Anda di halaman 1dari 72

SI TANGKAS: DISEMINASI INFORMASI TANAH

LONGSOR KABUPATEN SEMARANG (PETA


INTERAKTIF BERBASIS WEBSITE MENGGUNAKAN
ARCGIS-HUB)

LAPORAN KERJA PRAKTIK


BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN
SEMARANG

OLEH:
JOKO PRASETYO
18/426109/SV/15251

PROGRAM STUDI DIPLOMA III


PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI
DEPARTEMEN TEKNOLOGI KEBUMIAN
SEKOLAH VOKASI
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2021
HALAMAN PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN

Si Tangkas: Diseminasi Informasi Tanah Longsor Kabupaten Semarang (Peta


Interaktif Berbasis Website Menggunakan ArcGIS-Hub)

Dipersiapkan dan disusun oleh

Joko Prasetyo

18/426109/SV/15251

Diterima dan disetujui oleh,

Atasan Langsung

Pembimbing KP Pembimbing Kerja Praktik

Drs. Heru Subroto, MM Soegiatno, S.ST., MT.


NIP. 196712091990091001 NIP. 196407071987091001

Mengetahui,

Dosen Pembimbing Dosen Koordinator KP

Hendy Fatchurohman, S.Si., M.Sc. Agung Jauhari, S.Si., M.Sc.


NIP. 111199009201811101 NIP. 111198906201802101

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT yang telah menganugerahkan
rahmat serta inayah-Nya, yang karena-Nya, penulis diberikan kekuatan dan kesabaran
untuk menyelesaikan Kerja Praktik yang dilaksanakan di Badan Penanggulangan
Bencana Daerah Kabupaten Semarang pada 4 – 29 Januari 2021 dan 1 – 26 Maret 2021.
Penulis mendapatkan banyak bimbingan dan arahan sehingga dapat menyelesaikan
laporan kerja praktik dengan judul “Si Tangkas: Diseminasi Informasi Tanah Longsor
Kabupaten Semarang (Peta Interaktif Berbasis Website Menggunakan ArcGIS-
Hub) ”.
Adapun Laporan Kerja Praktik ini untuk memenuhi persyaratan dalam
menyelesaikan perkuliahan di jurusan Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografi,
Sekolah Vokasi, Universitas Gadjah Mada. Penulis mengucapkan banyak terima kasih
kepada pihak yang telah membantu penulis mulai dari persiapan kerja praktik hingga
pengerjaan laporan sebagai berikut:
1. Bapak Dr. Taufik Hery Purwanto, S.Si., M.Si. selaku Ketua Program Studi Diploma
Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografi, Sekolah Vokasi, Universitas
Gadjah Mada.
2. Bapak Agung Jauhari, S.Si., M.Sc. selaku Koordinator Kerja Praktik di Program Studi
Diploma Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografi, Sekolah Vokasi,
Universitas Gadjah Mada.
3. Bapak Hendy Fatchurohman, S.Si., M.Sc. selaku Pembimbing Kerja Praktik di
Program Studi Diploma Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografi, Sekolah
Vokasi, Universitas Gadjah Mada.
4. Bapak Drs. Heru Subroto, MM. selaku Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan
Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Semarang.
5. Bapak Soegiatno, S.ST., M.T. selaku Pembimbing Lapangan Badan Penanggulangan
Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Semarang.
6. Keluarga dan teman-teman yang saling memberi dukungan dan semangat selama
pelaksanaan kerja praktik.
Dengan sepenuh hati, penulis pun sadar bahwa laporan ini masih penuh dengan
kekurangan dan keterbatasan, oleh sebab itu penulis memerlukan saran serta kritik yang
membangun yang dapat menjadikan proposal ini lebih baik.

ii
Terakhir, tentunya penulis berharap setiap bantuan yang telah diberikan oleh
segenap pihak dapat menjadi ladang kebaikan. Dan semoga laporan ini dapat memberikan
manfaat dan berguna bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya.

Ungaran, 26 Maret 2020


Penyusun

Joko Prasetyo
18/426109/SV/15251

iii
RESUME MAGANG

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Semarang adalah


lembaga yang bergerak untuk mengatasi bencana mulai dari kegiatan mitigasi hingga
rehabilitasi. Kegiatan magang dilaksanakan selama 2 bulan yaitu 4 – 29 Januari 2021
kemudian dilanjutkan 1- 26 Maret 2021. Awal periode magang ada pengenalan instansi
dan pekerjaan di BPBD Kabupaten Semarang. Selain itu, melakukan studi literasi terkait
kebencanaan di Kabupaten Semarang. Hal ini dilakukan agar lebih mendalami
lingkungan kerja dan target atau sasaran pekerjaan.
Di BPBD Kabupaten Semarang diminta untuk ikut di bagian Pencegahan dan
Kesiapsiagaan dan bagian Kedaruratan dan Logistik. Kegiatan Pencegahan dan
Kesiapsiagaan yaitu melakukan survei dan assessment kejadian bencana. Kejadian yang
dominan selama kegiatan magang adalah tanah longsor. Survei dan assessment dilakukan
di seluruh kecamatan di Kabupaten Semarang.
Kegiatan Kedaruratan dan Logistik yaitu melakukan pengecekan logistik di
gudang logistik, pemberian bantuan logistik kerja bakti dan keluarga terdampak, dan
pemusnahan logistik yang kedaluwarsa. Pemberian logistik diperlukan perhitungan
sendiri. Misalnya warga terdampak tanah longsor mengenai rumah, maka perlu dilakukan
penilaian luasan dampak dan korban jiwa. Pemberian bantuan diberikan apabila mencapai
kerusakan 30% ke atas.
Selain itu, kegiatan lain di magang membantu administrasi kantor seperti
pembuatan usulan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi BPBD, pembuatan program atau
kegiatan BPBD setahun, dan pembuatan RAB penanganan kedaruratan bencana.
Kegiatan ini berasal dari sub-bidang seperti bendahara dan sekretaris. Kegiatan besar lain
yang dapat diikuti adalah menyiapkan dan mengikuti penyerahan bantuan sosial kepada
masyarakat melalui Wakil Bupati Semarang.
Kejadian tanah longsor di Kabupaten Semarang adalah bencana alam yang
dominan terjadi. Masyarakat bahkan belum mengenal lokasi-lokasi rawan bencana tanah
longsor. Maka, hasil dari kegiatan magang ini berupa diseminasi informasi tanah longsor
yang selanjutnya disebut Si Tangkas. Si Tangkas dibuat berbasis WebGIS dengan ArcGIS
Hub dan aplikasi lain seperti WebApp, Survey123, dan StoryMaps. Diseminasi dilakukan
melalui poster yang disebarkan secara konvensional dan online melalui media sosial.

iv
DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN .................................................. i

KATA PENGANTAR .....................................................................................................ii

RESUME MAGANG ..................................................................................................... iv

DAFTAR ISI .................................................................................................................... v

DAFTAR GAMBAR .....................................................................................................vii

DAFTAR TABEL ........................................................................................................viii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................ 1

1.1. Latar Belakang ................................................................................................... 1

1.2. Rumusan Masalah .............................................................................................. 2

1.3. Tujuan ................................................................................................................. 2

1.4. Manfaat ............................................................................................................... 3

1.5. Waktu Pelaksanaan ............................................................................................. 3

BAB II TINJAUAN UMUM INSTANSI....................................................................... 4

2.1. Sejarah Umum Instansi ...................................................................................... 4

2.2. Dasar Hukum Pembentukan Instansi ................................................................. 4

2.3. Visi dan Misi Instansi ......................................................................................... 5

2.4. Tujuan dan Sasaran Instansi ............................................................................... 5

2.5. Lokasi Instansi .................................................................................................... 6

2.6. Struktur Organisasi Instansi ............................................................................... 6

2.7. Tugas dan Tanggung Jawab Struktur Organisasi Instansi .................................. 8

BAB III PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK ........................................................ 13

3.1. Dasar Teori ....................................................................................................... 13

3.1.1. Tanah Longsor .......................................................................................... 13

3.1.2. Sistem Informasi Geografi ........................................................................ 15

3.1.3. Tingkatan Parameter Tanah Longsor ........................................................ 18

v
3.1.4. Analisis Overlay ........................................................................................ 21

3.2. Deskripsi Pekerjaaan ........................................................................................ 22

3.3. Metode Pengerjaan ........................................................................................... 25

3.3.1. Alat ............................................................................................................ 25

3.3.2. Bahan......................................................................................................... 26

3.3.3. Langkah Kerja Diagram Alir .................................................................... 28

3.4. Hasil dan Pembahasan ...................................................................................... 29

3.4.1. Hasil .......................................................................................................... 29

3.4.2. Pembahasan ............................................................................................... 29

BAB IV PENUTUP ....................................................................................................... 39

4.1. Kesimpulan ....................................................................................................... 39

4.2. Saran ................................................................................................................. 39

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 40

LAMPIRAN ................................................................................................................... 42

vi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Bagan Struktur Organisasi BPBD Kabupaten Semarang ................................. 7


Gambar 2 Tipe gerakan massa pembentuk lereng .......................................................... 14
Gambar 3 Contoh data spasial bentuk titik ..................................................................... 16
Gambar 4 Contoh data spasial bentuk garis .................................................................... 17
Gambar 5 Contoh data spasial bentuk area ..................................................................... 17
Gambar 6 Data Vektor dan Data Raster.......................................................................... 18
Gambar 7 Hasil Pengolahan Kemiringan Lereng ........................................................... 30
Gambar 8 Hasil Pengolahan Arah Lereng ...................................................................... 31
Gambar 9 Hasil Pengolahan Tekstur Tanah.................................................................... 32
Gambar 10 Hasil Pengolahan Tipe Batuan ..................................................................... 33
Gambar 11 Hasil Pengolahan Curah Hujan Tahunan ..................................................... 34
Gambar 12 Hasil Pengolahan Kerawanan Tanah Longsor ............................................. 35
Gambar 13 Tampilan WebApp ........................................................................................ 36
Gambar 14 Tampilan Survey123 ..................................................................................... 37
Gambar 15 Tampilan StoryMaps .................................................................................... 37
Gambar 16 Tampilan ArcGIS-Hub ................................................................................. 38

vii
DAFTAR TABEL

Tabel 1 Kelas Kemiringan Lereng .................................................................................. 19


Tabel 2 Kelas Arah Lereng ............................................................................................. 19
Tabel 3 Kelas Tipe Batuan .............................................................................................. 20
Tabel 4 Kelas Tipe Tanah (Tekstur Tanah) .................................................................... 20
Tabel 5 Kelas Curah Hujan Tahunan .............................................................................. 21
Tabel 6 Deskripsi Kegiatan Kerja Praktik ...................................................................... 22
Tabel 7 Alat yang digunakan dalam penelitian ............................................................... 25
Tabel 8 Bahan yang digunakan dalam penelitian ........................................................... 26

viii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten
Semarang tahun 2019, terdapat beberapa bencana alam yang memiliki risiko tinggi antara
lain, tanah longsor, kekeringan, banjir, dan puting beliung. Bencana alam adalah sesuatu
bencana yang menimbulkan gejala-gejala yang dapat meresahkan masyarakat terutama
yang tinggal di daerah rawan bencana (Hermon, 2015). Bencana tanah longsor yang
sering terjadi dapat menyebabkan kerugian yang tinggi baik merusak sarana dan
prasarana juga berdampak pada kondisi sosial ekonomi masyarakat (Nugroho et al.,
2009).
Kabupaten Semarang merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah
yang mempunyai potensi bencana. Kondisi alam dan keanekaragaman penduduk serta
budaya masyarakat merupakan faktor yang mempengaruhi timbulnya ancaman bencana
baik karena sebab alam, non-alam maupun manusia. Kabupaten Semarang sebagian besar
berupa perbukitan dan memiliki relief daerah pegunungan vulkanik serta daratan di
bagian tengahnya. Kejadian tanah longsor disebabkan oleh ketidakstabilan tanah yang
umumnya disebabkan oleh aktivitas manusia dan tingkat kerapatan vegetasi (Annisa et
al., 2015).
Daerah rawan longsor dapat dilakukan pemetaan tiap daerah dengan
menggunakan teknologi Penginderaan Jauh (PJ) dan Sistem Informasi Geografi (SIG).
Salah satu metode yang digunakan untuk memetakan ini adalah metode analisis overlay.
Metode ini dilakukan dengan melakukan tumpang susun layer dari setiap parameter untuk
mengetahui hasilnya. Metode pemetaan tetap mengacu pada pada standar parameter
BNPB dengan metode deterministik, yang memanfaatkan ketersediaan data tanpa
melakukan survei lapangan untuk pencarian data (Jati et al., 2020).
Penyebaran informasi kebencanaan terkadang belum merata. Masyarakat kurang
memahami bagaimana penyebab terjadinya tanah longsor dan daerah

1
2

persebarannya. Bahkan, sebagian dari masyarakat juga belum memahami cara membaca
peta dengan baik dan benar. Maka dari itu dapat dibuat penyebaran informasi
kebencanaan dengan website geoportal yang disebut Si Tangkas: Diseminasi Informasi
Tanah Longsor Kabupaten Semarang.
Berdasarkan bencana tanah longsor yang pernah terjadi di Kabupaten Semarang
tahun 2019 mencapai 69 kejadian (BPBD Kab. Semarang, 2019), sehingga perlu adanya
mitigasi yang harus dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat setempat. Mitigasi
dilakukan saat terjadinya bencana dan setelah terjadinya bencana tanah longsor. Hal ini
dilakukan untuk mengantisipasi bencana tanah longsor susulan dan dampak yang akan
ditimbulkan dari bencana tersebut.

1.2. Rumusan Masalah


Kabupaten Semarang memiliki topografi berupa daerah dataran yang berada di
Rawa Pening dan sekitarnya dan daerah perbukitan-pegunungan yang meliputi hampir
seluruh wilayah administrasi dengan penyebaran sampai ke lereng Utara dan Timur
Gunung Merbabu. Kawasan rawan tanah longsor di Kabupaten Semarang tersebar di
seluruh kecamatan dengan konsentrasi terutama pada wilayah Kecamatan Sumowono,
Ungaran Barat, Bergas, Bandungan, Bawen, Jambu, Banyubiru, Tuntang, Ambarawa,
Getasan, Bringin, Suruh, dan Susukan. Keadaan ini diperlukan upaya mitigasi dengan
membuat pemetaan rawan longsor berdasarkan acuan BNPB.
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka dapat
dimunculkan pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana sebaran kerawanan bencana tanah longsor di Kabupaten Semarang
menggunakan metode overlay analysis dengan berbasis website geoportal?
2. Bagaimana pemanfaatan media daring sebagai bentuk diseminasi informasi
kebencanaan dengan berbasis website geoportal?
1.3.Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui sebaran kawasan rawan bencana longsor di Kabupaten Semarang dengan
berbasis website geoportal?
2. Mengetahui pemanfaatan media daring sebagai bentuk diseminasi informasi
kebencanaan dengan berbasis website geoportal?
3

1.4.Manfaat
Manfaat yang dapat diberikan dari penelitian ini ialah sebagai berikut :
1. Memberikan informasi mengenai lokasi daerah rawan bencana longsor di Kabupaten
Semarang berdasarkan hasil pemetaan menggunakan analisis overlay berbasis
website geoportal?
2. Memberikan bahan masukan kepada Pemerintah Kabupaten Semarang mengenai
upaya mitigasi dan kebijakan penanganan bencana tanah longsor.

1.5. Waktu Pelaksanaan


Waktu dan tempat pelaksanaan Kerja Praktik adalah sebagai berikut:
Waktu : 4 – 29 Januari 2021 dan 1 – 26 Maret 2021
Tempat : Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Semarang
BAB II

TINJAUAN UMUM INSTANSI

2.1. Sejarah Umum Instansi


Berdasarkan SOP BPBD Kabupaten Semarang, Badan Penanggulangan Bencana
Daerah (BPBD) adalah lembaga pemerintah non-departemen yang melaksanakan tugas
dalam penanggulangan bencana di daerah, yang dimaksud daerah dalam hal ini yakni
pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten, maupun pemerintah kota dengan pedoman
pada kebijakan yang ditetapkan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
Untuk melanjutkan kebijakan nasional, Pemerintah Kabupaten Semarang melalui
Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2011 tanggal 23 Juni 2011, telah dibentuk Badan
Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Semarang, dengan penunjukan
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Semarang
pada tanggal 2 Januari 20212 dan Pelantikan Para Pejabat Struktural pada tanggal 2
Januari 2012.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Semarang yang
dalam hal ini merupakan suatu badan yang akan bertindak sebagai koordinator dalam
penanganan terjadinya bencana di Kabupaten Semarang. Secara umum, Kabupaten
Semarang terdiri dari 19 Kecamatan dan 235 Desa/ Kelurahan.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Semarang terletak
di Jl. Ki Sarino Mangunpranoto No. 55 Ungaran, Kelurahan Bandarjo, Kecamatan
Ungaran Barat, Kabupaten Semarang Kode Pos – 50517, Telp. (024) 6922400 – (024)
76901679.

2.2. Dasar Hukum Pembentukan Instansi


1. Undang-Undang No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana
2. Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 2007 tentang Pedoman Organisasi Perangkat
Daerah
3. Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan
Bencana
4. Peraturan Presiden No. 8 Tahun 2008 tentang Badan Nasional Penanggulangan
Bencana

4
5

5. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 46 Tahun 2008 tentang Pedoman Organisasi
dan Tata Kerja Badan Penanggulangan Bencana
6. Peraturan Kepala BNPB No. 3 Tahun 2008 tentang Pedoman Pembentukan Badan
Penanggulangan Bencana Daerah
7. Peraturan Kepala BNPB No. 9 Tahun 2008 tentang Prosedur Tetap Reaksi Cepat
Badan Nasional Penanggulangan Bencana
8. Peraturan Kepala BNPB No. 10 Tahun 2008 tentang Pedoman Komando Tanggap
Darurat Bencana

2.3. Visi dan Misi Instansi


2.3.1. Visi Instansi
Visi sangat penting artinya sebagai langkah awal dalam strategi manajemen,
karena merupakan pemusatan sumber daya organisasi ke perwujudan kondisi yang
digambarkan dalam visi. Dengan memperhatikan kedudukan, tugas pokok dan fungsinya,
Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Semarang mempunyai visi:
“Mewujudkan Kabupaten Semarang yang aman dan nyaman melalui penanganan
bencana yang tanggap, cepat dan tepat”.
2.3.2. Misi Instansi
Sebagai bentuk perwujudan dari suatu visi serta sebagai implementasi kedudukan,
tugas, dan fungsinya, maka Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten
Semarang memiliki misi sebagai berikut:
1. Melaksanakan peningkatan kapasitas BPBD dan SDM;
2. Melindungi daerah dari ancaman bencana melalui pengurangan resiko;
3. Membangun sistem penanggulangan bencana yang handal melalui pemberdayaan dan
peningkatan peran aktif masyarakat dalam penanganan bencana; dan
4. Menyelenggarakan penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, terkoodinir,
dan menyeluruh.

2.4. Tujuan dan Sasaran Instansi


2.4.1. Tujuan Instansi
1. Mewujudkan ketangguhan masyarakat melalui peningkatan pengetahuan,
kesadaran, dan komitmen serta perilaku dan budaya sadar bencana.
2. Mewujudkan sistem penyelenggaraan penanggulangan bencana yang handal,
mencakup penanganan pra-bencana, tanggap darurat dan pasca-bencana.
6

3. Mewujudkan kesadaran, kesiapan, dan kemampuan (pemerintah dan masyarakat)


dalam upaya penanggulangan bencana melalui peningkatan kapasitas masyarakat
kecamatan dan desa.
4. Mewujudkan sistem penanganan kedaruratan bencana yang efektif melalui
peningkatan koordinasi penanganan kedaruratan, peningkatan sarana dan
prasarana pendukung serta peningkatan sistem logistik dan peralatan.
5. Peningkatan tertib administrasi perkantoran.
2.4.2. Sasaran Instansi
1. Penguatan aparatus kapasitas pemerintah dan masyarakat dalam usaha mitigasi
risiko bencana serta penanganan bencana.
2. Pembentukan Tim Reaksi Cepat/ TRC (Unit Khusus Penanganan Bencana)
dengan dukungan peralatan dan alat transportasi yang memadai.
3. Terwujudnya kesadaran, kesiapan, dan kemampuan (pemerintah dan masyarakat)
dalam upaya penanggulangan bencana.
4. Terwujudnya sistem penanganan kedaruratan yang efektif melalui peningkatan
koordinasi penanganan kedaruratan, peningkatan sarana dan prasarana
pendukung serta peningkatan sistem logistik.
5. Terwujudnya upaya rehabilitasi dan rekonstruksi yang lebih baik dibanding
sebelum bencana, melalui peningkatan kapasitas perencanaan rehabilitasi dan
rekonstruksi yang handal, peningkatan koordinasi pelaksanaan serta pengurus
utamaan pengurangan risiko bencana dalam setiap kegiatan rehabilitasi dan
rekonstruksi dalam rangka pembangunan secara berkelanjutan.

2.5. Lokasi Instansi


Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Semarang terletak
di Jl. Ki Sarino Mangunpranoto No. 55 Ungaran, Kelurahan Bandarjo, Kecamatan
Ungaran Barat, Kabupaten Semarang Kode Pos – 50517, Telp. (024) 6922400 – (024)
76901679.

2.6. Struktur Organisasi Instansi


Bagan Susunan Organisasi Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten
Semarang Berdasarkan Perda Nomor 3 Tahun 2011 tentang SOTK BPBD Kabupaten
Semarang dapat dilihat sebagai berikut.
7

Gambar 1 Bagan Struktur Organisasi BPBD Kabupaten Semarang

Sumber: BPBD Kabupaten Semarang

Susunan Pegawai Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Semarang


Tahun 2021 adalah sebagai berikut:
A. Kepala Pelaksana: Drs. Heru Subroto, MM
B. Sekretaris: Suyamto, S.E., M. Ak.
C. Kepala Seksi Pencegahan dan Kesiapsiagaan: Soegianto, S.ST., M.T.
D. Kepala Seksi Kedaruratan dan Logistik: Riyadi, S.T.
E. Staff:
1. Inandri Tri Wulan Sari
2. Emi Damarjati, S.E.
3. Charmia Erianthi, A.Md.
4. Ashadi
5. Yuniyanto
6. Teguh Ariadi
7. Vitantri Ambarini, S.H.
F. Satuan Tugas Penanggulangan Bencana:
1. Sri Slamet
2. Faisal Riski Bastomi
3. Ajik Priyanto
8

4. Imam Nuryanto
5. Fediansyah Surya Pambudi
6. Sigit Santoso
7. Ari Sri Hidayat
8. Prapto Nugroho
9. Tatag Ghani Hartanto
10. Novian Andre Gunawan
11. Satoto
12. Aditya Wulandari
13. Harfri Lazuardi
14. Achmat Burhanudin
15. Budi Prihono
16. Nur Eko Pamuji

2.7. Tugas dan Tanggung Jawab Struktur Organisasi Instansi


2.7.1. Kepala Pelaksana
A. Tugas Pokok
Melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah di bidang
penanggulangan bencana daerah.
B. Fungsi
1. Perumusan dan penetapan kebijakan penanggulangan bencana dan
penanganan pengungsi dengan bertindak cepat dan tepat, efektif, dan efisien.
2. Pengoordinasian pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencana secara
terencana, terpadu, dan menyeluruh.
C. Rincian Tugas
1. Merumuskan program kerja dan anggran Badan Penanggulangan Bencana
Daerah
2. Membagi tugas kepada bawahan sesuai dengan bidang tugasnya dan
mengarahkan pelaksanaan kegiatan
3. Merumuskan kebijakan di bidang penanggulangan bencana daerah
4. Menetapkan kebijakan teknis di bidang penanggulangan bencana daerah
5. Mengoordinasikan dan melaksanakan kebijakan di bidang pencegahan,
mitigasi, dan kesiapsiagaan pada pra-bencana serta pemberdayaan
masyarakat.
9

6. Mengoordinasikan dan melaksanakan kebijakan penanggulangan bencana


pada saat tanggap darurat dan dukungan sumber daya/logistik.
7. Mengoordinasikan dan melaksanakan kebijakan di bidang penanggulangan
bencana pada pasca-bencana.
8. Melaksanakan pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan analisis risiko
bencana.
9. Melaksanakan monitoring dan evaluasi pelaksanaan kebijakan di bidang
penanggulangan bencana daerah
10. Menyampaikan laporan pertanggungjawaban pelaksanaan kegiatan
penanggulangan bencana daerah
11. Menyampaikan saran dan pertimbangan kepada atasan guna kelancaran
pelaksanaan tugas, dan
12. Melaksanakan tugas kedinasan lain sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.

2.7.2. Sekretariat Unsur Pelaksana


A. Tugas Pokok
Melaksanakan sebagian tugas Badan Penanggulangan Bencana Daerah di
bidang penyusunan perencanaan, pengelolaan administrasi keuangan, administrasi
umum, dan administrasi kepegawaian.
B. Rincian Tugas
1. Menyusun program kerja dan anggaran Sekretariat Unsur Pelaksana
2. Membagi tugas kepada bawahan sesuai dengan bidang tugasnya dan
mengarahkan pelaksanaan kegiatan
3. Melaksanakan urusan administrasi umum, keuangan, dan kepegawaian
4. Mengoordinasikan penyusunan rencana Kegiatan dan Anggaran (RKA),
Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA)
5. Melaksanakan pengendalian dan verifikasi serta pelaporan keuangan badan
6. Mengoordinasikan laporan pertanggungjawaban pelaksanaan kegiatan badan
7. Melaksanakan pembinaan dan pelaksanaan hubungan masyarakat dan
protokol
8. Memfasilitasi pelaksanaan tugas dan fungsi unsur pengarah penanggulangan
bencana
9. Melaksanakan pengumpulan data dan informasi kebencanaan
10

10. Melaksanakan monitoring dan evaluasi pelaksanaan kegiatan sekretariat


11. Menyusun laporan pertanggungjawaban pelaksanaan kegiatan sekretariat
12. Menyampaikan saran dan pertimbangan kepada atasan guna kelancaran
pelaksanaan tugas, dan
13. Melaksanakan tugas kedinasan lain sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.

2.7.3. Seksi Pencegahan dan Kesiapsiagaan


A. Tugas Pokok
Melaksanakan sebagian tugas Badan Penanggulangan Bencana Daerah di
bidang pencegahan, mitigasi, dan kesiapsiagaan pada pra-bencana.
B. Rincian Tugas
1. Menyusun program kerja dan anggaran Seksi Pencegahan dan Kesiapsiagaan
2. Membagi tugas kepada bawahan sesuai dengan bidnag tugasnya dan
mengarahkan pelaksana kegiatan
3. Menyiapkan bahan kebijakan teknis bidang pencegahan, mitigasi, dan
kesiapsiagaan pada pra-bencana
4. Mengoordinasikan dan melaksanakan kebijakan di bidang pencegahan,
mitigasi, dan kesiapsiagaan pada pra-bencana
5. Menyusun peta rawan bencana
6. Melaksanakan bimbingan teknis penanggulangan bencana
7. Melaksanakan pembinaan, sosialisasi, dan simulasi penanggulangan bencana
8. Melaksanakan monitoring, evaluasi, dan analisis pelaporan pelaksanaan
kebijakan di bidang pencegahan, mitigasi, dan kesiapsiagaan pada pra-
bencana
9. Menyusun laporan pertanggungjawaban Seksi Pencegahan dan Kesiapsiagaan
10. Menyampaikan saran dan pertimbangan kepada atasan guna kelancaran
pelaksanaan tugas
11. Melaksanakan tugas kedinasan lain sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku
2.7.4. Seksi Kedaruratan dan Logistik
A. Tugas Pokok
Melaksanakan sebagian tugas Badan Penanggulangan Bencana Daerah di
bidang kedaruratan dan logistik
11

B. Rincian Tugas
1. Menyusun program kerja dan anggaran Seksi Kedaruratan dan Logistik
2. Membagi tugas kepada bawahan sesuai dengan bidang tugasnya dan
mengarahkan pelaksanaan kegiatan
3. Menyiapkan bahan kebijakan teknis bidang kedaruratan dan logistik
4. Mengoordinasikan dan melaksanakan kebijakan di bidang penanggulangan
bencana pada saat tanggap darurat, penanganan pengungsi dan dukungan
logistik
5. Melaksanakan komando penanggulangan bencana pada saat tanggap darurat
6. Melaksanakan pengerahan sumber daya manusia, peralatan, dan logistik
7. Melaksanakan penyelamatan dan evakuasi korban dan harta benda
8. Melaksanakan pemenuhan kebutuhan dasar meliputi air bersih, sanitasi,
pangan, sandang, pelayanan kesehatan, psikososial, penampungan, dan
tempat hunian
9. Melaksanakan perlindungan terhadap kelompok rentan (bayi, balita, anak-
anak, ibu mengandung atau menyusui, penyandang cacat, orang lanjut usia)
10. Melaksanakan pengelolaan dan pertanggungjawaban uang dan atau barang
11. Melaksanakan monitoring, evaluasi, dan analisis pelaporan tentang
pelaksanaan kebijakan di bidang penanggulangan bencana pada saat tanggap
darurat, penangangan pengungsi, dan dukungan logistik
12. Menyusun laporan pertanggungjawaban pelaksanaan kegiatan Seksi
Kedaruratan dan Logistik
13. Menyampaikan saran dan pertimbangan kepada atasan guna kelancaran
pelaksanaan tugas dan
14. Melaksanakan tugas kedinasan lain sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
2.7.5. Seksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi
A. Tugas Pokok
Melaksanakan sebagian tugas Badan Penanggulangan Bencana Daerah di
bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi.
B. Rincian Tugas
1. Menyusun program kerja dan anggaran Seksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi
2. Membagi tugas kepada bawahan sesuai dengan bidang tugasnya dan
mengarahkan pelaksanaan kegiatan
12

3. Menyiapkan bahan kebijakan teknis bidang rehabilitasi dan rekonstruksi


4. Mengoordinasikan dan melaksanakan kebijakan di bidang penanggulangan
bencana pada saat pasca-bencana
5. Melaksanakan perbaikan dan atau pembangunan kembali lingkungan,
prasarana dan sarana umum daerah bencana
6. Melaksanakan pemulihan sosial psikologis, ekonomi, budaya, keamanan,
ketertiban, fungsi pemerintahan, dan fungsi pelayanan publik
7. Memberikan pelayanan kesehatan dan bantuan perbaikan rumah
8. Memfasilitasi rekonsiliasi dan resolusi konflik
9. Melaksanakan monitoring, evaluasi, dan analisis pelaporan tentang
pelaksanaan kebijakan di bidang penanggulangan bencana pada saat pasca
bencana
10. Menyusun laporan pertanggungjawaban pelaksanaan kegiatan Seksi
Rehabilitasi dan Rekonstruksi
11. Menyampaikan saran dan pertimbangan kepada atasan guna kelancaran
pelaksanaan tugas
12. Melaksanakan tugas kedinasan lain sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
BAB III

PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK

3.1. Dasar Teori


3.1.1. Tanah Longsor
Bencana tanah longsor adalah salah satu bencana alam yang menyebabkan
kerugian harta benda dan nyawa yang cukup besar (Nugroho et al., 2009). Biasanya
bencana tanah longsor terjadi pada daerah yang memiliki kemiringan lereng yang terjal
dengan tingkat pelapukan yang insentif. Selain itu, tingkat curah hujan juga memicu
kestabilan tanah yang membuat tanah akan turun dan terjadi longsor. Gerakan tanah atau
tanah longsor akan menimbulkan dampak sosial, ekonomi dan lingkungan yang cukup
berat.
Pergerakan massa tanah dan batuan dari tempat tinggi ke tempat yang rendah
terjadi karena bidang tanah yang tidak rata atau memiliki kelerengan. Gerakan tanah atau
longsor dapat terjadi dimana saja dengan kecepatan yang bervariasi. Waktu terjadinya
juga kurang bisa diprediksi karena banyaknya faktor pemicu proses tersebut, akan tetapi
bencana tanah longsor lebih mudah dilakukan prediksi dibandingkan dengan bencana
alam lainnya (Pratama, 2015).
Meningkatnya kejadian bencana longsor bukan hanya akibat dari perubahan iklim
yang ekstrem saja, melainkan ada faktor lain seperti penggunaan lahan dan aktivitas
manusia (Permadi et al., 2018). Pola perubahan penggunaan lahan dan aktivitas manusia
akan membentuk ruang pengelolaan lahan yang baru. Menurut (Ramlan & Solle, 2015),
pola pemanfaatan ruang berdampak pada kegiatan interaksi sosial dan ekonomi yang
berlangsung sejalan dengan ruang dan waktu.
Bencana tanah longsor selama ini dikenal sebagai kejadian yang paling
mematikan dengan jumlah kejadian yang cukup banyak dan menyebabkan kerugian yang
tinggi. Curah hujan yang tinggi, kondisi kelerengan suatu lokasi, dan pengalihfungsian
lahan menjadi penyebab Kecamatan Banyubiru Kabupaten Semarang berada pada daerah
rawan longsor. Berdasarkan inilah perlunya melakukan pemetaan bencana tanah longsor
di Kecamatan Banyubiru sebagai bentuk mitigasi bencana.

13
14

3.1.1.1. Jenis-Jenis Tanah Longsor


Menurut (Hardiyatmo, 2006) berdasarkan karakteristik gerakan massa tanah
pembentuk lereng longsor dibagi menjadi 5 macam yaitu: (1) jatuhan (falls), (2) robohan
(topples), (3) longsoran (slides), (4) sebaran (spreads), (5) aliran (flows). Tipe gerakan
massa pembentuk lereng terdapat pada Gambar 1.

Gambar 2 Tipe gerakan massa pembentuk lereng

Sumber: (Hardiyatmo, 2006)

Tipe jatuhan (falls) merupakan tipe gerakan massa tanah yang terjadi karena
material pembentuk lereng sebagai material longsoran secara bebas jatuh tanpa adanya
hubungan atau interaksi dengan bagian material lain yang tidak mengalami longsoran.
Tipe longsoran ini terbentuk oleh pengangkatan atau lerang, curam, dan kurangnya
ketahanan vegetasi. Longsor jatuhan disebabkan oleh pemindahan daya dukung seperti
penjepit dan pengumpil serta gempa.
Tipe robohan (topples), gerakan longsoran yang terjadi pada kondisi kemiringan
lereng terjal atau curam bahkan hingga tegak. Penyebab terjadinya tipe robohan karena
faktor gaya gravitasi dan adanya penambahan beban yang berlebihan. Pada longsor
robohan gerakan longsoran yang terjadi cenderung mengguling dan roboh.
Tipe longsoran (slides), material pembentuk lereng bergerak akibat dari adanya
gaya geser yang lebih besar daripada gaya penahannya disepanjang bidang longsor.
Longsoran terbentuk di zona massif di atas zona lunak dan buruknya sedimentasi yang
tak terkonsolidasi.
Tipe sebaran (spread) merupakan gerakan tanah yang menyebar kea rah lateral
akibat kondisi dari pencairan (liquefaction) dibawahnya. Mekanisme gerakannya tidak
15

hanya rotasi dan translasi, melainkan juga berupa aliran karena umumnya gerakan jenis
tanah ini berupa sebaran.
Tipe aliran (flow) merupakan gerakan hancuran material ke bawah lereng yang
mengalir seperti cairan kental. Biasanya tipe ini terjadi pada bidang geser yang relatif
sempit seperti alur-alur sungai yang sempit. Material yang dibawa seperti partikel kayu,
ranting, tanah dan sebagainya.

3.1.1.2. Prinsip Dasar dan Mekanisme Longsor


Tanah longsor merupakan proses pergerakan massa tanah dan batuan dari tempat
tinggi ke tempat yang rendah terjadi karena bidang tanah yang tidak rata atau memiliki
kelerengan. Pergerakan tersebut terjadi karena adanya faktor gaya pada area bidang yang
miring atau memiliki kelerengan. Gaya yang menahan massa tanah dipengaruhi oleh
muka air tanah, sifat fisik tanah, dan sudut dalam tahanan geser tanah yang bekerja di
sepanjang bidang luncuran (Sutikno, 1999).
Faktor penyebab tanah longsor secara alami disebabkan oleh morfologi
permukaan bumi, penggunaan lahan, litologi, struktur geologi, curah hujan, dan
kegempaan. Selain itu, tanah longsor disebabkan oleh faktor aktivitas manusia yang
mempengaruhi perubahan lingkungan dan bentang alam, seperti pembangunan gedung,
penambangan dan pertanian.

3.1.2. Sistem Informasi Geografi


Penggunaan Sistem Informasi Geografi (SIG) meningkat signifikan sejak tahun
1980-an. Peningkatan pemakaian teknologi SIG diinisiasi karena dibutuhkan pada setiap
kalangan seperti pemerintah, militer, akademik, dan juga bisnis. SIG adalah sistem yang
terdiri dari perangkat keras, perangkat lunak, data, manusia, organisasi dan lembaga yang
digunakan untuk mengumpulkan, menyimpan, menganalisis, dan menyebarkan
informasi-informasi mengenai daerah-daerah di permukaan bumi (Prahasta, 2009).
Dengan demikian, basis analisis SIG adalah data spasial dalam data digital yang diperoleh
melalui data satelit atau data lain yang dilakukan digitasi (Budiyanto, 2002).
SIG mempunyai kemampuan untuk menghubungkan berbagai data pada suatu
titik tertentu di bumi, menggabungkan, menganalisis, dan akhirnya memetakan hasilnya.
Data yang diolah pada SIG adalah data spasial yaitu sebuah data yang berorientasi
geografis dan memiliki sistem koordinat tertentu sebagai dasar referensinya.
Sebagian besar data yang ditangani dalam SIG merupakan data spasial yaitu
sebuah data grafis yang mengidentifikasikan kenampakkan lokasi geografi berupa titik,
16

garis, dan polygon. Data spasial diperoleh dari peta yang disimpan dalam bentuk digital
(numerik) dan mempunyai dua bagian penting yang membuatnya berbeda dari data yang
lain, yaitu infomasi lokasi (spasial) dan informasi deskriptif (atribut). Informasi lokasi
(spasial) berkaitan dengan suatu koordinat baik koordinat geografi (lintang dan bujur) dan
koordinat XYZ. Informasi deskriptif (atribut) berkaitan dengan keterangan atau berupa
data kualitatif seperti jenis vegetasi, populasi, luasan, kode pos, dan sebagainya.
Informasi lokasi (spasial) memuat beberapa bentuk vektor yaitu titik (point), garis
(line/polyline), dan area (polygon). Informasi titik merepresentasikan grafis yang paling
sederhana bagi objek spasial. Bentuk ini tidak memiliki dimensi, tetapi apabila
ditampilkan dalam layar monitor dapat diidentifikasikan dengan symbol-simbol tertentu.
Skala peta juga akan menentukan suatu objek akan ditampilkan ke dalam bentuk titik atau
area.

Gambar 3 Contoh data spasial bentuk titik

Sumber: (Prahasta, 2009)

Informasi garis adalah bentuk geometri linear yang akan menghubungkan paling
sedikit dua titik dan digunakan untuk mempresentasikan objek-objek yang berdimensi
satu. Batas-batas objek geometri area juga merupakan garis-garis, demikian pula dengan
jaringan jalan, jaringan listrik, dan jaringan komunikasi, dan sebagainya dapat
direpresentasikan sebagai objek dengan bentuk geometri garis. Hal ini akan bergantung
pada skala peta yang menjadi sumbernya atau skala representasi akhirnya.
17

Gambar 4 Contoh data spasial bentuk garis

Sumber: (Prahasta, 2009)

Informasi area digunakan untuk merepresentasikan objek-objek dua dimensi.


Unsur-unsur spasial seperti danau, batas provinsi, batas kota, batas persil tanah milik
adalah beberapa contoh tipe entitas dunia nyata yang pada akhirnya akan
direpresentasikan sebagai objek-objek geometri area. Informasi area tetap saja
bergantung pada skala petanya atau sajian akhirnya untuk direpresentasikan.

Gambar 5 Contoh data spasial bentuk area

Sumber: (Prahasta, 2009)

Dalam SIG, data spasial dapat direpresentasikan menggunakan dua format yaitu
data vektor dan data raster. Data vektor merupakan bentuk bumi yang direpresentasikan
ke dalam kumpulan garis, area, titik, dan nodes (perpotongan antara dua garis). Data raster
atau biasa disebut dengan sel grid adalah data yang dihasilkan dari sistem penginderaan
jauh. Pada data raster, objek geografis direpresentasikan sebagai struktur sel grid yang
disebut dengan pixel. Resolusi pada data raster tergantung pada ukuran pixel-nya. Dengan
kata lain resolusi pixel menggambarkan ukuran sebenarnya dari permukaan bumi yang
diwakili oleh setiap pixel pada citra. Semakin kecil ukuran permukaan bumi yang
direpresentasikan oleh satu sel, semakin tinggi resolusinya. Data raster sangat baik untuk
merepresentasikan batas-batas yang berubah.
18

Gambar 6 Data Vektor dan Data Raster

Sumber: (Jati et al., 2020)

3.1.3. Tingkatan Parameter Tanah Longsor


Dalam mengevaluasi dan mengklasfikasikan potensial bahaya sesuai
tingkatannya, maka ada beberapa tahapan yang harus dilakukan. Tahapan diawali oleh
pengolahan dan karakteristik masing-masing parameter yang dilakukan dengan cara
pengharkatan terhadap proses terjadinya tanah longsor. Dalam menentukan zona rawan
longsor mengacu pada standar parameter yang digunakan oleh BNPB yang
memanfaatkan ketersediaan data tanpa melakukan survei lapangan. Data parameter yang
digunakan untuk melakukan analisis adalah data kontur atau citra DEM (Digital
Elevation Model), data geologi untuk mendapatkan jalur patahan atau sesar dengan
interpretasi morfologi. Data rata-rata curah hujan tahunan yang diperoleh dari BMKG
setempat. Dan Data Jenis Tanah yang digunakan untuk memperoleh informasi tekstur
tanah dan kedalaman tanah.

3.1.3.1. Kemiringan Lereng


Kemiringan lereng menunjukkan besarnya sudut lereng dalam persen atau derajat.
Tingkat kecuraman lereng jika dinyatakan dalam persen sebesar 100 persen yang sama
dengan kecuraman 45 derajat. Lereng atau tebing yang terjal akan memperbesar gaya
pendorong. Lereng yang terjal terbentuk karena adanya proses degradasi dan atau
agradasi. Semakin terjal lereng maka potensi terjadinya tanah longsor akan semakin
besar, walaupun jenis batuannya cukup berpengaruh untuk tidak terjadinya longsoran.
Parameter pembobotan kemiringan lereng menggunakan modifikasi dari BNPB sebagai
berikut.
19

Tabel 1 Kelas Kemiringan Lereng

KELAS NILAI
Data BOBOT SKOR
INFORMASI KEMAMPUAN

15 – 30% 1 0,25

30 – 50% 2 0,50
DEM/Kontur 0,35
50 – 70% 3 0,75

>70% 4 1,00

Sumber: (BNPB, 2016)

3.1.3.2. Arah Lereng (Aspect)


Arah lereng menunjukkan lokasi hadap lereng terhadap arah kompas. Sehingga,
arah lereng dikelaskan menjadi 9 arah lereng ditambahkan dengan kelas datar. Rentang
nilai setiap arahnya memiliki perbedaan skor sebesar 0,125 atau 22,5 o. Parameter
pembobotan arah lereng menggunakan modifikasi dari BNPB sebagai berikut.

Tabel 2 Kelas Arah Lereng

KELAS NILAI
Data BOBOT SKOR
INFORMASI KEMAMPUAN

Datar 0 0,000

Utara 1 0,125

Barat Laut 2 0,250

Barat 3 0,375

DEM/Kontur Timur Laut 4 0,05 0,500

Barat Daya 5 0,625

Timur 6 0,750

Tenggara 7 0,875

Selatan 8 1,000
20

Sumber: (BNPB, 2016)

3.1.3.3. Tipe Batuan


Pengkajian zona kerawanan tanah longsor menggunakan tipe batuan digunakan
untuk melihat jenis batuan daerah kajian dan mengetahui kestabilan tanah berdasarkan
tipe batuannya. Parameter pembobotan tipe batuan menggunakan modifikasi dari BNPB
sebagai berikut.

Tabel 3 Kelas Tipe Batuan

KELAS NILAI
Data BOBOT SKOR
INFORMASI KEMAMPUAN

Batuan
1 0,333
Alluvial

Batuan
Geologi 2 0,2 0,667
Sedimen

Batuan
3 1,000
Vulkanik

Sumber: (BNPB, 2016)

3.1.3.4. Tipe Tanah (Tekstur Tanah)


Tipe tanah atau tekstur tanah berpengaruh terhadap tingkat penyerapan ke dalam
tanah. Tekstur tanah jenis berliat akan semakin sukar melakukan penyerapan begitu
sebaliknya pada tekstur tanah berpasir. Parameter pembobotan tipe tanah atau tekstur
tanah menggunakan modifikasi dari BNPB sebagai berikut.

Tabel 4 Kelas Tipe Tanah (Tekstur Tanah)

KELAS NILAI
Data BOBOT SKOR
INFORMASI KEMAMPUAN

Berpasir 1 0,333

Tanah Berliat - 0,1


2 0,667
Berpasir
21

Berliat 3 1,000

Sumber: (BNPB, 2016)

3.1.3.5. Curah Hujan Tahunan


Tingkat curah hujan menjadi salah satu parameter yang digunakan dalam
penyusunan rawan bencana longsor. Ancaman tanah longsor biasanya dimulai pada awal
musim hujan atau ketika memiliki curah hujan yang cukup tinggi. Musim kemarau yang
panjang akan menyebabkan penguapan air di permukaan bumi dalam jumlah yang cukup
besar. Penguapan ini akan menyebabkan munculnya pori-pori atau rongga tanah sehingga
terjadi rekahan pada tanah. Pada saat hujan turun, air hujan akan masuk ke tanah melalui
rekahan-rekahan. Tanah pun akan cepat mengembang kembali. Dengan demikian,
kandungan air pada tanah akan menjadi jenuh. Hujan yang lebat pada awal musim akan
menimbulkan longsor karena melalui tanah yang merekah tersebut, air akan masuk dan
terakumulasi di bagian dasar lereng, sehingga meninmbulkan gerakan lateral. Parameter
pembobotan curah hujan tahunan menggunakan modifikasi dari BNPB sebagai berikut.

Tabel 5 Kelas Curah Hujan Tahunan

KELAS NILAI
Data BOBOT SKOR
INFORMASI KEMAMPUAN

<2000 mm 1 0,333

2000 – 3000
Hidrologi 2 0,2 0,667
mm

>3000 mm 3 1

Sumber: (BNPB, 2016)

3.1.4. Analisis Overlay


Analisis spasial adalah teknik yang melibatkan sejumlah hitungan dan evaluasi
logika matematis dalam rangka menemukan hubungan atau pola yang terdapat di antara
unsur-unsur spasial (Prahasta, 2009). Analisis overlay adalah sebuah metode dengan cara
menjumlahkan semua nilai kelas pembobotan poligon parameter yang akan digunakan
yang terdiri dari beberapa layer, lalu total nilai poligon tersebut akan diklasifikasikan
sesuai dengan ketentuan. Secara umum, teknis mengenai analisis overlay terbagi dalam
format data vektor dan raster. Pada pemetaan ini digunakan analisis overlay vektor.
22

Pada vektor, SIG membagi menjadi 2 cara yaitu intersect dan union. Pada
intersect, layer 2 akan memotong layer 1 untuk menghasilkan layer output yang berisi
atribut dari tabel milik layer 1 dan tabel atribut milik layer 2. Pada union, analisis
mengombinasikan unsur-unsur spasial baik layer 1 maupun layer 2 untuk menghasilkan
layer baru yang berdomain spasial terluas. Layer baru yang dihasilkan akan berisi atribut
yang berasal dari kedua tabel atribut.

3.2. Deskripsi Pekerjaaan


Pelaksanaan kerja praktik dilakukan selama dua bulan terhitung sejak 4 – 29
Januari 2021 dan 1 – 26 Maret 2021.
Tabel 6 Deskripsi Kegiatan Kerja Praktik

No Hari, Tanggal Kegiatan

1 Senin, 4 Januari  Pengenalan pekerjaan dan institusi BPBD Kab.


2021 Semarang
 Studi literasi kerja praktik terdahulu dan Jurnal
Penanggulangan Bencana

2 Selasa, 5 Januari  Survei lokasi kejadian tanah longsor di Jalan


2021 Poros di Desa Branjang, Ungaran Timur

3 Rabu, 6 Januari  Survei lokasi kejadian bencana alam tanah


2021 longsor dan banjir Dusun Blimbing, Desa
Sidoharjo, Kec. Susukan
 Survei lokasi terjadi longsor pada talut sebelah
barat Puskesmas Pembantu Tukang di Dusun
Sindon Desa Tukang Kec. Pabelan
 Pendataan Logistik
4 Kamis, 7 Januari  Survei lokasi kejadian bencana alam tanah
2021 longsor di Desa Duren, Kec. Tengaran

5 Jumat, 8 Januari  Pemusnahan logistik yang kedaluwarsa


2021
23

6 Senin, 11 Januari  Pendistribusian logistik ke daerah terdampak


2021 bencana tanah longsor di Harjosari, Kec. Bawen
 Survei lokasi kejadian tanah longsor di
Harjosari, Kec. Bawen
 Survei lokasi kejadian tanah longsor di Jalan
Raya di Dusun Tegalor Wetan, Desa Kebumen,
Kec. Banyubiru

7 Selasa, 12  Mengumpulkan data parameter untuk bencana


Januari 2021 tanah longsor
 Mengolah data administrasi Kabupaten
Semarang untuk pemetaan bencana tanah
longsor
 Penyusunan laporan KP

8 Rabu, 13 Januari  Pendataan logistik gudang


2021  Pendistribusian logistik ke daerah terdampak
bencana tanah longsor di Tolokan, Kec. Getasan
 Survei lokasi kejadian tanah longsor di Tolokan,
Kec. Getasan
9 Kamis, 14  Mengumpulkan data parameter untuk bencana
Januari 2021 tanah longsor
 Mengolah data geologi Kabupaten Semarang
untuk pemetaan bencana tanah longsor
 Penyusunan laporan KP

10 Jumat, 15  Mengumpulkan data parameter untuk bencana


Januari 2021 tanah longsor
 Mengolah data geologi Kabupaten Semarang
untuk pemetaan bencana tanah longsor
 Penyusunan laporan KP

11 Senin, 18 Januari  Pengerjaan powerpoint presentasi magang


2021  Pengerjaan laporan KP
24

 Survei lokasi kejadian tanah longsor di


Tempuran, Kec. Bringin

12 Selasa, 19  Pendistribusian bantuan berupa asbes yang


Januari 2021 terdampak bencana tanah longsor
 Penyiapan logistik untuk bantuan terdampak
bencana kebakaran di Pabelan

13 Rabu, 20 Januari  Presentasi Magang


2021  Mengolah data jenis tanah
 Menyunting Sistem Informasi Pembangunan
Daerah (SIPD)

14 Kamis, 21  Menyunting Sistem Informasi Pembangunan


Januari 2021 Daerah (SIPD)
 Membuat Usulan Kegiatan dan Rehabilitasi dan
Rekonstruksi BPBD untuk Tahun 2022

15 Jumat, 22  Mengolah data jenis tanah


Januari 2021  Membuat Usulan Kegiatan dan Rehabilitasi dan
Rekonstruksi BPBD untuk Tahun 2022

16 Senin, 25 Januari  Pendataan logistik yang terdistribusi


2021  Pembuatan Program/Kegiatan Badan
Penanggulangan Bencana Daerah Tahun 2021
 Mengolah data DEM SRTM
 Me-layout Peta Tekstur Tanah dan Peta Tipe
Batuan

17 Selasa, 26  Mengolah data titik kejadian tanah longsor tahun


Januari 2021 2019
 Mengolah data DEM SRTM

18 Rabu, 27 Januari  Penyerahan Bantuan Sosial Kepada Masyarakat yang


2021 Terkena Bencana Tahun Anggaran 2021 melalui
Wakil Bupati Kabupaten Semarang
25

 Scanning Nota Dinas

19 Kamis, 28  Pembuatan RAB Penanganan Kedaruratan


Januari 2021 Bencana
 Mengolah data CHIRPS untuk curah hujan
tahunan
 Me-layout Peta Curah Hujan Tahunan, Peta
Kemiringan Lereng dan Peta Arah Lereng
20 Jumat, 29  Pembuatan RAB Penanganan Kedaruratan
Januari 2021 Bencana
 Survei lokasi kejadian bencana tanah longsor di
Leyangan, Ungaran Timur.

3.3. Metode Pengerjaan


Penerapan metode yang digunakan untuk melakukan pemetaan rawan longsor
menggunakan overlay analysis. Analisis overlay adalah sebuah metode dengan cara
menjumlahkan semua nilai kelas pembobotan poligon parameter yang akan digunakan
yang terdiri dari beberapa layer, lalu total nilai poligon tersbeut akan diklasifikasikan
sesuai dengan ketentuan.. Proses overlay dilakukan berdasarkan standar BNPB dengan
metode deterministik, yang memanfaatkan ketersediaan data tanpa melakukan survei
lapangan untuk pencarian data. Proses dilakukan dengan menggunakan langkah kerja
diagram alir dan alat serta bahan yang dideskripsikan dalam bentuk tabel sebagai berikut.

3.3.1. Alat
Tabel 7 Alat yang digunakan dalam penelitian

No Nama Fungsi

1. Laptop Mengoperasikan dan mengolah data


Spesifikasi penelitian
Merk : ASUS
Processor : Intel® Core™ i5-
8265U CPU @ 1.60GHz 1.80GHz
RAM : 8 GB
26

System type : 64-bit


OS : Windows 10 Home
Single Language
2. Mouse Memudahkan dalam mengoperasikan
software sebagai perintah pointer pada
komputer

3. Software ArcMap 10.8 Memanipulasi, mengolah dan


menganalisis data penginderaan jauh
sehingga menghasilkan peta rawan
longsor melalui metode overlay.

4. Flashdisk/ Harddisk Untuk menyalin data citra dari BPBD,


data administrasi, jalan, dan sungai.

5. Microsoft Word 2019 Untuk menuliskan hasil penelitian

6. ArcGIS Online Untuk mengolah data dan pembuatan


geoportal

7. CorelDraw X7 Untuk pembuatan poster

3.3.2. Bahan
Tabel 8 Bahan yang digunakan dalam penelitian

No Nama Fungsi

1. Peta Administrasi Kabupaten Digunakan sebagai batas wilayah


Semarang Skala 1:25.000 area kajian dan menampilkan batas
Sumber data: administrasi wilayah
Review Batas Desa, BIG Tahun
2018
2. Data Digital Elevation Model Digunakan untuk membuat
(DEM) SRTM Resolusi 30 meter kemiringan lereng
Provinsi Jawa Tengah
Sumber data:
27

Diperoleh dari Laman resmi USGS


(https://earthexplorer.usgs.gov/)
3. Peta Geologi Lembar Magelang dan Digunakan untuk menentukan arah
Semarang Skala 1:100.000 patahan atau sesar
Sumber data:
Dinas ESDM Provinsi Jawa Tengah
Tahun 2018
4. Data Curah Hujan Tahunan Digunakan untuk menentukan curah
Sumber data: hujan di area kajian
diperoleh dari dari Badan
Meteorologi Klimatologi dan
Geofisika Semarang
5. Data Jenis Tanah Kabupaten Digunakan untuk menentukan
Semarang Skala 1:50.000 tekstur tanah dan kedalaman tanah
Sumber data:
Dinas BPN Provinsi Jawa Tengah
Tahun 2018
6. Data Kejadian Tanah Longsor di Digunakan untuk acuan pembuatan
Kecamatan Banyubiru peta rawan longsor
Sumber data:
diperoleh dari Badan
Penanggulangan Bencana Daerah
Kabupaten Semarang 2019
7. Kecamatan Banyubiru Dalam Angka Digunakan untuk mengetahui data-
2019 data Kecamatan Banyubiru
Sumber data:
diperoleh dari laman web BPS
Kabupaten Semarang
(https://semarangkab.bps.go.id/publ
ication)
28

3.3.3. Langkah Kerja Diagram Alir


29

3.4. Hasil dan Pembahasan


3.4.1. Hasil
3.4.1.1. Peta Tingkat Kerawanan Tanah Longsor Kabupaten Semarang (Terlampir)
3.4.1.2. Peta Parameter Arah Lereng Kabupaten Semarang (Terlampir)
3.4.1.3. Peta Parameter Curah Hujan Tahunan Kabupaten Semarang (Terlampir)
3.4.1.4. Peta Parameter Kemiringan Lereng Kabupaten Semarang (Terlampir)
3.4.1.5. Peta Parameter Tekstur Tanah Kabupaten Semarang (Terlampir)
3.4.1.6. Peta Parameter Tipe Batuan Kabupaten Semarang (Terlampir)
3.4.1.7. Formulir Lapor! Tanah Longsor Kabupaten Semarang (ArcGIS Survey123)
3.4.1.8. WebApp Kerawanan Tanah Longsor Kabupaten Semarang (ArcGIS Web App)
3.4.1.9. Narrative Data Informasi Kerawanan Tanah Longsor Kabupaten Semarang
(ArcGIS StoryMaps)
3.4.1.10. Geoportal Si Tangkas: Informasi Tanah Longsor Kabupaten Semarang (ArcGIS
Hub)
3.4.1.11. Poster Si Tangkas: Informasi Tanah Longsor Kabupaten Semarang (Terlampir)

3.4.2. Pembahasan
Kabupaten Semarang adalah salah satu kabupaten di Jawa Tengah yang memiliki
potensi bahaya bencana. Menurut BPBD Kabupaten Semarang tahun 2019, bencana
dengan intensitas terbanyak adalah tanah longsor sebanyak 69 kejadian. Beberapa
kejadian sempat menimbulkan kerusakan dan kerugian hingga terdapat korban jiwa.
Tanah longsor disebabkan oleh beberapa faktor seperti kemiringan lereng yang
curam, tipe penyusunan batuan yang mulai rapuh, curah hujan yang tinggi, jenis tanah
yang sukar menyerap air dan sebagainya. Dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana
(BNPB), menyebutkan bahwa ada 8 parameter utama terjadinya tanah longsor yang
meliputi, kemiringan lereng (slope), arah hadap lereng (aspect), panjang atau bentuk
lereng (curvature), tekstur tanah, kedalaman tanah (solum), tipe batuan, jarak dari patahan
atau sesar, dan curah hujan tahunan. Setiap daerah memiliki penyebab dominannya
masing-masing. Menurut BPBD Kabupaten Semarang, faktor utama dalam longsor yang
cocok dengan daerah tersebut adalah kemiringan lereng (slope), arah hadap lereng
(aspect), tekstur tanah, tipe batuan, dan curah hujan tahunan.
30

Gambar 7 Hasil Pengolahan Kemiringan Lereng

Sumber: Hasil Pengolahan, 2021

Kemiringan lereng adalah kenampakan permukaan bumi disebabkan karena


adanya perbedaan ketinggian antara 2 tempat. Daerah dengan permukaan datar akan
memiliki slope yang rendah. Penyusunan peta kemiringan lereng diolah berdasarkan nilai
dan bobot dari BNPB sehingga menghasilkan 4 kelas kemiringan lereng. Pemetaan
kemiringan lereng menghasilkan kelas datar-bergelombang dengan luas 88.963 hektar,
kelas landai dengan luas 8507,78 hektar, kelas curam dengan luas 2399,03 hektar, dan
kelas sangat curam dengan luas 1106,01 hektar.
Sesuai dengan kenampakan pada data DEM yang diolah menjadi hillshade,
Kabupaten Semarang didominasi dengan kemiringan lereng datar-bergelombang. Banyak
perbukitan di beberapa tempat seperti Kendeng dan Kelir. Kelas kemiringan lereng curam
dan sangat curam didominasi di wilayah pegunungan seperti Gunung Ungaran, Gunung
Merbabu, dan Gunung Telomoyo. Hal ini dapat meningkatkan resiko terjadinya tanah
longsor.
31

Gambar 8 Hasil Pengolahan Arah Lereng

Sumber: Hasil Pengolahan, 2021

Arah hadap lereng atau aspect akan memberikan pengaruh secara tidak langsung
terhadap besaran tanah longsor. Arah lereng akan menentukan besarnya jumlah
penyinaran matahari yang akan mempengaruhi terjadinya pelapukan. Arah hadap lereng
dikelaskan menjadi 9 kelas yaitu datar, utara, barat laut, barat, timur laut, barat daya,
timur, tenggara, dan selatan. Berdasarkan pemetaan arah hadap lereng, Kabupaten
Semarang didominasi dengan lereng menghadap utara. Dari acuan BNPB, arah utara
memiliki nilai kemampuan 1, sehingga dapat disimpulkan arah hadap lereng kurang
berpengaruh besar terhadap tingkat longsor di Kabupaten Semarang.
Tekstur tanah didapatkan dari data jenis tanah. Tekstur tanah dikelaskan menjadi
3 yaitu berliat, berliat-berpasir, dan berpasir. Tekstur tanah berliat akan semakin sukar
melakukan penyerapan begitu sebaliknya pada tekstur tanah berpasir. Berdasarkan hasil
pemetaan tekstur tanah, Kabupaten Semarang didominasi dengan berliat. Dari bobot dan
nilai BNPB, tekstur berliat memiliki nilai kemampuan 3 yang berarti rentan terjadi tanah
longsor.
32

Gambar 9 Hasil Pengolahan Tekstur Tanah

Sumber: Hasil Pengolahan, 2021

Tekstur berliat memiliki luas 75.554,25 hektar, tekstur berpasir memiliki luas
16.573,22 hektar, dan tekstur berliat-berpasir memiliki luas 12.125,11 hektar. Jika dilihat
dari hasil, maka tekstur tanah berpengaruh dominan dalam terjadinya tanah longsor. Jika
dilihat dari topografi, Kabupaten Semarang didominasi daerah curam pada tekstur
berliatnya. Di daerah pegunungan lereng atas didominasi kelas berliat-berpasir.
Sedangkan pada daerah datar lebih bertekstur berpasir. Hal ini bisa dilakukan mitigasi
sejak dini terkait pemanfaatan dan pemilihan tekstur dan jenis tanah.
Tipe batuan berpengaruh terhadap kestabilan tanah. Tipe batuan dikelompokkan
menjadi 3 kelas yaitu, tipe batuan aluvial, tipe batuan sedimen, dan tipe batuan vulkanik.
Berdasarkan pemetaan tipe batuan, Kabupaten Semarang didominasi dengan tipe batuan
vulkanik.
Tipe batuan vulkanik memiliki luas 74.665,82 hektar, tipe batuan sedimen
memiliki luas 4.053,577 hektar, dan tipe batuan aluvial memiliki luas 23.125,48 hektar.
Dari acuan BNPB, nilai dan bobot tipe vulkanik memiliki nilai kemampuan 3, sehingga
33

rentan terjadinya tanah longsor. Hal ini dapat pula dijadikan upaya mitigasi dini untuk
berhati-hati pada lokasi bertipe vulkanik.

Gambar 10 Hasil Pengolahan Tipe Batuan

Sumber: Hasil Pengolahan, 2021

Curah hujan tahunan dikelompokkan menjadi 3 kelas berdasarkan BNPB, yaitu


<2000 mm, 2000 – 3000 mm, dan >3000 mm. Kabupaten Semarang didominasi dengan
curah hujan tahunan pada kelas 2000 – 3000 mm. Curah hujan ini hampir merata di
seluruh Kabupaten Semarang. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa curah hujan
tahunan cukup berpengaruh terhadap kejadian tanah longsor.
34

Gambar 11 Hasil Pengolahan Curah Hujan Tahunan

Sumber: Hasil Pengolahan, 2021

Kelima parameter tanah longsor selanjutnya akan dilakukan pemrosesan spasial


dengan metode overlay analysis. Metode tumpangsusun layer ini dilakukan dengan
menjumlahkan nilai total dari masing-masing parameter. Sebelumnya, setiap parameter
dilakukan perkalian untuk memperoleh nilai total. Metode ini harus dilakukan dalam
ukuran piksel yang sama. Metode overlay analysis dilakukan untuk menghasilkan
informasi baru berupa tingkat kerawanan tanah longsor.
Tingkat kerawanan tanah longsor diklasifikasikan menjadi 5 kelas yaitu sangat
rendah, rendah, sedang, tinggi, dan sangat tinggi. Pengkelasan dilakukan dengan acuan
BNPB. Berdasarkan pemetaan menggunakan metode overlay analysis, Kabupaten
Semarang didominasi dengan kelas rendah hingga sedang tingkat rawan longsornya.
35

Gambar 12 Hasil Pengolahan Kerawanan Tanah Longsor

Sumber: Hasil Pengolahan, 2021


Luas rawan longsor sangat rendah 17.769,7 hektar, luas rawan longsor kelas
rendah 47.473,8 hektar, luas rawan longsor kelas sedang 31.875,7 hektar, kelas tinggi
pada rawan longsor seluas 3.164, 19 hektar, dan luas rawan longsor pada kelas sangat
tinggi 581,276 hektar. Kelas sangat rendah didominasi pada daerah topografi datar yaitu
dominan di sekitar Danau Rawa Pening dan Kecamatan Pringapus. Kelas sangat tinggi
didominasi pada daerah lereng pegunungan dan perbukitan.
Berdasarkan hasil pengolahan tingkat kerawanan tanah longsor terdapat beberapa
kecamatan yang memiliki kerawanan tinggi seperti Kecamatan Getasan, Kecamatan
Banyubiru, Kecamatan Ungaran Barat, Kecamatan Bandungan, dan Kecamatan Jambu.
Kecamatan dengan wilayah rawan terdampak longsor terendah pada Kecamatan
Pringapus, Kecamatan Bringin, dan Kecamatan Bancak. Pemetaan ini dapat digunakan
36

sebagai acuan dalam mitigasi bencana. Masyarakat harus tetap waspada sekalipun
daerahnya berada pada kelad kerawanan rendah.
Perkembangan komunikasi dan informasi saat ini sudah mulai berkembang. Hal
ini didukung dengan meningkatnya penggunaan media sosial dan internet. Media online
dapat juga dimanfaatkan untuk mitigasi kebencanaan. Sudah banyak berbagai platform
yang dikembangkan untuk diseminasi informasi seperti ArcGIS Online yang dibuat oleh
Esri. Media lain yang dapat digunakan sebagai penyebaran informasi adalah instagram,
facebook, twitter, linkedin dan sebagainya.
ArcGIS Online adalah sebuah mapping platform atau sistem pemetaan online
yang dibuat oleh Perusahaan Esri. ArcGIS Online memiliki berbagai fungsi untuk
melakukan pemetaan seperti inputing data, pengolahan analisis, layouting,
geovisualisasi, dan diseminasi. Proses diseminasi informasi dilakukan dengan
memanfaatkan aplikasi di ArcGIS Online dengan ArcGIS-Hub yang memuat beberapa
aplikasi yaitu WebApp, Survey123, dan StoryMaps.

Gambar 13 Tampilan WebApp

Sumber: Hasil Pengolahan, 2021

WebApp dibuat berdasarkan informasi yang telah dibuat menggunakan ArcMap


(ArcGIS Desktop). Aplikasi ini berguna untuk visualisasi secara online mengenai tingkat
kerawanan tanah longsor Kabupaten Semarang. Terdapat beberapa tools lain yang dapat
mempermudah dalam mengetahui informasi seperti Basemap Gallery yang digunakan
untuk mengganti latar belakang dari peta, Near Me yang dapat digunakan untuk
mengetahui kondisi sekitar berdasarkan lokasi pengguna, My Location yang digunakan
37

untuk mendeteksi lokasi pengguna menggunakan GPS aktif, dan Zoom-in dan Zoom-out
yang berguna untuk memperbesar dan memperkecil tampilan aplikasi.

Gambar 14 Tampilan Survey123

Sumber: Hasil Pengolahan, 2021

Survey123 adalah formulir secara online yang dapat diintegrasikan secara spasial.
Aplikasi ini digunakan untuk membuat laporan kejadian tanah longsor di Kabupaten
Semarang. Fitur yang digunakan dalam aplikasi ini adalah disempatkan titik lokasi tanah
longsor, foto kejadian dan laporan singkat. Hal ini akan mempermudah pekerjaan pelapor
dan dengan yang dilaporkan dalam hal ini pemerintah daerah.

Gambar 15 Tampilan StoryMaps

Sumber: Hasil Pengolahan, 2021

StoryMaps adalah salah satu aplikasi berbasis online yang dapat digunakan untuk
bercerita berbasis spasial atau peta. Salah satu keunggulan dari aplikasi ini adalah dapat
menambahkan peta ke dalam cerita atau naratif sehingga dapat lebih interaktif antara
pembuat dan pembaca storymaps. Aplikasi ini selanjutnya bercerita mengenai latar
38

belakang dari kejadian tanah longsor, pemetaan tanah longsor dan beberapa kejadian
tanah longsor di tahun 2021. StoryMaps juga dapat membantu para pembaca yang kurang
bisa memahami peta tetap dapat mendapatkan informasi mengenai tanah longsor di
Kabupaten Semarang.
Aplikasi pada ArcGIS Online dapat dikemas lagi dalam satu platform sehingga
para pengguna tetap dapat menggunakannya secara mudah dengan memanfaatkan
ArcGIS-Hub. Ketiga aplikasi yang sebelumnya telah dibuat, kemudian disatukan dalam
satu Hub agar lebih interaktif.

Gambar 16 Tampilan ArcGIS-Hub

Sumber: Hasil Pengolahan, 2021

Platform ini selanjutnya diberi nama Si Tangkas: Informasi Tanah Longsor


Kabupaten Semarang. Si Tangkas juga memuat informasi yang didukung dengan BPBD
Kabupaten Semarang seperti informasi langsung dan pengelolaan media sosial BPBD
Kabupaten Semarang. Si Tangkas diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat luas
untuk sistem tanggap darurat bencana tanah longsor Kabupaten Semarang.
BAB IV

PENUTUP

4.1. Kesimpulan
4.1.1. Berdasarkan pengolahan data parameter deterministik BNPB dengan
menggunakan metode overlay analysis diperoleh 5 kelas kerawanan tanah longsor
yaitu sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, sangat tinggi. Kabupaten Semarang
didominasi pada kelas rendah hingga sedang. Luas kelas sangat rendah 17.769,7
hektar, luas rawan longsor kelas rendah 47.473,8 hektar, luas kelas sedang
31.875,7 hektar, luas kelas tinggi 3.164,19 hektar, dan luas kelas sangat tinggi
terjadi tanah longsor sebesar 581,276 hektar.
4.1.2. Diseminasi informasi kerawanan tanah longsor dilakukan dengan media online.
Pembuatan WebGIS Si Tangkas memuat informasi histori kejadian tanah longsor
tahun 2019 yang dapat digunakan sebagai informasi kewaspadaan dan terdapat
informasi kelas kerawanan tanah longsor yang telah dipetakan sebagai bentuk
mitigasi. Si Tangkas juga dapat digunakan sebagai pelaporan kejadian tanah
longsor secara langsung menggunakan Survey123. Selain itu, terdapat StoryMaps
yang dapat menceritakan informasi tanah longsor secara interaktif berbasis
spasial.

4.2. Saran
4.2.1. Pemetaan kerawanan tanah longsor untuk kedepannya dapat mencoba
memanfaatkan seluruh data acuan BNPB yaitu kemiringan lereng (slope), arah
hadap lereng (aspect), panjang atau bentuk lereng (curvature), tekstur tanah,
kedalaman tanah (solum), tipe batuan, jarak dari patahan atau sesar, dan curah
hujan tahunan.
4.2.2. Platform Si Tangkas dapat dikembangkan lagi sesuai dengan kebutuhan insidentil
dan didukung oleh pemerintah daerah sebagai bentuk mitigasi bencana tanah
longsor.

39
DAFTAR PUSTAKA

Annisa, J., Sutikno, S., & Rinaldi. (2015). Analisis Daerah Rawan Longsor Berbasis
Sistem Imformasi Geografis (Studi Kasus : Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera
Barat). Jurnal Online Mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Riau, 2(2), 1–8.
https://www.neliti.com/publications/203168/analisis-daerah-rawan-longsor-
berbasis-sistem-imformasi-geografis-studi-kasus-ka

BNPB. (2016). Risiko bencana Indonesia.

BPBD Kab. Semarang. (2019). Buku Data Kejadian Bencana Kabupaten Semarang
Tahun 2019. Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Semarang.

Budiyanto, E. (2002). Sistem Informasi Geografis Menggunakan ARC VIEW GIS. ANDI
Yogyakarta.

Hardiyatmo, H. C. (2006). Penanganan Tanah Longsor dan Erosi. Gadjah Mada


University Press.

Hermon, D. (2015). Geografi Bencana Alam (p. 250).

Jati, V. J., Kusumayudha, S. B., Cahyadi, T. A., Bencana, M., & Yogyakarta, U. P. N. V.
(2020). APLIKASI BAND RATIO NDMI CITRA LANDSAT 8 DALAM PENENTUAN
ZONA RAWAN LONGSOR DENGAN METODE OVERLAY ANALYSIS. 5(1), 37–
44.

Nugroho, J. A., Sukojo, B. M., & Sari, I. (2009). Pemetaan Daerah Rawan Longsor
dengan Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis. ITS Library, 9.
http://digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-10147-Paper.pdf

Permadi, M. G., Tjahjono, B., & Baskoro, D. P. T. (2018). Identifikasi Daerah Risiko
Bencana Longsor Di Kota Bogor. Jurnal Ilmu Tanah Dan Lingkungan, 20(2), 86–
94. https://doi.org/10.29244/jitl.20.2.86-94

40
41

Prahasta, E. (2009). Sistem Informasi Geografis Konsep-Konsep Dasar (Perspektif


Geodesi & Geomatika) (Edisi Revi). Penerbit Informatika.

Pratama, A. (2015). Studi Kawasan Kerentanan Longsor pada Ruas Jalan Poros Malino-
Tondong Kabupaten Gowa-Sinjai dengan Menggunakan Aplikasi ArcGis. Tugas
Akhir.

Ramlan, A., & Solle, M. S. (2015). Dinamika dan Proyeksi Perubahan Penggunaan Lahan
di Kawasan Peri-Urban Kota Makassar ( Kawasan Mamminasata ). Proceedings
Conference of Indonesia Society for Remote Sensing The 20th, 57–67.

Sutikno. (1999). Penanggulangan Tanah Longsor. Balai Penyuluhan Bencana Alam


Gerakan Tanah.
LAMPIRAN

42
DOKUMENTASI KEGIATAN

Survei dan Assessment Kejadian Tanah Longsor di Jalan Poros di Desa Branjang, Ungaran Timur
Pemusnahan logistik yang kedaluwarsa
Pendataan logistik
Survei dan Assessment Kejadian Tanah Longsor di Tempuran, Kec. Bringin

Anda mungkin juga menyukai