HIV-AIDS
DI RUANG BOUGENVILE RSUD BANYUMAS
Oleh :
WIDI RAHMANINGSIH, S.Kep
2011040038
1. Pengertian
HIV ( Human Immunodeficiency Virus ) adalah virus pada manusia yang
menyerang sistem kekebalan tubuh manusia yang dalam jangka waktu yang relatif
lama dapat menyebabkan AIDS. Sedangkan AIDS sendiri adalah suatu sindroma
penyakit yang muncul secara kompleks dalam waktu relatif lama karena penurunan
sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh infeksi HIV.
Acquired Immune Deficiency syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala
penyakit yang disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV). Virus HIV
ditemukan dalam cairan tubuh terutama pada darah, cairan sperma, cairan vagina dan
air susu ibu. Virus tersebut merusak kekebalan tubuh manusia dan mengakibatkan
turunnya atau hilangnya daya tahan tubuh sehingga mudah terjangkit penyakit infeksi.
(Nursalam, 2017)
2. Etiologi
AIDS adalah gejala dari penyakit yang mungkin terjadi saat system imun
dilemahkan oleh virus HIV. Penyakit AIDS disebabkan oleh Human
Immunedeficiency Virus (HIV), yang mana HIV tergolong ke dalam kelompok
retrovirus dengan materi genetik dalam asam ribonukleat (RNA), menyebabkan AIDS
dapat membinasakan sel T-penolong (T4), yang memegang peranan utama dalam
sistem imun. Sebagai akibatnya, hidup penderita AIDS terancam infeksi yang tak
terkira banyaknya yang sebenarnya tidak berbahaya, jika tidak terinfeksi HIV (Daili,
2015)
Transmisi infeksi HIV dan AIDS terdiri dari lima fase yaitu :
a. Periode jendela. Lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi. Tidak ada
gejala.
b. Fase infeksi HIV primer akut. Lamanya 1-2 minggu dengan gejala flu likes
illness.
c. Infeksi asimtomatik. Lamanya 1-15 atau lebih tahun dengan gejala tidak ada.
d. Supresi imun simtomatik. Diatas 3 tahun dengan gejala demam, keringat malam
hari, BB menurun, diare, neuropati, lemah, rash, limfadenopati, lesi mulut.
e. AIDS. Lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi AIDS pertama kali
ditegakkan. Didapatkan infeksi oportunis berat dan tumor pada berbagai system
tubuh, dan manifestasi neurologist.
3. Patofisiologi
Virus masuk ke dalam tubuh manusia terutama melalui perantara darah, semen dan
secret Vagina. Sebagaian besar ( 75% ) penularan terjadi melalui hubungan seksual.
HIV tergolong retrovirus yang mempunyai materi genetic RNA. Bilaman virus
masuk kedalam tubuh penderita ( sel hospes ), maka RNA virus diubah menjadi
oleh ensim reverse transcryptase yang dimiliki oleh HIV . DNA pro-virus tersebut
kemudian diintegrasikan kedalam sel hospes dan selanjutnya diprogramkan untuk
membentuk gen virus.
HIV cenderung menyerang jenis sel tertentu, yaitu sel-sel yang mempunyai antigen
pembukaan CD4, terutama sekali limfosit T4 yang memegang peranan penting dalam
mengatur dan mempertahankan system kekebalan tubuh. Selain tifosit T4,virus juga
dapat menginfeksi sel monosit makrofag, sel Langerhans pada kulit, sel dendrit
folikuler pada kelenjar limfe, makrofag pada alveoli paru, sel retina, sel serviks uteri
dan sel-sel mikroglia otak Virus yng masuk kedalam limfosit T4 selanjutnya
mengadakan replikasi sehingga menjadi banyak dan akhirnya menghancurkan sel
limfosit itu sendiri.
Kejadian awal yang timbul setelah infeksi HIV disebut sindrom retroviral akut atau
Acute Roviral Syndrome. Sindrom ini diikuti oleh penurunan CD4 (Cluster
Differential Four) dan peningkatan kadar RNA Nu-HIV dalam plasma. CD4 secara
perlahan akan menurun dalam beberapa tahun dengan laju penurunan CD4 yang lebih
cepat pada 1,5 – 2,5 tahun sebelum pasien jatuh dalam keadaan AIDS. Viral load
( jumlah virus HIV dalam darah ) akan cepat meningkat pada awal infeksi dan
kemudian turun pada suatu level titik tertentu maka viral load secara perlahan
meningkat. Pada fase akhir penyakit akan ditemukan jumlah CD4 < 200/mm3
kemudian diikuti timbulnya infeksi oportunistik, berat badan turun secara cepat dan
muncul komplikasi neurulogis. Pada pasien tanpa pengobatan ARV rata – rata
kemampuan bertahan setelah CD4 turun < 200/mm3 adalah 3,7 tahun. (DEPKES RI,
2015)
4. Pathway
Hubungan seksual dengan pasangan yang Transfusi darah yang Tertusuk jarum bekas Ibu hamil
berganti-ganti, dengan yang terinfeksi HIV terinfeksi HIV penderita HIV menderita HIV
Terjadi perubahan pada struktural sel diatas akibat transkripsi RNA virus + DNA sel sehingga terbentuknya provirus
Infeksi Oportunistik
PCP (Pneumonia
Pneumocystis) Meningitis Kriptococus
Ulkus Genital
Dermatitis Serebroika
Menginvasi
mukosa saluran
cerna Demam, Batuk Non
Perubahan Status
Ruam, Difus, Bersisik, Produktif, Nafas Pendek
Mental, Kejang,
Folikulitas, kulit kering, Kaku Kuduk,
Peningkatan peristaltik mengelupas eksema Kelemahan, Mual,
kehilangan nafsu
MK :
- Hipertermi makan, Vomitus,
- Bersihan Jalan Nafas Demam, Panas,
tidak efektif Pusing
Diare Psoriasis - Pola Nafas Tidak
Efektif
Terapi trimetoprim
sulfame
Mk : MK :
MK : Gangguan
- Diare - Resiko cedera
Integritas - Defisit Nutrisi
- Defisit Nutrisi Kulit Ruam, Pruritus,
- Resiko - Risiko
Papula, Makula Merah Ketidakseimbangan
Ketidakseimbang Muda
an Cairan cairan
- Intoleransi Aktivitas
Nyeri Akut
5. Stadium Penyakit
Menurut Nursalam (2017) pembagian stadium HIV menjadi AIDS ada empat stadium
yaitu
a. Stadium pertama HIV
Infeksi dimulai dengan masuknya HIV dan diikuti terjadinya perubahan serologi
ketika antibodi terhadap virus tersebut berubah dari negatif menjadi positif.
Rentan waktu sejak HIV masuk ke dalam tubuh sampai tes antibodi terhadap HIV
menjadi positif disebut window period. Lama window period satu sampai tiga
bulan, bahkan ada yang berlangsung sampai enam bulan.
b. Stadium kedua asimtomatik ( tanpa gejala )
Asimtomatik berarti bahwa didalam organ tubuh tidak menunjukkan gejala -
gejala. Keadaan ini dapat berlangsung selama 5 – 10 tahun. Pasien yang tampak
sehat ini sudah dapat menularkan HIV kepada orang lain.
c. Stadium ketiga pembesaran kelenjar limfe
Pembesaran kelenjar limfe secara menetapdan merata (Persistent Generalized
Lymphadenopaty), tidak hanya muncul pada satu tempat saja, dan berlangsung
selama satu bulan.
d. Stadium keempat AIDS.
Keadaan inidisertai adanya bermacam – macam penyakit antara lain penyakit
saraf, infeksi sekunder dan lain – lain
6. Manifestasi Klinis
Menurut Nursalam (2017) tanda dan gejala penyakit AIDS menyebar luas dan pada
dasarnya dapat mengenai semua sistem organ. Penyakit yang berkaitan dengan infeksi
HIV dan penyakit AIDS terjadi akibat infeksi dan efek langsung HIV pada jaringan
tubuh. Adanya HIV dalam tubuh seseorang tidak dapat dilihat dari penampilan luar.
Orang yang terinfeksi tidak akan menunjukan gejala apapun dalam jangka waktu yang
relatif lama (±7-10 tahun) setelah tertular HIV. Masa ini disebut masa laten. Orang
tersebut masih tetap sehat dan bisa bekerja sebagaimana biasanya walaupun darahnya
mengandung HIV. Masa inilah yang mengkhawatirkan bagi kesehatan masyarakat,
karena orang terinfeksi secara tidak disadari dapat menularkan kepada yang lainnya.
Dari masa laten kemudian masuk ke keadaan AIDS dengan gejala sebagai berikut:
Gejala Mayor:
a. Berat badan menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan
b. Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan
c. Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan
Gejala Minor:
a. Batuk menetap lebih dari 1 bulan
b. Adanya herpes zostermultisegmental dan herpes zoster berulang
c. Kandidias orofaringeal
d. Limfadenopati generalisata
e. Ruam
Menurut Anthony (Fauci dan Lane, 2008), gejala klinis HIV/AIDS dapat dibagikan
mengikut fasenya.
1. Fase akut
Sekitar 50-70% penderita HIV/AIDS mengalami fase ini sekitar 3-6 minggu selepas
infeksi primer. Gejala-gejala yang biasanya timbul adalah demam, faringitis,
limpadenopati, sakit kepala, arthtalgia, letargi, malaise, anorexia, penurunan berat
badan, mual, muntah, diare, meningitis, ensefalitis, periferal neuropati, myelopathy,
mucocutaneous ulceration, dan erythematous maculopapular rash. Gejala-gejala ini
muncul bersama dengan ledakan plasma viremia. Tetapi demam, ruam kulit, faringitis
dan mialgia jarang terjadi jika seseorang itu diinfeksi melalui jarum suntik narkoba
daripada kontak seksual. Selepas beberapa minggu gejala-gajala ini akan hilang akibat
respon sistem imun terhadap virus HIV. Sebanyak 70% dari penderita HIV akan
mengalami limfadenopati dalam fase ini yang akan sembuh sendiri.
2. Fase asimptomatik
Fase ini berlaku sekitar 10 tahun jika tidak diobati. Pada fase ini virus HIV akan
bereplikasi secara aktif dan progresif. Tingkat pengembangan penyakit secara
langsung berkorelasi dengan tingkat RNA virus HIV. Pasien dengan tingkat RNA
virus HIV yang tinggi lebih cepat akan masuk ke fase simptomatik daripada pasien
dengan tingkat RNA virus HIV yang rendah.
3. Fase simptomatik
Selama fase akhir dari HIV, yang terjadi sekitar 10 tahun atau lebih setelah terinfeksi,
gejala yang lebih berat mulai timbul dan infeksi tersebut akan berakhir pada penyakit
yang disebut AIDS.
7. Pencegahan Penularan
Dengan mengetahui cara penularan HIV, maka akan lebih mudah melakukan langkah-
langkah pencegahannya. Secara mudah, pencegahan HIV dapat dilakukan dengan
rumusan ABCDE yaitu:
a. A= Abstinence, tidak melakukan hubungan seksual atau tidak melakukan
hubungan seksual sebelum menikah
b. B = Being faithful, setia pada satu pasangan, atau menghindari berganti-ganti
pasangan seksual
c. C = Condom, bagi yang beresiko dianjurkan selalu menggunakan kondom secara
benar selama berhubungan seksual
d. D = Drugs injection, jangan menggunakan obat (Narkoba) suntik dengan jarum
tidak steril atau digunakan secara bergantian
e. E = Education, pendidikan dan penyuluhan kesehatan tentang hal-hal yang
berkaitan dengan HIV/AIDS
8. Pemeriksaan Diagnostik
Pada daerah di mana tersedia laboratorium pemeriksaan anti-HIV, penegakan diagnosis
dilakukan melalui pemeriksaan serum atau cairan tubuh lain (cerebrospinal fluid)
penderita.
1. ELISA (enzyme linked immunosorbent assay)
ELISA digunakan untuk menemukan antibodi (Baratawidjaja). Kelebihan teknik
ELISA yaitu sensitifitas yang tinggi yaitu 98,1 %-100% (Kresno). Biasanya
memberikan hasil positif 2-3 bulan setelah infeksi. Tes ELISA telah menggunakan
antigen recombinan, yang sangat spesifik terhadap envelope dan core (Kresno,
2017).
2. Western Blot
Western blot biasanya digunakan untuk menentukan kadar relatif dari suatu
protein dalam suatu campuran berbagai jenis protein atau molekul lain. Biasanya
protein HIV yang digunakan dalam campuran adalah jenis antigen yang
mempunyai makna klinik, seperti gp120 dan gp41.
Western blot mempunyai spesifisitas tinggi yaitu 99,6% - 100%. Namun
pemeriksaan cukup sulit, mahal membutuhkan waktu sekitar 24 jam (Kresno,
2017).
3. PCR (Polymerase Chain Reaction)
Kegunaan PCR yakni sebagai tes HIV pada bayi, pada saat zat antibodi maternal masih
ada pada bayi dan menghambat pemeriksaan secara serologis maupun status infeksi
individu yang seronegatif pada kelompok risiko tinggi dan sebagai tes konfirmasi untuk
HIV-2 sebab sensitivitas ELISA rendah untuk HIV-2 (Kresno, 2001). Pemeriksaan CD4
dilakukan dengan melakukan imunophenotyping yaitu dengan flow cytometry dan cell
sorter. Prinsip flowcytometry dan cell sorting (fluorescence activated cell sorter, FAST)
adalah menggabungkan kemampuan alat untuk mengidentifasi karakteristik permukaan
setiap sel dengan kemampuan memisahkan sel-sel yang berada dalam suatu suspensi
menurut karakteristik masing-masing secara otomatis melalui suatu celah, yang ditembus
oleh seberkas sinar laser. Setiap sel yang melewati berkas sinar laser menimbulkan sinyal
elektronik yang dicatat oleh instrumen sebagai karakteristik sel bersangkutan. Setiap
karakteristik molekul pada permukaan sel manapun yang terdapat di dalam sel dapat
diidentifikasi dengan menggunakan satu atau lebih probe yang sesuai. Dengan demikian,
alat itu dapat mengidentifikasi setiap jenis dan aktivitas sel dan menghitung jumlah
masing-masing dalam suatu populasi campuran (Kresno, 2017).
9. Penatalaksanaan
A. Non Farmakologi
1. Fisik
Aspek fisik pada PHIV ( pasien terinfeksi HIV ) adalah pemenuhan
kebutuhan fisik sebagai akibat dari tanda dan gejala yang terjadi. Aspek
perawatan fisik meliputi :
a) Universal Precautions
Universal precautions adalah tindakan pengendalian infeksi sederhana
yang digunakan oleh seluruh petugas kesehatan, untuk semua pasien
setiap saat, pada semua tempat pelayanan dalam rangka mengurangi risiko
penyebaran infeksi.
Selama sakit, penerapan universal precautions oleh perawat, keluraga,
dan pasien sendiri sangat penting. Hal ini di tunjukkan untuk mencegah
terjadinya penularan virus HIV.
Prinsip-prinsip universal precautions meliputi:
1). Menghindari kontak langsung dengan cairan tubuh. Bila mengenai
cairan tubuh pasien menggunakan alat pelindung, seperti sarung
tangan, masker, kacamata pelindung, penutup kepala, apron dan
sepatu boot. Penggunaan alat pelindung disesuakan dengan jenis
tindakan yang akan dilakukan.
2). Mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan, termasuk
setelah melepas sarung tangan.
3). Dekontaminasi cairan tubuh pasien.
4). Memakai alat kedokteran sekali pakai atau mensterilisasi semua alat
kedokteran yang dipakai (tercemar).
5). Memelihara kebersihan tempat pelayanan kesehatan.
6). Membuang limbah yang tercemar berbagai cairan tubuh secara benar
dan aman.
b) Peran perawat dan pemberian ARV
1). Manfaat penggunaan obat dalam bentuk kombinasi adalah:
(a) Memperoleh khasiat yang lebih lama untuk memperkecil
kemungkinan terjadinya resistensi.
(b) Meningkatkan efektivitas dan lebih menekan aktivitas virus.
Bila timbul efek samping, bisa diganti dengan obat lainnya, dan
bila virus mulai rasisten terhadap obat yang sedang digunakan
bisa memakai kombinasi lain.
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit dibuktikan dengan suhu tubuh
diatas nilai normal,kulit merah,takikardia, kulit teraba hangat, proses infeksi.
Luaran:
Menggigil menurun
Kulit merah menurun
Takikardi menurun
Ventilasi membaik
Intervensi:
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan hipersekresi jalan nafas
dibuktikan dengan batuk tidak efektif, sputum berlebih, wheezing, ronchi.
Luaran:
Wheezing menurun
Ronchi menurun
Dipsneu menurun
Intervensi:
Luaran:
Intervensi:
Manajemen nutrisi
Promosi berat badan
Edukasi diet
Pemantauan nutrisi
Luaran:
Intervensi:
DAFTAR PUSTAKA
Ninuk Dian K, S.Kep.Ners, Dr. Nursalam, M.Nurs (Hons). 2017. Asuhan Keperawatan
pada Pasien Terinfeksi HIV/AIDS. Jakarta : Salemba Medika
Nursalam, dkk. 2017. Jurnal Keperawatan Edisi Bulan November. Surabaya;Fakultas
Keperawatan Universitas Airlangga
Price, Sylvia Anderson, Wilsom, Lorraine M. 2016. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit, Ed.6. Vol:2. Jakarta: EGC
Smelltzer, Suzane C., Bare, Brenda G. 2015. Keperawatan Medikal-Bedah. Volume 1.
Edisi 8. Jakarta: EGC
PPNI. 2018. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator
Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
Keperawatan Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
PPNI. 2018. Standar luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan kriteria hasil
Keperawatan Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI