0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
57 tayangan19 halaman
Dokumen tersebut membahas tentang antropologi pembangunan yang melihat pembangunan sebagai bagian dari kebudayaan dan pedoman bagi tindakan manusia. Antropologi mempelajari variasi masyarakat di seluruh dunia dan zaman serta kategori perkembangan peradaban. Pembangunan melibatkan kompleks tindakan manusia yang dipengaruhi oleh nilai-nilai budaya dan bertujuan untuk membangun masyarakat dan peradaban."
Dokumen tersebut membahas tentang antropologi pembangunan yang melihat pembangunan sebagai bagian dari kebudayaan dan pedoman bagi tindakan manusia. Antropologi mempelajari variasi masyarakat di seluruh dunia dan zaman serta kategori perkembangan peradaban. Pembangunan melibatkan kompleks tindakan manusia yang dipengaruhi oleh nilai-nilai budaya dan bertujuan untuk membangun masyarakat dan peradaban."
Dokumen tersebut membahas tentang antropologi pembangunan yang melihat pembangunan sebagai bagian dari kebudayaan dan pedoman bagi tindakan manusia. Antropologi mempelajari variasi masyarakat di seluruh dunia dan zaman serta kategori perkembangan peradaban. Pembangunan melibatkan kompleks tindakan manusia yang dipengaruhi oleh nilai-nilai budaya dan bertujuan untuk membangun masyarakat dan peradaban."
adalah bagian dari kebudayaan. Pembangunan adalah eksistensi dari sejumlah tindakan manusia. Sementara, kebudayaan merupakan pedoman bagi tindakan manusia. Dengan demikian berdasarkan pemahaman antropologi, pembangunan beorientasi dan bertujuan untuk membangun masyarakat dan peradaban umat manusia. Antropologi mencakup perhatian kepada kajian-kajian tentang:
Seluruh variasi masyarakat di seluruh dunia.
Masyarakat dalam seluruh periode waktu yang dimulai dari
perkembangan manusia jutaan tahun silam sampai melacak perkembangannya pada kondisi kekinian,
Masyarakat yang dikategorikan karena perkembangan
kategorikal peradaban, sehingga membentuk suatu masyarakat kota dan masyarakat pedesaan. Pembangunan berisi suatu kompleks tindakan manusia yang cukup rumit yang melibatkan sejumlah pranata dalam masyarakat.
Menurut Koentjaraningrat (1980) bahwa
hampir semua tindakan manusia adalah kebudayaan. Dalam pembangunan, masyarakat menjadi pelaku dan sekaligus objek dari aktivitas pembangunan. Keterkaitan atau korelasi antara masyarakat dan pembangunan akan terjadi melalui pengendalian dari kebudayaan.
Di dalam kebudayaan, tatanan nilai menjadi inti dan
basis bagi tindakan manusia. Fungsi elemen nilai (cultural value) bagi pembangunan adalah untuk mengevaluasi proses pembangunan agar tetap sesuai dengan standar dan kadar manusia. Manusia menjadi fokus bagi proses pelaksanaan pembangunan.
Salah satu yang utama dari proses tersebut adalah
terbentuknya mentalitas pembangunan yang dapat mendorong secara positif gerak pembangunan (Koentjaraningrat 1990).
Mentalitas pembangunan ini terwujud karena berbasiskan
nilai budaya yang luhur, positif dan inovatif bagi pemunculan ide-ide dan gerak pembangunan. Pembangunan dapat diartikan sebagai proses menata dan mengembangkan pranata-pranata dalam masyarakat, yang didalam pranata tersebut berisi nilai-nilai dan norma- norma untuk mengatur dan memberi pedoman bagi eksistensi tindakan masyarakat.
Sejumlah pranata tersebut, antara lain pendidikan, agama,
ekonomi, politik, ekologi, akan membentuk suatu keterkaitan fungsional guna mendukung, melegitimasi dan mengevaluasi komplek tindakan manusia tersebut. Dengan kata lain, pembangunan akan menyinggung isu pemeliharaan nilai dan norma masyarakat, namun sekaligus membuka ruang bagi isu perubahan sosial.
Hal ini logis, karena setiap kegiatan dari pembangunan akan
menuntut dan mengadopsi berbagai kondisi kemapanan yang telah diciptakan oleh masyarakat untuk terus dinamis.
Diasumsikan, bahwa perubahan demi perubahan akan terjadi di dalam
pembangunan.
Dengan demikian, adaptasi akan menjadi salah satu strategi
utama dalam aktivitas masyarakat terhadap proses pembangunan. Konsep Pembangunan dalam era perkembangan peradaban manusia telah menjadi tujuan utama setiap lembaga yang disebut negara.
Secara teoritis, konsep pembangunan dibangun
dari pandangan teori Modernisasi pada era tahun 1950-an.
Pada masa itu, banyak negara jajahan telah
merdeka dari cengkeraman kolonialisme, terutama pasca Perang Dunia II. Sementara, kekuatan Blok Timur terletak kepada usaha menanamkan ideologi sosialis- komunis ke dalam pembangunan. Paradigma Leninisme menjadi sentral bagi peradaban pembangunan yang dibentuk oleh kekuatan blok Timur ini.
Dengan demikian, periode awal pembangunan
negara- negara post-kolonial merupakan kontestasi antara kekuatan ideologi pembangunan modernisme dan kekuatan ideologi pembangunan sosialis-komunisme. Oleh karena pembangunan dan kebudayaan sangat erat terkait dan berhubungan satu sama lain, maka terdapat suatu konsep yang cukup berhembus semilir semenjak lama yaitu pembangunan berwawasan budaya.
Di dalam pengertian ini, pelaku pembangunan
diingatkan untuk tidak melepaskan diri dari konteks kebudayaan untuk merancang, melaksanakan dan menghasilkan tindak pembangunan. Pada bagian ini, Syahrizal memberikan pengertian tentang konsep pembangunan berwawasan budaya ke dalam dua pengertian.
(1) Pembangunan berwawasan budaya adalah pembangunan yang
tidak menghilangkan nilai-nilai budaya dan tetap mementingkan wujud-wujud budaya didalam setiap aspek yang dibangun di dalam masyarakat.
(2) Pembangunan berwawasan budaya adalah pembangunan yang
dilaksanakan tidak bertentangan dengan kebudayaan, karena kalau terjadi pertentangan, maka pembangunan akan merugikan masyarakat. Hal ini berarti, pembangunan tersebut dianggap gagal. Dengan demikian, secara normatif, pembangunan mestinya berpijak kepada ide dan kebutuhan masyarakat.
Colleta mendefinisikan pembangunan lebih moderat
dan umum, yakni sebagai suatu proses perubahan yang „positif“ dalam meningkatkan kualitas dan tingkat keberadaan manusia.
Juga diartikan, bahwa pembangunan pada
hakekatnya merupakan proses perubahan sosio- ekonomis yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup, kualitas dan martabat manusia (1987: 4-5). Pengertian Colleta ini memberi ingatan kepada kita semua bahwa materi dan tujuan dasar pembangunan adalah kualitas dan martabat manusia.
Untuk memantapkan konsern kajian pembangunan,
antropologi menempatkan diri melalui pengembangan suatu subdisiplin, yaitu antropologi terapan.
Nursyirwan Effendi dalam buku ini menulis bahwa antropologi
terapan memanfaatkan disiplin antropologi di luar batas-batas disiplin akademis yang umum untuk memecahkan problem- problem praktis di dalam pembangunan, melalui penyediaan informasi, penciptaan kebijakan atau langsung melakukan suatu aksi (practicing anthropology). Antropologi selain menganalisa fenomenapembangunan, juga langsung praktek menerapkan ilmu di bidang-bidang tertentu pembangunan seperti kesehatan, pendidikan, pembinaan masyarakat dan lain-lain.
Dalam konteks ini, antropologi dapat berperan
penting dalam pembangunan melalui penelitian terapan dan intervensi.
Melalui dua metode ini, antropologi dapat menolong
menginformasikan proses pembangunan bagi pemerintah dan juga masyarakat, khususnya dalam aspek kebijakan, dan mengevaluasi dampak atau keputusan suatu kebijakan, dan menjembatani antara pola pikir pemerintah dan budaya masyarakat lokal. Akhirnya,antropologi terapan berorientasi menggunakan data yang dikumpulkan dari sub disiplin antropologi lainnya, untuk menawarkan solusi praktis bagi masalah-masalah dalam masyarakat, akibat proses pembangunan.
Nursyirwan Effendi juga menulis tentang suatu
fenomena tentang aktivitas masyarakat untuk membangun dan mengembangkan diri yang tidak termasuk di dalam kerangka rancangan pembangunan formal atau kerangka pembangunan yang diciptakan oleh pemerintah. Pembangunan di tengah masyarakat tidak berarti adalah hasil dari kebijakan, tetapi juga di luar kebijakan yang dibuat dan diimplementasikan.
Pembangunan juga berarti pelaksanaan perubahan masyarakat melalui
usaha mandiri dan tidak ada kaitannya dengan pembangunan yang dirancang oleh pemerintah.
Fenomena tentang terdapatnya sejumlah kelompok masyarakat yang secara mandiri
mengubah standar, pola hidup dan menciptakan peluang kesejahteraan di luar konteks perjalanan pembangunan secara formal, atau mereka membangun diri secara independen dari peran dan campur tangan pemerintah disebut pembangunan setempat atau „on-the-ground development“. P
ada konteks ini, antropologi konsern dengan fenomena
kemasyarakatan yang berkontribusi kepada wacana pembangunan.