|Antropologi Pembangunan |
| Program Studi Manajemen Sumber Daya Manusia Sektor Publik | fakultas Manajemen
Pemerintahan| Institut Pemerintahan Dalam Negeri |
I. Latar Belakang
Antropologi Pembangunan 1
Pembangunan (development) adalah proses perubahan yang mencakup seluruh sistem
sosial, seperti politik, ekonomi, infrastruktur, pertahanan, pendidikan dan teknologi,
kelembagaan, dan budaya. Portes mendefinisikan pembangunan sebagai transformasi
ekonomi, sosial dan budaya. Pembangunan adalah proses perubahan yang direncanakan
untuk memperbaiki berbagai aspek kehidupan masyarakat.
Cepat atau lambatnya perubahan tergantung pada masyarakat itu sendiri. Ada
masyarakat yang cepat mengalami perubahan dan ada masyarakat yang lambat mengalami
perubahan. Masyarakat yang terbuka sifatnya akan cepat mengalami perubahan, bila
dibandingkan dengan masyarakat yang tertutup sifatnya akan mengalami perubahan yang
sangat lambat. Perubahan yang disebabkan oleh pembangunan akan membawa dampak
terhadap masyarakat baik dalam jangka panjang maupun dalam jangka pendek, karena
perubahan tersebut merupakan bentuk nyata dari seluruh dampak yang disebabkan berbagai
hal, salah satunya adalah pembangunan. Pembangunan dilaksanakan untuk mempermudah
hidup masyarakat sehingga tidak cenderung bargantung pada satu aspek saja. Kegiatan
pembangunan pada hakikatnya berdampak terhadap perubahan ekosistem dan lingkungan
hidup. Setiap program pembangunan dimaksudkan untuk membantu dan mengacu
masyarakat membangun berbagai sarana dan prasarana yang dibutuhkan. Pembangunan
Antropologi Pembangunan 2
infrastruktur diharapkan dapat meningkatkan pelayanan pemerintah serta mendorong
perkembangan ekonomi wilayah dan mengerakkan kegiatan ekonomi rakyat di suatu
kawasan dan sekitarnya, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, mempercepat kemajuan
ekonomi, memberikan akses bagi masyarakat untuk berusaha, menciptakan lapangan kerja,
memperlancar arus barang dan jasa, serta menjamin tersedianya bahan pangan Dan bahan
pokok lainnya.
Antropologi Pembangunan 3
pedoman bagi tindakan manusia. Dengan demikian berdasarkan pemahaman
antropologi, pembangunan berorientasi dan bertujuan untuk membangun masyarakat
dan peradaban umat manusia.
Pembangunan berisi suatu kompleks tindakan manusia yang cukup rumit yang
melibatkan sejumlah pranata dalam masyarakat. Menurut Koentjaraningrat (1980)
bahwa hampir semua tindakan manusia adalah kebudayaan. Dalam pembangunan,
masyarakat menjadi pelaku dan sekaligus objek dari aktivitas pembangunan.
Keterkaitan atau korelasi antara masyarakat dan pembangunan akan terjadi melalui
pengendalian dari kebudayaan. Di dalam kebudayaan, tatanan nilai menjadi inti dan
basis bagi tindakan manusia. Fungsi elemen nilai (cultural value) bagi pembangunan
adalah untuk mengevaluasi proses pembangunan agar tetap sesuai dengan standar dan
kadar manusia.
Antropologi Pembangunan 4
berkenaan dengan individu, masyarakat, ataupun pranata sosial seperti keluarga, agama
dan politik (Gurniwan, 1999 : 33).
Antropologi Pembangunan 5
terpisahkan dari perubahan perekonomian. Sehingga, setiap perubahan yang
direncanakan, yang disebut pembangunan pada dasarnya merupakan unsur yang tidak
terpisahkan antara ketiga aspek tersebut. Di sinilah kajian Sosiologi dan Antropologi
akan berperan, sehingga pembangunan akan dirasakan sebagai konsep yang tidak
melulu menekankan pada pembangunan ekonomi, baik dalam telaah maupun
implikasinya. Aspek lingkungan Sosial-budaya dan ekonomi memang sangatlah
penting untuk kesinambungan pembangunan berkelanjutan. Pembangunan dilakukan
oleh dan untuk manusia yang hidup di dalam kondisi sosial budaya dan kondisi
ekonomi tertentu. Faktor ekonomi perlu mendapat perhatian, karena pembangunan
tidak akan dapat 7 berkelanjutan apabila ekonomi tidak mendukungnya. Kendati
demikian, kerap kali faktor sosial budaya diabaikan.
Sedangkan fungsi Teori menurut Zamroni dalam Gurniwan (1999) ialah untuk :
1. Sistemisasi pengetahuan
3. Mengembangkan hipotesis.
Sehubungan dengan penjelasan tentang arti dan peran teori tersebut di atas, berikut ini
akan dipilihkan 3 teori yang cukup populer digunakan dalam menganalisis 8 pembangunan.
Teori tersebut terdiri dari Teori modernisasi, Teori Dependensi (Ketergantungan) dan Teori
Sistem Dunia.
Antropologi Pembangunan 6
Berikut ini disajikan uraian ketiga teori pembangunan tersebut sebagai hasil kajian
Alvin Y. So dan Suwarsono dalam Bukunya tentang Perubahan Sosial dan Pembangunan
(2006, ed. Revisi).
Menurut Alvin Y. So dan Suwarsono (2001) yang mengutif pendapat para tokoh
Amerika Serikat, Teori Modernisasi lahir sebagai produk 3 peristiwa penting, yakni :
Antropologi Pembangunan 7
2. Pada saat hampir bersamaan, terjadi perluasan gerakan komunis sedunia.
Uni Soviet berhasil memperluas pengaruhnya keropa Timur, bahkan ke Asia
(Cina dan Korea di antaranya. Secara tidak langsung kondisi ini membuat
AS ingin membendung pengaruh Komunis, dengan cara berusaha
memperluas pengaruh politkinya pada belahan dunia yang lain.
3. Lahirnya Negara-negara merdeka baru di Asia, Afrika dan Amerika Latin,
yang sebelumnya merupakan daerah jajahan Eropa . Negara-negara ini
secara serempak mencari model-model pembangunan ekonominya dalam
usaha mempercepat pencapaian kemerdekaan politiknya.
Oleh karena itu, pasca Perang Dunia ke-2 ditandai dengan besarnya perhatian
para ilmuwan AS kepada Negara-negara Dunia ketiga yang mendapat dukungan dari
pemerintah AS, dan organisasi swasta . Satu generasi baru ilmuwan, ilmuwan politik,
ekonomi dan para ahli Sosiologi, Psikologi, Antropologi serta ahli kependudukan
menghasilkan karya-karya disertasi dan monografi tentang Dunia ketiga. Satu aliran
pemikiran antar disiplin yang tergabung dalam ajaran modernisasi terbentuk dalam
tahun 1950-an. Sehingga, karya kajian modernisasi merupakan ‘industri yang tumbuh
segar ‘ sampai pertengahan tahun 1960-an. Karya kajian modernisasi dikategorikan
sebagai suatu aliran pemikiran atau a school of thouhht.
Antropologi Pembangunan 8
Teori fungsionalisme merupakan pemikiran Talcott Parsons, yang memandang
manusia ibarat organ tubuh manusia, sehingga masyarakat manusia pun bisa dipelajari
sebagaimana sebuah organ. Tidak mengherankan jika Parson memiliki pandangan ini
mengingat latar belakangnya sebagai ilmuwan Biologi.
Antropologi Pembangunan 9
individualistik (orientasi pada diri sendiri/ self orientasi). Kemudian, masyarakat
tradisional menurut Parsons lebih melihat pentingnya status warisan dan bawaan
(ascription), sedangkan masyarakat modern lebih memperhatikan pencapaian prestasi
(achievement), dalam situasi yang penuh persaingan dan sangat ketat. Pada masyarakat
tradisional, belum terdapat rumusan yang jelas tentang fungsi-fungsi kelembagaan (
functionally diffused) yang akan menyebabkan ketidakefisienan. Sebaliknya, pada
masyarakat modern telah terjadi perumusan yang jelas tentang fungsi-fungsi
kelembagaan (functionally specific).
Berikut ini disajikan perbedaan antara masyarakat tradisional dan modern yang
diidentifikasi Talcott Parssons sebagai pattern variables dalam bentuk tabel Unsur
Masyarakat Tradisional Masyarakat Modern Kecintaan dan kenetralan Hubungan
kecintaan yang mempribadi dan emosional Kenetralan dengan hubungan kerja yang
tidak langsung, tidak mempribadi dan berjarak Kekhususa n dan universal Terikat
tanggung jawab kelompok, yang memikul beban bersama-sama. Lebih tidak terikat
tanggung jawab terhadap kelompok, mengusung nilai-nilai universal Pandangan
terhadap diri Berorientasi kolektif Berorientasi pada dirisendiri/self orientation Status
warisan dan prestasi Memandang penting status warisan dan bawaan Memperhatikan
prestasi (achievement) dalam persaingan yang ketat Fungsifungsi kelembaga an Belum
merumuskan fungsifungsi kelembagaan secara jelas (functionally diffused) Sudah
merumuskan tugas-tugas masing-masing kelembagaan secara jelas (functionally
specific) Uraian di atas dimaksudkan agar kita lebih mudah dalam memahami teori
modernisasi sehubungan dengan beragamnya pola pikir dan rumitnya dalam
mengidentifikasi ciri-ciri pokok teori modernisasi.
IV. PEMBAHASAN
Antropologi Pembangunan 10
tingkat kemiskinan di Provinsi Gorontalo cukup berfluktuasi, dimana pada
tahun 2006 tingkat kemiskinan Provinsi Gorotalo sebesar 29.13% kemudian mengalami
penurunan tahun 2007 dan 2008 yaitu 27.35% dan 24.88%. Pada tahun 2009 naik lagi
menjadi 25.01% dan kembali turun pada tahun 2010, 2011, dan 2012 yaitu 23.19% ;
18.75% dan 17.33%. naik lagi pada tahun 2013 menjadi 17.51% dan turun pada tahun
2014 menjadi 17.44% [ BPS Provinsi Gorontalo, 2016]
Antropologi Pembangunan 11
akhirnya akses terhadap pendidikan dan kesehatan mereka terbatas. Dari jumlah
penduduk miskin Provinsi Gorontalo, terbanyak berada di Kabupaten Gorontalo
dengan jumlah penduduk miskin terbesar yaitu 66.939 jiwa atau 18,87 %. Sedangkan
jumlah penduduk miskin terkecil berada di Kota Gorontalo yaitu 9.883 jiwa atau 5,49
%.
Antropologi Pembangunan 12
Berkaitan dengan pengembangan sektor pertanian di Provinsi Gorontalo, dari
total luas Provinsi Gorontalo (1.221.544 hektar), lahan luas pertanian yang diusahakan
mencapai 443.140 hektar (36,3%), terdiri dari lahan sawah seluas 28.260 hektar (6,4%)
dan lahan kering seluas 383.769 hektar (93,6%) yang tersebar di masing-masing
wilayah kabupaten/kota yang ada di Provinsi Gorontalo. Gambaran tentang potensi
lahan pertanian di tiap kabupaten/kota di wilayah provinsi Gorontalo, berdasarkan
penggunaannya, secara rinci seperti disampaikan pada Tabel 2. Dari total lahan
pertanian seluas 443.140 hektar tersebut, potensi lahan pertanian yang bisa digunakan
untuk pengembangan pertanaman jagung di Provinsi Gorontalo mencapai luasan
220.406 hektar. Lahan seluas 99.176 hektar (45%) berdasarkan potensinya, sudah
dimanfaatkan untuk kegiatan pengembangan usahatani jagung dan selebihnya seluas
121.230 hektar (55%) belum digunakan untuk pengembangan jagung secara intensif.
Luas areal pertanian terbesar yang berpotensi untuk pengembangan berbagai komoditas
tanaman pangan, berada di wilayah Kabupaten Gorontalo (184.667,85 ha) dan wilayah
Kabupaten Pohuwato (133.819,00 ha). Kemudian lahan potensial untuk pengembangan
jagung berada di wilayah kabupaten Boalemo (77.577 ha); wilayah Pohuwato (64.127
ha) ; wilayah kabupaten Bone Bolango (63.155 ha) serta disekitar wilayah Kota
Gorontalo dan wilayah Kabupaten Gorontalo, masing-masing mencapai 15.122 hektar
dan 425 hektar
Antropologi Pembangunan 13
sebagai show window kegiatan pengembangan komoditas jagung di Propinsi
Gorontalo. Dalam rangka menarik pasar, promosi dan upaya memperkenalkan
komoditas jagung terus dilakukan oleh para pejabat di Provinsi Gorontalo pada setiap
kesempatan (event nasional maupun internasional). Pendekatan ketiga adalah
membangun branding. Dengan cara ini menggiring pemikiran dan image setiap orang
bahwa jika berbicara tentang jagung, secara langsung terkait dengan Gorontalo.
Dari ketiga pendekatan yang dilakukan, pada awal penerapannya masih
dihadapkan pada bagaimana upaya mengendalikan harga jagung yang sebelumnya
lebih banyak dikendalikan oleh yang dilakukan oleh pemerintah provinsi, pada
akhirnya para pengusaha tersebut menjadi mitra petani dan pemerintah. Pemerintah
juga menerapkan intervensi terbatas dengan mendirikan Badan Usaha Milik Daerah
(BUMD). Pada saat harga jagung dipasaran turun, maka pemerintah melalui BUMD
membeli jagung petani untuk menjaga stabilitas harga. Pemerintah juga mangatur
adanya pemberian subsidi pupuk, sehingga para petani tidak tergantung kepada
tengkulak yang memberikan pinjaman pupuk, dengan kompensasi harus menjual
jagungnya kepada pemberi pinjaman dengan harga berapapun yang ditetapkan oleh
tengkulak.
✓ Implementasi dari Sebuah Komitmen
Dari hasil penelitian yang dilakukan Sayaka et al. (2008), diperoleh informasi
bahwa upaya pengembangan komoditas jagung di Provinsi Gorontalo lebih banyak
dilaksanakan melalui pola kerjasama kemitraan yang terintegrasi daripara pelaku
terkait, dalam satu sistem agribisnis jagung. Kerjasama kemitraan jagung dimulai pada
tahun 2002, sejalan dengan dicanangkannya Program Agropolitan Jagung yang
diprakarsai oleh Gubernur Provinsi Gorontalo. Program agropolitan jagung dilakukan
melalui APBD dan APBN untuk luas areal 2500 hingga 3000 hektar. Kemudian
program tersebut juga dilakukan dengan pola Bantuan Pinjaman Langsung Masyarakat
(BPLM), melalui upaya pemberian pinjaman langsung ke petani sebagai program
penguatan modal untuk kelompok tani. Penguatan modal tersebut diarahkan kepada
para petani jagung dengan jumlah modal sebesar Rp 25 juta per kelompok, atau sesuai
dengan ketentuan modal untuk usahatani jagung, yaitu sekitar Rp 1 750 000 per hektar.
Kemudian untuk pupuk melalui APBD I sebesar Rp 1 000 000 per hektar. Penguatan
modal bantuan juga diberikan kepada para petani padi, masing-masing sebesar Rp 1
000 000 per hektar untuk petani padi non hibrida, sedangkan untuk para petani dengan
Antropologi Pembangunan 14
menggunakan benih hibrida mencapai Rp 2 000 000 per hektar. Program agropolitan
jagung diharapkan dapat mencapai sasaran produktivitas yang sudah dicanangkan oleh
Pemerintah Daerah berdasarkan potensi dari masing-masing wilayah kabupaten,
sejalan dengan peningkatan produktivitas komoditas pangan lainnya yang diusahakan
di seluruh wilayah Provinsi Gorontalo. Dengan target capaian tadi, program agropolitan
jagung telah dilaksanakan di lima kabupaten/kota yang ada, masing-masing Kota
Gorontalo, Kabupaten Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Kabupaten Pohuwato, serta
Kabupaten Bone Bolango. Berdasarkan potensi ketersediaan lahan untuk pertanaman
jagung, Kabupaten Pohuwato yang berada di sebelah Barat memiliki potensi yang
cukup luas untuk pengembangan komoditas jagung. Kemudian potensi yang terluas ke
dua adalah Kabupaten Gorontalo serta Kabupaten Boalemo memiliki potensi wilayah
pertanaman jagung terluas ketiga di provinsi Gorontalo.
Dampak lain dari program dan upaya pemerintah daerah Gorontalo menjadikan
komoditas jagung sebagai icon (mascot) pertanian Provinsi Gorontalo secara
keseluruhan, adalah dalam hal pemenuhan kebutuhan benih jagung hibrida yang
senantiasa harus tersedia pada setiap musim tanam, terutama berkaitan dengan program
jagung daerah. Kebutuhan benih jagung hibrida hingga tahun 2007 mencapai 258.531
kilogram yang diajukan melalui tugas pembantuan 243.531 kilogram dan APBD
Tingkat I mencapai 15.000 kg. Di tingkat petani, secara umum menunjukkan bahwa
penggunaan varietas jagung hibrida yang paling dominan diusahakan, adalah jenis
benih jagung Bisi 2, kemudian Produk Jaya Prima, C7, NT-10, NT-10 dan NT-36.
Disamping jagung hibrida, kebutuhan benih jagung juga meliputi varietas atau jenis
jagung komposit Sukmaraga, Lamuru, Srikandi Kuning 1 serta Bisma. Jumlah
kebutuhan benih jagung komposit pada MT 2006/2007 secara keseluruhan mencapai
156.740 kg yang diajukan melalui tugas pembantuan 136.740 kg dan melalui APBD
Tingkat I sejumlah 20.000 kg. Kerjasama yang dibangun diantara Pemerintah Daerah
dengan industri benih, dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan benih bagi para petani
di pasaran. Sistem pemenuhan benih di tingkat petani sendiri relatif bervariasi satu sama
lainnya. Kasus di beberapa lokasi potensi penanaman jagung yang ada di wilayah
Kotamadya Gorontalo, pemenuhan kebutuhan benih dilakukan dengan cara pembelian
langsung oleh masing-masing petani ke kios-kios pertanian yang menjual benih jagung
serta saprodi lainnya. Pembelian benih jagung juga dilakukan melalui kelompok tani
yang ada di masing-masing lokasi, sesuai dengan kebutuhan tanam masing-masing
Antropologi Pembangunan 15
anggotanya. Anggota kelompok tani membayar sejumlah benih yang diperlukan kepada
kelompok, kemudian kelompok membeli dan sekaligus menyeleksi benih yang
berkwalitas untuk para anggotanya pada saat melakukan pembelian. Berkaitan dengan
benih jagung hibrida bantuan dari pemerintah, proses pendistribusiannya hanya
dilakukan melalui kelompok tani masing-masing. Penentuan kelompok y
V. KESIMPULAN
Antropologi Pembangunan 16
kesejahteraan. Sasaran kapasitas masyarakat dapat dicapai melalui upaya
pemberdayaan (empowerement) agar anggota masyarakat dapat ikut dalam proses
produksi atau institusi penunjang dalam proses produksi, kesetaraan (equity), dengan
tidak membedakan status dan keahlian, kemananan (security), keberlanjutan
(sustainability) dan kerjasama (cooperation), semuanya berjalan simultan. Sehingga
dengan adanya upaya-upaya tersebut maka sasaran kedua dapat dicapai yaitu
kesejahteraan masyarakat
VI. REFERENSI
• Marzali, Amri, Antropologi Dan pembangunan indonesia. Jakarta: Kencana, 2005.
Mills, C. Wright, Kaum Marxis: Ide-Ide Dasar Dan Sejarah Perkembangan.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003
Antropologi Pembangunan 17
• Badan Pusat Statistik Propinsi Gorontalo. 2008. Gorontalo Dalam Angka 2007. Badan
Pusat Statistik Propinsi Gorontalo. 2007. Gorontalo Dalam Angka 2006. Dinas
Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Gorontalo. 2007.
• Laporan Tahunan Pelaksanaan Kegiatan Tahun Anggaran 2007.
• Feet, Richard dan Hartwick, Elaine, Theories Of Development. New York/ London: the
guilford press, 1999.
• Anonim, 2016. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Menurut Lapangan Usaha.
BPS Provinsi Gorontalo Anonim, 2016. Profil Provinsi Gorontalo. BPS Provinsi
Gorontalo Utara Arsyad, Lincolyn, 2010, Ekonomi Pembangunan, edisi Ke Lima,
Bagian Penerbitan STIE YKPN : Yogyakarta.
• Gilbert, Alan dan Gugler, Joef, Urbanisasi dan Kemiskinan Di Dunia Ketiga.
Yogyakarta: Tiara Wacana, 1996.
Antropologi Pembangunan 18