Anda di halaman 1dari 43

ANALISIS SOSIAL IMPACT ASSESMENT PEMBANGUNAN BANDARA KEDIRI

TERHADAP MASYARAKAT DESA BULUSARI, KECAMATAN TAROKAN,


KABUPATEN KEDIRI

Kelompok 9 :

Meity Nuraini F. (175120100111046)

Havilah Aprilia (175120101111013)

Iqbal Omar (175120107111005)

Dahliza Nurfitri (175120107111025)

Arum Kusumaning P. (175120100111010)

Jurusan Sosiologi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Brawijaya

Malang

2020

i
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.........................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................................6
1.3 Tujuan......................................................................................................................6
1.4 Urgensi Kajian.........................................................................................................6
1.5 Metode Pengkajian...................................................................................................7
1.5.1 Teknik Pengumpulan Data...........................................................................7
1.5.2 Teknik Analisis Data..................................................................................13
BAB II KARAKTERISTIK WILAYAH KAJIAN.........................................................20
2.1 Karakteristik Wilayah............................................................................................20
2.2 Karakteristik Subyek..............................................................................................22
BAB III GAMBARAN OBYEKTIF..................................................................................24
3.1 Kebijakan Pembangunan Bandara Kediri..............................................................24
3.2 Proses Pelaksanaan Pembangunan Bandara Kediri...............................................25
BAB IV KAJIAN DAMPAK SOSIAL..............................................................................29
4.1 Dampak Terhadap Aspek Fisik..............................................................................29
4.1.1 Fasilitas Pendidikan...................................................................................29
4.1.2 Fasilitas Kesehatan.....................................................................................29
4.2 Dampak Terhadap Aspek Budaya..........................................................................30
4.3 Dampak Terhadap Aspek Sosial............................................................................31
BAB V MODEL PERENCANAAN SOSIAL.................................................................33
5.1 Landasan Teori.......................................................................................................33
5.2 Model Perencanaan Sosial.....................................................................................33
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................34

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan yang terjadi di suatu negara sangat erat kaitannya dengan


pembangunan infrastruktur dan pembangunan ekonomi. Tidak dapat dipungkiri, laju
pertumbuhan ekonomi suatu negara tidak lepas dari pembangunan infrastruktur yang
nantinya akan berdampak terhadap kesejahteraan masyarakatnya. Dengan kata lain,
pembangunan dan infrastruktur yang baik di suatu negara akan mampu mendorong
peningkatan ekonomi di negara tersebut. Sebab, ketersediaan infrastruktur dapat
mempermudah arus perekonomian agar dapat melakukan ekspansi seluas mungkin,
mengurangi biaya produksi hingga dapat menimbulkan efek multiplier.

Menurut Soerjono Soekanto (2005:407), pembangunan merupakan suatu


proses perubahan di segala bidang kehidupan yang dilakukan secara sengaja
berdasarkan suatu rencana tertentu. Pembangunan nasional di Indonesia merupakan
suatu proses perubahan yang dilakukan berdasarkan rencana tertentu, dengan sengaja,
dan memang dikehendaki, baik oleh pemerintah yang menjadi pelopor pembangunan
maupun masyarakat. Pada dasarnya, hakikat dari pembangunan nasional merupakan
serangkaian usaha pembangunan berkelanjutan yang meliputi seluruh kehidupan
masyarakat, bangsa, dan negara untuk mewujudkan tujuan pembangunan nasional.

Hakikat dari pembangunan nasional sendiri sesuai dengan Pembukaan UUD


1945 yaitu melindungi segenap bangsa, dan seluruh tumpah darah Indonesia serta
mewujudkan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi,
dan keadilan sosial. Dalam pelaksanaan pembangunan ini turut melibatkan segala
aspek kehidupan bangsa, seperti aspek politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan
keamanan secara berencana, menyeluruh, terarah, terpadu, bertahap dan
berkelanjutan. Tujuannya untuk memacu peningkatan kemampuan nasional dalam
rangka untuk mewujudkan kehidupan yang sejajar dan sederajat dengan bangsa lain
yang lebih maju (Bappenas, 2009).

Berdasarkan prosesnya, perencanaan pembangunan dibagi menjadi dua, yaitu:


(1) perencanaan dari bawah ke atas (bottom-up planning); dan (2) perencanaan dari

1
atas ke bawah (top-down planning). Perencanaan dari bawah ke atas dianggap sebagai
pendekatan perencanaan yang seharusnya diikuti karena dipandang lebih didasarkan
pada kebutuhan nyata. Pandangan ini timbul karena perencanaan dari bawah ke atas
ini dimulai prosesnya dengan mengenali kebutuhan di tingkat masyarakat yang secara
langsung yang terkait dengan pelaksanaan dan mendapat dampak dari kegiatan
pembangunan yang direncanakan.

Perencanaan dari atas ke bawah adalah pendekatan perencanaan yang


menerapkan cara penjabaran rencana induk ke dalam rencana rinci. Rencana rinci
yang berada di "bawah" adalah penjabaran rencana induk yang berada di "atas".
Pendekatan perencanaan sektoral acapkali ditunjuk sebagai pendekatan perencanaan
dari atas ke bawah, karena target yang ditentukan secara nasional dijabarkan ke dalam
rencana kegiatan di berbagai daerah di seluruh Indonesia yang mengacu kepada
pencapaian target nasional tersebut. Pada tahap awal pembangunan, pendekatan
perencanaan ini lebih dominan, terutama karena masih serba terbatasnya sumber daya
pembangunan yang tersedia.

Dalam pembahasan aspek dan gerak dinamika pembangunan nasional,


terdapat lima aspek komponen yang merupakan tujuan akhir pembangunan nasional
bangsa Indonesia, yaitu sebagai berikut (Jamaludin, 2016) :

1. Kemakmuran di bidang material, sebagai keserbacukupan dalam kebutuhan fisik


yang terutama terwujud dalam bentuk tersedianya sandang, pangan, dan papan.
2. Kesejahteraan mental, dikaitkan dengan tersedianya kesempatan untuk
meningkatkan pendidikan dalam rangka penambahan pengetahuan dan
keterampilan.
3. Kesejahteraan fisik dan rohaniah, berkaitan erat dengan keamanan dari berbagai
jenis gangguan, baik yang menyangkut nyawa maupun harta benda kita. Adapun
kerohanian berkaitan dengan kebebasan menganut suatu ajaran agama tertentu
berdasarkan keyakinan seseorang serta melakukan ibadatnya menurut ajaran
agama yang dipeluknya.
4. Kebahagiaan, tidak semata-mata dalam wujud kebendaan, tetapi juga pengakuan
terhormat atas tingginya harkat dan martabat manusia itu sendiri.
5. Masyarakat bangsa yang berkeadilan sosial, memberikan keadilan yang sama
terhadap semua orang, bukan berdasarkan kemakmuran material seseorang.

2
Salah satu upaya pemerintah dalam mewujudkan pembangunan di Indonesia
adalah melalui program Nawa Cita. Nawa Cita diwujudkan menjadi strategi yang
memiliki tiga dimensi pembangunan, yaitu pembangunan manusia, pembangunan
sektor unggulan, serta pemerataan dan kewilayahan. Ketiga dimensi ini didukung
dengan Kondisi Perlu yang meliputi Kepastian dan Penegakan Hukum, Keamanan
dan Ketertiban, Politik dan Demokrasi, serta Tata Kelola dan Reformasi Birokrasi.
Dengan strategi ini digantungkanlah harapan pertumbuhan ekonomi mencapai
delapan persen pada akhir tahun 2019 (Bappenas, 2017).

Untuk mewujudkan Nawa Cita, perencanaan pembangunan harus top down


dan tematik, dan itu menjadi program prioritas. Jika perencanaan dimulai dari bawah
maka akan terlihat banyaknya biaya yang habis untuk membiayai "mesin birokrasi"
supaya fungsi birokrasi tetap berjalan, sedangkan program prioritas justru tidak
terlihat. Perencanaan program prioritas dalam mewujudkan Nawa Cita harus top down
dan membutuhkan sinergi antar kementerian atau lembaga. Jika penganggaran dipisah
dengan perencanaan maka satu pihak akan melihatnya dari sisi hasil dan pihak lain
akan melihatnya dari “kalkulator”. Ini bisa menyebabkan pemangkasan anggaran
yang tidak tepat. Menyatukan perencanaan dan penganggaran merupakan upaya tepat
(Bappenas, 2017).

Selain infrastruktur fisik, program Nawa Cita juga tetap memperhatikan sektor
SDM. Presiden Jokowi meminta agar sektor SDM memiliki pemetaan. Dengan
demikian, kebutuhan dalam bidang SDM akan terinci. Anggaran pendidikan harus
sesuai untuk meningkatkan SDM kita. Pentingnya alokasi anggaran untuk kegiatan
pendanaan vocational supaya mereka memiliki keahlian dan bisa kompetitif di pasar
kerja ASEAN. Kementerian Perindustrian dan Kementerian Tenaga Kerja sedang
merevitalisasi kegiatan di SMK, termasuk perluasan pemberian beasiswa LPDP.
Pemerintah juga sedang berupaya melakukan assesment untuk kebutuhan SDM 5 - 10
tahun ke depan. Dengan demikian, kebutuhannya menjadi jelas dan
pengembangannya menjadi tepat. Vocational harus disusun sesuai dengan
kebutuhannya sebagai hasil assesment dan itu yang dilakukan di luar negeri
(Bappenas, 2017).

Salah satu target yang dijadikan sebagai lokasi pembangunan yakni Jawa
Timur. Jawa Timur memiliki banyak potensi daerah seperti pada sektor pariwisata,

3
industri, pertambangan, dll. Hal ini membuat provinsi Jawa Timur menjadi target
pembangunan dengan harapan dapat menunjang kegiatan perekonomian masyarakat
Jawa Timur serta pengembangan potensi – potensi daerah yang ada di provinsi
tersebut. Oleh sebab itu, Jawa Timur termasuk ke dalam salah satu provinsi di
Indonesia yang akan menjadi target lokasi pembangunan Proyek Strategis Nasional
(PSN) di tahun 2020.

Dilansir dari Kompas.com, sebanyak 218 proyek akan dilakukan di berbagai


kota dan kawasan Jawa Timur dengan beragam orientasi yang direncanakan oleh
pemerintah (Hakim, 2020). Gubernur Provinsi Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa
menyebutkan bahwa Proyek Strategis Nasional tersebut telah tertulis dalam Peraturan
Presiden Nomor 80 Tahun 2019. Sejumlah proyek pembangunan yang akan
dilaksanakan diperkirakan akan membutuhkan dana sebesar Rp 294,34 triliun. Dana
tersebut 85 persennya akan dipenuhi oleh BUMN, Kerja Sama Pemerintah dan Badan
Usaha (KPBU), dan juga beberapa pihak swasta sementara itu, 15 persen sisanya akan
menggunakan APBN dan APBD.

Proyek-proyek yang akan dibangun berdasarkan daftar Proyek Strategis


Nasional (PSN) untuk wilayah Jawa Timur terdiri dari pembangunan infrastruktur
jalan tol, pembangunan jalan nasional atau strategis nasional non-tol, pembangunan
prasarana dan sarana kereta api antar kota, pembangunan kilang minyak, proyek pipa
gas atau terminal LPG, proyek infrastruktur energi asal sampah, proyek penyediaan
air minum, proyek bendungan dan jaringan irigasi, proyek pariwisata, dan proyek
pembangunan bandar udara baru. Salah satu proyek yang telah berjalan contohnya
yaitu proyek pembangunan bandara baru di Kabupaten Kediri.

Kabupaten Kediri terdiri atas 26 kecamatan, serta 343 desa dan satu kelurahan
yakni dengan jumlah penduduk sebesar 1.603.041 jiwa. Bandara ini memiliki jarak
kurang lebih 120 kilometer dari barat daya kota Surabaya dan letaknya yang
berbatasan dengan Jombang, Malang, Blitar, Tulungagung, dan Nganjuk. Dari
letaknya yang diapit oleh beberapa kabupaten, maka pembangunan ini difungsikan
untuk membantu mobilisasi mulai dari Kabupaten Kedirinya sendiri sampai dengan
Nganjuk. Sehingga Kabupaten Kediri sangat berpotensi untuk menjadi alternatif
penerbangan ke Jawa Timur dikarenakan lokasinya yang cukup strategis untuk akses
ke kabupaten atau kota lainnya.

4
Pedoman dari kebijakan pembangunan bandara ini mengacu pada Rencana
Pembangunan Jangan Menengah Daerah (RPJMD). Berdasarkan website resmi
Kabupaten Kediri, RPJMD Kabupaten Kediri  tahun 2016-2021 meliputi bidang : (1)
Peningkatan Kualitas Kehidupan Beragama; (2) Pembangunan Pertanian, Peternakan,
Perikanan, Perkebunan untuk Memperkuat Kemandirian Menuju Swasembada
Pangan; (3) Peningkatan Kesejahteraan Lahir Batin di Masyarakat; (4)
Pendidikan Berkualitas dengan Biaya Murah (Terjangkau); (5) Masyarakat Mandiri
Dan Berkeadilan di bidang Kesehatan; (6) Mengembangkan Kreatifitas, Produktifitas
Dan Pendapatan Masyarakat Melalui Kebijakan Ekonomi Kerakyatan; (7)
Mengembangkan industri pariwisata untuk mendorong kreatifitas dan produktifitas
masyarakat memajukan ekonomi masyarakat dan melestarikan budaya daerah; (8)
Pengembangan Koperasi; (9) Mempermudah Perizinan sebagai Pendorong Investasi
dan Dunia Usaha; (10) Membangun Kehidupan Masyarakat yang Tertata, Taat
Hukum, Tertib Berbasis Kependudukan; (11) Mewujudkan Aparatur Pemerintah
Yang Profesional; (12) Pembangunan Infrastruktur Penunjang Percepatan
Pembangunan; (13) Mengembangkan Jaringan Komunikasi dan Informasi; (14)
Pengembangan Lingkungan Hidup yang Seimbang dan Sehat; (15) Pembangunan
Sektor Ketenagakerja.

Berdasarkan potensi yang dimiliki serta lokasi yang paling strategis diantara
kabupaten di sekitarnya, maka dipilihlah Kabupaten Kediri sebagai lokasi
pembangunan bandara. Dipilihnya Kabupaten Kediri sebagai lokasi pembangunan
bandara baru diharapkan dapat berpengaruh pada semakin berkembangnya ekonomi
lokal. Bandara ini juga akan menjadi bandara pengumpan dan akan menjadi jalur
tersendiri untuk mobilisasi di jalur selatan jawa yang dirasa padat penduduk.
Pembangunan bandara ini sendiri memotong lahan di empat desa dari tiga kecamatan.
Salah satu wilayah yang terdampak untuk pembangunan ini, adalah Desa Bulusari,
Kecamatan Tarokan, Kabupaten Kediri.

Kajian mengenai pembangunan bandara ini akan dibahas dengan


menggunakan konsepsi Social Impact Assessment (SIA) yang secara spesifik
dilakukan di Desa Bulusari, Kecamatan Tarokan, Kabupaten Kediri, sebagai salah
satu desa yang terdampak dari adanya pembangunan bandara di Kabupaten Kediri.
Kajian ini penting untuk dijalankan agar dapat menyusun perencanaan sosial yang

5
lebih baik di masa yang akan datang, sekaligus juga dapat meminimalisir dampak-
dampak sosial dari adanya pembangunan bandara di Kabupaten Kediri.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun berdasarkan latar belakang di atas, maka memunculkan beberapa


rumusan masalah yaitu sebagai berikut :

1. Bagaimana dampak dari adanya proyek pembangunan Bandara Kediri terhadap


kondisi masyarakat di Desa Bulusari, Kecamatan Tarokan, Kabupaten Kediri?
2. Bagaimana model perancanaan sosial atas dampak dari adanya proyek
pembangunan Bandara Kediri terhadap kondisi masyarakat di Desa Bulusari,
Kecamatan Tarokan, Kabupaten Kediri?

1.3 Tujuan

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari kajian ini adalah
sebagai berikut :

1. Untuk menguraikan dan menjelaskan dampak dari proyek pembangunan Bandara


Kediri terhadap kondisi masyarakat di Desa Bulusari, Kecamatan Tarokan,
Kabupaten Kediri.
2. Mengetahui upaya untuk menangani dampak dari proyek pembangunan Bandara
Kediri terhadap kondisi masyarakat di Desa Bulusari, Kecamatan Tarokan,
Kabupaten Kediri.

1.4 Urgensi Kajian

Peneliti merasa penting untuk melakukan kajian ini dikarenakan beberapa hal
berikut ini :

1. Hasil dari kajian ini dapat memberikan masukan bagi pihak pembangunan.
Sehingga dapat digunakan sebagai bahan evaluasi untuk meminimalisir dampak
negatif dan dapat memaksimalkan dampak positif dari adanya pembangunan
bandara di Kabupaten Kediri.
2. Sebagai bahan pertimbangan kepada pemerintah pusat dan daerah untuk
melakukan perencanaan pembangunan yang baik kedepannya.

6
1.5 Metode Pengkajian

Berikut ini langkah kerja yang dilakukan dalam kajian ini yang terbagi
menjadi dua teknik, yaitu :

1.5.1 Teknik Pengumpulan Data

Teknik Pengumpulan
Sumber Data Topik Pencarian
Data

Pembangunan Bandara Kediri


Data Sekunder:  Fotokopi dokumen Lokasi pembangunan
 Bappeda & perencaan bandara
Dinas PUPR, pembangunan
Dishub bandara
 Humas  Wawancara
Bappeda

Data Sekunder  Fotokopi dokumen Potensi wilayah Jatim


 Bappeda Jatim buku pedoman
pembangunan
wilayah Jatim
Data Primer  Wawancara Sistem pembebasan
 PT. Gudang mendalam lahan
Garam  FGD
 PT. SDI
 Perangkat desa
Data primer  Wawancara Pihak-pihak yang terlibat
 Bappeda mendalam dalam pembangunan
 DPRD bandara (peran dan
posisi)
Data primer  Wawancara Tujuan pembangunan
 Bappeda Bandara Kediri

7
Data primer  Wawancara Mekanisme proses
 Dinas PUPR  Dokumen Perda pembangunan bandara
Data Sekunder (perizinan, anggaran, dll)
 Bappeda
 DPRD
 DPM Daerah
 Website
Kemenhub
Data primer  Wawancara Mekanisme pengelolaan
 Dinas bandara
Perhubungan
 Dinas PUPR
 PT. Gudang
Garam
Data sekunder  Dokumen RPJMD Dasar hukum
 Peraturan  Dokumen Perda pembangunan bandara
Presiden no. 56  Dokumen tentang
 Bappeda Perencanaan
Pelaksanaan Proyek
Strategis Nasional

Masyarakat Desa (Bulusari)


Data primer  Wawancara Struktur Ekonomi
 Perangkat desa mendalam Masyarakat:
 Masyarakat  Dokumen statistik 1. Mata pencaharian

 Kelompok  FGD masyarakat

Warga 2. Tingkat pendapatan

Data sekunder masyarakat

 BPS 3. Biaya hidup


4. Kepemilikan aset
5. Status tempat
tinggal
6. Fasilitas umum

8
penunjang aktivitas
ekonomi (pasar,
dll)
7. Kesejahteraan
warga
8. Permasalahan
ekonomi
(pengangguran, dll)
beserta upaya
Data Primer  Wawancara Struktur Sosial
 Perangkat desa mendalam Masyarakat :
 Masyarakat  FGD dengan 1. Tingkat pendidikan

 Kelompok kelompok warga masyarakat

warga  FGD dengan 2. Persepsi

 stakeholder stakeholder masyarakat

 Observasi terhadap tokoh


masyarakat
3. Komunitas
setempat
4. Kegiatan
masyarakat
5. Mobilitas
warga/keheterogen
an dalm
masyarakat
6. Konflik dalam
masyarakat beserta
upaya
Data Primer  FGD dengan Struktur Politik
 Perangkat desa kelompok warga Masyarakat :
 Masyarakat  Observasi 1. Ketersediaan ruang
publik masyarakat
untuk

9
menyampaikan
asiprasi
2. Partisipasi warga
dalam proses
pembangunan
3. Peran stakeholder
setempat
4. Permasalahan
politik (birokrasi,
transparansi dll)
beserta upaya
Datar Primer  Wawancara Struktur Kesehatan
 Tenaga mendalam Masyarakat :
kesehatan  Dokumen kesehatan 1. Fasilitas kesehatan
tingkat desa  Obervasi 2. Penyakit yang
 masyarakat diderita
Data Sekunder 3. Pengaruh penyakit
 Polindes terhadap aktivitas
4. Upaya pengobatan
5. Jaminan kesehatan
6. Permasalahan
kesehatan (wabah
penyakit, dll) dan
upayanya
Data primer  Wawancara Nilai dan norma :
 Masyarakat mendalam 1. Tradisi rutin
 Observasi 2. Kepercayaan lokal
3. Keyakinan
mayoritas
4. Tata tertib yang
berlaku

Tabel 1.1 : Teknik Pengumpulan Data

10
Berdasarkan pada tabel matriks di atas, diketahui bahwa dalam tabel
matriks terdapat dua bagian untuk menjelaskan matriks dengan sumber data,
teknik pengumpulan data dan topik pencarian data. Kemudian pada matriks
tersebut terdiri dari fokus terhadap pembangunan Bandara Kediri dan fokus
untuk melihat kondisi terkait masyarakat Desa Bulusari. Berikut ini
merupakan penjabaran beberapa matriks yang terdiri dari penjelasan mengenai
pembangunan Bandara di Kediri :

Teknik pengumpulan data berupa wawancara dan dokumentasi dalam


bentuk fotokopi perencanaan pembangunan bandara digunakan untuk melihat
topik pencarian berupa lokasi pembangunan bandara dapat dilihat dengan
menggunakan dengan sumber data yang berasal dari Bappeda, Dinas PUPR,
Dinas Perhubungan, dan Humas Bappeda berupa data sekunder. Selain itu
teknik pengumpulan data berupa dokumen buku pedoman pembangunan
wilayah Jatim digunakan untuk melakukan pencarian mengenai potensi
wilayah Jatim yang didapat dari Bappeda Jawa Timur berupa data sekunder.
Teknik pengumpulan data lainnya yang digunakan untuk mengetahui topik
pencarian berupa sistem pembebasan lahan dapat menggunakan teknik
wawancara dan Forum Group Discussion (FGD) dengan sumber data yang
berasal dari data primer melalui PT. Gudang Garam, PT. SDI, dan Perangkat
Desa Bulusari. Sistem pembebasan lahan disini untuk melihat sistem serta
prosedur yang dilakukan terhadap perencanaan pembangunan bandara di
Kediri. Topik pencarian lainnya yaitu mengenai pihak atau aktor yang terlibat
dalam pembangunan Bandara Kediri dengan melihat peran dan posisi nya
dapat ditelaah lebih jauh dengan menggunakan teknik pengumpulan data
berupa wawancara dengan data sekunder terhadap Bappeda dan DPRD Jawa
Timur.

Teknik pengumpulan data berupa wawancara digunakan juga untuk


melihat dan mengetahui tujuan dari diadakannya pembangunan Bandara
Kediri dengan menggunakan data primer dan sumber data berasal dari
Bappeda. Selain itu, teknik wawancara dan dokumentasi juga digunakan untuk
melihat dan mengetahui tentang mekanisme proses pembangunan bandara
yang terdiri dari mekanisme proses perizinan pembangunan bandara, maupun
anggaran keseluruhan yang dibutuhkan untuk pembangunan bandara dengan

11
menggunakan sumber data yang didapat secara primer melalui Dinas PUPR
dan data sekunder berasal dari Bappeda, DPRD, DPM Daerah, website
Kementrian Perhubungan. Topik pencarian terkait mekanisme pengelolaan
bandara dapat dilihat dan diketahui dengan menggunakan teknik pengumpulan
data berupa wawancara yang dituju untuk mendapatkan data primer dengan
sumber data yang berasal dari dinas perhubungan, Dinas PUPR dan PT.
Gudang Garam. Metode lainnya yang digunakan untuk mengetahui tentang
dasar hukum pembangunan bandara dapat dilihat melalui teknik pengumpulan
data berupa data dokumen RPJMD, dokumen peraturan daerah, ataupun
dokumen terkait dengan perencanaan pelaksanaan proyek strategis nasional
dengan menghasilkan data sekunder dari sumber data berdasarkan Peraturan
Presiden No. 56, dan Bappeda.

Untuk melihat dan menggambarkan mengenai masyarakat Desa


Bulusari, topik yang dilihat antara lain mengenai struktur ekonomi masyarakat
yang didalamnya terdapat tentang mata pencaharian, tingkat pendapatan
masyarakat, biaya hidup yang harus dikeluarkan, kepemilikan asset, status
tempat tinggal, fasilitas umum yang menunjang aktivitas ekonomi seperti
pasar, kesejahteraan warga, dan berbagai permasalahan ekonomi seperti
pengangguran, kemiskinan dan lain sebagainya, serta upaya yang dilakukan
dalam menanggulangi permasalahan tersebut. Beberapa yang telah disebutkan
terkait struktur ekonomi masyarakat Desa Bulusari dapat dilihat dan
didapatkan datanya berdasarkan teknik pengumpulan data berupa dokumen
statistik, wawancara, maupun dapat dilakukan dengan menggunakan FGD.
Sumber data yan bisa didapatkan berupa data primer dapat diambil melalui
data yang terdapat di perangkat desa, melakukan analisa terhadap masyarakat
dan beberapa kelompok warga yang dapat mewakili. Data sekunder yang
didapat bisa diambil dengan menggunakan data BPS.

Selain melihat dan mengetahui struktur ekonomi masyarakat, topik


pencarian lain yang dilakukan untuk mengetahui struktur sosial masyarakat
yang berada di Desa Bulusari dengan melihat tingkat pendidikan masyarakat
Desa Bulusari, persepsi masyarakat mengenai tokoh masyarakat, komuitas
yang terdapat di Desa Bulusari, kegiatan yang dilakukan masyarakat,
mobilitas masyarakat atau keheterogenan dalam masyarakat, serta konflik

12
yang terdapat di masyarakat dan upaya yang dilakukan sebagai bentuk solusi.
Untuk mengetahui itu semua dapat dilakukan dengan menggunakan metode
teknik pengumpulan data berupa wawancara, melakukan FGD dengan
kelompok warga dan para stakeholder dan melakukan observasi. Sumber data
yang didapat berupa data primer yang berasal dari perangkat desa, masyarakat,
stakeholder, dan beberapa kelompok masyarakat.

Teknik pengumpulan data berupa FGD yang dilakukan dengan


kelompok warga dan melakukan observasi juga dilakukan guna melihat dan
struktur politik masyarakat yang ada di Desa Bulusari. Struktur politik disini
juga menggambarkan mengenai adanya ketersediaan ruang publik masyarakat
untuk menyampaikan aspirasi, terkait dengan partisipasi warga terhadap
proses pembangunan, peran stakeholder, dan permasalahan politik mengenai
sistem birokrasi, dan mengenai transparasi anggaran. Sumber data yang
digunakan berupa data primer yang didapat melalui perangkat desa dan
masyarakat Desa Bulusari.

Teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui wawancara,


dokumen kesehatan dan observasi digunakan untuk melihat dan mengetahui
topik mengenai struktur kesehatan masyarakat dengan melihat fasilitas
kesehatan, penyakit yang dialami masyarakat, pengaruh penyakit terhadap
aktivitas, upaya pengobatan yang dilakukan, jaminan kesehatan yang
didapatkan dan diperoleh, permasalahan mengenai kesehatan yang terdapat
dimasyarakat. Sumber data yang digunakan berupa data primer melalui tenaga
kesehatan tingkat desa dan masyarakat, serta data sekunder bisa diperoleh
melalui polindes.

Hal penting yang harus diketahui dalam masyarakat mengenai nilai


dan norma yang terdapat di masyarakat, dengan ini untuk melihat nilai dan
norma tersebut dapat menggunakan teknik pengumpulan data berupa
wawancara dan observasi yang ditujukan oleh masyarakat untuk mendapat
sumber data primer terkait tentang tradisi rutin yang dijalankan masyarakat,
kepercayaan lokal, keyakinan yang dianut mayoritas, serta mengenai tata tertib
yang berlaku dim masyarakat.

13
1.5.2 Teknik Analisis Data

Data yang akan dianalisa pada tahap pertama adalah data-data


mengenai pembangunan Bandara Kediri di Kabupaten Kediri, Jawa Timur.
Pada tahap pertama, terdapat lima langkah yang dilakukan dalam proses
menganalisa data.

- Langkah pertama adalah pengumpulan data. Pada langkah ini,


terdapat data-data yang berkaitan dengan pembangunan Bandara
Kediri yang dikumpulkan dari berbagai macam sumber. Terdapat dua
sumber data yang digunakan dalam kajian ini yaitu sumber data primer
dengan teknik pengumpulan datanya yaitu seperti wawancara dan
Focus Group Discussion (FGD). Selain sumber data primer,
pengumpulan data pada kajian ini juga menggunakan sumber data
sekunder seperti dokumen resmi dari pihak-pihak terkait seperti
Bappeda Jatim, Dinas PUPR, Dishub, DPRD, DPM Daerah, dll dan
juga dari website resmi Kemenhub.
- Langkah kedua yaitu pemberian kode pada data yang telah
terkumpul. Pemberian kode tersebut dilakukan pada data yang serupa
dan kemudian dikumpulkan dalam satu kode yang sama. Seperti
halnya, data-data yang mengatakan bahwa pembangunan bandara ini
akan melayani masyarakat khusus di lima kabupaten di Jawa Timur,
target penumpangnya masyarakat di Jawa bagian selatan sehingga
tidak mengganggu Bandara Juanda akan diberi kode perwujudan
bandara pengumpan di jalur selatan Jawa. Selanjutnya, data-data yang
menjelaskan bahwa proyek ini akan memberikan lapangan pekerjaan
bagi warga Kediri dan sekitarnya serta akan meningkatkan jumlah
wisatawan yang datang akan diberi kode peningkatan perekonomian.
- Langkah ketiga yaitu kategorisasi data. Proses ini dilakukan dengan
cara mengelompokkan data-data berdasarkan kode yang sama atau
saling berkaitan. Setelah dikelompokkan berdasarkan kode yang sama,
maka data-data tersebut akan menjadi beberapa kategori. Seperti
halnya pada kode "perwujudan bandara pengumpan di jalur selatan
Jawa" dan "peningkatan perekonomian" yang telah peneliti sampaikan
pada tahap kedua, akan dikelompokan ke dalam kategori "Tujuan

14
pembangunan Bandara Kediri". Kategorisasi data ini nantinya akan
membantu peneliti dalam proses analisa data.
- Langkah keempat adalah penjelasan atau deskripsi kategori data.
Pada langkah ini, masing-masing kategori data yang telah dibuat
kemudian dideskripsikan. Tujuan dari langkah ini adalah memberikan
gambaran secara rinci mengenai kondisi berdasarkan kategori yang
telah dibuat. Contohnya berdasarkan data-data yang telah terkumpul
pada kategori “Tujuan pembangunan Bandara Kediri”, peneliti
kemudian mendeskripsikan secara rinci kategori tersebut yaitu dengan
cara menjelaskan apa saja yang menjadi tujuan dibangunnya Bandara
Kediri ini.
- Langkah kelima yaitu penjelasan atau deskripsi secara utuh. Deskripsi
secara utuh dilakukan dengan cara menghubungkan penjelasan antar
kategori yang telah dideskripsikan sebelumnya. Contohnya adalah
menjelaskan hubungan antara tujuan pembangunan Bandara Kediri
dengan lokasi pembangunan bandara. Pada langkah kelima, akan
terlihat bagaimana kebijakan pembangunan Bandara Kediri secara
komprehensiv baik dari tujuan pembangunan, lokasi pembangunan,
pihak-pihak yang terlibat, dll, yang semuanya saling berkaitan satu
sama lain.

Kemudian, data yang akan dianalisa pada tahap kedua adalah data-
data mengenai kondisi masyarakat Desa Bulusari, Kecamatan Tarokan,
Kabupaten Kediri. Tahap kedua ini hanya difokuskan pada kondisi masyarakat
Desa Bulusari sebelum adanya rencana pembangunan Bandara Kediri. Pada
tahap dua, terdapat lima langkah yang dilakukan dalam proses menganalisa
data.

- Langkah pertama adalah pengumpulan data. Pada langkah ini, data-


data yang berkaitan dengan bagaimana kondisi dan karakteristik
masyarakat Desa Bulusari dikumpulkan dari berbagai sumber.
Terdapat dua sumber data yang digunakan dalam kajian ini yaitu
sumber data primer dengan teknik pengumpulan datanya yaitu seperti
wawancara, FGD, observasi, dan transect-walk. Selain sumber data
primer, pengumpulan data pada kajian ini juga menggunakan sumber

15
data sekunder seperti data dari jurnal, data statistik dari BPS, artikel
resmi dari pemerintah daerah setempat, dll.
- Langkah kedua yaitu pemberian kode pada data yang telah
terkumpul. Pemberian kode tersebut dilakukan pada data yang serupa
dan kemudian dikumpulkan dalam satu kode yang sama. Pemberian
kode ini dapat dicontohkan yaitu jika peneliti menemukan data
mengenai ketersediaan ruang publik masyarakat Desa Bulusari dalam
menyampaikan pendapat, maka peneliti akan memberikan kode berupa
“partisipasi”. Contoh lainnya adalah jika peneliti mendapat data
mengenai transparansi kegiatan pemerintahan Desa Bulusari, maka
peneliti akan memberi kode berupa “birokrasi”. Pemberian kode ini
akan dilakukan pada semua data yang telah terkumpul.
- Langkah ketiga yaitu kategorisasi data. Proses ini dilakukan dengan
cara mengelompokkan data-data berdasarkan kode yang sama atau
saling berkaitan. Setelah dikelompokkan berdasarkan kode yang sama,
maka data-data tersebut akan menjadi beberapa kategori. Contohnya
pada kode “partisipasi” dan “birokrasi” yang telah peneliti buat,
selanjutnya peneliti akan mengelompokkan kode tersebut ke dalam
kategori “struktur politik”. Kategorisasi data ini nantinya akan
membantu peneliti dalam proses analisa data.
- Langkah keempat adalah penjelasan/deskripsi kategori data. Pada
langkah ini, masing-masing kategori data yang telah dibuat kemudian
dideskripsikan. Tujuan dari langkah ini adalah memberikan gambaran
secara rinci mengenai kondisi berdasarkan kategori yang telah dibuat.
Contohnya berdasarkan data-data yang telah terkumpul pada kategori
“struktur politik”, peneliti kemudian mendeskripsikan secara rinci
kategori tersebut yaitu dengan cara menjelaskan bagaimana kondisi
struktur politik pada masyarakat Desa Bulusari.
- Langkah kelima yaitu deskripsi secara utuh. Deskripsi secara utuh
dilakukan dengan cara menghubungkan penjelasan antar kategori yang
telah dideskripsikan sebelumnya. Contohnya adalah menjelaskan
hubungan kondisi ekonomi dengan kondisi politik pada masyarakat
Desa Bulusari. Pada langkah kelima, akan terlihat bagaimana kondisi
secara komprehensif masyarakat Desa Bulusari baik itu kondisi politik,
16
kondisi ekonomi, kondisi sosial, dll, yang semuanya saling berkaitan
satu sama lain.

Setelah dianalisis menggunakan kedua tahap diatas, selanjutnya pada


tahap ketiga, akan menampilkan data tentang kondisi masyarakat Desa
Bulusari sesudah adanya pembangunan bandara. Tahap ini akan menganalisis
kategori – kategori yang berhubungan menggunakan lima langkah, langkah
tersebut antara lain :

- Langkah pertama, yaitu pengumpulan data. Pada langkah ini, data –


data yang berkaitan dengan kondisi masyarakat Desa Bulusari
diperoleh dari dua jenis sumber data, yaitu data primer dan sekunder.
Data primer meliputi wawancara, FGD dan observasi dengan
perangkat desa, masyarakat dan juga kelompok – kelompok
masyarakat. Sementara itu, data sekunder pada tahapan ini meliputi
dokumen kesehatan yang didapatkan oleh polindes dan dokumen
statistic yang didapatkan dari website BPS.
- Langkah kedua, yaitu proses pemberian kode pada data yang serupa
dan mengumpulkannya kedalam satu kode yang sama. Misalnya dalam
tahapan ini, data tentang mata pencaharian masayarakat dan tingkat
pendapatan masyarakat setelah pembangunan bandara akan digabung
dalam kode “mata pencaharian” sementara itu data – data yang
berkaitan dengan aset yang dimiliki warga dan biaya hidup akan
digabung dalam kode “kesejahteraan”. Selain itu, data tentang kegiatan
yang menjadi tradisi dan tata tertib yang berlaku pada masyarakat akan
digabungkan kedalam kode “tradisi” sementara itu hal – hal yang
berkaitan dengan kepercayaan dan spiritual akan digabung dalam kode
“keyakinan”. Juga pada data tentang kegiatan masyarakat, kelompok
yang muncul pada masyarakat, keheterogenan masyarakat akan
digabungkan dalam kode “kondisi sosial”.
- Langkah ketiga, yaitu proses memilah kode-kode yang telah dibuat
pada langkah kedua yang dirasa berhubungan akan digabungkan
kedalam satu kategori. Misalnya pada kode tradisi dan keyakinan, akan
digabungkan dalam kategori “nilai dan norma” selain itu, pada kode

17
“mata pencaharian” dan “kesejahteraan masyarakat” akan digabungkan
pada kategori “kondisi perekonomian”.
- Langkah keempat, yaitu deskripsi penjelasan masing-masing kategori
yang didapatkan dari langkah ketiga. Misalnya kategori nilai dan
norma menjelaskan tentang bagaimana kondisi nilai dan norma pada
masyarakat setelah adanya pembangunan bandara di desa mereka dan
juga menjelaskan tentang apakah terdapat perbedaan nilai dan norma
yang mereka miliki sebelumnya. Selain itu permasalahan yang
diakibatkan perbedaan ekonomi dalam masyarakat dapat dilihat dari
penjabaran kategori kondisi perekonomian. Hal serupa juga berlaku
untuk penjabaran kategori – kategori lainnya.
- Langkah kelima, yaitu pendeskripsian dan penjabaran utuh yang
menghubungkan penjelasan satu kategori dengan kategori lain, hal ini
nantinya akan menghasilkan sebuah narasi besar tentang bagaimana
kondisi masyarakat baik dalam segi ekonomi ataupun sosial yang
terjadi setelah pembangunan Bandara di Kabupaten Kediri dilakukan.

Tahap selanjutnya yaitu tahap keempat, dilakukan untuk menganalisa


dampak sosial pada masyarakat Desa Bulusari akibat adanya pembangunan
Bandara Kediri. Analisa dampak sosial dilakukan berdasarkan kategori-
kategori yang telah selesai diproses pada tahap satu sampai tahap tiga. Tahap
ini bertujuan untuk memastikan kategori Unit A mana saja yang benar-benar
memiliki dampak sosial bagi masyarakat Desa Bulusari. Hal ini dilakukan
karena tidak semua kategori pada Unit A menghasilkan dampak sosial bagi
masyarakat Desa Bulusari. Terdapat 5 (lima) langkah yang dapat membantu
menganalisa tahap empat.

- Langkah pertama yaitu menulis kembali tentang kondisi masyarakat


Desa Bulusari (yang mana di dalamnya terdiri dari beberapa kategori)
sebelum terjadinya pembangunan Bandara Kediri.
- Langkah kedua yaitu menulis kembali kondisi masyarakat Desa
Bulusari (yang mana di dalamnya terdiri dari beberapa kategori) pasca
adanya pembangunan Bandara Kediri.
- Langkah ketiga yaitu melakukan verifikasi apakah perubahan yang
terjadi pada masyarakat Desa Bulusari memang benar diakibatkan oleh

18
pembangunan bandara atau tidak. Pada langkah ini, dapat ditampilkan
kembali hasil data dari Unit A yang telah dideskripsikan secara rinci.
- Langkah keempat yaitu mencatat faktor apa saja yang kemudian
menyebabkan perubahan kondisi masyarakat Desa Bulusari. Untuk
dapat mengetahui faktor-faktor tersebut, masing-masing kategori pada
Unit A diamati kembali, kategori manakah yang kemudian
mempengaruhi perubahan pada kategori Unit B. Contohnya adalah,
kategori struktur ekonomi masyarakat Desa Bulusari mengalami
penuruan. Hal ini diakibatkan adanya investor masuk sehingga
masyarakat terpaksa menjual aset berupa sawah. Tujuan dilakukannya
langkah ke empat adalah untuk memudahkan peneliti dalam memilah
dampak sosial yang muncul di masyarakat, yang hanya diakibatkan
oleh pembangunan bandara saja.
- Langkah kelima yaitu memastikan kembali bahwa kategori dari Unit
A menghasilkan dampak sosial pada kategori Unit B. Langkah ini
merupakan langkah paling akhir sehingga dampak sosial yang muncul
telah dapat dipastikan berasal dari kategori Unit A. Hal ini mengingat
bahwa tidak semua kategori pada Unit A berdampak bagi kategori Unit
B.

19
BAB II

KARAKTERISTIK WILAYAH KAJIAN

2.1 Karakteristik Wilayah

Desa Bulusari memiliki kondisi geografis yang berada di 104 meter di atas
permukaan laut. Desa Bulusari berada di sisi timur Kecamatan Tarokan Kabupaten
Kediri dengan luas 11.40 km². Pada tahun 2019, jumlah penduduk di Desa Bulusari
sebanyak 7.458 jiwa yang terdiri dari 3.807 penduduk berjenis kelamin perempuan
dan 3.651 penduduk yang berjenis kelamin laki-laki (Pemerintah Kabupaten Kediri,
2019). Desa Bulusari memiliki topografi dominan berupa lembah. Selain memiliki
lembah yang dominan, wilayah ini juga memiliki peruntukan tanah yang digunakan
untuk sawah sebagai lahan pertanian, ladang dan tegalan. Dengan kondisi
geografisnya yang sebagian besar merupakan area sawah irigasi dan tanah ladang,
membuat masyarakat Desa Bulusari mayoritas memiliki profesi sebagai petani.
Pemukiman di Desa Bulusari terletak menyebar dan sebagian besar berada di sisi
Timur yaitu berada di dekat jalur masuk Desa Bulusari. Desa Bulusari terdiri atas 6
dusun, yakni Pojok, Bulusari Utara, Bulusari Selatan, Selang, Sawur, dan Talang.
Mayoritas masyarakat yang memiliki lahan luas adalah masyarakat di Dusun Selang
dan Dusun Sawur yang berada di tengah Desa Bulusari, yang dikelilingi oleh sawah
dan tanah ladang atau tegalan.

Desa Bulusari Kecamatan Tarokan memilki sangat banyak potensi yang perlu
dikembangkan lebih lanjut. Salah satu potensi desanya yaitu dari julukan Kampung
Kerupuk. Julukan tersebut didapat karena sebagian besar warganya memproduksi
kerupuk yang dijadikan sebagai mata pencaharian utama. Bahan baku yang
dibutuhkan pun dapat diproduksi oleh warga lokalnya sendiri yakni berasal dari
tepung tapioka yang diproduksi sebanyak lima sampai delapan ton perharinya. Hasil
dari produksi kerupuk ini didistribusikan ke wilayah-wilayah yang ada di Jawa Timur
dan Jawa Tengah dan untuk wilayah Kedirinya sendiri disalurkan ke toko oleh-oleh di
sekitar Alun-alun Kediri, Jalan Pattimura, Jalan Yos Sudarso, dan toko oleh-oleh
lainnya.

Selain produksi kerupuk, warga Bulusari juga mengolah ketela pohon menjadi
olahan-olahan seperti menjadi tepung tapioka, keripik, dan olahan lainnya. Potensi-

20
potensi tersebut menjadikan Desa Bulusari ini perlahan-lahan berkembang untuk
menjadi desa industri yang mana desa ini dapat menyerap tenaga kerja sekitar melalui
usaha-usaha mandiri yang begitu produktif dari warga aslinya sendiri. Hal tersebut
berkaitan erat dengan terdapatnya 44 home industry disana yang sebagian besar
mengolah ketela pohon. Perlu diketahui juga bahwasanya industri rumahan ini
merupakan usaha yang telah ada secara turun temurun, sehingga secara tidak langsung
usaha ini menjadi kewajiban bagi para warga Bulusari untuk terus melanjutkan
warisan usaha ini. Sehingga dengan adanya keanekaragaman pangan selain beras,
Kabupaten Kediri khususnya Desa Bulusari diproyeksikan tidak akan kekurangan
pangan ketika tanaman padi sedang berada di musim panceklik. Maka dari itu, usaha-
usaha ini diharapkan mewujudkan stabilitas ketahanan pangan di Desa Bulusari
sendiri.

Kemudian untuk struktur pendidikan Desa Bulusari ditunjukkan dari


banyaknya fasilitas pendidikan baik formal maupun non formal dari tingkatan Taman
Kanak-kanak sampai dengan tingkatan Sekolah Dasar. Taman Kanak-kanak (TK)
yang terdapat disana diantaranya TK DW Bulusari, TK KM Bulusari, dan TK
TABITHA PWKI IX Bulusari yang terletak di Desa Bulusari sendiri. Kemudian
untuk sekolah Dasar Negeri yang berada di Desa Bulusari anatara lain SD Negeri 1
Bulusari yang terletak di Desa Bulusari, SD Negeri 2 Bulusari yang terletak di Dusun
Sawur, SD Negeri 3 Bulusari yang terletak di Dusun Gunung Buthak. Kemudian,
terdapat pula Sekolah Dasar Swasta yakni SD YBPK Bulusari yang terletak di Desa
Bulusari sendiri (Pemerintah Kabupaten Kediri, 2015). Kemudian, pada tingkatan
pendidikan selanjutnya yaitu SMP, SMA, dan SMK, Desa Bulusari belum memiliki
fasilitas pendidikan untuk dapat ditunjang oleh masyarakat Bulusari sendiri, namun
ketiga tingkatan tersebut berada di Kecamatan Tarokan, Kabupaten Kediri. Pada
tingkatan SMP terdiri dari SMP Negeri 1 Tarokan, SMP Negeri 2 Tarokan, SMP Al-
Ikhlas Tarokan, dan SMP Ma’arif Tarokan. Kemudian untuk tingkatan SMA terdapat
SMAS Mardi Utomo.

Selain itu, struktur kesehatan Desa Bulusari juga dapat dilihat dari adanya
fasilitas kesehatan seperti klinik KPRIPMD Paramitha Medika yang berada di Jl.
Raya Bulusari No. 35. Kemudian terdapat juga beberapa puskesmas pembantu seperti
Balai Pengobatan Husada di Jl. Raya Bulusari dan juga terdapat praktik tenaga
kesehatan di Jl. Raya Kediri Nganjuk, Desa Bulusari (Pemerintah Kabupaten Kediri,

21
2015). Kemudian, ditemukan juga kegiatan rutin desa seperti kegiatan keagamaan dan
juga perayaan-perayaan hari besar. Hal ini ditunjukkan dari adanya kegiatan perayaan
kemerdekaan dan juga bersih desa yang bertemakan "Mengedepankan kesejahteraan
dan kerukunan masyarakat desa" dengan tujuan untuk menjadikan desa agar lebih
mandiri dan sejahtera serta membangun di segala bidang seperti kebudayaan, sosial,
ekonomi, dsb. Selain itu, rangkaian perayaan kemerdekaan ini dimeriahkan juga oleh
barisan kreasi, karnaval, pentas seni dan bazar rakyat, dan juga doa bersama lintas
agama. Kemudian, kegiatan tersebut ditutup dengan senam massal dan jalan santai
yang diikuti kurang lebih sepuluh ribu peserta warga Desa Bulusari
(detikbhayangkara.com, 2019).

2.2 Karakteristik Subyek

Pembangunan Bandara di Kabupaten Kediri yang akan dilaksanakan pada


bulan April 2020 mendatang tentunya melibatkan berbagai pihak pada prosesnya.
Proyek dengan anggaran senilai Rp 9 triliun ini akan ditanggung sepenuhnya oleh PT.
Gudang Garam Tbk selaku investor tunggal. PT. Gudang Garam Tbk menunjuk anak
usahanya yaitu PT. Surya Dhoho Investama (PT. SDI) yang akan bertugas untuk
membangun bandara tersebut. Nantinya, dalam pengelolaan bandara, PT. Gudang
Garam Tbk akan bekerjasama dengan BUMN yaitu PT. Angkasa Pura I (Persero) atau
AP I. AP I adalah sebuah perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang
memberikan pelayanan lalu lintas udara dan bisnis bandar udara di Indonesia yang
menitikberatkan pelayanan pada kawasan Indonesia bagian tengah dan
kawasan Indonesia bagian timur. Ketika Bandara Kediri nantinya telah beroperasi,
PT. Gudang Garam juga akan turut bekerjasama dengan AirNav Indonesia. AirNav
Indonesia merupakan BUMN yang bergerak di bidang usaha pelayanan navigasi
udara.

Selain pihak yang memiliki peran dalam perencanaan dan pembangunan


Bandara Kediri seperti yang telah disebutkan diatas, dalam penelitian ini juga akan
melibatkan warga sekitar yang akan menjadi pihak terdampak dalam pembangunan
tersebut. Namun, pada penelitian ini warga yang akan menjadi subyek hanyalah
warga yang bertempat tinggal di Desa Bulusari. Proses penelitian ini nantinya akan
melibatkan tokoh masyarakat (seperti kepala desa, ketua RT/RW, dan kepala desa),
beberapa kepala keluarga, ketua komunitas yang terdapat di Desa Bulusari (seperti

22
karang taruna, Pembina Kesejahteraan Keluarga (PKK), kelompok tani, dll) dan juga
stakeholder terkait sebagai perwakilan dari masyarakat Desa Bulusari. Penjabaran
mengenai karakteristik subyek dilakukan untuk memberikan fokus kepada kajian ini
sehingga data dan hasil yang didapatkan pun akan akurat dan lebih menyeluruh
karena kajian ini memiliki fokus.

23
BAB III

GAMBARAN OBYEKTIF

3.1 Kebijakan Pembangunan Bandara Kediri

Pembangunan bandara di Kediri telah masuk daftar Proyek Strategis Nasional


(PSN) oleh Presiden Jokowi. Proyek Strategis Nasional (PSN) telah tercantum dalam
Peraturan Presiden Nomor 56 tahun 2018. Presiden Jokowi pada 20 Juli 2018
menandatangani Peraturan Presiden Nomor 56 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua
tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional yang hari itu juga
diundangkan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. Perubahan kedua ini
mengubah Lampiran Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan
Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional dalam Lembaran Negara RI Tahun 2016
Nomor 4 yang diteruskan dengan perubahan kembali pada Peraturan Presiden Nomor
58 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016
tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional pada Lembaran Negara RI
Tahun 2017 Nomor 119. Perubahan tentang Percepatan Proyek Pembangunan
Nasional ini dapat dilihat dan diunduh pada tautan Peraturan Presiden Nomor 56
Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek
Strategis Nasional bahwa untuk percepatan pelaksanaan Proyek Strategis Nasional
perlu adanya perubahan atas daftar Proyek Strategis Nasional untuk dapat
memaksimalkan percepatan pelaksanaan Proyek Strategis Nasional yang sedang
dilaksanakan.

Menurut Dirjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan, Bandara


Kediri nantinya akan difungsikan sebagai bandara pengumpan di jalur selatan Jawa.
Bandara Kediri ini kedepannya akan melayani masyarakat khususnya di lima
kabupaten di Jawa Timur yaitu Madiun, Pacitan, Trenggalek, Tulungagung, Blitar,
dan Kota Kediri. Berdasarkan laporan dari pemerintah provinsi Jawa Timur, dari lima
kabupaten tersebut ada sekitar 10 juta penduduk. Jika 25% dari total penduduk
tersebut maka ada sekitar 2,5 juta yang akan memanfaatkan Bandara Kediri. Bandara
ini nantinya akan berfungsi sebagai bandara domestik. Kehadiran Bandara Kediri
kedepannya tidak akan mengganggu lalu lintas penumpang Bandara Internasional
Juanda Surabaya. Sebab, target penumpang Bandara Kediri adalah masyarakat yang
berada di Jawa bagian selatan. Keberadaan Bandara ini diharapkan dapat mendorong

24
peningkatan perekonomian, meningkatkan jumlah wisatawan, mempermudah
masyarakat sekitar untuk bepergian, hingga memberikan lapangan pekerjaan
masyarakat di Kediri dan sekitarnya (Sumber : CNBC).

Pemerintah Kabupaten Kediri juga tidak tinggal diam akan adanya keberadaan
bandara baru ini. Hal ini dibuktikan dengan kesigapan Pemkab Kediri dalam
menyiapkan destinasi wisata baru di wilayah barat sungai. Di antaranya adalah
kawasan Besuki dan Sumberpodang, dua destinasi wisata alam pegunungan yang
masuk area Lereng Gunung Wilis. Selain itu, kehadiran bandara baru juga membuat
Pemerintah Daerah Kabupaten Kediri akan mempersiapkan warganya agar mampu
menangkap tantangan dan peluang untuk bekerja di bandara tersebut. Salah satunya
adalah dengan memberikan pembekalan berupa pelatihan dan peningkatan pelatihan.
Pemerintah akan memberikan pelatihan guna menambah skill mereka agar pada saat
mendaftar dan seleksi bisa diterima. Hal tersebut menunjukkan bahwa Pemerintah
Kabupaten Kediri berharap banyak akan tenaga kerja bandara yang diserap oleh
warga Kediri itu sendiri (Sumber : JatimTimes).

3.2 Proses Pelaksanaan Pembangunan Bandara Kediri

Pembangunan Bandara Kediri membutuhkan lahan dengan total hingga pada


tanggal 16 Januari 2020 yakni sekitar 376,57 hektare. Sedangkan lahan yang masih
belum dibebaskan seluas 5,88 hektare yang berada di daerah lahan kosong dan masih
terdapat bangunan. Namun sampai pada tanggal 16 januari 2020 lahan yang telah di
bebaskan sudah mencapai 98,44%. Dari lahan seluas pembangunan bandara yang
terletak di Kabupaten Kediri telah memotong tiga kecamatan antara lain Kecamatan
Tarokan, Grogol, dan Banyakan dan terdapat tiga desa yang terdiri dari Grogol,
Bulusari, Jatirejo. Namun sampai pada tanggal 18 Februari 2020, dilansir dari
surabaya.tribunnews.com, bahwa pembebasan lahan untuk proyek pembangunan
Bandara Kediri masih membutuhkan lahan sekitar 2,36 hektare atau setara dengan 20
KK. Hal tersebut dikarenakan masih ada dua desa yang belum membebaskan
lahannya secara keseluruhan, yakni Desa Bulusari, Kecamatan Tarokan dan juga Desa
Grogol, Kecamatan Grogol.

Pembangunan Bandara Kediri ini menerapkan skema Kerjasama Pemerintah


dan Badan Usaha (KPBU) yakni masalah dana secara keseluruhan dibiayai oleh PT.
Gudang Garam Tbk (GGRM) mulai dari anggaran pembebasan lahan sampai pada

25
proses pembangunan bandara. Dengan hal itu, proyek ini merupakan proyek pertama
kali yang mana pihak swasta mendanai secara penuh pembangunan ini, sehingga
artinya PT. Gudang Garam Tbk akan mendapatkan konsesi dari pemerintah sekitar 25
sampai 30 tahun lamanya. Selain itu, pembangunan bandara ini tentu bekerja sama
dengan pemerintah yang membantu dalam alur perizinannya melalui Kementrian
Perhubungan. Sedangkan dalam pengelolaan dan pengoperasiannya dilaksanakan oleh
PT. Angkasa Pura I (Persero).

Selain itu, rapat koordinasi yang telah dilaksanakan pada 15 Februari 2020
pun telah melibatkan berbagai pihak terkait. Pihak-pihak tersebut diantaranya seperti
Menteri Perhubungan bersama Sekretaris Kabinet serta juga Menteri Umum dan
Perumahan Rakyat. Selain itu juga dalam memutuskan pelaksaan ground breaking
juga telah melibatkan antara Pemerintah Daerah Tingkat I, Pemerintah Daerah
Tingkat II, dan juga tentunya dari PT. Gudang Garam Tbk sendiri. Ground breaking
Bandara Kediri rencananya akan dilaksanakan dalam waktu beberapa minggu ke
depan yaitu pada tanggal 16 April 2020. Hal tersebut disampaikan langsung oleh
Polana B. Pramesti selaku Direktur Jendral Perhubungan Udara, Kementerian
Perhubungan. Sementara itu, target pembangunan Bandara Kediri ini disebut akan
selesai pada tanggal 16 April 2022.

Pembebasan lahan untuk kepentingan proyek ini pun sudah mencapai 98


persen atau sekitar 370,69 hektare lahan yang sudah berhasil dibebaskan, artinya
terdapat sekitar 5,88 hektare lahan yang belum dapat dibebaskan lantaran tersendat
pada tahap negoisasi dengan masyarakat setempat. Dalam sebuah sosialisasi yang
dilakukan oleh perwakilan dari Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman
(Menko Kemaritiman), menegaskan kepada warga bahwa harga ganti untung yang
diajukan oleh pemerintah tidak ada kenaikan nominal. Pemerintah menetapkan nilai
tertinggi untuk lahan pekarangan yang terdapat rumahnya sebesar Rp 750 ribu per
meter persegi, dan tanah tegal senilai Rp 500 ribu per meter persegi. Tak hanya uang
ganti untung, PT. SDI pun juga akan menyediakan lahan khusus yang dilengkapi
dengan segala fasilitas penunjang untuk pemukiman seperti akses jalan, sumur,
drainase (penyaluran air), dan penyambungan listik ke rumah-rumah. Lahan ini dapat
dibeli oleh masyarakat terdampak yang menjadi objek pembebasan lahan yang
berlokasi di Desa Tanjung Baru.

26
Untuk sistem mekanisme pembangunan bandara ini, melalui tahapan yang
sangat panjang dan memerlukan waktu yang cukup lama selama perencanaannya.
Wacana terkait pembangunan bandara ini telah ada sejak tahun 2007 lalu yaitu pada
masa jabatan Bupati Kediri, Sutrisno. Namun, wacana tersbut baru dapat diwujudkan
pada tahun 2020 ini. Direktur PT. SDI, Susanto Widyatmoko mengatakan bahwa
pembangunan bandara di Kediri akan dibangun diatas lahan seluas 376,57 hektare yang
memotong tiga kecamatan di Kabupaten Kediri, yaitu Desa Jatirejo Kecamatan
Banyakan, Desa Grogol Kecamatan Grogol, serta Desa Bulusari dan Desa Tarokan di
Kecamatan Tarokan. Sejumlah alat berat yang digunakan untuk menunjang
pembangunan ini sudah mulai beroperasi di wilayah yang menjadi lokasi pembangunan
bandara. Proses ini dikabarkan telah sampai tahap pengerukan tanah untuk jalur menuju
lokasi bandara.

Skema kerja sama dalam proses pembangunan Bandara Kediri merupakan


bentuk Kerjasama Pihak Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU). Sedangkan yang
mendanai seluruh proses pembangunan adalah pihak dari PT. Gudang Garam Tbk
(GGRM). Anak usaha Gudang Garam (GGRM), PT Surya Dhoho Investama (PT SDI),
memperkirakan dana yang akan digelontorkan untuk pembangunan Bandara Kediri
sebesar Rp 6 triliun. Sebagai rincian bahwa Rp 3 triliun di turunkan untuk masalah
tanah dan perkiraan dana untuk pembangunan bandara nya sendiri sejumlah Rp 3
triliun. Proses pembangunan ini murni 100% dari pihak swasta yang memproyekkan
dari segi lahan hingga pembangunan infrastrukturnya.

Pembangunan Bandara Kediri akan dilakukan di atas lahan seluas 450 hektare.
Pembangunan Bandara Kediri yang rencananya akan mulai dilaksanakan pada April
2020 mendatang memiliki tiga tahap. Pembangunan tahap pertama akan ditargetkan
selesai hingga dua tahun mendatang yaitu pada April 2022. Pada pembukaan nantinya,
Bandara Kediri tahap satu dapat menampung sekitar 1,5 juta penumpang dan runway
movement menampung delapan air traffic movement pada jam sibuk. Bandara Kediri
direncanakan memiliki fasilitas runway seluas 3300 x 45 m2 dan dilengkapi fasilitas
penunjang (kategori PKP-PK) serta fasilitas sisi darat (terminal penumpang, terminal
kargo, parkir kendaraan). Pihak PUPR juga akan membangun infrastruktur penunjang
lainnya di Bandara Kediri seperti contohnya pembangunan drainase dan akses jalan
nasional menuju bandara (Sumber : Detik.com). Sementara itu, konsep yang diusung
dalam pembangunan bandara ini adalah “Smart and Green Airport”. Konsep ini

27
merupakan implementasi dari adanya ketersediaan Ruang Terbuka Hijau atau RTH di
dalam bandara. Selain ketersediaan RTH, pada pembangunan bandara ini akan
memperhatikan pencahayaan dan suhu sehingga nantinya dapat terkendali dengan baik
dan dapat menunjang kenyamanan bagi masyarakat pengguna Bandara Kediri
(Sumber : IDNTimes).

28
BAB IV

PENGKAJIAN DAMPAK SOSIAL

4.1 Dampak Terhadap Aspek Fisik

4.1.1 Fasilitas Pendidikan

Proses pembangunan Bandara Kediri yang mencakup sebagian wilayah


di Desa Bulusari, Kecamatan Tarokan, Kabupaten Kediri, membuat beberapa
bangunan yang berdiri di atasnya harus digusur. Bangunan yang digusur pun
tidak hanya rumah-rumah warga, melainkan juga terdapat bangunan berupa
aset milik Pemerintah Daerah. Salah satu contoh bangunan yang terdampak
dan kemudian digusur adalah fasilitas pendidikan yaitu SDN Bulusari yang
merupakan aset milik Dinas Pendidikan Kabupaten Kediri. Sistem ganti rugi
terhadap bangunan SDN Bulusari nantinya akan dilakukan tukar guling. Tukar
guling yaitu penukaran atas suatu hal yang dianggap sepadan. Dalam hal ini,
bangunan SDN Bulusari yang digusur akan ditukar dengan lahan yang telah
disediakan oleh PT. Surya Dhaha Investama (PT. SDI) di wilayah Dusun
Pojok, Desa Bulusari untuk kemudian didirikan sekolah kembali. Rencananya,
proses pemindahan aset milik Pemerintah Daerah akan mulai dibangun dan
dijadwalkan selesai pada tahun ini (Jawa Pos Radar Kediri, 2020).

4.1.2 Fasilitas Kesehatan

Adanya pembangunan Bandara Kediri ini juga berakibat pada fasilitas


umum masyarakat yang notabenenya merupakan hal yang penting bagi
kondisi kesehatan masyarakat Bulusari. Dampak yang dirasakan yakni fasilitas
umum bidang kesehatan berupa puskesmas pembantu di Desa Bulusari yang
tergusur imbas dari adanya pembangunan Bandara Kediri. Walaupun beigtu,
Sukadi menambahkan bahwa tahun 2020 ini sudah mulai dibangun dan
direncanakan akan selesai pada tahun ini juga. Sehingga tahun 2020 ini
targetnya semuanya fasilitas umum yang terdampak ini sudah bisa
dipindahkan ke wilayah lain, dengan harapan masyarakat Desa Bulusari bisa
tetap menggunakan fasilitas tersebut dalam waktu yang tidak terlampau lama
(Jawa Pos Radar Kediri, 2020).

29
4.2 Dampak Terhadap Aspek Budaya

Gambar 4. 1: Penolakan Penggusuran Makam (sumber: memo.co.id)

Selain berdampak pada fasilitas umum yang terkena imbas penggusuran,


pembangunan Bandara Kediri juga memiliki dampak pada budaya di sekitar
masyarakat Bulusari. Beberapa peninggalan atau area yang disakralkan warga tidak
luput dari penggusuran akibat pembangunan Bandara. Contohnya adalah area lokasi
pengerjaan jalan untuk Bandara Kediri. Di salah satu titik lokasi tersebut, tepatnya di
sekitar makam Dusun Pojok, Desa Bulusari, terdapat kawasan yang terkenal disebut
oleh warga sekitar sebagai Ploso Kuning. Ploso Kuning yaitu sebuah punden yang
diyakini sakral oleh warga sekitar. Adanya kondisi tersebut mendapatkan respon
negatif dari masyarakat terkait penggusuran makam untuk proyek pembangunan
bandara, sepanjang jalan Dusun Pojok hingga menuju pemakaman ditulisi dengan
seruan penolakan penggusuran punden, pasalnya makam tersebut sudah menjadi
bagian dari adat Desa Bulusari. Kekhawatiran warga terhadap penggusuran makam
ini dikarenakan areal tanah sekitar makam telah terjual dan berhasil dibeli oleh
pengusaha (Memo Kediri, 2017).

Kemudian berjarak 400 meter dari punden, terdapat lokasi yang dinamakan
Puthuk Kucing yang juga dianggap sakral oleh warga sekitar. Bentuk Puthuk Kucing
yaitu berupa gundukan batuan mirip bukit. Selain itu, di Desa Bulusari juga terdapat
kawasan yang dinamakan Batik Madrim. Batik Madrim merupakan kompleks
kawasan yang areanya cukup luas dan diyakini warga sekitar sebagai tempat
30
petilasan. Di dalam Batik Madrim, banyak ditemukan bongkahan bata merah lengkap
dengan pecahan gerabah dan keramik dan beberapa di antaranya masih utuh (Jawa
Pos Radar Kediri, 2020).

4.3 Dampak Terhadap Aspek Sosial

Gambar 4. 2: Pengurukan Lahan (Sumber: Jakartapost)

Selain memberikan dampak pada aspek budaya, perencanaan pembangunan


Bandara Kediri pun juga memberikan pengaruh pada aspek sosial. Seperti yang
dilansir dalam sebuah berita di Detik.com, pembanguan bandara ini ternyata
membuahkan respon yang positif dari sebagian masyarakat sekitar terutama
masyarakat Desa Tarokan, Bulusari, Grogol, Tiron dan juga Jatirejo yang merupakan
desa – desa terdampak. Respon positif ini dibuktikan dari adanya aksi solidaritas oleh
masyarakat dari kelima desa tersebut yang tergabung dalam sebuah paguyuban
bernama Paguyuban Putra Daerah (PPD) berupa aksi deklarasi yang diselenggarakan
di lapangan Desa Tarokan dan dilanjutkan dengan aksi pawai damai yang akan
dilakukan dengan cara berkeliling di wilayah-wilayah yang akan dijadikan lokasi
proyek Bandara Kediri, menurut berita tersebut terdapat ribuan warga yang
mendukung pembangunan bandara di wilayah mereka (Saputra, 2019).

31
Bambang selaku ketua PPD tersebut, menjelaskan bahwa aksi ini digelar
sebagai wujud dari dukungan masyarakat terhadap perencanaan pembangunan
Bandara Kediri. Sementara pembentukan PPD sendiri dilakukan untuk memberikan
identitas kepada mereka sebagai putra daerah sehingga mereka dapat mengambil hak-
haknya dan tidak akan ada lagi intervensi dari pihak eksternal yang mengaku sebagai
putra daerah (Saputra, 2019). Adanya fakta tersebut, memperlihatkan bahwa
pembangunan bandara ini ternyata mampu meningkatkan kohesivitas sosial diantara
warga Kabupaten Kediri.

Meskipun beberapa warga ada yang sangat antusias dengan pembangunan


bandara ini, disisi lain terdapat warga yang juga merasa resah dengan nasib mereka
setelah dibangunya bandara di wilayah mereka. Dilansir dalam berita Jatimplus.id,
dijelaskan bahwa sebagian warga yang berprofesi sebagai petani dan buruh tani
khawatir dengan keberlangsungan hidup mereka lantaran sawah yang dulunya
menjadi sumber mata pencaharian mereka akan digusur demi keperluan pembangunan
Bandara Kediri. Salah satu buruh tani bernama Sugeng mengatakan bahwa dirinya
cukup khawatir dan belum merencanakan bagaimana sumber pendapatannya kedepan
karena ia saat ini sudah tinggal di kawasan pemukiman baru dan belum beradaptasi
dengan lingkungan barunya (Kartitiani, 2020).

Dalam berita tersebut juga diceritakan bahwa rata-rata warga yang


mendapatkan uang ganti untung dari pemerintah, tidak cukup bijak dalam
membelanjakan uang tersebut. Pasalnya, warga terdampak justru memanfaatkan
seluruh uang tersebut untuk membangun rumah yang baru yang dirasa lebih bagus
daripada rumah mereka yang lama, alhasil, mereka tidak memiliki uang yang cukup
lagi untuk menyiapkan rencana tentang sumber mata pencaharian dan akses ekonomi
keluarga mereka kedepannya (Kartitiani, 2020).

32
BAB V

MODEL PERENCANAAN SOSIAL

5.1 Landasan Teori

Terdapat beberapa teori perencanaan yang perlu digunakan dalam merancang


sebuah perencanaan untuk membantu tim peneliti dalam merencanakan sebuah solusi
yang tepat atas sebuah permasalahan yang ada di Desa Bulusari. Dalam penelitian ini,
tim peneliti menggunakan teori perencanaan transaktif. Menurut Friedman (dalam
Taufiq, 2018), perencanaan transaktif digunakan sebagai upaya untuk menjembatani
perbedaan pandangan antara pengetahuan teknis dari perencana dengan pengetahuan
lokal dari masyarakat. Seiring dengan era reformasi yang menuntut transparansi,
akuntabilitas dan demokratis, maka model perencanaan transaktif menjadi media yang
diharapkan dapat mengambil jalur tengah untuk mencapai keterpaduan antara
perencana dan masyarakat (Taufiq, 2018). Selain itu, Burchel (dalam Nurdin, 2017)
menggambarkan bahwa pendekatan perencanaan transaktif ini merupakan sebuah
media guna menyingkirkan apa yang menjadi kontradiksi antara yang diketahui oleh
kita (perencana) dengan bagaimana yang harus kita (perencana) lakukan.

Model perencanaan transaktif ini diibaratkan sebagai media yang mana posisi
perencana berperilaku sebagai mediator atau fasilitator. Pada dasarnya, fungsi
fasilitator yakni guna memfasilitasi berbagai macam kepentingan baik kepentingan
dari pemerintah maupun apa yang menjadi kepentingan masyarakat. Sehingga
pencapaian kesepakatan dengan melakukan forum mediasi (perundingan) adalah
strategi yang paling efektiv dikarenakan akan menghasilkan solusi yang dapat
menguntungkan sesama (Nurdin, 2017). Oleh karena itu, kesepakatan tersebut akan
ditaati oleh berbagai pihak dikarenakan pada dasarnya mereka dilibatkan dalam
proses perundingan. Forum perundingan yang biasa digunakan yakni Alternative
Dispute Resolution (ADR) yakni sebuah media penyelesaikan yang berlandaskan pada
interest atau kepentingan sehingga bukan berasal dari pada power dalam bentuk
kekuataan dan kekuasaan atau bahkan berlandaskan pada right base yang berarti
benar atau salah melalui jalur pengadilan (Wibowo, 2009).

Secara garis besar, teori perencanaan transaktif merupakan sebuah


perencanaan yang menghubungkan antara pembuat rencana dengan kliennya melalui

33
suatu hal yang bisa diberikan oleh masing-masing pihak untuk menciptakan sebuah
perencanaan yang tepat sasaran. Dalam jurnal lain milik Taufiq dkk (2019),
disebutkan bahwa perencanaan transaktif melihat posisi seorang perencana sebagai
pihak yang dapat berkontribusi melalui keahlian yang ia miliki, seperti ilmu
pengetahuan, keahlian menganalisis permasalahan, perspektif baru dan juga prosedur
sistematis. Sedangkan klien dilihat sebagai pihak yang dapat berkontribusi terhadap
pengetahuan lokal dan tujuan yang mereka inginkan (mencangkup norma, nilai,
prioritas, penilaian kelayakan dan detail oprasional). Perencanaan transaktif berfokus
pada kontak tatap muka antara perencana dan pihak yang terkena dampak, dan lebih
menekankan pada proses beberapa hal yaitu dialog, kolaborasi, partisipatif dan
pembelajaran bersama (Taufiq dkk, 2019). Dengan begitu, kedua pihak tersebut dapat
saling bersinergi untuk menentukan sebuah perencanaan yang tepat untuk
permasalahan yang klien miliki.

Implementasi dari teori transaktif dalam kasus ini adalah, tim peneliti
merupakan pihak yang membuat rencana sedangkan klien yang dimaksud adalah
masyarakat Desa Bulusari. Tim peneliti telah melakukan proses identifikasi terhadap
Desa Bulusari sebagai salah satu lokasi yang terdampak pembangunan Bandara
Kediri. Melalui proses pencarian dan identifikasi tersebut, peneliti telah menemukan
beberapa dampak-dampak yang dialami oleh masyarakat Desa Bulusari akibat
pembangunan bandara tersebut seperti yang telah dijabarkan pada Bab V laporan ini.
Berdasarkan hasil temuan tim peneliti, terdapat aspek penting yang menjadi prioritas
dalam perencanaan di Desa Bulusari adalah aspek ekonomi masyarakat yaitu sistem
mata pencaharian

5.2 Model Perencanaan Sosial

Masyarakat Desa Bulusari yang terdampak pembangunan bandara kini mulai


mengalami kebingungan dalam melanjutkan aktivitas perekonomian ke depannya.
Pasalnya, uang ganti rugi dalam nominal besar yang diberikan kepada masyarakat
yang terdampak justru digunakan kurang bijak, padahal uang tersebut termasuk ke
dalam salah satu modal yang dapat menunjang kelangsungan hidup ke depannya.
Masyarakat Desa Bulusari justru menggunakan uang ganti rugi tersebut dalam jumlah
berlebihan seperti membangun rumah mewah, membeli kendaraan seperti motor dan
mobil baru, dll. Kondisi ini membuat masyarakat Desa Bulusari mulai kebingungan

34
bagaimana caranya memenuhi kebutuhan hidup ke depannya. Hal ini membuat
peneliti memfokuskan kajian pada dampak tersebut dan kemudian membentuk suatu
model perencanaan sosial yang diharapkan dapat mengatasi permasalahan tersebut.

Model perencanaan sosial yang dirancang pada kajian ini adalah


“Pembangunan Kawasan Sentra Industri Kreatif Masyarakat Desa Bulusari
Berbasis Potensi dan Kearifan Lokal”. Kawasan sentra industri kreatif ini nantinya
akan memberdayakan warga Desa Bulusari khususnya yang terdampak pembangunan
bandara, serta para anak muda lokal di desa tersebut. Membuat sentra industri kreatif
yang dimaksud adalah dengan cara mengembangkan potensi yang dimiliki
masyarakat Desa Bulusari dimana potensi utamanya adalah pertanian dan industri
kerupuk. Disamping itu, peneliti juga menyarankan untuk memberikan pengasahan
skill yang kemudian tidak terbatas pada sektor pertanian saja melainkan pada sektor
lain seperti kesenian, pariwisata, dll. Semua itu dilakukan dengan cara diadakan suatu
program pemberdayaan dan tetap memperhatikan potensi serta kondisi real di
lapangan.

Pemberdayaan pertama yang peneliti usulkan yaitu “pertanian mandiri”.


Adanya pembangunan bandara tidak dipungkiri menggusur sebagian lahan pertanian
yang dimiliki warga Desa Bulusari sehingga lahan pertanian semakin berkurang.
Dengan berkurangnya lahan pertanian, maka dari itu peneliti hendak memberikan
pemberdayaan berupa inovasi teknologi pertanian dengan mengajak pihak yang ahli
di bidangnya. Aktivitas pertanian yang semula dilakukan di lahan yang luas, kini
harus dapat dimodifikasi sehingga meskipun dengan keterbatasan lahan namun
pertanian tetap dapat berjalan. Nantinya, warga diberikan pelatihan bercocok tanam
dengan memanfaatkan space yang ada di rumah dan memanfaatkan berbagai media
barang-barang yang sudah tidak terpakai seperti botol bekas. Pemberdayaan ini
nantinya dapat diikuti oleh seluruh warga Desa Bulusari terutama yang dulunya
bekerja sebagai petani. Hasil pertanian mandiri kemudian dibeli oleh pihak desa untuk
kemudian dijadikan bahan baku oleh-oleh dan kerajinan tangan. Role model yang
peneliti jadikan acuan adalah Kampung Glintung di Kecamatan Blimbing, Kota
Malang yang kini sukses mengembangkan pertanian model ini dan dijuluki kampung
go green.

35
Pemberdayaan lain yang peneliti usulkan yaitu pemberdayaan produksi oleh-
oleh khas Kabupaten Kediri baik itu makanan ringan maupun kerajinan tangan eperti
gantungan kunci, berbagai hiasan magnet kulkas, dompet atau tas. Bahan baku utama
untuk produk makanan didapat dari hasil pertanian mandiri yang telah dijelaskan
sebelumnya. Selain menciptakan inovasi produk baru, pemberdayaan ini natinya akan
berfungsi sebagai pelatihan peningkatan kualitas terhadap produk yang sebelumnya
menjadi potensi Desa Bulusari yaitu produk kerupuk. Pemberdayaan ini akan
dilakukan secara serius dengan harapan dapat menghasilkan kualitas dan mutu produk
yang baik sehingga nantinya produk-produk lokal ini dapat dijual di dalam kawasan
bandara. Pemberdayaan ini nantinya akan berkolaborasi dengan organisasi setempat
seperti PKK.

Selain pemberdayaan bidang pertanian, pangan, serta kerajinan tangan,


pemberdayaan lainnya yaitu mengasah kesenian warga Desa Bulusari. Peneliti
berencana untuk melakukan pelatihan skill di bidang fotografi dan lukisan. Pelatihan
skill ini nantinya dapat diikuti oleh seluruh warga Desa Bulusari namun utamanya
adalah para anak muda lokal. Diadakannya pengasahan skill lukisan dan fotografi
tersebut dapat menjadi wadah bagi pemuda ataupun masyarakat setempat sehingga
dapat tersalurkan bakatnya dengan baik dan memberikan nilai ekonomis terhadap
mereka. Lukisan dan hasil fotografi yang telah memiliki nilai estetika tinggi nantinya
diharapkan dapat ditampilkan atau dipajang di Bandara Kediri dan dapat dijual
sehingga memiliki fungsi ekonomis bagi warga Desa Bulusari yang memiliki karya
tersebut.

Solusi lainnya yaitu pemberdayaan seperti membuat kaos yang melambangkan


Kabupaten Kediri dengan memberikan pelatihan sablon. Hal ini juga dapat dijadikan
bahan model perencanaan dari solusi permasalahan yang ada. Selain baju, terdapat
produk lainnya yang dapat peneliti sarankan seperti membuat botol tumblr dengan
penampilan yang unik dan menarik yang menunjukkan kekhasan Kabupaten Kediri
yang nantinya juga akan dijual dan dijadikan sebagai cinderamata khas Kabupaten
Kediri. Pembuatan botol tumblr ini juga berfungsi sebagai salah satu cara untuk
pengurangan sampah plastik di masyarakat. Selain melakukan penjualan hasil
berbagai olahan tersebut di Bandara Kediri ataupun di Sentra oleh-oleh khas Kediri,
berbagai macam cara penjualan lainnya juga dapat dilakukan secara online pada
platform e-commerce, berbagai media sosial, ataupun dapat dikemas dalam bentuk

36
aplikasi sehingga semua hasil karya mereka dapat diperlihatkan kepada umum
sehingga dapat menarik wisatawan lokal maupun mancanegara untuk datang
mengunjungi Kabupaten Kediri.

Demi menunjang berjalannya pemberdayaan secara optimal, maka


dibangunlah sentra kawasan industri kreatif di Desa Bulusari. Secara tehnis, kawasan
sentra industri kreatif nantinya akan menggunakan tanah milik desa. Kawasan ini
rencananya berbentuk area luas yang di dalamnya terdapat tiga bangunan. Satu
bangunan akan dijadikan sebagai gedung utama yaitu gedung trade center. Dua
bangunan lainnya yaitu gedung yang berfungsi sebagai tempat pemberdayaan warga,
serta bangunan yang berfungsi sebagai area food court atau sentra kuliner. Kawasan
ini juga direncanakan memiliki fasilitas umum yang lengkap seperti tempat parkir
kendaraan, fasilitas ibadah seperti musholla atau masjid, kamar kecil, dll. Fasilitas
tersebut tentunya juga dirancang untuk mudah diakses bagi kaum disabilitas. Selain
itu, kawasan ini akan menggunakan konsep ramah lingkungan seperti tetap
memperhatikan unsur RTH, disediakannya tempat pengolahan limbah yang aman, dll.

Kawasan ini akan memiliki satu gedung utama. gedung tersebut yaitu gedung
trade center. Selain dijual di dalam bandara, nantinya produk-produk lokal buatan
warga Desa Bulusari akan dijual di gedung trade center ini. Bangunan utama berupa
trade center akan didesain modern layaknya mall sehingga di dalamnya akan terdapat
beberapa tenant. Tenant yang tersedia juga hanya boleh disewa oleh warga Desa
Bulusari dengan tarif yang tentunya tidak memberatkan. Selain itu, di gedung trade
center nantinya akan diadakan event-event rutin berbasis kearifan lokal masyarakat
Desa Bulusari seperti fashion show dengan menggunakan baju daerah, atau bazaar
rutin setiap tahun sehingga kegiatan kemasyarakatan tetap berjalan

Gedung kedua yaitu gedung pemberdayaan. Gedung ini akan berdiri di


samping gedung trade center dan berfungsi sebagai tempat pemberdayaan warga.
Pembangunan gedung ini dilakukan dengan tujuan untuk memudahkan mobilisasi
warga dikarenakan mereka akan dikumpulkan dalam satu tempat yang sama.
Nantinya, gedung pemberdayaan ini akan memiliki kluster-kluster di dalamnya.
Diciptakannya variasi kluster bertujuan sebagai wadah masyarakat yang memiliki
minat pemberdayaan yang berbeda-beda sehingga minat mereka tetap tersalurkan.
Tiap kluster pada bidang tertentu nantinya akan dipandu oleh orang yang telah

37
memiliki keahlian, dan beberapa diantaranya sengaja ditunjuk dari warga asli Desa
Bulusari. Produk yang telah selesai dibuat kemudian disetorkan kepada para pengepul
untuk ditampilkan dan dijual di gedung trade center. Selain itu, pemanfaatan gedung
pemberdayaan ini juga akan digunakan sebagai destinasi wisata edukasi sehingga
masyarakat biasa dapat melihat serta mempelajari proses pembuatan suatu produk.
Rencananya, gedung ini akan dibuka untuk umum namun dalam rentang waktu
tertentu seperti misalnya setiap hari Sabtu dan Minggu saja sehingga fungsi utamanya
sebagai tempat pemberdayaan tetap optimal.

Bangunan ketiga yaitu area food court atau sentra kuliner. Konsep yang
digunakan pada food court ini adalah kawasan outdoor yang tetap memperhatikan
keasrian lingkungan dan mengusung kenyamanan bagi para pengunjungnya. Tenant-
tenant di area food court nantinya akan diisi berbagai variasi kuliner dan diupayakan
berbeda-beda tiap tenant-nya sehingga mengurangi kemungkinan munculnya
kecemburuan dalam persaingan. Tenant ini rencananya akan menggunakan sistem
sewa tahunan dengan tarif yang disesuaikan dengan kondisi ekonomi namun tetap
tidak memberatkan masyarakat. Tenant-tenant tersebut juga hanya boleh diisi oleh
warga asli Desa Bulusari sehingga dapat optimal dalam mensejahterakan warganya.

Model perencanaan sosial ini diusulkan dengan harapan dapat memecahkan


masalah yang perlahan mulai muncul di Desa Bulusari yaitu warga yang kebingungan
hendak bekerja sebagai apa. Selain itu, tentunya perencanaan ini diharapkan dapat
meningkatkan perekonomian lokal, mengembangkan keterampilan warga setempat
sehingga siap bersaing dengan dunia luar, ikut meningkatkan infrastruktur di kawasan
Desa Bulusari seperti akses jalan, sanitasi, drainase, dll. Pada akhirnya, program ini
juga diharapkan dapat meningkatkan penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Kabupaten Kediri sehingga mengurangi ketergantungan terhadap pemerintah pusat
dan meningkatkan kemandirian Pemerintah Daerah Kabupaten Kediri.

Model perencanaan sosial yang peneliti usulkan tentunya tidak lepas dari
kelemahan yang ada. Beberapa poin yang menjadi kelemahan tersebut adalah :

- Model perencanaan yang diusulkan cenderung berskala besar sehingga keputusan


berada di tangan pemerintah baik itu desa bahkan hingga kabupaten. Akibatnya,
perencaan ini tidak dapat dieksekusi secara cepat.

38
- Pembangunan kawasan yang berskala besar tentunya membutuhkan nominal
anggaran yang besar pula.
- Apabila telah direalisasikan, maka akan membutuhkan durasi yang lama dalam
proses pembangunannya.
- Pembangunan yang diusulkan tentunya dapat mengubah pola perilaku warganya
dan tidak menutup kemungkinan dapat menghilangkan unsur paguyuban yang
semula ditemukan dalam Desa Bulusari.
- Berpotensi memunculkan konflik yaitu kecemburuan sosial.

39
BAB VI

PENUTUP

6.1 Kesimpulan

6.2 Saran

Berdasarkan pengkajian hasil penelitian yang telah dilakukan, maka peneliti


bermaksud untuk memberikan beberapa saran yang diharapkan dapat berguna bagi
beberapa pihak. Adapun saran tersebut diantaranya :

1. Bagi Pihak Masyarakat Desa Bulusari

Seperti yang telah dipaparkan oleh peneliti mengenai dampak sosial


adanya pembangunan Bandara Kediri terhadap kondisi masyarakat Desa Bulusari
yaitu warga yang kurang dapat mengalokasikan uang ganti rugi dengan bijak dan
hanya berdasarkan pertimbangan jangka pendek sehingga kini belum menemukan
pekerjaan pengganti, maka perlu dilakukan adanya penyuluhan atau sosialisasi
yang dapat memberikan edukasi bagi warga untuk menggunakan uang ganti rugi
dengan bijak. Dengan diadakannya sosialisasi dan edukasi tersebut, harapannya
warga dapat menggunakan uang ganti rugi dengan berbagai pertimbangan yang
matang dan tentunya bersifat jangka panjang.

2. Bagi pihak stakeholder

Berbagai hal yang kami solusikan diatas tentunya tidak lepas dari adanya
peran pemerintah dengan berbagai pihak yang terlibat dalam pembangunan
Bandara Kediri. Penggunaan lahan masyarakat yang tergusur tentunya harus
terpikirkan dan terencana dalam artian tidak hanya dalam jangka pendek dengan
cara memberikan ganti rugi dalam hal materil atau uang yang secara tidak
langsung ditakutkan tidak dapat dimanfaatkan secara baik oleh masyarakat
ditengah arus modernisasi yang ada di masyarakat. Pemberian ganti rugi dalam
jangka waktu yang panjang dan juga berkelanjutan tentu juga harus diberikan
kepada masyarakat terdampak. Dalam hal ini, pihak stakeholder harus
mengidentifikasi potensi dan skill yang dimiliki masyarakat lokal serta
menyiapkan “ladang” pekerjaan pengganti. Contohnya yaitu dengan cara
40
memberikan pelatihan kerajinan industri kecil kreatif dalam hal pangan ataupun
kerajinan cinderamata. Hal ini dilakukan agar perekonomian masyarakat dapat
terkelola dengan baik sehingga jika perekonomian maju maka kesejahteraan
masyarakat juga dapat berada di tingkat yang jauh lebih baik.

41

Anda mungkin juga menyukai