Anda di halaman 1dari 9

1

WHITE PAPER

WHITE PAPER

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN TEACHING FACTORY


UNTUK MENINGKATKAN NILAI KEDISIPLINAN
DI SMK METLAND
1
WHITE PAPER

Susunan Dewan Redaksi :


VOCATIONAL EDUCATION POLICY, WHITE PAPER
ISSN : 2685-5739
Volume 2 No. 1 Tahun 2020

Dewan Redaksi

Penanggung Jawab
Direktur SMK, Dr. Ir. M. Bakrun, M.M

Ketua Redaksi
Arie Wibowo Khurniawan, S.Si, M.Ak.

Redaksi Pelaksana
Chrismi Widjajanti
Arfah Laidiah Razik
Meidhi Alkibzi
Farid Prasetyo Adi
Muhammad Abdul Majid
Ahmad Rofiuddin Syafaa

Editor
Gustriza Erda, S.Si, M.Si.
Mukhlas Rivai, S.Si, M.Si.

Fotografi, Desain & Artistik


Ari
Muhammad Raidinoor

Online Redaksi
Muhammad Herdyka

Mitra Redaksi (Editorial Advisory Board)


1. Prof. Dr. Waras Kamdi, M.Si (Fakultas Teknik, Universitas Negeri Malang)
2. Prof. Dr. Suwarna, M.Pd (Universitas Negeri Yogyakarta)
3. Hamid Muhammad, Ph.D (Universitas Negeri Jakarta)
4. Dr. Ima Ismara, M.Pd., M.Kes. (Fakultas Teknik, Universitas Negeri Yogyakarta)
5. Irmawaty, SE., M.Si (Universitas Terbuka)

Alamat Redaksi dan Distribusi :


Redaksi VOCATIONAL EDUCATION POLICY, WHITE PAPER
Gedung E Lantai 12-13 Kompleks Kemendikbud
Jalan Jenderal Sudirman Senayan Jakarta 10270
Telp. (021) – 5725477 (Hunting) 5725471-74 Fax. (021) – 5725049
Laman: psmk.kemdikbud.go.id, Surel: program.psmk@kemdikbud.go.id
1
WHITE PAPER

Penerapan Model Pembelajaran Teaching Factory untuk Meningkatkan Nilai


Kedisiplinan di SMK Metland
Darmawan Sunarja1, Ony Dina Maharani2
SMK Metland
onymaharani@gmail.com, darmawansunarja@yahoo.com

Abstrak
Kajian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan nilai kedisiplinan melalui implementasi model pembelajaran teaching
factory di SMK Metland. Teaching factory adalah konsep pembelajaran berbasis industri melalui sinergi sekolah dengan
industri untuk menghasilkan lulusan yang kompeten sesuai dengan kebutuhan pasar. Kajian ini merupakan penelitian
tindakan kelas menggunakan desain Kemmis & Taggart. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan
observasi dan tes. Hasil Kajian menunjukkan terdapat peningkatan nilai kedisiplinan dan hasil belajar siswa. Terbukti dari
hasil observasi dan analisis data pada setiap siklusnya. Peningkatan keterampilan sosial siswa dapat dilihat dari
peningkatan persentase nilai kedisiplinan yang meningkat 10% dari siklus I ke siklus II. Peningkatan hasil belajar siswa
dapat dilihat dari peningkatan ketuntasan hasil belajar pada siklus I sebesar 70% menjadi 85% pada siklus II. Berdasarkan
hasil kajian ini dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran teaching factory dapat meningkatkan nilai
kedisiplinan dan hasil belajar pada siswa tataboga kelas XI SMK Metland.
Kata Kunci: kedisiplinan, teaching factory, hasil belajar

Abstract
This study aims to determine how to improve the value of discipline through the implementation of the teaching factory
learning model at SMK Metland. Teaching factory is an industry-based learning concept through school synergy with industry
to produce competent graduates according to market the needs. This research is a classroom action research using Kemmis
& Taggart's design. The data collection technique is done by using observation and tests. The results showed that there was
an increase in the value of student disciplinary and the learning outcomes. It is proven from the results of observations and
data analysis in each cycle. The increase in student disciplinary can be seen from the development in the percentage of
discipline scores by 10% from cycle I to cycle II. The increase in student learning outcomes can be seen from additional in
completeness of learning outcomes in cycle I by 70% to 85% in cycle II. Based on the results of this study it can be concluded
that the application of the teaching factory learning model can improve the value of discipline and learning outcomes of
students in class XI of Metland vocational school.

Keywords: student disciplinary, teaching factory, learning results

PENDAHULUAN tinggi adalah dengan menerapkan kebijakan link and


match. Link and match mempunyai tujuan untuk
Badan Pusat Statistik (dalam Arie, 2020)
meningkatkan relevansi Sekolah Menengah
mencatat jumlah TPT (Tingkat Pengangguaran
Kejuruan (SMK) dengan kebutuhan dunia kerja,
Terbuka) Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) masih
khususnya dunia usaha dan dunia industri.
yang paling tinggi diantara tingkat pendidikan lain,
yaitu sebesar 13,55%. Gambaran ini cukup Kebijakan Link and Match diperlukan pada
mengkhawatirkan mengingat SMK yang seharusnya sistem pendidikan agar hubungan antara dunia
menjadi lambaga pencetak tenaga kerja potensial pendidikan dan dunia industri dapat terintegrasi
dan profesional namun belum dapat menjamin dengan baik sehingga keberhasilan sistem
kualitas pelayanan dalam menghasilkan peserta pendidikan di Indonesia mampu meningkatkan
didik untuk mendapat kompetensi dan terserap di kualitas industri. Melalui kebijakan ini, industri ikut
dunia kerja. serta dalam pengembangan pendidikan kejuruan
vokasi berbasis kompetensi dan pada akhirnya
Hal ini sangat berlawanan dengan visi SMK
memberikan manfaat balik kepada industri melalui
yaitu bermutu, unggul merata, terampil, berkarakter
tersedianya tenaga kerja yang kompeten dan siap
dan berdaya saing dalam kebekerjaan (Setiawan,
kerja. Untuk mengakomodasi berbagai tuntutan
2013). Usaha yang dilakukan Pemerintah untuk
dunia usaha dan industri agar SMK rmenghasilkan
mewujudkan lulusan yang berkualitas dan bermutu
2
WHITE PAPER

lulusan yang kompeten tidak hanya link and match kebutuhan dunia industri. Teaching factory
namun juga Plug and Play maka dikembangkan membekali siswa tidak hanya dari sisi kompetensi
pembelajaran Teaching Factory. (competency based training) namun juga dari segi
kemampuan produksi barang dan jasa (production
Teaching factory merupakan suatu gabungan
based training). Teaching Factory mampu
dari pendekatan pembelajaran berbasis kompetensi
mengantarkan siswa mencapai tahap kompeten
dan pembelajaran berbasis produksi (Fajaryati,
atau tahap dimana siswa pantas untuk diberikan
2012). Teaching factory mengintegrasikan aplikasi
kewenangan karena telah mampu melaksanakan
berorientasi pelatihan dengan pendekatan
tugas secara mandiri dengan prosedur yang
pemecahan masalah melaui proses praktik
berstandar dunia usaha dan dunia industri.
(Siswandi, 2015). Lebih lanjut teaching factory
adalah konsep pembelajaran berbasis industri Teaching factory meningkatkan dan
(produk dan jasa) melalui sinergi sekolah dengan memperkuat nilai kedisiplinan siswa yang
industri untuk menghasilkan lulusan yang kompeten dibutuhkan di industri. implementasi Teaching
sesuai dengan kebutuhan pasar (Direktorat Factory harus melibatkan tiga disiplin industri,
Pembinaan SMK, 2016). Penyelenggaraannya diantaranya (1) Disiplin waktu; memproduksi barang
memadukan hubungan antara belajar dan bekerja, atau jasa dengan waktu yang dijanjikan
tidak lagi memisahkan antara tempat penyampaian atau yang ditargetkan, (2) Disiplin mutu/kualitas;
teori dan praktik (Direktorat Pembinaan SMK, 2017). memproduksi barang atau jasa dengan kualitas
yang dijanjikan, presisi dan tepat komposisi, (3)
Teaching factory mampu menjembatani
Disiplin prosedur; mengikuti prosedur yang wajib
kesenjangan kompetensi antara pengetahuan yang
dilalui, karena melewatkan salah satu prosedur
diberikan sekolah dan kebutuhan industri
dapat berakibat buruk terhadap hasil produksi atau
(Kuswantoro, 2014). Hal ini mendorong terjadinya
kondisi mesin/peralatan.
perbaikan secara terus menerus (continuous
improvement) dalam hal teknologi (technology Penanaman nilai-nilai kedisiplinan merupakan
transfer), kurikulum dan budaya industri sehingga bagian dari latihan untuk mengendalikan diri,
berdampak terhadap lulusan yang kompeten dan karakter, atau keadaan yang tertib dan efisien
memiliki kemampuan yang sesuai dengan yang (Wiyani, 2013). Terkait dengan hal tersebut kiranya
disyaratkan oleh industri, yaitu sadar akan kualitas perlu dikaji tentang bagaimana efektivitas dan
dan efisiensi sebagaimana yang selalu diterapkan penerapan model pembelajaran teaching factory
dalam kegiatan industri. untuk meningkatkan nilai kedisiplinan di SMK
Metland.
Terdapat tiga faktor dalam konsep teaching
factory, diantaranya (1) pembelajaran yang biasa Berdasarkan pada paparan latar belakang
saja tidak cukup; (2) keuntungan siswa diperoleh masalah tersebut, maka rumusan masalah dalam
dari pengalaman praktik secara langsung; dan (3) kajian ini adalah (1) apakah penerapan model
pengalaman, pembelajaran berbasis team yang pembelajaran teaching factory dapat meningkatkan
melibatkan siswa, staf pengajar dan partisipasi nilai kedisiplinan di SMK Metland?; (2) apakah
industri memperkaya proses pendidikan dan penerapan model pembelajaran teaching factory
memberikan manfaat yang nyata bagi semua pihak dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas XI di
(Lamancusa, dkk, 2008). SMK Metland? selanjutnya tujuan penelitian
tindakan kelas ini untuk meningkatkan nilai disiplin
Konsep Teaching Factory ini mampu
dan hasil belajar siswa dengan menggunakan model
menjembatani kesenjangan kompetensi antara
pembelajaran teaching factory di SMK Metland.
kebutuhan industri dan pengetahuan sekolah.
Hasil belajar menjadi penting mengingat hasil
Teknologi pembelajaran yang inovatif dan praktik
belajar adalah perubahan perilaku yang diperoleh
produktif merupakan konsep metode pendidikan
siswa setelah mengalami proses pembelajaran
yang berorientasi pada manajemen pengelolaan
(Anni, 2004).
siswa dalam pembelajaran agar selaras dengan
3
WHITE PAPER

METODE kedisiplinan mutu/kualitas, dan kedisiplinan


prosedur.
Kajian ini merupakan penelitian tindakan kelas
yang difokuskan pada situasi kelas (classroom Lembar observasi dapat dilihat pada tabel
action research). Rancangan kajian ini berikut.
menggunakan model Kemmis S. & Mc. Taggart
Tabel 1. Lembar Observasi Kedisiplinan
(1988) yang menyatakan penelitian tindakan dapat
dipandang sebagai suatu siklus spiral dari Kriteria
Indikator Aspek
penyusunan perencanaan (plan), pelaksanaan dan 1 2 3 4
pengamatan (act & Observe), dan refleksi (reflect) Disiplin Tepat waktu dalam
yang selanjutnya mungkin diikuti dengan siklus waktu menerima order
spiral berikutnya. Tepat menganalisis order
Pada tahap awal dilakukan penyusunan Tepat waktu dalam
instrumen pembelajaran dan penelitian yang akan mengerjakan order
Tepat waktu dalam
digunakan. Kegiatan kajian pada tahap perencanaan
menyerahkan order
awal ini meliputi benerapa hal berikut.
Disiplin Teliti menganalisis order
1. Melakukan analisis kurikulum untuk mengetahui mutu/
Teliti dalam mengerjakan
standar kompetensi dan kompetensi dasar serta kualitas
order
indikator pembelajaran. Selalu melakukan
2. Menyusun perangkat pembelajaran seperti: pengecekan produk
rencana pelaksanaan pembelajaran, silabus, (quality control) sebelum
bahan ajar, dan bentuk aktivitas lainnya dengan menyerahkan order
Disiplin Melakukan ke 6 prosedur
penerapan model teaching factory.
prosedur
3. Mempersiapkan sumber, bahan, dan alat bantu Melakukan prosedur
yang dibutuhkan. sesuai urutan
4. Menyusun lembar observasi peningkatan nilai Melakukan pengerjaan
produk sesuai prosedur
kedisiplinan siswa.
5. Membuat alat evaluasi pembelajaran.
Data hasil belajar siswa diperoleh dari tes hasil
Tahap pelaksanaan, Tindakan dalam penelitian belajar pada setiap akhir siklus dianalisis untuk
ini akan dilaksanakan dalam 2 kali pertemuan untuk melihat ketuntasan belajar siswa secara individu
tiap siklusnya. Alokasi waktu setiap kali pertemuan dan klasikal. Hasil belajar tersebut kemudian
adalah 4 JP. Kajian ini dilaksanakan di SMK dianalisis, penilaian ketuntasan belajar secara
Metland. Subjek Kajian adalah siswa Tata Boga individu dianalisis dengan formula:
kelas XI tahun ajaran 2019/2020 sebanyak 30 𝑥
siswa. 𝑃= × 100%
𝑁
Tahap observasi dilaksanakan selama proses Keterangan:
pembelajaran menggunakan lembar observasi. P : Presentasi ketuntasan
Pada tahap ini mengkaji proses selama x : Jumlah siswa yang mendapat nilai ≥ 75
pembelajaran, masalah-masalah yang muncul dan N : Jumlah seluruh siswa
segala hal yang berkaitan dengan tindakan yang
telah dilakukan dengan berdiskusi. Refleksi ini Tabel 2. Konversi Nilai
sebagai acuan dalam penetapan perencanaan No Skor Kategori
tindakan pada siklus selanjutnya.
1 86 – 100 Sangat baik
Teknik pengumpulan data melalui observasi 2 70 – 85 Baik
dan tes hasil belajar. Observasi dalam kajian ini 3 56 – 69 Cukup
hanya difokuskan pada kedisiplinan waktu, 4 ≤55 kurang
4
WHITE PAPER

HASIL DAN PEMBAHASAN keseluruhan pada disiplin waktu adalah 68,5 dengan
kategori cukup.
Kegiatan pembelajaran dibuka dengan guru
mengucapkan salam, mengecek kehadiran Pada nilai kedisiplinan mutu/kualitas, rata-rata
dilanjutkan dengan memberi penjelasan tentang aspek teliti dalam menganalisis order adalah 70,
model pembelajaran teaching factory. teliti dalam mengerjakan order adalah 72, Selalu
melakukan pengecekan produk (quality control)
Dilakukan enam langkah model teaching
sebelum menyerahkan order adalah 69, dan
factory, diantaranya:
diperoleh rata-rata keseluruhan pada disiplin
1. Menerima pemberi order mutu/kualitas adalah 70,3 dengan kategori baik.
2. Menganalisis order.
Sedangkan nilai kedisplinan prosedur, nilai
3. Menyatakan kesiapan mengerjakan order.
rata-ratanya ditinjau dari aspek melakukan ke 6
4. Mengerjakan order.
prosedur adalah 72, aspek melakukan prosedur
5. Melakukan quality control.
sesuai urutan adalah 67, aspek melakukan
6. Menyerahkan order
pengerjaan produk sesuai prosedur adalah 70, dan
Tiap tim beranggota 5 siswa. Guru diperoleh rata-rata keseluruhan pada disiplin
membagikan lembar kerja sebagai bahan diskusi prosedur adalah 69,7 dengan kategori cukup.
dilanjutkan dengan presentasi tiap tim dan
Hasil belajar siswa pada siklus I diperoleh dari
membuat kesimpulan. Pembelajaran dilanjutkan
tes yang dilakukan pada akhir siklus. Berdasarkan
mengerjakan kuis secara individu. Nilai kuis
data hasil belajar siklus I maka dapat direkap hasil
selanjutnya dikonfersi menjadi skor.
belajar sebagai berikut.
Siklus I Tabel 3. Rekapitulasi Tes Hasil Belajar Siklus I
Selama pembelajaran berlangsung dilakukan No Kategori Hasil
pengamatan terhadap nilai kedisiplinan siswa 1 Nilai rata-rata 71,8
menggunakan lembar observasi. Hasl observasi
disajikan dalam bentuk gambar sebagai berikut. 2 Jumlah siswa yang tuntas 18
3 % ketuntasan klasikal 60
Sumber: Data hasil kajian yang diolah
34% 33%
Disiplin Waktu
Disiplin Mutu Berdasarkan rekapitulasi nilai tes hasil belajar
Disiplin Prosedur pada siklus I, diperoleh rata-rata tes hasil belajar
adalah 71,8 dan jumlah siswa yang tuntas belajar
33%
atau memperoleh nilai tes ≥72 sebanyak 18 siswa
Gambar 1. Grafik Observasi Nilai Disiplin Siklus I yang berarti ketuntasan klasikal baru mencapai
60%. Hasil ini menunjukkan adanya peningkatan
Berdasarkan gambar di atas maka diperoleh dalam persentase ketuntasan klasikal jika
penjelasan bahwa dari 33% siswa mempunyai nilai dibandingkan dengan nilai PAS dengan ketuntasan
disiplin waktu, 33% siswa mempunyai nilai disiplin klasikal yang hanya sebesar 32%. Namun demikian
mutu, dan 34% siswa mempunyai nilai disiplin peningkatan hasil belajar pada siklus I belum
prosedur. Dijabarkan lebih lanjut, dari jumlah 30 mencapai target dalam kajian yaitu ketuntasan
siswa, yang memiliki dengan nilai kedisiplinan klasikal sebesar 80% .
waktu, rata-rata pada aspek Tepat waktu dalam Berdasarkan informasi yang diperoleh dari
menerima order adalah 71, Tepat dalam observasi dan tes hasil belajar, maka kajian perlu
menganalisis order 68, Tepat waktu dalam dilanjutkan pada siklus II. Hasil refleksi siklus I dan
mengerjakan order adalah 67, Tepat waktu dalam rencana tindakan siklus II adalah sebagai berikut.
menyerahkan order, dan diperoleh rata-rata
5
WHITE PAPER

1. Nilai Kedisiplinan di kelas belum seperti yang Rata-


Indikator Aspek Total
diharapkan, terutama pada aspek disiplin waktu rata
dan disiplin prosedur. Guru akan menyiapkan Terliti dalam
Disiplin 82
time schedule agar siswa dapat menyelesaikan mengerjakan order
mutu/
Selalu melakukan
tiap tahap sesuai disiplin waktu yang ditentukan. kualitas
pengecekan produk
83
2. Kegiatan teaching factory dalam tim belum (quality control) sebelum
berjalan seperti yang diharapkan. Lebih banyak menyerahkan order
siswa yang terlihat pasif dalam tim. Solusi untuk Melakukan ke 6 prosedur 88
Disiplin
hal tersebut adalah memberikan job desk pada prosedur Melakukan prosedur 80
masing-masing siswa bekerja sesuai pembagian sesuai urutan 82,3
tugasnya. Melakukan pengerjaan
79
produk sesuai prosedur
3. Persentase ketuntasan klasikal hasil belajar 60%
dengan kategori “cukup”. Sedangkan indikator Berdasarkan Tabel di atas maka diperoleh
yang ditetapkan mencapai 80%. Hal ini penjelasan bahwa dari jumlah 30 siswa, yang
menunjukkan bahwa hasil belajar siklus I perlu memiliki dengan nilai kedisiplinan waktu, rata-rata
ditingkatkan dengan guru mengumumkan nilai pada aspek Tepat waktu dalam menerima order
hasil evaluasi di pertemuan berikutnya, dengan adalah 79, Tepat dalam menganalisis order 79,
tujuan untuk memacu siswa lebih giat belajar. Tepat waktu dalam mengerjakan order adalah 80,
Tepat waktu dalam menyerahkan order, dan
Siklus II diperoleh rata-rata keseluruhan pada disiplin waktu
Siswa yang hadir pada siklus II sebanyak 30 adalah 79,2 dengan kategori baik.
siswa (100%). Pembelajaran pada siklus II Pada nilai kedisiplinan mutu/kualitas, rata-rata
dilaksanakan dengan model pembelajaran teaching aspek teliti dalam menganalisis order adalah 79,
factory. Keenam langkah teaching factory kembali teliti dalam mengerjakan order adalah 82, Selalu
diterapkan, yakni Dilakukan enam langkah model melakukan pengecekan produk (quality control)
teaching factory, diantaranya. (1) siswa menerima sebelum menyerahkan order adalah 83, dan
pemberi order, (2) siswa menganalisis order, (3) diperoleh rata-rata keseluruhan pada disiplin
siswa menyatakan kesiapan mengerjakan order, (4) mutu/kualitas adalah 81,3 dengan kategori baik.
siswa mengerjakan order, (5) siswa melakukan
Sedangkan nilai kedisplinan prosedur, nilai
quality control, (6) siswa menyerahkan order.
rata-ratanya ditinjau dari aspek melakukan ke 6
Hasil observasi keterampilan sosial terhadap prosedur adalah 88, aspek melakukan prosedur
siswa pada siklus II dapat disimpulkan pada tabel sesuai urutan adalah 80, aspek melakukan
berikut. pengerjaan produk sesuai prosedur adalah 79, dan
diperoleh rata-rata keseluruhan pada disiplin
Tabel 4. Observasi Nilai Disiplin Siklus II prosedur adalah 82,3 dengan kategori baik.
Rata-
Indikator Aspek Total Hasil belajar siswa pada siklus II dapat direkap
rata
Tepat waktu dalam hasil belajar sebagai berikut.
79
menerima order Tabel 5. Rekapitulasi Tes Hasil Belajar siklus II
Disiplin
Tepat dalam
waktu 79 No Kategori Hasil
menganalisis order
79,2
Tepat waktu dalam 1 Nilai rata-rata 84,25
80
mengerjakan order
2 Jumlah siswa yang tuntas 24
Tepat waktu dalam
79
menyerahkan order 3 % ketuntasan klasikal 80
Teliti dalam
79 81,3 Sumber: Data hasil kajian yang diolah
menganalisis order
6
WHITE PAPER

Berdasarkan rekapitulasi nilai tes hasil belajar peningkatan dalam nilai kedisiplinan dan hasil
pada siklus II diketahui bahwa nilai rata-rata tes belajar siswa. Peningkatan nilai kedisiplinan dan
hasil belajar adalah 84,25 dan jumlah siswa yang hasil belajar telah mencapai indikator keberhasilan,
tuntas belajar atau memperoleh nilai tes ≥72 maka penelitian tindakan kelas ini dihentikan dan
sebanyak 24 siswa yang berarti ketuntasan klasikal dinyatakan selesai pada siklus II.
baru mencapai 80%. Hasil ini menunjukkan adanya 25
peningkatan dalam persentase ketuntasan klasikal 24
20
jika dibandingkan hasil belajar pada siklus I.
15 18 Siklus I
Persentase ketuntasan klasikal hasil belajar
10 Siklus II
pada siklus II mencapai 80%. Terdapat kenaikan
sebesar 20% dari ketuntasan klasikal hasil belajar 5
siklus I. Hal ini berarti pada siklus II sudah mencapai 0
persentase ketuntasan yang telah ditetapkan yaitu Ketuntasan
80%. Dengan demikian, hasil belajar siswa Gambar 3. Grafik Ketuntasan Klasikal Hasil Belajar
Siklus I dan II
dinyatakan tuntas.

Pembahasan antar Siklus SIMPULAN DAN SARAN

Peningkatan persentase nilai kedisiplinan Penerapan model pembelajaran teaching


siklus I ke siklus II dapat dilihat pada gambar di factory dapat meningkatkan secara signifikan nilai
bawah ini. kedisiplinan siswa kelas XI SMK Metland. Hal
350 Siklus I tersebut dapat diketahui bahwa nilai kedisiplinan
Siklus II pada indikator disiplin waktu pada siklus I sebesar
300 317 44% meningkat menjadi 56% pada siklus II, indikator
250 274 disiplin mutu pada siklus I sebesar 46% meningkat
244 247
200 menjadi 54% pada siklus II, dan pada indikator
211 209
150 disiplin prosedur pada siklus I sebesar 46%
meningkat menjadi 56% pada siklus II. Dengan
100
demikian telah terjadi peningkatan nilai disiplin
50
siswa secara klasikal keterampilan sosial siswa
0 secara klasikal sebesar 10% dengan kriteria baik.
Disiplin Waktu Disiplin Mutu Disiplin Prosedur
Pembelajaran model teaching factory juga
Gambar 2. Grafik Presentase Observasi Nilai
dapat meningkatkan secara signifikan hasil belajar
Disiplin Siklus I dan Siklus II
siswa Siswa menunjukkan peningkatan dalam hasil
Dapat dilihat pada Gambar 1, terjadi belajar aspek kognitif dengan peningkatan
peningkatan persentase nilai kedisiplinan dari siklus ketuntasan klasikal sebesar 20% dari siklus I
I ke siklus II. Pada masing-masing indikator disiplin sebesar 60% menjadi 80% di siklus II. Selain itu
terjadi peningkatan. Peningkatan disiplin waktu peningkatan hasil belajar juga terlihat dari nilai rata-
tampak begitu signifikan, dari total skore 274 rata kelas dari 71,8 meningkat menjadi 84,25 pada
menjadi 317. Sedangkan peningkatan persentase siklus II. Kajian dinyatakan berhasil manakala hasil
ketuntasan hasil belajar siswa pada siklus I ke siklus tes yang diperoleh siswa rata-rata telah mencapai
II terjadi sebesar 20%. Agar lebih jelas peningkatan KKM (72) dan prosentase ketuntasan klasikal ≥80%.
hasil belajar siswa dapat dilihat pada gambar di Berdasarkan hasil kajian yang telah dilakukan
bawah ini. dapat dijadikan alternatif untuk meningkatkan hasil
Berdasarkan analisa data kajian dari siklus I belajar dan hasil belajar siswa, dapat disarankan
dan siklus II, dapat disimpulkan bahwa model untuk peneliti selanjutnya untuk mengembangkan
pembelajaran teaching factory membawa metode ini untuk menguji peningkatan hasil nilai-
7
WHITE PAPER

nilai yang lain, baik itu nilai sosial, nilai entrepreneur,


maupun nilai-nilai yang lain seperti keterampilan
sosial siswa dan hasil belajar siswa.

PUSTAKA ACUAN

Anni, Catharina Tri. (2004). Psikologi Belajar. Semarang: IKIP Semarang Press, 2004).
Badan Pusat Statistik. (2020). Februari 2020: Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT).
https://www.bps.go.id/pressrelease/2020/05/05/1672/februari-2020--tingkat-pengangguran-terbuka--
tpt--sebesar-4-99-persen.html. (Diakses pada tanggal 20 Nov 2020).
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan. (2016). Grand Design Pengembangan Teaching Factory dan
Technopark di SMK. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah.
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan. (2017). Tata Kelola Pelaksanaan Teaching Factory. Jakarta:
Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah.
Fajaryati, N. (2012). Evaluasi Pelaksanaan Teaching Factory SMK di Surakarta. Jurnal Pendidikan Vokasi. 2 (3).
Hlm 325-337.
Kemmis & Taggart. (1988). The Action Research Planner. Victoria: Deakin University Press
Khurniawan, Arie Wibowo. 2020. Mencermati Kembali, Anomali Angka Pengangguran SMK di Indonesia.
http://ariewibowo.id/mencermati-kembali-anomali-angka-pengangguran-smk-di-indonesia/. (diakses 26
Nov 2020)
Kuswantoro, Agung. (2014). Teaching Factory: Rencana dan Nilai Entrepreneurship. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Lamancusa, J.S., Zayas, J.L., Soyster, A., Morel, L.J.S., & Jorgensen. (2008). The Learning Factory: Industry-
Partnered Active Learning. Journal of Engineering Education.
Setiawan, Agung. (2013). Pengaruh Disiplin Kerja Dan Motivasi Terhadap Kinerja Karyawan Pada Rumah Sakit
Umum Daerah Kanjuruan Malang. Jurnal Ilmu Manajemen. Vol 1, No 4.
Siswandi, Galfri & Sukoco. 2015. Pengembangan Model Teaching factory Di Bengkel Otomotif SMK Karsa Mulya
Palangka Raya. Jurnal Pendidikan Teknologi dan Kejuruan, Volume 22, Nomor 4.
Wiyani, Novan Ardy. (2013). Manajemen Kelas: Teori dan Aplikasinya untuk Menciptakan Kelas yang Kondusif.
Jakarta: Ar-Ruzz media.

Anda mungkin juga menyukai