PENDAHULUAN
Tabel 1.1
Daftar Proyek Prioritas Strategis (Major Project)
INDIKASI PENDANAAN
MAJOR PROJECT MANFAAT PROYEK PELAKSANA
(Rp Triliun)
2
efektif serta belum terintegrasi perumahan dengan sistem transportasi publik dan
infrastruktur dasar permukiman.
Di samping itu, pembinaan dan pengawasan di bidang perumahan dan kawasan
permukiman perlu ditingkatkan untuk menjamin keandalan dan tertib bangunan
dalam rangka mengurangi risiko bencana, serta mencegah tumbuhnya permukiman
kumuh.
Penyediaan Akses Perumahan dan Permukiman Layak, Aman, dan Terjangkau di
Perkotaan, pesatnya pertumbuhan penduduk akibat pertumbuhan alami dan
urbanisasi menyebabkan peningkatan kebutuhan hunian di perkotaan. Namun,
belum optimalnya sistem penyediaan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan
menengah ke bawah telah menyebabkan berkembangnya perumahan dan
permukiman yang tidak layak, tidak teratur, bahkan ilegal.
Saat ini terdapat sekitar 40,39 persen rumah tangga di perkotaan yang menempati
hunian tidak layak, dimana sebagian diantaranya menempati permukiman kumuh
atau ilegal. Untuk menangani permukiman kumuh di perkotaan dibutuhkan upaya
pemugaran, peremajaan, dan permukiman kembali. Pada daerah tertentu,
dibutuhkan konsolidasi tanah vertikal dalam rangka menangani permukiman kumuh
sekaligus menyediakan pasokan rumah baru di perkotaan dan terintegrasi dengan
sistem transportasi publik.
2. Rendahnya kapasitas daerah, pengelola dan lembaga penyelenggara untuk
pengembangan layanan dasar permukiman.
Minimnya alokasi APBD diperkirakan dapat mempengaruhi operasional layanan,
serta berkontribusi terhadap pencapaian akses masyarakat terhadap layanan dasar.
Alokasi anggaran untuk program perumahan dan permukiman masih sangat sedikit.
Laporan Urban Sanitation Development Program tahun 2017 menemukan bahwa di
setengah dari 49 (empat puluh sembilan) kabupaten/kota yang ada di 9 (Sembilan)
provinsi hanya kurang dari dua persen (2%) dari total APBD yang dialokasikan untuk
pengembangan sektor sanitasi.
Alokasi APBD kabupaten/kota rata-rata untuk air minum hanya sebesar Rp. 7 Milyar,
sementara itu DAK sebagai skema pendanaan alternatif belum mampu dioptimalkan.
Keterbatasan kapasitas juga terjadi dari sisi perencanaan dan kelembagaan.
Penanganan perumahan masih diartikan sebatas pada peningkatan kualitas rumah
dalam bentuk bedah rumah, padahal fasilitasi penyediaan perumahan juga
mencakup perbaikan delivery system dari sisi supply dan demand, dimulai dari
pengadaan tanah, perizinan, pembangunan, hingga meningkatkan akses
masyarakat terhadap fasilitas pembiayaan. Dari sisi kelembagaan, rendahnya
kapasitas penyelenggara dan kelembagaan sistem terlihat dari belum optimalnya
3
kinerja penyelenggara layanan dasar. Permasalahan fungsi regulator dan operator
layanan dasar juga masih terjadi di daerah.
3. Implementasi kebijakan pemerintah terkait penyediaan layanan dasar permukiman
belum optimal dengan masih rendahnya akses masyarakat terhadap layanan dasar.
Hal tersebut salah satunya disebabkan belum terintegrasinya perencanaan baik
antara masing-masing rencana sektoral, antara rencana sektoral dengan rencana
pembangunan daerah dan rencana tata ruang. Sinkronisasi perencanaan dan
implementasi turut dipersulit oleh banyaknya dokumen perencanaan yang
dikeluarkan oleh berbagai instansi, baik di tingkat nasional, provinsi, maupun
kabupaten/kota, dan belum terdapat referensi dokumen perencanaan sektoral
tunggal.
Sebagai contoh, bidang perumahan dan permukiman, terdapat Rencana
Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan Kawasan Permukiman
(RP3KP), Rencana Pencegahan dan Peningkatan Kualitas Permukiman Kumuh
Perkotaan (RP2KP-KP), dan Rencana Kawasan Permukiman (RKP). Dokumen
perencanaan yang telah disusun perlu disinergikan baik secara program, kegiatan,
dan pendanaannya dengan melibatkan sektor dan pemangku kepentingan terkait
(pemerintah pusat, daerah, swasta, dan masyarakat).
4. Penyediaan Akses Perumahan dan Permukiman Layak, Aman, dan Terjangkau di
Perkotaan
Pesatnya pertumbuhan penduduk di perkotaan akibat pertumbuhan secara alami
dan urbanisasi menyebabkan peningkatan kebutuhan hunian di perkotaan. Namun,
belum optimalnya manajemen efisiensi lahan perumahan di perkotaan menyebabkan
berkembangnya perumahan dan permukiman yang tidak layak, tidak teratur, bahkan
ilegal. Selain itu, kebutuhan masyarakat berpenghasilan rendah untuk tinggal di
dekat tempat bekerja menyebabkan masyarakat tinggal di hunian tidak layak yaitu:
sebesar 57,70 persen, dimana sebagian diantaranya menempati permukiman kumuh
atau ilegal. Pada daerah tertentu, dibutuhkan upaya peremajaan kawasan,
pengembangan kawasan hunian vertikal berdensitas tinggi yang didukung dengan
infrastruktur dasar dan ruang terbuka hijau yang memadai, serta pengembangan
perumahan dan permukiman yang terintegrasi dengan sistem transportasi publik
Berdasarkan kondisi tersebut, maka yang menjadi sasaran pembangunan
infrastruktur sebagai pendukung bagi pengembangan ekonomi dan pelayanan dasar
dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024 akan
jelaskan melalui tabel 1.2 berikut.
4
Tabel 1.2
Rencana Pengembangan Infrastruktur dalam RPJMN 2020-2024
PRIORITAS
KERANGKA SASARAN INDIKATOR
NASIONAL
Prioritas Nasional 5: Memperkuat Infrastruktur Untuk Mendukung Pengembangan
Ekonomi dan Pelayanan Dasar
Terpenuhinya Persentase rumah tangga yang
perumahan dan menempati perumahan dan
permukiman layak, permukiman yang layak, aman,
aman, dan terjangkau dan terjangkau
untuk rumah tangga
Program Prioritas 1 Infrastruktur Pelayanan Dasar
Meningkatnya akses Persentase rumah tangga yang
masyarakat terhadap menempati
perumahan dan hunian dengan kecukupan luas
permukiman layak, lantai per kapita (%)
aman dan terjangkau
Persentase rumah tangga yang
menempati hunian dengan
ketahanan bangunan (atap,
lantai, dinding) (%)
Persentase rumah tangga yang
memiliki sertifikat hak atas
tanah (%)
Persentase rumah tangga yang
menempati hunian dengan
akses sanitasi layak dan aman
(air limbah) (%)
Persentase penduduk yang
masih mempraktekkan buang
air besar sembarangan di
tempat terbuka (%)
Persentase rumah tangga yang
menempati hunian dengan
akses sampah yang terkelola
dengan baik (%)
Persentase rumah tangga yang
menempati hunian dengan
akses air minum layak (%)
Persentase rumah tangga yang
menempati hunian dengan
akses air minum aman (%)
Kegiatan Meningkatnya akses Jumlah hunian baru layak yang Fasilitasi
Prioritas 1 masyarakat terhadap terbangun melalui peran Penyediaan
Penyediaan perumahan yang pemerintah (unit) Hunian Baru
akses layak, aman, dan Layak
perumahan terjangkau
dan
permukiman
layak, aman
dan terjangkau
Jumlah peningkatan kualitas Fasilitasi
hunian melalui peran Pembiayaan
pemerintah (unit) Perumahan
Jumlah hunian yang terbangun Fasilitasi
melalui peran masyarakat dan Peningkatan
dunia usaha (unit) Kualitas
Rumah
Jumlah rumah tangga yang Penyediaan
menerima fasilitas pembiayaan Infrastruktur
perumahan (rumah tangga) Dasar
Permukiman
Jumlah kabupaten/ kota yang Fasilitasi
mengembangkan iklim kondusif Peningkatan
perumahan melalui reformasi Standar
Keandalan
5
PRIORITAS
KERANGKA SASARAN INDIKATOR
NASIONAL
perizinan dan administrasi Bangunan dan
pertanahan (kabupaten/ kota) Keamanan
Bermukim
Jumlah kabupaten/ kota yang Penyediaan
mengimplementasikan 100.000
pemenuhan standar eandalan Unit Hunian
bangunan (kabupaten/ kota) Layak
(Major Project)
Program Prioritas 3 Infrastruktur Untuk Mendukung Perkotaan
Kegiatan Meningkatnya akses Jumlah hunian vertikal layak Fasilitasi
Prioritas 6 masyarakat terhadap yang terbangun untuk Penyediaan
Penyediaan perumahan dan masyarakat berpenghasilan Perumahan di
Akses permukiman rendah di perkotaan (unit) Perkotaan
Perumahan yang layak, aman dan
dan terjangkau di
Permukiman perkotaan
Layak, Aman
dan
Terjangkau di
Perkotaan
Sumber: Kerangka Teknokratis RPJMN 2020-2024
6
c) Perluasan fasilitas pembiayaan perumahan terutama bagi
masyarakat berpenghasilan tidak tetap dan/atau membangun/
memperbaiki rumah secara swadaya.
2) Pendekatan dari sisi pasokan (supply side)
a) Pengembangan sistem penyediaan perumahan yang serasi
dengan tata ruang dan terpadu dengan layanan infrastruktur dasar
permukiman, termasuk sistem transportasi publik;
b) Pengembangan sistem perumahan publik di perkotaan, termasuk
kawasan industri;
c) Peningkatan efisiensi lahan untuk penyediaan perumahan melalui
inclusive urban renewal dan konsolidasi tanah dalam rangka
mewujudkan kota tanpa permukiman kumuh;
d) Pemanfaatan tanah milik negara/BUMN untuk mendukung
penyediaan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan
menengah ke bawah; dan
e) Pengembangan peran BUMN/BUMD dalam penyediaan
perumahan.
3) Pendekatan dari sisi enabling environment
a) Penguatan implementasi standar keandalan dan tertib bangunan;
b) Penguatan implementasi kemudahan perizinan dan administrasi
pertanahan untuk perumahan;
c) Peningkatan kapasitas pemerintah/pemerintah daerah,
masyarakat dan dunia usaha;
d) Peningkatan kolaborasi dan kemitraan pemerintah, pemerintah
daerah, masyarakat dan dunia usaha;
e) Pengembangan sistem insentif dan disinsentif dalam penyediaan
perumahan; dan
f) Pengembangan bantuan perumahan bagi kelompok 40%
penghasilan terbawah.
2. Infrastruktur Perkotaan
Dilaksanakan melalui arah kebijakan dan strategi dalam rangka pemenuhan
penyediaan perumahan dan permukiman layak, aman dan terjangkau di
perkotaan adalah mengembangkan sistem perumahan publik melalui
penyediaan rumah susun sederhana sewa dan rumah susun sederhana milik
yang terintegrasi dengan sistem transportasi publik, dengan pendekatan
membentuk badan perumahan publik perkotaan di metropolitan terkait dengan
penyediaan tanah, pengelolaan aset, dan peremajaan kawasan termasuk
pengembangan kota baru (new town).
7
Berdasarkan pada hal-hal tersebut diatas, maka sesuai RPJMN 2020-2024
maka sebagai Proyek prioritas untuk mendukung Penyediaan Akses Perumahan
dan Permukiman Layak, Aman, dan Terjangkau meliputi:
a. Peningkatan Fasilitasi Penyediaan Hunian Baru;
b. Peningkatan Fasilitasi Pembiayaan Perumahan;
c. Pengembangan Fasilitasi Peningkatan Kualitas Rumah;
d. Penyediaan Prasarana, Sarana dan Utilitas Perumahan dan Permukiman;
e. Fasilitasi Peningkatan Standar Keandalan Bangunan dan Keamanan
Bermukim (PBG dan SLF);
f. Penyediaan 1 juta Rumah Susun Perkotaan (Major Project); dan
g. Fasilitasi Penanganan Permukiman Kumuh.
Namun, karena keterbatasan anggaran negara, belum optimalnya kinerja
pemangku kepentingan, belum optimalnya hasil (output dan outcome) yang
dicapai, dan masih besarnya selisih/kesenjangan penyediaan rumah untuk
MBR, pekerja informal, dan masyarakat miskin maka pemerintah berupaya
mencari sumber pendanaan lain yaitu melalui Proyek NAHP.
NAHP bermaksud untuk membantu MBR agar dapat memiliki rumah dan
meningkatkan kualitas hunian yang mereka miliki melalui pengembangan
skema pembiayaan perumahan, penguatan sistem pelaksanaan program
perumahan swadaya, dan mendorong pengembangan program dan kebijakan
perumahan layak huni dan terjangkau di Indonesia.
Manfaat NAHP selain membantu MBR dalam memiliki rumah, juga membantu
Pemerintah dan pihak terkait untuk menyelesaikan permasalahan utama
penyelenggaraan perumahan di Indonesia.
8
1.3. Pengguna Pedoman
Secara umum Pedoman Umum ini diperuntukkan bagi para penyelenggara NAHP di
semua level pemerintahan serta pihak yang terkait. Secara rinci pengguna pedoman
dan manfaat masing-masing dapat dilihat pada Tabel 1.3 berikut ini.
Tabel 01.3
Pengguna dan Manfaat Buku Pedoman
PENGGUNA MANFAAT
Pemerintah Pusat Panduan penyelenggaraan dan pengelolaan program
Menciptakan keharmonisan antar komponen program dan
rencana kerja internal
Acuan untuk pengembangan dan duplikasi program
Project Implementation Unit (PIU) Panduan penyelenggaraan dan pengelolaan program
NAHP Merencanakan pelaksanaan program
Mengendalikan program termasuk penilaian kinerja pelaksanaan
program
Acuan untuk melakukan perbaikan dan/atau perubahan Buku
Pedoman
Pemerintah Provinsi Panduan penyelenggaraan dan pengelolaan program
Menciptakan keharmonisan antar komponen program dan
rencana kerja internal
Membangun jaringan kerjasama di tingkat pelaksanaan
Acuan untuk replikasi dan adopsi program
Pemerintah Kabupaten Panduan penyelenggaraan dan pengelolaan program
Menciptakan keharmonisan antar komponen program dan
rencana kerja internal
Membangun jaringan kerjasama di tingkat pelaksanaan
Acuan untuk replikasi dan adopsi program
Bank Pelaksana BP2BT Panduan penyelenggaraan dan pengelolaan kegiatan NAHP
Bank Penyalur/Pos Penyalur Panduan dalam menyusun rencana kerja penyaluran dana
BSPS bantuan kegiatan NAHP
Pelaku Pembangunan Panduan penyelenggaraan dan pengelolaan kegiatan NAHP
Panduan dalam menyusun rencana kerja pelaksanaan kegiatan
pembangunan
Konsultan Komponen 1 Panduan kerja pengendalian mutu pelaksanaan program
Konsultan Komponen 2 Panduan dalam menyusun strategi dan rencana kerja
Konsultan Pelaksana Komponen pelaksanaan program
3 Panduan dalam memantau dan mengevaluasi kemajuan
program
Acuan untuk melakukan perbaikan dan/atau rekomendasi
perbaikan program
Konsultan Individu BSPS/Tingkat Panduan kerja pengendalian mutu pelaksanaan program wilayah
Provinsi kerja di tingkat provinsi
Tenaga Pendukung Penyaluran Panduan dalam menyusun strategi dan rencana kerja
(TPP) BP2BT/Tingkat Provinsi pelaksanaan program wilayah kerja di tingkat provinsi
Panduan dalam memantau dan mengevaluasi kemajuan
program wilayah kerja di tingkat provinsi
Acuan untuk melakukan perbaikan dan/atau rekomendasi
perbaikan program wilayah kerja di tingkat provinsi
Koordinator Fasilitator Panduan kerja pengendalian mutu pelaksanaan program wilayah
(Korkab/Korkot) BSPS kerja di tingkat kabupaten
Tenaga Pendukung Penyaluran Panduan dalam menyusun strategi dan rencana kerja
(TPP) BP2BT/Tingkat Kabupaten pelaksanaan program wilayah kerja di tingkat kabupaten
Panduan dalam memantau dan mengevaluasi kemajuan
program wilayah kerja di tingkat kabupaten
Acuan untuk melakukan perbaikan dan/atau rekomendasi
perbaikan program wilayah kerja di tingkat kabupaten
Tenaga Fasilitator Lapangan Panduan kerja pengendalian mutu pelaksanaan program wilayah
kerja dampingannnya
Menyusun strategi dan rencana kerja pelaksanaan program
Panduan dalam menyusun wilayah kerja dampingannnya
9
PENGGUNA MANFAAT
Panduan dalam memantau dan mengevaluasi kemajuan
program wilayah kerja dampingannnya
Acuan untuk melakukan perbaikan dan/atau rekomendasi
perbaikan program wilayah kerja dampingannnya
Pemerintah Desa/Kelurahan Panduan penyelenggaraan dan pengelolaan program
Menciptakan keharmonisan antar komponen program dan
rencana kerja internal
Kelompok Penerima Bantuan Panduan penyelenggaraan dan pengelolaan program
(KPB)/ Masyarakat Penerima Panduan dalam menyusun rencana kerja yang terintegrasi
Manfaat BSPS dengan komponen NAHP
Penerimas Manfaat program
BP2BT
1. Seri 0 berisi Pedoman Umum keseluruhan program NAHP, yaitu buku ini;
2. Seri I berisi Pedoman Pelaksanaan Komponen Bantuan Pembiayaan
Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT); dan
3. Seri II berisi Pedoman Pelaksanaan Komponen Bantuan Stimulan Perumahan
Swadaya (BSPS).
Ketiga pedoman tersebut bersifat umum dan menjelaskan ketentuan serta garis besar
dari tata cara pelaksanaan dan pengelolaan program.
10
02. GAMBARAN UMUM PROGRAM
Tabel 2.1
Sasaran, Indikator, dan Target Program Prioritas Dari Prioritas Nasional 5
Memperkuat Infrastruktur Guna Mendukung Pengembangan Ekonomi dan
Pelayanan Dasar
2019 TARGET
NO. INDIKATOR/SASARAN 2020 2021 2024
(baseline)
Program Prioritas 1: Infrastruktur Pelayanan Dasar
Meningkatnya akses masyarakat terhadap perumahan dan permukiman layak, aman dan terjangkau
1 Rasio KPR terhadap PDB (%) 2,90 (2018) 3,05 3,10 4,00
2 Persentase rumah tangga yang 92,25 92,46 92,67 93,31
menempati hunian dengan kecukupan
luas lantai per kapita (%)
3 Persentase rumah tangga yang 81,11 81,55 81,99 83,33
menempati hunian dengan ketahanan
13
bangunan (atap, lantai,
dinding) (%)
4 Persentase rumah tangga yang memiliki 46,42 47,02 47,62 49,42
sertifikat hak atas tanah untuk
perumahan
Sumber: Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2020 tentang Rencana Kerja Pemerintah Tahun
2021
Mengingat keterbatasan sumber daya pemerintah dalam pencapaian tujuan ini, maka
Pemerintah melalui NAHP hadir untuk mempercepat pencapaian target Program Sejuta
Rumah melalui dukungan dana dalam bentuk pinjaman untuk memperluas penerima
manfaat dan dukungan teknis reformasi program dan kebijakan sektor perumahan untuk
menjaga keberlanjutan penyelenggaraan perumahan bagi MBR di masa mendatang.
Demikian maka dapat disimpulkan tujuan NAHP adalah untuk meningkatkan akses MBR
dalam menghuni rumah yang layak.
NAHP dilaksanakan di seluruh wilayah Indonesia dengan target penerima bantuan
adalah MBR melalui bantuan pembiayaan rumah pertama di bawah Komponen 1:
BP2BT, peningkatan kualitas rumah swadaya di bawah Komponen: 2 BSPS, serta
dukungan teknis terhadap program dan kebijakan perumahan di bawah Komponen: 3.
Ketiga komponen NAHP tersebut dibagi menjadi 3 (tiga) komponen program yaitu:
1. BP2BT yang menyasar rumah tangga berpenghasilan menengah ke bawah yang
tidak mampu membeli rumah tanpa subsidi, baik yang bekerja pada sektor formal
maupun informal.
Capaian Kinerja Kegiatan BP2BT hingga tahun 2021, dengan hasil realisasi yaitu:
a. Terbantunya 18.950 unit/rumah tangga sasaran untuk memiliki rumah melalui
Program BP2BT. Realisasi penyaluran BP2BT kepada pemohon hingga tahun
akhir Bulan Juli 2021 baru mencapai 108 Pemohon dari 18.950 Pemohon yang
ditargetkan.
b. Jumlah lembaga pemberi pinjaman yang berpartisipasi dengan jumlah pinjaman
> 5% total BP2BT dalam satu tahun. Capaian pengukuran kinerja pada indikator
ini adalah pada akhir Bulan Juli 2021 baru 4 bank dari target 7 bank.
c. Rencana Anggaran sesuai DIPA Tahun Anggaran 2021 sebesar 40.000.000.000.
d. Persentase penerima bantuan yang merasa puas dan sangat puas dengan
program BP2BT. Hasil dari pengukuran tingkat kepuasan penerima manfaat
melalui survei penerima manfaat ini.
e. Dikembangkan dan beroperasinya sistem Informasi dan teknologi BP2BT.
Pengembangan dan operasionalisasi sistem IT BP2BT untuk verifikasi.
2. BSPS yang menyasar 40% rumah tangga berpenghasilan paling rendah yang
membutuhkan subsidi untuk perbaikan rumah yang ia miliki dan dukungan teknis
bagi pemerintah untuk pengembangan kebijakan rumah swadaya di kemudian hari.
14
Capaian kinerja kegiatan BSPS berdasarkan indikator capaian sampai dengan tahun
2021, adalah:
a. Terbantunya rumah tangga sasaran untuk meningkatkan kualitas atau
membangun baru rumahnya melalui program BSPS. Berdasarkan AWP Tahun
Anggaran 2021 telah direncanakan alokasi bantuan sebesar Rp 24.600.000.000
yang diperuntukkan bagi 1.230 unit rumah tangga penerima manfaat.
b. Jumlah persentase peningkatan jumlah pelaksanaan BSPS di daerah perkotaan,
dimana dilakukan perhitungan berapa persentase jumlah penerima bantuan
yang berlokasi di kawasan perkotaan terhadap total alokasi.
c. Persentase jumlah keluhan yang terekam dan ditangani sesuai mekanisme
standar (dielaborasi berdasarkan jenis kelamin). Hasil analisis umpan balik yang
menunjukkan persentase pengaduan yang diproses sesuai prosedur standar.
d. Persentase penerima bantuan yang merasa puas dan sangat puas dengan
program BSPS.
e. Pengembangan dan beroperasinya sistem Informasi dan Teknologi BSPS, untuk
memantau dan mengevaluasi BSPS. Pada tahun 2021 sistem ini telah
dikembangkan dan beroperasi.
3. Bantuan Teknis Reformasi Kebijakan Perumahan untuk Pemerintah guna
memperkuat fondasi dan struktur penyelenggaraan perumahan di Indonesia
terutama di tahun-tahun mendatang.
Ada 5 (lima) indikator pada PDO untuk pengukuran kinerja kegiatan yang termasuk
dalam lingkup Kategori 3: Dukungan teknis untuk pembaharuan kebijakan
perumahan, yang merupakan paket kegiatan konsultan. Paket kegiatan konsultan
tersebut adalah:
a. Sistem Informasi Perumahan dan Real Estat (Housing and Real Estate
Information System - HREIS);
b. Peningkatan Kapasitas Pemerintah Daerah (Local Government Capacity
Building - LGCB);
c. Kegiatan Kemitraan antara pemerintah dengan badan usaha untuk Perumahan
Terjangkau (Private Public Partnership Affordable Housing Framework and
KPBU);
d. Pengembangan kebijakan perumahan rakyat dan penguatan peran Perumnas
(Affordable Supply - Side Housing Provisioning Study); dan
e. Rekomendasi Kebijakan Perumahan dalam Penyusunan Grand Desain
Perumahan 2020-2045 (Housing Policy Recommendation in Preparation for
Housing Grand Design 2020-2045)
15
PDO pengukuran kinerja kegiatan diukur dengan capaian dan analisa terhadap kinerja
kegiatan dukungan teknis untuk pembaharuan kebijakan perumahan adalah sebagai
berikut:
a. Indikator ke-1, yaitu dikembangkan dan beroperasinya HREIS, pengembangan
sistem informasi tunggal perumahan yang mengakomodasi data berbagai sumber.
b. Indikator ke-2, yaitu dikembangkannya model, sistem, dan perangkat KPS dan
pembiayaan untuk memperluas di luar program subsidi KPR yang dipimpin
Pemerintah Indonesia saat ini. dan untuk mendorong penyediaan perumahan
terjangkau yang berlokasi baik, dibangun dengan baik, memadai, aman,
berkelanjutan, dan inklusif di daerah perkotaan yang memenuhi tujuan SDG’s
dengan memaksimalkan pembiayaan swasta untuk pembangunan.
c. Indikator ke-3, yaitu dikembangkannya peta jalan program dan kebijakan
perumahan rakyat, pengembangan 25 tahun rencana aksi dan rencana strategis
kebijakan perumahan rakyat dan strategi pelaksanaanya di mana kegiatan masih
dalam tahap lelang.
d. Indikator ke-4, yaitu dikembangkannya rencana bisnis Perum Perumnas sebagai
pengelola rumah rakyat, pengembangan rencana bisnis Perum Perumnas yang
menyeluruh dan kerangka acuan penerapannya dalam menjalankan peran
sebagai pengembang perumahan terjangkau.
e. Indikator ke-5, yaitu dikembangkannya rencana perumahan rakyat di daerah.
Setiap paket kegiatan masih dalam proses, dengan demikian pengukuran kinerja
berdasarkan indikator belum dapat dilakukan dan dianalisa.
Ketiga komponen di atas akan terintegrasi satu sama lain untuk meningkatkan
kemampuan masyarakat dalam usaha memiliki rumah layak dan terjangkau (demand-
side) dan membantu pemerintah dalam meningkatkan pasokan rumah layak huni dan
terjangkau melalui pembangunan baru maupun peningkatan kualitas (supply-side).
Komponen 1 dan Komponen 2 melalui Program BP2BT dan Program BSPS menyasar
masyarakat sasaran secara langsung.
Sementara Komponen 3 berkontribusi untuk memperkuat pondasi program dan
kebijakan perumahan secara umum. Untuk mengintegrasikan semua komponen dan
membantu menentukan indikator capaian sementara, di awal pelaksanaan akan
dilaksanakan kajian dasar terhadap kondisi perumahan Indonesia saat ini, mencakup
capaian 5 (lima) tahun terakhir serta permasalahan-permasalahan utama yang
dihadapi dengan ilustrasi gambar dibawah ini.
16
2.2. Tujuan dan Indikator Ketercapaian Program
Tujuan NAHP ini adalah meningkatkan akses MBR baik yang berpenghasilan formal
maupun informal kepada rumah layak huni dan terjangkau. Peningkatan akses yang
dimaksud termasuk:
1. Kemampuan memiliki rumah yang dibangun baru, dari pasokan rumah yang sudah
ada, atau pembangunan rumah swadaya melalui bantuan uang muka dan bantuan
kredit pembiayaan perumahan; dan
2. Bantuan peningkatan kualitas rumah dari tidak layak huni menjadi rumah layak huni
melalui subsidi peningkatan kualitas rumah.
Indikator capaian program diukur dari:
1. Terbantunya 18 . 95 0 rumah tangga sasaran untuk memiliki rumah melalui Program
BP2BT; dan
2. Terbantunya 7 5 . 2 3 0 rumah tangga sasaran untuk meningkatkan kualitas atau
membangun baru rumahnya melalui Program BSPS.
Sebagai landasan hukum yang menjadi dasar pelaksanaan kegiatan NAHP diuraikan pada
Tabel berikut:
Tabel 02.2
Landasan Hukum
17
LANDASAN HUKUM TENTANG
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 88 Pembinaan Penyelenggaraan
Tahun 2014 Perumahan dan Kawasan
Permukiman
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 83 Perusahaan Umum Pembangunan
Tahun 2015 Perumahan Nasional
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 14 Penyelenggaraan Perumahan dan
Tahun 2016 sebagaimana telah diubah pertama kali Kawasan Permukiman
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 12 tahun 2021
tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 14 Tahun 2016
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 64 Pembangunan Perumahan
Tahun 2016 Masyarakat Berpenghasilan Rendah
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 Penyelenggaraan Tabungan
Tahun 2020 Perumahan Rakyat
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 13 Penyelenggaraan Rumah Susun
Tahun 2021
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 Peraturan Pelaksanaan Undang-
Tahun 2021 Undang Nomor 28 Tahun 2002
tentang Bangunan Gedung
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 18 Tahun Perencanaan Pembangunan
2020 Nasional Jangka Menengah Nasional
Tahun 2020-2024
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 27 Tahun Kementerian Pekerjaan Umum Dan
2020 Perumahan Rakyat
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 86 Tahun Rencana Kerja Pemerintah Tahun
2020 2021
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia Tata Cara Penanganan Masukan Dari
Nomor 323/PRT/M/2005 Tahun 2005 Masyarakat 2005 di Lingkungan
Departemen Pekerjaan Umum
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor Mekanisme Pelaksanaan Anggaran
173/PMK.05/2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Bantuan Pemerintah Pada
Menteri Keuangan Nomor 168/PMK.05/2015 Kementerian Negara/Lembaga
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Bantuan Stimulan Perumahan
Rakyat Republik Indonesia Nomor 07/PRT/M/2018 Swadaya
Tahun 2018
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Dan Perumahan Kriteria Masyarakat Berpenghasilan
Rakyat Republik Indonesia Nomor 10/PRT/M/2019 Rendah Dan Persyaratan
Kemudahan Perolehan Rumah Bagi
Masyarakat Berpenghasilan Rendah
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Bantuan Pembiayaan Perumahan
Rakyat Republik Indonesia Nomor 13/PRT/M/2019 Berbasis Tabungan
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Dan Perumahan Kemudahan Dan Bantuan Pemilikan
Rakyat Republik Indonesia Nomor 20/PRT/M/2019 Rumah Bagi Masyarakat
Berpenghasilan Rendah
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Organisasi dan Tata Kerja
Rakyat Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2020 Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rencana Strategis Kementerian
Rakyat Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2020 Pekerjaan Umum Dan Perumahan
Rakyat Tahun 2020-2024
18
03. KOMPONEN PROGRAM
Dalam Lampiran Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 23
Tahun 2020 tentang Rencana Strategis Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat Tahun 2020–2024 pada sub bab 1.1.4 dijelaskan: “selama periode 2015 - 2019,
pembangunan perumahan ditujukan untuk memperluas akses terhadap tempat tinggal
yang layak yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana yang memadai untuk seluruh
kelompok masyarakat secara berkeadilan, melalui pengembangan multi-sistem
penyediaan perumahan secara utuh dan seimbang. Pencapaian pembangunan
perumahan hingga akhir tahun 2019 dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Penyediaan rumah baru sejumlah 107.967 unit melalui kegiatan pembangunan rumah
susun, pembangunan rumah khusus, dan bantuan stimulan pembangunan baru rumah
swadaya;
2. Peningkatan kualitas RTLH milik MBR sejumlah 700.641 unit;
3. Bantuan Prasarana dan Sarana Umum (PSU) yang melayani 119.612 unit rumah
MBR; serta
4. Penurunan backlog rumah MBR dilakukan melalui fasilitasi pembiayaan hunian layak,
melalui pemberian pemberian subsidi dan bantuan pembiayaan perumahan
yang meliputi: FLPP, SSB, BP2BT, dan SBUM. Fasilitasi Penyaluran Bantuan Hunian
Layak mencapai 1.014.825 unit (FLPP, SSB dan BP2BT) dan SBUM sejumlah
707,212 unit.
Kegiatan pembangunan perumahan yang dilaksanakan oleh Kementerian PUPR
merupakan bagian dari capaian “Program Sejuta Rumah” yang di-launching oleh
Presiden pada tahun 2015.
Secara kumulatif, dengan peran serta seluruh stakeholder, melalui pelaksanaan Program
tersebut tercatat telah dilakukan penyediaan 4.800.170 unit rumah layak huni di Indonesia
pada periode tahun 2015–2019, 71,37% diantaranya merupakan rumah yang
diperuntukkan bagi kelompok MBR. Capaian yang dihasilkan diatas, sebagian
diantaranya merupakan capaian yang dihasilkan dari pelaksanaan NAHP. Sebagaimana
diketahui, bahwa NAHP merupakan program nasional yang terdiri atas 3 komponen
program. Komponen Program dalam NAHP terdiri dari: (i) Bantuan Pembiayaan Berbasis
Tabungan (BP2BT); (ii) Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS); dan (iii)
Dukungan Teknis untuk Reformasi Kebijakan Perumahan. Pelaksanaan ketiga komponen
tersebut di atas sesuai dengan persetujuan restrukturisasi disepakati akan berakhir pada
tanggal 28 Februari 2023.
21
Selanjutnya, secara runtun akan dijelaskan dengan singkat tentang ketiga komponen
program dari NAHP pada penjelasan di bawah ini.
22
dikalikan dengan harga jual rumah atau RAB Rumah Swadaya.
Besaran Dana BP2BT ditetapkan melalui keputusan Menteri.
3) Kredit atau pembiayaan dari Bank Pelaksana, yang merupakan
harga jual Rumah Tapak Umum atau Sarusun dikurangi dengan
uang muka yang disediakan oleh debitur dan dikurangi dengan
Dana BP2BT, atau nilai RAB Rumah Swadaya dikurangi dengan
jumlah Dana Swadaya dan Dana BP2BT.
b. Peruntukan Pembiayaan
Skema BP2BT diperuntukan untuk pembiayaan:
1) Kepemilikan Rumah Tapak Umum dan Sarusun;
2) Pembangunan Rumah Swadaya; dan/atau
3) Perbaikan Rumah Swadaya.
2. Penetapan Lokasi Sasaran
a. Lokasi sasaran program BP2BT mencakup seluruh wilayah kabupaten
dan provinsi di Indonesia sesuai dengan pembagian zona administratif
yang telah ditetapkan oleh Menteri PUPR.
b. Lokasi Rumah Tapak Umum, Sarusun, dan Rumah Swadaya yang
difasilitasi BP2BT mengacu Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
dan/atau Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) kabupaten /kota.
3. Penerima Manfaat
Penerima manfaat adalah warga Negara Indonesia perorangan yang
tidak kawin atau pasangan suami istri yang termasuk golongan MBR yang
telah menabung di bank umum ataupun syariah minimal 3 bulan, serta
belum memiliki rumah dan/atau ingin memiliki rumah yang layak huni.
4. Jenis Bantuan
Bantuan yang diberikan dalam program BP2BT berupa dana yang telah
ditentukan batasannya dalam peraturan, yang disalurkan melalui Bank
Pelaksana atau kepada MBR, diantaranya dapat dengan cara :
a. membeli unit rumah tapak umum atau sarusun dari pengembang,
atau
b. membangun unit rumah baru yang layak huni secara swadaya di
sebidang tanah yang dimiliki sendiri atau membongkar dan
membangun ulang kembali rumah milik sendiri satu-satunya yang
kondisinya sudah tidak layak huni, atau
c. memperbaiki kerusakan rumah milik sendiri, perluasan lantai rumah
satu-satunya yang tidak layak huni.
5. Penyaluran Dana
23
Dana BP2BT dapat disalurkan melalui:
Bank Umum, Bank Umum Syariah, Bank Perkreditan Rakyat, atau Bank
Perkreditan Rakyat Syariah yang telah bekerja sama dengan
Kementerian PUPR dan telah memiliki pengalaman dalam pemberian
fasilitas KPR dan/atau fasilitas kredit mikro.
6. Pendanaan
Pendanaan BP2BT bersumber dari :
a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
b. Sumber dana lainnya yang sah berdasarkan peraturan perundang-
undangan.
7. Kriteria dan Persyaratan Program
a. Kelompok sasaran
Merupakan MBR perorangan yang berstatus tidak kawin atau
pasangan suami istri dengan batasan penghasilan tertentu.
b. Zona Wilayah BP2BT
Program BP2BT menyasar kepada kelompok rumah tangga MBR
yang terbagi dalam zona wilayah sebagaimana yang disebutkan
dalam Keputusan Menteri.
c. Besaran Penghasilan
Besaran penghasilan dihitung berdasarkan penghasilan rumah
tangga. Penghasilan rumah tangga adalah seluruh pendapatan
bersih yang bersumber dari gaji, upah dan/atau hasil usaha sendiri
untuk yang berstatus tidak kawin, atau gaji, upah, dan/atau hasil
usaha gabungan untuk pasangan suami istri. Batasan penghasilan
diatur berdasarkan Keputusan Menteri.
d. Saldo Tabungan Terendah Pemohon
Calon penerima manfaat BP2BT memiliki tabungan minimal selama
tiga (3) bulan dalam sistem perbankan.
Batasan saldo terendah tabungan pemohon diatur dalam Keputusan
Menteri.
e. Komponen Biaya Harga Rumah Tapak dan Satuan Rumah Susun
Harga Rumah Tapak Umum dan Sarusun terdiri dari komponen
biaya:
1) tanah;
2) bangunan Rumah;
3) prasarana, sarana, dan utilitas;
4) perizinan;
24
5) pemasaran;
6) pajak masukan; dan
7) keuntungan.
f. Komponen Biaya Untuk Rumah Swadaya
Biaya pembangunan ataupun perbaikan Rumah Swadaya
diantaranya meliputi komponen biaya:
1) biaya pengurusan Sertifikat Hak Milik;
2) bahan bangunan;
3) ongkos tukang;
4) pasangan sambungan air bersih (PAM) atau gali (pasang) sumur
bor;
5) pembuatan tanki septik; dan
6) penyambungan listrik.
g. Biaya pembangunan ulang Rumah Swadaya meliputi komponen
biaya :
1) bahan bangunan;
2) ongkos tukang.
Bila dinilai kondisi utilitas rumah belum memadai atau tidak
memenuhi standar yang disyaratkan serta bila status tanah perlu
ditingkatkan, maka dapat ditambahkan komponen biaya :
1) pasang sambungan air bersih (PAM) atau gali (pasang) sumur
bor;
2) pembuatan tanki septik;
3) penyambungan listrik; dan/atau
4) biaya pengurusan Sertifikat Hak Milik.
7. Kondisi Fisik Bangunan
Kondisi fisik bangunan yang memenuhi kriteria program BP2BT:
a. rumah tapak;
b. sarusun;
c. pembangunan rumah swadaya;
d. pembangunan ulang rumah swadaya; dan
e. perbaikan rumah swadaya.
25
1. Sosialisasi dan koordinasi untuk pemahaman program BP2BT;
2. Pendampingan dan pemberdayaan kepada kelompok sasaran BP2BT;
3. Tenaga Pendukung Penyaluran (TPP); dan
4. Pelaksanaan pengendalian dan pengawasan;
26
2. memperbaiki mekanisme penyampaian keluhan;
3. meningkatkan kualitas pendampingan rumah swadaya melalui peningkatan
kapasitas pelaksana dan pemangku kepentingan terutama di daerah dalam
mendampingi masyarakat dengan menyusun pedoman pendampingan dan
modul yang lebih menarik dan mudah dipahami;
4. melakukan evaluasi berbasis output melalui metode verifikasi serta studi dasar
praktik perumahan swadaya di level masyarakat, komunitas, serta di level
daerah; dan
5. menyusun rekomendasi pengembangan kebijakan dan program perumahan
swadaya di masa mendatang.
Penjelasan pada halaman selanjutnya akan membahas pembagian dari Komponen ini.
3.2.1 Subkomponen 2.1: Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya
Teknis pemberian BSPS melalui NAHP mengikuti skema BSPS yang tertuang
dalam Peraturan Menteri Nomor 7 Tahun 2018 tentang Bantuan Stimulan
Perumahan Swadaya (BSPS). BSPS merupakan kegiatan Kementerian PUPR
yang penyelenggaraannya melibatkan Satker di daerah dan di pusat dan
dibantu oleh Tim Konsultan untuk menjalankan fungsi manajemen dan
pengawasan program pada lokasi penerima BSPS
Manajerial dan pengawasan program pada lokasi penerima BSPS dilaksanakan
pada tahap penyiapan masyarakat penerima bantuan melalui pendampingan
oleh TFL, yaitu semenjak tahap perencanaan, pelaksanaan, pengawasan,
pelaporan, dan pengembangan mandiri pasca kegiatan.
Dalam melaksanakan tugas pendampingan kepada masyarakat, TFL akan
dikendalikan oleh Koordinator Fasilitator (Koordinator Kabupaten/Kota-Korkab)
atau tenaga profesional lokal yang bertugas membina dan mengkoordinir
pendampingan di tingkat kabupaten/kota. Selama pelaksanaan kegiatan BSPS
TFL dan Korkab akan memperoleh supervisi dari Tim Verifikasi. Tim Verifikasi
merupakan tim yang dibentuk oleh BP2P, terdiri atas unsur BP2P, OPD bidang
Perumahan dan Kawasan Permukiman, OPD terkait, kecamatan,
desa/kelurahan, dan tokoh masyarakat lokasi BSPS. Selain oleh Tim Verifikasi,
secara berjenjang juga dilaksanakan supervisi dari dan PPK yang dibantu oleh
Konsultan Provinsi.
Penyaluran bantuan dapat dilakukan oleh bank/pos penyalur atau bank/pos
mitra kerja sebagai tempat dibukanya rekening atas nama Satker untuk
menampung dana bantuan pemerintah yang akan disalurkan kepada penerima
bantuan pemerintah.
27
Pemilihan bank/pos penyalur dilakukan melalui seleksi oleh Satker setelah
memenuhi persyaratan: (i) telah memiliki perjanjian kerja sama pengelolaan
rekening milik Kementerian Negara/Lembaga dengan Direktorat Jenderal
Perbendaharaan Kementerian Keuangan; (ii) kemampuan melayani penyaluran
dan penarikan dana bantuan di lokasi BSPS; dan (iii) pernyataan kesanggupan
dalam menyalurkan bantuan paling lambat 15 hari kalender, menyetorkan jasa
giro yang timbul akibat penyaluran dana bantuan secara manual atau melalui
Treasury National Pooling (TNP), melaporkan kinerja penyaluran dan
pelayanan penarikan dana bantuan secara berkala, diaudit oleh pihak
berwenang, mengembalikan sisa dana bantuan yang tidak termanfaatkan;
dan mengikuti seluruh tahapan proses pemilihan bank/pos penyalur.
Bank/pos penyalur yang lolos seleksi selanjutnya akan menandatangani
kontrak/Perjanjian Kerja Sama dengan PPK. Kontrak/perjanjian kerja sama
Penyaluran dana bantuan dilakukan melalui Bank atau Lembaga Keuangan
Penyalur yang diikat dengan perjanjian Memorandum of Understanding
(MoU). Bank/pos penyalur kegiatan BSPS tahun sebelumnya dapat ditunjuk
kembali sepanjang berdasarkan hasil evaluasi dinilai berkinerja baik serta
masih memenuhi syarat dan ketentuan sebagai bank/penyalur. Penunjukan
kembali bank/pos penyalur diketahui oleh BP2P.
BSPS tidak memberikan bantuan uang tunai langsung kepada penerima
bantuan. Dana bantuan yang disalurkan ke rekening penerima bantuan akan
dipindahbukukan kepada rekening Toko Bangunan yang ditunjuk oleh Kelompok
Penerima Bantuan setelah material diterima dan sesuai dengan dokumen
rencana.
Toko Bangunan yang ditunjuk diikat oleh perjanjian kerjasama dengan KPB
dengan menyatakan komitmen untuk menjadi penyalur bahan bangunan
hingga program selesai. Setelah material diterima, pelaksanaan konstruksi
dilakukan oleh penerima bantuan dengan dukungan teknis dari TFL.
Pembangunan dapat dilakukan dengan memanfaatkan sumber daya lokal
baik SDM atau tambahan material lokal yang didapat dan dari sumber secara
legal. Pengaturan pembangunan dalam kelompok diserahkan kepada semua
KPB dengan fasilitasi dari TFL. TFL juga bertanggung jawab membantu
penerima bantuan menyiapkan laporan-laporan berkala serta laporan-laporan
yang menjadi syarat pencairan dana kedua setelah konstruksi 30% diselesaikan
serta laporan akhir. Penanganan permasalahan dan keluhan selama
pelaksanaan diatur dalam mekanisme tersendiri.
28
Selain memberikan bantuan berupa uang (secara tidak langsung dengan
membeli bahan bangunan dan membayar upah kerja) program BSPS juga dapat
memberikan bantuan berupa barang dengan memberikan bantuan PSU
(prasarana dan sarana umum) yang merupakan insentif bagi KPB yang telah
melaksanakan kegiatan PBRS.
3.2.2 Subkomponen 2.2: Bantuan Operasional Pelaksanaan BSPS
Subkomponen ini mencakup dukungan pengelolaan oleh PMC, PIU, serta
pihak ketiga dan pendampingan oleh Tim Pendamping Masyarakat untuk
pelaksanaan BSPS dalam hal memberikan masukan-masukan untuk
peningkatan kualitas pengelolaan dan pendampingan selama program berjalan.
3.2.3 Subkomponen 2.3: Dukungan Teknis Pengembangan Rumah
Swadaya
Subkomponen ini bertujuan memberikan dukungan teknis dan pelatihan untuk
memperkuat pengelolaan program Perumahan Swadaya secara umum dan
BSPS secara khusus. Dukungan dalam Subkomponen ini ditargetkan untuk
meningkatkan kapasitas dalam lima aspek, yaitu:
1. Sistem Informasi Rumah Swadaya (SIRUS);
2. Pengembangan Pendampingan Masyarakat dalam Program Rumah
Swadaya;
3. Pengembangan Mekanisme Penanganan Pengaduan;
4. Verifikasi Output Pelaksanaan BSPS; dan
5. Pengembangan Kebijakan Perumahan Swadaya.
29
yang tertulis pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 dan Peraturan Pemerintah
Nomor 14 Tahun 2016, referensi dalam pelaksanaan evaluasi yang sedang berjalan
sebagai Strategis Dokumen Perencanaan dalam Pembangunan Perumahan 2020-
2024, serta salah satu referensi untuk pengaturan substansial Perencanaan
Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2020-2045 Sehingga dengan
tersusunnya kebijakan dan strategi jangka panjang tentang implementasi perumahan
dan permukiman sebagai referensi bagi semua pemangku kepentingan diharapkan
dapat membantu pemenuhan penyediaan perumahan melalui beberapa pelaksanaan
kegiatan yang saling terkait dijelaskan pada penjelasan di bawah ini.
3.3.1 Sub komponen 3-2 Sistem Informasi Perumahan dan Real Estate
(Housing and Real Estate Information System - HREIS)
1. Latar Belakang
a. Kebijakan pelaksanaan perumahan di Indonesia diatur dalam
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan
Permukiman yang mengamanatkan "Setiap orang memiliki hak untuk
hidup dalam kehidupan yang makmur dan spiritual, untuk hidup, dan
untuk menempati rumah yang layak dan terjangkau di sebuah
perumahan sehat, aman, harmonis dan berkelanjutan di seluruh
wilayah Indonesia ". Namun, seiring pertumbuhan populasi di
Indonesia menunjukkan berbagai tantangan dan masalah di bidang
implementasi perumahan di Indonesia. Data dari BPS dan
BAPPENAS (2014) menunjukkan bahwa simpanan kepemilikan
rumah yaitu sekitar 13,5 juta unit dan perumahan tidak layak huni 3,4
juta unit. Studi lain dari studi Bank Dunia (2016) tentang masyarakat
mampu membeli rumah yang masih sangat rendah. Hanya 40%
rumah tangga yang mampu membeli rumah dari pasar komersial,
40% tidak bisa tinggal di rumah formal tanpa dukungan subsidi, dan
20% sisanya tidak mampu membeli rumah tanpa dukungan subsidi
substansial. Fakta lain juga menunjukkan bahwa dukungan
pembiayaan untuk perumahan di Indonesia hanya 2,8% dari PDRB.
b. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-
2025 menetapkan bahwa target utama untuk pembangunan
perumahan dan permukiman jangka panjang adalah memenuhi
perumahan yang layak huni dan terjangkau yang dilengkapi dengan
infrastruktur dan fasilitas lingkungan yang memadai yang didukung
oleh jangka panjang yang berkelanjutan sistem pembiayaan, efisien,
dan akuntabel untuk menciptakan kota tanpa permukiman kumuh.
30
Target utama ini diterjemahkan ke dalam RPJMN 2015-2019, yaitu
(a) menyediakan perumahan yang layak dan terjangkau untuk 2,2
juta rumah tangga; (B) mendorong kemandirian masyarakat dan
sektor bisnis dalam menyediakan perumahan yang layak untuk 2,2
juta rumah tangga; (c) meningkatkan kualitas rumah tidak layak huni
bagi 1,5 juta rumah tangga, termasuk perbaikan daerah kumuh.
c. Dalam memenuhi mandat kebijakan pelaksanaan di sektor
perumahan, upaya-upaya yang telah dilakukan oleh Pemerintah
melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
dalam memberikan bantuan dalam penyediaan dan pembiayaan
perumahan yang terjangkau bagi Masyarakat Berpenghasilan
Rendah (MBR) termasuk
i. pembangunan rumah formal (Sewa Rumah Bertingkat,
rusunami, dan rumah khusus),
ii. penyediaan Bantuan Perbaikan Rumah (BSPS),
iii. Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP),
iv. Subsidi Selisih Angsuran (SSA), dan
v. pemberian Subsidi Perbedaan Bunga (SSB).
Beberapa dari program ini yang telah dilaksanakan masih perlu
ditingkatkan dan diperluas dalam berbagai layanan. Karena itu, pada
tahun 2016, Kementerian PUPR memprakarsai program perumahan
yang terjangkau bekerja sama dengan Bank Dunia yang disebut
Program Perumahan Terjangkau Nasional yang disingkat NAHP.
d. Guna mendapatkan informasi yang terintegrasi, Sistem Informasi
Perumahan dan Real Estat (HREIS) diperlukan. Sistem Informasi
Perumahan dan Real Estat (HREIS) diharapkan dapat membangun
sistem informasi manajemen dan basis data perumahan sebagai
dasar penyusunan kebijakan untuk menangani kebutuhan
perumahan. HREIS ini akan difokuskan untuk menjadi pusat
pengetahuan yang menyediakan analisis terkait tren, kesenjangan,
tantangan, dan peluang pasar perumahan dengan menggunakan
data yang bersumber dari pemerintah daerah, kementerian/lembaga
terkait, lembaga pembiayaan perumahan, dan pihak swasta. Sistem
ini akan diprakarsai oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat, Direktorat Jenderal Pembiayaan Perumahan
dan akan dirancang sedemikian rupa untuk memastikan realisasi
31
pertukaran data dengan berbagai sistem informasi perumahan
lainnya.
2. Tujuan HREIS
a. Mengintegrasikan Data Perumahan dan Real Estat antara tingkat
pusat dan daerah (data nyata dan aktual) dari Pemerintah, Sektor
Swasta dan pemangku kepentingan lainnya.
b. Membangun sistem integrasi data yang terkait dengan perumahan
dan real estat, termasuk perencanaan, pelaksanaan, dan
pemanfaatan sistem pembiayaan perumahan dan real estat sebagai
dasar untuk perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan
dalam menangani kebutuhan perumahan yang tepat;
c. Mempersiapkan konsep Pusat Informasi Perumahan dan Real Estat
di Indonesia, secara terpusat dan andal;
d. Menyediakan Sistem Peringatan Dini untuk implementasi
pembangunan perumahan dan real estat di Indonesia;
e. Mempertajam sasaran subsidi menggunakan data yang lebih akurat
tentang kebutuhan MBR (lokasi/pendapatan) untuk meningkatkan
efisiensi subsidi;
f. Mengembangkan indikator kinerja utama sehingga pemantauan dan
evaluasi hasil akses perumahan dapat dilakukan dengan lebih baik;
dan
g. Terwujudnya Satu Data Perumahan dan Reasl Estat Indonesia yang
handal di pemerintah pusat dan beberapa pemerintah daerah.
3. Kerangka pekerjaan
Kerangka kegiatan Sistem Informasi Perumahan dan Real Estat (HREIS)
terdiri:
a. Identifikasi data dasar (data primer dan data sekunder) perumahan
(khususnya perumahan untuk MBR) dan real estat termasuk sistem
informasi yang berkaitan dengan Perumahan dan/atau real estat
yang sudah ada di Indonesia;
b. Merancang Indikator dan Basis Perumahan dan real estat termasuk
mengembangkan mekanisme untuk mengumpulkan, memproses/
menganalisis, mengelola dan melaporkan data tentang Sistem
Informasi Perumahan dan Real Estat (HREIS);
c. Menganalisis payung hukum dan peraturan untuk HREIS;
32
d. Mempersiapkan proses bisnis untuk semua tahap implementasi
HREIS dan menyiapkan Prosedur Operasional Standar (SOP) untuk
pemrosesan dan manajemen data;
e. Mengembangkan konsep kelembagaan HREIS;
f. Melakukan konsep HREIS (pengumpulan, pemrosesan/analisis,
manajemen, dan pelaporan data HREIS);
g. Melakukan dan menguji coba konsep HREIS di beberapa daerah;
h. Melakukan evaluasi dan transfer pengetahuan antara penyedia
layanan dan personel lembaga pelaksana HREIS.
4. Output yang diharapkan dan Capaian
Dalam kegiatan Sistem Informasi Perumahan dan Real Estat (Housing
and Real Estate Information System - HREIS) diharapkan menghasilkan
out put dan capaian sebagai berikut:
OUTPUT YANG
NO CAPAIAN OUTPUT
DIHARAPKAN
1 Membuat desain indikator dan a. Mengembangkan rencana operasional jangka
identifikasi data dasar pendek dan jangka panjang yang
perumahan (terutama untuk komprehensif untuk HREIS;
MBR) dan Real Estat b. Menyusun indikator data yang diperlukan
terkait dengan perumahan dan real estat;
c. Identifikasi data primer dan sekunder dan
metode terbaik untuk mengumpulkan set
data;
d. Menyusun "platform data standar";
e. Menyiapkan MoU untuk mengakses data dari
pemilik data;
f. Mengumpulkan data primer dan sekunder
berdasarkan metode yang dijelaskan,
termasuk melakukan survei untuk
mendapatkan data dari daerah
2 Menyusun mekanisme untuk a. Sistem Perumusan Pusat Informasi
pengolahan/analisis, Perumahan dan Real Estat (HREIS)
manajemen data dan b. Pengembangan Sistem Informasi terkait
pelaporan Pusat Informasi perumahan dan Real Estate
Perumahan dan Real Estat
(HREIS)
3 Mempersiapkan Kerangka a. Membuat analisis payung hukum dan
Peraturan HREIS peraturan untuk keberadaan HREIS
b. Menyiapkan proses bisnis dan menyiapkan
manajemen dan pemrosesan data SOP
c. Perumusan konsep hukum dan peraturan
yang memungkinkan untuk mengakomodasi
semua kegiatan di HREIS
4 Mempersiapkan Konsep dari a. Inventarisasi dan identifikasi kebutuhan SDM
Kelembagaan HREIS di HREIS
b. Memberikan rekomendasi tentang
pengaturan kelembagaan untuk HREIS
(termasuk rekomendasi untuk Struktur
Dewan, Struktur Organisasi, dan
kepegawaian HREIS).
5 Operasionalisasi konsep a. Pengadaan Barang untuk kegiatan
HREIS (pengumpulan data Operasionalisasi Konsep HREIS;
HREIS, pemrosesan/analisis, b. Analisis Data Perumahan dan Real Estat;
manajemen dan pelaporan) c. Standarisasi Keuangan Perumahan
33
OUTPUT YANG
NO CAPAIAN OUTPUT
DIHARAPKAN
d. Agregasi dan Analisis Data Subsidi
Perumahan Publik
e. Uji coba persiapan laporan tahunan HREIS
6 Pengembangan dan a. Merancang indikator dan database serta
Implementasi Pengujian mekanisme pengumpulan data
Sistem Basis Data HREIS di b. Merancang integrasi data (Stakeholder,
Daerah daerah dan sektor swasta)
c. Merancang data base HREIS Map Menu
d. Merancang Big Data HREIS, sehingga bisa
dimanfaatkan/melakukan Kerjasama antara
pemerintah dengan perguruan tinggi,
komunitas pengembang, industri, media dan
masyarakat.
e. Sinkronisasi dengan SIBARU
7 Evaluasi dan Transfer a. Percepatan MoU dengan Walidata
Pengetahuan b. Pilot Project di 5 provinsi
c. Pelatihan untuk Tim Teknis HREIS
d. Penyampaian hasil analisis kepada
stakeholder
34
Rancangan kebijakan ini selanjutnya akan menjadi bahan dasar yang akan
ditetapkan sebagai kebijakan dan strategi nasional dalam perumahan dan
permukiman seperti yang tertulis pada UU No. 1 tahun 2011 dan Peraturan
Pemerintah No. 14 tahun 2016, referensi dalam pelaksanaan evaluasi
yang sedang berjalan untuk Strategis Dokumen Perencanaan dalam
Pembangunan Perumahan 2020-2024, serta salah satu referensi untuk
pengaturan substansial Perencanaan Pembangunan Jangka Panjang
Nasional (RPJPN) 2020-2045.
4. Output yang diharapkan dan Capaian
Dalam kegiatan Rekomendasi Kebijakan Perumahan dalam Penyusunan
Grand Desain Perumahan 2020-2045 (Housing Policy Recommendation
in Preparation for Housing Grand Design 2020-2045) diharapkan
menghasilkan out put dan capaian sebagai berikut:
OUTPUT YANG
NO CAPAIAN OUTPUT
DIHARAPKAN
1 mengidentifikasi masalah Identifikasi karakteristik masalah dan
karakteristik dan potensi potensi (berdasarkan kondisi faktual, tren,
(berdasarkan kondisi faktual, tren, skala, dampak, dan pentingnya
skala, dampak, dan pentingnya penanganan) perumahan dan permukiman
penanganan) perumahan dan
permukiman
2 mengidentifikasi dan mengevaluasi Identifikasi efektifitas kebijakan, strategi, dan
efektivitas kebijakan, strategi, dan proses bisnis/perumahan dan rantai
proses bisnis / perumahan dan rantai pasokan pemukiman pada periode 1992-
pasokan pemukiman dalam periode 2019, baik dari sisi permintaan dan sisi
1992-2019, baik dari sisi permintaan pasokan
dan sisi pasokan
3 Mengevaluasi kebijakan dan strategi Identifikasi kompatibilitas kebijakan dan
jangka menengah perumahan dan strategi jangka menengah perumahan dan
permukiman 2020-2024 permukiman 2020-2024 seperti yang tertulis
sebagaimana tertulis pada RPJMN, pada RPJMN, Perencanaan Strategis Unit
Perencanaan Strategis Unit Institusi dan Organisasi yang bertanggung
Organisasi dan Intitusi yang jawab untuk mengimplementasikan
bertanggung jawab dalam pembangunan perumahan dan permukiman
melaksanakan pembangunan
perumahan dan permukiman
4 mengidentifikasi dan mengevaluasi Identifikasi efektivitas dan sinkronisasi
efektivitas dan sinkronisasi penerapan peraturan perumahan dan
implementasi peraturan perumahan permukiman
dan permukiman
5 mengidentifikasi dan mengevaluasi Identifikasi efektifitas peran pemangku
efektivitas peran pemangku kepentingan dan pengaturan kelembagaan
kepentingan dan pengaturan dalam proses implementasi perumahan dan
intitutional dalam proses permukiman
implementasi perumahan dan
permukiman
6 mengidentifikasi tren bahan Identifikasi bahan bangunan dan tren
bangunan dan teknologi konstruksi, teknologi konstruksi, serta potensi
serta potensi pemanfaatan untuk pemanfaatan untuk mempercepat
mempercepat pemenuhan pemenuhan perumahan yang layak dan
perumahan yang layak dan sanitasi, sanitasi, khususnya untuk kelompok
khususnya untuk kelompok Masyarakat Berpenghasilan Rendah
Masyarakat Berpenghasilan Rendah
35
OUTPUT YANG
NO CAPAIAN OUTPUT
DIHARAPKAN
7 mengidentifikasi dan mengevaluasi Identifikasi dampak kebijakan fiskal dan
dampak kebijakan fiskal dan moneter untuk mendukung kebutuhan
moneter untuk mendukung perumahan yang layak dan meningkatkan
kebutuhan perumahan yang keterjangkauan konsumen perumahan
memadai dan meningkatkan
keterjangkauan konsumen
perumahan
8 mengidentifikasi aspek-aspek Identifikasi aspek-aspek pendukung dan
pendukung dan hambatan cara penghalang cara memenuhi perumahan
memenuhi perumahan yang layak, yang layak, khususnya untuk Masyarakat
khususnya untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah, berdasarkan
Berpenghasilan Rendah, pengalaman dan inovasi dalam
berdasarkan pengalaman dan mengimplementasikan perumahan dan
inovasi dalam permukiman di tingkat internasional,
mengimplementasikan perumahan nasional, dan lokal
dan permukiman di tingkat
internasional, nasional, dan lokal
9 mengatur kebutuhan penanganan Pengaturan kebutuhan penanganan dan
dan menyepakati target target pembangunan nasional di
pembangunan nasional di perumahan dan permukiman untuk periode
perumahan dan permukiman untuk 2021-2045
periode 2021-2045
10 mengatur inovasi dan solusi dalam Perumusan inovasi dan solusi dalam
kebijakan penanganan masalah implementasi dan kebijakan penanganan
perumahan dan permukiman yang masalah perumahan dan permukiman yang
implementatif dan berkelanjutan berkelanjutan
11 menyusun konsep konsep, skenario, Rancangan perumusan konsep, skenario,
kebijakan dan strategi penanganan, kebijakan dan strategi penanganan,
prioritas, dan indikasi aktivitas dalam prioritas, dan indikasi aktivitas dalam
pembangunan perumahan dan pembangunan perumahan dan permukiman
permukiman 2021-2045, baik dari 2021-2045, baik dari sisi penawaran dan
sisi penawaran dan permintaan permintaan dengan mempertimbangkan
dengan mempertimbangkan instruksi perencanaan tata ruang dan
instruksi perencanaan tata ruang pembangunan regional
dan pembangunan regional;
12 mengatur kerangka pendanaan dan Pengaturan kerangka pendanaan dan
bantuan keuangan untuk bantuan keuangan untuk meningkatkan
meningkatkan akses masyarakat ke akses masyarakat ke perumahan yang
perumahan yang terjangkau dan terjangkau dan memadai
memadai
13 mengatur kerangka peraturan dalam Pengaturan kerangka peraturan dalam
pembangunan perumahan dan pembangunan perumahan dan permukiman
permukiman 2021-2045 untuk 2021-2045 untuk memastikan koordinasi
memastikan koordinasi dan integrasi dan integrasi kebijakan pembangunan di
kebijakan pembangunan di masyarakat, lintas sektor, lintas pemangku
masyarakat, lintas sektor, lintas kepentingan lintas wilayah
pemangku kepentingan lintas
wilayah
14 mengatur peran, tanggung jawab, Pengaturan peran, tanggung jawab,
sinkronisasi, dan sarana sinkronisasi, dan sarana peningkatan
peningkatan kapasitas kelembagaan kapasitas kelembagaan dalam proses
dalam proses pengembangan pengembangan perumahan dan
perumahan dan permukiman 2021- permukiman 2021-2045.
2045
36
dalam kondisi buruk. Perkiraan backlog sangat bervariasi. Dalam sensus
tahun 2015, BPS menghitung simpanan menjadi sekitar 11,4 juta unit,
berdasarkan informasi kepemilikan rumah, yang mengalami penurunan
dari 13,5 juta pada 2010. Jumlah unit di bawah standar, menggunakan
ukuran untuk kepadatan berlebih (<7,2 m2 per kapita) adalah 7,5 juta.
Sementara itu, 45% rumah tangga atau 28.900.000 unit dianggap di
bawah standar oleh beberapa ukuran, baik karena terlalu padat, dibangun
dari setidaknya satu bahan berkualitas buruk, atau tidak memiliki akses
ke layanan dasar.
Permintaan tahunan untuk perumahan tambahan melebihi pasokan.
Diperkirakan 820.000 hingga 920.000 unit baru dibutuhkan di daerah
perkotaan setiap tahun untuk menanggapi permintaan tahunan dari
pertumbuhan populasi. Namun, saat ini, sektor formal hanya
memproduksi sekitar 400.000 unit per tahun, di mana 50.000 hingga
100.000 unit adalah produk dari program hipotek bersubsidi. Tambahan
150.000 hingga 200.000 unit diaktifkan setiap tahun, melalui program
subsidi pemerintah, termasuk yang untuk peningkatan rumah tambahan,
perumahan sewa dan perumahan sosial. Ini menyisakan lebih dari
200.000, atau sekitar 30% rumah tangga baru, yang harus menggunakan
solusi informal atau tambahan kepadatan berlebihan. Selain itu,
demografi menunjukkan bahwa permintaan rumah tangga baru
cenderung berpenghasilan rendah secara tidak proporsional, karena
pertumbuhan populasi yang lebih tinggi di antara desil berpenghasilan
rendah.
Permintaan untuk perumahan di Indonesia telah didorong terutama oleh
urbanisasi. Bagian populasi Indonesia yang tinggal di daerah perkotaan
meningkat sekitar 30 hingga 55 persen antara tahun 1990 dan 2018.
Sementara laju urbanisasi Indonesia dapat dianggap normal selama
dekade terakhir, ini Tren telah mendorong kebutuhan akan perumahan di
daerah perkotaan. Dengan pangsa populasi perkotaan yang diperkirakan
akan meningkat dari 56 persen saat ini menjadi 63 persen pada tahun
2030, diperkirakan hampir 800.000 unit rumah baru dibutuhkan setiap
tahun untuk memenuhi permintaan rumah tangga baru. Sejauh ini,
Pemerintah Indonesia sedang berjuang untuk memenuhi permintaan
perumahan karena hanya mampu memasok 50 hingga 62,5 persen dari
total permintaan tahunan.
37
Defisit perumahan yang signifikan akan lebih terkonsentrasi di daerah
perkotaan. Sekitar 6 juta rumah tangga - kebanyakan penghuni
berpenghasilan rendah dan menengah - hidup dalam kondisi yang penuh
sesak. Di Jakarta, lebih dari separuh penyewa dengan pengalaman
pendapatan formal yang penuh sesak. Lebih jauh lagi, 25 juta orang
Indonesia atau sekitar sepersepuluh dari populasi tinggal di perumahan
di bawah standar, yang didefinisikan dengan memiliki lantai, dinding atau
atap yang terbuat dari bahan biasa-biasa saja, dan /atau kurang akses ke
layanan dasar. Hampir setengah atau 9,7 juta rumah tangga berada di
daerah perkotaan. Keterjangkauan perumahan juga merupakan kendala
utama. Hanya 20 persen rumah tangga terkaya yang mampu membeli
rumah di pasar komersial formal, berdasarkan perkiraan biaya perumahan
rata-rata Rp 440 juta (US $ 33.000). 40 persen rumah tangga menengah
mampu membeli rumah formal yang sama hanya dengan subsidi
pemerintah, sementara perumahan yang dibangun oleh pengembang
tidak dapat diakses hingga ke bawah 40 persen.
Ada beberapa faktor terkait mengapa persediaan perumahan belum
memenuhi kebutuhan perumahan:
a. Indonesia belum memiliki penelitian mendalam di pasar perumahan,
terutama terkait dengan pasar perumahan untuk kelompok
berpendapatan rendah. Data yang tersedia tentang ini sangat umum
dan banyak variasi. Oleh karena itu dirasakan memiliki data dan
informasi tentang perumahan yang lebih tepat, detail, dan aktual,
untuk menangkap faktor kualitatif, preferensi rumah tangga,
kebutuhan perumahan berdasarkan kondisi geografis, dll. Melalui
data dan informasi yang terperinci ini, diharapkan dapat
mengembangkan kebijakan dan strategi yang dapat menjawab
kebutuhan perumahan. Beberapa contoh yang dapat dipilih, unit
perumahan umum tingkat tinggi dan menengah mungkin paling
sesuai untuk daerah perkotaan besar yang terkonsolidasi di mana
pasokan lahan dibatasi dan pengembangan dengan kepadatan lebih
tinggi harus didorong, sedangkan rumah petak atau unit starter inti
mungkin lebih tepat dalam kasus-kasus pemukiman kembali, relokasi
atau di kota-kota kecil di mana persediaan tanah kurang menjadi
kendala.
b. Banyak Pemerintah Daerah masih belum memiliki RP3KP (Rencana
Pengembangan Perumahan dan Permukiman)
38
Salah satu tanggung jawab Pemerintah Daerah (Pemda)
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011
huruf e, mengatakan untuk mengembangkan RP3KP. Namun hingga
saat ini, hanya 11 dari 34 Provinsi yang sudah memiliki rencana,
sedangkan hanya 1 Provinsi (Sumatera Barat) yang ditetapkan
sebagai Peraturan Daerah (Perda). Sementara itu, hanya 140 dari
519 kabupaten/kota yang sudah memiliki rencana, sedangkan hanya
6 (enam) kabupaten/kota yang ditetapkan sebagai Peraturan Daerah
(Perda).
Melalui RP3KP, akan ada strategi yang jelas tentang pengembangan
dan pengelolaan perumahan dan permukiman di tingkat lokal, sesuai
dengan kebutuhan, prioritas, atau antisipasi untuk pengembangan di
masa depan.
c. Belanja pemerintah untuk perumahan di Indonesia masih terlalu kecil
untuk membuat dampak yang signifikan. Pada 2018, Pemerintah
Indonesia hanya berkomitmen 0,3% dari total anggaran pemerintah
pusat untuk sektor perumahan. Ini hanya menyumbang 0,05% dari
PDB, jauh lebih kecil dari anggaran perumahan dari pembanding
regional dan internasional, yaitu Inggris (1,42% dari PDB) dan
Thailand (2,15% dari PDB). Ke depan, Indonesia harus
mempertimbangkan peningkatan belanja yang signifikan di sektor
perumahan - khususnya yang ditujukan kepada masyarakat miskin di
Indonesia - sebagai sarana untuk meningkatkan hasil perumahan.
d. Tanah mahal dan proses perizinan yang kompleks
Penyediaan lahan untuk perumahan dan pemukiman di Indonesia
masih tergantung pada mekanisme pasar. Khususnya di daerah
perkotaan, penggunaan lahan untuk perumahan sering diperlukan
untuk bersaing dengan penggunaan komersial. Akibatnya, alokasi
lahan untuk rumah bersubsidi cenderung dialokasikan dalam
infrastruktur yang buruk. Proses perizinan perumahan di Indonesia
juga membutuhkan waktu yang relatif lama, kompleks, dan
kurangnya transparansi. Selain itu, masih belum ada standarisasi
dalam memproses waktu dari pemerintah pusat ke pemerintah
daerah.
e. Sebagai salah satu faktor penentu harga perumahan, bahan
bangunan mahal selalu disalahkan karena menghambat
pembangunan rumah murah, terutama untuk implementasi Satu Juta
39
Rumah (Program Satu Juta Rumah). Pengembang, yang
menyumbang hampir separuh dari pasokan perumahan di pasar,
telah mengeluh karena kurangnya kontrol dan pengawasan yang
jelas tentang penyediaan bahan bangunan, terutama untuk rumah
murah. Situasi semakin memburuk karena penggunaan teknologi
konvensional dalam pengembangan perumahan dan minat
pengembang untuk membangun perumahan untuk tingkat
pendapatan menengah ke atas.
f. Lembaga perumahan belum berfungsi secara efektif. Koordinasi
antar lembaga di bidang perumahan dan permukiman di tingkat
nasional dan lokal dirasakan masih kurang efektif. Sementara itu,
banyak pemerintah daerah masih kekurangan kapasitas teknis dan
sumber daya. Dalam beberapa kasus, kepentingan politik
menentukan prioritas untuk penyediaan perumahan lokal. Ini
membatasi dampak berkelanjutan dari pengeluaran pemerintah,
karena program seringkali berdiri sendiri, dan tidak mengatasi
kesulitan struktural dalam sistem pemerintah daerah.
Untuk mengatasi masalah di atas, Pemerintah Indonesia telah
menetapkan beberapa kebijakan dan inisiatif untuk meningkatkan
penyediaan perumahan yang terjangkau namun masalah dan tantangan
masih ada. Rencana 2015-2019 membayangkan pembangunan rumah
yang memadai, aman, dan terjangkau serta infrastruktur dasar untuk
meningkatkan standar hidup 40 persen populasi terbawah.
Selanjutnya pada bulan Januari 2015, Pemerintah Indonesia telah
mengembangkan peta jalan untuk Reformasi Kebijakan Perumahan, yang
merekomendasikan enam strategi untuk diterapkan untuk reformasi
kebijakan perumahan di Indonesia:
1) Mengembangkan dan menerapkan program peningkatan
permukiman kumuh yang komprehensif untuk meningkatkan kondisi
kehidupan penduduk di permukiman kumuh dan permukiman
informal yang ada.
2) Mendesain ulang kebijakan perumahan publik untuk meningkatkan
efisiensi dan efektivitas pengeluaran untuk sewa publik, solusi
perumahan vertikal dan inti/baris.
3) Memperkuat desain subsidi perbaikan rumah, untuk memperluas
jumlah penerima manfaat yang dicapai dan memungkinkan
kepadatan keuangan mikro perumahan.
40
4) Mengaktifkan dan memperluas pasar untuk perumahan yang
terjangkau dan meningkatkan partisipasi sektor swasta dalam pasar
perumahan formal berbiaya rendah, dengan mengambil pendekatan
bantuan uang muka dan menurunkan biaya penyediaan hipotek dan
pasokan perumahan yang ditargetkan untuk kelas menengah ke
bawah.
5) Membangun sistem pengiriman yang kuat yang memungkinkan
pemerintah pusat untuk mentransfer tanggung jawab dan
memperkuat pemerintah daerah dalam pelaksanaan program
perumahan.
6) Mengamankan lahan perkotaan untuk perumahan melalui mobilisasi
aset tanah publik yang kurang dimanfaatkan dan regularisasi
kepemilikan lahan kumuh dan pemukiman liar.
7) Strategi-strategi ini perlu ditindaklanjuti dengan rencana aksi yang
terperinci. Karena studi ini akan fokus pada aspek penyediaan
perumahan sisi penawaran, rencana tindakan nomor dua, empat, dan
lima perlu dijabarkan lebih lanjut secara terperinci.
2. Tujuan
Tujuan kegiatan ini untuk menyusun kebijakan dan strategi jangka
panjang tentang implementasi perumahan dan permukiman sebagai
referensi bagi semua pemangku kepentingan dalam memberikan sarana
secara serempak dan sistematis untuk mengoptimalkan pemenuhan
penyediaan perumahan yang memadai untuk semua warga negara, yaitu:
a. Untuk memperoleh ulasan komprehensif tentang pasar perumahan di
Indonesia;
b. Untuk melakukan studi komprehensif tentang rantai nilai sisi pasokan
di Indonesia, dari pra konstruksi hingga pasca konstruksi;
c. Untuk memberikan rekomendasi tentang pengaturan kelembagaan
untuk lembaga perumahan di Indonesia; dan
d. Untuk memberikan rekomendasi sebagai bagian dari revitalisasi
peran Perumnas, sebagai pengembang utama Pemerintah Indonesia
untuk produksi perumahan publik dan memfasilitasi pembangunan
kembali dan implementasi kebijakan perumahan.
2. Kerangka Kegiatan
Kerangka kegiatan Pengembangan Kebijakan Perumahan Rakyat dan
Penguatan Peran Perum Perumnas (Affordable Supply - Side Housing
Provisioning Study) yaitu:
41
a. Memperoleh gambaran yang komprehensif tentang pasar
perumahan di Indonesia, sebagai masukan untuk kebijakan
perumahan nasional, yaitu melalui:
1) Identifikasi kondisi makro pasar perumahan di Indonesia,
khususnya terkait dengan pencairan/realisasi dan tren
pengembangan pasar perumahan;
2) Identifikasi kondisi demografis pasar perumahan di Indonesia,
termasuk: Segmentasi pasar (profil sosial ekonomi, usia,
perilaku, alasan membeli rumah) dan daya beli;
3) Identifikasi preferensi konsumen di pasar perumahan (jenis
rumah, ukuran, kualitas, lokasi, dll), berdasarkan pada
kebutuhan dan kemauan untuk membayar, kecemasan dan
keinginan, sensitivitas harga, dll;
4) Identifikasi akses ke potensi pendanaan pada pembiayaan
perumahan di Indonesia;
5) Identifikasi potensi ketersediaan lahan untuk perumahan di
Indonesia;
6) Identifikasi kebijakan dan regulasi pasar perumahan;
7) Identifikasi standar bangunan perumahan di Indonesia;
8) Proyeksi tren pada pasar perumahan Indonesia;
9) Aspek lain yang diidentifikasi mempengaruhi pasar perumahan
di Indonesia.
b. Melakukan studi komprehensif tentang rantai nilai sisi penawaran di
Indonesia, dari pra-konstruksi hingga pasca konstruksi melalui
kegiatan:
1) Identifikasi pemangku kepentingan terkait dalam rantai pasokan
perumahan di Indonesia, untuk setiap jenis penyediaan
perumahan (dilaksanakan oleh Pemerintah, pengembang,
swadaya, PPP) untuk setiap tipologi perumahan;
2) Identifikasi masalah pada rantai pasokan (mata rantai yang
hilang, mata rantai yang lemah, pertukaran yang tidak
ekonomis);
3) Untuk mengidentifikasi kesenjangan dan inefisiensi tertentu
dalam sistem produksi perumahan ketika peran spesifik belum
diisi;
42
4) Untuk menganalisis peran yang harus dimainkan pemerintah
untuk mendukung/memfasilitasi produksi perumahan yang
terjangkau;
5) Untuk menganalisis perbedaan utama rantai nilai sisi penawaran
dan ekosistem antara penyediaan perumahan yang terjangkau
yang dipimpin oleh Pemerintah dan sektor swasta;
6) Untuk memberikan rekomendasi tentang masalah yang
diidentifikasi.
b. Menyusun rekomendasi tentang pengaturan kelembagaan untuk
lembaga perumahan di Indonesia dengan cara:
1) Identifikasi lembaga terkait dalam penyediaan perumahan di
Indonesia, termasuk peran mereka;
2) Identifikasi hubungan antar lembaga di sektor perumahan di
Indonesia;
3) Identifikasi tantangan dan masalah dalam hubungan antar
lembaga perumahan di Indonesia;
4) Rekomendasi pengaturan kelembagaan, termasuk:
Rekomendasi hubungan antar lembaga;
Rekomendasi peran antar lembaga;
Rekomendasi tentang payung peraturan yang diperlukan
untuk mengatur hubungan antar lembaga perumahan;
Rekomendasi lain yang diperlukan.
c. Menyusun rekomendasi sebagai bagian dari revitalisasi peran
Perumnas, untuk bertindak sebagai pengembang utama Pemerintah
Indonesia untuk menyediakan perumahan publik dan memfasilitasi
pembangunan kembali dan implementasi kebijakan perumahan.
1) Evaluasi kinerja Perumnas saat ini, terutama untuk perannya
dalam penyediaan pasokan perumahan untuk MBR di Indonesia.
Ini termasuk kinerja Perumnas dalam menerapkan perbankan
tanah, pengembang perumahan dan manajemen perkebunan;
2) Identifikasi tantangan dan masalah yang dihadapi Perumnas
saat ini dalam penyediaan perumahan untuk kelompok
berpendapatan rendah (MBR);
3) Evaluasi dampak skema kepemilikan Perumnas pada
penyediaan pasokan perumahan di Indonesia;
4) Rekomendasi tentang mandat dan peran Perumnas di masa
depan, sebagai Otoritas Perumahan Nasional di Indonesia. Ini
43
termasuk peran dan tanggung jawab untuk perbankan tanah,
pengembangan perumahan, manajemen perkebunan,
pengambilalihan, dan peran lain yang dapat diidentifikasi untuk
analisis.
3. Output yang diharapkan dan Capaian
Dalam kegiatan Pengembangan Kebijakan Perumahan Rakyat dan
Penguatan Peran Perum Perumnas (Affordable Supply - Side Housing
Provisioning Study) diharapkan menghasilkan out put dan capaian
sebagai berikut:
OUTPUT YANG
NO CAPAIAN OUTPUT
DIHARAPKAN
1 Mengidentifikasi data makro a. Tersedia data makro beserta analisis
terkait perumahan dan riset perumahan
pasar konsumen perumahan b. Tersedia hasil riset pasar konsumen
perumahan
c. Riset dilakukan di 50% provinsi/
kabupaten/kota di Indonesia
2 Mengidentifikasi dan a. Identifikasi pola rantai pasok penyediaan
memberikan rekomendasi perumahan
terkait permasalahan rantai b. Tersedianya prosentase data calon
pasok penyediaan perumahan pelanggan berdasarkan tempat tinggal, usia,
pekerjaan serta penghasilan
3 Mengidentifikasi dan a. Terbangunnya sinkronisasi tata Kelola dan
memberikan rekomendasi hierarki kewenangan sectoral
terkait kelembagaan b. Pembagian kewenangan tugas dan fungsi
perumahan antara regulator dengan operator perumahan
c. Mendorong terbitnya peraturan untuk
kemudahan perizinan perumahan
4 Mengidentifikasi dan a. Mendorong peran Perum Perumnas dalam
memberikan rekomendasi pengelolaan tanah sekaligus pelaksana
peran Perum Perumnas (operator) program pemerintah dalam
pembangunan perumahan
44
c. Kesenjangan antara penawaran dan permintaan kebutuhan
perumahan mengalami hambatan dan masalah. Kompleksitas dari
masalah ini tercermin dalam jumlah Backlog Data Kepemilikan
PPDPP-KemenPUPR sebesar 11,4 juta unit. Pada saat yang sama,
ada 2,5 juta rumah kumuh (RTLH), yang berkembang menjadi daerah
kumuh.
d. Bappenas mengatakan bahwa 20 persen masyarakat atas memiliki
akses ke perumahan melalui pasar formal, sementara 40 persen dari
kelas menengah membutuhkan dukungan pemerintah. Sementara 40
persen dari kelompok masyarakat terendah tidak dapat mengakses
dan membutuhkan dukungan dari Pemerintah.
e. Menanggapi masalah kesenjangan antara akses perumahan,
terutama untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), dengan
ketersediaan perumahan, pemerintah mengeluarkan Sejuta Rumah
tindakan (Sejuta Rumah) dengan berbagai skema pembiayaan
(FLPP, SSB, SBUM, BSPS, BP2BT) sehingga masyarakat
berpenghasilan rendah dapat memiliki rumah yang layak huni.
f. Program Perumahan Terjangkau Nasional (NAHP) hadir untuk
mempercepat terlaksananya program. Meskipun kewenangannya
ada di tingkat nasional, NAHP memprioritaskan peran Pemerintah
Daerah untuk mendukung pembangunan perumahan sesuai dengan
jurisdiksinya. LGCB-HS merupakan salah satu kegiatan komponen 3
NAHP dan merupakan bagian integral dari komponen lainnya.
g. Salah satu kebutuhan LGCB-HS yaitu ketersediaan data dan Profil
pemukiman perumahan. Saat ini, data backlog dan rumah kumuh
(RTLH) dengan nama berdasarkan alamat belum tersedia di semua
wilayah. Inovasi dalam membangun kemitraan dengan sektor swasta,
organisasi non-pemerintah dan bank juga tidak optimal. Selain itu,
alokasi anggaran pemukiman perumahan sebagai undang-undang
untuk pelayanan dasar masih belum optimal. Masalah-masalah ini
menunjukkan bahwa masih ada kebutuhan untuk membantu
pengarusutamaan pemukiman perumahan ke dalam perencanaan
dan penganggaran daerah.
h. Di sisi lain, data kemajuan Rencana Pembangunan Perumahan dan
Permukiman (RP3KP) menunjukkan bahwa hanya 61% daerah
memiliki RP3KP, 25% saat ini sedang menyusun, dan 14% akan
mengaturnya pada 2018. RP3KP, sebagai perumahan dan
45
perencanaan pembangunan permukiman, bermaksud
memprioritaskan pembangunan perumahan dan permukiman dalam
perencanaan pembangunan daerah.
i. Juga, mandat Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 2016 dan
Peraturan Menteri Dalam Neger Nomor 55 Tahun 2017 belum
optimal. Beberapa pemerintah daerah belum menindaklanjuti dengan
menyesuaikan peraturan daerah (menghapus, menggabungkan, dan
mempercepat izin).
j. Masalah-masalah sektor perumahan yang dijelaskan di atas tidak
akan dapat diselesaikan oleh pemerintah pusat tanpa dukungan dari
pemerintah daerah. Karena itu Kementerian Dalam Negeri/Direktorat
Jenderal Pembangunan Daerah dengan tugas dan fungsinya hadir
untuk mengawasi NAHP, terutama pada komponen HS LGCB. Peran
Direktorat Jenderal Pembangunan Daerah difokuskan pada
kebijakan dan lembaga sebagaimana disebutkan dalam Peraturan
Presiden Nomor 59 Tahun 2012.
k. Program Perumahan Terjangkau Nasional (NAHP) merupakan
bentuk dukungan fasilitasi dan pembinaan pemerintah kepada
pemerintah daerah. Bimbingan umum dilakukan oleh Kementerian
Dalam Negeri, sedangkan saran teknis dilakukan oleh Kementerian
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
l. Kementerian Dalam Negeri menjalankan fungsi pedoman umum
melalui pengembangan kapasitas pemerintah daerah. Karena itu,
dukungan Konsultan Manajemen Teknis diperlukan untuk
memperkuat kebijakan dan meningkatkan kapasitas Pemerintah
Daerah, juga untuk menciptakan kolaborasi antar Kementerian.
2. Tujuan Kegiatan
Tujuan program ini untuk memberikan bantuan teknis kepada Direktorat
Jenderal Pembangunan Daerah, Kementerian Dalam Negeri. Dukungan
teknis akan dalam kegiatan sehari-hari dengan komunikasi intensif dan
aktif di tingkat lokal dan nasional.
Melakukan pemetaan kebutuhan peningkatan kapasitas pemerintah
daerah dalam penyelenggaraan urusan perumahan dan Kawasan
permukiman, Melakukan pendampingan pengarusutamaan urusan
perumahan dan kawasan permukiman (PKP) dalam proses perencanaan
dan anggaran di daerah, Melakukan pendampingan dalam penyusunan
dokumen Rencana Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan
46
Kawasan Permukiman (RP3KP), Melakukan pendampingan kemudahan
perizinan dan non perijinan pembangunan perumahan masyarakat
berpenghasilan rendah (MBR).
3. Kerangka Kegiatan
Kerangka kegiatan Peningkatan Kapasitas Pemerintah Daerah (Local
Government Capacity Building - LGCB) meliputi:
a. Membantu kapasitas pemerintah daerah dalam
mengimplementasikan isu-isu pemukiman perumahan;
b. Membantu dan memulai pengarusutamaan pemukiman perumahan
dalam proses perencanaan dan anggaran;
c. Membantu persiapan Rencana Pembangunan Perumahan dan
Permukiman (RP3KP); dan
d. Membantu dan memprakarsai perubahan pada sistem layanan
terpadu satu pintu (PTSP) dalam penyederhanaan izin pembangunan
perumahan untuk keluarga berpenghasilan rendah.
Disamping keempat hal diatas, Kerangka kegiatan Peningkatan
Kapasitas Pemerintah Daerah (Local Government Capacity Building -
LGCB) termasuk di dalamnya:
a. Dukungan manajemen, pemantauan program, dan evaluasi;
b. Memperkuat Kebijakan dan Meningkatkan Kapasitas Pemerintah
Daerah; dan
c. Koordinasi nasional, provinsi, dan kota / kabupaten.
Dari seluruh rangkaian kegiatan Peningkatan Kapasitas Pemerintah
Daerah (Local Government Capacity Building - LGCB) diharapkan
menghasilkan output beberapa hal, termasuk:
a. Pengumpulan data dan manajemen pemukiman perumahan dan
menjadi Profil pemukiman perumahan yang ditetapkan oleh
Keputusan Daerah;
b. Pengarusutamaan Urusan pemukiman perumahan dalam
Perencanaan Lokal (RPJMD, RKPD, dan Renstra PKP);
c. Bantuan dalam Penyusunan Rencana Pengembangan Perumahan
dan Permukiman (RP3KP); dan
d. Dukungan dalam penyederhanaan Izin Pengembangan Perumahan
untuk Keluarga Berpenghasilan Rendah.
4. Output yang diharapkan dan Capaian
47
Dalam kegiatan Peningkatan Kapasitas Pemerintah Daerah (Local
Government Capacity Building - LGCB) diharapkan menghasilkan out put
dan capaian sebagai berikut:
OUTPUT YANG
NO CAPAIAN OUTPUT
DIHARAPKAN
1 Capaian output Profil PKP a. Tersusunnya Pedoman Penyusunan Profil.
b. Tersusunnya 15 Profil PKP, Tersusunnya
Draft Peraruran Kepala Daerah tentang
Penetapan Profil PKP.
c. Tersusunnya Modul Coaching Clinic
d. Matriks Perbaikan Substansi Profil PKP,
Feedback Profil PKP.
e. Matriks Assesment Kapasitas Pemerintah
Daerah melalui Surat Edara Direktur Jenderal
Bina Pembagunan Desa Nomor
648/3198/Bangda tanggal 13 Agustus 2020.
f. Penetapan Profil PKP di beberapa daerah
antara lain: Kabupaten Jeneponto, Kota
Parepare dan Kabupaten Ogan Komering Ilir.
g. Tersusun Modul Materi Coaching Clinic
Peningkatan Kualitas Profil PKP/RP3KP,
dengan materi antara lain: Penguatan Aspek
Sinkronisasi Program dan Kegiatan,
Penguatan Aspek Muatan Teknis dan
Penguatan Analisis Awal Rencana
Pengembangan PKP.
h. Tersusunnya Petunjuk Teknis/Modul PS
LGCB (Peningkatan Kapasitas dan Profil
PKP).
2 Capaian Output a. Tersusunnya Pedoman Pendampingan
Pendampingan RP3KP Penyususunan RP3KP.
b. Tersusunnya Instrumen Pendampingan
RP3KP.
c. Tersusunnya Draft Rancangan Peraturan
Daerah/Rancangan Peraturan Kepala
Daerah.
d. Pemetaan Kesesuaian Substansi Dokumen
RP3KP terhadap Rancangan Peraturan
Menteri.
e. Tersusunnya Fokus Pendampingan Dokumen
RP3KP.
f. Terfasilitasinya pemetaan kesesuaian
substansi dokumen RP3KP di luar NAHP oleh
Kementerian PUPR.
3 Capaian Output a. Tersusunnya Jadwal (milestone) Waktu
Pengarusutamaan Urusan Penyusunan Pengarustutamaan data
PKP Program.
b. Kegiatan, indikator, program dan kegiatan
sebagai referensi penyusunan dokumen
perencanaan daerah (RPJMD dan RKPD).
c. Pengarusutamaan nomenklatur program
terkait kegiatan Standar Pelayanan Minimum
(SPM) Bidang Perumahan didalam dokumen
perencanaan daerah (RPJMD dan RKPD)
yang telah tersusun dalam bentuk baseline
data, Indikator program, kegiatan sesuai
dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 18 tahun 2020, masuk dalam
penyempurnaan profil PKP.
d. Nomenklatur program kegiatan, masuk
didalam profil PKP yang disusun oleh daerah
48
OUTPUT YANG
NO CAPAIAN OUTPUT
DIHARAPKAN
(yang seharusnya indikasi program masuk
dalam RP3KP).
e. Nomenklatur program, kegiatan yang termuat
dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 90 Tahun 2019 Jo Keputusan Menteri
Dalam Negeri Nomor 50 Tahun 2020 sebagai
referensi penyusunan Indikasi Program
didalam Rancangan Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
tentang RP3KP sebagai peraturan Perubahan
dari Peraturan Menteri Perumahan Rakyat
Nomor 12 Tahun 2014,
f. Tersusunnya baseline program, kegiatan dan
anggaran urusan PKP didalam Dokumen
Perencanaan Daerah (RPJMD, dan RKPD
2021).
4 Proses Pendampingan a. Penyampaian materi modul.
Ranperkada Kemudahan b. Proses penyusunan Rancangan Peraturan
Perijinan dan Non Perijinan Kepala Daerah tentang Perizinan,
Pembangunan Rumah MBR c. Draft Rancangan Peraturan Kepala Daerah
tentang Perizinan,
d. Menginventarisasi produk hukum daerah
terkait perizinan,
e. Pendampingan dalam penyusunan rancangan
peraturan Kepala Daerah terkait perizinan.
f. Penyesuaian Peraturan Perundang-undangan
pasca pengesahan Undang-Undang tentang
Cipta Kerja,
g. Revisi template Rancangan peraturan Kepala
Daerah tentang Perizinan.
h. Pendampingan Penyusunan Rancangan
Peraturan Kepala Daerah tentang Perizinan
pasca diberlakukannya Undang-Undang
tentang Cipta Kerja,
i. Kesepakatan Bersama serta Komitmen
Daerah atas Rancangan Peraturan Kepala
Daerah.
j. Penetapan Rancangan Peraturan Kepala
Daerah menjadi Peraturan Kepala Daerah.
5 Grand Design SIM PS LGCB Dukungan SIPD:
NAHP dalam rangka a. Data pokok urusan PKP, data capaian target
mendukung Peningkatan program dan kegiatan berdasarkan
Kapasitas Pemerintah Nomenklatur Peraturan Menteri Dalam Negeri
Daerah Urusan PKP Tahun 2019.
b. Bentuk kegiatan yang dilaksanakan yaitu
dengan penyiapan desain SIM PS LGCB
sebagai dashboard Pelaksanaan PS LGCB
c. Output: Baseline Kapasitas Pemerintah
daerah, Baseline Profil PKP RP3KP
Pengarusutamaan Urusan PKP dan Perkada
Kemudahan Perijinan
d. Peningkatan kapasitas pemerintah daerah
dalam pengelolaan Manajemen data Urusan
PKP yang telah terintegrasi.
e. Integrasi Data Capaian dan Kemajuan Output
PS LGCB
f. Replikasi Model kepada daerah lain.
g. Inovasi MIS PS LGCB-NAHP, antara lain:
Pembuatan Portal Website, E-Learning
System, Database System, Support System
49
3.3.5 Sub Komponen 3-3 Kegiatan Kemitraan antara pemerintah dengan badan
usaha untuk Perumahan Terjangkau (Private Public Partnership
Affordable Housing Framework and KPBU)
1. Latar Belakang
Indonesia saat ini memiliki kebutuhan perumahan yang belum terpenuhi.
Ada sekitar 64,1 juta unit rumah di Indonesia, sekitar 15% di antaranya
dalam kondisi buruk. Perkiraan backlog sangat bervariasi. Dalam sensus
tahun 2015, BPS menghitung simpanan menjadi sekitar 11,4 juta unit,
berdasarkan informasi kepemilikan rumah, yang mengalami penurunan
dari 13,5 juta pada 2010. Jumlah unit di bawah standar, menggunakan
ukuran untuk kepadatan berlebih (<7,2 m2 per kapita) adalah 7,5 juta.
Sementara itu, 45% rumah tangga atau 28.900.000 unit dianggap di
bawah standar oleh beberapa ukuran, baik karena terlalu padat, dibangun
dari setidaknya satu bahan berkualitas buruk, atau tidak memiliki akses
ke layanan dasar.
Permintaan tahunan untuk perumahan tambahan melebihi pasokan.
Diperkirakan 820.000 hingga 920.000 unit baru dibutuhkan di daerah
perkotaan setiap tahun untuk menanggapi permintaan tahunan dari
pertumbuhan populasi. Namun, saat ini, sektor formal hanya
memproduksi sekitar 400.000 unit per tahun, di mana 50.000 hingga
100.000 unit adalah produk dari program hipotek bersubsidi. Tambahan
150.000 hingga 200.000 unit diaktifkan setiap tahun, melalui program
subsidi pemerintah, termasuk yang untuk peningkatan rumah tambahan,
perumahan sewa dan perumahan sosial. Ini menyisakan lebih dari
200.000, atau sekitar 30% rumah tangga baru, yang harus menggunakan
solusi informal atau tambahan kepadatan berlebihan. Selain itu,
demografi menunjukkan bahwa permintaan rumah tangga baru
cenderung berpenghasilan rendah secara tidak proporsional, karena
pertumbuhan populasi yang lebih tinggi di antara desil berpenghasilan
rendah.
Permintaan untuk perumahan di Indonesia telah didorong terutama oleh
urbanisasi. Bagian populasi Indonesia yang tinggal di daerah perkotaan
meningkat sekitar 30 hingga 55 persen antara tahun 1990 dan 2018.
Sementara laju urbanisasi Indonesia dapat dianggap normal selama
dekade terakhir, Tren ini telah mendorong kebutuhan akan perumahan di
daerah perkotaan. Dengan pangsa populasi perkotaan yang diperkirakan
akan meningkat dari 56 persen saat ini menjadi 63 persen pada tahun
50
2030, diperkirakan hampir 800.000 unit rumah baru dibutuhkan setiap
tahun untuk memenuhi permintaan rumah tangga baru. Sejauh ini,
Pemerintah Indonesia sedang berjuang untuk memenuhi permintaan
perumahan karena hanya mampu memasok 50 hingga 62,5 persen dari
total permintaan tahunan.
Defisit perumahan yang signifikan akan lebih terkonsentrasi di daerah
perkotaan. Sekitar 6 juta rumah tangga - kebanyakan penghuni
berpenghasilan rendah dan menengah - hidup dalam kondisi yang penuh
sesak. Di Jakarta, lebih dari separuh penyewa dengan pengalaman
pendapatan formal yang penuh sesak. Lebih jauh lagi, 25 juta orang
Indonesia atau sekitar sepersepuluh dari populasi tinggal di perumahan
di bawah standar, yang didefinisikan dengan memiliki lantai, dinding atau
atap yang terbuat dari bahan biasa-biasa saja, dan /atau kurang akses ke
layanan dasar. Hampir setengah atau 9,7 juta rumah tangga berada di
daerah perkotaan. Keterjangkauan perumahan juga merupakan kendala
utama. Hanya 20 persen rumah tangga terkaya yang mampu membeli
rumah di pasar komersial formal, berdasarkan perkiraan biaya perumahan
rata-rata Rp 440 juta (US $ 33.000). 40 persen rumah tangga menengah
mampu membeli rumah formal yang sama hanya dengan subsidi
pemerintah, sementara perumahan yang dibangun oleh pengembang
tidak dapat diakses hingga ke bawah 40 persen.
Ada beberapa faktor terkait mengapa persediaan perumahan belum
memenuhi kebutuhan perumahan:
1) Mengembangkan dan menerapkan program peningkatan
permukiman kumuh yang komprehensif untuk meningkatkan kondisi
kehidupan penduduk di permukiman kumuh dan permukiman
informal yang ada.
2) Mendesain ulang kebijakan perumahan publik untuk meningkatkan
efisiensi dan efektivitas pengeluaran untuk sewa publik, solusi
perumahan vertikal dan inti/baris.
3) Memperkuat desain subsidi perbaikan rumah, untuk memperluas
jumlah penerima manfaat yang dicapai dan memungkinkan
kepadatan keuangan mikro perumahan.
4) Mengaktifkan dan memperluas pasar untuk perumahan yang
terjangkau dan meningkatkan partisipasi sektor swasta dalam pasar
perumahan formal berbiaya rendah, dengan mengambil
pendekatan bantuan uang muka dan menurunkan biaya
51
penyediaan hipotek dan pasokan perumahan yang ditargetkan
untuk kelas menengah ke bawah.
5) Membangun sistem pengiriman yang kuat yang memungkinkan
pemerintah pusat untuk mentransfer tanggung jawab dan
memperkuat pemerintah daerah dalam pelaksanaan program
perumahan.
6) Mengamankan lahan perkotaan untuk perumahan melalui
mobilisasi aset tanah publik yang kurang dimanfaatkan dan
regularisasi kepemilikan lahan kumuh dan pemukiman liar.
7) Strategi-strategi ini perlu ditindaklanjuti dengan rencana aksi yang
terperinci. Karena studi ini akan fokus pada aspek penyediaan
perumahan sisi penawaran, rencana tindakan nomor dua, empat,
dan lima perlu dijabarkan lebih lanjut secara terperinci.
2. Tujuan
Tujuan dari kegiatan ini untuk menyusun kebijakan dan strategi jangka
panjang tentang implementasi perumahan dan permukiman sebagai
referensi bagi semua pemangku kepentingan dalam memberikan sarana
secara serempak dan sistematis untuk mengoptimalkan pemenuhan
penyediaan perumahan yang memadai untuk semua warga negara, yaitu:
a. Untuk memperoleh ulasan komprehensif tentang pasar perumahan
di Indonesia;
b. Untuk melakukan studi komprehensif tentang rantai nilai sisi
pasokan di Indonesia, dari pra konstruksi hingga pasca konstruksi;
c. Untuk memberikan rekomendasi tentang pengaturan kelembagaan
untuk lembaga perumahan di Indonesia; dan
d. Untuk memberikan rekomendasi terkait Otoritas Perumahan
Nasional dalam rangka mendorong produksi dan pengelolaan
perumahan terjangkau, pengelolaan tanah, memfasilitasi
pembangunan kembali, implementasi kebijakan perumahan dan
mendorong pengembangan perumahan publik yang terintegrasi
pada setiap rantai pasok perumahan.
3. Kerangka Kegiatan
Kerangka kegiatan Pengaturan Kelembagaan Nasional bagi Sektor
Perumahan (Affordable Supply - Side Housing Provisioning Study) terdiri
dari:
52
a. Memperoleh gambaran yang komprehensif tentang pasar
perumahan di Indonesia, sebagai masukan untuk kebijakan
perumahan nasional melalui:
1) Identifikasi kondisi makro pasar perumahan di Indonesia,
khususnya terkait dengan pencairan/realisasi dan tren
pengembangan pasar perumahan;
2) Identifikasi kondisi demografis pasar perumahan di Indonesia,
termasuk: Segmentasi pasar (profil sosial ekonomi, usia,
perilaku, alasan membeli rumah) dan daya beli;
3) Identifikasi preferensi konsumen di pasar perumahan (jenis
rumah, ukuran, kualitas, lokasi, dll), berdasarkan pada
kebutuhan dan kemauan untuk membayar, kecemasan dan
keinginan, sensitivitas harga, dll;
4) Identifikasi akses ke potensi pendanaan pada pembiayaan
perumahan di Indonesia;
5) Identifikasi potensi ketersediaan lahan untuk perumahan di
Indonesia;
6) Identifikasi kebijakan dan regulasi pasar perumahan;
7) Identifikasi standar bangunan perumahan di Indonesia;
8) Proyeksi tren pada pasar perumahan Indonesia;
9) Aspek lain yang diidentifikasi mempengaruhi pasar perumahan
di Indonesia.
b. Melakukan studi komprehensif tentang rantai nilai sisi penawaran di
Indonesia, dari pra-konstruksi hingga pasca konstruksi melalui
kegiatan:
1) Identifikasi pemangku kepentingan terkait dalam rantai pasokan
perumahan di Indonesia, untuk setiap jenis penyediaan
perumahan (dilaksanakan oleh Pemerintah, pengembang,
swadaya, PPP) untuk setiap tipologi perumahan;
2) Identifikasi masalah pada rantai pasokan (mata rantai yang
hilang, mata rantai yang lemah, pertukaran yang tidak
ekonomis);
3) Untuk mengidentifikasi kesenjangan dan inefisiensi tertentu
dalam sistem produksi perumahan ketika peran spesifik belum
diisi;
53
4) Untuk menganalisis peran yang harus dimainkan pemerintah
untuk mendukung/memfasilitasi produksi perumahan yang
terjangkau;
5) Untuk menganalisis perbedaan utama rantai nilai sisi penawaran
dan ekosistem antara penyediaan perumahan yang terjangkau
yang dipimpin oleh Pemerintah dan sektor swasta;
6) Untuk memberikan rekomendasi tentang masalah yang
diidentifikasi.
c. Menyusun rekomendasi tentang pengaturan kelembagaan untuk
lembaga perumahan di Indonesia dengan cara:
1) Identifikasi lembaga terkait dalam penyediaan perumahan di
Indonesia, termasuk peran mereka;
2) Identifikasi hubungan antar lembaga di sektor perumahan di
Indonesia;
3) Identifikasi tantangan dan masalah dalam hubungan antar
lembaga perumahan di Indonesia;
4) Rekomendasi pengaturan kelembagaan, termasuk:
Rekomendasi hubungan antar lembaga;
Rekomendasi peran antar lembaga;
Rekomendasi tentang payung peraturan yang diperlukan
untuk mengatur hubungan antar lembaga perumahan;
Rekomendasi lain yang diperlukan.
d. Menyusun rekomendasi terkait Otoritas Perumahan Nasional yang
diperlukkan untuk mendorong produksi perumahan publik,
memfasilitasi pembangunan kembali, implementasi kebijakan
perumahan dan mendorong pengembangan perumahan publik yang
terintegrasi pada setiap rantai pasok perumahan.
1) Evaluasi kinerja Perumnas saat ini, terutama untuk perannya
dalam penyediaan pasokan perumahan untuk MBR di Indonesia.
Ini termasuk kinerja Perumnas dalam menerapkan perbankan
tanah, pengembang perumahan dan manajemen perkebunan;
2) Identifikasi tantangan dan masalah yang dihadapi Perumnas
saat ini dalam penyediaan perumahan untuk kelompok
berpendapatan rendah (MBR);
3) Rekomendasi tentang Otoritas Perumahan Nasional di
Indonesia. Termasuk peran dan tanggung jawab untuk
perbankan tanah, pengembangan dan manajemen pengelolaan
54
perumahan publik, pengambil alihan, dan peran lain yang dapat
diidentifikasi untuk analisis.
4. Output yang diharapkan dan Capaian
Dalam kegiatan Pengembangan Kebijakan Perumahan Rakyat dan
Penguatan Peran Perum Perumnas (Affordable Supply - Side Housing
Provisioning Study) diharapkan menghasilkan out put dan capaian
sebagai berikut:
OUTPUT YANG
NO CAPAIAN OUTPUT
DIHARAPKAN
1 Mengidentifikasi data makro a. Tersedia data makro beserta analisis
terkait perumahan dan riset perumahan
pasar konsumen perumahan b. Tersedia hasil riset pasar konsumen
perumahan
c. Riset dilakukan di seluruh provinsi dan
sebagian kabupaten/kota di Indonesia
2 Mengidentifikasi dan a. Identifikasi pola rantai pasok penyediaan
memberikan rekomendasi terkait perumahan
permasalahan rantai pasok b. Tersedianya prosentase data calon
penyediaan perumahan konsumen perumahan berdasarkan tempat
tinggal, usia, pekerjaan serta penghasilan
c. Tersedianya data preferensi calon
konsumen perumahan terkait keinginan
penghunian perumahan di masa yang akan
dating dan kemampuan membayar.
3 Mengidentifikasi dan a. Terbangunnya sinkronisasi tata Kelola dan
memberikan rekomendasi terkait hierarki kewenangan sektoral
kelembagaan perumahan b. Pembagian kewenangan tugas dan fungsi
antara regulator dengan operator
perumahan
c. Mendorong terbitnya peraturan untuk
kemudahan perizinan perumahan
4 Mengidentifikasi dan b. Terwujudnya rekomendasi terkait Otoritas
memberikan rekomendasi peran Perumahan Nasional dalam rangka
Otoritas Perumahan Nasional mendorong produksi dan pengelolaan
perumahan terjangkau, pengelolaan tanah,
pelaksana (operator) program pemerintah
dan mendorong pembangunan perumahan
yang teritegrasi pada setiap rantai pasok
perumahan.
55
04. STRUKTUR ORGANISASI PELAKSANA NAHP
59
Negeri, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN),
serta Badan Pusat Statistik (BPS). Komite Pengarah ini akan mengadakan pertemuan
di tengah dan akhir tahun untuk meninjau keseluruhan kemajuan program dan
memfasilitasi koordinasi antar anggota Pokja.
Komite Pengarah (Steering Committee) memiliki tugas dan fungsi sebagai berikut:
a. Mendukung kebijakan operasional pelaksanaan NAHP ;
b. Memberikan masukan pengembangan panduan yang diperlukan dalam pelaksanaan
NAHP;
c. Meninjau keseluruhan kemajuan pelaksanaan NAHP;
d. Memberikan masukan kepada PMC dan PIU terkait pelaksanaan NAHP serta
menetapkan parameter pemantauan penggunaan dana pinjaman; dan
e. Memfasilitasi koordinasi lintas anggota Pokja Nasional mengenai isu-isu penting
terkait reformasi kebijakan perumahan dan pelaksanaannya.
60
Tabel 4.1
Struktur Keanggotaan PMC NAHP
Sebagai pelaksana NAHP, PMC memiliki tugas dan fungsi sebagai berikut:
1. Melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang
pengembangan sistem dan strategi pelaksanaan pembiayaan infrastruktur
pekerjaan umum dan perumahan, serta kemudahan dan bantuan pembiayaan
perumahan yang terkait dengan pelaksanaan kegiatan dukungan teknis komponen
1: BP2BT;
2. Melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang
pelaksanaan pembiayaan infrastruktur perumahan, kemudahan dan bantuan
pembiayaan perumahan yang didanai NAHP melalui pelaksanakan kegiatan
Komponen 1: BP2BT;
3. Melaksanakan koordinasi dan perumusan kebijakan dan pengembangan strategi,
penyusunan program dan anggaran, pelaksanaan kemitraan dan kelembagaan,
pengelolaan data dan sistem informasi, pengelolaan lingkungan dan sosial, serta
pemantauan dan evaluasi kinerja di bidang penyelenggaraan perumahan
perumahan yang terkait dengan pelaksanaan kegiatan dukungan teknis komponen
2: BSPS;
4. Melaksanakan penyusunan program anggaran, penyusunan rencana teknis,
standar dan pedoman, fasilitasi pendataan dan verifikasi, fasilitasi pemberdayaan
dan kemitraan, pelaksanaan bantuan stimulan, pemantauan di bidang
penyelenggaraan bantuan rumah swadaya, dan pelaksanaan evaluasi dan
pelaporan yang didanai NAHP melalui pelaksanakan kegiatan Komponen 2: BSPS;
61
5. Melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan program NAHP
yang terkait dengan pelaksanaan kegiatan dukungan teknis komponen 3; dan
6. Melaksanakan koordinasi administrasi penganggaran, pemantauan dan evaluasi
program dan kegiatan, serta kerja sama luar negeri yang mendukung pelaksanaan
dan keberlanjutan kegiatan NAHP.
Dalam hal menjalankan fungsi dan tugas diatas, Kepala PMC menunjuk Kepala PIU
untuk mengkoordinasikan seluruh kegiatan NAHP agar dapat dilaksanakan sesuai
dengan kinerja program, yang didalamnya termasuk tugas dan fungsi untuk melakukan
pengelolaan lingkungan dan sosial.
62
2. Wakil Kepala Pelaksana BP2BT;
3. Asisten Bidang Perencanaan;
4. Asisten Monev Bidang BSPS;
5. Asisten Monev Bidang BP2BT; dan
6. Asisten Bidang Keuangan dan Umum
Gambar di bawah adalah struktur dari organisasi PIU sebagai Pengelola Proyek
Program Perumahan Terjangkau.
KEPALA PROJECT
IMPLEMENTATION UNIT
Gambar 4.1
Dari struktur di atas, maka pelaksanaan kegiatan NAHP dapat dijelaskan sebagai
berikut:
a. Kegiatan operasional harian BP2BT, Dukungan Pengembangan HREIS dan
Pengembangan Akses Pembiayaan Perumahan, akan dilaksanakan oleh Wakil
Kepala Pelaksana Bidang BP2BT yang didukung oleh Asisten Monev Bidang
BP2BT yang berada di bawah pengawasan Kepala PIU sebagai anggota PMC
NAHP;
b. Kegiatan operasional harian BSPS, Dukungan Teknis Reformasi Kebijakan
Perumahan, Penguatan Peran Perumnas, dan Peningkatan Kapasitas Pemerintah
Daerah dalam Perencanaan Perumahan yang pelaksanaan kegiatannya
63
dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Pembangunan Daerah Kementerian Dalam
Negeri, akan dilaksanakan oleh Wakil Kepala Pelaksana Bidang BSPS yang
didukung oleh Asisten Monev Bidang BSPS yang berada di bawah pengawasan
Kepala PIU sebagai anggota PMC NAHP;
c. Kegiatan operasional yang terkait perencanaan akan dilaksanakan oleh Asisten
Bidang Keuangan dan Umum dibawah pengawasan Kepala PIU sebagai anggota
PMC NAHP; dan
d. Kegiatan operasional yang terkait Bidang Keuangan dan Umum akan dilaksanakan
oleh Asisten Bidang Keuangan dan Umum di bawah pengawasan Kepala PIU
sebagai anggota PMC NAHP.
Selain didukung oleh tim dari unit kerja masing-masing, PIU juga akan didukung oleh
tim konsultan pendukung.
64
NO. UNIT LEMBAGA/ ORGANISASI PERAN DAN FUNGSI
65
NO. UNIT LEMBAGA/ ORGANISASI PERAN DAN FUNGSI
66
NO. UNIT LEMBAGA/ ORGANISASI PERAN DAN FUNGSI
67
NO. UNIT LEMBAGA/ ORGANISASI PERAN DAN FUNGSI
68
NO. UNIT LEMBAGA/ ORGANISASI PERAN DAN FUNGSI
69
4.6 Tim Konsultan NAHP
Sebagai upaya pengendalian terhadap implementasi program sesuai dengan
Komponen program NAHP telah dipersiapkan komposisi susunan konsultan NAHP
yang terdiri dari: Konsultan Nasional, Provinsi, Tenaga Pendamping Kabupaten dan
Tenaga Fasilitator Lapangan.
1. Konsultan Nasional
a. Konsultan Advisory NAHP
1) Tanggung jawab:
a) Bertanggung jawab memberikan bantuan teknis (teknis/substansi/
administrasi), konsultasi, pertimbangan kebijakan strategis, dan
koordinasi dengan berbagai pemangku kepentingan/lembaga.
b) Bertanggung jawab memberikan rekomendasi/saran/tindakan
terkait pengembangan/penyempurnaan manajemen proyek NAHP
kepada Kepala PIU melalui koordinasi dengan Sekretariat PIU.
c) Bertanggung jawab kepada Kepala PIU dalam membantu kolaborasi
semua sumber daya manusia NAHP dalam rangka bersama-sama
untuk mencapai indikator kinerja NAHP dengan terdiri dari indikator
kinerja program hasil (Tujuan Pengembangan Proyek/PDO) dan
indikator kinerja program keluaran (Kerangka Hasil Menengah).
2) Lingkup tugas
a) Memberikan bantuan dan layanan reguler (setiap hari) pada aspek
administrasi, teknis atau substantif kepada Kepala PIU dalam
memenuhi tugas dan tanggung jawab yang ditugaskan.
b) Memfasilitasi Kepala PIU untuk:
(1) Meninjau Rencana Kerja Tahunan NAHP (AWP) dan memantau
persiapan dokumen anggaran terkait yang disiapkan PIU
NAHP;
(2) Memberikan alternatif strategi kebijakan dan tindakan yang
harus diambil dalam pelaksanaannya agar tepat waktu dan
tepat sasaran;
(3) Memberikan upaya untuk memecahkan masalah dan tantangan
potensial yang dihadapi;
(4) Memfasilitasi Sekretariat PIU untuk mengoordinasikan Pihak
Eksternal dan Pihak Internal Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat (PUPR) dalam bentuk pertemuan,
lokakarya, dan pertemuan rutin lainnya tentang proyek NAHP;
70
(5) Melakukan koordinasi dan kolaborasi dengan Konsultan
Manajemen Proyek (KMP) NAHP untuk bersama-sama
memberikan informasi material/data/kemajuan secara berkala
dan pencapaian tentang implementasi NAHP untuk laporan
NAHP yang dibutuhkan oleh Kepala PIU melalui Sekretariat
PIU, untuk disampaikan kepada Kepala PMC, Bank Dunia,
Menteri PUPR, dan Pihak lain;
(6) Memberikan bantuan teknis dengan menyediakan bahan/
informasi/laporan yang ada dibutuhkan oleh Kepala PIU dan
Anggota PIU yang penyerahannya melalui Sekretariat PIU.
Bantuan teknis tersebut meliputi:
(a) Sosialisasi dan diseminasi proyek NAHP untuk stakeholder
lembaga di pemerintah pusat dan daerah;
(b) Kemajuan tentang implementasi proyek dari setiap
komponen NAHP yang mencakup fisik, keuangan, masalah
dan tantangan, pengelolaan lingkungan dan sosial serta
kebutuhan untuk penyelesaian tindakan;
(c) Laporan keuangan interim (IFR) dari NAHP;
(d) Mengkonsolidasikan kesiapan dan pelaksanaan
pengadaan barang dan jasa dari setiap paket proyek NAHP
sesuai dengan aspek administrasi dan hukum pengadaan
barang dan jasa yang berlaku di Indonesia dan Bank Dunia,
termasuk manajemen proses pengadaan, tinjauan
administrasi pengadaan (TOR, rencana anggaran,
dokumen pengadaan/ permintaan proposal) sampai
diterbitkannya no objection letter (NOL);
(e) Konsolidasi laporan penyerapan anggaran SP2D dan
NAHP dari paket aktivitas dari semua Komponen NAHP
yang telah diterapkan untuk menerapkan aplikasi penarikan
(WA) dan perbaikan akun khusus;
(f) Konsolidasi jadwal master time, target dan realisasi output
dan hasil, serta kebutuhan untuk pengeluaran dan
pencairan dana pinjaman dari setiap paket kegiatan di
semua komponen NAHP untuk dikoordinasikan dan
dipenuhi satu sama lain;
71
(g) Memfasilitasi pemantauan pengaduan dan penyelesaian
audit (baik keuangan dan kinerja) dari setiap kegiatan
NAHP;
(h) Memfasilitasi pemantauan penyelesaian pengaduan dan
memberikan rekomendasi/tindakan untuk melakukan
intervensi untuk mitigasi risiko di masa depan; dan
(i) Menyediakan infografis NAHP sebagai publikasi,
dokumentasi, dan penyebaran informasi NAHP kepada
masyarakat luas.
(7) Konsolidasi administrasi korespondensi NAHP, baik yang
dimasukkan atau dikeluarkan oleh Kepala PIU dan Anggota PIU
dari lingkup eksternal dan internal, dibawah koordinasi
Sekretariat PIU;
(8) Memfasilitasi dukungan teknis untuk kajian jangka menengah
dan evaluasi akhir atas keluaran dan hasil dari setiap
komponen/subkomponen/paket proyek NAHP di bawah Tujuan
Pengembangan Proyek (PDO) dalam Perjanjian Pinjaman
NAHP;
(9) Melakukan pengembangan atau penyempurnaan pedoman,
manual, pedoman teknis sebagai alat kerja yang mendukung
efektivitas manajemen dan prosedur kerja manajemen NAHP;
(10) Mengembangkan Sistem Informasi NAHP yang berisi data,
informasi tentang sosialisasi materi, materi program kampanye,
dan materi lainnya sehingga transfer informasi dan manajemen
pengetahuan di antara personel NAHP mudah dan cepat dan
mendukung pengungkapan informasi kepada masyarakat luas;
(11) Membantu Kepala PIU dan Sekretariat PIU dalam memberikan
bimbingan teknis/pengarahan kepada Personil NAHP terkait:
(a) format pelaporan NAHP sesuai dengan persyaratan Bank
Dunia;
(b) bimbingan Unit Kerja yang melaksanakan pengadaan
barang dan jasa dari kegiatan paket NAHP; dan
(c) kontrol tugas dan hubungan kerja semua Penyedia
Layanan yang direkrut sebagai pelaksana kegiatan NAHP.
(12) Memberikan fasilitasi dan dukungan teknis pada kegiatan
khusus/insidental yang terkait dengan NAHP seperti pameran,
seminar, talkshow, Misi Bank Dunia, dan lainnya.
72
b. Konsultan Manajemen Pusat NAHP
1) Tanggung jawab
Bertanggung jawab memberikan bantuan rutin dan layanan administrasi,
teknis, dan substantif kepada Kepala PIU, Wakil Pelaksana Bidang,
Asisten Bidang Perencanaan dan Asisten Bidang Keuangan dan Umum
NAHP dalam memenuhi tugas dan tanggung jawab yang ditugaskan
melalui koordinasi dengan Sekretariat PIU.
2) Tugas
a) Menyediakan bantuan teknis untuk mendukung Kepala PIU,
Anggota PIU, dan Sekretariat PIU dalam:
(1) Perencanaan Program, meliputi konsolidasi rencana kerja
tahunan (AWP) dari Wakil Pelaksana Bidang, Asisten Bidang
Perencanaan dan Asisten Bidang Keuangan dan Umum NAHP
dalam penyusunan Kerangka Acuan (KAK) dan Rencana
Anggaran Kegiatan (RAB), serta persiapan teknis/pedoman
implementasi Kerangka Pengelolaan Lingkungan dan Sosial;
(2) Pendampingan untuk implementasi program kerja yang
ditetapkan oleh PMC NAHP;
(3) Pemantauan dan evaluasi, termasuk pemantauan dan evaluasi
kemajuan pelaksanaan kegiatan (termasuk fisik, keuangan,
masalah yang dihadapi, hasil keluaran, dan realisasi hasil) dan
implementasi Kerangka Pengelolaan Lingkungan dan Sosial
dalam proyek NAHP;
(4) Konsolidasi data SP2D dari unit kerja terkait dalam persiapan
laporan Laporan Keuangan Sementara (IFR) dan aplikasi
penarikan (WA);
(5) Mempersiapkan bahan/data/informasi yang dibutuhkan oleh
Asisten Bidang Perencanaan NAHP dalam pelaksanaan
sosialisasi/diseminasi/publikasi kegiatan NAHP, rapat
koordinasi, pelaksanaan misi Bank Dunia, dan kegiatan lain
yang diarahkan oleh Unit Pelaksana Proyek (PIU);
(6) Pelaporan berkala, termasuk laporan kegiatan (catatan resmi,
laporan rapat, dll.), laporan kemajuan pelaksanaan kegiatan,
laporan Pemenuhan Kerangka Pengelolaan Lingkungan dan
Sosial, dan laporan khusus lainnya sebagaimana diarahkan
oleh Unit Pelaksana Proyek (PIU);
73
(7) Manajemen administrasi, termasuk pelaksanaan surat
menyurat terkait NAHP yang dikeluarkan oleh Kepala PIU serta
pelaksanaan pengarsipan dokumen terkait; dan
(8) Pengelolaan kegiatan komunikasi publik NAHP, terutama untuk
sub-komponen Komponen Kebijakan, termasuk perencanaan,
pelaksanaan kegiatan, dan evaluasi.
b) Memberikan dukungan teknis dalam persiapan instrumen bimbingan
teknis di bidang perumahan dan perumahan;
c) Menyediakan fasilitasi dan dukungan teknis dalam pelaksanaan
kegiatan dukungan NAHP, termasuk penyebaran, pertemuan rutin,
rapat koordinasi, pameran/seminar, misi Bank Dunia, dan kegiatan
khusus/mendadak lainnya yang diarahkan oleh Kepala PIU dan
Anggota PIU melalui Sekretariat PIU; dan
Berkoordinasi dan bekerjasama dengan Konsultan Advisory NAHP untuk
bersama-sama memberikan materi/data/nformasi pencapaian implementasi
NAHP secara berkala sebagai laporan NAHP kepada Kepala PIU untuk
diserahkan kepada Kepala PMC, Bank, Menteri PUPR, Bank Dunia, dan
pihak lainnya melalui Sekretariat PIU.
2. Konsultan Provinsi
Konsultan provinsi yang mendukung pelaksanaan kegiatan NAHP terdiri dari:
a. Tenaga Pendukung Penyaluran (TPP) Provinsi untuk kegiatan BP2BT; dan
b. Konsultan Provinsi BSPS.
Terkait dengan tugas pokok dan fungsi dari TPP Provinsi akan dijelaskan dalam
POM: 1 dan Konsultan Individu akan dijelaskan dalam POM: 2.
3. Tenaga Pendamping Kabupaten
Konsultan Kabupaten yang mendukung pelaksanaan kegiatan NAHP terdiri dari:
a. Tenaga Pendukung Penyaluran (TPP) Kabupaten untuk kegiatan BP2BT;
b. Koordinator Kabupaten/Kota (Korkab/Korkot) untuk kegiatan BSPS.
Terkait tugas pokok dan fungsi dari TPP Kabupaten akan dijelaskan dalam POM
1 dan Koordinator Kabupaten (korkab) akan dijelaskan dalam POM 2.
4. Tenaga Fasilitator Lapangan
Tenaga Fasilitator Lapangan (TFL) adalah konsultan atau tenaga fasilitator
lapangan yang bertugas di desa/kelurahan guna mendukung pelaksanaan
kegiatan BSPS. Selanjutnya tentang tugas pokok dan fungsi dari Tenaga
Fasilitator Lapangan (TFL) akan dijelaskan dalam POM: 2.
Sedangkan untuk kegiatan sub komponen Dukungan Teknis untuk reformasi
Kebijakan Perumahan didukung oleh:
74
1. Konsultan Kegiatan Peningkatan Kapasitas Pemerintah Daerah (Local
Government Capacity Building – LGCB);
2. Konsultan Kegiatan Sistem Informasi Perumahan dan Real Estat (Housing And
Real Estate Information System – HREIS);
3. Konsultan Kegiatan Kemitraan antara pemerintah dengan badan usaha untuk
Perumahan Terjangkau (Private Public Partnership Affordable Housing
Framework and KPBU);
4. Konsultan Kegiatan Pengaturan Kelembagaan Nasional Perumahan bagi Sektor
Perumahan (National Housing Board); dan
5. Konsultan Kegiatan Rekomendasi Kebijakan Perumahan dalam Penyusunan
Grand Desain Perumahan 2020-2045 (Housing Policy Recommendation in
Preparation for Housing Grand Design 2020-2045).
Terkait dengan tugas dan tanggung jawab dari masing-masing Tim Konsultan
Dukungan Teknis untuk reformasi Kebijakan Bidang Perumahan secara terperinci
sudah dijelaskan dalam POM: 0 ini, yaitu pada sub bab 3.3. Sedangkan sistem
koordinasi dari pelaksanaan Komponen 1, 2 dan 3 selanjutnya dalam flow chart
pada gambar 4.2.
Gambar 4.2
75
05. PENGELOLAAN PROGRAM NAHP
Tabel 5.1
Kategori Proses Pengadaan Barang dan Jasa
79
Pengadaan jasa konsultan untuk Komponen 1 mencakup pengelolaan, pengembangan
sistem IT, peninjau kepatuhan eksternal dan internal, kampanye komunikasi publik, dan
fasilitator konstruksi mandiri BP2BT. Pengadaan jasa konsultan untuk Komponen
2 mencakup pengelolaan (konsultan manajemen dan fasilitator) BSPS, pengembangan
SIRUS, serta fasilitasi dan kebijakan perumahan swadaya. Pengadaan jasa konsultan
untuk Komponen 3 mencakup pengembangan HREIS; pengembangan kebijakan
Tapera, dan jaminan KPR; pengembangan kebijakan penyediaan perumahan
swadaya, penguatan Perum Perumnas dan Pemerintah Daerah.
Semua paket pengadaan harus terdaftar di dalam dokumen rencana pengadaan
(procurement plan) yang harus disetujui oleh Bank Dunia. Sebagai bagian dari
persiapan proyek, Rencana Pengadaan Awal (Initial Procurement Plan) harus memuat
kegiatan yang akan dilelangkan dalam waktu 18 (delapan belas) bulan ke depan.
Dokumen rencana pengadaan harus dapat diakses melalui website proyek dan website
eksternal Bank Dunia dan diperbarui minimal satu kali dalam satu tahun untuk
merefleksikan pelaksanaan aktual dan pembaruan rencana untuk 12 (dua belas)
bulan ke depan.
Dalam hal pemilihan konsultan perusahaan, dokumen permintaan proposal (Request
for Proposal) harus menggunakan standar Bank Dunia dan proses seleksi dilakukan
secara manual. SPSE dapat digunakan untuk metode tertentu setelah dilakukan
penilaian dan evaluasi oleh Bank Dunia dan dinyatakan dapat diterima oleh Bank
Dunia. Seleksi konsultan individu akan menggunakan metode seleksi kompetitif yaitu
membandingkan minimal tiga (3) kandidat yang mempunyai kualifikasi yang sama.
Pemerintah daerah akan terlibat dalam pengadaan TFL dan Korkab/Korkot.
Kementerian PUPR mengeluarkan petunjuk pemilihan TFL dan Korkab/Korkot untuk
memastikan proses penunjukan dijalankan sesuai dengan prosedur yang tidak
bertentangan dengan peraturan Pemerintah Indonesia dan Bank Dunia. Pelatihan
kepada panitia seleksi di tingkat pusat atau daerah dapat dilakukan jika diperlukan.
5.1.1 Quality and Cost-Based Selection
QCBS adalah metode seleksi konsultan yang Seleksi Pengadaan Jasa
Konsultan Perusahaan dengan Metode Quality memungkinkan adanya
persaingan di antara perusahaan yang lolos dalam daftar pendek dengan
mempertimbangkan kualitas/teknis dan biaya yang ditawarkan berdasarkan
unsur logis dan kewajaran. Langkah-langkah seleksi konsultan dengan
metode QCBS meliputi hal-hal sebagai berikut:
1. Persiapan KAK dan Perhitungan Harga Perkiraan Sendiri (HPS)
80
KAK disiapkan oleh Kementerian PUPR sebagai instansi pelaksana. KAK
berisi antara lain:
a. Uraian secara garis besar mengenai proyek/kegiatan yang akan
dilaksanakan, meliputi: latar belakang, maksud dan tujuan, lokasi,
pendekatan dan metodologi, sumber pendanaan, unit pelaksana/
penanggung jawab;
b. Data penunjang yang berkaitan dengan proyek/kegiatan;
c. Ruang lingkup pekerjaan, tujuan yang ingin dicapai, keluaran yang
diharapkan, keterkaitan antara satu keluaran dengan keluaran yang
lain, lingkup kewenangan yang dilimpahkan kepada konsultan,
perkiraan waktu penyelesaian jasa konsultan, kualifikasi dan jumlah
tenaga ahli yang harus disediakan konsultan, dan jadwal dari setiap
tahap pekerjaan; dan
d. Jenis dan jumlah laporan yang dibutuhkan.
KAK dibuat fleksibel dan tidak terlalu detail sehingga perusahaan yang
berminat bisa mengajukan metodologi dan komposisi staf versi mereka.
Perusahaan konsultan juga didorong untuk memberikan komentar
terhadap isi KAK di dalam proposalnya.
Hal yang perlu sangat jelas di KAK adalah tanggung jawab pemberi
(Kementerian PUPR) dan penerima kerja (perusahaan konsultan). KAK
dikirim ke Bank Dunia untuk mendapatkan surat tidak keberatan atau No
Objection Letter (NOL), khususnya untuk QCBS Prior Review (HPS di atas
USD 1 juta).
Harga Perkiraan Sendiri dibuat berdasarkan kebutuhan tenaga ahli dan
waktu penugasannya, kebutuhan logistik, operasional pendukung, dan
keluaran yang diharapkan.
2. Penyusunan Konsep Iklan dan Request for Expression of Interest (REOI)
Kementerian PUPR harus mempersiapkan Pemberitahuan Pengadaan
Umum (General Procurement Notice-GPN) yang berisi daftar paket
pekerjaan untuk diumumkan di website United Nations Development
Business (UNDB) dan website eksternal Bank Dunia. Selain itu, Kementerian
PUPR juga harus mengiklankan undangan pernyataan ketertarikan (Request
for Expression of Interest–REOI) untuk masing-masing paket kegiatan.
Konsep REOI yang sudah dikonsultasikan kepada Bank Dunia selanjutnya
diumumkan di website Kementerian PUPR, UNDB online, situs lainnya,
dan/atau surat kabar nasional untuk paket dengan nilai di atas USD 300 ribu.
81
Sedangkan untuk CQS, pengumuman disampaikan di LPSE Kementerian
PUPR dan situs terkait lain dan/atau surat kabar nasional. REOI memuat:
a. kualifikasi dan pengalaman perusahaan konsultan yang dibutuhkan;
b. kriteria untuk seleksi daftar pendek;
c. penegasan agar tidak terjadi konflik kepentingan; dan
d. nama dan alamat Pokja.
Untuk QCBS, apabila tidak ada konsultan asing yang menyampaikan EOI,
maka seleksi konsultan dapat dilaksanakan dengan peserta lelang yang
terdiri dari 100% konsultan lokal dengan catatan bahwa Pokja sudah
mengumumkan secara luas REOI termasuk mengirimkan undangan
pemasukan EOI ke beberapa calon perusahaan yang potensial.
Konsultan yang berminat mengikuti seleksi diberikan waktu minimal 30 (tiga
puluh) hari kerja sejak dimuatnya iklan untuk mempersiapkan dan
memasukkan EOI kepada Panitia Seleksi.
3. Penyusunan Daftar Pendek
Daftar pendek disusun berdasarkan evaluasi yang dilakukan terhadap
konsultan yang memasukkan EOI. Daftar pendek terdiri dari minimal 6
(enam) perusahaan dan tersebar secara geografis. Perusahaan yang
diusulkan masuk ke dalam daftar pendek dibatasi maksimal hanya 2 (dua)
perusahaan konsultan dari satu negara.
Daftar pendek perusahaan dapat berasal seluruhnya dari dalam negeri
untuk nilai dibawah USD 400.000. Daftar pendek kemudian diserahkan
kepada Bank Dunia untuk mendapatkan persetujuan (No Objection Letter-
NOL).
Apabila NOL sudah diterbitkan, maka tidak dibenarkan untuk menambah,
mengurangi atau merubah daftar pendek tersebut tanpa persetujuan Bank
Dunia. Semua perusahaan yang menyampaikan EOI, berhak untuk
mendapatkan informasi mengenai daftar pendek akhir.
4. Penyusunan Request for Proposal (RFP)
RFP antara lain terdiri atas:
a. Surat undangan;
b. Instruksi yang diperlukan oleh konsultan untuk menyusun proposal dan
data seleksi (Instruction to Consultants/ITC);
c. Standar format proposal teknis dan biaya;
d. Kerangka Acuan Kerja (KAK); dan
e. Standar kontrak yang diusulkan. ULP harus menggunakan standar
RFP Bank Dunia (terlampir).
82
Konsep RFP yang sudah diisi lengkap diserahkan kepada Bank Dunia
untuk mendapatkan persetujuan. Hanya RFP yang sudah disetujui yang
dapat dikirimkan kepada perusahaan konsultan yang masuk dalam daftar
pendek untuk pemasukan proposal.
5. Pengiriman Request for Proposals (RFP) kepada Konsultan yang masuk
dalam daftar pendek
Perusahaan-perusahaan konsultan yang masuk dalam daftar pendek
dikirimi RFP dan diundang untuk memasukkan proposal. Distribusi RFP
dapat dilakukan melalui media elektronik, namun harus dijamin
keamanannya untuk menghindari modifikasi dan tidak menghalangi
konsultan dalam daftar pendek untuk mengaksesnya.
Mereka diberikan waktu minimal 30 (tiga puluh) hari untuk mempersiapkan
dan memasukkan proposalnya. Dalam jangka waktu ini, Perusahaan
konsultan dapat mengklarifikasi mengenai informasi yang terdapat dalam
RFP.
Pokja harus merespon permintaan klarifikasi ini secara tertulis dan
mendistribusikannya ke semua perusahaan dalam daftar pendek.
Perusahaan konsultan tidak dibenarkan untuk mengubah isi proposal
setelah melewati batas akhir waktu penyampaian proposal. Proposal Teknis
dan Proposal Biaya disampaikan dalam amplop terpisah.
6. Evaluasi Proposal
Evaluasi terhadap proposal yang masuk ke Panitia Seleksi dilakukan
dalam 2 (dua) tahap, yaitu:
a. Evaluasi kualitas terhadap: pengalaman konsultan (0-10%),
metodologi yang diusulkan (20-50%), kualitas tenaga ahli inti (30-60%),
alih pengetahuan (0-10%), dan penyetaraan konsultan (0-10%).
Kedua kriteria terakhir merupakan opsional tergantung dari tipe
pekerjaannya. Hasil evaluasi proposal teknis diajukan kepada Bank
Dunia untuk mendapat persetujuan (NOL) pertama. Evaluasi
personil/staf perlu memperhatikan:
1) kualitas secara umum (pendidikan, pelatihan, pengalaman,
jabatan, waktu/lamanya bergabung dengan perusahaan,
pengalaman di negara berkembang dan/atau setara;
2) bidang pekerjaan yang pernah ditangani, pengalaman lapangan,
khususnya yang berkaitan dengan pekerjaan yang ditawarkan;
3) pengetahuan mengenai sistem administrasi pemerintahan di
Indonesia, dsb.
83
b. Pokja dapat melakukan klarifikasi secara tertulis kepada perusahaan
jika ada informasi yang tidak jelas. Klarifikasi dilakukan dengan tidak
mengubah substansi dari penawaran.
c. Hasil evaluasi teknis diumumkan kepada semua perusahaan yang
memasukan penawaran teknis dan biaya. Informasi yang disampaikan
meliputi nama perusahaan dengan nilai teknisnya masing-masing.
Hanya perusahaan yang memenuhi minimum nilai teknis akan
diundang untuk hadir pada pembukaan proposal biaya. Sementara
proposal biaya dari perusahaan yang tidak lulus evaluasi teknis akan
dikembalikan dalam keadaan tertutup setelah kontrak ditandatangani
dengan perusahaan pemenang lelang. PIU akan menilai dan meneliti
Proposal Biaya dan melakukan koreksi aritmetika bila perlu, termasuk
konsistensi antara proposal teknis dan biaya.
Nilai akhir (teknis dan biaya) diperoleh dengan cara memberikan bobot
tertentu untuk nilai teknis dan nilai biaya dan kemudian dijumlahkan.
Peserta lelang yang memperoleh nilai akhir tertinggi akan diundang
untuk dilakukan negosiasi.
7. Negosiasi dan Pembuatan Draft Kontrak
Negosiasi dan diskusi hanya dapat dilakukan untuk KAK, metodologi,
kebutuhan personil, masukan dari pemberi kerja, dan syarat-syarat kontrak.
Untuk metode QCBS, negosiasi unit rate tidak diperbolehkan karena harga
merupakan salah satu faktor evaluasi. Hasil negosiasi dituangkan dalam
draft kontrak yang kemudian diajukan ke Bank Dunia untuk mendapatkan
persetujuan (NOL) termasuk laporan akhir teknis dan biaya dan berita acara
negosiasi kontrak.
8. Pembuatan Kontrak Kerja
Draft Kontrak yang sudah mendapatkan NOL kemudian ditandatangani dan
konsultan dapat memulai pekerjaannya. Selanjutnya salinan kontrak dikirim
kepada Bank Dunia segera setelah ditandatangani sebagai informasi.
9. Pengumuman Pemenang
Setelah diperoleh pemenang, maka PIU akan mengumumkan pemenang
pada media informasi yang sama dengan penyampaian iklan dengan
cakupan informasi:
a. nama semua konsultan yang memasukkan proposal;
b. nilai proposal teknis masing-masing konsultan;
c. nilai proposal biaya masing-masing konsultan;
d. rangking final konsultan;
84
e. nama pemenang dan harga, dan
f. lama (periode) dan ringkasan lingkup kontrak.
Informasi sama akan dikirimkan kepada semua konsultan yang tercantum
dalam proposal.
5.1.2 Seleksi Pengadaan Jasa Konsultan Perusahaan dengan Metode
Consultant Qualification Selection
Metode CQS dilakukan dengan menilai kualifikasi dan pengalaman
perusahaan. Pada prinsipnya proses seleksi CQS hampir sama dengan QCBS
hanya dalam proses penyusunan daftar pendek, hanya satu konsultan terbaik
yang dipilih. Prosedur umum seleksi jasa konsultan dengan metode CQS yaitu:
1. Panitia seleksi dapat menyusun KAK dalam Bahasa Indonesia dan dikirim
ke Bank Dunia untuk mendapatkan persetujuan. Setelah KAK disetujui
oleh Bank Dunia, panitia seleksi mengajukan konsep iklan kepada Bank
Dunia yang berisi EOI dan informasi tentang pengalaman dan kompetensi
beberapa konsultan yang relevan dengan pekerjaan yang dimaksud.
2. Konsep iklan diserahkan kepada Bank Dunia untuk dikonsultasikan.
Iklan yang telah dikonsultasikan akan dipasang pada surat kabar nasional.
3. Berdasarkan EOI konsultan, Pokja kemudian menetapkan daftar pendek
dan memilih perusahaan dengan kualifikasi dan referensi yang paling
sesuai. Pokja minimal harus menerima EOI dari perusahaan sebanyak 3
(tiga) pernyataan minat. Daftar pendek dibuat berdasarkan penilaian
terhadap pengalaman dan kompetensi konsultan dari kriteria yang
ditetapkan. Dipilih satu perusahaan yang memiliki kualifikasi terbaik untuk
selanjutnya diminta untuk memasukan proposal teknis dan biaya.
4. Perusahaan yang terpilih diminta untuk mengajukan Proposan Teknis
dan Biaya. Proposal teknis selanjutnya dievaluasi oleh Pokja dan jika
memenuhi minimum nilai teknis, maka diundang untuk pembukaan
proposal biaya negosiasi kontrak.
5.1.3 Seleksi Konsultan Individu (KI) dengan Metode Competitive Selection
Pengadaan KI dilakukan apabila untuk melaksanakan kegiatan jasa konsultansi
tersebut mengutamakan kualifikasi tenaga konsultan perorangan/individu dan
tidak membutuhkan satu tim tenaga ahli. Namun jika koordinasi antar KI dirasa
akan sulit dilakukan, maka dianjurkan menggunakan jasa perusahaan. Proses
pengadaan Konsultan Individu sebagai berikut:
1. Panitia seleksi menyusun KAK dan dikirim kepada Bank Dunia untuk
mendapat persetujuan. Pokja menentukan kualifikasi minimum di dalam
KAK agar diperoleh KI yang terbaik dan mempunyai kemampuan untuk
85
melaksanakan paket pekerjaan yang dimaksud. Pemasangan iklan tidak
diharuskan, namun apabila dianggap perlu, panitia seleksi dapat
memasang iklan. ULP dapat mengirimkan undangan pernyataaan minat
secara langsung kepada beberapa kandidat yang potensial.
2. Seleksi konsultan individu dilakukan dengan membandingkan minimal
3 (tiga) kandidat yang memiliki kualifikasi sejenis. Evaluasi dilakukan
dengan menilai kualifikasi calon konsultan dari pengalaman dan
kompetensi konsultan yang relevan dengan pekerjaan yang dimaksud.
Penilaian kemampuan didasarkan pada:
a. latar belakang pendidikan;
b. pengalaman kerja; dan
c. pengetahuan mengenai kondisi lokal (apabila diperlukan).
3. Berdasarkan EOI dan kualifikasi yang diterima, Pokja membandingkan
kualifikasi konsultan individu tersebut dan memilih konsultan dengan
kualifikasi dan referensi yang paling sesuai dan diundang untuk dilakukan
negosiasi.
Staf permanen perusahaan dapat melamar sebagai KI apabila tidak ada konflik
kepentingan dengan perusahaan tempat KI tersebut bekerja sehubungan
dengan paket pekerjaan yang akan dilaksanakan.
86
5.1.4 Seleksi Pengadaan Barang dan Jasa Lainnya
87
4. Pembukaan Penawaran
Pembukaan penawaran harus dilaksanakan sesegera mungkin
setelah batas waktu penyampaian penawaran berakhir. Pokja
harus membuka semua penawaran yang diterima pada waktu dan
tempat yang sebelumnya telah diumumkan dan ditetapkan di
dalam dokumen lelang.
Proses ini harus dilakukan di depan umum. Perwakilan peserta
diperbolehkan untuk hadir. Nama penawar dan harga
penawarannya harus diumumkan dengan dibacakan cukup keras
setelah mendapatkan persetujuan penawar. Peserta lelang tidak
diperbolehkan merubah nilai tawarannya. Panitia lelang hanya
diperbolehkan meminta klarifikasi untuk kepentingan evaluasi
yang disampaikan secara tertulis. Klarifikasi tidak boleh merubah
substansi dan harga penawaran. Setelah pembukaan penawaran,
informasi terkait penilaian, klarifikasi, dan evaluasi penawaran
tidak dibuka kepada pihak lain sampai pengumuman pemenang.
5. Penilaian
Hal yang perlu dipertimbangkan untuk melakukan penilaian
terhadap penawaran yaitu dokumen:
a. memenuhi kriteria yang ditetapkan pada dokumen lelang;
b. telah ditandatangani;
c. dilengkapi dengan surat jaminan penawaran (jika diminta);
d. secara substansi memenuhi ketentuan yang ada didalam
dokumen lelang; dan
e. terstruktur dengan benar.
6. Evaluasi dan Perbandingan penawaran
Evaluasi dilakukan berdasarkan kriteria evaluasi yang ada di
dalam dokumen lelang. Evaluasi yang dilakukan meliputi segi
administrasi, teknis dan harga. Peserta yang lulus administrasi
dan teknis selanjutnya akan dibandingkan harga yang sudah
dilakukan koreksi aritmetik. Terkait pengadaan barang, diantara
faktor-faktor lain yang perlu dipertimbangkan yaitu: jadwal
pembayaran, waktu delivery, biaya operasional, efisiensi dan
kemampuan peralatan, ketersediaan servis dan suku cadang,
ketersediaan pelatihan terkait, keamanan, dan dampak produk
terhadap lingkungan. Pemenang lelang ditentukan atas dasar
88
penawar yang paling rendah yang memenuhi persyaratan
administrasi dan teknis.
7. Pemasukan laporan evaluasi penawaran ke Bank Dunia
Pokja harus menyusun laporan detail dari hasil evaluasi
pelelangan yang akan dijadikan acuan pertimbangan penentuan
pemenang.
Untuk kontrak prior review, laporan hasil evaluasi pelelangan yang
telah memenuhi standard minimum informasi yang dibutuhkan,
kemudian disampaikan kepada Bank Dunia untuk mendapatkan
NOL.
8. Penetapan Pemenang
Kementerian PUPR menetapkan pemenang kontrak dalam
jangka waktu yang telah ditetapkan kepada peserta berdasarkan:
a. secara substansi paling responsif terhadap dokumen lelang;
dan
b. menawarkan harga evaluasi terendah.
Pemenang diumumkan dalam kurun waktu 2 ( dua) minggu
setelah meneriman NOL dari Bank untuk kontrak yang
memerlukan prior review atau setelah penetapan pemenang oleh
panitia lelang untuk kontrak post review.
Pengumuman pemenang harus mencakup informasi:
a. nama-nama peserta yang memasukkan penawaran;
b. harga penawaran yang dibacakan pada saat pembukaan
penawaran;
c. harga penawaran yang dievaluasi;
d. nama-nama peserta yang penawarannya ditolak beserta
penjelasan; dan
e. nama pemenang, harga kontrak akhir, durasi pekerjaan
dan ringkasan lingkup pekerjaan.
Bank Dunia akan turut mengumumkan pemenang yang
bersangkutan di website eksternal untuk kontrak yang prior review
setelah menerima salinan kontrak yang telah ditandatangani.
Peserta yang tidak menang dipersilahkan meminta penjelasan
lebih detail kepada panitia lelang. Dalam hal peserta
membutuhkan pertemuan khusus untuk penjelasan ini, segala
biaya ditanggung oleh peserta lelang.
89
4.1.4.2. Metode Belanja
Untuk paket yang relatif kecil (Barang dan jasa lainnya < USD
100.000; jasa konstruksi < USD 200.000), metode yang digunakan
yaitu belanja (shopping). Metode ini dilakukan dengan
membandingkan harga yang ditawarkan oleh minimal 3 (tiga)
penyedia barang atau jasa. Dalam kasus tidak terpenuhinya batas
minimum 3 (tiga) penyedia barang atau jasa, Kementerian PUPR
harus menyiapkan justifikasi bahwa tidak ada lagi metode kompetitif
yang dapat dipertimbangkan untuk dilakukan untuk mendapatkan NOL
dari Bank Dunia sebelum memproses dengan penyedia barang atau
jasa yang menyampaikan ketertarikannya. Perusahaan yang dipilih
yaitu yang memenuhi persyaratan administrasi dan teknis dengan
harga penawarannya paling rendah.
Untuk metode shopping, pengumuman tidak disyaratkan, namun
pengumuman diperbolehkan jika Pokja memutuskan untuk
diumumkan agar lebih terbuka dan/atau tidak memiliki gambaran
terkait penyedia jasa yang potensial. Pokja harus menyiapkan surat
permintaan penawaran yang berisi:
1. deskripsi dan jumlah barang atau spesifikasi jasa atau pekerjaan
yang dibutuhkan; dan
2. tanggal dan tempat penyaluran barang atau penyelesaian
pekerjaan.
Penawaran dapat disampaikan melalui surat (konvensional atau
elektronik) dan faksimili. Pengaturan kerjasama terhadap penawaran
yang diterima dituangkan ke dalam dokumen kontrak.
5.1.5 Misprocurement
Kementerian PUPR harus memastikan bahwa pemenang kontrak bukan
Perusahaan yang ada dalam daftar hitam. Untuk pengadaan yang dilakukan
oleh Pemerintah Daerah harus memahami prosedur pemilihan fasilitator untuk
menghindari praktik-praktik KKN di tingkat pemerintah daerah. Lingkup aktivitas
yang harus dihindari termasuk: korupsi, kecurangan, kolusi, dan nepotisme.
Jika dalam pelaksanaan pengadaan terjadi kasus diatas, maka reaksi yang
akan dilakukan yaitu:
1. menolak proposal dari perusahaan konsultan jika di dalam komposisi
personilnya ada pihak yang pernah terlibat praktik-praktik di atas;
2. mengeluarkan pernyataan misprocurement dan membatalkan porsi dana
pinjaman yang akan diberikan untuk kegiatan tersebut jika praktik-praktik di
90
atas dilakukan oleh pihak dalam lembaga pelaksana (Kementerian PUPR)
dan/atau lembaga penerima manfaat; dan
3. memberikan sanksi kepada perusahaan dan atau individu yang
bersangkutan berdasarkan prosedur yang berlaku.
91
5.2.2. Pendanaan Kegiatan NAHP
Porsi pembiayaan NAHP dijelaskan pada Tabel 5.2 berikut:
Tabel 5.2
Porsi Pembiayaan NAHP
92
Tujuan dari penggunaan laman ini untuk memudahkan dalam proses melakukan
pemantauan, pelaporan dan pencairan dana dengan Bank Dunia. Untuk
informasi lebih lanjut, silahkan mengakses website diatas.
Satker harus melakukan proses registrasi dengan menghubungi staf Bank
Dunia yang bertanggung jawab untuk registrasi client connection.
5.2.5. Penganggaran
K/L diwajibkan menyusun anggaran dengan mengacu kepada indikator kinerja,
standar biaya dan evaluasi kinerja. Penyusunan anggaran dituangkan dalam
bentuk Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga (RKA-KL) yang
mencerminkan suatu keluaran yang terukur, baik Klasifikasi Anggaran
maupun eligible expenditure. PAD, Aide Memoire, Cost Table dan AWP
merupakan dokumen yg dapat dijadikan rujukan untuk memastikan alokasi
anggaran telah sesuai dengan perencanaan NAHP dan disetujui Bank Dunia.
Detail proses anggaran dapat dilihat selengkapnya pada Peraturan
Pemerintah Nomor 90 Tahun 2010 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan
dan Anggaran Kementerian/Lembaga dan peraturan yang menggantikan serta
peraturan teknis yang berkaitan.
5.2.6. Mekanisme Pencairan Dana dan Pembayaran
Tata cara pembayaran dan penyaluran dana bantuan NAHP mengikuti
peraturan perundangan yang diterbitkan oleh Menteri Keuangan yaitu:
1. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 190/PMK.05/2012
tentang Tata Cara Pembayaran Dalam Rangka Pelaksanaan APBN
sebagaimana telah diubah pertama kali dengan Peraturan Menteri
Keuangan Republik Indonesia Nomor 178/PMK.05/2018 tentang Perubahan
Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190/PMK.05/2012 tentang Tata
Cara Pembayaran Dalam Rangka Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Dan
Belanja Negara;
2. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 168/PMK.05/2015
sebagaimana telah diubah pertama kali dengan Peraturan Menteri
Keuangan Republik Indonesia Nomor 173/PMK.05/2016 tentang Perubahan
Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 168/PMK.05/2015 tentang
Mekanisme Pelaksanaan Anggaran Bantuan Pemerintah Pada
Kementerian Negara/Lembaga; dan
3. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 84/PMK.05/2015
tentang Tata Cara Penarikan Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri.
Mekanisme pencairan dana untuk masing-masing komponen diatur secara lebih
detil pada petunjuk teknis untuk masing-masing komponen. Buku Pedoman Seri
93
1 memuat penjelasan mengenai mekanisme pencairan dana dan pembayaran
BP2BT dan Buku Pedoman Seri 2 memuat mekanisme penyaluran dana
BSPS.
94
b. DJPB mengajukan aplikasi penarikan dana awal kepada
B a n k D u n ia untuk mengisi Reksus. Jumlah dana awal
berdasarkan IFR yg mencakup perkiraan kebutuhan untuk 6
bulan pertama. IFR disiapkan oleh PMC berdasarkan masukan
dari PIU.
4. Penyusunan Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan
mengenai Petunjuk Pelaksanaan Pembayaran NAHP.
5. Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan tanggal
2 April 1994 Nomor 53a/A/62/0494 dan tanggal 3 Oktober 1994
Nomor 143/A/61/1094, ditetapkan bahwa seluruh KPPN di
Indonesia dapat melakukan pembayaran untuk kegiatan program
yang dananya bersumber dari PHLN melalui prosedur Rekening
Khusus, baik bagi KPPN yang memiliki KCBI di wilayahnya maupun
Non-KCBI;
6. Petunjuk pelaksanaan pembayaran melalui Rekening Khusus untuk
setiap PHLN akan diterbitkan tersendiri oleh Dirjen Perbendaharaan
kepada KPPN pembayar berupa Peraturan Dirjen Perbendaharaan.
95
2. pengeluaran yang dinyatakan sebagai ineligible dalam proses audit
tahunan atau review transaksi yang dilakukan oleh Bank Dunia
maupun pihak ketiga yang ditunjuk;
3. kegiatan/aktivitas yang poses pengadaannya tidak sesuai dengan
strategi pengadaan, tidak tercantum dalam rencana pengadaan tidak
melalui prosedur yang telah disepakati;
4. pengeluaran yang dilakukan sebelum berlakunya tanggal efektif loan
agreement atau tanggal retroactive; dan
5. pengeluaran yang dilakukan untuk kegiatan yang dilaksanakan pada
tanggal penutupan proyek.
Apabila terjadi pengeluaran tidak sah, maka harus dilakukan penggantian
kembali (refund) oleh exceuting agency sesuai dengan rekomendasi
yang diberikan.
Beberapa ketentuan untuk pengembalian kembali antara lain:
1. penggantian dengan alokasi rupiah murni;
2. penggatian dana oleh pihak ketiga; dan
3. memperhitungkan dengan kewajiban pembayaran kepada pihak
ketiga di kemudian hari.
Mekanisme untuk pengembalian dana dari pengeluaran tidak sah
mengacu kepada Peraturan Menteri Keuangan Nomor
135/PMK.05/2016 tentang Tata Cara Penyediaan dan Pengembalian
Dana Kepada Pemberi Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri.
5.2.7. Mekanisme Untuk Pembayaran Komponen 3
Secara umum, mekanisme pembayaran untuk masing-masing komponen akan
diatur dalam POM sesuai dengan volume POM terkait. Namun karena POM
untuk komponen 3 telah ditiadakan dan digabung ke dalam POM Volume 0,
maka pengaturan tentang mekanisme pembayaran untuk komponen 3 diatur
dalam sub bab ini.
Sesuai dengan Loan Agreement IBRD 8717, komponen 3 meliputi dukungan
teknis pengembangan dan reformasi kebijakan perumahan yang terdiri dari
kegiatan peningkatan akses pembiayaan perumahan dan dukungan program
dan kebijakan pernyediaan perumahan. Untuk keperluan pengalokasian dalam
DIPA, pembiayaan untuk masing-masing komponen kegiatan disesuaikan
dengan bagan akun sebagai berikut:
96
Tabel 5.3
Bagan Akun Dukungan Teknis
KODE
KATEGORI SUB KATEGORI URAIAN
AKUN
Dukungan 3.1Peningkatan Akses 522131 Belanja Jasa Konsultan
Teknis Pembiayaan Perumahan
Pengembangan 522191 Belanja Jasa Lainnya
dan Reformasi 3.3. Dukungan Program dan 522131 Belanja Jasa Konsultan
Kebijakan Kebijakan Penyediaan
Perumahan Perumahan
522191 Belanja Jasa Lainnya
PIHAK YANG
NO AKTIVITAS
BERTANGGUNG JAWAB
1 PPK terkait yang terlibat di NAHP mengadakan PPK terkait yang terlibat di
perikatan/kontrak dengan pihak ketiga/supplier untuk NAHP
pelaksanaan kegiatan
2 Pihak ketiga/supplier mengajukan permintaan Pihak ketiga/Supplier
pembayaran/invoice atas pekerjaan yang sudah
dilakukan sesuai dengan kontrak.
3 PPK terkait melakukan verifikasi (detail petunjuk PPK terkait yang terlibat di
pelaksanaan verifikasi disajikan di table dibawah ini) NAHP
terhadap tagihan yang disampaikan oleh pihak ketiga
beserta dokumen pendukungnya.
Proses verifikasi terhadap tagihan menjadi sangat penting. Hal ini dilakukan
untuk menghindari terjadinya temuan audit sebagai akibat kurangnya bukti
pengeluaran ataupun ketidaksesuaian antara pengeluaran dengan bukti yang
disampaikan.
Alur proses verifkasi tagihan konsultan/event organizer untuk workshop/training
adalah sebagai berikut:
97
Tabel 5.5
Proses Verifikasi Tagihan Perusahaan Konsultan
PELAK- KELENGKAPAN
NO AKTIVITAS CATATAN
SANA DOKUMEN
1 Penyampaian draft invoice Pihak Time sheet,
(termasuk timesheet, bukti ketiga bukti pengeluaran,
pengeluaran, laporan kemajuan atau laporan kemajuan
laporan pelaksaan kegiatan) atau laporan
pelaksanaan
kegiatan yang
sudah
diverifikasi
2 PPK melaksanakan verifikasi PPK Time sheet
seluruh invoice yang disampaikan yg sudah
oleh pihak ketiga dalam waktu 10 diverifikasi
hari setelah berkas diterima. NOL
Cocokkan kegiatan dengan NOL TOR
dan TOR yang sudah disetujui.
Verifikasi terhadap time sheet
adalah sebagai berikut:
a. cek nama konsultan (time sheet
vs kontrak)
b. cek absensi (hari dan jam)
c. cek renumerasi (harus sesuai
dengan kontrak)
3 PPK melakukan verifikasi terhadap PPK Tiket, boarding
bukti pengeluaran lainnya, yaitu pass, airport tax,
sebagai berikut: dll.
a. cek tanggal perjalanan pada
tiket, boarding pass, airport tax,
paspor dll.
b. cek surat tugas dari Team Leader
atau pemberi pekerjaan
c. cek besaran per diem yang
diberikan
d. cek bukti pembayaran hotel,
penginapan, apakah sesuai
dengan tanggal perjalanan.
4 Apabila masih ada kekurangan PPK
dokumen ataupun bukti pengeluaran
yang masih perlu diperbaiki maka
invoice dikembalikan ke pihak ketiga
5 Apabila invoice dianggap sudah Panitia BAKP/BAST
lengkap dan benar maka PPK akan Penerima
meminta Panitia Penerima Barang Barang
dan Jasa untuk membuat Berita dan Jasa
Acara Kemajuan Pekerjaan
(BAKP)/Berita Acara Serah Terima
Pekerjaan (BAST) dan
ditandatangani oleh Direktur pihak
ketiga
98
PELAK- KELENGKAPAN
NO AKTIVITAS CATATAN
SANA DOKUMEN
Pembayaran, Kuitansi, faktur pajak Faktur Pajak
dan lain-lain
8 PPK menyiapkan Berita Acara PPK BAP
Pembayaran (BAP), SPP dan SPP
dokumen pelengkapnya.
9 PPK menyampaikan SPP dan PPK SPM
dokumen pelengkapnya kepada PP-
SPM
Tabel 5.6
Proses Verifikasi Tagihan untuk Event Organizer/Workshop/Seminar/FGD
PELAK- KELENGKAPAN
NO AKTIVITAS CATATAN
SANA DOKUMEN
1 Penyampaian draft invoice Pihak Invoice hotel, bukti
(termasuk invoice dari hotel, bukti Ketiga pembayaran sewa
pembayaran sewa peralatan, peralatan,
pembayaran honorarium, pembayaran
pembayaran perjalanan dinas, honorarium,
daftar absensi peserta dan laporan pembayaran
pelaksaan kegiatan) perjalanan dinas,
daftar absensi dan
laporan
pelaksanaan
kegiatan yg sudah
diverifikasi
2 PPK melaksanakan verifikasi PPK Invoice hotel yg
seluruh invoice yang disampaikan sudah diverifikasi
oleh pihak ketiga dalam waktu 10 NOL
hari setelah berkas diterima. TOR
Verifikasi terhadap invoice hotel
adalah sebagai berikut sbb:
a. cocokkan kegiatan dg NOL dan
ToR kegiatan yg disetujui.
b. cek total biaya (jumlah
peserta+panitia vs jumlah kamar
yg digunakan)
c. tanggal penggunaan kamar
d. jumlah konsumsi yang
disediakan
3 PPK melakukan verifikasi terhadap PPK Pembayaran sewa
bukti pengeluaran lainnya sebagai peralatan,
berikut: Pembayaran
a. chek kegiatan dg NOL dan ToR perjalanan dinas
kegiatan yg disetujui. peserta/narasumb
b. cek pembayaran sewa peralatan er, Honorarium
dengan peralatan yang tersedia Nara Sumber
pada saat pelaksanaan /Moderator dll.
kegiatan; NOL
c. cek kelengkapan perjalanan TOR
dinas peserta/narasumber
seperti SPPD, tanggal
perjalanan pada tiket, boarding
pass, airport tax, bukti
pembayaran transport lokal dll.
d. cek kelengkapan pembayaran
honorarium
narasumber/moderator seperti
pembayaran sesuai dengan
jumlah jam, CV, NPWP, surat
99
PELAK- KELENGKAPAN
NO AKTIVITAS CATATAN
SANA DOKUMEN
undangan sebagai narasumber
dan sebagainya.
e. cek daftar absensi peserta dan
dibandingkan dengan laporan
pelaksanaan kegiatan.
4 Apabila masih ada ketidak-sesuaian PPK
dokumen ataupun bukti
pengeluaran
maka dilakukan konfirmasi kepada
pihak event organizer.
Apabila pihak event organizer tidak
bisa memberikan klarifikasi dan
alasan yang memadai, maka invoice
harus diubah agar sesuai dengan
bukti yang disampaikan
5 Apabila invoice dianggap sudah Panitia BAKP/BAST
lengkap dan benar maka PPK akan Penerima
meminta Panitia Penerima Barang Barang
dan Jasa untuk membuat Berita dan Jasa
Acara Kemajuan Pekerjaan
(BAKP)/Berita Acara Serah Terima
Pekerjaan (BAST) dan
ditandatangani oleh Direktur event
organizer
6 Pihak ketiga menyiapkan surat Pihak Surat permintaan
permintaan pembayaran, kuitansi, Ketiga Pembayaran
faktur pajak yang telah distempel Kuitansi
dan ditandatangani oleh Direktur Faktur Pajak
pihak ketiga untuk kemudian
diserahkan kembali ke PPK
7 PPK melakukan review terhadap PPK Surat permintaan
kelengkapan Surat Permintaan Pembayaran
Pembayaran, Kuitansi, faktur pajak Kuitansi
dan lain lain Faktur Pajak
8 PPK menyiapkan Berita Acara PPK BAP
Pembayaran (BAP), SPP dan SPP
dokumen pelengkapnya.
9 PPK menyampaikan SPP dan PPK SPM
dokumen pelengkapnya kepada PP-
SPM
5.2.8.1. Akuntansi/Pembukuan
K/L wajib menggunakan Sistem Akuntansi Instansi (SAI) untuk
memproses transaksi keuangan baik arus uang maupun barang yang
menghasilkan Laporan Keuangan termasuk Bagian Anggaran
Pembiayaan dan Perhitungan. SAI terdiri dari Sistem Akuntansi
Keuangan (SAK) dan Sistem Akuntansi Barang Milik Negara (SABMN).
Akuntansi merupakan tanggung jawab dari Bendahara.
100
Dalam menyelenggarakan akuntansi NAHP, Bendaharawan harus
berpedoman pada:
1. Undang-undang Perbendaharaan Republik Indonesia Nomor 1
Tahun 2004;
2. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2002
tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir kali
dengan Keputusan Presiden Republik Inonesia Nomor 53 tahun
2010 tentang perubahan kedua atas Keputusan Presiden Republik
Indonesia Nomor 42 Tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
3. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
213/PMK.05/2013 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan
Keuangan Pemerintah Pusat sebagaimana telah diubah pertama
kali dengan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia
Nomor 215/PMK.05/2016 tentang Sistem Akuntansi Dan
Pelaporan Keuangan Transfer Ke Daerah Dan Dana Desa;
4. Surat Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
Kep. 330/M/V/1968 tentang Pedoman Penatausahaan Kas Milik
Negara, Cara Pengawasan dan Pemeriksaannya;
5. Surat Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
Kep. 331/V/1968 tentang Pedoman Bagi Pegawai yang diberi
Tugas Melakukan Pemeriksaan Umum Kas para
Bendaharawan/Penegak Hukum;
6. Surat Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
Kep. 332/M/V/1968 tentang Buku Kas Umum dan Cara
Mengerjakannya;
7. Surat Edaran Direktur Jenderal Anggaran Nomor SE-106/A.6/2001
tentang Petunjuk Pemungutan PPN/PPN BM dan PPh. Program
pemerintah yang dibiayai dengan Hibah atau Dana Pinjaman Luar
negeri, 6 Agustus 2002; dan
8. Surat Edaran Direktur Jenderal Anggaran yang berkaitan dengan
PHLN.
5.2.8.2. Pelaporan
Penyelenggara NAHP menyiapkan dan menyerahkan dua jenis
laporan yakni:
101
1. Laporan Keuangan Pinjaman/Hibah Luar Negeri Proyek National
Affordable Housing Program (NAHP) yang bersumber dari Loan
IBRD 8717D merupakan laporan keuangan dengan kerangka
bertujuan khusus yang terdiri dari Sumber dan Penggunaan Dana
(Project Sources and Use of Funds), Penggunaan Dana per
Kategori (Projects of Funds by Category), Special Account Activity
Statement, dan catatan atas Laporan Keuangan (Calk).
2. Laporan untuk Bank Dunia yang terdiri dari IFR, Laporan
Keuangan Tahunan, Midterm review, laporan tahunan keuangan
dan ICR yang dipersiapkan untuk keperluan audit tahunan yang
disampaikan oleh PMC.
Jenis laporan yang disampaikan kepada Bank Dunia yakni IFR yang
memberikan informasi kemajuan proyek dari sisi keuangan sesuai
permintaan Bank Dunia untuk pengelolaan pinjaman. Dalam
menyiapkan IFR, diperlukan kecermatan baik dalam proses
perencanaan penggunaan dana (6 bulan ke depan) dan pelaksanaan
pencairan dana serta pertanggungjawaban (tiga bulanan) atas
penggunaan dana tersebut, sehingga dapat dilakukan evaluasi dan
pemantauan secara intensif dan terus menerus. Selain IFR, PMC juga
harus menyiapkan rencana penarikan dana atau withdrawal application
untuk mengisi Reksus NAHP sehingga saldo Reksus di Bank
Indonesia dapat terjaga dengan baik dalam kaitan mempertahankan
kelancaran pelaksanaan NAHP.
PMC membuat laporan tahunan berdasarkan format laporan
keuangan dan petunjuk pengisiannya yang dapat dilihat di lampiran 11
pedoman ini. Laporan keuangan disiapkan untuk kebutuhan audit
tahunan.
102
5.2.10. Ekternal Audit
103
5.3 Kerangka Pengelolaan Lingkungan dan Sosial
5.3.1. Pengertian
Pengelolaan kegiatan NAHP akan dilaksanakan berdasarkan ESMF
(Environmental and Social Management Framework atau Kerangka Pengelolaan
Lingkungan dan Sosial) yang dapat diakses di www.nahp.pu.go.id dengan
mengikuti prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan, termasuk pertimbangan
lingkungan, sosial, budaya, dan ekonomi, sebagaimana telah diatur dalam
Undang–Undang dan peraturan Republik Indonesia yang berlaku dan Kebijakan
Pengamanan (Safeguard Policies) Bank Dunia. Mengingat sifat dan skala
kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh Program NAHP, berpotensi
akan menimbulkan dampak pada lingkungan dan dampak sosial yang
merugikan. Sehingga dalam tahapan penyelenggaraan kegiatan memerlukan
upaya pengelolaan untuk mengurangi dampak negatif dan meningkatkan
dampak positif sehingga dapat memastikan kelayakan kegiatan yang
direncanakan.
5.3.2. Tujuan
Tujuan kerangka pengelolaan lingkungan dan sosial adalah untuk memastikan
tiap komponen NAHP dilaksanakan secara berkelanjutan dan berkeadilan.
Kerangka pengelolaan lingkungan dan sosial akan menyediakan panduan untuk
PIU, PPK NAHP, Satker NAHP, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota, konsultan, tenaga pendamping provinsi dan kabupaten/kota
dan fasilitator di lapangan, dalam mengelola potensi dampak lingkungan dan
sosial dari kegiatan pada masing-masing komponen. Secara lebih spesifik,
tujuan penyelenggaraan kerangka pengelolaan lingkungan dan sosial adalah
sebagai berikut:
1. Memastikan bahwa kegiatan yang didanai oleh NAHP dapat mengurangi
dampak negatif dan meningkatkan dampak positif pada aspek lingkungan
dan sosial.
2. Memastikan proses perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi
serta kegiatan selalu ada dalam koridor ketentuan pengelolaan lingkungan
dan sosial sesuai dengan peraturan dan/atau ketentuan yang berlaku.
3. Memastikan terdokumentasinya data dan informasi terkait implementasi
pengelolaan lingkungan dan sosial.
104
5.3.3. Ruang Lingkup
Ruang lingkup kerangka pengelolaan lingkungan dan sosial terdiri dari:
1. Kerangka pengelolaan lingkungan dan sosial ini dirancang sehingga semua
sub-proyek yang mendapatkan pembiayaan Program NAHP akan
memenuhi persyaratan Kebijakan Pengamanan Bank Dunia dan semua
peraturan perundangan pemerintah Indonesia yang terkait dan berlaku.
2. Kemungkinan terpicunya satu atau lebih Kebijakan Pengamanan oleh
pembiayaan sub-proyek ditentukan dari kegiatan sub-proyek untuk
Komponen 1, Komponen 2, dan Komponen 3 NAHP.
3. Berdasarkan kajian terhadap ruang lingkup pembiayaan sub-proyek dan
tinjauan literatur yang tersedia, maka dampak lingkungan dan sosial
diperkirakan tidak signifikan (minor), bersifat sementara dan dapat dikelola
langsung pada wilayah itu. Kebijakan Pengamanan Bank Dunia yang
diperkirakan akan berpotensi untuk terpicu adalah Kajian Lingkungan (4.01),
Masyarakat Adat (4.10) dan Permukiman Kembali Secara Tidak Sukarela
(4.12).
4. Dampak lingkungan dan sosial akan dikaji melalui proses penyaringan untuk
pelaksana Program NAHP. Kerangka pengelolaan lingkungan dan sosial
menyediakan usulan kriteria untuk tiap komponen yang disertai dengan
strategi pertimbangan dan mitigasinya. Secara garis besar pelaksanaan
pengelolaan lingkungan dan sosial dideskripsikan dalam bentuk flow chart
berikut ini:
105
Gambar 5.1.
106
Dari flow chart pelaksanaan pengelolaan lingkungan dan sosial yang
digambarkan di atas, maka keseluruhan proses tersebut, akan menghasilkan
keluaran sebagimana dijelaskan pada tabel 5.7 di bawah ini.
Tabel 5.7
Output berdasarkan Tahapan Pengelolaan Lingkungan dan Sosial
TAHAPAN OUTPUT
Lokakarya dan pelatihan Tenaga pendamping dapat lebih memahami mengenai pelaksanaan
Pengelolaan Lingkungan pengelolaan di lapangan sehingga dapat melakukan tugasnya dalam
dan Sosial pendampingan kepada penerima bantuan
Pengisian instrumen dan Pelaksanaan penapisan terhadap aspek lingkungan dan sscial dalam
lembar kendali untuk mendukung pemilihan calon penerima bantuan. Kegiatan ini akan
tahap penapisan menghasilkan keluaran berupa instrumen penapisan yang telah terisi
berdasarkan calon penerima bantuan
Penapisan ESMF untuk Hasil pengisian instrumen akan dievaluasi dan merekomendasikan
penerima bantuan nama2 penerima bantuan yang akan diajukan ke Program NAHP
dan/atau pelaku
pembangunan
Pelatihan untuk Peningkatan kesadaran dan pemahaman penerima bantuan, bank
Pengelolaan Lingkungan pelaksana, pengembang/developer, tenaga pendamping, PIU, PPK
dan Sosial dan Satker dalam pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan dan Sosial
pada Program NAHP
Pengisian instrumen dan Pengisian data pada tahap pelaksanaan untuk mengetahui apakah
lembar kendali untuk pelaksanaan NAHP telah mengikuti kaidah dalam ESMF. Kegiatan
tahap pelaksanaan ini akan menghasilkan keluaran berupa Instrumen dan Lembar
Kendali yang diisi pada tahap pelaksanaan
Pelaksanaan Program Melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan NAHP di lapangan
NAHP (BP2BT dan berdasarkan data isian pada Instrumen dan menjadi catatan untuk
BSPS) di lapangan dilaporkan dalam laporan kepatuhan ESMF
Pengisian lembar kendali Pengisian lembar MK setelah pembangunan selesai. Keluaran pada
MK tahap ini adalah form MK untuk memastikan konstruksi telah
memenuhi standar ESMF.
Pelaksanaan monitoring Melakukan pemantauan dan evaluasi berdasarkan hasil isian MK
dan evaluasi pada tahap setelah konstruksi selesai. Keluaran dari kegiatan ini
adalah hasil evaluasi yang akan dituangkan pada laporan kepatuhan
ESMF
Pembuatan pelaporan Keluaran dari kegiatan ini adalah laporan kepatuhan ESMF selama
Kepatuhan ESMF pelaksanaan Komponen 1, Komponen 2, dan Komponen 3.
107
5.3.4. Kelembagaan Proyek NAHP
Proyek NAHP dikelola oleh Kementerian PUPR melalui dua Direktorat Jenderal
yaitu Direktorat Jenderal Perumahan dan Direktorat Jenderal Pembiayaan
Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan dengan pengaturan kelembagaan
sebagai berikut:
1. Pengaturan Kelembagaan Komponen 1
Lembaga yang terlibat dalam pelaksanaan komponen 1 (BP2BT) terdiri dari
Bank Dunia, Kementerian Keuangan, Kementerian PUPR, Direktorat Jenderal
Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan, Direktorat
Pelaksanaan Pembiayaan Perumahan, PIU, Asisten Monitoring dan Evaluasi
Bidang BP2BT, Bank Pemberi Pinjaman, Pelaku Pembangunan,
Konsultan/Tenaga Pendukung Penyaluran penBP2BT, dan Penerima Bantuan.
Bantuan dari Bank Dunia terdiri dari Sub-Komponen 1.a. Bantuan Pembiayaan
Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT) dan Sub-Komponen 1.b Dukungan
Teknis Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT).
Kementerian PUPR akan menandatangani perjanjian dengan Bank Penyalur
terkait dengan mekanisme dan persyaratan yang harus diikuti dan dipenuhi oleh
penerima manfaat program. Perjanjian ini juga akan mencakup audit secara
berkala memantau, mengevaluasi, dan melaporkan kinerja program BP2BT,
termasuk kinerja pengelolaan lingkungan dan sosial.
2. Pengaturan Kelembagaan Komponen 2
Lembaga yang terlibat dalam pelaksanaan komponen 2 (BSPS) meliputi Bank
Dunia, Kementerian Keuangan, Kementerian PUPR, Direktorat Jenderal
Perumahan, Direktorat Rumah Swadaya, PIU, Asisten Monitoring dan Evaluasi
Bidang BSPS, BP2P, Kasatker, PPK Swadaya, Tim Verifikasi, Konsultan
Nasional, Konsultan Provinsi, Korkab/Korkot, TFL, Bank/Pos Penyalur,
penyedia barang bangunan, dan jasa kontraktor, KPB, dan masyarakat
penerima bantuan.
Bantuan dari Bank Dunia disalurkan melalui Kementerian Keuangan dan
selanjutnya Kementerian PUPR. Menteri PUPR berwenang dalam menetapkan
lokasi dan nilai kegiatan BSPS. Direktorat Jenderal Perumahan, Direktorat
Perumahan Swadaya, bersama dengan Pemerintah Provinsi dan
Kabupaten/Kota melakukan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan program
BSPS.
3. Pengaturan Kelembagaan Komponen 3
Komponen 3 bertujuan untuk memberikan bantuan teknis dalam hal penguatan
tata kelola perumahan dan perbaikan kebijakan rumah terjangkau melalui
kegiatan sebagai berikut:
108
a. Peningkatan Kapasitas Pemerintah Daerah (Local Government Capacity
Building - LGCB);
b. Pengembangan Sistem Informasi Perumahan dan Real Estat (Housing and
Real Estate Information System - HREIS)
c. Kegiatan Kemitraan antara pemerintah dengan badan usaha untuk
Perumahan Terjangkau (Private Public Partnership Affordable Housing
Framework and KPBU);
d. Pengembangan Kebijakan Perumahan Rakyat dan Penguatan Peran
Perum Perumnas (Affordable Supply - Side Housing Provisioning Study);
dan
e. Rekomendasi Kebijakan Perumahan dalam Penyusunan Grand Desain
Perumahan 2020-2045 (Housing Policy Recommendation in Preparation
for Housing Grand Design 2020-2045)
Dalam pelaksanaannya, lembaga yang terlibat dalam Komponen 3 meliputi
Kementerian Keuangan, Kementerian PUPR, Kementerian Dalam Negeri,
Direktorat Jenderal Perumahan, Direktorat Jenderal Pembiayaan Infrastruktur
Umum dan Perumahan, Direktorat Jenderal Pembangunan Daerah, Direktorat
Rumah Umum dan Komersial, Direktorat Sistem dan Strategi Penyelenggaraan
Perumahan, Direktorat Sinkronisasi Urusan Pemerintah Daerah II, PIU NAHP,
dan Konsultan Pelaksana Kegiatan.
Kelima kegiatan tersebut, memiliki fokus kegiatan memberikan dukungan teknis
terhadap reformasi kebijakan di bidang perumahan, namun salah satu
diantaranya yaitu: Kegiatan Kemitraan antara pemerintah dengan badan usaha
untuk Perumahan Terjangkau (Private Public Partnership Affordable Housing
Framework and KPBU) juga melaksanakan pilot project berupa pembanguanan
rusunawa yang berada di 2 (dua) lokasi, yaitu: Medan dan Daan Mogot
(Jakarta) dimana pelaksanaannya juga mengacu pada ESMF NAHP yang
dalam melibatkan beberapa lembaga, yaitu: Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat, Direktorat Jenderal Perumahan, PIU NAHP, Pemerintah
Daerah dan didukung oleh Konsultan Pelaksana Kegiatan.
Peran dan Fungsi Kelembagaan dalam Program NAHP untuk pengelolaan
lingkungan dan sosial dijelaskan dalam tabel berikut ini:
109
Tabel 5.8.
Lembaga yang Terlibat dalam Pengelolaan Lingkungan dan Sosial
dalam NAHP
110
NO LEMBAGA PERAN DAN FUNGSI
f. fasilitasi pelaksanaan hunian berimbang di bidang
penyediaan rumah umum dan komersial;
g. fasilitasi penyediaan tanah untuk pengembangan rumah
umum;
h. fasilitasi kemudahan perizinan rumah umum;
i. fasilitasi penyelesaian pengaduan bidang rumah umum
dan komersial;
j. fasilitasi pengelolaan barang milik negara; dan
k. penyusunan data dan informasi penyelenggaraan di
bidang rumah umum dan komersial.
7 Direktorat Jenderal Pelaksanaan Kegiatan Sub Komponen 3: LGCB
Pembangunan Daerah a. penyiapan bahan perumusan kebijakan dan fasilitasi
Kementerian Dalam Negeri penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah,
sinkronisasi dan harmonisasi pembangunan daerah di
Direktorat Sinkronisasi bidang perumahan dan kawasan permukiman;
Urusan Pemerintah Daerah b. penyiapan bahan pelaksanaan kebijakan dan koordinasi
Wilayah II fasilitasi penyelenggaraan urusan pemerintahan
daerah, sinkronisasi dan harmonisasi pembangunan
Sub Direktorat Subdirektorat daerah di bidang perumahan dan kawasan
Perumahan dan Kawasan permukiman;
Permukiman c. penyiapan bahan pelaksanaan pembinaan umum serta
koordinasi fasilitasi penyelenggaraan urusan
pemerintahan daerah, sinkronisasi dan harmonisasi
pembangunan daerah di bidang perumahan dan
kawasan permukiman;
d. penyiapan bahan pelaksanaan koordinasi dan fasilitasi
penyusunan pemetaan urusan pemerintahan di bidang
perumahan dan kawasan permukiman;
e. penyiapan bahan pelaksanaan koordinasi dan fasilitasi
penyusunan standar pelayanan minimal
penyelenggaraan urusan pemerintahan di bidang
perumahan dan kawasan permukiman;
f. penyiapan bahan pelaksanaan koordinasi dan fasilitasi
penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria
penyelenggaraan urusan pemerintahan di bidang
perumahan dan kawasan permukiman;
g. penyiapan bahan pelaksanaan pemantauan, evaluasi,
dan pelaporan penyelenggaraan urusan pemerintahan
daerah, sinkronisasi dan harmonisasi pembangunan
daerah di bidang perumahan dan kawasan
permukiman; dan
h. penyiapan bahan pemberian bimbingan teknis dan
supervisi penyelenggaraan urusan pemerintahan
daerah, sinkronisasi dan harmonisasi pembangunan
daerah di bidang perumahan dan kawasan
permukiman.
111
NO LEMBAGA PERAN DAN FUNGSI
diajukan oleh pemohon melalui Program BP2BT
terutama yang berkaitan dengan persyaratan kesesuain
lokasi dengan peruntukan tata ruang, status
kepemilikan lahan yang sah dan tidak dalam sengketa,
kelaikan fungsi bangunan.
b. berkoordinasi dengan Kementerian PUPR dalam hal
proses pemeriksaan aplikasi, pemantauan program,
dan update database penerima bantuan BP2BT.
10 Bank/Pos Penyalur Bantuan Kegiatan Komponen 2
Membantu program BSPS dalam menyalurkan dana untuk
pembelian bahan bangunan dan/atau menyalurkan dana
berupa uang kepada kelompok penerima bantuan
11 Tim Verifikasi Kegiatan Komponen 2
Supervisi pendampingan yang dilakukan oleh TFL dan
Korkab terhadap pendampingan kepada masyarakat
penerima dana BSPS
12 Tenaga Pendukung Komponen 1: BP2BT
Penyaluran tenaga profesional pemberdayaan di bidang pembiayaan
perumahan yang memberikan bantuan dan fasilitasi untuk
penyaluran BP2BT di
provinsi, kota, dan kabupaten
13 Tenaga Fasilitator Lapangan Kegiatan Komponen 2
Memfasilitasi kelompok masyarakat penerima bantuan
dalam sosialisasi, proses pengajuan, penyusunan proposal,
pelaksanaan program, dan bersama dengan Tim Teknis
memantau dan mengevaluasi program
14 Kelompok Penerima Bantuan Kegiatan Komponen 2
a. Menyusun kelompok dan pengelolaan kelompok dalam
pemenuhan persyaratan, penyusunan proposal serta
pelaksanaan pembangunan di kelompoknya
b. Melaporkan kegiatan tahap 1 dan tahap 2 kepada
pemerintah Kab/Kota.
15 Pelaku Pelaku Pembangunan adalah setiap orang atau badan
Pembangunan/Kontraktor hukum yang melakukan pembangunan perumahan dan
Pelaksana Kegiatan PPP kawasan permukiman.
16 Tim Konsultan Pelaksana Tim Konsultan Pelaksana Kegiatan adalah pihak ketiga
Kegiatan Komponen 3 yang ditunjuk untuk melaksanakan kegiatan:
a. Peningkatan Kapasitas Pemerintah Daerah (Local
Government Capacity Building - LGCB);
b. Pengembangan Sistem Informasi Perumahan dan Real
Estat (Housing and Real Estate Information System -
HREIS)
c. Kegiatan Kemitraan antara pemerintah dengan badan
usaha untuk Perumahan Terjangkau (Private Public
Partnership Affordable Housing Framework and KPBU);
d. Pengembangan Kebijakan Perumahan Rakyat dan
Penguatan Peran Perum Perumnas (Affordable Supply
- Side Housing Provisioning Study); dan
e. Rekomendasi Kebijakan Perumahan dalam
Penyusunan Grand Desain Perumahan 2020-2045
(Housing Policy Recommendation in Preparation for
Housing Grand Design 2020-2045)
112
Tabel 5.9
Kebijakan Pemerintah Indonesia mengenai Pengelolaan Lingkungan dan
Sosial
1 Undang-Undang Dasar Pasal 18 Ayat 2 dan Pasal 281 ayat 3. Kedua amandemen UUD
1945 (Pasal Perubahan) 1945 dan UU Pokok Agraria (UUPA No.5 / 1960) menetapkan
bahwa Negara mengakui dan menghormati MHA dan hak
tradisionalnya asalkan mereka masih ada dan di sesuai dengan
perkembangan masyarakat dan kesatuan Negara sebagaimana
diatur dalam undang-undang; identitas budaya dan hak
masyarakat tradisional dihormati sesuai dengan perkembangan
peradaban. Dengan ketentuan ini, UUPA mengakui "hak ulayat"
(hak ulayat) dari MHA.
2 Undang-Undang Republik a. merupakan kebijakan terkait dengan Kesejahteraan Usia
Indonesia Nomor 13 Lanjut
Tahun 1998 tentang b. memberikan definisi kriteria usia lanjut mencakup usia 60
Kesejahteraan Lanjut tahun ke atas
Usia
3 Undang-Undang Republik Pasal 37
Indonesia Nomor 41 a. Ayat (1) Pemanfaatan hutan adat dilakukan oleh masyarakat
Tahun 1999 tentang hukum adat yang bersangkutan, sesuai dengan fungsinya.
Kehutanan b. Ayat (2) Pemanfaatan hutan adat yang berfungsi lindung dan
konservasi dapat dilakukan sepanjang tidak mengganggu
fungsinya.
4 Undang-Undang Nomor Diberlakukannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020, maka
28 Tahun 2002 tentang pengaturan tentang IMB (Ijin Mendirikan Bangunan) diubah
Bangunan dan Gedung dengan PBG (Persetujuan Bangunan Gedung) atau perizinan
yang diberikan kepada pemilik Bangunan Gedung untuk
membangun baru, mengubah, memperluas, mengurangi,
dan/atau merawat Bangunan Gedung sesuai dengan standar
teknis Bangunan Gedung,"
Setiap bangunan gedung memiliki fungsi dan klasifikasi bangunan
Gedung.Fungsi bangunan gedung harus digunakan sesuai
dengan peruntukan lokasi yang diatur dalam RDTR yang
dicantumkan dalam Persetujuan Bangunan Gedung.
5 Undang-Undang Republik Diberlakukannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020, maka
Indonesia Nomor 26 beberapa pengaturan baru diberlakukan, yaitu: tentang arahan
Tahun 2007 tentang Penataan ruang Kawasan perdesaan
Penataan Ruang Bahwa Penataan ruang kawasan perdesaan diarahkan untuk
a. pemberdayaan masyarakat perdesaan;
b. pertahanan kualitas lingkungan setempat dan wilayah yang
didukungnya;
c. konservasi sumber daya alam;
d. pelestarian warisan budaya lokal;
e. pertahanan kawasan lahan abadi pertanian pangan untuk
ketahanan pangan; dan
f. penjagaan keseimbangan perdesaan-perkotaan.
Pembangunan
6 Undang-Undang Republik Mengatur tentang peran dan wewenang pemerintah daerah
Indonesia Nomor 18 pemerintahan. Urusan pemerintahan diklasifikasikan menjadi tiga
Tahun 2008 tentang kelompok: pemerintahan absolut (pemerintah pusat), bersama
Pengelolaan Sampah antara Pemerintah Pusat dan pemerintah daerah dan
pemerintahan umum (urusan pemerintahan di bawah
kewenangan Presiden)
7 Undang-Undang Republik Diberlakukannnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020
Indonesia Nomor 32 tentang Cipta Kerja, secara yuridis merubah ketentuan terkait:
Tahun 2009 tentang 1. Penentuan Terjadinya Pencemaran Lingkungan Hidup
Perlindungan dan Penentuan terjadinya pencemaran lingkungan hidup diukur
Pengelolaan Lingkungan melalui baku mutu lingkungan hidup yang meliputi:
Hidup a. baku mutu air;
b. baku mutu air limbah;
c. baku mutu air laut;
d. baku mutu udara ambien;
e. baku mutu emisi;
f. baku mutu gangguan; dan
113
NO REGULASI ARAH KEBIJAKAN
114
NO REGULASI ARAH KEBIJAKAN
116
NO REGULASI ARAH KEBIJAKAN
117
NO REGULASI ARAH KEBIJAKAN
118
NO REGULASI ARAH KEBIJAKAN
119
NO REGULASI ARAH KEBIJAKAN
Indonesia Nomor kayu dari kawasan luar hutan produksi yang ditunjuk (Pasal 3).
P.30/MENHUT-II/2012 Penggunaan jenis tertentu kayu (Pasal 5, Pasal 7, dan Pasal 8).
tentang Penatausahaan
Hasil Hutan Yang Berasal
Dari Hutan Hak
29 Peraturan Menteri Dalam Peraturan ini sebagai acuan bagi pemerintah daerah mengenai
Negeri Republik masyarakat adat. Bupati/Walikota dapat membentuk komite
Indonesia Nomor 52 Masyarakat Adat di kabupaten/kota, yang berfungsi untuk
Tahun 2014 tentang mengidentifikasi, memverifikasi dan memvalidasi Masyarakat
Pedoman tentang Adat. Hasil verifikasi dan validasi, kemudian diserahkan kepada
Pengakuan dan kepala daerah. Bupati/Walikota dapat menerbitkan keputusan
Perlindungan Masyarakat tentang pengakuan dan perlindungan Masyarakat Adat
Adat berdasarkan rekomendasi komite.
30 Peraturan Menteri PUPR Peraturan ini mendukung mendukung perencanaan tata ruang
Republik Indonesia yang lebih baik dengan tujuan mengatasi masalah yang berkaitan
Nomor 28/PRT/M/2015, dengan konstruksi di dekat sungai dan danau. Kementerian
tentang Penentuan Garis menentukan batas sungai untuk sungai-sungai yang melintasi
Sepadan Sungai dan perbatasan provinsi, sungai melintasi perbatasan negara, dan
Garis Sepadan Danau sungai-sungai yang melintasi daerah strategis nasional. Gubernur
menentukan batas sungai untuk sungai-sungai di provinsi yang
mencakup lebih dari satu distrik, dan Bupati/ Walikota menentukan
batas sungai untuk sungai-sungai di dalam kota/kabupaten.
31 Peraturan Menteri Agraria Sesuai konsideran Peraturan Menteri Agraria Dan Tata
dan Tata Ruang/ Kepala Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia
Badan Pertanahan Nomor 18 Tahun 2019 Tentang Tata Cara Penatausahaan Tanah
Nasional Republik Ulayat Kesatuan Masyarakat Hukum Adat:
Indonesia Nomor 18 1.huruf a: bahwa hukum tanah nasional Indonesia mengakui dan
Tahun 2019 Tentang Tata menghormati adanya hak-hak tradisional dari kesatuan
Cara Penatausahaan masyarakat hukum adat atau yang serupa dengan itu,
Tanah Ulayat Kesatuan sepanjang pada kenyataannya masih ada dan sesuai dengan
Masyarakat Hukum Adat perkembangan masyarakat dan prinsip negara kesatuan
Republik Indonesia; dan
2. huruf b: bahwa pada kenyataannya saat ini masih terdapat
tanah ulayat kesatuan masyarakat hukum adat yang
pengurusan, penguasaan dan penggunaannya didasarkan
pada ketentuan hukum adat setempat dan diakui oleh para
warga kesatuan masyarakat hukum adat yang bersangkutan.
32 Peraturan Menteri 1. Peraturan Menteri ini memberikan panduan pelaksanaan
Pendayagunaan Aparatur survei kepuasan masyarakat untuk penyedia layanan publik
Negara dan Reformasi 2. Peraturan Menteri ini juga memberikan informasi indikator-
Birokrasi Republik kepuasan masyarakat dan metode pengukurannya
Indonesia Nomor 14
Tahun 2017 tentang
Pedoman Penyusunan
Survei Kepuasan
Masyarakat Unit
Penyelenggara
Pelayanan Publik
33 Keputusan Menteri PUPR Keputusan ini memberikan pedoman/petunjuk teknis untuk
Nomor 403/KPTS/M/2012 membangun rumah sederhana dan terjangkau yang memenuhi
tentang Pedoman Teknis persyaratan Kesehatan keselamatan, dan kenyamanan untuk
Pengembangan kelompok berpenghasilan rendah.
Perumahan Sehat
Sederhana.
34 SNI 03-6968- 2003 Spesifikasi untuk taman bermain terbuka di kompleks apartemen
sederhana, Standar ini menetapkan spesifikasi fasilitas taman
bermain di daerah terbuka dari kompleks apartemen sederhana,
misalnya, taman, jalan, industri, jalur hijau, taman bermain, dan
lapangan olahraga dalam di daerah kompleks perumahan
35 SNI 03-1733- 2004 Prosedur untuk Perencanaan Lingkungan Perumahan di
Perkotaan Standar ini menetapkan prosedur untuk perencanaan
lingkungan perumahan di perkotaan, yang meliputi perencanaan
umum fasilitas lingkungan, seperti tempattinggal, fasilitas
pendidikan, fasilitas kesehatan, perdagangan dan perdagangan
sarana, fasilitas pemerintah dan pelayanan publik, budaya dan
rekreasi, tempat ibadah, dan ruang terbuka untuk olahraga. SNI ini
juga berisi ketentuan umum untuk perencanaan infrastruktur dan
120
NO REGULASI ARAH KEBIJAKAN
Program ini tidak akan membiayai kegiatan yang melibatkan konversi atau degradasi
wilayah habitat alam dan wilayah hutan yang secara signifikan, tidak akan
mengadakan atau tidak akan mendukung kegiatan yang akan mengakibatkan
penggunaan atau peningkatan penggunaan pestida secara signifikan, dan tidak akan
berdampak pada benda cagar budaya, sebagaimana yg tercantum dalam daftar
negatif (tabel 5.21)
122
KEBIJAKAN LANGKAH UNTUK
LINGKUP PEMERINTAH KESENJANGAN MENUTUP
BANK DUNIA
INDONESIA KESENJANGAN
dengan tahapan
proyek
Kelompok rentan Proyek perlu secara BP2BT, berdasarkan - -
dalam masyarakat pantas melakukan program serupa
(usia lanjut, janda, kajian sosial untuk sebelumnya tidak
duda/orang tua meminimalkan dampak membatasi penerima
tunggal, disabled/ terhadap masyarakat bantuan, namun
cacat) miskin dan kelompok memberikan persyaratan
rentan di masyarakat berupa tabungan yang
memenuhi jumlah
minimum yang disyaratkan
Bank Pemberi Pinjaman
Penanganan konflik PIU telah menyediakan Tidak ada
dan keluhan saluran pengaduan dari kesenjangan karena
masyarakat melalui PIU telah
pengaduan on line, web menyiapkan saluran
site, email, SMS, WA, pengaduan dari
situs PUPR masyarakat
Pemantauan dan BP2BT akan dipantau Tidak ada ESMF memuat tentang
Evaluasi oleh Kementerian PUPR kesenjangan kebutuhan pemantauan
bersama dengan Bank karena proyeknya dan evaluasi serta
Pemberi Pinjaman. Tidak telah memasukkan indikator umum yang
ada gap dalam aspek ini. kebutuhanuntuk akan dikaji.
Namun perlu pemantauan dan
meningkatkan peran evaluasi proyek.
Pemerintah Daerah terkait Khusus untuk aspek
perizinan PBG untuk lingkungan dan
menguatkan aspek sosial, perlu
lingkungan dan sosial. ditetapkan kriteria
keberhasilan yang
akan dicapai.
OP 4.10 MASYARAKAT ADAT
Inklusi masyarakat Perlunya Petunjuk teknis BP2BT Belum ada Melalui program
adat sebagai mengidentifikaskebe perlu memasukkan ketentuan mengenai peningkatan kapasitas,
penerima bantuan radaan masyarakat penjelasan tentang kesetaraan ESMF memberikan
adat; diakuinya eberadaan masyarakat pemahaman kepada
Pengakuan atas hak dan hak masyarakat adat sebagai calon seluruh pemangku
untuk mendapatkan adat, atau anggota dari penerima bantuan kepentingan mengenai
informasi di awal. masyarakat adat untuk kesetaraan masyarakat
bisa mengajukan adat dan warga rentan
bantuan perumahan. lainnya (usia lanjut,
Juknis BP2BT juga perlu janda, duda,
mengacu pada referensi di disabled/cacat) untuk
setiap daerah tentang terlibat dalam proyek
keberadaan masyarakat NAHP.
adat dan harus menjadi
bagian sosialisasi program
BP2BT.
Pelibatan Penyusunan BP2BT melibatkan Dalam peraturan ESMF akan
masyarakat rencana pelibatan masyarakat pemohon tidak secara khusus menambahkan dalam
adat dan budaya masyarakat adat bantuan dan Bank menyinggung juknis BP2BT,
lokal dalam proyek serta kajian sosial Pemberi Pinjaman saja. tentang masyarakat menyediakan
NAHP terkait budaya Tidak secara khusus adat. kerangka untuk
masyarakat adat. menyebutkan ada- . pelibatan kelompok
tidaknya masyarakat masyarakat adat sebagai
hukum adat. calon penerima
bantuan.
OP 4.12 PEMUKIMAN KEMBALI SECARA PAKSA
Pemindahan Sebisa mungkin, BP2BT tidak Peraturan ESMF menyediakan
Tempat Tinggal pemindahan menyebabkan pemerintah tidak kerangka acuan dalam
Masyarakat terkena penduduk harus pemindahan tempat mengatur kegiatan penyusunan policy
dampak dihindari, tinggal. pemindahan dan advisory dan rencana
diminimalkan, pemukiman kembali kerja yang berkaitan
dengan melihat warga yang secara dengan pemindahan
berbagai tidak sah menempati dan pemukiman Kembali
kemungkinan lahan. Namun, warga yang secara tidak
alternatif. kebijakan sah menempati
pengamanan Bank
Dunia memberikan
acuan untuk
kegiatan
123
KEBIJAKAN LANGKAH UNTUK
LINGKUP PEMERINTAH KESENJANGAN MENUTUP
BANK DUNIA
INDONESIA KESENJANGAN
Kelompok Rentan. Memberikan Kriteria orang terkena Kriteria umum LARAP membutuhkan
perhatian dampak mengenai informasi mengenai
khusus terhadap proyek (Project kelompok rentan kelompok rentan
kebutuhan Affected Persons, dijelaskan dalam (kaum perempuan,
kelompok rentan di PAPs) dan kelayakan Peraturan masyarakat yang
antara masyarakat untuk mendapatkan Pemerintah RI sangat
yang kehilangan ganti kerugian tidak No. 39/2012 miskin, para penyandang
tempat tinggal, dibedakan Tentang cacat,
terutama yang berdasarkan Penyelenggaraan dll., dan ini akan
berada di bawah kerentanan atau jenis Kesejahteraan diperoleh dari sensus)
garis kemiskinan, kelaminnya. Sosial. Namun
orang-orang yang dalam
tidak memiliki implementasinya,
tanah, para tidak ada
lansia, kaum pemisahan
perempuan dan khusus
anak-anak, berdasarkan
Masyarakat kerentanan atau
Adat, etnis jenis kelamin.
minoritas, atau
orang- orang
terlantar lainnya
Sumber: ESMF NAHP, 18 November 2016
Tabel 5.12
Ringkasan Kesenjangan dalam Komponen 2 Antara Kebijakan Pemerintah Indonesia
dengan Kebijakan Pengamanan Lingkungan dan Sosial Bank Dunia
125
KEBIJAKAN LANGKAH UNTUK
LINGKUP PEMERINTAH KESENJANGAN MENUTUP
BANK DUNIA
INDONESIA KESENJANGAN
dan termasuk anggota cacat) untuk terlibat
masyarakat adat. dalam proyek NAHP.
Pelibatan Penyusunan rencana Peraturan Menteri Dalam peraturan tidak Juknis BSPS, tidak
masyarakat adat dan pelibatan masyarakat Pekerjaan Umum dan secara khusus membatasi kelompok
budaya lokal dalam adat serta kajian sosial Perumahan Rakyat Nomor menyinggung tentang masyarakat adat sebagai
proyek NAHP terkait budaya 7 Tahun 2018 tentang masyarakat adat. calon penerima bantuan.
masyarakat adat. BSPS tidak secara spesifik .
menyinggung tentang
masyarakat adat. Namun,
BSPS tidak membatasi
target penerima bantuan,
dan termasuk anggota
masyarakat adat.
OP 4.12 PEMUKIMAN KEMBALI SECARA PAKSA
Pemindahan Sebisa mungkin, BSPS tidak menyebabkan Peraturan emerintah ESMF menyediakan
Tempat Tinggal pemindahan pemindahan tempat tidak mengatur kerangka acuan dalam
Masyarakat terkena penduduk harus tinggal. kegiatan emindahan penyusunan policy
dampak dihindari, dan pemukiman advisory dan rencana
diminimalkan, kembali warga yang kerja yang berkaitan
dengan melihat secara tidak sah dengan pemindahan dan
berbagai menempati lahan. pemukiman kembali
kemungkinan Namun, kebijakan warga yang secara tidak
alternatif. pengamanan Bank sah menempati
Dunia memberikan
acuan untuk
kegiatan
Tabel 5.13
Ringkasan Kesenjangan dalam Komponen 3 Antara Kebijakan Pemerintah Indonesia
dengan Kebijakan Pengamanan Lingkungan dan Sosial Bank Dunia
126
KEBIJAKAN LANGKAH UNTUK
LINGKUP PEMERINTAH KESENJANGAN MENUTUP
BANK DUNIA
INDONESIA KESENJANGAN
bahan galian batuan Perumnas (terutama jenis B3 dan pemahaman kepada
(Golongan C) dalam hal sebagai material penerima bantuan, bank
pengembang perumahan bangunan (kayu) dan toko bahan
dan real estate). yang dibolehkan bangunan dalam
digunakan untuk menggunakan bahan
kegiatan seperti bangunan sesuai SNI
pembangunan dan sesuai peraturan
perumahan. perundangan (memiliki
b. Dalam hal legalitas).
diperlukannya
kajian studi
kelayakan dan
perencanaan
proyek, maka
aspek lingkungan
dan sosial perlu
dikaji sesuai
dengan tahapan
proyek
Kelompok rentan Proyek perlu secara Kelompok rentan Bantuan Teknis ESMF akan memuat
dalam masyarakat pantas melakukan berpotensi terdampak dan (dalam Komponen lingkup kajian kelompok
(usia lanjut, janda, kajian sosial untuk Peraturan Pemerintah 3) akan rentan yang berpotensi
duda – orang tua meminimalkan dampak Nomor 83 Tahun 2015 mensyaratkan terkena dampak
tunggal, disabled/ terhadap masyarakat tidak mengatur tentang bahwa penyusunan (terutama Komponen 3)
cacat) miskin dan kelompok masyarakat dari kelompok Studi Kelayakan
rentan di masyarakat rentan. perlu memasukkan
kajian kelompok
rentan dan
memastikan bahwa
kelompok tersebut
mendapatkan
perhatian dan
perlakuan khusus
sehingga
mengurangi dampak
dari proyek.
Penanganan konflik Peraturan Pemerintah PIU telah ESMF menyediakan
dan keluhan Nomor 83 Tahun 2015 menyediakan kerangka mekanisme
tidak mengatur tentang saluran pengaduan penanganan keluhan
penanganan keluhan. dari masyarakat untuk program NAHP
Website Perumnas telah melalui pengaduan
memuat sarana untuk on line, web site,
pengaduan dan meminta email, SMS, WA,
pengadu menyampaikan situs PUPR.
no. telepon untuk bisa
dihubungi, dan prosedur
yang memastikan bahwa
keluhan sudah ditangani
dengan baik. Melalui
website di Kementerian
dan masing-masing Ditjen
telah ada sarana lain (WA,
telpon) untuk menampung
keluhan
Pemantauan dan Aspek Bantuan Teknis Tidak ada ESMF memuat tentang
Evaluasi untuk NAHP akan memuat kesenjangan karena kebutuhan pemantauan
kebutuhan untuk proyeknya telah dan evaluasi serta
Pemantauan dan Evaluasi, memasukkan indikator umum yang
khususnya dalam aspek kebutuhan untuk akan dikaji.
lingkungan dan sosial. pemantauan dan
evaluasi proyek.
Khusus untuk aspek
lingkungan dan
sosial, perlu
ditetapkan kriteria
keberhasilan yang
akan dicapai.
OP 4.10 MASYARAKAT ADAT
Inklusi masyarakat a. Perlunya Peraturan Pemerintah - Melalui program
adat sebagai mengidentifikasi Nomor 83 Tahun 2015 peningkatan kapasitas,
penerima bantuan keberadaan tentang Perumnas tidak ESMF memberikan
masyarakat adat; menyinggung tentang pemahaman kepada
b. Pengakuan atas hak masyarakat adat. seluruh pemangku
untuk mendapatkan kepentingan mengenai
informasi di awal. kesetaraan masyarakat
127
KEBIJAKAN LANGKAH UNTUK
LINGKUP PEMERINTAH KESENJANGAN MENUTUP
BANK DUNIA
INDONESIA KESENJANGAN
adat dan warga rentan
lainnya (usia lanjut,
janda, duda, disabled/
cacat) untuk terlibat
dalam proyek NAHP.
Pelibatan Penyusunan rencana Peraturan Pemerintah tidak secara khusus -
masyarakat pelibatan masyarakat Nomor 83 Tahun 2015 menyinggung
adat dan budaya adat serta kajian sosial tentang Perumnas tidak tentang masyarakat
lokal dalam proyek terkait budaya menyinggung tentang adat.
NAHP masyarakat adat. masyarakat adat. .
OP 4.12 PEMUKIMAN KEMBALI SECARA PAKSA
Pemindahan Sebisa mungkin, Penyusunan policy Peraturan ESMF menyediakan
Tempat Tinggal pemindahan advisory untuk Perum pemerintah tidak kerangka acuan dalam
Masyarakat terkena penduduk harus Perumnas dan rencana mengatur kegiatan penyusunan policy
dampak dihindari, kerja untuk Pemerintah pemindahan dan advisory dan rencana
diminimalkan, Daerah berpotensi pemukiman kembali kerja yang berkaitan
dengan melihat melibatkan pemindahan warga yang secara dengan pemindahan dan
berbagai dan pemukiman kembali tidak sah menempati pemukiman Kembali
kemungkinan warga yang secara lahan. Namun, warga yang secara tidak
alternatif. kebijakan sah menempati
pengamanan Bank
Dunia memberikan
acuan untuk
kegiatan
Kelompok Rentan. Memberikan Kriteria orang terkena Kriteria umum LARAP membutuhkan
dampak proyek informasi mengenai
perhatian mengenai
(Project Affected kelompok rentan
khusus terhadap kelompok rentan
Persons, PAPs) dan (kaum perempuan,
kebutuhan dijelaskan dalam
kelayakan untuk masyarakat yang
kelompok rentan di Peraturan
mendapatkan ganti sangat
antara masyarakat Pemerintah RI
kerugian tidak miskin, para
yang kehilangan Nomor 39 Tahun
dibedakan
tempat tinggal, 2012 Tentang penyandang cacat,
berdasarkan
terutama yang Penyelenggaraan dll., dan ini akan
kerentanan atau jenis
berada di bawah Kesejahteraan diperoleh dari
kelaminnya.
garis kemiskinan, Sosial. Namun sensus)
orang-orang yang dalam
tidak memiliki implementasinya,
tanah, para tidak ada
lansia, kaum pemisahan
perempuan dan khusus
anak-anak, berdasarkan
Masyarakat kerentanan atau
Adat, etnis jenis kelamin.
minoritas, atau
orang- orang
terlantar lainnya
128
Kegiatan komponen 1 (BP2BT) dan kegiatan Komponen 2 (BSPS) memiliki
aspek risiko dan aspek lingkungan dan sosial sebagai berikut:
Tabel 5.14
Analisis Risiko dan Aspek Lingkungan dan Sosial dalam Kegiatan Komponen 1 dan
Komponen 2 Program NAHP
129
RISIKO/ASPEK LINGKUNGAN KERANGKA MITIGASI DALAM
NO ANALISIS
DAN SOSIAL ESMF
detil, yaitu 60 ltr/org/hari
(pedesaan), 90 ltr/org/hari
(kota kecil), 110 ltr/org/hari
(kota sedang), 130 ltr/org/hari
(kota besar), dan 150
ltr/org/hari (kota
metropolitan).
5 Produksi sampah domestik (cair a. Menurut SNI 3242:2008, Memasukkan persyaratan
dan padat, non B3 dan B3) timbunan limbah padat pengelolaan sampah dimana
rumah tangga adalah 2,5 pengelolaan sampah terkoneksi
liter per orang per hari dengan TPS atau TPA/TPST di
atau 0,32 kg per orang wilayahnya atau pengelolaan
per hari sampah mandiri yang ramah
b. Sampah domestik dan lingkungan. Sanitasi yang sesuai
buangan air kotor dengan SNI dan/atau yang
berpotensi menjadi ramah lingkungan.
vektor penyakit.
6 Kecemburuan dari masyarakat Program NAHP ditargetkan Mencantumkan kerangka dan
non- penerima bantuan menjangkau sebanyak periode sosialisasi sehingga
mungkin wilayah dan jangkauan program NAHP ini
diharapkan semakin banyak lebih luas dan menjangkau
masyarakat terlibat. semakin banyak masyarakat
Sehingga ada potensi
kecemburuan sosial.
Meskipun sifatnya hanya
sementara karena begitu
mereka mengetahuinya,
maka mereka bisa ikut
mengajukan permohonan.
7 Gangguan berupa kebisingan dan Pembangunan rumah Mensosialisasikan mekanisme
debu pada saat konstruksi berpotensi menyebabkan pengelolaan dengan pendekatan
gangguan kebisingan dan good housekeeping dan
debu pada saat konstruksi mekanisme pengaduan dan
berlangsung kepada warga penanganan keluhan NAHP bagi
sekitar pelaku program dan fasilitator di
lapangan.
8 Keamanan dan kesehatan a. Aspek keamanan Memastikan pembangunan
lingkungan rumah meliputi pekerja dan fasilitas yang mendukung rumah/
masyarakat di sekitar perumahan yang dibangun
konstruksi rumah. Aspek sesuai standar yang berlaku dan
keamanan yang perlu diatur dalam Juknis kegiatan
diperhatikan adalah BP2BT dan BSPS, termasuk
potensi kecelakaan kerja. tangki septik dan sumur resapan
Aspek kesehatan terkait yang sesuai dengan SNI.
operasional rumah
adalah kebersihan,
penyediaan air minum,
pengelolaan limbah
padat dan cair (dari
kamar mandi dan WC,
tangka septik serta bekas
cuci).
b. Saluran drainase limbah
cair yang tidak lancar
juga berpotensi menjadi
vektor penyakit bagi
keluarga dan
masyarakat.
9 Proyek NAHP tidak melakukan a. Sosialisasi informasi Melakukan pendekatan,
pengecualian terhadap mengenai bantuan yang sosialisasi dan konsultasi
masyarakat adat dan rentan atau ditawarkan oleh Proyek dengan masyarakat adat dan
tidak melibatkan masyarakat adat NAHP bersifat terbatas kelompok masyarakat rentan.
dan rentan. tidak sampai kepada
masyarakat adat karena
keterbatasan secara
geografis (lokasi
masyarakat adat yang
130
RISIKO/ASPEK LINGKUNGAN KERANGKA MITIGASI DALAM
NO ANALISIS
DAN SOSIAL ESMF
berada di pedalaman)
atau karena Bahasa
maupun sarana
komunikasi yang terbatas
yang dimiliki masyarakat
adat.
b. Masyarakat adat tidak
dapat dikecualikan dari
calon penerima bantuan
untuk itu persyaratan
proyek NAHP dapat
dilakukan penyesuaian
secara kontinyu agar
masyarakat adat dapat
diikutsertakan.
2. Aspek Risiko dan Aspek Lingkungan dan Sosial Dalam Kegiatan Komponen 3 -
Bantuan Teknis untuk Reformasi Kebijakan Perumahan
Sebagaiman dijelaskan di depan kegiatan dari Komponen 3 terdiri dari:
a. Pengembangan Sistem Informasi Perumahan dan Real Estat (Housing and
Real Estate Information System - HREIS)
b. Rekomendasi Kebijakan Perumahan dalam Penyusunan Grand Desain
Perumahan 2020-2045 (Housing Policy Recommendation in Preparation for
Housing Grand Design 2020-2045)
c. Pengaturan Kelembagaan Nasional Perumahan Bagi Sektor Perumahan
(National Housing Board);
d. Peningkatan Kapasitas Pemerintah Daerah (Local Government Capacity
Building - LGCB); dan
e. Kegiatan Kemitraan antara pemerintah dengan badan usaha untuk
Perumahan Terjangkau (Private Public Partnership Affordable Housing
Framework and KPBU);
Terkait bantuan teknis ini, satu hal yang perlu digarisbawahi adalah adanya
ketentuan dari kebijakan pengamanan Bank Dunia yang mengelompokkan NAHP
sebagai proyek dengan katergori B, yaitu dimana kegiatan yang dilaksanakan
berpotensi menimbulkan dampak lingkungan dalam skala kecil hingga sedang,
tidak signifikan, tidak beragam, tidak kompleks dan berskala menengah/sedang.
Bantuan teknis yang dihasilkan serta kemungkinan kegiatan turunan dari bantuan
teknis ini, harus memenuhi ketentuan tersebut, dimana apabila terdapat potensi
terjadinya dampak lingkungan yang besar, atau kategori A, maka harus dilakukan
penyesuaian lebih lanjut sesuai kebijakan Bank Dunia.
Demikian juga halnya dengan kegiatan kemitraan antara Pemerintah dengan
Badan Usaha untuk Perumahan Terjangkau (Private Public Partnership
Affordable Housing Framework and KPBU) merupakan kegiatan yang hasil dari
131
turunannya atau kegiatan hilir yang dapat berupa usulan pembangunan dengan
potensi dampak yang tidak terlalu besar terhadap lingkungan atau kategori B. Bila
usulan pembangunan tersebut memiliki potensi dampak yang signifikan atau
bahkan juga termasuk ke dalam kategori A, maka usulan pembangunan sebagai
hasil dari kegiatan ini harus disesuaikan agar tetap dapat berada pada koridor
kategori B, bila tidak direncanakan untuk melakukan penyesuaian atau
restukturisasi proyek.
Sebagai contoh untuk menjelaskan tentang analisis risiko dan aspek lingkungan
dan sosial dari kegiatan tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 5.15
Analisis Risiko dan Aspek Lingkungan dan Sosial dalam Kegiatan Komponen 3: PPP
Program NAHP
ASPEK RISIKO
KERANGKA MITIGASI SESUAI
NO TERHADAP LINGKUNGAN ANALISIS
ESMF
DAN SOSIAL
1 Penggunaan Lahan (konversi a. Penilaian risiko banjir harus a. Melakukan kajian terhadap
lahan) mencakup potensi dampak risiko banjir, menyediakan
proyek, tidak hanya untuk kolam retensi untuk
lokasi proyek tetapi juga lokasi menampung air larian,
sekitarnya (dampak terpadu). saluran drainase terkoneksi
Apakah proyek akan dengan drainase lingkungan.
meningkatkan risiko banjir? b. Memastikan lahan sesuai
Bagaimana dampaknya dengan RTRW daerah baik
terhadap lokasi di sekitarnya? di tingkat kabupaten, kota
b. Meningkatnya kebutuhan maupun provinsi
tempat tinggal dapat
menyebabkan konversi lahan.
c. Kepemilikan lahan yang sah.
2 Penggunaan bahan Meningkatnya penggunaan bahan Memastikan bahan material alam
bangunan dari alam (pasir, material alam (pasir, kayu dan berasal dari sumber yang sah
batu, kayu) batu) untuk mendukung kegiatan (missal quarry yang memiliki izin
konstruksi. galian golongan C) dan dibeli
dari toko yang memiliki izin yang
jelas, dan didukung dengan nota
pengantaran.
3 Penggunaan bahan Meningkatnya penggunaan bahan Memastikan bahan bangunan
bangunan (besi, cat, atap olahan untuk mendukung kegiatan yang digunakan (cat, atap atau
dan langit-langit) konstruksi. pipa) tidak mengandung Timbal
dan Asbestos.
4 Kebutuhan air minum Meningkatnya kebutuhan untuk air Memastikan ketersediaan
minum, karena meningkatnya sumber air minum pada wilayah
jumlah penduduk/ penghuni Rusun pembangunan untuk mendukung
peningkatan kebutuhan air
minum dan sedapat mungkin
tidak menggunakan sumber air
tanah yang melebihi daya
dukung di wilayah tersebut.
5 Produksi Sampah Domestik Meningkatnya sampah domestik Melakukan kajian kapasitas
(Cair dan Padat, Non B3 dan karena meningkatnya jumlah pengelolaan sampah dan air
B3) penduduk limbah di wilayah rencana
pembangunan untuk mendukung
peningkatan kebutuhan
pengelolaan sampah dan air
limbah serta memasukkan
persyaratan dimana pengelolaan
sampah dan air limbah harus
terkoneksi dengan sistem
132
ASPEK RISIKO
KERANGKA MITIGASI SESUAI
NO TERHADAP LINGKUNGAN ANALISIS
ESMF
DAN SOSIAL
pengelolaan setempat. Berupaya
untuk melakukan pengelolaan
sampah domestik secara mandiri
misalnya dengan melakukan 3R
atau menyediakan TPS3R.
6 Dampak sosial a. Dampak proyek terhadap a. Mengumpulkan informasi
penggarap/petani di lokasi tentang masyarakat di
proyek: Berapa banyak orang sekitar lokasi: karakteristik
dan aset/pabrik/yang akan sosial, ekonomi dan akses
terkena dampak b. Kajian terhadap potensi
b. Karakteristik fisik, sosial dampak sosial ekonomi dari
ekonomi dari warga yang pembangunan perubahan
terkena dampak terhadap masyarakat di
c. Sifat dan intensitas dampak sekeliling lokasi perumahan.
sosial dan ekonomi. c. Rencana konsultasi dengan
d. Skema opsi untuk kompensasi masyarakat sekitar,
e. Pemulihan mata pencaharian. mengidentifikasi persepsi
dan aspirasi mereka jika
rusunawa dibangun dan
implikasinya terhadap
kehidupan mereka
d. Menyusun langkah-langkah
mitigasi untuk mengurangi
dampak fisik, sosial dan
ekonomi terhadap
masyarakat sekitar
termasuk akses
7 Keamanan dan Kesehatan Terpenuhinya prasarana dan Memastikan rencana
Lingkungan sarana penunjang (air minum, pembangunan perumahan dan
pengelolaan limbah, pengolahan fasilitas pendukungnya sesuai
air limbah, listrik, genset darurat, dengan persyaratan keamanan
dll) sesuai dengan kapasitas dan kesehatan lingkungan baik
bangunan nasional, wilayah serta standar
Bank Dunia sesuai dengan
ESMF.
Menerapkan langkah-langkah
K3L sesuai dengan peraturan
yang berlaku.
8 Gangguan lingkungan pada a. Kajian lalu lintas perlu a. Melakukan analisis dampak
saat konstruksi (beberapa memasukkan potensi dampak lalulintas di lokasi kegiatan.
contoh) proyek dibandingkan dengan Terutama pada saat
rona awal konstruksi dimana terjadi
peningkatan mobilitas
b. Dampak terhadap air larian, kendaraan, juga pada saat
getaran, kebisingan dan debu operasi.
saat konstruksi b. Membuat rencana
pengelolaan dan
pemantauan dampak
c. Dampak terhadap sanitari kegiatan konstruksi untuk
pada saat konstruksi dilaksanakan selama
konstruksi
c. Melaksanakan good
housekeeping serta
memastikan ketersediaan
sarana sanitasi yang sesuai
dengan SNI selama
konstruksi dilaksanakan
9 Proyek NAHP tidak a. Ada potensi bahwa sosialisasi Melakukan pendekatan,
melakukan pengecualian informasi mengenai bantuan sosialisasi dan konsultasi
terhadap masyarakat adat yang ditawarkan oleh Proyek dengan Masyarakat Adat dan
dan rentan atau tidak NAHP bersifat terbatas tidak masyarakat rentan
melibatkan masyarakat adat sampai kepada masyarakat
dan rentan. adat karena keterbatasan
secara geografis (lokasi
masyarakat adat yang berada
di pedalaman) atau karena
Bahasa maupun sarana
133
ASPEK RISIKO
KERANGKA MITIGASI SESUAI
NO TERHADAP LINGKUNGAN ANALISIS
ESMF
DAN SOSIAL
komunikasi yang terbatas yang
dimiliki masyarakat adat.
b. Masyarakat Adat tidak dapat
dikecualikan dari calon
penerima bantuan untuk itu
persyaratan proyek NAHP
dapat dilakukan penyesuaian
secara kontinyu agar
Masyarakat Adat dapat
diikutsertakan.
134
aktivitas di proyek yang dibiayai Bank dan Trust Funds yang dikelola oleh Bank Dunia
(Interim Guidelines on the Application of Safeguard Policies to Technical Assistance
(TA) Activities in Bank-Financed Projects and Trust Funds Administered by the Bank
(Januari 2014) sebagai berikut:
Tabel 5.16
Kajian Penapisan Komponen Kegiatan 3
135
NO SUB KOMPONEN KEGIATAN KAJIAN PENAPISAN
Program telah dikategorikan sebagai kegiatan yang memiliki dampak signifikan namun
masih dapat dikelola dengan rencana mitigasi (Kategori B), yang akan dijelaskan
dalam bentuk tabel ringkasan masalah terkait perlindungan bagi kegiatan Komponen
3: Bantuan Teknis Untuk Reformasi Kebijakan Perumahan sebagaimana terlampir
dalam Lampiran 3 tentang Tabel Ringkasan Masalah Terkait Pengamanan Bagi
Komponen 3.
136
Merujuk pada sub kegiatan komponen 3, maka kerangka kerja aspek
lingkungan dan sosial dari masing-masing kegiatan sub komponen 3 akan
dijelaskan pada tabel dibawah ini.
Tabel 5.17
Kerangka Kerja Aspek Lingkungan dan Sosial Komponen 3
2 Rekomendasi Kebijakan Melakukan penapisan aspek lingkungan dan sosial pada setiap
Perumahan dalam usulan kegiatan pada subkomponen ini untuk memastikan
Penyusunan Grand kesesuaiannya dengan Tabel 5.15 di atas dan Lampiran 1
Desain Perumahan ESMF NAHP.
2020-2045 (Housing Kerangka Acuan Kerja (KAK) untuk kegiatan pada sub
Policy Recommendation komponen ini untuk didiskusikan dan disetujui oleh Bank Dunia.
in Preparation for Project Implementation Unit (PIU) akan mengidentifikasi potensi
Housing Grand Design keberadaan Masyarakat Adat (indigenous peoples) dan
2020-2045) mengkaji potensi dampak (positif dan negatif) dari kebijakan,
strategi dan peraturan yang akan disusun dalam sub-komponen
sesuai dengan panduan pada IPPF dalam ESMF NAHP.
4 Peningkatan Kapasitas Melakukan penapisan aspek lingkungan dan sosial pada setiap
Pemerintah Daerah usulan kegiatan pada subkomponen ini untuk memastikan
(Local Government kesesuaiannya dengan Tabel 5.16 di atas dan Lampiran 1
Capacity Building - ESMF NAHP.
LGCB); Kerangka Acuan Kerja (KAK) untuk kegiatan pada sub
komponen ini untuk didiskusikan dan disetujui oleh Bank Dunia
Project Implementation Unit (PIU) akan mengidentifikasi potensi
keberadaan Masyarakat Adat (indigenous peoples) dan
mengkaji potensi dampak (positif dan negatif) dari kebijakan,
strategi dan peraturan yang akan disusun dalam sub-komponen
sesuai dengan panduan pada IPPF (Indigenous Peoples
Planning Framework) dalam ESMF NAHP.
PIU akan memastikan bahwa kegiatan peningkatan kapasitas
bagi Perumnas dan pemerintah daerah yang akan
melaksanakan kegiatan pada fase hilir yang melibatkan
investasi di masa yang akan datang (kemungkinan besar
kegiatan di masa datang berada di luar Program NAHP) akan
mencakup materi pelatihan/lokakarya mengenai Masyarakat
137
SUB KOMPONEN KERANGKA KERJA
NO
KEGIATAN ASPEK SOSIAL DAN LINGKUNGAN
Adat. KAK untuk kegiatan peningkatan kapasitas akan
memerlukan kebutuhan untuk mengembangkan dan
menyampaikan materi pelatihan mengenai identifikasi
Masyarakat Adat, kajian sosial, dan pendekatan untuk
menangani potensi dampak terhadap Masyarakat Adat sesuai
dengan IPPF pada ESMF NAHP.
5 Kegiatan Kemitraan Melakukan penapisan aspek lingkungan dan sosial pada setiap
antara pemerintah usulan kegiatan pada subkomponen ini untuk memastikan
dengan badan usaha kesesuaiannya dengan Tabel 5.16 di atas dan Lampiran 1
untuk Perumahan ESMF NAHP.
Terjangkau (Private Kerangka Acuan Kerja (KAK) untuk kegiatan pada sub
Public Partnership komponen ini untuk didiskusikan dan disetujui oleh Bank Dunia.
Affordable Housing Memastikan bahwa usulan pembangunan tidak menimbulkan
Framework and KPBU); potensi dampak lingkungan dan sosial yang tinggi, signifikan,
dan berskala besar, yaitu dengan melakukan analisis potensi
dampak lingkungan dan sosial antara lain untuk aspek:
kebutuhan air minum, kebutuhan listrik, pengelolaan sampah,
dampak bangkitan lalu lintas, dampak hidrologis dan banjjir, dan
lainnya sebagaimana relevan.
Project Implementation Unit (PIU) akan mengidentifikasi potensi
keberadaan Masyarakat Adat (indigenous peoples) dan
mengkaji potensi dampak (positif dan negatif) dari kebijakan,
strategi dan peraturan yang akan disusun dalam sub-komponen
sesuai dengan panduan pada IPPF dalam ESMF NAHP.
Tabel 5.18
Deskripsi Model Properti
Rumah berlantai satu Rumah berlantai satu di atas sebidang tanah adalah sebuah unit rumah di
di atas sebidang tanah atas sebidang tanah yang dibangun oleh pengembang atau dibangun
(baru dan sudah ada) sendiri oleh pemilik, dengan spesifikasi sesuai dengan peraturan tentang
pedoman pembangunan perumahan (sebagaimana dimaksud dalam
Keputusan Menteri Pemukiman dan Prasarana Wilayah Nomor
403/KPTS/M/2002 tentang Pedoman Teknis Pembangunan Rumah
Sederhana Sehat (RS Sehat)
Rumah veritkal Sama dengan rumah tingkat dan/atau memenuhi peraturan baru dan/atau
bertingkat rendah peraturan perundangan yang sudah ada terkait pembangunan rumah
(baru dan sudah ada) khusus untuk unit rumah vertikal bertingkat rendah
Pembangunan rumah Tipe properti ini adalah pembangunan rumah di atas sebidang tanah yang
baru atau sudah dimiliki oleh calon penerima manfaat atau membongkar sebuah
perbaikan/rekonstruksi rumah yang ada/tua untuk melakukan pembangunan rumah baru.
rumah secara mandiri Pembangunan rumah tersebut akan memiliki PBG dan sesuai dengan
peraturan perencanaan dan pembangunan setempat dan harus memiliki
akses ke fasilitas pelayanan dasar.
139
memiliki hak kepemilikan atas tanah yang ditunjukan dengan
sertifikat tanah, atau memiliki hak penggunaan lahan dengan bukti
yang sah dari kepala desa, atau telah menduduki sebidang tanah
yang merupakan bagian dari lahan yang dimiliki oleh keluarga
dikuatkan dengan bukti tertulis.
Berdasarkan uraian di atas jelas bahwa rumah tangga penerima
manfaat BP2BT dan BSPS harus memiliki lahan sendiri atau memiliki
hak penggunaan lahan yang dibuktikan dengan sertifikat tanah atau
dokumen yang sah. Wawancara di lapangan dengan pengembang
perumahan mengindikasikan bahwa pengembang membeli tanah untuk
pembangunan rumah yang didukung oleh program FLPP (setara
dengan BP2BT tetapi berbeda skema dukungan pendanaan)
berdasarkan skema jual beli secara suka rela (tanpa paksanaan).
Program BP2BT dan BSPS tidak melibatkan pembebasan lahan yang
berada dalam skema eminent domain atau hak pemerintah atau agen
yang ditugaskan pemerintah untuk mengambil alih aset/properti milik
pribadi untuk kepentingan umum, dengan pembayaran kompensasi.
Program ini tidak membiayai kegiatan apapun yang berada di atas lahan
sengketa yang belum terselesaikan dan tidak ada kegiatan yang
melibatkan penggusuran penghuni liar.
2. Kerangka Kerja Kebijakan Pemukiman Kembali (RPF) Kegiatan
Komponen 3: Dukungan Teknis untuk Reformasi Kebijakan
Perumahan dari Program Perumahan Terjangkau Nasional
Pada kegiatan ini akan membiayai program bantuan teknis untuk
mendukung reformasi kebijakan, tata kelola dan peningkatan kapasitas
di sektor perumahan. Kerangka kerja ini akan diaplikasikan terutama untuk
kegiatan kemitraan antara pemerintah dengan badan usaha (KPBU) untuk perumahan
terjangkau dimana turunan dari kegiatan ini (kegiatan hilir) dapat berupa usulan
pembangunan perumahan terjangkau dengan potensi dampak yang tidak terlalu besar
terhadap lingkungan dan sosial (kategori B). Terkait kebijakan pemukiman
kembali kegiatan Komponen 3 dijelaskan pada tabel berikut ini.
140
Tabel 5.19
Kerangka Kebijakan Pemukiman Kembali Kegiatan Komponen 3
142
dan Masyarakat Adat yang saling memahami mengenai persyaratan
yang dibutuhkan oleh masing-masing pihak.
Untuk BSPS, pemerintah daerah akan membuat usulan daftar
penerima bantuan program yang akan disampaikan kepada PIU
melalui BP2P dan Tim Verifikasi untuk persetujuan yang akan
mencakup masyarakat adat atau kelompok yang berpotensi memenuhi
syarat untuk menerima bantuan program.
Setelah daftar Masyarakat Adat atau kelompok yang memenuhi
persyaratan yang disetujui oleh BP2P, Tim Verifikasi, pemerintah
daerah dengan bantuan dari fasilitator masyarakat akan terlibat dalam
dialog dengan Masyarakat Adat secara terpisah atau dalam kelompok
yang menerima bantuan, untuk memperoleh aspirasi dan kebutuhan
Masyarakat Adat yang bisa diakomodir sejauh mungkin dalam desain
teknis dari perbaikan rumah/rumah baru, lokasi perumahan, serta
penggunaan bahan material dan proses konstruksi. Konsultasi seperti
ini sangat penting untuk mengakomodasi budaya setempat, serta nilai-
nilai dan praktek Masyarakat Adat di daerah/wilayah tertentu. Proposal
dari kelompok akan mendokumentasikan perjanjian atau rencana yang
telah disepakati oleh seluruh anggota yang telah mencakup aspirasi
dan kebutuhan anggota Masyarakat Adat. Fasilitator akan memantau
pelaksanaan dari proposal yang telah disetujui dan melaporkan
kepada Tim Verfikasi di tingkat kabupaten/kota.
PIU telah mengembangkan atau menggunakan penanganan
pengaduan sistem yang ada yang memungkinkan masyarakat dan
komunitas adat untuk mengajukan keluhan, mengangkat isu-isu
dan/atau menyampaikan aspirasi mereka di hilir kegiatan/investasi
melalui saluran pengaduan online NAHP. Sistem telah dikembangkan
untuk menerima keluhan/pengaduan melalui nomor whatsApp
pengaduan NAHP: 0813 5000 5238; pengaduan online National
Affordable Housing Program (NAHP); alamat email pengaduan NAHP:
pengaduan.nahp@nahp.co.id; portal satu pintu Kementerian
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat di website
http://pu.go.id/saran/input-saran; atau sumber lain, yaitu: e-bsps,
laporan konsultan, hasil audit atau hasil kunjungan.
143
Ruang lingkup kerja dan keluaran konsultan dalam kegiatan Dukungan
Teknis Komponen 3 yaitu Pengembangan Kebijakan Perumahan
Rakyat dan Penguatan Peran Perum Perumnas (Affordable Supply -
Side Housing Provisioning Study terdiri dari:
a. Mengidentifikasi jika salah satu studi/kegiatan atau output dari
studi/kegiatan diantisipasi berkaitan dengan masyarakat adat;
b. Jika ada, mengkaji potensi dampak masyarakat adat untuk
setiap alternatif kebijakan/strategi dan peraturan;
c. Identifikasi pendekatan untuk melibatkan komunikasi dan
konsultasi dengan AMAN (Aliansi Masyarakat Adat Nusantara),
universitas, pemerintah daerah yang diseleksi, dan Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM) lainnya dan ahli yang memiliki
kepentingan dan pengalaman dalam menangani permasalahan
masyarakat adat;
d. Menyediakan pedoman atau Kerangka Acuan untuk mengatasi
potensi permasalahan masyarakat adat yang diidentifikasi,
penyusunan Kajian Sosial dan Rencana untuk mengatasi
potensi dampak terhadap masyarakat adat sebagai bagian dari
keluaran studi/kegiatan pada fase hilir di masa yang akan
datang yang berdampak terhadap masyarakat adat, sesuai
prinsip, prosedur dan persyaratan masyarakat adat
sebagaimana ditentukan dalam IPPF;
e. Dalam hal pelaksanaan keluaran studi Komponen
Pengembangan Kebijakan Perumahan Rakyat dan Penguatan
Peran Perum Perumnas (Affordable Supply - Side Housing
Provisioning Study yang nantinya berpotensi melibatkan atau
berdampak terhadap masyarakat adat terkait pembebasan
lahan, PIU harus menyusun KAK/TOR untuk studi yang
mengacu kepada RPF yang merupakan bagian dari ESMF.
PIU harus memberikan cakupan ruang lingkup dan keluaran
Konsultan/Kegiatan Penyelenggara sebagai berikut:
a. Mengidentifikasi peran peserta (Perumnas, pemerintah
daerah) dalam mengelola masyarakat adat untuk kegiatan di
fase hilir yang melibatkan investasi fisik;
b. Menyiapkan materi/modul untuk pelatihan/lokakarya mengenai
masyarakat adat berdasarkan prinsip, prosedur, persyaratan
dan pengaturan kelembagaan dalam pengelolaan masyarakat
144
adat sebagaimana ditentukan dalam IPPF yang dapat dilihat
dalam ESMF;
c. Menyiapkan KAK untuk narasumber yang akan
mempersiapkan dan menyampaikan materi pelatihan/
lokakarya yang memastikan bahwa subjek/tema dan ruang
lingkup masing-masing subjek/tema mencerminkan materi/
modul sebagaimana disebutkan pada huruf b di atas;
d. Menyampaikan materi pelatihan/lokakarya dengan waktu yang
cukup.
C. Persyaratan Kerangka Kerja Pelibatan Masyarakat Adat
(Indigenous People) dan Kelompok Rentan
1. Persyaratan Umum
a. Prinsip
Menghindari dan meminimalkan potensi dampak negatif
dari program terhadap Masyarakat Adat, dan jika potensi
dampak tidak dapat dihindari, mengembangkan dan
menerapkan langkah-langkah mitigasi berdasarkan pada
prinsip konsultasi bebas, konsultasi yang dilakukan
sebelum pelaksanaan program, dan konsultasi yang
mengandung informasi untuk mendapatkan dukungan luas
dari masyarakat adat sebelum kegiatan program dilakukan
di lokasi (FPIC/free prior informed consent).
Meminimalkan dampak negatif dan memaksimalkan
manfaat program untuk masyarakat adat, berdasarkan
pada konsultasi bebas, konsultasi yang dilakukan sebelum
pelaksanaan program, dan konsultasi yang mengandung
informasi yang mengarah untuk mendapatkan dukungan
luas dari masyarakat adat untuk memastikan bahwa
desain dan pelaksanaan program menampung aspirasi
dan kebutuhan mereka.
Pemrakarsa kegiatan hilir/investasi akan mengidentifikasi
melalui proses kajian sosial dan lingkungan semua
komunitas Masyarakat Adat yang mungkin terpengaruh
oleh proyek dalam wilayah sub-proyek pengaruh, serta
sifat dan tingkat yang diharapkan sosial, budaya (termasuk
warisan budaya), dan dampak lingkungan pada mereka,
dan menghindari dampak merugikan bila memungkinkan.
145
Ketika penghindaran tidak dapat dilakukan, Program akan
meminimalkan, mengurangi atau mengkompensasi
dampak ini dengan cara yang sesuai dengan budaya.
Tindakan yang diusulkan pemrakarsa akan dikembangkan
dengan partisipasi informasi dari masyarakat adat yang
terkena dampak dan terkandung dalam rencana terikat
waktu, seperti Rencana masyarakat adat (Indigenous
Peoples Plan), atau rencana pengembangan masyarakat
yang lebih luas.
b. Pengungkapan informasi, konsultasi dan informasi secara
partisipatif.
Pendukung kegiatan hilir/investasi akan membangun
hubungan yang berkelanjutan dengan Masyarakat Adat
yang terkena dampak sejak awal, mulai dari perencanaan
proyek dan sepanjang keberlangsungan subproyek. Di
sub-proyek di mana masyarakat adat ada dan
terpengaruh, proses konsultasi akan memastikan adanya
persetujuan dengan informasi awal tanpa paksaan (free
prior informed concern/FPIC) sehingga mendapatkan
dukungan masyarakat luas untuk proyek yang diusulkan,
dan menerima informasi secara partisipatif dari mereka
pada hal-hal yang mempengaruhi mereka secara
langsung, seperti mitigasi yang diusulkan, langkah-
langkah yang dapat dilakukan, pembagian manfaat
pembangunan dan peluang, dan isu-isu implementasi.
Proses keterlibatan masyarakat harus sesuai dengan
budaya dan sepadan dengan risiko dan dampak potensial
terhadap masyarakat adat. Secara khusus, proses akan
mencakup langkah- langkah berikut.
1) Melibatkan badan perwakilan masyarakat adat
(misalnya, penasihat, dewan tetua atau dewan desa,
atau diantaranya)
2) Termasuk juga perempuan dan laki-laki dan dari
berbagai kelompok umur dengan cara yang sesuai
dengan budayanya
3) Memberikan waktu yang cukup bagi Masyarakat Adat
untuk melakukan proses pengambilan keputusan
kolektif.
146
4) Memfasilitasi Masyarakat Adat yang dinyatakan lewat
ekspresi dan sudut pandang mereka, kekhawatiran,
dan proposal dalam bahasa pilihan mereka, tanpa
adanya campur tangan dari pihak eksternal,
gangguan, atau paksaan, serta tanpa intimidasi
5) Memastikan bahwa mekanisme pengaduan/keluhan
yang ditetapkan untuk proyek tersebut, adalah sesuai
dengan budaya dan dapat diakses oleh masyarakat
adat.
2. Penapisan dan Identifikasi Keberadaan Masyarakat Adat
Pemrakarsa untuk kegiatan hilir/pemberi investasi melakukan
kagiatan penapisan untuk mengidentifikasi keberadaan
Masyarakat Adat dengan mengacu pada berbagai sumber,
antara lain: distribusi Masyarakat Adat yang merupakan studi
Bank Dunia dan Kemensos tahun 2010; data sebaran
Masyarakat Adat dari Kemensos tahun 2019, data AMAN
(Aliansi Masyarakat Adat Nusantara), BRWA (Badan Registrasi
Wilayah Adat), data/informasi/regulasi dari pemerintah daerah
setempat dan dengan mencari alternatif penilaian teknis dari
para ahli sosial yang berkualitas tentang kelompok sosial dan
budaya di daerah sub-proyek. Pemrakarsa kegiatan proyek di
hilir/pemberi investasi juga berkonsultasi dengan Masyarakat
Adat yang bersangkutan dan pemerintah daerah. Konfirmasi
lebih lanjut dan verifikasi kehadiran Masyarakat Adat akan
dilakukan pada saat kegiatan hilir/investasi ditetapkan, dengan
cara mengunjungi daerah, mengumpulkan informasi dari desa,
kecamatan, pemerintah daerah, LSM dan akademisi yang telah
bekerja dengan atau memiliki kepentingan dalam
perlindungan/pemberdayaan Masyarakat Adat .
3. Kajian Sosial
Kehadiran masyarakat adat di lokasi kegiatan hilir/investasi
membutuhkan pemrakarsa untuk melakukan kajian sosial
dalam mengevaluasi potensi dampak positif maupun negatif
investasi pada masyarakat adat, dan memeriksa alternatif
proyek jika ada potensi dampak negative yang signifikan.
Sebuah kajian sosial diperlukan yang dengan kajian kerangka
hukum dan kelembagaan yang mendefinisikan konteks
keterlibatan masyarakat adat dalam kegiatan hilir/investasi.
147
Kajian akan menghasilkan informasi dasar yang diperlukan
pada karakteristik demografi, sosial, budaya, dan politik
masyarakat adat yang terkena dampak serta tanah dan wilayah
yang mereka miliki secara tradisional atau adat, digunakan atau
ditempati serta sumber daya alam dimana mereka bergantung
untuk hidup. Kajian sosial akan memanfaatkan alat
“Participatory Rural Appraisal” seperti pemetaan partisipatif,
tren historis, pernyataan lisan, dan lain-lain. Dengan
Persetujuan atas dasar informasi di awal tanpa paksaan
(PADIATAPA/FPIC) , untuk pemangku kepentingan dan
analisis serta budaya yang sesuai dengan analisis gender
sehingga sangat berarti dalam menentukan tahap-tahap
proyek selanjutnya. Metode-metode untuk pengumpulan data
harus mengikuti norma-norma budaya atau kepantasan yang
berlaku.
Potensi dampak, baik yang merugikan maupun yang positif dari
kegiatan hilir/investasi harus diidentifikasi sebelumnya dengan
konsultasi dengan Masyarakat Adat yang terkena dampak.
Dalam menilai dampak ini, masyarakat adat akan terlibat dalam
kegiatan Pemetaan Partisipatif melalui konsultasi terlebih
dahulu, diinformasikan secara terbuka untuk mengidentifikasi
kegiatan/investasi lokasi dan dampak potensial. Hasil kegiatan
tersebut akan disajikan dalam rapat terbuka dimana peserta
secara terbuka dapat mengekspresikan pendapatnya pro
ataupun kontra dari materi yang dikonsultasikan dan
menghasilkan konsensus tentang langkah-langkah mitigasi
yang mungkin yang harus diadopsi oleh pemrakarsa kegiatan
hilir/investasi. Analisis sensitivitas gender pada masyarakat
adat, kerentanan dan risiko yang ditimbulkan oleh kegiatan
hilir/investasi serta perbandingannya dengan kelompok lain
(masyarakat adat dan non-masyarakat adat) merupakan fokus
utama kajian. Hal ini memerlukan keterlibatan istri, perempuan
yang belum menikah dan anak-anak dalam mengidentifikasi
potensi risiko dan manfaat yang terkait dengan proyek. Di
beberapa komunitas adat, kelompok ini sering terpinggirkan
dan peran mereka terbatas pada pekerjaan rumah
tangga.Kajian ini pada akhirnya mengidentifikasi dan
merekomendasikan langkah-langkah yang diperlukan untuk
148
menghindari atau meminimalkan dampak negatif dan
meningkatkan atau memaksimalkan dampak positif. Jika tidak
dapat dihindari, kegiatan mitigasi atau alternatif harus dapat
dikembangkan secara bersama-sama dengan masyarakat
adat, melalui konsultasi terlebih dahulu, informasi secara
partisipatif, serta memastikan bahwa masyarakat adat
menerima manfaat sesuai dengan budaya di bawah
kegiatan/investasi.
berdasarkan kajian sosial untuk menyiapkan IPP (Indigenous
Peoples Plan). Tindakan yang diusulkan pemrakarsa akan
dikembangkan dengan berdasar pada FPIC (free prior informed
concern) atau persetujuan dengan informasi di awal tanpa
paksaaan bersama Masyarakat Adat yang terkena dampak
dan terkandung dalam rencana IPP yang terikat jangka waktu
tertentu, atau sebagai bagian dari rencana pengembangan
masyarakat yang lebih luas.
4. Persyaratan Khusus
Karena masyarakat adat mungkin sangat rentan dengan
keadaan yang sudah dijelaskan sebelumnya, persyaratan
penanganan berikut ini juga akan berlaku sesuai dengan
keadaan yang ada, selain persyaratan umum di atas. Jika salah
satu dari kejadian ini terjadi, pemrakarsa kegiatan hilir/investasi
akan menanganinya dengan menggunakan pihak eksternal
yang berkualitas dan berpengalaman yaitu ahli yang
berpengalaman untuk membantu dalam melakukan kajian
tersebut.
5. Dampak terhadap Penggunaan Tanah Adat
masyarakat adat sering terkait erat dengan tanah tradisional
atau tanah adat mereka serta sumber daya alam yang ada di
tanah tersebut. Sementara kepemilikan lahan ini mungkin tidak
sesuai secara hukum jika disesuaikan dengan hukum nasional,
kegiatan penggunaan lahan tersebut, termasuk penggunaan
musiman atau siklus, oleh masyarakat adat untuk mata
pencaharian mereka, atau tujuan budaya, upacara, atau
spiritual yang menentukan identitas dan komunitas mereka,
bisa sering dibuktikan dan didokumentasikan. Pendukung
kegiatan hilir/investasi akan mengikuti ketika tanah tradisional
atau adat berada di bawah akan dijelaskan sebagai berikut:
149
Jika pemrakarsa mengusulkan untuk menentukan kegiatan
hilir/investasi, atau secara komersial mengembangkan
sumber daya alam yang terletak di dalamnya, tanah tradisional
atau adat dalam penggunaan, dan dampak yang merugikan
pada mata pencaharian, atau aktifitas budaya, upacara, atau
spiritual yang mendefinisikan identitas dan komunitas
masyarakat adat, pemrakarsa akan menghormati penggunaan
mereka dengan mengambil langkah-langkah berikut:
1) Pemrakarsa akan mendokumentasikan upaya untuk
menghindari atau setidaknya meminimalkan ukuran lahan
yang diusulkan untuk kegiatan/investasi
2) Penggunaan lahan masyarakat adat akan
didokumentasikan oleh para ahli bekerja sama dengan
masyarakat yang terkena dampak dari masyarakat adat
tanpa merugikan setiap masyarakat adat jika berupaya
mengklaim lahan yang dimilikinya.
3) masyarakat yang terkena dampak dari masyarakat adat
akan diberitahu tentang hak-hak mereka terhadap tanah ini
di bawah hukum nasional, termasuk hukum nasional
mengakui hak-hak adat atau penggunaannya.
4) Pemrakarsa akan menawarkan masyarakat yang terkena
dampak dari kompensasi masyarakat adat dan melakukan
proses yang tersedia bagi mereka dengan dasar hukum
penuh atas tanah dalam kasus pembangunan komersial
tanah mereka di bawah hukum nasional, bersama-sama
dengan peluang pengembangan yang sesuai dengan
budaya; berbasis lahan kompensasi atau ganti rugi dalam
bentuk barang akan ditawarkan sebagai pengganti
kompensasi tunai jika memungkinkan.
5) Pemrakarsa akan masuk ke dalam negosiasi dengan
iktikad baik dengan masyarakat yang terkena dampak dari
masyarakat adat, dan mendokumentasikan partisipasi
informasi mereka dan hasil yang sukses dari negosiasi.
6. Relokasi Masyarakat Adat dari lahan tradisional atau adat.
Pemrakarsa akan mempertimbangkan kemungkinan alternatif
desain kegiatan hilir untuk menghindari relokasi masyarakat
adat dari lahan komunal mereka atau yang digunakan secara
adat/tradisional oleh mereka. Jika relokasi tersebut tidak dapat
150
dihindari, pemrakarsa tidak akan melanjutkan dengan
kegiatan/investasi kecuali masuk ke dalam negosiasi iktikad
baik dengan masyarakat yang terkena dampak dari masyarakat
adat, dan mendokumentasikan partisipasi informasi mereka
dan hasil yang sukses dari negosiasi. Relokasi tidak akan
dilakukan tanpa memperoleh dukungan penuh dari Masyarakat
Adat yang terkena dampak sebagai bagian dari proses FPIC.
Sebuah RAP akan disiapkan sesuai dengan persyaratan yang
ditentukan dalam RPF, dan akan kompatibel dengan preferensi
budaya masyarakat adat. Apabila layak, pemrakarsa harus
menyediakan strategi pemukiman kembali berbasis lahan
untuk masyarakat adat direlokasi. masyarakat adat yang
direlokasi harus dapat kembali ke tanah tradisional atau adat
mereka, jika alasan untuk relokasi sudah tidak ada.
7. Warisan Budaya
Dimana pemrakarsa kegiatan hilir/investasi TA mengusulkan
untuk menggunakan sumber daya budaya, pengetahuan,
inovasi, atau praktik masyarakat adat untuk tujuan komersial,
pemrakarsa akan menginformasikan masyarakat adat
mengenai:
1) hak-hak mereka di bawah hukum nasional;
2) ruang lingkup dan sifat pembangunan komersial yang
diajukan; dan
3) potensi konsekuensi dari pembangunan tersebut..
Pemrakarsa tidak akan melanjutkan dengan komersialisasi
tersebut kecuali:
a) masuk ke dalam negosiasi iktikad baik dengan
Masyarakat Adat yang terkena;
b) mendokumentasikan partisipasi mereka dan hasil
yang sukses dari negosiasi; dan
c) menyediakan pembagian yang adil dan merata atas
keuntungan dari komersialisasi pengetahuan, inovasi,
atau praktik tersebut, konsisten dengan kebiasaan dan
tradisi mereka.
8. Review, persetujuan dan penerapan Rencana Masyarakat
Adat
Berdasarkan kajian yang dilakukan oleh PIU pemrakarsa akan
diberitahu tentang kebutuhan untuk menyiapkan rencana
151
masyarakat adat tersendiri atau menggabungkan kebutuhan
dan aspirasi Masyarakat Adat ke dalam desain
kegiatan/investasi hilir itu sendiri. Lampiran 4 tentang Usulan
Kerangka Rencana Pengelolaan Masyarakat Adat (IPP)
terdapat pada Lampiran 4.
Proses persetujuan dari Rencana Pengelolaan masyarakat
adat akan tergantung pada pemrakarsa dan sumber
pembiayaan dari kegiatan/investasi hilir, yang pada tahap ini
tidak dapat ditentukan.
Tabel 5.20
Kriteria untuk Menentukan Kegiatan Instrumen untuk IPP
152
http://nahp.pu.go.id/saran/input-saran; atau sumber lain, yaitu:
e-bsps, laporan konsultan, hasil audit atau hasil kunjungan. PIU
akan memastikan bahwa Masyarakat Adat akan terinformasi
dengan baik mengenai saluran-saluran pengaduan yang
tersedia dan memastikan bahwa mereka dapat mengakses
saluran-saluran tersebut.
Terkait pengelolaan pengaduan PIU, melalui Asisten Bidang
Perencanaan dan Umum merupakan stakeholder yang
memastikan penanganan pengaduan telah ditangani oleh
konsultan secara memadai dan sesuai SOP Penanganan
Pengaduan NAHP. Selain itu pengakuan atas keberadaan
masyarakat adat juga telah diakomodir dalam tata cara
penyelesaian pengaduan yaitu dengan mengutamakan tata
cara penyelesaian yang menyesuaikan dengan budaya
setempat melalui kolaborasi dengan pemerintah desa, tokoh
masyarakat, atau masyarakat setempat.
Tabel 5.21
Daftar Negatif
Tabel 5.22
Identifikasi Pemangku Kepentingan
154
KAPASITAS DALAM HAL
NO LEMBAGA FUNGSI DAN PERAN SOSIAL DAN
LINGKUNGAN
d. Memfasilitasi proses pelaksanaan dan pemerintah Indonesia
menjadi media penengah jika ada untuk aspek lingkungan
konflik antar masyarakat penerima dan sosial serta
manfaat proyek (misal: dengan toko pengenalan terhadap
penyalur bahan bangunan) Kebijakan Pengamanan
Bank Dunia.
c. Perlu mendapatkan
pelatihan praktik terbaik
untuk melaksanakan
pengelolaan lingkungan
dan sosial.
3 Bank Pemberi Pinjaman a. Memberikan pinjaman dana kepada a. Belum memahami
dan Bank/Pos Penyalur penerima manfaat BP2BT peraturan Kebijakan
b. Menyepakati perjanjian bersama Operasional Bank Dunia
dengan Kemen PUPR terkait dan Peraturan lingkungan
pemberian pinjaman dan penyaluran hidup dan sosial
bantuan Pemerintah Indonesia
b. Melakukan verifikasi dan memberi b. Perlu diberikan sosialisasi
persetujuan diterimanya usulan program serta persyaratan
pembiayaan dari masyarakat lingkungan dan sosial baik
Bank Dunia dan Indonesia
4 Pemerintah Daerah a. Membantu pelaksanaan program a. Belum memahami
Kabupaten/Kota dan BSPS dalam hal mengidentifikasi peraturan Kebijakan
Provinsi calon penerima bantuan di setiap Operasional Bank Dunia
wilayah kabupaten/kota dan Peraturan lingkungan
b. Melakukan koordinasi dengan hidup dan sosial
pemerintah kecamatan/desa/ Pemerintah Indonesia
kelurahan untuk pelaksanaan program b. Perlu peningkatan
BSPS Pemerintah Provinsi kapasitas terkait aspek
mendukung pelaksanaan Komponen lingkungan dan sosial
3- Bantuan Teknis (melalui publikasi brosur,
dll).
5 Pemerintah Kecamatan a. Mendampingi Fasilitator lapangan a. Belum memahami
dan Desa/Kelurahan dalam melakukan sosialisasi program peraturan Kebijakan
bantuan pembiayaan perumahan Operasional Bank Dunia
kepada masyarakat dan Peraturan lingkungan
b. Membantu memberi dukungan untuk hidup dan sosial
keberhasilan program (terkait Pemerintah Indonesia
pengumpulan data calon penerima b. Perlu peningkatan
bantuan) kapasitas terkait aspek
lingkungan dan sosial
(melalui publikasi brosur,
dll).
6 Pemasok Bahan a. Menyediakan bahan bangunan sesuai a. Belum memahami
Bangunan yang diminta dan yang disarankan peraturan Kebijakan
oleh ESMF kepada Kelompok Operasional Bank Dunia
Penerima Bantuan (KPB) dan Peraturan lingkungan
b. Memastikan bahan bangunan yang hidup dan sosial
ramah lingkungan (tidak mengandung Pemerintah Indonesia
asbes dan kayu yang berdokumen) b. Perlu peningkatan
kapasitas terkait aspek
lingkungan dan sosial
(melalui publikasi brosur,
dll).
7 Penerima Bantuan Mengajukan permohonan bantuan BP2BT a. Belum memahami
Program ke Bank dan memenuhi persyaratan yang peraturan Kebijakan
BP2BT diminta oleh Bank Operasional Bank Dunia
dan Peraturan lingkungan
hidup dan sosial
Pemerintah Indonesia
b. Perlu peningkatan
kapasitas terkait aspek
lingkungan dan sosial
(melalui publikasi brosur,
dll).
c. Perlu mendapatkan
pelatihan praktik terbaik
155
KAPASITAS DALAM HAL
NO LEMBAGA FUNGSI DAN PERAN SOSIAL DAN
LINGKUNGAN
untuk melaksanakan
pengelolaan lingkungan
dan sosial.
8 Kelompok Penerima Mendukung pelaksanaan program Perlu peningkatan kapasitas
Bantuan BSPS bantuan teknis sub komponen terkait aspek lingkungan dan
peningkatan kapasitas bagi pemerintah sosial (melalui publikasi brosur,
daerah dalam bidang perumahan dll).
156
serangkaian pelatihan reguler yang direncanakan oleh Kementerian
PUPR. Peserta pelatihan akan diberikan materi teknis sebagaimana
ditentukan oleh ESMF ini, yaitu prosedur untuk melakukan
pengelolaan lingkungan dan sosial melalui kegiatan
penapisan/seleksi penerima bantuan serta acuan kerangka yang
perlu diperhatikan dalam konteks pengelolaan lahan/aset negara.
Pelatihan teknis akan mengikuti program pelatihan yang
direncanakan Kementerian PUPR secara reguler.
3. Pelatihan Ad Hoc
Pelatihan yang dapat dilaksanakan sewaktu-waktu berdasarkan
kebutuhan di lapangan yang mendukung pelaksanaan kegiatan
komponen 1: BP2BT atau Komponen2: BSPS.
Terkait rencana program pelatihan dalam Program NAHP dapat dilihat di
Lampiran 5 (Lampiran Rencana Pelatihan dan Lokakarya).
Lokakarya Program NAHP akan dilakukan untuk menyebarluaskan dan
mensosialisasikan program kepada pemangku kepentingan yang lebih
luas. Lokakarya ini akan dibagi menjadi dua jenis:
1. Lokakarya Umum.
Lokakarya umum akan diselenggarakan bagi para pemangku
kepentingan yang lebih luas yang terdiri dari peserta dari tingkat
nasional hingga ke masyarakat, media, peneliti, forum masyarakat,
dll. Informasi dasar tentang kerangka kerja pengelolaan lingkungan
dan sosial dalam kaitannya dengan Kebijakan Pengamanan Bank
Dunia dalam ESMF akan menjadi bagian dari materi lokakarya.
2. Lokakarya Tematik.
Lokakarya Tematik akan dilaksanakan berdasarkan penilaian
kebutuhan. Lokakarya tematik untuk tiap komponen NAHP dapat
dilakukan mulai dari tingkat nasional sampai tingkat masyarakat jika
diperlukan untuk menyelenggarakan lokakarya, misalnya
membicarakan kendala umum yang dihadapi satker di tingkat daerah
dalam implementasi komponen NAHP dan usulan solusi yang dapat
dilakukan. Lokakarya tematik dilakukan untuk memastikan bahwa
pelaksanaan proyek akan sesuai dengan kebijakan/rencana
pengelolaan lingkungan dan sosial.
Terkait rencana lokakarya dalam Program NAHP dapat dilihat di Lampiran
5 tentang Rencana Pelatihan dan Lokakarya
157
Dalam setiap kegiatan pelatihan atau lokakarya Program NAHP
diharapkan kelompok sasaran dan target peserta memenuhi target seperti
dalam tabel di bawah ini:
Tabel 5.23
Kelompok Sasaran Pelatihan dan Lokakarya (Sosialisasi) Program NAHP
JENIS PELATIHAN DAN LOKAKARYA
NO KELOMPOK SASARAN PELATIHAN PELATIHAN LOKAKARYA LOKAKARYA
DASAR TEKNIS/TEMATIK UMUM TEMATIK
A TINGKAT NASIONAL
1 PMC NAHP
√ √ √ √
KEMENTERIAN PUPR
2 PIU DAN ANGGOTA PU √ √
3 TIM KONSULTAN √ √
4 BANK YANG TERLIBAT
√ √
PROYEK NAHP
5 STAF KEMENTERIAN
√
DALAM NEGERI
6 STAF KEMENTERIAN
√
KEUANGAN
B TINGKAT PROVINSI
1 STAF YANG TERLIBAT
DALAM KOMPONEN 3 √ √ √
TERKAIT
C TINGKAT KABUPATEN/KOTA
1 SATKER √ √
2 PPK √ √ √ √
3 KOORDINATOR DAN TIM
√ √ √
FASILITATOR LAPANGAN
4 STAF PELAYANAN PBG √ √
D TINGKAT MASYARAKAT
1 MASYARAKAT
BERPENGHASILAN
√
RENDAH YANG
DITARGETKAN
2 KELOMPOK PENERIMA
√ √ √
BANTUAN
3 PEMERINTAH TINGKAT
√
KECAMATAN DAN DESA
4 TOKO PEMASOK BAHAN
√ √
BANGUNAN
5 MASYARAKAT ADAT √ √
158
a. Memberi ruang bagi pihak yang terkait berperan dalam pembuatan
keputusan untuk membuat masing-masing pihak memiliki kontrol dan kendali
atas proyek sesuai dengan perannya;
b. Berbagi informasi dan membangun pengertian/pemahaman yang sama atas
kemajuan dari proyek;
c. Membangun legitimasi dan dukungan untuk pengambilan keputusan;
d. Membangun kerjasama yang konstruktif berdasarkan kolaborasi antar para
pemangku kepentingan;
e. Membangun konsensus dan membangun dukungan bersama untuk proyek;
f. Meminimalkan konflik;
g. Meningkatkan peluang mendapatkan alasan terbaik dari tenaga ahli yang
kompeten dari masing-masing
h. pemangku kepentingan untuk menunjang desain dan kajian proyek; dan
i. Memperbaiki keputusan akhir suatu proses dan menambah peluang
keberlanjutan program.
2. Fungsi dari Rencana Pelibatan Para Pihak adalah:
a. Menjelaskan kebutuhan dan persyaratan masing-masing pihak (terutama
Bank Dunia dan PUPR) untuk merancang dan melaksanakan konsultasi
publik dan penyebaran informasi (information disclosure);
b. Mengidentifikasi kelompok para pihak yang penting;
c. Membuat strategi dan tata waktu untuk penyebaran informasi dan konsultasi
kepada semua kelompok yang terlibat dalam proyek;
d. Menjelaskan sumberdaya dan tanggung jawab masing-masing pihak dalam
setiap tahapan proyek, sesuai dengan kesepakatan; dan
e. Menjelaskan bagaimana rencana pelibatan para pihak ini terintegrasi dalam
pelaksanaan kegiatan serta dalam sistem kerja Kementerian PUPR dan Bank
Dunia.
3. Pelibatan Para Pihak perlu mempertimbangkan hal-hal berikut:
a. Untuk menyamakan persepsi diantara pelaksana program dalam hal desain
proyek, potensi risiko aspek lingkungan dan sosial.
b. Pemahaman tentang Kebijakan dan Peraturan Terkait serta konsensus
pencapaiannya/penaatannya. Dalam hal ini perlu untuk dibuat daftar
kebutuhan kebijakan Bank Dunia dan Pemerintah Indonesia terkait dengan
pelibatan para pihak, konsultasi publik, dan penyebaran informasi terkait
proyek.
c. Menggunakan kegiatan yang telah ada dan tidak mengadakan kegiatan baru
khusus untuk pelibatan para pihak. Meskipun kegiatan ini akan menggunakan
kegiatan yang ada, namun perlu disiapkan bahan-bahan terkait aspek
159
lingkungan dan sosial yang akan diintegrasikan dan disampaikan kepada
para pihak, antara lain:
1) jenis informasi terkait aspek lingkungan dan sosial serta bagaimana
menyebarkan informasinya (melalui brosur, poster, dsb.);
2) dokumentasi dari proses pelibatan para pihak dari proses awal hingga
akhir;
3) individu atau bagian dari organisasi yang berperan dalam
menyampaikan informasi terkait aspek lingkungan dan sosial;
4) isu kunci lingkungan dan sosial yang perlu diisampaikan;
5) rencana aksi untuk tindak lanjut; dan
6) proses pemantauan dan evaluasi kegiatan pelibatan yang telah lalu dan
bagaimana hasilnya disampaikan kembali ke para pihak.
d. Stakeholder.
Daftar pemangku kepentingan yang akan menerima informasi tentang proyek
dan harus berkonsultasi pada isu-isu yang berkaitan dengan proses dan hasil
proyek. Stakeholder dipetakan berdasarkan 'kepentingan' mereka, ‘peran’
dan 'kekuatan' untuk program NAHP.
e. Metode Konsultasi.
Dalam kegiatan yang telah ada, perlu dipikirkan metode pelibatan yang
sesuai yang meliputi beberapa pilihan antara lain: wawancara dengan para
pihak, survei dan kuesioner, rapat dengar pendapat, seminar, dan diskusi
terfokus dengan pihak pemangku kepentingan.
f. Tata Waktu.
Kegiatan pelibatan para pihak perlu dijadwalkan dan diurutkan berdasarkan
waktu dan menjadi bagian dari sistem pengelolaan program NAHP melalui
kegiatan yang sedang berjalan di setiap instansi terkait.
g. Sumber Daya dan Tanggung Jawab.
Menjelaskan tentang siapa yang akan mengerjakan sesuatu tugas dan
tanggung jawab seperti apa yang diharapkan. Sumber daya juga meliputi
biaya yang dibutuhkan, perangkat untuk membantu pelaksanaan tugas dan
tanggung jawab.
h. Mekanisme Penanganan Keluhan.
Menjelaskan mekanisme keluhan yang mungkin disampaikan oleh salah satu
anggota pemangku kepentingan atau oleh pihak yang terkena dampak
kegiatan. Keluhan yang disampaikan harus jelas diterima oleh siapa,
bagaimana proses penanganan, pencatatan dan memastikan bahwa keluhan
telah diselesaikan dan diterima oleh pihak yang menyampaikan keluhan.
160
Terkait dengan mekanisme dan pengelolaan penanganan keluhan diatur
secara tersendiri di dalam SOP Penanganan Pengaduan NAHP.
i. Pelaporan dan Pemantauan.
Menjelaskan rencana melibatkan para pemangku kepentingan (termasuk
masyarakat terkena dampak) atau pihak ketiga yang memantau proyek
dalam pemantauan dan pelaksanaan mitigasi dari dampak yang akan timbul.
Terkait dengan mekanisme dan format pelaporan, frekuensi dan siapa pihak
yang harus menerima laporan pemantauan akan secara rinci dijelaskan pada
POM 1 NAHP dan POM 2 NAHP.
Tabel 5.24
Rencana Kerja ESMF
KOMPONEN PELAKSANA
NO JENIS KEGIATAN
KEGIATAN KEGIATAN
1 Komponen 1: Penapisan aspek-aspek lingkungan dan Kementerian PUPR
BP2BT sosial dan Konsultan
Sosialisasi ESMF ke para pemangku Kementerian PUPR
kepentingan program BP2BT: pelaksana dan Konsultan,
kegiatan, bank pemberi pinjaman, didukung Bank Dunia
pengembang sebagai calon mitra BP2BT,
dsb
Pembekalan Appraiser yang ditunjuk dan Bank Pemberi
memeriksa kelengkapan aspek lingkungan Pinjaman
dan sosial dalam persyaratan PBG
Melaksanakan pelatihan dan lokakarya Kementerian PUPR
mengenai ESMF untuk para pemangku
kepentingan yang terkait
Menyediakan dan mengelola Mekanisme Kementerian PUPR
Penanganan Keluhan
2 Komponen 2: Penapisan aspek-aspek lingkungan dan Kementerian PUPR
BSPS sosial dan Konsultan
Sosialisasi ESMF ke para pemangku Kementerian PUPR,
kepentingan program BSPS: pelaksana Konsultan dan Bank
kegiatan, calon penerima bantuan, dan toko Dunia
bangunan sebagai calon mitra BSPS.
Melaksanakan pelatihan dan lokakarya Kementerian PUPR
mengenai ESMF untuk para pemangku
kepentingan yang terkait
Menyesuaikan Form Panduan Lapangan Kementerian PUPR
untuk Fasilitator dengan memasukkan aspek
ESMF (pengelolaan dampak lingkungan dan
sosial)
Menyediakan dan mengelola mekanisme Kementerian PUPR
penanganan keluhan dan Pemerintah
Daerah
Memasukkan aspek pengeloaan dampak Kementerian PUPR,
lingkugan dan sosial dalam Dukungan Bank Dunia dan
kebijakan Rumah Swadaya Konsultan
161
KOMPONEN PELAKSANA
NO JENIS KEGIATAN
KEGIATAN KEGIATAN
3 Komponen 3: Penapisan aspek-aspek lingkungan dan Kementerian PUPR
Dukungan sosial untuk kegiatan/investasi hilir dan Konsultan
Teknis
(Technical
Assistance)
Integrasi ESMF dalam HREIS Kementerian PUPR
Memasukkan aspek pengelolaan dampak Kementerian PUPR
lingkungan dan sosial dalam TOR untuk TA,
berkaitan dengan kegiatan/investasi hilir.
Tabel 5.25
Rencana Pemantauan
162
klausul perjanjian kerjasama proyek NAHP antara Bank Dunia dan Pemerintah Indonesia,
kaidah serta prinsip-prinsip yang berlaku sebagai dasar dalam pengelolaan keuangan,
pengadaan, pelaporan, serta monitoring dan evaluasi dengan maksud meminimalisir risiko-
risiko penyalahgunaan atau penyimpangan selama pelaksanaan NAHP.
Beberapa prinsip umum yang dimaksud diatas dapat dikelompokkan ke dalam 4 (empat)
area yang mencakup:
1. Keterbukaan informasi;
2. Pencegahan resiko kolusi, Fraud dan nepotisme;
3. Peran serta stakeholder eksternal; dan
4. Sanksi dan tindak perbaikan.
Keempat prinsip umum tersebut akan dijadikan acuan dalam pelaksanaan pengelolaan
pengaduan program NAHP yaitu; kegiatan Komponen 1: Bantuan BP2BT dan kegiatan
komponen 2: BSPS.
5.4.1. Tujuan
Sistem Pengelolaan Pengaduan Masyarakat dalam Program NAHP ini diharapkan
dapat menjadi panduan bagi PIU dan unit terkait dalam PIU serta jajaran konsultan
NAHP dalam melakukan penanganan pengaduan yang dapat berupa permintaan
informasi terkait pelaksanaan program, pengaduan tentang pelaksanaan program,
usulan penanganan pengaduan, umpan balik dan laporan perkembangan
penanganan.
163
Tahapan lebih lanjut dalam pengelolaan pengaduan adalah melakukan
pemilahan pengaduan berdasarkan komponen kegiatan, yaitu:
a. Komponen 1: Bantuan Penyediaan Perumahan Berbasis Tabungan
(BP2BT); atau
b. Komponen 2: Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS)
Terkait mekanisme pengelolaan pengaduan NAHP dalam bentuk diagram alir
akan dijelaskan dalam Lampiran 6.
2. Penggolongan Pengaduan
PIU NAHP sebagai unit yang bertanggung jawab terhadap Pengelolaan
Pengaduan NAHP akan didukung oleh konsultan Advisory NAHP untuk
menerima, mencatat setiap materi pengaduan, melakukan telaah dan
menggolongkan pengaduan menjadi dua kategori:
a. Pengaduan Umum
b. Pengaduan Khusus
Penggolongan pengaduan dimaksudkan agar memudahkan dalam
pengelolaan maupun dalam tindak turun tangannya. Terkait dengan tindak
turun tangan pengaduan NAHP dalam bentuk diagram alir akan dijelaskan
pada lampiran 6.
164
Gambar 5.2
PENGADUAN
MASYARAKAT
KLARIFIKASI
TIDAK
TANGGAPAN KLARIFIKASI
YA
YA/TIDA YA/TIDA
TIDAK
YA/TIDA
K
Y
A
TIDAK
SELESAI - DESIMINASI
165
dibaca yang disajikan dalam berbagai kemasan dan format sesuai dengan
perkembangan teknologi informasi dan komunikasi secara elektronik
ataupun non-elektronik.
b. Kritik adalah proses analisis dan evaluasi terhadap sesuatu dengan tujuan
untuk meningkatkan pemahaman, memperluas apresiasi, atau membantu
memperbaiki pekerjaan.
c. Saran adalah sebuah hal yang berupa usulan, anjuran ataupun solusi
terhadap suatu hal baik itu bisa berupa permasalahan, situasi yang sedang
membutuhkan pendapat ataupun masukan dalam melakukan suatu hal.
d. Berita/laporan adalah suatu bentuk penyampaian berita, keterangan,
pemberitahuan ataupun pertanggungjawaban baik secara lisan maupun
secara tertulis.
2. Pengaduan Khusus
Pengaduan khusus adalah semua pengaduan yang tidak termasuk dalam
pengaduan umum namun terkait dengan implementasi program, yaitu:
a. Penyimpangan prosedur, adalah pengaduan implementasi di lapangan
yang ditengarai karena adanya penyimpangan ketentuan/prosedur
Progam NAHP yang berpotensi menimbulkan kerugian atau tidak
terselesaikannya pekerjaan.
Contoh:
• penyimpangan dana;
• pengkondisian pemenang supplier material;
• kualitas bahan bangunan tidak memenuhi standar; atau
• terjadi kekurangan volume pekerjaan namun dana sudah habis.
b. Pengaduan yang berkaitan dengan adanya kejadian yang mengarah pada
kondisi force majeure/kahar (suatu keadaan yang terjadi di luar
kemampuan manusia) dalam pelaksanaan program BP2BT maupun
BSPS.
Contoh:
• material yang terkirim terkena banjir.
• Kerusakan bangunan akibat adanya bencana alam, atau
• penerima bantuan meninggal dunia.
c. Pengaduan terkait aspek lingkungan dan sosial adalah pengaduan yang
berkaitan dengan adanya potensi keamanan, konflik sosial dan
terganggunya kesehatan dan keseimbangan lingkungan pada saat
pelaksanaan program.
Contoh:
166
• penggunaan material untuk atap atau langit-langit yang tidak
memenuhi standar kesehatan, seperti mengandung asbes;
• penggunaan bahan bangunan dari material alam yang diperoleh tanpa
mengindahkan keseimbangan lingkungan;
• konflik di masyarakat yang muncul karena tidak memperoleh akses
bantuan program;
• intervensi negatif dari pihak ketiga pada proses pelaksanaan program;
atau
• penyumbatan saluran air di sekitar lokasi pembangunan.
d. Pengaduan terkait dengan Gender adalah pengaduan yang disebabkan
adanya perlakuan perbedaan konstruksi sosial antara laki-laki dan
perempuan yang terjadi pada proses pelaksanaan kegiatan.
Contoh:
• tidak melibatkan perwakilan dari kaum perempuan dalam
pengambilan keputusan pada saat Forum Rembug Warga, atau
• kaum perempuan tidak dilibatkan dalam kegiatan rapat di desa.
Mekanisme dan tata cara tindak turun tangan pengaduan khusus secara rinci
akan dijelaskan pada bab III SOP Penanganan Pengaduan NAHP.
5.4.7. Pelaporan
Kompilasi tentang pengaduan yang muncul dan tindak lanjut penanganan, baik
yang telah ditangani maupun yang sedang dalam proses penanganan oleh tiap
jenjang.
Penjelasan tentang Mekanisme Pelaporan dan Penanganan Pengaduan lebih detail
ada di SOP Penanganan Pengaduan Sub bab 2.3. Time line Pengelolaan
Pengaduan NAHP (halaman 17-22)
2 Guidelines on Preventing and Combating Fraud and Corruption in Projects Financed by IBRD Loans and IDA Credits
and Grants. Dated October 15, 2006 and Revised in January 2011 and as of July 1, 2016
168
5.6 Keterbukaan informasi
Informasi pelaksanaan Program NAHP secara umum disampaikan melalui situs informasi
Kementerian PUPR (www.pu.go.id) 3. Informasi ini mencakup dokumen proyek seperti
petunjuk teknis, daftar kegiatan, lokasi, pelaksana kegiatan, dan alamat korespondensi.
Prinsip umum dalam keterbukaan informasi mengedepankan aksesibilitas informasi oleh
publik, ketepatan isi dan sasaran, pemutakhiran informasi serta dapat
dipertanggungjawabkan. Dalam struktur pelaksana kegiatan (PMC dan PIU), unit
komunikasi publik memiliki tugas utama dalam menyajikan informasi kegiatan NAHP
dengan tepat dan akurat.
Dari tiga komponen kegiatan yang dimiliki, Komponen 1 (BP2BT) dan Komponen 2
(BSPS) menggunakan sarana website yang dikelola oleh masing-masing pelaksana
kegiatan. Khusus untuk BSPS, penggunaan website tidak hanya terbatas pada informasi
kegiatan tetapi juga mencakup pelaporan oleh pelaksana lapangan dan pengawasan
oleh kementerian. Program BSPS telah memanfaatkan website sebagai portal informasi
sejak tahun 2015 hingga sekarang. Melalui mekanisme formal di Kementerian PUPR,
masyarakat umum dapat mengakses informasi lainnya yang tidak tercantum dalam
website BSPS dengan mengirimkan permintaan resmi kepada Pusat Data dan Informasi
(Pusdatin) di Kementerian PUPR. Permintaan informasi/data akan ditindak lanjuti oleh
Pusdatin kepada Pejabat Pengelola Informasi dan Data (PPID) di Direktorat terkait.
Selain dikelola oleh masing-masing direktorat, pengelolaan keterbukaan informasi publik
juga telah dilakukan oleh PIU melalui Media Sosial dan website NAHP, yang di dalamnya
menyajikan informasi tentang pelaksanaan kegiatan NAHP, informasi tentang pengaduan,
dan informasi atau berita yang terkait dengan best practices pelaksanaan kegiatan NAHP.
Dalam pelaksanaan pemantauan dan evaluasi terhadap hal tersebut Kepala PIU dibantu
oleh Asisten Bidang Keuangan dan Umum yang secara langsung berfungsi melakukan
pengawasan dengan dibantu oleh Tenaga Ahli MIS di konsultan Advisory.
Bagi kelompok tugas pengelolaan lainnya, seperti pengadaan, informasi rencana
pengadaan serta paket kegiatan NAHP yang dilelang akan terbuka dan dapat diakses oleh
publik melalui sistem pengadaan elektronik. Selain itu, pengumuman lelang juga dapat
menggunakan media cetak, papan pengumuman, atau media informasi lainnya. Selain
pengumuman lelang, jenis informasi lain terkait pengadaan telah diatur dalam bab
khusus pengadaan barang dan jasa. Begitu juga dengan pengelolaan keuangan dan
pengelolaan lingkungan dan sosial , informasi yang harus dapat diakses secara terbuka
oleh publik akan ditampilkan dalam satu situs informasi yang sama.
3 http://pu.go.id/saran/penjelasan
169
5.7 Pencegahan Risiko Kolusi, Fraud dan Nepotisme
170
permohonan bantuan kelayakan unit rumah. Untuk mengakomodasi peran aktif lainnya,
BP2BT dan BSPS akan memanfaatkan mekanisme pengaduan masyarakat yang
difungsikan untuk mengelola laporan, saran dan pengaduan oleh masyarakat secara
umum atas pelaksanaan NAHP. Selama tahun 2019-2020, laporan dan pengaduan yang
telah diproses dan di respon oleh NAHP tercatat sebanyak 568 laporan (100%) untuk
Program BSPS dan sudah dilakukan proses penyelesaian. Pengembangan dan
penguatan mekanisme pengaduan didukung oleh kegiatan dukungan teknis di bawah
masing-masing komponen tersebut. Penjelasan terperinci serta kerangka kerja dukungan
teknis tersebut disusun dan dilampirkan dalam Pedoman Umum BP2BT dan BSPS.
171
rumah-rumah yang akan dibantu; (ii) mengembangkan petunjuk teknis yang lebih
responsif untuk mengurangi kerentanan rumah-rumah yang akan diperbaiki terhadap
ancaman bencana hasil penilaian poin (i); (iii) meningkatkan kepedulian penerima
manfaat terhadap ancaman bencana dan langkah mitigasinya melalui
perbaikan/pembangunan rumah yang baik; (iv) meningkatkan kualitas pendampingan
dan fasilitasi untuk meningkatkan kapasitas SDM baik untuk TFL, pemerintah daerah,
dan pihak terkait mengenai kepedulian terhadap mitigasi bencana melalui rumah
swadaya; dan (v) melalui pelibatan aktif penerima bantuan dalam pelaksanaan
program. Upaya-upaya di atas guna mewujudkan rumah layak huni yang
memenuhi standar keamanan, luasan, dan kesehatan.
3. Diusahakan bahwa lokasi rumah yang dibantu tidak berada pada kawasan rawan
bencana.
4. Struktur bangunan dan kekuatan rumah harus disesuaikan dengan potensi bencana
yang sering terjadi di kawasan rumah berada, seperti banjir, gempa, atau tanah
bergeser.
173
kinerja program, untuk mengetahui tingkat pencapaian tujuan utama
NAHP secara keseluruhan.
2. Maksud dan Tujuan Pemantauan, Pengawasan dan Evaluasi
a. Maksud pemantauan, pengawasan dan evaluasi dalam program yaitu:
1) Membantu para pelaku program (masyarakat, aparat pemerintah,
konsultan, dll) mengetahui kemajuan dan perkembangan yang telah
dicapai oleh program;
2) Membantu para pelaku program untuk mengecek apakah suatu
kegiatan berhasil diselesaikan sesuai dengan rencana atau tidak;
3) Membantu pelaku program untuk mengambil tindakan perbaikan atas
masalah yang ditemukan di lapangan; dan
4) Mendokumentasikan berbagai pengalaman yang muncul di dalam
pelaksanaan program dan dapat mengambil pelajaran dari
pengalaman yang terjadi tersebut.
b. Tujuan pemantauan, pengawasan dan evaluasi dalam program adalah
yaitu:
1) Memastikan pemanfaatan dana BSPS dan BP2BT sesuai dengan
prinsip, mekanisme dan prosedur;
2) Memastikan agar hasil-hasil selama tahap perencanaan diperoleh
melalui proses dan mekanisme yang benar;
3) Agar hasil kegiatan yang dilaksanakan BSPS dan BP2BT membawa
manfaat langsung oleh penerima manfaat;
4) Memastikan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan rencana yang telah
ditentukan;
5) Menjaga agar kualitas dari setiap kegiatan yang dilaksanakan
memenuhi kriteria yang telah ditetapkan; dan
6) Memastikan setiap pelaku program dapat menjalankan tugas dan
tanggung jawabnya secara baik sesuai dengan fungsinya masing-
masing.
3. Prinsip-Prinsip Pemantauan, Pengawasan dan Evaluasi
Pelaksanaan pemantauan, pengawasan dan evaluasi perlu didasarkan pada
kondisi nyata, motivasi dan keinginan yang kuat dari para pihak yang terkait
dalam Program NAHP. Kegiatan ini harus dianggap sebagai parameter
penting dalam meningkatkan kinerja program.
Prinsip-prinsip dalam pelaksanaan pemantauan, pengawasan dan evaluasi
sebagai berikut:
a. Obyektif dan profesional
174
Pelaksanaan pemantauan, pengawasan dan evaluasi dilakukan secara
profesional berdasarkan analisis data yang lengkap dan akurat agar
menghasilkan penilaian secara obyektif dan masukan yang tepat terhadap
pelaksanaan kebijakan. Pelaku program wajib melaporkan informasi
seakurat mungkin. Informasi harus diuji silang dengan sumber lain untuk
menjamin keakurasiannya. Informasi yang akurat dan berdasarkan fakta
dari sumber terpercaya yang dapat membantu untuk memperbaiki
program.
b. Transparan
Pemantauan, pengawasan dan evaluasi harus dilakukan di suatu
lingkungan yang mendorong kebebasan berbicara yang bertanggung
jawab. Hasil pemantauan dan evaluasi harus diketahui oleh banyak orang
terutama pihak-pihak yang terlibat dalam proses ini.
c. Partisipatif
Semua pelaku program, terutama masyarakat, fasilitator dan konsultan
harus bebas untuk berpartisipasi dan melaporkan berbagai masalah yang
dihadapi serta memberikan kontribusinya untuk perbaikan program.
d. Akuntabel
Pelaksanaan pemantauan, pengawasan dan evaluasi harus dapat
dipertanggungjawabkan secara internal maupun eksternal.
e. Berorientasi Solusi
Pelaksanaan pemantauan, pengawasan dan evaluasi serta
pembahasanan hasil-hasilnya diorientasikan untuk menemukan solusi
atas masalah yang terjadi dan karena itu dapat dimanfaatkan sebagai
pijakan untuk peningkatan kinerja.
f. Terintegrasi
Kegiatan pemantauan, pengawasan dan evaluasi yang dilakukan baik oleh
PIU dan unit kerja PIU serta konsultan harus menjadi satu kesatuan yang
utuh dan saling melengkapi. Selain itu, kegiatan pemantauan,
pengawasan dan evaluasi oleh PIU dan unit kerja PIU serta konsultan juga
harus terintegrasi dengan kegiatan pemantauan dan pengawasan yang
dilakukan oleh masyarakat. PIU dan unit kerja PIU serta konsultan tidak
mungkin melakukan pengawasan dan pemantauan kegiatan di lapangan
setiap saat sehingga peran masyarakat untuk memantau dan mengawasi
program menjadi penting.
g. Berbasis indikator kinerja
175
Pelaksanaan pemantauan, pengawasan dan evaluasi dilakukan
berdasarkan kriteria atau indikator kinerja, baik indikator masukan, proses,
keluaran, manfaat maupun dampak program.
4. Dukungan untuk Melakukan Pemantauan, Pengawasan dan Evaluasi
a. Karena pemantauan, pengawasan dan evaluasi dibuat untuk melihat
perkembangan serta capaian program di lapangan, maka kegiatan di
lapangan harus sudah dirumuskan dalam bentuk perencanaan yang jelas
termasuk target capaian dan tujuannya. Dokumen-dokumen perencanaan
haruslah lengkap dan mudah diakses.
b. Sebelum pemantauan, pengawasan dan evaluasi dilakukan, terlebih
dahulu harus ada perencanaan yang jelas untuk keperluan apa
pemantauan, pengawasan dan evaluasi dilakukan, siapa yang harus
dilibatkan, obyek apa yang akan dipantau, indikator penilaian serta
manfaat apa yang ingin diperoleh dari kegiatan ini.
5. Indikator Kinerja Program
Sebelum melakukan pemantauan, pengawasan dan evaluasi terlebih dahulu
indikator keberhasilan yang ingin dicapai dalam program harus diketahui.
Indikator yang digunakan dalam program yaitu:
a. Indikator Input
Sebagai parameter yang digunakan dalam mengukur jumlah sumberdaya
(dana/anggaran, penerima manfaat, SDM, peralatan/sarana-prasarana,
material lainnya) yang digunakan untuk mencapai tujuan program dengan
mempergunakan Data input Sistem Informasi Manajemen (SIM) NAHP
yang diisi oleh konsultan dilapangan.
b. Indikator Proses
Sebagai parameter dalam menjelaskan perkembangan atau aktivitas yang
dilakukan atau sedang terjadi dalam pelaksanaan kegiatan yang dilakukan
melalui aplikasi BP2BT dan SIRUS.
c. Indikator Keluaran (Output)
Sebagai parameter dalam mengukur keluaran yang dihasilkan dari suatu
kegiatan, sejauhmana terlaksana sesuai rencana di dalam aplikasi BP2BT
dan SIRUS.
d. Indikator Hasil (Outcome)
Sebagai parameter yang digunakan dalam menggambarkan hasil nyata
dari keluaran suatu kegiatan dilapangan dan dipantau oleh konsultan.
e. Indikator Dampak (Impact)
Digunakan untuk mengetahui sejauh mana pencapaian tujuan umum dari
program yang dilakukan oleh Tim Independen/Tim Survei Kepuasan.
176
Penjabaran dari indikator-indikator tersebut di atas tertuang akan
dipersiapkan tersendiri.
6. Kegiatan Pemantauan, Pengawasan dan Evaluasi
a. Berdasarkan Subyeknya
Berdasarkan subyek pelaksana kegiatan pemantauan, pengawasan dan
evaluasi dalam program dapat digolongkan menjadi dua golongan yaitu
internal dan eksternal.
Pemantauan, pengawasan dan evaluasi internal didefinisikan sebagai
kegiatan yang dilakukan oleh para pelaku baik yang terlibat secara
langsung maupun tidak langsung dalam program, misalnya:
1) Masyarakat dan pelaku di desa;
2) Tim Verifikasi BSPS, Tenaga Fasilitator Lapangan, Konsultan
Kabupaten (Korkab/TPP Kabupaten), Konsultan Provinsi (KI
BSPS/TPP Provinsi) dan Konsultan Nasional;
3) Aparat kecamatan; dan
4) Provinsi dan Pusat.
Pemantauan, pengawasan dan evaluasi eksternal didefinisikan sebagai
kegiatan yang dilakukan secara independen oleh pihak luar.
Untuk kegiatan pemantauan dan pengawasan eksternal, program
melibatkan secara khusus beberapa lembaga, yaitu:
1) Inspektorat Daerah; dan
2) Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia.
Untuk kegiatan evaluasi terhadap indikator dampak, program melibatkan
pihak luar yang dibantu oleh staff program untuk melakukan Survey/Studi
Dampak terhadap pelaksanaan program. Pihak luar dimaksud bisa berasal
dari perguruan tinggi, lembaga penelitian maupun LSM yang
berkompeten.
b. Berdasarkan Waktu
Berdasarkan waktu, kegiatan pemantauan, pengawasan dan evaluasi
yang dilakukan dalam program yaitu:
1) Secara Rutin
Pemantauan, pengawasan dan evaluasi secara rutin/berkala dalam
kurun waktu per 3 (tiga) bulan yang merupakan tanggung jawab PIU,
Unit Kerja PIU, Konsultan Nasional NAHP, Konsultan Provinsi,
Konsultan Kabupaten, aparat dan masyarakat termasuk perangkat
desa didalamnya. Mereka secara rutin wajib melakukan pemeriksaan
untuk bisa mengetahui apakah kegiatan program sudah berjalan
sesuai dengan rencana dan ketentuan yang ada.
177
Kegiatan ini dilakukan dalam bentuk:
a) Pemantauan partisipatif oleh masyarakat;
b) Supervisi rutin (kunjungan lapangan) konsultan (pusat, provinsi
dan kabupaten);
c) Peninjauan internal oleh konsultan terhadap dokumen
perencanaan kegiatan, pelaksanaan dan pelaporan kegioatan.
d) Pemantauan oleh pemerintah yang berwenang dan terlibat
langsung dalam program
2) Secara Berkala
Kegiatan pemantauan, pengawasan dan evaluasi yang dilakukan
secara berkala yaitu:
a) Implementation Support Mission World Bank.
b) Pengawasan dan Pengendalian oleh PIU dan Unit Kerja dari PIU
NAHP
c) Audit Internal
Audit internal dilakukan secara berkala terutama oleh PIU dan Unit
Kerja dari PIU NAHP yang didukung konsultan NAHP dengan
melakukan penilaian dan pemeriksaan terhadap proses pelaksanaan
kegiatan di lapangan.
a) Memberikan penilaian dan rekomendasi terhadap proses
pelaksanaan pengawasan dan pengendalian internal di setiap
tingkatan konsultan sesuai dengan Sistem Pengawasan Internal
dalam program (desentralisasi dan berjenjang);
b) Memberikan penilaian dan rekomendasi terhadap kualitas
pelaksanaan dari setiap tahapan kegiatan serta pelaksanaan
prinsip-prinsip program; dan
c) Memberikan penilaian terhadap tertib administrasi dan laporan
keuangan.
d) Audit Eksternal oleh BPK yang dilakukan dilakukan sekali dalam
setahun dan dilakukan di beberapa provinsi terpilih sebagai
sampel.
e) Audit Internal oleh Inspektorat Jenderal (Itjen) Kementerian PUPR
maupun Kementerian Dalam Negeri yang akan dilakukan sesuai
kebutuhan.
3) Secara Insidentil
Kegiatan pemantauan maupun evaluasi yang dilakukan secara
insidentil yaitu:
a) Pemantauan penanganan pengaduan;
178
Yaitu terkait pemantauan terhadap proses penanganan
pengaduan oleh PIU dan Unit Kerja dari PIU yang didukung oleh
konsultan. Sehingga diperlukan sistem atau standar penanganan
pengaduan yang mengatur langkah-langkah dalam mencatat dan
menelusuri setiap pertanyaan atau pengaduan tentang program.
Hal ini memiliki tujuan untuk memantau dan memastikan proses
penanganan ataupun pertanyaan sudah dijawab dan diselesaikan
dengan segera.
b) Evaluasi Tematik
Secara insidentil akan dilakukan evaluasi mengenai isu-isu
tertentu yang muncul pada saat implementasi program.
7. Metode Pemantauan, Pengawasan dan Evaluasi
Metode untuk melakukan kegiatan pemantauan, pengawasan dan evaluasi
dalam program secara garis besar dilakukan dengan pendekatan, yatu:
a. Pendekatan Partisipatif
Merupakan proses kegiatan pemantauan, pengawasan dan evaluasi
dilaksanakan dengan cara mendorong keterlibatan masyarakat untuk
berpartisipasi dalam pelaksanaan program. Dalam hal ini masyarakat
akan diajak untuk Bersama-sama berproses dalam suatu kegiatan
program agar bertanggung jawab untuk memantau dan mengawasi
proses kegiatan program tersebut.
b. Pendekatan Konvensional
Kegiatan pemantauan, pengawasan maupun evaluasi secara
konvensional utamanya digunakan untuk suatu kegiatan yang berkaitan
dengan indikator kinerja pelaku program.
8. Penyampaian Hasil Pemantauan, Pengawasan dan Evaluasi
Hal lain yang menjadi bagian penting dalam proses pemantauan,
pengawasan dan evaluasi adalah penyusunan laporan. Laporan ini berguna
untuk menyusun rencana tindak lanjut dari permasalahan-permasalahan
yang ditemukan.
a. Penyusunan Laporan Hasil Pemantauan dan Pengawasan
Setelah kegiatan pemantauan dan pengawasan dilakukan oleh
konsultan, maka bagi konsultan menyusun laporan paling lambat satu
minggu dan ditindaklanjuti dengan surat arahan peringatan dari yang
berwenang. Setelah kegiatan pemantauan dan pengawasan
dilaksanakan serta akan dikompilasi dalam laporan triwulan, semester,
dan tahunan sebagai bahan pembelajaran (Lesson Learn) untuk kegiatan
berikutnya
179
Laporan sekurang-kurangnya harus memuat hal-hal sebagai berikut:
1) Maksud dan tujuan;
2) Lokasi;
3) Objek pemantauan;
4) Kesimpulan hasil pemantauan dan pengawasan yang menjelaskan
tentang gambaran pencapaian dari aspek yang dipantau;
5) Isu-isu baru yang muncul pada saat dilakukan pemantauan; dan
6) Rekomendasi tindak lanjut atau apa yang sudah dan harus dilakukan
kemudian berkaitan dengan hal tersebut.
b. Penyampaian Laporan Hasil Pemantauan dan Pengawasan
Secara umum penyampaian laporan hasil pemantauan dan pengawasan
baik dari kegiatan supervisi rutin, berkala maupun insidentil diserahkan
maksimal 7 (tujuh) hari kerja setelah kegiatan pemantauan dilaksanakan.
9. Tindak Lanjut Laporan Hasil Pemantauan dan Pengawasan
Hasil kegiatan pemantauan dan pengawasan harus dibahas dan
ditindaklanjuti. Penerima laporan harus memberikan umpan balik terhadap
laporan yang diterimanya kepada pengirim laporan untuk kemudian
ditindaklanjuti kembali (berdialog).
10. Pemantauan, Pengawasan dan Evaluasi selama Pandemi Covid-19
Proses pemantuan, pengawasan dan evaluasi selama Pandemi Covid-19
Program NAHP berdasarkan Surat Edaran Menteri Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat Nomor 6/SE/M/2020 Tahun 2020 tentang Penanganan
Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) di Kementerian Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat; Surat Edaran Menteri Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat Nomor 15/SE/M/2020 Tahun 2020 tentang Penegakan
Protokol Kesehatan dan Keselamatan dalam Adaptasi Kebiasaan Baru di
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat; dan Instruksi Menteri
Pekerjaan Umum dan perumahan Rakyat Nomor 02/IN/M/2020 Tahun 2020
tentang Protokol Pencegahan Penyebaran Corona Virus Disease 2019
(Covid-19) dalam Penyelenggaraan Jasa Konstruksi.
Secara umum proses pemantauan, pengawasan dan evaluasi selama
pandemi Covid-19 sama dengan penjelasan di atas, namun untuk
menghindari peningkatan risiko, paparan dan kemungkinan penyebaran
Covid-19, perjalanan dinas dalam negeri dibatasi hanya perjalanan dinas yang
sangat penting dan mendesak, termasuk terkait pemantauan, pengawasan
dan evaluasi Program NAHP.
Proses pemantauan dan pengawasan Program NAHP selama Pandemi
Covid-19 lebih banyak dilakukan jarak jauh, secara daring dengan video
180
conference, serta dengan pemantauan laporan bulanan yang dilakukan
daerah. Proses evaluasi Program NAHP dilakukan secara rutin oleh PIU
NAHP, Direktorat terkait dan Konsultan Program NAHP, lebih banyak
dilakukan jarak jauh, secara daring dengan video conference.
5.11.2. Pelaporan
Salah satu tugas penting dari pengendalian program yaitu pelaporan tentang hasil
kegiatan yang telah dilakukan. Para konsultan program, bertanggung jawab untuk
membuat laporan seakurat mungkin dan tepat waktu kepada pemangku
kepentingan. Laporan juga merupakan salah satu instrumen yang dapat
dipergunakan dalam rangka pemantauan dan evaluasi.
Alur pelaporan merupakan mekanisme penyampaian laporan dari fasilitator di
lapangan kepada supervisor sebagai wujud pertanggungjawaban atas tugasnya.
Setiap konsultan berkewajiban mengumpulkan, mengkonsolidasikan dan
menganalisis data sesuai keahliannya serta melaporkan hasilnya pada setiap
bulan kepada supervisor di atasnya untuk selanjutnya disampaikan kepada PIU.
181
Peta Jalan Reformasi Kebijakan Perumahan Indonesia yang telah diterbitkan oleh
Bappenas tahun 2015. Peta Jalan ini menjadi salah satu acuan penyusunan RPJMN
2015-2019 bidang perumahan yang kemudian diimplementasikan salah satunya melalui
program Sejuta Rumah di bawah pemerintahan Presiden Jokowi. Peta Jalan ini juga
akan menjadi salah satu acuan NAHP terutama komponen yang sifatnya dukungan teknis.
NAHP merancang program dan petunjuk teknis BP2BT secara menyeluruh di
Komponen 1; memberikan rekomendasi penyempurnaan petunjuk teknis program BSPS
di Komponen 2; dan rancangan pedoman umum dan draft regulasi melalui dukungan
teknis di Komponen 2 dan Komponen 3. Desain program dan kegiatan dibuat untuk
dapat dimanfaatkan dalam jangka panjang, tidak dibatasi pada masa efektif NAHP.
Program yang dirancang juga diharapkan dapat diduplikasi di level pemerintahan yang
lebih kecil dan/atau menjadi acuan pengembangan kebijakan perumahan di masa
mendatang.
Sistem manajemen informasi berbasis teknologi dikembangkan untuk BP2BT, Perumahan
Swadaya, dan sektor perumahan keseluruhan HREIS. Untuk BP2BT, hal ini dilakukan
dengan pengembangan sistem administrasi otomatis yang menghubungkan Bank
peminjam dan administratur BP2BT untuk proses administrasi yang lebih efisien dan
transparan. Untuk Perumahan Swadaya, sistem informasi yang digunakan saat ini akan
ditingkatkan kualitas dan cakupannya melalui pengembangan SIRUS sebagai media
pengelolaan dan peningkatan sistem fasilitasi penerima bantuan. Selain itu, NAHP juga
mengembangkan Housing and Real Estate Information System (HREIS) yang diharapkan
dapat memperluas akses masyarakat terhadap informasi pasokan rumah dan bantuan
pembiayaan yang ada.
182
Lampiran 1: Indikator Ketercapaian Program
Tujuan Pengembangan Program: Tujuan NAHP untuk meningkatkan akses masyarakat berpenghasilan rendah untuk menghuni rumah yang layak
dan terjangkau
Tabel
Project Development Objectives Indicators by Objective/ Outcome Komponen 1 BP2BT
Target
Intermediate Targets Akhir/
Feb 2023 Penanggung
No. Indikator Baseline Sumber Data/ Metodologi
1 2 3 4 5 6 Jawab Data
Des Des Des Des Des Des
2017 2018 2019 2020 2021 2022
Diperoleh data dari e-BP2BT Pengelola kegiatan BP2BT
Jumlah rumah tangga yang
Direktorat Pelaksanaan
dibantu untuk kepemilikan
0,00 0,00 3,00 5.000,00 6.500,00 22.000,00 32.000,00 32.000,00 Dimintakan datanya langsung ke Pembiayaan Perumahan
rumah terjangkau melalui
penanggung jawab kegiatan (dapat Ditjen Pembiayaan
1 program BP2BT
melalui SIM e-BP2BT) Infrastruktur
Definisi indikator:
Jumlah rumah tangga sasaran
menerima BP2BT oleh proyek
Tabel
Intermediate Results Indicators Komponen 1 BP2BT
Intermediate Targets
Sumber Data/ Penanggung
No. Indikator Baseline 1 2 3 4 5 6 Target Akhir
Metodologi Jawab Data
2017 2018 2019 2020 2021 2022
Komponen 1
Penerima BP2BT Diperoleh data dari e- 1. Pengelola
berasal dari BP2BT kegiatan BP2BT
kelompok Direktorat
1 masyarakat 0,00 0,00 0,00 75,00 80,00 80,00 80,00 80,00 Dimintakan datanya Pelaksanaan
berpenghasilan 60% langsung ke Pembiayaan
paling penanggung jawab Perumahan
(Persentase)
185
Intermediate Targets
Sumber Data/ Penanggung
No. Indikator Baseline 1 2 3 4 5 6 Target Akhir
Metodologi Jawab Data
2017 2018 2019 2020 2021 2022
Definisi indikator: kegiatan (dapat melalui Ditjen
SIM e-BP2BT) Pembiayaan
Persentase dari total Infrastruktur
penerima manfaat 2. Bank Pelaksana
BP2BT dengan
penghasilan 6 desil
terbawah
(penghasilan rumah
tangga sebesar 6 juta
rupiah)
Diperoleh data dari e- 1.Bank Pelaksana
Penerima manfaat
BP2BT
dari kelompok
masyarakat 0,00 0,00 - 9,00 10,00 10,00 10,00 10,00
2 Dimintakan datanya
berpenghasilan
langsung ke
tidak tetap
penanggung jawab
(Persentase)
kegiatan
Definisi indikator:
Jumlah lembaga
pemberi pinjaman
yang berpartisipasi
dengan jumlah
pinjaman >5% total
BP2BT dalam volume
tahunan
186
Intermediate Targets
Sumber Data/ Penanggung
No. Indikator Baseline 1 2 3 4 5 6 Target Akhir
Metodologi Jawab Data
2017 2018 2019 2020 2021 2022
Diperoleh data dari e- 1. Pengelola
BP2BT kegiatan BP2BT
Direktorat
Peningkatan KPR Dimintakan datanya Pelaksanaan
melalui program 0,00 0,00 23.500,00 34.000.000,00 44.000.000,00 130.000.000,00 200.000.000,00 200.000.000,00 langsung ke Pembiayaan
BP2BT (dalam USD) penanggung jawab Perumahan
kegiatan Ditjen
4 Pembiayaan
Infrastruktur
2. Bank Pelaksana
Definisi Indikator:
Total jumlah
penerima KPR
melalui program
BP2BT
Hasil survei lapangan 1. Pengelola
kegiatan BP2BT
Diperoleh dari hasil Direktorat
Penerima manfaat survei (konsultan penilai Pelaksanaan
yang merasa puas kepuasan penerima Pembiayaan
atau sangat puas 0,00 0,00 0,00 0,00 79,60 80,00 80,00 80,00 bantuan) Perumahan
dengan program Ditjen
BP2BT (Persentase) Pembiayaan
Infrastruktur
2. Konsultan
5 pendukung
Definisi Indikator:
Penerima manfaat
merasa puas atau
sangat puas dengan
program BP2BT
berdasarkan
kecepatan penilaian
dan penyerahan
subsidi atau kualitas
dari unit rumah
Sistem IT BP2BT Diperoleh dari PIU Pengelola
dikembangkan dan NAHP kegiatan
6 Tidak Tidak Ya Ya Ya Ya Ya Ya BP2BT
di operasionalkan
(Ya/Tidak) Direktorat
Pelaksanaan
187
Intermediate Targets
Sumber Data/ Penanggung
No. Indikator Baseline 1 2 3 4 5 6 Target Akhir
Metodologi Jawab Data
2017 2018 2019 2020 2021 2022
Menanyakan/memeriksa Pembiayaan
kepada pengelola Perumahan
kegiatan BP2BT Ditjen Pembiayaan
Infrastruktur
Definisi Indikator:
Sistem IT sudah
tersedia/ siap
digunakan
1. Diperoleh data dari e- Pengelola kegiatan
BP2BT BP2BT
Unit rumah BP2BT 2. Hasil survei konsultan Direktorat
memenuhi KMP NAHP Pelaksanaan
persyaratan standar 0,00 0,00 0,00 16,00 35,00 50,00 55,00 55,00 Pembiayaan
konstruksi Memeriksa hasil survei Perumahan
minimum standar konstruksi dari Ditjen Pembiayaan
(Persentase) konsultan KMP Infrastruktur
7 Definisi Indikator:
188
Intermediate Targets
Sumber Data/ Penanggung
No. Indikator Baseline 1 2 3 4 5 6 Target Akhir
Metodologi Jawab Data
2017 2018 2019 2020 2021 2022
Diperoleh data dari e- 1. Pengelola
BP2BT kegiatan BP2BT
Pengembangan dan Direktorat
uji coba skema HMF Meminta hasil Pelaksanaan
untuk rumah tangga N/A N/A N/A N/A Tidak Ya Ya Ya pengembangan dan uji Pembiayaan
berpenghasilan coba HMF dari Perumahan
9 rendah (Ya/Tidak) Pengelola kegiatan Ditjen
BP2BT Pembiayaan
Infrastruktur
2. Bank Pelaksana
Definisi Indikator:
189
Tabel
Project Development Objectives Indicators by Objective/ Outcome Komponen 2 BSPS
Intermediate Targets
Target Penanggung
No. Indikator Baseline 1 2 3 4 5 6 Sumber Data/ Metodologi
Akhir Jawab Data
2017 2018 2019 2020 2021 2022
Jumlah rumah tangga Diperoleh dari SIRUS dan Pengelola kegiata BSPS
yang menerima e-BSPS Direktorat Rumah Swadya
perbaikan/ rekonstruksi 0,00 0,00 100.000,00 375.000,00 520.000,00 635.000,00 823.000,00 823.000,00 Ditjen Perumahan
secara stimulan melalui Melihat dan memeriksa
program BSPS SIRUS
Definisi Indikator:
1
Jumlah target rumah
tangga berpenghasilan
rendah yang menerima
program BSPS yang
dibiayai oleh dana
Pemerintah dan NAHP
Tabel
Intermediate Results Indicators Komponen 2 BSPS
Intermediate Targets
Target Sumber Data/ Penanggung
No. Indikator Baseline 1 2 3 4 5 6
Akhir Metodologi Jawab Data
2017 2018 2019 2020 2021 2022
Komponen 2
Unit rumah yang di Diperoleh dari SIRUS Pengelola kegiata BSPS
rekonstruksi dan e-BSPS Direktorat Rumah Swadya
dan/atau di perbaiki Ditjen Perumahan
harus `terverifikasi 0,00 0,00 70,00 75,00 80,00 85,00 90,00 90,00 Melihat dan
sebagai target memeriksa SIRUS
penerima manfaat
2 (Persentase)
Definisi Indikator:
Persentase dari rumah
yang di rehabilitasi
yang dimiliki oleh
rumah tangga yang
berpenghasilan lebih
190
Intermediate Targets
Target Sumber Data/ Penanggung
No. Indikator Baseline 1 2 3 4 5 6
Akhir Metodologi Jawab Data
2017 2018 2019 2020 2021 2022
rendah dari upah
minimum daerah dan
dibuktikan melalui
verifikasi keluaran
pihak ketiga
Implementasi BSPS Diperoleh dari SIRUS Pengelola kegiata BSPS
di kawasan dan e-BSPS Direktorat Rumah Swadya
20,00 0,00 30,00 30,00 35,00 35,00 35,00 35,00
perkotaan Ditjen Perumahan
(Persentase) Melihat dan
Definisi Indikator: memeriksa SIRUS
3
Persentase BSPS
(terwakili melalui
alokasinya)
implementasi di
kawasan perkotaan
Pengaduan dicatat 1. Diperoleh dari 1. Pengelola kegiata BSPS
dan diproses dalam SIRUS Direktorat Rumah Swadya
standar layanan 2. Diperoleh dari Ditjen Perumahan
yang diterapkan 0,00 65,00 65,00 70,00 70,00 70,00 75,00 75,00 Website 2. PIU NAHP
(dipilah berdasarkan Perumahan
jenis kelamin)
(Persentase) Menerima dan
4
Definisi Indikator: memeriksa
Hasil dari analisis konsolidasi
umpan balik yang pengaduan yang
menunjukkan dicatat dan diproses
persentase dari proses dalam standar
aduan dengan standar layanan
pelayanan
Penerima manfaat Hasil survei lapangan Pengelola kegiata BSPS
yang merasa puas Direktorat Rumah Swadya
atau sangat puas Melihat dan Ditjen Perumahan
dengan program memeriksa hasil
0,00 60,00 70,00 80,00 80,00 80,00 80,00 80,00
5 BSPS (dipilah survei lapangan
berdasarkan jenis
kelamin)
(Persentase)
Definisi Indikator:
191
Intermediate Targets
Target Sumber Data/ Penanggung
No. Indikator Baseline 1 2 3 4 5 6
Akhir Metodologi Jawab Data
2017 2018 2019 2020 2021 2022
Penerima manfaat
yang merasa puas
atau sangat puas
dengan program
BSPS (dipilah
berdasarkan jenis
kelamin)
Sistem IT BSPS Diperoleh dari PIU Pengelola kegiatan BSPS
dikembangkan dan NAHP Direktorat Rumah Swadya
Tidak Ya Ya Ya Ya Ya Ya
dioperasionalkan Menanyakan/ Ditjen Perumahan
6
(Ya/Tidak) memeriksa kepada
Definisi Indikator: pengelola kegiatan
Tidak BSPS
Sama dengan diatas
Sistem yang melacak 1. Diperoleh dari Pengelola kegiatan BSPS
dan menegakkan SIRUS Direktorat Rumah Swadya
kepatuhan 2. Konsultan KMP Ditjen Perumahan
konstruksi NAHP Melihat dan
perumahan BSPS memeriksa hasil
Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Ya Ya Ya
terhadap integritas dari SIRUS dan
7
struktural dan konsultan KMP
standar kesehatan NAHP
yang dikembangkan
(Ya/Tidak)
Definisi Indikator:
Sama dengan diatas
BSPS meningkatkan 1. Diperoleh dari Pengelola kegiatan BSPS
dan/ atau SIRUS Direktorat Rumah Swadya
membangun kembali 2. Konsultan KMP Ditjen Perumahan
unit rumah NAHP Melihat dan
terverifikasi untuk 0,00 0,00 10,00 25,00 40,00 50,00 55,00 55,00 memeriksa hasil
memenuhi kualitas dari SIRUS dan
8 konstruksi - standar konsultan KMP
integritas struktural NAHP
(Persentase)
Definisi Indikator:
Peningkatan dan
rekonstruksi unit
rumah BSPS
192
Intermediate Targets
Target Sumber Data/ Penanggung
No. Indikator Baseline 1 2 3 4 5 6
Akhir Metodologi Jawab Data
2017 2018 2019 2020 2021 2022
terverifikasi untuk
memenuhi kualitas
konstruksi – standar
integritas struktural
Teknologi 1. Konsultan KMP Pengelola kegiatan BSPS
ferosemen/ 2. Konsultan BSPS Direktorat Rumah Swadya
wiremesh diterapkan 3. SIRUS Melihat dan Ditjen Perumahan
untuk meningkatkan memeriksa hasil
ketahanan unit 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 3,00 3,00 3,00 dari SIRUS dan
rumah BSPS yang konultan KMP
ditingkatkan dan/ NAHP
atau dibangun
9 kembali (Persentase)
Tindakan:
% dari total dana
BSPS yang dibawahi
NAHP antara tahun
2021-2022 dengan
menggunakan
teknologi ferosemen/
wiremesh
193
2. Pengukuran PDO untuk Komponen 3
Tabel
Dukungan Teknis Reformasi Kebijakan
Intermediate Targets
Target Penanggung
No. Indikator Baseline 1 2 3 4 5 6 Sumber Data/ Metodologi
Akhir Jawab Data
2017 2018 2019 2020 2021 2022
Komponen 3
Pengembangan Diperoleh dari pengelola Pengelola kegiatan
Housing and Real proyek HREIS Direktorat Rumah Umum dan
Estate Information Direktorat Rumah Komersial
Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Ya Ya
System (HREIS) dibuat Umum dan Komersial Ditjen Perumahan
dan diimplementasikan
1 (Ya/Tidak) Meminta hasil
pengembangan HREIS
kepada Pengelola
Definisi Indikator:
kegiatan Direktorat
Sama dengan diatas
Rumah Umum dan
Komersial
Housing Policy Grand Diperoleh dari Direktorat Direktorat Sistem dan Strategi
Design dikembangkan Sistem dan Strategi Penyediaan Perumahan
dan dimasukkan kepada Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Ya Ya Penyediaan Perumahan
stakeholder utama
(Ya/Tidak) Meminta hasil
2
pengembangan HREIS
kepada Pengelola
Definisi Indikator:
kegiatan Direktorat
Sama dengan diatas Sistem dan Strategi
Penyediaan Perumahan
Pengaturan Pengelola proyek Pengelola kegiatan Direktorat
kelembagaan untuk kegiatan LGCB Sinkronisasi Urusan Pemda II
sektor perumahan Ditjen Bina Pembangunan
dikembangkan dan Meminta hasil Daerah
disajikan kepada pengembangan HREIS
3 stakeholder utama kepada Pengelola
Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Ya Ya Ya
Policy Strenghtening kegiatan Direktorat
and Local Government Sinkronisasi Urusan
Capacity Building on Pemda II
Housing and Human
Settlement (LGCB)
(Ya/Tidak)
Definisi Indikator:
Sama dengan diatas
194
Intermediate Targets
Target Penanggung
No. Indikator Baseline 1 2 3 4 5 6 Sumber Data/ Metodologi
Akhir Jawab Data
2017 2018 2019 2020 2021 2022
Rencana Perumahan Pengelola proyek Pengelola kegiatan ASSHPS
Terjangkau Pemerintah kegiatan ASSHPS Direktorat Rumah Umum dan
Daerah dikembangkan Komersial
Affordable Supply-Side 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 9,00 15,00 15,00 Meminta hasil Ditjen Perumahan
4 Housing Provisioning pengembangan HREIS
Study (ASSHPS) kepada Pengelola
(Jumlah) kegiatan
Definisi Indikator: Direktorat Rumah
Sama dengan diatas Umum dan Komersial
Pengembangan PPP for Pengelola proyek Direktorat Pengembangan
Affordable Housing Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Ya Ya Ya kegiatan PPP Sistem Dan Strategi
(Ya/Tidak) Penyelenggaraan Pembiayaan
Meminta hasil
pengembangan HREIS
kepada Pengelola
5
kegiatan
Tindakan:
Direktorat
Tidak ada perubahan
Pengembangan Sistem
Dan Strategi
Penyelenggaraan
Pembiayaan
195
Lampiran 2: Cheklist Pengelolaan Lingkungan dan Sosial
1. Komponen 1: BP2BT
1.a. Instrumen yang digunakan pada Komponen 1 (BP2BT) NAHP
1. Penapisan lokasi Bank Pelaksana Lahan legal 1. Sertifikat Hak Milik serta tidak 1. Cek list LP1-A.1 oleh Bank.
bersengketa 2. Pengumpulan data PBG sampel dan Surat
2. IMB/PBG Pernyataan Pemeriksaan
3. Surat Pernyataan Pemeriksaan 3. Pengisian Form LP1-B.1
Sesuai tata ruang Kelayakan bangunan Rumah
Beserta Lampiran Form Ceklistnya.
2. Penapisan penerima Bank Pelaksana Tidak membedakan Daftar penerima bantuan 1. Pengumpulan data PB sampel
bantuan gender, Masyarakat Adat 2. Pengisian Form LP1-C.1 oleh Tenaga
atau kelompok/warga Pendamping
rentan
3 Penggunaan bahan Bank Pelaksana 1. Menggunakan material SLF/ pernyata-an LF dari MK, 1. Cek list LP1-A.2 oleh Pengembang
bangunan alam legal Dokumen uji petik 2. Pengumpulan data rumah sampel
2. Menggunakan material 3. Pengisian Form LP1-B.2
pabrikan legal
Tidak menggunakan
Asbestos dan Timbal
196
No Tahapan Kegiatan Pelaku Indikator/ Prasyarat Instrument Pencatatan
B Peningkatan Kapasitas
1 Sosialisasi ke Direktorat, PIU Materi ESMF Materi pembekalan Pencatatan oleh Tenaga Pendamping
Satker/PPK
2 Sosialisasi ke bank dan PPK BP2BT Materi mengandung ESMF Materi pembekalan Pencatatan oleh Tenaga Pendamping
pengembang
C Pelaporan
1 Analisis dan pelaporan Tenaga Ahli Lingkungan Data dan bukti tersedia Laporan Laporan oleh Tenaga Ahli Lingkungan dan
dan Sosial, PIU Sosial KMP PIU
197
1.b. Lembar Pengendali Komponen 1 (BP2BT) NAHP
Keluarga Perempuan)
Jumlah Penghuni
Difable
Nama
Perkawinan Pekerjaan Pendapatan Pinjaman
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13)
1. Sertifikat Hak
1. Single;
Milik.
Laki-laki atau 2. Kawin; Tetap/ Tidak Ya/ Ya/
Teks Angka Angka 2. Sertifikat Hak Nama Bank Ya/ Tidak Ya/ Tidak
Perempuan 3. Janda; Tetap Tidak Tidak
Pakai.
4. Duda
3. Tanah Girik.
1
2
3
4
5
198
Keberadaan Persetujuan Bangunan
5
4
3
2
1
(13)
Ada/
Gedung / dh. PBG
Tidak
Legalitas
Bangunan
(14)
Ya/ Tidak
Material Kayu dari Sumber Legal
(15)
Ya/ Tidak
Material
(16)
Ya/ Tidak
Penggunaan Material dari
Alam (dari Developer/Toko
Ya/ Tidak
Penggunaan
Material Olahan
Jaringan PAM
(18)
Ada/ Tidak
Sumber Air Minum
Sumur/Bor/Lobang
(19)
Ada/ Tidak
Ada/ Tidak
Drainase
Drainase Lingkungan
Ya/ Tidak
Ada/ Tidak
Sampah
Ada/ Tidak
199
2. Komponen 2: BSPS
2.a. Instrumen yang digunakan pada Komponen 2: BSPS
No Tahapan Kegiatan Pelaku Indikator/Prasyarat Bukti Pencatatan
1 Penapisan melalui TFL, Korkab, Tim Lahan legal Surat tanah Diinput oleh Korkab Pada tabel 7 kolom no 2-
verifikasi CPB Verifikasi 11
Sesuai tata ruang Form B2
2 Sosialisasi TFL, Korkab, Materi sosialisasi meliputi materi Materi sosialisasi Diinput oleh Korkab Pada tabel 7 kolom no 12
Kepala Desa/Lurah ESMF dan laporan sosialisasi
3 Pembelian bahan PB didampingi Menggunakan material alam legal PKS/nota angkut Diinput oleh Korkab Pada tabel 7 kolom no 13
bangunan TFL, Korkab Menggunakan Material pabrikan - 15
legal
5 Pemeriksaan kualitas TFL, Korkab Sanitasi dan saluran drainase Form RA Diinput oleh Korkab Pada tabel 7 kolom no 16
rumah tersedia dengan kondisi yang baik - 19.
Akses air minum tersedia
B Peningkatan Kapasitas
1 Pembekalan Satker/PPK Direktorat, PIU, Materi ESMF Materi pembekalan Pencatatan oleh Satker
Balai
2 Pembekalan TFL Satker, PPK Materi mengandung ESMF Materi pembekalan Pencatatan oleh Satker
C Pelaporan
1 Analisa dan pelaporan TA ESMF, PIU Data dan bukti tersedia Laporan Laporan oleh TA ESMF
200
2.b. Lembar Pengendali Komponen 2: BSPS
Indigenous People
(Masyarakat Adat)
Perempuan)
Keluarga)
Female Head
yang sah
Usia Lanjut
Household
No Status Status Jumlah
Difable
Nama
Perkawinan Pekerjaan Pendapatan
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12)
Sertifikat / Akta Hibah
1. Single; / AJB / NIB / Izin
Laki-laki
2. Kawin; Tetap/ Tidak Ya/ Ya/ Menempati Tanah
Teks atau Angka Angka Ya/ Tidak Ya/ Tidak
3. Janda; Tetap Tidak Tidak Ulayat / Keterangan
Perempuan
4. Duda Pejabat Camat,
Kades.
1
2
3
4
5
6
201
202
Keterangan Penggunaan
Material Kayu dari Sumber
(13)
Legal
Ada/Tidak
Material)
Keterangan Penggunaan
Galian C dari Sumber
(14)
Legal
Ada/Tidak
Penggunaan Material dari Alam (dari Toko
Timbal
Olahan
Ada/Tidak
Penggunaan Material
Jaringan PAM
(16)
Ada/Tidak
Sumber Air Minum
Sumur/Bor/Lubang
(17)
Ada/Tidak
Resapan
Ada/Tidak
Terhubung dengan
Jaringan Drainase
(19)
Lingkungan
Ya/Tidak
Fasilitas Sanitasi dan Drainase
3. Komponen 3: PPP
Progres Pelaksanaan
Rp
203
Lampiran 3: Ringkasan Masalah Terkait Perlindungan bagi Komponen 3 Bantuan Teknis untuk Reformasi Kebijakan Perumahan
Tabel
Ringkasan Masalah Terkait Perlindungan bagi Komponen 3 - Bantuan
Teknis untuk Reformasi Kebijakan Perumahan
204
MASALAH TERKAIT PENGELOLAAN LINGKUNGAN
NO SUB KOMPONEN KEGIATAN DESKRIPSI
DAN SOSAL
memfasilitasi pembangunan kembali dan implementasi kebijakan
perumahan.
4 Peningkatan Kapasitas Pemerintah Tujuan program ini adalah untuk memberikan bantuan teknis Kegiatan ini bertujuan untuk memperkuat kapasitas
Daerah (Local Government Capacity kepada Sub Unit Pelaksana Proyek Nasional (Sub pemerintah daerah terkait penyusunan dokumen rencana
Building - LGCB); NPIU/Direktorat Jenderal Pembangunan Daerah). Dukungan pembangunan dan pengembangan perumahan dan
teknis akan dalam kegiatan sehari-hari dengan komunikasi Kawasan permukiman yang kemungkinan memiliki
intensif dan aktif di tingkat lokal dan nasional. dampak lingkungan dan sosial baik yang langsung
Melakukan pemetaan kebutuhan peningkatan kapasitas maupun tidak langsung terkait kemudahan pendampingan
pemerintah daerah dalam penyelenggaraan urusan perumahan perizinan dan non perizinan pembangunan perumahan
dan Kawasan permukiman, Melakukan pendampingan msyarakat berpenghasilan rendah
pengarusutamaan urusan perumahan dan kawasan permukiman
(PKP) dalam proses perencanaan dan anggaran di daerah,
Melakukan pendampingan dalam penyusunan dokumen Rencana
Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan Kawasan
Permukiman (RP3KP), Melakukan pendampingan kemudahan
perizinan dan non perijinan pembangunan perumahan masyarakat
berpenghasilan rendah (MBR).
5 Kegiatan Kemitraan antara Tujuan kegiatan ini adalah untuk mendukung pelaksanaan proyek Dalam pelaksanaan pengelolaan lingkungan dan sosial
pemerintah dengan badan usaha percontohan perumahan terjangkau KPS (minimal 2 proyek) dan untuk mendukung pelaksanaan proyek percontohan
untuk Perumahan Terjangkau pengembangan model, sistem, dan perangkat KPS dan perumahan terjangkau KPS perlunya dukungan untuk
(Private Public Partnership pembiayaan untuk memperluas di luar program subsidi KPR yang melakukan alur kegiatan pengelolaan lingkungan dan
Affordable Housing Framework and dipimpin Pemerintah Indonesia saat ini. dan untuk mendorong sosial yang dimulai dari penapisan, pengelolaan dan
KPBU) penyediaan perumahan terjangkau yang berlokasi baik, dibangun pemantauan pada saat konstruksi, evaluasi dan pelaporan
dengan baik, memadai, aman, berkelanjutan, dan inklusif di pelaksanaan. Risiko lingkungan dan sosial yang mungkin
daerah perkotaan yang memenuhi tujuan SDG’s sambil muncul antara lain berkaitan dengan: penggunaan lahan
memaksimalkan pembiayaan swasta untuk pembangunan. (konversi lahan), penggunaan bahan dari alam (pasir, batu
dan kayu), penggunaan bahan bangunan lainnya,
kebutuhan air minum, produksi sampah domestik, dampak
sosial akibat penggunaan lahan dan dampak sosial
ekonomi lainnya, keamanan dan kesehatan lingkungan,
gangguan lingkungan pada saat konstruksi, dan
pengecualian terhadap masyarakat adat dan/atau
kelompok rentan.
205
Lampiran 4: Usulan Kerangka Rencana Pengelolaan Masyarakat Adat (IPP)
1. DESKRIPSI PROYEK
Ringkasan Deskripsi kegiatan hilir/investasi (tentang batas wilayah, lokasi, jenis pekerjaan, ukuran daerah, daerah pengaruh,
dll)
Informasi dasar dari karakteristik demografi, sosial, budaya, dan politik dari masyarakat adat, tanah dan wilayah tradisional yang
dimiliki atau yang dipergunakan atau ditempati dan sumber daya alam yang mereka bergantung Identifikasi stakeholder proyek
kunci dan elaborasi proses yang sesuai dengan budaya untuk konsultasi dengan masyarakat adat pada setiap tahap siklus proyek
2.2. Ringkasan hasil dari konsultasi bebas, sebelum, dan diinformasikan dengan masyarakat adat yang terkena dampak 'yang dilakukan selama persiapan
kegiatan dan menyebabkan dukungan masyarakat luas untuk hilir kegiatan/investasi
Identifikasi efek samping dan positif potensi hilir kegiatan/investasi dari masyarakat adat yang terkena dampak di daerah hilir
kegiatan/investasi 'pengaruh
Pengembangan langkah yang diperlukan untuk menghindari efek samping atau identifikasi langkah-langkah untuk meminimalkan,
memitigasi, atau mengkompensasi efek tersebut dan memastikan bahwa masyarakat adat menerima manfaat sesuai dengan
budaya dari hilir kegiatan/investasi
Mekanisme untuk mempersiapkan dan melaksanakan konsultasi publik dengan masyarakat adat (konsultasi mengenai
rancangan hilir kegiatan/investasi rencana, dll yang relevan), meliputi: penentuan lokasi dan jadwal konsultasi, penyebaran
informasi/undangan, dll
proses konsultasi publik
Hasil/resolusi dan kesepakatan bersama yang diperoleh selama pertemuan konsultasi.
Jumlah dan perwakilan organisasi/lembaga yang disampaikan oleh peserta dalam rapat konsultasi tersebut.
206
Judul Bab/Sub Bab Isi/Keterangan
2.3. Sebuah kerangka kerja untuk memastikan gratis, konsultasi sebelumnya, dan diinformasikan dengan masyarakat adat yang terkena dampak
selama pelaksanaan proyek
3.1. Kegiatan untuk Masayarakat Adat untuk menerima manfaat social dan ekonomi
3.2. Kegiatan untuk dihindari, dikurangi, dikelola, atau kompensasi untuk dampak negatif
3.4. Konsultasi dengan masyarakat adat yang terkena dampak mengenai draft dokumen Rencana Masyarakat Adat
6. MEKANISME KELUHAN YANG DAPAT DIAKSES OLEH MASYARAKAT ADAT YANG TERKENA DAMPAK
Mekanisme untuk mengelola keluhan sesuai hasil kajian sosial
LAMPIRAN
207
Judul Bab/Sub Bab Isi/Keterangan
Melampirkan dokumen asli atau kopi yang relevan untuk rencana masyarakat adat, sebagai contoh:
Informasi mengenai kegiatan proyek (Peta)
Tabel yang berisi data rona awal masyarakat adat
Notulen penyampaian informasi dan rapat konsultasi
Notulen Persetujuan terhadap Rencana Kompensasi (jika ada) berdasarkan konsultasi
Dokumen lainnya yang relevan
208
Lampiran 5: Rencana Program Pelatihan dan Lokakarya Program NAHP
PELATIHAN/LOKAKARYA Q1 Q2 Q3 Q4
1. Lokakarya Umum X
2. Lokakarta Tematik X X
Pelatihan
1. Pelatihan Dasar - Kepedulian Lingkungan dan Sosial (Awareness Raising) X
2. Peningkatan pemahaman terkait Daftar Negatif dan pelaksanaan penapisan ESMF X
3. Peningkatan pemahaman terkait bangunan rumah sehat X
4. Pelatihan untuk meningkatkan pemahaman dan pengisian instrumen X
5. Peningkatan Penerapan IMB dan Sertifikat Laik Fungsi X
6. Pelatihan ESMF untuk program NAHP X
7. Pelaporan dan pemantauan program NAHP X
8. Pelatihan pengelolaan potensi dampak lingkungan yang sederhana seperti good house keeping. X
9. Best Management Practices dalam pelaksanaan BP2BT dan BSPS X
209
2. Jenis Pelatihan dan Lokakarya Program NAHP
Program Pelatihan
Jenis Indikator Waktu
No. dan Pengembangan Tujuan Narasumber Partisipan
Pelatihan/Lokakarya Keberhasilan pelaksanaan
Kapasitas
1 Pelatihan Dasar Materi umum terkait Memberi landasan Para pihak, Di awal program Ahli lingkungan A. Tingkat Nasional
a. Kepedulian permasalahan motivasi untuk terutama unit di dan setahun sekali dan sosial senior Tim Proyek NAHP
Lingkungan dan lingkungan dan sosial di menjadikan ESMF dalam Kemen sebagai dari akademisi Kementerian PUPR
Sosial (Awareness Indonesia, terutama sebagai acuan PUPR yang penyegaran dan atau konsultan. PMU dan Staff
Raising) dalam hal perumahan dalam pengelolaan terlibat dalam jika ada staff baru B. Tingkat Pprovinsi
dan konstruksi aspek lingkungan program yang dilibatkan Staff yang terlibat
bangunan. Juga dan sosial. memahami dalam komponen 3
mencakup materi konsep dasar terkait
tentang peraturan lingkungan, isu- C. Tingkat Kabupaten/Kota
perundangan isu yang ada serta Satker
lingkungan dan sosial kerangka PPK
yang berlaku. peraturan Koordinator dan Tim
perundangan Ffasilitator Lapangan
yang berlaku. Staff Pelayanan UMB
dan SLK
D. Tingkat Masyarakat
2 Pelatihan
Teknis/Tematik
a. Peningkatan Peningkatan Peningkatan Tenaga Pelatihan Kementerian A. Tingkat Nasional
pemahaman pemahaman terkait pemahaman terkait pendamping, dilakukan di PUPR, Tim Proyek NAHP
terkait Daftar daftar negatid dan daftar negatif dan penerima quarter pertama Narasumber Ahli Kementerian PUPR
Negatif dan pelaksanaan penapisan pelaksanaan bantuan, bank dan sekali setahun Lingkungan dan B. Tingkat Pprovinsi
pelaksanaan ESMF untuk pelaku penapisan ESMF pengembang Sosial dan Bank Staff yang terlibat
penapisan ESMF penapisan ESMF NAHP untuk pelaku memahami Dunia dalam komponen 3
penapisan ESMF terkait
NAHP C. Tingkat Kabupaten/Kota
Satker
PPK
Koordinator dan Tim
Ffasilitator Lapangan
Staff Pelayanan UMB
dan SLK
D. Tingkat Masyarakat
Kelompok Swadaya
Masyarakat Toko
210
Program Pelatihan
Jenis Indikator Waktu
No. dan Pengembangan Tujuan Narasumber Partisipan
Pelatihan/Lokakarya Keberhasilan pelaksanaan
Kapasitas
Pemasok Bahan
Bangunan
b. Peningkatan Untuk Tenaga Pelatihan Kementerian
pemahaman Peningkatan bangunan meningkatkan pendamping, dilakukan di PUPR dan
terkait bangunan rumah sehat bagi pemahaman atau penerima quarter kedua Narasumber Ahli
rumah sehat Penerima bantuan dan mengetahuan bantuan, bank dan sekali setahun Lingkungan dan
Pengembang penerima bantuan pengembang Sosial
mengenai memahami
bangunan rumah
sehat
3 Lokakarya Umum Proyek NAHP secara Memberi wawasan Staff PUPR dan Sekali dalam PUPR, Bank A. Tingkat Nasional
Nasional bagi staff PUPR juga Bank Dunia setahun. Dunia, Tim Proyek NAHP
yang terlibat terkait mendapatkan Pemerintah Kementerian PUPR
respon dan persepsi wawasan dan Daerah PMU dan Staff
pihak luar terutama pemahaman yang Tim Konsultan dan
dari pemerintah lebih baik terkait Penasehat
daerah serta dari penerimaan Bank yang terlibat
LSM pemerhati program proyek NAHP
perumahan rakyat. NAHP dari publik Staff Kementerian
Dalam Negeri
Staff Kementerian
Keuangan
B. Tingkat Pprovinsi
Staff yang terlibat
dalam komponen 3
terkait
C. Tingkat Kabupaten/Kota
PPK
D. Tingkat Masyarakat
Masyarakat
Berpenghasilan
212
Program Pelatihan
Jenis Indikator Waktu
No. dan Pengembangan Tujuan Narasumber Partisipan
Pelatihan/Lokakarya Keberhasilan pelaksanaan
Kapasitas
rendah yang
ditargetkan
Kelompok Swadaya
Masyarakat
Pemerintah tingkat
kecamatan dan desa
Masyarakat adat
4 Lokakarya Tematik Penerapan dan Memberi sarana Satker dan tim Satu atau dua kali Satker, PPK, A. Tingkat Nasional
kendala umum Proyek diskusi penerapan fasilitator dalam satu tahun fasilitator Tim Proyek NAHP
NAHP dan kendala umum lapangan dari lapangan Kementerian PUPR
Proyek NAHP dan Pemda Tim Konsultan dan
upaya solusinya menyampaikan Penasehat
kendala di Bank yang terlibat
lapangan dalam proyek NAHP
implementasi B. Tingkat Pprovinsi
proyek NAHP dan C. Tingkat Kabupaten/Kota
upaya solusi yang Satker
dapat dilakukan PPK
Koordinator dan tim
fasilitator lapangan
D. Tingkat Masyarakat
Kelompok Swadaya
Masyarakat
Toko pemasok bahan
bangunan
Masyarakat adat
213
Lampiran 6: Bagan Alir Penanganan Pengaduan NAHP
214
215
216
217
Lampiran 7: Tahapan Penanganan Pengaduan
218
Lampiran 8: Derajat Penanganan Pengaduan dan Pengambilalihan Penanganan
PENGATURAN DERAJAT
PENGADUAN DAN PENGAMBILALIHAN PENANGANAN
Sejalan dengan prinsip berjenjang yang dianut dalam penanganan pengaduan masyarakat,
maka setiap pengaduan yang muncul ditetapkan derajat penanganan pengaduan. Derajat
Penanganan Pengaduan (DPP) digunakan untuk menentukan pada tingkat mana suatu
pengaduan mendapat dukungan dari pemangku kepentingan untuk mendorong akselerasi
penanganan.
Penentuan derajat penanganan pengaduan dilakukan oleh masyarakat, pelaku program,
konsultan tingkat kabupaten, provinsi/wilayah dan konsultan tingkat nasional NAHP melalui
analisa secara berjenjang dan dievaluasi setiap bulan atau sewaktu-waktu disesuaikan dengan
progres, dampak dan tingkat kesulitan penanganan. Penentuan penanganan pengaduan bukan
berarti pengalihan/pelimpahan kewenangan penanganan pengaduan kepada jenjang di atasnya.
Artinya jenjang dimana masalah terjadi tetap harus menjadi pelaku utama dalam proses
penanganan pengaduan sedangkan jenjang di atasnya memberikan dukungan penanganan
sesuai kebutuhan.
Derajat penanganan pengaduan diatur sebagai berikut:
1. Derajat Desa
Derajat desa merupakan upaya penanganan masalah pada tingkat desa yaitu TFL BSPS
yang mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk mendorong percepatan penanganan dan
penyelesaian pengaduan.
2. Derajat Kabupaten
a. Apabila penanganan pengaduan program BSPS di tingkat desa memerlukan dukungan
penanganan yang optimal oleh konsultan BSPS di tingkat kabupaten baik dari
Koordinator Kabupaten (Korkab) BSPS maupun pihak terkait lainnya dalam rangka
mendorong percepatan penyelesaian pengaduan.
b. Derajat kabupaten merupakan upaya penanganan pengaduan program BP2BT di tingkat
kabupaten yaitu TPP BP2BT kabupaten yang mempunyai tugas dan tanggung jawab
untuk mendorong percepatan penanganan dan penyelesaian pengaduan.
3. Derajat Provinsi
• Apabila penanganan pengaduan program BSPS di tingkat desa/kabupaten memerlukan
dukungan penanganan yang optimal oleh konsultan BSPS di tingkat provinsi maupun
pihak terkait lainnya dalam rangka mendorong percepatan penyelesaian pengaduan.
• Apabila penanganan pengaduan program BP2BT di tingkat kabupaten memerlukan
dukungan penanganan yang optimal oleh Tenaga Pendukung Penyaluran TPP BP2BT di
219
tingkat provinsi baik maupun pihak terkait lainnya dalam rangka mendorong percepatan
penyelesaian pengaduan.
4. Derajat Nasional
Apabila dalam lokasi program belum ditempatkan TFL/Korkab dan atau masa tugas TFL
dan Korkab telah berakhir maka terhadap pengaduan yang belum tuntas akan diambilalih
penanganannya menjadi derajat Nasional.
Apabila progres penanganan pengaduan pada tingkat desa/kabupaten/provinsi
memerlukan dukungan penanganan yang optimal oleh Konsultan Manajemen Pusat
(KMP) NAHP dan/atau Konsultan Advisory NAHP serta pihak terkait lainnya dalam
rangka mendorong percepatan penyelesaian pengaduan dalam rangka mendorong
percepatan penyelesaian pengaduan.
Apabila penanganan pengaduan program BP2BT di tingkat kabupaten/provinsi
memerlukan dukungan penanganan yang optimal oleh Konsultan BP2BT di tingkat
Nasional dan/atau Konsultan Advisory NAHP serta pihak terkait lainnya dalam rangka
mendorong percepatan penyelesaian pengaduan.
Proses ambil alih penanganan pengaduan adalah upaya penyelesaian pengaduan pada tingkat
lebih tinggi dari tingkat terjadinya pengaduan.
Kriteria untuk menentukan proses pengambilalihan penanganan suatu pengaduan, dapat dilihat
pada tabel dibawah ini.
220
PIHAK YANG KRITERIA PENGADUAN DAN SYARAT
DERAJAT PENANGANAN
MENANGANI PENGAMBILALIHAN
bantuan yang sudah dilakukan penanganan di lingkup
desa selama 3 minggu namun belum terselesaikan
dibuktikan dengan 3 kali Rencana Tindakan atau
paling lama 1 bulan di tingkat desa.
Pengambilalihan proses penanganan dilakukan oleh Konsultan satu tingkat di atas derajat
penanganan (supervisor) setelah adanya hasil evaluasi terhadap penanganan yang sudah
dilakukan dimasing-masing derajat penanganan.
Kepala Project Implementation Unit (PIU) NAHP melalui Asisten Bidang Keuangan dan Umum
(PIU) NAHP dapat memerintahkan kepada Konsultan Advisory NAHP untuk melakukan
investigasi terhadap pengaduan program apabila penyelesaian secara berjenjang mulai dari
tingkat desa, kabupaten dan provinsi tidak memberikan hasil sesuai dengan penderajatan
221
penanganan pengaduan. Sedangkan untuk kasus-kasus khusus, setelah mendapatkan
persetujuan dari Kepala Project Implementation Unit (PIU) NAHP, Konsultan Advisory NAHP
dapat mengabaikan derajat penanganan masalah yang berjenjang dan dapat melakukan
investigasi langsung ke lapangan.
Sedangkan sarana penyampaian pendapat dan keluhan dari masyarakat juga dapat disampaikan
melalui website dan dikelola oleh suatu sistem aplikasi Penanganan Pengaduan. Aplikasi ini
dapat mendata semua keluhan, pertanyaan, dan pengaduan masyarakat dari seluruh wilayah
kegiatan program NAHP. Pengaduan dapat disampaikan melalui di www.nahp.pu.go.id atau
lamat email pengaduan NAHP: pengaduan.nahp@nahp.co.id. Dengan adanya keluhan dan
pengaduan yang masuk dapat diberikan kepada pihak yang terkait maupun pihak yang memang
berkompeten dan bertanggung jawab untuk menangani penyelesaian pengaduan tersebut.
222
Lampiran 9: Peran Pelaku Dalam PPM NAHP
MASYARAKAT
223
2. Peran Pelaku BSPS
ASISTEN BIDANG
KONSULTAN ADVISORY
KEUANGAN DAN UMUM PIU NAHP
PENGADUAN UMUM
224
Lampiran 10: Dokumen Terkait Pengadaan
Country : INDONESIA
Borrower : Republic of Indonesia
Project Name : National Affirdable Housing Program (NAHP)
Loan/Credit No. : […..]
Project Implementing Agency Public Works and Housing (MPWH) Directorate General of
Housing Provision, Ministry of Public Works and Housing (MPWH)
Bank’s approval Date of the procurement Plan [Original: ………; Revision 1:…….]
Date of General Procurement Notice: ……………….
Period covered by this procurement plan: Effectiveness – Loan Closing (estimated Dec
2020)
Prequalification. -N/A-
Proposed Procedures for Program Components:
Component 1: Mortgage-Linked Down Payment Assistance (BP2BT)
Component 2: Home Improvement Assistance
Component 3: Technical Assistance for Housing Policy Reform
225
Procurement Packages with Methods and Time Schedule for Goods, works, and non-
consulting services contracts:
Procurement of goods, works and non-consulting services are not envisaged under the project
at the time of appraisal.
Short list comprising entirely of national consultants: Short list of consultants for services,
estimated to cost less than $ 400,000 equivalent per contract, may comprise entirely of national
consultants in accordance with the provisions of paragraph 2.7 of the Consultant Guidelines.
Consultancy Assignments with Selection Methods and Time Schedule for Consulting Contracts
Consulting Firms
Individual Consultant
No Contract Estimated Cost Selection Review by Bank Date of Note
(Description) ($‘000) Method (Prior/Post) Proposal
Submission
1 xxx Competition Post comparing at DD/MM/YY By CVs
Selection least 3
2 xxx QCBS/CQS Post/Prior DD/MM/YY By
comparing
at least 3
CVs
226
b. Template General Procurement Notice
[COUNTRY]
[NAME OF PROJECT] [insert sector]
GENERAL PROCUREMENT
NOTICE Loan No./Credit No./TF
No./Grant No. Project ID No.
The [insert name of borrower] [has received/has applied for/intends to apply for] financing in
the amount of US$ [insert dollar amount] equivalent from the World Bank toward the cost of
the [insert name of project], and it intends to apply part of the proceeds to payments for
goods, works, related services and consulting services to be procured under this project.
This project will be jointly financed by the [insert name of cofinancing agency]. 1
The project will include thefollowing components [describe the main project components,
including consulting services, and include a brief description of the goods, works and services
to be procured under ICB procedures].
Procurement of contracts financed by the World Bank will be conducted through the
procedures as specified in the World Bank’s Guidelines: Procurement under IBRD Loans and
IDA Credits (current edition), and is open to all eligible bidders as defined in the guidelines.
Consulting services will be selected in accordance with the World Bank’s Guidelines:
Selection and Employment of Consultants by World Bank Borrowers (current edition).9
Specific procurement notices for contracts to be bid under the World Bank’s international
competitive bidding (ICB) procedures and for contracts for consultancy services will be
announced, as they become available, in UN Development Business [and the names of
technical magazines, newspapers and trade publications of wide international circulation and
in local newspapers].10
Prequalification of suppliers and contractors will be required for the following contracts [insert
names of contracts].11
9 Occasionally contracts may be financed out of tied trust funds that would further restrict eligibility to a particular
group of member countries. When this is the case, it should be mentioned in this paragraph. Also indicate any margin
of preference that may be granted as specified in the loan or credit agreement and set forth in the bidding documents.
10 If known, the dates of issuance of the specific procurement notices for goods, works, prequalification, and the
datesof issuance of requests for expressions of interest for consultants’ contracts shall be given.
11 [Provide enough information allowing Consultants to decide whether or not to prepare an expression of interest
or insert a link to the website where the terms of reference can be found. Requested information should be the
minimum required to judge a Consultant’s suitability and not so complex as to discourage Consultants from
expressing
interest.]
227
Interested eligible bidders who wish to be included on the mailing list to receive invitations to
prequalify/bid under ICB procedures, and interested consultants who wish to receive a copy
of advertisement requesting expressions of interest for consultancy contracts, or those
requiring additional information, should contact the address below.
228
c. Template Request for Expressions of Interest
[COUNTRY]
[NAME OF PROJECT]
Loan No./Credit No./ Grant No.: Assignment Title:
Reference No. (as per Procurement Plan):
The consulting services (“the Services”) include [insert brief description, implementation
period, etc]i
The [insert name of implementing agency/client] now invites eligible consulting firms
(“Consultants”) to indicate their interest in providing the Services. Interested Consultants
should provide information demonstrating that they have the required qualifications and
relevant experience to perform the Services. The shortlisting criteria are: [insert criteria
related to required qualifications and experience of the firm, but not individual experts’ bio
data].
The attention of interested Consultants is drawn to paragraph 1.9 of the World Bank’s
Guidelines: Selection and Employment of Consultants [under IBRD Loans and IDA Credits &
Grants] by World Bank Borrowers [insert correct title and date of applicable Guidelines edition
as per legal agreement] (“Consultant Guidelines”), setting forth the World Bank’s policy on
conflict of interest. [If applicable, insert the following additional text: In addition, please
refer to the following specific information on conflict of interest related to this assignment:
[insert information on conflict of interest related to the assignment as per paragraph 1.9 of
Consultant Guidelines].
Consultants may associate with other firms in the form of a joint venture or a subconsultancy
to enhance their qualifications.
A Consultant will be selected in accordance with the [insert selection method] method set out
in the Consultant Guidelines.
Further information can be obtained at the address below during office hours [insert office
hours if applicable, I,e. 0900 to 1700 hours].
Expressions of interest must be delivered in a written form to the address below (in person,
or by mail, or by fax, or by e-mail) by [insert date].
229
d. Outline Standard Request for Proposal
Part I – Selection Procedures and Requirements
Section 1. Letter of Invitation
Section 2. Instructions to Consultants and Data Sheet
A. General Provisions
B. Preparation of Proposals
C. Submission, Opening and Evaluation
D. Negotiations and Award
E. Data Sheet
Section 3. Technical Proposal – Standard Forms Section 4. Financial Proposal – Standard
Forms Section 5. Eligible Countries
Section 6. Bank Policy – Corrupt and Fraudulent Practices
Section 7. Term of Reference
Part II – Condition of Contract and Contract Forms
Section 8. Conditions of Contract and Contract Forms
Bab I Umum
230
G. Pengawasan Mutu
H. Penyelesaian Perselisihan
231
Lampiran 11: Format Interim Financial Report (IFR) dan Petunjuk Pengisiannya
PMC melakukan konsolidasi IFR berdasarkan laporan yang dibuat oleh PIU. PIU
menyampaikan laporan realisasi dan perkiraan kebutuhan pendanaan untuk 6 bulan ke depan
kepada PMC dalam format 1-B, 1-C dan 1-D.
1-C Summary Statement of Expenditures (Sum-SOE) for those NOT Subject to Prior
Review
232
Form 1-A
National Affordable Housing Program Project IBRD……….
Special Account Activity Statement For the Reporting Period
[MM/DD/YY] – [MM/DD/YY]
Part I
1 Cummulative advance to end current reporting period
2 Cummulative expenditures to end of last reporting period
3 Outstanding advance to be accounted (1-2)
Part II
4 Opening SA balanced at beginning of reporting period (as of ……,
20..)
5 Add/Substract: Cummulative adjustments (if any)*
6 Advances from the World Bank during reporting period
7 Add 5 and 6
8 Outstanding advances to be accounted for (4+7)
9 Closing SA balance at end of current reporting (as of ………., 20...)
10 Add/substract: Cummulative adjusments (if any) **
11 Expenditures for current reporting period
12 Add 10+11
13 Add 9+12
14 Difference (if any) 8-13 ***
Part III
15 Total Forecasted amount to be paid by World Bank
16 Less: Closing SA balance after adjusment
17 Add/substract: Cummulative adjusments (if any) ****
18 Add 16+17
19 Cash requirement from WB for next six months (15-18)
20 Round Down
233
Note:
Amount
* Explanation for item 5 (if not zero): FMR & AW Ref. (+/-)
Amount
** Explanation for item 10 (if not Zero): FMR & AW Ref. (+/-)
Amount
*** Explanation for item 14 (if not Zero): FMR & AW Ref. (+/-)
Petunjuk Pengisian
Part I
1 Diisi total penarikan dana advance sampai dengan periode pelaporan
2 Diisi total pengeluaran sampai akhir periode lalu
3 Baris 1 dikurangi baris 2 yang merupakan total dana advance yang tersedia dalam periode
pelaporan
Part II
4 Diisi dengan saldo awal copy rekening khusus pada periode pelaporan
5 Diisi dengan jumlah penyesuaian (apabila ada)
6 Diisi dengan jumlah penerimaan dana advance dari WB selama periode pelaporan (apabila ada)
7 Baris 5 ditambah dengan baris 6 yaitu penyesuaian ditambah dengan total penerimaan dana
advance WB selama periode pelaporan
8 Baris 4 ditambah dengan baris 7 dan merupakan total dana advance yang tersedia dalam periode pelaporan, yaitu saldo
awal ditambah/dikurangi penyesuaian dan ditambah total penerimaan dana advance selama periode pelaporan. Nilai
baris ini harus sama dengan Nilai baris 3
9 Diisi dengan jumlah saldo akhir copy rekening khusus pada periode pelaporan
10 Diisi dengan jumlah penyesuaian (apabila ada)
11 Diisi dengan pengeluaran belanja selama periode pelaporan. Nilai baris ini harus disesuaikan
dengan nilai belanja di kuartal ini dari Rekening Khusus Bank Dunia yaitu Form 1B + 1C
12 Penjumlahan dari baris 10 dan baris 11
13 Penjumlahan baris 9, 10 dan 11 (baris 13 harus sama dengan baris 3 dan 8)
14 Pengurangan antara baris 8 dengan baris 13 dan merupakan selisih (apabila ada)
Part III
15 Perkiraan jumlah dana yang diperlukan untuk kebutuhan 6 bulan ke depan
16 Diisi saldo akhir reksus setelah penyesuaian pada periode pelaporan
17 Diisi total kumulatif penyesuaian (jika ada)
18 Penjumlahan antara baris 16 dan baris 17
19 Pengurangan baris 15 dengan baris 18 dan merupakan dana yang harus disediakan WB
untuk periode 6 bulan yang akan datang
20 Pembulatan dari dana yang harus disediakan WB
234
Form 1-B
National Affordable Housing Program Project IBRD……….
Summary Sheet for Payments of Contracts Subject to Prior Review Quarter: [MM/DD/YY]
Ln/Cr/TF No.:………………
Sheet No.:………………….
1 2 3a 3b 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Credit-Linked
Housing Finance
Assistance under
Part 1 (a) of the
project
Sub Total
Home improvement
assistance under
part 2 (a) of the
project
Sub Total
Goods, non-
consulting services,
consultant’s
services and training
under part 1(b), 2(b),
2(c) and 3 of the
project and
Operating Costs
(incurred on or after
Non-Bank financed
(Rupiah Murni)
Sub Total
Grand Total
235
Petunjuk Pengisian
236
Form 1-C
Ln/Cr/TF No.:………………….
Sheet No.:………………….
237
Petunjuk Pengisian
238
Form 1-C2
National Affordable Housing Program Project IBRD……….
Statement of Expenditures Detail Expenditures for Contracts Not Subject to Prior Review
Quarter: [MM/DD/YY]
Ln/Cr/TF No.:…………………
Sheet No.:………………….
Grand Total
239
Petunjuk Pengisian
240
Form 1-D
National Affordable Housing Program Project IBRD……….
Project Cash Forecast For the Quarter Ending: [MM/DD/YY]
Ln/Cr/TF No.:………………
Sheet No.:………………….
Sub Total
Non Bank financed (Rupiah
Murni)
Grand Total
Exchange Rate:………………..
241
Petunjuk Pengisian
5 GOI Cash requirement for six months ending Diisi dengan perkiraan kebutuhan selama enam bulan sejak akhir
(mm/dd/yy) periode pelaporan dengan sumber dana dari Rupiah Murni
6 WB Cash requirement for six months ending (mm/dd/yy) Diisi dengan perkiraan kebutuhan selama enam bulan sejak akhir periode
pelaporan dengan sumber dana dari Bank Dunia dalam nilai mata uang
IDR
7 WB Cash requirement for six months ending (mm/dd/yy) Diisi dengan perkiraan kebutuhan selama enam bulan sejak akhir periode
pelaporan dengan sumber dana dari Bank Dunia dalam nilai mata uang
USD
242
Form 1-E
Note
National Affordable Housing Program Project IBRD……….
Disbursement and Expenditures Status For the Quarter Ending: [MM/DD/YY]
All currency is in USD
Loan Detail of Category Loan Disbursement Expenditures Remaining Remaining
Cat. Allocation Expenditures amount of Loan
Current Cumulative Contract Allocation
not yet
Quarter to Date
replenish
1 2 3 4 5 6 7 8 (=3-6) 9
Credit-Linked Housing Finance
1 Assistance under Part 1 (a) of the
project
Sub Total
Home improvement assistance
2
under part 2 (a) of the project
Sub Total
Goods, non- consulting services,
consultant’s
3 services and training under part
1(b), 2(b), 2(c) and 3 of the project;
and Operating Costs (incurred on
or after January 1, 2020) under
Part 2(b) of the Project
Sub Total
TOTAL
Note:
243
Petunjuk pengisian
244
Form 1-F
National Affordable Housing Program Project IBRD……….
Summary Statement Expenditures for Contracts Subject to Prior Review
For the Quarter Ending: [MM/DD/YY]
Remaining
Reference Contract Payment IBRD Payment GoI Total Payment
Balance
No. Comp.
Number/ Amount Number Amount Number/ Amount
Name Rp US$ Rp US$
Date Rp / Date Rp Date Rp
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 (7+9) 11 12 (4-10) 13
TOTAL
245
Petunjuk pengisian
246
Form IFR-1
National Affordable Housing Progra IBRD……….
Project Sources and Uses of Funds For the Quarter Ending: [MM/DD/YY]
247
Petunjuk pengisian
Nomor Kolom Nama Kolom Keterangan
1 Current Quarter Actual Source of Fund
Diisi dengan realisasi dana untuk setiap sumber dana (RK dan RM) yang telah diserap pada
periode pelaporan tahun ini.
Uses of Fund
Diisi dengan realisasi pembayaran (SP2D) untuk masing-masing kategori selama periode
pelaporan tahun ini
2 Year to Date Actual Source of Fund
Diisi dengan realisasi dana untuk setiap sumber dana (RK dan RM) yang telah diserap pada
periode pelaporan kuartal ini.
Uses of Fund
Diisi dengan realisasi pembayaran (SP2D) untuk masing-masing kategori selama periode
pelaporan kuartal ini
3 Cumulative to Date Actual Source of Fund
Diisi dengan realisasi dana untuk setiap sumber dana (RK dan RM) yang telah diserap pada
periode pelaporan kuartal ini.
Uses of Fund
Diisi dengan realisasi pembayaran (SP2D) untuk masing-masing kategori selama periode
pelaporan kuartal ini
4 Current Quarter Planned Source of Fund
Diisi dengan realisasi dana untuk setiap sumber dana (RK dan RM) yang telah diserap pada
periode pelaporan kuartal ini.
Uses of Fund
Diisi dengan realisasi pembayaran (SP2D) untuk masing-masing kategori selama periode
pelaporan kuartal ini
5 Year to Date Planned Source of Fund
Diisi dengan realisasi dana untuk setiap sumber dana (RK dan RM) yang telah diserap pada
periode pelaporan tahun ini.
Uses of Fund
Diisi dengan realisasi pembayaran (SP2D) untuk masing-masing kategori selama periode
pelaporan tahun ini
6 Cumulative to Date Planned Source of Fund
Diisi dengan realisasi dana untuk setiap sumber dana (RK dan RM) yang telah diserap pada
periode pelaporan sejak awal proyek hingga kuartal ini.
Uses of Fund
Diisi dengan realisasi pembayaran (SP2D) untuk masing-masing kategori selama periode
pelaporan sejak awal proyek hiungga kuartal ini
7 Current Quarter Variance Diisi dengan hasil presentase antara kolom 1 dengan kolom 4
8 Year to Date Variance Diisi dengan hasil presentase antara kolom 2 dengan kolom 5
9 Cumulative to Date Variance Diisi dengan hasil presentase antara kolom 3 dengan kolom 6
248
Form IFR-2
National Affordable Housing Program Project BRD……….
Project Uses of Funds by Category For the Quarter Ending: [MM/DD/YY]
249
Expenditures in Year to Date
Total GOI Reimburs SBUN Outstan Charged Charged to
counterpar t e-ment d-ing to WB Sp. WB Sp. Acc.
No. Uses of Funds by Category Acc.
Rp Rp Rp RP Rp US$
8 9 10 11 12 13 14
1 Credit-Linked Housing Finance
Assistance under Part 1 (a) of the
project
2 Home improvement
assistance under part 2 (a) of the project
250
Cumulative Expenditures to Date
Total GOI Reimburse- SBUN Outstand- Charged to Charged to
No. Uses of Funds by Category counterpart ment ing WB Sp. Acc. WB Sp. Acc.
Rp Rp Rp Rp Rp Rp US$
15 16 17 18 19 20 21
1 Credit-Linked Housing Finance
Assistance under Part 1 (a) of the project
Petunjuk pengisian
251
Other Donor Diisi dengan total realisasi penggunaan dana dari sumber dana dari donor lain selain Bank Dunia pada
periode pelaporan kuartal ini
SBUN Diisi dengan total realisasi penggunaan dana dari sumber dana dari SBUN pada periode pelaporan kuartal
ini
Outstanding Diisi dengan jumlah pengeluaran yang masih belum membebani rekening khusus pada periode pelaporan
kuartal ini
Charged to WB Special Account (IDR) Diisi dengan jumlah pengeluaran yang berasal dari rekenig khusus pada periode pelaporan kuartal ini
dalam mata uang IDR
Charged to WB Special Account (USD) Diisi dengan jumlah pengeluaran yang berasal dari rekenig khusus pada periode pelaporan kuartal ini
dalam mata uang USD
Total cumulative expenditures to date Diisi dengan total realisasi penggunaan dana (RK, RM, pendamping, SBUN dan donor lain) yang diserap
pada periode pelaporan sejak awal pelaksanaan proyek hingga kuartal ini
GOI counterpart Diisi dengan total realisasi penggunaan dana dari sumber RM pada periode pelaporan kuartal ini
Other Donor Diisi dengan total realisasi penggunaan dana dari sumber dana dari donor lain selain Bank Dunia pada
periode pelaporan kuartal ini
SBUN Diisi dengan total realisasi penggunaan dana dari sumber dana dari SBUN pada periode pelaporan kuartal
ini
Outstanding Diisi dengan jumlah pengeluaran yang masih belum membebani rekening khusus pada periode pelaporan
kuartal ini
Charged to WB Special Account (IDR) Diisi dengan jumlah pengeluaran yang berasal dari rekenig khusus pada periode pelaporan kuartal ini
dalam mata uang IDR
Charged to WB Special Account (USD) Diisi dengan jumlah pengeluaran yang berasal dari rekenig khusus pada periode pelaporan kuartal ini
dalam mata uang USD
252
Lampiran 12: Kerangka Acuan Kerja (KAK) Kajian Dasar Perumahan Rakyat (Baseline
Study)
254
Lampiran 13. Kerangka Acuan Kerja (KAK) Penilaian Gender (Gender Assessment)
A. Latar Belakang
Jumlah kekurangan rumah di Indonesia saat ini cukup signifikan. Diperkirakan saat ini ada
64,1 juta rumah di Indonesia, 20% diantaranya dalam kondisi tidak layak huni dan setiap
tahunnya dibutuhkan sekitar 820.000 hingga 1 juta unit hunian baru untuk menjawab
kebutuhan pertambahan penduduk, migrasi ke kota, dan kehadiran rumah tangga baru.
Sektor swasta hanya mampu memproduksi 400.000 rumah setiap tahun. Program
pemerintah yang sedang berjalan pun hanya mampu menambah 150.000-200.000 unit
setiap tahunnya.
Di sisi lain, keterjangkauan masih menjadi tantangan besar sektor perumahan di Indonesia.
Hanya 20% rumah tangga berpenghasilan teratas (desil 9 dan 10) yang mampu membeli
rumah dari pasar formal. 40% dibawahnya tidak mampu membeli rumah tanpa bantuan
subsidi. Program FLPP menyasar kalangan ini dengan memberikan bantuan KPR dengan
suku bungan rendah. Namun, hasil evaluasi FLPP menunjukkan pengeluaran program
tidak sebanding dengan manfaat yang didapatkan; sebagian besar dana menjadi
keuntungan Bank dan dimanfaatkan oleh kalangan yang bukan target grup program.
Akibatnya kontribusi KPR terhadap Prodik Domestik Bruto (PDB) sangat sedikit (hanya
2,4%), dibandingkan dengan India 7% dan Thailand 19%. Sementara 40% penduduk
dengan desil terbawah yang hidup dibawah atau mendekati garis kemiskinan tidak bisa
memperoleh rumah tanpa bantuan subsidi dengan jumlah yang signifikan.
Rendahnya kontribusi KPR terhadap GDP disebabkan oleh beberapa hal: (i)
kebanyakan masyarakat Indonesia tidak memiliki kemampuan finansial untuk KPR
tanpa subsidi dan subsidi dari pemerintah sangat terbatas dan didesain belum cukup baik;
(ii) lebih dari 60% masyarakat Indonesia tidak bekerja di sektor formal sehingga tidak lolos
seleksi karena belum memiliki credit hostory dan termasuk ke dalam kelompok non-
bankable; dan (iii) kecilnya akses sektor perbankan terhadap dana pembiayaan jangka
panjang dan terjangkau dari pasar modal. Tanpa adanya perubahan pola pasar sekunder
saat ini, lembaga keuangan Bank di Indonesia akan tetap memiliki kemampuan yang
terbatas untuk membiayai KPR jangka panjang dari deposit jangka pendek.
Kompleksnya tantangan dari sisi pasokan rumah menghalangi sektor swasta untuk
berpartisipasi dalam pengembangan rumah murah. Tantangan ketersediaan tanah
(termasuk akuisisi tanah), proses perizinan, dan tantangan pembiayaan konstruksi yang
dihadapi pengembang membuat terbatasnya pengembangan perumahan formal selama ini.
Hal-hal ini menyebabkan angka produksi rumah rendah, terutama untuk unit dengan nilai
keuntungan yang rendah (rumah murah). Kegagalan dalam memproduksi rumah yang
terjangkau juga berkontribusi dalam memunculkan area kumuh baru. Lebih dari 50%12
masyarakat miskin di Indonesia tinggal di loksdi kumuh dengasn karateristik RTLH, akses
255
rendah kepada pelayanan dasar (air minum, sanitasi, dan jalan), buruknya kondisi kesehatan
masyarakat, dan rentan terhadap resiko bencana, dan kepadatan tingkat tinggi di kota besar.
Tahun 2015, Pemerintah Indonesia membuat strategi pengurangan jumlah kekurangan
rumah dalam prioritas kebijakan RPJMN dan meluncurkan program Satu Juta Rumah.
Kebijakan khusus yang dikembangkan dalam mendukung program Satu Juta Rumah
adalah: (i) Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang disahkan pada Februari 2016; (ii)
Subsidi Selisih Bungan (SSB), dan (iii) Bantuan Uang Muka (BUM) senilai 4 (empat) juta
rupiah untuk membantu rumah tangga yang mengakses FLPP dan SSB dalam membayar
uang muka.
Dalam rangka mencapai target Satu Juta rumah, di Tahun 2016 Pemerintah Indonesia
menganggarkan lebih dari dua kali lipat anggaran tahun sebelumnya (dari 6 Triliun menjadi
13,2 Triliun rupiah). Kredit perumahan bersubsidi telah membantu melahirkan sekitar 90.000
pinjaman baru di Tahun 2015 melalui FLPP dan SSB. Namun level ini masih jauh dari target
dan kebutuhan yang ada dan peningkatan anggaran pun diprediksi tidak mampu menaikkan
produksi rumah secara signifikan. Pemerintah Indonesia sendiri berpendapat bahwa kurang
baiknya hasil kebijakan subsidi yang ada saat ini lebih dikarenakan oleh belum baiknya
desain program yang tersedia dari pada aspek pengeluaran yang rendah.
B. Gambaran Program
Program ini akan memastikan masing-masing komponen terinformasikan mengenai isu
gender di dalam tahap perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi. Pada tahap
perencanaan, analisis safeguards akan dilaksanakan untuk memastikan bahwa rumah
tangga yang dikepalai oleh perempuan atau Female Headed Household (FHH) dan janda
tidak akan mengalami diskriminasi di masing-masing komponen program. Penilaian yang
berfokus kepada aspek gender akan dilaksanakan untuk mengidentifikasi tantangan yang
berpotensi menghalangi FHH dalam mengakses BP2BT dan BSPS serta mekanisme yang
dapat dilakukan untuk memitigasi tantangan- tangan tersebut.
Sebagai bagian dari kegiatan dukungan teknis program, nantinya akan ada training dan
advokasi kepada PIU, fasilitator, dan lembaga pemberi pinjaman mengenai pentingnya
kseetaraan gender untuk penerima manfaat. Contoh untuk BP2BT, akan dikembangkan dan
disebarluaskan materi-materi mengenai bagaimana lembaga pemberi pinjaman meninjau
kriteria kelayakan FHH dengan memastikan bahwa mereka diperlakukan setara dengan RT
dengan penghasilan ganda (suami-istri) atau RT yang dikepalai laki- laki atau male headed
household (MHH). Contoh untuk BSPS, fasilitator, dan Satker Provinsi (SNVT) akan
diberikan pelatihan gender sebagai bagian dari dukungan teknis komponen BSPS. Serta
untuk memperkuat kapasitas pemangku kepentingan program BSPS dalam memastikan
akses yang setara untuk FHH, PIU akan menjalin kolaborasi dengan organisasi
pemberdayaan perempuan (seperti PEKKA) untuk membuat modul- modul untuk
256
meningkatkan kapasitas pelaku dalam hal aspek kesetaraan gender serta berkolaborasi
dalam mensosialisasikan program BSPS kepada FHH.
C. Lingkup Pekerjaan
1) Melakukan penilain terhadap (jika ada) regulasi yang menghalangi rumah tangga
(RT)yang dikepalai oleh perempuan untuk mengakses program BP2BT dan/atau BSPS
a. Untuk BP2BT, bagaimana regulasi dan kriteria kelayakannya mendorong atau
menghalangi RT yang dikepalai oleh perempuan untuk mengakses program?
b. Untuk BSPS, bagaimana mekanisme penetapan sasaran (secara tersirat atau
c. tidak) mempengaruhi inklusi FHH ke dalam program?
2) Informasi mengenai penerima manfaat BSPS yang merupakan RT yang dikepalai oleh
perempuan dan kecenderungan RT tersebut sebagai penerima manfaat dalam tiga
tahun terakhir. Penilaian harus dapat mejawab pertanyaan berikut:
a. Bagaimana status pengumpulan data tentang gender di level individu (disagregated)
dan ketersediaan datanya?
b. A p a k a h ada regulasi yang menghalangi atau memfasilitasi FHH untuk menerima
BSPS?
b. Apa tantangan utama para penerima manfaat untuk mendapatkan BSPS?
3) Mengidentifikasi indikator untuk memantau penerima manfaat dari FHH dan
mengidentifikasi pembelajaran dari proyek lainnya tentang bagaimana cara
memastikan akses yang sama kepada FHH untuk mengakses program, dan apa
pembelajaran untuk BP2BT dan BSPS dari program-program tersebut dalam rangka
mendorong partisipasi FHH untuk terlibat.
4) Mengembangkan modul pelatihan kepada Bank Pemberi Pinjaman dan
Fasilitator untuk memantau pasrtisipasi FHH untuk BP2BT dan modul untuk
fasilitator BSPS. Mengeksplor kemungkinan keterlibatan organisasi perempuan seperti
PEKKA dalam mengembangkan modul pelatihan untuk Bank Pemberi Pinjaman dan
fasilitator.
5) Mengidentifikasi alat dan indikator yang dapat diandalkan dan terukur untuk
membantu komunitas, Lembaga Swadaya Masyarakat, pemerintah, dan
Bank/Lembaga Pemberi Pinjaman untuk memantau persamaan gender dan menilai
dampak program terhadap kehidupan para perempuan.
D. Keluaran
Konsultan diharapkan menghasilkan sebuah gender assesment dan merekomendasikan
indikator untuk persamaan gender di dalam program. Keluaran-keluaran yang
diharapkan meliputi:
a. Modul-modul untuk pelatihan mengenai gender;
b. Indikator untuk pemantauan dan evaluasi mengenai gender; dan
c. Pembelajaran dari proyek lain mengenai penilaian gender.
257
Lampiran 14: Outline Laporan Keuangan Tahunan
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
PERNYATAAN TANGGUNG JAWAB
I. SUMBER DAN PENGGUNAAN DANA/PROJECT SOURCES AND USES OF FUNDS
II. PENGGUNAAN DANA PER KATEGORI/PROJECT USES OF FUNDS BY CATEGORY
III. SPECIAL ACCOUNT ACTIVITY STATEMENT
IV. CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN
A. PENJELASAN UMUM
B. PENJELASAN ATAS POS-POS LAPORAN REALISASI ANGGARAN
C. SPECIAL ACCOUNT ACTIVITY STATEMENT
D. PENGUNGKAPAN-PENGUNGKAPAN LAINNYA
LAMPIRAN
A. DIPA INDUK PENYEDIAAN PERUMAHAN
B. DIPA PETIKAN PEMBIAYAAN INFRASTRUKTUR PEKERJAAN
UMUM DAN PERUMAHAN
C. DIPA PETIKAN PER SATUAN KERJA PENYALURAN BSPS
D. KONTRAK PENGADAAN BARANG DAN JASA
E. BUKTI PENGEMBALIAN BELANJA
F. Statement of Expenditures - Detail Expenditures for Contracts Not Subject to Prior Review -
Period: …………
G. Summary Sheet for Payment of Contract Subject to Prior Review - Period: ………..
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Alokasi Anggaran NAHP
Tabel 2 Realisasi Unit BP2BT Berdasarkan Bank Pelaksana Tahun….
Tabel 3 Jumlah Bantuan BP2BT yang Diajukan dan Disetujui pada Tahun….
Tabel 4 Paket Dukungan Teknis NAHP yang Telah Terkontrak Tahun…..
Tabel 5 Realisasi Belanja Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan
(BP2BT Tahun…. dan Akumulasi……
258
Tabel 6 Realisasi Belanja Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) TA ….. dan
Akumulasi ……..
Tabel 7 Rekapitulasi Realisasi Belanja Kategori 3 TA…… dan Akumulasi ………….
Tabel 8 Rekapitulasi Realisasi Belanja BSPS Facilliatations TA…….
Tabel 9 Realisasi BELANJA Jasa Konsultan
Tabel 10 Aktifitas Rekening Khusus NAHP di Tahun……….
Tabel 11 Project Management Committee (PMC) dan Project Implementation Unit (PIU)
NAHP
Tabel 12 Susunan Keanggotaan Unit Pelaksanaan Proyek NAHP
Tabel13 Susunan Keanggotaan Sekretariat Unit Pelaksanaan Proyek NAHP
Petunjuk Pengisian
1. KATA PENGANTAR
Berisi kata pengantar Dirjen yang menjadi Kepala PMC
2. PERNYATAAN TANGGUNG JAWAB
Berisi Pernyataan Tanggungjawab Dirjen selaku Kepala PMC terhadap laporan keuangan
yang telah tersusun
259
3. SUMBER DAN PENGGUNAAN DANA/PROJECT SOURCES AND USES OF FUNDS
Pada bagian ini menampilkan tabel dari IFR Konsolidasi Format IFR-1 sebagai berikut,
……………………………….
NIP ……………………….
260
4. PENGGUNAAN DANA PER KATEGORI/PROJECT USES OF FUNDS BY CATEGORY
Pada bagian ini menampilkan tabel dari IFR Konsolidasi Format IFR-2 sebagai berikut,
……………………………….
NIP ……………………….
261
5. SPECIAL ACCOUNT ACTIVITY STATEMENT
Pada bagian ini menampilkan tabel dari IFR Konsolidasi Format I-A sebagai berikut,
Part II
4. Opening SA balanced at beginning of reporting period as of January 1, 2020 8.879.860,31
5. Add/Substract : Cummulative adjustments (if any) * -
6. Advances from the World Bank during reporting period 86.027.995,00
7. Add 5 and 6 86.027.995,00
8. Outstanding advances to be accounted for (4+7) 94.907.855,31
9. Closing SA balance at end of current reporting (as of December 31, 2020) 9.264.263,52
10. Add/substract: Cummulative adjusments (if any) ** -
11. Expenditures for current reporting period 85.643.591,79
12. Add 10+11 85.643.591,79
13. Add 9+12 94.907.855,31
Part III
15. Total Forecasted amount to be paid by World Bank 83.432.422,64
16. Less : Closing SA balance after adjusment 9.264.263,52
17. Add/substract: Cummulative adjusments (if any) ****
18. Add 16+17 9.264.263,52
19. Cash requirement from WB for next six months (15-18) 74.168.159,12
20. Round Down 74.160.000,00
……………………………….
NIP ……………………….
262
6. CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN
Bagian Catatan Atas Laporan Keuangan (CaLK) terdiri dari,
a) Penjelasan Umum
Pada sub-bab ini berisi terkait latar belakang NAHP, dasar hukum NAHP, Deskripsi
program NAHP, Kebijakan Akuntansi
b) Penjelasan atas Pos-pos Laporan Realisasi Anggaran
Pada sub-bab ini berisi terkait penjelasan secara rinci terhadap Sumber dana dan
Belanja
c) Special Account Activity Statement
Pada sub-bab ini berisi terkait Aktifitas rekening khusus NAHP selama satu tahun,
Koreksi penarikan Rekening khusus
d) Pengungkapan-pengungkapan Lainnya
Pada sub-bab ini berisi terkait tindaklanjut Laporan Hasil Pemerikasaan atas Laporan
Keuangan NAHP tahun sebelumnya, Susunan PMC dan PIU NAHP, Susunan
Keanggotaan PIU NAHP, Susunan Keanggotaan Sekretariat PIU NAHP
263