Anda di halaman 1dari 10

Bab 2

Identifikasi Persoalan Wilayah dan Infrastruktur

2.1 Permasalahan pengembangan permukiman

Sering kali Perumahan dan permukiman dikatakan sebagai sumber permasalahan bagi
pemerintah daerah, berbagai permasalahan ini ditunjukkan oleh:

1. Banyak pihak belum dapat menetapkan atau mewujudkan hak guna lahan secara tepat
waktu selama pengembangan hak guna lahan skala besar
2. Pemberian izin hak guna lahan perumahan dan pemukiman biasanya tidak didasarkan pada
kerangka zonasi yang lebih komprehensif
3. Belum terorganisasinya perencanaan dan pemrograman pembangunan perumahan dan
permukiman yang dapat saling mengisi antara ketersediaan sumber daya pembangunan dan
kebutuhan yang berkembang di masyarakat
4. Karena berbagai alasan dan keterbatasan, penyelenggaraan pembangunan perumahan dan
permukiman tampaknya tidak menjadi prioritas bagi banyak pemerintah daerah
5. Belum tertampung nya aspirasi dan kepentingan masyarakat yang memerlukan rumah
termasuk hak untuk ikut berpartisipasi dalam kegiatan pembangunan.
6. Penyediaan lahan, prasarana dan sarana, teknologi bahan bangunan, konstruksi,
pembiayaan dan kelembagaan masih memerlukan pengaturan yang dapat menyesuaikan
dengan muatan dan kemampuan lokal.
7. Tidak seimbang nya pembangunan desa dan kota yang telah menumbuhkan berbagai
kesenjangan sosio-ekonomi, akibatnya desa menjadi kurang menarik dan dianggap tidak
cukup prospektif untuk dihuni sedangkan kota semakin padat dan tidak nyaman untuk
dihuni.
8. Kurangnya persiapan untuk memprediksi kecepatan dan dinamika pertumbuhan fisik dan
fungsional di perkotaan, sehingga pertumbuhan kawasan kumuh sejalan dengan
perkembangan pusat kegiatan ekonomi.

Berdasarkan data di lapangan dalam dokumen rencana pembangunan dan pengembangan


perumahan dan kawasan permukiman bahwa beberapa pengembang banyak yang sudah memiliki
izin dan telah melakukan pengesahan rencana tapak (site plan) namun oleh karena beberapa alasan
pembangunannya belum dapat direalisasikan, sehingga berdampak pada bertambahnya jumlah
tanah yang terlantar.
2.2 Permasalahan tata bangunan dan lingkungan
1. Pemerintah kota Palangka Raya sampai saat ini belum memiliki peraturan daerah tentang
bangunan gedung yang mengacu dan sesuai dengan undang undang bangunan gedung.
2. Pemerintah kota Palangka Raya belum memiliki atau melembagakan institusi/kelembagaan
dan tim ahli bangunan gedung yang bertugas dalam pembinaan penataan bangunan dan
lingkungan.
3. Hingga saat ini pemerintah kota Palangka Raya masih belum menerbitkan sertifikat layak
fungsi (SLF) untuk seluruh bangunan gedung yang ada terutama untuk bangunan baru hasil
pembangunan sejak tahun 2003 hingga 2006.
4. Pemerintah kota Palangka Raya belum memiliki dan menyusun manajemen pencegahan
kebakaran serta belum melakukan pemeriksaan berkala terhadap prasarana dan sarana
penanggulangan bahaya kebakaran agar selalu siap pakai setiap saat:
5. Terdapat banyak bangunan gedung yang belum dilengkapi dengan sarana dan prasarana
bagi penyandang cacat.
6. Pemberian perizinan dan pembangunan gedung belum didasarkan pada rencana tata
bangunan gedung dan lingkungan.
7. Belum melaksanakan pembangunan lingkungan permukiman berbasis konsep tridaya untuk
mendorong kemandirian masyarakat dalam mengembangkan lingkungan permukiman yang
berkelanjutan.
2.3 Permasalahan pelayanan umum
2.3.1 Persampahan

Peningkatan jumlah penduduk dan pembangunan sentra komersial akan meningkatkan


jumlah sampah, sedangkan armada dan TPA sementara masih terbatas. Asumsikan jumlah timbulan
sampah dari sampah domestik dan sampah komersial adalah 2 lt / orang / hari, yaitu 15%. Perkiraan
timbulan sampah:

 Pada tahun 2009 volume sampah sebanyak 496,69m3, dengan jumlah sampah domestik
sebanyak 451,54 m3 dan jumlah sampah non domestik 96,61 m 3.
 Pada tahun 2013 volume sampah sebanyak 1.220,97m3, dengan jumlah sampah domestik
1017,14 m3 dan jumlah sampah non domestik 203,43 m3.
2.3.2 Pemadam kebakaran

Dengan semakin berkembangnya pembangunan pusat-pusat perbelanjaan dan


pembangunan ruko serta tumbuhnya pemukiman baru di berbagai wilayah di satu sisi, akan
memudahkan warga kota dalam memenuhi kebutuhan dan tempat tinggal namun disisi lain,
kebakaran bangunan juga relatif sering terjadi di kota Palangka Raya, sehingga memerlukan kesiapan
sarana dan prasarana pemadam kebakaran. Pada musim kemarau, kebakaran hutan dan lahan di
sekitar Palangka Raya juga sering terjadi sehingga diperlukan tindakan cepat untuk
memadamkannya, karena hal ini akan berdampak negatif bagi kehidupan manusia termasuk di
sektor transportasi.

Situasi ini membutuhkan penambahan armada pemadam kebakaran dan personel yang
terlatih. Hal ini diperlukan karena rasio penduduk terhadap jumlah penduduk masih kecil sehingga
pelayanan publik pada bagian ini sangat perlu mendapat perhatian.

2.3.3 Transportasi

Sektor transportasi kota khususnya transportasi darat merupakan bagian penting dari sektor
pelayanan publik, karena di setiap daerah, antar daerah, antar daerah dan antar provinsi perlu
adanya jaringan jalan yang lebih baik ke semua daerah. Hal ini perlu diimbangi dengan pelayanan
transportasi yang terpadu untuk dapat beradaptasi dengan lalu lintas jalan timur-barat dan utara-
selatan. Kondisi sarana dan prasarana sektor angkutan, khususnya terminal yang memadai dan
modern masih belum dimiliki oleh kota Palangka Raya. Pada saat ini pelayanan terminal masih
belum terpadu dan terdapat berbagai angkutan umum yang beroperasi di badan jalan terutama
poros selatan yang sangat berisiko dikarenakan kendaraan yang parkir mengambil badan jalan dan di
jalur hijau. Persoalan lainnya adalah tarif resmi yang ditetapkan oleh masing-masing pemilik jasa
angkutan bervariasi sehingga dapat menimbulkan kompetisi yang tidak sehat di sektor angkutan
secara umum. Penyelesaian Pembangunan Terminal type A (Antar Kota Antar Provinsi atau AKAP) di
jl. Mahir Mahar (Lingkau Luar) yang pembangunannya didukung dari dana APBN dan APBD Provinsi
serta dukungan dari APBD Kota Palangka Raya merupakan prioritas dalam bidang perhubungan.

2.4 Permasalahan ketertiban dan keamanan


2.4.1 Masalah sosial

Berdasarkan hasil penelitian Joni Bungai dkk (2006) dan Widen dkk (2006), beberapa
permasalahan sosial yang ada pada Pemerintahan Kota Palangka Raya adalah sebagai berikut:

1. Perkelahian yang dipicu oleh miras, narkoba, dan judi


2. Pemeliharaan ternak ayam, babi, dan anjing di lingkungan padat penduduk
3. Barak dan tempat indekos digunakan sebagai sarang untuk kumpul kebo dan selingkuh serta
kurangnya pengawasan dan belum adanya regulasi oleh Pemerintah Kota Palangka Raya.
4. Angka kemiskinan dan pengangguran relatif masih tinggi dan lapangan pekerjaan masih
sedikit dan sulit.
5. Terbatasnya tenaga kerja berkualitas dan yang sesuai dengan kebutuhan pasar
6. Banyak pengemis, pengamen, gelandangan, dan PSK yang berkeliaran siang dan malam
dalam Kota Palangka Raya.
7. Bandar judi dadu gurak selalu memanfaatkan lingkungan keluarga yang sedang berdukacita,
khususnya orang Dayak yang beragama Kristen. Sedangkan Bandar dadu gurak sendiri
datang dari luar kota Palangka Raya.
8. Pedagang kaki lima (PKL) dalam Kota Palangka Raya semakin kurang teratur dan membuat
kota menjadi kotor dan kumuh.
2.5 Permasalahan Ekonomi
2.5.1 Pertumbuhan ekonomi, investasi dan tenaga kerja

Pertumbuhan ekonomi, investasi dan tenaga kerja Rata-rata Pertumbuhan ekonomi kota
Palangka Raya dalam lima tahun terakhir mencapai 5,12 persen. Selama kurun waktu tersebut,
pertumbuhan ekonomi Kota Palangka Raya belum mencapai angka 6 persen atau lebih. Jika
dicermati struktur perekonomian kota dari tahun 2000 hingga 2007 didominasi oleh 3 sektor utama
yaitu, industri jasa (34,38%), transportasi dan komunikasi (21,41%) dan perdagangan, hotel dan
restoran (15,34%). Ketiga sektor tersebut tergolong sektor tersier, secara umum sektor ini
merupakan sektor yang mendorong pertumbuhan ekonomi kota-kota lainnya.

Walaupun kontribusi industri jasa terhadap pertumbuhan dan PDRB lebih besar, namun jika
dicermati, besaran kontribusi ini lebih bergantung pada peran pemerintah umum, yaitu
penyelenggara pemerintahan dan pertahanan serta layanan pemerintahan lainnya (88%). Oleh
karena itu, peran swasta hanya sebesar 12%. Artinya, perekonomian Kota Palangka Raya, khususnya
perekonomian industri jasa, masih bergantung pada pengeluaran atau anggaran pemerintah.

Dari sisi penyerapan tenaga kerja, pada tahun 2007, dua dari tiga sektor tersebut juga lebih
banyak menyerap tenaga kerja dibandingkan sektor lainnya. Tenaga kerja yang terserap sebanyak
30.239 orang, dan jasa, perdagangan, hotel dan restoran sebanyak 16.430 orang. Sementara sektor
Bangunan menyerap tenaga kerja lebih banyak yaitu sebesar 8.436 orang dibanding Pengangkutan
dan Komunikasi. Daya serap tenaga kerja tersebut masih rendah karena hanya berkisar 3,97% -
10,09 % per tahun. Hal ini berarti pertumbuhan sektor yang terjadi belum mampu mengimbangi
pertumbuhan angkatan kerja.

Dilihat dari besarnya pengeluaran warga perkotaan setiap bulannya, Palankaraya termasuk
salah satu kota termahal. Arus keluar bulanan dari Palangka Raya mencapai Rp 250 miliar untuk
membayar barang dari Banjarmasin dan kota-kota di pulau Jawa. Ironisnya, menurut catatan BI
Palangka Raya, perbankan kota hanya mampu menghimpun Rp 100 miliar per bulan, sedangkan
uang beredar yang harus dikeluarkan perbankan sebesar Rp 350 miliar. Akibatnya, Bank Indonesia
harus menyediakan mata uang tambahan sebesar 250 miliar rupiah ke pasar setiap bulan sebagai
aliran dana keluar bersih. Yang ternyata jumlah sebesar itu selalu habis dibelanjakan.

Pola konsumtif warga Kota Palangka Raya dapat dilihat dari kurangnya upaya warga untuk
memenuhi kebutuhan akan komoditas karena selama ini selalu bergantung pada pasokan dari luar
daerah. Dari 22 komoditas yang dikonsumsi warga, hanya tiga yang diproduksi sendiri yaitu ikan
segar, jagung dan sayur-sayuran. Sisanya, 19 komoditas harus dibeli dari Banjarmasin atau Jawa.
Kondisi ini membuat arus uang di Palangka Raya tidak sebanding karena uang yang keluar lebih
banyak daripada yang masuk. Minimnya sektor produksi untuk produksi barang dan jasa telah
menyebabkan keterbelakangan ekonomi di Palankaraya, karena mata uang yang beredar justru
dinikmati oleh penduduk daerah lain, khususnya Banjarmasin. Dalam posisi seperti ini Kota
Banjarmasin maju pesat karena uang dari Palangka Raya selalu masuk ke daerah itu. Pemerintah
daerah bisa menggerakkan sektor produktif untuk mengurangi ketergantungan komoditas dari
daerah luar sekaligus menekan arus uang keluar daerah.

2.5.2 Industri, perdagangan dan inflasi


1. Palangka Raya masih belum memiliki barang atau produk berkualitas tinggi yang dapat dijual
secara nasional maupun global.
2. Industri sebagian besar dalam skala kecil dan mikro dan jumlahnya cenderung menurun.
Keadaan ini menunjukkan sulitnya menciptakan peluang usaha di sektor industri.
3. dengan permasalahan di atas, tantangan ke depannya adalah mendorong dunia usaha
(khususnya industri manufaktur) memiliki daya tarik, tangguh dan berdaya saing.
4. Karakteristik inflasi Kota Palankaraya dipengaruhi oleh faktor supply dan demand, dan
perhatian semua pihak serta instansi terkait diperlukan untuk memantau dan mengontrol
kelancaran distribusi dan pasokan dari pintu masuk Kota Palangka Raya yaitu Banjarmasin
dan Sampit. Dengan demikian, peningkatan efisiensi jalur distribusi barang ke Palangka Raya
menjadi penting.
5. Tingginya pengaruh inertia inflasi terhadap ekspektasi masyarakat, diharapkan dapat
dikendalikan dengan selalu melakukan diseminasi informasi guna mendorong ekspektasi
positif masyarakat melalui berbagai media.
6. Selalu pertahankan langkah-langkah penguatan infrastruktur yang telah dilakukan selama
ini. Dengan mebaiknya infrastruktur, biaya awal yang harus ditanggung masyarakat Palangka
Raya bisa ditekan.
2.5.3 Pertanian dan Perkebunan
1. Sektor pertanian menunjukkan peningkatan. Laju pertumbuhan sektor ini mencapai 15,85%
berkat keberhasilan peningkatan produksi beberapa komoditas seperti kedelai dan jagung,
serta keberhasilan pelaksanaan pembangunan dan peningkatan peternakan, sehingga
mendorong kontribusi menjadi 1,05%.
2. Pada tanaman pangan khususnya padi sebagian besar pembudidayaan masih dilakukan
sesuai tradisional sehingga produktivitasnya masih sangat rendah. Sawah di Kecamatan
Sebangau masih kecil dan produktivitasnya tidak berbeda dengan padi ladang. Sehubungan
dengan itu, tantangan di masa depan adalah peningkatan produktivitas padi ladang dan
peningkatan luasan sawah dan produktivitasnya.
3. Untuk tanaman palawija, yang menjadi permasalahan selain produktivitas yang relatif
rendah adalah pengolahan pasca panen yang belum dikembangkan. Dengan demikian
tantangannya adalah mendorong dan memfasilitasi petani untuk melakukan pengolahan
pasca panen guna meningkatkan nilai tambah petani.
4. Komoditas perkebunan yang masih menunjukkan peningkatan luas dan produksi terbatas
pada karet dan kelapa. Masalahnya, kebun ini ditanam secara tradisional dan kurang
perawatan serta peremajaan.
2.5.4 Kehutanan
1. terdapat areal bekas tebangan HPH tempo dulu yang belum dihutankan kembali sesuai
dengan peruntukannya dalam tata ruang kota.
2. Dengan vegetasi kawasan non hutan seperti belukar rawa terdapat ancaman seperti
kebakaran di musim kemarau. akan ada ancaman berupa kebakaran pada musim kemarau.
Tantangan ke depan adalah upaya reboisasi pemerintah dan masyarakat dalam menjaga dan
melindungi kawasan hutan Palangkaraya.
2.5.5 Perikanan
1. Masalah yang dihadapi dalam lapangan usaha perikanan adalah berkurangnya hasil
tangkapan nelayan, menurunnya hasil tangkapan nelayan Menurut informasi yang dapat
dipercaya, penurunan hasil tangkapan disebabkan berbagai faktor antara lain: rusaknya
lingkungan sungai (air sungai Kahayan dan Rungan yang keruh di bandingkan 10 tahun yang
lalu, oleh penambangan emas rakyat di bagian hulu/tengah), dan penangkapan ikan dengan
menggunakan listrik dan tuba/racun oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung-jawab.
2. Untuk meningkatkan produksi perikanan, tantangannya juga meliputi: upaya pemulihan
kualitas sungai, danau, dan rawa-rawa dengan melarang penambangan emas di sungai dan
batas sungai, serta penegakan hukum terhadap masyarakat yang menggunakan bahan
berbahaya untuk menangkap ikan.Bagi kegiatan budidaya, tantangannya selain kualitas air,
juga pengadaan bibit dan pakan ikan yang terjamin dan terjangkau.
2.5.6 Pertambangan
1. Pasir kuarsa, kaolin dan batu bara memiliki potensi yang besar, namun masih belum
tergarap karena membutuhkan banyak modal dan dukungan infrastruktur terutama
transportasi.
2. Tantangan eksplorasi dan pengembangan bahan tambang adalah menarik investor untuk
menanamkan modalnya di industri pertambangan di Palankaraya, dengan prasyarat untuk
menerapkan praktek penambangan yang baik yaitu pengelolaan pertambangan yang pro
poor, pro job dan pro sustain (berkelanjutan).
2.5.7 Peternakan
1. Peternakan masih dalam skala kecil oleh rumah tangga,
2. Bibit ternak, terutama sapi dan ayam buras masih berasal dari luar,
3. Pakan ayam masih tergantung pasokan dari luar daerah,
4. Untuk menghadapi permasalahan di atas, tantangan ke depannya adalah dengan
memperluas skala usaha dan berinovasi dengan memanfaatkan bahan-bahan lokal sebagai
pakan ternak.
2.6 Permasalahan lingkungan hidup dan penataan ruang daerah
2.6.1 Lingkungan Hidup

Permasalahan lingkungan hidup yang dihadapi Kota Palangka Raya adalah:

1. Perbedaan permukaan air yang tinggi antara muka air sungai Sabangau dengan Kahayan dan
Rungan terutama pada musim penghujan maka akan berubah menjadi bencana banjir bagi
kota Palangka Raya apabila hutan di sepanjang sungai Sabangau tidak terpelihara dengan
baik dan ancaman pada musim kemarau adalah kebakaran lahan dan hutan.
2. Letak Kota Palangka Raya yang berada pada dataran rendah sungai Kahayan, Rungan dan
Sungai Sabangau, dengan komposisi tanah bergambut tipis dengan lapisan bawah tanah
yang berpasir dan untuk daerah pinggir sungai dengan jenis tanah aluvial yang umumnya
rendah membuatnya menjadi kawasan yang rawan banjir.
3. Akibat dari budaya, semenjak dahulu kala masyarakat Kalimantan Tengah bermukim di
sepanjang bantaran sungai, sehingga banyak permukiman penduduk yang berada di
pinggiran sungai, padahal kawasan tersebut merupakan kawasan yang rawan banjir dan
cenderung untuk dapat berkembang menjadi kawasan kumuh.
4. Sebagai akibat dari pertumbuhan penduduk yang cukup pesat, mengakibatkan kurangnya
sarana dan prasarana sanitasi lingkungan, jangkauan pelayanan air bersih yang masih
terbatas dan saluran drainase yang kurang berfungsi optimal dampak dari kurangnya
kesadaran masyarkat akan pengelolaan sampah dan air limbah rumah tangga.
5. Pengembangan dan penyediaan kawasan terbuka hijau diyakini belum mencukupi, dan di
luar pusat kota, alih fungsi lahan hutan untuk keperluan lain atau lahan yang tidak digunakan
dapat menjadi kawasan rawan kebakaran pada musim kemarau.
6. Penambangan pasir dan batu belah pada kawasan diluar pusat kota tidak dibarengi dengan
upaya reklamasi.
7. Penggunaan air tanah oleh sebagian besar rumah tangga sebagai sumber air bersih
berpotensi untuk menurunkan kuantitas dan kualitas sumber air tanah
2.6.2 Penataan Ruang
1. Bahwa luas wilayah Kota Palangka Raya sejak tahun 2003 yang dinyatakan sebesar 2.678,51
Km2 masih belum mendapat pengakuan dari pemerintah Kabupaten tetangga (yang
berbatasan) dan dari pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah.
2. Disiplin ilmu terkait pemanfaatan ruang dalam rencana tata ruang Kota Palankaraya belum
sepenuhnya terlaksana, sehingga dapat menimbulkan konflik pemanfaatan ruang, terutama
pada kawasan strategis kegiatan ekonomi dan / atau kawasan yang sedang berkembang.
3. Permasalahan dan tantangan Penataan Kota di Palangka Raya pada dasarnya adalah ketidak
konsekuensinya antara perencanaan dan realita. Hal ini disebabkan karena produk
Perencanaan Kota yang dihasilkan tidak langsung dibuat dasar hukumnya dan produk
perencanaan kota tersebut kurang dipublikasikan kepada publik.
4. Menurunnya kualitas Situs Bersejarah bahkan menghilang, hilangnya image arsitektur lokal
dengan adanya perkembangan bahan atap berpola genteng yang merupakan image
arsitektur Jawa.
5. Semakin berkembangnya kepemilikan lahan secara pribadi dan semakin berkurangnya lahan
milik pemerintah.
6. Bahwa hingga saat ini revisi RTRW Propinsi Kalimantan Tengah ( PERDA Propinsi No. 8 Tahun
2003) masih belum selesai, sehingga pengakuan atas penambahan luas wilayah Kota
Palangka Raya dari 2.400 km2 menjadi 2.681,5 km2 oleh berbagai pihak terkait juga
tertunda. Perlunya diskusi secara intensif dan melakukan kompromi dengan pemerintah
Kabupaten tetangga dan pemerintah Provinsi sehingga dapat dibuat tata-batas yang jelas
dengan menggunakan peralatan yang moderen.
2.7 Permasalahan Perumahan dan Fasilitas Umum

Berdasarkan proyeksi, kebutuhan perumahan di kota Palangka Raya sampai dengan tahun
2013 mencapai 11.879-unit rumah dan luas lahan 808 ha yang berada di 5 Kecamatan. Kebutuhan
rumah Kecamatan Pahandut 3.800 unit, Sebangau 1.190 unit, Jekan Raya 6.357, Bukit Batu 358, dan
Kecamatan Rakumpit 174 unit.

Berdasarkan analisis permukiman kumuh perkotaan, terdapat 3 (tiga) desa prioritas, yaitu
Kelurahan Langkai, Kelurahan Pahandut dan Kelurahan Palangka. skema penanganan masalah
perumahan melibatkan peran sektor swasta (untuk perumahan terorganisir), dan posisi pemerintah
kota adalah untuk mengeluarkan izin. Kedua, peran kelompok swadaya masyarakat dan ketiga peran
pemerintah sekaligus dalam rangka revitalisasi kawasan kumuh bagi masyarakat berpenghasilan
rendah.

Pengembangan Kawasan Siap Bangun (Kasiba) dan Lingkungan Siap Bangun (Lisiba)
semestinya menjadi perhatian dalam masa 5 (lima) tahun ke depan. Lokasi yang akan dikembangkan
berada di Jalan Mahir Mahar (Ring Road). Rencana kapasitas kawasan adalah 3.678-unit rumah
dengan target penghuni sebesar 18.390 jiwa. Kendala keuangan, selain sarana dan prasarana yang
tidak memadai, tidak ada badan pengelola yang menangani kawasan tersebut. Dari perspektif
perkembangan perkotaan, kawasan ini merupakan pilihan yang ideal terutama untuk kawasan
pemukiman, pendidikan, kesehatan, olah raga dan fasilitas umum lainnya.

Permukiman yang masih terpencar dan desa yang relatif masih sulit dijangkau menjadi
faktor yang sulit dalam upaya pemerataan pelayanan kesehatan. Begitu pula dengan tenaga medis
dan paramedis yang masih terkonsentrasi di perkotaan (kecamatan Pahandut dan kecamatan Jekan
Raya).

1. Kesejahteraan masyarakat yang relatif rendah merupakan isu tersendiri dalam pembangunan
bidang kesehatan. Penggunaan layanan kesehatan gratis ASKESKIN pada dasarnya bermanfaat,
namun tetap perlu memperhatikan ketepatan sasaran.
2. Pertumbuhan penduduk akibat urbanisasi dapat menimbulkan masalah bagi pemukiman. Selain
itu, minimnya sosialisasi rencana tata kota telah mengakibatkan banyak bangunan tidak teratur
dan ilegal yang mengganggu tata kota. Permukiman di sepanjang sungai dan tepian Danau Seha
memerlukan perlakuan khusus agar tidak terkesan menjadi permukiman kumuh, apalagi dalam
wacana Palangka Raya sebagai arena wisata air.
3. Untuk menjadikan Kota Palangkaraya sebagai kota yang indah, perlu adanya peningkatan
kesadaran masyarakat akan kebersihan dan keindahan, termasuk masalah persampahan.
2.8 Permasalahan Pendidikan
1. Laju pertumbuhan lembaga pendidikan yang dilaksanakan oleh pemerintah dan masyarakat
tidak sesuai dengan pertumbuhan fasilitas penunjang pendidikan yang memadai, seperti
gedung layak, perpustakaan, laboratorium, dan bengkel. Berdasarkan profil pendidikan Kota
Palangka Raya tahun 2006/2007, tidak ada SD / MI yang memiliki perpustakaan. Di tingkat SL P
(SMP / MTS), perpustakaan hanya 54,05%, sekolah menengah atas dan MA yang memiliki
perpustakaan hanya 58,06%, sedangkan perpustakaan SMK hanya 50%. Biasanya sekolah
swasta tidak memiliki fasilitas perpustakaan.
2. Masih terdapatnya penduduk yang buta huruf dan juga putus sekolah pada tingkat pendidikan
dasar (SD dan SMP), hal ini merupakan tantangan bagi keberhasilan pelaksanaan program wajib
belajar.
3. Masalah lain yang dihadapi adalah kualifikasi guru. Persentase guru yang tidak layak dan semi
layak mengajar cukup tinggi. Di SD + MI masih terdapat 4,27 %, guru yang tidak layak mengajar,
dan 22,73 % yang hanya semi layak untuk mengajar. Pada jenjang SLTP + MTS terdapat 3,67 %
tidak layak mengajar dan 6,55 % semi layak mengajar. Di jenjang SMU + MA 2,68 % tidak layak
mengajar dan 15,18 % semi layak mengajar. Sedangkan pada jenjang kejuruan (SMK) tidak layak
mengajar 12,80 %, semi layak 28,27 % dan layak 55,65 %. Tantangan ke depan mengenai
kualifikasi guru yaitu menghadapi diberlakukannya UU Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen. Guru-guru dituntut berpendidikan minimal S1 dan memiliki sertifikasi.
4. Pada jenjang SMP dan SMA, masih terjadi kekurangan guru di bidang studi tertentu, terutama
matematika dan IPA (khususnya fisika dan matematika), guru bahasa dan keterampilan.
5. Di SMA ternyata peminat sekolah negeri lebih tinggi dibanding peminat sekolah kejuruan.
Bidang keahlian pada SMK perlu dikembangkan. Saat ini SMK (swasta) hanya sebatas Jurusan
Ekonomi (SMEA). Mengingat peluang industri / lapangan kerja yang sangat terbatas di Kota
Palangka Raya, SMK perlu mengoptimalkan penerapan “Pendidikan Sistem Ganda” (PSG) untuk
menumbuhkan jiwa kewirausahaan siswa dalam menciptakan lapangan kerja.
6. Perguruan tinggi di Kota Palangkaraya juga bisa dikatakan homogen, artinya keragaman fakultas
yang sedang dikembangkan masih kurang. Dalam kaitan ini, Universitas Palankaraya merupakan
perguruan tinggi negeri tertua dan terbesar di Kalimantan Tengah, harus berupaya
mengembangkan diri dengan membuka Fakultas/Jurusan yang relevan dengan kebutuhan
pembangunan, di samping terus meningkatkan kualitas perguruan tinggi / jurusan yang ada juga
untuk memenuhi permintaan pasar dengan menciptakan lapangan kerja sendiri.
2.9 Permasalahan Pariwisata dan Budaya
2.9.1 Pariwisata

Dari data kunjungan wisatawan, industri pariwisata di Palankaraya relatif belum


berkembang. Meski sejauh ini hampir tidak ada data terkait kunjungan wisatawan, banyak sejumlah
wisatawan asing yang terlihat di Palangka Raya. Padahal sudah lama program pariwisata telah
menjadi program internasional. Paket-paket pariwisata telah dibuat sedemikian rupa namun belum
mendorong menjadi salah satu sumber ekonomi bagi daerah dan masyarakat.

Selama ini fasilitas wisata seperti kawasan wisata Tangkiling dan kawasan hiburan yang
dikembangkan masyarakat seperti taman alam, Danau Thailand, Kebun Raya Nyaru Menteng, dan
lain-lain belum menjadi alternatif pilihan wisata. Sesuai dengan kondisi alam yang dimiliki, yang
mulai menggugah minat wisatawan mancanegara saat ini adalah wisata sungai sambil menikmati
atraksi budaya di desa setempat. Persoalannya adalah perlunya mengubah strategi pemasaran
pariwisata dan menyediakan paket perjalanan yang lengkap, seperti susur sungai, atraksi seni dan
budaya, serta peningkatan kerjasama dengan biro perjalanan.

2.9.2 Budaya
1. Menurunnya nilai-nilai budaya dan hukum adat di Palangka Raya serta minimnya upaya
revitalisasi peranan dan fungsi kelembagaan Kedamangan.
2. Pembinaan dan perhatian yang serius dan berkelanjutan terhadap sanggar seni dan budaya
Kota Palangka Raya masih kurang.
3. Banyak gedung pemerintah dan pertokoan masih belum memiliki ciri-ciri arsitektur lokal
4. Nama jalan di Palangka Raya masih simpang siur dan tidak mencerminkan identitas lokal
5. Taman Budaya yang dulu pernah ada di kompleks Museum Balanga Palangka Raya sebagai
wadah ekspresi seni dan budaya tidak tampak lagi keberadaannya.
6. Pengembangan sumber daya manusia dan pengelolaan lingkungan masih mengabaikan nilai-
nilai budaya lokal (kearifan lokal)Belum ada penghargaan yang khusus diberikan kepada
individu

Anda mungkin juga menyukai