Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN

“STEMI (ST ELEVASI MIOKARD INFARK)”


DI RUANG ICU RSUD BANYUMAS

Oleh:
WASIS SAPTO PUTRO, S.Kep
NIM. 2011040037

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2020
LAPORAN PENDAHULUAN
ST ELEVASI MIOKARD INFARK

A. PENGERTIAN
ST Elevasi Miokard Infark (STEMI) adalah rusaknya bagian otot
jantung secara permanen akibat insufisiensi aliran darah koroner oleh proses
degeneratif maupun di pengaruhi oleh banyak faktor dengan ditandai keluhan
nyeri dada, peningkatan enzim jantung dan ST elevasi pada pemeriksaan
EKG.
STEMI adalah cermin dari pembuluh darah koroner tertentu yang
tersumbat total sehingga aliran darahnya benar-benar terhenti, otot jantung
yang dipendarahi tidak dapat nutrisi - oksigen dan mati. Infark miokard akut
(IMA) merupakan salah satu diagnosa rawat inap terserang di Negara maju.
IMA dengan elevasi ST (STEMI) merupakan bagian dari spectrum koroner
akut yang terdiri atas angka pectoris yang tidak stabil. IMA tanpa elevasi ST
dan IMA dengan elevasi STEMI umumnya secara mendadak setelah oklusi
thrombus pada plak arterosklerosis yang sudah ada sebelumnya (Sudarjo,
2006).
Infark miokard akut terjadi ketika iskemia miokard,yang biasanya
timbul sebagai akibat penyakit aterosklerosis arteri koroner, cukup untuk
menghasilkan nekrosis inversibel otot jantung. (Huan H Gray,dkk,2005,136).
infark miokard Akut adalah kematian jaringan miokard diakibatkan
oleh kerusakan darah koroner miokard karena ketidakadekuatan aliran darah
(Carpenito, 2008).
Infark miokard Akut adalah iskemia atau nekrosis pada oto jantung
yang diakibatkan karena penurunan aliran darah melalui satu atau lebih arteri
koroner (Doengos, 2003).
Infark miokard merupakan akibat dari iskemia yang berlangsung lebih
dari 30-45 menit yang memyebabkan kerusakan selular yang irreversible dan
kematian otot atau nekrosis pada bagian miokardium (Price &Wilson, 2006).
Infark miocard akut (IMA) merupakan gangguan aliran darah ke jantung yang
menyebabkan sel otot jantung mati. Aliran darah di pembuluh darah terhenti setelah
terjadi sumbatan koroner akut, kecuali sejumlah kecil aliran kolateral dari pembuluh
darah di sekitarnya. Daerah otot di sekitarnya yang sama sekali tidak mendapat aliran
darah atau alirannya sangat sedikit sehingga tidak dapat mempertahankan fungsi otot
jantung, dikatakan mengalami infark (Guyton & Hall, 2007).
IMA diklasifikasikan berdasarkan EKG 12 lead dalam dua kategori, yaitu ST-
elevation infark miocard (STEMI) dan non ST-elevation infark miocard (NSTEMI).
STEMI merupakan oklusi total dari arteri koroner yang menyebabkan area infark yang
lebih luas meliputi seluruh ketebalan miokardium, yang ditandai dengan adanya elevasi
segmen ST pada EKG. Sedangkan NSTEMI merupakan oklusi sebagian dari arteri
koroner tanpa melibatkan seluruh ketebalan miokardium, sehingga tidak ada elevasi
segmen ST pada EKG.

B. ETIOLOGI
Penyebab utama infark miokard adalah kurangnya suplai darah
miokard. Penyebab penurunan suplai darah dikarenakan penyempitan kritis
arteri koroner karena ateriosklerosis atau oklusi arteri komplit / penyumbatan
total arteri oleh embolus atau thrombus, syok dan hemoragi / perdarahan. Pada
kasus ini selalu terjadi ketidakseimbangan antara suplai darah dan kebutuhan
oksigen.
Stemi juga terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada
lokasi injuri vascular, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor seperti
merokok, hipertensi dan akumulasi lipid.
Infark miokard disebabkan oleh oklusi arteri koroner setelah terjadinya
rupture vulnerable atherosclerotic plaque. Pada sebagian besar kasus, terdapat
beberapa faktor presipitasi yang muncul sebelum terjadinya STEMI, antara lain
aktivitas fisik yang berlebihan, stress emosional, dan penyakit dalam lainnya. Selain
itu, terdapat beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya IMA pada
individu. Faktor-faktor resiko ini dibagi menjadi 2 (dua) bagian besar, yaitu faktor
resiko yang tidak dapat dirubah dan faktor resiko yang dapat dirubah.

1. Faktor yang tidak dapat dirubah :


a) Usia
Walaupun akumulasi plak atherosclerotic merupakan proses yang progresif,
biasanya tidak akan muncul manifestasi klinis sampai lesi mencapai ambang
kritis dan mulai menimbulkan kerusakan organ pada usia menengah maupun
usia lanjut. Oleh karena itu, pada usia antara 40 dan 60 tahun, insiden infark
miokard pada pria meningkat lima kali lipat (Kumar, et al., 2007).
b) Jenis kelamin
Infark miokard jarag ditemukan pada wanita premenopause kecuali jika
terdapat diabetes, hiperlipidemia, dan hipertensi berat. Setelah menopause,
insiden penyakit yang berhubungan dengan atherosclerosis meningkat
bahkan lebih besar jika dibandingkan dengan pria. Hal ini diperkirakan
merupakan pengaruh dari hormon estrogen (Kumar, et al., 2007).
c) Ras
Amerika-Afrika lebih rentan terhadap aterosklerosis daripada orang kulit
putih.
d) Riwayat keluarga
Riwayat keluarga yang positif terhadap penyakit jantung koroner (saudara,
orang tua yang menderita penyakit ini sebelum usia 50 tahun) meningkatkan
kemungkinan timbulnya IMA.

2. Faktor resiko yang dapat dirubah :


a) Hiperlipidemia merupakan peningkatan kolesterol dan/atau trigliserida
serum di atas batas normal. Peningkatan kadar kolesterol di atas 180 mg/dl
akan meningkatkan resiko penyakit arteri koronaria, dan peningkatan resiko
ini akan lebih cepat terjadi bila kadarnya melebihi 240 mg/dl. Peningkatan
kolosterol LDL dihubungkan dengan meningkatnya resiko penyakit arteri
koronaria, sedangkan kadar kolesterol HDL yang tinggi berperan sebagai
faktor pelindung terhadap penyakit ini.
b) Hipertensi merupakan faktor risiko mayor dari IMA, baik tekanan darah
systole maupun diastole memiliki peran penting. Hipertensi dapat
meningkatkan risiko ischemic heart disease (IHD) sekitar 60%
dibandingkan dengan individu normotensive. Tanpa perawatan, sekitar 50%
pasien hipertensi dapat meninggal karena IHD atau gagal jantung kongestif,
dan sepertiga lainnya dapat meninggal karena stroke (Kumar, et al., 2007).
c) Merokok merupakan faktor risiko pasti pada pria, dan konsumsi rokok
mungkin merupakan penyebab peningkatan insiden dan keparahan
atherosclerosis pada wanita. Penggunaan rokok dalam jangka waktu yang
lama meningkatkan kematian karena IHD sekitar 200%. Berhenti merokok
dapat menurunkan risiko secara substansial (Kumar, et al., 2007).
d) Diabetes mellitus menginduksi hiperkolesterolemia dan juga meningkatkan
predisposisi atherosclerosis. Insiden infark miokard dua kali lebih tinggi
pada seseorang yang menderita diabetes daripada tidak. Juga terdapat
peningkatan risiko stroke pada seseorang yang menderita diabetes mellitus
e) Gaya hidup monoton, berperan pada timbulnya penyakit jantung koroner.
f) Stres Psikologik, stres menyebabkan peningkatan katekolamin yang bersifat
aterogenik serta mempercepat terjadinya serangan.

C. MANIFETASI KLINIS
a. Klinis
1. Nyeri dada yang terjadi secara mendadak dan terus - menerus tidak
mereda, bagian bawah sternum dan abdomen bagian atas, ini
merupakan gejala utama. Nyeri merupakan manifestasi yang paling umum
ditemukan pada pasien dengan STEMI. Karakteristik nyeri yang dirasakan
yaitu dalam dan visceral, yang biasa dideskripsikan dengan nyeri terasa berat
dan seperti diremas, seperti ditusuk, atau seperti terbakar. Karakteristik nyeri
pada STEMI hampir sama dengan pada angina pectoris, namun biasanya
terjadi pada saat istirahat, lebih berat, dan berlangsung lebih lama. Nyeri
biasa dirasakan pada bagian tengah dada dan/atau epigastrium, dan menyebar
ke daerah lengan. Penyebaran nyeri juga dapat terjadi pada abdomen,
punggung, rahang bawah, dan leher. Nyeri sering disertai dengan kelemahan,
berkeringat, nausea, muntah, dan ansietas (Fauci, et al., 2007).
2. Keparahan nyeri dapat meningkat secara menetap sampai nyeri tidak
tertahankan lagi.
3. Nyeri yang tajam dan berat yang dapat menjalar ke bahu dan terus ke
bawah menuju lengan (biasanya lengan kiri).
4. Nyeri muncul secara spontan (bukan setelah kegiatan / bekerja atau
gangguan emosional), menetap selama beberapa jam atau hari, dan
tidak hilang dengan istirahat atau nitrogliserin (NTG).
5. Nyeri dapat menjalar ke arah rahang dan leher.
6. Nyeri sering disertai dengan sesak nafas, pucat, dingin, diaforesis
berat, pusing atau kepala ringan dan mual muntah.
7. Pasien dengan diabetes melitus tidak akan mengalami nyeri yang hebat
karena neuropati yang menyertai diabetes dapat mengganggu
neuroreseptor (menyimpulkan pengalaman nyeri)

b. Laboratotium
1. Pemeriksaan Enzim jantung
- CK (Creatini Kinase) : Isoenzim yang ditemukan pada otot
jantung meningkat pada 3-6 jam memuncak dalam 12-24 jam,
kembali normal dalam 36-48 jam (3-5 hari).
- CK-MB: meningkat antara 2-4 jam, memuncak pada 12-20 jam
dan kembali normal pada 48-72 jam
- LDH (laktat dehidrogenase), LDH1, dan LDH2 : Meningkat dalam
24 jam dan memakan waktu lama untuk kembali normal
- AST (/SGOT : Meningkat)

2. EKG
Perubahan EKG yang terjadi selama infark akut yaitu
gelombang Q nyata, elevasi segmen ST, dan gelombang T terbalik.
Perubahan- perubahan ini tampak pada hantaran yang terletak diatas
daerah miokardium yang mengalami nekrosis. Selang beberapa waktu
gelombang ST dan gelombang T akan kembali normal hanya
gelombang Q tetap  bertahan sebagai bukti elektrokardiograf adanya
infark lama.

D. PATOFISIOLOGI
Penyebab paling sering Akut Miokard Infark adalah penyempitan
pembuluh darah yang disebabkan oleh karena atheromatous. Pecahnya plak
menyebabkan terjadinya agregasi trombosit, pembentukan thrombus dan
akumulasi fibrin, perdarahan dalam plak dan beberapa tingkatan vasospasm.
Keadaan ini akan mengakibatkan sumbatan baik parsial  maupun total, yang
berakibat iskemi miokard. Sumbatan total pembuluh darah yang lebih dari 4-6
jam berakibat nekrosis miokard yang irreversible tetapi reperfusi yang
dilakukan dalam waktu ini dapat menyelamatkan miokardium dan
menurunkan morbiditas dan mortalitas.
Infark miokard atau nekrosis iskemik pada miokardium, diakibatkan
oleh iskemia pada miokard yang berkepanjangan yang bersifat irreversible.
Waktu diperlukan bagi sel-sel otot jantung mengalami kerusakan adalah
iskemia selama 15-20 menit. Infark miokard hampir selalu terjadi di ventrikel
kiri dan dengan nyata mengurangi fungsi ventrikel kiri, makin luas daerah
infark, makin kurang daya kontraksinya.
Secara fungsional, infark miokard menyebabkan : berkurangnya
kontraksi dengan gerak dinding abnormal, terganggunya kepaduan ventrikel
kiri, berkurangnya volume denyutan,  berkurangnya waktu pengeluaran dan
meningkatnya tekanan akhir diastole ventrikel kiri.
Gangguan fungsi tidak hanya tergantung luasnya infark, tetapi  juga
lokasinya karena berhubungan dengan pasokan darah. Infark juga dinamakan
berdasarkan tempat terdapatnya seperti infark subendokardial, infark
intramural, infark subepikardial, dan infark transmural. Infark transmural
meluas dari endokardium sampai epikardium. Semua infark miokard memiliki
daerah daerah pusat yang nekrotik/infark, dikelilingi daerah cedera, diluarnya
dikelilingi lagi lingkaran iskemik. Masing-masing menunjukkan pola EKG
yang khas. Saat otot miokard mati, dilepaskan enzim intramiokard, enzim ini
membantu menentukkan beratnya infark. Jaringan otot jantung yang mati,
diganti jaringan parut yang dapat mengganggu fungsinya (Dr. Jan
Tambayong, 2007)
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Nilai pemeriksaan laboratorium untuk mengkonfirmasi diagnosis STEMI dapat
dibagi menjadi 4, yaitu: ECG, serum cardiac biomarker, cardiac imaging, dan indeks
nonspesifik nekrosis jaringan dan inflamasi.
1. Electrocardiograf (ECG)
Adanya elevasi segmen ST pada sadapan tertentu
a) Lead II, III, aVF : Infark inferior
b) Lead V1-V3 : Infark anteroseptal
c) Lead V2-V4 : Infark anterior
d) Lead 1, aV L, V5-V6 : Infark anterolateral
e) Lead I, aVL : Infark high lateral
f) Lead I, aVL, V1-V6 : Infark anterolateral luas
g) Lead II, III, aVF, V5-V6 : Infark inferolateral
h) Adanya Q valve patologis pada sadapan tertentu
2. Serum Cardiac Biomarker
Beberapa protein tertentu, yang disebut biomarker kardiak, dilepas dari
otot jantung yang mengalami nekrosis setelah STEMI. Kecepatan pelepasan
protein spesifik ini berbeda-beda, tergantung pada lokasi intraseluler, berat
molekul, dan aliran darah dan limfatik local. Biomarker kardiak dapat dideteksi
pada darah perifer ketika kapasitas limfatik kardiak untuk membersihkan bagian
interstisium dari zona infark berlebihan sehingga ikut beredar bersama sirkulasi.
a) cTnT dan cTnI
Cardiac-specific troponin T (cTnT) dan cardiac-specific troponin I
(cTnI) memiliki sekuens asam amino yang berbeda dari protein ini yang ada
dalam otot skeletal. Perbedaan tersebut memungkinkan dilakukannya
quantitative assay untuk cTnT dan cTnI dengan antibody monoclonal yang
sangat spesifik. Karena cTnT dan cTnI secara normal tidak terdeteksi dalam
darah individu normal tetapi meningkat setelah STEMI menjadi >20 kali
lebih tinggi dari nilai normal, pengukuran cTnT dan cTnI dapat dijadikan
sebagai pemeriksaan diagnostic. Kadar cTnT dan cTnI mungkin tetap
meningkat selama 7-10 hari setelah STEMI.
b) CKMB
Creatinine phosphokinase (CK) meningkat dalam 4-8 jam dan
umumnya kembali normal setelah 48-72 jam. Pengukuran penurunan total
CK pada STEMI memiliki spesifisitas yang rendah, karena CK juga mungkin
meningkat pada penyakit otot skeletal, termasuk infark intramuscular.
Pengukuran isoenzim MB dari CK dinilai lebih spesifik untuk STEMI karena
isoenzim MB tidak terdapat dalam jumlah yang signifikan pada jaringan
ekstrakardiak. Namun pada miokarditis, pembedahan kardiak mungkin
didapatkan peningkatan kadar isoenzim MB dalam serum.

3. Cardiac Imaging
a) echocardiography
Abnormalitas pergerakan dinding pada two-dimentional
echocardiography hampir selalu ditemukan pada pasien STEMI. Walaupun
STEMI akut tidak dapat dibedakan dari scar miokardial sebelumnya atau dari
iskemia berat akut dengan echocardiography, prosedur ini masih digunakan
karena keamanannya. Ketika tidak terdapat ECG untuk metode diagnostic
STEMI, deteksi awal aka nada atau tidaknya abnormalitas pergerakan
dinding dengan echocardiography dapat digunakan untuk mengambil
keputusan, seperti apakah pasien harus mendapatkan terapi reperfusi.
Estimasi echocardiographic untuk fungsi ventrikel kiri sangat berguna dalam
segi prognosis, deteksi penurunan fungsi ventrikel kiri menunjukkan indikasi
terapi dengan inhibitor RAAS. Echocardiography juga dapat
mengidentifikasi infark pada ventrikel kanan, aneurisma ventrikuler, efusi
pericardial, dan thrombus pada ventrikel kiri. Selain itu, Doppler
echocardiography juga dapat mendeteksi dan kuantifikasi VSD dan
regurgitasi mitral, dua komplikasi STEMI.

b) High resolution MRI


Infark miokard dapat dideteksi secara akurat dengan high resolution
cardiac MRI.
c) Angiografi
Tes diagnostik invasif dengan memasukan katerterisasi jantung yang
memungkinkan visualisasi langsung terhadap arteri koroner besar dan
pengukuran langsung terhadap ventrikel kiri.

4. Indeks Nonspesifik Nekrosis Jaringan dan Inflamasi


Reaksi nonspesifik terhadap injuri myocardial berhubungan dengan
leukositosis polimorfonuklear, yang muncul dalam beberapa jam setelah onset
nyeri dan menetap selama 3-7 hari. Hitung sel darah putih seringkali mencapai
12.000-15.000/L. Kecepatan sedimentasi eritrosit meningkat secara lebih lambat
dibandingkan dengan hitung sel darah putih, memuncak selama minggu pertama
dan kadang tetap meningkat selama 1 atau 2 minggu.

F. PENATALAKSANAAN
1. Pre Hospital
Tatalaksana pra-rumah sakit. Prognosis STEMI sebagian besar tergantung
adanya 2 kelompok komplikasi umum yaitu komplikasi elektrikal (aritmia) dan
komplikasi mekanik (pump failure). Sebagian besar kematian di luar RS pada
STEMI disebabkan adanya fibrilasi ventrikel mendadak, yang sebagian besar
terjadi dalam 24 jam pertama onset gejala. Dan lebih dari separuhnya terjadi pada
jam pertama. Sehingga elemen utama tatalaksana pra-RS pada pasien yang
dicurigai STEMI :
 Pengenalan gejala oleh pasien dan segera mencari pertolongan medis
 Segera memanggil tim medis emergensi yang dapat melakukan tindakan
resusitasi
 Transportasi pasien ke RS yang memiliki fasilitas ICCU/ICU serta staf medis
dokter dan perawat yang terlatih
 Terapi REPERFUSI
Tatalaksana di IGD. Tujuan tatalaksana di IGD pada pasien yang dicurigai
STEMI mencakup mengurangi/menghilangkan nyeri dada, identifikasi cepat
pasien yang merupakan kandidat terapi reperfusi segera, triase pasien risiko
rendah ke ruangan yang tepat di RS dan menghindari pemulangan cepat pasien
dengan STEMI.
2. Hospital/ Medis
Tujuan penatalaksanaan medis yang dilakukan adalah memperkecil
kerusakan  jantuang sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya
komplikasi. Kerusakan jantung diperkecil dengan cara segera
mengembalikan keseimbangan antara kebutuhan dan suplai oksigen
jantung. Terapi obat-obatan ,pemberian O2, tirah baring dilakukan secara
bersamaan untuk tetap mempertahankan jantung. Obat-obatan dan O2
digunakan untuk meningkatkan suplay O2, sementara tirah baring
digunakan untuk mengurangi kebutuhan O2. Hilangnya nyeri merupakan
indicator utama bahwa kebutuhan dan suplai O2 telah mencapai
keseimbangan. Dan dengan penghentian aktifitas fisik untuk mengurangi
beben kerja jantung membatasi luas kerusakan.
a) Aktivitas
Faktor-faktor yang meningkatkan kerja jantung selama masa-masa awal infark
dapat meningkatkan ukuran infark. Oleh karena itu, pasien dengan STEMI
harus tetap berada pada tempat tidur selama 12 jam pertama. Kemudian, jika
tidak terdapat komplikasi, pasien harus didukung untuk untuk melanjutkan
postur tegak dengan menggantung kaki mereka ke sisi tempat tidur dan duduk
di kursi dalam 24 jam pertama. Latihan ini bermanfaat secara psikologis dan
biasanya menurunkan tekanan kapiler paru. Jika tidak terdapat hipotensi dan
komplikasi lain, pasien dapat berjalan-jalan di ruangan dengan durasi dan
frekuensi yang ditingkatkan secara bertahap pada hari kedua atau ketiga. Pada
hari ketiga, pasien harus sudah dapat berjalan 185 m minimal tiga kali sehari.
b) Diet
Karena adanya risiko emesis dan aspirasi segera setelah STEMI, pasien hanya
diberikan air peroral atau tidak diberikan apapun pada 4-12 jam pertama.
Asupan nutrisi yang diberikan harus mengandung kolesterol ± 300 mg/hari.
Kompleks karbohidrat harus mencapai 50-55% dari kalori total. Diet yang
diberikan harus tinggi kalium, magnesium, dan serat tetapi rendah natrium.
c) Bowel
Bedrest dan efek narkotik yang digunakan untuk menghilangkan nyeri
seringkali menyebabkan konstipasi. Laksatif dapat diberikan jika pasien
mengalami konstipasi
3. Farmakoterapi
a) Nitrogliserin (NTG)
Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman dengan dosis 0,4 mg
dan dapat diberikan sampai 3 dosis dengan interval 5 menit. Selain
mengurangi nyeri dada, NTG juga dapat menurunkan kebutuhan oksigen
dengan menurunkan preload dan meningkatkan suplai oksigen miokard
dengan cara dilatasi pembuluh darah koroner yang terkena infark atau
pembuluh darah kolateral. Jika nyeri dada terus berlangsung, dapat diberikan
NTG intravena. NTG IV juga dapat diberikan untuk mengendalikan hipertensi
dan edema paru. Terapi nitrat harus dihindarkan pada pasien dengan tensi
sistolik <90 mmHg atau pasien yang dicurigai menderita infark ventrikel
kanan.
b) Morfin
Morfin sangat efektif mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesik pilihan
dalam tatalaksana nyeri dada pada STEMI. Morfin diberikan dengan dosis 2-4
mg dan dapat diulangi dengan interval 5-15 menit sampai dosis total 20 mg.
Efek samping yang perlu diwaspadai pada pemberian morfin adalah konstriksi
vena dan arteriolar melalui penurunan, sehingga terjadi pooling vena yang
akan mengurangi curah jantung dan tekanan arteri. Morfin juga dapat
menyebabkan efek vagotonik yang menyebabkan bradikardia atau blok
jantung derajat tinggi, terutama pasien dengan infark posterior. Efek ini
biasanya dapat diatasi dengan pemberian atropine 0,5 mg IV.
c) Aspirin
Aspirin merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI dan
efektif pada spektrum SKA. Inhibisi cepat siklooksigenase trombosit yang
dilanjutkan reduksi kadar tromboksan A2 dicapai dengan absorpsi aspirin
bukkal dengan dosis 160-325 mg di UGD. Selanjutnya aspirin diberikan oral
dengan dosis 75-162 mg.
d) Beta-adrenoreceptor blocker
Pemberian beta blocker intravena secara akut dapat memperbaiki hubungan
supply-demand oksigen, menurunkan nyeri, menurunkan ukuran infark, dan
menurunkan insiden ventricular aritmia.
e) Terapi reperfusi
Terapi reperfusi yaitu menjamin aliran darah koroner kembali menjadi lancar.
Reperfusi ada 2 macam yaitu berupa tindakan kateterisasi (PCI) yang berupa
tindakan invasive (semi-bedah) dan terapi dengan obat melalui jalur infuse
(agen fibrinolitik).

G. KOMPLIKASI
1. Disfungsi ventrikuler
Setelah STEMi, ventrikuler kiri mengalami serial perubahan
bentuk,ukuran dan ketebalan pada segment yang mengalami infak miokard
dan non infak. Proses ini disebut remodeling ventrikuler dan pada
umumnya mendahulukan berkembangnya gagal jantung secara klinis
dalam hitungan bulan atau tahun paska infak, segera setelah infak ventrikel
kiri memgalami dilatasi secara akut hasil ini berasal dari ekspansi infak
antara lain:slippage serat otot,disfungsi sel miokardial normal dan
hilangnya jaringan dalam zona nekrotik. Selanjutnya terjadinya
penampungan segment non infak mengakibatkan penipisan yang
diproporsionalkan dan elegasi zona infak. Pembesaran ruang jantung
secara keseluruhan yang terjadi ditentukan dengan ukuran dalam lokasi
infak dengan dilatasi terbesar paska infak pada afeks pentrikel kiri yang
menyebabkan penurunan hemodinamik yang nyata. Lebih sering terjadi
gagal jantung dan prognosis yang lebih buruk progresivitas dilatasi dan
konsekuensi klinisnya dapat dihambat dengan terapi inhibitor dan
vasodilator yang lain. Pada pasien dengan fraksi injeksi <40% tanpa
melihat ada tidaknya gagal jantung,inhibitor ACE harus diberikan.
2. Gangguan hemodinamik/ Pump Failure
Gagal pemompaan merupakan penyebab utama kematian pada
STEMI. Perluasan iskemia nekrosis mempunyai korelasi yang baik dengan
tingkat gagal pompa dan mortalitas baik pada awal (10 hari infak) dan
sesudahnya. Tanda klinis yang sering dijumpai adalah ronki bassah di
paru-paru dan bunyi jantung S3 dan S4 gallop pada pemeriksaan rontgen
sering dijumpai kongesti paru.
3. Aritmia
Insiden aritmia setelah STEMI meningkat pada pasien setelah gejala awal.
Mekanisme yang berperan dalam aritmia karena infark meliputi
ketidakseimbangan sistem saraf otonom, ketidakseimbangan elektrolit, iskemia,
dan konduksi yang lambat pada zona iskemik.
4. Gagal jantung kongestif
Hal ini terjadi karena kongesti sirkulasi akibat disfungsi miokardium.
Disfungsi ventrikel kiri atau gagal jantung kiri menimbulkan kongesti vena
pulmonalis, sedangkan disfungsi ventrikel kanan atau gagal jantung kanan
mengakibatkan kongesti vena sistemik.
5. Syok kardiogenik
Diakibatkan oleh disfungsi ventrikel kiri sesudah mengalami infark yang
massif, biasanya mengenai lebih dari 40% ventrikel kiri. Timbul lingkaran setan
akibat perubahan hemodinamik progresif hebat yang ireversibel dengan
manifestasi seperti penurunan perfusi perifer, penurunan perfusi koroner,
peningkatan kongesti paru-paru, hipotensi, asidosis metabolic, dan hipoksemia
yang selanjutnya makin menekan fungsi miokardium.
6. Edema paru akut
Edema paru adalah timbunan cairan abnormal dalam paru, baik di rongga
interstisial maupun dalam alveoli. Edema paru merupakan tanda adanya kongesti
paru tingkat lanjut, di mana cairan mengalami kebocoran melalui dinding kapiler,
merembes keluar, dan menimbulkan dispnea yang sangat berat. Kongesti paru
terjadi jika dasar vascular paru menerima darah yang berlebihan dari ventrikel
kanan yang tidak mampu diakomodasi dan diambil oleh jantung kiri. Oleh karena
adanya timbunan cairan, paru menjadi kaku dan tidak dapat mengembang serta
udara tidak dapat masuk, akibatnya terjadi hipoksia berat.
7. Disfungsi otot papilaris
Disfungsi iskemik atau ruptur nekrotik otot papilaris akan mengganggu
fungsi katup mitralis, sehingga memungkinkan eversi daun katup ke dalam atrium
selama sistolik. Inkompetensi katup mengakibatkan aliran retrograde dari
ventrikel kiri ke dalam atrium kiri dengan dua akibat yaitu pengurangan aliran ke
aorta dan peningkatan kongesti pada atrium kiri dan vena pulmonalis.
8. Defek septum ventrikel
Nekrosis septum interventrikular dapat menyebabkan rupture dinding
septum sehingga terjadi defek septum ventrikel.
9. Rupture jantung
Rupture dinding ventrikel yang bebas dapat terjadi pada awal perjalanan
infark selama fase pembuangan jaringan nekrotik sebelum pembentukan parut.
Dinding nekrotik yang tipis pecah, sehingga terjadi peradarahan massif ke dalam
kantong pericardium yang relative tidak elastic dapat berkembang. Kantong
pericardium yang terisi oleh darah menekan jantung, sehingga menimbulkan
tamponade jantung. Tamponade jantung ini akan mengurangi aliran balik vena
dan curah jantung.
10. Aneurisma ventrikel
Aneurisma ini biasanya terjadi pada permukaan anterior atau apeks
jantung. Aneurisma ventrikel akan mengembang bagaikan balon pada setiap
sistolik dan teregang secara pasif oleh sebagian curah sekuncup.
11. Tromboembolisme
Nekrosis endotel ventrikel akan membuat permukaan endotel menjadi
kasar yang merupakan predisposisi pembentukan thrombus. Pecahan thrombus
mural intrakardium dapat terlepas dan terjadi embolisasi sistemik.
12. Perikarditis
Infark transmural dapat membuat lapisan epikardium yang langsung
berkontak dan menjadi kasar, sehingga merangsang permukaan pericardium dan
menimbulkan reaksi peradangan.
H. PATHWAY
Terlampir

I. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
 Identitas Klien
Nama, usia, jenis kelamin, alamat, no.telepon, status pernikahan, agama,
suku, pendidikan, pekerjaan, lama bekerja, No. RM, tanggal masuk, tanggal
pengkajian, sumber informasi, nama keluarga dekat yang bias dihubungi,
status, alamat, no.telepon, pendidikan, dan pekerjaan.
 Status kesehatan saat ini
Keluhan utama: nyeri dada, perasaan sulit bernapas, dan pingsan.
 Riwayat penyakit sekarang (PQRST)
1) Provoking incident: nyeri setelah beraktivitas dan tidak berkurang
dengan istirahat.
2) Quality of pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan
klien, sifat keluhan nyeri seperti tertekan.
3) Region, radiation, relief: lokasi nyeri di daerah substernal atau nyeri di
atas pericardium. Penyebaran dapat meluas di dada. Dapat terjadi nyeri
serta ketidakmampuan bahu dan tangan.
4) Severity (scale) of pain: klien bias ditanya dengan menggunakan
rentang 0-5 dan klien akan menilai seberapa jauh rasa nyeri yang
dirasakan. Biasanya pada saat angina skala nyeri berkisar antara 4-5
skala (0-5).
5) Time: sifat mulanya muncul (onset), gejala timbul mendadak. Lama
timbulnya (durasi) nyeri dada dikeluhkan lebih dari 15 menit. Nyeri
oleh infark miokardium dapat timbul pada waktu istirahat, biasanya
lebih parah dan berlangsung lebih lama. Gejala-gejala yang menyertai
infark miokardium meliputi dispnea, berkeringat, amsietas, dan pingsan.
 Riwayat kesehatan terdahulu
Apakah sebelumnya klien pernah menderita nyeri dada, darah tinggi, DM,
dan hiperlipidemia. Tanyakan obat-obatan yang biasa diminum oleh klien
pada masa lalu yang masih relevan. Catat adanya efek samping yang terjadi
di masa lalu. Tanyakan alergi obat dan reaksi alergi apa yang timbul.
 Riwayat keluarga
Menanyakan penyakit yang pernah dialami oleh keluarga serta bila ada
anggota keluarga yang meninggal, tanyakan penyebab kematiannya. Penyakit
jantung iskemik pada orang tua yang timbulnya pada usia muda merupakan
factor risiko utama untuk penyakit jantung iskemik pada keturunannya.
 Aktivitas/istirahat
Gejala: kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur, riwayat pola hidup menetap,
jadual olahraga tak teratur. Tanda: takikardia, dispnea pada istirahat/kerja.
 Sirkulasi
Gejala: riwayat IM sebelumnya, penyakit arteri koroner, gagal jantung
koroner, masalah TD, DM.
Tanda:
1) TD dapat normal atau naik/turun; perubahan postural dicatat dari tidur
sampai duduk/berdiri
2) Nadi dapat normal; penuh/tak kuat atau lemah/kuat kualitasnya dengan
pengisian kapiler lambat; tidak teratur (disritmia) mungkin terjadi.
3) Bunyi jantung ekstra (S3/S4) mungkin menunjukkan gagal
jantung/penurunan kontraktilitas atau komplian ventrikel.
4) Murmur bila ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi otot papilar
5) Friksi; dicurigai perikarditis.
6) Irama jantung dapat teratur atau tak teratur.
7) Edema, edema perifer, krekels mungkin ada dengan gagal
jantung/ventrikel.
8) Pucat atau sianosis pada kulit, kuku dan membran mukosa.
 Integritas ego
Gejala: menyangkal gejala penting, takut mati, perasaan ajal sudah dekat,
marah pada penyakit/perawatan yang ‘tak perlu’, khawatir tentang keluarga,
pekerjaan dan keuangan.
Tanda: menolak, menyangkal, cemas, kurang kontak mata, gelisah, marah,
perilaku menyerang, dan fokus pada diri sendiri/nyeri.
 Eliminasi: bunyi usus normal atau menurun
 Makanan/cairan
Gejala: mual, kehilangan napsu makan, bersendawa, nyeri ulu hati/terbakar.
Tanda: penurunan turgor kulit, kulit kering/berkeringat, muntah, dan
perubahan berat badan
 Hygiene: kesulitan melakukan perawatan diri
 Neurosensori
Gejala: pusing, kepala berdenyut selama tidur atau saat bangun
(duduk/istirahat)
Tanda: perubahan mental dan kelemahan
 Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala:
a) Nyeri dada yang timbul mendadak (dapat/tidak berhubungan dengan
aktifitas), tidak hilang dengan istirahat atau nitrogliserin.
b) Lokasi nyeri tipikal pada dada anterior, substernal, prekordial, dapat
menyebar ke tangan, rahang, wajah. Tidak tertentu lokasinya seperti
epigastrium, siku, rahang, abdomen, punggung, leher
c) Kualitas nyeri ‘crushing’, menusuk, berat, menetap, tertekan, seperti
dapat dilihat.
d) Instensitas nyeri biasanya 10 pada skala 1-10, mungkin pengalaman nyeri
paling buruk yang pernah dialami.
e) Catatan: nyeri mungkin tak ada pada pasien pasca operasi, dengan DM,
hipertensi dan lansia.
Tanda:
a) Wajah meringis, perubahan postur tubuh.
b) Menangis, merintih, meregang, menggeliat.
c) Menarik diri, kehilangan kontak mata
d) Respon otonom: perubahan frekuensi/irama jantung, TD, pernapasan,
warna kulit/kelembaban, kesadaran.
 Pernapasan
Gejala: dispnea dengan/tanpa kerja, dispnea nocturnal, batuk produktif/tidak
produktif, riwayat merokok, penyakit pernapasan kronis
Tanda: peningkatan frekuensi pernapasan, pucat/sianosis, bunyi napas bersih
atau krekels, wheezing, sputum bersih, merah muda kental.
 Interaksi social
Gejala: stress saat ini (kerja, keuangan, keluarga) dan kesulitan koping
dengan stessor yang ada (penyakit, hospitalisasi)
Tanda: kesulitan istirahat dengan tenang, respon emosi meningkat, dan
menarik diri dari keluarga
 Penyuluhan/pembelajaran
Gejala: riwayat keluarga penyakit jantung/IM, DM, stroke, hipertensi,
penyakit vaskuler perifer, dan riwayat penggunaan tembakau

Pengkajian fisik
Penting untuk mendeteksi komplikasi dan harus mencakup hal-hal berikut:
1. Tingkat kesadaran
2. Nyeri dada (temuan klinik yang paling penting)
3. Frekwensi dan irama jantung: Disritmia dapat menunjukkan tidak
mencukupinya oksigen ke dalam miokard
4. Bunyi jantung: S3 dapat menjadi tanda dini ancaman gagal jantung
5. Tekanan darah: Diukur untuk menentukan respons nyeri dan pengobatan,
perhatian tekanan nadi, yang mungkin akan menyempit setelah serangan
miokard infark, menandakan ketidakefektifan kontraksi ventrikel
6. Nadi perifer: Kaji frekuensi, irama dan volume
7. Warna dan suhu kulit
8. Paru-paru: Auskultasi bidang paru pada interval yang teratur terhadap tanda-
tanda gagal ventrikel (bunyi krakles pada dasar paru)
9. Fungsi gastrointestinal: Kaji motilitas usus, trombosis arteri mesenterika
merupakan potensial komplikasi yang fatal
10. Status volume cairan: Amati haluaran urine, periksa adanya edema, adanya
tanda dini syok kardiogenik merupakan hipotensi dengan oliguria
2. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan
a. Nyeri akut
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Rencana keperawatan
Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Nyeri akut berhubungan dengan: NOC : NIC :


Agen injuri (biologi, kimia, fisik,  Pain Level,  Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk
psikologis), kerusakan jaringan  pain control, lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor
 comfort level presipitasi
DS: Setelah dilakukan tinfakan  Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
- Laporan secara verbal keperawatan selama …. Pasien tidak  Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan
DO: mengalami nyeri, dengan kriteria hasil: dukungan
- Posisi untuk menahan nyeri  Mampu mengontrol nyeri (tahu  Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti
- Tingkah laku berhati-hati penyebab nyeri, mampu suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
- Gangguan tidur (mata sayu, tampak menggunakan tehnik  Kurangi faktor presipitasi nyeri
capek, sulit atau gerakan kacau, nonfarmakologi untuk mengurangi  Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
menyeringai) nyeri, mencari bantuan)  Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas dala,
- Terfokus pada diri sendiri  Melaporkan bahwa nyeri berkurang relaksasi, distraksi, kompres hangat/ dingin
- Fokus menyempit (penurunan persepsi dengan menggunakan manajemen  Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri: ……...
waktu, kerusakan proses berpikir, nyeri  Tingkatkan istirahat
penurunan interaksi dengan orang dan  Mampu mengenali nyeri(skala,  Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri,
lingkungan) intensitas, frekuensi dan tanda nyeri) berapa lama nyeri akan berkurang dan antisipasi
- Tingkah laku distraksi, contoh : jalan-  Menyatakan rasa nyaman setelah ketidaknyamanan dari prosedur
jalan, menemui orang lain dan/atau nyeri berkurang  Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik
aktivitas, aktivitas berulang-ulang)  Tanda vital dalam rentang normal pertama kali
- Respon autonom (seperti diaphoresis,  Tidak mengalami gangguan tidur
perubahan tekanan darah, perubahan
nafas, nadi dan dilatasi pupil)
- Perubahan autonomic dalam tonus otot
(mungkin dalam rentang dari lemah ke
kaku)
- Tingkah laku ekspresif (contoh :
gelisah, merintih, menangis, waspada,
iritabel, nafas panjang/berkeluh kesah)
- Perubahan dalam nafsu makan dan
minum
b. Penurunan curah jantung
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Rencana keperawatan
Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Penurunan curah jantung b/d gangguan NOC : NIC :


irama jantung, stroke volume, pre load dan  Cardiac Pump effectiveness  Evaluasi adanya nyeri dada
afterload, kontraktilitas jantung.  Circulation Status  Catat adanya disritmia jantung

 Vital Sign Status  Catat adanya tanda dan gejala penurunan cardiac putput
DO/DS:  Tissue perfusion: perifer  Monitor status pernafasan yang menandakan gagal
- Aritmia, takikardia, bradikardia Setelah dilakukan asuhan jantung
- Palpitasi, oedem selama………penurunan kardiak  Monitor balance cairan
- Kelelahan output klien teratasi dengan kriteria  Monitor respon pasien terhadap efek pengobatan
- Peningkatan/penurunan JVP hasil: antiaritmia
- Distensi vena jugularis  Tanda Vital dalam rentang normal  Atur periode latihan dan istirahat untuk menghindari
- Kulit dingin dan lembab (Tekanan darah, Nadi, respirasi) kelelahan
- Penurunan denyut nadi perifer  Dapat mentoleransi aktivitas,  Monitor toleransi aktivitas pasien
- Oliguria, kaplari refill lambat tidak ada kelelahan  Monitor adanya dyspneu, fatigue, tekipneu dan ortopneu
- Nafas pendek/ sesak nafas  Tidak ada edema paru, perifer,  Anjurkan untuk menurunkan stress
- Perubahan warna kulit dan tidak ada asites  Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
- Batuk, bunyi jantung S3/S4  Tidak ada penurunan kesadaran  Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri
- Kecemasan  AGD dalam batas normal  Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan

 Tidak ada distensi vena leher  Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah

 Warna kulit normal aktivitas


 Monitor jumlah, bunyi dan irama jantung
 Monitor frekuensi dan irama pernapasan
 Monitor pola pernapasan abnormal
 Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
 Monitor sianosis perifer
 Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan sistolik)
 Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign
 Jelaskan pada pasien tujuan dari pemberian oksigen
 Sediakan informasi untuk mengurangi stress
 Kelola pemberian obat anti aritmia, inotropik,
nitrogliserin dan vasodilator untuk mempertahankan
kontraktilitas jantung
 Kelola pemberian antikoagulan untuk mencegah trombus
perifer
 Minimalkan stress lingkungan
c. Intoleransi aktifitas
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Rencana keperawatan
Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Intoleransi aktivitas NOC : NIC :


Berhubungan dengan :  Self Care : ADLs
 Observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan
 Tirah Baring atau imobilisasi  Toleransi aktivitas
aktivitas
 Kelemahan menyeluruh  Konservasi eneergi
 Kaji adanya faktor yang menyebabkan kelelahan
 Ketidakseimbangan antara suplei Setelah dilakukan tindakan keperawatan
 Monitor nutrisi dan sumber energi yang adekuat
oksigen dengan kebutuhan selama …. Pasien bertoleransi terhadap
 Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan emosi
Gaya hidup yang dipertahankan. aktivitas dengan Kriteria Hasil :
secara berlebihan
DS:  Berpartisipasi dalam aktivitas fisik
 Monitor respon kardivaskuler terhadap aktivitas
 Melaporkan secara verbal adanya tanpa disertai peningkatan tekanan
(takikardi, disritmia, sesak nafas, diaporesis, pucat,
kelelahan atau kelemahan. darah, nadi dan RR
perubahan hemodinamik)
 Adanya dyspneu atau  Mampu melakukan aktivitas sehari
 Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat pasien
ketidaknyamanan saat beraktivitas. hari (ADLs) secara mandiri
 Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi Medik
DO :  Keseimbangan aktivitas dan istirahat
dalam merencanakan progran terapi yang tepat.
 Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang
 Respon abnormal dari tekanan mampu dilakukan
darah atau nadi terhadap aktifitas  Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yang sesuai
 Perubahan ECG : aritmia, iskemia dengan kemampuan fisik, psikologi dan sosial
 Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan sumber
yang diperlukan untuk aktivitas yang diinginkan
 Bantu untuk mendpatkan alat bantuan aktivitas seperti
kursi roda, krek
 Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas yang disukai
 Bantu klien untuk membuat jadwal latihan diwaktu
luang
 Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi
kekurangan dalam beraktivitas
 Sediakan penguatan positif bagi yang aktif beraktivitas
 Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan
penguatan
 Monitor respon fisik, emosi, sosial dan spiritual
d. Gangguan pertukaran Gas
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Rencana keperawatan
Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Gangguan Pertukaran gas NOC: NIC :


Berhubungan dengan :  Respiratory Status : Gas exchange  Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
è ketidakseimbangan perfusi ventilasi  Keseimbangan asam Basa, Elektrolit  Pasang mayo bila perlu
è perubahan membran kapiler-alveolar  Respiratory Status : ventilation  Lakukan fisioterapi dada jika perlu
DS:  Vital Sign Status  Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
è sakit kepala ketika bangun Setelah dilakukan tindakan
 Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
è Dyspnoe keperawatan selama …. Gangguan
 Berikan bronkodilator ;
è Gangguan penglihatan pertukaran pasien teratasi dengan
-………………….
DO: kriteria hasi:
-………………….
è Penurunan CO2  Mendemonstrasikan peningkatan
 Barikan pelembab udara
è Takikardi ventilasi dan oksigenasi yang
 Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
è Hiperkapnia adekuat
 Monitor respirasi dan status O2
è Keletihan  Memelihara kebersihan paru paru
 Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan, penggunaan otot
è Iritabilitas dan bebas dari tanda tanda distress
tambahan, retraksi otot supraclavicular dan intercostal
è Hypoxia pernafasan
 Monitor suara nafas, seperti dengkur
è kebingungan  Mendemonstrasikan batuk efektif
dan suara nafas yang bersih, tidak  Monitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul,
è sianosis
ada sianosis dan dyspneu (mampu hiperventilasi, cheyne stokes, biot
è warna kulit abnormal (pucat, kehitaman)
è Hipoksemia mengeluarkan sputum, mampu  Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak adanya

è hiperkarbia bernafas dengan mudah, tidak ada ventilasi dan suara tambahan

è AGD abnormal pursed lips)  Monitor TTV, AGD, elektrolit dan ststus mental

è pH arteri abnormal  Tanda tanda vital dalam rentang  Observasi sianosis khususnya membran mukosa

èfrekuensi dan kedalaman nafas abnormal normal  Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang persiapan
 AGD dalam batas normal tindakan dan tujuan penggunaan alat tambahan (O2,
 Status neurologis dalam batas Suction, Inhalasi)
normal  Auskultasi bunyi jantung, jumlah, irama dan denyut jantung
e. Kelebihan volume cairan

Diagnosa Keperawatan/ Masalah Rencana keperawatan


Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Kelebihan Volume Cairan NOC : NIC :


Berhubungan dengan :  Electrolit and acid base
 Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
- Mekanisme pengaturan melemah balance
 Pasang urin kateter jika diperlukan
- Asupan cairan berlebihan  Fluid balance
 Monitor hasil lab yang sesuai dengan retensi cairan
DO/DS :  Hydration
(BUN , Hmt , osmolalitas urin )
- Berat badan meningkat pada Setelah dilakukan tindakan
 Monitor vital sign
waktu yang singkat keperawatan selama …. Kelebihan
- Asupan berlebihan dibanding volume cairan teratasi dengan kriteria:  Monitor indikasi retensi / kelebihan cairan (cracles,

output  Terbebas dari edema, efusi, CVP , edema, distensi vena leher, asites)

- Distensi vena jugularis anaskara  Kaji lokasi dan luas edema

- Perubahan pada pola nafas,  Bunyi nafas bersih, tidak ada  Monitor masukan makanan / cairan

dyspnoe/sesak nafas, dyspneu/ortopneu  Monitor status nutrisi


orthopnoe, suara nafas  Terbebas dari distensi vena  Berikan diuretik sesuai interuksi
abnormal (Rales atau crakles), , jugularis,  Kolaborasi pemberian obat:
pleural effusion  Memelihara tekanan vena ....................................
- Oliguria, azotemia sentral, tekanan kapiler paru,  Monitor berat badan
- Perubahan status mental, output jantung dan vital sign  Monitor elektrolit
kegelisahan, kecemasan DBN  Monitor tanda dan gejala dari odema
 Terbebas dari kelelahan,
kecemasan atau bingung
f. Kecemasan

Diagnosa Keperawatan/ Masalah Rencana keperawatan


Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Kecemasan berhubungan dengan NOC : NIC :


- Kontrol kecemasan
Faktor keturunan, Krisis situasional, Anxiety Reduction (penurunan kecemasan)
- Koping
Stress, perubahan status kesehatan,
Setelah dilakukan asuhan selama  Gunakan pendekatan yang menenangkan
ancaman kematian, perubahan konsep diri,
……………klien kecemasan teratasi  Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku
kurang pengetahuan dan hospitalisasi
dgn kriteria hasil: pasien
 Klien mampu mengidentifikasi  Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan
dan mengungkapkan gejala selama prosedur
DO/DS:
cemas  Temani pasien untuk memberikan keamanan dan
- Insomnia  Mengidentifikasi, mengurangi takut
- Kontak mata kurang mengungkapkan dan  Berikan informasi faktual mengenai diagnosis,
- Kurang istirahat menunjukkan tehnik untuk tindakan prognosis
- Berfokus pada diri sendiri mengontol cemas  Libatkan keluarga untuk mendampingi klien
- Iritabilitas  Vital sign dalam batas normal  Instruksikan pada pasien untuk menggunakan
- Takut  Postur tubuh, ekspresi wajah, tehnik relaksasi
- Nyeri perut bahasa tubuh dan tingkat  Dengarkan dengan penuh perhatian
- Penurunan TD dan denyut nadi aktivitas menunjukkan
 Identifikasi tingkat kecemasan
- Diare, mual, kelelahan berkurangnya kecemasan
 Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan
- Gangguan tidur
kecemasan
- Gemetar
 Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan,
- Anoreksia, mulut kering
ketakutan, persepsi
- Peningkatan TD, denyut nadi, RR
- Kesulitan bernafas  Kelola pemberian obat anti cemas:........

- Bingung
- Bloking dalam pembicaraan
- Sulit berkonsentrasi
DAFTAR PUSTAKA

Corwin, E.J. (2009). Handbook of pathophysiology. Alih bahasa: Pendit,BU.


Jakarta: EGC.
Fauci, Braunwald, Kasper, Hauser, Longo, Jameson, Loscalzo. 2008. Harrison’s
Principles of Internal Medicine 17th edition. The McGraw-Hill Companies, Inc.

Herdman, T. H. (2012). NANDA internasional. Diagnosis Keperawatan :


Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. alih bahasa Made Sumarwati, Dwi
Widiarti, Estu Tiar, editor bahasa Indonesia Monica Ester. Jakarta : EGC.
Kumar, Abbas, Fausto, Mitchel. 2007. Robbin’s Basic Pathology. Elsevier Inc.

Muttaqin, A. 2009. Buku Ajar Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Kardiovaskular dan Hematologi. Jakarta: Salemba Medika.

Price, S. A., & Wilson, L. M. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses


Penyakit. Volume 2. Edisi 6. Jakarta: EGC.

Rokhaeni, H. (2003). Buku Ajar Keperawatan Kardiovaskuler edisi pertama.


Jakarta: Bidang Diklat Pusat Kesehatan Jantung dan Pembuluh Darah
Nasional Harapan Kita.
Smeltzer. C.S & Bare.B (2006). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner
& Suddarth. Jakarta : EGC.
Suyono, S et al. (2003). Buku ajar ilmu penyakit dalam edisi ketiga. Jakarta :
Balai Penerbit FKUI
Tambayong. J.(2007). Patofisiologi Keperawatan editor Monica Ester, S.Kep.
Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai