Anda di halaman 1dari 18

PAPER

|Antropologi Pembangunan |

Pembangunan sector pertanian sebagai bagian dari Program community development


untuk menurunkan tingkat kemiskinan dan mempercepat pertumbuhan ekonomi
menuju Gorontalo Gemilang

| Priyatno Pratama Buluati | Kelas E1 | 31.0910 |

| Program Studi Manajemen Sumber Daya Manusia Sektor Publik | fakultas Manajemen
Pemerintahan| Institut Pemerintahan Dalam Negeri |

I. Latar Belakang

Pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia bertujuan untuk


meningkatkan kesejahteraan rakyat, disamping itu pembangunan merupakan suatu proses
mempercepat lajunya perubahan dalam masyarakat. Idealnya hasil-hasil dari pembangunan
hendaknya dapat dinikmati oleh masyarakat secara adil dan tidak terbatas dalam ruang
(tempat) dan waktu, baik itu dalam bidang perubahan sosial, ekonomi, teknik, industri,
kesehatan, transportasi, dan sebagainya. Secara umum pembangunan merupakan proses
untuk melakukan perubahan. Sedangkan menurut Siagian pengertian dari pembangunan
adalah sebagai suatu usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan yang
terencana dan dilakukan secara sabar oleh suatu bangsa, Negara dan pemerintah, menuju
modernitas dalam rangka pembinaan bangsa (nation building). Namun ada pengertian lain
yang lebih sederhana, yaitu sebagai suatu proses perubahan kea rah yang lebih baik melalui
upaya yang dilakukan secara terencana.(Syamsiah Baddrudin,wordpress:2012).

Antropologi Pembangunan 1
Pembangunan (development) adalah proses perubahan yang mencakup seluruh sistem
sosial, seperti politik, ekonomi, infrastruktur, pertahanan, pendidikan dan teknologi,
kelembagaan, dan budaya. Portes mendefinisikan pembangunan sebagai transformasi
ekonomi, sosial dan budaya. Pembangunan adalah proses perubahan yang direncanakan
untuk memperbaiki berbagai aspek kehidupan masyarakat.

Berdasarkan penjelasan diatas dapat diasumsikan bahwa proses pembangunan


terjadi disegala aspek kehidupan masyarakat, baik bidang ekonomi, sosial, budaya, politik
yang berlangsung pada level masyarakat kecil maupun masyarakat besar. Hal ini penting
dari pembangunan tersebut adalah adanya kemajuan atau perbaikan dan pertumbuhan
didalam kehidupan masyarakat yang merupakan suatu perubahan sosial. Sebuah perubahan
sosial, dapat dipastikan terjadi dalam masyarakat karena tidak ada masyarakat yang
berhenti berkembang, setiap masyarakat pasti berubah, hanya ada yang cepat dan ada yang
lambat. Dari segi bentuk perubahan sosial, perubahan itu disebabkan oleh berbagai macam
faktor, diantaranya adalah perubahan yang disebabkan oleh faktor internal dan perubahan
yang disebabkan oleh faktor eksternal. Perubahan internal adalah perubahan yang berasal
dari dalam masyarakat, misalnya, perubahan aspek demografi (bertambah dan
berkurangnya penduduk). Sedangkan perubahan yang disebabkan oleh faktor eksternal
merupakan perubahan yang berasal dari luar masyarakat yaitu dapat berupa pengaruh
kebudayaan masyarakat lain yang meliputi proses-proses difusi (penyebaran unsur
kebudayaan), akulturasi (kontak kebudayaan), dan asimilasi ( perkawinan budaya)

Cepat atau lambatnya perubahan tergantung pada masyarakat itu sendiri. Ada
masyarakat yang cepat mengalami perubahan dan ada masyarakat yang lambat mengalami
perubahan. Masyarakat yang terbuka sifatnya akan cepat mengalami perubahan, bila
dibandingkan dengan masyarakat yang tertutup sifatnya akan mengalami perubahan yang
sangat lambat. Perubahan yang disebabkan oleh pembangunan akan membawa dampak
terhadap masyarakat baik dalam jangka panjang maupun dalam jangka pendek, karena
perubahan tersebut merupakan bentuk nyata dari seluruh dampak yang disebabkan berbagai
hal, salah satunya adalah pembangunan. Pembangunan dilaksanakan untuk mempermudah
hidup masyarakat sehingga tidak cenderung bargantung pada satu aspek saja. Kegiatan
pembangunan pada hakikatnya berdampak terhadap perubahan ekosistem dan lingkungan
hidup. Setiap program pembangunan dimaksudkan untuk membantu dan mengacu
masyarakat membangun berbagai sarana dan prasarana yang dibutuhkan. Pembangunan

Antropologi Pembangunan 2
infrastruktur diharapkan dapat meningkatkan pelayanan pemerintah serta mendorong
perkembangan ekonomi wilayah dan mengerakkan kegiatan ekonomi rakyat di suatu
kawasan dan sekitarnya, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, mempercepat kemajuan
ekonomi, memberikan akses bagi masyarakat untuk berusaha, menciptakan lapangan kerja,
memperlancar arus barang dan jasa, serta menjamin tersedianya bahan pangan Dan bahan
pokok lainnya.

Berbagai upaya untuk menggerakkan dan membangun sektor pertanian dan


perdesaan telah banyak dilakukan, baik melalui program-program pemerintah pusat, daerah
serta kelembagaan lain dengan berbagai aktivitas yang berbasis pada masyarakat di
perdesaan. Dalam kaitan program pembangunan tersebut, pemerintah Provinsi Gorontalo
telah memperlihatkan keberhasilan dalam melakukan proses pembangunan struktur
perekonomian perdesaan, melalui advokasi pemerintah yang terfokus pada usaha-usaha
untuk mengembangkan komoditas jagung sebagai basis usaha intensif pada tingkat petani,
serta para pelaku usaha yang terkait dengan komoditas jagung. Pengambilan keputusan
yang tepat disertai kebijakan yang terfokus pada upaya mengintegrasikan seluruh
kepentingan pelaku ekonomi, senantiasa dilakukan oleh pimpinan daerah. Pencapaian
target tersebut juga dilakukan dengan pengawalan yang sangat ketat serta perhatian yang
sangat serius dari berbagai komoditas jagung menjadi komoditas ekonomi potensial bagi
pembangunan wilayah propinsi Gorontalo. Perhatian yang berbasis pada pengembangan
komoditas jagung telah berdampak pada meningkatnya pertumbuhan rata-rata produksi
jagung sebesar 41,13 persen per tahun, sejalan dengan pertumbuhan ekonomi propinsi
Gorontalo antara 7,4-7,5 persen per tahun, sekaligus merupakan pertumbuhan ekonomi
tertinggi di Pulau Sulawesi

II. RUMUSAN MASALAH

Penyebab utama tingginya angka kemiskinan Gorontalo adalah rendahnya


produktivitas dan nilai tambah dari sektor pertanian, yang merupakan mata pencaharian utama
penduduk beberapa kabupaten di Gorontalo.

III. DASAR TEORI


• Antropologi Pembangunan
Salah satu bidang yang menjadi fokus kajian antropologi adalah pembangunan. Dalam
perspektif antropologi, pembangunan adalah bagian dari kebudayaan. Pembangunan
adalah eksistensi dari sejumlah tindakan manusia. Sementara, kebudayaan merupakan

Antropologi Pembangunan 3
pedoman bagi tindakan manusia. Dengan demikian berdasarkan pemahaman
antropologi, pembangunan berorientasi dan bertujuan untuk membangun masyarakat
dan peradaban umat manusia.

Pembangunan berisi suatu kompleks tindakan manusia yang cukup rumit yang
melibatkan sejumlah pranata dalam masyarakat. Menurut Koentjaraningrat (1980)
bahwa hampir semua tindakan manusia adalah kebudayaan. Dalam pembangunan,
masyarakat menjadi pelaku dan sekaligus objek dari aktivitas pembangunan.
Keterkaitan atau korelasi antara masyarakat dan pembangunan akan terjadi melalui
pengendalian dari kebudayaan. Di dalam kebudayaan, tatanan nilai menjadi inti dan
basis bagi tindakan manusia. Fungsi elemen nilai (cultural value) bagi pembangunan
adalah untuk mengevaluasi proses pembangunan agar tetap sesuai dengan standar dan
kadar manusia.

Pembangunan dapat diartikan sebagai proses menata dan mengembangkan


pranata-pranata dalam masyarakat, yang didalam pranata tersebut berisi nilai-nilai dan
norma-norma untuk mengatur dan memberi pedoman bagi eksistensi tindakan
masyarakat. Sejumlah pranata tersebut, antara lain pendidikan, agama, ekonomi,
politik, ekologi, akan membentuk suatu keterkaitan fungsional guna mendukung,
melegitimasi dan mengevaluasi komplek tindakan manusia tersebut. Dengan kata lain,
pembangunan akan menyinggung isu pemeliharaan nilai dan norma masyarakat, namun
sekaligus membuka ruang bagi isu perubahan sosial.Dewasa ini, praktik pengembangan
masyarakat telah bergeser paradigmanya dari yang awalnya bertumpu pada
pertumbuhan ekonomi (economic growth) menjadi pembangunan yang berparadigma
berkelanjutan (sustainable development). Community development dibuat dan
diselenggarakan dengan bertujuan untuk mencapai kondisi masyarakat dimana
transformasi sosial dapat berlangsung secara berkelanjutan.

• Definisi Pembangunan dan Tiga Golongan Kebutuhan Dasar


Pertumbuhan dan perkembangan umat manusia mendorong Sosiologi dan Antropologi
melakukan pengkajian dan analisis setiap fenomena yang terdapat di dalamnya yang
akhirnya membentuk tema-tema tersendiri sebagai spesialisasi dari ilmuilmu yang
bersangkutan. Sosiologi dan Antropologi (budaya) mempelajari manusia yang

Antropologi Pembangunan 4
berkenaan dengan individu, masyarakat, ataupun pranata sosial seperti keluarga, agama
dan politik (Gurniwan, 1999 : 33).

Setiap upaya perubahan yang direncanakan, disebut pembangunan (Kartasasmita,


1996). Di sisi lain, pembangunan tersebut akan menimbulkan perubahan. Karena itu,
antara pembangunan dan perubahan akan merupakan dua unsur yang saling berkaitan
erat. Sementara itu, berbicara tentang tujuan pembangunan, Otto Soemarwoto (2001),
mengatakan bahwa pembangunan bertujuan untuk menaikan tingkat hidup dan
kesejahteraan rakyat, yang di dalamnya mengandung makna untuk meningkatkan mutu
hidup rakyat. Karena mutu hidup dapat diartikan sebagai derajat dipenuhinya
kebutuhan dasar. Pembangunan menurut Sumarwoto dapat diartikan sebagai usaha
untuk 3 memenuhi kebutuhan dasar rakyat dengan lebih baik. Selanjutnya dijelaskan
bahwa kebutuhan dasar merupakan kebutuhan yang esensial, yang terdiri dari tiga
bagian. Pertama, kebutuhan dasar untuk kelangsungan hidup hayati. Kedua, kehidupan
dasar untuk untuk kelangsungan kehidupan yang manusiawi dan yang ketiga adalah
kebutuhan akan derajat kebebasan untuk memilih.

Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable development) Konsep pembangunan yang


berkelanjutan (sustainable development) merupakan konsep yang dideklarasikan pada
penyelenggaraan Earth summit 1992 di Rio De Janeiro. Penggagas konsep ini berasal
dari World Commission on Environment and development (Asosiasi SYLFF, 2006).
Selain semakin disadarinya bahwa keterkaitan lingkungan hidup dengan permasalahan
ekonomi dan sosial, juga kesadaran bahwa analisis dan pemecahan permasalahan serta
implementasi pembangunan merupakan upaya yang tidak terputus. Oleh karena itu,
berbagai disiplin ilmu semakin berkembang dan digunakan sebagai pendekatan multi
dan interdisipliner.

Dalam kerangka ‘sustsainable development’, Ginanjar Kartasasmita (1996)


mengatakan bahwa suatu pembangunan dapat berkesinambungan apabila ekonomi
rakyat berkembang. Posisi penting pengembangan ekonomi rakyat bagi pembangunan
yang berkelanjutan menunjukkan adanya keterpaduan antara pemerataan dan
pertumbuhan. Pendapat ini merujuk pada konsep pembangunan yang dititikberatkan
pada bidang ekonomi. Padahal, aspek politik dan sosial menjadi bagian yang tidak

Antropologi Pembangunan 5
terpisahkan dari perubahan perekonomian. Sehingga, setiap perubahan yang
direncanakan, yang disebut pembangunan pada dasarnya merupakan unsur yang tidak
terpisahkan antara ketiga aspek tersebut. Di sinilah kajian Sosiologi dan Antropologi
akan berperan, sehingga pembangunan akan dirasakan sebagai konsep yang tidak
melulu menekankan pada pembangunan ekonomi, baik dalam telaah maupun
implikasinya. Aspek lingkungan Sosial-budaya dan ekonomi memang sangatlah
penting untuk kesinambungan pembangunan berkelanjutan. Pembangunan dilakukan
oleh dan untuk manusia yang hidup di dalam kondisi sosial budaya dan kondisi
ekonomi tertentu. Faktor ekonomi perlu mendapat perhatian, karena pembangunan
tidak akan dapat 7 berkelanjutan apabila ekonomi tidak mendukungnya. Kendati
demikian, kerap kali faktor sosial budaya diabaikan.

• Teori-Teori yang Digunakan Dalam Menganalisis Pembangunan

Untuk memahami manusia beserta seluruh fenomena di dalam kehidupannya dapat


dilakukan melalui kegiatan menganalisis bagaimana sekelompok manusia berupaya
membangun bangsanya, melalui penggunaan teori-teori. Di dalam menganalisis fenomena
sosial tersebut tidak cukup dengan hanya menggunakan satu teori, tetapi bisa bersifat multi
atau interdisipliner. Pemilihan teori didasarkan pada pertimbangan kesesuaian dengan
kebutuhan (need. Contohnya, untuk mengetahui kehidupan manusia sebagai mahluk sosial,
maka teori-teori ilmu sosial yang dipilih. Teori ilmu sosial didefinisikan sebagai seperangkat
andaian mengenai masyarakat, fenomena sosial dan tingkah laku manusia (Gurniwan, 1999).

Sedangkan fungsi Teori menurut Zamroni dalam Gurniwan (1999) ialah untuk :

1. Sistemisasi pengetahuan

2. Eksplanasi, prediksi, kontrol sosial dan

3. Mengembangkan hipotesis.

Sehubungan dengan penjelasan tentang arti dan peran teori tersebut di atas, berikut ini
akan dipilihkan 3 teori yang cukup populer digunakan dalam menganalisis 8 pembangunan.
Teori tersebut terdiri dari Teori modernisasi, Teori Dependensi (Ketergantungan) dan Teori
Sistem Dunia.

Antropologi Pembangunan 6
Berikut ini disajikan uraian ketiga teori pembangunan tersebut sebagai hasil kajian
Alvin Y. So dan Suwarsono dalam Bukunya tentang Perubahan Sosial dan Pembangunan
(2006, ed. Revisi).

A. Teori Modernisasi Klasik


Modernisasi sebagai proses transformasi yang sistemik , dilakukan secara
immanent (terus-menerus) dan cenderung menekankan pada faktor yang berasal
dari dalam (internal resources). Untuk mencapai kondisi modern, teori modernisasi
klasik mensyaratkan bahwa seluruh nila-nilai tradisional harus diganti oleh
seperangkat struktur yang modern. Karena itu, Huntington (1976) menganggap
bahwa antara nilainilai tradisional dan modern adalah hal yang saling bertentangan.
Dalam arti, jika modernisasi ingin dicapai, maka nilai-nilai tradsional harus
dirombak total alias dilenyapkan! Modernisasi melibatkan perubahan pada hampir
seluruh aspek perilaku sosial, termasuk industrialisasi, urbanisasi, diferensiasi,
sekularisasi dan sentralisasi pada satu tempat yang mengakibatkan terjadinya
pengelompokan, sehingga modernisasi bercirikan keteraturan dan tidak dalam
kondisi yang terpisah-pisah. Awal modernisasi dicatat oleh peristiwa sejarah yang
monumental, yakni beberapa temuan teknologi yang melandasi industrialisasi pada
berbagai bidang kehidupan masyarakat Eropa yang kemudian dikenal dengan
peristiwa Revolusi Industri. Kemudian disusul dengan munculnya Revolusi
Perancis yang mengusung nilai-nilai demokratis sebagai bentuk perlawanan
terhadap hak-hak istimewa yang dimiliki kelompok feodal. Perkembangan
selanjutnya, modernisasi melanda juga segmen kehidupan yang lain, seperti
munculnya kemajuan berbagai ilmu pengetahuan yang diikuti perkembangan
teknologi. Perobahan ini harus diimbangi oleh sikap mental dan proses adaptasi,
sehingga tidak dianggap sebagai orang yang ketinggalan jaman atau ‘mabuk’
modernisasi.

Menurut Alvin Y. So dan Suwarsono (2001) yang mengutif pendapat para tokoh
Amerika Serikat, Teori Modernisasi lahir sebagai produk 3 peristiwa penting, yakni :

1. Munculnya AS sebagai kekuatan dominan sejak pelaksanaan Marshal Plan


untuk membangun kembali Eropa Barat sebagai akibat kekalahan dalam PD
II. Sementara, Negara-negara Eropa lainnya, seprti Inggris, Perancis, dan
Jerman justru semakin melemah.

Antropologi Pembangunan 7
2. Pada saat hampir bersamaan, terjadi perluasan gerakan komunis sedunia.
Uni Soviet berhasil memperluas pengaruhnya keropa Timur, bahkan ke Asia
(Cina dan Korea di antaranya. Secara tidak langsung kondisi ini membuat
AS ingin membendung pengaruh Komunis, dengan cara berusaha
memperluas pengaruh politkinya pada belahan dunia yang lain.
3. Lahirnya Negara-negara merdeka baru di Asia, Afrika dan Amerika Latin,
yang sebelumnya merupakan daerah jajahan Eropa . Negara-negara ini
secara serempak mencari model-model pembangunan ekonominya dalam
usaha mempercepat pencapaian kemerdekaan politiknya.

Oleh karena itu, pasca Perang Dunia ke-2 ditandai dengan besarnya perhatian
para ilmuwan AS kepada Negara-negara Dunia ketiga yang mendapat dukungan dari
pemerintah AS, dan organisasi swasta . Satu generasi baru ilmuwan, ilmuwan politik,
ekonomi dan para ahli Sosiologi, Psikologi, Antropologi serta ahli kependudukan
menghasilkan karya-karya disertasi dan monografi tentang Dunia ketiga. Satu aliran
pemikiran antar disiplin yang tergabung dalam ajaran modernisasi terbentuk dalam
tahun 1950-an. Sehingga, karya kajian modernisasi merupakan ‘industri yang tumbuh
segar ‘ sampai pertengahan tahun 1960-an. Karya kajian modernisasi dikategorikan
sebagai suatu aliran pemikiran atau a school of thouhht.

Teori modernisasi memiliki paling tidak dua warisan pemikiran, yakni


pewarisan pemikiran struktur fungsionalisme dan pola pikir teori evolusi. Menurut
Teori evolusi, perubahan sosial pada dasarnya merupakan gerakan yang linear, searah,
progresif dan perlahan-lahan yang akan membawa masyarakat primitif kepada tahapan
yang lebih maju, dan membuat ‘wajah’ masyarakat yang beragam menjadi memiliki
bentuk dan struktur yang seragam.

Salah seorang penganut teori modernisasi, Levy mempercayai bahwa seiring


dengan perkembangan waktu, di antara kita akan saling mirip satu sama lain, karena
teori modernisasi mengatakan bahwa semakin modern tahapan yang dilalui, maka akan
semakin serupa bentuk dan karakter masyarakat yang terlibat dalam perubahan ini.
Berdasar pada premis itu, maka teori Rostow memiliki gerakan seperti yang
digambarkan teori evolusi : Bergerak dari tatanan masyarakat primitif/sederhana ke
masyarakat yang lebih maju atau kompleks.

Antropologi Pembangunan 8
Teori fungsionalisme merupakan pemikiran Talcott Parsons, yang memandang
manusia ibarat organ tubuh manusia, sehingga masyarakat manusia pun bisa dipelajari
sebagaimana sebuah organ. Tidak mengherankan jika Parson memiliki pandangan ini
mengingat latar belakangnya sebagai ilmuwan Biologi.

Parsons memandang bahwa sebagaimana halnya tubuh manusia, masyarakat


memiliki unsur-unsur yang saling berhubungan satu sama lainnya dalam kaitan yang
sistemik, memiliki fungsi pokok dan keseimbangan dinamis-statsioner (homeostatic
equilibrium). Parson, dengan menganalogkan tubuh manusia, menggunakan konsep
sistem untuk menggambarkan koordinasi harmonis antar kelembagaan yang ada pada
masyarakat. Fungsi pokok (fungsional imperative) diimaksudkan untuk
menggambarkan 4 macam tugas utama yang harus dilakukan agar masyarakat tidak
mati. Keempat hal tersebut dikenal dalam istilah AGIL (Adaptation to the environment,
goal attainment, integration, and latency). Lembaga ekonomi sebagai pelaksana
adaptasi lingkungan, pemerintah berfungsi untuk pencapaian tujuan umum, lembaga
hukum dan agama menjalankan fungsi integrasi, dan keluarga serta lembaga
pendidikan berfungsi untuk usaha pemeliharaan. Masyarakat selalu mengalami
perubahan yang teratur. Perubahan sosial pada sebuah lembaga akan mengakibatkan
perubahan pada lembaga yang lain untuk mencapai keseimbangan baru. Di sinilah
peran-peran homeostatic equilibrium dibutuhkan. Dalam menjelaskan perbedaan
masyarakat tradisional dan modern, Talcott Parsons merumuskan konsep faktor
kebakukan dan pengukur (pattern variables), yang menjadi alat utama untuk memahami
hubungan sosial yang langgeng, berulang dan mewujud dalam sistem kebudayaan.
Masyarakat tradisional cenderung memilliki hubungan ‘kecintaan’ yang bersifap
pribadi dan emosional. Sedangkan masyarakat modern memiliki hubungan
‘kenetralan’, yaitu hubungan kerja yang tidak langsung, tidak mempribadi dan berjarak.
Selanjutnya Parsons merumuskan hubungan “ kekhususan dan universal”
(particularistic dan universalistic). Masyarakat tradisional cenderung berhubungan
dengan anggota masyarakat dari satu kelompok tertentu, sehingga menjadi ada
perasaan kebersamaan, memikul tanggung jawab bersama-sama. Sementara
masyarakat modern, berhubungan satu sama lain dalam batas norma-norma
universal,tidak terikat tanggung jawab kelompok dan kekhususan. Masyarakat
tradisional biasanya lebih terikat oleh kewajiban-kewajiban kekeluargaan, komunitas
dan kesukuan ( orientasi kolektif). Sedangkan masyarat modern lebih bersifat

Antropologi Pembangunan 9
individualistik (orientasi pada diri sendiri/ self orientasi). Kemudian, masyarakat
tradisional menurut Parsons lebih melihat pentingnya status warisan dan bawaan
(ascription), sedangkan masyarakat modern lebih memperhatikan pencapaian prestasi
(achievement), dalam situasi yang penuh persaingan dan sangat ketat. Pada masyarakat
tradisional, belum terdapat rumusan yang jelas tentang fungsi-fungsi kelembagaan (
functionally diffused) yang akan menyebabkan ketidakefisienan. Sebaliknya, pada
masyarakat modern telah terjadi perumusan yang jelas tentang fungsi-fungsi
kelembagaan (functionally specific).

Berikut ini disajikan perbedaan antara masyarakat tradisional dan modern yang
diidentifikasi Talcott Parssons sebagai pattern variables dalam bentuk tabel Unsur
Masyarakat Tradisional Masyarakat Modern Kecintaan dan kenetralan Hubungan
kecintaan yang mempribadi dan emosional Kenetralan dengan hubungan kerja yang
tidak langsung, tidak mempribadi dan berjarak Kekhususa n dan universal Terikat
tanggung jawab kelompok, yang memikul beban bersama-sama. Lebih tidak terikat
tanggung jawab terhadap kelompok, mengusung nilai-nilai universal Pandangan
terhadap diri Berorientasi kolektif Berorientasi pada dirisendiri/self orientation Status
warisan dan prestasi Memandang penting status warisan dan bawaan Memperhatikan
prestasi (achievement) dalam persaingan yang ketat Fungsifungsi kelembaga an Belum
merumuskan fungsifungsi kelembagaan secara jelas (functionally diffused) Sudah
merumuskan tugas-tugas masing-masing kelembagaan secara jelas (functionally
specific) Uraian di atas dimaksudkan agar kita lebih mudah dalam memahami teori
modernisasi sehubungan dengan beragamnya pola pikir dan rumitnya dalam
mengidentifikasi ciri-ciri pokok teori modernisasi.

IV. PEMBAHASAN

Deskripsi Kemiskinan Provinsi Gorontalo

Penduduk miskin Gorontalo umumnya adalah penduduk yang bekerja di sektor


pertanian, yang menyerap tenaga kerja paling banyak di Gorontalo. Baik Petani maupun
Nelayan memiliki modal terbatas dan rata-rata mereka adalah tenaga kerja musiman.
Di beberapa daerah pelosok Gorontalo, nelayan masih terjebak dengan praktek ijon
sehingga memperparah kondisi pendapatan mereka, dan pada akhirnya akses terhadap
pendidikan dan kesehatan mereka terbatas. Selanjutnya digambarkan persentase
penduduk miskin / tingkat kemiskian Provinsi Gorontalo pada tabel dibawah ini :

Antropologi Pembangunan 10
tingkat kemiskinan di Provinsi Gorontalo cukup berfluktuasi, dimana pada
tahun 2006 tingkat kemiskinan Provinsi Gorotalo sebesar 29.13% kemudian mengalami
penurunan tahun 2007 dan 2008 yaitu 27.35% dan 24.88%. Pada tahun 2009 naik lagi
menjadi 25.01% dan kembali turun pada tahun 2010, 2011, dan 2012 yaitu 23.19% ;
18.75% dan 17.33%. naik lagi pada tahun 2013 menjadi 17.51% dan turun pada tahun
2014 menjadi 17.44% [ BPS Provinsi Gorontalo, 2016]

Kemudian garis kemiskinan Provinsi Gorontalo mengalami peningkatan dari


tahun 2006-2014, dimana pada tahun 2006 garis kemiskinan Gorontalo adalah ebesar
Rp. 130.668,- kemudian terus mengalami kenaikan hingga tahun 2014 menjadi sebesar
Rp. 243.547,-. Hal ini berarti pada tahun 2014 seorang penduduk Gorontalo dikatakan
miskin apabila pengeluaran/pendapatannya kurang dari Rp.243.547 per bulan atau 68
Rp.8.118 per hari. Apabila seorang kepala rumahtangga (KRT) memiliki dua anak dan
satu istri, berarti pendapatan minimal agar ia dapat memenuhi kebutuhan dasar untuk
dia dan keluarganya adalah Rp. 974.160 per bulan atau Rp.32.472 per hari.[ BPS
Provinsi Gorontalo, 2016 ]

Di Provinsi Gorontalo jumlah penduduk miskin dan tingkat kemiskinan


berfluktuasi dari tahun 2006 sampai 2014. Dimana jumlah penduduk miskin Provinsi
Gorontalo mengalami penurunan dari tahun 2006 hingga 2012, yaitu dari 273.90 ribu
jiwa tahun 2006 berkurang menjadi 186.44 ribu jiwa tahun 2012, kemudian naik lagi
menjadi 191.44 ribu jiwa tahun 2013 dan 194.10 ribu jiwa tahun 2014. Adapun tingkat
kemiskinan di Provinsi Gorontalo cukup berfluktuasi, dimana pada tahun 2006 tingkat
kemiskinan Provinsi Gorotalo sebesar 29.13% kemudian mengalami penurunan tahun
2007 dan 2008 yaitu 27.35% dan 24.88%. Pada tahun 2009 naik lagi menjadi 25.01%
dan kembali turun pada tahun 2010, 2011, dan 2012 yaitu 23.19% ; 18.75% dan
17.33%. naik lagi pada tahun 2013 menjadi 17.51% dan turun pada tahun 2014 menjadi
17.44%. Namun demikian secara umum terlihat bahwa angka kemiskinan di Provinsi
Gorontalo ini berada jauh lebih tinggi dibandingkan angka kemiskinan nasional. Hal
ini jelas mengingat penduduk miskin Gorontalo umumnya adalah penduduk yang
bekerja di sektor pertanian, yang menyerap tenaga kerja paling banyak di Gorontalo.
Baik Petani maupun Nelayan memiliki modal terbatas dan rata-rata mereka adalah
tenaga kerja musiman. Di beberapa daerah pelosok Gorontalo, nelayan masih terjebak
dengan praktek ijon sehingga memperparah kondisi pendapatan mereka, dan pada

Antropologi Pembangunan 11
akhirnya akses terhadap pendidikan dan kesehatan mereka terbatas. Dari jumlah
penduduk miskin Provinsi Gorontalo, terbanyak berada di Kabupaten Gorontalo
dengan jumlah penduduk miskin terbesar yaitu 66.939 jiwa atau 18,87 %. Sedangkan
jumlah penduduk miskin terkecil berada di Kota Gorontalo yaitu 9.883 jiwa atau 5,49
%.

• Pertanian Sebagai Basis Kegiatan Ekonomi

Berdasarkan pada potensi wilayah yang ada, sektor pertanian memegang


peranan cukup penting bagi sumber perekonomian masyarakat dan pemerintahan
daerah di Provinsi Gorontalo. Dari berbagai sumber perekonomian, persentase
konstribusi sektor pertanian kepada PDRB Provinsi Gorontalo secara keseluruhan
relatif masih cukup besar, berkisar antara 30-31 persen selama tahun 2000 ± 2006.
Sektor ekonomi lain yang juga memberikan konstribusi cukup besar setelah sektor
pertanian adalah sektor jasa-jasa serta perdagangan, masing-masing diantara 13 hingga
19 persen selama kurun waktu tersebut (BPS Provinsi Gorontalo, 2007).

Besarnya peranan sektor pertanian dalam pembangunan perekonomian di


wilayah Provinsi Gorontalo, diperoleh dari hasil berbagai sub sektor pertanian di
dalamnya. Sub sektor tanaman pangan dan hortikultura, perkebunan serta peternakan,
selain sebagai lapangan pekerjaan utama bagi sebagian masyarakat juga merupakan
sumber perekonomian masyarakat yang berada di daerah perdesaan dataran rendah,
medium hingga wilayah dataran tinggi. Bagi masyarakat yang berada di wilayah
perairan dan pantai, kegiatan sektor perikanan merupakan sumber perekonomian
wilayah yang cukup potensial untuk dikembangkan secara intensif menjadi sumber
perkonomian masyarakat di provinsi Gorontalo. Capaian keberhasilan pembangunan
pertanian sebagai sumber perekonomian wilayah di Provinsi Gorontalo, berdasarkan
kajian Pranadji (2008) juga dilatarbelakangi oleh keseriusan dibentuknya sistem
manajemen pemerintahan setempat dalam rangka penyelenggaraan pembangunan
pertanian dengan benar. Selain itu, secara sistematik manajemen pemerintahan juga
digerakkan untuk benar-benar membangun pertanian. Dalam waktu kurang dari enam
tahun Gorontalo telah mendapatkan brand immage di dunia internasional dan nasional
sebagai provinsi penghasil produk pertanian yang berkualitas tinggi, khususnya jagung
untuk pakan ternak.

Antropologi Pembangunan 12
Berkaitan dengan pengembangan sektor pertanian di Provinsi Gorontalo, dari
total luas Provinsi Gorontalo (1.221.544 hektar), lahan luas pertanian yang diusahakan
mencapai 443.140 hektar (36,3%), terdiri dari lahan sawah seluas 28.260 hektar (6,4%)
dan lahan kering seluas 383.769 hektar (93,6%) yang tersebar di masing-masing
wilayah kabupaten/kota yang ada di Provinsi Gorontalo. Gambaran tentang potensi
lahan pertanian di tiap kabupaten/kota di wilayah provinsi Gorontalo, berdasarkan
penggunaannya, secara rinci seperti disampaikan pada Tabel 2. Dari total lahan
pertanian seluas 443.140 hektar tersebut, potensi lahan pertanian yang bisa digunakan
untuk pengembangan pertanaman jagung di Provinsi Gorontalo mencapai luasan
220.406 hektar. Lahan seluas 99.176 hektar (45%) berdasarkan potensinya, sudah
dimanfaatkan untuk kegiatan pengembangan usahatani jagung dan selebihnya seluas
121.230 hektar (55%) belum digunakan untuk pengembangan jagung secara intensif.
Luas areal pertanian terbesar yang berpotensi untuk pengembangan berbagai komoditas
tanaman pangan, berada di wilayah Kabupaten Gorontalo (184.667,85 ha) dan wilayah
Kabupaten Pohuwato (133.819,00 ha). Kemudian lahan potensial untuk pengembangan
jagung berada di wilayah kabupaten Boalemo (77.577 ha); wilayah Pohuwato (64.127
ha) ; wilayah kabupaten Bone Bolango (63.155 ha) serta disekitar wilayah Kota
Gorontalo dan wilayah Kabupaten Gorontalo, masing-masing mencapai 15.122 hektar
dan 425 hektar

• Agribisnis Jagung Sebagai MAIN POINT pembangunan sector pertanian dan


perekonomian pedesaan untuk sustainable development program
✓ Pendekatan Komitmen
Pertama : kebijakan pembangunan yang fokus, dalam hal ini pertanian yang
meliputi jagung-perikanan dan kelautan serta Sumberdaya Manusia (SDM). Dengan
fokus pada sasaran yang jelas, maka langkah Pemerintah provinsi Gorontalo dalam
menjalankan roda pemerintahan menjadi terarah. Begitu fokusnya kepada jagung,
pemerintah provinsi Gorontalo telah menyiapkan suatu Badan Informasi Jagung
sehingga nantinya diharapkan semua informasi tentang jagung, mulai dari akar hingga
daun bisa diperoleh dari lembaga tersebut. Pendekatan kedua adalah pembangunan
yang berorientasi kepada pasar. Upaya yang dilakukan selama ini oleh Pemerintah
Provinsi adalah mencari peluang pasar terlebih dahulu sebelum mendorong masyarakat
untuk meningkatkan budi daya jagung, Upaya untuk meyakinkan konsumen maupun
investor dilakukan dengan membuat satu kawasan budidaya jagung yang difungsikan

Antropologi Pembangunan 13
sebagai show window kegiatan pengembangan komoditas jagung di Propinsi
Gorontalo. Dalam rangka menarik pasar, promosi dan upaya memperkenalkan
komoditas jagung terus dilakukan oleh para pejabat di Provinsi Gorontalo pada setiap
kesempatan (event nasional maupun internasional). Pendekatan ketiga adalah
membangun branding. Dengan cara ini menggiring pemikiran dan image setiap orang
bahwa jika berbicara tentang jagung, secara langsung terkait dengan Gorontalo.
Dari ketiga pendekatan yang dilakukan, pada awal penerapannya masih
dihadapkan pada bagaimana upaya mengendalikan harga jagung yang sebelumnya
lebih banyak dikendalikan oleh yang dilakukan oleh pemerintah provinsi, pada
akhirnya para pengusaha tersebut menjadi mitra petani dan pemerintah. Pemerintah
juga menerapkan intervensi terbatas dengan mendirikan Badan Usaha Milik Daerah
(BUMD). Pada saat harga jagung dipasaran turun, maka pemerintah melalui BUMD
membeli jagung petani untuk menjaga stabilitas harga. Pemerintah juga mangatur
adanya pemberian subsidi pupuk, sehingga para petani tidak tergantung kepada
tengkulak yang memberikan pinjaman pupuk, dengan kompensasi harus menjual
jagungnya kepada pemberi pinjaman dengan harga berapapun yang ditetapkan oleh
tengkulak.
✓ Implementasi dari Sebuah Komitmen

Dari hasil penelitian yang dilakukan Sayaka et al. (2008), diperoleh informasi
bahwa upaya pengembangan komoditas jagung di Provinsi Gorontalo lebih banyak
dilaksanakan melalui pola kerjasama kemitraan yang terintegrasi daripara pelaku
terkait, dalam satu sistem agribisnis jagung. Kerjasama kemitraan jagung dimulai pada
tahun 2002, sejalan dengan dicanangkannya Program Agropolitan Jagung yang
diprakarsai oleh Gubernur Provinsi Gorontalo. Program agropolitan jagung dilakukan
melalui APBD dan APBN untuk luas areal 2500 hingga 3000 hektar. Kemudian
program tersebut juga dilakukan dengan pola Bantuan Pinjaman Langsung Masyarakat
(BPLM), melalui upaya pemberian pinjaman langsung ke petani sebagai program
penguatan modal untuk kelompok tani. Penguatan modal tersebut diarahkan kepada
para petani jagung dengan jumlah modal sebesar Rp 25 juta per kelompok, atau sesuai
dengan ketentuan modal untuk usahatani jagung, yaitu sekitar Rp 1 750 000 per hektar.
Kemudian untuk pupuk melalui APBD I sebesar Rp 1 000 000 per hektar. Penguatan
modal bantuan juga diberikan kepada para petani padi, masing-masing sebesar Rp 1
000 000 per hektar untuk petani padi non hibrida, sedangkan untuk para petani dengan

Antropologi Pembangunan 14
menggunakan benih hibrida mencapai Rp 2 000 000 per hektar. Program agropolitan
jagung diharapkan dapat mencapai sasaran produktivitas yang sudah dicanangkan oleh
Pemerintah Daerah berdasarkan potensi dari masing-masing wilayah kabupaten,
sejalan dengan peningkatan produktivitas komoditas pangan lainnya yang diusahakan
di seluruh wilayah Provinsi Gorontalo. Dengan target capaian tadi, program agropolitan
jagung telah dilaksanakan di lima kabupaten/kota yang ada, masing-masing Kota
Gorontalo, Kabupaten Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Kabupaten Pohuwato, serta
Kabupaten Bone Bolango. Berdasarkan potensi ketersediaan lahan untuk pertanaman
jagung, Kabupaten Pohuwato yang berada di sebelah Barat memiliki potensi yang
cukup luas untuk pengembangan komoditas jagung. Kemudian potensi yang terluas ke
dua adalah Kabupaten Gorontalo serta Kabupaten Boalemo memiliki potensi wilayah
pertanaman jagung terluas ketiga di provinsi Gorontalo.

Dampak lain dari program dan upaya pemerintah daerah Gorontalo menjadikan
komoditas jagung sebagai icon (mascot) pertanian Provinsi Gorontalo secara
keseluruhan, adalah dalam hal pemenuhan kebutuhan benih jagung hibrida yang
senantiasa harus tersedia pada setiap musim tanam, terutama berkaitan dengan program
jagung daerah. Kebutuhan benih jagung hibrida hingga tahun 2007 mencapai 258.531
kilogram yang diajukan melalui tugas pembantuan 243.531 kilogram dan APBD
Tingkat I mencapai 15.000 kg. Di tingkat petani, secara umum menunjukkan bahwa
penggunaan varietas jagung hibrida yang paling dominan diusahakan, adalah jenis
benih jagung Bisi 2, kemudian Produk Jaya Prima, C7, NT-10, NT-10 dan NT-36.
Disamping jagung hibrida, kebutuhan benih jagung juga meliputi varietas atau jenis
jagung komposit Sukmaraga, Lamuru, Srikandi Kuning 1 serta Bisma. Jumlah
kebutuhan benih jagung komposit pada MT 2006/2007 secara keseluruhan mencapai
156.740 kg yang diajukan melalui tugas pembantuan 136.740 kg dan melalui APBD
Tingkat I sejumlah 20.000 kg. Kerjasama yang dibangun diantara Pemerintah Daerah
dengan industri benih, dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan benih bagi para petani
di pasaran. Sistem pemenuhan benih di tingkat petani sendiri relatif bervariasi satu sama
lainnya. Kasus di beberapa lokasi potensi penanaman jagung yang ada di wilayah
Kotamadya Gorontalo, pemenuhan kebutuhan benih dilakukan dengan cara pembelian
langsung oleh masing-masing petani ke kios-kios pertanian yang menjual benih jagung
serta saprodi lainnya. Pembelian benih jagung juga dilakukan melalui kelompok tani
yang ada di masing-masing lokasi, sesuai dengan kebutuhan tanam masing-masing

Antropologi Pembangunan 15
anggotanya. Anggota kelompok tani membayar sejumlah benih yang diperlukan kepada
kelompok, kemudian kelompok membeli dan sekaligus menyeleksi benih yang
berkwalitas untuk para anggotanya pada saat melakukan pembelian. Berkaitan dengan
benih jagung hibrida bantuan dari pemerintah, proses pendistribusiannya hanya
dilakukan melalui kelompok tani masing-masing. Penentuan kelompok y

Perkembangan infomasi terakhir dari hasil kajian Pranadji (2008), tentang


pertanian di Gorontalo, menunjukkan bahwa pada saat ini kegiatan pertanian di
Gorontalo sedang dirancang secara serius untuk memasuki arena pasar global;
keterbukaan terhadap globalisasi pasar diantisipasi melalui perencanaan dan
penyelenggaraan pembangunan pertanian secara komprehenship dan terarah. Berbagai
program dan rancangan untuk menjalin kerjasama yang saling menguntungkan dengan
banyak negara secara langsung telah dilakukan oleh pimpinan daerah. Kerjasama yang
dimaksud bukan hanya terkait dengan pengembangan pasar produk pertanian yang
dihasilkan petani di perdesaan, melainkan juga pada pengembangan pertanian yang
berwawasan industri. Konsep agropolitan berskala provinsi dan bahkan secara lebih
luas dengan mengajak beberapa propinsi sekitar (Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan
dan Sulawesi Utara) dalam jaringan CCB (Celebes Corn Belt), sekaligus merupakan
bagian dari langkah awal yang strategis untuk menempatkan Gorontalo sebagai pusat
pertanian agropolitan jagung dari Timur Indonesia.

V. KESIMPULAN

Pembangunan dapat diartikan sebagai proses menata dan mengembangkan pranata-


pranata dalam masyarakat, yang didalam pranata tersebut berisi nilai-nilai dan norma-
norma untuk mengatur dan memberi pedoman bagi eksistensi tindakan masyarakat.
Sejumlah pranata tersebut, antara lain pendidikan, agama, ekonomi, politik, ekologi,
akan membentuk suatu keterkaitan fungsional guna mendukung, melegitimasi dan
mengevaluasi komplek tindakan manusia tersebut. Dengan kata lain, pembangunan
akan menyinggung isu pemeliharaan nilai dan norma masyarakat, namun sekaligus
membuka ruang bagi isu perubahan sosial.

Program community development memiliki tiga karakter yang perlu dicermati


yang kesemuanya sangat bersifat adaptif terhadap masyarakat, yaitu community
based, local resources based, dan sustainable. Dari 3 macam pendekatan tersebut, ada
dua sasaran yang ingin dicapai, yaitu: sasaran kapasitas masyarakat dan sasaran

Antropologi Pembangunan 16
kesejahteraan. Sasaran kapasitas masyarakat dapat dicapai melalui upaya
pemberdayaan (empowerement) agar anggota masyarakat dapat ikut dalam proses
produksi atau institusi penunjang dalam proses produksi, kesetaraan (equity), dengan
tidak membedakan status dan keahlian, kemananan (security), keberlanjutan
(sustainability) dan kerjasama (cooperation), semuanya berjalan simultan. Sehingga
dengan adanya upaya-upaya tersebut maka sasaran kedua dapat dicapai yaitu
kesejahteraan masyarakat

Tingkat kemiskinan di Provinsi Gorontalo cukup berfluktuasi, namun demikian


secara umum terlihat bahwa angka kemiskinan di Provinsi Gorontalo ini berada jauh
lebih tinggi dibandingkan angka kemiskinan nasional. Hal ini jelas mengingat
penduduk miskin Gorontalo umumnya adalah penduduk yang bekerja di sektor
pertanian, yang menyerap tenaga kerja paling banyak di Gorontalo . Hal ini menjadi
PR bagi kita yakni dengan terus mengembangkan sector pertanian di grorontalo dan
menekankan pada paradigma pembangunan berkelanjutan sebagai bagian dari program
community development . Keberhasilan pembangunan pertanian yang dilaksanakan di
Provinsi Gorontalo, pada dasarnya hanya merupakan moratorium dan sekaligus
miniatur dari aplikasi teoritis dan konsep manajemen umum yang diterapkan dalam
pengelolaan daerah di Indonesia. Keberhasilan miniatur pembangunan tersebut, jika
ditarik sebagai pembelajaran dalam skala nasional juga tidak terlepas dari upaya
bagaimana memadukan berbagai konsep dan proses dalam perencanaan, konsep dan
proses dalam implementasi serta perpaduan untuk mengevaluasi hasil pelaksanaan dan
proses penerapan konsep selama pelaksanaan pembangunan dilakukan. Komitmen
individu dan kolektif aparat penyelenggara pemerintahan yang didukung dengan visi,
misi serta tujuan yang jelas, merupakan prasyarat pendukung perencanaan
pembangunan daerah. Konsepsi ini telah terbukti berhasil mendorong proses
pembangunan provinsi Gorontalo pada satu prestasi fenomenal melalui pengembangan
agropolitan jagung sebagai obyek utama dalam program pembangunan pertanian.

VI. REFERENSI
• Marzali, Amri, Antropologi Dan pembangunan indonesia. Jakarta: Kencana, 2005.
Mills, C. Wright, Kaum Marxis: Ide-Ide Dasar Dan Sejarah Perkembangan.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003

Antropologi Pembangunan 17
• Badan Pusat Statistik Propinsi Gorontalo. 2008. Gorontalo Dalam Angka 2007. Badan
Pusat Statistik Propinsi Gorontalo. 2007. Gorontalo Dalam Angka 2006. Dinas
Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Gorontalo. 2007.
• Laporan Tahunan Pelaksanaan Kegiatan Tahun Anggaran 2007.
• Feet, Richard dan Hartwick, Elaine, Theories Of Development. New York/ London: the
guilford press, 1999.
• Anonim, 2016. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Menurut Lapangan Usaha.
BPS Provinsi Gorontalo Anonim, 2016. Profil Provinsi Gorontalo. BPS Provinsi
Gorontalo Utara Arsyad, Lincolyn, 2010, Ekonomi Pembangunan, edisi Ke Lima,
Bagian Penerbitan STIE YKPN : Yogyakarta.
• Gilbert, Alan dan Gugler, Joef, Urbanisasi dan Kemiskinan Di Dunia Ketiga.
Yogyakarta: Tiara Wacana, 1996.

Antropologi Pembangunan 18

Anda mungkin juga menyukai