Anda di halaman 1dari 43

Analisis Kebijakan Percepatan Pengembangan Infrastruktur

Indonesia

Disusun oleh :

1. Athaya Kamila (201910081)


2. Desy Noviani (201910085)
3. Muarif Bayatul M (201910003)
4. Muhammad Adib (201910098)
5. Novi Rahmawati (201910147)
6. Reihana Nabilah (201910082)

STIE BHAKTI PEMBANGUNAN

PROGRAM STUDI STRATA 1 MANAJEMEN

JAKARTA
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI....................................................................................................................ii
BAB I.................................................................................................................................1
PEMBAHASAN...............................................................................................................1
1.1 Analisis kebijakan percepatan pembangunan infrastruktur Indonesia.............1
1.1.1 Alasan rasional percepatan pembangunan infrastruktur Indonesia....1
1.1.2 Peranan pemerintah, swasta, dan masyarakat dalam percepatan
pembangunan infrastruktur Indonesia..................................................................2
1.1.3 Pengeluaran pemerintan pusat untuk pembangunan infrastruktur
pada tingkat nasional (APBN).................................................................................8
1.1.4 Pengeluaran pemerintah daerah untuk pembangunan infrastruktur
pada tingkat Kabupaten/Kota...............................................................................13
1.1.5 Pembiayaan infrastruktur di Indonesia, khususnya dengan PPP
(Public Private Partnership)..................................................................................14
2.1 Hutang Luar Negeri.............................................................................................24
2.1.1 Kondisi Hutang Luar Negeri........................................................................24
3.1 Penyebab, konsekuensi, dan solusi potret ketimpangan ekonomi dan
kemiskinan di Indonesia pasca reformasi................................................................27
3.1.1Potret Rasio Gini Indonesia Pasca Reformasi......................................34
3.1.2 Potret Distribusi Pendapatan Indonesia Pasca Reformasi.................35
3.1.3 Potret garis kemiskinan Indonesia pasca reformasi analisis growth and
share kemiskinan dan ketimpangan di Indonesia periode 1998 – 2014.............36
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................33

ii
BAB I

PEMBAHASAN

1.1 Analisis kebijakan percepatan pembangunan infrastruktur


Indonesia

1.1.1 Alasan rasional percepatan pembangunan infrastruktur Indonesia

Visi besar para Founding Father Indonesia terefleksi dalam Pembukaan


UUD 1945 alenia kedua yang secara tegas menyatakan keinginan untuk
mewujudkan masyarakat yang merdeka, bersatu, berdaulat adil dan makmur.
Percepatan transformasi ekonomi Indonesia, yang salah satunya dapat dilakukan
melalui percepatan pembangunan infrastruktur, memiliki peran strategis sebagai
prasyarat, menjaga keberlanjutan pertumbuhan ekonomi Indonesia agar rata-
rata mencapai 6% – 6,4% sampai dengan 2045, guna menjadikan Indonesia
menjadi negara maju di tahun 2045.
Percepatan pembangunan infrastruktur dimaksud menjadi keniscayaan,
merujuk pada publikasi World Development Report (World Bank, 1994), yang
intinya menempatkan infrastruktur sangat berperan penting dalam meningkatkan
pertumbuhan ekonomi, di mana pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi
dijumpai pada wilayah dengan tingkat ketersediaan infrastruktur yang
mencukupi. elastisitas PDB (Produk Domestik Bruto) terhadap infrastruktur di
suatu negara adalah antara 0,07 sampai dengan 0,44. Hal ini berarti dengan
kenaikan satu persen saja ketersediaan infrastruktur akan menyebabkan
pertumbuhan PDB sebesar 7% sampai dengan 44%, variasi angka yang cukup
signifikan.

 Upaya pemerintah dalam mengatasi perubahan iklim yang ada di indonesia


adalah pemerintah telah melakukan 4 kebijakan inovatif untuk mengatasi
perubahan iklim yang ada di indonesia yakni

1
1. Climate Change Fiscal Framework (CCFF), yang di mana merupakan satu
kerangka untuk memformulasikan kebijakan fiskal dan strategi memobilisasikan
dana di luar apbn.
2. Carbon Pricing atau nilai ekonomi karbon, kebijakan yang satu ini
menerapkan polluters-pay-principle yaitu dimana setiap pelaku kegiatan atau
pelaku usaha yang menimbulkan pencemaran, maka harus membayarkan biaya
atas dampak pencemaran yang telah ditimbulkannya
3. Energy Transition Mechanism (ETM), dapat mengubah penggunaan batu bara
menuju energi baru dan terbarukan (EBT)
4. Pooling Fond merupakan mekanisme pengumpulan dana dengan menghitung
resiko bencana pada suatu daerah.

 Penyebab masyarakat memerlukan infrastruktur yang baik


Infrastruktur yang baik dapat berpengaruh penting bagi seluruh
masyarakat karena peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan manusia,
antara lain yakni dalam meningkatkan nilai konsumsi, peningkatan produktivitas
tenaga kerja dan akses lapangan kerja untuk seluruh masyarakat, serta
peningkatan kemakmuran rakyat dan terwujudnya stabilitas makro ekonomi
yaitu keberlanjutan fiskal.

1.1.2 Peranan pemerintah, swasta, dan masyarakat dalam percepatan


pembangunan infrastruktur Indonesia

Pemerintah dalam menjalankan peranannya senantiasa berupaya


menyediakan barang dan pelayanan yang baik untuk warganya terutama dalam
penyediaan infrastruktur. Penyediaan infrastruktur merupakan tanggung jawab
pemerintah bagi warga negaranya karena infrastruktur tidak hanya dipandang
sebagai public goods tetapi lebih kepada economic goods. Oleh karena itu,
pemerintah memiliki kepentingan untuk membangun infrastruktur yang penting
bagi masyarakat.

2
Pembangunan infrastruktur sendiri dapat dilakukan dengan berbagai pola antara
lain:
a. Proyek Pemerintah Pusat/Daerah yang dibiayai oleh APBN/APBD.
Pembangunannya dilaksanakan oleh BUMN/BUMD/swasta. Sumber
dananya bisa melalui:
- Rupiah murni, atau
- Pinjaman/hibah luar negeri (lembaga multilateral/ bilateral/kredit
ekspor), biasanya disertai dengan rupiah pendamping
b. Proyek BUMN/BUMD, yang dibiayai oleh anggaran perusahaan sesuai
dengan RKAP yang disetujui oleh Meneg BUMN/Pemda.
c. Proyek Kerjasama Pemerintah-Swasta (Konsesi), yang dibiayai oleh modal
investor swasta, pinjaman perbankan/pasar modal domestik dan luar negeri.
Peran Pemerintah hanya memberikan dukungan untuk proyek yang kurang
menarik minat swasta, tetapi mempunyai kelayakan ekonomi yang tinggi.
Terbatasnya dana yang dimiliki, menyebabkan pemerintah tidak mampu
membiayai pembangunan seluruh infrastruktur yang dibutuhkan oleh
masyarakat seperti jalan, jembatan, jaringan air minum, dan Pelabuhan, maka
peran swasta dalam pembangunan infrastruktur sangat dibutuhkan sehingga
pendanaan atau investasi untuk pembangunan infrastruktur dapat terpenuhi.
Bentuk kerjasama ini biasa dikenal dengan istilah kerjasama pemerintah swasta
atau konsesi.

Manfaat swasta adalah membantu pemerintah dalam menciptakan


lapangan kerja yang dapat mengatasi pengangguran, sektor swasta juga
membantu meningkatkan neraca perdagangan yang pada akhirnya digunakan
untuk membiayai pembangunan. Pembangunan Indonesia menjadi negara yang
lebih maju, tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah saja. Masyarakat
harus mau ikut terlibat dalam segala bentuk kegiatan pembangunan yang
diselenggarakan pemerintah.

3
Tujuan utama pembangunan ialah untuk meningkatkan kualitas hidup
masyarakat Indonesia. Maka dari itu, pemerintah dan masyarakat harus saling
bekerja sama dan bekerja keras dalam melaksanakan pembangunan.
- Partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan

Untuk pembangunan daerah, masyarakat juga memegang peran


penting dalam pengambilan keputusan. Sehingga hal ini tidak hanya
dilakukan pemerintah daerah setempat, melainkan juga turut
melibatkan masyarakat.

- Partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan


Tidak hanya berpartisipasi dalam pengambilan keputusan, masyarakat
juga turut berpartisipasi dalam pelaksanaan pembangunan.
- Partisipasi masyarakat dalam pemantauan serta evaluasi
Artinya masyarakat juga turut memantau dan melakukan evaluasi
terhadap proses pembangunan.
- Partisipasi masyarakat dalam pemanfaatan hasil pembangunan
Setelah pembangunan selesai dilakukan, masyarakat juga harus
berpartisipasi dalam pemanfaatan hasilnya. Supaya tidak sia-sia dan
memang digunakan sebaik mungkin untuk kepentingan masyarakat.

Penyediaan Infrastruktur untuk rakyat merupakan kewajiban utama


Pemerintah. Namun karena adanya keterbatasan dana yang dimiliki oleh
Pemerintah, maka Pemerintah berupaya untuk membuka peluang investasi
penyediaan Infrastruktur kepada sektor swasta melalui skema Kerjasama
Pemerintah Badan Usaha atau lazim disebut KPBU. Pemerintah sebagai
regulator juga berupaya untuk menjaga iklim investasi di Indonesia, diantaranya
dengan dikeluarkannya Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2015 tentang
Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur
sebagai landasan penyelenggaraan KPBU.
Adanya kesenjangan pembiayaan (financing gap) yang cukup besar di
mana Pemerintah (termasuk BUMN) diperkirakan hanya mampu membiayai

4
sekitar 63,48 % dari kebutuhan pembiayaan infrastruktur. Untuk itu perlu dibuka
peluang untuk sektor swasta juga berpartisipasi dalam penyediaan infrastruktur.
Dalam meningkatkan iklim investasi, Pemerintah memberikan kontribusi kepada
swasta diantaranya Dukungan Pemerintah berupa beberapa fasilitas diantaranya
Dana Penyiapan Proyek (PDF (Project Development Fund, Dana Dukungan
Kelayakan (VGF (Viability Gap Funding) dan Penjaminan Pemerintah yang
timbul akibat terjadinya Risiko Politik.
Dalam melakukan kegiatan KPBU, tentunya banyak pemangku
kepentingan (stakeholders) yang terlibat sehingga membutuhkan sosialisasi yang
matang. Oleh karena itu, hukumonline.com bekerja sama dengan IIGF Institute
PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero) telah menyelenggarakan
workshopdengan topik Kerjasama Pemerintah Badan Usaha yang diikuti oleh
berbagai praktisi hukum dan legal counsel dari beberapaperusahaan serta
masyarakat umum. Workshop dengan judul “Peran Pemerintah dalam
Percepatan Proyek Infrastruktur denganSkema KPBU di Indonesia” tersebut
telah dilaksanakan pada Selasa, 20 Desember 2016 bertempat di Kantor PT
Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero) Gedung Capital Place Lantai 7, Jl.
Jendral Gatot Subroto Kav. 18 Jakarta Selatan.
Adapun Narasumber yang hadir dalam workshoptersebut adalah:
1. Novie Andriani (Perencana Muda – Direktorat Kerja Sama Pemerintah
Swasta dan Rancang Bangun, Kementerian Perencanaan Pembangunan
Nasional / BAPPENAS)
2. Insyafiah Hariri (Kepala Subdirektorat Evaluasi Dukungan Pemerintah -
Pengelolaan Dukungan Pemerintah dan Pembiayaan Infrastruktur (PDPPI)
Kementerian Keuangan)
3. Ria Frilina (Senior Vice President PRL Division PT Penjaminan
Infrastruktur Indonesia (Persero)
4. Lili Soleh Wartadipradja (Kepala Badan Penanaman Modal (BPMD)
Provinsi Jawa Timur)
5. Delano Dalo (Project Manager for Umbulan PPP Water Supply Project
Advisory Facilitation - PT. Sarana Multi Infrastruktur (Persero)

5
6. Anang Latif (Direktur Utama Balai Penyedia dan Pengelola Pembiayaan
Telekomunikasi dan Informatika (BP3TI)
7. Roi Sudiro (Kepala Bidang Investasi Badan Pengatur Jalan Tol)
Workshop tersebut dibuka dengan Keynote Speech dari Ibu Sinthya Roesly
selaku Direktur Utama dari PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero).
Sesi Pertama dimoderatori oleh Kanya Satwika selaku Partner dari Kantor
Hukum Assegaf Hamzah & Partners. Melanjutkan sesi I yang lebih membahas
mengenai latar belakang Skema KPBU, dilanjutkan dengan Sesi II mengenai
Case Studies KPBU yang dimoderatori oleh Ibrahim Assegaf selaku Partner dari
Assegaf Hamzah & Partners.

Permasalahan utama yang dirasakan oleh pemerintah dalam mengembangkan


kondisi infrastruktur di Indonesia yaitu di negara kita sendiri Indonesia, bukanlah
hal yang mudah dalam membangun maupun mengembangkan infrastruktur. Ada
banyak masalah yang menghambatnya, berikut adalah beberapa masalah yang
menghambat infrastruktur negara kita :

1. Kurangnya koordinasi dalam membangun infrastruktur

Kurangnya koordinasi menjadi masalah utama yang sudah sejak lama dialami
Indonesia dalam membangun dan mengembangkan infrastruktur. Pembangunan
infrastruktur seringkali berjalan lambat dari perencanaan karena bentuk keputusan
antar lembaga yang kurang terkoordinasi.

2. Kurangnya dana

Masalah biaya menjadi masalah selanjutnya yang kita hadapi, kurangnya dana
yang dimiliki pemerintah menjadi hambatan yang sudah lama dialami.

3. Kendala pembebasan lahan

Selain menghambat dalam proses pembangunan infrastruktur di Indonesia,


pembebasan lahan juga sering menimbulkan konflik sosial di tengah masyarakat.

4. Lembaga pembangun infrastruktur yang kurang berkompeten

6
Lembaga pembangun infrastruktur yang kurang berkompetensi juga kerap
menjadikan pembangunan dan pengembangan infrastruktur di Indonesia
terhambat.

5. Lambatnya penyusunan peraturan

Indonesia sendiri terkenal dengan birokrasinya yang panjang sehingga


menghambat dalam penyusunan peraturan pembangunan. Hal ini harus menjadi
konsen pemerintah dalam memangkas birokrasi yang ada.

6. Kesadaran keselamatan kerja dalam pembangunan infrastruktur

Rendahnya kesadaran keselamatan kerja yang memadai dalam membangun


infrastruktur juga dapat menjadi penghambat. Kecelakaan kerja yang terjadi
dalam pembangunan dan pengembangan infrastruktur tentu akan menghambatnya.

Adapun cara mengatasi infrastruktur yang tidak memadai

1. Memperbaiki kerjasama antar lembaga

Dengan baiknya kerjasama yang dilakukan antar lembaga pemerintah tentu akan
sangat membantu dalam membangun dan mengembangkan infrastruktur di
Indonesia. Dengan koordinasi yang baik tentu pekerjaan yang dilakukan oleh satu
lembaga tidak akan bertubrukan dengan lembaga lainnya.

2. Merencanakan pembangunan infrastruktur secara matang

Sebelum memulai untuk membangun infrastruktur, perencanaan yang matang dan


koordinasi yang baik antar setiap lembaga pemerintah maupun lembaga yang
ditunjuk harus menjadi konsen utama. Perencanaan ini tidak hanya berhubungan
dengan masalah teknis saja, akan tetapi juga berhubungan dengan pembiayaan
dalam pembangunan infrastruktur tersebut.

3. Mengajak keterlibatan masyarakat

Selain koordinasi yang baik antar lembaga, komunikasi yang baik dengan pihak
masyarakat juga dibutuhkan agar pembangunan dapat berjalan lancar serta dapat

7
melibatkan masyarakat secara aktif. Dengan begitu masyarakat juga dapat
menyampaikan aspirasinya yang berguna untuk memudahkan dalam
pembangunan infrastruktur.

4. Memperbaiki birokrasi Indonesia

Dari sisi pemerintah, perbaikan birokrasi harus menjadi konsen utama untuk
menunjang pembangunan infrastruktur di Indonesia. Kebijakan lembaga
pemerintah yang terlibat dalam pembangunan infrastruktur harus dapat
memprioritaskan kebijakannya agar lebih efisien.

5. Merawat infrastruktur yang sudah ada

Perawatan infrastruktur yang telah dibangun juga harus dilakukan dengan baik
agar dapat digunakan dengan baik dan berumur panjang. Hal ini juga dapat
digunakan untuk menghemat pengeluaran negara untuk masalah infrastruktur.

6.Memperbaiki Kualitas Desain Proyek Infrastruktur

salah satu cara yang bisa dilakukan untuk mengatasi masalah infrastruktur ini
adalah dengan memperbaiki kualitas desain proyek infrastruktur. Dengan desain
proyek infrastruktur yang berkualitas, akan lebih mudah untuk menjelaskan
mengenai rencana pembangunan infrastruktur kepada calon investor. Desain
proyek yang berkualitas juga bisa lebih mudah meyakinkan pihak investor untuk
menanamkan dananya dalam rangka pembangunan infrastruktur. Dengan
demikian, masalah pendanaan akan lebih mudah diatasi dan proyek pembangunan
infrastruktur pun bisa berjalan dengan lebih lancar.

1.1.3 Pengeluaran pemerintan pusat untuk pembangunan infrastruktur


pada tingkat nasional (APBN)

Salah satu fokus dari Pemerintahan Presiden Jokowi saat ini adalah
pembangunan infrastruktur selain pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM).
Salah satu kebijakan pemerintah dalam rangka menggalakkan pembangunan
infrastruktur di daerah yaitu melalui pengalokasi Anggaran Infrastruktur sebesar

8
25% dari Dana Transfer Umum yang mencakup Dana Alokasi Umum (DAU)
dan Dana Bagi Hasil (DBH). Kebijakan tersebut bertujuan agar belanja
pemerintah daerah tidak hanya untuk belanja aparatur saja namun lebih kepada
belanja yang ditujukan untuk pelayanan publik.

Melihat data belanja daerah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja


Daerah (APBD) dari tahun ke tahun, belanja modal yang biasanya sebagai salah
satu jenis belanja yang digunakan untuk pembangunan infrastruktur
persentasenya masih terbilang kecil jika dibandingkan dengan belanja pegawai
serta belanja barang dan jasa.

Pada belanja APBD Tahun 2020, belanja modal pemerintah daerah yang
terdiri dari provinsi, kabupaten, kotamadya hanya sekitar 18%. Angka tersebut
jauh di bawah belanja pegawai yang mencapai 34% atau belanja barang dan jasa
yang di kisaran 25%. Kewajiban pemenuhan belanja infrastruktur sebesar 25%
dari Dana Transfer Umum (DAU dan DBH) memang menjadi tambahan beban
bagi daerah sehingga menambah jenis belanja daerah yang telah ditentukan
seperti belanja pendidikan, kesehatan serta Alokasi Dana Desa (ADD).
Ketidakpatuhan daerah terkait pemenuhan belanja tersebut akan mendapatkan
sanksi berupa penundaan DAU atau DBH sebagaimana yang termuat dalam
Pasal 39 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 139/PMK.07/2019 tentang
Pengelolaan Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum dan Dana Otonomi Khusus.

Daerah yang telah memenuhi besaran alokasi belanja infrastruktur di


APBD tahun 2019 mengalami peningkatan jika dibandingan pada tahun 2018
yaitu dari 248 daerah menjadi 354 daerah. Daerah yang belum mampu
memenuhi kewajiban terkait pemenuhan belanja infrastruktur daerah hanya
sekitar 34% dari total 542 pemerintah daerah. Ke depannya diharapkan lebih
banyak daerah yang dapat memenuhi kewajiban tersebut agar pembangunan
infrastruktur di daerah lebih baik lagi dan mampu memberikan dampak
multiplier effect utamanya untuk masyarakat.

9
Berdasarkan data APBD tahun 2019, provinsi yang telah memenuhi
anggaran infrastruktur 25% dari Dana Transfer Umum (DAU dan DBH)
sejumlah 29 provinsi dimana Provinsi Banten merupakan provinsi dengan
alokasi persentase tertinggi yaitu 62,79%. Untuk kabupaten, ada 263 kabupaten.
Kabupaten yang tertinggi mengalokasikan adalah Kabupaten Musi Rawas Utara,
Provinsi Sumatera Selatan dengan 95,52%. Untuk kotamadya tertinggi dengan
alokasi belanja infrastruktur dari DTU adalah Kota Batam dengan 52,84%.
Sedangkan untuk provinsi yang terendah mengalokasikan dan termasuk 5
daerah yang belum memenuhi kewajiban tersebut adalah Provinsi Papua hanya
dengan 3,56%. Sebagai informasi, Provinsi Papua dan Papua Barat setiap tahun
mendapatkan Dana Tambahan Infrastruktur (DTI) yang sebagian besar untuk
pembangunan infrastruktur di Papua dan Papua Barat. Untuk tahun 2019, total
alokasi DTI untuk Papua dan Papua Barat berjumlah Rp4,2 triliun.

Selain Provinsi Papua, provinsi yang belum memenuhi adalah Provinsi


Aceh, Provinsi Jawa Timur, Provinsi Papua Barat, dan Provinsi Sulawesi Barat.
Untuk Kabupaten dengan persentase terkecil pemenuhan belanja infastruktur
dari DTU adalah Kabupaten Nabire di Provinsi Papua dengan alokasi sebesar
0,28% dari 153 daerah yang belum memenuhi. Berikutnya untuk kotamadya
dengan persentase terkecil adalah Kota Langsa di Provinsi Aceh dengan besaran
alokasi 6,05% dari total daerah yang belum memenuhi sebanyak 31 kota.
Banyaknya daerah kabupaten dan kota yang belum memenuhi atau hampir
sepertiga dari keseluruhan daerah kabupaten/kota hal ini perlu menjadikan
perhatian. Belum terpenuhinya kewajiban pemenuhan mandatory spending
khususnya untuk pemenuhan anggaran infrastruktur daerah bisa disebabkan oleh
salah satunya yaitu kapasitas fiskal daerah yang terbatas. Sebagian besar daerah
masih menggantungkan pada transfer dari pemerintah pusat sehingga sedikit
sekali daerah yang mengandalkan penerimaan dari pendapatan asli daerah
(PAD).

Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi daerah bagaimana mereka


mampu mencari peluang untuk meningkatkan ruang fiskal, baik dari sisi

10
pendapatan maupun belanja. Daerah dapat melakukan berbagai hal untuk
meningkatkan pendapatan, yaitu dengan menggali potensi pajak dan retribusi
daerah, mendorong masuknya investasi di daerah, mengoptimalkan penerimaan
dari pemanfaatan kekayaan daerah, dan optimalisasi penerimaan dividen dari
BUMD. Selain itu, begitu pandemi Covid-19 muncul di kuartal I tahun 2020,
pemerintah pusat telah menginstruksikan daerah untuk merealokasi dan
merefocusing APBD-nya untuk penanganan Covid-19. Hal ini juga
berkontribusi mengurangi ruang fiskal untuk anggaran infrastruktur.

karena pada saat melonjak nya kasus Covid-19, banyak proyek


pembangunan infrastruktur yang tertunda dan ditahun 2021 menjadi tahun
bangkit nya perekonomian global walaupun masih dalam kondisi pandemi. Jadi,
hal tersebut memberikan momentum bagi pemerintah untuk meningkatkan
anggaran infrastruktur. Selain itu ditahun 2021 juga terdapat beberapa
serangkaian proyek pembangunan, salah satunya Proyek Strategis Nasional
(PSN) yang terdiri dari 201 proyek infrastruktur dan 10 program strategis
nasional.

Dari sisi belanja, daerah dituntut mampu meningkatkan kualitas belanja


daerah dengan langkah-langkah efisiensi sehingga dengan alokasi yang terbatas
dapat tetap produktif dan berdaya guna untuk kesejahteraan masyarakat.
Kebijakan akan mandatory spending sebaiknya tidak diberlakukan secara sama
namun dengan variasi yang berbeda atau skema prorata. Bisa dengan melihat
Provinsi, Kabupaten, Kotamadya atau dengan melihat besaran jumlah APBD-
nya. Daerah dengan APBD yang besar utamanya yang PAD besar, mungkin bisa
dengan mudah memenuhi ketentuan belanja yang diatur tersebut. Berbeda
halnya dengan daerah yang ukuran APBD-nya kecil sehingga ruang untuk
memenuhi semua ketentuan tersebut sempit. Namun, dari semua hal tersebut,
kebijakan mandatory spending tujuannya sangat baik untuk kesejahteraan
masyarakat.

Adapun pembangunan yang dibiaya oleh pajak adalah sebagai berikut:

11
1. Pembangunan infrastruktur jalan, seperti :

- pembangunan jalan tol trans jawa yang menghubungkan kota-kota di pulau


Jawa sepanjang 1.167 km

- pembangunan infrastruktur Jalan Tol Trans Sumatera sepanjang 304 km akan


menghubungkan Pulau Sumatera dari Aceh hingga Bakauheni.

- pembangunan infrastruktur jalan Trans Papua sepanjang 3.462 kilometer

2. Pembangunan jembatan, seperti :

- pembangunan jembatan bentang panjang di Ambon dan Pontianak,

- pembangunan jembatan gantung untuk manusia di Lebak dan Bali

- pembangunan Jembatan Holtekamp di Jayapura

3. Pembangunan sekolah

4. Pembangunan fasilitas umum, seperti :

- pembangunan MRT dan LRT

- pembangunan kereta cepat Jakarta - Bandung

Pembangunan infrastruktur sangat penting dalam menunjang


pembangunan ekonomi di Indonesia. Dengan meningkatnya infrastruktur
contohnya seperti infrastruktur transportasi akan membuat suatu wilayah lebih
mudah dijangkau sehingga mempermudah pemerintah dalam pemerataan sarana
dan prasarana. Jika pemerataan berjalan dengan baik maka tidak ada lagi
wilayah yang tertinggal serta kemiskinan juga lebih mudah diatasi. Pemerintah
bisa bekerja sama dengan negara maju untuk meningkatkan infrastruktur
transportasi.

Pembangunan infrastruktur sangat berpotensi untuk memberikan


kontribusi pada pemulihan ekonomi yang lebih kokoh. Tidak hanya itu,

12
investasi pada infrastruktur yang baik dapat mengembangkan ekonomi nasional,
lingkunganserta sosial dalam beberapa tahun kedepan.

Maka dari itu, pemerintah melaksanakan suatu kebijakan dengan


meningkatkan industri kreatif di Indonesia. Selain itu membangun sumber daya
manusia yang baik dalam menunjang terciptanya ekosistem industri kreatif.
Dengan demikian, mimpi Indonesia untuk menjadi negara yang maju bisa
terwujud.

Indonesia memiliki dana anggaran yang besar dan itu bertujuan untuk
membangun infrastruktur yang baik untuk mendukung pertumbuhan ekonomi
yang lebih maju untuk Indonesia kedepannya. Tercapainya pemerataan
pembangunan, menghasilkan lapangan kerja baru yang dapat mengurangi angka
kemiskinan, sehingga semakin banyak investor dan memajukan wilayah tersebut
serta membuat Indonesia lebih maju lagi.

Maka dari itu pembangunan infrastruktur sangat penting dalam


mendukung pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

1.1.4 Pengeluaran pemerintah daerah untuk pembangunan infrastruktur


pada tingkat Kabupaten/Kota

Infrastruktur adalah aspek vital dalam akselerasi pembangunan nasional.


Infrastruktur memegang peranan penting sebagai salah satu roda penggerak
pertumbuhan ekonomi. Ini mengingat gerak laju dan pertumbuhan ekonomi
suatu negara tidak dapat pisahkan dari ketersediaan infrastruktur seperti
transportasi, telekomunikasi, sanitasi, dan strategi.

Dalam 30 tahun terakhir ditengarai pembangunan ekonomi Indonesia


tertinggal akibat lemahnya pembangunan infrastruktur. Menurunnya
pembangunan infrastruktur yang ada di Indonesia dapat dilihat dari pengeluaran

13
pembangunan infrastruktur yang terus menurun dari 5,3% terhadap GDP (Gross
Domestic Product) tahun 1993/1994 menjadi sekitar 2,3% terhadap GDP tahun
2005/2006, hanya mencapai 1.8% terhadap GDP dalam APBN 2011. Padahal,
dalam kondisi normal, pengeluaran pembangunan untuk infrastruktur bagi
negara berkembang adalah sekitar 5-6 % dari GDP.
Belanja infrastruktur di daerah juga dapat dikatakan sangat kecil,
walaupun sejak dilakukannya desentralisasi/otonomi daerah, pengeluaran
pemerintah daerah untuk infrastruktur meningkat, sementara pengeluaran
pemerintah pusat untuk infrastruktur mengalami penurunan yang drastis.
Berbagai upaya untuk mengatasi kondisi tersebut terus dilakukan, salah satunya
adalah dengan akselerasi pembangunan infrastruktur daerah guna mengejar
ketertinggalan daerah dengan pusat dan daerah yang tertinggal dengan daerah
lain.

Transfer ke Daerah

Berdasarkan peraturan perundang-undangan serta mengacu pada hasil


pembahasan antara Badan Anggaran (Banggar) DPR RI dan Pemerintah dalam
hal ini Kementerian Keuangan, dalam rangka Pembicaraan Penyusunan APBN
tahun 2011, kebijakan anggaran transfer ke daerah pada tahun 2011 diarahkan
untuk meningkatkan kapasitas fiskal daerah dan mengurangi kesenjangan fiskal
antara pusat dan daerah (vertical fiscal imbalance) dan antardaerah (horizontal
fiscal imbalance)
menyelaraskan kebutuhan pendanaan di daerah sejalan dengan pembagian
urusan pemerintahan antara pusat, provinsi, dan kabupaten/kota, meningkatkan
kualitas pelayanan publik di daerah dan mengurangi kesenjangan pelayanan
publik antardaerah, mendukung kesinambungan fiskal nasional (fiscal
sustainability) dalam rangka kebijakan ekonomi makro, meningkatkan daya
saing daerah;
meningkatkan kemampuan daerah dalam menggali potensi ekonomi daerah,
meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumber daya nasional dan meningkatkan

14
sinkronisasi antara rencana pembangunan nasional dengan rencana
pembangunan daerah. Kebijakan transfer ke daerah tidak akan berhasil tanpa
disertai kebijakan yang mendukungnya, termasuk dalam optimalisasi
penyerapan anggaran.

1.1.5 Pembiayaan infrastruktur di Indonesia, khususnya dengan PPP


(Public Private Partnership)

Pembangunan merupakan proses yang telah direncanakan dan merupakan


salah satu upaya manusia dalam meningkatkan taraf dan kualitas hidupnya. Pada
hakikatnya konsep pembangunan tidak sekedar mencakup pemeliharaan sumber
daya alam, tetapi juga menyediakan kebutuhan umat manusia yang semakin
lama semakin bertambah banyak. Pola yang erat antara ekonomi, sosial, dan
system lingkungan harus selalu ditekankan. Sehingga, dalam suatu poses
pembangunan diperlukan adanya upaya untuk menaikkan standart kualitas
hidup dengan tetap melindungi bahkan meningkatkan kualitas lingkungan

Perubahan paradigma pemerintah pusat ke pemerintah daerah dalam


rangka perencanaan dan pelaksanaan pembangunan daerah untuk menciptakan
kemandirian daerah yang lebih besar merupakan lagkah awal untuk
meningkatkan peran seta masyarakat daerah dalam pembangunan. Semangat
reformasi memberi pengaruh yang besar bagi suatu otonomi daerah.Sebagai
daerah otonom, daerah mempunyai kewenangan dan tanggung jawab
menyelenggarakan kepentingan masyarakat berdasarkan prinsip-prinsip
keterbukaan partisipasi masyarakat dan tanggung jawab kepada
masyarakat.Pemerintahan yang bersih bebas korupsi dan adanya partisipasi
masyarakat secara langsung adalah bagian dari realisasi pelaksanaan otonomi
daerah.

Pembangunan infrastruktur berupa sarana dan prasarana merupakan


kewajiban pemerintah sebagai upaya memenuhi kebutuhan mayarakat pada era
globalisasi.Akan tetapi dengan adanya keterbatasan anggaran yang dimiliki
pemerintah menjadikan kebutuhan bekerjasama dengan investor atau pihak

15
swasta sangatlah diperlukan untuk membangun dan mengembangkan sarana dan
prasarana sebagai bentuk nyata pemerintah untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat

Guna mewujudkan pembangunan infrastruktur dan pelayanan yang


tujunnya untuk mensejahterakan masyarakat memunculkan konsep Publik
Private Partnership (PPP), ini merupakan kerjasama antara pemerintah dengan
pihak investor atau swasta untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Public
Private Partnership (PPP) merupakan mekanisme pembiayaan altematif dalam
pengadaan pelayanan publik yang telah digunakan secara luas diberbagai
negara yang khususnya dipakai dinegara maju. Public Private Partnership
merupakan hubungan berbasis kontrak menentukan secara rinci tanggung
jawab dan kewajiban masing masing mitra. Dalam kontrak kerjasama tersebut
disebutkan secara jelas dan detail bagaimana bentuk perjanjian dan segala
kewajiban yang harus dipenuhi masing masing pihak. Public Private
Partnership juga dapat diartikan sebagai kerangka kerja yang melibatkan sector
swasta dan pemerintah yang memiliki peran masing masing .Pihak swasta
sebagai investor dengan keahlian teknik, operasional dan inovasi dan peran
pemerintah sebagai pembuat peraturan atau kebijakan dalam pembangunan
tersebut.

Dengan adanya pihak swasta yang masuk dalam proyek pemerintah hal
tersebut menyebabkan munculnya banyak kontrak-kontrak antara pihak swasta
dengan pihak pemerintah. Dengan munculnya kerjasama tersebut diharapkan
memberikan dampak yang postif dalam alokasi investasi dan juga diharapkan
dapat meningkatkan kualitas pelayanan.Tetapi pada kenyataanya kerjasama
yang dilakukan pemerintah dengan swasta tidak selalu berdampak positif
karena seringkali kedua belah pihak mempunyai kepentingan yang berbeda.
Dimana kepentinganpemerintah lebih bersifat sosial kemasyarakataan
sedangkan sebaliknya kepentingan swasta sifatnya profit oriented yang hanya
mementingkan keuntungan yang banyak tanpa memperhatikan dampak yang
akan di timbulkan.

16
Beberapa negara maju juga menerapkan Public Private Partnership dalam
membangung infrastruktur misalnya saja di Negara Belanda. Dimana peran
PPP sangat penting dalam berlngsungnya pembangunan infrastruktur di
negaranya. Menurut Ecorys Negara Belanda proyek PPP dilaksanakan untuk
membangun infrastruktur dan pengembangan wilayah.

Table proyek PPP bedasarkan jenisnya

No. Tipe Proyek % of


Proyek
1 Proyek Infrastruktur 54 %
2 Jalan 24 %
3 Infrastruktur Transportasi 22 %
lainnya
4 Proyek Lainnya 8%
5 Pengembangan Wilayah 46 %
6 Area Industri 14 %
Sumber : Ecorys,2002

Masuknya sektor private kedalam pembangunan infrastruktur di Belanda


dianggap lebih efisien guna membantu pemerintah dalam penyediaan
infrastruktur, Sektor private dianggap lebih inovatif dalam pelaksanaan
pembangunan infrastruktur yang dugunakan untuk masyarakat Di Indonesia,
pada tahun 2005, pemerintah Indonesia mulai serius untuk menerapkan konsep
Public Private Partnership (PPP) atau dulu yang biasa disebut dengan
Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS). Diawali dengan penyelenggaraan
Indonesia Infrastructure Summit I pada pertengahan Januari 2005. Pada saat
itu, terdapat 91 proyek pemerintah yang ditawarkan pemerintah kepada investor
untuk dijadikan proyek PPP. Namum pada kenyataannya penerapan PPP
tersebut, masih banyak kendala dalam pelaksanaannya salah satu contoh adalah
pengadaan tanah

17
Kebutuhan akan akses infrastruktur terus meningkat sehingga memerluka
investasi yang besar. Untuk tahun 2010-2014 kebutuhan pembiayaan
infrastruktur di Indonesia adalah senilai Rp. 1.429 triliun rupiah.Sedangkan
kapasitas pembiayaan yang mampu ditanggung oleh pemerintah adalah sebesar
Rp 451 triliun atau sama dengan 31% dari total pembiayaan. Sedangkan
kesenjangan kebutuhan pembiayaan adalah sebesar Rp. 978 triliun, dimana hal
tersebut harus ditutupi dengan sumber pembiayaan lain Pemerintah selalu
berupaya menyediakan barang dan pelayanan yang baik untuk warganya
terutama dalam penyediaan infrastruktur. Penyediaan infrastruktur merupakan
tanggung jawab pemerintah bagi warga negaranya karena infrastruktur tidak
hanya dipandang sebagai public goods tetapi lebih kepada economic goods,
oleh karena itu, pemerintah memiliki kepentingan untuk membangun
infrastruktur yang penting bagi masyarakat. Pembangunan infrastruktur sendiri
dapat dilakukan dengan berbagai pola antara lain:

a. Proyek Pemerintah Pusat/Daerah yang dibiayai oleh APBN/APBD.


Pembangunannya dilaksanakan oleh BUMN/BUMD/swasta.
Sumber dananya bisa melalui:
b. Rupiah murni, atau
c. Pinjaman/hibah luar negeri (lembaga multilateral/ bilateral/kredit ekspor),
biasanya disertai dengan rupiah pendamping
d. Proyek BUMN/BUMD, yang dibiayai oleh anggaran perusahaan sesuai
dengan RKAP yang disetujui oleh Meneg BUMN/Pemda
e. Proyek Kerjasama Pemerintah-Swasta (Konsesi), yang dibiayai oleh
modal investor swasta, pinjaman perbankan/pasar modal domestik dan
luar negeri. Peran Pemerintah hanya memberikan dukungan untuk proyek
yang kurang menarik minat swasta, tetapi mempunyai kelayakan ekonomi
yang tinggi

Munculnya kerjasama yang dilakukan pemerintah dengan swasta dalam


pembangunan infrastruktur memunculkan banyaknya kerjasama antara

18
pemerintah dengan swasta, muculnya kerjasama yang dilakukan oleh
pemerintah dengan swasta seperti :

a. Design dan Bangun (DB)


b. Desain Bangun dan Operasikan (DBO)
c. Bangun, Operasikan dan Transfer (BOT)
d. Bangun, Sewa dan Transfer (BLT)
e. Merancang, Bangun, Keuangan dan Operasikan / Pertahankan (DBFO /
M)
f. Membangun, Memiliki dan Mengoperasikan (BOO) dan
g. Beli, Bangun dan Operasikan (BBO).

Untuk pembangunan infrastruktur model kerjasama yang sering digunakan


adalah model Build Operate Transfer (BOT). Kerjasama dengan menggunakan
model BOT merupakan model kontrak kerjasama yang melibatkan dua pihak
yakni pengguna jasa dan penyedia jasa. Dimana pada umumnya penngguna
jasa adalah sektor public, sedang untuk penyediaan jasa adalah sektor swasta.
Case studies on Build Operate Transfer, Netherlans menjelaskan bahwa Build
Operate Transfer (BOT) merupakan salah satu model kontrak perjanjian yang
digunakan pemerintah untuk pengalihan proyek pemerintahan ke sektor
private dengan jangka waktu tertentu. Dimana sektor private dapat mendesain,
membangun dan mengoprasikan fasilitas yang telah dibangun tersebut, dan
setelah masa konsesi habis segala fasilitas yang telah dibangun tersebut akan
dialihkan atau di transferkan kepada pemerintah.

Proyek infrastruktur dengan menggunakan model BOT ini dianggap paling


efektif. Karena dengan minimnya dana yang dimiliki pemerintah, pelaksanaan
pembangunan tetap berjalan dengan bantuan investor yaitu pihak swasta tanpa
kehilangan aset daerah. Pasalnya aset daerah yang digunakan investor untuk
membangun infrastruktur nantiya akan kembali lagi kepada pemerintah.
Peraturan kerjasama atau kemitraan di Indonesia sendiri diatur dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1997 Tentang Kemitraan, yang
menjelaskan bahwa keitraan merupakan kerjasama usaha antara usaha kecil

19
dengan usaha menegah dan atau dengan usaha besar disertai pembinaan dan
pengembangan oleh usaha menegah dan atau usaha besar dengan
memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat saling
menguntungkan .

Kerjasama dengan menggunakan model BOT juga telah diatur oleh


pemerintah dalam Peraturan Pemerintah Nomer 6 tahun 2006 tentang
Pengelolaan Barang Milik Negara atau Daerah, yang menjelaskan bahwa BOT
atau Bangun Serah Guna adalah Pemanfaatan Negara atau daerah berupa
tanah oleh pihak lain dengan cara mendirikan bangunan dan/atau sara berikut
fasilitasnya, kemudian didayagunakan oleh pihak lain dalam jangka waktu
tertentu yang disepakati, untuk selanjutnya diserahkan kembali tanah beserta
bangunan dan/atau sarana fasilitas setelah berakhir jangka waktu . Peraturan
Pemerintah Nomor 67 Tahun 2005 tentang kerjasama pemerintah dengan
badan usaha dalam penyediaan infrastruktur menyebutkan bahwa aturan main
yang fair bagi para pihak yang terlibat kerjasama dalam membagi hak dan
kewajibannya secara proposional akan mendukung iklim berbisnis yang
kondusif

Pengguna jasa sektor public memberikan kewenangan kepada penyedia


jasa atau sektor swasta untuk mendesain, membangun infarstruktur dan
mengprasikanya selama waktu tertentu dan penyedia jasa akan menyerahkan
kepada pengguna jasa bila waktu kontraknya sudah habis. Oleh sebab itu BOT
dapat dimaknai sebagai model kontrak kerjasama untuk mengembangkan
proyek-proyek infrastrutur yang meliputi sarana dan prasarana yang berfungsi
untuk kepentingan mayarakat dengan menggunakan perencanan dan
pendanaan dari swasta

Akan tetapi pada kenyataan dalam pelaksanaan dengan menggunakan


kontrak tidak semudah yang ada dalam paparan. Seringkali permasalahan-
permasalah muncul pada perjanjian kerjasama yang menggunakan model BOT
.maka dari itu perlu adanya perlu perencanaan yang matang agar proyek

20
tersebut dapat berjalan sesuai rencana dan memberikan keuntungan kepada
masing-masing pihak. Prediksi untuk kemungkinan adanya kendala-kendala
maupun kerugian harus dipersiapkan dengan strategi khusus.

Public Private Partnership

Public Private Partnership adalah perjanjian atau kontrak antara


pemerintah dengan sektor swasta yang antara lain;

a) sektor swasta mengambilalih fungsi pemerintah selama periode waktu


yang ditentukan,

b) sektor swasta menerima kompensasi dari pelaksanaan fungsi tersebut


baik langsung maupun tidak langsung,

c) sektor swasta dibebani timbulnya risiko dari pelaksanaan fungsi


tersebut, d) adapun fasilitas publik, tanak atau sumber-sumber daya
yang lain dapat dialihkan sektor swasta. atau dapat digunakan oleh
sektor swasta.

Dari definisi tersebut Publik Private Partnership merupakan suatu bentuk


perjanjian atau kontrak antara sektor publik dan sektor privat yang terdiri atas
beberapa ketentuan, antara lain: sektor privat menjalankan fungsi pemerintah
untuk periode atau masa tertentu; sektor privat menerima kompensasi atas
penyelenggaraan fungsi, baik secara langsung maupun tidak langsung; sektor
privat bertanggung jawab atas resiko yang timbul dari penyelenggaraan fungsi
tersebut. Jadi, dalam Publik Private Partnership terdapatpengurangan aktivitas
atau kepemilikan pemerintah dalam suatu pelayanan atau industri tertentu
dikarenakan sektor privat (swasta) ikut berpartisipasi dalam penyediaan
layanan.

Tahap Pelaksanaan Public Private Partnership

21
Didalam pelaksanaan Publik Private Partnership ada beberapa tahapan
dalam pelaksanaan perjanjian yang sudah disebutkan oleh Kementrian
Koordinator bidang Perekonomian, beberapa tahapan tersebut meliputi:

1. Pemilihan Proyek

Pemilihan proyek bertujuan untuk menarik mitra- mitra swasta dan


memaksimalkan keuntungan publik, dengan memperhatikan kebijakan dan
tujuan pemerintah, serta sumberdaya yang terbatas dan kesiapan dari
proyek yang akan dikerjakan

2. Konsultasi Publik.

Konsultasi public digunakan untuk mandapatkan saran-saran yang


diperlukan dan mengenai rancangan suatu proyek tertentu dari pihak diluar
pemerintah

3. Studi Kelayakan

Studi kelayakan dilakukan untuk memenuhi tahapan-tahapan yang ada


dalam kerjasama pemerintah dan swasta, hal tersebut bisa menentukan
besarnya dukungan pemerintah yang diperlukan

4. Tinjauan Resiko

Tinjauan resiko digunakan untuk mengidentifikasi berbagai resiko dalam


proyek dan hal yang dapat mengurangi resiko dari sebuah proyek yang
akan dilaksanakan dan usulan pengalihan resiko

5. Bentuk Kerjasama

Kerjasama antara pemerintah swasta dapat diterapkan dalam berbagai


bentuk perjanjian termasuk diantaranya BOT (Build, Operate, Transfer),
BOO (Build, Own, Operate), BROT (Build, Rent, Operate, Transfer),
KSO(Kerjasama Operasi/ Joint Operation), usaha patungan, ruislag

6. Dukungan Pemerintah

22
Dukungan pemerintah pada dasarnya dilakukan bertujuan untuk
mengetahui potensi keayakan finansial pada suatu proyek

7. Pengadaan.

Proses pengadaan tender dilakukan dalam tahap- tahap, Pesiapan proyek,


Pra-Kuaifikasi, Tender dan Evaluasi, Negosiasi, Pembuatan kontrak

8. Pelaksanaan

Priode pelaksanaan proyek dilakukan pada saat ditandandatangani suatu


proyek sampai berakhirnya proyek tersebut, misalnya pada saat aset
dikembalikan kepada pemerintah atau pada saat proyek tender ulang,
tahapan-tahapan ini terdiri dari pendirian Badan Usaha, perolehan
pendanaan, kontruksi, commissioning, operasi dan pemeliharaan.

9. Pengawasan
Tujuan dari pemantauan proyek Kerjasama antara Pemerintah dan Swasta
adalah, Memastikan bahwa operasi proyek sesuai dengan peraturan-
peraturan, Memastikan Perjanjian kerja sesuai dengan hasil pelaksanaan,
khususnya sebagaimana diperlukan untuk penyesuaian tarif, Berbagai
masalah dan perubahan yang mungkin muncul.

Namun di dalam pelaksnaannya mendapatkan beberapa hambatan dalam


kerjasama yang dilakukan. Hambatannya antara lain :
1. Terjadi kesulitan dalam mengawasi proyek kerjasama tersebut
2. Terdapat perbedaan persepsi antara pemerintah dengan pihak swasta
dalam konsep proyek
3. Minimnya modal investasi yang tersedia
4. Terjadi kerumitan prosedur dalam konsep pengadaan fasilitas dan
investasi

23
5. Penerapan kebijakan yang berkaitan dengan proyek yang diadakan tidak
sepenuhnya dilaksanakan
Untuk menghindari adanya hambatan yang mampu meminimlkan
kemungkinan kerjasama untuk mencapai kesuksesan maka diperlukan
adanya prinsip yang sejalan antrara pemerintah dengan swasta seperti
kesesuaian kebijakan PPP. Selain itu, diperlukan transparansi dan kompetitif
dalam pengadaan kegiatan kerjasama tersebut serta selalu dilakukannya
monitoring terhadap kondisi untuk menghindari ketidaksesuaian kegiatan
yang berlangsung dengan konsep yang telah di rencanakan.

24
2.1 Hutang Luar Negeri

2.1.1 Kondisi Hutang Luar Negeri

Tabel posisi utang luar negeri menurut kelompok peminjam

Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada januari 2022 menurun.


Posisi ULN Indonesia pada akhir januari 2022 tercatat sebesar 413,6 miliar
dolar AS, turun dibandingkan dengan posisi ULN pada sebelumnya sebesar
415,3 miliar dolar AS. Perkembangan tersebut disebabkan oleh penurunan
posisi ULN sector public (Pemerintah dan Bank sentral) dan sector swasta.
Secara tahunan posisi ULN Januari 2022 terkontraksi 1,7% (yoy) lebih
dalam dibandingkan dengan kontraksi bulan sebelumnya sebesar 0,4% (yoy).
ULN Pemerintah pada januari 2022 melanjutkan tren penurunan.
Setelah mengalami penurunan sejak September 2021, posisi ULN
pemerintah pada januari 2022 tercatat sebesar 199,3 miliar dolar AS, kembali
turun dibandingkan dengan posisi ULN pada bulan sebelumnya sebesar
200,2 miliar dolar AS. Hal ini menyebabkan ULN pemerintah terkontraksi
5,4 % (yoy), lebih dalam dibandingkan dengan kontraksi 3,0% (yoy) pada
desember 2021. Penurunan terjadi seiring beberapa seri SBN yang jatuh
tempo pada januari 2022, termasuk SBN dalam demonisasi dolar AS. Dari
sisi pinjaman, secara neto penurunan terjadi pada pinjaman bilateral, seiring
adanya pelunasan pinjaman untuk pembiayaan beberapa proyek infrastruktur.

25
Pemerintah tetap berkomitmen menjaga kredibilitas dengan memenuhi
kewajiban pembayaran pokok dan bunga utang secara tepat waktu, serta
mengelola ULN secara hati-hati, kredibel dan akuntabel. Penarikan ULN
yang dilakukan di bulan januari 2022 tetap diarahkan pada pembiayaan
sector produktif, serta diupayakan turut mendukung penanganan covid-19
dan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Dukungan ULN
pemerintah dalam memenuhi pembiayaan sector produktif dan kebutuhan
belanja prioritas antara lain mencakup sector jasa kesehatan dan kegiatan
social (24,5% dari total ULN Pemerintah), sector jasa pendidikan (16,5%).
Sector administrasi pemerintah, pertahanan, dan jaminan social wajib
(15,1%), sector kontruksi (14,2%), dan sector jasa keuangan dan asuransi
(11,8%). Posisi ULN pemerintah relative aman dan terkendali jika dilihat
dari sisi risiko refinancing jangka pendek, mengingat hampir seluruh ULN
memiliki tenor jangka panjang dengan pangsa mencapai 99,9% dari total
ULN Pemerintah.
ULN swasta kembali menurun. Posisi ULN swasta tercatat sebesar
205,3 miliar dolar AS pada januari 2022, menurun dari 206,1 miliar dolar AS
pada desember 2021. Secara tahunan, ULN swasta terkontraksi 1,0% (yoy)
pada januari 2022, lebih dalam dibandingkan kontraksi 0,8%pada periode
sebelumnya. Perkembangan tersebut bersumber dari adanya pelunasan
pinjaman luar negeri swasta yang jatuh tempo selama periode januari 2022
sehingga menyebabkan ULN lembaga keuangan (financial corporations)
terkontraksi sebesar 4,3% (yoy), lebih dalam dbandingkan kontraksi 4,2%
(yoy) pada desember 2021, serta ULN korporasi bukan lembaga keuangan
(nonfinancial corporations) yang terkontaksi sebesar 0,1 % (yoy) pada bulan
sebelumnya. Berdasarkan sektornya, ULN swasta terbesar bersumber dari
sector jasa keuangan, dan asuransi, sector pengadaan listrik, gas, uap/air
panas, dan udara dingin, sector industry pengolahan, serta sector
pertambahan dan penggalian, dengan pangsa mencapai 76,6% dari total ULN
swasta. ULN tersebut tetap didominasi oleh ULN jangka panjang dengan
pangsa mencapai 76,3% terhadap total ULN swasta.

26
Struktur ULN Indonesia tetap sehat, didukung oleh penerapan prinsip
kehati-hatian dalam pengelolaannya. ULN Indonesia pada bulan januari 2022
tetap terkendali, tercermin dari rasio ULN Indonesia terhadap Produk
Domestik Bruto (PDB) yang tetap terjaga dikisaran 34,1% menurun
dibandingkan dengan rasio pada bulan sebelumnya sebesar 35,0%. Selain itu,
struktur ULN Indonesia yang tetap didominasi oleh ULN berjangka panjang,
dengan pangsa mencapai 88,2% dari total ULN. Dalam jangka menjaga agar
struktur ULN tetap sehat, Bank Indonesia dan Pemerintah terus memperkuat
koordinasi dalam pemantauan perkembangan ULN, didukung oleh penerapan
prinsip kehati-hatian dalam pengelolaannya. Peran ULN juga akan terus
mengoptimalkan dalam menopang pembiayaan pembangunan dan
mendorong pemulihan ekonomi nasional, dengan meminimalisasi resiko
yang dapat memengaruhi stabilitas perekonomian.

 Utang di Indonesia sangat penting diperlukan terutama dalam membiayai


pembangunan. Pada sistem anggaran defisit seperti yang dianut Indonesia saat
ini, utang merupakan sumber pembiayaan yang tidak dapat dihindari karena
sumber penerimaan negara belum dapat menutupi pengeluaran. Secara teoritis,
utang dapat digunakan untuk menutup kekurangan dana pembangunan domestik
yang diharapkan pengelolaannya dilakukan secara hati-hati (prudent) dan terarah
dapat digunakan untuk pembangunan negara.

Hampir semua negara di dunia memiliki utang, baik yang bersumber


dari dalam maupun luar negeri. Dalam sistem anggaran defisit seperti yang
dianut Indonesia, utang sangat dibutuhkan untuk menutup defisit Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Hal ini dilakukan karena
pendapatan atau penerimaan yang telah dianggarkan tidak mencukupi untuk
membiayai belanja pembangunan atau pengeluaran negara. Akan tetapi

27
penerbitan atau penarikan utang ini haruslah mempertimbangkan cost and
benefit dan perhitungan yang matang.

Berbagai pro dan kontra yang mewarnai keyakinan setiap ekonom


dalam menilai efektivitas utang negara untuk pembangunan masih terus
terjadi. Utang diharapkan dapat digunakan sebagai instrumen untuk
menjawab ketertinggalan pembangunan ekonomi di tingkat domestik.

Di sisi lain utang dapat memberikan masalah yang berkepanjangan


karena implikasi dari ketentuan dan aturan yang patut dipatuhi di tingkat
struktural sebagai konsekuensi logis dari utang yang diluncurkan. Tak sedikit
masyarakat yang masih mempertanyakan dampak positif utang terhadap
perekonomian. Pihak yang pro akan mengatakan bahwa utang merupakan
faktor pengungkit (leverage) yang akan mampu melipatgandakan aset negara.
Di sisi lain pihak yang kontra mengatakan bahwa utang hanya akan menjerat
negara pada kubangan utang yang akhirnya berujung pada kebangkrutan.
Sejatinya kunci dari efektivitas penggunaan utang adalah pengelolaan dana
pinjaman yang diterima. Pengelolaan utang yang tidak prudent dapat
menimbulkan permasalahan yang berat bagi keuangan negara.

3.1Penyebab, konsekuensi, dan solusi potret ketimpangan


ekonomi dan kemiskinan di Indonesia pasca reformasi

Ketimpangan Ekonomi dan Kemiskinan

Definisi Kemiskinan

Dalam arti sempit, kemiskinan (proper) dipahami sebagai


keadaan kekurangan uang dan barang unuk menjamin kelangsung
hidup. Dalam arti luas ( Chamber) mengatakan bahwa kemiskinan
adalah suatu konsep terpadu yang memiliki lima dimensi, yaitu:

28
a. Kemiskinan (proper)

b. Ketidakberdayaan (powerless)

c. Kerentanan menghadapi situasi darurat (state of emergency)

d. Ketergantungan (dependence)

e. Keterasingan (isolator)

Faktor-Faktor Penentu Ketimpangan dan Kemiskinan di


Indonesia

Disparitas atau kesenjangan, khususnya kesenjangan ekonomi,


merupakan fenomena yang terjadi dalam perekonomian nasional dimana
terdapat perbedaan atau jurang pemisah di antara setiap anggota masyarakat
dalam kegiatan ekonomi, termasuk perbedaan antara kegiatan ekonomi di
suatu daerah dan daerah lainnya. Walaupun fenomena disparitas terjadi di
seluruh dunia, umumnya kesenjangan antar kelompok masyarakat ataupun
daerah, lebih tajam terjadi di negara-negara sedang berkembang karena
kekakukan sosial ekonomi (social economic rigidities) dan faktor imobilitas
(imobility factor).

Berikut adalah faktor-faktor penentu ketimpangan dan kemiskinan di


Indonesia:

a) Tingkat Pendidikan yang Ditamatkan Penduduk (EDU)


Cameron menyimpulkan kemiskinan diasosiasikan dengan meningkatknya
pencapaian pendidikan dan peningkatan pendapatan dari tenaga kerja
terdidik. Sukherman menunjukan kemiskinan dipengaruhi oleh besarnya
persentase angka melek huruf.

b) Pendapatan Per Kapita Penduduk (PC)

29
Iradian menunjukkan bahwa tingginya pertumbuhan pendapatan per kapita
tidak akan terlalu berdampak apabila tidak disertai dengan perbaikan
distribusi pendapatan.

c) Rasio Ketergantungan Penduduk


World Bank menyatakan bahwa penyebab kemiskinan adalah adanya ledakan
penduduk (population growth) yang tidak terkendali. Malthus menyatakan
ledakan penduduk akan menimbukan pola hidup yang serba pas-pasan. Neo-
Malthus menyatakan bahwa bangsa-bangsa yang miskin tidak akan pernah
berhasil mencapai taraf hidup yang lebih tinggi dari tingkat subsistem,
kecuali bangsa itu mengadakan pemeriksaan preventif (preventive checks)
terhadap pertumbuhan populasinya, atau dengan pengendalian kelahiran.

d) Pertumbuhan Ekonomi (GRW)


Pesatnya pertumbuhan ekonomi hanya bisa dinikmati oleh sebagian kecil
oarng di Indonesia. Hal itu menimbulkan kemiskinan struktural dimana
pertumbuhan ekonomi yang tinggi hanya bisa dinikmasti oleh sebgian kecil
orang kaya,sementara sebagiam masyarakat tetap miskin.

e) Persentase Tenaga Kerja Di Sektor Pertanian (TKP)


Rintonga menyatakan bahwa penduduk miskin di Indonesia umumnya
bekerja disektor pertanian dan mempunyai tingkat pendidikan SD ke bawah.
Oleh karean itu program pengentasan kemiskinan di sektor pertanian perlu
diprioritaskan.

f) Persentase Tenaga Kerja Di Sektor Industri (TKI)


Skoufias menyatakan bahwa konsumsi tenaga kerja di sektor industri lebih
besar dari konsumsi tenaga kerja sektor pertanian.

Sharp mengidentifikasikan penyebab kemiskinan dipandang dari sisi


ekonomi:

1. Adanya ketidaksamaan pola kepemilikan sumber daya menimbulkan


distribusi pendapatan yang timpang

30
2. Perbedaan kulaitas sumber daya manusia
3. Bermuara pada teori lingkaran kemiskinan yang dikemukakan oleh
Nurkse pada tahun 1953, bahwa “a poor country is poor because it is
poor ” yaitu negara miskin itu miskin karena memang miskin.

Bank Dunia membagi faktor penyebab kemiskinan sebagai berikut:


Terbatasnya ketersediaan bahan kebutuhan dasar dan prasarana
a. Kebijakan pembangunan yang bias perkotaan dan bias sektor
b. Adanya perbedaan kesempatan di anatara anggota masyarakat dan sistem
yang kurang mendukung
c. Adanya perbedaan sumber daya manusia dan perbedaan di antara sektor
ekonomi
d. Rendahnya produktifitas dan tingkat pembentukan modal dalam
masyarakat
e. Budaya hidup yang dikaitkan dengan kemampuan seseorang mengelola
sumber daya alam dan lingkungannya
f. Tidak adanya tata kelola yang bersih dan baik
g. Pengelolaan sumber daya yang berlebihan dan tidak berwawasan
lingkungan.

31
 Upaya pemerintah dalam mengatasi kemiskinan pasca reformasi
pasca reformasi pd tahun 1998-sekarang dapat di katakan tingkat kemiskinan
tahun terakhir merupakan tingkat terendah, dengan adanya bantuan dari
pemerintah . Demikian pula bantuan sosial tunai dari pemerintah yang tumbuh
87,6 persen pada kuartal I 2018 atau lebih tinggi dibandingkan kuartal I 2017
yang hanya tumbuh 3,39 persen juga menjadi pendorong utama lainnya.
Kendati demikian, pemerintah masih memiliki banyak pekerjaan rumah
untuk dilakukan. Pasalnya, berdasarkan daerah tempat tinggal, masih terdapat
disparitas angka kemiskinan yang sangat tinggi antara di perkotaan dan
perdesaan.
Terdapat empat strategi dasar yang telah ditetapkan dalam melakukan
percepatan penanggulangan kemiskinan, yaitu:
* Menyempurnakan program perlindungan sosial
* Peningkatan akses masyarakat miskin terhadap pelayanan dasar
* Pemberdayaan masyarakat, dan
* Pembangunan yang inklusif
Terkait dengan strategi tersebut diatas, Pemerintah telah menetapkan instrumen
penanggulanang kemiskinan yang dibagi berdasarkan empat klaster, masing-
masing:
* Klaster I - Program bantuan sosial terpadu berbasis keluarga
* Klaster II – Program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan
masyarakat
* Klaster III – Penanggulangan Kemiskinan Berbasis Pemberdayaan Usaha
Ekonomi Mikro dan Kecil

32
Indikator dan Ukuran Ketimpangan serta Kemiskinan

Terdapat beberapa indikator dan ukuran untuk melihat potret


perekonomian Indonesia yang ditinjau berdasarkan tingkat ketimpangan dan
kemiskinan yang ada di indonesia sebagai berikut:

a. Indikator dan Ukuran Absolut

Bank Dunia mendefinisikan kemiskinan absolut sebagai hidup dengan


pendapatan di bawah U$1/hari dan kemiskinan menengah degan pendapatan
di bawah U$2/hari. Bappenas mengemukakan indikator kemiskinan yang
lain:

1. Kurangnya pangan, sandang dan perumahan yang tidak layak

2. Terbatasnya kepemilikan tanah dan alat-alat produkif

3. Kurangnya kemampuan membaca dan menulis

4. Kurangnya jaminan dan kesejahteraan hidup

5. Kerentanan dan keterpurukan dalam bidang sosial dan ekonomi

6. Ketidakberdayaan atau daya tawar yang rendah

7. Akses ke ilmu pengetahuan yang terbatas.

b. Indikator dan Ukuran Relatif

 Kemiskinan relatif merupakan kondisi msyrakat karena kebijakan


pembangunan yang belum mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat
sehingga menyebabkan ketimpangan distribusi pendapatan.
 Kemiskinan absolut ditentukan berdasarkan ketidakmampuan untuk
mencukupi kebutuhan pokok minimum
 Kemiskinan struktural dan kultural merupakana kemiskinan yang
disebabkan oleh kondisi struktur dan faktor-faktor adat budaya
suatu daerah yang membelenggu seseorang.

33
Konsep Koefisien Gini

Konsep ini merupakan ukuran ketimpangan distribusi, yang awalnya


dikembangkan oleh ahli statistik dan ahli sosiologi Italia bernama Corrado
Gini dan dipublikasikan pada tahun 1912.

Koefisien gini dinyatakan dalam bentuk rasio antara 0 dan 1. 0 menunjukkan


pemerataan yang sempurna di mana semua nilai adalah sama, 1 menunjukkan
ketimpangan yang paling tinggi yaitu satu orang menguasai semuanya dan yang
lainnya nihil.

Koefisien gini adalah perbandingan luas daeraha antara kurva Lorenz


dan garis lurus 45 derajat terhadap luas daerah di bawah garis lurus 45
derajat. Indeks atau rasio gini merupakan koefisien yang berkisar 0 hingga 1,
yang menjelaskan kadar kemerataan distribusi pendapatan nasional. Semakin
kecil koefisiennya semakin merata dan semakin besar atau mendekati angka
1 maka semakiin besra ketimpangannya.

Tingkat pemerataan pendapatan akan terjadi jika semua orang mendapatkan


distribusi pendapatan yang sama rata atau dengan kata lain, rasio gininya adalah
sama dengan 0.

G < 0,3 artinya ketimpangan rendah 0,3

≤ G ≤ 0,5 artinya ketimpangann sedang

G > 0,5 artinya ketimpangan tinggi

GK (Garis Kemiskinan)

Garis Kemiskinan adalah persentase penduduk miskin yang berada di


bawah garis kemiskinan, yang secara sederhana mengukur proporsi
penduduk yang dikategorikan miskin. Untuk mengukur kemiskinan, BPS
menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs

34
aproach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai
ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar
makanan dan non-makanan yang diukur dari sisi pengeluaran yang
dikonseptualisasikan dengan GK. GK merupakan representasi dari jumlah
rupiah minimum yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan pokok
minimum makanan yang setara dengan 2.100 kilo kalori per kapita per hari
dan kebutuhan pokok non makanan.

Distribusi Pendapatan

Distribusi pendapatan mencerminkan merata atau timpangnya


pembagian hasil pembangunan suatu negara di kalangn penduduknya. Tidak
meratanya distribusi pendapatan akan memicu ketimpangan pendapatan yang
merupakan awal dari munculnya masalah kemiskinan. Semakin besar angka
kemiskinan, semakinn tinggi tingkat kesulitan dalam mengatasinya.

Perbedaan pendapataan muncul karena adanya perbedaan


kepemilikan sumber daya dan faktor produksi terutama kepemilikan barang
modal (capital stock). Menurut pandangan Neoklasik, perbedaan pendapatan
dapat dikurangi melalui proses penyesuaian ptpmatis, yaitu ‘penetapan”
hasail pembangunan ke bawah (Trickle Down) dan kemudian menyebarnya
sehingga menurunkan tingkat perbedaan pendapatan yang timpang, maka
dapat dilakukan melalui sistem perpajakan dan subsidi. Penetapan pajak
penghasilan akan mengurangi pendapatan penduduk berpenghasilan tinggi,
begitu juga subsidi akan membantu penduduk berpenghasilan rendah asalkan
tidak salah sasaran dalam pengalokasaiannya.

3.1.1Potret Rasio Gini Indonesia Pasca Reformasi

35
Rasio Gini di Indonesia pada periode 1998-2014 rata-rata
0,36. Menunjukkan ketimpangan yang terjadi di Indonesia termasuk
kriteria sedang karena angka koefisien Gini berada di antara 0,35 dan
0,50. Besarnya rasio Gini disebabkan oleh melambungnya harga
komoditas. Tahun 2014 kesenjangan terbesar, dimana dilihat dari
pertumbuhan ekonomi tidak berkualitas sehingga laju pendapatan
orang miskin tidak bisa mengejar kecepatan tumbuhnya harta orang
kaya.

3.1.2 Potret Distribusi Pendapatan Indonesia Pasca Reformasi

36
Tabel ini menunjukkan krisis ekonomi yang terjadi pada
pertengahan tahun 1997 tidak begitu mempengaruhi distribusi pendapatan,
tapi kenaikan harga BBM tahun 2006 diindikasikan sebagai salah satu
penyebab porsi pendapatan kelompok 40% penduduk terendah menurun
menjadi 21,4%. Penurunan terus terjadi hingga tahun 2014.
Distribusi pendapatan pada tahun 2014 dikategorikan ke dalam
tingkat ketidakmeraataan “rendah” (low inequality). Jika dibandingkan
perkotaan dan pedesaan, pada tahun 2014 ketimpangan distribusi
pendapataan di daerah perkotaan lebih tinggi dibandingkan ketimpangan
yang terjadi di daerah pedesaan.

3.1.3 Potret garis kemiskinan Indonesia pasca reformasi analisis


growth and share kemiskinan dan ketimpangan di Indonesia periode
1998 – 2014.

Berdasarkan metode GK presetase penduduk miskin di Indonesia periode 1998-


2014, tumbuh rata rata 3,18%.

37
Jika dilihat dari data tersebut jumlah penduduk miskin di perkotaan
lebih kecil dibandingkan dengan pedesaan dan dilihat dari jumlah perkotaan
dan pedesaan dari tahun 1998 – 2014 semakin lama semakin menurun
jumlah penduduk miskin.

Begitupun dengan presentase penduduk miskin di perkotaan lebih


kecil dibandingkan dengan pedesaan dan juga selama tahun 1998 – 2014 jika
diabungkan semakin lama semakin menurun presentase penduduk miskin.
Pada tahun 2001, kondisi kemiskinan di perkotaan berada pada posisi
yang sangat baik, yaitu terjadi penurunan jumlah penduduk miskin di
kota jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Hal ini disebabkan oleh tersalurkannya pinjaman kredit kepada


masyarakat, yang bertujuan meningkatkan produktivitas demi
mengurangi jumlah kemiskinan di Indonesia. Walaupun demikian
jumlah kemiskinan di pedesaan justru meningkat, hal ini terjadi karena
kurangnya pemerataan lapangan kerja antara pedesaan dan perkotaan.

38
Analisis growth and share

Berdasarkan data diatas analisis growth and share, potret


kemiskinan dan ketimpangan di Indonesia pada tahun 1998-2014
secara keseluruhan menunjukan bahwa. Kondisi penduduk miskin di
Indonesia yang terendah growth dan share-nya terjadi pada tahun 2013 yang
berada di kuadran III dengan tingkat pertumbuhan penduduk miskin –3,67%
(baik). Kondisi penduduk miskin di Indonesia yang tertinggi growth dan
share-nya terjadi pada tahun 2006 yang berada di kuadran IV, artinya jumlah
penduduk miskin di Indonesia berada pada kondisi buruk yaitu sebesar 39,3
juta

39
Pada tahun 1999, 2000, 2001, 2002, 2003, 2004, dan 2007
berada dikuadran I, yang berarti jumlah penduduk Indonesia berada
pada kondisi buruk karena meroketnya harga-harga komoditas baik
makanan maupun non-makanan. Berdasarkan data Bank Dunia, jumlah
penduduk miskin di Indonesia pada tahun 2002 telah mencapai 60%
dari jumlah penduduk Indonesia yang berjumlah 215 juta jiwa. Hal ini
terjadi dikarenakan ketidakmampuan mengakses sumber-sumber
pemodalan, dan infrastruktur yang juga belum mendukung untuk
dimanfaatkan masyarakat demi memperbaiki kehidupannya.
Perkembangan tingkat kemiskinan pada periode maret 2009-2010.
Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada maret 2010 sebanyak
31,02 juta orang atau 13,33%. Jumlah ini mengalami penurunan
sebesar 1,51 juta jiwa jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

40
DAFTAR PUSTAKA

Kenny, Luh, dan Hiosintus. 2019. Bab 11 Ketimpanan Ekonomi. Makalah.

https://www.hukumonline.com/talks/baca/arsip/lt584a884ab3900/peran-
pemerintah-dalam-percepatan-proyek-infrastruktur-dengan-skema-kpbu-di-
indonesia

https://www.bi.go.id/en/statistik/ekonomi-keuangan/sulni/Documents/SULNI-
Maret-2022_.pdf

https://repository.unair.ac.id/72514/

https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/artikel-dan-opini/pemenuhan-anggaran-
infrastruktur-di-daerah-dan-tantangannya/

https://www.kemenkeu.go.id/dataapbn

41

Anda mungkin juga menyukai