampuan memiliki rumah yang dibangun baru, dari pasokan rumah yang sudah
ada, atau pembangunan rumah swadaya melalui bantuan uang muka dan bantuan
kredit pembiayaan perumahan; dan
2. Bantuan peningkatan kualitas rumah dari tidak layak huni menjadi rumah layak huni
melalui subsidi peningkatan kualitas rumah.
Indikator capaian program diukur dari:
1. Terbantunya 18 . 95 0 rumah tangga sasaran untuk memiliki rumah melalui Program
BP2BT; dan
2. Terbantunya 7 5 . 2 3 0 rumah tangga sasaran untuk meningkatkan kualitas atau
membangun baru rumahnya melalui Program BSPS.

2.3. Landasan Hukum

Sebagai landasan hukum yang menjadi dasar pelaksanaan kegiatan NAHP diuraikan pada
Tabel berikut:
Tabel 02.2
Landasan Hukum

LANDASAN HUKUM TENTANG


Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun Sistem Perencanaan Pembangunan
2004 Nasional
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun Rencana Pembangunan Jangka
2007 Panjang Nasional (RPJPN) 2005-
2025
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun Penataan Ruang
2007
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun Rumah Susun
2011
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun Pemerintahan Daerah
2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah
diubah beberapa kali terakhir kali dengan Undang-
Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua
Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun Tabungan Perumahan Rakyat
2016
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun Cipta Kerja
2020
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 26 Tata Ruang Wilayah Nasional
Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Nasional sebagaimana telah diubah pertama kali dengan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 13
Tahun 2017

17
LANDASAN HUKUM TENTANG
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 88 Pembinaan Penyelenggaraan
Tahun 2014 Perumahan dan Kawasan
Permukiman
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 83 Perusahaan Umum Pembangunan
Tahun 2015 Perumahan Nasional
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 14 Penyelenggaraan Perumahan dan
Tahun 2016 sebagaimana telah diubah pertama kali Kawasan Permukiman
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 12 tahun 2021
tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 14 Tahun 2016
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 64 Pembangunan Perumahan
Tahun 2016 Masyarakat Berpenghasilan Rendah
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 Penyelenggaraan Tabungan
Tahun 2020 Perumahan Rakyat
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 13 Penyelenggaraan Rumah Susun
Tahun 2021
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 Peraturan Pelaksanaan Undang-
Tahun 2021 Undang Nomor 28 Tahun 2002
tentang Bangunan Gedung
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 18 Tahun Perencanaan Pembangunan
2020 Nasional Jangka Menengah Nasional
Tahun 2020-2024
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 27 Tahun Kementerian Pekerjaan Umum Dan
2020 Perumahan Rakyat
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 86 Tahun Rencana Kerja Pemerintah Tahun
2020 2021
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia Tata Cara Penanganan Masukan Dari
Nomor 323/PRT/M/2005 Tahun 2005 Masyarakat 2005 di Lingkungan
Departemen Pekerjaan Umum
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor Mekanisme Pelaksanaan Anggaran
173/PMK.05/2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Bantuan Pemerintah Pada
Menteri Keuangan Nomor 168/PMK.05/2015 Kementerian Negara/Lembaga
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Bantuan Stimulan Perumahan
Rakyat Republik Indonesia Nomor 07/PRT/M/2018 Swadaya
Tahun 2018
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Dan Perumahan Kriteria Masyarakat Berpenghasilan
Rakyat Republik Indonesia Nomor 10/PRT/M/2019 Rendah Dan Persyaratan
Kemudahan Perolehan Rumah Bagi
Masyarakat Berpenghasilan Rendah
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Bantuan Pembiayaan Perumahan
Rakyat Republik Indonesia Nomor 13/PRT/M/2019 Berbasis Tabungan
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Dan Perumahan Kemudahan Dan Bantuan Pemilikan
Rakyat Republik Indonesia Nomor 20/PRT/M/2019 Rumah Bagi Masyarakat
Berpenghasilan Rendah
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Organisasi dan Tata Kerja
Rakyat Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2020 Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rencana Strategis Kementerian
Rakyat Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2020 Pekerjaan Umum Dan Perumahan
Rakyat Tahun 2020-2024

18
03. KOMPONEN PROGRAM

Dalam Lampiran Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 23
Tahun 2020 tentang Rencana Strategis Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat Tahun 2020–2024 pada sub bab 1.1.4 dijelaskan: “selama periode 2015 - 2019,
pembangunan perumahan ditujukan untuk memperluas akses terhadap tempat tinggal
yang layak yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana yang memadai untuk seluruh
kelompok masyarakat secara berkeadilan, melalui pengembangan multi-sistem
penyediaan perumahan secara utuh dan seimbang. Pencapaian pembangunan
perumahan hingga akhir tahun 2019 dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Penyediaan rumah baru sejumlah 107.967 unit melalui kegiatan pembangunan rumah
susun, pembangunan rumah khusus, dan bantuan stimulan pembangunan baru rumah
swadaya;
2. Peningkatan kualitas RTLH milik MBR sejumlah 700.641 unit;
3. Bantuan Prasarana dan Sarana Umum (PSU) yang melayani 119.612 unit rumah
MBR; serta
4. Penurunan backlog rumah MBR dilakukan melalui fasilitasi pembiayaan hunian layak,
melalui pemberian pemberian subsidi dan bantuan pembiayaan perumahan
yang meliputi: FLPP, SSB, BP2BT, dan SBUM. Fasilitasi Penyaluran Bantuan Hunian
Layak mencapai 1.014.825 unit (FLPP, SSB dan BP2BT) dan SBUM sejumlah
707,212 unit.
Kegiatan pembangunan perumahan yang dilaksanakan oleh Kementerian PUPR
merupakan bagian dari capaian “Program Sejuta Rumah” yang di-launching oleh
Presiden pada tahun 2015.
Secara kumulatif, dengan peran serta seluruh stakeholder, melalui pelaksanaan Program
tersebut tercatat telah dilakukan penyediaan 4.800.170 unit rumah layak huni di Indonesia
pada periode tahun 2015–2019, 71,37% diantaranya merupakan rumah yang
diperuntukkan bagi kelompok MBR. Capaian yang dihasilkan diatas, sebagian
diantaranya merupakan capaian yang dihasilkan dari pelaksanaan NAHP. Sebagaimana
diketahui, bahwa NAHP merupakan program nasional yang terdiri atas 3 komponen
program. Komponen Program dalam NAHP terdiri dari: (i) Bantuan Pembiayaan Berbasis
Tabungan (BP2BT); (ii) Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS); dan (iii)
Dukungan Teknis untuk Reformasi Kebijakan Perumahan. Pelaksanaan ketiga komponen
tersebut di atas sesuai dengan persetujuan restrukturisasi disepakati akan berakhir pada
tanggal 28 Februari 2023.

21
Selanjutnya, secara runtun akan dijelaskan dengan singkat tentang ketiga komponen
program dari NAHP pada penjelasan di bawah ini.

3.1 Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT)


Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan yang selanjutnya disingkat
BP2BT, adalah program bantuan pemerintah yang diberikan kepada MBR yang telah
mempunyai tabungan dalam rangka pemenuhan sebagian uang muka perolehan
Rumah Tapak Umum dan Sarusun, atau sebagian dana untuk pembangunan baru
dan/atau perbaikan Rumah Swadaya melalui kredit atau pembiayaan Bank
Pelaksana yang bekerjasama dengan Kementerian PUPR.
Maksud dari program BP2BT adalah:
a. Memberikan bantuan sebagian uang muka bagi MBR untuk perolehan Rumah
Tapak Umum atau Sarusun melalui kredit atau pembiayaan Bank Pelaksana;
b. Memberikan bantuan sebagian dana bagi MBR untuk pembangunan, perbaikan
maupun perluasan Rumah Swadaya
Tujuan program BP2BT yaitu :
a. Untuk meningkatkan daya beli MBR untuk memperoleh rumah bantuan
bersubsidi yang layak huni.
b. Untuk memberikan kemudahan akses MBR terhadap pembiayaan perumahan.
Sedangkan sasaran program BP2BT adalah meningkatnya jumlah rumah tangga
berpenghasilan rendah untuk memiliki rumah yang layak huni.

3.1.1 Sub-Komponen 1.a. Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan


(BP2BT)
1. Skema BP2BT
a. Komponen Skema
Komponen skema BP2BT terdiri atas :
1) Tabungan Pemohon, yang digunakan sebagai:
a. total dari bagian uang muka dalam kepemilikan Rumah Tapak
Umum dan Sarusun;
b. bagian Dana Swadaya pembangunan atau perbaikan Rumah
Swadaya; dan/atau
c. biaya administrasi.
2) Dana BP2BT
Dana BP2BT dihitung berdasarkan batasan penghasilan
kelompok sasaran dan berdasarkan perhitungan besaran indeks

22
dikalikan dengan harga jual rumah atau RAB Rumah Swadaya.
Besaran Dana BP2BT ditetapkan melalui keputusan Menteri.
3) Kredit atau pembiayaan dari Bank Pelaksana, yang merupakan
harga jual Rumah Tapak Umum atau Sarusun dikurangi dengan
uang muka yang disediakan oleh debitur dan dikurangi dengan
Dana BP2BT, atau nilai RAB Rumah Swadaya dikurangi dengan
jumlah Dana Swadaya dan Dana BP2BT.
b. Peruntukan Pembiayaan
Skema BP2BT diperuntukan untuk pembiayaan:
1) Kepemilikan Rumah Tapak Umum dan Sarusun;
2) Pembangunan Rumah Swadaya; dan/atau
3) Perbaikan Rumah Swadaya.
2. Penetapan Lokasi Sasaran
a. Lokasi sasaran program BP2BT mencakup seluruh wilayah kabupaten
dan provinsi di Indonesia sesuai dengan pembagian zona administratif
yang telah ditetapkan oleh Menteri PUPR.
b. Lokasi Rumah Tapak Umum, Sarusun, dan Rumah Swadaya yang
difasilitasi BP2BT mengacu Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
dan/atau Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) kabupaten /kota.
3. Penerima Manfaat
Penerima manfaat adalah warga Negara Indonesia perorangan yang
tidak kawin atau pasangan suami istri yang termasuk golongan MBR yang
telah menabung di bank umum ataupun syariah minimal 3 bulan, serta
belum memiliki rumah dan/atau ingin memiliki rumah yang layak huni.
4. Jenis Bantuan
Bantuan yang diberikan dalam program BP2BT berupa dana yang telah
ditentukan batasannya dalam peraturan, yang disalurkan melalui Bank
Pelaksana atau kepada MBR, diantaranya dapat dengan cara :
a. membeli unit rumah tapak umum atau sarusun dari pengembang,
atau
b. membangun unit rumah baru yang layak huni secara swadaya di
sebidang tanah yang dimiliki sendiri atau membongkar dan
membangun ulang kembali rumah milik sendiri satu-satunya yang
kondisinya sudah tidak layak huni, atau
c. memperbaiki kerusakan rumah milik sendiri, perluasan lantai rumah
satu-satunya yang tidak layak huni.
5. Penyaluran Dana

23
Dana BP2BT dapat disalurkan melalui:
Bank Umum, Bank Umum Syariah, Bank Perkreditan Rakyat, atau Bank
Perkreditan Rakyat Syariah yang telah bekerja sama dengan
Kementerian PUPR dan telah memiliki pengalaman dalam pemberian
fasilitas KPR dan/atau fasilitas kredit mikro.
6. Pendanaan
Pendanaan BP2BT bersumber dari :
a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
b. Sumber dana lainnya yang sah berdasarkan peraturan perundang-
undangan.
7. Kriteria dan Persyaratan Program
a. Kelompok sasaran
Merupakan MBR perorangan yang berstatus tidak kawin atau
pasangan suami istri dengan batasan penghasilan tertentu.
b. Zona Wilayah BP2BT
Program BP2BT menyasar kepada kelompok rumah tangga MBR
yang terbagi dalam zona wilayah sebagaimana yang disebutkan
dalam Keputusan Menteri.
c. Besaran Penghasilan
Besaran penghasilan dihitung berdasarkan penghasilan rumah
tangga. Penghasilan rumah tangga adalah seluruh pendapatan
bersih yang bersumber dari gaji, upah dan/atau hasil usaha sendiri
untuk yang berstatus tidak kawin, atau gaji, upah, dan/atau hasil
usaha gabungan untuk pasangan suami istri. Batasan penghasilan
diatur berdasarkan Keputusan Menteri.
d. Saldo Tabungan Terendah Pemohon
Calon penerima manfaat BP2BT memiliki tabungan minimal selama
tiga (3) bulan dalam sistem perbankan.
Batasan saldo terendah tabungan pemohon diatur dalam Keputusan
Menteri.
e. Komponen Biaya Harga Rumah Tapak dan Satuan Rumah Susun
Harga Rumah Tapak Umum dan Sarusun terdiri dari komponen
biaya:
1) tanah;
2) bangunan Rumah;
3) prasarana, sarana, dan utilitas;
4) perizinan;

24
5) pemasaran;
6) pajak masukan; dan
7) keuntungan.
f. Komponen Biaya Untuk Rumah Swadaya
Biaya pembangunan ataupun perbaikan Rumah Swadaya
diantaranya meliputi komponen biaya:
1) biaya pengurusan Sertifikat Hak Milik;
2) bahan bangunan;
3) ongkos tukang;
4) pasangan sambungan air bersih (PAM) atau gali (pasang) sumur
bor;
5) pembuatan tanki septik; dan
6) penyambungan listrik.
g. Biaya pembangunan ulang Rumah Swadaya meliputi komponen
biaya :
1) bahan bangunan;
2) ongkos tukang.
Bila dinilai kondisi utilitas rumah belum memadai atau tidak
memenuhi standar yang disyaratkan serta bila status tanah perlu
ditingkatkan, maka dapat ditambahkan komponen biaya :
1) pasang sambungan air bersih (PAM) atau gali (pasang) sumur
bor;
2) pembuatan tanki septik;
3) penyambungan listrik; dan/atau
4) biaya pengurusan Sertifikat Hak Milik.
7. Kondisi Fisik Bangunan
Kondisi fisik bangunan yang memenuhi kriteria program BP2BT:
a. rumah tapak;
b. sarusun;
c. pembangunan rumah swadaya;
d. pembangunan ulang rumah swadaya; dan
e. perbaikan rumah swadaya.

3.1.2 Sub-Komponen 1.b Dukungan Teknis Bantuan Pembiayaan


Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT)
Merupakan dukungan teknis dalam penyaluran dana BP2BT yang meliputi
kegiatan antara lain :

25
1. Sosialisasi dan koordinasi untuk pemahaman program BP2BT;
2. Pendampingan dan pemberdayaan kepada kelompok sasaran BP2BT;
3. Tenaga Pendukung Penyaluran (TPP); dan
4. Pelaksanaan pengendalian dan pengawasan;

Penjelasan lebih rinci mengenai program BP2BT dan mekanisme


penyelenggaraannya dijelaskan pada Buku Pedoman Seri 1.

3.2 Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS)


Komponen ini mendukung pelaksanaan dan pengembangan program dan kebijakan
BSPS. Bantuan disampaikan melalui penguatan program dan ekspansi penerima
manfaat BSPS merupakan Program pemerintah yang telah berjalan lebih dari sepuluh
tahun; serta dukungan teknis pengembangan program dan kebijakan perumahan
swadaya.

BSPS bertujuan memberikan stimulus berupa dana kepada rumah tangga


berpenghasilan rendah serta memberikan fasilitasi berupa pendampingan teknis dan
administratif untuk meningkatkan kualitas rumah mereka secara swadaya. Dana
stimulan disalurkan melalui Bank/Pos Penyalur kepada rekening penerima bantuan
untuk kemudian dipindahbukukan ke rekening toko bangunan untuk menghindari
penyalahgunaan dana oleh penerima bantuan.
Beberapa aspek teknis dalam rangka peningkatan efektivitas pelaksanaan BSPS
yang dilakukan melalui NAHP antara lain:
1. menyasar beberapa wilayah perkotaan yang juga merupakan lokasi KOTAKU;
2. ekspansi aspek perbaikan rumah dan indikator kelayakan dengan
mengakomodasi komponen sanitasi dasar;
3. dukungan teknis untuk penguatan dan pengembangan program BSPS
khususnya dan Program Perumahan Swadya umumnya; dan
4. Peningkatan kualitas bangunan dengan metode Ferosemen, mengenalkan
tulangan dengan kawat anyam/kawat jala (wiremesh) pada dinding.
Target PDO untuk BSPS di wilayah perkotaan perlu disesuaikan dengan target
program berdasarkan kesepakatan antara pemerintah dengan pihak Lender (World
Bank) secara bertahap akan mencapai 35% dari total capaian BSPS. Sementara ini
pelaksanaan BSPS masih terkonsentrasi di wilayah pedesaan/pinggiran kota.
Dukungan teknis ini terhadap BSPS antara lain mencakup hal-hal sebagai berikut:
1. mengembangkan aplikasi terapan yang terintegrasi sebagai alat untuk
penyimpanan data penerima bantuan dan tenaga fasilitator lapangan,
pemantauan, verifikasi, evaluasi, dan media penyampaian keluhan;

26
2. memperbaiki mekanisme penyampaian keluhan;
3. meningkatkan kualitas pendampingan rumah swadaya melalui peningkatan
kapasitas pelaksana dan pemangku kepentingan terutama di daerah dalam
mendampingi masyarakat dengan menyusun pedoman pendampingan dan
modul yang lebih menarik dan mudah dipahami;
4. melakukan evaluasi berbasis output melalui metode verifikasi serta studi dasar
praktik perumahan swadaya di level masyarakat, komunitas, serta di level
daerah; dan
5. menyusun rekomendasi pengembangan kebijakan dan program perumahan
swadaya di masa mendatang.
Penjelasan pada halaman selanjutnya akan membahas pembagian dari Komponen ini.
3.2.1 Subkomponen 2.1: Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya
Teknis pemberian BSPS melalui NAHP mengikuti skema BSPS yang tertuang
dalam Peraturan Menteri Nomor 7 Tahun 2018 tentang Bantuan Stimulan
Perumahan Swadaya (BSPS). BSPS merupakan kegiatan Kementerian PUPR
yang penyelenggaraannya melibatkan Satker di daerah dan di pusat dan
dibantu oleh Tim Konsultan untuk menjalankan fungsi manajemen dan
pengawasan program pada lokasi penerima BSPS
Manajerial dan pengawasan program pada lokasi penerima BSPS dilaksanakan
pada tahap penyiapan masyarakat penerima bantuan melalui pendampingan
oleh TFL, yaitu semenjak tahap perencanaan, pelaksanaan, pengawasan,
pelaporan, dan pengembangan mandiri pasca kegiatan.
Dalam melaksanakan tugas pendampingan kepada masyarakat, TFL akan
dikendalikan oleh Koordinator Fasilitator (Koordinator Kabupaten/Kota-Korkab)
atau tenaga profesional lokal yang bertugas membina dan mengkoordinir
pendampingan di tingkat kabupaten/kota. Selama pelaksanaan kegiatan BSPS
TFL dan Korkab akan memperoleh supervisi dari Tim Verifikasi. Tim Verifikasi
merupakan tim yang dibentuk oleh BP2P, terdiri atas unsur BP2P, OPD bidang
Perumahan dan Kawasan Permukiman, OPD terkait, kecamatan,
desa/kelurahan, dan tokoh masyarakat lokasi BSPS. Selain oleh Tim Verifikasi,
secara berjenjang juga dilaksanakan supervisi dari dan PPK yang dibantu oleh
Konsultan Provinsi.
Penyaluran bantuan dapat dilakukan oleh bank/pos penyalur atau bank/pos
mitra kerja sebagai tempat dibukanya rekening atas nama Satker untuk
menampung dana bantuan pemerintah yang akan disalurkan kepada penerima
bantuan pemerintah.

27
Pemilihan bank/pos penyalur dilakukan melalui seleksi oleh Satker setelah
memenuhi persyaratan: (i) telah memiliki perjanjian kerja sama pengelolaan
rekening milik Kementerian Negara/Lembaga dengan Direktorat Jenderal
Perbendaharaan Kementerian Keuangan; (ii) kemampuan melayani penyaluran
dan penarikan dana bantuan di lokasi BSPS; dan (iii) pernyataan kesanggupan
dalam menyalurkan bantuan paling lambat 15 hari kalender, menyetorkan jasa
giro yang timbul akibat penyaluran dana bantuan secara manual atau melalui
Treasury National Pooling (TNP), melaporkan kinerja penyaluran dan
pelayanan penarikan dana bantuan secara berkala, diaudit oleh pihak
berwenang, mengembalikan sisa dana bantuan yang tidak termanfaatkan;
dan mengikuti seluruh tahapan proses pemilihan bank/pos penyalur.
Bank/pos penyalur yang lolos seleksi selanjutnya akan menandatangani
kontrak/Perjanjian Kerja Sama dengan PPK. Kontrak/perjanjian kerja sama
Penyaluran dana bantuan dilakukan melalui Bank atau Lembaga Keuangan
Penyalur yang diikat dengan perjanjian Memorandum of Understanding
(MoU). Bank/pos penyalur kegiatan BSPS tahun sebelumnya dapat ditunjuk
kembali sepanjang berdasarkan hasil evaluasi dinilai berkinerja baik serta
masih memenuhi syarat dan ketentuan sebagai bank/penyalur. Penunjukan
kembali bank/pos penyalur diketahui oleh BP2P.
BSPS tidak memberikan bantuan uang tunai langsung kepada penerima
bantuan. Dana bantuan yang disalurkan ke rekening penerima bantuan akan
dipindahbukukan kepada rekening Toko Bangunan yang ditunjuk oleh Kelompok
Penerima Bantuan setelah material diterima dan sesuai dengan dokumen
rencana.
Toko Bangunan yang ditunjuk diikat oleh perjanjian kerjasama dengan KPB
dengan menyatakan komitmen untuk menjadi penyalur bahan bangunan
hingga program selesai. Setelah material diterima, pelaksanaan konstruksi
dilakukan oleh penerima bantuan dengan dukungan teknis dari TFL.
Pembangunan dapat dilakukan dengan memanfaatkan sumber daya lokal
baik SDM atau tambahan material lokal yang didapat dan dari sumber secara
legal. Pengaturan pembangunan dalam kelompok diserahkan kepada semua
KPB dengan fasilitasi dari TFL. TFL juga bertanggung jawab membantu
penerima bantuan menyiapkan laporan-laporan berkala serta laporan-laporan
yang menjadi syarat pencairan dana kedua setelah konstruksi 30% diselesaikan
serta laporan akhir. Penanganan permasalahan dan keluhan selama
pelaksanaan diatur dalam mekanisme tersendiri.

28
Selain memberikan bantuan berupa uang (secara tidak langsung dengan
membeli bahan bangunan dan membayar upah kerja) program BSPS juga dapat
memberikan bantuan berupa barang dengan memberikan bantuan PSU
(prasarana dan sarana umum) yang merupakan insentif bagi KPB yang telah
melaksanakan kegiatan PBRS.
3.2.2 Subkomponen 2.2: Bantuan Operasional Pelaksanaan BSPS
Subkomponen ini mencakup dukungan pengelolaan oleh PMC, PIU, serta
pihak ketiga dan pendampingan oleh Tim Pendamping Masyarakat untuk
pelaksanaan BSPS dalam hal memberikan masukan-masukan untuk
peningkatan kualitas pengelolaan dan pendampingan selama program berjalan.
3.2.3 Subkomponen 2.3: Dukungan Teknis Pengembangan Rumah
Swadaya
Subkomponen ini bertujuan memberikan dukungan teknis dan pelatihan untuk
memperkuat pengelolaan program Perumahan Swadaya secara umum dan
BSPS secara khusus. Dukungan dalam Subkomponen ini ditargetkan untuk
meningkatkan kapasitas dalam lima aspek, yaitu:
1. Sistem Informasi Rumah Swadaya (SIRUS);
2. Pengembangan Pendampingan Masyarakat dalam Program Rumah
Swadaya;
3. Pengembangan Mekanisme Penanganan Pengaduan;
4. Verifikasi Output Pelaksanaan BSPS; dan
5. Pengembangan Kebijakan Perumahan Swadaya.

Penjelasan mengenai program BSPS serta penyelenggaraannya mengacu kepada


Peraturan Menteri PUPR Nomor 7 Tahun 2018 tentang Bantuan Stimulan Perumahan
Swadaya lebih lengkap dibahas pada Buku Pedoman Seri 2.

3.3 Dukungan Teknis untuk Reformasi Kebijakan Perumahan


Komponen ini akan memberikan bantuan teknis untuk mendukung reformasi
kebijakan, peningkatan tata kelola, dan kapasitas pelaku sektor perumahan.
Kegiatan-kegiatan dari sub komponen 3 secara umum ditujukan untuk menyusun
Roadmap Kebijakan perumahan di Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam
Reformasi Kebijakan Perumahan tahun 2015 yang diterbitkan oleh Bappenas melalui
kerjasama dengan Kementerian Perumahan Rakyat dan Bank Dunia. Sehingga
melalui kegiatan dari masing-masing sub komponen 3 tercakup dalam Roadmap
Kebijakan perumahan di Indonesia tahun 2020-2045.
Rancangan kebijakan ini selanjutnya akan menjadi bahan dasar yang akan ditetapkan
sebagai kebijakan dan strategi nasional dalam perumahan dan permukiman seperti

29
yang tertulis pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 dan Peraturan Pemerintah
Nomor 14 Tahun 2016, referensi dalam pelaksanaan evaluasi yang sedang berjalan
sebagai Strategis Dokumen Perencanaan dalam Pembangunan Perumahan 2020-
2024, serta salah satu referensi untuk pengaturan substansial Perencanaan
Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2020-2045 Sehingga dengan
tersusunnya kebijakan dan strategi jangka panjang tentang implementasi perumahan
dan permukiman sebagai referensi bagi semua pemangku kepentingan diharapkan
dapat membantu pemenuhan penyediaan perumahan melalui beberapa pelaksanaan
kegiatan yang saling terkait dijelaskan pada penjelasan di bawah ini.
3.3.1 Sub komponen 3-2 Sistem Informasi Perumahan dan Real Estate
(Housing and Real Estate Information System - HREIS)
1. Latar Belakang
a. Kebijakan pelaksanaan perumahan di Indonesia diatur dalam
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan
Permukiman yang mengamanatkan "Setiap orang memiliki hak untuk
hidup dalam kehidupan yang makmur dan spiritual, untuk hidup, dan
untuk menempati rumah yang layak dan terjangkau di sebuah
perumahan sehat, aman, harmonis dan berkelanjutan di seluruh
wilayah Indonesia ". Namun, seiring pertumbuhan populasi di
Indonesia menunjukkan berbagai tantangan dan masalah di bidang
implementasi perumahan di Indonesia. Data dari BPS dan
BAPPENAS (2014) menunjukkan bahwa simpanan kepemilikan
rumah yaitu sekitar 13,5 juta unit dan perumahan tidak layak huni 3,4
juta unit. Studi lain dari studi Bank Dunia (2016) tentang masyarakat
mampu membeli rumah yang masih sangat rendah. Hanya 40%
rumah tangga yang mampu membeli rumah dari pasar komersial,
40% tidak bisa tinggal di rumah formal tanpa dukungan subsidi, dan
20% sisanya tidak mampu membeli rumah tanpa dukungan subsidi
substansial. Fakta lain juga menunjukkan bahwa dukungan
pembiayaan untuk perumahan di Indonesia hanya 2,8% dari PDRB.
b. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-
2025 menetapkan bahwa target utama untuk pembangunan
perumahan dan permukiman jangka panjang adalah memenuhi
perumahan yang layak huni dan terjangkau yang dilengkapi dengan
infrastruktur dan fasilitas lingkungan yang memadai yang didukung
oleh jangka panjang yang berkelanjutan sistem pembiayaan, efisien,
dan akuntabel untuk menciptakan kota tanpa permukiman kumuh.

30
Target utama ini diterjemahkan ke dalam RPJMN 2015-2019, yaitu
(a) menyediakan perumahan yang layak dan terjangkau untuk 2,2
juta rumah tangga; (B) mendorong kemandirian masyarakat dan
sektor bisnis dalam menyediakan perumahan yang layak untuk 2,2
juta rumah tangga; (c) meningkatkan kualitas rumah tidak layak huni
bagi 1,5 juta rumah tangga, termasuk perbaikan daerah kumuh.
c. Dalam memenuhi mandat kebijakan pelaksanaan di sektor
perumahan, upaya-upaya yang telah dilakukan oleh Pemerintah
melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
dalam memberikan bantuan dalam penyediaan dan pembiayaan
perumahan yang terjangkau bagi Masyarakat Berpenghasilan
Rendah (MBR) termasuk
i. pembangunan rumah formal (Sewa Rumah Bertingkat,
rusunami, dan rumah khusus),
ii. penyediaan Bantuan Perbaikan Rumah (BSPS),
iii. Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP),
iv. Subsidi Selisih Angsuran (SSA), dan
v. pemberian Subsidi Perbedaan Bunga (SSB).
Beberapa dari program ini yang telah dilaksanakan masih perlu
ditingkatkan dan diperluas dalam berbagai layanan. Karena itu, pada
tahun 2016, Kementerian PUPR memprakarsai program perumahan
yang terjangkau bekerja sama dengan Bank Dunia yang disebut
Program Perumahan Terjangkau Nasional yang disingkat NAHP.
d. Guna mendapatkan informasi yang terintegrasi, Sistem Informasi
Perumahan dan Real Estat (HREIS) diperlukan. Sistem Informasi
Perumahan dan Real Estat (HREIS) diharapkan dapat membangun
sistem informasi manajemen dan basis data perumahan sebagai
dasar penyusunan kebijakan untuk menangani kebutuhan
perumahan. HREIS ini akan difokuskan untuk menjadi pusat
pengetahuan yang menyediakan analisis terkait tren, kesenjangan,
tantangan, dan peluang pasar perumahan dengan menggunakan
data yang bersumber dari pemerintah daerah, kementerian/lembaga
terkait, lembaga pembiayaan perumahan, dan pihak swasta. Sistem
ini akan diprakarsai oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat, Direktorat Jenderal Pembiayaan Perumahan
dan akan dirancang sedemikian rupa untuk memastikan realisasi

31
pertukaran data dengan berbagai sistem informasi perumahan
lainnya.
2. Tujuan HREIS
a. Mengintegrasikan Data Perumahan dan Real Estat antara tingkat
pusat dan daerah (data nyata dan aktual) dari Pemerintah, Sektor
Swasta dan pemangku kepentingan lainnya.
b. Membangun sistem integrasi data yang terkait dengan perumahan
dan real estat, termasuk perencanaan, pelaksanaan, dan
pemanfaatan sistem pembiayaan perumahan dan real estat sebagai
dasar untuk perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan
dalam menangani kebutuhan perumahan yang tepat;
c. Mempersiapkan konsep Pusat Informasi Perumahan dan Real Estat
di Indonesia, secara terpusat dan andal;
d. Menyediakan Sistem Peringatan Dini untuk implementasi
pembangunan perumahan dan real estat di Indonesia;
e. Mempertajam sasaran subsidi menggunakan data yang lebih akurat
tentang kebutuhan MBR (lokasi/pendapatan) untuk meningkatkan
efisiensi subsidi;
f. Mengembangkan indikator kinerja utama sehingga pemantauan dan
evaluasi hasil akses perumahan dapat dilakukan dengan lebih baik;
dan
g. Terwujudnya Satu Data Perumahan dan Reasl Estat Indonesia yang
handal di pemerintah pusat dan beberapa pemerintah daerah.
3. Kerangka pekerjaan
Kerangka kegiatan Sistem Informasi Perumahan dan Real Estat (HREIS)
terdiri:
a. Identifikasi data dasar (data primer dan data sekunder) perumahan
(khususnya perumahan untuk MBR) dan real estat termasuk sistem
informasi yang berkaitan dengan Perumahan dan/atau real estat
yang sudah ada di Indonesia;
b. Merancang Indikator dan Basis Perumahan dan real estat termasuk
mengembangkan mekanisme untuk mengumpulkan, memproses/
menganalisis, mengelola dan melaporkan data tentang Sistem
Informasi Perumahan dan Real Estat (HREIS);
c. Menganalisis payung hukum dan peraturan untuk HREIS;

32
d. Mempersiapkan proses bisnis untuk semua tahap implementasi
HREIS dan menyiapkan Prosedur Operasional Standar (SOP) untuk
pemrosesan dan manajemen data;
e. Mengembangkan konsep kelembagaan HREIS;
f. Melakukan konsep HREIS (pengumpulan, pemrosesan/analisis,
manajemen, dan pelaporan data HREIS);
g. Melakukan dan menguji coba konsep HREIS di beberapa daerah;
h. Melakukan evaluasi dan transfer pengetahuan antara penyedia
layanan dan personel lembaga pelaksana HREIS.
4. Output yang diharapkan dan Capaian
Dalam kegiatan Sistem Informasi Perumahan dan Real Estat (Housing
and Real Estate Information System - HREIS) diharapkan menghasilkan
out put dan capaian sebagai berikut:
OUTPUT YANG
NO CAPAIAN OUTPUT
DIHARAPKAN
1 Membuat desain indikator dan a. Mengembangkan rencana operasional jangka
identifikasi data dasar pendek dan jangka panjang yang
perumahan (terutama untuk komprehensif untuk HREIS;
MBR) dan Real Estat b. Menyusun indikator data yang diperlukan
terkait dengan perumahan dan real estat;
c. Identifikasi data primer dan sekunder dan
metode terbaik untuk mengumpulkan set
data;
d. Menyusun "platform data standar";
e. Menyiapkan MoU untuk mengakses data dari
pemilik data;
f. Mengumpulkan data primer dan sekunder
berdasarkan metode yang dijelaskan,
termasuk melakukan survei untuk
mendapatkan data dari daerah
2 Menyusun mekanisme untuk a. Sistem Perumusan Pusat Informasi
pengolahan/analisis, Perumahan dan Real Estat (HREIS)
manajemen data dan b. Pengembangan Sistem Informasi terkait
pelaporan Pusat Informasi perumahan dan Real Estate
Perumahan dan Real Estat
(HREIS)
3 Mempersiapkan Kerangka a. Membuat analisis payung hukum dan
Peraturan HREIS peraturan untuk keberadaan HREIS
b. Menyiapkan proses bisnis dan menyiapkan
manajemen dan pemrosesan data SOP
c. Perumusan konsep hukum dan peraturan
yang memungkinkan untuk mengakomodasi
semua kegiatan di HREIS
4 Mempersiapkan Konsep dari a. Inventarisasi dan identifikasi kebutuhan SDM
Kelembagaan HREIS di HREIS
b. Memberikan rekomendasi tentang
pengaturan kelembagaan untuk HREIS
(termasuk rekomendasi untuk Struktur
Dewan, Struktur Organisasi, dan
kepegawaian HREIS).
5 Operasionalisasi konsep a. Pengadaan Barang untuk kegiatan
HREIS (pengumpulan data Operasionalisasi Konsep HREIS;
HREIS, pemrosesan/analisis, b. Analisis Data Perumahan dan Real Estat;
manajemen dan pelaporan) c. Standarisasi Keuangan Perumahan

33
OUTPUT YANG
NO CAPAIAN OUTPUT
DIHARAPKAN
d. Agregasi dan Analisis Data Subsidi
Perumahan Publik
e. Uji coba persiapan laporan tahunan HREIS
6 Pengembangan dan a. Merancang indikator dan database serta
Implementasi Pengujian mekanisme pengumpulan data
Sistem Basis Data HREIS di b. Merancang integrasi data (Stakeholder,
Daerah daerah dan sektor swasta)
c. Merancang data base HREIS Map Menu
d. Merancang Big Data HREIS, sehingga bisa
dimanfaatkan/melakukan Kerjasama antara
pemerintah dengan perguruan tinggi,
komunitas pengembang, industri, media dan
masyarakat.
e. Sinkronisasi dengan SIBARU
7 Evaluasi dan Transfer a. Percepatan MoU dengan Walidata
Pengetahuan b. Pilot Project di 5 provinsi
c. Pelatihan untuk Tim Teknis HREIS
d. Penyampaian hasil analisis kepada
stakeholder

3.3.2 Sub Komponen 3-5 Rekomendasi Kebijakan Perumahan dalam


Penyusunan Grand Desain Perumahan 2020-2045 (Housing Policy
Recommendation in Preparation for Housing Grand Design 2020-2045)
1. Latar Belakang
Perumahan yang layak, dapat diakses, dan sanitasi merupakan salah
satu hak warga negara yang dijamin oleh konstitusi. Untuk memenuhi hak
tersebut, Pemerintah dan semua pemangku kepentingan perlu
menyediakan rumah dan layanan dasar untuk menyeimbangkan tingkat
populasi dengan mempertimbangkan aspek integrasi dengan sistem
pembangunan perkotaan dan regional, daya dukung dan daya tampung
lingkungan, keterjangkauan masyarakat, serta lokasi dan preferensi
hunian. Selain itu, harus ada dukungan regulasi untuk mempromosikan
pembentukan iklim bisnis yang kondusif di perumahan, pembagian peran
dan optimalitas antara pemangku kepentingan, serta peraturan insentif
lainnya untuk mendukung penawaran dan permintaan perumahan.
2. Tujuan
Tujuan dari kegiatan ini untuk menyusun kebijakan dan strategi jangka
panjang tentang implementasi perumahan dan permukiman sebagai
referensi bagi semua pemangku kepentingan dalam memberikan sarana
secara serempak dan sistematis untuk mengoptimalkan pemenuhan
penyediaan perumahan yang memadai untuk semua warga negara.
3. Kerangka Kegiatan
Tujuan yang dicapai melalui kegiatan ini rancangan dokumen pengaturan
kebijakan dan strategi untuk perumahan dan permukiman 2020 - 2045.

34
Rancangan kebijakan ini selanjutnya akan menjadi bahan dasar yang akan
ditetapkan sebagai kebijakan dan strategi nasional dalam perumahan dan
permukiman seperti yang tertulis pada UU No. 1 tahun 2011 dan Peraturan
Pemerintah No. 14 tahun 2016, referensi dalam pelaksanaan evaluasi
yang sedang berjalan untuk Strategis Dokumen Perencanaan dalam
Pembangunan Perumahan 2020-2024, serta salah satu referensi untuk
pengaturan substansial Perencanaan Pembangunan Jangka Panjang
Nasional (RPJPN) 2020-2045.
4. Output yang diharapkan dan Capaian
Dalam kegiatan Rekomendasi Kebijakan Perumahan dalam Penyusunan
Grand Desain Perumahan 2020-2045 (Housing Policy Recommendation
in Preparation for Housing Grand Design 2020-2045) diharapkan
menghasilkan out put dan capaian sebagai berikut:

OUTPUT YANG
NO CAPAIAN OUTPUT
DIHARAPKAN
1 mengidentifikasi masalah Identifikasi karakteristik masalah dan
karakteristik dan potensi potensi (berdasarkan kondisi faktual, tren,
(berdasarkan kondisi faktual, tren, skala, dampak, dan pentingnya
skala, dampak, dan pentingnya penanganan) perumahan dan permukiman
penanganan) perumahan dan
permukiman
2 mengidentifikasi dan mengevaluasi Identifikasi efektifitas kebijakan, strategi, dan
efektivitas kebijakan, strategi, dan proses bisnis/perumahan dan rantai
proses bisnis / perumahan dan rantai pasokan pemukiman pada periode 1992-
pasokan pemukiman dalam periode 2019, baik dari sisi permintaan dan sisi
1992-2019, baik dari sisi permintaan pasokan
dan sisi pasokan
3 Mengevaluasi kebijakan dan strategi Identifikasi kompatibilitas kebijakan dan
jangka menengah perumahan dan strategi jangka menengah perumahan dan
permukiman 2020-2024 permukiman 2020-2024 seperti yang tertulis
sebagaimana tertulis pada RPJMN, pada RPJMN, Perencanaan Strategis Unit
Perencanaan Strategis Unit Institusi dan Organisasi yang bertanggung
Organisasi dan Intitusi yang jawab untuk mengimplementasikan
bertanggung jawab dalam pembangunan perumahan dan permukiman
melaksanakan pembangunan
perumahan dan permukiman
4 mengidentifikasi dan mengevaluasi Identifikasi efektivitas dan sinkronisasi
efektivitas dan sinkronisasi penerapan peraturan perumahan dan
implementasi peraturan perumahan permukiman
dan permukiman
5 mengidentifikasi dan mengevaluasi Identifikasi efektifitas peran pemangku
efektivitas peran pemangku kepentingan dan pengaturan kelembagaan
kepentingan dan pengaturan dalam proses implementasi perumahan dan
intitutional dalam proses permukiman
implementasi perumahan dan
permukiman
6 mengidentifikasi tren bahan Identifikasi bahan bangunan dan tren
bangunan dan teknologi konstruksi, teknologi konstruksi, serta potensi
serta potensi pemanfaatan untuk pemanfaatan untuk mempercepat
mempercepat pemenuhan pemenuhan perumahan yang layak dan
perumahan yang layak dan sanitasi, sanitasi, khususnya untuk kelompok
khususnya untuk kelompok Masyarakat Berpenghasilan Rendah
Masyarakat Berpenghasilan Rendah

35
OUTPUT YANG
NO CAPAIAN OUTPUT
DIHARAPKAN
7 mengidentifikasi dan mengevaluasi Identifikasi dampak kebijakan fiskal dan
dampak kebijakan fiskal dan moneter untuk mendukung kebutuhan
moneter untuk mendukung perumahan yang layak dan meningkatkan
kebutuhan perumahan yang keterjangkauan konsumen perumahan
memadai dan meningkatkan
keterjangkauan konsumen
perumahan
8 mengidentifikasi aspek-aspek Identifikasi aspek-aspek pendukung dan
pendukung dan hambatan cara penghalang cara memenuhi perumahan
memenuhi perumahan yang layak, yang layak, khususnya untuk Masyarakat
khususnya untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah, berdasarkan
Berpenghasilan Rendah, pengalaman dan inovasi dalam
berdasarkan pengalaman dan mengimplementasikan perumahan dan
inovasi dalam permukiman di tingkat internasional,
mengimplementasikan perumahan nasional, dan lokal
dan permukiman di tingkat
internasional, nasional, dan lokal
9 mengatur kebutuhan penanganan Pengaturan kebutuhan penanganan dan
dan menyepakati target target pembangunan nasional di
pembangunan nasional di perumahan dan permukiman untuk periode
perumahan dan permukiman untuk 2021-2045
periode 2021-2045
10 mengatur inovasi dan solusi dalam Perumusan inovasi dan solusi dalam
kebijakan penanganan masalah implementasi dan kebijakan penanganan
perumahan dan permukiman yang masalah perumahan dan permukiman yang
implementatif dan berkelanjutan berkelanjutan
11 menyusun konsep konsep, skenario, Rancangan perumusan konsep, skenario,
kebijakan dan strategi penanganan, kebijakan dan strategi penanganan,
prioritas, dan indikasi aktivitas dalam prioritas, dan indikasi aktivitas dalam
pembangunan perumahan dan pembangunan perumahan dan permukiman
permukiman 2021-2045, baik dari 2021-2045, baik dari sisi penawaran dan
sisi penawaran dan permintaan permintaan dengan mempertimbangkan
dengan mempertimbangkan instruksi perencanaan tata ruang dan
instruksi perencanaan tata ruang pembangunan regional
dan pembangunan regional;
12 mengatur kerangka pendanaan dan Pengaturan kerangka pendanaan dan
bantuan keuangan untuk bantuan keuangan untuk meningkatkan
meningkatkan akses masyarakat ke akses masyarakat ke perumahan yang
perumahan yang terjangkau dan terjangkau dan memadai
memadai
13 mengatur kerangka peraturan dalam Pengaturan kerangka peraturan dalam
pembangunan perumahan dan pembangunan perumahan dan permukiman
permukiman 2021-2045 untuk 2021-2045 untuk memastikan koordinasi
memastikan koordinasi dan integrasi dan integrasi kebijakan pembangunan di
kebijakan pembangunan di masyarakat, lintas sektor, lintas pemangku
masyarakat, lintas sektor, lintas kepentingan lintas wilayah
pemangku kepentingan lintas
wilayah
14 mengatur peran, tanggung jawab, Pengaturan peran, tanggung jawab,
sinkronisasi, dan sarana sinkronisasi, dan sarana peningkatan
peningkatan kapasitas kelembagaan kapasitas kelembagaan dalam proses
dalam proses pengembangan pengembangan perumahan dan
perumahan dan permukiman 2021- permukiman 2021-2045.
2045

3.3.3 Sub Komponen 3-4 Pengaturan Kelembagaan Nasional perumahan bagi


Sektor Perubahan (National Housing Board)
1. Latar Belakang
Indonesia saat ini memiliki kebutuhan perumahan yang belum terpenuhi.
Ada sekitar 64,1 juta unit rumah di Indonesia, sekitar 15% di antaranya

36
dalam kondisi buruk. Perkiraan backlog sangat bervariasi. Dalam sensus
tahun 2015, BPS menghitung simpanan menjadi sekitar 11,4 juta unit,
berdasarkan informasi kepemilikan rumah, yang mengalami penurunan
dari 13,5 juta pada 2010. Jumlah unit di bawah standar, menggunakan
ukuran untuk kepadatan berlebih (<7,2 m2 per kapita) adalah 7,5 juta.
Sementara itu, 45% rumah tangga atau 28.900.000 unit dianggap di
bawah standar oleh beberapa ukuran, baik karena terlalu padat, dibangun
dari setidaknya satu bahan berkualitas buruk, atau tidak memiliki akses
ke layanan dasar.
Permintaan tahunan untuk perumahan tambahan melebihi pasokan.
Diperkirakan 820.000 hingga 920.000 unit baru dibutuhkan di daerah
perkotaan setiap tahun untuk menanggapi permintaan tahunan dari
pertumbuhan populasi. Namun, saat ini, sektor formal hanya
memproduksi sekitar 400.000 unit per tahun, di mana 50.000 hingga
100.000 unit adalah produk dari program hipotek bersubsidi. Tambahan
150.000 hingga 200.000 unit diaktifkan setiap tahun, melalui program
subsidi pemerintah, termasuk yang untuk peningkatan rumah tambahan,
perumahan sewa dan perumahan sosial. Ini menyisakan lebih dari
200.000, atau sekitar 30% rumah tangga baru, yang harus menggunakan
solusi informal atau tambahan kepadatan berlebihan. Selain itu,
demografi menunjukkan bahwa permintaan rumah tangga baru
cenderung berpenghasilan rendah secara tidak proporsional, karena
pertumbuhan populasi yang lebih tinggi di antara desil berpenghasilan
rendah.
Permintaan untuk perumahan di Indonesia telah didorong terutama oleh
urbanisasi. Bagian populasi Indonesia yang tinggal di daerah perkotaan
meningkat sekitar 30 hingga 55 persen antara tahun 1990 dan 2018.
Sementara laju urbanisasi Indonesia dapat dianggap normal selama
dekade terakhir, ini Tren telah mendorong kebutuhan akan perumahan di
daerah perkotaan. Dengan pangsa populasi perkotaan yang diperkirakan
akan meningkat dari 56 persen saat ini menjadi 63 persen pada tahun
2030, diperkirakan hampir 800.000 unit rumah baru dibutuhkan setiap
tahun untuk memenuhi permintaan rumah tangga baru. Sejauh ini,
Pemerintah Indonesia sedang berjuang untuk memenuhi permintaan
perumahan karena hanya mampu memasok 50 hingga 62,5 persen dari
total permintaan tahunan.

37
Defisit perumahan yang signifikan akan lebih terkonsentrasi di daerah
perkotaan. Sekitar 6 juta rumah tangga - kebanyakan penghuni
berpenghasilan rendah dan menengah - hidup dalam kondisi yang penuh
sesak. Di Jakarta, lebih dari separuh penyewa dengan pengalaman
pendapatan formal yang penuh sesak. Lebih jauh lagi, 25 juta orang
Indonesia atau sekitar sepersepuluh dari populasi tinggal di perumahan
di bawah standar, yang didefinisikan dengan memiliki lantai, dinding atau
atap yang terbuat dari bahan biasa-biasa saja, dan /atau kurang akses ke
layanan dasar. Hampir setengah atau 9,7 juta rumah tangga berada di
daerah perkotaan. Keterjangkauan perumahan juga merupakan kendala
utama. Hanya 20 persen rumah tangga terkaya yang mampu membeli
rumah di pasar komersial formal, berdasarkan perkiraan biaya perumahan
rata-rata Rp 440 juta (US $ 33.000). 40 persen rumah tangga menengah
mampu membeli rumah formal yang sama hanya dengan subsidi
pemerintah, sementara perumahan yang dibangun oleh pengembang
tidak dapat diakses hingga ke bawah 40 persen.
Ada beberapa faktor terkait mengapa persediaan perumahan belum
memenuhi kebutuhan perumahan:
a. Indonesia belum memiliki penelitian mendalam di pasar perumahan,
terutama terkait dengan pasar perumahan untuk kelompok
berpendapatan rendah. Data yang tersedia tentang ini sangat umum
dan banyak variasi. Oleh karena itu dirasakan memiliki data dan
informasi tentang perumahan yang lebih tepat, detail, dan aktual,
untuk menangkap faktor kualitatif, preferensi rumah tangga,
kebutuhan perumahan berdasarkan kondisi geografis, dll. Melalui
data dan informasi yang terperinci ini, diharapkan dapat
mengembangkan kebijakan dan strategi yang dapat menjawab
kebutuhan perumahan. Beberapa contoh yang dapat dipilih, unit
perumahan umum tingkat tinggi dan menengah mungkin paling
sesuai untuk daerah perkotaan besar yang terkonsolidasi di mana
pasokan lahan dibatasi dan pengembangan dengan kepadatan lebih
tinggi harus didorong, sedangkan rumah petak atau unit starter inti
mungkin lebih tepat dalam kasus-kasus pemukiman kembali, relokasi
atau di kota-kota kecil di mana persediaan tanah kurang menjadi
kendala.
b. Banyak Pemerintah Daerah masih belum memiliki RP3KP (Rencana
Pengembangan Perumahan dan Permukiman)

38
Salah satu tanggung jawab Pemerintah Daerah (Pemda)
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011
huruf e, mengatakan untuk mengembangkan RP3KP. Namun hingga
saat ini, hanya 11 dari 34 Provinsi yang sudah memiliki rencana,
sedangkan hanya 1 Provinsi (Sumatera Barat) yang ditetapkan
sebagai Peraturan Daerah (Perda). Sementara itu, hanya 140 dari
519 kabupaten/kota yang sudah memiliki rencana, sedangkan hanya
6 (enam) kabupaten/kota yang ditetapkan sebagai Peraturan Daerah
(Perda).
Melalui RP3KP, akan ada strategi yang jelas tentang pengembangan
dan pengelolaan perumahan dan permukiman di tingkat lokal, sesuai
dengan kebutuhan, prioritas, atau antisipasi untuk pengembangan di
masa depan.
c. Belanja pemerintah untuk perumahan di Indonesia masih terlalu kecil
untuk membuat dampak yang signifikan. Pada 2018, Pemerintah
Indonesia hanya berkomitmen 0,3% dari total anggaran pemerintah
pusat untuk sektor perumahan. Ini hanya menyumbang 0,05% dari
PDB, jauh lebih kecil dari anggaran perumahan dari pembanding
regional dan internasional, yaitu Inggris (1,42% dari PDB) dan
Thailand (2,15% dari PDB). Ke depan, Indonesia harus
mempertimbangkan peningkatan belanja yang signifikan di sektor
perumahan - khususnya yang ditujukan kepada masyarakat miskin di
Indonesia - sebagai sarana untuk meningkatkan hasil perumahan.
d. Tanah mahal dan proses perizinan yang kompleks
Penyediaan lahan untuk perumahan dan pemukiman di Indonesia
masih tergantung pada mekanisme pasar. Khususnya di daerah
perkotaan, penggunaan lahan untuk perumahan sering diperlukan
untuk bersaing dengan penggunaan komersial. Akibatnya, alokasi
lahan untuk rumah bersubsidi cenderung dialokasikan dalam
infrastruktur yang buruk. Proses perizinan perumahan di Indonesia
juga membutuhkan waktu yang relatif lama, kompleks, dan
kurangnya transparansi. Selain itu, masih belum ada standarisasi
dalam memproses waktu dari pemerintah pusat ke pemerintah
daerah.
e. Sebagai salah satu faktor penentu harga perumahan, bahan
bangunan mahal selalu disalahkan karena menghambat
pembangunan rumah murah, terutama untuk implementasi Satu Juta

39
Rumah (Program Satu Juta Rumah). Pengembang, yang
menyumbang hampir separuh dari pasokan perumahan di pasar,
telah mengeluh karena kurangnya kontrol dan pengawasan yang
jelas tentang penyediaan bahan bangunan, terutama untuk rumah
murah. Situasi semakin memburuk karena penggunaan teknologi
konvensional dalam pengembangan perumahan dan minat
pengembang untuk membangun perumahan untuk tingkat
pendapatan menengah ke atas.
f. Lembaga perumahan belum berfungsi secara efektif. Koordinasi
antar lembaga di bidang perumahan dan permukiman di tingkat
nasional dan lokal dirasakan masih kurang efektif. Sementara itu,
banyak pemerintah daerah masih kekurangan kapasitas teknis dan
sumber daya. Dalam beberapa kasus, kepentingan politik
menentukan prioritas untuk penyediaan perumahan lokal. Ini
membatasi dampak berkelanjutan dari pengeluaran pemerintah,
karena program seringkali berdiri sendiri, dan tidak mengatasi
kesulitan struktural dalam sistem pemerintah daerah.
Untuk mengatasi masalah di atas, Pemerintah Indonesia telah
menetapkan beberapa kebijakan dan inisiatif untuk meningkatkan
penyediaan perumahan yang terjangkau namun masalah dan tantangan
masih ada. Rencana 2015-2019 membayangkan pembangunan rumah
yang memadai, aman, dan terjangkau serta infrastruktur dasar untuk
meningkatkan standar hidup 40 persen populasi terbawah.
Selanjutnya pada bulan Januari 2015, Pemerintah Indonesia telah
mengembangkan peta jalan untuk Reformasi Kebijakan Perumahan, yang
merekomendasikan enam strategi untuk diterapkan untuk reformasi
kebijakan perumahan di Indonesia:
1) Mengembangkan dan menerapkan program peningkatan
permukiman kumuh yang komprehensif untuk meningkatkan kondisi
kehidupan penduduk di permukiman kumuh dan permukiman
informal yang ada.
2) Mendesain ulang kebijakan perumahan publik untuk meningkatkan
efisiensi dan efektivitas pengeluaran untuk sewa publik, solusi
perumahan vertikal dan inti/baris.
3) Memperkuat desain subsidi perbaikan rumah, untuk memperluas
jumlah penerima manfaat yang dicapai dan memungkinkan
kepadatan keuangan mikro perumahan.

40
4) Mengaktifkan dan memperluas pasar untuk perumahan yang
terjangkau dan meningkatkan partisipasi sektor swasta dalam pasar
perumahan formal berbiaya rendah, dengan mengambil pendekatan
bantuan uang muka dan menurunkan biaya penyediaan hipotek dan
pasokan perumahan yang ditargetkan untuk kelas menengah ke
bawah.
5) Membangun sistem pengiriman yang kuat yang memungkinkan
pemerintah pusat untuk mentransfer tanggung jawab dan
memperkuat pemerintah daerah dalam pelaksanaan program
perumahan.
6) Mengamankan lahan perkotaan untuk perumahan melalui mobilisasi
aset tanah publik yang kurang dimanfaatkan dan regularisasi
kepemilikan lahan kumuh dan pemukiman liar.
7) Strategi-strategi ini perlu ditindaklanjuti dengan rencana aksi yang
terperinci. Karena studi ini akan fokus pada aspek penyediaan
perumahan sisi penawaran, rencana tindakan nomor dua, empat, dan
lima perlu dijabarkan lebih lanjut secara terperinci.
2. Tujuan
Tujuan kegiatan ini untuk menyusun kebijakan dan strategi jangka
panjang tentang implementasi perumahan dan permukiman sebagai
referensi bagi semua pemangku kepentingan dalam memberikan sarana
secara serempak dan sistematis untuk mengoptimalkan pemenuhan
penyediaan perumahan yang memadai untuk semua warga negara, yaitu:
a. Untuk memperoleh ulasan komprehensif tentang pasar perumahan di
Indonesia;
b. Untuk melakukan studi komprehensif tentang rantai nilai sisi pasokan
di Indonesia, dari pra konstruksi hingga pasca konstruksi;
c. Untuk memberikan rekomendasi tentang pengaturan kelembagaan
untuk lembaga perumahan di Indonesia; dan
d. Untuk memberikan rekomendasi sebagai bagian dari revitalisasi
peran Perumnas, sebagai pengembang utama Pemerintah Indonesia
untuk produksi perumahan publik dan memfasilitasi pembangunan
kembali dan implementasi kebijakan perumahan.
2. Kerangka Kegiatan
Kerangka kegiatan Pengembangan Kebijakan Perumahan Rakyat dan
Penguatan Peran Perum Perumnas (Affordable Supply - Side Housing
Provisioning Study) yaitu:

41
a. Memperoleh gambaran yang komprehensif tentang pasar
perumahan di Indonesia, sebagai masukan untuk kebijakan
perumahan nasional, yaitu melalui:
1) Identifikasi kondisi makro pasar perumahan di Indonesia,
khususnya terkait dengan pencairan/realisasi dan tren
pengembangan pasar perumahan;
2) Identifikasi kondisi demografis pasar perumahan di Indonesia,
termasuk: Segmentasi pasar (profil sosial ekonomi, usia,
perilaku, alasan membeli rumah) dan daya beli;
3) Identifikasi preferensi konsumen di pasar perumahan (jenis
rumah, ukuran, kualitas, lokasi, dll), berdasarkan pada
kebutuhan dan kemauan untuk membayar, kecemasan dan
keinginan, sensitivitas harga, dll;
4) Identifikasi akses ke potensi pendanaan pada pembiayaan
perumahan di Indonesia;
5) Identifikasi potensi ketersediaan lahan untuk perumahan di
Indonesia;
6) Identifikasi kebijakan dan regulasi pasar perumahan;
7) Identifikasi standar bangunan perumahan di Indonesia;
8) Proyeksi tren pada pasar perumahan Indonesia;
9) Aspek lain yang diidentifikasi mempengaruhi pasar perumahan
di Indonesia.
b. Melakukan studi komprehensif tentang rantai nilai sisi penawaran di
Indonesia, dari pra-konstruksi hingga pasca konstruksi melalui
kegiatan:
1) Identifikasi pemangku kepentingan terkait dalam rantai pasokan
perumahan di Indonesia, untuk setiap jenis penyediaan
perumahan (dilaksanakan oleh Pemerintah, pengembang,
swadaya, PPP) untuk setiap tipologi perumahan;
2) Identifikasi masalah pada rantai pasokan (mata rantai yang
hilang, mata rantai yang lemah, pertukaran yang tidak
ekonomis);
3) Untuk mengidentifikasi kesenjangan dan inefisiensi tertentu
dalam sistem produksi perumahan ketika peran spesifik belum
diisi;

42
4) Untuk menganalisis peran yang harus dimainkan pemerintah
untuk mendukung/memfasilitasi produksi perumahan yang
terjangkau;
5) Untuk menganalisis perbedaan utama rantai nilai sisi penawaran
dan ekosistem antara penyediaan perumahan yang terjangkau
yang dipimpin oleh Pemerintah dan sektor swasta;
6) Untuk memberikan rekomendasi tentang masalah yang
diidentifikasi.
b. Menyusun rekomendasi tentang pengaturan kelembagaan untuk
lembaga perumahan di Indonesia dengan cara:
1) Identifikasi lembaga terkait dalam penyediaan perumahan di
Indonesia, termasuk peran mereka;
2) Identifikasi hubungan antar lembaga di sektor perumahan di
Indonesia;
3) Identifikasi tantangan dan masalah dalam hubungan antar
lembaga perumahan di Indonesia;
4) Rekomendasi pengaturan kelembagaan, termasuk:
 Rekomendasi hubungan antar lembaga;
 Rekomendasi peran antar lembaga;
 Rekomendasi tentang payung peraturan yang diperlukan
untuk mengatur hubungan antar lembaga perumahan;
 Rekomendasi lain yang diperlukan.
c. Menyusun rekomendasi sebagai bagian dari revitalisasi peran
Perumnas, untuk bertindak sebagai pengembang utama Pemerintah
Indonesia untuk menyediakan perumahan publik dan memfasilitasi
pembangunan kembali dan implementasi kebijakan perumahan.
1) Evaluasi kinerja Perumnas saat ini, terutama untuk perannya
dalam penyediaan pasokan perumahan untuk MBR di Indonesia.
Ini termasuk kinerja Perumnas dalam menerapkan perbankan
tanah, pengembang perumahan dan manajemen perkebunan;
2) Identifikasi tantangan dan masalah yang dihadapi Perumnas
saat ini dalam penyediaan perumahan untuk kelompok
berpendapatan rendah (MBR);
3) Evaluasi dampak skema kepemilikan Perumnas pada
penyediaan pasokan perumahan di Indonesia;
4) Rekomendasi tentang mandat dan peran Perumnas di masa
depan, sebagai Otoritas Perumahan Nasional di Indonesia. Ini

43
termasuk peran dan tanggung jawab untuk perbankan tanah,
pengembangan perumahan, manajemen perkebunan,
pengambilalihan, dan peran lain yang dapat diidentifikasi untuk
analisis.
3. Output yang diharapkan dan Capaian
Dalam kegiatan Pengembangan Kebijakan Perumahan Rakyat dan
Penguatan Peran Perum Perumnas (Affordable Supply - Side Housing
Provisioning Study) diharapkan menghasilkan out put dan capaian
sebagai berikut:

OUTPUT YANG
NO CAPAIAN OUTPUT
DIHARAPKAN
1 Mengidentifikasi data makro a. Tersedia data makro beserta analisis
terkait perumahan dan riset perumahan
pasar konsumen perumahan b. Tersedia hasil riset pasar konsumen
perumahan
c. Riset dilakukan di 50% provinsi/
kabupaten/kota di Indonesia
2 Mengidentifikasi dan a. Identifikasi pola rantai pasok penyediaan
memberikan rekomendasi perumahan
terkait permasalahan rantai b. Tersedianya prosentase data calon
pasok penyediaan perumahan pelanggan berdasarkan tempat tinggal, usia,
pekerjaan serta penghasilan
3 Mengidentifikasi dan a. Terbangunnya sinkronisasi tata Kelola dan
memberikan rekomendasi hierarki kewenangan sectoral
terkait kelembagaan b. Pembagian kewenangan tugas dan fungsi
perumahan antara regulator dengan operator perumahan
c. Mendorong terbitnya peraturan untuk
kemudahan perizinan perumahan
4 Mengidentifikasi dan a. Mendorong peran Perum Perumnas dalam
memberikan rekomendasi pengelolaan tanah sekaligus pelaksana
peran Perum Perumnas (operator) program pemerintah dalam
pembangunan perumahan

3.3.4 Sub Komponen 3-1 Peningkatan Kapasitas Pemerintah Daerah (Local


Government Capacity Building - LGCB)
1. Latar Belakang
a. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah menyatakan administrasi pemerintah daerah di Indonesia
berorientasi untuk mempercepat realisasi kesejahteraan masyarakat
melalui peningkatan layanan, pemberdayaan, partisipasi masyarakat,
dan peningkatan daya saing daerah.
b. Salah satu kebutuhan dasar dalam pelaksanaan pemerintah daerah
adalah pemenuhan persyaratan perumahan dan permukiman. Oleh
karena itu perumahan dan permukiman adalah salah satu fungsi
layanan esensial yang diperlukan oleh pemerintah daerah sesuai
dengan kewenangannya.

44
c. Kesenjangan antara penawaran dan permintaan kebutuhan
perumahan mengalami hambatan dan masalah. Kompleksitas dari
masalah ini tercermin dalam jumlah Backlog Data Kepemilikan
PPDPP-KemenPUPR sebesar 11,4 juta unit. Pada saat yang sama,
ada 2,5 juta rumah kumuh (RTLH), yang berkembang menjadi daerah
kumuh.
d. Bappenas mengatakan bahwa 20 persen masyarakat atas memiliki
akses ke perumahan melalui pasar formal, sementara 40 persen dari
kelas menengah membutuhkan dukungan pemerintah. Sementara 40
persen dari kelompok masyarakat terendah tidak dapat mengakses
dan membutuhkan dukungan dari Pemerintah.
e. Menanggapi masalah kesenjangan antara akses perumahan,
terutama untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), dengan
ketersediaan perumahan, pemerintah mengeluarkan Sejuta Rumah
tindakan (Sejuta Rumah) dengan berbagai skema pembiayaan
(FLPP, SSB, SBUM, BSPS, BP2BT) sehingga masyarakat
berpenghasilan rendah dapat memiliki rumah yang layak huni.
f. Program Perumahan Terjangkau Nasional (NAHP) hadir untuk
mempercepat terlaksananya program. Meskipun kewenangannya
ada di tingkat nasional, NAHP memprioritaskan peran Pemerintah
Daerah untuk mendukung pembangunan perumahan sesuai dengan
jurisdiksinya. LGCB-HS merupakan salah satu kegiatan komponen 3
NAHP dan merupakan bagian integral dari komponen lainnya.
g. Salah satu kebutuhan LGCB-HS yaitu ketersediaan data dan Profil
pemukiman perumahan. Saat ini, data backlog dan rumah kumuh
(RTLH) dengan nama berdasarkan alamat belum tersedia di semua
wilayah. Inovasi dalam membangun kemitraan dengan sektor swasta,
organisasi non-pemerintah dan bank juga tidak optimal. Selain itu,
alokasi anggaran pemukiman perumahan sebagai undang-undang
untuk pelayanan dasar masih belum optimal. Masalah-masalah ini
menunjukkan bahwa masih ada kebutuhan untuk membantu
pengarusutamaan pemukiman perumahan ke dalam perencanaan
dan penganggaran daerah.
h. Di sisi lain, data kemajuan Rencana Pembangunan Perumahan dan
Permukiman (RP3KP) menunjukkan bahwa hanya 61% daerah
memiliki RP3KP, 25% saat ini sedang menyusun, dan 14% akan
mengaturnya pada 2018. RP3KP, sebagai perumahan dan

45
perencanaan pembangunan permukiman, bermaksud
memprioritaskan pembangunan perumahan dan permukiman dalam
perencanaan pembangunan daerah.
i. Juga, mandat Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 2016 dan
Peraturan Menteri Dalam Neger Nomor 55 Tahun 2017 belum
optimal. Beberapa pemerintah daerah belum menindaklanjuti dengan
menyesuaikan peraturan daerah (menghapus, menggabungkan, dan
mempercepat izin).
j. Masalah-masalah sektor perumahan yang dijelaskan di atas tidak
akan dapat diselesaikan oleh pemerintah pusat tanpa dukungan dari
pemerintah daerah. Karena itu Kementerian Dalam Negeri/Direktorat
Jenderal Pembangunan Daerah dengan tugas dan fungsinya hadir
untuk mengawasi NAHP, terutama pada komponen HS LGCB. Peran
Direktorat Jenderal Pembangunan Daerah difokuskan pada
kebijakan dan lembaga sebagaimana disebutkan dalam Peraturan
Presiden Nomor 59 Tahun 2012.
k. Program Perumahan Terjangkau Nasional (NAHP) merupakan
bentuk dukungan fasilitasi dan pembinaan pemerintah kepada
pemerintah daerah. Bimbingan umum dilakukan oleh Kementerian
Dalam Negeri, sedangkan saran teknis dilakukan oleh Kementerian
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
l. Kementerian Dalam Negeri menjalankan fungsi pedoman umum
melalui pengembangan kapasitas pemerintah daerah. Karena itu,
dukungan Konsultan Manajemen Teknis diperlukan untuk
memperkuat kebijakan dan meningkatkan kapasitas Pemerintah
Daerah, juga untuk menciptakan kolaborasi antar Kementerian.
2. Tujuan Kegiatan
Tujuan program ini untuk memberikan bantuan teknis kepada Direktorat
Jenderal Pembangunan Daerah, Kementerian Dalam Negeri. Dukungan
teknis akan dalam kegiatan sehari-hari dengan komunikasi intensif dan
aktif di tingkat lokal dan nasional.
Melakukan pemetaan kebutuhan peningkatan kapasitas pemerintah
daerah dalam penyelenggaraan urusan perumahan dan Kawasan
permukiman, Melakukan pendampingan pengarusutamaan urusan
perumahan dan kawasan permukiman (PKP) dalam proses perencanaan
dan anggaran di daerah, Melakukan pendampingan dalam penyusunan
dokumen Rencana Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan

46
Kawasan Permukiman (RP3KP), Melakukan pendampingan kemudahan
perizinan dan non perijinan pembangunan perumahan masyarakat
berpenghasilan rendah (MBR).
3. Kerangka Kegiatan
Kerangka kegiatan Peningkatan Kapasitas Pemerintah Daerah (Local
Government Capacity Building - LGCB) meliputi:
a. Membantu kapasitas pemerintah daerah dalam
mengimplementasikan isu-isu pemukiman perumahan;
b. Membantu dan memulai pengarusutamaan pemukiman perumahan
dalam proses perencanaan dan anggaran;
c. Membantu persiapan Rencana Pembangunan Perumahan dan
Permukiman (RP3KP); dan
d. Membantu dan memprakarsai perubahan pada sistem layanan
terpadu satu pintu (PTSP) dalam penyederhanaan izin pembangunan
perumahan untuk keluarga berpenghasilan rendah.
Disamping keempat hal diatas, Kerangka kegiatan Peningkatan
Kapasitas Pemerintah Daerah (Local Government Capacity Building -
LGCB) termasuk di dalamnya:
a. Dukungan manajemen, pemantauan program, dan evaluasi;
b. Memperkuat Kebijakan dan Meningkatkan Kapasitas Pemerintah
Daerah; dan
c. Koordinasi nasional, provinsi, dan kota / kabupaten.
Dari seluruh rangkaian kegiatan Peningkatan Kapasitas Pemerintah
Daerah (Local Government Capacity Building - LGCB) diharapkan
menghasilkan output beberapa hal, termasuk:
a. Pengumpulan data dan manajemen pemukiman perumahan dan
menjadi Profil pemukiman perumahan yang ditetapkan oleh
Keputusan Daerah;
b. Pengarusutamaan Urusan pemukiman perumahan dalam
Perencanaan Lokal (RPJMD, RKPD, dan Renstra PKP);
c. Bantuan dalam Penyusunan Rencana Pengembangan Perumahan
dan Permukiman (RP3KP); dan
d. Dukungan dalam penyederhanaan Izin Pengembangan Perumahan
untuk Keluarga Berpenghasilan Rendah.
4. Output yang diharapkan dan Capaian

47
Dalam kegiatan Peningkatan Kapasitas Pemerintah Daerah (Local
Government Capacity Building - LGCB) diharapkan menghasilkan out put
dan capaian sebagai berikut:

OUTPUT YANG
NO CAPAIAN OUTPUT
DIHARAPKAN
1 Capaian output Profil PKP a. Tersusunnya Pedoman Penyusunan Profil.
b. Tersusunnya 15 Profil PKP, Tersusunnya
Draft Peraruran Kepala Daerah tentang
Penetapan Profil PKP.
c. Tersusunnya Modul Coaching Clinic
d. Matriks Perbaikan Substansi Profil PKP,
Feedback Profil PKP.
e. Matriks Assesment Kapasitas Pemerintah
Daerah melalui Surat Edara Direktur Jenderal
Bina Pembagunan Desa Nomor
648/3198/Bangda tanggal 13 Agustus 2020.
f. Penetapan Profil PKP di beberapa daerah
antara lain: Kabupaten Jeneponto, Kota
Parepare dan Kabupaten Ogan Komering Ilir.
g. Tersusun Modul Materi Coaching Clinic
Peningkatan Kualitas Profil PKP/RP3KP,
dengan materi antara lain: Penguatan Aspek
Sinkronisasi Program dan Kegiatan,
Penguatan Aspek Muatan Teknis dan
Penguatan Analisis Awal Rencana
Pengembangan PKP.
h. Tersusunnya Petunjuk Teknis/Modul PS
LGCB (Peningkatan Kapasitas dan Profil
PKP).
2 Capaian Output a. Tersusunnya Pedoman Pendampingan
Pendampingan RP3KP Penyususunan RP3KP.
b. Tersusunnya Instrumen Pendampingan
RP3KP.
c. Tersusunnya Draft Rancangan Peraturan
Daerah/Rancangan Peraturan Kepala
Daerah.
d. Pemetaan Kesesuaian Substansi Dokumen
RP3KP terhadap Rancangan Peraturan
Menteri.
e. Tersusunnya Fokus Pendampingan Dokumen
RP3KP.
f. Terfasilitasinya pemetaan kesesuaian
substansi dokumen RP3KP di luar NAHP oleh
Kementerian PUPR.
3 Capaian Output a. Tersusunnya Jadwal (milestone) Waktu
Pengarusutamaan Urusan Penyusunan Pengarustutamaan data
PKP Program.
b. Kegiatan, indikator, program dan kegiatan
sebagai referensi penyusunan dokumen
perencanaan daerah (RPJMD dan RKPD).
c. Pengarusutamaan nomenklatur program
terkait kegiatan Standar Pelayanan Minimum
(SPM) Bidang Perumahan didalam dokumen
perencanaan daerah (RPJMD dan RKPD)
yang telah tersusun dalam bentuk baseline
data, Indikator program, kegiatan sesuai
dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 18 tahun 2020, masuk dalam
penyempurnaan profil PKP.
d. Nomenklatur program kegiatan, masuk
didalam profil PKP yang disusun oleh daerah

48
OUTPUT YANG
NO CAPAIAN OUTPUT
DIHARAPKAN
(yang seharusnya indikasi program masuk
dalam RP3KP).
e. Nomenklatur program, kegiatan yang termuat
dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 90 Tahun 2019 Jo Keputusan Menteri
Dalam Negeri Nomor 50 Tahun 2020 sebagai
referensi penyusunan Indikasi Program
didalam Rancangan Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
tentang RP3KP sebagai peraturan Perubahan
dari Peraturan Menteri Perumahan Rakyat
Nomor 12 Tahun 2014,
f. Tersusunnya baseline program, kegiatan dan
anggaran urusan PKP didalam Dokumen
Perencanaan Daerah (RPJMD, dan RKPD
2021).
4 Proses Pendampingan a. Penyampaian materi modul.
Ranperkada Kemudahan b. Proses penyusunan Rancangan Peraturan
Perijinan dan Non Perijinan Kepala Daerah tentang Perizinan,
Pembangunan Rumah MBR c. Draft Rancangan Peraturan Kepala Daerah
tentang Perizinan,
d. Menginventarisasi produk hukum daerah
terkait perizinan,
e. Pendampingan dalam penyusunan rancangan
peraturan Kepala Daerah terkait perizinan.
f. Penyesuaian Peraturan Perundang-undangan
pasca pengesahan Undang-Undang tentang
Cipta Kerja,
g. Revisi template Rancangan peraturan Kepala
Daerah tentang Perizinan.
h. Pendampingan Penyusunan Rancangan
Peraturan Kepala Daerah tentang Perizinan
pasca diberlakukannya Undang-Undang
tentang Cipta Kerja,
i. Kesepakatan Bersama serta Komitmen
Daerah atas Rancangan Peraturan Kepala
Daerah.
j. Penetapan Rancangan Peraturan Kepala
Daerah menjadi Peraturan Kepala Daerah.
5 Grand Design SIM PS LGCB Dukungan SIPD:
NAHP dalam rangka a. Data pokok urusan PKP, data capaian target
mendukung Peningkatan program dan kegiatan berdasarkan
Kapasitas Pemerintah Nomenklatur Peraturan Menteri Dalam Negeri
Daerah Urusan PKP Tahun 2019.
b. Bentuk kegiatan yang dilaksanakan yaitu
dengan penyiapan desain SIM PS LGCB
sebagai dashboard Pelaksanaan PS LGCB
c. Output: Baseline Kapasitas Pemerintah
daerah, Baseline Profil PKP RP3KP
Pengarusutamaan Urusan PKP dan Perkada
Kemudahan Perijinan
d. Peningkatan kapasitas pemerintah daerah
dalam pengelolaan Manajemen data Urusan
PKP yang telah terintegrasi.
e. Integrasi Data Capaian dan Kemajuan Output
PS LGCB
f. Replikasi Model kepada daerah lain.
g. Inovasi MIS PS LGCB-NAHP, antara lain:
Pembuatan Portal Website, E-Learning
System, Database System, Support System

49
3.3.5 Sub Komponen 3-3 Kegiatan Kemitraan antara pemerintah dengan badan
usaha untuk Perumahan Terjangkau (Private Public Partnership
Affordable Housing Framework and KPBU)
1. Latar Belakang
Indonesia saat ini memiliki kebutuhan perumahan yang belum terpenuhi.
Ada sekitar 64,1 juta unit rumah di Indonesia, sekitar 15% di antaranya
dalam kondisi buruk. Perkiraan backlog sangat bervariasi. Dalam sensus
tahun 2015, BPS menghitung simpanan menjadi sekitar 11,4 juta unit,
berdasarkan informasi kepemilikan rumah, yang mengalami penurunan
dari 13,5 juta pada 2010. Jumlah unit di bawah standar, menggunakan
ukuran untuk kepadatan berlebih (<7,2 m2 per kapita) adalah 7,5 juta.
Sementara itu, 45% rumah tangga atau 28.900.000 unit dianggap di
bawah standar oleh beberapa ukuran, baik karena terlalu padat, dibangun
dari setidaknya satu bahan berkualitas buruk, atau tidak memiliki akses
ke layanan dasar.
Permintaan tahunan untuk perumahan tambahan melebihi pasokan.
Diperkirakan 820.000 hingga 920.000 unit baru dibutuhkan di daerah
perkotaan setiap tahun untuk menanggapi permintaan tahunan dari
pertumbuhan populasi. Namun, saat ini, sektor formal hanya
memproduksi sekitar 400.000 unit per tahun, di mana 50.000 hingga
100.000 unit adalah produk dari program hipotek bersubsidi. Tambahan
150.000 hingga 200.000 unit diaktifkan setiap tahun, melalui program
subsidi pemerintah, termasuk yang untuk peningkatan rumah tambahan,
perumahan sewa dan perumahan sosial. Ini menyisakan lebih dari
200.000, atau sekitar 30% rumah tangga baru, yang harus menggunakan
solusi informal atau tambahan kepadatan berlebihan. Selain itu,
demografi menunjukkan bahwa permintaan rumah tangga baru
cenderung berpenghasilan rendah secara tidak proporsional, karena
pertumbuhan populasi yang lebih tinggi di antara desil berpenghasilan
rendah.
Permintaan untuk perumahan di Indonesia telah didorong terutama oleh
urbanisasi. Bagian populasi Indonesia yang tinggal di daerah perkotaan
meningkat sekitar 30 hingga 55 persen antara tahun 1990 dan 2018.
Sementara laju urbanisasi Indonesia dapat dianggap normal selama
dekade terakhir, Tren ini telah mendorong kebutuhan akan perumahan di
daerah perkotaan. Dengan pangsa populasi perkotaan yang diperkirakan
akan meningkat dari 56 persen saat ini menjadi 63 persen pada tahun

50
2030, diperkirakan hampir 800.000 unit rumah baru dibutuhkan setiap
tahun untuk memenuhi permintaan rumah tangga baru. Sejauh ini,
Pemerintah Indonesia sedang berjuang untuk memenuhi permintaan
perumahan karena hanya mampu memasok 50 hingga 62,5 persen dari
total permintaan tahunan.
Defisit perumahan yang signifikan akan lebih terkonsentrasi di daerah
perkotaan. Sekitar 6 juta rumah tangga - kebanyakan penghuni
berpenghasilan rendah dan menengah - hidup dalam kondisi yang penuh
sesak. Di Jakarta, lebih dari separuh penyewa dengan pengalaman
pendapatan formal yang penuh sesak. Lebih jauh lagi, 25 juta orang
Indonesia atau sekitar sepersepuluh dari populasi tinggal di perumahan
di bawah standar, yang didefinisikan dengan memiliki lantai, dinding atau
atap yang terbuat dari bahan biasa-biasa saja, dan /atau kurang akses ke
layanan dasar. Hampir setengah atau 9,7 juta rumah tangga berada di
daerah perkotaan. Keterjangkauan perumahan juga merupakan kendala
utama. Hanya 20 persen rumah tangga terkaya yang mampu membeli
rumah di pasar komersial formal, berdasarkan perkiraan biaya perumahan
rata-rata Rp 440 juta (US $ 33.000). 40 persen rumah tangga menengah
mampu membeli rumah formal yang sama hanya dengan subsidi
pemerintah, sementara perumahan yang dibangun oleh pengembang
tidak dapat diakses hingga ke bawah 40 persen.
Ada beberapa faktor terkait mengapa persediaan perumahan belum
memenuhi kebutuhan perumahan:
1) Mengembangkan dan menerapkan program peningkatan
permukiman kumuh yang komprehensif untuk meningkatkan kondisi
kehidupan penduduk di permukiman kumuh dan permukiman
informal yang ada.
2) Mendesain ulang kebijakan perumahan publik untuk meningkatkan
efisiensi dan efektivitas pengeluaran untuk sewa publik, solusi
perumahan vertikal dan inti/baris.
3) Memperkuat desain subsidi perbaikan rumah, untuk memperluas
jumlah penerima manfaat yang dicapai dan memungkinkan
kepadatan keuangan mikro perumahan.
4) Mengaktifkan dan memperluas pasar untuk perumahan yang
terjangkau dan meningkatkan partisipasi sektor swasta dalam pasar
perumahan formal berbiaya rendah, dengan mengambil
pendekatan bantuan uang muka dan menurunkan biaya

51
penyediaan hipotek dan pasokan perumahan yang ditargetkan
untuk kelas menengah ke bawah.
5) Membangun sistem pengiriman yang kuat yang memungkinkan
pemerintah pusat untuk mentransfer tanggung jawab dan
memperkuat pemerintah daerah dalam pelaksanaan program
perumahan.
6) Mengamankan lahan perkotaan untuk perumahan melalui
mobilisasi aset tanah publik yang kurang dimanfaatkan dan
regularisasi kepemilikan lahan kumuh dan pemukiman liar.
7) Strategi-strategi ini perlu ditindaklanjuti dengan rencana aksi yang
terperinci. Karena studi ini akan fokus pada aspek penyediaan
perumahan sisi penawaran, rencana tindakan nomor dua, empat,
dan lima perlu dijabarkan lebih lanjut secara terperinci.
2. Tujuan
Tujuan dari kegiatan ini untuk menyusun kebijakan dan strategi jangka
panjang tentang implementasi perumahan dan permukiman sebagai
referensi bagi semua pemangku kepentingan dalam memberikan sarana
secara serempak dan sistematis untuk mengoptimalkan pemenuhan
penyediaan perumahan yang memadai untuk semua warga negara, yaitu:
a. Untuk memperoleh ulasan komprehensif tentang pasar perumahan
di Indonesia;
b. Untuk melakukan studi komprehensif tentang rantai nilai sisi
pasokan di Indonesia, dari pra konstruksi hingga pasca konstruksi;
c. Untuk memberikan rekomendasi tentang pengaturan kelembagaan
untuk lembaga perumahan di Indonesia; dan
d. Untuk memberikan rekomendasi terkait Otoritas Perumahan
Nasional dalam rangka mendorong produksi dan pengelolaan
perumahan terjangkau, pengelolaan tanah, memfasilitasi
pembangunan kembali, implementasi kebijakan perumahan dan
mendorong pengembangan perumahan publik yang terintegrasi
pada setiap rantai pasok perumahan.
3. Kerangka Kegiatan
Kerangka kegiatan Pengaturan Kelembagaan Nasional bagi Sektor
Perumahan (Affordable Supply - Side Housing Provisioning Study) terdiri
dari:

52
a. Memperoleh gambaran yang komprehensif tentang pasar
perumahan di Indonesia, sebagai masukan untuk kebijakan
perumahan nasional melalui:
1) Identifikasi kondisi makro pasar perumahan di Indonesia,
khususnya terkait dengan pencairan/realisasi dan tren
pengembangan pasar perumahan;
2) Identifikasi kondisi demografis pasar perumahan di Indonesia,
termasuk: Segmentasi pasar (profil sosial ekonomi, usia,
perilaku, alasan membeli rumah) dan daya beli;
3) Identifikasi preferensi konsumen di pasar perumahan (jenis
rumah, ukuran, kualitas, lokasi, dll), berdasarkan pada
kebutuhan dan kemauan untuk membayar, kecemasan dan
keinginan, sensitivitas harga, dll;
4) Identifikasi akses ke potensi pendanaan pada pembiayaan
perumahan di Indonesia;
5) Identifikasi potensi ketersediaan lahan untuk perumahan di
Indonesia;
6) Identifikasi kebijakan dan regulasi pasar perumahan;
7) Identifikasi standar bangunan perumahan di Indonesia;
8) Proyeksi tren pada pasar perumahan Indonesia;
9) Aspek lain yang diidentifikasi mempengaruhi pasar perumahan
di Indonesia.
b. Melakukan studi komprehensif tentang rantai nilai sisi penawaran di
Indonesia, dari pra-konstruksi hingga pasca konstruksi melalui
kegiatan:
1) Identifikasi pemangku kepentingan terkait dalam rantai pasokan
perumahan di Indonesia, untuk setiap jenis penyediaan
perumahan (dilaksanakan oleh Pemerintah, pengembang,
swadaya, PPP) untuk setiap tipologi perumahan;
2) Identifikasi masalah pada rantai pasokan (mata rantai yang
hilang, mata rantai yang lemah, pertukaran yang tidak
ekonomis);
3) Untuk mengidentifikasi kesenjangan dan inefisiensi tertentu
dalam sistem produksi perumahan ketika peran spesifik belum
diisi;

53
4) Untuk menganalisis peran yang harus dimainkan pemerintah
untuk mendukung/memfasilitasi produksi perumahan yang
terjangkau;
5) Untuk menganalisis perbedaan utama rantai nilai sisi penawaran
dan ekosistem antara penyediaan perumahan yang terjangkau
yang dipimpin oleh Pemerintah dan sektor swasta;
6) Untuk memberikan rekomendasi tentang masalah yang
diidentifikasi.
c. Menyusun rekomendasi tentang pengaturan kelembagaan untuk
lembaga perumahan di Indonesia dengan cara:
1) Identifikasi lembaga terkait dalam penyediaan perumahan di
Indonesia, termasuk peran mereka;
2) Identifikasi hubungan antar lembaga di sektor perumahan di
Indonesia;
3) Identifikasi tantangan dan masalah dalam hubungan antar
lembaga perumahan di Indonesia;
4) Rekomendasi pengaturan kelembagaan, termasuk:
 Rekomendasi hubungan antar lembaga;
 Rekomendasi peran antar lembaga;
 Rekomendasi tentang payung peraturan yang diperlukan
untuk mengatur hubungan antar lembaga perumahan;
 Rekomendasi lain yang diperlukan.
d. Menyusun rekomendasi terkait Otoritas Perumahan Nasional yang
diperlukkan untuk mendorong produksi perumahan publik,
memfasilitasi pembangunan kembali, implementasi kebijakan
perumahan dan mendorong pengembangan perumahan publik yang
terintegrasi pada setiap rantai pasok perumahan.
1) Evaluasi kinerja Perumnas saat ini, terutama untuk perannya
dalam penyediaan pasokan perumahan untuk MBR di Indonesia.
Ini termasuk kinerja Perumnas dalam menerapkan perbankan
tanah, pengembang perumahan dan manajemen perkebunan;
2) Identifikasi tantangan dan masalah yang dihadapi Perumnas
saat ini dalam penyediaan perumahan untuk kelompok
berpendapatan rendah (MBR);
3) Rekomendasi tentang Otoritas Perumahan Nasional di
Indonesia. Termasuk peran dan tanggung jawab untuk
perbankan tanah, pengembangan dan manajemen pengelolaan

54
perumahan publik, pengambil alihan, dan peran lain yang dapat
diidentifikasi untuk analisis.
4. Output yang diharapkan dan Capaian
Dalam kegiatan Pengembangan Kebijakan Perumahan Rakyat dan
Penguatan Peran Perum Perumnas (Affordable Supply - Side Housing
Provisioning Study) diharapkan menghasilkan out put dan capaian
sebagai berikut:

OUTPUT YANG
NO CAPAIAN OUTPUT
DIHARAPKAN
1 Mengidentifikasi data makro a. Tersedia data makro beserta analisis
terkait perumahan dan riset perumahan
pasar konsumen perumahan b. Tersedia hasil riset pasar konsumen
perumahan
c. Riset dilakukan di seluruh provinsi dan
sebagian kabupaten/kota di Indonesia
2 Mengidentifikasi dan a. Identifikasi pola rantai pasok penyediaan
memberikan rekomendasi terkait perumahan
permasalahan rantai pasok b. Tersedianya prosentase data calon
penyediaan perumahan konsumen perumahan berdasarkan tempat
tinggal, usia, pekerjaan serta penghasilan
c. Tersedianya data preferensi calon
konsumen perumahan terkait keinginan
penghunian perumahan di masa yang akan
dating dan kemampuan membayar.
3 Mengidentifikasi dan a. Terbangunnya sinkronisasi tata Kelola dan
memberikan rekomendasi terkait hierarki kewenangan sektoral
kelembagaan perumahan b. Pembagian kewenangan tugas dan fungsi
antara regulator dengan operator
perumahan
c. Mendorong terbitnya peraturan untuk
kemudahan perizinan perumahan
4 Mengidentifikasi dan b. Terwujudnya rekomendasi terkait Otoritas
memberikan rekomendasi peran Perumahan Nasional dalam rangka
Otoritas Perumahan Nasional mendorong produksi dan pengelolaan
perumahan terjangkau, pengelolaan tanah,
pelaksana (operator) program pemerintah
dan mendorong pembangunan perumahan
yang teritegrasi pada setiap rantai pasok
perumahan.

55
04. STRUKTUR ORGANISASI PELAKSANA NAHP

4.1 Dasar Hukum


Sebagai dasar hukum pembentukan kelembagaan program NAHP sebagai pelaksana
program merujuk pada:
1. Keputusan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional Nomor: 9/MPPN/HK/01/2017 tentang Pembentukan Tim
Pengarah Pembangunan Perumahan, Pemukiman, Air Minum, Dan Sanitasi
Nasional;
2. Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat Nomor
918/KPTS/M/2017 tentang Pembentukan Komite Pengelola Proyek (Project
Management Committee) dan Unit Pelaksana Proyek (Project Implementation Unit)
Program Perumahan Terjangkau (National Affordable Housing Program)
sebagamana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Keputusan Menteri
Pekerjaan Umum Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat
Nomor 1394/KPTS/M/2020 tentang Perubahan Keempat Atas Keputusan Menteri
Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat Nomor 918/KPTS/M/2017 tentang
Pembentukan Komite Pengelola Proyek (Project Management Committee) dan Unit
Pelaksana Proyek (Project Implementation Unit) Program Perumahan Terjangkau
(National Affordable Housing Program) ; dan
3. Keputusan Direktur Jenderal Perumahan Selaku Kepala Komite Pengelola Proyek
(Project Management Committee) Program Perumahan Terjangkau (National
Affordable Housing Program) Nomor 162/KPTS/Dir/2020 tentang Keanggotaan Unit
Pelaksana Proyek (Project Implementation Unit) Program Perumahan Terjangkau
(National Affordable Housing Program-NAHP).
Sesuai dengan ketiga ketentuan di atas, maka Pelaksana program NAHP terdiri dari
Komite Pengarah, Komite Pengelola, dan Unit Pelaksana Proyek. Pada penjelasan
dibawah ini akan disampaikan tentang penjelasan fungsi dan tata peran masing-masing
beserta hubungan interorganisasinya.

4.2 Komite Pengarah (Steering Committee)


Komite Pengarah Program NAHP ini merupakan Tim Pengarah Pembangunan
Perumahan, Permukiman, Air Minum dan Sanitasi (PPAS) Nasional yang secara
langsung maupun tidak langsung memiliki hubungan dengan Program NAHP. Tim
Pengarah Pembangunan Perumahan, Permukiman, Air Minum, dan Sanitasi Nasional
selaku komite pengarah beranggotakan pejabat tinggi dari Kementerian
PPN/Bappenas, Kementerian Keuangan, Kementerian PUPR, Kementerian Dalam

59
Negeri, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN),
serta Badan Pusat Statistik (BPS). Komite Pengarah ini akan mengadakan pertemuan
di tengah dan akhir tahun untuk meninjau keseluruhan kemajuan program dan
memfasilitasi koordinasi antar anggota Pokja.
Komite Pengarah (Steering Committee) memiliki tugas dan fungsi sebagai berikut:
a. Mendukung kebijakan operasional pelaksanaan NAHP ;
b. Memberikan masukan pengembangan panduan yang diperlukan dalam pelaksanaan
NAHP;
c. Meninjau keseluruhan kemajuan pelaksanaan NAHP;
d. Memberikan masukan kepada PMC dan PIU terkait pelaksanaan NAHP serta
menetapkan parameter pemantauan penggunaan dana pinjaman; dan
e. Memfasilitasi koordinasi lintas anggota Pokja Nasional mengenai isu-isu penting
terkait reformasi kebijakan perumahan dan pelaksanaannya.

4.3 Komite Pengelola (Project Management Committee - PMC) NAHP


Kementerian PUPR akan menjadi instansi pelaksana yang bertanggung jawab
terhadap pelaksanaan keseluruhan NAHP termasuk pengelolaan keuangan,
pengadaan dan pengelolaan kontraktual, pengawasan, pemantauan, evaluasi,
pengelolaan lingkungan dan sosial (safeguards) dan pelaporan. Berdasarkan
Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat Nomor
918/KPTS/M/2017 tentang Pembentukan Komite Pengelola Proyek (Project
Management Committee) dan Unit Pelaksana Proyek (Project Implementation Unit)
Program Perumahan Terjangkau (National Affordable Housing Program) sebagamana
telah diubah beberapa kali terakhir dengan Keputusan Menteri Pekerjaan Umum
Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat Nomor
1394/KPTS/M/2020 tentang Perubahan Keempat Atas Keputusan Menteri Pekerjaan
Umum Dan Perumahan Rakyat Nomor 918/KPTS/M/2017 tentang Pembentukan
Komite Pengelola Proyek (Project Management Committee) dan Unit Pelaksana
Proyek (Project Implementation Unit) Program Perumahan Terjangkau (National
Affordable Housing Program) kemudian dibentuk PMC NAHP.
PMC dikepalai oleh Pejabat Eselon I Kementerian PUPR, yaitu: Direktur Jenderal
Perumahan dengan susunan lengkap keanggotaan PMC sebagai berikut:

60
Tabel 4.1
Struktur Keanggotaan PMC NAHP

NO. NAMA/JABATAN JABATAN DALAM TIM

1 Direktur Jenderal Perumahan Kepala PMC NAHP


2 Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Wakil Kepala NAHP
Pekerjaan Umum dan Perumahan
3 Direktur Pengembangan Sistem dan Anggota PMC NAHP
Strategi Pembiayaan
4 Direktur Pelaksanaan Pembiayaan Anggota PMC NAHP
Perumahan
5 Direktur Sistem dan Strategi Anggota PMC NAHP
Penyelenggaraan Perumahan
6 Direktur Rumah Swadaya Anggota PMC NAHP
7 Kepala Biro Perencanaan Anggaran dan Anggota PMC NAHP
Kerja Sama Luar Negeri
8 Chandra Rudi Parulian Situmorang, S.T., Anggota PMC NAHP
M.T./Pejabat Fungsional Madya Direktorat sekaligus merangkap
Jenderal Perumahan Kepala PIU NAHP

Sebagai pelaksana NAHP, PMC memiliki tugas dan fungsi sebagai berikut:
1. Melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang
pengembangan sistem dan strategi pelaksanaan pembiayaan infrastruktur
pekerjaan umum dan perumahan, serta kemudahan dan bantuan pembiayaan
perumahan yang terkait dengan pelaksanaan kegiatan dukungan teknis komponen
1: BP2BT;
2. Melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang
pelaksanaan pembiayaan infrastruktur perumahan, kemudahan dan bantuan
pembiayaan perumahan yang didanai NAHP melalui pelaksanakan kegiatan
Komponen 1: BP2BT;
3. Melaksanakan koordinasi dan perumusan kebijakan dan pengembangan strategi,
penyusunan program dan anggaran, pelaksanaan kemitraan dan kelembagaan,
pengelolaan data dan sistem informasi, pengelolaan lingkungan dan sosial, serta
pemantauan dan evaluasi kinerja di bidang penyelenggaraan perumahan
perumahan yang terkait dengan pelaksanaan kegiatan dukungan teknis komponen
2: BSPS;
4. Melaksanakan penyusunan program anggaran, penyusunan rencana teknis,
standar dan pedoman, fasilitasi pendataan dan verifikasi, fasilitasi pemberdayaan
dan kemitraan, pelaksanaan bantuan stimulan, pemantauan di bidang
penyelenggaraan bantuan rumah swadaya, dan pelaksanaan evaluasi dan
pelaporan yang didanai NAHP melalui pelaksanakan kegiatan Komponen 2: BSPS;

61
5. Melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan program NAHP
yang terkait dengan pelaksanaan kegiatan dukungan teknis komponen 3; dan
6. Melaksanakan koordinasi administrasi penganggaran, pemantauan dan evaluasi
program dan kegiatan, serta kerja sama luar negeri yang mendukung pelaksanaan
dan keberlanjutan kegiatan NAHP.
Dalam hal menjalankan fungsi dan tugas diatas, Kepala PMC menunjuk Kepala PIU
untuk mengkoordinasikan seluruh kegiatan NAHP agar dapat dilaksanakan sesuai
dengan kinerja program, yang didalamnya termasuk tugas dan fungsi untuk melakukan
pengelolaan lingkungan dan sosial.

4.4 Unit Pelaksana (Project Implementation Units - PIU) NAHP


PIU sebagai anggota PMC dikepalai oleh pejabat fungsional Direktorat Jenderal
Perumahan. PIU bertanggungjawab untuk pelaksanaan BP2BT, pelaksanaan BSPS,
dan dukungan teknis dalam hal:
1. Melaksanakan program kerja yang telah ditetapkan PMC NAHP;
2. Melaporkan kepada Kepala PMC dan Wakil Kepala PMC NAHP mengenai
pencapaian kinerja pelaksanaan fisik kegiatan dan pencapaian kinerja penyerapan
anggaran NAHP setiap 3 (tiga) bulan dan jika sewaktu-waktu dibutuhkan oleh PMC;
3. Membantu PMC dalam melakukan kompilasi dan konsolidasi data realisasi
keuangan pelaksanaan anggaran untuk kebutuhan penyusunan IFR secara
berkala;
4. Membantu PMC dalam mengkonsolidasikan kesiapan dan pengelolaan dokumen
pengadaan barang dan jasa;
5. Membantu PMC dalam menyusun dan melaksanakan Kerangka Pengelolaan
Lingkungan dan Sosial;
6. Melaksanakan kegiatan di Komponen 1: BP2BT, Komponen 2: BSPS, dan
Komponen 3: Reformasi Kebijakan Perumahan yang dilaksanakan baik
dilingkungan Direktorat Jenderal Perumahan Kementerian dan Direktorat Jenderal
Pembiayaan Perumahan dan Infrastuktur Pekerjaan Umum Kementerian PUPR dan
Direktorat Jenderal Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri; dan
7. Melaksanakan tugas-tugas kesekertariatan PMC NAHP.
Dalam menjalankan tanggung jawabnya, Kepala PIU didukung oleh:
1. Wakil Kepala Pelaksana Bidang; dan
2. Asisten Bidang.
Sedangkan untuk Wakil Kepala Bidang dan Asisten Bidang National Affordable Housing
Program terdiri dari:
1. Wakil Kepala Pelaksana Bidang BSPS;

62
2. Wakil Kepala Pelaksana BP2BT;
3. Asisten Bidang Perencanaan;
4. Asisten Monev Bidang BSPS;
5. Asisten Monev Bidang BP2BT; dan
6. Asisten Bidang Keuangan dan Umum
Gambar di bawah adalah struktur dari organisasi PIU sebagai Pengelola Proyek
Program Perumahan Terjangkau.

KEPALA PROJECT
IMPLEMENTATION UNIT

WAKIL KEPALA WAKIL KEPALA


PELAKSANA PELAKSANA
BIDANG BSPS BIDANG BP2BT

ASISTEN BIDANG ASISTEN BIDANG DITJEN BINA


PERENCANAAN KEUANGAN DAN BANGDA
UMUM

ASISTEN MONEV ASISTEN MONEV


BIDANG BSPS BIDANG BP2BT

Gambar 4.1

Struktur Organisasi Keanggotaan Unit Pelaksana Proyek (PIU) NAHP

Dari struktur di atas, maka pelaksanaan kegiatan NAHP dapat dijelaskan sebagai
berikut:
a. Kegiatan operasional harian BP2BT, Dukungan Pengembangan HREIS dan
Pengembangan Akses Pembiayaan Perumahan, akan dilaksanakan oleh Wakil
Kepala Pelaksana Bidang BP2BT yang didukung oleh Asisten Monev Bidang
BP2BT yang berada di bawah pengawasan Kepala PIU sebagai anggota PMC
NAHP;
b. Kegiatan operasional harian BSPS, Dukungan Teknis Reformasi Kebijakan
Perumahan, Penguatan Peran Perumnas, dan Peningkatan Kapasitas Pemerintah
Daerah dalam Perencanaan Perumahan yang pelaksanaan kegiatannya

63
dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Pembangunan Daerah Kementerian Dalam
Negeri, akan dilaksanakan oleh Wakil Kepala Pelaksana Bidang BSPS yang
didukung oleh Asisten Monev Bidang BSPS yang berada di bawah pengawasan
Kepala PIU sebagai anggota PMC NAHP;
c. Kegiatan operasional yang terkait perencanaan akan dilaksanakan oleh Asisten
Bidang Keuangan dan Umum dibawah pengawasan Kepala PIU sebagai anggota
PMC NAHP; dan
d. Kegiatan operasional yang terkait Bidang Keuangan dan Umum akan dilaksanakan
oleh Asisten Bidang Keuangan dan Umum di bawah pengawasan Kepala PIU
sebagai anggota PMC NAHP.
Selain didukung oleh tim dari unit kerja masing-masing, PIU juga akan didukung oleh
tim konsultan pendukung.

4.5 Tata Peran Pemangku Kepentingan


Pemangku kepentingan keseluruhan NAHP beserta rincian perannya dijelaskan pada
Tabel berikut:
Tabel 04.2
Tata Peran Pemangku Kepentingan

NO. UNIT LEMBAGA/ ORGANISASI PERAN DAN FUNGSI

1 Tim Pengarah Pembangunan Komite Pengarah (Steering Committee)


Perumahan, Permukiman, Air Minum, a. Mendukung kebijakan operasional pelaksanaan
dan Sanitasi Nasional NAHP;
b. Memberikan masukan pengembangan panduan yang
Ketua: diperlukan dalam pelaksanaan NAHP;
Kementerian PPN/BAPPENAS c. Meninjau keseluruhan kemajuan pelaksanaan NAHP;
Anggota: d. Memberikan masukan kepada PMC dan PIU terkait
a. Kementerian PUPR; pelaksanaan NAHP serta menetapkan parameter
b. Kementerian Keuangan pemantauan penggunaan dana pinjaman; dan
c. Kementerian Dalam Negeri; e. Memfasilitasi koordinasi lintas anggota Pokja
d. Kementerian ATR/BPN; dan Nasional mengenai isu-isu penting terkait reformasi
e. Biro Pusat Statistik. kebijakan perumahan dan pelaksanaannya.
2 Direktorat Jenderal Perumahan dan Project Management Committee (PMC)
Direktorat Jenderal Pembiayaan a. Mengeluarkan Surat Keputusan PMC;
Infrastruktur Pekerjaan Umum dan b. Memimpin koordinasi seluruh pelaksanaan NAHP,
Perumahan, Kementerian PUPR termasuk memimpin pertemuan koordinasi tengah
Ketua: tahun;
Direktur Jenderal Perumahan, c. Memimpin penyiapan laporan tengah tahun melalui
Kementerian PUPR koordinasi dengan PIU;
Wakil Ketua: d. Mengkoordinasikan penyampaian laporan IFR untuk
Direktur Jenderal Pembiayaan kemudian disampaikan ke Bank Dunia;
Infrastruktur Pekerjaan Umum dan e. Mengkoordinasikan parameter penilaian efektivitas
Perumahan pelaksanaan NAHP;
Anggota: f. Mengkoordinasikan kegiatan administratif untuk
a. Direktur Pengembangan Sistem penganggaran dan pencairan dana; dan
dan Strategi Pembiayaan; g. Mengkoordinasikan pengaturan audit BP2BT dan
b. Direktur Pelaksanaan Pembiayaan BSPS serta semua kegiatan dukungan teknis di
Perumahan; bawah komponen 1, 2, dan 3 dengan auditor
eksternal.

64
NO. UNIT LEMBAGA/ ORGANISASI PERAN DAN FUNGSI

c. Direktur Sistem dan Strategi


Penyelenggaraan Perumahan;
d. Direktur Rumah Swadaya;
e. Kepala Biro Perencanaan
Anggaran dan Kerja Sama Luar
Negeri; dan
f. Pejabat Fungsional Madya
Direktorat Jenderal
3 Direktorat Jenderal Perumahan, Project Implementation Unit (PIU)
Kementerian PUPR a. Melaksanakan penyiapan perumusan dan
pelaksanaan kebijakan di bidang pengembangan
Kepala: Pejabat Fungsional Madya sistem dan strategi pelaksanaan pembiayaan
Direktorat Jenderal Perumahan infrastruktur pekerjaan umum dan perumahan, serta
kemudahan dan bantuan pembiayaan perumahan
yang terkait dengan pelaksanaan kegiatan dukungan
teknis komponen 1: BP2BT;
b. Melaksanakan penyiapan perumusan dan
pelaksanaan kebijakan di bidang pelaksanaan
pembiayaan infrastruktur perumahan, kemudahan
dan bantuan pembiayaan perumahan yang didanai
NAHP melalui pelaksanakan kegiatan Komponen 1:
BP2BT;
c. Melaksanakan koordinasi dan perumusan kebijakan
dan pengembangan strategi, penyusunan program
dan anggaran, pelaksanaan kemitraan dan
kelembagaan, pengelolaan data dan sistem informasi,
serta pemantauan dan evaluasi kinerja di bidang
penyelenggaraan perumahan perumahan yang terkait
dengan pelaksanaan kegiatan dukungan teknis
komponen 2: BSPS;
d. Melaksanakan penyusunan program anggaran,
penyusunan rencana teknis, standar dan pedoman,
fasilitasi pendataan dan verifikasi, fasilitasi
pemberdayaan dan kemitraan, pelaksanaan bantuan
stimulan, pemantauan di bidang penyelenggaraan
bantuan rumah swadaya, dan pelaksanaan evaluasi
dan pelaporan yang didanai NAHP melalui
pelaksanakan kegiatan Komponen 2: BSPS; dan
e. Melaksanakan koordinasi administrasi
penganggaran, pemantauan dan evaluasi program
dan kegiatan, pengelolaan lingkungan dan sosial,
serta kerja sama luar negeri yang mendukung
pelaksanaan dan keberlanjutan kegiatan NAHP.

4 Direktorat Jenderal Perumahan Wakil Kepala Pelaksana Bidang BSPS


a. Membantu Kepala PIU NAHP dalam mengendalikan
Wakil Kepala Pelaksana Bidang BSPS: penyelenggaraan BSPS;
b. Melaporkan kepada Kepala PIU NAHP mengenai
pencapaian kinerja (fisik, anggaran, output dan
outcome) pelaksanaan kegiatan BSPS secara
periodik;
c. Memberi masukan dan rekomendasi untuk
penyempurnaan pelaksanaan BSPS kepada Kepala
Komite Proyek (Project Management Committee)
melalui Kepala PIU; dan
d. Memastikan pengaduan dan hasil audit pelaksanaan
BSPS telah tuntas ditindaklanjuti.

65
NO. UNIT LEMBAGA/ ORGANISASI PERAN DAN FUNGSI

5 Direktorat Jenderal Pembiayaan Wakil Kepala Pelaksana Bidang BP2BT


Infrastruktur Pekerjaan Umum dan a. Membantu Kepala PIU NAHP mengendalikan
Perumahan penyelenggaraan BP2BT;
b. Melaporkan kepada PIU NAHP mengenai pencapaian
kinerja (fisik, anggaran, output, dan outcome)
Wakil Kepala Pelaksana Bidang pelaksanaan Program BP2BT secara periodik;
BP2BT: c. Mengkoordinasikan kelengkapan dokumen syarat
administratif pengadaan barang dan jas di Program
BP2BT untuk mendapat persetujuan dari Kepala
Project Management Committee (PMC) dan Bank
Dunia melalui Kepala PIU; dan
d. Memberi masukan dan rekomendasi untuk
penyempurnaan pelaksanaan Program BP2BT
kepada Kepala Project Management Committee
(PMC) melalui Kepala PIU.
e. Memastikan pengaduan dan hasil audit pelaksanaan
BP2BT telah tuntas ditindaklanjuti
6 Direktorat Jenderal Perumahan Asisten Bidang Perencanaan NAHP
a. Mengkoonsolidasikan rencana kegiatan pada
Asisten Bidang Perencanaan NAHP Komponen 1: BP2BT, Komponen 2: BSPS, dan
Komponen 3: Reformasi Kebijakan Perumahan; dan
b. Mengkonsolidasikan rencana kegiatan tahunan Jasa
Konsultansi, Jasa Non Konsultansi, dan Tenaga Ahli
Pendukung Program NAHP.
7 Direktorat Jenderal Perumahan Asisten Bidang Keuangan dan Umum NAHP
a. Mengkoordinir seluruh pelaporan yang dibutuhkan
Asisten Bidang Keuangan dan Umum oleh Komite Pengelola Proyek (Project Management
NAHP Committee), Bank Dunia dan PIU;
b. Mengkonsolidasikan laporan keuangan antara
(Interim Financial Report) National Affordable Housing
Program (NAHP) secara berkala (triwulanan dan
tahunan) sesuai ketentuan pelaporan yang ada;
c. Mengkonsolidasikan laporan kemajuan keuangan
untuk National Affordable Housing Program (NAHP)
secara tepat waktu;
d. Mengkonsolidasikan kesiapan dokumen pengadaan
barang dan jasa untuk disetujui oleh Kepala PMC dan
Bank Dunia melalui Kepala PIU; dan
e. Membantu Kepala PIU NAHP dalam memfasilitasi
penyelesaian dan penanganan pengaduan dan hasil
audit.
8 Direktorat Jenderal Perumahan Asisten Monev Bidang Bantuan Stimulan Perumahan
Swadaya (BSPS)
Asisten Monev Bidang Bantuan a. Monitoring dan evaluasi kinerja penyelenggaraan,
Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) capaian output, dan capaian outcome kegiatan dari
Pelaksanaan BSPS dan Dukungan Teknis
Penyediaan Perumahan;
b. Memastikan pelaksanaan penyaluran BSPS telah
sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan
Petunjuk Teknis yang mengatur atau terkait dengan
tentang BSPS;
c. Memantau kinerja dan kualitas dukungan
pelaksanaan BSPS;
d. Mendampining seluruh tahapan pelaksanaan BSPS
dimulai dari perencanaan, pendampingan, kemajuan
penyaluran bantuan, pemantauan pelaksanaan, dan
evaluasi program;

66
NO. UNIT LEMBAGA/ ORGANISASI PERAN DAN FUNGSI

e. Melakukan pemantauan terhadap kepatuhan


Kerangka Pengelolaan Lingkungan dan Sosial pada
seluruh tahapan pelaksanaan BSPS; dan
f. Menyusun laporan kemajuan pelaksanaan BSPS
kepada Wakil Kepala Bidang BSPS secara periodik.
9 Direktorat Jenderal Pembiayaan Asisten Monev Bidang Bantuan Pembiayaan
Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT)
Perumahan a. Memastikan pelaksanaan penyaluran BP2BT telah
sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan
Asisten Monev Bidang Bantuan Petunjuk Teknis yang mengatur atau terkait tentang
Pembiayaan Perumahan Berbasis BP2BT;
Tabungan (BP2BT) b. Memantau kinerja dan kualitas dukungan
pelaksanaan program BP2BT;
c. Mendampingi seluruh tahapan pelaksanaan BP2BT
dimulai dari perencanaan, penadmpingan, kemajuan
penyaluran bantuan, pemantauan pelaksanaan, dan
evaluasi program;
d. Melakukan pemantauan terhadap kepatuhan
Kerangka Pengelolaan Lingkungan dan Sosial pada
pelaksanaan kegiatan BP2BT; dan
e. Menyusun laporan kemajuan pelaksanaan BP2BT
kepada Wakil Kepala Pelaksana Bidang BP2BT
secara periodik.
10 Direktorat Jenderal Pembangunan a. Menilai kapasitas Pemerintah Daerah dalam
Daerah Kementerian Dalam Negeri penyelenggaraan urusan Pemerintahan daerah;
b. Melakukan pendampingan pengarusutamaan urusan
Perumahan dan Kawasan Pemukiman (PKP) dalam
proses perencanaan dan anggaran di daerah;
c. Melakukan pendampingan dalam penyusunan
dokumen Rencana Pembangunan dan
Pengembangan Perumahan dan Kawasan
Permukiman (RP3KP) pada wilayah pekerjaan; dan
d. Melakukan pendampingan kemudahan perizinan
pembangunan perumahan bagi Masyarakat
Berpenghasilan rendah (MBR) di daerah.
11 Inspektorat Jenderal a. Bersama dengan Komite Pengelola Proyek (Project
Kementerian Pekerjaan Management Committee) menyusun kebijakan teknis
Umum dan Perumahan pengawasan internal;
Rakyat b. Melaksanakan proses review perencanaan anggaran
dan usulan revisi anggaran;
c. Bersama dengan lembaga audit yang ditunjuk
melaksanakan internal audit, peninjauan, evaluasi,
pemantauan, dan kegiatan pengawasan lainnya; dan
d. Melaksanakan review laporan keuangan proyek
sebelum disampaikan kepada auditor eksternal.
12 Inspektorat Jendral Kementerian a. Bersama Komite Pengelola Proyek (Project
Dalam Negeri Republik Indonesia Management Committee) menyiapkan penyusunan
kebijakan teknis pengawasan intern terkait
pelaksanaan kegiatan;
b. Bersama Komite Pengelola Proyek (Project
Management Committee) melaksanakan
pengawasan intern terhadap kinerja dan keuangan
program melalui audit, reviu, evaluasi, pemantauan,
dan kegiatan pengawasan lainnya; dan
c. Bersama Komite Pengelola Proyek (Project
Management Committee) menyusunan laporan hasil
pengawasan dan pengawasan terhadap
penyelenggaraan program di lingkungan
pemerintahan daerah.

67
NO. UNIT LEMBAGA/ ORGANISASI PERAN DAN FUNGSI

13 Satuan Kerja (Satker) Pelaksana a. Mengkoordinasikan pelaksanaan dengan Bank


Kegiatan National Affordable Housing Pelaksana yang telah dipilih untuk menyalurkan dana
Program (NAHP) program.
b. Mengelola proses pemilihan dan penetapan penerima
manfaat program sesuai dengan kriteria kelayakan
penerima bantuan.
c. Mengelola proses pencairan Dana program dari
Pemerintah melalui Bank Pelaksana hingga diterima
oleh Penerima Manfaat.
d. Melaporkan kemajuan pelaksanaan program kepada
PIU sebagai informasi pendukung dalam penyusunan
IFR setiap triwulan.
e. Mengembangkan dan mengelola sistem Information
Technology (IT) Program
f. Mengembangkan dan mengelola kampanye promosi,
branding dan komunikasi Program.
g. Bekerjasama dengan Direktorat Evaluasi Pembiayaan
Perumahan untuk memfasilitasi pelaksanaan Review
Kepatuhan Eksternal oleh lembaga pihak ketiga yang
ditunjuk Direktur Jenderal Pembiayaan Perumahan
untuk memastikan kepatuhan baik dari Bank
Pelaksana maupun Penerima Manfaat.
h. Memfasilitasi proses Review Kepatuhan Internal
pelaksanaan program yang dilakukan oleh Inspektorat
Jenderal Kementerian PUPR.
i. Menganalisis semua data Program, dan menyiapkan
laporan tentang kinerja program dan indikator kinerja
untuk PIU.
j. Menindaklanjuti rekomendasi sesuai dengan hasil
review kepatuhan internal dan eksternal, termasuk
berkoordinasi dengan Bank Pelaksana dalam
memenuhi tindak koreksi yang disarankan dalam
laporan pengawasan.
k. Berkoordinasi dengan PIU dalam rangka audit NAHP.
14 Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) a. Menyusun rencana pelaksanaan kegiatan dan rencana
Pelaksana Kegiatan National Affordable penarikan dana NAHP berdasarkan Daftar Isian
Housing Program (NAHP) Pelaksanaan Anggaran (DIPA);
b. Menerbitkan Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa
terkait pelaksanaan kegiatan NAHP;
c. Membuat, menandatangani dan melaksanakan
perjanjian/kontrak dengan Penyedia Barang/Jasa
pelaksanaan kegiatan NAHP;
d. Mengendalikan pelaksanaan perjanjian/ kontrak
kegiatan NAHP;
e. Menguji dan menandatangani surat bukti mengenai
hak tagih kepada negara;
f. Membuat dan menandatangani SPP;
g. Melaporkan pelaksanaan/penyelesaian kegiatan
NAHP kepada KPA;
h. Menyerahkan hasil pekerjaan pelaksanaan kegiatan
NAHP kepada KPA dengan Berita Acara Penyerahan;
i. Menyimpan dan menjaga keutuhan seluruh dokumen
pelaksanaan kegiatan NAHP; dan
j. Melaksanakan tugas dan wewenang lainnya yang
berkaitan dengan tindakan yang mengakibatkan
pengeluaran anggaran belanja negara sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.

68
NO. UNIT LEMBAGA/ ORGANISASI PERAN DAN FUNGSI

15 Pemerintah Provinsi a. Membantu pemerintah pusat dalam mengawasi


keberjalanan program di daerah dengan koordinasi
bersama pemerintah Kabupaten/Kota;
b. Bersama dengan Pokja PKP Provinsi
megkoordinasikan pelaksanaan NAHP di tingkat
daerah;
c. Bersama dengan Pokja PKP Provinsi mengawasi
pelaksanaan NAHP di tingkat Kabupaten/Kota dan
memastikan program BP2BT dan BSPS berjalan
sesuai dengan rencana; dan
d. Mengkoordinasikan Pemerintah Kabupaten/ Kota
dalam rangka membantu PIU mempersiapkan laporan
berkala.
16 Pemerintah Daerah a. Menerbitkan dan memeriksa kelengkapan
Kabupaten/Kota persyaratan PBG bagi pemohon BP2BT;
b. Membentuk Tim Teknis untuk mendukung
pelaksanaan BSPS di daerah;
c. Mendukung pelaksanaan dukungan teknis di bawah
Komponen 1, 2, dan 3;
d. Bersama dengan Pemerintah Provinsi memberikan
dukungan penyediaan data, fasilitasi kunjungan dan
survei lapangan, serta pertemuan yang melibatkan
masyarakat dan para pemangku kepentingan di
tingkat daerah; dan
e. Membantu PIU atau konsultan yang mewakili dalam
pelaksanaan NAHP di tingkat daerah termasuk
pengelolaan, verifikasi dan evaluasi, dukungan terkait
pengelolaan lingkungan dan sosial serta pelaporan.
17 Bank dan Lembaga Keuangan lain a. Memberikan pinjaman dan bersama dengan PIU
mengelola BP2BT dalam hal memeriksa aplikasi,
menetapkan penerima bantuan, memantau program,
dan memperbaharui database penerima bantuan;
b. Menyampaikan laporan progres pemberian pinjaman
BP2BT;
c. Menyalurkan dana BSPS ke rekening penerima
bantuan dan rekening Toko Bangunan;
d. Berkoordinasi dengan Kementerian PUPR dalam
mengevaluasi pelaksanaan program BSPS dan
BP2BT; dan
e. Memfasilitasi lembaga audit yang ditunjuk untuk
mengevaluasi pelaksanaan program BSPS dan
BP2BT.
18 Pokja PKP Provinsi dan a. Mendukung pelaksanaan dan pengawasan program
Kabupaten/Kota BP2BT, BSPS, dan dukungan teknis di daerah;
b. Memberikan masukan dalam rangka pengembangan
program dan peningkatan mutu keluaran.
19 Tim Verifikasi a. Sosialisasi kegiatan BSPS secara berjenjang kepada
Ketua: Kasi Wilayah Balai P2P masyarakat penerima manfaat program.
Sekretaris: unsur Balai P2P b. Memberikan prosedur kegiatan, tata cara pelaksanaan
Anggota: program, tanggung jawab penerima bantuan, sanksi,
1. Unsur Balai P2P ketentuan rumah layak huni, penyusunan rencana
2. Unsur Dinas PKP Kab/Kota anggaran biaya dan pelaporan kegiatan.
3. Unsur Bappeda Kab/Kota c. Memeriksa laporan penilaian kualitas rumah calon
4. Unsur Bapermas Kab/Kota penerima bantuan berdasarkan kualitas komponen
5. Unsur Dinas Sosial bangunan struktural dan non struktural termasuk
6. Unsur Kecamatan aspek pengelolaan lingkungan dan sosial yang
7. Unsur Desa/Kelurahan dilaporkan oleh TFL

69
4.6 Tim Konsultan NAHP
Sebagai upaya pengendalian terhadap implementasi program sesuai dengan
Komponen program NAHP telah dipersiapkan komposisi susunan konsultan NAHP
yang terdiri dari: Konsultan Nasional, Provinsi, Tenaga Pendamping Kabupaten dan
Tenaga Fasilitator Lapangan.
1. Konsultan Nasional
a. Konsultan Advisory NAHP
1) Tanggung jawab:
a) Bertanggung jawab memberikan bantuan teknis (teknis/substansi/
administrasi), konsultasi, pertimbangan kebijakan strategis, dan
koordinasi dengan berbagai pemangku kepentingan/lembaga.
b) Bertanggung jawab memberikan rekomendasi/saran/tindakan
terkait pengembangan/penyempurnaan manajemen proyek NAHP
kepada Kepala PIU melalui koordinasi dengan Sekretariat PIU.
c) Bertanggung jawab kepada Kepala PIU dalam membantu kolaborasi
semua sumber daya manusia NAHP dalam rangka bersama-sama
untuk mencapai indikator kinerja NAHP dengan terdiri dari indikator
kinerja program hasil (Tujuan Pengembangan Proyek/PDO) dan
indikator kinerja program keluaran (Kerangka Hasil Menengah).
2) Lingkup tugas
a) Memberikan bantuan dan layanan reguler (setiap hari) pada aspek
administrasi, teknis atau substantif kepada Kepala PIU dalam
memenuhi tugas dan tanggung jawab yang ditugaskan.
b) Memfasilitasi Kepala PIU untuk:
(1) Meninjau Rencana Kerja Tahunan NAHP (AWP) dan memantau
persiapan dokumen anggaran terkait yang disiapkan PIU
NAHP;
(2) Memberikan alternatif strategi kebijakan dan tindakan yang
harus diambil dalam pelaksanaannya agar tepat waktu dan
tepat sasaran;
(3) Memberikan upaya untuk memecahkan masalah dan tantangan
potensial yang dihadapi;
(4) Memfasilitasi Sekretariat PIU untuk mengoordinasikan Pihak
Eksternal dan Pihak Internal Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat (PUPR) dalam bentuk pertemuan,
lokakarya, dan pertemuan rutin lainnya tentang proyek NAHP;

70
(5) Melakukan koordinasi dan kolaborasi dengan Konsultan
Manajemen Proyek (KMP) NAHP untuk bersama-sama
memberikan informasi material/data/kemajuan secara berkala
dan pencapaian tentang implementasi NAHP untuk laporan
NAHP yang dibutuhkan oleh Kepala PIU melalui Sekretariat
PIU, untuk disampaikan kepada Kepala PMC, Bank Dunia,
Menteri PUPR, dan Pihak lain;
(6) Memberikan bantuan teknis dengan menyediakan bahan/
informasi/laporan yang ada dibutuhkan oleh Kepala PIU dan
Anggota PIU yang penyerahannya melalui Sekretariat PIU.
Bantuan teknis tersebut meliputi:
(a) Sosialisasi dan diseminasi proyek NAHP untuk stakeholder
lembaga di pemerintah pusat dan daerah;
(b) Kemajuan tentang implementasi proyek dari setiap
komponen NAHP yang mencakup fisik, keuangan, masalah
dan tantangan, pengelolaan lingkungan dan sosial serta
kebutuhan untuk penyelesaian tindakan;
(c) Laporan keuangan interim (IFR) dari NAHP;
(d) Mengkonsolidasikan kesiapan dan pelaksanaan
pengadaan barang dan jasa dari setiap paket proyek NAHP
sesuai dengan aspek administrasi dan hukum pengadaan
barang dan jasa yang berlaku di Indonesia dan Bank Dunia,
termasuk manajemen proses pengadaan, tinjauan
administrasi pengadaan (TOR, rencana anggaran,
dokumen pengadaan/ permintaan proposal) sampai
diterbitkannya no objection letter (NOL);
(e) Konsolidasi laporan penyerapan anggaran SP2D dan
NAHP dari paket aktivitas dari semua Komponen NAHP
yang telah diterapkan untuk menerapkan aplikasi penarikan
(WA) dan perbaikan akun khusus;
(f) Konsolidasi jadwal master time, target dan realisasi output
dan hasil, serta kebutuhan untuk pengeluaran dan
pencairan dana pinjaman dari setiap paket kegiatan di
semua komponen NAHP untuk dikoordinasikan dan
dipenuhi satu sama lain;

71
(g) Memfasilitasi pemantauan pengaduan dan penyelesaian
audit (baik keuangan dan kinerja) dari setiap kegiatan
NAHP;
(h) Memfasilitasi pemantauan penyelesaian pengaduan dan
memberikan rekomendasi/tindakan untuk melakukan
intervensi untuk mitigasi risiko di masa depan; dan
(i) Menyediakan infografis NAHP sebagai publikasi,
dokumentasi, dan penyebaran informasi NAHP kepada
masyarakat luas.
(7) Konsolidasi administrasi korespondensi NAHP, baik yang
dimasukkan atau dikeluarkan oleh Kepala PIU dan Anggota PIU
dari lingkup eksternal dan internal, dibawah koordinasi
Sekretariat PIU;
(8) Memfasilitasi dukungan teknis untuk kajian jangka menengah
dan evaluasi akhir atas keluaran dan hasil dari setiap
komponen/subkomponen/paket proyek NAHP di bawah Tujuan
Pengembangan Proyek (PDO) dalam Perjanjian Pinjaman
NAHP;
(9) Melakukan pengembangan atau penyempurnaan pedoman,
manual, pedoman teknis sebagai alat kerja yang mendukung
efektivitas manajemen dan prosedur kerja manajemen NAHP;
(10) Mengembangkan Sistem Informasi NAHP yang berisi data,
informasi tentang sosialisasi materi, materi program kampanye,
dan materi lainnya sehingga transfer informasi dan manajemen
pengetahuan di antara personel NAHP mudah dan cepat dan
mendukung pengungkapan informasi kepada masyarakat luas;
(11) Membantu Kepala PIU dan Sekretariat PIU dalam memberikan
bimbingan teknis/pengarahan kepada Personil NAHP terkait:
(a) format pelaporan NAHP sesuai dengan persyaratan Bank
Dunia;
(b) bimbingan Unit Kerja yang melaksanakan pengadaan
barang dan jasa dari kegiatan paket NAHP; dan
(c) kontrol tugas dan hubungan kerja semua Penyedia
Layanan yang direkrut sebagai pelaksana kegiatan NAHP.
(12) Memberikan fasilitasi dan dukungan teknis pada kegiatan
khusus/insidental yang terkait dengan NAHP seperti pameran,
seminar, talkshow, Misi Bank Dunia, dan lainnya.

72
b. Konsultan Manajemen Pusat NAHP
1) Tanggung jawab
Bertanggung jawab memberikan bantuan rutin dan layanan administrasi,
teknis, dan substantif kepada Kepala PIU, Wakil Pelaksana Bidang,
Asisten Bidang Perencanaan dan Asisten Bidang Keuangan dan Umum
NAHP dalam memenuhi tugas dan tanggung jawab yang ditugaskan
melalui koordinasi dengan Sekretariat PIU.
2) Tugas
a) Menyediakan bantuan teknis untuk mendukung Kepala PIU,
Anggota PIU, dan Sekretariat PIU dalam:
(1) Perencanaan Program, meliputi konsolidasi rencana kerja
tahunan (AWP) dari Wakil Pelaksana Bidang, Asisten Bidang
Perencanaan dan Asisten Bidang Keuangan dan Umum NAHP
dalam penyusunan Kerangka Acuan (KAK) dan Rencana
Anggaran Kegiatan (RAB), serta persiapan teknis/pedoman
implementasi Kerangka Pengelolaan Lingkungan dan Sosial;
(2) Pendampingan untuk implementasi program kerja yang
ditetapkan oleh PMC NAHP;
(3) Pemantauan dan evaluasi, termasuk pemantauan dan evaluasi
kemajuan pelaksanaan kegiatan (termasuk fisik, keuangan,
masalah yang dihadapi, hasil keluaran, dan realisasi hasil) dan
implementasi Kerangka Pengelolaan Lingkungan dan Sosial
dalam proyek NAHP;
(4) Konsolidasi data SP2D dari unit kerja terkait dalam persiapan
laporan Laporan Keuangan Sementara (IFR) dan aplikasi
penarikan (WA);
(5) Mempersiapkan bahan/data/informasi yang dibutuhkan oleh
Asisten Bidang Perencanaan NAHP dalam pelaksanaan
sosialisasi/diseminasi/publikasi kegiatan NAHP, rapat
koordinasi, pelaksanaan misi Bank Dunia, dan kegiatan lain
yang diarahkan oleh Unit Pelaksana Proyek (PIU);
(6) Pelaporan berkala, termasuk laporan kegiatan (catatan resmi,
laporan rapat, dll.), laporan kemajuan pelaksanaan kegiatan,
laporan Pemenuhan Kerangka Pengelolaan Lingkungan dan
Sosial, dan laporan khusus lainnya sebagaimana diarahkan
oleh Unit Pelaksana Proyek (PIU);

73
(7) Manajemen administrasi, termasuk pelaksanaan surat
menyurat terkait NAHP yang dikeluarkan oleh Kepala PIU serta
pelaksanaan pengarsipan dokumen terkait; dan
(8) Pengelolaan kegiatan komunikasi publik NAHP, terutama untuk
sub-komponen Komponen Kebijakan, termasuk perencanaan,
pelaksanaan kegiatan, dan evaluasi.
b) Memberikan dukungan teknis dalam persiapan instrumen bimbingan
teknis di bidang perumahan dan perumahan;
c) Menyediakan fasilitasi dan dukungan teknis dalam pelaksanaan
kegiatan dukungan NAHP, termasuk penyebaran, pertemuan rutin,
rapat koordinasi, pameran/seminar, misi Bank Dunia, dan kegiatan
khusus/mendadak lainnya yang diarahkan oleh Kepala PIU dan
Anggota PIU melalui Sekretariat PIU; dan
Berkoordinasi dan bekerjasama dengan Konsultan Advisory NAHP untuk
bersama-sama memberikan materi/data/nformasi pencapaian implementasi
NAHP secara berkala sebagai laporan NAHP kepada Kepala PIU untuk
diserahkan kepada Kepala PMC, Bank, Menteri PUPR, Bank Dunia, dan
pihak lainnya melalui Sekretariat PIU.
2. Konsultan Provinsi
Konsultan provinsi yang mendukung pelaksanaan kegiatan NAHP terdiri dari:
a. Tenaga Pendukung Penyaluran (TPP) Provinsi untuk kegiatan BP2BT; dan
b. Konsultan Provinsi BSPS.
Terkait dengan tugas pokok dan fungsi dari TPP Provinsi akan dijelaskan dalam
POM: 1 dan Konsultan Individu akan dijelaskan dalam POM: 2.
3. Tenaga Pendamping Kabupaten
Konsultan Kabupaten yang mendukung pelaksanaan kegiatan NAHP terdiri dari:
a. Tenaga Pendukung Penyaluran (TPP) Kabupaten untuk kegiatan BP2BT;
b. Koordinator Kabupaten/Kota (Korkab/Korkot) untuk kegiatan BSPS.
Terkait tugas pokok dan fungsi dari TPP Kabupaten akan dijelaskan dalam POM
1 dan Koordinator Kabupaten (korkab) akan dijelaskan dalam POM 2.
4. Tenaga Fasilitator Lapangan
Tenaga Fasilitator Lapangan (TFL) adalah konsultan atau tenaga fasilitator
lapangan yang bertugas di desa/kelurahan guna mendukung pelaksanaan
kegiatan BSPS. Selanjutnya tentang tugas pokok dan fungsi dari Tenaga
Fasilitator Lapangan (TFL) akan dijelaskan dalam POM: 2.
Sedangkan untuk kegiatan sub komponen Dukungan Teknis untuk reformasi
Kebijakan Perumahan didukung oleh:

74
1. Konsultan Kegiatan Peningkatan Kapasitas Pemerintah Daerah (Local
Government Capacity Building – LGCB);
2. Konsultan Kegiatan Sistem Informasi Perumahan dan Real Estat (Housing And
Real Estate Information System – HREIS);
3. Konsultan Kegiatan Kemitraan antara pemerintah dengan badan usaha untuk
Perumahan Terjangkau (Private Public Partnership Affordable Housing
Framework and KPBU);
4. Konsultan Kegiatan Pengaturan Kelembagaan Nasional Perumahan bagi Sektor
Perumahan (National Housing Board); dan
5. Konsultan Kegiatan Rekomendasi Kebijakan Perumahan dalam Penyusunan
Grand Desain Perumahan 2020-2045 (Housing Policy Recommendation in
Preparation for Housing Grand Design 2020-2045).
Terkait dengan tugas dan tanggung jawab dari masing-masing Tim Konsultan
Dukungan Teknis untuk reformasi Kebijakan Bidang Perumahan secara terperinci
sudah dijelaskan dalam POM: 0 ini, yaitu pada sub bab 3.3. Sedangkan sistem
koordinasi dari pelaksanaan Komponen 1, 2 dan 3 selanjutnya dalam flow chart
pada gambar 4.2.

Gambar 4.2

Gambar Standar koordinasi dan pelaporan Konsultan NAHP

75
05. PENGELOLAAN PROGRAM NAHP

Pengelolaan NAHP mencakup pengadaan barang dan jasa; pengelolaan keuangan;


pemantauan dan evaluasi; penanganan keluhan; pengelolaan dampak lingkungan hidup dan
sosial; mitigasi risiko bencana; partisipasi inklusif; dan keberlanjutan program.

5.1 Pengadaan Barang dan Jasa


Proyek-proyek yang menggunakan dana Bank Dunia wajib mengikuti mekanisme
seleksi Bank Dunia. Prosedur pengadaan barang dan jasa mengikuti dokumen:
Procurement under IBRD Loans and IDA Credits & Grants by World Bank Borrowers,
January 2011 and revised July 2014. Sementara untuk seleksi konsultan mengacu
pada “Selection and Employment of Consultants under IBRD Loans and IDA Credits &
Grants by World Bank Borrower, January 2011 and revised July 2014”.
Sebagian besar paket pengadaan pada NAHP adalah untuk jasa konsultansi. Jasa
konsultansi yang dibutuhkan adalah kombinasi dari konsultan perusahaan dan individu.
Seleksi konsultan perusahaan akan menggunakan metode QCBS dan CQS. Seleksi
konsultan individu akan menggunakan metode seleksi kompetitif dengan
membandingkan minimal tiga (3) kandidat. Khusus untuk fasilitator, proses
pengadaannya akan dilakukan secara kompetitif dan terbuka yang dijelaskan di
Buku Pedoman Seri 2 mengenai Rumah Swadaya. Pengadaan barang dan jasa
non-konsultansi akan menggunakan metode belanja barang atau belanja jasa lainnya
dengan metode National Competitive Bidding (NCB) atau shopping. Kategori
pengadaan jasa konsultansi dijelaskan pada Tabel 5.1 Proses pengadaan masing-
masing metode pengadaan dijelaskan berikutnya.

Tabel 5.1
Kategori Proses Pengadaan Barang dan Jasa

KATEGORI METODE THRESHOLD METODE BANK REVIEW


Jasa Konsultansi QCBS ≥ USD 300.000 Prior review jika ≥USD 1.000.000
Perusahaan CQS < USD 300.000 Post review
Jasa Konsultasi Kompetitif N/A ≥ $ 300.000 dan/atau
Individu sebagaimana dicantumkan di
dalam procurement plan

Barang ICB ≥ USD 2.000.000 Semua Prior review ≥ USD


2.000.000
NCB USD 100.000 – USD
2.000.000
Belanja <USD 100.000 Post review
Jasa non- ICB ≥ USD 10.000.000 Semua Prior review
konsultansi
NCB < USD 10.000.000 ≥USD 2.000.000
Penunjukan N/A Justifikasi diperlukan

79
Pengadaan jasa konsultan untuk Komponen 1 mencakup pengelolaan, pengembangan
sistem IT, peninjau kepatuhan eksternal dan internal, kampanye komunikasi publik, dan
fasilitator konstruksi mandiri BP2BT. Pengadaan jasa konsultan untuk Komponen
2 mencakup pengelolaan (konsultan manajemen dan fasilitator) BSPS, pengembangan
SIRUS, serta fasilitasi dan kebijakan perumahan swadaya. Pengadaan jasa konsultan
untuk Komponen 3 mencakup pengembangan HREIS; pengembangan kebijakan
Tapera, dan jaminan KPR; pengembangan kebijakan penyediaan perumahan
swadaya, penguatan Perum Perumnas dan Pemerintah Daerah.
Semua paket pengadaan harus terdaftar di dalam dokumen rencana pengadaan
(procurement plan) yang harus disetujui oleh Bank Dunia. Sebagai bagian dari
persiapan proyek, Rencana Pengadaan Awal (Initial Procurement Plan) harus memuat
kegiatan yang akan dilelangkan dalam waktu 18 (delapan belas) bulan ke depan.
Dokumen rencana pengadaan harus dapat diakses melalui website proyek dan website
eksternal Bank Dunia dan diperbarui minimal satu kali dalam satu tahun untuk
merefleksikan pelaksanaan aktual dan pembaruan rencana untuk 12 (dua belas)
bulan ke depan.
Dalam hal pemilihan konsultan perusahaan, dokumen permintaan proposal (Request
for Proposal) harus menggunakan standar Bank Dunia dan proses seleksi dilakukan
secara manual. SPSE dapat digunakan untuk metode tertentu setelah dilakukan
penilaian dan evaluasi oleh Bank Dunia dan dinyatakan dapat diterima oleh Bank
Dunia. Seleksi konsultan individu akan menggunakan metode seleksi kompetitif yaitu
membandingkan minimal tiga (3) kandidat yang mempunyai kualifikasi yang sama.
Pemerintah daerah akan terlibat dalam pengadaan TFL dan Korkab/Korkot.
Kementerian PUPR mengeluarkan petunjuk pemilihan TFL dan Korkab/Korkot untuk
memastikan proses penunjukan dijalankan sesuai dengan prosedur yang tidak
bertentangan dengan peraturan Pemerintah Indonesia dan Bank Dunia. Pelatihan
kepada panitia seleksi di tingkat pusat atau daerah dapat dilakukan jika diperlukan.
5.1.1 Quality and Cost-Based Selection
QCBS adalah metode seleksi konsultan yang Seleksi Pengadaan Jasa
Konsultan Perusahaan dengan Metode Quality memungkinkan adanya
persaingan di antara perusahaan yang lolos dalam daftar pendek dengan
mempertimbangkan kualitas/teknis dan biaya yang ditawarkan berdasarkan
unsur logis dan kewajaran. Langkah-langkah seleksi konsultan dengan
metode QCBS meliputi hal-hal sebagai berikut:
1. Persiapan KAK dan Perhitungan Harga Perkiraan Sendiri (HPS)

80
KAK disiapkan oleh Kementerian PUPR sebagai instansi pelaksana. KAK
berisi antara lain:
a. Uraian secara garis besar mengenai proyek/kegiatan yang akan
dilaksanakan, meliputi: latar belakang, maksud dan tujuan, lokasi,
pendekatan dan metodologi, sumber pendanaan, unit pelaksana/
penanggung jawab;
b. Data penunjang yang berkaitan dengan proyek/kegiatan;
c. Ruang lingkup pekerjaan, tujuan yang ingin dicapai, keluaran yang
diharapkan, keterkaitan antara satu keluaran dengan keluaran yang
lain, lingkup kewenangan yang dilimpahkan kepada konsultan,
perkiraan waktu penyelesaian jasa konsultan, kualifikasi dan jumlah
tenaga ahli yang harus disediakan konsultan, dan jadwal dari setiap
tahap pekerjaan; dan
d. Jenis dan jumlah laporan yang dibutuhkan.
KAK dibuat fleksibel dan tidak terlalu detail sehingga perusahaan yang
berminat bisa mengajukan metodologi dan komposisi staf versi mereka.
Perusahaan konsultan juga didorong untuk memberikan komentar
terhadap isi KAK di dalam proposalnya.
Hal yang perlu sangat jelas di KAK adalah tanggung jawab pemberi
(Kementerian PUPR) dan penerima kerja (perusahaan konsultan). KAK
dikirim ke Bank Dunia untuk mendapatkan surat tidak keberatan atau No
Objection Letter (NOL), khususnya untuk QCBS Prior Review (HPS di atas
USD 1 juta).
Harga Perkiraan Sendiri dibuat berdasarkan kebutuhan tenaga ahli dan
waktu penugasannya, kebutuhan logistik, operasional pendukung, dan
keluaran yang diharapkan.
2. Penyusunan Konsep Iklan dan Request for Expression of Interest (REOI)
Kementerian PUPR harus mempersiapkan Pemberitahuan Pengadaan
Umum (General Procurement Notice-GPN) yang berisi daftar paket
pekerjaan untuk diumumkan di website United Nations Development
Business (UNDB) dan website eksternal Bank Dunia. Selain itu, Kementerian
PUPR juga harus mengiklankan undangan pernyataan ketertarikan (Request
for Expression of Interest–REOI) untuk masing-masing paket kegiatan.
Konsep REOI yang sudah dikonsultasikan kepada Bank Dunia selanjutnya
diumumkan di website Kementerian PUPR, UNDB online, situs lainnya,
dan/atau surat kabar nasional untuk paket dengan nilai di atas USD 300 ribu.

81
Sedangkan untuk CQS, pengumuman disampaikan di LPSE Kementerian
PUPR dan situs terkait lain dan/atau surat kabar nasional. REOI memuat:
a. kualifikasi dan pengalaman perusahaan konsultan yang dibutuhkan;
b. kriteria untuk seleksi daftar pendek;
c. penegasan agar tidak terjadi konflik kepentingan; dan
d. nama dan alamat Pokja.
Untuk QCBS, apabila tidak ada konsultan asing yang menyampaikan EOI,
maka seleksi konsultan dapat dilaksanakan dengan peserta lelang yang
terdiri dari 100% konsultan lokal dengan catatan bahwa Pokja sudah
mengumumkan secara luas REOI termasuk mengirimkan undangan
pemasukan EOI ke beberapa calon perusahaan yang potensial.
Konsultan yang berminat mengikuti seleksi diberikan waktu minimal 30 (tiga
puluh) hari kerja sejak dimuatnya iklan untuk mempersiapkan dan
memasukkan EOI kepada Panitia Seleksi.
3. Penyusunan Daftar Pendek
Daftar pendek disusun berdasarkan evaluasi yang dilakukan terhadap
konsultan yang memasukkan EOI. Daftar pendek terdiri dari minimal 6
(enam) perusahaan dan tersebar secara geografis. Perusahaan yang
diusulkan masuk ke dalam daftar pendek dibatasi maksimal hanya 2 (dua)
perusahaan konsultan dari satu negara.
Daftar pendek perusahaan dapat berasal seluruhnya dari dalam negeri
untuk nilai dibawah USD 400.000. Daftar pendek kemudian diserahkan
kepada Bank Dunia untuk mendapatkan persetujuan (No Objection Letter-
NOL).
Apabila NOL sudah diterbitkan, maka tidak dibenarkan untuk menambah,
mengurangi atau merubah daftar pendek tersebut tanpa persetujuan Bank
Dunia. Semua perusahaan yang menyampaikan EOI, berhak untuk
mendapatkan informasi mengenai daftar pendek akhir.
4. Penyusunan Request for Proposal (RFP)
RFP antara lain terdiri atas:
a. Surat undangan;
b. Instruksi yang diperlukan oleh konsultan untuk menyusun proposal dan
data seleksi (Instruction to Consultants/ITC);
c. Standar format proposal teknis dan biaya;
d. Kerangka Acuan Kerja (KAK); dan
e. Standar kontrak yang diusulkan. ULP harus menggunakan standar
RFP Bank Dunia (terlampir).
82
Konsep RFP yang sudah diisi lengkap diserahkan kepada Bank Dunia
untuk mendapatkan persetujuan. Hanya RFP yang sudah disetujui yang
dapat dikirimkan kepada perusahaan konsultan yang masuk dalam daftar
pendek untuk pemasukan proposal.
5. Pengiriman Request for Proposals (RFP) kepada Konsultan yang masuk
dalam daftar pendek
Perusahaan-perusahaan konsultan yang masuk dalam daftar pendek
dikirimi RFP dan diundang untuk memasukkan proposal. Distribusi RFP
dapat dilakukan melalui media elektronik, namun harus dijamin
keamanannya untuk menghindari modifikasi dan tidak menghalangi
konsultan dalam daftar pendek untuk mengaksesnya.
Mereka diberikan waktu minimal 30 (tiga puluh) hari untuk mempersiapkan
dan memasukkan proposalnya. Dalam jangka waktu ini, Perusahaan
konsultan dapat mengklarifikasi mengenai informasi yang terdapat dalam
RFP.
Pokja harus merespon permintaan klarifikasi ini secara tertulis dan
mendistribusikannya ke semua perusahaan dalam daftar pendek.
Perusahaan konsultan tidak dibenarkan untuk mengubah isi proposal
setelah melewati batas akhir waktu penyampaian proposal. Proposal Teknis
dan Proposal Biaya disampaikan dalam amplop terpisah.
6. Evaluasi Proposal
Evaluasi terhadap proposal yang masuk ke Panitia Seleksi dilakukan
dalam 2 (dua) tahap, yaitu:
a. Evaluasi kualitas terhadap: pengalaman konsultan (0-10%),
metodologi yang diusulkan (20-50%), kualitas tenaga ahli inti (30-60%),
alih pengetahuan (0-10%), dan penyetaraan konsultan (0-10%).
Kedua kriteria terakhir merupakan opsional tergantung dari tipe
pekerjaannya. Hasil evaluasi proposal teknis diajukan kepada Bank
Dunia untuk mendapat persetujuan (NOL) pertama. Evaluasi
personil/staf perlu memperhatikan:
1) kualitas secara umum (pendidikan, pelatihan, pengalaman,
jabatan, waktu/lamanya bergabung dengan perusahaan,
pengalaman di negara berkembang dan/atau setara;
2) bidang pekerjaan yang pernah ditangani, pengalaman lapangan,
khususnya yang berkaitan dengan pekerjaan yang ditawarkan;
3) pengetahuan mengenai sistem administrasi pemerintahan di
Indonesia, dsb.

83
b. Pokja dapat melakukan klarifikasi secara tertulis kepada perusahaan
jika ada informasi yang tidak jelas. Klarifikasi dilakukan dengan tidak
mengubah substansi dari penawaran.
c. Hasil evaluasi teknis diumumkan kepada semua perusahaan yang
memasukan penawaran teknis dan biaya. Informasi yang disampaikan
meliputi nama perusahaan dengan nilai teknisnya masing-masing.
Hanya perusahaan yang memenuhi minimum nilai teknis akan
diundang untuk hadir pada pembukaan proposal biaya. Sementara
proposal biaya dari perusahaan yang tidak lulus evaluasi teknis akan
dikembalikan dalam keadaan tertutup setelah kontrak ditandatangani
dengan perusahaan pemenang lelang. PIU akan menilai dan meneliti
Proposal Biaya dan melakukan koreksi aritmetika bila perlu, termasuk
konsistensi antara proposal teknis dan biaya.
Nilai akhir (teknis dan biaya) diperoleh dengan cara memberikan bobot
tertentu untuk nilai teknis dan nilai biaya dan kemudian dijumlahkan.
Peserta lelang yang memperoleh nilai akhir tertinggi akan diundang
untuk dilakukan negosiasi.
7. Negosiasi dan Pembuatan Draft Kontrak
Negosiasi dan diskusi hanya dapat dilakukan untuk KAK, metodologi,
kebutuhan personil, masukan dari pemberi kerja, dan syarat-syarat kontrak.
Untuk metode QCBS, negosiasi unit rate tidak diperbolehkan karena harga
merupakan salah satu faktor evaluasi. Hasil negosiasi dituangkan dalam
draft kontrak yang kemudian diajukan ke Bank Dunia untuk mendapatkan
persetujuan (NOL) termasuk laporan akhir teknis dan biaya dan berita acara
negosiasi kontrak.
8. Pembuatan Kontrak Kerja
Draft Kontrak yang sudah mendapatkan NOL kemudian ditandatangani dan
konsultan dapat memulai pekerjaannya. Selanjutnya salinan kontrak dikirim
kepada Bank Dunia segera setelah ditandatangani sebagai informasi.
9. Pengumuman Pemenang
Setelah diperoleh pemenang, maka PIU akan mengumumkan pemenang
pada media informasi yang sama dengan penyampaian iklan dengan
cakupan informasi:
a. nama semua konsultan yang memasukkan proposal;
b. nilai proposal teknis masing-masing konsultan;
c. nilai proposal biaya masing-masing konsultan;
d. rangking final konsultan;
84
e. nama pemenang dan harga, dan
f. lama (periode) dan ringkasan lingkup kontrak.
Informasi sama akan dikirimkan kepada semua konsultan yang tercantum
dalam proposal.
5.1.2 Seleksi Pengadaan Jasa Konsultan Perusahaan dengan Metode
Consultant Qualification Selection
Metode CQS dilakukan dengan menilai kualifikasi dan pengalaman
perusahaan. Pada prinsipnya proses seleksi CQS hampir sama dengan QCBS
hanya dalam proses penyusunan daftar pendek, hanya satu konsultan terbaik
yang dipilih. Prosedur umum seleksi jasa konsultan dengan metode CQS yaitu:
1. Panitia seleksi dapat menyusun KAK dalam Bahasa Indonesia dan dikirim
ke Bank Dunia untuk mendapatkan persetujuan. Setelah KAK disetujui
oleh Bank Dunia, panitia seleksi mengajukan konsep iklan kepada Bank
Dunia yang berisi EOI dan informasi tentang pengalaman dan kompetensi
beberapa konsultan yang relevan dengan pekerjaan yang dimaksud.
2. Konsep iklan diserahkan kepada Bank Dunia untuk dikonsultasikan.
Iklan yang telah dikonsultasikan akan dipasang pada surat kabar nasional.
3. Berdasarkan EOI konsultan, Pokja kemudian menetapkan daftar pendek
dan memilih perusahaan dengan kualifikasi dan referensi yang paling
sesuai. Pokja minimal harus menerima EOI dari perusahaan sebanyak 3
(tiga) pernyataan minat. Daftar pendek dibuat berdasarkan penilaian
terhadap pengalaman dan kompetensi konsultan dari kriteria yang
ditetapkan. Dipilih satu perusahaan yang memiliki kualifikasi terbaik untuk
selanjutnya diminta untuk memasukan proposal teknis dan biaya.
4. Perusahaan yang terpilih diminta untuk mengajukan Proposan Teknis
dan Biaya. Proposal teknis selanjutnya dievaluasi oleh Pokja dan jika
memenuhi minimum nilai teknis, maka diundang untuk pembukaan
proposal biaya negosiasi kontrak.
5.1.3 Seleksi Konsultan Individu (KI) dengan Metode Competitive Selection
Pengadaan KI dilakukan apabila untuk melaksanakan kegiatan jasa konsultansi
tersebut mengutamakan kualifikasi tenaga konsultan perorangan/individu dan
tidak membutuhkan satu tim tenaga ahli. Namun jika koordinasi antar KI dirasa
akan sulit dilakukan, maka dianjurkan menggunakan jasa perusahaan. Proses
pengadaan Konsultan Individu sebagai berikut:
1. Panitia seleksi menyusun KAK dan dikirim kepada Bank Dunia untuk
mendapat persetujuan. Pokja menentukan kualifikasi minimum di dalam
KAK agar diperoleh KI yang terbaik dan mempunyai kemampuan untuk

85
melaksanakan paket pekerjaan yang dimaksud. Pemasangan iklan tidak
diharuskan, namun apabila dianggap perlu, panitia seleksi dapat
memasang iklan. ULP dapat mengirimkan undangan pernyataaan minat
secara langsung kepada beberapa kandidat yang potensial.
2. Seleksi konsultan individu dilakukan dengan membandingkan minimal
3 (tiga) kandidat yang memiliki kualifikasi sejenis. Evaluasi dilakukan
dengan menilai kualifikasi calon konsultan dari pengalaman dan
kompetensi konsultan yang relevan dengan pekerjaan yang dimaksud.
Penilaian kemampuan didasarkan pada:
a. latar belakang pendidikan;
b. pengalaman kerja; dan
c. pengetahuan mengenai kondisi lokal (apabila diperlukan).
3. Berdasarkan EOI dan kualifikasi yang diterima, Pokja membandingkan
kualifikasi konsultan individu tersebut dan memilih konsultan dengan
kualifikasi dan referensi yang paling sesuai dan diundang untuk dilakukan
negosiasi.

Staf permanen perusahaan dapat melamar sebagai KI apabila tidak ada konflik
kepentingan dengan perusahaan tempat KI tersebut bekerja sehubungan
dengan paket pekerjaan yang akan dilaksanakan.

Dalam hal tidak dapat dilaksanakan pengadaan dengan metode kompetitif di


atas, maka dapat dilakukan metode penunjukan langsung. Metode Penunjukan
langsung adalah metode seleksi terhadap sumber tunggal sehingga tidak ada
kompetisi yang terjadi. Metode ini hanya diperbolehkan dengan justifikasi yang
dibenarkan seperti:

1. perpanjangan kontrak dari penyedia sedang berjalan yang sebelumnya


diseleksi menggunakan metode kempetitif dan menunjukkan kinerja dan
evaluasi pekerjaan baik atau kualitas dan kuantitas barang yang masih
memenuhi standar untuk pengadaan barang;
2. kebutuhan barang atau jasa hanya bisa dipenuhi oleh satu sumber yang
bersangkutan;
3. pengadaan barang dari penyedia tertentu yang telah teruji dapat memenuhi
kualitas hasil yang diinginkan;
4. pada situasi tertentu seperti bencana alam atau situasi darurat lainnya;
dan
5. pengadaan melalui institusi di bawah United Nations.

86
5.1.4 Seleksi Pengadaan Barang dan Jasa Lainnya

4.1.4.1. Metode National Competitive Bidding (NCB)


NCB adalah prosedur pelelangan yang dilakukan di dalam lingkup
suatu negara yang kemungkinan barang, jasa lainnya dapat
disediakan oleh perusahaan lokal.
Namun demikian jika ada perusahaan asing yang berminat untuk ikut
serta proses lelang diperbolehkan. Proses pengadaan dengan metode
NCB mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010
beserta perubahannya dengan mempertimbangkan tambahan
ketentuan yang ada di Loan Agreement (NCB Annex).
Secara ringkas prosedur lelang ini adalah sebagai berikut:
1. Penyiapan dokumen pengadaan oleh Panitia seleksi
Dokumen pengadaan ini berisi minimal penjelasan umum proyek,
informasi mengenai dokumen pengadaan, informasi mengenai
dokumen penawaran, dan prosedur pelelangan beserta aturan-
aturannya. Jika PIU akan menggunakan SPSE, maka dokumen
lelang yang digunakan yaitu harmonized NCB model bidding
document yang disetujui oleh Bank Dunia.
Outline dokumen dimaksud dapat dilihat di lampiran pedoman
ini. Untuk paket yang termasuk “prior review”, maka dokumen
lelang harus disampaikan ke Bank Dunia untuk mendapatkan
NOL.
2. Undangan lelang atau pengiklanan
Setelah dokumen lelang disetujui oleh Bank Dunia (untuk
kontrak prior review), Pokja mengumumkan undangan pelelangan
di SPSE, koran nasional, media informasi resmi Kementerian
PUPR, atau media elektronik lainnya yang dapat diakses oleh
publik.
3. Persiapan penawaran oleh penyedia barang/jasa “peserta” yang
tertarik
Jangka waktu persiapan penawaran ini ditentukan oleh Pokja
dengan mempertimbangkan jenis proyek dan kompleksitas
kontrak. Untuk NCB, minimal waktu yang diberikan kepada peserta
lelang untuk menyiapkan penawarannya yaitu 21 hari kalender
dari undangan pemasukan penawaran/iklan atau dari mulai
tersedianya dokumen lelang.

87
4. Pembukaan Penawaran
Pembukaan penawaran harus dilaksanakan sesegera mungkin
setelah batas waktu penyampaian penawaran berakhir. Pokja
harus membuka semua penawaran yang diterima pada waktu dan
tempat yang sebelumnya telah diumumkan dan ditetapkan di
dalam dokumen lelang.
Proses ini harus dilakukan di depan umum. Perwakilan peserta
diperbolehkan untuk hadir. Nama penawar dan harga
penawarannya harus diumumkan dengan dibacakan cukup keras
setelah mendapatkan persetujuan penawar. Peserta lelang tidak
diperbolehkan merubah nilai tawarannya. Panitia lelang hanya
diperbolehkan meminta klarifikasi untuk kepentingan evaluasi
yang disampaikan secara tertulis. Klarifikasi tidak boleh merubah
substansi dan harga penawaran. Setelah pembukaan penawaran,
informasi terkait penilaian, klarifikasi, dan evaluasi penawaran
tidak dibuka kepada pihak lain sampai pengumuman pemenang.
5. Penilaian
Hal yang perlu dipertimbangkan untuk melakukan penilaian
terhadap penawaran yaitu dokumen:
a. memenuhi kriteria yang ditetapkan pada dokumen lelang;
b. telah ditandatangani;
c. dilengkapi dengan surat jaminan penawaran (jika diminta);
d. secara substansi memenuhi ketentuan yang ada didalam
dokumen lelang; dan
e. terstruktur dengan benar.
6. Evaluasi dan Perbandingan penawaran
Evaluasi dilakukan berdasarkan kriteria evaluasi yang ada di
dalam dokumen lelang. Evaluasi yang dilakukan meliputi segi
administrasi, teknis dan harga. Peserta yang lulus administrasi
dan teknis selanjutnya akan dibandingkan harga yang sudah
dilakukan koreksi aritmetik. Terkait pengadaan barang, diantara
faktor-faktor lain yang perlu dipertimbangkan yaitu: jadwal
pembayaran, waktu delivery, biaya operasional, efisiensi dan
kemampuan peralatan, ketersediaan servis dan suku cadang,
ketersediaan pelatihan terkait, keamanan, dan dampak produk
terhadap lingkungan. Pemenang lelang ditentukan atas dasar

88
penawar yang paling rendah yang memenuhi persyaratan
administrasi dan teknis.
7. Pemasukan laporan evaluasi penawaran ke Bank Dunia
Pokja harus menyusun laporan detail dari hasil evaluasi
pelelangan yang akan dijadikan acuan pertimbangan penentuan
pemenang.
Untuk kontrak prior review, laporan hasil evaluasi pelelangan yang
telah memenuhi standard minimum informasi yang dibutuhkan,
kemudian disampaikan kepada Bank Dunia untuk mendapatkan
NOL.
8. Penetapan Pemenang
Kementerian PUPR menetapkan pemenang kontrak dalam
jangka waktu yang telah ditetapkan kepada peserta berdasarkan:
a. secara substansi paling responsif terhadap dokumen lelang;
dan
b. menawarkan harga evaluasi terendah.
Pemenang diumumkan dalam kurun waktu 2 ( dua) minggu
setelah meneriman NOL dari Bank untuk kontrak yang
memerlukan prior review atau setelah penetapan pemenang oleh
panitia lelang untuk kontrak post review.
Pengumuman pemenang harus mencakup informasi:
a. nama-nama peserta yang memasukkan penawaran;
b. harga penawaran yang dibacakan pada saat pembukaan
penawaran;
c. harga penawaran yang dievaluasi;
d. nama-nama peserta yang penawarannya ditolak beserta
penjelasan; dan
e. nama pemenang, harga kontrak akhir, durasi pekerjaan
dan ringkasan lingkup pekerjaan.
Bank Dunia akan turut mengumumkan pemenang yang
bersangkutan di website eksternal untuk kontrak yang prior review
setelah menerima salinan kontrak yang telah ditandatangani.
Peserta yang tidak menang dipersilahkan meminta penjelasan
lebih detail kepada panitia lelang. Dalam hal peserta
membutuhkan pertemuan khusus untuk penjelasan ini, segala
biaya ditanggung oleh peserta lelang.

89
4.1.4.2. Metode Belanja
Untuk paket yang relatif kecil (Barang dan jasa lainnya < USD
100.000; jasa konstruksi < USD 200.000), metode yang digunakan
yaitu belanja (shopping). Metode ini dilakukan dengan
membandingkan harga yang ditawarkan oleh minimal 3 (tiga)
penyedia barang atau jasa. Dalam kasus tidak terpenuhinya batas
minimum 3 (tiga) penyedia barang atau jasa, Kementerian PUPR
harus menyiapkan justifikasi bahwa tidak ada lagi metode kompetitif
yang dapat dipertimbangkan untuk dilakukan untuk mendapatkan NOL
dari Bank Dunia sebelum memproses dengan penyedia barang atau
jasa yang menyampaikan ketertarikannya. Perusahaan yang dipilih
yaitu yang memenuhi persyaratan administrasi dan teknis dengan
harga penawarannya paling rendah.
Untuk metode shopping, pengumuman tidak disyaratkan, namun
pengumuman diperbolehkan jika Pokja memutuskan untuk
diumumkan agar lebih terbuka dan/atau tidak memiliki gambaran
terkait penyedia jasa yang potensial. Pokja harus menyiapkan surat
permintaan penawaran yang berisi:
1. deskripsi dan jumlah barang atau spesifikasi jasa atau pekerjaan
yang dibutuhkan; dan
2. tanggal dan tempat penyaluran barang atau penyelesaian
pekerjaan.
Penawaran dapat disampaikan melalui surat (konvensional atau
elektronik) dan faksimili. Pengaturan kerjasama terhadap penawaran
yang diterima dituangkan ke dalam dokumen kontrak.
5.1.5 Misprocurement
Kementerian PUPR harus memastikan bahwa pemenang kontrak bukan
Perusahaan yang ada dalam daftar hitam. Untuk pengadaan yang dilakukan
oleh Pemerintah Daerah harus memahami prosedur pemilihan fasilitator untuk
menghindari praktik-praktik KKN di tingkat pemerintah daerah. Lingkup aktivitas
yang harus dihindari termasuk: korupsi, kecurangan, kolusi, dan nepotisme.
Jika dalam pelaksanaan pengadaan terjadi kasus diatas, maka reaksi yang
akan dilakukan yaitu:
1. menolak proposal dari perusahaan konsultan jika di dalam komposisi
personilnya ada pihak yang pernah terlibat praktik-praktik di atas;
2. mengeluarkan pernyataan misprocurement dan membatalkan porsi dana
pinjaman yang akan diberikan untuk kegiatan tersebut jika praktik-praktik di
90
atas dilakukan oleh pihak dalam lembaga pelaksana (Kementerian PUPR)
dan/atau lembaga penerima manfaat; dan
3. memberikan sanksi kepada perusahaan dan atau individu yang
bersangkutan berdasarkan prosedur yang berlaku.

5.2 Pengelolaan Keuangan


Bagian ini menjelaskan pengelolaan keuangan NAHP secara umum. Pengelolaan
keuangan program BP2BT dan BSPS secara spesifik diatur dalam Petunjuk teknis
masing-masing yang terpisah dari Pedoman ini.
5.2.1. Umum
Pengelolaan keuangan kegiatan NAHP mencakup proses penganggaran,
pencairan dana dan pengelolaan dana untuk penyelenggaraan NAHP
berdasarkan kaidah manajemen yang baik, bermutu dan akuntabel. Agar tujuan
pengelolaan keuangan NAHP dapat tercapai, maka PMC, melalui Kepala PIU
perlu:
1. Memastikan AWP untuk setiap Tahun Anggaran (TA) yang akan datang
telah dikonsolidasikan selambat lambatnya pada bulan September Tahun
Anggaran berjalan;
2. Memastikan bahwa penganggaran semua kegiatan dalam program ini
sesuai peruntukannya dengan prinsip tata kelola keuangan yang telah
diatur dalam peraturan yang ada;
3. Menyiapkan laporan tengah tahunan dan berkoordinasi dengan PIU;
4. Memastikan bahwa penyaluran dana pinjaman yang terjadi di dalam
kegiatan NAHP ini berlangsung secara efektif, efisien, akurat, tepat waktu,
dan akuntabel sesuai dengan disbursement guideline;
5. Mencatat setiap transaksi keuangan dan menyimpan secara tertib beserta
dokumen pendukungnya;
6. Membuat IFR, berkoordinasi dengan PIU dalam melakukan pendataan
SP2D per-kategori. Membuat rekonsiliasi dengan data RKBI setiap
triwulan sebagai bagian dari IFR. Selanjutnya IFR disampaikan ke WB
untuk review.
7. Memastikan bahwa dana yang tersedia dalam rekening khusus sudah
sesuai dengan kebutuhan; dan
8. Mengkoordinasikan pengaturan audit BP2BT dan BSPS serta semua
kegiatan dukungan teknis di bawah komponen 1, 2, dan 3 dengan auditor
dan menindaklanjuti temuan audit sebagaimana tertera di Laporan Hasil
Pemeriksaan (LHP) BPK pada setiap Tahun Anggaran.

91
5.2.2. Pendanaan Kegiatan NAHP
Porsi pembiayaan NAHP dijelaskan pada Tabel 5.2 berikut:

Tabel 5.2
Porsi Pembiayaan NAHP

NO. KOMPONEN PROGRAM JUMLAH ALOKASI PINJAMAN


(dalam million $/USD)
1 Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis 115
Tabungan
2 Bantuan Perumahan Swadaya 295
3 Pengadaan Barang, Non Consulting 40
Services, Jasa Konsultan dan Training
Jumlah: 450

5.2.3. Uraian Tugas dan Tanggung Jawab Pengelola Keuangan NAHP


Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat sebagai Pengguna Anggaran
(PA), Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan
Perumahan dan Direktur Jenderal Perumahan sebagai Kuasa Pengguna
Anggaran (KPA) bertangung jawab atas pengelolaan keuangan kegiatan NAHP.
Wewenang dari PA/KPA dalam Pengelolaan keuangan mencakup:
1. Menunjuk Pejabat Pembuat Komitmen;
2. Menunjuk Pejabat Pembuat Surat Perintah Membayar (PP-SPM); dan
3. Menunjuk Bendahara Pengeluaran.
Detail uraian tugas dan tanggung jawab pengelola keuangan dapat dilihat
selengkapnya pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190/PMK.05/2012
tentang Tata Cara Pembayaran Dalam Rangka Pelaksanaan APBN
sebagaimana telah diubah pertama kali dengan Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 178/PMK.05/2018 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 190/PMK.05/2012 tentang Tata Cara Pembayaran Dalam Rangka
Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara; dan peraturan yang
menggantikan serta peraturan lain yang berkaitan.
5.2.4. Client Connection
Untuk membantu Executing Agency dalam melakukan pemantauan informasi
terakhir dari dana pinjaman yang dikelolanya, Bank Dunia memberikan akses
data untuk melihat client connection. Client Connection merupakan website
yang dikelola oleh Bank Dunia, dengan alamat:
https://clientconnection.worldbank.org/. yang berisi informasi data teraktual
untuk masing-masing pinjaman.

92
Tujuan dari penggunaan laman ini untuk memudahkan dalam proses melakukan
pemantauan, pelaporan dan pencairan dana dengan Bank Dunia. Untuk
informasi lebih lanjut, silahkan mengakses website diatas.
Satker harus melakukan proses registrasi dengan menghubungi staf Bank
Dunia yang bertanggung jawab untuk registrasi client connection.
5.2.5. Penganggaran
K/L diwajibkan menyusun anggaran dengan mengacu kepada indikator kinerja,
standar biaya dan evaluasi kinerja. Penyusunan anggaran dituangkan dalam
bentuk Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga (RKA-KL) yang
mencerminkan suatu keluaran yang terukur, baik Klasifikasi Anggaran
maupun eligible expenditure. PAD, Aide Memoire, Cost Table dan AWP
merupakan dokumen yg dapat dijadikan rujukan untuk memastikan alokasi
anggaran telah sesuai dengan perencanaan NAHP dan disetujui Bank Dunia.
Detail proses anggaran dapat dilihat selengkapnya pada Peraturan
Pemerintah Nomor 90 Tahun 2010 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan
dan Anggaran Kementerian/Lembaga dan peraturan yang menggantikan serta
peraturan teknis yang berkaitan.
5.2.6. Mekanisme Pencairan Dana dan Pembayaran
Tata cara pembayaran dan penyaluran dana bantuan NAHP mengikuti
peraturan perundangan yang diterbitkan oleh Menteri Keuangan yaitu:
1. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 190/PMK.05/2012
tentang Tata Cara Pembayaran Dalam Rangka Pelaksanaan APBN
sebagaimana telah diubah pertama kali dengan Peraturan Menteri
Keuangan Republik Indonesia Nomor 178/PMK.05/2018 tentang Perubahan
Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190/PMK.05/2012 tentang Tata
Cara Pembayaran Dalam Rangka Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Dan
Belanja Negara;
2. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 168/PMK.05/2015
sebagaimana telah diubah pertama kali dengan Peraturan Menteri
Keuangan Republik Indonesia Nomor 173/PMK.05/2016 tentang Perubahan
Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 168/PMK.05/2015 tentang
Mekanisme Pelaksanaan Anggaran Bantuan Pemerintah Pada
Kementerian Negara/Lembaga; dan
3. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 84/PMK.05/2015
tentang Tata Cara Penarikan Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri.
Mekanisme pencairan dana untuk masing-masing komponen diatur secara lebih
detil pada petunjuk teknis untuk masing-masing komponen. Buku Pedoman Seri

93
1 memuat penjelasan mengenai mekanisme pencairan dana dan pembayaran
BP2BT dan Buku Pedoman Seri 2 memuat mekanisme penyaluran dana
BSPS.

5.2.6.1. Proses Pembukaan Rekening Khusus dan Pengisian Initial Deposit


Tata cara penarikan dana melalui Rekening Khusus (Special Account)
merupakan tata cara penarikan dana pinjaman melalui rekening
Pemerintah pada Bank Indonesia yang disediakan khusus untuk
menampung dana pelaksanaan kegiatan. Untuk pelaksanaan program
NAHP, akan disediakan satu rekening khusus untuk pembiayaan 3
(tiga) kategori yang ada. Pembayaran yang membebani Rekening
Khusus (Reksus) pada BI akan mengurangi saldo Reksus yang
bersangkutan, sehingga untuk mengisi kembali dana Reksus tersebut
dilakukan melalui prosedur pengajuan aplikasi Replenishment kepada
Bank Dunia yang sekaligus merupakan pertanggungjawaban
penggunaan dana pinjaman. Dana dapat dicairkan setelah pekerjaan
melalui proses review substansi dan dianggap telah memenuhi
ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam Kerangka Acuan Kerja
Penarikan dana pinjaman dengan cara Reksus melewati tahap awal
berupa pembukaan rekening dan pengisian dana awal (initial deposit),
dengan tahapan sebagai berikut:
1. Permintaan Nomor Register untuk LA kepada Ditjen Pembiayaan
dan Pengelolaan Resiko dengan syarat Loan Agreement sudah
ditandatangani oleh Menteri Keuangan cq Ditjen Pembiayaan dan
Pengelolaan Resiko.
2. Executing Agency mengajukan permohonan pembukaan reksus
kepada Ditjen Perbendaharaan dengan melampirkan dokumen-
dokumen yang diperlukan seperti Loan Agreement dan surat
pemberian nomer register dari Ditjen Pembiayaan dan Pengelolaan
Resiko. Berdasarkan permintaan tersebut, Ditjen Perbendaharaan
akan berkoordinasi dengan BI untuk membuka rekening khusus
untuk Program NAHP.
3. Setelah LA dinyatakan efektif dan program telah siap maka:
a. DJPB mengirimkan surat/telex kepada Bank Dunia yang
berisi penunjukan Pejabat yang berwenang menandatangani
aplikasi penarikan dana sekaligus dengan speciment tanda
tangan pihak yang bersangkutan;

94
b. DJPB mengajukan aplikasi penarikan dana awal kepada
B a n k D u n ia untuk mengisi Reksus. Jumlah dana awal
berdasarkan IFR yg mencakup perkiraan kebutuhan untuk 6
bulan pertama. IFR disiapkan oleh PMC berdasarkan masukan
dari PIU.
4. Penyusunan Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan
mengenai Petunjuk Pelaksanaan Pembayaran NAHP.
5. Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan tanggal
2 April 1994 Nomor 53a/A/62/0494 dan tanggal 3 Oktober 1994
Nomor 143/A/61/1094, ditetapkan bahwa seluruh KPPN di
Indonesia dapat melakukan pembayaran untuk kegiatan program
yang dananya bersumber dari PHLN melalui prosedur Rekening
Khusus, baik bagi KPPN yang memiliki KCBI di wilayahnya maupun
Non-KCBI;
6. Petunjuk pelaksanaan pembayaran melalui Rekening Khusus untuk
setiap PHLN akan diterbitkan tersendiri oleh Dirjen Perbendaharaan
kepada KPPN pembayar berupa Peraturan Dirjen Perbendaharaan.

5.2.6.2. Proses Penutupan Rekening Khusus


Hal-hal yang perlu diperhatikan:
1. Tanggal Berakhirnya Kegiatan NAHP/Closing Date
Tanggal berakhirnya program seperti yang telah ditetapkan dalam
Loan Aggreement NAHP. Apabila terjadi penundaan/mundurnya
jadwal implementasi program, maka tanggal penutupan akan
diperpanjang sesuai dengan permintaan Bappenas dan disetujui
oleh Bank Dunia.
2. Tanggal Batas Penerimaan Aplikasi Penarikan
Dana/Disbursement Deadline Date
Tanggal paling lambat diterimanya aplikasi penarikan dana beserta
dokumen pendukung untuk pengeluaran yang diperkenankan
(eligible expenditure) yang terjadi pada saat tanggal
penutupan/sebelum tanggal penutupan, yaitu 4 ( e m p a t ) bulan
setelah tanggal penutupan.

5.2.6.3. Pengeluaran Tidak Sah


Pengeluaran tidak sah (ineligible expenditure) terjadi apabila:
1. pengeluaran yang dilakukan diluar ruang lingkup definisi yang
disebutkan dalam loan agreement;

95
2. pengeluaran yang dinyatakan sebagai ineligible dalam proses audit
tahunan atau review transaksi yang dilakukan oleh Bank Dunia
maupun pihak ketiga yang ditunjuk;
3. kegiatan/aktivitas yang poses pengadaannya tidak sesuai dengan
strategi pengadaan, tidak tercantum dalam rencana pengadaan tidak
melalui prosedur yang telah disepakati;
4. pengeluaran yang dilakukan sebelum berlakunya tanggal efektif loan
agreement atau tanggal retroactive; dan
5. pengeluaran yang dilakukan untuk kegiatan yang dilaksanakan pada
tanggal penutupan proyek.
Apabila terjadi pengeluaran tidak sah, maka harus dilakukan penggantian
kembali (refund) oleh exceuting agency sesuai dengan rekomendasi
yang diberikan.
Beberapa ketentuan untuk pengembalian kembali antara lain:
1. penggantian dengan alokasi rupiah murni;
2. penggatian dana oleh pihak ketiga; dan
3. memperhitungkan dengan kewajiban pembayaran kepada pihak
ketiga di kemudian hari.
Mekanisme untuk pengembalian dana dari pengeluaran tidak sah
mengacu kepada Peraturan Menteri Keuangan Nomor
135/PMK.05/2016 tentang Tata Cara Penyediaan dan Pengembalian
Dana Kepada Pemberi Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri.
5.2.7. Mekanisme Untuk Pembayaran Komponen 3
Secara umum, mekanisme pembayaran untuk masing-masing komponen akan
diatur dalam POM sesuai dengan volume POM terkait. Namun karena POM
untuk komponen 3 telah ditiadakan dan digabung ke dalam POM Volume 0,
maka pengaturan tentang mekanisme pembayaran untuk komponen 3 diatur
dalam sub bab ini.
Sesuai dengan Loan Agreement IBRD 8717, komponen 3 meliputi dukungan
teknis pengembangan dan reformasi kebijakan perumahan yang terdiri dari
kegiatan peningkatan akses pembiayaan perumahan dan dukungan program
dan kebijakan pernyediaan perumahan. Untuk keperluan pengalokasian dalam
DIPA, pembiayaan untuk masing-masing komponen kegiatan disesuaikan
dengan bagan akun sebagai berikut:

96
Tabel 5.3
Bagan Akun Dukungan Teknis

KODE
KATEGORI SUB KATEGORI URAIAN
AKUN
Dukungan 3.1Peningkatan Akses 522131 Belanja Jasa Konsultan
Teknis Pembiayaan Perumahan
Pengembangan 522191 Belanja Jasa Lainnya
dan Reformasi 3.3. Dukungan Program dan 522131 Belanja Jasa Konsultan
Kebijakan Kebijakan Penyediaan
Perumahan Perumahan
522191 Belanja Jasa Lainnya

Untuk pelaksanaan kegiatan yang termasuk dalam komponen 3, semuanya


dilaksanakan oleh pihak ketiga, baik itu perusahaan konsultan maupun event
organizer. Mekanisme pembayaran dan pencairan dananya dapat digambarkan
sebagai berikut:
Tabel 5.4
Mekanisme Pembayaran dan Pencairan Dana

PIHAK YANG
NO AKTIVITAS
BERTANGGUNG JAWAB
1 PPK terkait yang terlibat di NAHP mengadakan PPK terkait yang terlibat di
perikatan/kontrak dengan pihak ketiga/supplier untuk NAHP
pelaksanaan kegiatan
2 Pihak ketiga/supplier mengajukan permintaan Pihak ketiga/Supplier
pembayaran/invoice atas pekerjaan yang sudah
dilakukan sesuai dengan kontrak.
3 PPK terkait melakukan verifikasi (detail petunjuk PPK terkait yang terlibat di
pelaksanaan verifikasi disajikan di table dibawah ini) NAHP
terhadap tagihan yang disampaikan oleh pihak ketiga
beserta dokumen pendukungnya.

Apabila tagihan sudah dianggap benar, PPK


menyampaikan SPP kepada PP-SPM.
PP-SPM akan melakukan verifikasi lanjutan (detail
petunjuk pelaksanaan verifikasi disajikan di tabel
dibawah ini) dan menerbitkan SPM untuk tagihan PP-SPM
tersebut. SPM akan disampaikan kepada KPPN
4 KPPN menerbitkan SP2D (Surat Perintah Pencairan KPPN
Dana) sesuai permintaan dan memberitahukan
penerbitan SP2D tersebut kepada Satker)
5 Bank operasional kas negara akan melakukan Bank operasional kas negara
pembayaran dengan cara melakukan transfer dana
kepada rekening pihak ketiga/konsultan/-kontraktor.

Proses verifikasi terhadap tagihan menjadi sangat penting. Hal ini dilakukan
untuk menghindari terjadinya temuan audit sebagai akibat kurangnya bukti
pengeluaran ataupun ketidaksesuaian antara pengeluaran dengan bukti yang
disampaikan.
Alur proses verifkasi tagihan konsultan/event organizer untuk workshop/training
adalah sebagai berikut:

97
Tabel 5.5
Proses Verifikasi Tagihan Perusahaan Konsultan

PELAK- KELENGKAPAN
NO AKTIVITAS CATATAN
SANA DOKUMEN
1 Penyampaian draft invoice Pihak Time sheet,
(termasuk timesheet, bukti ketiga bukti pengeluaran,
pengeluaran, laporan kemajuan atau laporan kemajuan
laporan pelaksaan kegiatan) atau laporan
pelaksanaan
kegiatan yang
sudah
diverifikasi
2 PPK melaksanakan verifikasi PPK Time sheet
seluruh invoice yang disampaikan yg sudah
oleh pihak ketiga dalam waktu 10 diverifikasi
hari setelah berkas diterima. NOL
Cocokkan kegiatan dengan NOL TOR
dan TOR yang sudah disetujui.
Verifikasi terhadap time sheet
adalah sebagai berikut:
a. cek nama konsultan (time sheet
vs kontrak)
b. cek absensi (hari dan jam)
c. cek renumerasi (harus sesuai
dengan kontrak)
3 PPK melakukan verifikasi terhadap PPK Tiket, boarding
bukti pengeluaran lainnya, yaitu pass, airport tax,
sebagai berikut: dll.
a. cek tanggal perjalanan pada
tiket, boarding pass, airport tax,
paspor dll.
b. cek surat tugas dari Team Leader
atau pemberi pekerjaan
c. cek besaran per diem yang
diberikan
d. cek bukti pembayaran hotel,
penginapan, apakah sesuai
dengan tanggal perjalanan.
4 Apabila masih ada kekurangan PPK
dokumen ataupun bukti pengeluaran
yang masih perlu diperbaiki maka
invoice dikembalikan ke pihak ketiga
5 Apabila invoice dianggap sudah Panitia BAKP/BAST
lengkap dan benar maka PPK akan Penerima
meminta Panitia Penerima Barang Barang
dan Jasa untuk membuat Berita dan Jasa
Acara Kemajuan Pekerjaan
(BAKP)/Berita Acara Serah Terima
Pekerjaan (BAST) dan
ditandatangani oleh Direktur pihak
ketiga

6 Pihak ketiga menyiapkan surat Pihak Surat permintaan


permintaan pembayaran, kuitansi, Ketiga Pembayaran
faktur pajak yang telah distempel Kuitansi
dan ditandatangani oleh Direktur Faktur Pajak
pihak ketiga untuk kemudian
diserahkan kembali ketiga untuk
kemudian diserahkan kembali ke
PPK
7 PPK melakukan review terhadap PPK Surat permintaan
kelengkapan Surat Permintaan Pembayaran
Kuitansi

98
PELAK- KELENGKAPAN
NO AKTIVITAS CATATAN
SANA DOKUMEN
Pembayaran, Kuitansi, faktur pajak Faktur Pajak
dan lain-lain
8 PPK menyiapkan Berita Acara PPK BAP
Pembayaran (BAP), SPP dan SPP
dokumen pelengkapnya.
9 PPK menyampaikan SPP dan PPK SPM
dokumen pelengkapnya kepada PP-
SPM

Tabel 5.6
Proses Verifikasi Tagihan untuk Event Organizer/Workshop/Seminar/FGD

PELAK- KELENGKAPAN
NO AKTIVITAS CATATAN
SANA DOKUMEN
1 Penyampaian draft invoice Pihak Invoice hotel, bukti
(termasuk invoice dari hotel, bukti Ketiga pembayaran sewa
pembayaran sewa peralatan, peralatan,
pembayaran honorarium, pembayaran
pembayaran perjalanan dinas, honorarium,
daftar absensi peserta dan laporan pembayaran
pelaksaan kegiatan) perjalanan dinas,
daftar absensi dan
laporan
pelaksanaan
kegiatan yg sudah
diverifikasi
2 PPK melaksanakan verifikasi PPK Invoice hotel yg
seluruh invoice yang disampaikan sudah diverifikasi
oleh pihak ketiga dalam waktu 10 NOL
hari setelah berkas diterima. TOR
Verifikasi terhadap invoice hotel
adalah sebagai berikut sbb:
a. cocokkan kegiatan dg NOL dan
ToR kegiatan yg disetujui.
b. cek total biaya (jumlah
peserta+panitia vs jumlah kamar
yg digunakan)
c. tanggal penggunaan kamar
d. jumlah konsumsi yang
disediakan
3 PPK melakukan verifikasi terhadap PPK Pembayaran sewa
bukti pengeluaran lainnya sebagai peralatan,
berikut: Pembayaran
a. chek kegiatan dg NOL dan ToR perjalanan dinas
kegiatan yg disetujui. peserta/narasumb
b. cek pembayaran sewa peralatan er, Honorarium
dengan peralatan yang tersedia Nara Sumber
pada saat pelaksanaan /Moderator dll.
kegiatan; NOL
c. cek kelengkapan perjalanan TOR
dinas peserta/narasumber
seperti SPPD, tanggal
perjalanan pada tiket, boarding
pass, airport tax, bukti
pembayaran transport lokal dll.
d. cek kelengkapan pembayaran
honorarium
narasumber/moderator seperti
pembayaran sesuai dengan
jumlah jam, CV, NPWP, surat

99
PELAK- KELENGKAPAN
NO AKTIVITAS CATATAN
SANA DOKUMEN
undangan sebagai narasumber
dan sebagainya.
e. cek daftar absensi peserta dan
dibandingkan dengan laporan
pelaksanaan kegiatan.
4 Apabila masih ada ketidak-sesuaian PPK
dokumen ataupun bukti
pengeluaran
maka dilakukan konfirmasi kepada
pihak event organizer.
Apabila pihak event organizer tidak
bisa memberikan klarifikasi dan
alasan yang memadai, maka invoice
harus diubah agar sesuai dengan
bukti yang disampaikan
5 Apabila invoice dianggap sudah Panitia BAKP/BAST
lengkap dan benar maka PPK akan Penerima
meminta Panitia Penerima Barang Barang
dan Jasa untuk membuat Berita dan Jasa
Acara Kemajuan Pekerjaan
(BAKP)/Berita Acara Serah Terima
Pekerjaan (BAST) dan
ditandatangani oleh Direktur event
organizer
6 Pihak ketiga menyiapkan surat Pihak Surat permintaan
permintaan pembayaran, kuitansi, Ketiga Pembayaran
faktur pajak yang telah distempel Kuitansi
dan ditandatangani oleh Direktur Faktur Pajak
pihak ketiga untuk kemudian
diserahkan kembali ke PPK
7 PPK melakukan review terhadap PPK Surat permintaan
kelengkapan Surat Permintaan Pembayaran
Pembayaran, Kuitansi, faktur pajak Kuitansi
dan lain lain Faktur Pajak
8 PPK menyiapkan Berita Acara PPK BAP
Pembayaran (BAP), SPP dan SPP
dokumen pelengkapnya.
9 PPK menyampaikan SPP dan PPK SPM
dokumen pelengkapnya kepada PP-
SPM

Untuk proses verifikasi kegiatan training yang dilaksanakan oleh training


provider, pada prinsipnya sama dengan verifikasi untuk event organizer. Seluruh
bukti pengeluaran yang disampaikan oleh training provider harus dicek satu
persatu agar sesuai dengan peraturan yang berlaku dibidang keuangan.

5.2.8. Akuntansi dan Pelaporan

5.2.8.1. Akuntansi/Pembukuan
K/L wajib menggunakan Sistem Akuntansi Instansi (SAI) untuk
memproses transaksi keuangan baik arus uang maupun barang yang
menghasilkan Laporan Keuangan termasuk Bagian Anggaran
Pembiayaan dan Perhitungan. SAI terdiri dari Sistem Akuntansi
Keuangan (SAK) dan Sistem Akuntansi Barang Milik Negara (SABMN).
Akuntansi merupakan tanggung jawab dari Bendahara.
100
Dalam menyelenggarakan akuntansi NAHP, Bendaharawan harus
berpedoman pada:
1. Undang-undang Perbendaharaan Republik Indonesia Nomor 1
Tahun 2004;
2. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2002
tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir kali
dengan Keputusan Presiden Republik Inonesia Nomor 53 tahun
2010 tentang perubahan kedua atas Keputusan Presiden Republik
Indonesia Nomor 42 Tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
3. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
213/PMK.05/2013 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan
Keuangan Pemerintah Pusat sebagaimana telah diubah pertama
kali dengan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia
Nomor 215/PMK.05/2016 tentang Sistem Akuntansi Dan
Pelaporan Keuangan Transfer Ke Daerah Dan Dana Desa;
4. Surat Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
Kep. 330/M/V/1968 tentang Pedoman Penatausahaan Kas Milik
Negara, Cara Pengawasan dan Pemeriksaannya;
5. Surat Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
Kep. 331/V/1968 tentang Pedoman Bagi Pegawai yang diberi
Tugas Melakukan Pemeriksaan Umum Kas para
Bendaharawan/Penegak Hukum;
6. Surat Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
Kep. 332/M/V/1968 tentang Buku Kas Umum dan Cara
Mengerjakannya;
7. Surat Edaran Direktur Jenderal Anggaran Nomor SE-106/A.6/2001
tentang Petunjuk Pemungutan PPN/PPN BM dan PPh. Program
pemerintah yang dibiayai dengan Hibah atau Dana Pinjaman Luar
negeri, 6 Agustus 2002; dan
8. Surat Edaran Direktur Jenderal Anggaran yang berkaitan dengan
PHLN.

5.2.8.2. Pelaporan
Penyelenggara NAHP menyiapkan dan menyerahkan dua jenis
laporan yakni:

101
1. Laporan Keuangan Pinjaman/Hibah Luar Negeri Proyek National
Affordable Housing Program (NAHP) yang bersumber dari Loan
IBRD 8717D merupakan laporan keuangan dengan kerangka
bertujuan khusus yang terdiri dari Sumber dan Penggunaan Dana
(Project Sources and Use of Funds), Penggunaan Dana per
Kategori (Projects of Funds by Category), Special Account Activity
Statement, dan catatan atas Laporan Keuangan (Calk).
2. Laporan untuk Bank Dunia yang terdiri dari IFR, Laporan
Keuangan Tahunan, Midterm review, laporan tahunan keuangan
dan ICR yang dipersiapkan untuk keperluan audit tahunan yang
disampaikan oleh PMC.
Jenis laporan yang disampaikan kepada Bank Dunia yakni IFR yang
memberikan informasi kemajuan proyek dari sisi keuangan sesuai
permintaan Bank Dunia untuk pengelolaan pinjaman. Dalam
menyiapkan IFR, diperlukan kecermatan baik dalam proses
perencanaan penggunaan dana (6 bulan ke depan) dan pelaksanaan
pencairan dana serta pertanggungjawaban (tiga bulanan) atas
penggunaan dana tersebut, sehingga dapat dilakukan evaluasi dan
pemantauan secara intensif dan terus menerus. Selain IFR, PMC juga
harus menyiapkan rencana penarikan dana atau withdrawal application
untuk mengisi Reksus NAHP sehingga saldo Reksus di Bank
Indonesia dapat terjaga dengan baik dalam kaitan mempertahankan
kelancaran pelaksanaan NAHP.
PMC membuat laporan tahunan berdasarkan format laporan
keuangan dan petunjuk pengisiannya yang dapat dilihat di lampiran 11
pedoman ini. Laporan keuangan disiapkan untuk kebutuhan audit
tahunan.

5.2.9. Internal Audit


Dalam rangka pelaksanaan program NAHP, PMC melibatkan Inspektorat
Jenderal Kementerian PUPR sebagai aparat pengawasan internal. Fungsi
pelibatan Inspektorat Jenderal adalah untuk melakukan reviu terhadap:
1. Ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan; dan
2. Laporan Keuangan tahunan sebelum diserahkan kepada BPK.

102
5.2.10. Ekternal Audit

5.2.10.1. Tujuan Audit


Tujuan diselenggarakannya audit adalah untuk mendapatkan
pendapat independen atas laporan keuangan, pelaksanaan sistem
pengelolaan keuangan dan ketaatan terhadap perjanjian pinjaman
dan regulasi lain yang dipersyaratkan oleh Bank Dunia serta
pemantauan terhadap implementasi Program NAHP.

5.2.10.2. Standard Audit


Proses audit dilaksanakan menurut Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan
Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara serta sesuai
dengan Cash Based dalam Laporan Keuangan Pinjaman dan
Hibah Luar Negeri.
Laporan Keuangan NAHP disusun berdasarkan sistem
pengendalian intern yang memadai, serta menyajikan informasi
realisasi anggaran, penerimaan dan pengeluaran proyek sesuai
dengan manual administrasi proyek.
Kegiatan audit eksternal dilakukan oleh Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK) Republik Indonesia yang dilaksanakan setiap
tahun selama pelaksanaan kegiatan. PMC akan mengirimkan
laporan audit eksternal tersebut kepada Bank Dunia paling
lambat 6 (enam) bulan setelah penutupan tahun anggaran
(sebelum 30 Juni) setiap tahunnya.

5.2.10.3. Tindak Lanjut Temuan Eksternal Audit


Tujuan eksternal audit adalah untuk memperoleh pendapat (opini)
independen terkait laporan keuangan atas pelaksanaan sistem
pengelolaan keuangan dan ketaatan dengan perjanjian pinjaman
termasuk informasi-informasi yang dipersyaratkan oleh Bank
Dunia. Selain itu, untuk melakukan monitoring implementasi
program yang didanai pinjaman/bantuan luar negeri.
Hasil dari pemeriksaan yang dilakukan oleh eksternal auditor
adalah hasil pemeriksanaan dimana didalamnya terdapat temuan
hasil pemeriksaaan dan rekomendasinya. Exceuting Agency
harus melakukan tindak lanjut atas temuan yang tercantum dalam
laporan hasil pemeriksaan. Tindak lanjut yang dilakukan
berdasarkan rekomendasi yang diberikan.

103
5.3 Kerangka Pengelolaan Lingkungan dan Sosial

5.3.1. Pengertian
Pengelolaan kegiatan NAHP akan dilaksanakan berdasarkan ESMF
(Environmental and Social Management Framework atau Kerangka Pengelolaan
Lingkungan dan Sosial) yang dapat diakses di www.nahp.pu.go.id dengan
mengikuti prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan, termasuk pertimbangan
lingkungan, sosial, budaya, dan ekonomi, sebagaimana telah diatur dalam
Undang–Undang dan peraturan Republik Indonesia yang berlaku dan Kebijakan
Pengamanan (Safeguard Policies) Bank Dunia. Mengingat sifat dan skala
kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh Program NAHP, berpotensi
akan menimbulkan dampak pada lingkungan dan dampak sosial yang
merugikan. Sehingga dalam tahapan penyelenggaraan kegiatan memerlukan
upaya pengelolaan untuk mengurangi dampak negatif dan meningkatkan
dampak positif sehingga dapat memastikan kelayakan kegiatan yang
direncanakan.

5.3.2. Tujuan
Tujuan kerangka pengelolaan lingkungan dan sosial adalah untuk memastikan
tiap komponen NAHP dilaksanakan secara berkelanjutan dan berkeadilan.
Kerangka pengelolaan lingkungan dan sosial akan menyediakan panduan untuk
PIU, PPK NAHP, Satker NAHP, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota, konsultan, tenaga pendamping provinsi dan kabupaten/kota
dan fasilitator di lapangan, dalam mengelola potensi dampak lingkungan dan
sosial dari kegiatan pada masing-masing komponen. Secara lebih spesifik,
tujuan penyelenggaraan kerangka pengelolaan lingkungan dan sosial adalah
sebagai berikut:
1. Memastikan bahwa kegiatan yang didanai oleh NAHP dapat mengurangi
dampak negatif dan meningkatkan dampak positif pada aspek lingkungan
dan sosial.
2. Memastikan proses perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi
serta kegiatan selalu ada dalam koridor ketentuan pengelolaan lingkungan
dan sosial sesuai dengan peraturan dan/atau ketentuan yang berlaku.
3. Memastikan terdokumentasinya data dan informasi terkait implementasi
pengelolaan lingkungan dan sosial.

104
5.3.3. Ruang Lingkup
Ruang lingkup kerangka pengelolaan lingkungan dan sosial terdiri dari:
1. Kerangka pengelolaan lingkungan dan sosial ini dirancang sehingga semua
sub-proyek yang mendapatkan pembiayaan Program NAHP akan
memenuhi persyaratan Kebijakan Pengamanan Bank Dunia dan semua
peraturan perundangan pemerintah Indonesia yang terkait dan berlaku.
2. Kemungkinan terpicunya satu atau lebih Kebijakan Pengamanan oleh
pembiayaan sub-proyek ditentukan dari kegiatan sub-proyek untuk
Komponen 1, Komponen 2, dan Komponen 3 NAHP.
3. Berdasarkan kajian terhadap ruang lingkup pembiayaan sub-proyek dan
tinjauan literatur yang tersedia, maka dampak lingkungan dan sosial
diperkirakan tidak signifikan (minor), bersifat sementara dan dapat dikelola
langsung pada wilayah itu. Kebijakan Pengamanan Bank Dunia yang
diperkirakan akan berpotensi untuk terpicu adalah Kajian Lingkungan (4.01),
Masyarakat Adat (4.10) dan Permukiman Kembali Secara Tidak Sukarela
(4.12).
4. Dampak lingkungan dan sosial akan dikaji melalui proses penyaringan untuk
pelaksana Program NAHP. Kerangka pengelolaan lingkungan dan sosial
menyediakan usulan kriteria untuk tiap komponen yang disertai dengan
strategi pertimbangan dan mitigasinya. Secara garis besar pelaksanaan
pengelolaan lingkungan dan sosial dideskripsikan dalam bentuk flow chart
berikut ini:

105
Gambar 5.1.

Flow Chart Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Dan Sosial

106
Dari flow chart pelaksanaan pengelolaan lingkungan dan sosial yang
digambarkan di atas, maka keseluruhan proses tersebut, akan menghasilkan
keluaran sebagimana dijelaskan pada tabel 5.7 di bawah ini.

Tabel 5.7
Output berdasarkan Tahapan Pengelolaan Lingkungan dan Sosial

TAHAPAN OUTPUT

Lokakarya dan pelatihan Tenaga pendamping dapat lebih memahami mengenai pelaksanaan
Pengelolaan Lingkungan pengelolaan di lapangan sehingga dapat melakukan tugasnya dalam
dan Sosial pendampingan kepada penerima bantuan
Pengisian instrumen dan Pelaksanaan penapisan terhadap aspek lingkungan dan sscial dalam
lembar kendali untuk mendukung pemilihan calon penerima bantuan. Kegiatan ini akan
tahap penapisan menghasilkan keluaran berupa instrumen penapisan yang telah terisi
berdasarkan calon penerima bantuan
Penapisan ESMF untuk Hasil pengisian instrumen akan dievaluasi dan merekomendasikan
penerima bantuan nama2 penerima bantuan yang akan diajukan ke Program NAHP
dan/atau pelaku
pembangunan
Pelatihan untuk Peningkatan kesadaran dan pemahaman penerima bantuan, bank
Pengelolaan Lingkungan pelaksana, pengembang/developer, tenaga pendamping, PIU, PPK
dan Sosial dan Satker dalam pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan dan Sosial
pada Program NAHP
Pengisian instrumen dan Pengisian data pada tahap pelaksanaan untuk mengetahui apakah
lembar kendali untuk pelaksanaan NAHP telah mengikuti kaidah dalam ESMF. Kegiatan
tahap pelaksanaan ini akan menghasilkan keluaran berupa Instrumen dan Lembar
Kendali yang diisi pada tahap pelaksanaan
Pelaksanaan Program Melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan NAHP di lapangan
NAHP (BP2BT dan berdasarkan data isian pada Instrumen dan menjadi catatan untuk
BSPS) di lapangan dilaporkan dalam laporan kepatuhan ESMF

Pengisian lembar kendali Pengisian lembar MK setelah pembangunan selesai. Keluaran pada
MK tahap ini adalah form MK untuk memastikan konstruksi telah
memenuhi standar ESMF.
Pelaksanaan monitoring Melakukan pemantauan dan evaluasi berdasarkan hasil isian MK
dan evaluasi pada tahap setelah konstruksi selesai. Keluaran dari kegiatan ini
adalah hasil evaluasi yang akan dituangkan pada laporan kepatuhan
ESMF
Pembuatan pelaporan Keluaran dari kegiatan ini adalah laporan kepatuhan ESMF selama
Kepatuhan ESMF pelaksanaan Komponen 1, Komponen 2, dan Komponen 3.

107
5.3.4. Kelembagaan Proyek NAHP
Proyek NAHP dikelola oleh Kementerian PUPR melalui dua Direktorat Jenderal
yaitu Direktorat Jenderal Perumahan dan Direktorat Jenderal Pembiayaan
Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan dengan pengaturan kelembagaan
sebagai berikut:
1. Pengaturan Kelembagaan Komponen 1
Lembaga yang terlibat dalam pelaksanaan komponen 1 (BP2BT) terdiri dari
Bank Dunia, Kementerian Keuangan, Kementerian PUPR, Direktorat Jenderal
Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan, Direktorat
Pelaksanaan Pembiayaan Perumahan, PIU, Asisten Monitoring dan Evaluasi
Bidang BP2BT, Bank Pemberi Pinjaman, Pelaku Pembangunan,
Konsultan/Tenaga Pendukung Penyaluran penBP2BT, dan Penerima Bantuan.
Bantuan dari Bank Dunia terdiri dari Sub-Komponen 1.a. Bantuan Pembiayaan
Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT) dan Sub-Komponen 1.b Dukungan
Teknis Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT).
Kementerian PUPR akan menandatangani perjanjian dengan Bank Penyalur
terkait dengan mekanisme dan persyaratan yang harus diikuti dan dipenuhi oleh
penerima manfaat program. Perjanjian ini juga akan mencakup audit secara
berkala memantau, mengevaluasi, dan melaporkan kinerja program BP2BT,
termasuk kinerja pengelolaan lingkungan dan sosial.
2. Pengaturan Kelembagaan Komponen 2
Lembaga yang terlibat dalam pelaksanaan komponen 2 (BSPS) meliputi Bank
Dunia, Kementerian Keuangan, Kementerian PUPR, Direktorat Jenderal
Perumahan, Direktorat Rumah Swadaya, PIU, Asisten Monitoring dan Evaluasi
Bidang BSPS, BP2P, Kasatker, PPK Swadaya, Tim Verifikasi, Konsultan
Nasional, Konsultan Provinsi, Korkab/Korkot, TFL, Bank/Pos Penyalur,
penyedia barang bangunan, dan jasa kontraktor, KPB, dan masyarakat
penerima bantuan.
Bantuan dari Bank Dunia disalurkan melalui Kementerian Keuangan dan
selanjutnya Kementerian PUPR. Menteri PUPR berwenang dalam menetapkan
lokasi dan nilai kegiatan BSPS. Direktorat Jenderal Perumahan, Direktorat
Perumahan Swadaya, bersama dengan Pemerintah Provinsi dan
Kabupaten/Kota melakukan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan program
BSPS.
3. Pengaturan Kelembagaan Komponen 3
Komponen 3 bertujuan untuk memberikan bantuan teknis dalam hal penguatan
tata kelola perumahan dan perbaikan kebijakan rumah terjangkau melalui
kegiatan sebagai berikut:

108
a. Peningkatan Kapasitas Pemerintah Daerah (Local Government Capacity
Building - LGCB);
b. Pengembangan Sistem Informasi Perumahan dan Real Estat (Housing and
Real Estate Information System - HREIS)
c. Kegiatan Kemitraan antara pemerintah dengan badan usaha untuk
Perumahan Terjangkau (Private Public Partnership Affordable Housing
Framework and KPBU);
d. Pengembangan Kebijakan Perumahan Rakyat dan Penguatan Peran
Perum Perumnas (Affordable Supply - Side Housing Provisioning Study);
dan
e. Rekomendasi Kebijakan Perumahan dalam Penyusunan Grand Desain
Perumahan 2020-2045 (Housing Policy Recommendation in Preparation
for Housing Grand Design 2020-2045)
Dalam pelaksanaannya, lembaga yang terlibat dalam Komponen 3 meliputi
Kementerian Keuangan, Kementerian PUPR, Kementerian Dalam Negeri,
Direktorat Jenderal Perumahan, Direktorat Jenderal Pembiayaan Infrastruktur
Umum dan Perumahan, Direktorat Jenderal Pembangunan Daerah, Direktorat
Rumah Umum dan Komersial, Direktorat Sistem dan Strategi Penyelenggaraan
Perumahan, Direktorat Sinkronisasi Urusan Pemerintah Daerah II, PIU NAHP,
dan Konsultan Pelaksana Kegiatan.
Kelima kegiatan tersebut, memiliki fokus kegiatan memberikan dukungan teknis
terhadap reformasi kebijakan di bidang perumahan, namun salah satu
diantaranya yaitu: Kegiatan Kemitraan antara pemerintah dengan badan usaha
untuk Perumahan Terjangkau (Private Public Partnership Affordable Housing
Framework and KPBU) juga melaksanakan pilot project berupa pembanguanan
rusunawa yang berada di 2 (dua) lokasi, yaitu: Medan dan Daan Mogot
(Jakarta) dimana pelaksanaannya juga mengacu pada ESMF NAHP yang
dalam melibatkan beberapa lembaga, yaitu: Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat, Direktorat Jenderal Perumahan, PIU NAHP, Pemerintah
Daerah dan didukung oleh Konsultan Pelaksana Kegiatan.
Peran dan Fungsi Kelembagaan dalam Program NAHP untuk pengelolaan
lingkungan dan sosial dijelaskan dalam tabel berikut ini:

109
Tabel 5.8.
Lembaga yang Terlibat dalam Pengelolaan Lingkungan dan Sosial
dalam NAHP

NO LEMBAGA PERAN DAN FUNGSI


1 Kementerian Bapenas Evaluasi Proyek NAHP
2 Kementerian Pekerjaan Pengelola program NAHP
Umum dan Perumahan
Rakyat
3 Direktorat Jenderal a. Menyusun panduan atau petunjuk teknis BP2BT
Pembiayaan Infrastruktur b. Menyediakan database BP2BT
Umum dan Perumahan c. Menyediakan dukungan legal BP2BT
Rakyat, Kementerian d. Melakukan pemantauan dan evaluasi program bersama
Pekerjaan Umum dan Bank Dunia
Perumahan Rakyat e. Melakukan koordinasi dengan pihak Bank pemberi
pinjaman
Direktorat Pelaksanaan
Pembiayaan Perumahan
4 Direktorat Jenderal a. Menyediakan panduan atau petunjuk teknis BSPS
Perumahan, Kementerian b. Menyediakan database BSPS (wilayah target program,
Pekerjaan Umum dan penerima program bantuan pada periode sebelumnya
Perumahan Rakyat dsb)
c. Menyediakan dukungan legal BSPS
Direktorat Rumah Swadaya d. Melakukan pemantauan dan evaluasi program bersama
Bank Dunia
e. Melakukan koordinasi dengan Pemerintah Daerah
(Kabupaten/Kota)
5 Direktorat Jenderal Pelaksana kegiatan komponen 3 yaitu: Rekomendasi
Pembiayaan Infrastruktur Kebijakan Perumahan dalam Penyusunan Grand Desain
Umum dan Perumahan Perumahan 2020-2045 (Housing Policy Recommendation in
Rakyat, Kementerian Preparation for Housing Grand Design 2020-2045), dan
Pekerjaan Umum dan Kegiatan Kemitraan antara pemerintah dengan badan
Perumahan Rakyat, usaha untuk Perumahan Terjangkau (Private Public
Partnership Affordable Housing Framework and KPBU).
Direktorat Sistem dan Memiliki peran dan fungsi:
Strategi Penyelenggaraan a. Penyusunan dan pelaksanaan kebijakan strategi
Perumahan penyelenggaraan perumahan jangka panjang dan
jangka menengah;
b. Penyusunan rencana dan pengembangan strategi,
serta rencana strategis pengelolaan perumahan;
c. Pelaksanaan dan pengendalian program dan anggaran
tahunan yang bersumber dari anggaran pendapatan
dan belanja negara dan sumber pembiayaan lainnya di
bidang penyelenggaraan perumahan;
d. Pengelolaan data dan pengembangan sistem informasi
di bidang penyelenggaraan perumahan; dan
e. pelaksanaan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan di
bidang penyelenggaraan perumahan.
6 Direktorat Jenderal Pelaksana kegiatan komponen 3 yaitu: Pengembangan
Perumahan, Kementerian Sistem Informasi Perumahan dan Real Estat (Housing and
Pekerjaan Umum dan Real Estate Information System - HREIS), dan
Perumahan Rakyat, Pengembangan Kebijakan Perumahan Rakyat dan
Penguatan Peran Perum Perumnas (Affordable Supply-
Direktorat Rumah Umum dan Side Housing Provisioning Study). Memiliki peran dan
Komersial fungsi:
a. penyusunan program, anggaran, dan rencana teknis
pengembangan hunian di bidang penyediaan rumah
umum dan komersial;
b. penyusunan standar dan pedoman di bidang
penyelenggaraan rumah umum dan komersial;
c. pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang
penyelenggaraan penyediaan rumah umum dan
komersial;
d. pemberian bantuan rumah umum di bidang
penyelenggaraan rumah umum;
e. penyusunan rencana pengembangan hunian;

110
NO LEMBAGA PERAN DAN FUNGSI
f. fasilitasi pelaksanaan hunian berimbang di bidang
penyediaan rumah umum dan komersial;
g. fasilitasi penyediaan tanah untuk pengembangan rumah
umum;
h. fasilitasi kemudahan perizinan rumah umum;
i. fasilitasi penyelesaian pengaduan bidang rumah umum
dan komersial;
j. fasilitasi pengelolaan barang milik negara; dan
k. penyusunan data dan informasi penyelenggaraan di
bidang rumah umum dan komersial.
7 Direktorat Jenderal Pelaksanaan Kegiatan Sub Komponen 3: LGCB
Pembangunan Daerah a. penyiapan bahan perumusan kebijakan dan fasilitasi
Kementerian Dalam Negeri penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah,
sinkronisasi dan harmonisasi pembangunan daerah di
Direktorat Sinkronisasi bidang perumahan dan kawasan permukiman;
Urusan Pemerintah Daerah b. penyiapan bahan pelaksanaan kebijakan dan koordinasi
Wilayah II fasilitasi penyelenggaraan urusan pemerintahan
daerah, sinkronisasi dan harmonisasi pembangunan
Sub Direktorat Subdirektorat daerah di bidang perumahan dan kawasan
Perumahan dan Kawasan permukiman;
Permukiman c. penyiapan bahan pelaksanaan pembinaan umum serta
koordinasi fasilitasi penyelenggaraan urusan
pemerintahan daerah, sinkronisasi dan harmonisasi
pembangunan daerah di bidang perumahan dan
kawasan permukiman;
d. penyiapan bahan pelaksanaan koordinasi dan fasilitasi
penyusunan pemetaan urusan pemerintahan di bidang
perumahan dan kawasan permukiman;
e. penyiapan bahan pelaksanaan koordinasi dan fasilitasi
penyusunan standar pelayanan minimal
penyelenggaraan urusan pemerintahan di bidang
perumahan dan kawasan permukiman;
f. penyiapan bahan pelaksanaan koordinasi dan fasilitasi
penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria
penyelenggaraan urusan pemerintahan di bidang
perumahan dan kawasan permukiman;
g. penyiapan bahan pelaksanaan pemantauan, evaluasi,
dan pelaporan penyelenggaraan urusan pemerintahan
daerah, sinkronisasi dan harmonisasi pembangunan
daerah di bidang perumahan dan kawasan
permukiman; dan
h. penyiapan bahan pemberian bimbingan teknis dan
supervisi penyelenggaraan urusan pemerintahan
daerah, sinkronisasi dan harmonisasi pembangunan
daerah di bidang perumahan dan kawasan
permukiman.

8 Pemerintah Daerah 1. Kegiatan Komponen 1


Kabupaten/Kota Menerbitkan atau memeriksa kelengkapan persyaratan
PBG bagi pemohon bantuan pembiayaan perumahan
2. Kegiatan Komponen 2
a. bersama dengan Kementerian PUPR dan Dinas
terkait, membentuk Tim Teknis untuk memeriksa
proposal dari kelompok masyarakat pemohon
bantuan perumahan;
b. melakukan pembinaan terhadap penyedia bahan
bangunan sesuai persyaratan program BSPS
3. Kegiatan Komponen 3
a. memberdayakan Pokja PKP Provinsi atau Kab/Kota;
b. mendukung pengembangan database dan sistem
informasi tingkat daerah;
c. fasilitasi sharing knowledge antar Pemda.
d. Pilot project PPP.
9 Bank Pelaksana Kegiatan Komponen 1
a. memeriksa dan melakukan verifikasi atas kelengkapan
dan persyaratan dokumen permohonan bantuan yang

111
NO LEMBAGA PERAN DAN FUNGSI
diajukan oleh pemohon melalui Program BP2BT
terutama yang berkaitan dengan persyaratan kesesuain
lokasi dengan peruntukan tata ruang, status
kepemilikan lahan yang sah dan tidak dalam sengketa,
kelaikan fungsi bangunan.
b. berkoordinasi dengan Kementerian PUPR dalam hal
proses pemeriksaan aplikasi, pemantauan program,
dan update database penerima bantuan BP2BT.
10 Bank/Pos Penyalur Bantuan Kegiatan Komponen 2
Membantu program BSPS dalam menyalurkan dana untuk
pembelian bahan bangunan dan/atau menyalurkan dana
berupa uang kepada kelompok penerima bantuan
11 Tim Verifikasi Kegiatan Komponen 2
Supervisi pendampingan yang dilakukan oleh TFL dan
Korkab terhadap pendampingan kepada masyarakat
penerima dana BSPS
12 Tenaga Pendukung Komponen 1: BP2BT
Penyaluran tenaga profesional pemberdayaan di bidang pembiayaan
perumahan yang memberikan bantuan dan fasilitasi untuk
penyaluran BP2BT di
provinsi, kota, dan kabupaten
13 Tenaga Fasilitator Lapangan Kegiatan Komponen 2
Memfasilitasi kelompok masyarakat penerima bantuan
dalam sosialisasi, proses pengajuan, penyusunan proposal,
pelaksanaan program, dan bersama dengan Tim Teknis
memantau dan mengevaluasi program
14 Kelompok Penerima Bantuan Kegiatan Komponen 2
a. Menyusun kelompok dan pengelolaan kelompok dalam
pemenuhan persyaratan, penyusunan proposal serta
pelaksanaan pembangunan di kelompoknya
b. Melaporkan kegiatan tahap 1 dan tahap 2 kepada
pemerintah Kab/Kota.
15 Pelaku Pelaku Pembangunan adalah setiap orang atau badan
Pembangunan/Kontraktor hukum yang melakukan pembangunan perumahan dan
Pelaksana Kegiatan PPP kawasan permukiman.
16 Tim Konsultan Pelaksana Tim Konsultan Pelaksana Kegiatan adalah pihak ketiga
Kegiatan Komponen 3 yang ditunjuk untuk melaksanakan kegiatan:
a. Peningkatan Kapasitas Pemerintah Daerah (Local
Government Capacity Building - LGCB);
b. Pengembangan Sistem Informasi Perumahan dan Real
Estat (Housing and Real Estate Information System -
HREIS)
c. Kegiatan Kemitraan antara pemerintah dengan badan
usaha untuk Perumahan Terjangkau (Private Public
Partnership Affordable Housing Framework and KPBU);
d. Pengembangan Kebijakan Perumahan Rakyat dan
Penguatan Peran Perum Perumnas (Affordable Supply
- Side Housing Provisioning Study); dan
e. Rekomendasi Kebijakan Perumahan dalam
Penyusunan Grand Desain Perumahan 2020-2045
(Housing Policy Recommendation in Preparation for
Housing Grand Design 2020-2045)

5.3.5. Tinjauan Kerangka Perundangan

5.3.5.1. Kebijakan Pemerintah Indonesia dan Bank Dunia Terkait Aspek


Pengelolaan Lingkungan dan Sosial
Kebijakan nasional berupa peraturan perundang-undangan yang
berhubungan dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan dan sosial
teridentifikasi terdapat 36 (tiga puluh enam) regulasi. Secara lebih rinci
tujuan dan tema sebagai berikut:

112
Tabel 5.9
Kebijakan Pemerintah Indonesia mengenai Pengelolaan Lingkungan dan
Sosial

NO REGULASI ARAH KEBIJAKAN

1 Undang-Undang Dasar Pasal 18 Ayat 2 dan Pasal 281 ayat 3. Kedua amandemen UUD
1945 (Pasal Perubahan) 1945 dan UU Pokok Agraria (UUPA No.5 / 1960) menetapkan
bahwa Negara mengakui dan menghormati MHA dan hak
tradisionalnya asalkan mereka masih ada dan di sesuai dengan
perkembangan masyarakat dan kesatuan Negara sebagaimana
diatur dalam undang-undang; identitas budaya dan hak
masyarakat tradisional dihormati sesuai dengan perkembangan
peradaban. Dengan ketentuan ini, UUPA mengakui "hak ulayat"
(hak ulayat) dari MHA.
2 Undang-Undang Republik a. merupakan kebijakan terkait dengan Kesejahteraan Usia
Indonesia Nomor 13 Lanjut
Tahun 1998 tentang b. memberikan definisi kriteria usia lanjut mencakup usia 60
Kesejahteraan Lanjut tahun ke atas
Usia
3 Undang-Undang Republik Pasal 37
Indonesia Nomor 41 a. Ayat (1) Pemanfaatan hutan adat dilakukan oleh masyarakat
Tahun 1999 tentang hukum adat yang bersangkutan, sesuai dengan fungsinya.
Kehutanan b. Ayat (2) Pemanfaatan hutan adat yang berfungsi lindung dan
konservasi dapat dilakukan sepanjang tidak mengganggu
fungsinya.
4 Undang-Undang Nomor Diberlakukannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020, maka
28 Tahun 2002 tentang pengaturan tentang IMB (Ijin Mendirikan Bangunan) diubah
Bangunan dan Gedung dengan PBG (Persetujuan Bangunan Gedung) atau perizinan
yang diberikan kepada pemilik Bangunan Gedung untuk
membangun baru, mengubah, memperluas, mengurangi,
dan/atau merawat Bangunan Gedung sesuai dengan standar
teknis Bangunan Gedung,"
Setiap bangunan gedung memiliki fungsi dan klasifikasi bangunan
Gedung.Fungsi bangunan gedung harus digunakan sesuai
dengan peruntukan lokasi yang diatur dalam RDTR yang
dicantumkan dalam Persetujuan Bangunan Gedung.
5 Undang-Undang Republik Diberlakukannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020, maka
Indonesia Nomor 26 beberapa pengaturan baru diberlakukan, yaitu: tentang arahan
Tahun 2007 tentang Penataan ruang Kawasan perdesaan
Penataan Ruang Bahwa Penataan ruang kawasan perdesaan diarahkan untuk
a. pemberdayaan masyarakat perdesaan;
b. pertahanan kualitas lingkungan setempat dan wilayah yang
didukungnya;
c. konservasi sumber daya alam;
d. pelestarian warisan budaya lokal;
e. pertahanan kawasan lahan abadi pertanian pangan untuk
ketahanan pangan; dan
f. penjagaan keseimbangan perdesaan-perkotaan.
Pembangunan
6 Undang-Undang Republik Mengatur tentang peran dan wewenang pemerintah daerah
Indonesia Nomor 18 pemerintahan. Urusan pemerintahan diklasifikasikan menjadi tiga
Tahun 2008 tentang kelompok: pemerintahan absolut (pemerintah pusat), bersama
Pengelolaan Sampah antara Pemerintah Pusat dan pemerintah daerah dan
pemerintahan umum (urusan pemerintahan di bawah
kewenangan Presiden)
7 Undang-Undang Republik Diberlakukannnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020
Indonesia Nomor 32 tentang Cipta Kerja, secara yuridis merubah ketentuan terkait:
Tahun 2009 tentang 1. Penentuan Terjadinya Pencemaran Lingkungan Hidup
Perlindungan dan Penentuan terjadinya pencemaran lingkungan hidup diukur
Pengelolaan Lingkungan melalui baku mutu lingkungan hidup yang meliputi:
Hidup a. baku mutu air;
b. baku mutu air limbah;
c. baku mutu air laut;
d. baku mutu udara ambien;
e. baku mutu emisi;
f. baku mutu gangguan; dan

113
NO REGULASI ARAH KEBIJAKAN

g. baku mutu lain sesuai dengan perkembangan


h. ilmu pengetahuan dan teknologi.
2. Uji Kelayakan Lingkungan Hidup
Dokumen AMDAL merupakan dasar uji kelayakan lingkungan
hidup untuk rencana usaha dan/atau kegiatan.
Uji kelayakan lingkungan hidup dilakukan oleh tim uji
kelayakan lingkungan hidup yang dibentuk oleh pemerintah
yang terdiri atas: unsur pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah,
dan ahli bersertifikat.
Pemerintah Pusat atau pemerintah Daerah menetapkan
Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup berdasarkan hasil uji
kelayakan lingkungan hidup.
Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup digunakan sebagai
persyaratan penerbitan perizinan Berusaha, atau persetujuan
Pemerintah pusat atau pemerintah Daerah.
3. Muatan Dokumen Amdal
Dokumen AMDAL memuat hal-hal sebagai berikut:
a. pengkajian mengenai dampak rencana usaha dan/atau
kegiatan;
b. evaluasi kegiatan di sekitar lokasi rencana usaha dan/atau
kegiatan;
c. saran masukan serta tanggapan masyarakat terkena
dampak langsung yang relevan terhadap rencana usaha
dan/atau kegiatan;
d. prakiraan terhadap besaran dampak serta sifat penting
dampak yang terjadi jika rencana usaha dan/atau kegiatan
tersebut dilaksanakan;
e. evaluasi secara holistik terhadap dampak yang terjadi
untuk menentukan kelayakan atau ketidaklayakan
lingkungan hidup; dan
f. rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan
8 Undang-Undang Republik Bahwa berlakunya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020
Indonesia Nomor. 1 tentang Cipta Kerja tidak menyebabkan perubahan terhadap
Tahun 2011 tentang ketentuan pasal 16 dan pasal 58 ayat (2), sehingga kedua pasal
Perumahan dan Kawasan tersebut masih berlaku
Permukiman 1. Pasal 16
Pemerintah memiliki kewenangan untuk menyediakan
perumahan yang ramah lingkungan dengan menggunakan
sumber daya lokal dan kearifan.
2. Pasal 58 ayat (2)
Arahan pengembangan kawasan permukiman meliputi:
a. hubungan antarkawasan fungsional sebagai bagian
lingkungan hidup di luar kawasan lindung;
b. keterkaitan lingkungan hunian perkotaan dengan
lingkungan hunian perdesaan;
c. keterkaitan antara pengembangan lingkungan hunian
perkotaan dan pengembangan kawasan perkotaan
d. keterkaitan antara pengembangan lingkungan hunian
perdesaan dan pengembangan kawasan perdesaan;
e. keserasian tata kehidupan manusia dengan lingkungan
hidup;
f. keseimbangan antara kepentingan publik dan kepentingan
setiap orang; dan
g. lembaga yang mengoordinasikan pengembangan
kawasan permukiman.
9 Undang-Undang Republik 1. Bahwa setelah diterbitkannya Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor. 20 Indonesia Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja terkait
Tahun 2011 tentang dengan isi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang
Rumah Susun Rumah Susun secara prinsipiil tidak ada perubahan terkait:
a. pengelolaan apartemen perumahan, termasuk aturan
yang berkaitan dengan penghuni apartemen, dan
mewajibkan pembentukan Kepemilikan Apartemen dan
Warga Union (PPPSRS).
b. Ruang lingkup PPPSRS termasuk kepemilikan komunal
bangunan, barang untuk digunakan masyarakat, dan
dengan alasan bangunan. PPPSRS juga berkewajiban
mengelola pemeliharaan dan perawatan bangunan dan

114
NO REGULASI ARAH KEBIJAKAN

dapat menunjuk pihak ketiga sebagai Dewan Manajemen.


Undang-Undang ini juga menetapkan bahwa Lingkungan
Konservasi Levy (IPL) akan ditentukan oleh PPPSRS
2. Namun ada beberapa subtansi pengaturan baru, yaitu:
2. Dalam melakukan pembangunan Rumah susun, pelaku
pembangunan harus memenuhi Ketentuan administratif
yang meliputi status hak atas tanah; dan Persetujuan
Bangunan Gedung.
3. Pelaku pembangunan harus membangun rumah susun
dan lingkungannya sesuai dengan rencana fungsi dan
pemanfaatannya.
4. Pelaku Pembangunan wajib Mengajukan permohonan
sertifikat laik fungsi kepada bupati/wali kota setelah
menyelesaikan seluruh atau Sebagian pembangunan
rumah susun sepanjang tidak bertentangan dengan
Persetujuan Bangunan Gedung sesuai dengan
norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan
oleh Pemerintah Pusat.
Pelaku pembangunan wajib melengkapi lingkungan rumah
susun dengan prasarana, sarana, dan utilitas umum
dengan mempertimbangkan kemudahan dan keserasian
hubungan dalam kegiatan sehari-hari, pengamanan jika
terjadi hal yang membahayakan, dan struktur, ukuran, dan
kekuatan sesuai dengan fungsi dan penggunaannya.
10 Undang-Undang Republik Bahwa setelah diterbitkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun
Indonesia Nomor 2 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja terkait dengan isi Undang-Undang
2012 tentang Pengadaan Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi
Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum sudah diterbitkan
Pembangunan Untuk Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2021 tentang
Kepentingan Umum Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Kepentingan Umum.
pada Penjelasan I. UMUM.
Dalam rangka untuk mencapai tujuan khususnya
peningkatan ekosistem investasi, dan percepatan Proyek
Strategis Nasional, perlu mengubah beberapa ketentuan
dalam bidang agraria/pertanahan dan tata ruang. Salah satu
diantaranya adalah pengaturan mengenai Pengadaan
Tanah bagi pembangunan untuk Kepentingan Umum
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan
untuk Kepentingan Umum.
Beberapa perubahan ketentuan dimaksud antara lain
meliputi penambahan jenis pembangunan untuk
Kepentingan Umum; upaya percepatan Pengadaan Tanah
seperti penyelesaian status kawasan hutan; percepatan
Pengadaan Tanah terkait dengan tanah kas desa, tanah
wakaf, tanah aset; pelibatan lembaga pertanahan
membantu dalam penyusunan dokumen perencanaan
Pengadaan Tanah; penambahan jangka waktu Penetapan
Lokasi; dan penitipan Ganti Kerugian.
11 Undang-Undang Republik 1. Bahwa setelah diterbitkannya Undang-Undang Nomor 11
Indonesia Nomor 18 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja terkait dengan Pencegahan
Tahun 2013 tentang dan Pengurangan Tutupan Hutan (UUP3H) masih berlaku.
Pencegahan dan 2. Namun ada substansi pengaturan baru yaitu pada pasal 19
Pemberantasan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan
Perusakan Hutan dan Pemberantasan Perusakan Hutan yang mengatur,
bahwa: Setiap orang dilarang:
a. melakukan penebangan pohon dalam Kawasan hutan
yang tidak sesuai dengan Perizinan Berusaha terkait
pemanfaatan hutan;
b. melakukan penebangan pohon dalam Kawasan hutan
tanpa memiliki Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat;
c. melakukan penebangan pohon dalam Kawasan hutan
secara tidak sah;
d. memuat, membongkar, mengeluarkan, mengangkut,
menguasai, dan/atau memiliki hasil penebangan di
Kawasan hutan tanpa Perizinan Berusaha dari Pemerintah
Pusat;
115
NO REGULASI ARAH KEBIJAKAN

e. mengangkut, menguasai, atau memiliki hasil hutan kayu


yang tidak dilengkapi secara bersama surat keterangan
sahnya hasil hutan;
f. memanfaatkan hasil hutan kayu yang diduga berasal dari
hasil pembalakan liar;
g. mengedarkan kayu hasil pembalakan liar melalui darat,
perairan, atau udara;
h. menyelundupkan kayu yang berasal dari atau masuk ke
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia melalui
sungai, darat, laut, atau udara;
i. menerima, membeli, menjual, menerima tukar, menerima
titipan, dan/atau memiliki hasil hutan yang diketahui
berasal dari pembalakan liar;
j. membeli, memasarkan, dan/atau mengolah hasil hutan
kayu yang berasal dari Kawasan hutan yang diambil atau
dipungut secara tidak sah; dan/atau
k. menerima, menjual, menerima tukar, menerima titipan,
menyimpan, dan atau memiliki hasil hutan kayu yang
berasal dari kawasan hutan yang diambil atau dipungut
secara tidak sah.
12 Undang-Undang Republik Di dalam UU Desa pada Bab XII tentang Lembaga
Indonesia Nomor 6 Tahun Kemasyarakatan Desa dan Lembaga Adat Desa pada bagian
2014 tentang Desa kedua tentang Lembaga Adat Desa pada pasal 95 ayat 1 diatur
Pemerintah Desa dan masyarakat desa dapat membentuk
Lembaga Adat Desa. Ayat 2 Lembaga Adat Desa sebagaimana
dimaksud pada ayat 1 merupakan Lembaga yang
menyelenggarakan fungsi adat istiadat dan menjadi bagian dari
susunan asli desa yang tumbuh dan berkembang atas prakarsa
masyarakat desa.
BAB XIII secara khusus UU Nomor 6 Tahun 2014 telah
mengakomodir juga terkait dengan kenetuan khusus Desa Adat
sebagaimana diatur pada pasal 96 yang menyatakan pemerintah,
pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah
kabupaten/kota melakukan penataan kesatuan masyarakat desa
adat dan ditetapkan menjadi Desa Adat.
13 Undang-Undang Republik Hukum menguraikan peran dan wewenang pemerintah daerah
Indonesia Nomor. 23 pemerintahan. Urusan pemerintahan diklasifikasikan menjadi tiga
Tahun 2014 tentang kelompok: pemerintahan absolut (pemerintah pusat), bersama
Pemerintahan Daerah antara Pemerintah Pusat dan pemerintah daerah dan
sebagaimana telah pemerintahan umum (urusan pemerintahan di bawah
diubah beberapa kali yang kewenangan Presiden)
terakhir kali dengan
Undang-Undang Nomor 9
Tahun 2015 tentang
Perubahan Kedua Atas
Undang-Undang Nomor
23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah
14 Undang Undang Republik Berlakunya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta
Indonesia Nomor 11 Kerja, secara yuridis menyebabkan perubahan tehadap beberapa
Tahun 2020 tentang Cipta peraturan yang terkait dengan kebijakan pemerintah dalam
Kerja pengelolaan lingkungan dan sosial yang diatur melalui beberapa
peraturan perundang-undangan, yaitu:
1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Bangunan dan
Gedung
2. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang
3. Undang-Undang U No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
4. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah
Susun
5. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan
dan Pemberantasan Perusakan Hutan.
15 Peraturan Pemerintah Dalam konsideran Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2001
Republik Indonesia disebutkan hal-hal seebagai berikut:
Nomor 74 Tahun 2001 a. meningkatnya kegiatan pembangunan di berbagai
tentang Pengelolaan bidangterutama bidang industri dan perdagangan, terdapat

116
NO REGULASI ARAH KEBIJAKAN

Bahan Berbahaya dan kecenderungan semakin meningkat pula penggunaan bahan


Beracun (B3) berbahaya dan beracun;
b. untuk mencegah terjadinya dampak yang dapat
merusaklingkungan hidup, kesehatan manusia, dan makhluk
hidup lainnya diperlukan pengelolaan bahan berbahaya dan
beracun secara terpadu dengan perkembangan ilmu
gengetahuan dan teknologi
Oleh karenanya dalam Peraturan memberikan diatur tentang
produksi, penyimpanan, pengiriman dan pelabelan bahan
berbahaya dan beracun sebagaiman dijelaskan pada Lampiran 2
Peraturan Pemerintah ini, menyatakan bahwa larangan
penggunaan asbes (nama dagang: amianthus dan chrysotile)
16 Peraturan Pemerintah Peraturan Pemerintah ini menguraikan langkah- langkah
Republik Indonesia pengelolaan dan prosedur untuk sumber daya air permukaan dan
Nomor 82 tahun 2001 alokasi untuk berbagai macam kegiatan masyarakat seperti; air
tentang Pencegahan minum, pertanian, kebutuhan masyarakat lainnya, dan kebutuhan
Pencemaran Air industri. Standar kualitas air oleh aktivitas dan penggunaan juga
diuraikan.
17 Peraturan Pemerintah Peraturan ini memberikan dasar bagi pemerintah daerah untuk
Republik Indonesia melakukan pengelolaan sampah yang ramah lingkungan dan
Nomor 81 Tahun 2012 memberikan kejelasan tentang peran dan tanggung jawab dari
Tentang Pengelolaan mereka yang terlibat dalam pengelolaan sampah bimbingan
Limbah Domestik dan operasional disediakan untuk pelaksanaan 3R (reduce, reuse, dan
Sejenis Limbah Domestik recycle). Sebuah landasan hukum bagi tanggung jawab bisnis
dalam pengelolaan sampah juga diuraikan
18 Peraturan Pemerintah Peraturan ini menjelaskan visi dan misi organisasi Perumnas,
Republik Indonesia mandat yang pemerintah, tugas pokok dan fungsi, dan ketentuan
Nomor 83 Tahun 2015 lainnya yang terkait dengan organisasi dan program perumahan
tentang Perusahaan nasional.
Pembangunan
Perumahan Nasional
19 Peraturan Pemerintah Pelaksanaan Perumahan dan Permukiman Daerah harus
Republik Indonesia didasarkan pada kebijakan nasional dan strategi untuk perumahan
Nomor 14 Tahun 2016 dan permukiman, yang meliputi ketentuan mengenai kemudahan
sebagaimana telah masyarakat untuk mendapatkan perumahan yang layak dan
diubah pertama kali terjangkau dalam lingkungan yang sehat, aman serasi, tertib,
dengan Peraturan terencana, terpadu, dan berkelanjutan; dan mengenai koordinasi
Pemerintah Nomor 12 kebijakan peningkatan dan sinkronisasi antara para pemangku
tahun 2021 tentang kepentingan
Perubahan Atas
Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia
Nomor 14 Tahun 2016
tentang Penyelenggaraan
Perumahan dan Kawasan
Permukiman
20 Peraturan Pemerintah Secara tegas Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2021
Republik Indonesia mengatur bahwa yang dimaksud dengan Penyelenggaraan
Nomor 13 Tahun 2021 Perumahan adalah: kegiatan perencanaan, pembangurlan,
tentang Penyelenggaraan penguasaan dan pemanfaatan, pengelolaan, pemeliharaan dan
Rumah Susun perawatan, pengendalian, kelembagaan, pendanaan dan sistem
pembiayaan, serta peran masyarakat yang dilaksanakan secara
sistematis, terpadu, berkelanjutan, dan bertanggung jawab.
Pengaturan Peraturan Pemerintah ini meliputi: jenis dan
pemanfaatan Rumah Susun, penyediaan Rumah Susun Umum,
izin rencana fungsi dan pemanfaatan Rumah Susun serta
pengubahannya, standar pembangunan Rumah Susun,
pendayagunaan tanah wakaf untuk Rumah Susun Urnum,
pemisahan Rumah Susun, standar pelayanan minimal
prasarana, sarana, dan utilitas umum, penguasaan Sarusun pada
Rumah Susun Khusus, bentuk dan tata cara penerbitan SHM
Sarusun, bentuk dan tata cara penerbitan SKBG Sarusun,
penyewaan Sarusun pada Rumah Susun Negara, pengalihan,
kriteria, dan tata cara pemberian kemudahan kepemilikan
Sarusun umum, pengelolaan Rumah Susun, masa transisi, dan
tata cara penyerahan pertama kali, Perizinan Berusaha Badan
Hukum pengecualian Rumah Susun, PPPSRS, peningkatan

117
NO REGULASI ARAH KEBIJAKAN

kualitas Rumah Susun, pengendalian Penyelenggaraan Rumah


Susun dan bentuk dan tata cara pemberian insentif kepada
Pelaku Pembangunan Rurnah Susun Umum dan Rumah Susun
Khusus serta bantuan dan kemudahan kepada MBR.
21 Peraturan Pemerintah Pada Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2021 Pasal 1 angka
Republik Indonesia 17 dijelaskan bahwa yang dimaksud Persetujuan Bangunan
Nomor 16 Tahun 2021 Gedung yang selanjutnya disingkat PBG adalah perizinan yang
tentang Peraturan diberikan kepada pemilik Bangunan Gedung untuk membangun
Pelaksanaan Undang- baru, mengubah, memperluas, mengurangi, dan/atau merawat
Undang Nomor 28 Tahun Bangunan Gedung sesuai dengan standar teknis Bangunan
2002 tentang Bangunan Gedung.
dan Gedung
22 Peraturan Pemerintah Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2021 ini mengatur tentang
Republik Indonesia Penyelenggaraan Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum.
Nomor 19 Tahun 2021 Pasal 2: Tanah untuk Kepentingan Umum diguunakan untuk
tentang Penyelenggaraan pembangunan:
Pengadaan Tanah untuk a. pertahanan dan keamanan nasional;
Kepentingan Umum b. jalan umum, jalan tol, terowongan, jalur kereta api, stasiun
kereta api dan fasilitas operasi kereta api;
c. waduk, bendungan, bending, irigasi, saluran air dan sanitasi dan
bangunan pengairan lainnya;
d. pelabuhan, bandar udara, dan terminal;
e. infrastruktur minyak, gas, dan panas bumi;
f. pembangkit, transmisi, gardu, jaringan, dan/atau distribusi
tenaga listrik;
g. jaringan telekomunikasi dan informatika pemerintah;
h. tempat pembuangan dan pengolahan sampah;
i. rumah sakit Pemerintah Pusat atau Pemerintah daerah;
j. fasilitas kselamatan umum;
k. pemakaman umum Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah;
l. fasilitas sosial, fasilitas umum, dan ruang terbuka hijau public;
m.cagar alam dan cagar budaya;
n. kantor Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, atau desa;
o. penataan pemukiman kumuh perkotaan dan/atau konsolidasi
tanah serta perumahan untuk masyarakat berpenghasilan
rendah dengan status sewa termasuk untuk pembangunan
rumah umum dan rumah khusus;
p. prasarana pendidikan atau sekolah Pemerintah Pusat atau
Pemerintah Daerah;
q. prasarana olahraga Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah;
r. pasar umum;
s. kawasan industri hulu dan hilir minyak dan gas yang diprakarsai
dan/atau dikuasai oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah,
badan usaha milik negara, atau badan usaha milih daerah;
t. kawasan ekonomi khusus yang diprakarsai dan/atau dikuasai
oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, badan usaha milik
negara, atau badan usaha milik daerah;
u. kawasan industri yang diprakarsai dan/atau dikuasai oleh
Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, badan usaha milik
negara, atau badan usaha milik daerah;
v. kawasan pariwisata yang diprakarsai dan/atau dikuasai oleh
Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, badan usaha milik
negara, atau badan usaha milik daerah;
w. kawasan ketahanan pangan yang diprakarsai dan/atau dikuasai
oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, badan usaha milik
negara, atau badan usaha milik daerah; dan
x. kawasan pengembangan teknologi yang diprakarsai dan/atau
dikuasai oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, badan
usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah.

23 Peraturan Pemerintah Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang


Republik Indonesia 22 Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Tahun 2021 tentang Hidup pada Pasal 2 Peraturan Pemerintah ini mengatur
Penyelenggaraan mengenai:
Perlindungan dan a. Persetujuan Lingkungan;
Pengelolaan Lingkungan b. Perlindungan dan Pengelolaan Mutu Air;
Hidup c. Perlindungan dan Pengelolaan Mutu Udara;

118
NO REGULASI ARAH KEBIJAKAN

d. Perlindungan dan Pengelolaan Mutu Laut;


e. Pengendalian Kerusakan Lingkungan Hidup;
f. Pengelolaan Limbah B3 dan Pengelolaan Limbah nonB3;
g. dana penjaminan untuk pemulihan fungsi Lingkungan Hidup:
h. Sistem Informasi Lingkungan Hidup;
i. pernbinaan dan Pengawasan; dan
j. pengenaan Sanksi Administratif.
24 Peraturan Pemerintah Dalam penjelasan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2021
Republik Indonesia 23 pada paragraf ke dua menjelaskan, bahwa: Hutan sebagai modal
Tahun 2021 tentang pembangunan nasional memiliki manfaat yang nyata agar
Penyelenggaraan kehidupan dan penghidupan bangsa Indonesia, baik manfaat
Kehutanan ekologi, sosial budaya maupun ekonomi, secara seimbang dan
dinamis.
Untuk itu Hutan harus diurus dan dikelola, dilindungi dan
dimanfaatkan secara berkesinambungan bagi kesejahteraan
Masyarakat Indonesia, baik generasi sekarang maupun yang
akan datang.
Asas kemanfaatan dan perlindungan hukum bagi seluruh
masyarakat Indonesia menjadi prioritas utama termasuk
didalamnya pengakuan atas tanah adat dan masyarakat Hukum
adat. Hal ini tercermin pada beberapa pasal dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 23 Tahun 2021, yaitu:
1. Pasal 1 angka 69 mengatur tentang Masyarakat Hukum Adat
selanjutnya disingkat MHA adalah masyarakat tradisional yang
masih terkait dalam bentuk paguyuban, memiliki kelembagaan
dalam bentuk pranata dan perangkat hukum adat yang masih
ditaati, dan masih mengadakan pemungutan hasil hutan di
wilayah hutan sekitarnya yang keberadaannya dikukuhkan
dengan Peraturan Daerah.
2. Pasal 1 angka 70 mengatur tentang Wilayah Adat adalah tanah
adat yang berupa tanah air, dan/atau perairan beserta sumber
daya alam yang ada diatasnya dengan batas-batas tertentu,
dimiliki, dimanfaatkan, dan dilestarikan secara turun-temurun dan
secara berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhan hidup
masyarakat yang diperoleh melalui pewarisan dari leluhur mereka
atau gugatan kepemilikan berupa tanah ulayat atau Hutan Adat.
3. Pasal 1 angka 71 mengatur tentang Wilayah Indikatif Hutan
Adat adalah wilayah Hutan Adat yang berada pada Kawasan
Hutan Negara yang belum memperoleh produk hukum dalam
bentuk Peraturan Daerah namun wilayahnya telah ditetapkan
oleh Bupati/Walikota.

26 Keputusan Presiden Dalam Peraturan Presiden ini, dijelaskan, bahwa: “Pembinaan


Republik Indonesia kesejahteraan sosial komunitas adat terpencil bertujuan untuk
Nomor 111 Tahun 1999 memberdayakan komunitas adat terpencil dalam segala aspek
tentang Pembinaan kehidupan dan penghidupan agar mereka dapat hidup secara
Kesejahteraan Sosial wajar baik jasmani, rohani, dan sosial sehingga dapat berperan
Komunitas Adat Terpencil aktif dalam pembangunan, yang pelaksanaannya dilakukan
dengan memperhatikan adat istiadat setempat”.
27 Peraturan Menteri Agraria Dalam penyelenggaraan tanah untuk kepentingan umum harus
dan Tata Ruang/Kepala disusun dokumen perencanaan pengadaan tanah yang disusun
Badan Pertanahan dan ditetapkan oleh instansi atau Lembaga yang memerlukan
Nasional Republik tanah dalam tahapan perencanaan pengadaan tanah ddimana
Indonesia Nomor 19 yang pada pasal 3 ayat (1) penyusunan dokumen tersebut harus
Tahun 2021 tentang disusun berdasarkan studi kelayakan yang mencakup:
Ketentuan Pelaksanaan a. Survey sosial ekonomi;
Peraturan Pemerintah b. Kelayakan lokasi;
Nomor 19 Tahun 2021 c. Analisis biaya dan manfaat pembangunan bagi wilayah dan
tentang masyarakat;
Penyelenggaraan d. Perkiraan nilai tanah;
Pengadaan Tanah Bagi e. Dampak lingkungan dan dampak sosial yang mungkin timbul
Pembangunan Untuk akibat dari pengadaan tanah dan pembangunan; dan
Kepentingan Umum f. Studi lain yang diperlukan.

28 Peraturan Menteri Memo Transportasi diperbolehkan untuk Peraturan ini


Lingkungan Hidup dan menjelaskan beberapa aturan yang terkait dengan pemanfaatan
Kehutanan Republik

119
NO REGULASI ARAH KEBIJAKAN

Indonesia Nomor kayu dari kawasan luar hutan produksi yang ditunjuk (Pasal 3).
P.30/MENHUT-II/2012 Penggunaan jenis tertentu kayu (Pasal 5, Pasal 7, dan Pasal 8).
tentang Penatausahaan
Hasil Hutan Yang Berasal
Dari Hutan Hak
29 Peraturan Menteri Dalam Peraturan ini sebagai acuan bagi pemerintah daerah mengenai
Negeri Republik masyarakat adat. Bupati/Walikota dapat membentuk komite
Indonesia Nomor 52 Masyarakat Adat di kabupaten/kota, yang berfungsi untuk
Tahun 2014 tentang mengidentifikasi, memverifikasi dan memvalidasi Masyarakat
Pedoman tentang Adat. Hasil verifikasi dan validasi, kemudian diserahkan kepada
Pengakuan dan kepala daerah. Bupati/Walikota dapat menerbitkan keputusan
Perlindungan Masyarakat tentang pengakuan dan perlindungan Masyarakat Adat
Adat berdasarkan rekomendasi komite.
30 Peraturan Menteri PUPR Peraturan ini mendukung mendukung perencanaan tata ruang
Republik Indonesia yang lebih baik dengan tujuan mengatasi masalah yang berkaitan
Nomor 28/PRT/M/2015, dengan konstruksi di dekat sungai dan danau. Kementerian
tentang Penentuan Garis menentukan batas sungai untuk sungai-sungai yang melintasi
Sepadan Sungai dan perbatasan provinsi, sungai melintasi perbatasan negara, dan
Garis Sepadan Danau sungai-sungai yang melintasi daerah strategis nasional. Gubernur
menentukan batas sungai untuk sungai-sungai di provinsi yang
mencakup lebih dari satu distrik, dan Bupati/ Walikota menentukan
batas sungai untuk sungai-sungai di dalam kota/kabupaten.
31 Peraturan Menteri Agraria Sesuai konsideran Peraturan Menteri Agraria Dan Tata
dan Tata Ruang/ Kepala Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia
Badan Pertanahan Nomor 18 Tahun 2019 Tentang Tata Cara Penatausahaan Tanah
Nasional Republik Ulayat Kesatuan Masyarakat Hukum Adat:
Indonesia Nomor 18 1.huruf a: bahwa hukum tanah nasional Indonesia mengakui dan
Tahun 2019 Tentang Tata menghormati adanya hak-hak tradisional dari kesatuan
Cara Penatausahaan masyarakat hukum adat atau yang serupa dengan itu,
Tanah Ulayat Kesatuan sepanjang pada kenyataannya masih ada dan sesuai dengan
Masyarakat Hukum Adat perkembangan masyarakat dan prinsip negara kesatuan
Republik Indonesia; dan
2. huruf b: bahwa pada kenyataannya saat ini masih terdapat
tanah ulayat kesatuan masyarakat hukum adat yang
pengurusan, penguasaan dan penggunaannya didasarkan
pada ketentuan hukum adat setempat dan diakui oleh para
warga kesatuan masyarakat hukum adat yang bersangkutan.
32 Peraturan Menteri 1. Peraturan Menteri ini memberikan panduan pelaksanaan
Pendayagunaan Aparatur survei kepuasan masyarakat untuk penyedia layanan publik
Negara dan Reformasi 2. Peraturan Menteri ini juga memberikan informasi indikator-
Birokrasi Republik kepuasan masyarakat dan metode pengukurannya
Indonesia Nomor 14
Tahun 2017 tentang
Pedoman Penyusunan
Survei Kepuasan
Masyarakat Unit
Penyelenggara
Pelayanan Publik
33 Keputusan Menteri PUPR Keputusan ini memberikan pedoman/petunjuk teknis untuk
Nomor 403/KPTS/M/2012 membangun rumah sederhana dan terjangkau yang memenuhi
tentang Pedoman Teknis persyaratan Kesehatan keselamatan, dan kenyamanan untuk
Pengembangan kelompok berpenghasilan rendah.
Perumahan Sehat
Sederhana.
34 SNI 03-6968- 2003 Spesifikasi untuk taman bermain terbuka di kompleks apartemen
sederhana, Standar ini menetapkan spesifikasi fasilitas taman
bermain di daerah terbuka dari kompleks apartemen sederhana,
misalnya, taman, jalan, industri, jalur hijau, taman bermain, dan
lapangan olahraga dalam di daerah kompleks perumahan
35 SNI 03-1733- 2004 Prosedur untuk Perencanaan Lingkungan Perumahan di
Perkotaan Standar ini menetapkan prosedur untuk perencanaan
lingkungan perumahan di perkotaan, yang meliputi perencanaan
umum fasilitas lingkungan, seperti tempattinggal, fasilitas
pendidikan, fasilitas kesehatan, perdagangan dan perdagangan
sarana, fasilitas pemerintah dan pelayanan publik, budaya dan
rekreasi, tempat ibadah, dan ruang terbuka untuk olahraga. SNI ini
juga berisi ketentuan umum untuk perencanaan infrastruktur dan
120
NO REGULASI ARAH KEBIJAKAN

utilitas termasuk jaringan jalan, drainase, air, saluran air, sampah,


jaringan listrik, jaringan telepon, dan jaringan transportasi lokal.
36 SNI 03-6981 - 2004 Prosedur perencanaan untuk non perumahan, standar ini
menetapkan prosedur untuk non perumahan, apartemen
sederhana di daerah perkotaan, yang meliputi ketentuan umum
dan teknis untuk pembangunan perumahan baru di daerah
dengan kepadatan 120-444 orang per hektar. Standar ini
menjelaskan persyaratan untuk konsultasi ahli, lokasi, sarana dan
prasarana, status hukum, kepadatan lingkungan, prasarana
lingkungan, utilitas umum, fasilitas lingkungan, dan
kesederhanaan unit rumah

Sedangkan Aspek Pengelolaan Lingkungan dan Sosial berdasarkan Kebijakan


Operasional Bank Dunia yang berlaku dalam NAHP diuraikan dalam tabel di bawah
ini:
Tabel 5.10
Aspek Pengelolaan Lingkungan dan Sosial Bank Dunia

NO OP/BP PENGAMANAN TUJUAN KEBIJAKAN


1 4.01 Kajian Lingkungan Membantu memastikan kesehatan lingkungan dan
sosial dan keberlanjutan proyek investasi. Mendukung
integrasi aspek lingkungan dan sosial proyek dalam
proses pengambilan keputusan.
4 4.10 Masyarakat Adat Merancang dan melaksanakan proyek dengan cara
yang memupuk rasa hormat sepenuhnya terhadap
martabat masyarakat adat, hak asasi manusia, dan
keunikan budaya sehingga mereka (1) menerima
manfaat sosial dan ekonomi yang secara budaya layak,
dan (2) tidak mengalami dampak buruk selama proses
pembangunan.
6 4.12 Pengadaan Tanah Mencegah atau meminimalkan pemukiman
dan/atau kembali/relokasi secara terpaksa dan, jika hal ini tidak
Pemukiman memungkinkan, membantu orang-orang yang teralokasi
Kembali Secara untuk memperbaiki atau memulihkan mata pencaharian
Terpaksa dan standar hidup mereka secara riil relatif terhadap
tingkat sebelum relokasi atau tingkat yang ada sebelum
dimulainya proyek, mana yang lebih tinggi.
Sumber: ESMF NAHP, Desember 2016

Program ini tidak akan membiayai kegiatan yang melibatkan konversi atau degradasi
wilayah habitat alam dan wilayah hutan yang secara signifikan, tidak akan
mengadakan atau tidak akan mendukung kegiatan yang akan mengakibatkan
penggunaan atau peningkatan penggunaan pestida secara signifikan, dan tidak akan
berdampak pada benda cagar budaya, sebagaimana yg tercantum dalam daftar
negatif (tabel 5.21)

5.3.5.2. Analisis Kesenjangan


Ada beberapa kesenjangan yang ditemukan antara peraturan perundangan
yang berlaku dengan kebijakan pengamanan lingkungan dan sosial Bank
Dunia. Analisis kesenjangan tersebut akan dijelaskan dalam tabel sebagai
berikut:
121
Tabel 5.11
Ringkasan Kesenjangan dalam Komponen 1 antara Kebijakan Pemerintah Indonesia
dengan Kebijakan Pengamanan Lingkungan dan Sosial Bank Dunia

KEBIJAKAN LANGKAH UNTUK


LINGKUP PEMERINTAH KESENJANGAN MENUTUP
BANK DUNIA
INDONESIA KESENJANGAN
OP 4.01. KAJIAN LINGKUNGAN
Legalitas lokasi OP 4.01 Undang-Undang Nomor 11 Tidak ada ESMF akan memperkuat
penerima manfaat Paragraf 2 dan Annex Tahun 2020, menjelaskan kesenjangan diperlukannya pengecekan
bantuan pembiayaan B: Perlunya evaluasi pengaturan tentang IMB terhadap persyaratan PBG
perumahan potensi risiko tentang Persetujuan sebagai kriteria penilaian
lingkungan di dalam Bangunan Gedung (PBG) persetujuan bantuan.
lokasi proyek dan yang secara anzich
melibatkan pemilihan diartikan bahwa perizinan
lokasi dengan risiko yang diberikan kepada
minimum pemilik Bangunan Gedung
untuk mebangun baru,
mengubah, memperluas,
mengurangi, dan/atau
merawat Bangunan
Gedung sesuai dengan
standar teknis Bangunan
Gedung,"
Proses perizinan OP 4.01 Peraturan Menteri PUPR Tidak ada Gap atau ESMF akan memperkuat
dan pengajuan Paragraf 8 Nomor 13 Tahun 2019, kesenjangan diperlukannya
bantuan menyebutkan Petunjuk Teknis BP2BT pengecekan terhadap
pembiayaan proses penapisan telah mengatur tentang persyaratan PBG
perumahan diperlukan untuk proses pengajuan bantuan sebagai kriteria penilaian
menentukan serta kelengkapan persetujuan
diperlukannya perizinan yang perlu bantuan.
penapisan lingkungan diserahkan oleh pemohon
sosial terhadap kepada Bank Pemberi
proyek. Pinjaman.
Kapasitas dan OP 4.01 Persyaratan PBG Terdapat ESMF merumuskan
kepedulian para Paragraf 13: memasukkan Pemda kesenjangan program peningkatan
pihak dalam terkait jika peminjam/ sebagai instansi yang kapasitas dalam hal kapasitas lembaga, baik
dampak penerima manfaat mengeluarkan izin untuk dampak di dalam Kementerian
lingkungan dan tidak memiliki memastikan kesesuaian lingkungan dan PUPR dan pihak lain
sosial serta kapasitas yang dalam persyaratan dan sosial yang terlibat dalam proyek
pengelolaan dan cukup dalam hal keadaan di lapangan. bantuan
pemantauannya pengelolaan Pemda juga harus Komponen 1.
lingkungan dan melakukan pemantauan.
sosial, proyek akan Kedua peran tersebut
memasukkan belum secara optimal
komponen pelatihan dijalankan sehingga PBG
dan peningkatan belum sepenuhnya
kapasitas. menjamin kelayakan
lokasi dari aspek
lingkungan/sosial.
Penggunaan bahan OP 4.01 Peraturan Pemerintah a. Peraturan dan Melalui program
bangunan (non B3 Paragraf 7 Nomor 74 Tahun 2001 Standar Nasional peningkatan kapasitas,
dan bahan kayu dari menyebutkan tentang Pengelolaan B3 Indonesia lebih ESMF mencamtumkan
sumber legal) dan perlunya identifikasi dan Peraturan Menteri spesifik langkah peningkatan
bahan galian batuan potensi hazard dan Kehutanan Nomor menyebutkan pemahaman kepada
(Golongan C) analisis risiko P.30/Menhut-II/2012 jenis B3 dan penerima bantuan, bank
terhadap proyek. tentang Penatausahaan material dan toko bahan
Hasil Hutan yang Berasal bangunan (kayu) bangunan dalam
Dari Hutan Hak (dikelola yang dibolehkan menggunakan bahan
masyarakat secara digunakan untuk bangunan sesuai SNI dan
berkelompok). kegiatan seperti sesuai peraturan
pembangunan perundangan (memiliki
perumahan. legalitas).
b. Dalam hal
diperlukannya
kajian studi
kelayakan dan
perencanaan
proyek, maka
aspek lingkungan
dan sosial perlu
dikaji sesuai

122
KEBIJAKAN LANGKAH UNTUK
LINGKUP PEMERINTAH KESENJANGAN MENUTUP
BANK DUNIA
INDONESIA KESENJANGAN
dengan tahapan
proyek
Kelompok rentan Proyek perlu secara BP2BT, berdasarkan - -
dalam masyarakat pantas melakukan program serupa
(usia lanjut, janda, kajian sosial untuk sebelumnya tidak
duda/orang tua meminimalkan dampak membatasi penerima
tunggal, disabled/ terhadap masyarakat bantuan, namun
cacat) miskin dan kelompok memberikan persyaratan
rentan di masyarakat berupa tabungan yang
memenuhi jumlah
minimum yang disyaratkan
Bank Pemberi Pinjaman
Penanganan konflik PIU telah menyediakan Tidak ada
dan keluhan saluran pengaduan dari kesenjangan karena
masyarakat melalui PIU telah
pengaduan on line, web menyiapkan saluran
site, email, SMS, WA, pengaduan dari
situs PUPR masyarakat
Pemantauan dan BP2BT akan dipantau Tidak ada ESMF memuat tentang
Evaluasi oleh Kementerian PUPR kesenjangan kebutuhan pemantauan
bersama dengan Bank karena proyeknya dan evaluasi serta
Pemberi Pinjaman. Tidak telah memasukkan indikator umum yang
ada gap dalam aspek ini. kebutuhanuntuk akan dikaji.
Namun perlu pemantauan dan
meningkatkan peran evaluasi proyek.
Pemerintah Daerah terkait Khusus untuk aspek
perizinan PBG untuk lingkungan dan
menguatkan aspek sosial, perlu
lingkungan dan sosial. ditetapkan kriteria
keberhasilan yang
akan dicapai.
OP 4.10 MASYARAKAT ADAT
Inklusi masyarakat  Perlunya Petunjuk teknis BP2BT Belum ada Melalui program
adat sebagai mengidentifikaskebe perlu memasukkan ketentuan mengenai peningkatan kapasitas,
penerima bantuan radaan masyarakat penjelasan tentang kesetaraan ESMF memberikan
adat; diakuinya eberadaan masyarakat pemahaman kepada
 Pengakuan atas hak dan hak masyarakat adat sebagai calon seluruh pemangku
untuk mendapatkan adat, atau anggota dari penerima bantuan kepentingan mengenai
informasi di awal. masyarakat adat untuk kesetaraan masyarakat
bisa mengajukan adat dan warga rentan
bantuan perumahan. lainnya (usia lanjut,
Juknis BP2BT juga perlu janda, duda,
mengacu pada referensi di disabled/cacat) untuk
setiap daerah tentang terlibat dalam proyek
keberadaan masyarakat NAHP.
adat dan harus menjadi
bagian sosialisasi program
BP2BT.
Pelibatan Penyusunan BP2BT melibatkan Dalam peraturan ESMF akan
masyarakat rencana pelibatan masyarakat pemohon tidak secara khusus menambahkan dalam
adat dan budaya masyarakat adat bantuan dan Bank menyinggung juknis BP2BT,
lokal dalam proyek serta kajian sosial Pemberi Pinjaman saja. tentang masyarakat menyediakan
NAHP terkait budaya Tidak secara khusus adat. kerangka untuk
masyarakat adat. menyebutkan ada- . pelibatan kelompok
tidaknya masyarakat masyarakat adat sebagai
hukum adat. calon penerima
bantuan.
OP 4.12 PEMUKIMAN KEMBALI SECARA PAKSA
Pemindahan Sebisa mungkin, BP2BT tidak Peraturan ESMF menyediakan
Tempat Tinggal pemindahan menyebabkan pemerintah tidak kerangka acuan dalam
Masyarakat terkena penduduk harus pemindahan tempat mengatur kegiatan penyusunan policy
dampak dihindari, tinggal. pemindahan dan advisory dan rencana
diminimalkan, pemukiman kembali kerja yang berkaitan
dengan melihat warga yang secara dengan pemindahan
berbagai tidak sah menempati dan pemukiman Kembali
kemungkinan lahan. Namun, warga yang secara tidak
alternatif. kebijakan sah menempati
pengamanan Bank
Dunia memberikan
acuan untuk
kegiatan

123
KEBIJAKAN LANGKAH UNTUK
LINGKUP PEMERINTAH KESENJANGAN MENUTUP
BANK DUNIA
INDONESIA KESENJANGAN
Kelompok Rentan. Memberikan Kriteria orang terkena Kriteria umum LARAP membutuhkan
perhatian dampak mengenai informasi mengenai
khusus terhadap proyek (Project kelompok rentan kelompok rentan
kebutuhan Affected Persons, dijelaskan dalam (kaum perempuan,
kelompok rentan di PAPs) dan kelayakan Peraturan masyarakat yang
antara masyarakat untuk mendapatkan Pemerintah RI sangat
yang kehilangan ganti kerugian tidak No. 39/2012 miskin, para penyandang
tempat tinggal, dibedakan Tentang cacat,
terutama yang berdasarkan Penyelenggaraan dll., dan ini akan
berada di bawah kerentanan atau jenis Kesejahteraan diperoleh dari sensus)
garis kemiskinan, kelaminnya. Sosial. Namun
orang-orang yang dalam
tidak memiliki implementasinya,
tanah, para tidak ada
lansia, kaum pemisahan
perempuan dan khusus
anak-anak, berdasarkan
Masyarakat kerentanan atau
Adat, etnis jenis kelamin.
minoritas, atau
orang- orang
terlantar lainnya
Sumber: ESMF NAHP, 18 November 2016

Tabel 5.12
Ringkasan Kesenjangan dalam Komponen 2 Antara Kebijakan Pemerintah Indonesia
dengan Kebijakan Pengamanan Lingkungan dan Sosial Bank Dunia

KEBIJAKAN LANGKAH UNTUK


LINGKUP PEMERINTAH KESENJANGAN MENUTUP
BANK DUNIA
INDONESIA KESENJANGAN
OP 4.01. KAJIAN LINGKUNGAN
Legalitas lokasi OP 4.01 Paragraf 2 dan Peraturan Menteri Tidak ada -
penerima manfaat Annex B: Perlunya Pekerjaan Umum dan kesenjangan
bantuan pembiayaan evaluasi potensi risiko Perumahan Rakyat Nomor
perumahan lingkungan di dalam 7 Tahun 2018 telah
lokasi proyek dan mengatur tentang legalitas
melibatkan pemilihan lokasi penerima manfaat
lokasi dengan risiko bantuan pembiayaan
minimum perumahan:
a. memiliki atau menguasai
tanah dengan alas hak
yang sah yang tidak
dalam sengketa
b. sesuai tata ruang
wilayah
Proses perizinan OP 4.01 Paragraf 8 Bantuan BSPS berupa - ESMF akan memperkuat
dan pengajuan menyebutkan uang, bahan bangunan dan diperlukannya
bantuan proses penapisan rumah baik individu pengecekan terhadap
pembiayaan diperlukan untuk maupun kelompok, tidak persyaratan PBG
perumahan menentukan ada regulasi yang sebagai kriteria penilaian
diperlukannya mewajibkan dilakukannya persetujuan bantuan.
penapisan lingkungan studi dampak lingkungan.
sosial terhadap proyek.
Kapasitas dan OP 4.01 Paragraf 13: Peraturan Menteri PUPR Terdapat ESMF merumuskan
kepedulian para jika peminjam/ Nomor 7 Tahun 2018 dan kesenjangan tim program peningkatan
pihak dalam terkait penerima manfaat Petunjuk Teknis BSPS fasilitator toko kapasitas lembaga, baik
dampak lingkungan tidak memiliki Tahun 2021 menyebutkan penyedia bahan di dalam Kementerian
dan sosial serta kapasitas yang dilakukannya pelatihan bangunan, dalam hal PUPR dan pihak lain
pengelolaan dan cukup dalam hal dan pembekalan untuk kapasitasnya yang terlibat dalam
pemantauannya pengelolaan fasilitator lapangan. terhadap proyek bantuan
lingkungan dan Namun tidak secara lingkungan dan Komponen 1.
sosial, proyek akan khusus menyebutkan sosial
memasukkan kapasitas terkait aspek
komponen pelatihan lingkungan dan sosial
dan peningkatan serta tidak mensyaratkan
kapasitas. adanya persyaratan
bahan bangunan ramah
lingkungan, namun
terdapat frasa penyebutan
124
KEBIJAKAN LANGKAH UNTUK
LINGKUP PEMERINTAH KESENJANGAN MENUTUP
BANK DUNIA
INDONESIA KESENJANGAN
bahan bangunan yang
diizinkan sebagaimana
diatur dalam Pedoman
Teknis Persiapan Kegiatan
BSPS
Penggunaan bahan OP 4.01 Paragraf 7 Peraturan Pemerintah a. Peraturan dan Melalui program
bangunan (non B3 Menyebutkan perlunya Nomor 74 Tahun 2001 Standar Nasional peningkatan kapasitas,
dan bahan kayu dari identifikasi potensi tentang Pengelolaan B3 Indonesia lebih ESMF mencamtumkan
sumber legal) dan hazard dan analisis dan Peraturan Menteri spesifik langkah peningkatan
bahan galian batuan risiko terhadap proyek. Kehutanan Nomor menyebutkan pemahaman kepada
(Golongan C) P.30/Menhut-II/2012 jenis B3 dan penerima bantuan, bank
tentang Penatausahaan material dan toko bahan
Hasil Hutan yang Berasal bangunan (kayu) bangunan dalam
Dari Hutan Hak (dikelola yang dibolehkan menggunakan bahan
masyarakat secara digunakan untuk bangunan sesuai SNI
berkelompok). kegiatan seperti dan sesuai peraturan
pembangunan perundangan (memiliki
perumahan. legalitas).
b. Dalam hal
diperlukannya
kajian studi
kelayakan dan
perencanaan
proyek, maka
aspek lingkungan
dan sosial perlu
dikaji sesuai
dengan tahapan
proyek
Kelompok rentan Proyek perlu secara BSPS tidak membatasi -- -
dalam masyarakat pantas melakukan penerima bantuan
(usia lanjut, janda, kajian sosial untuk sehingga kelompok difabel
duda – orang tua meminimalkan dampak dan usia lanjut bisa
tunggal, disabled/ terhadap masyarakat menerima bantuan dan
cacat) miskin dan kelompok menjadi anggota kelompok
rentan di masyarakat penerima bantuan.
Penanganan konflik PIU telah menyediakan Tidak ada -
dan keluhan saluran pengaduan dari kesenjangan karena
masyarakat melalui PIU telah
pengaduan on line, web menyiapkan saluran
site, email, SMS, WA, situs pengaduan dari
PUPR masyarakat
Pemantauan dan Peraturan Menteri Tidak ada ESMF memuat tentang
Evaluasi Pekerjaan Umum dan kesenjangan kebutuhan pemantauan
Perumahan Rakyat Nomor karena proyeknya dan evaluasi serta
7 Tahun 2018 mengatur telah memasukkan indikator umum yang
bahwa pengawasan kebutuhan untuk akan dikaji.
kegiatan BSPS dilakukan pemantauan dan
pada tahap pengusulan evaluasi proyek.
lokasi BSPS, penetapan Khusus untuk aspek
lokasi, penyiapan lingkungan dan
masyarakat, penetapan sosial, perlu
calon Penerima BSPS, ditetapkan kriteria
pencairan, penyaluran, keberhasilan yang
dan pemanfaatan BSPS, akan dicapai.
dan pelaporan oleh KPA/
Kepala Satker dengan
melibatkan Dinas, serta
dipantau oleh Kementerian
PUPR dan Pemerintah
Daerah serta masyarakat
pada umumnya

OP 4.10 MASYARAKAT ADAT


Inklusi masyarakat a. Perlunya Peraturan Menteri Belum ada Melalui program
adat sebagai mengidentifikasi Pekerjaan Umum dan ketentuan mengenai peningkatan kapasitas,
penerima bantuan keberadaan Perumahan Rakyat Nomor kesetaraan ESMF memberikan
masyarakat adat; 7 Tahun 2018 tentang masyarakat pemahaman kepada
b. Pengakuan atas hak BSPS tidak secara spesifik adat sebagai calon seluruh pemangku
untuk mendapatkan menyinggung tentang penerima bantuan kepentingan mengenai
informasi di awal. masyarakat adat. Namun, kesetaraan masyarakat
BSPS tidak membatasi adat dan warga rentan
target penerima bantuan, lainnya (usia lanjut,
janda, duda, disabled/

125
KEBIJAKAN LANGKAH UNTUK
LINGKUP PEMERINTAH KESENJANGAN MENUTUP
BANK DUNIA
INDONESIA KESENJANGAN
dan termasuk anggota cacat) untuk terlibat
masyarakat adat. dalam proyek NAHP.
Pelibatan Penyusunan rencana Peraturan Menteri Dalam peraturan tidak Juknis BSPS, tidak
masyarakat adat dan pelibatan masyarakat Pekerjaan Umum dan secara khusus membatasi kelompok
budaya lokal dalam adat serta kajian sosial Perumahan Rakyat Nomor menyinggung tentang masyarakat adat sebagai
proyek NAHP terkait budaya 7 Tahun 2018 tentang masyarakat adat. calon penerima bantuan.
masyarakat adat. BSPS tidak secara spesifik .
menyinggung tentang
masyarakat adat. Namun,
BSPS tidak membatasi
target penerima bantuan,
dan termasuk anggota
masyarakat adat.
OP 4.12 PEMUKIMAN KEMBALI SECARA PAKSA
Pemindahan Sebisa mungkin, BSPS tidak menyebabkan Peraturan emerintah ESMF menyediakan
Tempat Tinggal pemindahan pemindahan tempat tidak mengatur kerangka acuan dalam
Masyarakat terkena penduduk harus tinggal. kegiatan emindahan penyusunan policy
dampak dihindari, dan pemukiman advisory dan rencana
diminimalkan, kembali warga yang kerja yang berkaitan
dengan melihat secara tidak sah dengan pemindahan dan
berbagai menempati lahan. pemukiman kembali
kemungkinan Namun, kebijakan warga yang secara tidak
alternatif. pengamanan Bank sah menempati
Dunia memberikan
acuan untuk
kegiatan

Tabel 5.13
Ringkasan Kesenjangan dalam Komponen 3 Antara Kebijakan Pemerintah Indonesia
dengan Kebijakan Pengamanan Lingkungan dan Sosial Bank Dunia

KEBIJAKAN LANGKAH UNTUK


LINGKUP PEMERINTAH KESENJANGAN MENUTUP
BANK DUNIA
INDONESIA KESENJANGAN
OP 4.01. KAJIAN LINGKUNGAN
Legalitas lokasi OP 4.01 Paragraf 2 dan Tidak ada kesenjangan - ESMF akan memperkuat
penerima manfaat Annex B: Perlunya diperlukannya
bantuan pembiayaan evaluasi potensi risiko pengecekan terhadap
perumahan lingkungan di dalam persyaratan PBG
lokasi proyek dan sebagai kriteria penilaian
melibatkan pemilihan persetujuan bantuan.
lokasi dengan risiko
minimum
Proses perizinan OP 4.01 Paragraf 8 Komponen 3 terkait - ESMF akan memperkuat
dan pengajuan menyebutkan peningkatan peran PT Diperlukannya
bantuan proses penapisan SMF dan Perumnas tidak pengecekan terhadap
pembiayaan diperlukan untuk terkait secara langsung persyaratan PBG
perumahan menentukan dengan bantuan sebagai kriteria penilaian
diperlukannya pembiayaan perumahan. persetujuan bantuan.
penapisan lingkungan
sosial terhadap proyek.
Kapasitas dan OP 4.01 Paragraf 13: Pihak PT SMF dan Perlu peningkatan -
kepedulian para jika peminjam/ Perumnas perlu lokasi dari aspek
pihak dalam terkait penerima manfaat meningkatkan kapasitas kapasitas pelaksana
dampak lingkungan tidak memiliki terkait pengelolaan dan Komponen 3 dalam
dan sosial serta kapasitas yang cukup Pemantauan lingkungan hal kepedulian,
pengelolaan dan dalam hal pengelolaan dalam sektor perumahan. pengelolaan dan
pemantauannya lingkungan dan sosial, Peraturan Pemerintah pemantauan
proyek akan Nomor 83 Tahun 2015 lingkungan
memasukkan tidak secara khusus
komponen pelatihan menyebutkan fungsi
dan peningkatan Perumnas dalam hal
kapasitas. Pengelolaan lingkungan
dan sosial.
Penggunaan bahan OP 4.01 Paragraf 7 Dalam lingkup bantuan a. Peraturan dan Melalui program
bangunan (non B3 Menyebutkan perlunya teknis untuk Komponen 3, Standar Nasional peningkatan kapasitas,
dan bahan kayu dari identifikasi potensi perlu memasukkan Indonesia lebih ESMF mencamtumkan
sumber legal) dan hazard dan analisis persyaratan ini ke dalam spesifik langkah peningkatan
risiko terhadap proyek. peran dan fungsi menyebutkan

126
KEBIJAKAN LANGKAH UNTUK
LINGKUP PEMERINTAH KESENJANGAN MENUTUP
BANK DUNIA
INDONESIA KESENJANGAN
bahan galian batuan Perumnas (terutama jenis B3 dan pemahaman kepada
(Golongan C) dalam hal sebagai material penerima bantuan, bank
pengembang perumahan bangunan (kayu) dan toko bahan
dan real estate). yang dibolehkan bangunan dalam
digunakan untuk menggunakan bahan
kegiatan seperti bangunan sesuai SNI
pembangunan dan sesuai peraturan
perumahan. perundangan (memiliki
b. Dalam hal legalitas).
diperlukannya
kajian studi
kelayakan dan
perencanaan
proyek, maka
aspek lingkungan
dan sosial perlu
dikaji sesuai
dengan tahapan
proyek
Kelompok rentan Proyek perlu secara Kelompok rentan Bantuan Teknis ESMF akan memuat
dalam masyarakat pantas melakukan berpotensi terdampak dan (dalam Komponen lingkup kajian kelompok
(usia lanjut, janda, kajian sosial untuk Peraturan Pemerintah 3) akan rentan yang berpotensi
duda – orang tua meminimalkan dampak Nomor 83 Tahun 2015 mensyaratkan terkena dampak
tunggal, disabled/ terhadap masyarakat tidak mengatur tentang bahwa penyusunan (terutama Komponen 3)
cacat) miskin dan kelompok masyarakat dari kelompok Studi Kelayakan
rentan di masyarakat rentan. perlu memasukkan
kajian kelompok
rentan dan
memastikan bahwa
kelompok tersebut
mendapatkan
perhatian dan
perlakuan khusus
sehingga
mengurangi dampak
dari proyek.
Penanganan konflik Peraturan Pemerintah PIU telah ESMF menyediakan
dan keluhan Nomor 83 Tahun 2015 menyediakan kerangka mekanisme
tidak mengatur tentang saluran pengaduan penanganan keluhan
penanganan keluhan. dari masyarakat untuk program NAHP
Website Perumnas telah melalui pengaduan
memuat sarana untuk on line, web site,
pengaduan dan meminta email, SMS, WA,
pengadu menyampaikan situs PUPR.
no. telepon untuk bisa
dihubungi, dan prosedur
yang memastikan bahwa
keluhan sudah ditangani
dengan baik. Melalui
website di Kementerian
dan masing-masing Ditjen
telah ada sarana lain (WA,
telpon) untuk menampung
keluhan
Pemantauan dan Aspek Bantuan Teknis Tidak ada ESMF memuat tentang
Evaluasi untuk NAHP akan memuat kesenjangan karena kebutuhan pemantauan
kebutuhan untuk proyeknya telah dan evaluasi serta
Pemantauan dan Evaluasi, memasukkan indikator umum yang
khususnya dalam aspek kebutuhan untuk akan dikaji.
lingkungan dan sosial. pemantauan dan
evaluasi proyek.
Khusus untuk aspek
lingkungan dan
sosial, perlu
ditetapkan kriteria
keberhasilan yang
akan dicapai.
OP 4.10 MASYARAKAT ADAT
Inklusi masyarakat a. Perlunya Peraturan Pemerintah - Melalui program
adat sebagai mengidentifikasi Nomor 83 Tahun 2015 peningkatan kapasitas,
penerima bantuan keberadaan tentang Perumnas tidak ESMF memberikan
masyarakat adat; menyinggung tentang pemahaman kepada
b. Pengakuan atas hak masyarakat adat. seluruh pemangku
untuk mendapatkan kepentingan mengenai
informasi di awal. kesetaraan masyarakat

127
KEBIJAKAN LANGKAH UNTUK
LINGKUP PEMERINTAH KESENJANGAN MENUTUP
BANK DUNIA
INDONESIA KESENJANGAN
adat dan warga rentan
lainnya (usia lanjut,
janda, duda, disabled/
cacat) untuk terlibat
dalam proyek NAHP.
Pelibatan Penyusunan rencana Peraturan Pemerintah tidak secara khusus -
masyarakat pelibatan masyarakat Nomor 83 Tahun 2015 menyinggung
adat dan budaya adat serta kajian sosial tentang Perumnas tidak tentang masyarakat
lokal dalam proyek terkait budaya menyinggung tentang adat.
NAHP masyarakat adat. masyarakat adat. .
OP 4.12 PEMUKIMAN KEMBALI SECARA PAKSA
Pemindahan Sebisa mungkin, Penyusunan policy Peraturan ESMF menyediakan
Tempat Tinggal pemindahan advisory untuk Perum pemerintah tidak kerangka acuan dalam
Masyarakat terkena penduduk harus Perumnas dan rencana mengatur kegiatan penyusunan policy
dampak dihindari, kerja untuk Pemerintah pemindahan dan advisory dan rencana
diminimalkan, Daerah berpotensi pemukiman kembali kerja yang berkaitan
dengan melihat melibatkan pemindahan warga yang secara dengan pemindahan dan
berbagai dan pemukiman kembali tidak sah menempati pemukiman Kembali
kemungkinan warga yang secara lahan. Namun, warga yang secara tidak
alternatif. kebijakan sah menempati
pengamanan Bank
Dunia memberikan
acuan untuk
kegiatan
Kelompok Rentan. Memberikan Kriteria orang terkena Kriteria umum LARAP membutuhkan
dampak proyek informasi mengenai
perhatian mengenai
(Project Affected kelompok rentan
khusus terhadap kelompok rentan
Persons, PAPs) dan (kaum perempuan,
kebutuhan dijelaskan dalam
kelayakan untuk masyarakat yang
kelompok rentan di Peraturan
mendapatkan ganti sangat
antara masyarakat Pemerintah RI
kerugian tidak miskin, para
yang kehilangan Nomor 39 Tahun
dibedakan
tempat tinggal, 2012 Tentang penyandang cacat,
berdasarkan
terutama yang Penyelenggaraan dll., dan ini akan
kerentanan atau jenis
berada di bawah Kesejahteraan diperoleh dari
kelaminnya.
garis kemiskinan, Sosial. Namun sensus)
orang-orang yang dalam
tidak memiliki implementasinya,
tanah, para tidak ada
lansia, kaum pemisahan
perempuan dan khusus
anak-anak, berdasarkan
Masyarakat kerentanan atau
Adat, etnis jenis kelamin.
minoritas, atau
orang- orang
terlantar lainnya

5.3.6. Kajian Risiko dan Aspek Lingkungan dan Sosial


Berdasarkan Kebijakan Pemerintah Indonesia dan Bank Dunia Terkait Aspek
Pengamanan Lingkungan dan Sosial, Program NAHP berpotensi memberikan
dampak dan risiko lingkungan dan sosial, dalam hal: penggunaan sumber daya
alam untuk material bangunan penggunaan/konversi lahan, serta aspek-aspek
sosial terkait dengan kecemburuan sosial antara penerima dan non-penerima
bantuan, gangguan sosial pada saat konstruksi rumah, serta aspek keamanan dan
kesehatan masyarakat. Rincian risiko dan aspek lingkungan dan sosial Program
NAHP ini dijelaskan dibawah ini.
1. Analisis Risiko dan Aspek Lingkungan dan Sosial Kegiatan Komponen 1 dan
Komponen 2

128
Kegiatan komponen 1 (BP2BT) dan kegiatan Komponen 2 (BSPS) memiliki
aspek risiko dan aspek lingkungan dan sosial sebagai berikut:

Tabel 5.14
Analisis Risiko dan Aspek Lingkungan dan Sosial dalam Kegiatan Komponen 1 dan
Komponen 2 Program NAHP

RISIKO/ASPEK LINGKUNGAN KERANGKA MITIGASI DALAM


NO ANALISIS
DAN SOSIAL ESMF
1 Penggunaan lahan (konversi Aspek lingkungan penting Pemeriksaan atas persyaratan
lahan) dalam hal lahan ini adalah dalam mendapatkan Persetujuan
adanya potensi konversi dari Bangunan Gedung (PBG)
lahan pertanian atau khususnya untuk program
kawasan berhutan menjadi BP2BT. Sedangkan aspek
rumah, khususnya pada keabsahan lahan meliputi (status
Rumah Tapak Umum dan kepemilikan, lokasi lahan, dan
Sarusun (pada program kesesuaian dengan tata ruang.
BP2BT). Karena program
NAHP secara umum
menyasar lokasi permukiman
dan sebagian besar
menyasar individu rumah
(perbaikan Rumah Swadaya
baik pada program BP2BT
dan BSPS), maka dampak
terhadap lingkungan
(ekosistem alami) akan
minimum. Secara nasional,
akumulasi jumlah luasan
lahan yang berpotensi akan
terkonversi menjadi besar.
2 Penggunaan bahan bangunan dari a. Penggunaan pasir dan Peningkatan pemahaman atas
alam (pasir, batu, kayu) batu untuk unit rumah (batu persyaratan bahan bangunan
kali, pasir pasang, pasir yang ramah lingkungan dan legal
beton, pasir urug, batu oleh Kelompok Penerima
split) Bantuan di masyarakat dan Tim
b. Penggunaan kayu untuk Verifikasi serta fasilitator
unit rumah sederhana lapangan.
sehat (kaso, balok, papan,
kayu rangka atap)
3 Penggunaan bahan bangunan Untuk bahan atap, Menekankan perlunya
olahan (besi, cat, dan langit- langit) penggunaan bahan pengetahuan, kepedulian,
mengandung asbes tidak pengecekan dan pemahaman
diizinkan karena Asbes persyaratan bahan bangunan
termasuk dalam kategori yang ramah lingkungan dan legal
Bahan Berbahaya dan oleh Kelompok Penerima
Beracun. Pengganti asbes Bantuan di masyarakat dan Tim
yang ramah lingkungan Verifikasi serta fasilitator
adalah dari bahan eter yang lapangan.
bebas asbes atau jenis asbes
lainnya yang dilarang. Dibuat
dari campuran semen, air,
dan serat sintetis yang aman.
Kebutuhan diperkirakan
sebesar 86 lembar per rumah
sederhana sehat.
4 Kebutuhan air minum Menurut UNESCO (2002), Melakukan pengecekan
kebutuhan air minum per ketersediaan air minum sesuai
kapita adalah 60 ltr/org/hari. dengan standar kesehatan dan
Dirjen Ciptakarya Kemen baku mutu air minum.
PUPR melalui Permen PUPR
Nomor 27/PRT/M/2016
tentang Penyelenggaraan
Sistem Penyediaan Air
Minum membagi standar
kebutuhan air minum lebih

129
RISIKO/ASPEK LINGKUNGAN KERANGKA MITIGASI DALAM
NO ANALISIS
DAN SOSIAL ESMF
detil, yaitu 60 ltr/org/hari
(pedesaan), 90 ltr/org/hari
(kota kecil), 110 ltr/org/hari
(kota sedang), 130 ltr/org/hari
(kota besar), dan 150
ltr/org/hari (kota
metropolitan).
5 Produksi sampah domestik (cair a. Menurut SNI 3242:2008, Memasukkan persyaratan
dan padat, non B3 dan B3) timbunan limbah padat pengelolaan sampah dimana
rumah tangga adalah 2,5 pengelolaan sampah terkoneksi
liter per orang per hari dengan TPS atau TPA/TPST di
atau 0,32 kg per orang wilayahnya atau pengelolaan
per hari sampah mandiri yang ramah
b. Sampah domestik dan lingkungan. Sanitasi yang sesuai
buangan air kotor dengan SNI dan/atau yang
berpotensi menjadi ramah lingkungan.
vektor penyakit.
6 Kecemburuan dari masyarakat Program NAHP ditargetkan Mencantumkan kerangka dan
non- penerima bantuan menjangkau sebanyak periode sosialisasi sehingga
mungkin wilayah dan jangkauan program NAHP ini
diharapkan semakin banyak lebih luas dan menjangkau
masyarakat terlibat. semakin banyak masyarakat
Sehingga ada potensi
kecemburuan sosial.
Meskipun sifatnya hanya
sementara karena begitu
mereka mengetahuinya,
maka mereka bisa ikut
mengajukan permohonan.
7 Gangguan berupa kebisingan dan Pembangunan rumah Mensosialisasikan mekanisme
debu pada saat konstruksi berpotensi menyebabkan pengelolaan dengan pendekatan
gangguan kebisingan dan good housekeeping dan
debu pada saat konstruksi mekanisme pengaduan dan
berlangsung kepada warga penanganan keluhan NAHP bagi
sekitar pelaku program dan fasilitator di
lapangan.
8 Keamanan dan kesehatan a. Aspek keamanan Memastikan pembangunan
lingkungan rumah meliputi pekerja dan fasilitas yang mendukung rumah/
masyarakat di sekitar perumahan yang dibangun
konstruksi rumah. Aspek sesuai standar yang berlaku dan
keamanan yang perlu diatur dalam Juknis kegiatan
diperhatikan adalah BP2BT dan BSPS, termasuk
potensi kecelakaan kerja. tangki septik dan sumur resapan
Aspek kesehatan terkait yang sesuai dengan SNI.
operasional rumah
adalah kebersihan,
penyediaan air minum,
pengelolaan limbah
padat dan cair (dari
kamar mandi dan WC,
tangka septik serta bekas
cuci).
b. Saluran drainase limbah
cair yang tidak lancar
juga berpotensi menjadi
vektor penyakit bagi
keluarga dan
masyarakat.
9 Proyek NAHP tidak melakukan a. Sosialisasi informasi Melakukan pendekatan,
pengecualian terhadap mengenai bantuan yang sosialisasi dan konsultasi
masyarakat adat dan rentan atau ditawarkan oleh Proyek dengan masyarakat adat dan
tidak melibatkan masyarakat adat NAHP bersifat terbatas kelompok masyarakat rentan.
dan rentan. tidak sampai kepada
masyarakat adat karena
keterbatasan secara
geografis (lokasi
masyarakat adat yang

130
RISIKO/ASPEK LINGKUNGAN KERANGKA MITIGASI DALAM
NO ANALISIS
DAN SOSIAL ESMF
berada di pedalaman)
atau karena Bahasa
maupun sarana
komunikasi yang terbatas
yang dimiliki masyarakat
adat.
b. Masyarakat adat tidak
dapat dikecualikan dari
calon penerima bantuan
untuk itu persyaratan
proyek NAHP dapat
dilakukan penyesuaian
secara kontinyu agar
masyarakat adat dapat
diikutsertakan.

2. Aspek Risiko dan Aspek Lingkungan dan Sosial Dalam Kegiatan Komponen 3 -
Bantuan Teknis untuk Reformasi Kebijakan Perumahan
Sebagaiman dijelaskan di depan kegiatan dari Komponen 3 terdiri dari:
a. Pengembangan Sistem Informasi Perumahan dan Real Estat (Housing and
Real Estate Information System - HREIS)
b. Rekomendasi Kebijakan Perumahan dalam Penyusunan Grand Desain
Perumahan 2020-2045 (Housing Policy Recommendation in Preparation for
Housing Grand Design 2020-2045)
c. Pengaturan Kelembagaan Nasional Perumahan Bagi Sektor Perumahan
(National Housing Board);
d. Peningkatan Kapasitas Pemerintah Daerah (Local Government Capacity
Building - LGCB); dan
e. Kegiatan Kemitraan antara pemerintah dengan badan usaha untuk
Perumahan Terjangkau (Private Public Partnership Affordable Housing
Framework and KPBU);
Terkait bantuan teknis ini, satu hal yang perlu digarisbawahi adalah adanya
ketentuan dari kebijakan pengamanan Bank Dunia yang mengelompokkan NAHP
sebagai proyek dengan katergori B, yaitu dimana kegiatan yang dilaksanakan
berpotensi menimbulkan dampak lingkungan dalam skala kecil hingga sedang,
tidak signifikan, tidak beragam, tidak kompleks dan berskala menengah/sedang.
Bantuan teknis yang dihasilkan serta kemungkinan kegiatan turunan dari bantuan
teknis ini, harus memenuhi ketentuan tersebut, dimana apabila terdapat potensi
terjadinya dampak lingkungan yang besar, atau kategori A, maka harus dilakukan
penyesuaian lebih lanjut sesuai kebijakan Bank Dunia.
Demikian juga halnya dengan kegiatan kemitraan antara Pemerintah dengan
Badan Usaha untuk Perumahan Terjangkau (Private Public Partnership
Affordable Housing Framework and KPBU) merupakan kegiatan yang hasil dari

131
turunannya atau kegiatan hilir yang dapat berupa usulan pembangunan dengan
potensi dampak yang tidak terlalu besar terhadap lingkungan atau kategori B. Bila
usulan pembangunan tersebut memiliki potensi dampak yang signifikan atau
bahkan juga termasuk ke dalam kategori A, maka usulan pembangunan sebagai
hasil dari kegiatan ini harus disesuaikan agar tetap dapat berada pada koridor
kategori B, bila tidak direncanakan untuk melakukan penyesuaian atau
restukturisasi proyek.
Sebagai contoh untuk menjelaskan tentang analisis risiko dan aspek lingkungan
dan sosial dari kegiatan tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 5.15
Analisis Risiko dan Aspek Lingkungan dan Sosial dalam Kegiatan Komponen 3: PPP
Program NAHP

ASPEK RISIKO
KERANGKA MITIGASI SESUAI
NO TERHADAP LINGKUNGAN ANALISIS
ESMF
DAN SOSIAL
1 Penggunaan Lahan (konversi a. Penilaian risiko banjir harus a. Melakukan kajian terhadap
lahan) mencakup potensi dampak risiko banjir, menyediakan
proyek, tidak hanya untuk kolam retensi untuk
lokasi proyek tetapi juga lokasi menampung air larian,
sekitarnya (dampak terpadu). saluran drainase terkoneksi
Apakah proyek akan dengan drainase lingkungan.
meningkatkan risiko banjir? b. Memastikan lahan sesuai
Bagaimana dampaknya dengan RTRW daerah baik
terhadap lokasi di sekitarnya? di tingkat kabupaten, kota
b. Meningkatnya kebutuhan maupun provinsi
tempat tinggal dapat
menyebabkan konversi lahan.
c. Kepemilikan lahan yang sah.
2 Penggunaan bahan Meningkatnya penggunaan bahan Memastikan bahan material alam
bangunan dari alam (pasir, material alam (pasir, kayu dan berasal dari sumber yang sah
batu, kayu) batu) untuk mendukung kegiatan (missal quarry yang memiliki izin
konstruksi. galian golongan C) dan dibeli
dari toko yang memiliki izin yang
jelas, dan didukung dengan nota
pengantaran.
3 Penggunaan bahan Meningkatnya penggunaan bahan Memastikan bahan bangunan
bangunan (besi, cat, atap olahan untuk mendukung kegiatan yang digunakan (cat, atap atau
dan langit-langit) konstruksi. pipa) tidak mengandung Timbal
dan Asbestos.
4 Kebutuhan air minum Meningkatnya kebutuhan untuk air Memastikan ketersediaan
minum, karena meningkatnya sumber air minum pada wilayah
jumlah penduduk/ penghuni Rusun pembangunan untuk mendukung
peningkatan kebutuhan air
minum dan sedapat mungkin
tidak menggunakan sumber air
tanah yang melebihi daya
dukung di wilayah tersebut.
5 Produksi Sampah Domestik Meningkatnya sampah domestik Melakukan kajian kapasitas
(Cair dan Padat, Non B3 dan karena meningkatnya jumlah pengelolaan sampah dan air
B3) penduduk limbah di wilayah rencana
pembangunan untuk mendukung
peningkatan kebutuhan
pengelolaan sampah dan air
limbah serta memasukkan
persyaratan dimana pengelolaan
sampah dan air limbah harus
terkoneksi dengan sistem

132
ASPEK RISIKO
KERANGKA MITIGASI SESUAI
NO TERHADAP LINGKUNGAN ANALISIS
ESMF
DAN SOSIAL
pengelolaan setempat. Berupaya
untuk melakukan pengelolaan
sampah domestik secara mandiri
misalnya dengan melakukan 3R
atau menyediakan TPS3R.
6 Dampak sosial a. Dampak proyek terhadap a. Mengumpulkan informasi
penggarap/petani di lokasi tentang masyarakat di
proyek: Berapa banyak orang sekitar lokasi: karakteristik
dan aset/pabrik/yang akan sosial, ekonomi dan akses
terkena dampak b. Kajian terhadap potensi
b. Karakteristik fisik, sosial dampak sosial ekonomi dari
ekonomi dari warga yang pembangunan perubahan
terkena dampak terhadap masyarakat di
c. Sifat dan intensitas dampak sekeliling lokasi perumahan.
sosial dan ekonomi. c. Rencana konsultasi dengan
d. Skema opsi untuk kompensasi masyarakat sekitar,
e. Pemulihan mata pencaharian. mengidentifikasi persepsi
dan aspirasi mereka jika
rusunawa dibangun dan
implikasinya terhadap
kehidupan mereka
d. Menyusun langkah-langkah
mitigasi untuk mengurangi
dampak fisik, sosial dan
ekonomi terhadap
masyarakat sekitar
termasuk akses
7 Keamanan dan Kesehatan Terpenuhinya prasarana dan Memastikan rencana
Lingkungan sarana penunjang (air minum, pembangunan perumahan dan
pengelolaan limbah, pengolahan fasilitas pendukungnya sesuai
air limbah, listrik, genset darurat, dengan persyaratan keamanan
dll) sesuai dengan kapasitas dan kesehatan lingkungan baik
bangunan nasional, wilayah serta standar
Bank Dunia sesuai dengan
ESMF.
Menerapkan langkah-langkah
K3L sesuai dengan peraturan
yang berlaku.
8 Gangguan lingkungan pada a. Kajian lalu lintas perlu a. Melakukan analisis dampak
saat konstruksi (beberapa memasukkan potensi dampak lalulintas di lokasi kegiatan.
contoh) proyek dibandingkan dengan Terutama pada saat
rona awal konstruksi dimana terjadi
peningkatan mobilitas
b. Dampak terhadap air larian, kendaraan, juga pada saat
getaran, kebisingan dan debu operasi.
saat konstruksi b. Membuat rencana
pengelolaan dan
pemantauan dampak
c. Dampak terhadap sanitari kegiatan konstruksi untuk
pada saat konstruksi dilaksanakan selama
konstruksi
c. Melaksanakan good
housekeeping serta
memastikan ketersediaan
sarana sanitasi yang sesuai
dengan SNI selama
konstruksi dilaksanakan
9 Proyek NAHP tidak a. Ada potensi bahwa sosialisasi Melakukan pendekatan,
melakukan pengecualian informasi mengenai bantuan sosialisasi dan konsultasi
terhadap masyarakat adat yang ditawarkan oleh Proyek dengan Masyarakat Adat dan
dan rentan atau tidak NAHP bersifat terbatas tidak masyarakat rentan
melibatkan masyarakat adat sampai kepada masyarakat
dan rentan. adat karena keterbatasan
secara geografis (lokasi
masyarakat adat yang berada
di pedalaman) atau karena
Bahasa maupun sarana
133
ASPEK RISIKO
KERANGKA MITIGASI SESUAI
NO TERHADAP LINGKUNGAN ANALISIS
ESMF
DAN SOSIAL
komunikasi yang terbatas yang
dimiliki masyarakat adat.
b. Masyarakat Adat tidak dapat
dikecualikan dari calon
penerima bantuan untuk itu
persyaratan proyek NAHP
dapat dilakukan penyesuaian
secara kontinyu agar
Masyarakat Adat dapat
diikutsertakan.

5.3.7. Penapisan Aspek Lingkungan dan Sosial


Bahwa untuk penapisan aspek lingkungan sosial secara rinci untuk Komponen 1:
BP2BT akan dijelaskan pada POM 1 NAHP dan untuk Komponen 2: BSPS akan
dijaskan pada POM 2 NAHP.
Pada POM 0 NAHP menjelaskan terkait Komponen 3: Dukungan Teknis untuk
Reformasi Kebijakan Perumahan. Pembahasan tentang penapisan aspek
lingkungan dan sosial pada Komponen 3 ini, akan memberikan ringkasan
pengelolaan potensi dampak, masalah dan langkah-langkah mitigasi yang
diperlukan untuk kegiatan di bawah Komponen 3: Dukungan Teknis untuk Reformasi
Kebijakan Perumahan dari Program Perumahan Terjangkau Nasional. Kelima sub-
komponen kegiatan 3, sebagaimana dijelaskan dalam sub bab 3.3. yang terbagi
dalam 2 (dua) fokus kegiatan yaitu:
1. Mengatasi Kendala sisi suplai perumahan yang merupakan Peningkatan
Kapasitas Pemerintah Daerah (Local Government Capacity Building - LGCB)
dan Kemitraan antara Pemerintah dengan Badan Usaha untuk Perumahan
Terjangkau (Private Public Partnership Affordable Housing Framework and
KPBU).
2. Keterpaduan akses pembiayaan dan ketersediaan perumahan yang
terinformasikan pada suatu sistem informasi yang menjadi dasar penyusunan
rumusan kebijakan nasional tentang perumahan tahun 2020 sampai dengan
tahun 2045 di Indonesia adalah merupakan fokus kegiatan Sistem Informasi
Perumahan dan Real Estat (Housing and Real Estate Information System -
HREIS), Pengaturan kelembagaan nasional bagi sekor perumahan (National
Housing Board), dan Rekomendasi Kebijakan Perumahan dalam Penyusunan
Grand Desain Perumahan 2020-2045 (Housing Policy Recommendation in
Preparation for Housing Grand Design 2020-2045).
Berdasarkan penjelasan di atas, kajian penapisan terhadap komponen 3 mengikuti
tipologi, peringkat dan pedoman umum sebagaimana ditetapkan dalam Pedoman
Interim tentang Penerapan Kebijakan Pengamanan untuk Bantuan Teknis (TA)

134
aktivitas di proyek yang dibiayai Bank dan Trust Funds yang dikelola oleh Bank Dunia
(Interim Guidelines on the Application of Safeguard Policies to Technical Assistance
(TA) Activities in Bank-Financed Projects and Trust Funds Administered by the Bank
(Januari 2014) sebagai berikut:

Tabel 5.16
Kajian Penapisan Komponen Kegiatan 3

NO SUB KOMPONEN KEGIATAN KAJIAN PENAPISAN

1 Pengembangan Sistem Informasi a. secara langsung atau tidak langsung tidak


Perumahan dan Real Estat (Housing and mendukung desain teknik atau studi teknis
Real Estate Information System - HREIS) yang mengarah ke persiapan investasi fisik;
b. secara langsung atau tidak langsung tidak
mendukung penyusunan setiap kebijakan,
strategi, undang-undang atau peraturan
dengan potensi dampak lingkungan dan
sosial;
c. tidak menetapkan atau mendukung
perumusan rencana penggunaan lahan;
atau
d. secara langsung atau tidak langsung tidak
mendukung peningkatan kapasitas untuk
mendukung lembaga-lembaga untuk
melaksanakan kegiatan hilir yang memiliki
potensi dampak lingkungan dan sosial.
2 Rekomendasi Kebijakan Perumahan dalam a. secara langsung atau tidak langsung tidak
Penyusunan Grand Desain Perumahan mendukung desain teknik atau studi teknis
2020-2045 (Housing Policy yang mengarah ke persiapan investasi fisik;
Recommendation in Preparation for b. secara langsung atau tidak langsung tidak
Housing Grand Design 2020-2045) mendukung penyusunan setiap kebijakan,
strategi, undang-undang atau peraturan
dengan potensi dampak lingkungan dan
sosial;
c. tidak menetapkan atau mendukung
perumusan rencana penggunaan lahan;
atau
d. secara langsung atau tidak langsung tidak
mendukung peningkatan kapasitas untuk
mendukung lembaga-lembaga untuk
melaksanakan kegiatan hilir yang memiliki
potensi dampak lingkungan dan sosial.
3 Pengaturan kelembagaan nasional bagi a. secara langsung atau tidak langsung tidak
sektor perumahan (National Housing Board) mendukung desain teknik atau studi teknis
yang mengarah ke persiapan investasi fisik;
b. secara langsung atau tidak langsung tidak
mendukung penyusunan setiap kebijakan,
strategi, undang-undang atau peraturan
dengan potensi dampak lingkungan dan
sosial;
c. tidak menetapkan atau mendukung
perumusan rencana penggunaan lahan;
atau
d. secara langsung atau tidak langsung tidak
mendukung peningkatan kapasitas untuk
mendukung lembaga-lembaga untuk
melaksanakan kegiatan hilir yang memiliki
potensi dampak lingkungan dan sosial,
4 Peningkatan Kapasitas Pemerintah Daerah a. secara langsung atau tidak langsung tidak
(Local Government Capacity Building - mendukung desain teknik atau studi teknis
LGCB); yang mengarah ke persiapan investasi fisik
b. secara langsung atau tidak langsung tidak
mendukung penyusunan setiap kebijakan,

135
NO SUB KOMPONEN KEGIATAN KAJIAN PENAPISAN

strategi, undang-undang atau peraturan


dengan potensi dampak lingkungan dan
sosial;
c. tidak menetapkan atau mendukung
perumusan rencana penggunaan lahan;
atau
d. secara langsung atau tidak langsung tidak
mendukung peningkatan kapasitas untuk
mendukung lembaga-lembaga untuk
melaksanakan kegiatan hilir yang memiliki
potensi dampak lingkungan dan sosial .
5 Kegiatan Kemitraan antara pemerintah a. secara langsung atau tidak langsung tidak
dengan badan usaha untuk Perumahan mendukung desain teknik atau studi teknis
Terjangkau (Private Public Partnership yang mengarah ke persiapan investasi fisik
Affordable Housing Framework and KPBU); yang berpotensi memiliki dampak signifikan;
b. secara langsung atau tidak langsung tidak
mendukung penyusunan setiap kebijakan,
strategi, undang-undang atau peraturan
dengan potensi dampak lingkungan dan
sosial yang signifikan;
c. tidak menetapkan atau mendukung
perumusan rencana penggunaan lahan
yang berskala besar; atau
d. secara langsung atau tidak langsung tidak
mendukung peningkatan kapasitas untuk
mendukung lembaga-lembaga untuk
melaksanakan kegiatan hilir yang memiliki
potensi dampak lingkungan dan sosial yang
signifikan.

Program telah dikategorikan sebagai kegiatan yang memiliki dampak signifikan namun
masih dapat dikelola dengan rencana mitigasi (Kategori B), yang akan dijelaskan
dalam bentuk tabel ringkasan masalah terkait perlindungan bagi kegiatan Komponen
3: Bantuan Teknis Untuk Reformasi Kebijakan Perumahan sebagaimana terlampir
dalam Lampiran 3 tentang Tabel Ringkasan Masalah Terkait Pengamanan Bagi
Komponen 3.

5.3.8. Kerangka Pengelolaan Aspek Lingkungan dan Sosial

5.3.8.1. Kerangka Kerja Aspek Lingkungan dan Sosial


Bahwa untuk Kerangka Pengelolaan Aspek Lingkungan dan Sosial untuk
Komponen 1: BP2BT akan dijelaskan pada POM 1 NAHP dan untuk
Komponen 2: BSPS akan dijaskan pada POM 2 NAHP. Pada POM 0 NAHP
menjelaskan terkait Komponen 3: Dukungan Teknis untuk Reformasi
Kebijakan Perumahan dari Program Perumahan Terjangkau Nasional.
Komponen 3 akan membiayai program Dukungan Teknis untuk Reformasi
Kebijakan Perumahan dari Program Perumahan Terjangkau Nasional untuk
mendukung reformasi kebijakan, tata kelola dan peningkatan kapasitas di
sektor perumahan untuk memperbaiki akses pembiayaan perumahan dan
untuk mengatasi kendala di sisi penyediaan perumahan.

136
Merujuk pada sub kegiatan komponen 3, maka kerangka kerja aspek
lingkungan dan sosial dari masing-masing kegiatan sub komponen 3 akan
dijelaskan pada tabel dibawah ini.

Tabel 5.17
Kerangka Kerja Aspek Lingkungan dan Sosial Komponen 3

SUB KOMPONEN KERANGKA KERJA


NO
KEGIATAN ASPEK SOSIAL DAN LINGKUNGAN
1 Pengembangan Sistem  Melakukan penapisan aspek lingkungan dan sosial pada setiap
Informasi Perumahan usulan kegiatan pada subkomponen ini untuk memastikan
dan Real Estat (Housing kesesuaiannya dengan Tabel 5.16 di atas dan Lampiran 1
and Real Estate ESMF NAHP.
Information System -  Kerangka Acuan Kerja (KAK) untuk kegiatan pada sub
HREIS) komponen ini untuk didiskusikan dan disetujui oleh Bank Dunia
 Project Implementation Unit (PIU) akan mengidentifikasi potensi
keberadaan Masyarakat Adat (indigenous peoples) dan
mengkaji potensi dampak (positif dan negatif) dari kebijakan,
strategi dan peraturan yang akan disusun dalam sub-komponen
sesuai dengan panduan pada IPPF dalam ESMF NAHP.

2 Rekomendasi Kebijakan  Melakukan penapisan aspek lingkungan dan sosial pada setiap
Perumahan dalam usulan kegiatan pada subkomponen ini untuk memastikan
Penyusunan Grand kesesuaiannya dengan Tabel 5.15 di atas dan Lampiran 1
Desain Perumahan ESMF NAHP.
2020-2045 (Housing  Kerangka Acuan Kerja (KAK) untuk kegiatan pada sub
Policy Recommendation komponen ini untuk didiskusikan dan disetujui oleh Bank Dunia.
in Preparation for  Project Implementation Unit (PIU) akan mengidentifikasi potensi
Housing Grand Design keberadaan Masyarakat Adat (indigenous peoples) dan
2020-2045) mengkaji potensi dampak (positif dan negatif) dari kebijakan,
strategi dan peraturan yang akan disusun dalam sub-komponen
sesuai dengan panduan pada IPPF dalam ESMF NAHP.

3 Pengaturan  Melakukan penapisan aspek lingkungan dan sosial pada setiap


Kelembagaan Nasional usulan kegiatan pada subkomponen ini untuk memastikan
Perumahan bagi Sektor kesesuaiannya dengan Tabel 5.16 di atas dan Lampiran 1
Perumahan (National ESMF NAHP.
Housing Board)  Kerangka Acuan Kerja (KAK) untuk kegiatan pada sub
komponen ini untuk didiskusikan dan disetujui oleh Bank Dunia.
 Project Implementation Unit (PIU) akan mengidentifikasi potensi
keberadaan Masyarakat Adat (indigenous peoples) dan
mengkaji potensi dampak (positif dan negatif) dari kebijakan,
strategi dan peraturan yang akan disusun dalam sub-komponen
sesuai dengan panduan pada IPPF dalam ESMF NAHP.

4 Peningkatan Kapasitas  Melakukan penapisan aspek lingkungan dan sosial pada setiap
Pemerintah Daerah usulan kegiatan pada subkomponen ini untuk memastikan
(Local Government kesesuaiannya dengan Tabel 5.16 di atas dan Lampiran 1
Capacity Building - ESMF NAHP.
LGCB);  Kerangka Acuan Kerja (KAK) untuk kegiatan pada sub
komponen ini untuk didiskusikan dan disetujui oleh Bank Dunia
 Project Implementation Unit (PIU) akan mengidentifikasi potensi
keberadaan Masyarakat Adat (indigenous peoples) dan
mengkaji potensi dampak (positif dan negatif) dari kebijakan,
strategi dan peraturan yang akan disusun dalam sub-komponen
sesuai dengan panduan pada IPPF (Indigenous Peoples
Planning Framework) dalam ESMF NAHP.
 PIU akan memastikan bahwa kegiatan peningkatan kapasitas
bagi Perumnas dan pemerintah daerah yang akan
melaksanakan kegiatan pada fase hilir yang melibatkan
investasi di masa yang akan datang (kemungkinan besar
kegiatan di masa datang berada di luar Program NAHP) akan
mencakup materi pelatihan/lokakarya mengenai Masyarakat

137
SUB KOMPONEN KERANGKA KERJA
NO
KEGIATAN ASPEK SOSIAL DAN LINGKUNGAN
Adat. KAK untuk kegiatan peningkatan kapasitas akan
memerlukan kebutuhan untuk mengembangkan dan
menyampaikan materi pelatihan mengenai identifikasi
Masyarakat Adat, kajian sosial, dan pendekatan untuk
menangani potensi dampak terhadap Masyarakat Adat sesuai
dengan IPPF pada ESMF NAHP.

5 Kegiatan Kemitraan  Melakukan penapisan aspek lingkungan dan sosial pada setiap
antara pemerintah usulan kegiatan pada subkomponen ini untuk memastikan
dengan badan usaha kesesuaiannya dengan Tabel 5.16 di atas dan Lampiran 1
untuk Perumahan ESMF NAHP.
Terjangkau (Private  Kerangka Acuan Kerja (KAK) untuk kegiatan pada sub
Public Partnership komponen ini untuk didiskusikan dan disetujui oleh Bank Dunia.
Affordable Housing  Memastikan bahwa usulan pembangunan tidak menimbulkan
Framework and KPBU); potensi dampak lingkungan dan sosial yang tinggi, signifikan,
dan berskala besar, yaitu dengan melakukan analisis potensi
dampak lingkungan dan sosial antara lain untuk aspek:
kebutuhan air minum, kebutuhan listrik, pengelolaan sampah,
dampak bangkitan lalu lintas, dampak hidrologis dan banjjir, dan
lainnya sebagaimana relevan.
 Project Implementation Unit (PIU) akan mengidentifikasi potensi
keberadaan Masyarakat Adat (indigenous peoples) dan
mengkaji potensi dampak (positif dan negatif) dari kebijakan,
strategi dan peraturan yang akan disusun dalam sub-komponen
sesuai dengan panduan pada IPPF dalam ESMF NAHP.

Penjelasan tentang pedoman untuk mengkaji dan menangani potensi


dampak lingkungan dan sosial dapat dilihat pada Lampiran 3 tentang Tabel
Ringkasan Masalah Terkait Pengamanan bagi Komponen 3.

5.3.8.2. Kerangka Kerja Kebijakan Pemukiman Kembali (RPF)


1. Kerangka Kerja Kebijakan Pemukiman Kembali (RPF) BP2BT dan
BSPS
Kerangka kerja ini tidak berlaku untuk BP2BT dan BSPS karena lahan
untuk kebutuhan individu perumahan tidak dibeli oleh pemerintah tetapi
sebaliknya, oleh rumah tangga individu itu sendiri melalui prinsip jual beli
yang suka rela (tidak dipaksakan).
a. Peraturan Menteri PUPR yang mengatur tentang Pelaksanaan
BP2BT menentukan kriteria kelayakan keuangan, administrasi dan
teknis untuk calon rumah tangga yang dapat menerima manfaat
program BP2BT. Salah satu kriteria, untuk konstruksi secara
mandiri adalah calon penerima manfaat harus memiliki lahan yang
ditunjukkan dengan sertifikat kepemilikan, sama halnya dengan
rekonstruksi atau pembangunan kembali rumah, calon penerima
manfaat harus memiliki lahan untuk rumah berlantai satu yang
ditunjukkan dengan sertifikat. Rumah tangga perorangan yang akan
membangun rumah secara mandiri akan membeli lahan rumah
melalui skema jua beli yang suka rela. Agar memenuhi persyaratan
138
kredit perumahan BP2BT, semua properti lahan harus sepenuhnya
terdaftar di BPN sebagai aset Hak Milik atau Hak Guna Bangunan
(HGB) untuk rumah berlantai tunggal, dan sebagai Hak Milik atas
Satuan Rumah Susun untuk unit perumahan berlantai lebih dari
satu. Dokumen hak kepemilikan lahan yang disediakan untuk
lembaga pinjaman harus memiliki kepastian hukum yang dianggap
memadai untuk memperoleh kredit perumahan sesuai peraturan
perundangan di Indonesia.

Tabel 5.18
Deskripsi Model Properti

TIPE PROPERTI DESKRIPSI PERATURAN YANG BERLAKU


Rumah tingkat atau Ini adalah unit rumah dalam gedung perumahan bertingkat yang dibangun
rumah berlantai lebih oleh pengembang dengan spesifikasi yang sesuai dengan peraturan
dari satu (baru dan tentang pedoman pembangunan rumah bertingkat (sebagaimana
sudah ada) dimaksud Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/PRT/M/2007
tentang Pedoman Teknis Pembangunan Rumah Susun Sederhana
Bertingkat Tinggi dan/atau Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor
60/PRT/1992 tentang Persyaratan Teknis Pembangunan Rumah Susun.

Rumah berlantai satu Rumah berlantai satu di atas sebidang tanah adalah sebuah unit rumah di
di atas sebidang tanah atas sebidang tanah yang dibangun oleh pengembang atau dibangun
(baru dan sudah ada) sendiri oleh pemilik, dengan spesifikasi sesuai dengan peraturan tentang
pedoman pembangunan perumahan (sebagaimana dimaksud dalam
Keputusan Menteri Pemukiman dan Prasarana Wilayah Nomor
403/KPTS/M/2002 tentang Pedoman Teknis Pembangunan Rumah
Sederhana Sehat (RS Sehat)

Rumah veritkal Sama dengan rumah tingkat dan/atau memenuhi peraturan baru dan/atau
bertingkat rendah peraturan perundangan yang sudah ada terkait pembangunan rumah
(baru dan sudah ada) khusus untuk unit rumah vertikal bertingkat rendah

Pembangunan rumah Tipe properti ini adalah pembangunan rumah di atas sebidang tanah yang
baru atau sudah dimiliki oleh calon penerima manfaat atau membongkar sebuah
perbaikan/rekonstruksi rumah yang ada/tua untuk melakukan pembangunan rumah baru.
rumah secara mandiri Pembangunan rumah tersebut akan memiliki PBG dan sesuai dengan
peraturan perencanaan dan pembangunan setempat dan harus memiliki
akses ke fasilitas pelayanan dasar.

b. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor


7/PRT/M/2018 tentang BSPS menetapkan bahwa penerima BSPS
merupakan MBR yang memenuhi persyaratan yang di dalam pasal
11 ayat (1) huruf b menyatakan: memiliki atau menguasai tanah
dengan alas hak yang sah. Lebih lanjut, pada pasal 11 ayat (2)
diatur: Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b harus
memenuhi persyaratan: tidak dalam status sengketa; dan sesuai
tata ruang wilayah. Hal ini dikuatkan pada saat dilakukan kunjungan
lapangan ke berbagai lokasi, semua penerima manfaat dari BSPS

139
memiliki hak kepemilikan atas tanah yang ditunjukan dengan
sertifikat tanah, atau memiliki hak penggunaan lahan dengan bukti
yang sah dari kepala desa, atau telah menduduki sebidang tanah
yang merupakan bagian dari lahan yang dimiliki oleh keluarga
dikuatkan dengan bukti tertulis.
Berdasarkan uraian di atas jelas bahwa rumah tangga penerima
manfaat BP2BT dan BSPS harus memiliki lahan sendiri atau memiliki
hak penggunaan lahan yang dibuktikan dengan sertifikat tanah atau
dokumen yang sah. Wawancara di lapangan dengan pengembang
perumahan mengindikasikan bahwa pengembang membeli tanah untuk
pembangunan rumah yang didukung oleh program FLPP (setara
dengan BP2BT tetapi berbeda skema dukungan pendanaan)
berdasarkan skema jual beli secara suka rela (tanpa paksanaan).
Program BP2BT dan BSPS tidak melibatkan pembebasan lahan yang
berada dalam skema eminent domain atau hak pemerintah atau agen
yang ditugaskan pemerintah untuk mengambil alih aset/properti milik
pribadi untuk kepentingan umum, dengan pembayaran kompensasi.
Program ini tidak membiayai kegiatan apapun yang berada di atas lahan
sengketa yang belum terselesaikan dan tidak ada kegiatan yang
melibatkan penggusuran penghuni liar.
2. Kerangka Kerja Kebijakan Pemukiman Kembali (RPF) Kegiatan
Komponen 3: Dukungan Teknis untuk Reformasi Kebijakan
Perumahan dari Program Perumahan Terjangkau Nasional
Pada kegiatan ini akan membiayai program bantuan teknis untuk
mendukung reformasi kebijakan, tata kelola dan peningkatan kapasitas
di sektor perumahan. Kerangka kerja ini akan diaplikasikan terutama untuk
kegiatan kemitraan antara pemerintah dengan badan usaha (KPBU) untuk perumahan
terjangkau dimana turunan dari kegiatan ini (kegiatan hilir) dapat berupa usulan
pembangunan perumahan terjangkau dengan potensi dampak yang tidak terlalu besar
terhadap lingkungan dan sosial (kategori B). Terkait kebijakan pemukiman
kembali kegiatan Komponen 3 dijelaskan pada tabel berikut ini.

140
Tabel 5.19
Kerangka Kebijakan Pemukiman Kembali Kegiatan Komponen 3

KERANGKA KEBIJAKAN PEMUKIMAN


NO SUB KOMPONEN KEGIATAN
KEMBALI
1 Pengembangan Sistem Informasi Sub-komponen ini akan mendukung penyediaan
Perumahan dan Real Estat bantuan teknis untuk mendukung kebijakan dan
(Housing and Real Estate reformasi regulasi dan meningkatkan tata kelola
Information System - HREIS) untuk memperkuat pasar kredit/hipotek
perumahan primer dan sekunder, dan
menciptakan keadaan yang lebih baik untuk
pembiayaan perumahan.
2 Rekomendasi Kebijakan Sub-komponen ini akan mendukung penyediaan
Perumahan dalam Penyusunan bantuan teknis untuk mendukung kebijakan dan
Grand Desain Perumahan 2020- reformasi regulasi dan meningkatkan tata kelola
2045 (Housing Policy untuk memperkuat pasar kredit/hipotek
Recommendation in Preparation perumahan primer dan sekunder, dan
for Housing Grand Design 2020- menciptakan keadaan yang lebih baik untuk
2045) pembiayaan perumahan.
3 PengaturanKelembagaan nasional Sub-komponen ini akan mendukung penyediaan
Perumahan bagi Sektor bantuan teknis untuk mendukung kebijakan dan
Perumahan (National Housing reformasi regulasi dan meningkatkan tata kelola
Board) untuk memperkuat pasar kredit/hipotek
perumahan primer dan sekunder, dan
menciptakan keadaan yang lebih baik untuk
pembiayaan perumahan.
4 Peningkatan Kapasitas Pemerintah Sub-komponen ini akan mendukung penyediaan
Daerah (Local Government bantuan teknis untuk mendukung kebijakan dan
Capacity Building - LGCB); reformasi regulasi dan meningkatkan tata kelola
untuk memperkuat pasar kredit/hipotek
perumahan primer dan sekunder, dan
menciptakan keadaan yang lebih baik untuk
pembiayaan perumahan.
5 Kegiatan Kemitraan antara Sub-komponen ini akan mendukung penyediaan
pemerintah dengan badan usaha bantuan teknis untuk mendukung kebijakan dan
untuk Perumahan Terjangkau reformasi regulasi dan meningkatkan tata kelola
(Private Public Partnership untuk memperkuat pasar kredit/hipotek
Affordable Housing Framework and perumahan primer dan sekunder, dan
KPBU); menciptakan keadaan yang lebih baik untuk
pembiayaan perumahan.
Dukungan penyiapan usulan pembangunan
perumahan terjangkau tidak akan memiliki potensi
dampak lingkungan dan sosial yang signifikan.
Usulan pembangunan yang berpotensi
menimbulkan dampak sosial yang berkaitan
dengan penggunaan lahan, rencana mitigasi akan
disusun berdasarkan Kerangka Kerja Pemukiman
Kembali yang terdapat dalam ESMF NAHP.

5.3.8.3. Kerangka Kerja Pelibatan Masyarakat Hukum Adat (Indigenous


People) dan Kelompok Rentan
A. Kerangka Kerja Pelibatan Masyarakat Hukum Adat (Indigenous
People) dan Kelompok Rentan Pedoman BP2BT dan BSPS
Sebagai program nasional, pemerintah harus memastikan bahwa
semua rumah tangga yang memenuhi persyaratan calon penerima
manfaat harus memiliki kesempatan yang sama untuk mengakses
program BP2BT dan BSPS. Memastikan bahwa warga Masyarakat
Adat akan memiliki akses yang sama dengan kelompok warga yang
yang lain masyarakat adat, PIU serta pemerintah daerah di mana
141
terdapat Masyarakat Adat harus menyebarkan informasi secara luas
dan melakukan sosialisasi mengenai progarm BP2BT dan BSPS yang
berkaitan dengan prosedur, persyaratan dan kriteria kelayakan untuk
mengakses program BP2BT dan BSPS.
Selain itu, dalam hal BSPS, BP2P, Tim Verifikasi dan fasilitator harus
membantu pemerintah daerah dalam menjangkau Masyarakat Adat
dan menyebarluaskan informasi mengenai BSPS. Diseminasi dan
sosialisasi harus menggunakan berbagai pilihan media/alat, seperti
website, radio lokal, brosur, pertemuan di tempat umum, tempat
ibadah , dan sebagainya, serta menggunakan bahasa lokal yang
dipahami Masyarakat Adat. Kepala desa dan tokoh adat harus terlibat
dalam kegiatan diseminasi dan sosialisasi informasi program BP2BT
dan BSPS.
Untuk mengidentifikasi keberadaan Masyarakat Adat di calon lokasi
program, penapisan awal dapat dilakukan dengan mengacu pada
berbagai sumber, antara lain: distribusi Masyarakat Adat yang
merupakan studi Bank Dunia dan Kemensos tahun 2010; data sebaran
Masyarakat Adat dari Kemensos tahun 2019, data AMAN, BRWA,
data/informasi dari pemerintah daerah setempat yang selanjutnya
akan diverifikasi di calon lokasi BSPS.
Pemerintah daerah akan membuat usulan daftar penerima bantuan
Program yang akan disampaikan kepada PIU melalui BP2P dan Tim
Verifikasi untuk persetujuan yang akan mencakup Masyarakat Adat
atau kelompok yang berpotensi memenuhi syarat untuk menerima
bantuan Program..
BP2BT adalah program yang didorong oleh permintaan, dengan
kualitas informasi yang baik yang diterima oleh Masyarakat Adat,
diharapkan Masyarakat Adat tertarik untuk mendapatkan dukungan
dan membuat permohonan kepada pemberi pinjaman untuk
mendapatkan dukungan. PIU harus mendorong pemberi pinjaman
untuk terlibat dalam komunikasi yang lebih intensif dengan Masyarakat
Adat yang telah mengajukan permohoan aplikasi sehingga akan ada
saling pengertian yang lebih baik tentang syarat dan kondisi dukungan
yang diberikan oleh BP2BT. Lembaga pinjaman dapat meminta
bantuan dari staf lokal mereka yang memahami bahasa dan budaya
lokal untuk memfasilitasi dialog dengan Masyarakat Adat. Kegiatan ini
akan mengarah pada perjanjian pinjaman antara pemberi pinjaman

142
dan Masyarakat Adat yang saling memahami mengenai persyaratan
yang dibutuhkan oleh masing-masing pihak.
Untuk BSPS, pemerintah daerah akan membuat usulan daftar
penerima bantuan program yang akan disampaikan kepada PIU
melalui BP2P dan Tim Verifikasi untuk persetujuan yang akan
mencakup masyarakat adat atau kelompok yang berpotensi memenuhi
syarat untuk menerima bantuan program.
Setelah daftar Masyarakat Adat atau kelompok yang memenuhi
persyaratan yang disetujui oleh BP2P, Tim Verifikasi, pemerintah
daerah dengan bantuan dari fasilitator masyarakat akan terlibat dalam
dialog dengan Masyarakat Adat secara terpisah atau dalam kelompok
yang menerima bantuan, untuk memperoleh aspirasi dan kebutuhan
Masyarakat Adat yang bisa diakomodir sejauh mungkin dalam desain
teknis dari perbaikan rumah/rumah baru, lokasi perumahan, serta
penggunaan bahan material dan proses konstruksi. Konsultasi seperti
ini sangat penting untuk mengakomodasi budaya setempat, serta nilai-
nilai dan praktek Masyarakat Adat di daerah/wilayah tertentu. Proposal
dari kelompok akan mendokumentasikan perjanjian atau rencana yang
telah disepakati oleh seluruh anggota yang telah mencakup aspirasi
dan kebutuhan anggota Masyarakat Adat. Fasilitator akan memantau
pelaksanaan dari proposal yang telah disetujui dan melaporkan
kepada Tim Verfikasi di tingkat kabupaten/kota.
PIU telah mengembangkan atau menggunakan penanganan
pengaduan sistem yang ada yang memungkinkan masyarakat dan
komunitas adat untuk mengajukan keluhan, mengangkat isu-isu
dan/atau menyampaikan aspirasi mereka di hilir kegiatan/investasi
melalui saluran pengaduan online NAHP. Sistem telah dikembangkan
untuk menerima keluhan/pengaduan melalui nomor whatsApp
pengaduan NAHP: 0813 5000 5238; pengaduan online National
Affordable Housing Program (NAHP); alamat email pengaduan NAHP:
pengaduan.nahp@nahp.co.id; portal satu pintu Kementerian
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat di website
http://pu.go.id/saran/input-saran; atau sumber lain, yaitu: e-bsps,
laporan konsultan, hasil audit atau hasil kunjungan.

B. Kerangka Kerja Pelibatan Masyarakat Adat (Indigenous People)


dan Kelompok Rentan Komponen 3

143
Ruang lingkup kerja dan keluaran konsultan dalam kegiatan Dukungan
Teknis Komponen 3 yaitu Pengembangan Kebijakan Perumahan
Rakyat dan Penguatan Peran Perum Perumnas (Affordable Supply -
Side Housing Provisioning Study terdiri dari:
a. Mengidentifikasi jika salah satu studi/kegiatan atau output dari
studi/kegiatan diantisipasi berkaitan dengan masyarakat adat;
b. Jika ada, mengkaji potensi dampak masyarakat adat untuk
setiap alternatif kebijakan/strategi dan peraturan;
c. Identifikasi pendekatan untuk melibatkan komunikasi dan
konsultasi dengan AMAN (Aliansi Masyarakat Adat Nusantara),
universitas, pemerintah daerah yang diseleksi, dan Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM) lainnya dan ahli yang memiliki
kepentingan dan pengalaman dalam menangani permasalahan
masyarakat adat;
d. Menyediakan pedoman atau Kerangka Acuan untuk mengatasi
potensi permasalahan masyarakat adat yang diidentifikasi,
penyusunan Kajian Sosial dan Rencana untuk mengatasi
potensi dampak terhadap masyarakat adat sebagai bagian dari
keluaran studi/kegiatan pada fase hilir di masa yang akan
datang yang berdampak terhadap masyarakat adat, sesuai
prinsip, prosedur dan persyaratan masyarakat adat
sebagaimana ditentukan dalam IPPF;
e. Dalam hal pelaksanaan keluaran studi Komponen
Pengembangan Kebijakan Perumahan Rakyat dan Penguatan
Peran Perum Perumnas (Affordable Supply - Side Housing
Provisioning Study yang nantinya berpotensi melibatkan atau
berdampak terhadap masyarakat adat terkait pembebasan
lahan, PIU harus menyusun KAK/TOR untuk studi yang
mengacu kepada RPF yang merupakan bagian dari ESMF.
PIU harus memberikan cakupan ruang lingkup dan keluaran
Konsultan/Kegiatan Penyelenggara sebagai berikut:
a. Mengidentifikasi peran peserta (Perumnas, pemerintah
daerah) dalam mengelola masyarakat adat untuk kegiatan di
fase hilir yang melibatkan investasi fisik;
b. Menyiapkan materi/modul untuk pelatihan/lokakarya mengenai
masyarakat adat berdasarkan prinsip, prosedur, persyaratan
dan pengaturan kelembagaan dalam pengelolaan masyarakat

144
adat sebagaimana ditentukan dalam IPPF yang dapat dilihat
dalam ESMF;
c. Menyiapkan KAK untuk narasumber yang akan
mempersiapkan dan menyampaikan materi pelatihan/
lokakarya yang memastikan bahwa subjek/tema dan ruang
lingkup masing-masing subjek/tema mencerminkan materi/
modul sebagaimana disebutkan pada huruf b di atas;
d. Menyampaikan materi pelatihan/lokakarya dengan waktu yang
cukup.
C. Persyaratan Kerangka Kerja Pelibatan Masyarakat Adat
(Indigenous People) dan Kelompok Rentan
1. Persyaratan Umum
a. Prinsip
Menghindari dan meminimalkan potensi dampak negatif
dari program terhadap Masyarakat Adat, dan jika potensi
dampak tidak dapat dihindari, mengembangkan dan
menerapkan langkah-langkah mitigasi berdasarkan pada
prinsip konsultasi bebas, konsultasi yang dilakukan
sebelum pelaksanaan program, dan konsultasi yang
mengandung informasi untuk mendapatkan dukungan luas
dari masyarakat adat sebelum kegiatan program dilakukan
di lokasi (FPIC/free prior informed consent).
Meminimalkan dampak negatif dan memaksimalkan
manfaat program untuk masyarakat adat, berdasarkan
pada konsultasi bebas, konsultasi yang dilakukan sebelum
pelaksanaan program, dan konsultasi yang mengandung
informasi yang mengarah untuk mendapatkan dukungan
luas dari masyarakat adat untuk memastikan bahwa
desain dan pelaksanaan program menampung aspirasi
dan kebutuhan mereka.
Pemrakarsa kegiatan hilir/investasi akan mengidentifikasi
melalui proses kajian sosial dan lingkungan semua
komunitas Masyarakat Adat yang mungkin terpengaruh
oleh proyek dalam wilayah sub-proyek pengaruh, serta
sifat dan tingkat yang diharapkan sosial, budaya (termasuk
warisan budaya), dan dampak lingkungan pada mereka,
dan menghindari dampak merugikan bila memungkinkan.

145
Ketika penghindaran tidak dapat dilakukan, Program akan
meminimalkan, mengurangi atau mengkompensasi
dampak ini dengan cara yang sesuai dengan budaya.
Tindakan yang diusulkan pemrakarsa akan dikembangkan
dengan partisipasi informasi dari masyarakat adat yang
terkena dampak dan terkandung dalam rencana terikat
waktu, seperti Rencana masyarakat adat (Indigenous
Peoples Plan), atau rencana pengembangan masyarakat
yang lebih luas.
b. Pengungkapan informasi, konsultasi dan informasi secara
partisipatif.
Pendukung kegiatan hilir/investasi akan membangun
hubungan yang berkelanjutan dengan Masyarakat Adat
yang terkena dampak sejak awal, mulai dari perencanaan
proyek dan sepanjang keberlangsungan subproyek. Di
sub-proyek di mana masyarakat adat ada dan
terpengaruh, proses konsultasi akan memastikan adanya
persetujuan dengan informasi awal tanpa paksaan (free
prior informed concern/FPIC) sehingga mendapatkan
dukungan masyarakat luas untuk proyek yang diusulkan,
dan menerima informasi secara partisipatif dari mereka
pada hal-hal yang mempengaruhi mereka secara
langsung, seperti mitigasi yang diusulkan, langkah-
langkah yang dapat dilakukan, pembagian manfaat
pembangunan dan peluang, dan isu-isu implementasi.
Proses keterlibatan masyarakat harus sesuai dengan
budaya dan sepadan dengan risiko dan dampak potensial
terhadap masyarakat adat. Secara khusus, proses akan
mencakup langkah- langkah berikut.
1) Melibatkan badan perwakilan masyarakat adat
(misalnya, penasihat, dewan tetua atau dewan desa,
atau diantaranya)
2) Termasuk juga perempuan dan laki-laki dan dari
berbagai kelompok umur dengan cara yang sesuai
dengan budayanya
3) Memberikan waktu yang cukup bagi Masyarakat Adat
untuk melakukan proses pengambilan keputusan
kolektif.

146
4) Memfasilitasi Masyarakat Adat yang dinyatakan lewat
ekspresi dan sudut pandang mereka, kekhawatiran,
dan proposal dalam bahasa pilihan mereka, tanpa
adanya campur tangan dari pihak eksternal,
gangguan, atau paksaan, serta tanpa intimidasi
5) Memastikan bahwa mekanisme pengaduan/keluhan
yang ditetapkan untuk proyek tersebut, adalah sesuai
dengan budaya dan dapat diakses oleh masyarakat
adat.
2. Penapisan dan Identifikasi Keberadaan Masyarakat Adat
Pemrakarsa untuk kegiatan hilir/pemberi investasi melakukan
kagiatan penapisan untuk mengidentifikasi keberadaan
Masyarakat Adat dengan mengacu pada berbagai sumber,
antara lain: distribusi Masyarakat Adat yang merupakan studi
Bank Dunia dan Kemensos tahun 2010; data sebaran
Masyarakat Adat dari Kemensos tahun 2019, data AMAN
(Aliansi Masyarakat Adat Nusantara), BRWA (Badan Registrasi
Wilayah Adat), data/informasi/regulasi dari pemerintah daerah
setempat dan dengan mencari alternatif penilaian teknis dari
para ahli sosial yang berkualitas tentang kelompok sosial dan
budaya di daerah sub-proyek. Pemrakarsa kegiatan proyek di
hilir/pemberi investasi juga berkonsultasi dengan Masyarakat
Adat yang bersangkutan dan pemerintah daerah. Konfirmasi
lebih lanjut dan verifikasi kehadiran Masyarakat Adat akan
dilakukan pada saat kegiatan hilir/investasi ditetapkan, dengan
cara mengunjungi daerah, mengumpulkan informasi dari desa,
kecamatan, pemerintah daerah, LSM dan akademisi yang telah
bekerja dengan atau memiliki kepentingan dalam
perlindungan/pemberdayaan Masyarakat Adat .
3. Kajian Sosial
Kehadiran masyarakat adat di lokasi kegiatan hilir/investasi
membutuhkan pemrakarsa untuk melakukan kajian sosial
dalam mengevaluasi potensi dampak positif maupun negatif
investasi pada masyarakat adat, dan memeriksa alternatif
proyek jika ada potensi dampak negative yang signifikan.
Sebuah kajian sosial diperlukan yang dengan kajian kerangka
hukum dan kelembagaan yang mendefinisikan konteks
keterlibatan masyarakat adat dalam kegiatan hilir/investasi.

147
Kajian akan menghasilkan informasi dasar yang diperlukan
pada karakteristik demografi, sosial, budaya, dan politik
masyarakat adat yang terkena dampak serta tanah dan wilayah
yang mereka miliki secara tradisional atau adat, digunakan atau
ditempati serta sumber daya alam dimana mereka bergantung
untuk hidup. Kajian sosial akan memanfaatkan alat
“Participatory Rural Appraisal” seperti pemetaan partisipatif,
tren historis, pernyataan lisan, dan lain-lain. Dengan
Persetujuan atas dasar informasi di awal tanpa paksaan
(PADIATAPA/FPIC) , untuk pemangku kepentingan dan
analisis serta budaya yang sesuai dengan analisis gender
sehingga sangat berarti dalam menentukan tahap-tahap
proyek selanjutnya. Metode-metode untuk pengumpulan data
harus mengikuti norma-norma budaya atau kepantasan yang
berlaku.
Potensi dampak, baik yang merugikan maupun yang positif dari
kegiatan hilir/investasi harus diidentifikasi sebelumnya dengan
konsultasi dengan Masyarakat Adat yang terkena dampak.
Dalam menilai dampak ini, masyarakat adat akan terlibat dalam
kegiatan Pemetaan Partisipatif melalui konsultasi terlebih
dahulu, diinformasikan secara terbuka untuk mengidentifikasi
kegiatan/investasi lokasi dan dampak potensial. Hasil kegiatan
tersebut akan disajikan dalam rapat terbuka dimana peserta
secara terbuka dapat mengekspresikan pendapatnya pro
ataupun kontra dari materi yang dikonsultasikan dan
menghasilkan konsensus tentang langkah-langkah mitigasi
yang mungkin yang harus diadopsi oleh pemrakarsa kegiatan
hilir/investasi. Analisis sensitivitas gender pada masyarakat
adat, kerentanan dan risiko yang ditimbulkan oleh kegiatan
hilir/investasi serta perbandingannya dengan kelompok lain
(masyarakat adat dan non-masyarakat adat) merupakan fokus
utama kajian. Hal ini memerlukan keterlibatan istri, perempuan
yang belum menikah dan anak-anak dalam mengidentifikasi
potensi risiko dan manfaat yang terkait dengan proyek. Di
beberapa komunitas adat, kelompok ini sering terpinggirkan
dan peran mereka terbatas pada pekerjaan rumah
tangga.Kajian ini pada akhirnya mengidentifikasi dan
merekomendasikan langkah-langkah yang diperlukan untuk

148
menghindari atau meminimalkan dampak negatif dan
meningkatkan atau memaksimalkan dampak positif. Jika tidak
dapat dihindari, kegiatan mitigasi atau alternatif harus dapat
dikembangkan secara bersama-sama dengan masyarakat
adat, melalui konsultasi terlebih dahulu, informasi secara
partisipatif, serta memastikan bahwa masyarakat adat
menerima manfaat sesuai dengan budaya di bawah
kegiatan/investasi.
berdasarkan kajian sosial untuk menyiapkan IPP (Indigenous
Peoples Plan). Tindakan yang diusulkan pemrakarsa akan
dikembangkan dengan berdasar pada FPIC (free prior informed
concern) atau persetujuan dengan informasi di awal tanpa
paksaaan bersama Masyarakat Adat yang terkena dampak
dan terkandung dalam rencana IPP yang terikat jangka waktu
tertentu, atau sebagai bagian dari rencana pengembangan
masyarakat yang lebih luas.
4. Persyaratan Khusus
Karena masyarakat adat mungkin sangat rentan dengan
keadaan yang sudah dijelaskan sebelumnya, persyaratan
penanganan berikut ini juga akan berlaku sesuai dengan
keadaan yang ada, selain persyaratan umum di atas. Jika salah
satu dari kejadian ini terjadi, pemrakarsa kegiatan hilir/investasi
akan menanganinya dengan menggunakan pihak eksternal
yang berkualitas dan berpengalaman yaitu ahli yang
berpengalaman untuk membantu dalam melakukan kajian
tersebut.
5. Dampak terhadap Penggunaan Tanah Adat
masyarakat adat sering terkait erat dengan tanah tradisional
atau tanah adat mereka serta sumber daya alam yang ada di
tanah tersebut. Sementara kepemilikan lahan ini mungkin tidak
sesuai secara hukum jika disesuaikan dengan hukum nasional,
kegiatan penggunaan lahan tersebut, termasuk penggunaan
musiman atau siklus, oleh masyarakat adat untuk mata
pencaharian mereka, atau tujuan budaya, upacara, atau
spiritual yang menentukan identitas dan komunitas mereka,
bisa sering dibuktikan dan didokumentasikan. Pendukung
kegiatan hilir/investasi akan mengikuti ketika tanah tradisional
atau adat berada di bawah akan dijelaskan sebagai berikut:

149
Jika pemrakarsa mengusulkan untuk menentukan kegiatan
hilir/investasi, atau secara komersial mengembangkan
sumber daya alam yang terletak di dalamnya, tanah tradisional
atau adat dalam penggunaan, dan dampak yang merugikan
pada mata pencaharian, atau aktifitas budaya, upacara, atau
spiritual yang mendefinisikan identitas dan komunitas
masyarakat adat, pemrakarsa akan menghormati penggunaan
mereka dengan mengambil langkah-langkah berikut:
1) Pemrakarsa akan mendokumentasikan upaya untuk
menghindari atau setidaknya meminimalkan ukuran lahan
yang diusulkan untuk kegiatan/investasi
2) Penggunaan lahan masyarakat adat akan
didokumentasikan oleh para ahli bekerja sama dengan
masyarakat yang terkena dampak dari masyarakat adat
tanpa merugikan setiap masyarakat adat jika berupaya
mengklaim lahan yang dimilikinya.
3) masyarakat yang terkena dampak dari masyarakat adat
akan diberitahu tentang hak-hak mereka terhadap tanah ini
di bawah hukum nasional, termasuk hukum nasional
mengakui hak-hak adat atau penggunaannya.
4) Pemrakarsa akan menawarkan masyarakat yang terkena
dampak dari kompensasi masyarakat adat dan melakukan
proses yang tersedia bagi mereka dengan dasar hukum
penuh atas tanah dalam kasus pembangunan komersial
tanah mereka di bawah hukum nasional, bersama-sama
dengan peluang pengembangan yang sesuai dengan
budaya; berbasis lahan kompensasi atau ganti rugi dalam
bentuk barang akan ditawarkan sebagai pengganti
kompensasi tunai jika memungkinkan.
5) Pemrakarsa akan masuk ke dalam negosiasi dengan
iktikad baik dengan masyarakat yang terkena dampak dari
masyarakat adat, dan mendokumentasikan partisipasi
informasi mereka dan hasil yang sukses dari negosiasi.
6. Relokasi Masyarakat Adat dari lahan tradisional atau adat.
Pemrakarsa akan mempertimbangkan kemungkinan alternatif
desain kegiatan hilir untuk menghindari relokasi masyarakat
adat dari lahan komunal mereka atau yang digunakan secara
adat/tradisional oleh mereka. Jika relokasi tersebut tidak dapat

150
dihindari, pemrakarsa tidak akan melanjutkan dengan
kegiatan/investasi kecuali masuk ke dalam negosiasi iktikad
baik dengan masyarakat yang terkena dampak dari masyarakat
adat, dan mendokumentasikan partisipasi informasi mereka
dan hasil yang sukses dari negosiasi. Relokasi tidak akan
dilakukan tanpa memperoleh dukungan penuh dari Masyarakat
Adat yang terkena dampak sebagai bagian dari proses FPIC.
Sebuah RAP akan disiapkan sesuai dengan persyaratan yang
ditentukan dalam RPF, dan akan kompatibel dengan preferensi
budaya masyarakat adat. Apabila layak, pemrakarsa harus
menyediakan strategi pemukiman kembali berbasis lahan
untuk masyarakat adat direlokasi. masyarakat adat yang
direlokasi harus dapat kembali ke tanah tradisional atau adat
mereka, jika alasan untuk relokasi sudah tidak ada.
7. Warisan Budaya
Dimana pemrakarsa kegiatan hilir/investasi TA mengusulkan
untuk menggunakan sumber daya budaya, pengetahuan,
inovasi, atau praktik masyarakat adat untuk tujuan komersial,
pemrakarsa akan menginformasikan masyarakat adat
mengenai:
1) hak-hak mereka di bawah hukum nasional;
2) ruang lingkup dan sifat pembangunan komersial yang
diajukan; dan
3) potensi konsekuensi dari pembangunan tersebut..
Pemrakarsa tidak akan melanjutkan dengan komersialisasi
tersebut kecuali:
a) masuk ke dalam negosiasi iktikad baik dengan
Masyarakat Adat yang terkena;
b) mendokumentasikan partisipasi mereka dan hasil
yang sukses dari negosiasi; dan
c) menyediakan pembagian yang adil dan merata atas
keuntungan dari komersialisasi pengetahuan, inovasi,
atau praktik tersebut, konsisten dengan kebiasaan dan
tradisi mereka.
8. Review, persetujuan dan penerapan Rencana Masyarakat
Adat
Berdasarkan kajian yang dilakukan oleh PIU pemrakarsa akan
diberitahu tentang kebutuhan untuk menyiapkan rencana

151
masyarakat adat tersendiri atau menggabungkan kebutuhan
dan aspirasi Masyarakat Adat ke dalam desain
kegiatan/investasi hilir itu sendiri. Lampiran 4 tentang Usulan
Kerangka Rencana Pengelolaan Masyarakat Adat (IPP)
terdapat pada Lampiran 4.
Proses persetujuan dari Rencana Pengelolaan masyarakat
adat akan tergantung pada pemrakarsa dan sumber
pembiayaan dari kegiatan/investasi hilir, yang pada tahap ini
tidak dapat ditentukan.

Tabel 5.20
Kriteria untuk Menentukan Kegiatan Instrumen untuk IPP

DAMPAK INSTRUMEN PELAKSANAAN


Masyarakat Adat akan berpotensi Rencana Berdasarkan IPP, termasuk
terkena dampak Pengelolaan dalam desain hilir kegiatan/
masyarakat adat investasi kebutuhan khusus
dari Masyarakat Adat
Masyarakat Adat dalah penerima Rencana Rencana Penanganan
utama dari kegiatan hilir /investasi Pengelolaan Masyarakat Adat akan menjadi
masyarakat adat bagian dari desain hilir
sebagai dokumen kegiatan/ investasi hilir itu
tersediri tidak sendiri, sesuai dengan
diperlukan kebutuhan khusus dari
Masyarakat Adat

9. Pemantauan dan Pelaporan


PIU akan memantau perkembangan pelaksanaan KAK untuk
studi di bawah komponen TA dan meninjau hasil dari studi
sudah dimasukkan persyaratan yang ditentukan dalam KAK.
10. Mekanisme Penanganan Keluhan dan Pengungkapan
PIU telah mengembangkan atau menggunakan sistem
penanganan pengaduan yang ada yang memungkinkan
masyarakat dan komunitas masyarakat adat untuk mengajukan
keluhan, mengangkat isu-isu dan/atau menyampaikan aspirasi
mereka di kegiatan /investasi hilir melalui saluran pengaduan
online NAHP.
Sistem telah dikembangkan untuk menerima
keluhan/pengaduan nomor whatsApp pengaduan NAHP: 0813
5000 5238; pengaduan online National Affordable Housing
Program (NAHP); alamat email pengaduan NAHP:
pengaduan.nahp@nahp.co.id; portal satu pintu Kementerian
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat di website

152
http://nahp.pu.go.id/saran/input-saran; atau sumber lain, yaitu:
e-bsps, laporan konsultan, hasil audit atau hasil kunjungan. PIU
akan memastikan bahwa Masyarakat Adat akan terinformasi
dengan baik mengenai saluran-saluran pengaduan yang
tersedia dan memastikan bahwa mereka dapat mengakses
saluran-saluran tersebut.
Terkait pengelolaan pengaduan PIU, melalui Asisten Bidang
Perencanaan dan Umum merupakan stakeholder yang
memastikan penanganan pengaduan telah ditangani oleh
konsultan secara memadai dan sesuai SOP Penanganan
Pengaduan NAHP. Selain itu pengakuan atas keberadaan
masyarakat adat juga telah diakomodir dalam tata cara
penyelesaian pengaduan yaitu dengan mengutamakan tata
cara penyelesaian yang menyesuaikan dengan budaya
setempat melalui kolaborasi dengan pemerintah desa, tokoh
masyarakat, atau masyarakat setempat.

5.3.9. Daftar Negatif


Negative list atau daftar negatif merupakan Kegiatan yang dilarang yaitu kegiatan
yang memerlukan pemeriksaan secara penuh berupa AMDAL atau UKL-UPL, sesuai
dengan Peraturan Menteri LHK Nomor 4 Tahun 2021 untuk kegiatan wajib AMDAL
dan Permen LHK No. 24 Tahun 2018 tentang Pengecualian Kewajiban menyusun
AMDAL untuk usaha dan/atau kegiatan yang berlokasi di daerah Kabupaten/Kota
yang telah memiliki Rencana Detail Tata Ruang.
Daftar negatif ini disusun berdasarkan persyaratan dalam Program BP2BT, BSPS,
Kebijakan Pengamanan Bank Dunia, serta Peraturan Perundangan Pemerintah
Indonesia. Daftar negatif disajikan pada tabel berikut:

Tabel 5.21
Daftar Negatif

NO. DAFTAR NEGATIF


Aspek Lahan. Program BP2BT dan BSPS tidak menggunakan lahan dalam kelompok seperti
dalam daftar berikut:
1. Kawasan Hutan (berdasarkan perundangan yang berlaku di Indonesia)
2. Kawasan Konservasi dan Hutan Lindung (berdasarkan perundangan yang berlaku di
Indonesia). Kawasan Konservasi meliputi: Taman Nasional, Cagar Alam, Suaka
Margasatwa, Taman Buru, Suaka Alam, Taman Hutan Raya (Tahura)
3. Kawasan Cagar Budaya (situs budaya, pemakaman, kawasan adat yang berisiko dalam hal
hak komunal tidak akan menyetujui pemisahan sebagian lahan menjadi milik individu)
4. Kawasan dengan fungsi perlindungan ekologi (sempadan sungai, mata air, danau,
pantai)
153
NO. DAFTAR NEGATIF
5. Kawasan rawan bencana (tanah longsor, banjir, rawa-rawa, rawan bencana erupsi gunung
berapi)
6. Lahan yang berkonflik atau berpotensi konflik, baik dengan masyarakat atau organisasi lain
(lahan yang telah dibebani izin pemanfaatan sumber daya alam)
Bahan Bangunan yang Dilarang
1. Asbestos dalam bentuk Amosit (konsentrasi 1,0 f/ml), Krisotil (konsentrasi 1,0 f/ml)
dan Asbes bentuk lain (konsentrasi 4,0 f/ml)
2. Kayu dan produk kayu yang ilegal (tidak memiliki dokumen legal dari toko bangunan yang
ditunjuk untuk memasok bahan bangunan)
3. Bahan batuan/galian yang berasal dari penambangan ilegal (tidak bisa menunjukkan dokumen
salinan izin penambangan batuan dari dinas terkait)
4. Cat tembok dengan konsentrasi Pb > 90 mg/kg; Cat dekoratif berbasis pelarut organik dengan
kandungan Pb > 600 ppm (berat kering); Cat emulsi dengan kandungan Pb > 90 ppm, Cd > 75
ppm, Hg > 60 ppm, dan Cr6+ > 60 ppm201

5.3.10. Kajian Kapasitas Lembaga dan Kebutuhan Peningkatan Kapasitas

5.3.10.1. Identifikasi Pemangku Kepentingan


Dalam hal pelaksanaan pengelolaan lingkungan dan sosial maka analisis
kelembagaan yang terlibat dalam program NAHP dijelaskan dalam tabel
berikut ini:

Tabel 5.22
Identifikasi Pemangku Kepentingan

KAPASITAS DALAM HAL


NO LEMBAGA FUNGSI DAN PERAN SOSIAL DAN
LINGKUNGAN
1 Direktorat Jenderal a. Melaksanakan program BP2BT, a. Memahami secara garis
Perumahan dan BSPS dan TA besar kebijakan Bank
Direktorat Jenderal b. Menyusun regulasi sebagai dasar Dunia dan Peraturan
Pembiayaan Infrastruktur hukum BP2BT, BSPS dan TA Pemerintah Indonesia
Umum dan Perumahan c. Melakukan pemantauan program b. Perlu mendapatkan
Rakyat, Kementerian BP2BT, BSPS dan TA pelatihan terkait Kebijakan
Pekerjaan Umum dan d. Melaksanakan koordinasi dan Pengamanan Lingkungan
Perumahan pendampingan pengelolaan dan Sosial Bank Dunia dan
lingkungan dan sosial program peraturan Pemerintah
BP2BT, BSPS dan TA. Indonesia
e. Melakukan pemantauan terhadap
kepatuhan kerangka pengelolaan
lingkungan dan sosial pada seluruh
tahapan BSPS, BP2BT dan TA
f. Memastikan pengaduan terkait aspek
lingkungan dan social yang timbul
dalam pelaksanaan program telah
tuntas ditindaklanjuti
2 Tim Fasilitator Lapangan a. Melakukan sosialisasi program BSPS a. Belum memahami
ke masyarakat peraturan Kebijakan
b. Membantu masyarakat penerima Operasional Bank Dunia
program memenuhi persyaratan dan Peraturan lingkungan
pengajuan bantuan hidup dan sosial
c. Melakukan pengawasan langsung di Pemerintah Indonesia
masyarakat terhadap kemajuan b. Perlu mendapatkan
pekerjaan pelatihan yang memadai
terkait peraturan

154
KAPASITAS DALAM HAL
NO LEMBAGA FUNGSI DAN PERAN SOSIAL DAN
LINGKUNGAN
d. Memfasilitasi proses pelaksanaan dan pemerintah Indonesia
menjadi media penengah jika ada untuk aspek lingkungan
konflik antar masyarakat penerima dan sosial serta
manfaat proyek (misal: dengan toko pengenalan terhadap
penyalur bahan bangunan) Kebijakan Pengamanan
Bank Dunia.
c. Perlu mendapatkan
pelatihan praktik terbaik
untuk melaksanakan
pengelolaan lingkungan
dan sosial.
3 Bank Pemberi Pinjaman a. Memberikan pinjaman dana kepada a. Belum memahami
dan Bank/Pos Penyalur penerima manfaat BP2BT peraturan Kebijakan
b. Menyepakati perjanjian bersama Operasional Bank Dunia
dengan Kemen PUPR terkait dan Peraturan lingkungan
pemberian pinjaman dan penyaluran hidup dan sosial
bantuan Pemerintah Indonesia
b. Melakukan verifikasi dan memberi b. Perlu diberikan sosialisasi
persetujuan diterimanya usulan program serta persyaratan
pembiayaan dari masyarakat lingkungan dan sosial baik
Bank Dunia dan Indonesia
4 Pemerintah Daerah a. Membantu pelaksanaan program a. Belum memahami
Kabupaten/Kota dan BSPS dalam hal mengidentifikasi peraturan Kebijakan
Provinsi calon penerima bantuan di setiap Operasional Bank Dunia
wilayah kabupaten/kota dan Peraturan lingkungan
b. Melakukan koordinasi dengan hidup dan sosial
pemerintah kecamatan/desa/ Pemerintah Indonesia
kelurahan untuk pelaksanaan program b. Perlu peningkatan
BSPS Pemerintah Provinsi kapasitas terkait aspek
mendukung pelaksanaan Komponen lingkungan dan sosial
3- Bantuan Teknis (melalui publikasi brosur,
dll).
5 Pemerintah Kecamatan a. Mendampingi Fasilitator lapangan a. Belum memahami
dan Desa/Kelurahan dalam melakukan sosialisasi program peraturan Kebijakan
bantuan pembiayaan perumahan Operasional Bank Dunia
kepada masyarakat dan Peraturan lingkungan
b. Membantu memberi dukungan untuk hidup dan sosial
keberhasilan program (terkait Pemerintah Indonesia
pengumpulan data calon penerima b. Perlu peningkatan
bantuan) kapasitas terkait aspek
lingkungan dan sosial
(melalui publikasi brosur,
dll).
6 Pemasok Bahan a. Menyediakan bahan bangunan sesuai a. Belum memahami
Bangunan yang diminta dan yang disarankan peraturan Kebijakan
oleh ESMF kepada Kelompok Operasional Bank Dunia
Penerima Bantuan (KPB) dan Peraturan lingkungan
b. Memastikan bahan bangunan yang hidup dan sosial
ramah lingkungan (tidak mengandung Pemerintah Indonesia
asbes dan kayu yang berdokumen) b. Perlu peningkatan
kapasitas terkait aspek
lingkungan dan sosial
(melalui publikasi brosur,
dll).
7 Penerima Bantuan Mengajukan permohonan bantuan BP2BT a. Belum memahami
Program ke Bank dan memenuhi persyaratan yang peraturan Kebijakan
BP2BT diminta oleh Bank Operasional Bank Dunia
dan Peraturan lingkungan
hidup dan sosial
Pemerintah Indonesia
b. Perlu peningkatan
kapasitas terkait aspek
lingkungan dan sosial
(melalui publikasi brosur,
dll).
c. Perlu mendapatkan
pelatihan praktik terbaik
155
KAPASITAS DALAM HAL
NO LEMBAGA FUNGSI DAN PERAN SOSIAL DAN
LINGKUNGAN
untuk melaksanakan
pengelolaan lingkungan
dan sosial.
8 Kelompok Penerima Mendukung pelaksanaan program Perlu peningkatan kapasitas
Bantuan BSPS bantuan teknis sub komponen terkait aspek lingkungan dan
peningkatan kapasitas bagi pemerintah sosial (melalui publikasi brosur,
daerah dalam bidang perumahan dll).

5.3.10.2. Program Peningkatan Kapasitas yang Dibutuhkan


Berdasarkan analisis kapasitas stakeholder, cakupan proyek NAHP, hasil
analisis risiko dan aspek lingkungan dan sosial serta kebutuhan kerangka
pengelolaan lingkungan dan sosial, program peningkatan kapasitas
dilakukan untuk meningkatkan dan memperkuat kesadaran, pemahaman,
pengetahuan, dan keterampilan bagi pemangku kepentingan (dari tingkat
nasional, daerah sampai ke tingkat masyarakat) yang terlibat dalam
pelaksanaan proyek.
Peningkatan kapasitas ini secara garis besar merupakan pelatihan yang
diadakan secara regular dan dapat dibagi menjadi dua kategori, sebagai
berikut:
1. Pelatihan Dasar Kepedulian Lingkungan dan Sosial (Awareness
Raising).
Pelatihan dasar ini adalah pelatihan wajib bagi personil proyek,
pemerintah pusat, pemerintah daerah, Satker, PPK Rumah Swadaya,
BP2P, Tim Verifikasi dan masyarakat yang ditargetkan memperoleh
bantuan. Materi pelatihan terdiri dari materi umum aspek lingkungan
dan sosial terkait perumahan, peraturan perundangan, pengetahuan
tentang konsep proyek, desain, dan deskripsi, peran pemangku
kepentingan, dan pengetahuan serta pemahaman dasar mengenai
potensi dampak lingkungan dan sosial serta pengelolaannya dalam
kaitannya dengan Kebijakan Pengamanan Bank Dunia (secara garis
besar merupakan ringkasan dari ESMF).
2. Pelatihan Teknis.
Pelatihan Teknis terdiri dari berbagai bahan tematik. Kurikulum dan
materi pelatihan untuk masing-masing pelatihan tematik akan
tergantung pada kebutuhan peserta. Peserta yang ditargetkan untuk
berpartisipasi dalam pelatihan teknis adalah bank yang berpartisipasi
dalam proyek, satker di daerah terutama tim fasilitator lapangan, serta
tim pemerintah maupun konsultan yang berperan dalam pekerjaan
bantuan teknis. Materi pelatihan dapat dimasukkan dalam

156
serangkaian pelatihan reguler yang direncanakan oleh Kementerian
PUPR. Peserta pelatihan akan diberikan materi teknis sebagaimana
ditentukan oleh ESMF ini, yaitu prosedur untuk melakukan
pengelolaan lingkungan dan sosial melalui kegiatan
penapisan/seleksi penerima bantuan serta acuan kerangka yang
perlu diperhatikan dalam konteks pengelolaan lahan/aset negara.
Pelatihan teknis akan mengikuti program pelatihan yang
direncanakan Kementerian PUPR secara reguler.
3. Pelatihan Ad Hoc
Pelatihan yang dapat dilaksanakan sewaktu-waktu berdasarkan
kebutuhan di lapangan yang mendukung pelaksanaan kegiatan
komponen 1: BP2BT atau Komponen2: BSPS.
Terkait rencana program pelatihan dalam Program NAHP dapat dilihat di
Lampiran 5 (Lampiran Rencana Pelatihan dan Lokakarya).
Lokakarya Program NAHP akan dilakukan untuk menyebarluaskan dan
mensosialisasikan program kepada pemangku kepentingan yang lebih
luas. Lokakarya ini akan dibagi menjadi dua jenis:
1. Lokakarya Umum.
Lokakarya umum akan diselenggarakan bagi para pemangku
kepentingan yang lebih luas yang terdiri dari peserta dari tingkat
nasional hingga ke masyarakat, media, peneliti, forum masyarakat,
dll. Informasi dasar tentang kerangka kerja pengelolaan lingkungan
dan sosial dalam kaitannya dengan Kebijakan Pengamanan Bank
Dunia dalam ESMF akan menjadi bagian dari materi lokakarya.
2. Lokakarya Tematik.
Lokakarya Tematik akan dilaksanakan berdasarkan penilaian
kebutuhan. Lokakarya tematik untuk tiap komponen NAHP dapat
dilakukan mulai dari tingkat nasional sampai tingkat masyarakat jika
diperlukan untuk menyelenggarakan lokakarya, misalnya
membicarakan kendala umum yang dihadapi satker di tingkat daerah
dalam implementasi komponen NAHP dan usulan solusi yang dapat
dilakukan. Lokakarya tematik dilakukan untuk memastikan bahwa
pelaksanaan proyek akan sesuai dengan kebijakan/rencana
pengelolaan lingkungan dan sosial.
Terkait rencana lokakarya dalam Program NAHP dapat dilihat di Lampiran
5 tentang Rencana Pelatihan dan Lokakarya

157
Dalam setiap kegiatan pelatihan atau lokakarya Program NAHP
diharapkan kelompok sasaran dan target peserta memenuhi target seperti
dalam tabel di bawah ini:

Tabel 5.23
Kelompok Sasaran Pelatihan dan Lokakarya (Sosialisasi) Program NAHP
JENIS PELATIHAN DAN LOKAKARYA
NO KELOMPOK SASARAN PELATIHAN PELATIHAN LOKAKARYA LOKAKARYA
DASAR TEKNIS/TEMATIK UMUM TEMATIK
A TINGKAT NASIONAL
1 PMC NAHP
√ √ √ √
KEMENTERIAN PUPR
2 PIU DAN ANGGOTA PU √ √
3 TIM KONSULTAN √ √
4 BANK YANG TERLIBAT
√ √
PROYEK NAHP
5 STAF KEMENTERIAN

DALAM NEGERI
6 STAF KEMENTERIAN

KEUANGAN
B TINGKAT PROVINSI
1 STAF YANG TERLIBAT
DALAM KOMPONEN 3 √ √ √
TERKAIT
C TINGKAT KABUPATEN/KOTA
1 SATKER √ √
2 PPK √ √ √ √
3 KOORDINATOR DAN TIM
√ √ √
FASILITATOR LAPANGAN
4 STAF PELAYANAN PBG √ √
D TINGKAT MASYARAKAT
1 MASYARAKAT
BERPENGHASILAN

RENDAH YANG
DITARGETKAN
2 KELOMPOK PENERIMA
√ √ √
BANTUAN
3 PEMERINTAH TINGKAT

KECAMATAN DAN DESA
4 TOKO PEMASOK BAHAN
√ √
BANGUNAN
5 MASYARAKAT ADAT √ √

5.3.11. Keterlibatan Stakeholder


Hubungan antar pihak/pemangku kepentingan akan menentukan keberhasilan
Program NAHP ini. Oleh karena itu, pelaksana proyek, Kementerian PUPR perlu
mengintegrasikan pelibatan para pihak dalam setiap tahapan yang telah ada di
masing-masing satuan kerja. Tujuan pelibatan para pihak ini adalah untuk
mengefektifkan komunikasi yang produktif antar pemangku kepentingan,
meminimalkan konflik dan gesekan kepentingan dan birokrasi, serta secara bersama
sesuai dengan perannya, mencapai keberhasilan program NAHP.
1. Manfaat dari pelibatan para pihak adalah:

158
a. Memberi ruang bagi pihak yang terkait berperan dalam pembuatan
keputusan untuk membuat masing-masing pihak memiliki kontrol dan kendali
atas proyek sesuai dengan perannya;
b. Berbagi informasi dan membangun pengertian/pemahaman yang sama atas
kemajuan dari proyek;
c. Membangun legitimasi dan dukungan untuk pengambilan keputusan;
d. Membangun kerjasama yang konstruktif berdasarkan kolaborasi antar para
pemangku kepentingan;
e. Membangun konsensus dan membangun dukungan bersama untuk proyek;
f. Meminimalkan konflik;
g. Meningkatkan peluang mendapatkan alasan terbaik dari tenaga ahli yang
kompeten dari masing-masing
h. pemangku kepentingan untuk menunjang desain dan kajian proyek; dan
i. Memperbaiki keputusan akhir suatu proses dan menambah peluang
keberlanjutan program.
2. Fungsi dari Rencana Pelibatan Para Pihak adalah:
a. Menjelaskan kebutuhan dan persyaratan masing-masing pihak (terutama
Bank Dunia dan PUPR) untuk merancang dan melaksanakan konsultasi
publik dan penyebaran informasi (information disclosure);
b. Mengidentifikasi kelompok para pihak yang penting;
c. Membuat strategi dan tata waktu untuk penyebaran informasi dan konsultasi
kepada semua kelompok yang terlibat dalam proyek;
d. Menjelaskan sumberdaya dan tanggung jawab masing-masing pihak dalam
setiap tahapan proyek, sesuai dengan kesepakatan; dan
e. Menjelaskan bagaimana rencana pelibatan para pihak ini terintegrasi dalam
pelaksanaan kegiatan serta dalam sistem kerja Kementerian PUPR dan Bank
Dunia.
3. Pelibatan Para Pihak perlu mempertimbangkan hal-hal berikut:
a. Untuk menyamakan persepsi diantara pelaksana program dalam hal desain
proyek, potensi risiko aspek lingkungan dan sosial.
b. Pemahaman tentang Kebijakan dan Peraturan Terkait serta konsensus
pencapaiannya/penaatannya. Dalam hal ini perlu untuk dibuat daftar
kebutuhan kebijakan Bank Dunia dan Pemerintah Indonesia terkait dengan
pelibatan para pihak, konsultasi publik, dan penyebaran informasi terkait
proyek.
c. Menggunakan kegiatan yang telah ada dan tidak mengadakan kegiatan baru
khusus untuk pelibatan para pihak. Meskipun kegiatan ini akan menggunakan
kegiatan yang ada, namun perlu disiapkan bahan-bahan terkait aspek

159
lingkungan dan sosial yang akan diintegrasikan dan disampaikan kepada
para pihak, antara lain:
1) jenis informasi terkait aspek lingkungan dan sosial serta bagaimana
menyebarkan informasinya (melalui brosur, poster, dsb.);
2) dokumentasi dari proses pelibatan para pihak dari proses awal hingga
akhir;
3) individu atau bagian dari organisasi yang berperan dalam
menyampaikan informasi terkait aspek lingkungan dan sosial;
4) isu kunci lingkungan dan sosial yang perlu diisampaikan;
5) rencana aksi untuk tindak lanjut; dan
6) proses pemantauan dan evaluasi kegiatan pelibatan yang telah lalu dan
bagaimana hasilnya disampaikan kembali ke para pihak.
d. Stakeholder.
Daftar pemangku kepentingan yang akan menerima informasi tentang proyek
dan harus berkonsultasi pada isu-isu yang berkaitan dengan proses dan hasil
proyek. Stakeholder dipetakan berdasarkan 'kepentingan' mereka, ‘peran’
dan 'kekuatan' untuk program NAHP.
e. Metode Konsultasi.
Dalam kegiatan yang telah ada, perlu dipikirkan metode pelibatan yang
sesuai yang meliputi beberapa pilihan antara lain: wawancara dengan para
pihak, survei dan kuesioner, rapat dengar pendapat, seminar, dan diskusi
terfokus dengan pihak pemangku kepentingan.
f. Tata Waktu.
Kegiatan pelibatan para pihak perlu dijadwalkan dan diurutkan berdasarkan
waktu dan menjadi bagian dari sistem pengelolaan program NAHP melalui
kegiatan yang sedang berjalan di setiap instansi terkait.
g. Sumber Daya dan Tanggung Jawab.
Menjelaskan tentang siapa yang akan mengerjakan sesuatu tugas dan
tanggung jawab seperti apa yang diharapkan. Sumber daya juga meliputi
biaya yang dibutuhkan, perangkat untuk membantu pelaksanaan tugas dan
tanggung jawab.
h. Mekanisme Penanganan Keluhan.
Menjelaskan mekanisme keluhan yang mungkin disampaikan oleh salah satu
anggota pemangku kepentingan atau oleh pihak yang terkena dampak
kegiatan. Keluhan yang disampaikan harus jelas diterima oleh siapa,
bagaimana proses penanganan, pencatatan dan memastikan bahwa keluhan
telah diselesaikan dan diterima oleh pihak yang menyampaikan keluhan.

160
Terkait dengan mekanisme dan pengelolaan penanganan keluhan diatur
secara tersendiri di dalam SOP Penanganan Pengaduan NAHP.
i. Pelaporan dan Pemantauan.
Menjelaskan rencana melibatkan para pemangku kepentingan (termasuk
masyarakat terkena dampak) atau pihak ketiga yang memantau proyek
dalam pemantauan dan pelaksanaan mitigasi dari dampak yang akan timbul.
Terkait dengan mekanisme dan format pelaporan, frekuensi dan siapa pihak
yang harus menerima laporan pemantauan akan secara rinci dijelaskan pada
POM 1 NAHP dan POM 2 NAHP.

5.3.12. Rencana Pelaksanaan dan Pemantauan ESMF

5.3.12.1. Rencana Kerja ESMF


Pelaksanaan ESMF untuk Program NAHP, baik di dalam maupun di luar
lingkup Kementerian PUPR dijelaskan dalam tabel berikut

Tabel 5.24
Rencana Kerja ESMF

KOMPONEN PELAKSANA
NO JENIS KEGIATAN
KEGIATAN KEGIATAN
1 Komponen 1: Penapisan aspek-aspek lingkungan dan Kementerian PUPR
BP2BT sosial dan Konsultan
Sosialisasi ESMF ke para pemangku Kementerian PUPR
kepentingan program BP2BT: pelaksana dan Konsultan,
kegiatan, bank pemberi pinjaman, didukung Bank Dunia
pengembang sebagai calon mitra BP2BT,
dsb
Pembekalan Appraiser yang ditunjuk dan Bank Pemberi
memeriksa kelengkapan aspek lingkungan Pinjaman
dan sosial dalam persyaratan PBG
Melaksanakan pelatihan dan lokakarya Kementerian PUPR
mengenai ESMF untuk para pemangku
kepentingan yang terkait
Menyediakan dan mengelola Mekanisme Kementerian PUPR
Penanganan Keluhan
2 Komponen 2: Penapisan aspek-aspek lingkungan dan Kementerian PUPR
BSPS sosial dan Konsultan
Sosialisasi ESMF ke para pemangku Kementerian PUPR,
kepentingan program BSPS: pelaksana Konsultan dan Bank
kegiatan, calon penerima bantuan, dan toko Dunia
bangunan sebagai calon mitra BSPS.
Melaksanakan pelatihan dan lokakarya Kementerian PUPR
mengenai ESMF untuk para pemangku
kepentingan yang terkait
Menyesuaikan Form Panduan Lapangan Kementerian PUPR
untuk Fasilitator dengan memasukkan aspek
ESMF (pengelolaan dampak lingkungan dan
sosial)
Menyediakan dan mengelola mekanisme Kementerian PUPR
penanganan keluhan dan Pemerintah
Daerah
Memasukkan aspek pengeloaan dampak Kementerian PUPR,
lingkugan dan sosial dalam Dukungan Bank Dunia dan
kebijakan Rumah Swadaya Konsultan

161
KOMPONEN PELAKSANA
NO JENIS KEGIATAN
KEGIATAN KEGIATAN
3 Komponen 3: Penapisan aspek-aspek lingkungan dan Kementerian PUPR
Dukungan sosial untuk kegiatan/investasi hilir dan Konsultan
Teknis
(Technical
Assistance)
Integrasi ESMF dalam HREIS Kementerian PUPR
Memasukkan aspek pengelolaan dampak Kementerian PUPR
lingkungan dan sosial dalam TOR untuk TA,
berkaitan dengan kegiatan/investasi hilir.

5.3.12.2. Rencana Pemantauan


Rencana pemantauan pelaksanaan ESMF untuk Program NAHP, baik di
dalam maupun di luar lingkup Kementerian PUPR dijelaskan dalam tabel
berikut:

Tabel 5.25
Rencana Pemantauan

KOMPONEN PELAKSANA WAKTU


NO JENIS KEGIATAN
KEGIATAN KEGIATAN PELAKSANAAN
1 Komponen 1: Audit, verifikasi, Kementerian PUPR, Saat pelaksanaan dan
BP2BT pemantauan dan Bank Pemberi setelah selesai
evaluasi kegiatan aspek Pinjaman dan Bank pelaksanaan kegiatan
lingkungan dan sosial Dunia
2 Komponen 2: BSPS Evaluasi mekanisme Kementerian PUPR, Saat pelaksanaan dan
penanganan keluhan perangkat pemerintah setelah selesai
daerah dan Bank Dunia pelaksanaan kegiatan
Audit, verifikasi, Kementerian PUPR, Saat pelaksanaan dan
pemantauan dan perangkat pemerintah setelah selesai
evaluasi kegiatan aspek daerah dan Bank Dunia pelaksanaan kegiatan
lingkungan dan sosial
3 Komponen 3: Evaluasi penyusunan Kementerian PUPR, Saat sebelum dan saat
rencana dan kajian serta dan Bank Dunia pelaksanaan kegiatan
peningkatan kapasitas

Kegiatan pemantuan pelaksanaan ESMF untuk komponen 1 dan 2 akan dilaksanakan


sebagimana diatur dalam POM 1 dan 2.

5.4 Pengelolaan Pengaduan


Dalam program NAHP telah dimandatkan bahwa penyampaian pengaduan atas
pelaksanaan kegiatan komponen 1: BP2BT dan kegiatan komponen 2: BSPS merupakan
bagian yang wajib dipersiapkan sebagai dukungan teknis terhadap pelaksanaan NAHP.
Tujuan dari sistem ini adalah untuk mempercepat penanganan keluhan yang sifatnya teknis
dan permintaan informasi spesifik mengenai program, serta menjadi bahan evaluasi
program ke depan melalui sistem pengarsipan yang baik akan terintegrasi dengan sistem
pengelolaan informasi masing-masing program melalui Sistem Aplikasi Penanganan
Pengaduan NAHP.
Selain itu pelaksanaan seluruh komponen program NAHP juga memerhatikan kaidah tata
kelola program yang baik serta prinsip-prinsip Anti-Korupsi yang diatur dalam peraturan-
peraturan Pemerintah Indonesia serta regulasi Bank Dunia. Sebagaimana tercatat dalam

162
klausul perjanjian kerjasama proyek NAHP antara Bank Dunia dan Pemerintah Indonesia,
kaidah serta prinsip-prinsip yang berlaku sebagai dasar dalam pengelolaan keuangan,
pengadaan, pelaporan, serta monitoring dan evaluasi dengan maksud meminimalisir risiko-
risiko penyalahgunaan atau penyimpangan selama pelaksanaan NAHP.
Beberapa prinsip umum yang dimaksud diatas dapat dikelompokkan ke dalam 4 (empat)
area yang mencakup:
1. Keterbukaan informasi;
2. Pencegahan resiko kolusi, Fraud dan nepotisme;
3. Peran serta stakeholder eksternal; dan
4. Sanksi dan tindak perbaikan.
Keempat prinsip umum tersebut akan dijadikan acuan dalam pelaksanaan pengelolaan
pengaduan program NAHP yaitu; kegiatan Komponen 1: Bantuan BP2BT dan kegiatan
komponen 2: BSPS.

5.4.1. Tujuan
Sistem Pengelolaan Pengaduan Masyarakat dalam Program NAHP ini diharapkan
dapat menjadi panduan bagi PIU dan unit terkait dalam PIU serta jajaran konsultan
NAHP dalam melakukan penanganan pengaduan yang dapat berupa permintaan
informasi terkait pelaksanaan program, pengaduan tentang pelaksanaan program,
usulan penanganan pengaduan, umpan balik dan laporan perkembangan
penanganan.

5.4.2. Ruang Lingkup Pengelolaan


Ruang lingkup dalam Sistem Pengelolaan Pengaduan Masyarakat pada program
NAHP yaitu; pelaksanaan program BP2BT dan BSPS yang dilakukan melalui dua
tahapan yaitu:
1. Pengelolaan Pengaduan
Pengelolaan pengaduan adalah proses yang meliputi:
a. menerima pengaduan, baik berupa lisan maupun tulisan, yang bersifat
langsung dari masyarakat maupun yang tidak langsung;
b. mencatat dalam Formulir Pengaduan;
c. mencatat dalam Buku Register Pengaduan;
d. melakukan verifikasi;
e. melakukan klarifikasi apakah pengaduan tersebut merupakan permintaan
informasi, kritik, saran, berita/laporan ataukah merupakan pengaduan
terhadap proses pelaksanaan program;
f. menyelesaikan pengaduan; dan
g. melaporkan pengaduan dan penyelesainnya secara berkala.

163
Tahapan lebih lanjut dalam pengelolaan pengaduan adalah melakukan
pemilahan pengaduan berdasarkan komponen kegiatan, yaitu:
a. Komponen 1: Bantuan Penyediaan Perumahan Berbasis Tabungan
(BP2BT); atau
b. Komponen 2: Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS)
Terkait mekanisme pengelolaan pengaduan NAHP dalam bentuk diagram alir
akan dijelaskan dalam Lampiran 6.
2. Penggolongan Pengaduan
PIU NAHP sebagai unit yang bertanggung jawab terhadap Pengelolaan
Pengaduan NAHP akan didukung oleh konsultan Advisory NAHP untuk
menerima, mencatat setiap materi pengaduan, melakukan telaah dan
menggolongkan pengaduan menjadi dua kategori:
a. Pengaduan Umum
b. Pengaduan Khusus
Penggolongan pengaduan dimaksudkan agar memudahkan dalam
pengelolaan maupun dalam tindak turun tangannya. Terkait dengan tindak
turun tangan pengaduan NAHP dalam bentuk diagram alir akan dijelaskan
pada lampiran 6.

5.4.3. Prosedur Pengelolaan Pengaduan


Pengaduan dari masyarakat dapat diterima melalui:
1. nomor whatsApp pengaduan NAHP: 0813 5000 5238;
2. pengaduan online National Affordable Housing Program (NAHP);
3. alamat email pengaduan NAHP: pengaduan.nahp@nahp.co.id;
4. portal satu pintu Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat di
website http://pu.go.id/saran/input-saran; atau
5. sumber lain, yaitu: e-bsps, laporan konsultan, hasil audit atau hasil kunjungan.
Seluruh pengaduan yang masuk dari masyarakat, kemudian dikelola dengan
langkah-langkah sebagai berikut:
1. Registrasi;
2. Klarifikasi dan Validasi Data;
3. Tindak Turun Tangan Pengaduan;
4. Pemantauan; dan
5. Diseminasi.
Terkait dengan Langkah-langkah pengelolaan pengaduan NAHP dlam bentuk
bagan akan dijelaskan melalui alur dibawah ini.

164
Gambar 5.2

Alur Pengelolaan Pengaduan

PENGADUAN
MASYARAKAT

KLARIFIKASI

PENGADUAN UMUM REGISTRASI PENGADUAN KHUSUS

TIDAK
TANGGAPAN KLARIFIKASI

YA
YA/TIDA YA/TIDA

PERUMUSAN MASALAH AMBIL ALIH PENANGANAN


TIDAK
PEMANTAUAN

TINDAK TURUN TANGAN

TIDAK
YA/TIDA
K

Y
A
TIDAK
SELESAI - DESIMINASI

Seluruh pengaduan wajib dilakukan pendataan, pengadministrasian, dilakukan


registrasi, dan monitoring terhadap proses penyelesaian menurut tugas dan fungsi
serta derajat dari masing-masing unit pengelola pengaduan diatur dalam SOP
Penanganan Pengaduan Bab II Pengelolaan Pengaduan (halaman 10-24)

5.4.4. Tindak Turun Tangan Pengaduan


1. Menanggapi Pengaduan Umum
Menanggapi pengadian umum adalah menjawab pertanyaan atau pengaduan
dari masyarakat tentang:
a. Permintaan informasi adalah permintaan keterangan, pernyataan,
gagasan, dan tanda-tanda yang mengandung nilai, makna, dan pesan,
baik data, fakta maupun penjelasannya yang dapat dilihat, didengar, dan

165
dibaca yang disajikan dalam berbagai kemasan dan format sesuai dengan
perkembangan teknologi informasi dan komunikasi secara elektronik
ataupun non-elektronik.
b. Kritik adalah proses analisis dan evaluasi terhadap sesuatu dengan tujuan
untuk meningkatkan pemahaman, memperluas apresiasi, atau membantu
memperbaiki pekerjaan.
c. Saran adalah sebuah hal yang berupa usulan, anjuran ataupun solusi
terhadap suatu hal baik itu bisa berupa permasalahan, situasi yang sedang
membutuhkan pendapat ataupun masukan dalam melakukan suatu hal.
d. Berita/laporan adalah suatu bentuk penyampaian berita, keterangan,
pemberitahuan ataupun pertanggungjawaban baik secara lisan maupun
secara tertulis.
2. Pengaduan Khusus
Pengaduan khusus adalah semua pengaduan yang tidak termasuk dalam
pengaduan umum namun terkait dengan implementasi program, yaitu:
a. Penyimpangan prosedur, adalah pengaduan implementasi di lapangan
yang ditengarai karena adanya penyimpangan ketentuan/prosedur
Progam NAHP yang berpotensi menimbulkan kerugian atau tidak
terselesaikannya pekerjaan.
Contoh:
• penyimpangan dana;
• pengkondisian pemenang supplier material;
• kualitas bahan bangunan tidak memenuhi standar; atau
• terjadi kekurangan volume pekerjaan namun dana sudah habis.
b. Pengaduan yang berkaitan dengan adanya kejadian yang mengarah pada
kondisi force majeure/kahar (suatu keadaan yang terjadi di luar
kemampuan manusia) dalam pelaksanaan program BP2BT maupun
BSPS.
Contoh:
• material yang terkirim terkena banjir.
• Kerusakan bangunan akibat adanya bencana alam, atau
• penerima bantuan meninggal dunia.
c. Pengaduan terkait aspek lingkungan dan sosial adalah pengaduan yang
berkaitan dengan adanya potensi keamanan, konflik sosial dan
terganggunya kesehatan dan keseimbangan lingkungan pada saat
pelaksanaan program.
Contoh:

166
• penggunaan material untuk atap atau langit-langit yang tidak
memenuhi standar kesehatan, seperti mengandung asbes;
• penggunaan bahan bangunan dari material alam yang diperoleh tanpa
mengindahkan keseimbangan lingkungan;
• konflik di masyarakat yang muncul karena tidak memperoleh akses
bantuan program;
• intervensi negatif dari pihak ketiga pada proses pelaksanaan program;
atau
• penyumbatan saluran air di sekitar lokasi pembangunan.
d. Pengaduan terkait dengan Gender adalah pengaduan yang disebabkan
adanya perlakuan perbedaan konstruksi sosial antara laki-laki dan
perempuan yang terjadi pada proses pelaksanaan kegiatan.
Contoh:
• tidak melibatkan perwakilan dari kaum perempuan dalam
pengambilan keputusan pada saat Forum Rembug Warga, atau
• kaum perempuan tidak dilibatkan dalam kegiatan rapat di desa.
Mekanisme dan tata cara tindak turun tangan pengaduan khusus secara rinci
akan dijelaskan pada bab III SOP Penanganan Pengaduan NAHP.

5.4.5. Derajat Penanganan Pengaduan


Penanganan dilaksanakan secara berjenjang. Derajat Penanganan Pengaduan
(DPP) digunakan untuk menentukan pada tingkat mana suatu pengaduan harus
mendapat dukungan yang optimal dalam rangka mendorong percepatan
penyelesaian pengaduan. Penentuan derajat penanganan pengaduan dilakukan
oleh masyarakat, pelaku program, konsultan tingkat kabupaten, provinsi/wilayah
dan konsultan tingkat nasional NAHP melalui forum musyawarah secara berjenjang
dan dievaluasi setiap bulan atau sewaktu-waktu disesuaikan dengan progres,
dampak dan tingkat kesulitan penanganan, sebagaimana terlampir dalam Lampiran
5.

5.4.6. Pengaduan Dinyatakan Selesai


Pengaduan dinyatakan selesai, apabila telah dilakukan langkah-langkah nyata dan
memadai sesuai dengan materi yang diadukan dan pelapor tidak memberikan
respon lanjutan atas penyelesaian yang telah dilakukan dengan kriteria sebagai
berikut:
1. apabila terkait pengaduan umum, maka dapat dilakukan dengan menjawab
permintaan informasi, kritik, saran, atau berita/laporan kepada pengadu dan
tidak ada sanggahan dari pengaduan.
2. apabila terkait pengaduan khusus, maka dapat dilakukan dengan merevisi
167
pekerjaan dan disertai penyelesaian kelengkapan adminstrasi penyelesaian
pengembalian dana atau menyelesaikan kekurangan pekerjaan.
3. Jika ada pengaduan yang tidak dapat diselesaikan atau pengadu tidak puas
dengan penyelesaiannya maka dapat diajukan penyelesaiannya melalui
pengadilan atau di luar pengadilan (alternative dispute resolution) sesuai
kewenangan pada pemangku kepentingan program.

5.4.7. Pelaporan
Kompilasi tentang pengaduan yang muncul dan tindak lanjut penanganan, baik
yang telah ditangani maupun yang sedang dalam proses penanganan oleh tiap
jenjang.
Penjelasan tentang Mekanisme Pelaporan dan Penanganan Pengaduan lebih detail
ada di SOP Penanganan Pengaduan Sub bab 2.3. Time line Pengelolaan
Pengaduan NAHP (halaman 17-22)

5.4.8. Peran Pelaku dalam Penanganan Pengaduan


Konsultan dan fasilitator pendamping sangat besar peranannya dalam memfasilitasi
masyarakat untuk melakukan penanganan pengaduan, termasuk melakukan
pemantauan terhadap proses penanganannya sehingga perlu dilaksanakan
kegiatan peningkatan kapasitas terhadap para pelaku program yang terlibat dalam
penanganan pengaduan. Mengenai keterlibatan pelaku program dalam
penanganan pengaduan digambarkan pada Lampiran 6.
Selanjutnya tentang prosedur, mekanisme pengelolaaan dan tata cara tindak turun
tangan pengaduan akan dibahas secara rinci dalam SOP Pengelolaan Pengaduan
Masyarakat NAHP
.
5.5 Tata Kelola Anti Korupsi
Pelaksanaan seluruh komponen Program NAHP akan memperhatikan kaidah tata kelola
program yang baik serta prinsip-prinsip Anti-Korupsi yang dipedomani dalam peraturan-
peraturan Pemerintah Indonesia serta Bank Dunia2. Sebagaimana juga tercatat dalam
klausul perjanjian kerjasama NAHP antara Bank Dunia dan Pemerintah Indonesia,
kaidah serta prinsip-prinsip yang berlaku dipedomani dalam kelompok tugas pengelolaan
diantaranya pengelolaan keuangan, pengadaan, pelaporan, serta monitoring dan evaluasi.
Tata kelola ini sepenuhnya mengikuti berbagai definisi yang diatur dalam ketentuan oleh
Pemerintah Indonesia dan Bank Dunia. Dengan mempedomani hal ini, akan memberikan
penekanan dan meminimalkan risiko-risiko penyalahgunaan ataupun penyimpangan
selama pelaksanaan Program NAHP.

2 Guidelines on Preventing and Combating Fraud and Corruption in Projects Financed by IBRD Loans and IDA Credits
and Grants. Dated October 15, 2006 and Revised in January 2011 and as of July 1, 2016
168
5.6 Keterbukaan informasi

Informasi pelaksanaan Program NAHP secara umum disampaikan melalui situs informasi
Kementerian PUPR (www.pu.go.id) 3. Informasi ini mencakup dokumen proyek seperti
petunjuk teknis, daftar kegiatan, lokasi, pelaksana kegiatan, dan alamat korespondensi.
Prinsip umum dalam keterbukaan informasi mengedepankan aksesibilitas informasi oleh
publik, ketepatan isi dan sasaran, pemutakhiran informasi serta dapat
dipertanggungjawabkan. Dalam struktur pelaksana kegiatan (PMC dan PIU), unit
komunikasi publik memiliki tugas utama dalam menyajikan informasi kegiatan NAHP
dengan tepat dan akurat.
Dari tiga komponen kegiatan yang dimiliki, Komponen 1 (BP2BT) dan Komponen 2
(BSPS) menggunakan sarana website yang dikelola oleh masing-masing pelaksana
kegiatan. Khusus untuk BSPS, penggunaan website tidak hanya terbatas pada informasi
kegiatan tetapi juga mencakup pelaporan oleh pelaksana lapangan dan pengawasan
oleh kementerian. Program BSPS telah memanfaatkan website sebagai portal informasi
sejak tahun 2015 hingga sekarang. Melalui mekanisme formal di Kementerian PUPR,
masyarakat umum dapat mengakses informasi lainnya yang tidak tercantum dalam
website BSPS dengan mengirimkan permintaan resmi kepada Pusat Data dan Informasi
(Pusdatin) di Kementerian PUPR. Permintaan informasi/data akan ditindak lanjuti oleh
Pusdatin kepada Pejabat Pengelola Informasi dan Data (PPID) di Direktorat terkait.
Selain dikelola oleh masing-masing direktorat, pengelolaan keterbukaan informasi publik
juga telah dilakukan oleh PIU melalui Media Sosial dan website NAHP, yang di dalamnya
menyajikan informasi tentang pelaksanaan kegiatan NAHP, informasi tentang pengaduan,
dan informasi atau berita yang terkait dengan best practices pelaksanaan kegiatan NAHP.
Dalam pelaksanaan pemantauan dan evaluasi terhadap hal tersebut Kepala PIU dibantu
oleh Asisten Bidang Keuangan dan Umum yang secara langsung berfungsi melakukan
pengawasan dengan dibantu oleh Tenaga Ahli MIS di konsultan Advisory.
Bagi kelompok tugas pengelolaan lainnya, seperti pengadaan, informasi rencana
pengadaan serta paket kegiatan NAHP yang dilelang akan terbuka dan dapat diakses oleh
publik melalui sistem pengadaan elektronik. Selain itu, pengumuman lelang juga dapat
menggunakan media cetak, papan pengumuman, atau media informasi lainnya. Selain
pengumuman lelang, jenis informasi lain terkait pengadaan telah diatur dalam bab
khusus pengadaan barang dan jasa. Begitu juga dengan pengelolaan keuangan dan
pengelolaan lingkungan dan sosial , informasi yang harus dapat diakses secara terbuka
oleh publik akan ditampilkan dalam satu situs informasi yang sama.

3 http://pu.go.id/saran/penjelasan
169
5.7 Pencegahan Risiko Kolusi, Fraud dan Nepotisme

Pelaksana Program NAHP melakukan berbagai usaha pencegahan termasuk


mempedomani tata cara pengelolaan administrasi, keuangan dan pelaporan yang baik
serta keterbukaan pada saat pengawasan dan evaluasi program. Khusus dalam hal
ditemukan indikasi korupsi, pelaksana program menginformasikan kepada Bank Dunia
serta tindak lanjut yang akan dilakukan oleh pelaksana program terhadap indikasi tersebut.
Pelaksana program akan terbuka jika indikasi tersebut ditemukan oleh Bank Dunia pada
saat pengawasan atau hasil kunjungan lapangan. Untuk itu, komitmen keterbukaan
terhadap proses pengawasan program merupakan satu bagian dari prinsip tata kelola anti-
korupsi yang akan dipedomani selama pelaksanaan NAHP.
NAHP mengembangkan instrumen verifikasi output pelaksanaan bantuan perbaikan rumah
dalam pelaksanaan komponen BSPS. Instrumen verifikasi ini juga menyasar kepada
efisiensi dan kualitas output yang dihasilkan oleh penerima bantuan. Selain digunakan
sebagai input evaluasi, hasil verifikasi akan bermanfaat dalam kajian pengembangan
model BSPS termasuk besaran bantuan, model keswadayaan, atau teknik konstruksi
untuk peningkatan kualitas hasil perbaikan rumah. Dari hasil penjajakan selama
masa perencanaan program, diharapkan dalam pelaksanaan BSPS, instrumen verifikasi
ini dapat menjadi pendekatan baru dalam penilaian aspek keswadayaan dari penerima
bantuan.

5.8 Peran Serta Stakeholder Eksternal


Dalam design komponen NAHP, stakeholder eksternal memiliki peran aktif mulai dari
tingkat masyarakat, akademisi, ahli kebijakan, hingga profesional. Masing-masing
stakeholder eksternal dilibatkan dalam aspek perencanaan, pelaksanaan serta
pemantauan dan evaluasi. Secara umum, peran serta yang diharapkan dari setiap
individu/kelompok akan berfungsi secara paralel dengan unsur pelaksana program.
Pelibatan ini meliputi individu ataupun kelompok khusus dengan batasan-batasan yang
diberikan sesuai dengan aspek kegiatan yang terkait. Jika dinilai perlu, pelibatan
stakeholder eksternal juga akan dilengkapi dengan kerangka acuan atau TOR yang
disusun oleh pelaksana program.
Selama penyusunan design NAHP, tim Kementerian PUPR telah melakukan beberapa
event konsultasi publik dan diskusi teknis dengan unsur pemerintah dan non-
pemerintah. Unsur pemerintah terdiri dari lembaga pusat dan lembaga daerah, sedangkan
unsur non-pemerintah termasuk diantaranya lembaga penelitian, asosiasi, perkumpulan
profesional serta akademisi. Dalam pelaksanaan BSPS dan BP2BT, peran kelompok
masyarakat secara khusus di sebutkan pada saat penetapan penerima bantuan. BP2BT
juga memanfaatkan tenaga penilai/apraiser profesional dalam melakukan validasi calon
nasabah BP2BT untuk bank yang berpartisipasi. Validasi mencakup kelayakan

170
permohonan bantuan kelayakan unit rumah. Untuk mengakomodasi peran aktif lainnya,
BP2BT dan BSPS akan memanfaatkan mekanisme pengaduan masyarakat yang
difungsikan untuk mengelola laporan, saran dan pengaduan oleh masyarakat secara
umum atas pelaksanaan NAHP. Selama tahun 2019-2020, laporan dan pengaduan yang
telah diproses dan di respon oleh NAHP tercatat sebanyak 568 laporan (100%) untuk
Program BSPS dan sudah dilakukan proses penyelesaian. Pengembangan dan
penguatan mekanisme pengaduan didukung oleh kegiatan dukungan teknis di bawah
masing-masing komponen tersebut. Penjelasan terperinci serta kerangka kerja dukungan
teknis tersebut disusun dan dilampirkan dalam Pedoman Umum BP2BT dan BSPS.

5.9 Manajemen Multibencana


Berdasarkan data BNPB4, dari 513 kabupaten/Kota di Indonesia, 322 atau lebih dari 60%
nya memiliki risiko tinggi terhadap bencana. Posisi Indonesia pada “Pacific ring of fire”
menyebabkannya rentan terhadap bencana alam kebumian seperti gempa bumi dan erupsi
gunung berapi. Selain itu, perubahan iklim mengakibatkan cuaca ekstrim seperti curah
hujan yang tinggi, longsor, banjir, dan naiknya permukaan air laut. Bencana-bencana
tersebut berdampak langsung kepada manusia dan rumahnya.
Risiko dampak bencana terhadap rumah dan perumahan sangat bergantung kepada di
mana lokasi rumah itu dibangun. Rumah-rumah yang dibangun di lokasi dengan
kerawanan yang tinggi seperti di dekat garis pantai atau di lahan dengan kemiringan tinggi
lebih beresiko terhadap ancaman bencana. Kerentanan sosial seperti tingkat pendapatan
biasanya menjadi salah satu penyebab risiko tersebut. Mahalnya harga tanah dan harga
rumah di lokasi strategis dan aman, membuat MBR cenderung memiliki rumah di lokasi
kurang menguntungkan seperti daerah aliran sungai, pada lahan dengan ketinggian di
bawah permukaan laut, atau di daerah yang telah berulang kali menerima ancaman
bencana, seperti banjir dan longsor. Dalam jumlah banyak seperti di daerah dengan tingkat
kepadatan tinggi dengan perencanaan yang buruk, ancaman ini meningkat berkali-kali lipat
karena minimnya area evakuasi saat bencana terjadi serta kondisi rumah yang tidak sesuai
dengan standard keamanan bangunan RTLH. Perkembangan RTLH yang tidak terkendali
di kemudian hari juga akan menyebabkan munculnya area kumuh baru.
Langkah mitigasi risiko bencana melalui NAHP dilakukan melalui:
1. Melakukan kajian kelayakan properti termasuk standar konstruksi dan fasilitas
dasar untuk memastikan rumah yang akan dibeli melalui BP2BT memiliki kerentanan
yang kecil atau tidak ada sama sekali dari ancaman bencana di atas.
2. Melakukan beberapa upaya penyesuaian pelaksanaan BSPS: (i) melakukan kajian
cepat, singkat sederhana terhadap ancaman bencana dan perubahan iklim pada

171
rumah-rumah yang akan dibantu; (ii) mengembangkan petunjuk teknis yang lebih
responsif untuk mengurangi kerentanan rumah-rumah yang akan diperbaiki terhadap
ancaman bencana hasil penilaian poin (i); (iii) meningkatkan kepedulian penerima
manfaat terhadap ancaman bencana dan langkah mitigasinya melalui
perbaikan/pembangunan rumah yang baik; (iv) meningkatkan kualitas pendampingan
dan fasilitasi untuk meningkatkan kapasitas SDM baik untuk TFL, pemerintah daerah,
dan pihak terkait mengenai kepedulian terhadap mitigasi bencana melalui rumah
swadaya; dan (v) melalui pelibatan aktif penerima bantuan dalam pelaksanaan
program. Upaya-upaya di atas guna mewujudkan rumah layak huni yang
memenuhi standar keamanan, luasan, dan kesehatan.
3. Diusahakan bahwa lokasi rumah yang dibantu tidak berada pada kawasan rawan
bencana.
4. Struktur bangunan dan kekuatan rumah harus disesuaikan dengan potensi bencana
yang sering terjadi di kawasan rumah berada, seperti banjir, gempa, atau tanah
bergeser.

5.10 Pemantauan, Evaluasi, dan Pelaporan Kegiatan


Pelaporan merupakan proses penyajian data dan informasi secara tepat dan akurat yang
merupakan bagian penting dari pemantauan dan evaluasi yang memuat hasil pelaksanaan
program baik pusat dan daerah. Tujuan pelaporan untuk menunjukan atau menggambarkan
perkembangan atau kemajuan setiap tahapan pelaksanaan program, kendala atau
permasalahan yang terjadi, dan tingkat pencapaian tujuan dan sasaran NAHP.

5.11.1. Pemantauan, Pengawasan dan Evaluasi


1. Pengertian Pemantauan, Pengawasan dan Evaluasi
a. Pemantauan
Pemantauan merupakan pengumpulan data secara periodik dan
berkelanjutan yang ditujukan untuk memberikan informasi kepada
pengelola program dan pemangku kepentingan tentang indikasi awal
kemauan dan kekurangan pelaksanaan program dalam rangka perbaikan
untuk mencapai tujuan program. Proses pemantauan dilakukan selama
siklus program, dimulai dari persiapan, perencanaan, pelaksanaan, dan
pemanfaatan. Hasil kegiatan pemantauan digunakan untuk memperbaiki
kualitas pelaksanaan dan penyesuaian terhadap perencanaan.
Kegiatan pemantauan dalam NAHP mempunyai ruang lingkup seluruh
kegiatan komponen program, yaitu: komponen 1: BP2BT, komponen 2:
BSPS, dan komponen 3: Reformasi Kebijakan di Bidang Perumahan
akan dipantau secara berkala per 3 (tiga) bulan, terutama untuk
mendapatkan informasi atas status pendampingan masyarakat,
172
perkembangan kemajuan penyaluran bantuan, pencapaian target
pemberian BP2BT dan BSPS, serta identifikasi berbagai tantangan dan
hambatan yang mungkin dihadapi dalam pelaksanaan program di
lapangan. Selain itu, pemantauan terhadap NAHP juga dilakukan atas
pengawasan dan pengendalian output bantuan rumah BSPS yaitu
melalui kegiatan pengawasan dengan metode rapid assessment.
Hasil pemantauan program diharapkan dapat ditindaklanjuti dengan
rekomendasi aksi perbaikan.
Berbagai indikator kinerja program, sebagaimana dilampirkan pada
Lampiran 1 pedoman ini, digunakan sebagai acuan dalam melakukan
pemantauan atas pencapaian target program. Sistem informasi yang
dibangun melalui NAHP: Sistem Teknologi Informasi BP2BT, SIRUS,
website NAHP dan HREIS menjadi sumber data dan informasi utama
dalam kegiatan pemantauan ini, yang akan dilanjutkan dengan
pemantauan langsung di lapangan ke beberapa lokasi yang dipilih sesuai
dengan penilaian risiko pelaksanaan program. Kegiatan pemantauan
keseluruhan program dilakukan di bawah koordinasi PIU dan
dilaksanakan oleh unit kerja di PIU.
b. Pengawasan
PIU melakukan pengawasan 3 (tiga) komponen NAHP secara regular.
Kegiatan yang dilakukan untuk menjaga kualitas dan volume
pelaksanaan kegiatan dan sebagai langkah antisipatif terhadap upaya
penyimpangan atau penyelewengan. Kegiatan pemantauan dalam NAHP
mempunyai ruang lingkup Seluruh kegiatan komponen program, yaitu;
komponen 1: BP2BT, komponen 2: BSPS, dan komponen 3: Reformasi
Kebijakan di Bidang Perumahan akan dipantau secara berkala
setidaknya satu kali dalam 3 (tiga) bulan, terutama untuk mendapatkan
informasi atas status pendampingan masyarakat, perkembangan
kemajuan penyaluran bantuan, pencapaian target pemberian BP2BT dan
BSPS, serta identifikasi berbagai tantangan dan hambatan yang mungkin
dihadapi dalam pelaksanaan program di lapangan.
c. Evaluasi
Evaluasi merupakan kegiatan yang dilakukan secara berkala untuk
menilai secara obyektif, manfaat, kinerja, dan efektifitas program yang
sedang berjalan atau telah selesai khususnya untuk mengetahui tentang
seberapa jauh pencapaian program terhadap target yang telah
ditetapkan. Kegiatan evaluasi dilakukan melalui pengukuran indikator

173
kinerja program, untuk mengetahui tingkat pencapaian tujuan utama
NAHP secara keseluruhan.
2. Maksud dan Tujuan Pemantauan, Pengawasan dan Evaluasi
a. Maksud pemantauan, pengawasan dan evaluasi dalam program yaitu:
1) Membantu para pelaku program (masyarakat, aparat pemerintah,
konsultan, dll) mengetahui kemajuan dan perkembangan yang telah
dicapai oleh program;
2) Membantu para pelaku program untuk mengecek apakah suatu
kegiatan berhasil diselesaikan sesuai dengan rencana atau tidak;
3) Membantu pelaku program untuk mengambil tindakan perbaikan atas
masalah yang ditemukan di lapangan; dan
4) Mendokumentasikan berbagai pengalaman yang muncul di dalam
pelaksanaan program dan dapat mengambil pelajaran dari
pengalaman yang terjadi tersebut.
b. Tujuan pemantauan, pengawasan dan evaluasi dalam program adalah
yaitu:
1) Memastikan pemanfaatan dana BSPS dan BP2BT sesuai dengan
prinsip, mekanisme dan prosedur;
2) Memastikan agar hasil-hasil selama tahap perencanaan diperoleh
melalui proses dan mekanisme yang benar;
3) Agar hasil kegiatan yang dilaksanakan BSPS dan BP2BT membawa
manfaat langsung oleh penerima manfaat;
4) Memastikan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan rencana yang telah
ditentukan;
5) Menjaga agar kualitas dari setiap kegiatan yang dilaksanakan
memenuhi kriteria yang telah ditetapkan; dan
6) Memastikan setiap pelaku program dapat menjalankan tugas dan
tanggung jawabnya secara baik sesuai dengan fungsinya masing-
masing.
3. Prinsip-Prinsip Pemantauan, Pengawasan dan Evaluasi
Pelaksanaan pemantauan, pengawasan dan evaluasi perlu didasarkan pada
kondisi nyata, motivasi dan keinginan yang kuat dari para pihak yang terkait
dalam Program NAHP. Kegiatan ini harus dianggap sebagai parameter
penting dalam meningkatkan kinerja program.
Prinsip-prinsip dalam pelaksanaan pemantauan, pengawasan dan evaluasi
sebagai berikut:
a. Obyektif dan profesional

174
Pelaksanaan pemantauan, pengawasan dan evaluasi dilakukan secara
profesional berdasarkan analisis data yang lengkap dan akurat agar
menghasilkan penilaian secara obyektif dan masukan yang tepat terhadap
pelaksanaan kebijakan. Pelaku program wajib melaporkan informasi
seakurat mungkin. Informasi harus diuji silang dengan sumber lain untuk
menjamin keakurasiannya. Informasi yang akurat dan berdasarkan fakta
dari sumber terpercaya yang dapat membantu untuk memperbaiki
program.
b. Transparan
Pemantauan, pengawasan dan evaluasi harus dilakukan di suatu
lingkungan yang mendorong kebebasan berbicara yang bertanggung
jawab. Hasil pemantauan dan evaluasi harus diketahui oleh banyak orang
terutama pihak-pihak yang terlibat dalam proses ini.
c. Partisipatif
Semua pelaku program, terutama masyarakat, fasilitator dan konsultan
harus bebas untuk berpartisipasi dan melaporkan berbagai masalah yang
dihadapi serta memberikan kontribusinya untuk perbaikan program.
d. Akuntabel
Pelaksanaan pemantauan, pengawasan dan evaluasi harus dapat
dipertanggungjawabkan secara internal maupun eksternal.
e. Berorientasi Solusi
Pelaksanaan pemantauan, pengawasan dan evaluasi serta
pembahasanan hasil-hasilnya diorientasikan untuk menemukan solusi
atas masalah yang terjadi dan karena itu dapat dimanfaatkan sebagai
pijakan untuk peningkatan kinerja.
f. Terintegrasi
Kegiatan pemantauan, pengawasan dan evaluasi yang dilakukan baik oleh
PIU dan unit kerja PIU serta konsultan harus menjadi satu kesatuan yang
utuh dan saling melengkapi. Selain itu, kegiatan pemantauan,
pengawasan dan evaluasi oleh PIU dan unit kerja PIU serta konsultan juga
harus terintegrasi dengan kegiatan pemantauan dan pengawasan yang
dilakukan oleh masyarakat. PIU dan unit kerja PIU serta konsultan tidak
mungkin melakukan pengawasan dan pemantauan kegiatan di lapangan
setiap saat sehingga peran masyarakat untuk memantau dan mengawasi
program menjadi penting.
g. Berbasis indikator kinerja

175
Pelaksanaan pemantauan, pengawasan dan evaluasi dilakukan
berdasarkan kriteria atau indikator kinerja, baik indikator masukan, proses,
keluaran, manfaat maupun dampak program.
4. Dukungan untuk Melakukan Pemantauan, Pengawasan dan Evaluasi
a. Karena pemantauan, pengawasan dan evaluasi dibuat untuk melihat
perkembangan serta capaian program di lapangan, maka kegiatan di
lapangan harus sudah dirumuskan dalam bentuk perencanaan yang jelas
termasuk target capaian dan tujuannya. Dokumen-dokumen perencanaan
haruslah lengkap dan mudah diakses.
b. Sebelum pemantauan, pengawasan dan evaluasi dilakukan, terlebih
dahulu harus ada perencanaan yang jelas untuk keperluan apa
pemantauan, pengawasan dan evaluasi dilakukan, siapa yang harus
dilibatkan, obyek apa yang akan dipantau, indikator penilaian serta
manfaat apa yang ingin diperoleh dari kegiatan ini.
5. Indikator Kinerja Program
Sebelum melakukan pemantauan, pengawasan dan evaluasi terlebih dahulu
indikator keberhasilan yang ingin dicapai dalam program harus diketahui.
Indikator yang digunakan dalam program yaitu:
a. Indikator Input
Sebagai parameter yang digunakan dalam mengukur jumlah sumberdaya
(dana/anggaran, penerima manfaat, SDM, peralatan/sarana-prasarana,
material lainnya) yang digunakan untuk mencapai tujuan program dengan
mempergunakan Data input Sistem Informasi Manajemen (SIM) NAHP
yang diisi oleh konsultan dilapangan.
b. Indikator Proses
Sebagai parameter dalam menjelaskan perkembangan atau aktivitas yang
dilakukan atau sedang terjadi dalam pelaksanaan kegiatan yang dilakukan
melalui aplikasi BP2BT dan SIRUS.
c. Indikator Keluaran (Output)
Sebagai parameter dalam mengukur keluaran yang dihasilkan dari suatu
kegiatan, sejauhmana terlaksana sesuai rencana di dalam aplikasi BP2BT
dan SIRUS.
d. Indikator Hasil (Outcome)
Sebagai parameter yang digunakan dalam menggambarkan hasil nyata
dari keluaran suatu kegiatan dilapangan dan dipantau oleh konsultan.
e. Indikator Dampak (Impact)
Digunakan untuk mengetahui sejauh mana pencapaian tujuan umum dari
program yang dilakukan oleh Tim Independen/Tim Survei Kepuasan.

176
Penjabaran dari indikator-indikator tersebut di atas tertuang akan
dipersiapkan tersendiri.
6. Kegiatan Pemantauan, Pengawasan dan Evaluasi
a. Berdasarkan Subyeknya
Berdasarkan subyek pelaksana kegiatan pemantauan, pengawasan dan
evaluasi dalam program dapat digolongkan menjadi dua golongan yaitu
internal dan eksternal.
Pemantauan, pengawasan dan evaluasi internal didefinisikan sebagai
kegiatan yang dilakukan oleh para pelaku baik yang terlibat secara
langsung maupun tidak langsung dalam program, misalnya:
1) Masyarakat dan pelaku di desa;
2) Tim Verifikasi BSPS, Tenaga Fasilitator Lapangan, Konsultan
Kabupaten (Korkab/TPP Kabupaten), Konsultan Provinsi (KI
BSPS/TPP Provinsi) dan Konsultan Nasional;
3) Aparat kecamatan; dan
4) Provinsi dan Pusat.
Pemantauan, pengawasan dan evaluasi eksternal didefinisikan sebagai
kegiatan yang dilakukan secara independen oleh pihak luar.
Untuk kegiatan pemantauan dan pengawasan eksternal, program
melibatkan secara khusus beberapa lembaga, yaitu:
1) Inspektorat Daerah; dan
2) Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia.
Untuk kegiatan evaluasi terhadap indikator dampak, program melibatkan
pihak luar yang dibantu oleh staff program untuk melakukan Survey/Studi
Dampak terhadap pelaksanaan program. Pihak luar dimaksud bisa berasal
dari perguruan tinggi, lembaga penelitian maupun LSM yang
berkompeten.
b. Berdasarkan Waktu
Berdasarkan waktu, kegiatan pemantauan, pengawasan dan evaluasi
yang dilakukan dalam program yaitu:
1) Secara Rutin
Pemantauan, pengawasan dan evaluasi secara rutin/berkala dalam
kurun waktu per 3 (tiga) bulan yang merupakan tanggung jawab PIU,
Unit Kerja PIU, Konsultan Nasional NAHP, Konsultan Provinsi,
Konsultan Kabupaten, aparat dan masyarakat termasuk perangkat
desa didalamnya. Mereka secara rutin wajib melakukan pemeriksaan
untuk bisa mengetahui apakah kegiatan program sudah berjalan
sesuai dengan rencana dan ketentuan yang ada.

177
Kegiatan ini dilakukan dalam bentuk:
a) Pemantauan partisipatif oleh masyarakat;
b) Supervisi rutin (kunjungan lapangan) konsultan (pusat, provinsi
dan kabupaten);
c) Peninjauan internal oleh konsultan terhadap dokumen
perencanaan kegiatan, pelaksanaan dan pelaporan kegioatan.
d) Pemantauan oleh pemerintah yang berwenang dan terlibat
langsung dalam program
2) Secara Berkala
Kegiatan pemantauan, pengawasan dan evaluasi yang dilakukan
secara berkala yaitu:
a) Implementation Support Mission World Bank.
b) Pengawasan dan Pengendalian oleh PIU dan Unit Kerja dari PIU
NAHP
c) Audit Internal
Audit internal dilakukan secara berkala terutama oleh PIU dan Unit
Kerja dari PIU NAHP yang didukung konsultan NAHP dengan
melakukan penilaian dan pemeriksaan terhadap proses pelaksanaan
kegiatan di lapangan.
a) Memberikan penilaian dan rekomendasi terhadap proses
pelaksanaan pengawasan dan pengendalian internal di setiap
tingkatan konsultan sesuai dengan Sistem Pengawasan Internal
dalam program (desentralisasi dan berjenjang);
b) Memberikan penilaian dan rekomendasi terhadap kualitas
pelaksanaan dari setiap tahapan kegiatan serta pelaksanaan
prinsip-prinsip program; dan
c) Memberikan penilaian terhadap tertib administrasi dan laporan
keuangan.
d) Audit Eksternal oleh BPK yang dilakukan dilakukan sekali dalam
setahun dan dilakukan di beberapa provinsi terpilih sebagai
sampel.
e) Audit Internal oleh Inspektorat Jenderal (Itjen) Kementerian PUPR
maupun Kementerian Dalam Negeri yang akan dilakukan sesuai
kebutuhan.
3) Secara Insidentil
Kegiatan pemantauan maupun evaluasi yang dilakukan secara
insidentil yaitu:
a) Pemantauan penanganan pengaduan;

178
Yaitu terkait pemantauan terhadap proses penanganan
pengaduan oleh PIU dan Unit Kerja dari PIU yang didukung oleh
konsultan. Sehingga diperlukan sistem atau standar penanganan
pengaduan yang mengatur langkah-langkah dalam mencatat dan
menelusuri setiap pertanyaan atau pengaduan tentang program.
Hal ini memiliki tujuan untuk memantau dan memastikan proses
penanganan ataupun pertanyaan sudah dijawab dan diselesaikan
dengan segera.
b) Evaluasi Tematik
Secara insidentil akan dilakukan evaluasi mengenai isu-isu
tertentu yang muncul pada saat implementasi program.
7. Metode Pemantauan, Pengawasan dan Evaluasi
Metode untuk melakukan kegiatan pemantauan, pengawasan dan evaluasi
dalam program secara garis besar dilakukan dengan pendekatan, yatu:
a. Pendekatan Partisipatif
Merupakan proses kegiatan pemantauan, pengawasan dan evaluasi
dilaksanakan dengan cara mendorong keterlibatan masyarakat untuk
berpartisipasi dalam pelaksanaan program. Dalam hal ini masyarakat
akan diajak untuk Bersama-sama berproses dalam suatu kegiatan
program agar bertanggung jawab untuk memantau dan mengawasi
proses kegiatan program tersebut.
b. Pendekatan Konvensional
Kegiatan pemantauan, pengawasan maupun evaluasi secara
konvensional utamanya digunakan untuk suatu kegiatan yang berkaitan
dengan indikator kinerja pelaku program.
8. Penyampaian Hasil Pemantauan, Pengawasan dan Evaluasi
Hal lain yang menjadi bagian penting dalam proses pemantauan,
pengawasan dan evaluasi adalah penyusunan laporan. Laporan ini berguna
untuk menyusun rencana tindak lanjut dari permasalahan-permasalahan
yang ditemukan.
a. Penyusunan Laporan Hasil Pemantauan dan Pengawasan
Setelah kegiatan pemantauan dan pengawasan dilakukan oleh
konsultan, maka bagi konsultan menyusun laporan paling lambat satu
minggu dan ditindaklanjuti dengan surat arahan peringatan dari yang
berwenang. Setelah kegiatan pemantauan dan pengawasan
dilaksanakan serta akan dikompilasi dalam laporan triwulan, semester,
dan tahunan sebagai bahan pembelajaran (Lesson Learn) untuk kegiatan
berikutnya

179
Laporan sekurang-kurangnya harus memuat hal-hal sebagai berikut:
1) Maksud dan tujuan;
2) Lokasi;
3) Objek pemantauan;
4) Kesimpulan hasil pemantauan dan pengawasan yang menjelaskan
tentang gambaran pencapaian dari aspek yang dipantau;
5) Isu-isu baru yang muncul pada saat dilakukan pemantauan; dan
6) Rekomendasi tindak lanjut atau apa yang sudah dan harus dilakukan
kemudian berkaitan dengan hal tersebut.
b. Penyampaian Laporan Hasil Pemantauan dan Pengawasan
Secara umum penyampaian laporan hasil pemantauan dan pengawasan
baik dari kegiatan supervisi rutin, berkala maupun insidentil diserahkan
maksimal 7 (tujuh) hari kerja setelah kegiatan pemantauan dilaksanakan.
9. Tindak Lanjut Laporan Hasil Pemantauan dan Pengawasan
Hasil kegiatan pemantauan dan pengawasan harus dibahas dan
ditindaklanjuti. Penerima laporan harus memberikan umpan balik terhadap
laporan yang diterimanya kepada pengirim laporan untuk kemudian
ditindaklanjuti kembali (berdialog).
10. Pemantauan, Pengawasan dan Evaluasi selama Pandemi Covid-19
Proses pemantuan, pengawasan dan evaluasi selama Pandemi Covid-19
Program NAHP berdasarkan Surat Edaran Menteri Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat Nomor 6/SE/M/2020 Tahun 2020 tentang Penanganan
Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) di Kementerian Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat; Surat Edaran Menteri Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat Nomor 15/SE/M/2020 Tahun 2020 tentang Penegakan
Protokol Kesehatan dan Keselamatan dalam Adaptasi Kebiasaan Baru di
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat; dan Instruksi Menteri
Pekerjaan Umum dan perumahan Rakyat Nomor 02/IN/M/2020 Tahun 2020
tentang Protokol Pencegahan Penyebaran Corona Virus Disease 2019
(Covid-19) dalam Penyelenggaraan Jasa Konstruksi.
Secara umum proses pemantauan, pengawasan dan evaluasi selama
pandemi Covid-19 sama dengan penjelasan di atas, namun untuk
menghindari peningkatan risiko, paparan dan kemungkinan penyebaran
Covid-19, perjalanan dinas dalam negeri dibatasi hanya perjalanan dinas yang
sangat penting dan mendesak, termasuk terkait pemantauan, pengawasan
dan evaluasi Program NAHP.
Proses pemantauan dan pengawasan Program NAHP selama Pandemi
Covid-19 lebih banyak dilakukan jarak jauh, secara daring dengan video

180
conference, serta dengan pemantauan laporan bulanan yang dilakukan
daerah. Proses evaluasi Program NAHP dilakukan secara rutin oleh PIU
NAHP, Direktorat terkait dan Konsultan Program NAHP, lebih banyak
dilakukan jarak jauh, secara daring dengan video conference.

5.11.2. Pelaporan
Salah satu tugas penting dari pengendalian program yaitu pelaporan tentang hasil
kegiatan yang telah dilakukan. Para konsultan program, bertanggung jawab untuk
membuat laporan seakurat mungkin dan tepat waktu kepada pemangku
kepentingan. Laporan juga merupakan salah satu instrumen yang dapat
dipergunakan dalam rangka pemantauan dan evaluasi.
Alur pelaporan merupakan mekanisme penyampaian laporan dari fasilitator di
lapangan kepada supervisor sebagai wujud pertanggungjawaban atas tugasnya.
Setiap konsultan berkewajiban mengumpulkan, mengkonsolidasikan dan
menganalisis data sesuai keahliannya serta melaporkan hasilnya pada setiap
bulan kepada supervisor di atasnya untuk selanjutnya disampaikan kepada PIU.

5.11 Partisipasi Inklusif


Program ini akan memastikan calon penerima manfaat dari kalangan lebih rentan
seperti rumah tangga yang dikepalai oleh perempuan, penyandang disabilitas,
masyarakat hukum adat dan orang tua diberikan kesempatan yang sama dalam
mengakses bantuan baik BP2BT maupun bantuan rumah swadaya. Selain itu, untuk
memastikan mereka mendapatkan pelayanan yang sama dari Lembaga Keuangan,
Pemerintah Daerah, dan Satker jika mereka menjadi penerima bantuan. Petunjuk Teknis
BSPS yang berlaku saat ini telah memberikan perhatian khusus terhadap kalangan rentan
(orang tua dan penyandang disabilitas) dengan memperbolehkan mereka mengalokasikan
dananya untuk biaya tukang. Pengembangan penerima manfaat yang dapat menerima
perlakuan khusus akan dilakukan selama program berjalan. Terkait isu kesetaraan gender,
pada tahap awal pelaksaaan program akan dilakukan kajian terhadap penilaian
kesetaraan gender untuk mengidentifikasi dan memitigasi praktik yang tidak sesuai di
kemudian hari

5.12 Keberlanjutan Program


Keberlanjutan program diwujudkan dari berbagai aspek, yaitu: kolaborasi intensif antara
pihak pelaksana, desain program yang berkelanjutan, pengembangan sistem
manajemen informasi berbasis teknologi, rencana peningkatan kapasitas pemangku
kepentingan di level pusat dan daerah, serta masukan untuk reformasi kebijakan
perumahan secara keseluruhan. Kolaborasi intensif telah dimulai sejak penyusunan

181
Peta Jalan Reformasi Kebijakan Perumahan Indonesia yang telah diterbitkan oleh
Bappenas tahun 2015. Peta Jalan ini menjadi salah satu acuan penyusunan RPJMN
2015-2019 bidang perumahan yang kemudian diimplementasikan salah satunya melalui
program Sejuta Rumah di bawah pemerintahan Presiden Jokowi. Peta Jalan ini juga
akan menjadi salah satu acuan NAHP terutama komponen yang sifatnya dukungan teknis.
NAHP merancang program dan petunjuk teknis BP2BT secara menyeluruh di
Komponen 1; memberikan rekomendasi penyempurnaan petunjuk teknis program BSPS
di Komponen 2; dan rancangan pedoman umum dan draft regulasi melalui dukungan
teknis di Komponen 2 dan Komponen 3. Desain program dan kegiatan dibuat untuk
dapat dimanfaatkan dalam jangka panjang, tidak dibatasi pada masa efektif NAHP.
Program yang dirancang juga diharapkan dapat diduplikasi di level pemerintahan yang
lebih kecil dan/atau menjadi acuan pengembangan kebijakan perumahan di masa
mendatang.
Sistem manajemen informasi berbasis teknologi dikembangkan untuk BP2BT, Perumahan
Swadaya, dan sektor perumahan keseluruhan HREIS. Untuk BP2BT, hal ini dilakukan
dengan pengembangan sistem administrasi otomatis yang menghubungkan Bank
peminjam dan administratur BP2BT untuk proses administrasi yang lebih efisien dan
transparan. Untuk Perumahan Swadaya, sistem informasi yang digunakan saat ini akan
ditingkatkan kualitas dan cakupannya melalui pengembangan SIRUS sebagai media
pengelolaan dan peningkatan sistem fasilitasi penerima bantuan. Selain itu, NAHP juga
mengembangkan Housing and Real Estate Information System (HREIS) yang diharapkan
dapat memperluas akses masyarakat terhadap informasi pasokan rumah dan bantuan
pembiayaan yang ada.

182
Lampiran 1: Indikator Ketercapaian Program
Tujuan Pengembangan Program: Tujuan NAHP untuk meningkatkan akses masyarakat berpenghasilan rendah untuk menghuni rumah yang layak
dan terjangkau

Tabel
Project Development Objectives Indicators by Objective/ Outcome Komponen 1 BP2BT

Target
Intermediate Targets Akhir/
Feb 2023 Penanggung
No. Indikator Baseline Sumber Data/ Metodologi
1 2 3 4 5 6 Jawab Data
Des Des Des Des Des Des
2017 2018 2019 2020 2021 2022
Diperoleh data dari e-BP2BT Pengelola kegiatan BP2BT
Jumlah rumah tangga yang
Direktorat Pelaksanaan
dibantu untuk kepemilikan
0,00 0,00 3,00 5.000,00 6.500,00 22.000,00 32.000,00 32.000,00 Dimintakan datanya langsung ke Pembiayaan Perumahan
rumah terjangkau melalui
penanggung jawab kegiatan (dapat Ditjen Pembiayaan
1 program BP2BT
melalui SIM e-BP2BT) Infrastruktur
Definisi indikator:
Jumlah rumah tangga sasaran
menerima BP2BT oleh proyek

Tabel
Intermediate Results Indicators Komponen 1 BP2BT

Intermediate Targets
Sumber Data/ Penanggung
No. Indikator Baseline 1 2 3 4 5 6 Target Akhir
Metodologi Jawab Data
2017 2018 2019 2020 2021 2022

Komponen 1
Penerima BP2BT Diperoleh data dari e- 1. Pengelola
berasal dari BP2BT kegiatan BP2BT
kelompok Direktorat
1 masyarakat 0,00 0,00 0,00 75,00 80,00 80,00 80,00 80,00 Dimintakan datanya Pelaksanaan
berpenghasilan 60% langsung ke Pembiayaan
paling penanggung jawab Perumahan
(Persentase)
185
Intermediate Targets
Sumber Data/ Penanggung
No. Indikator Baseline 1 2 3 4 5 6 Target Akhir
Metodologi Jawab Data
2017 2018 2019 2020 2021 2022
Definisi indikator: kegiatan (dapat melalui Ditjen
SIM e-BP2BT) Pembiayaan
Persentase dari total Infrastruktur
penerima manfaat 2. Bank Pelaksana
BP2BT dengan
penghasilan 6 desil
terbawah

(penghasilan rumah
tangga sebesar 6 juta
rupiah)
Diperoleh data dari e- 1.Bank Pelaksana
Penerima manfaat
BP2BT
dari kelompok
masyarakat 0,00 0,00 - 9,00 10,00 10,00 10,00 10,00
2 Dimintakan datanya
berpenghasilan
langsung ke
tidak tetap
penanggung jawab
(Persentase)
kegiatan
Definisi indikator:

Persentase dari total


penerima manfaat
BP2BT dengan
penghasilan tidak
tetap
Diperoleh data dari e- Pengelola
Lembaga pemberi BP2BT kegiatan BP2BT
pinjaman yang Direktorat
berpartisipasi Pelaksanaan
dengan jumlah 0,00 0,00 1,00 2,00 3,00 3,00 3,00 3,00 Dimintakan datanya Pembiayaan
pinjaman >5% total langsung ke Perumahan
BP2BT dalam satu penanggung jawab Ditjen
tahun (Jumlah) kegiatan Pembiayaan
3 Infrastruktur
Definisi indikator:

Jumlah lembaga
pemberi pinjaman
yang berpartisipasi
dengan jumlah
pinjaman >5% total
BP2BT dalam volume
tahunan

186
Intermediate Targets
Sumber Data/ Penanggung
No. Indikator Baseline 1 2 3 4 5 6 Target Akhir
Metodologi Jawab Data
2017 2018 2019 2020 2021 2022
Diperoleh data dari e- 1. Pengelola
BP2BT kegiatan BP2BT
Direktorat
Peningkatan KPR Dimintakan datanya Pelaksanaan
melalui program 0,00 0,00 23.500,00 34.000.000,00 44.000.000,00 130.000.000,00 200.000.000,00 200.000.000,00 langsung ke Pembiayaan
BP2BT (dalam USD) penanggung jawab Perumahan
kegiatan Ditjen
4 Pembiayaan
Infrastruktur
2. Bank Pelaksana
Definisi Indikator:

Total jumlah
penerima KPR
melalui program
BP2BT
Hasil survei lapangan 1. Pengelola
kegiatan BP2BT
Diperoleh dari hasil Direktorat
Penerima manfaat survei (konsultan penilai Pelaksanaan
yang merasa puas kepuasan penerima Pembiayaan
atau sangat puas 0,00 0,00 0,00 0,00 79,60 80,00 80,00 80,00 bantuan) Perumahan
dengan program Ditjen
BP2BT (Persentase) Pembiayaan
Infrastruktur
2. Konsultan
5 pendukung
Definisi Indikator:

Penerima manfaat
merasa puas atau
sangat puas dengan
program BP2BT
berdasarkan
kecepatan penilaian
dan penyerahan
subsidi atau kualitas
dari unit rumah
Sistem IT BP2BT Diperoleh dari PIU Pengelola
dikembangkan dan NAHP kegiatan
6 Tidak Tidak Ya Ya Ya Ya Ya Ya BP2BT
di operasionalkan
(Ya/Tidak) Direktorat
Pelaksanaan

187
Intermediate Targets
Sumber Data/ Penanggung
No. Indikator Baseline 1 2 3 4 5 6 Target Akhir
Metodologi Jawab Data
2017 2018 2019 2020 2021 2022
Menanyakan/memeriksa Pembiayaan
kepada pengelola Perumahan
kegiatan BP2BT Ditjen Pembiayaan
Infrastruktur
Definisi Indikator:

Sistem IT sudah
tersedia/ siap
digunakan
1. Diperoleh data dari e- Pengelola kegiatan
BP2BT BP2BT
Unit rumah BP2BT 2. Hasil survei konsultan Direktorat
memenuhi KMP NAHP Pelaksanaan
persyaratan standar 0,00 0,00 0,00 16,00 35,00 50,00 55,00 55,00 Pembiayaan
konstruksi Memeriksa hasil survei Perumahan
minimum standar konstruksi dari Ditjen Pembiayaan
(Persentase) konsultan KMP Infrastruktur

7 Definisi Indikator:

Persentase dari unit


rumah BP2BT yang
memenuhi peraturan
yang relevan pada
kualitas konstruksi/
integritas structural,
terverifikasi melalui
monitoring dan
evaluasi pada
sampel.
Diperoleh data dari e- Pengelola kegiatan
Rekomendasi
BP2BT BP2BT
terhadap
Direktorat
pengembangan Meminta hasil
Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Ya Ya Pelaksanaan
model subsidi rekomendasi dari Pembiayaan
8 perumahan yang Pengelola kegiatan Perumahan
berkelanjutan BP2BT Ditjen Pembiayaan
(Ya/Tidak)
Infrastruktur
Tindakan:

Tidak ada perubahan

188
Intermediate Targets
Sumber Data/ Penanggung
No. Indikator Baseline 1 2 3 4 5 6 Target Akhir
Metodologi Jawab Data
2017 2018 2019 2020 2021 2022
Diperoleh data dari e- 1. Pengelola
BP2BT kegiatan BP2BT
Pengembangan dan Direktorat
uji coba skema HMF Meminta hasil Pelaksanaan
untuk rumah tangga N/A N/A N/A N/A Tidak Ya Ya Ya pengembangan dan uji Pembiayaan
berpenghasilan coba HMF dari Perumahan
9 rendah (Ya/Tidak) Pengelola kegiatan Ditjen
BP2BT Pembiayaan
Infrastruktur
2. Bank Pelaksana
Definisi Indikator:

Desain skema HMF,


regulasi, dan rencana
implementasi sudah
siap untuk uji coba

189
Tabel
Project Development Objectives Indicators by Objective/ Outcome Komponen 2 BSPS

Intermediate Targets
Target Penanggung
No. Indikator Baseline 1 2 3 4 5 6 Sumber Data/ Metodologi
Akhir Jawab Data
2017 2018 2019 2020 2021 2022
Jumlah rumah tangga Diperoleh dari SIRUS dan Pengelola kegiata BSPS
yang menerima e-BSPS Direktorat Rumah Swadya
perbaikan/ rekonstruksi 0,00 0,00 100.000,00 375.000,00 520.000,00 635.000,00 823.000,00 823.000,00 Ditjen Perumahan
secara stimulan melalui Melihat dan memeriksa
program BSPS SIRUS
Definisi Indikator:
1
Jumlah target rumah
tangga berpenghasilan
rendah yang menerima
program BSPS yang
dibiayai oleh dana
Pemerintah dan NAHP

Tabel
Intermediate Results Indicators Komponen 2 BSPS

Intermediate Targets
Target Sumber Data/ Penanggung
No. Indikator Baseline 1 2 3 4 5 6
Akhir Metodologi Jawab Data
2017 2018 2019 2020 2021 2022
Komponen 2
Unit rumah yang di Diperoleh dari SIRUS Pengelola kegiata BSPS
rekonstruksi dan e-BSPS Direktorat Rumah Swadya
dan/atau di perbaiki Ditjen Perumahan
harus `terverifikasi 0,00 0,00 70,00 75,00 80,00 85,00 90,00 90,00 Melihat dan
sebagai target memeriksa SIRUS
penerima manfaat
2 (Persentase)
Definisi Indikator:
Persentase dari rumah
yang di rehabilitasi
yang dimiliki oleh
rumah tangga yang
berpenghasilan lebih
190
Intermediate Targets
Target Sumber Data/ Penanggung
No. Indikator Baseline 1 2 3 4 5 6
Akhir Metodologi Jawab Data
2017 2018 2019 2020 2021 2022
rendah dari upah
minimum daerah dan
dibuktikan melalui
verifikasi keluaran
pihak ketiga
Implementasi BSPS Diperoleh dari SIRUS Pengelola kegiata BSPS
di kawasan dan e-BSPS Direktorat Rumah Swadya
20,00 0,00 30,00 30,00 35,00 35,00 35,00 35,00
perkotaan Ditjen Perumahan
(Persentase) Melihat dan
Definisi Indikator: memeriksa SIRUS
3
Persentase BSPS
(terwakili melalui
alokasinya)
implementasi di
kawasan perkotaan
Pengaduan dicatat 1. Diperoleh dari 1. Pengelola kegiata BSPS
dan diproses dalam SIRUS Direktorat Rumah Swadya
standar layanan 2. Diperoleh dari Ditjen Perumahan
yang diterapkan 0,00 65,00 65,00 70,00 70,00 70,00 75,00 75,00 Website 2. PIU NAHP
(dipilah berdasarkan Perumahan
jenis kelamin)
(Persentase) Menerima dan
4
Definisi Indikator: memeriksa
Hasil dari analisis konsolidasi
umpan balik yang pengaduan yang
menunjukkan dicatat dan diproses
persentase dari proses dalam standar
aduan dengan standar layanan
pelayanan
Penerima manfaat Hasil survei lapangan Pengelola kegiata BSPS
yang merasa puas Direktorat Rumah Swadya
atau sangat puas Melihat dan Ditjen Perumahan
dengan program memeriksa hasil
0,00 60,00 70,00 80,00 80,00 80,00 80,00 80,00
5 BSPS (dipilah survei lapangan
berdasarkan jenis
kelamin)
(Persentase)
Definisi Indikator:

191
Intermediate Targets
Target Sumber Data/ Penanggung
No. Indikator Baseline 1 2 3 4 5 6
Akhir Metodologi Jawab Data
2017 2018 2019 2020 2021 2022
Penerima manfaat
yang merasa puas
atau sangat puas
dengan program
BSPS (dipilah
berdasarkan jenis
kelamin)
Sistem IT BSPS Diperoleh dari PIU Pengelola kegiatan BSPS
dikembangkan dan NAHP Direktorat Rumah Swadya
Tidak Ya Ya Ya Ya Ya Ya
dioperasionalkan Menanyakan/ Ditjen Perumahan
6
(Ya/Tidak) memeriksa kepada
Definisi Indikator: pengelola kegiatan
Tidak BSPS
Sama dengan diatas
Sistem yang melacak 1. Diperoleh dari Pengelola kegiatan BSPS
dan menegakkan SIRUS Direktorat Rumah Swadya
kepatuhan 2. Konsultan KMP Ditjen Perumahan
konstruksi NAHP Melihat dan
perumahan BSPS memeriksa hasil
Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Ya Ya Ya
terhadap integritas dari SIRUS dan
7
struktural dan konsultan KMP
standar kesehatan NAHP
yang dikembangkan
(Ya/Tidak)
Definisi Indikator:
Sama dengan diatas
BSPS meningkatkan 1. Diperoleh dari Pengelola kegiatan BSPS
dan/ atau SIRUS Direktorat Rumah Swadya
membangun kembali 2. Konsultan KMP Ditjen Perumahan
unit rumah NAHP Melihat dan
terverifikasi untuk 0,00 0,00 10,00 25,00 40,00 50,00 55,00 55,00 memeriksa hasil
memenuhi kualitas dari SIRUS dan
8 konstruksi - standar konsultan KMP
integritas struktural NAHP
(Persentase)
Definisi Indikator:
Peningkatan dan
rekonstruksi unit
rumah BSPS

192
Intermediate Targets
Target Sumber Data/ Penanggung
No. Indikator Baseline 1 2 3 4 5 6
Akhir Metodologi Jawab Data
2017 2018 2019 2020 2021 2022
terverifikasi untuk
memenuhi kualitas
konstruksi – standar
integritas struktural
Teknologi 1. Konsultan KMP Pengelola kegiatan BSPS
ferosemen/ 2. Konsultan BSPS Direktorat Rumah Swadya
wiremesh diterapkan 3. SIRUS Melihat dan Ditjen Perumahan
untuk meningkatkan memeriksa hasil
ketahanan unit 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 3,00 3,00 3,00 dari SIRUS dan
rumah BSPS yang konultan KMP
ditingkatkan dan/ NAHP
atau dibangun
9 kembali (Persentase)
Tindakan:
% dari total dana
BSPS yang dibawahi
NAHP antara tahun
2021-2022 dengan
menggunakan
teknologi ferosemen/
wiremesh

193
2. Pengukuran PDO untuk Komponen 3

Tabel
Dukungan Teknis Reformasi Kebijakan

Intermediate Targets
Target Penanggung
No. Indikator Baseline 1 2 3 4 5 6 Sumber Data/ Metodologi
Akhir Jawab Data
2017 2018 2019 2020 2021 2022
Komponen 3
Pengembangan Diperoleh dari pengelola Pengelola kegiatan
Housing and Real proyek HREIS Direktorat Rumah Umum dan
Estate Information Direktorat Rumah Komersial
Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Ya Ya
System (HREIS) dibuat Umum dan Komersial Ditjen Perumahan
dan diimplementasikan
1 (Ya/Tidak) Meminta hasil
pengembangan HREIS
kepada Pengelola
Definisi Indikator:
kegiatan Direktorat
Sama dengan diatas
Rumah Umum dan
Komersial
Housing Policy Grand Diperoleh dari Direktorat Direktorat Sistem dan Strategi
Design dikembangkan Sistem dan Strategi Penyediaan Perumahan
dan dimasukkan kepada Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Ya Ya Penyediaan Perumahan
stakeholder utama
(Ya/Tidak) Meminta hasil
2
pengembangan HREIS
kepada Pengelola
Definisi Indikator:
kegiatan Direktorat
Sama dengan diatas Sistem dan Strategi
Penyediaan Perumahan
Pengaturan Pengelola proyek Pengelola kegiatan Direktorat
kelembagaan untuk kegiatan LGCB Sinkronisasi Urusan Pemda II
sektor perumahan Ditjen Bina Pembangunan
dikembangkan dan Meminta hasil Daerah
disajikan kepada pengembangan HREIS
3 stakeholder utama kepada Pengelola
Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Ya Ya Ya
Policy Strenghtening kegiatan Direktorat
and Local Government Sinkronisasi Urusan
Capacity Building on Pemda II
Housing and Human
Settlement (LGCB)
(Ya/Tidak)
Definisi Indikator:
Sama dengan diatas

194
Intermediate Targets
Target Penanggung
No. Indikator Baseline 1 2 3 4 5 6 Sumber Data/ Metodologi
Akhir Jawab Data
2017 2018 2019 2020 2021 2022
Rencana Perumahan Pengelola proyek Pengelola kegiatan ASSHPS
Terjangkau Pemerintah kegiatan ASSHPS Direktorat Rumah Umum dan
Daerah dikembangkan Komersial
Affordable Supply-Side 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 9,00 15,00 15,00 Meminta hasil Ditjen Perumahan
4 Housing Provisioning pengembangan HREIS
Study (ASSHPS) kepada Pengelola
(Jumlah) kegiatan
Definisi Indikator: Direktorat Rumah
Sama dengan diatas Umum dan Komersial
Pengembangan PPP for Pengelola proyek Direktorat Pengembangan
Affordable Housing Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Ya Ya Ya kegiatan PPP Sistem Dan Strategi
(Ya/Tidak) Penyelenggaraan Pembiayaan
Meminta hasil
pengembangan HREIS
kepada Pengelola
5
kegiatan
Tindakan:
Direktorat
Tidak ada perubahan
Pengembangan Sistem
Dan Strategi
Penyelenggaraan
Pembiayaan

195
Lampiran 2: Cheklist Pengelolaan Lingkungan dan Sosial

1. Komponen 1: BP2BT
1.a. Instrumen yang digunakan pada Komponen 1 (BP2BT) NAHP

No Tahapan Kegiatan Pelaku Indikator/ Prasyarat Instrument Pencatatan

A Tahap Kegiatan BP2BT

1. Penapisan lokasi Bank Pelaksana Lahan legal 1. Sertifikat Hak Milik serta tidak 1. Cek list LP1-A.1 oleh Bank.
bersengketa 2. Pengumpulan data PBG sampel dan Surat
2. IMB/PBG Pernyataan Pemeriksaan
3. Surat Pernyataan Pemeriksaan 3. Pengisian Form LP1-B.1
Sesuai tata ruang Kelayakan bangunan Rumah
Beserta Lampiran Form Ceklistnya.

2. Penapisan penerima Bank Pelaksana Tidak membedakan Daftar penerima bantuan 1. Pengumpulan data PB sampel
bantuan gender, Masyarakat Adat 2. Pengisian Form LP1-C.1 oleh Tenaga
atau kelompok/warga Pendamping
rentan

3 Penggunaan bahan Bank Pelaksana 1. Menggunakan material SLF/ pernyata-an LF dari MK, 1. Cek list LP1-A.2 oleh Pengembang
bangunan alam legal Dokumen uji petik 2. Pengumpulan data rumah sampel
2. Menggunakan material 3. Pengisian Form LP1-B.2
pabrikan legal

Tidak menggunakan
Asbestos dan Timbal

4 Pekerjaan fisik Pelaksana 1.Untuk bantuan Kegiatan konstruksi tidak


Konstruksi Kepemilikan Rumah mengganggu lingkungan
Tapak Umum/Sarusun
dilakukan oleh
Pengawas/MK
2.Untuk Bantuan Rumah
Swadaya
(Pembangunan/ Per-
baikan) dilakukan oleh
Tenaga Pendamping
atau pihak berkompeten
yang ditugaskan oleh
Satker

5 Pemeriksaan kualitas 1.Untuk bantuan Akses air minum tersedia


rumah Kepemilikan Rumah
Tapak Umum/Sarusun

196
No Tahapan Kegiatan Pelaku Indikator/ Prasyarat Instrument Pencatatan

dilakukan oleh Sanitasi dan saluran


Pengawas/MK drainase tersedia dengan
2.Untuk Bantuan Rumah kondisi yang baik
Swadaya
(Pembangunan/ Per-
baikan) dilakukan oleh
Tenaga Pendamping
atau pihak
berkompeten yang
ditugaskan oleh Satker

B Peningkatan Kapasitas

1 Sosialisasi ke Direktorat, PIU Materi ESMF Materi pembekalan Pencatatan oleh Tenaga Pendamping
Satker/PPK

2 Sosialisasi ke bank dan PPK BP2BT Materi mengandung ESMF Materi pembekalan Pencatatan oleh Tenaga Pendamping
pengembang

C Pelaporan

1 Analisis dan pelaporan Tenaga Ahli Lingkungan Data dan bukti tersedia Laporan Laporan oleh Tenaga Ahli Lingkungan dan
dan Sosial, PIU Sosial KMP PIU

197
1.b. Lembar Pengendali Komponen 1 (BP2BT) NAHP

Data Penerima Bantuan


Status Kerentanan

Jenis Kelamin (Laki-laki / Perempuan)

Indigenous People (Masyarakat


Female Head Household (Kepala
(Termasuk Kepela Keluarga)

Usia Lanjut (>= 60 tahun)

Keluarga Perempuan)
Jumlah Penghuni

Adat, Jika Ada)


Status Lahan
No
Status Status Jumlah Bank Pemberi

Difable
Nama
Perkawinan Pekerjaan Pendapatan Pinjaman

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13)

1. Sertifikat Hak
1. Single;
Milik.
Laki-laki atau 2. Kawin; Tetap/ Tidak Ya/ Ya/
Teks Angka Angka 2. Sertifikat Hak Nama Bank Ya/ Tidak Ya/ Tidak
Perempuan 3. Janda; Tetap Tidak Tidak
Pakai.
4. Duda
3. Tanah Girik.
1
2
3
4
5

198
Keberadaan Persetujuan Bangunan

5
4
3
2
1
(13)

Ada/
Gedung / dh. PBG

Tidak
Legalitas
Bangunan

Tidak berada di daerah rawan bencana

(14)

Ya/ Tidak
Material Kayu dari Sumber Legal

(15)

Ya/ Tidak
Material

Penggunaan Galian C dari Sumber Legal

(16)

Ya/ Tidak
Penggunaan Material dari
Alam (dari Developer/Toko

Penggunaan Asbestos dan Timbal


(17)

Ya/ Tidak
Penggunaan
Material Olahan

Jaringan PAM
(18)

Ada/ Tidak
Sumber Air Minum

Sumur/Bor/Lobang
(19)

Ada/ Tidak

Ketersediaan Septic Tank/Resapan


(20)

Ada/ Tidak
Drainase

Drainase Terhubung dengan Jaringan


(21)
Fasilitas Sanitasi dan

Drainase Lingkungan
Ya/ Tidak

Ketersediaan penanganan persampahan


(22)

Ada/ Tidak
Sampah

Ketersediaan Tempat Pembuangan


(23)

Sementara (TPS) Pada Lingkungan


Tempat Pembuangan

Ada/ Tidak

199
2. Komponen 2: BSPS
2.a. Instrumen yang digunakan pada Komponen 2: BSPS
No Tahapan Kegiatan Pelaku Indikator/Prasyarat Bukti Pencatatan

A Tahap Kegiatan BSPS

1 Penapisan melalui TFL, Korkab, Tim Lahan legal Surat tanah Diinput oleh Korkab Pada tabel 7 kolom no 2-
verifikasi CPB Verifikasi 11
Sesuai tata ruang Form B2

Tidak membedakan gender Daftar PB

2 Sosialisasi TFL, Korkab, Materi sosialisasi meliputi materi Materi sosialisasi Diinput oleh Korkab Pada tabel 7 kolom no 12
Kepala Desa/Lurah ESMF dan laporan sosialisasi

Keterlibatan gender termasuk BA hasil sosialisasi,


masyarakat adat jika ada foto

3 Pembelian bahan PB didampingi Menggunakan material alam legal PKS/nota angkut Diinput oleh Korkab Pada tabel 7 kolom no 13
bangunan TFL, Korkab Menggunakan Material pabrikan - 15
legal

Tidak menggunakan Asbestos dan DRPB


Timbal
4 Pekerjaan fisik PB didampingi Kegiatan konstruksi tidak Tidak ada aduan Diinput oleh Korkab Pada SIM NAHP/SIRUS
TFL, Korkab mengganggu lingkungan

5 Pemeriksaan kualitas TFL, Korkab Sanitasi dan saluran drainase Form RA Diinput oleh Korkab Pada tabel 7 kolom no 16
rumah tersedia dengan kondisi yang baik - 19.
Akses air minum tersedia

B Peningkatan Kapasitas
1 Pembekalan Satker/PPK Direktorat, PIU, Materi ESMF Materi pembekalan Pencatatan oleh Satker
Balai

2 Pembekalan TFL Satker, PPK Materi mengandung ESMF Materi pembekalan Pencatatan oleh Satker

C Pelaporan
1 Analisa dan pelaporan TA ESMF, PIU Data dan bukti tersedia Laporan Laporan oleh TA ESMF

200
2.b. Lembar Pengendali Komponen 2: BSPS

Data Penerima Bantuan Status Lahan

Jenis Kelamin (Laki-laki /


Status Kerentanan

Bukti kepemilikan lahan


(Termasuk Kepala
Jumlah Penghuni

Indigenous People
(Masyarakat Adat)
Perempuan)

Keluarga)

Female Head

yang sah
Usia Lanjut

Household
No Status Status Jumlah

Difable
Nama
Perkawinan Pekerjaan Pendapatan

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12)
Sertifikat / Akta Hibah
1. Single; / AJB / NIB / Izin
Laki-laki
2. Kawin; Tetap/ Tidak Ya/ Ya/ Menempati Tanah
Teks atau Angka Angka Ya/ Tidak Ya/ Tidak
3. Janda; Tetap Tidak Tidak Ulayat / Keterangan
Perempuan
4. Duda Pejabat Camat,
Kades.
1
2
3
4
5
6

201
202
Keterangan Penggunaan
Material Kayu dari Sumber

(13)
Legal

Ada/Tidak
Material)

Keterangan Penggunaan
Galian C dari Sumber
(14)

Legal
Ada/Tidak
Penggunaan Material dari Alam (dari Toko

Penggunaan Asbestos dna


(15)

Timbal
Olahan

Ada/Tidak
Penggunaan Material

Jaringan PAM
(16)
Ada/Tidak
Sumber Air Minum

Sumur/Bor/Lubang
(17)
Ada/Tidak

Ketersediaan Septic Tank/


(18)

Resapan
Ada/Tidak

Terhubung dengan
Jaringan Drainase
(19)

Lingkungan
Ya/Tidak
Fasilitas Sanitasi dan Drainase
3. Komponen 3: PPP

Nama Paket Pekerjaan :


Nomor dan tanggal kontrak :
Nomor dan tanggal SPMK :
Tanggal :

Progres Pelaksanaan

Nilai Penyerapan Rencana KegiatanKegiatan Ralisasi Kegiatan Kendala/Permasalahan Tindak Lanjut

Rp

203
Lampiran 3: Ringkasan Masalah Terkait Perlindungan bagi Komponen 3 Bantuan Teknis untuk Reformasi Kebijakan Perumahan

Tabel
Ringkasan Masalah Terkait Perlindungan bagi Komponen 3 - Bantuan
Teknis untuk Reformasi Kebijakan Perumahan

MASALAH TERKAIT PENGELOLAAN LINGKUNGAN


NO SUB KOMPONEN KEGIATAN DESKRIPSI
DAN SOSAL
1 Pengembangan Sistem Informasi Program akan mendukung pengembangan HREIS untuk dikelola Kegiatan ini diklasifikasikan sebagai Tipe 1. Bertujuan
Perumahan dan Real Estat (Housing oleh Kementerian PUPR untuk memberikan pelayanan: (a) tempat untuk memperkuat kapasitas Kementerian PUPR dan
And Real Estate Information System penyimpanan yang handal, terkini untuk data terkait perumahan terbatas pada perbaikan data terkait perumahan dan
- HREIS) dan data real estat yang dapat diakses publik terkait sisi sistem informasi, yang diantisipasi tidak ada dampak
penyediaan dan permintaan; dan (b) pusat pengetahuan yang lingkungan dan sosial yang langsung, tidak langsung
menyediakan analisis perumahan yang kuat dan wawasan tentang maupun terinduksi.
tantangan dunia perumahan, serta potensi dan kendalanya.
Komponen akan membiayai pengembangan SOP dan sistem IT
yang diperlukan untuk mengumpulkan data baru dan/atau data
yang sudah ada dari pemerintah daerah, kementerian,
perdagangan dan asosiasi profesional. HREIS akan menganalisis
database tersebut untuk mendukung analisa kecenderungan
perumahan dan laporan terkait industry perumahan.
2 Rekomendasi Kebijakan Perumahan Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk menyusun kebijakan dan Kegiatan ini akan memberikan dukungan dan memastikan
dalam Penyusunan Grand Desain strategi jangka panjang tentang implementasi perumahan dan pengelolaan lingkungan dan sosial merupakan bagian
Perumahan 2020-2045 (Housing permukiman sebagai referensi bagi semua pemangku dalam penyusunan kebijakan dan strategi jangka Panjang
Policy Recommendation in kepentingan dalam memberikan sarana secara serempak dan tentang implementasi perumahan dan permukiman
Preparation for Housing Grand sistematis untuk mengoptimalkan pemenuhan penyediaan
Design 2020-2045) perumahan yang memadai untuk semua warga negara.
3 Pengaturan kelembagaan Nasional Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk menyusun kebijakan dan Kegiatan ini akan memerikan dukungan melalui
Perumahan bagi Sektor Perumahan strategi jangka panjang tentang implementasi perumahan dan rekomendasi terkait pengelolaan lingkungan dan sosial
(National Housing Board) permukiman sebagai referensi bagi semua pemangku untuk mendukung pengaturan kelembagaan yang
kepentingan dalam memberikan sarana secara serempak dan merupakan bagian dari revitaliasi peran perumnas sebagai
sistematis untuk mengoptimalkan pemenuhan penyediaan pengembang utama untuk produksi perumahan umum dan
perumahan yang memadai untuk semua warga negara, yaitu memfasilitasi pembangunan Kembali dan implementasi
Untuk memperoleh ulasan komprehensif tentang pasar kebijakan perumahan
perumahan di Indonesia; Untuk melakukan studi komprehensif
tentang rantai nilai sisi pasokan di Indonesia, dari pra konstruksi
hingga pasca konstruksi; Untuk memberikan rekomendasi
tentang pengaturan kelembagaan untuk lembaga perumahan di
Indonesia; dan Untuk memberikan rekomendasi sebagai bagian
dari revitalisasi peran Perumnas, sebagai pengembang utama
Pemerintah Indonesia untuk produksi perumahan publik dan

204
MASALAH TERKAIT PENGELOLAAN LINGKUNGAN
NO SUB KOMPONEN KEGIATAN DESKRIPSI
DAN SOSAL
memfasilitasi pembangunan kembali dan implementasi kebijakan
perumahan.
4 Peningkatan Kapasitas Pemerintah Tujuan program ini adalah untuk memberikan bantuan teknis Kegiatan ini bertujuan untuk memperkuat kapasitas
Daerah (Local Government Capacity kepada Sub Unit Pelaksana Proyek Nasional (Sub pemerintah daerah terkait penyusunan dokumen rencana
Building - LGCB); NPIU/Direktorat Jenderal Pembangunan Daerah). Dukungan pembangunan dan pengembangan perumahan dan
teknis akan dalam kegiatan sehari-hari dengan komunikasi Kawasan permukiman yang kemungkinan memiliki
intensif dan aktif di tingkat lokal dan nasional. dampak lingkungan dan sosial baik yang langsung
Melakukan pemetaan kebutuhan peningkatan kapasitas maupun tidak langsung terkait kemudahan pendampingan
pemerintah daerah dalam penyelenggaraan urusan perumahan perizinan dan non perizinan pembangunan perumahan
dan Kawasan permukiman, Melakukan pendampingan msyarakat berpenghasilan rendah
pengarusutamaan urusan perumahan dan kawasan permukiman
(PKP) dalam proses perencanaan dan anggaran di daerah,
Melakukan pendampingan dalam penyusunan dokumen Rencana
Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan Kawasan
Permukiman (RP3KP), Melakukan pendampingan kemudahan
perizinan dan non perijinan pembangunan perumahan masyarakat
berpenghasilan rendah (MBR).
5 Kegiatan Kemitraan antara Tujuan kegiatan ini adalah untuk mendukung pelaksanaan proyek Dalam pelaksanaan pengelolaan lingkungan dan sosial
pemerintah dengan badan usaha percontohan perumahan terjangkau KPS (minimal 2 proyek) dan untuk mendukung pelaksanaan proyek percontohan
untuk Perumahan Terjangkau pengembangan model, sistem, dan perangkat KPS dan perumahan terjangkau KPS perlunya dukungan untuk
(Private Public Partnership pembiayaan untuk memperluas di luar program subsidi KPR yang melakukan alur kegiatan pengelolaan lingkungan dan
Affordable Housing Framework and dipimpin Pemerintah Indonesia saat ini. dan untuk mendorong sosial yang dimulai dari penapisan, pengelolaan dan
KPBU) penyediaan perumahan terjangkau yang berlokasi baik, dibangun pemantauan pada saat konstruksi, evaluasi dan pelaporan
dengan baik, memadai, aman, berkelanjutan, dan inklusif di pelaksanaan. Risiko lingkungan dan sosial yang mungkin
daerah perkotaan yang memenuhi tujuan SDG’s sambil muncul antara lain berkaitan dengan: penggunaan lahan
memaksimalkan pembiayaan swasta untuk pembangunan. (konversi lahan), penggunaan bahan dari alam (pasir, batu
dan kayu), penggunaan bahan bangunan lainnya,
kebutuhan air minum, produksi sampah domestik, dampak
sosial akibat penggunaan lahan dan dampak sosial
ekonomi lainnya, keamanan dan kesehatan lingkungan,
gangguan lingkungan pada saat konstruksi, dan
pengecualian terhadap masyarakat adat dan/atau
kelompok rentan.

205
Lampiran 4: Usulan Kerangka Rencana Pengelolaan Masyarakat Adat (IPP)

Judul Bab/Sub Bab Isi/Keterangan

1. DESKRIPSI PROYEK

Ringkasan Deskripsi kegiatan hilir/investasi (tentang batas wilayah, lokasi, jenis pekerjaan, ukuran daerah, daerah pengaruh,
dll)

2. RINGKASAN KAJIAN SOSIAL

2.1. Baseline Data dalam Masyarakat Adat

Informasi dasar dari karakteristik demografi, sosial, budaya, dan politik dari masyarakat adat, tanah dan wilayah tradisional yang
dimiliki atau yang dipergunakan atau ditempati dan sumber daya alam yang mereka bergantung Identifikasi stakeholder proyek
kunci dan elaborasi proses yang sesuai dengan budaya untuk konsultasi dengan masyarakat adat pada setiap tahap siklus proyek

2.2. Ringkasan hasil dari konsultasi bebas, sebelum, dan diinformasikan dengan masyarakat adat yang terkena dampak 'yang dilakukan selama persiapan
kegiatan dan menyebabkan dukungan masyarakat luas untuk hilir kegiatan/investasi
Identifikasi efek samping dan positif potensi hilir kegiatan/investasi dari masyarakat adat yang terkena dampak di daerah hilir
kegiatan/investasi 'pengaruh
Pengembangan langkah yang diperlukan untuk menghindari efek samping atau identifikasi langkah-langkah untuk meminimalkan,
memitigasi, atau mengkompensasi efek tersebut dan memastikan bahwa masyarakat adat menerima manfaat sesuai dengan
budaya dari hilir kegiatan/investasi
Mekanisme untuk mempersiapkan dan melaksanakan konsultasi publik dengan masyarakat adat (konsultasi mengenai
rancangan hilir kegiatan/investasi rencana, dll yang relevan), meliputi: penentuan lokasi dan jadwal konsultasi, penyebaran
informasi/undangan, dll
proses konsultasi publik
Hasil/resolusi dan kesepakatan bersama yang diperoleh selama pertemuan konsultasi.
Jumlah dan perwakilan organisasi/lembaga yang disampaikan oleh peserta dalam rapat konsultasi tersebut.

206
Judul Bab/Sub Bab Isi/Keterangan

2.3. Sebuah kerangka kerja untuk memastikan gratis, konsultasi sebelumnya, dan diinformasikan dengan masyarakat adat yang terkena dampak
selama pelaksanaan proyek

3. RENCANA KERJA (MASUKAN DARI HASIL KAJIAN SOSIAL)

3.1. Kegiatan untuk Masayarakat Adat untuk menerima manfaat social dan ekonomi

3.2. Kegiatan untuk dihindari, dikurangi, dikelola, atau kompensasi untuk dampak negatif

3.3. Tindakan untuk meningkatkan kapasitas manajemen proyek

3.4. Konsultasi dengan masyarakat adat yang terkena dampak mengenai draft dokumen Rencana Masyarakat Adat

4. ESTIMASI BIAYA DAN RENCANA PEMBIAYAAN


Dalam bentuk tabel yang berisi informasi tentang: jenis kegiatan, pihak yang bertanggung jawab, waktu/tonggak, biaya,
sumber dana, dan komentar.

5. PENGATURAN KELEMBAGAAN UNTUK MELAKSANAKAN RENCANA MASYARAKAT ADAT


Pihak yang bertanggungjawab untuk mengelola pelaksanaan Rencana
Pihak yang bertanggungjawab untuk melakukan pelaporan dan monitoring rencana masyarakat adat Pengaturan untuk monitoring
pelaksanaan rencana masyarakat adat oleh Masyarakat Adat

6. MEKANISME KELUHAN YANG DAPAT DIAKSES OLEH MASYARAKAT ADAT YANG TERKENA DAMPAK
Mekanisme untuk mengelola keluhan sesuai hasil kajian sosial

7. MONITORING PROYEK, EVALUASI DAN PELAPORAN PELAKSANAAN RENCANA MASYARAKAT ADAT


Mencakup pengaturan untuk melakukan free, prior, and informed consultation dengan masyarakat adat yang terkena dampak
Menjelaskan Rencana Kerja untuk melakukan montoring pelaksanaan rencana masyarakat adat dan mekanisme pelaporan.
Monitoring progress pelaksanaan rencana masyarakat adat
Monitoring proses pelaksanaan rencana masyarakat adat
Pelaporan (melaporkan kepada siapa, format laporan, dan jadwal penyampaian laporan).

LAMPIRAN

207
Judul Bab/Sub Bab Isi/Keterangan

Melampirkan dokumen asli atau kopi yang relevan untuk rencana masyarakat adat, sebagai contoh:
 Informasi mengenai kegiatan proyek (Peta)
 Tabel yang berisi data rona awal masyarakat adat
 Notulen penyampaian informasi dan rapat konsultasi
 Notulen Persetujuan terhadap Rencana Kompensasi (jika ada) berdasarkan konsultasi
 Dokumen lainnya yang relevan

208
Lampiran 5: Rencana Program Pelatihan dan Lokakarya Program NAHP

1. Rencana Pelaksanaan Pelatihan dan Lokakarya Program NAHP

PELATIHAN/LOKAKARYA Q1 Q2 Q3 Q4
1. Lokakarya Umum X
2. Lokakarta Tematik X X
Pelatihan
1. Pelatihan Dasar - Kepedulian Lingkungan dan Sosial (Awareness Raising) X
2. Peningkatan pemahaman terkait Daftar Negatif dan pelaksanaan penapisan ESMF X
3. Peningkatan pemahaman terkait bangunan rumah sehat X
4. Pelatihan untuk meningkatkan pemahaman dan pengisian instrumen X
5. Peningkatan Penerapan IMB dan Sertifikat Laik Fungsi X
6. Pelatihan ESMF untuk program NAHP X
7. Pelaporan dan pemantauan program NAHP X
8. Pelatihan pengelolaan potensi dampak lingkungan yang sederhana seperti good house keeping. X
9. Best Management Practices dalam pelaksanaan BP2BT dan BSPS X

209
2. Jenis Pelatihan dan Lokakarya Program NAHP

Program Pelatihan
Jenis Indikator Waktu
No. dan Pengembangan Tujuan Narasumber Partisipan
Pelatihan/Lokakarya Keberhasilan pelaksanaan
Kapasitas
1 Pelatihan Dasar Materi umum terkait Memberi landasan Para pihak, Di awal program Ahli lingkungan A. Tingkat Nasional
a. Kepedulian permasalahan motivasi untuk terutama unit di dan setahun sekali dan sosial senior  Tim Proyek NAHP
Lingkungan dan lingkungan dan sosial di menjadikan ESMF dalam Kemen sebagai dari akademisi Kementerian PUPR
Sosial (Awareness Indonesia, terutama sebagai acuan PUPR yang penyegaran dan atau konsultan.  PMU dan Staff
Raising) dalam hal perumahan dalam pengelolaan terlibat dalam jika ada staff baru B. Tingkat Pprovinsi
dan konstruksi aspek lingkungan program yang dilibatkan  Staff yang terlibat
bangunan. Juga dan sosial. memahami dalam komponen 3
mencakup materi konsep dasar terkait
tentang peraturan lingkungan, isu- C. Tingkat Kabupaten/Kota
perundangan isu yang ada serta  Satker
lingkungan dan sosial kerangka  PPK
yang berlaku. peraturan  Koordinator dan Tim
perundangan Ffasilitator Lapangan
yang berlaku.  Staff Pelayanan UMB
dan SLK
D. Tingkat Masyarakat

2 Pelatihan
Teknis/Tematik
a. Peningkatan Peningkatan Peningkatan Tenaga Pelatihan Kementerian A. Tingkat Nasional
pemahaman pemahaman terkait pemahaman terkait pendamping, dilakukan di PUPR,  Tim Proyek NAHP
terkait Daftar daftar negatid dan daftar negatif dan penerima quarter pertama Narasumber Ahli Kementerian PUPR
Negatif dan pelaksanaan penapisan pelaksanaan bantuan, bank dan sekali setahun Lingkungan dan B. Tingkat Pprovinsi
pelaksanaan ESMF untuk pelaku penapisan ESMF pengembang Sosial dan Bank  Staff yang terlibat
penapisan ESMF penapisan ESMF NAHP untuk pelaku memahami Dunia dalam komponen 3
penapisan ESMF terkait
NAHP C. Tingkat Kabupaten/Kota
 Satker
 PPK
 Koordinator dan Tim
Ffasilitator Lapangan
 Staff Pelayanan UMB
dan SLK
D. Tingkat Masyarakat
 Kelompok Swadaya
Masyarakat Toko
210
Program Pelatihan
Jenis Indikator Waktu
No. dan Pengembangan Tujuan Narasumber Partisipan
Pelatihan/Lokakarya Keberhasilan pelaksanaan
Kapasitas
Pemasok Bahan
Bangunan
b. Peningkatan Untuk Tenaga Pelatihan Kementerian
pemahaman Peningkatan bangunan meningkatkan pendamping, dilakukan di PUPR dan
terkait bangunan rumah sehat bagi pemahaman atau penerima quarter kedua Narasumber Ahli
rumah sehat Penerima bantuan dan mengetahuan bantuan, bank dan sekali setahun Lingkungan dan
Pengembang penerima bantuan pengembang Sosial
mengenai memahami
bangunan rumah
sehat

c. Pelatihan untuk Meningkatkan Meningkatkan Tenaga Pelatihan PUPR dan


meningkatkan pemahaman dan pengetahuan terkait pendamping, dilakukan di Narasumber Ahli
pemahaman dan Pengisian instrumen pengisian penerima quarter pertama Lingkungan dan
pengisian untuk tenaga instrument bantuan, bank dan sekali setahun Sosial
instrumen pendamping dilapangan untuk pengembang
tenaga pendamping memahami

d. Peningkatan Peningkatan Meningkatkan Proses Di awal program Kementerian E. Tingkat Nasional


Penerapan IMB Penerapan IMB dan kualitas pelayanan pengurusan IMB dan secara PUPR dan  Tim Proyek NAHP
dan Sertifikat Laik Sertifikat Laik Fungsi IMB dan lebih berkala setiap Narasumber Ahli Kementerian PUPR
Fungsi bagi karyawan di meningkatkan baik/transparan, tahun selama Lingkungan dan F. Tingkat Pprovinsi
Pemda yang pemahaman staff persyaratan teknis pelaksanaan Sosial  Staff yang terlibat
mengeluarkan/ terkait IMB dan yang sesuai NAHP. dalam komponen 3
memproses perizinan persyaratannya, antara di dokumen terkait
IMB dan SLF serta dampak dan di lapangan, G. Tingkat Kabupaten/Kota
lingkungan dan serta pengecekan  Satker
sosial terkait terhadap kelaikan  PPK
perumahan fungsi rumah  Koordinator dan Tim
e. Pelatihan ESMF Pelatihan ESMF untuk Memberi Staff PUPR yang Di awal program Bank Dunia atau Ffasilitator Lapangan
untuk program program NAHP (Bahan pemahaman bagi terlibat memiliki dan setiap 6 bulan konsultan yang  Staff Pelayanan UMB
NAHP pelatihan untuk staff PUPR pemahaman sekali. ditunjuk. dan SLK
Fasilitator disajikan bagaimana memadai tentang H. Tingkat Masyarakat
pada Lampiran 7) melaksanakan ESMF dan bisa  Kelompok Swadaya
ESMF melaksanakan Masyarakat
komitmen di  Toko Pemasok Bahan
lapangan. Bangunan
f. Pelaporan dan Pelaporan dan Memberi wawasan Staff PUPR Setahun sekali Tenaga Ahli/
pemantauan pemantauan program tentang pentingnya memahami sebagai Konsultan yang
program NAHP NAHP pemantauan serta beberapa teknik penyegaran dan ditunjuk.
211
Program Pelatihan
Jenis Indikator Waktu
No. dan Pengembangan Tujuan Narasumber Partisipan
Pelatihan/Lokakarya Keberhasilan pelaksanaan
Kapasitas
teknik pemantauan pemantauan dan jika ada staff baru
dan pelaporan. menerapkan yang dilibatkan
dalam program
NAHP
g. Pelatihan Pengelolaan potensi Menambah Tenaga Setahun sekali Kementerian
pengelolaan dampak lingkungan wawasan terkait pendamping, sebagai PUPR dan
potensi dampak yang sederhana pengelolaan penerima penyegaran dan Narasumber Ahli
lingkungan yang dampak lingkungan bantuan, bank dan jika ada staff baru Lingkungan dan
sederhana seperti pengembang yang dilibatkan Sosial
good house memahami
keeping.
h. Best Management Best management Meningkatkan Tenaga Setahun sekali Kementerian
Practices dalam practice dalam wawasan terkait pendamping, sebagai PUPR dan
pelaksanaan pelaksanaan BP2BT best practice untuk penerima penyegaran dan Narasumber Ahli
BP2BT dan BSPS dan BSPS BP2BT dan BSPS bantuan, bank dan jika ada staff baru Lingkungan dan
pengembang yang dilibatkan Sosial
memahami

3 Lokakarya Umum Proyek NAHP secara Memberi wawasan Staff PUPR dan Sekali dalam PUPR, Bank A. Tingkat Nasional
Nasional bagi staff PUPR juga Bank Dunia setahun. Dunia,  Tim Proyek NAHP
yang terlibat terkait mendapatkan Pemerintah Kementerian PUPR
respon dan persepsi wawasan dan Daerah  PMU dan Staff
pihak luar terutama pemahaman yang  Tim Konsultan dan
dari pemerintah lebih baik terkait Penasehat
daerah serta dari penerimaan  Bank yang terlibat
LSM pemerhati program proyek NAHP
perumahan rakyat. NAHP dari publik  Staff Kementerian
Dalam Negeri
 Staff Kementerian
Keuangan
B. Tingkat Pprovinsi
 Staff yang terlibat
dalam komponen 3
terkait
C. Tingkat Kabupaten/Kota
 PPK
D. Tingkat Masyarakat
 Masyarakat
Berpenghasilan

212
Program Pelatihan
Jenis Indikator Waktu
No. dan Pengembangan Tujuan Narasumber Partisipan
Pelatihan/Lokakarya Keberhasilan pelaksanaan
Kapasitas
rendah yang
ditargetkan
 Kelompok Swadaya
Masyarakat
 Pemerintah tingkat
kecamatan dan desa
 Masyarakat adat

4 Lokakarya Tematik Penerapan dan Memberi sarana Satker dan tim Satu atau dua kali Satker, PPK, A. Tingkat Nasional
kendala umum Proyek diskusi penerapan fasilitator dalam satu tahun fasilitator  Tim Proyek NAHP
NAHP dan kendala umum lapangan dari lapangan Kementerian PUPR
Proyek NAHP dan Pemda  Tim Konsultan dan
upaya solusinya menyampaikan Penasehat
kendala di  Bank yang terlibat
lapangan dalam proyek NAHP
implementasi B. Tingkat Pprovinsi
proyek NAHP dan C. Tingkat Kabupaten/Kota
upaya solusi yang  Satker
dapat dilakukan  PPK
 Koordinator dan tim
fasilitator lapangan
D. Tingkat Masyarakat
 Kelompok Swadaya
Masyarakat
 Toko pemasok bahan
bangunan
 Masyarakat adat

213
Lampiran 6: Bagan Alir Penanganan Pengaduan NAHP

214
215
216
217
Lampiran 7: Tahapan Penanganan Pengaduan

218
Lampiran 8: Derajat Penanganan Pengaduan dan Pengambilalihan Penanganan

PENGATURAN DERAJAT
PENGADUAN DAN PENGAMBILALIHAN PENANGANAN

Sejalan dengan prinsip berjenjang yang dianut dalam penanganan pengaduan masyarakat,
maka setiap pengaduan yang muncul ditetapkan derajat penanganan pengaduan. Derajat
Penanganan Pengaduan (DPP) digunakan untuk menentukan pada tingkat mana suatu
pengaduan mendapat dukungan dari pemangku kepentingan untuk mendorong akselerasi
penanganan.
Penentuan derajat penanganan pengaduan dilakukan oleh masyarakat, pelaku program,
konsultan tingkat kabupaten, provinsi/wilayah dan konsultan tingkat nasional NAHP melalui
analisa secara berjenjang dan dievaluasi setiap bulan atau sewaktu-waktu disesuaikan dengan
progres, dampak dan tingkat kesulitan penanganan. Penentuan penanganan pengaduan bukan
berarti pengalihan/pelimpahan kewenangan penanganan pengaduan kepada jenjang di atasnya.
Artinya jenjang dimana masalah terjadi tetap harus menjadi pelaku utama dalam proses
penanganan pengaduan sedangkan jenjang di atasnya memberikan dukungan penanganan
sesuai kebutuhan.
Derajat penanganan pengaduan diatur sebagai berikut:
1. Derajat Desa
Derajat desa merupakan upaya penanganan masalah pada tingkat desa yaitu TFL BSPS
yang mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk mendorong percepatan penanganan dan
penyelesaian pengaduan.
2. Derajat Kabupaten
a. Apabila penanganan pengaduan program BSPS di tingkat desa memerlukan dukungan
penanganan yang optimal oleh konsultan BSPS di tingkat kabupaten baik dari
Koordinator Kabupaten (Korkab) BSPS maupun pihak terkait lainnya dalam rangka
mendorong percepatan penyelesaian pengaduan.
b. Derajat kabupaten merupakan upaya penanganan pengaduan program BP2BT di tingkat
kabupaten yaitu TPP BP2BT kabupaten yang mempunyai tugas dan tanggung jawab
untuk mendorong percepatan penanganan dan penyelesaian pengaduan.
3. Derajat Provinsi
• Apabila penanganan pengaduan program BSPS di tingkat desa/kabupaten memerlukan
dukungan penanganan yang optimal oleh konsultan BSPS di tingkat provinsi maupun
pihak terkait lainnya dalam rangka mendorong percepatan penyelesaian pengaduan.
• Apabila penanganan pengaduan program BP2BT di tingkat kabupaten memerlukan
dukungan penanganan yang optimal oleh Tenaga Pendukung Penyaluran TPP BP2BT di

219
tingkat provinsi baik maupun pihak terkait lainnya dalam rangka mendorong percepatan
penyelesaian pengaduan.
4. Derajat Nasional
 Apabila dalam lokasi program belum ditempatkan TFL/Korkab dan atau masa tugas TFL
dan Korkab telah berakhir maka terhadap pengaduan yang belum tuntas akan diambilalih
penanganannya menjadi derajat Nasional.
 Apabila progres penanganan pengaduan pada tingkat desa/kabupaten/provinsi
memerlukan dukungan penanganan yang optimal oleh Konsultan Manajemen Pusat
(KMP) NAHP dan/atau Konsultan Advisory NAHP serta pihak terkait lainnya dalam
rangka mendorong percepatan penyelesaian pengaduan dalam rangka mendorong
percepatan penyelesaian pengaduan.
 Apabila penanganan pengaduan program BP2BT di tingkat kabupaten/provinsi
memerlukan dukungan penanganan yang optimal oleh Konsultan BP2BT di tingkat
Nasional dan/atau Konsultan Advisory NAHP serta pihak terkait lainnya dalam rangka
mendorong percepatan penyelesaian pengaduan.
Proses ambil alih penanganan pengaduan adalah upaya penyelesaian pengaduan pada tingkat
lebih tinggi dari tingkat terjadinya pengaduan.
Kriteria untuk menentukan proses pengambilalihan penanganan suatu pengaduan, dapat dilihat
pada tabel dibawah ini.

PROSES AMBIL ALIH PENANGANAN

PIHAK YANG KRITERIA PENGADUAN DAN SYARAT


DERAJAT PENANGANAN
MENANGANI PENGAMBILALIHAN
Derajat Desa o TFL BSPS o Pengaduan terjadi di lingkup desa untuk program
BSPS
o Pengaduan bisa ditangani oleh pelaku BSPS di level
desa
o Pengaduan khusus progam BSPS
Derajat Kabupaten o Tenaga o Pengaduan terjadi di lingkup kabupaten untuk
Pendukung program BP2BT
Penyaluran o Pengaduan bisa ditangani oleh pelaku BP2BT di level
BP2BT kabupaten
Kabupaten o Pengaduan Khusus program BP2BT

o Korkab BSPS o Pengaduan khusus dengan lingkup pengaduan


konsultan tingkat desa terkait program BSPS
o Pengaduan khusus terkait progam BSPS dan sudah
dilakukan penanganan di lingkup desa selama 2
minggu namun belum ada perkembangan
penanganan.
o Pengaduan khusus dan sudah dilakukan penanganan
di lingkup desa selama 3 minggu namun belum
terselesaikan dibuktikan dengan 3 kali Rencana
Tindakan atau paling lama 1 bulan di tingkat desa.
o Status pengaduan khusus yang terindikasi muncul
Nilai kerugian ataupun pekerjaan tidak terselesaikan
yang disebabkan oleh pihak supplier atau penerima

220
PIHAK YANG KRITERIA PENGADUAN DAN SYARAT
DERAJAT PENANGANAN
MENANGANI PENGAMBILALIHAN
bantuan yang sudah dilakukan penanganan di lingkup
desa selama 3 minggu namun belum terselesaikan
dibuktikan dengan 3 kali Rencana Tindakan atau
paling lama 1 bulan di tingkat desa.

Derajat Provinsi o Tenaga o Pengaduan khusus dengan lingkup pengaduan


Pendukung konsultan BP2BT tingkat kabupaten
Penyaluran o Pengaduan khusus progam BP2BT dan sudah
BP2BT dilakukan penanganan di lingkup kabupaten selama 3
Provinsi minggu namun belum terselesaikan dibuktikan
dengan 3 kali Rencana Tindakan atau paling lama 1
bulan di tingkat kabupaten.
o Pengaduan khusus BP2BT yang terindikasi muncul
Nilai kerugian ataupun pekerjaan tidak terselesaikan
yang disebabkan oleh [ihak pengembang atau
penerima bantuan yang sudah dilakukan penanganan
di lingkup kabupaten selama 3 kali Rencana Tindakan
atau paling lama 3 minggu di tingkat kabupaten.
o Konsultan o Pengaduan khusus progam BSPS dan sudah
Provinsi BSPS dilakukan penanganan di lingkup kabupaten selama
3 minggu namun belum terselesaikan dibuktikan
dengan 3 kali Rencana Tindakan atau paling lama 1
bulan di tingkat kabupaten.
o Pengaduan khusus BSPS yang terindikasi muncul
Nilai kerugian ataupun pekerjaan tidak terselesaikan
yang disebabkan oleh pihak supplier atau penerima
bantuan yang sudah dilakukan penanganan di lingkup
kabupaten selama 3 kali Rencana Tindakan atau
paling lama 1 bulan di tingkat kabupaten.
Derajat Nasional o Konsultan o Pengaduan khusus untuk program Bp2BT dan/atau
BP2BT BSPS dalam semua tingkatan
Nasional o Pengaduan khusus yang terindikasi muncul Nilai
o Konsultan kerugian ataupun pekerjaan tidak terselesaikan yang
Manajemen terindikasi ada keterlibatan konsultan di tingkat desa
Pusat NAHP dan sudah dilakukan penanganan sesuai dengan
o Konsultan target/sudah dilakukan dengan 3 kali Rencana
Advisory Tindakan atau paling lama 3 minggu di tingkat
propinsi tetapi masih tetap belum terselesaikan.
o Pengaduan khusus yang terindikasi muncul Nilai
kerugian, pekerjaan tidak terselesaikan dan
rendahnya kualitas bangunan yang disebabkan oleh
pihak pengembang, supplier, atau penerima bantuan
yang sudah dilakukan penanganan di lingkup provinsi
selama 3 kali Rencana Tindakan atau paling lama 3
minggu di tingkat provinsi.

Pengambilalihan proses penanganan dilakukan oleh Konsultan satu tingkat di atas derajat
penanganan (supervisor) setelah adanya hasil evaluasi terhadap penanganan yang sudah
dilakukan dimasing-masing derajat penanganan.
Kepala Project Implementation Unit (PIU) NAHP melalui Asisten Bidang Keuangan dan Umum
(PIU) NAHP dapat memerintahkan kepada Konsultan Advisory NAHP untuk melakukan
investigasi terhadap pengaduan program apabila penyelesaian secara berjenjang mulai dari
tingkat desa, kabupaten dan provinsi tidak memberikan hasil sesuai dengan penderajatan

221
penanganan pengaduan. Sedangkan untuk kasus-kasus khusus, setelah mendapatkan
persetujuan dari Kepala Project Implementation Unit (PIU) NAHP, Konsultan Advisory NAHP
dapat mengabaikan derajat penanganan masalah yang berjenjang dan dapat melakukan
investigasi langsung ke lapangan.
Sedangkan sarana penyampaian pendapat dan keluhan dari masyarakat juga dapat disampaikan
melalui website dan dikelola oleh suatu sistem aplikasi Penanganan Pengaduan. Aplikasi ini
dapat mendata semua keluhan, pertanyaan, dan pengaduan masyarakat dari seluruh wilayah
kegiatan program NAHP. Pengaduan dapat disampaikan melalui di www.nahp.pu.go.id atau
lamat email pengaduan NAHP: pengaduan.nahp@nahp.co.id. Dengan adanya keluhan dan
pengaduan yang masuk dapat diberikan kepada pihak yang terkait maupun pihak yang memang
berkompeten dan bertanggung jawab untuk menangani penyelesaian pengaduan tersebut.

222
Lampiran 9: Peran Pelaku Dalam PPM NAHP

1. Peran Pelaku BP2BT

PELAKU TINGKAT NASIONAL

KONSULTAN ADVISORY ASISTEN BIDANG KEUANGAN DAN UMUM


PENGADUAN UMUM

KONSULTAN BP2BT PUSAT ASISTEN MONEV BIDANG BP2BT

PELAKU TINGKAT PROVINSI

TENAGA PENDUKUNG PENYALURAN SATUAN KERJA BP2BT


PROVINSI

PELAKU TINGKAT KABUPATEN/KOTA


PENGADUAN KHUSUS

TENAGA PENDUKUNG PENYALURAN BANK PELAKSANA/PERUSAHAAN


KABUPATEN PEMBIAYAAN PELAKSANA

MASYARAKAT

Garis Tujuan Pengaduan


Garis Distribusi
Garis Koordinasi

223
2. Peran Pelaku BSPS

PELAKU TINGKAT NASIONAL

ASISTEN BIDANG
KONSULTAN ADVISORY
KEUANGAN DAN UMUM PIU NAHP
PENGADUAN UMUM

KONSULTAN MANAJEMEN PUSAT ASISTEN MONEV BIDANG BSPS

PELAKU TINGKAT PROVINS

KONSULTAN INDIVIDU BSPS PROVINSI TIM VERIFIKASI DI PROVINSI


PENGADUAN KHUSUS

PELAKU TINGKAT KABUPATEN/KOTA

KORKAB BSPS TIM VERIFIKASI DI KABUPATEN/KOTA

PELAKU TINGKAT DESA/KELURAHAN

TIM FASILITATOR LAPANGAN PEMERINTAH DESA/KELURAHAN

Garis Tujuan Pengaduan


Garis Distribusi MASYARAKAT
Garis Koordinasi

224
Lampiran 10: Dokumen Terkait Pengadaan

a. Template Procurement Plan


PROCUREMENT PLAN
NATIONAL AFFORDABLE HOUSING PROGRAM (NAHP)

General Project information:

Country : INDONESIA
Borrower : Republic of Indonesia
Project Name : National Affirdable Housing Program (NAHP)
Loan/Credit No. : […..]

Project Implementing Agency Public Works and Housing (MPWH) Directorate General of
Housing Provision, Ministry of Public Works and Housing (MPWH)

Bank’s approval Date of the procurement Plan [Original: ………; Revision 1:…….]
Date of General Procurement Notice: ……………….
Period covered by this procurement plan: Effectiveness – Loan Closing (estimated Dec
2020)

Goods and Works and non-consulting services.


Prior Review Threshold:
Procurement Decisions subject to Prior Review by the Bank as stated in Appendix 1 to the
Guidelines for Procurement:

NO PROCUREMENT PROCUREMENT PRIOR REVIEWE COMMENTS


METHOD METHOD THRESHOLD THRESHOLD
1 ICB (Works) ≥$25 million All Procurement of goods,
works and non-consulting
services are not envisaged
under the project
2 NCB (Works) $200k - $25 million ≥$10 million
3 Shopping for Works <$200k N/A
4 ICB (Goods) ≥$2 million Al
5 NCB (Goods) $100k - $2 million ≥$2 million
6 Shopping for Goods <100k N/A
7 ICB (Non-Consultant ≥$10 million All
Service)
8 NCB (Non-Consultant $100k - $10 million ≥$2 million
Service)
9 Shopping for Non- <$100,000 N/A
Consulting Service
10 Direct Contracting N/A N/A Justification shall be
provided

Prequalification. -N/A-
Proposed Procedures for Program Components:
Component 1: Mortgage-Linked Down Payment Assistance (BP2BT)
Component 2: Home Improvement Assistance
Component 3: Technical Assistance for Housing Policy Reform

Reference to (if any) Project Operational/Procurement Manual:


Project Operational Manual of NAHP

Any Other Special Procurement Arrangements: -NA-

225
Procurement Packages with Methods and Time Schedule for Goods, works, and non-
consulting services contracts:
Procurement of goods, works and non-consulting services are not envisaged under the project
at the time of appraisal.

Selection of Consultants Prior Review Threshold:


Selection decisoons subject to Prior Review by Bank as stated in the Guidelines Selection and
Employment of Consultants:

No Procurement Method Procurement Method Prior Reviewe Comments


Threshold Threshold
1 Competitive Methods (Firms) ≥$300,000 ≥$1 million
QCBS, QBS, LCS, FBS
2 Competitive Methods (Firms) <300,000 ≥$1 million
CQS
3 Individual Consultant Competitive Selection ≥$0.3 million
by comparing at least And specific position
three CVs as indicated in this
procurement plan
4 Source (Firms and Individual) N/A N/A Justification shall be
provided

Short list comprising entirely of national consultants: Short list of consultants for services,
estimated to cost less than $ 400,000 equivalent per contract, may comprise entirely of national
consultants in accordance with the provisions of paragraph 2.7 of the Consultant Guidelines.

Any Other Special Selection Arrangements: N/A

Consultancy Assignments with Selection Methods and Time Schedule for Consulting Contracts

Consulting Firms

No Contract Estimated Cost Selection Review By Bank Date Of Proposal Note


(Description) ($‘000) Method (Prior/Post) Submission
1 Component 1
1.1 xxx QCBS/CQS Post/Prior DD/MM/YY
1.2 xxx QCBS/CQS Post/Prior DD/MM/YY
2 Component 2
2.1 xxx QCBS/CQS Post/Prior DD/MM/YY
2.2 xxx QCBS/CQS Post/Prior DD/MM/YY
3 Component 3
3.1 xxx QCBS/CQS Post/Prior DD/MM/YY
3.2 xxx QCBS/CQS Post/Prior DD/MM/YY

Individual Consultant
No Contract Estimated Cost Selection Review by Bank Date of Note
(Description) ($‘000) Method (Prior/Post) Proposal
Submission
1 xxx Competition Post comparing at DD/MM/YY By CVs
Selection least 3
2 xxx QCBS/CQS Post/Prior DD/MM/YY By
comparing
at least 3
CVs

226
b. Template General Procurement Notice

GENERAL PROCUREMENT NOTICE

[COUNTRY]
[NAME OF PROJECT] [insert sector]
GENERAL PROCUREMENT
NOTICE Loan No./Credit No./TF
No./Grant No. Project ID No.

The [insert name of borrower] [has received/has applied for/intends to apply for] financing in
the amount of US$ [insert dollar amount] equivalent from the World Bank toward the cost of
the [insert name of project], and it intends to apply part of the proceeds to payments for
goods, works, related services and consulting services to be procured under this project.
This project will be jointly financed by the [insert name of cofinancing agency]. 1

The project will include thefollowing components [describe the main project components,
including consulting services, and include a brief description of the goods, works and services
to be procured under ICB procedures].

Procurement of contracts financed by the World Bank will be conducted through the
procedures as specified in the World Bank’s Guidelines: Procurement under IBRD Loans and
IDA Credits (current edition), and is open to all eligible bidders as defined in the guidelines.
Consulting services will be selected in accordance with the World Bank’s Guidelines:
Selection and Employment of Consultants by World Bank Borrowers (current edition).9

Specific procurement notices for contracts to be bid under the World Bank’s international
competitive bidding (ICB) procedures and for contracts for consultancy services will be
announced, as they become available, in UN Development Business [and the names of
technical magazines, newspapers and trade publications of wide international circulation and
in local newspapers].10

Prequalification of suppliers and contractors will be required for the following contracts [insert
names of contracts].11

9 Occasionally contracts may be financed out of tied trust funds that would further restrict eligibility to a particular
group of member countries. When this is the case, it should be mentioned in this paragraph. Also indicate any margin
of preference that may be granted as specified in the loan or credit agreement and set forth in the bidding documents.
10 If known, the dates of issuance of the specific procurement notices for goods, works, prequalification, and the
datesof issuance of requests for expressions of interest for consultants’ contracts shall be given.
11 [Provide enough information allowing Consultants to decide whether or not to prepare an expression of interest
or insert a link to the website where the terms of reference can be found. Requested information should be the
minimum required to judge a Consultant’s suitability and not so complex as to discourage Consultants from
expressing
interest.]

227
Interested eligible bidders who wish to be included on the mailing list to receive invitations to
prequalify/bid under ICB procedures, and interested consultants who wish to receive a copy
of advertisement requesting expressions of interest for consultancy contracts, or those
requiring additional information, should contact the address below.

[insert name of office]


Attn: [insert name of officer & title]
[insert postal address and/or street address]
[insert postal code, city and country]
Tel: [include the country and city code]
Fax: [include the country and city code]
E-mail: Website:

228
c. Template Request for Expressions of Interest

REQUEST FOR EXPRESSIONS OF INTEREST


(CONSULTING SERVICES – FIRMS SELECTION)

[COUNTRY]
[NAME OF PROJECT]
Loan No./Credit No./ Grant No.: Assignment Title:
Reference No. (as per Procurement Plan):

The [insert name of Borrower/Beneficiary/Recipient] [has received/has applied for/intends to


apply for] financing from the World Bank toward the cost of the [insert name of project or
grant], and intends to apply part of the proceeds for consulting services.

The consulting services (“the Services”) include [insert brief description, implementation
period, etc]i

The [insert name of implementing agency/client] now invites eligible consulting firms
(“Consultants”) to indicate their interest in providing the Services. Interested Consultants
should provide information demonstrating that they have the required qualifications and
relevant experience to perform the Services. The shortlisting criteria are: [insert criteria
related to required qualifications and experience of the firm, but not individual experts’ bio
data].

The attention of interested Consultants is drawn to paragraph 1.9 of the World Bank’s
Guidelines: Selection and Employment of Consultants [under IBRD Loans and IDA Credits &
Grants] by World Bank Borrowers [insert correct title and date of applicable Guidelines edition
as per legal agreement] (“Consultant Guidelines”), setting forth the World Bank’s policy on
conflict of interest. [If applicable, insert the following additional text: In addition, please
refer to the following specific information on conflict of interest related to this assignment:
[insert information on conflict of interest related to the assignment as per paragraph 1.9 of
Consultant Guidelines].

Consultants may associate with other firms in the form of a joint venture or a subconsultancy
to enhance their qualifications.

A Consultant will be selected in accordance with the [insert selection method] method set out
in the Consultant Guidelines.

Further information can be obtained at the address below during office hours [insert office
hours if applicable, I,e. 0900 to 1700 hours].
Expressions of interest must be delivered in a written form to the address below (in person,
or by mail, or by fax, or by e-mail) by [insert date].

[insert name of office]


Attn: [insert name of officer & title]
[insert postal address and/or street address] [insert postal code, city and country]
Tel: [include the country and city code]
Fax: [include the country and city code] E-mail: [include e-mail address]

229
d. Outline Standard Request for Proposal
Part I – Selection Procedures and Requirements
Section 1. Letter of Invitation
Section 2. Instructions to Consultants and Data Sheet
A. General Provisions
B. Preparation of Proposals
C. Submission, Opening and Evaluation
D. Negotiations and Award
E. Data Sheet
Section 3. Technical Proposal – Standard Forms Section 4. Financial Proposal – Standard
Forms Section 5. Eligible Countries
Section 6. Bank Policy – Corrupt and Fraudulent Practices
Section 7. Term of Reference
Part II – Condition of Contract and Contract Forms
Section 8. Conditions of Contract and Contract Forms

e. Outline Harmonized Bidding Document

Bab I Umum

Bab II Pengumuman Pelelangan

Bab III Instruksi Kepada Peserta (IKP)


A. Umum
B. Dokumen Pengadaan
C. Penyiapan Dokumen Penawaran
D. Pemasukan Penawaran
E. Pembukaan dan Evaluasi Penawaran
F. Penetapan Pemenang
G. Penunjukan Pemenang
H. Pelelangan Gagal
I. Penandatanganan Kontrak

Bab IV.1 Negara-negara yang memenuhi syarat

Bab IV.2 Kebijakan Bank Dunia – Praktik Korupsi dan Penipuan

Bab V. Lembar Data Kualifikasi (LDK)

Bab VI. Bentuk-Bentuk Penawaran Standard


A. Bentuk Surat Penawaran
B. Bentuk Perjanjian Kemitraan/Kerjasama Operasi (KSO)
C. Bentuk Dokumen Penawaran Teknis
D. Bentuk Dokumen Penawaran Kualifikasi
E. Bentuk Pakta Integritas

Bab VII. Bentuk Dokumen Kontrak


A. Bentuk Surat Perintah Kerja (SPK)
B. Bentuk Kontrak

Bab VIII Syarat-syarat Umum Kontrak (SSUK)


A. Ketentuan Umum
B. Pelaksanaan, Penyelesaian, Adendum, Penghentian, dan Pemutusan Kontrak
C. Hak dan Kewajiban Penyedia
D. Hak dan Kewajiban PPK
E. Personil dan/atau Peralatan Penyedia
F. Pembayaran Kepada Penyedia

230
G. Pengawasan Mutu
H. Penyelesaian Perselisihan

Bab IX. Syarat-syarat Khusus Kontrak (SSKK)

Bab X. Spesifikasi Teknis / Kerangka Acuan Kerja

Bab XI Jadwal Aktivitas

Bab XII. Bentuk Dokumen Lain


A. Bentuk Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa (SPPBJ)
B. Bentuk Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK)
C. Bentuk Jaminan Pelaksanaan dari Bank
D. Bentuk Jaminan Pelaksanaan dari Asuransi/Perusahaan Penjamin
E. Bentuk Jaminan Uang muka dari Bank

231
Lampiran 11: Format Interim Financial Report (IFR) dan Petunjuk Pengisiannya
PMC melakukan konsolidasi IFR berdasarkan laporan yang dibuat oleh PIU. PIU
menyampaikan laporan realisasi dan perkiraan kebutuhan pendanaan untuk 6 bulan ke depan
kepada PMC dalam format 1-B, 1-C dan 1-D.

Daftar Tabel Isian Interim Financial Report-


IFR

1-A Special Account Activity Statement

1-B Summary Sheet for Payments of Contracts Subject to Prior Review

1-C Summary Statement of Expenditures (Sum-SOE) for those NOT Subject to Prior
Review

1-C2 Statement of Expenditures for those NOT Subject to Prior Review

1-D Project Cash Forecast

1-E Disbursement and Expenditures Status

1-F Summary Statement Expenditures for Contracts Subject to Prior Review

IFR-1 Project Sources and Uses of Funds

IFR-2 Project Uses of Funds by Catego

232
Form 1-A
National Affordable Housing Program Project IBRD……….
Special Account Activity Statement For the Reporting Period
[MM/DD/YY] – [MM/DD/YY]

Special Account No:…………………………


All currency is in USD

Part I
1 Cummulative advance to end current reporting period
2 Cummulative expenditures to end of last reporting period
3 Outstanding advance to be accounted (1-2)
Part II
4 Opening SA balanced at beginning of reporting period (as of ……,
20..)
5 Add/Substract: Cummulative adjustments (if any)*
6 Advances from the World Bank during reporting period
7 Add 5 and 6
8 Outstanding advances to be accounted for (4+7)
9 Closing SA balance at end of current reporting (as of ………., 20...)
10 Add/substract: Cummulative adjusments (if any) **
11 Expenditures for current reporting period
12 Add 10+11
13 Add 9+12
14 Difference (if any) 8-13 ***
Part III
15 Total Forecasted amount to be paid by World Bank
16 Less: Closing SA balance after adjusment
17 Add/substract: Cummulative adjusments (if any) ****
18 Add 16+17
19 Cash requirement from WB for next six months (15-18)
20 Round Down

233
Note:
Amount
* Explanation for item 5 (if not zero): FMR & AW Ref. (+/-)

Amount
** Explanation for item 10 (if not Zero): FMR & AW Ref. (+/-)

Amount
*** Explanation for item 14 (if not Zero): FMR & AW Ref. (+/-)

**** Explanation for item 17 (if not Zero): Amount


FMR & AW Ref. (+/-)

Petunjuk Pengisian

Part I
1 Diisi total penarikan dana advance sampai dengan periode pelaporan
2 Diisi total pengeluaran sampai akhir periode lalu
3 Baris 1 dikurangi baris 2 yang merupakan total dana advance yang tersedia dalam periode
pelaporan
Part II
4 Diisi dengan saldo awal copy rekening khusus pada periode pelaporan
5 Diisi dengan jumlah penyesuaian (apabila ada)
6 Diisi dengan jumlah penerimaan dana advance dari WB selama periode pelaporan (apabila ada)
7 Baris 5 ditambah dengan baris 6 yaitu penyesuaian ditambah dengan total penerimaan dana
advance WB selama periode pelaporan
8 Baris 4 ditambah dengan baris 7 dan merupakan total dana advance yang tersedia dalam periode pelaporan, yaitu saldo
awal ditambah/dikurangi penyesuaian dan ditambah total penerimaan dana advance selama periode pelaporan. Nilai
baris ini harus sama dengan Nilai baris 3
9 Diisi dengan jumlah saldo akhir copy rekening khusus pada periode pelaporan
10 Diisi dengan jumlah penyesuaian (apabila ada)
11 Diisi dengan pengeluaran belanja selama periode pelaporan. Nilai baris ini harus disesuaikan
dengan nilai belanja di kuartal ini dari Rekening Khusus Bank Dunia yaitu Form 1B + 1C
12 Penjumlahan dari baris 10 dan baris 11
13 Penjumlahan baris 9, 10 dan 11 (baris 13 harus sama dengan baris 3 dan 8)
14 Pengurangan antara baris 8 dengan baris 13 dan merupakan selisih (apabila ada)
Part III
15 Perkiraan jumlah dana yang diperlukan untuk kebutuhan 6 bulan ke depan
16 Diisi saldo akhir reksus setelah penyesuaian pada periode pelaporan
17 Diisi total kumulatif penyesuaian (jika ada)
18 Penjumlahan antara baris 16 dan baris 17
19 Pengurangan baris 15 dengan baris 18 dan merupakan dana yang harus disediakan WB
untuk periode 6 bulan yang akan datang
20 Pembulatan dari dana yang harus disediakan WB

234
Form 1-B
National Affordable Housing Program Project IBRD……….
Summary Sheet for Payments of Contracts Subject to Prior Review Quarter: [MM/DD/YY]

Ln/Cr/TF No.:………………
Sheet No.:………………….

Disbursement Category Office


Cross- Ref Total amount WB Amount
issuing Date of Contract Supplier/ Contract Exchan Amount WB’s
SP2D No. Paid to Finan of WB
SP2D Paymen No. and Contract Value (incl. ge rate charged to contract
Item Contractor cing portion
Cat. t (SP2D) Date or Name add) applied SA (USD ref.
No. Description (GOI+IBRD % paid
No. eqv.)
+PPN)

1 2 3a 3b 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Credit-Linked
Housing Finance
Assistance under
Part 1 (a) of the
project
Sub Total
Home improvement
assistance under
part 2 (a) of the
project
Sub Total
Goods, non-
consulting services,
consultant’s
services and training
under part 1(b), 2(b),
2(c) and 3 of the
project and
Operating Costs
(incurred on or after
Non-Bank financed
(Rupiah Murni)
Sub Total
Grand Total

235
Petunjuk Pengisian

Nomor Kolom Nama Kolom Keterangan


1 Item No Diisi dengan nomor urut dari SP2D
2 No. and Description Disbursemen Category Diisi dengan nomor dan keterangan kategori yang membebani rekening khusus
3a Office Issuing SP2D Diisi dengan kode dan KPPN penerbit SP2D
3b Cross-Ref SP2D No Diisi dengan nomor SP2D yang telah membebani rekening khusus
4 Date of Payment (SP2D) Diisi dengan tanggal terbitnya SP2D
5 Contract No and Date Diisi dengan tanggal dan no kontrak
6 Supplier/Contractor Name Diisi dengan nama supplier/kontraktor
7 Contract Value (Include VAT) Diisi dengan total nilai kontak (termasuk apabila ada addendum)
8 Total Amount Paid to Contracto Diisi dengan nilai total yang dibayarkan kepada rekanan
9 WB Financing (%) Diisi dengan porsi yang harus dibayarkan oleh Bank Dunia (%)
10 Amount of World Bank Portion Paid Diisi dengan total nilai pembayaran porsi Bank Dunia yang sudah dibayarkan
11 Exchange rate applied Diisi dengan nilai kurs pada saat pembayaran dilakukan (sesuai dengan angka kurs pada copy
rekening khusus)
12 Amount Charge to SA (USD) Diisi dengan nilai USD yang akan dibebankan ke Rekening Khusus
13 WB’s Contract Ref Diisi dengan nomer reference contract dari Bank Dunia (dapat dilihat pada client connection)

236
Form 1-C

National Affordable Housing Program Project IBRD……….


Summary Statement of Expenditures Quarter: [MM/DD/YY]

Ln/Cr/TF No.:………………….
Sheet No.:………………….

Disbursement Category Total paid to Amount


Country of Contractors/ WB Charged to
Number of supplier/ Finan Amount Average
Item Threshold SP2D Expenditures of WB Exchange SA (USD
No. foe SOEs consultant (GOI+IBRD+ cing eqv.)
Cat. covered portion Rate
No. Description /training PPN) %
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Credit-Linked Housing Finance
Assistance under Part 1 (a) of
the project
Sub Total
Home improvement assistance
under part 2 (a) of the project
Sub Total

Goods, non- consulting services,


consultant’s
services and training under part 1(b),
2(b), 2(c) and 3 of the project; and
Operating Costs (incurred on or after
January 1, 2020) under Part 2(b) of the
Project
Sub Total
Grand Total

237
Petunjuk Pengisian

Nomor Kolom Nama Kolom Keterangan


1 Item No. Tidak perlu diisi
2 No. and Description Disbursement Category Diisi dengan kode dan uraian kategori sesuai dengan Loan Agreement
3 Threshold for SOE’s (USD Eqv) Diisi dengan batas tertinggi pembayaran dengan menggunakan metode SOE’s. Angka
batas tertinggi tersebut dapat dilihat pada Loan Agreement dan ditulis dalam USD
4 No. of SP2D covered Diisi dengan jumlah SP2D yang diajukan penggantiannya per kategori
5 Country of Supplier/Consultant/Training Diisi dengan asal negara perusahaan/individu penyedia jasa/konsultan
6 Total paid to consultant/contractor Diisi dengan jumlah total yang dibayarkan kepada konsultan/kontraktor per kategori
7 WB Financing (%) Diisi dengan porsi yang harus dibayarkan oleh Bank Dunia (%)
8 Amount of World Bank Portion Paid Diisi dengan total nilai pembayaran porsi Bank Dunia yang sudah dibayarkan
9 Average Exchange Rate Diisi dengan nilai tukar rata-rata untuk masing-masing kategori. Angka ini dapat dilihat
pada Form 1-C2
10 Amount Charge to SA (USD) Diisi dengan nilai USD yang akan dibebankan ke Rekening Khusus

238
Form 1-C2
National Affordable Housing Program Project IBRD……….
Statement of Expenditures Detail Expenditures for Contracts Not Subject to Prior Review
Quarter: [MM/DD/YY]

Ln/Cr/TF No.:…………………
Sheet No.:………………….

Disbursement Category Total


Amount
Cross- Contra amount WB Amount
Office Date of Contra Supplier Exchan charged
Item Ref ct Paid to Finan of WB
Cat. issuin Payment ct No. /C ge rate to SA
No. Description SP2D Value Contractor cing portion
No. g (SP2D) and ontracto applied (USD
No. (incl. (GOI+IBRD % paid
SP2D Date r Name +PPN) eqv.)
add)
1 2 3a 3b 4 5 6 7 8 9 10 1 12
Credit-Linked Housing 1
Finance Assistance under
Part 1 (a) of the project
Sub Total
Home improvement
assistance under part
2 (a) of the project
Sub Total
Goods, non- consulting
services,
consultant’s
services and training under
part 1(b), 2(b), 2(c) and 3
of the project; and
Operating Costs (incurred
on or after January 1, 2020)
under Part 2(b) of the
Project
Sub Total
Non-Bank financed
(Rupiah Murni)

Grand Total

239
Petunjuk Pengisian

Nomor Kolom Nama Kolom Keterangan


1 Item No Diisi dengan nomor urut dari SP2D
2 No. and Description Disbursemen Category Diisi dengan nomor dan keterangan kategori sesuai Loan Agreement
3a Office Issuing SP2D Diisi dengan kode dan KPPN penerbit SP2D
3b Cross-Ref SP2D No Diisi dengan nomor SP2D yang telah membebani rekening khusus
4 Date of Payment (SP2D) Diisi dengan tanggal terbitnya SP2D
5 Contract No and Date Diisi dengan tanggal dan no kontrak
6 Supplier/Contractor Name Diisi dengan nama supplier/kontraktor
7 Contract Value (Include VAT) Diisi dengan total nilai kontak (termasuk apabila ada addendum)
8 Total Amount Paid to Contracto Diisi dengan nilai total yang dibayarkan kepada rekanan
9 WB Financing (%) Diisi dengan porsi yang harus dibayarkan oleh Bank Dunia (%)
10 Amount of World Bank Portion Paid Diisi dengan total nilai pembayaran porsi Bank Dunia yang sudah dibayarkan
11 Exchange rate applied Diisi dengan nilai kurs pada saat pembayaran dilakukan (sesuai dengan angka kurs pada
copy rekening khusus)
12 Amount Charge to SA (USD) Diisi dengan nilai USD yang akan dibebankan ke Rekening Khusus

240
Form 1-D
National Affordable Housing Program Project IBRD……….
Project Cash Forecast For the Quarter Ending: [MM/DD/YY]

Ln/Cr/TF No.:………………
Sheet No.:………………….

N0 Cash Cash Total Cash GOI Cash WB Cash WB Cash


Requirement Requirement Requirement Requirement Requirement Requirement next
for Quarter for Quarter for next two next two next two two quarters (six
Disbursement Category ending ending quarters (six quarters (six quarters (six months)
[MM/DD/YY] [MM/DD/YY] months) months) months)
Rp Rp Rp RP Rp US$
1 2 3 4 5 6
1 Credit-Linked Housing Finance
Assistance under Part 1 (a) of the
project
Sub Total
2 Home improvement assistance
under part 2 (a) of the project
Sub Total
3 Goods, non- consulting services,
consultant’s
services and training under part
1(b), 2(b), 2(c) and 3 of the project;
and Operating Costs (incurred on
or after January 1, 2020) under
Part 2(b) of the Project

Sub Total
Non Bank financed (Rupiah
Murni)
Grand Total
Exchange Rate:………………..

241
Petunjuk Pengisian

Nomor Kolom Nama Kolom Keterangan


1 Disbursemen Category Diisi dengan kode dan uraian kategori sesuai dengan Loan Agreement
2 Cash requirement for quarter ending mm/dd/yy) Diisi dengan perkiraan kebutuhan dana untuk tiga bulan pertama dari
akhir periode pelaporan
3 Cash requirement for quarter ending (mm/dd/yy) Diisi dengan perkiraan kebutuhan dana untuk tiga bulan kedua dari akhir
periode pelaporan
4 Total Cash Requirement for six Month Ending (mm/dd/yy) Diisi dengan perkiraan kebutuhan selama enam bulan sejak akhir
periode pelaporan

5 GOI Cash requirement for six months ending Diisi dengan perkiraan kebutuhan selama enam bulan sejak akhir
(mm/dd/yy) periode pelaporan dengan sumber dana dari Rupiah Murni

6 WB Cash requirement for six months ending (mm/dd/yy) Diisi dengan perkiraan kebutuhan selama enam bulan sejak akhir periode
pelaporan dengan sumber dana dari Bank Dunia dalam nilai mata uang
IDR
7 WB Cash requirement for six months ending (mm/dd/yy) Diisi dengan perkiraan kebutuhan selama enam bulan sejak akhir periode
pelaporan dengan sumber dana dari Bank Dunia dalam nilai mata uang
USD

242
Form 1-E
Note
National Affordable Housing Program Project IBRD……….
Disbursement and Expenditures Status For the Quarter Ending: [MM/DD/YY]
All currency is in USD
Loan Detail of Category Loan Disbursement Expenditures Remaining Remaining
Cat. Allocation Expenditures amount of Loan
Current Cumulative Contract Allocation
not yet
Quarter to Date
replenish
1 2 3 4 5 6 7 8 (=3-6) 9
Credit-Linked Housing Finance
1 Assistance under Part 1 (a) of the
project
Sub Total
Home improvement assistance
2
under part 2 (a) of the project
Sub Total
Goods, non- consulting services,
consultant’s
3 services and training under part
1(b), 2(b), 2(c) and 3 of the project;
and Operating Costs (incurred on
or after January 1, 2020) under
Part 2(b) of the Project
Sub Total
TOTAL
Note:

243
Petunjuk pengisian

Nomor Kolom Nama Kolom Keterangan


1 Loan Category Diisi dengan no urut loan kategori sesuai dengan Loan Agreement
2 Detail of category Diisi dengan uraian loan kategori dan paket kegiatan yang dibiayai per kategori
3 Loan Allocation Diisi dengan alokasi loan untuk masing-masing kategori dan nilai kontrak untuk masing-
masing paket kegiatan per kategori
4 Disbursement Diisi dengan realisasi pengeluaran yang sudah dilakukan, baik untuk per kategori
maupun per paket kegiatan
5 Expenditures – current Quarter Diisi dengan nilai pengeluaran yang dilaporkan pada periode pelaporan per loan kategori
dan untuk masing-masing paket klegiatan
6 Expenditures – Cumulative to Date Diisi dengan nilai pengeluaran yang dilaporkan kumulatif sejak pelaksanaan proyek
sampai periode pelaporan per loan kategori dan untuk masing-masing paket kegiatan
7 Expenditures not yet replenish Diisi dengan nilai pengeluaran yang sudah dilakukan namun belum dilaporkan untuk
penggantian per loan kategori dan untuk masing-masing paket kegiatan
8 Remaining amount of contract Diisi dengan nilai kontrak yang masih harus dibayarkan utuk masing-masing paket
kegiatan (kolom 3 dikurangi dengan kolom 6)
9 Remaining Loan allocation Diisi dengan nilai alokasi loan yang masih tersedia (kolom 3 dikurangi dengan kolom 4)

244
Form 1-F
National Affordable Housing Program Project IBRD……….
Summary Statement Expenditures for Contracts Subject to Prior Review
For the Quarter Ending: [MM/DD/YY]

Remaining
Reference Contract Payment IBRD Payment GoI Total Payment
Balance
No. Comp.
Number/ Amount Number Amount Number/ Amount
Name Rp US$ Rp US$
Date Rp / Date Rp Date Rp

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 (7+9) 11 12 (4-10) 13

TOTAL

245
Petunjuk pengisian

Nomor Kolom Nama Kolom Keterangan


1 No Diisi dengan nomer urut kontrak
2 Comp Tidak perlu diisi
3 Reference Contract – Number/Date Diisi dengan nomer dan tanggal kontrak untuk masing-masing paket
4 Reference Contract – Amount (IDR) Diisi dengan nilai kontrak untuk masing-masing paket
5 Reference Contract - Name Diisi dengan nama contractor/supplier pekerjaan untuk masing-masing paket
6 Payment IBRD – Number/Date Diisi dengan nomer dan tanggal SP2D yang sudah diterbitkan untuk pembayaran masing-
masing paket dan bersumber dari Loan IBRD
7 Payment IBRD – Amount (IDR) Diisi dengan nilai pembayaran tiap SP2D yang sudah diterbitkan untuk masing-masing paket
dan bersumber dari Loan IBRD
8 Payment GoI – Number/Date Diisi dengan nomer dan tanggal SP2D yang sudah diterbitkan untuk pembayaran masing-
masing paket dan bersumber dari Rupiah Murni. Kosongkan apabila tidak ada
9 Payment GoI – Amount (IDR) Diisi dengan nilai pembayaran tiap SP2D yang sudah diterbitkan untuk masing-masing paket
dan bersumber dari Rupiah Murni. Kosongkan apabila tidak ada
10 Total Payment (IDR) Diisi dengan total pembayaran untuk masing-masing paket dalam IDR
11 Total Payment (USD) Diisi dengan total pembayaran untuk masing-masing paket dalam USD
12 Remaining Balance (IDR) Diisi dengan saldo pembayaran untuk masing-masing paket yang masih harus dilakukan
dalam IDR
13 Remaining Balance (USD) Diisi dengan saldo pembayaran untuk masing-masing paket yang masih harus dilakukan
dalam USD

246
Form IFR-1
National Affordable Housing Progra IBRD……….
Project Sources and Uses of Funds For the Quarter Ending: [MM/DD/YY]

Actual Planned Variance %


Current Year To Cumulative Current Year To Cumulative Current Year To Cumulative
Quarter Date To Date Quarter Date To Date Quarter Date To Date
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Sources of Funds
1 GOI (counterpart, Rupiah Murni,
outstanding, BUN)
2 The World Bank
Total Source of Funds
Uses of Funds by Category
1 Credit-Linked Housing Finance
Assistance under Part 1 (a) of the
project
2 Home Improvement Assistance
under Part 2 (a) of the Project
3 Goods, non- consulting services,
consultant’s
services and training under part 1(b),
2(b), 2(c) and 3 of the project; and
Operating Costs (incurred on or after
January 1, 2020) under Part 2(b) of
the Project

Total Uses of Funds

247
Petunjuk pengisian
Nomor Kolom Nama Kolom Keterangan
1 Current Quarter Actual Source of Fund
Diisi dengan realisasi dana untuk setiap sumber dana (RK dan RM) yang telah diserap pada
periode pelaporan tahun ini.
Uses of Fund
Diisi dengan realisasi pembayaran (SP2D) untuk masing-masing kategori selama periode
pelaporan tahun ini
2 Year to Date Actual Source of Fund
Diisi dengan realisasi dana untuk setiap sumber dana (RK dan RM) yang telah diserap pada
periode pelaporan kuartal ini.
Uses of Fund
Diisi dengan realisasi pembayaran (SP2D) untuk masing-masing kategori selama periode
pelaporan kuartal ini
3 Cumulative to Date Actual Source of Fund
Diisi dengan realisasi dana untuk setiap sumber dana (RK dan RM) yang telah diserap pada
periode pelaporan kuartal ini.
Uses of Fund
Diisi dengan realisasi pembayaran (SP2D) untuk masing-masing kategori selama periode
pelaporan kuartal ini
4 Current Quarter Planned Source of Fund
Diisi dengan realisasi dana untuk setiap sumber dana (RK dan RM) yang telah diserap pada
periode pelaporan kuartal ini.
Uses of Fund
Diisi dengan realisasi pembayaran (SP2D) untuk masing-masing kategori selama periode
pelaporan kuartal ini
5 Year to Date Planned Source of Fund
Diisi dengan realisasi dana untuk setiap sumber dana (RK dan RM) yang telah diserap pada
periode pelaporan tahun ini.
Uses of Fund
Diisi dengan realisasi pembayaran (SP2D) untuk masing-masing kategori selama periode
pelaporan tahun ini
6 Cumulative to Date Planned Source of Fund
Diisi dengan realisasi dana untuk setiap sumber dana (RK dan RM) yang telah diserap pada
periode pelaporan sejak awal proyek hingga kuartal ini.
Uses of Fund
Diisi dengan realisasi pembayaran (SP2D) untuk masing-masing kategori selama periode
pelaporan sejak awal proyek hiungga kuartal ini
7 Current Quarter Variance Diisi dengan hasil presentase antara kolom 1 dengan kolom 4
8 Year to Date Variance Diisi dengan hasil presentase antara kolom 2 dengan kolom 5
9 Cumulative to Date Variance Diisi dengan hasil presentase antara kolom 3 dengan kolom 6

248
Form IFR-2
National Affordable Housing Program Project BRD……….
Project Uses of Funds by Category For the Quarter Ending: [MM/DD/YY]

Expenditures in the Current Quarter


Total GOI Reimburse- SBUN Outstand- Charged to Charged to WB
No. Uses of Funds by Category counterpart ment ing WB Sp. Acc. Sp. Acc.
Rp Rp Rp RP Rp US$
1 2 3 4 5 6 7
1 Credit-Linked Housing Finance
Assistance under Part 1 (a) of the
project
2 Home improvement assistance under
part 2 (a) of the project
3 Goods, non- consulting services,
consultant’s
services and training under part 1(b), 2(b),
2(c) and 3 of the project; and Operating
Costs (incurred on or after January 1,
2020) under Part 2(b) of the Project

Non Bank financed (Rupiah Murni)


Total Uses of Fund
Exchange Rate:……………….

249
Expenditures in Year to Date
Total GOI Reimburs SBUN Outstan Charged Charged to
counterpar t e-ment d-ing to WB Sp. WB Sp. Acc.
No. Uses of Funds by Category Acc.
Rp Rp Rp RP Rp US$
8 9 10 11 12 13 14
1 Credit-Linked Housing Finance
Assistance under Part 1 (a) of the
project
2 Home improvement
assistance under part 2 (a) of the project

3 Goods, non- consulting services,


consultant’s
services and training under part 1(b),
2(b), 2(c) and 3 of the project; and
Operating Costs (incurred on or after
January 1, 2020) under Part 2(b) of the
Project

Non Bank financed (Rupiah


Murni)
Total Uses of Fund
Average Exchange Rate:……………….

250
Cumulative Expenditures to Date
Total GOI Reimburse- SBUN Outstand- Charged to Charged to
No. Uses of Funds by Category counterpart ment ing WB Sp. Acc. WB Sp. Acc.
Rp Rp Rp Rp Rp Rp US$
15 16 17 18 19 20 21
1 Credit-Linked Housing Finance
Assistance under Part 1 (a) of the project

2 Home improvement assistance under part


2 (a) of the project
3 Goods, non- consulting services,
consultant’s services and training under
part 1(b), 2(b), 2(c) and 3 of the project; and
Operating Costs (incurred on or after
January 1, 2020) under Part 2(b) of the
Project
Non Bank financed (Rupiah Murni)

Total Uses of Fund


Exchange Rate:……..……………….

Petunjuk pengisian

Nomor Kolom Nama Kolom Keterangan


1 Uses of Fund (by category) Diisi dengan uraian kategori sesuai dengan Loan Agreement
2 Total expenditures in the current quarter Diisi dengan total realisasi penggunaan dana (RK, RM, pendamping, SBUN dan donor lain) yang diserap
pada periode pelaporan kuarter ini
3 GOI counterpart Diisi dengan total realisasi penggunaan dana dari sumber RM pada periode pelaporan kuartal ini
4 Other Donor Diisi dengan total realisasi penggunaan dana dari sumber dana dari donor lain selain Bank Dunia pada
periode pelaporan kuartal ini
5 SBUN Diisi dengan total realisasi penggunaan dana dari sumber dana dari SBUN pada periode pelaporan kuartal
ini
6 Outstanding Diisi dengan jumlah pengeluaran yang masih belum membebani rekening khusus pada periode pelaporan
kuartal ini
7 Charged to WB Special Account (IDR) Diisi dengan jumlah pengeluaran yang berasal dari rekenig khusus pada periode pelaporan kuartal ini
dalam mata uang IDR
8 Total expenditures in the year to date Diisi dengan total realisasi penggunaan dana (RK, RM, pendamping, SBUN dan donor lain) yang diserap
pada periode pelaporan tahun ini
9 GOI counterpart Diisi dengan total realisasi penggunaan dana dari sumber RM pada periode pelaporan tahun ini

251
Other Donor Diisi dengan total realisasi penggunaan dana dari sumber dana dari donor lain selain Bank Dunia pada
periode pelaporan kuartal ini
SBUN Diisi dengan total realisasi penggunaan dana dari sumber dana dari SBUN pada periode pelaporan kuartal
ini
Outstanding Diisi dengan jumlah pengeluaran yang masih belum membebani rekening khusus pada periode pelaporan
kuartal ini
Charged to WB Special Account (IDR) Diisi dengan jumlah pengeluaran yang berasal dari rekenig khusus pada periode pelaporan kuartal ini
dalam mata uang IDR
Charged to WB Special Account (USD) Diisi dengan jumlah pengeluaran yang berasal dari rekenig khusus pada periode pelaporan kuartal ini
dalam mata uang USD
Total cumulative expenditures to date Diisi dengan total realisasi penggunaan dana (RK, RM, pendamping, SBUN dan donor lain) yang diserap
pada periode pelaporan sejak awal pelaksanaan proyek hingga kuartal ini
GOI counterpart Diisi dengan total realisasi penggunaan dana dari sumber RM pada periode pelaporan kuartal ini
Other Donor Diisi dengan total realisasi penggunaan dana dari sumber dana dari donor lain selain Bank Dunia pada
periode pelaporan kuartal ini
SBUN Diisi dengan total realisasi penggunaan dana dari sumber dana dari SBUN pada periode pelaporan kuartal
ini
Outstanding Diisi dengan jumlah pengeluaran yang masih belum membebani rekening khusus pada periode pelaporan
kuartal ini
Charged to WB Special Account (IDR) Diisi dengan jumlah pengeluaran yang berasal dari rekenig khusus pada periode pelaporan kuartal ini
dalam mata uang IDR
Charged to WB Special Account (USD) Diisi dengan jumlah pengeluaran yang berasal dari rekenig khusus pada periode pelaporan kuartal ini
dalam mata uang USD

252
Lampiran 12: Kerangka Acuan Kerja (KAK) Kajian Dasar Perumahan Rakyat (Baseline
Study)

A. Latar Belakang dan Tujuan


Jumlah kekurangan rumah di Indonesia saat ini cukup signifikan. Diperkirakan saat ini ada
64,1 juta rumah di Indonesia, 20% diantaranya dalam kondisi tidak layak huni dan setiap
tahunnya dibutuhkan sekitar 820.000 hingga 1 juta unit hunian baru untuk menjawab
kebutuhan pertambahan penduduk, migrasi ke kota, dan kehadiran rumah tangga baru.
Sektor swasta hanya mampu memproduksi 400.000 rumah setiap tahun. Program
pemerintah yang sedang berjalan pun hanya mampu menambah 150.000-200.000 unit
setiap tahunnya.
Di sisi lain, keterjangkauan masih menjadi tantangan besar sektor perumahan di Indonesia.
Hanya 20% rumah tangga berpenghasilan teratas (desil 9 dan 10) yang mampu membeli
rumah dari pasar formal. 40% dibawahnya tidak mampu membeli rumah tanpa bantuan
subsidi. Program FLPP menyasar kalangan ini dengan memberikan bantuan KPR dengan
suku bungan rendah. Namun, hasil evaluasi FLPP menunjukkan pengeluaran
program tidak sebanding dengan manfaat yang didapatkan; sebagian besar dana menjadi
keuntungan Bank dan dimanfaatkan oleh kalangan yang bukan target grup program.
Akibatnya kontribusi KPR terhadap Prodik Domestik Bruto (PDB) sangat sedikit (hanya
2,4%), dibandingkan dengan India 7% dan Thailand 19%. Sementara 40% penduduk
dengan desil terbawah yang hidup dibawah atau mendekati garis kemiskinan tidak bisa
memperoleh rumah tanpa bantuan subsidi dengan jumlah yang signifikan.
Untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan di atas, Pemerintah Indonesia tengah
menjalankan program sejuta rumah untuk mengurangi jumlah kekurangan rumah. Proyek
National Affordable Housing Program (NAHP) yang dilaksanakan oleh Kementerian PUPR
dengan dukungan oleh Bappenas, Kementerian Keuangan, dan Bank Dunia bertujuan
meningkatkan akses masyarakat berpenghasilan rendah kepada rumah layak huni dan
terjangkau, terutama untuk rumah tangga yang sedang mengusahakan rumah pertama
baik melalui pembelian rumah maupun perbaikan rumah secara swadaya.
NAHP memiliki 3 (tiga) komponen, yaitu: (i) Bantuan Pembiayaan Perumahan (BP2BT); (ii)
Bantuan Program Perumahan Swadaya; (iii) dan Dukungan Teknis Pengembangan
Kebijakan Perumahan. NAHP khususnya menyasar penerima manfaat yang
sebelumnya tidak terlayani oleh program-program perumahan yang sudah berjalan, seperti
masyarakat yang bekerja pada sektor informal dengan penghasilan tidak tetap, serta
meningkatkan kapasitas pemerintah, pemerintah daerah, dan institusi yang bergerak di
sektor perumahan.
Sebelum pelaksanaan program, diperlukan sebuah baseline study untuk mengumpulkan
data-data dasar guna menetapkan indikator yang akan dicantumkan dalam rencana
pemantauan dan evaluasi. Laporan baseline study akan digunakan sebagai sebuah
253
ukuran untuk memantau kemajuan proyek terhadap indikator yang ditetapkan selama
pelaksanaan proyek.
B. Lingkup Pekerjaan
Berikut adalah tipe pekerjaan yang diharapkan dari konsultan pelaksana tugas:
a. Peninjauan terhadap hasil dari program-program perumahan terdahulu, termasuk
jumlah penerima manfaat, program-program perumahan di level daerah beserta
cakupan penerima manfaatnya
b. Survei lapangan
c. Wawancara dengan pihak terkait
Lingkup pekerjaan dan keluaran yang diharapkan dari konsultan pelaksana tugas adalah:
a. Data baseline yang komprehensif untuk semua indikator kunci keberhasilan program
b. Hasil analisis yang komprehensif mengenai program perumahan terjangkau di
c. Indonesia dalam lima tahun terakhir dan mengidentifikasi permasalahan-
permasalahan yang terjadi
d. Menganalisa kapasitas Perum Perumnas dalam menyediakan solusi rumah layak huni
dan terjangkau
e. Menganalisa kapasitas beberapa Pemerintah Daerah dalam menjalankan dan
menyelenggarakan program perumahan untuk MBR

254
Lampiran 13. Kerangka Acuan Kerja (KAK) Penilaian Gender (Gender Assessment)
A. Latar Belakang
Jumlah kekurangan rumah di Indonesia saat ini cukup signifikan. Diperkirakan saat ini ada
64,1 juta rumah di Indonesia, 20% diantaranya dalam kondisi tidak layak huni dan setiap
tahunnya dibutuhkan sekitar 820.000 hingga 1 juta unit hunian baru untuk menjawab
kebutuhan pertambahan penduduk, migrasi ke kota, dan kehadiran rumah tangga baru.
Sektor swasta hanya mampu memproduksi 400.000 rumah setiap tahun. Program
pemerintah yang sedang berjalan pun hanya mampu menambah 150.000-200.000 unit
setiap tahunnya.
Di sisi lain, keterjangkauan masih menjadi tantangan besar sektor perumahan di Indonesia.
Hanya 20% rumah tangga berpenghasilan teratas (desil 9 dan 10) yang mampu membeli
rumah dari pasar formal. 40% dibawahnya tidak mampu membeli rumah tanpa bantuan
subsidi. Program FLPP menyasar kalangan ini dengan memberikan bantuan KPR dengan
suku bungan rendah. Namun, hasil evaluasi FLPP menunjukkan pengeluaran program
tidak sebanding dengan manfaat yang didapatkan; sebagian besar dana menjadi
keuntungan Bank dan dimanfaatkan oleh kalangan yang bukan target grup program.
Akibatnya kontribusi KPR terhadap Prodik Domestik Bruto (PDB) sangat sedikit (hanya
2,4%), dibandingkan dengan India 7% dan Thailand 19%. Sementara 40% penduduk
dengan desil terbawah yang hidup dibawah atau mendekati garis kemiskinan tidak bisa
memperoleh rumah tanpa bantuan subsidi dengan jumlah yang signifikan.
Rendahnya kontribusi KPR terhadap GDP disebabkan oleh beberapa hal: (i)
kebanyakan masyarakat Indonesia tidak memiliki kemampuan finansial untuk KPR
tanpa subsidi dan subsidi dari pemerintah sangat terbatas dan didesain belum cukup baik;
(ii) lebih dari 60% masyarakat Indonesia tidak bekerja di sektor formal sehingga tidak lolos
seleksi karena belum memiliki credit hostory dan termasuk ke dalam kelompok non-
bankable; dan (iii) kecilnya akses sektor perbankan terhadap dana pembiayaan jangka
panjang dan terjangkau dari pasar modal. Tanpa adanya perubahan pola pasar sekunder
saat ini, lembaga keuangan Bank di Indonesia akan tetap memiliki kemampuan yang
terbatas untuk membiayai KPR jangka panjang dari deposit jangka pendek.
Kompleksnya tantangan dari sisi pasokan rumah menghalangi sektor swasta untuk
berpartisipasi dalam pengembangan rumah murah. Tantangan ketersediaan tanah
(termasuk akuisisi tanah), proses perizinan, dan tantangan pembiayaan konstruksi yang
dihadapi pengembang membuat terbatasnya pengembangan perumahan formal selama ini.
Hal-hal ini menyebabkan angka produksi rumah rendah, terutama untuk unit dengan nilai
keuntungan yang rendah (rumah murah). Kegagalan dalam memproduksi rumah yang

terjangkau juga berkontribusi dalam memunculkan area kumuh baru. Lebih dari 50%12
masyarakat miskin di Indonesia tinggal di loksdi kumuh dengasn karateristik RTLH, akses

255
rendah kepada pelayanan dasar (air minum, sanitasi, dan jalan), buruknya kondisi kesehatan
masyarakat, dan rentan terhadap resiko bencana, dan kepadatan tingkat tinggi di kota besar.
Tahun 2015, Pemerintah Indonesia membuat strategi pengurangan jumlah kekurangan
rumah dalam prioritas kebijakan RPJMN dan meluncurkan program Satu Juta Rumah.
Kebijakan khusus yang dikembangkan dalam mendukung program Satu Juta Rumah
adalah: (i) Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang disahkan pada Februari 2016; (ii)
Subsidi Selisih Bungan (SSB), dan (iii) Bantuan Uang Muka (BUM) senilai 4 (empat) juta
rupiah untuk membantu rumah tangga yang mengakses FLPP dan SSB dalam membayar
uang muka.
Dalam rangka mencapai target Satu Juta rumah, di Tahun 2016 Pemerintah Indonesia
menganggarkan lebih dari dua kali lipat anggaran tahun sebelumnya (dari 6 Triliun menjadi
13,2 Triliun rupiah). Kredit perumahan bersubsidi telah membantu melahirkan sekitar 90.000
pinjaman baru di Tahun 2015 melalui FLPP dan SSB. Namun level ini masih jauh dari target
dan kebutuhan yang ada dan peningkatan anggaran pun diprediksi tidak mampu menaikkan
produksi rumah secara signifikan. Pemerintah Indonesia sendiri berpendapat bahwa kurang
baiknya hasil kebijakan subsidi yang ada saat ini lebih dikarenakan oleh belum baiknya
desain program yang tersedia dari pada aspek pengeluaran yang rendah.
B. Gambaran Program
Program ini akan memastikan masing-masing komponen terinformasikan mengenai isu
gender di dalam tahap perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi. Pada tahap
perencanaan, analisis safeguards akan dilaksanakan untuk memastikan bahwa rumah
tangga yang dikepalai oleh perempuan atau Female Headed Household (FHH) dan janda
tidak akan mengalami diskriminasi di masing-masing komponen program. Penilaian yang
berfokus kepada aspek gender akan dilaksanakan untuk mengidentifikasi tantangan yang
berpotensi menghalangi FHH dalam mengakses BP2BT dan BSPS serta mekanisme yang
dapat dilakukan untuk memitigasi tantangan- tangan tersebut.
Sebagai bagian dari kegiatan dukungan teknis program, nantinya akan ada training dan
advokasi kepada PIU, fasilitator, dan lembaga pemberi pinjaman mengenai pentingnya
kseetaraan gender untuk penerima manfaat. Contoh untuk BP2BT, akan dikembangkan dan
disebarluaskan materi-materi mengenai bagaimana lembaga pemberi pinjaman meninjau
kriteria kelayakan FHH dengan memastikan bahwa mereka diperlakukan setara dengan RT
dengan penghasilan ganda (suami-istri) atau RT yang dikepalai laki- laki atau male headed
household (MHH). Contoh untuk BSPS, fasilitator, dan Satker Provinsi (SNVT) akan
diberikan pelatihan gender sebagai bagian dari dukungan teknis komponen BSPS. Serta
untuk memperkuat kapasitas pemangku kepentingan program BSPS dalam memastikan
akses yang setara untuk FHH, PIU akan menjalin kolaborasi dengan organisasi
pemberdayaan perempuan (seperti PEKKA) untuk membuat modul- modul untuk

256
meningkatkan kapasitas pelaku dalam hal aspek kesetaraan gender serta berkolaborasi
dalam mensosialisasikan program BSPS kepada FHH.
C. Lingkup Pekerjaan
1) Melakukan penilain terhadap (jika ada) regulasi yang menghalangi rumah tangga
(RT)yang dikepalai oleh perempuan untuk mengakses program BP2BT dan/atau BSPS
a. Untuk BP2BT, bagaimana regulasi dan kriteria kelayakannya mendorong atau
menghalangi RT yang dikepalai oleh perempuan untuk mengakses program?
b. Untuk BSPS, bagaimana mekanisme penetapan sasaran (secara tersirat atau
c. tidak) mempengaruhi inklusi FHH ke dalam program?
2) Informasi mengenai penerima manfaat BSPS yang merupakan RT yang dikepalai oleh
perempuan dan kecenderungan RT tersebut sebagai penerima manfaat dalam tiga
tahun terakhir. Penilaian harus dapat mejawab pertanyaan berikut:
a. Bagaimana status pengumpulan data tentang gender di level individu (disagregated)
dan ketersediaan datanya?
b. A p a k a h ada regulasi yang menghalangi atau memfasilitasi FHH untuk menerima
BSPS?
b. Apa tantangan utama para penerima manfaat untuk mendapatkan BSPS?
3) Mengidentifikasi indikator untuk memantau penerima manfaat dari FHH dan
mengidentifikasi pembelajaran dari proyek lainnya tentang bagaimana cara
memastikan akses yang sama kepada FHH untuk mengakses program, dan apa
pembelajaran untuk BP2BT dan BSPS dari program-program tersebut dalam rangka
mendorong partisipasi FHH untuk terlibat.
4) Mengembangkan modul pelatihan kepada Bank Pemberi Pinjaman dan
Fasilitator untuk memantau pasrtisipasi FHH untuk BP2BT dan modul untuk
fasilitator BSPS. Mengeksplor kemungkinan keterlibatan organisasi perempuan seperti
PEKKA dalam mengembangkan modul pelatihan untuk Bank Pemberi Pinjaman dan
fasilitator.
5) Mengidentifikasi alat dan indikator yang dapat diandalkan dan terukur untuk
membantu komunitas, Lembaga Swadaya Masyarakat, pemerintah, dan
Bank/Lembaga Pemberi Pinjaman untuk memantau persamaan gender dan menilai
dampak program terhadap kehidupan para perempuan.
D. Keluaran
Konsultan diharapkan menghasilkan sebuah gender assesment dan merekomendasikan
indikator untuk persamaan gender di dalam program. Keluaran-keluaran yang
diharapkan meliputi:
a. Modul-modul untuk pelatihan mengenai gender;
b. Indikator untuk pemantauan dan evaluasi mengenai gender; dan
c. Pembelajaran dari proyek lain mengenai penilaian gender.

257
Lampiran 14: Outline Laporan Keuangan Tahunan

Laporan Keuangan Tahunan disusun berdasarkan IFR Konsolidasi yang dipersiapkan


terlebih dahulu.
IFR Konsolidasi adalah konsolidasi dari IFR Q1, Q2, Q3, Q4.
Outline dari Laporan Keuangan Tahunan adalah sebagai berikut,

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
PERNYATAAN TANGGUNG JAWAB
I. SUMBER DAN PENGGUNAAN DANA/PROJECT SOURCES AND USES OF FUNDS
II. PENGGUNAAN DANA PER KATEGORI/PROJECT USES OF FUNDS BY CATEGORY
III. SPECIAL ACCOUNT ACTIVITY STATEMENT
IV. CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN
A. PENJELASAN UMUM
B. PENJELASAN ATAS POS-POS LAPORAN REALISASI ANGGARAN
C. SPECIAL ACCOUNT ACTIVITY STATEMENT
D. PENGUNGKAPAN-PENGUNGKAPAN LAINNYA

LAMPIRAN
A. DIPA INDUK PENYEDIAAN PERUMAHAN
B. DIPA PETIKAN PEMBIAYAAN INFRASTRUKTUR PEKERJAAN
UMUM DAN PERUMAHAN
C. DIPA PETIKAN PER SATUAN KERJA PENYALURAN BSPS
D. KONTRAK PENGADAAN BARANG DAN JASA
E. BUKTI PENGEMBALIAN BELANJA
F. Statement of Expenditures - Detail Expenditures for Contracts Not Subject to Prior Review -
Period: …………
G. Summary Sheet for Payment of Contract Subject to Prior Review - Period: ………..

DAFTAR TABEL
Tabel 1 Alokasi Anggaran NAHP
Tabel 2 Realisasi Unit BP2BT Berdasarkan Bank Pelaksana Tahun….
Tabel 3 Jumlah Bantuan BP2BT yang Diajukan dan Disetujui pada Tahun….
Tabel 4 Paket Dukungan Teknis NAHP yang Telah Terkontrak Tahun…..
Tabel 5 Realisasi Belanja Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan
(BP2BT Tahun…. dan Akumulasi……

258
Tabel 6 Realisasi Belanja Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) TA ….. dan
Akumulasi ……..
Tabel 7 Rekapitulasi Realisasi Belanja Kategori 3 TA…… dan Akumulasi ………….
Tabel 8 Rekapitulasi Realisasi Belanja BSPS Facilliatations TA…….
Tabel 9 Realisasi BELANJA Jasa Konsultan
Tabel 10 Aktifitas Rekening Khusus NAHP di Tahun……….
Tabel 11 Project Management Committee (PMC) dan Project Implementation Unit (PIU)
NAHP
Tabel 12 Susunan Keanggotaan Unit Pelaksanaan Proyek NAHP
Tabel13 Susunan Keanggotaan Sekretariat Unit Pelaksanaan Proyek NAHP

Petunjuk Pengisian
1. KATA PENGANTAR
Berisi kata pengantar Dirjen yang menjadi Kepala PMC
2. PERNYATAAN TANGGUNG JAWAB
Berisi Pernyataan Tanggungjawab Dirjen selaku Kepala PMC terhadap laporan keuangan
yang telah tersusun

259
3. SUMBER DAN PENGGUNAAN DANA/PROJECT SOURCES AND USES OF FUNDS
Pada bagian ini menampilkan tabel dari IFR Konsolidasi Format IFR-1 sebagai berikut,

Project Sources and Uses of Funds


For the Year Ending December …, 20….
currency: IDR

Actual / i Planned Variance %


Discription Year-To Cumulative Year-To Cumulative Year-To Cumulative
Date To-Date Date To-Date Date To-Date
1 2 3 5 6 8=2/5 9=3/6
Sources of Funds
1 GOI (Counterpart, Rp. Murni, outstanding SBUN)
2 The World Bank
Total Sources of Funds
Uses of Funds (by Category)
1 Credit-Linked Housing Finance Assistance under
Part 1 (a) of the project
2 Home Improvement Assistance Under Part 2 (a) of
the project
3 Goods, non- consulting services, consultant’s
services and training under part 1(b), 2(b), 2(c)
and 3 of the project; and Operating Costs
(incurred on or after January 1, 2020) under Part
2(b) of the Project
Total Uses of Funds

Jakarta, ………….. 20…


Direktur Jenderal …………..,
Selaku Kepala PMC NAHP

……………………………….
NIP ……………………….
260
4. PENGGUNAAN DANA PER KATEGORI/PROJECT USES OF FUNDS BY CATEGORY
Pada bagian ini menampilkan tabel dari IFR Konsolidasi Format IFR-2 sebagai berikut,

Project Uses of Funds by Category


For the Year Ending December …., 20….
Expenditures in Year to Date
Uses of Funds (by Category) GOI charged
Others Direct Outsta charged to
Total counterp to WB
Donor Payment nding WB Sp.Acct
art Sp.Acc
Rp Rp Rp Rp Rp Rp US$
1 Credit-Linked Housing Finance Assistance under Part 1 (a) of the project
2 Home Improvement Assistance Under Part 2 (a) of the project
3 Goods, non- consulting services, consultant’s services and training under
part 1(b), 2(b), 2(c) and 3 of the project; and Operating Costs (incurred on
or after January 1, 2020) under Part 2(b) of the Project

Total Uses of Fund

Cumulative Expenditures to Date


Uses of Funds (by Category) GOI charged
Others Direct Outsta charged to
Total counterp to WB
Donor Payment nding WB Sp.Acct
art Sp.Acc
Rp Rp Rp Rp Rp US$
1 Credit-Linked Housing Finance Assistance under Part 1 (a) of the project
2 Home Improvement Assistance Under Part 2 (a) of the project
3 Goods, non- consulting services, consultant’s services and training under
part 1(b), 2(b), 2(c) and 3 of the project; and Operating Costs (incurred on
or after January 1, 2020) under Part 2(b) of the Project
Total Uses of Fund

Jakarta ……………..…….. 20…


Direktur Jenderal …………..,
Selaku Kepala PMC NAHP

……………………………….
NIP ……………………….
261
5. SPECIAL ACCOUNT ACTIVITY STATEMENT
Pada bagian ini menampilkan tabel dari IFR Konsolidasi Format I-A sebagai berikut,

National Affordable Housing Program


IBRD 8717-ID
Special Account Activity Statement
For the Reporting Period January 1, 2020 - December 31, 2020

Special Account No : 601332411980


USD
Part I
1. Cummulative advance to end of current reporting period 217.338.795,00
2. Cummulative expenditures to end of last reporting period 122.430.939,69
3. Outstanding advance to be accounted (1-2) 94.907.855,31

Part II
4. Opening SA balanced at beginning of reporting period as of January 1, 2020 8.879.860,31
5. Add/Substract : Cummulative adjustments (if any) * -
6. Advances from the World Bank during reporting period 86.027.995,00
7. Add 5 and 6 86.027.995,00
8. Outstanding advances to be accounted for (4+7) 94.907.855,31

9. Closing SA balance at end of current reporting (as of December 31, 2020) 9.264.263,52
10. Add/substract: Cummulative adjusments (if any) ** -
11. Expenditures for current reporting period 85.643.591,79
12. Add 10+11 85.643.591,79
13. Add 9+12 94.907.855,31

14. Difference (if any) 8-13 *** (0,00)

Part III
15. Total Forecasted amount to be paid by World Bank 83.432.422,64
16. Less : Closing SA balance after adjusment 9.264.263,52
17. Add/substract: Cummulative adjusments (if any) ****
18. Add 16+17 9.264.263,52

19. Cash requirement from WB for next six months (15-18) 74.168.159,12
20. Round Down 74.160.000,00

Jakarta, ………….. 20…


Direktur Jenderal …………..,
Selaku Kepala PMC

……………………………….
NIP ……………………….

262
6. CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN
Bagian Catatan Atas Laporan Keuangan (CaLK) terdiri dari,
a) Penjelasan Umum
Pada sub-bab ini berisi terkait latar belakang NAHP, dasar hukum NAHP, Deskripsi
program NAHP, Kebijakan Akuntansi
b) Penjelasan atas Pos-pos Laporan Realisasi Anggaran
Pada sub-bab ini berisi terkait penjelasan secara rinci terhadap Sumber dana dan
Belanja
c) Special Account Activity Statement
Pada sub-bab ini berisi terkait Aktifitas rekening khusus NAHP selama satu tahun,
Koreksi penarikan Rekening khusus
d) Pengungkapan-pengungkapan Lainnya
Pada sub-bab ini berisi terkait tindaklanjut Laporan Hasil Pemerikasaan atas Laporan
Keuangan NAHP tahun sebelumnya, Susunan PMC dan PIU NAHP, Susunan
Keanggotaan PIU NAHP, Susunan Keanggotaan Sekretariat PIU NAHP

263

Anda mungkin juga menyukai