Anda di halaman 1dari 2

Biografi Ali bin Abi Tholib

Ali bin Abi Thalib radhiallahu 'anhu (599-661) adalah Khalifah keempat (terakhir) dari Khulafa'
Ar-Rasyidun yang berkuasa sekitar 4-5 tahun. Ali adalah sepupu Nabi Muhammad shallalalhu
'alaihi wa sallam (SAW) yang kemudian menjadi menantunya setelah menikahi Fatimah Az-
Zahra.

Ayahnya Abu Talib bin Abdul Mutthalib bin Hasyim bin Abd Manaf, adalah kakak kandung ayah
Nabi SAW, Abdullah bin Abdul Mutthalib. Ibunya bernama Fatimah binti As'ad bin Hasyim bin
Abd Manaf. Sewaktu lahir ia diberi nama Haidarah oleh ibunya. Nama itu kemudian diganti
ayahnya dengan Ali.

Ketika berusia 6 tahun, Ali bin Abi Thalib diambil sebagai anak asuh oleh Nabi SAW
sebagaimana Nabi pernah diasuh oleh yahnya. Ketika Muhammad SAW diangkat menjadi rasul,
Ali baru menginjak usia 8 tahun. Ia adalah orang kedua yang menerima dakwah Islam, setelah
Khadijah binti Khuwailid, istri Nabi SAW.

Sebagai anak asuh Rasulullah, Ali banyak menimba ilmu baik ilmu tauhid, dan segala persoalan
keagamaan. Sewaktu Nabi hijrah ke Madinah bersama Abu Bakar Siddiq, Ali diperintahkan
untuk tinggal di rumah Rasulullah dan tidur di tempat tidurnya.

Ini dimaksudkan untuk memperdaya kaum Quraisy karena ketika itu kaum Quraisy berencana
hendak membunuh Nabi SAW. Ali pun melaksanakan tugas itu tanpa merasa takut.

Di Kota Madinah, Ali menikah dengan Fatimah az-Zahra, putri Rasulullah SAW yang ketika itu
berusia 15 tahun. Dari pernikahannya dengan Fatimah, mereka dikaruniai dua putra dan dua
putri, yaitu Hasan, Husein, Zainab, dan Ummu Kultsum yang kemudian diperistri oleh Umar bin
Khattab.

Keseharian Ali dikenal sangat sederhana dan zuhud. Tidak tampak perbedaan kehidupan rumah
tangganya antara sebelum dan sesudah diangkat sebagai khalifah.

Ali juga terkenal sebagai panglima perang yang berani. Keberaniannya menggetarkan hati
musuh-musuh Allah. Ia mempunyai sebilah pedang (warisan dari Nabi SAW) bernama 'Zul
Faqar'. Ia turut-serta pada hampir semua peperangan yang terjadi di masa Nabi SAW dan selalu
menjadi berada di barisan terdepan.

Beliau juga dikenal cerdas dan menguasai banyak ilmu agama secara mendalam, sebagaimana
dalam sabda Nabi SAW: "Aku kota ilmu pengetahuan sedang Ali adalah pintu gerbangnya."
Karena itu, nasihat dan fatwanya selalu didengar para khalifah sebelumnya. Ia selalu
ditempatkan pada jabatan kadi atau mufti.

Dijuluki Karramallahu Wahjah

Ali bin Abi Thalib diberi gelar 'Karramallahu Wajhah' yang artinya semoga Allah memuliakan
wajahnya. Berdasarkan riwayat bahwa Beliau tidak suka menggunakan wajahnya untuk melihat
hal-hal buruk bahkan yang kurang sopan sekalipun.

Dalam sebagian riwayat disebutkan Beliau tidak suka memandang ke bawah bila sedang
berhubungan intim dengan istri. Sedangkan riwayat-riwayat lain menyebutkan dalam banyak
pertempuran, apabila pakaian musuh terbuka bagian bawah terkena sobekan pedangnya ,
maka Ali enggan meneruskan duel hingga musuhnya lebih dahulu memperbaiki pakaiannya.

Ali bin Abi Thalib dijadikan oleh kaum sufi sebagai Imam dalam ilmu al-hikmah. Dari Beliau
bermunculan cabang-cabang tarekat (thoriqoh). Hampir seluruh pendiri tarekat Sufi adalah
keturunan dia sesuai dengan catatan nasab yang resmi mereka miliki.

Seperti tarekat Qadiriyah dengan pendirinya Syekh Abdul Qadir Jaelani, yang merupakan
keturunan langsung dari Ali melalui anaknya Hasan bin Ali seperti yang tercantum dalam kitab
manaqib Syekh Abdul Qadir Jailani (karya Syekh Ja'far Barzanji) dan banyak kitab-kitab lainnya.

Anda mungkin juga menyukai