Anda di halaman 1dari 13

MODUL 3 KB 3 : PERSEDIAAN BARANG DAGANGAN

KEGIATAN BELAJAR 3

Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan :


Menerapkan prinsip dan prosedur pencatatan transaksi keuangan perusahaan dagang

Pokok-pokok Materi :
1. Metode Pencatatan Periodik
2. Metode Pencatatan Perpetual
3. Asumsi arus biaya
4. Identifikasi Khusus (Specific Identification)
5. Rata-rata (Average)
6. Masuk Pertama Keluar Pertama (First In First Out/FIFO)
7. Masuk Terakhir Keluar Pertama (Last In First Out/LIFO)

Uraian Materi
A. Pendahuluan
Saat ini di Indonesia sudah tersebar sangat banyak perusahaan dagang seperti
dealer, toserba, toko kelontong, pasar, dan lain sebagainya. Berbagai usaha perdagangan
sudah menjamur di masyarakat baik yang sudah berkembang menjadi perusahaan besar
maupun yang masih menjadi perusahaan kecil dengan bermacam-macam produk yang
dijual. Demi kelancaran dan kemajuan bagi perusahaan dagang, diperlukan pencatatan
berbagai transaksi yang terjadi di perusahaan untuk menyusun laporan keuangan
sehingga dapat diketahui perkembangan dari perusahaan tersebut. Dalam praktiknya ada
dua metode pencatatan akuntansi terhadap persediaan (persediaan barang dagangan) yang
mempengaruhi prosedur akuntansinya, yaitu metode periodik/fisik dan metode perpetual.

Pada metode periodik kartu persediaan tidak diselenggarakan sehingga pada akhir
perioda harus dilakukan perhitungan fisik yang bertujuan untuk menentukan persediaan
akhir, sedangkan pada metode perpetual, setiap jenis persediaan dibuatkan satu kartu
yang memonitor perubahan fisik persediaan dan biaya perolehannya. (Sodikin & Riyono,
2016).
MODUL 3 KB 3 : PERSEDIAAN BARANG DAGANGAN
B. Metode Periodik

Metode periodik, jumlah persediaan ditentukan secara berkala (periodik) dengan


melakukan penghitungan fisik dan mengalikan jumlah unit tersebut dengan harga satuan
untuk memperoleh nilai persediaan yang ada pada saat itu. Dalam metode ini, setiap kali
ada pembelian persediaan akan dicatat pada akun Pembelian. Sedangkan pada saat
penjualan hanya dibukukan Penjualan sejumlah harga penjualan, dan tidak dihitung harga
pokok penjualan untuk setiap transaksi. Pada akhir periode usaha untuk menyusun
laporan keuangan, harus dilakukan perhitungan fisik persediaan untuk mengetahui nilai
Persediaan Akhir dan Harga Pokok Penjualan.

Ilustrasi Metode Periodik :

Toko Cat Panca Warna selama Januari 2017 menunjukkan saldo persediaan dan
transaksi perdagangan cat Vinex sebagai berikut:

Persediaan Awal 1 Januari Berdasarkan perhitungan fisik akhir tahun lalu pada
tanggal 31 Desember 2016 adalah 100 kaleng @ Rp30.000,00 = Rp3.000.000,00

Pembelian kredit selama Januari 1.000 kaleng harga jual @ Rp30.000=Rp30.000.000

Keterangan D/K Debit (Rp) Kredit (Rp)


Pembelian D 30.000.000
Utang Usaha K 30.000.000
Penjualan tunai selama Januari 800 kaleng harga jual @ Rp35.000 = Rp28.000.000

Keterangan D/K Debit (Rp) Kredit (Rp)


Kas D 28.000.000
Penjualan K 28.000.000

Pada akhir Januari 2017 untuk menyusun laporan keuangan, harus dilakukan
perhitungan fisik persediaan. Dari perhitungan fisik diketahui persediaan akhir adalah
sebanyak 300 kaleng. Nilai persediaan akhir dengan demikian adalah Rp 9.000.000,00
(300 x Rp30.000,00).

Berdasarkan data tersebut di atas maka dapat dilakukan perhitungan Persediaan


akhir dan Harga Pokok Penjualan selama Januari 2017 sebagai berikut:
MODUL 3 KB 3 : PERSEDIAAN BARANG DAGANGAN
Persediaan Awal 1 Januari 2017 Rp 3.000.000,00
Ditambah: Pembelian 30.000.000,00
Persediaan yang tersedia untuk dijual selama periode Rp33.000.000,00
Dikurangi: Persediaan Akhir ( 9.000.000,00)
Harga Pokok Penjualan Rp 24.000.000,00
=============
Berdasarkan perhitungan tersebut dilakukan ayat jurnal penyesuaian sebagai berikut:

Keterangan D/K Debit (Rp) Kredit (Rp)


Persediaan Akhir D 9.000.000
Harga Pokok Penjualan D 24.000.000
Persediaan Awal K 3.000.000
Pembelian K 30.000.000

Kelebihan penggunaan metode periodik adalah mudah untuk diterapkan.


Sedangkan kelemahannya adalah perusahaan tidak mengetahui dengan pasti kuantitas
dan total biaya perolehan persediaan sampai dilakukannya penghitungan fisik.

Berikut penjelasan akuntansi pembelian dan penjualan barang dagangan


dengan menggunakan sistem periodik.

1. Persediaan dan Pengadaan


Berikut merupakan akun-akun yang digunakan untuk mencatat kegiatan pengadaan
barang dagangan :
a. Persediaan
Akun ini digunakan untuk mencatat nilai persediaan yang masih tersisa pada awal
dan akhir perioda. Di dalam akun ini, pembelian dan penjualan yang
mengakibatkan bertambah dan berkurangnya persediaan tidak dicatat, namun
penambahan dan pengurangan yang timbul dari setoran tambahan dan
pengambilan pribadi pemilik dicatat.
b. Pembelian
Akun ini digunakan untuk mencatat jumlah harga beli barang dagangan yang
dibeli selama satu perioda. Harga beli adalah harga beli bersih diluar trade
discount.
MODUL 3 KB 3 : PERSEDIAAN BARANG DAGANGAN
c. Biaya Angkut Pembelian/Pengangkutan Pembelian
Akun ini digunakan untuk mencatat jumlah biaya angkut barang – barang yang
dibeli jika ditanggung oleh perusahaan. Di dalam laporan laba rugi, akun ini
dilaporkan sebagai penambah akun pembelian (adjunct account → akun bersifat
menambah akun lain).
d. Potongan Pembelian
Akun ini digunakan untuk mencatat potongan harga yang diterima dari penjual
karena perusahaan membayar harga barang dalam masa potongan (potongan
tunai).
Potongan pembelian dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Trade discount adalah potongan harga yang diberikan oleh penjual dari harga
resmi yang tertera pada daftar harga atau katalog. Alasan pemberian potongan
ini karena pembelian dalam partai besar, dan bisa juga karena harga beli dari
pemasok sering berfluktuasi sehingga harga jual harus sering disesuaikan.
2. Cash discount adalah potongan yang diberikan oleh penjual kepada pembeli
karena pembeli membayar dalam masa potongan tunai sebagaimana tertera
dalam syarat pembayaran.
e. Retur Pembelian
Akun ini digunakan untuk mencatat jumlah harga barang yang dikembalikan
kepada pemasok karena alasan tertentu.

2. Kegiatan Penjualan
Akun – akun yang digunakan untuk mencatat penjualan bagi perusahaan yang
menggunakan metode pencatatan persediaan barang dagangan periodik :
a. Penjualan
Akun ini digunakan untuk mencatat pendapatan dari penjualan barang dagangan.
Jumlah yang dicatat dalam akun ini adalah sebesar harga jual yang dibebankan
kepada pelanggan di luar trade discount, bukan sebesar biaya perolehan dari
barang yang dijual tersebut.
b. Potongan Penjualan
Akun ini digunakan untuk mencatat jumlah potongan tunai atau cash discount yang
diberikan kepada pelanggan karena dia membayar dalam masa potongan
sebagaimanan tertera dalam syarat pembayaran.
MODUL 3 KB 3 : PERSEDIAAN BARANG DAGANGAN
c. Retur Penjualan
Akun ini digunakan untuk mencatat jumlah harga barang yang diterima kembali
dari pelanggan karena alasan tertentu, seperti misalnya barang tidak cocok dengan
pesanan.
d. Biaya/Beban Angkut Penjualan
Akun ini digunakan untuk mencatat jumlah beban pengangkutan barang-barang
yang dijual yang ditanggung perusahaan. Akun ini dilaporkan di laporan Laba Rugi
bukan sebagai pengurang akun penjualan, melainkan sebagai satu pos dalam
kelompok beban pemasaran/penjualan .
e. Harga Pokok Penjualan
Akun ini digunakan untuk mencatat biaya perolehan yang melekat pada persediaan
yang sudah dijual selama satu perioda akuntansi. Akun ini diselenggarakan pada
akhir perioda melalui jurnal penyesuaian, setelah diketahui beban pokok penjualan
pada akhir perioda.

HPP = persediaan awal + pembelian bersih – persediaan akhir

C. Metode Perpetual

Dalam metode perpetual, catatan persediaan selalu dimutakhirkan (updated)


setiap kali terjadi transaksi yang melibatkan persediaan, sehingga perusahaan selalu
mengetahui kuantitas dan nilai persediaanya setiap saat. Setiap kali dilakukan pembelian
barang maka perusahaan akan mendebit akun Persediaan (bukan akun Pembelian). Setiap
kali terjadi penjualan, selain membukukan Penjualan sejumlah harga jual, sekaligus juga
dihitung dan dibukukan Harga Pokok Penjualan dengan mengurangi langsung akun
Persediaan sejumlah harga pokok, dengan mendebet akun Harga Pokok Penjualan dan
mengkredit akun Persediaan. Untuk dapat melaksanakan metode perpetual, akun kontrol
(controlling account) Persediaan harus ditunjang dengan Buku Tambahan Persediaan
(Inventory Subsidiary Ledger) untuk mencatat setiap arus masuk keluar masing-masing
jenis barang baik unit maupun harga satuan.

Tetapi untuk meningkatkan pengendalian intern, perhitungan fisik sebaiknya tetap


dilakukan, walaupun perusahaan menggunakan metode perpetual. Mengapa? Karena
metode apa pun yang digunakan oleh perusahaan, selalu ada risiko barang yang hilang
atau kesalahan dalam pencatatan yang menyebabkan terdapat perbedaan antara catatan
persediaan dan nilai aktual persediaan. Sebaliknya jika digunakan metode perhitungan
MODUL 3 KB 3 : PERSEDIAAN BARANG DAGANGAN
fisik, tetap harus dibuat kartu gudang dan Buku Tambahan Persediaan untuk mencatat
arus barang dan harga pokok setiap pembelian, selain untuk tujuan pengendalian, juga
akan memudahkan menghitung nilai persediaan akhir dan harga pokok penjualan pada
akhir periode.

Jika toko Cat Panca Warna menggunakan metode perpetual, maka pencatatan persediaan
barang dagangan persediaan barang dagangan selama Januari 2017 adalah sebagai
berikut:

llustrasi Metode Perpetual

Persediaan cat per 31 Desember 2016 adalah 100 kaleng @ Rp30.000=Rp3.000.000,00,


sehingga persediaan barang dagangan (cat) menunjukkan saldo awal 1 Januari 2017
sebesar Rp 3.000.000,00.
Pembelian kredit selama Januari 1.000 kaleng. Harga beli @ Rp30.000 = Rp30.000.000
Ayat jurnal untuk pembelian kredit selama Januari:
Keterangan D/K Debit (Rp) Kredit (Rp)
Persediaan Barang Dagangan D 30.000.000
Utang Usaha K 30.000.000

Penjualan tunai selama Januari 800 kaleng harga jual @ Rp35.000 = Rp28.000.000

Ayat jurnal untuk penjualan tunai selama Januari:

Keterangan D/K Debit (Rp) Kredit (Rp)


Kas D 28.000.000
Penjualan K 28.000.000

Selain jurnal di atas, juga harus segera dihitung dan dicatat dalam buku jurnal
besarnya harga pokok barang yang dijual (Harga Pokok Penjualan/HPP):

Keterangan D/K Debit (Rp) Kredit (Rp)


Harga Pokok Penjualan D 24.000.000
Persediaan K 24.000.000
MODUL 3 KB 3 : PERSEDIAAN BARANG DAGANGAN
D. Asumsi Arus Biaya

Umumnya, dalam suatu periode tertentu, perusahaan membeli persediaan barang


dagangan sebanyak beberapa kali dengan harga beli atau harga perolehan yang berbeda-
beda. Pertanyaan yang timbul adalah harga beli/harga perolehan mana yang digunakan
perusahaan untuk menilai persediaan dan untuk mencatat harga pokok penjualan?

Penilaian atas persediaan barang dagangan dan harga pokok penjualan berdasarkan
harga perolehan (acquisition cost) dapat dilakukan dengan 3 (tiga) macam metode:

• Identifikasi Khusus (Specific Identification)


• Rata-rata (Average)
• Masuk Pertama Keluar Pertama (MPKP/FIFO)

Metode Identifikasi Khusus, hanya cocok dan diperlukan untuk perdagangan


barang yang bersifat heterogen/bervariasi, tapi unik dan spesifik, misalnya gaun malam
atau stelan jas rancangan khusus. Permasalahannya adalah cara tersebut menimbulkan
biaya yang cukup mahal dan sulit untuk dilakukan apa jumlah persediaan sangat
banyak dan terdapat perputaran persediaan yang tinggi. Pada hal metode identifikasi
khusus memang tidak perlu digunakan untuk penghitungan persediaan barang
dagangan yang homogen, misalnya kemeja atau stelan jas yang diproduksi secara
massal. Untuk itu perusahaan lazimnya menggunakan asumsi arus biaya untuk
menentukan nilai persediaan dan harga pokok penjualan.

Perusahaan dapat memilih metode manapun untuk menentukan nilai


persediaan, tapi perusahaan harus menerapkan secara konsisten (memenuhi prinsip
konsistensi). Satu hal penting yang juga harus diingat adalah asumsi arus harga pokok
persediaan tidak harus sama dengan arus fisik barang. Jadi terlepas dari metode arus
harga pokok mana yang akan digunakan, menurut logika yang benar, untuk barang
yang mudah rusak atau berlaku tanggal kedaluwarsa (expired date), arus fisik
umumnya berlaku masuk pertama keluar pertama, tapi untuk besi beton atau barang
lain yang berat dan tak mudah rusak, arus fisik barang yang dikeluarkan pertama
adalah yang paling mudah diangkut pada saat itu, lazimnya terdepan atau tertumpuk
paling atas.
MODUL 3 KB 3 : PERSEDIAAN BARANG DAGANGAN
1. Metode Identifikasi Khusus

Metode identifikasi khusus lazimnya diaplikasikan untuk persediaan barang


dagangan yang memiliki ciri khusus atau unik dan lazimnya bernilai tinggi, misalnya
barang antik, barang-barang kerajinan yang merupakan hand made, perhiasan, baju
atau gaun dengan rancangan khusus, dan lain lain barang dagangan yang unik dan
variatif yang dimiliki perusahaan dagang. Dalam akuntansi biaya kita kenal metode
biaya pesanan (job order costing) untuk menghitung biaya pokok produk khusus
sejenis ini.

Ilustrasi Metode Identifikasi Khusus

Berikut adalah arus persediaan barang dagang Toko Mustika selama bulan
Januari 2017:

Tanggal Transaksi Jenis/Kode Unit Harga Satuan Harga


Barang (Rp) Perolehan
(Rp)
5 Jan Pembelian Cincin mirah C1 1 5.000.000 5.000.000
8 Jan Pembelian Gelang intan G1 1 25.000.000 30.000.000
10 Jan Pembelian Cincin saphir C2 1 7.000.000 37.000.000
11 Jan Pembelian Cincin mirah C2 1 6.000.000 43.000.000
15 Jan Penjualan Cincin mirah C1 1 (5.000.000) 38.000.000
18 Jan Pembelian Cincin mutiara C3 2 1.000.000 40.000.000
23 Jan Penjualan Cincin mutiara C3 1 (1.000.000) 39.000.000
26 Jan Penjualan Cincin saphir C2 1 (7.000.000) 32.000.000
31 Jan Pembelian Gelang Mutiara G2 1 2.000.000 34.000.000

2. Metode Rata-Rata
Dalam metode rata rata atau metode rata rata tertimbang (weighted average),
harga perolehan barang tersedia untuk dijual (persediaan awal dan pembelian) dibagi
dengan unit tersedia untuk dijual, untuk mendapatkan harga perolehan rata-rata per
unit. Apabila perusahaan menggunakan metode pencatatan periodik, maka biaya rata-
rata per unit hanya akan dihitung di akhir periode saja, sedangkan dalam metode
pencatatan perpetual, setiap kali dilakukan pembelian, maka akan dihitung biaya rata-
MODUL 3 KB 3 : PERSEDIAAN BARANG DAGANGAN
rata per unit yang baru. Untuk metode pencatatan perpetual, asumsi arus biaya rata-
rata dikenal dengan nama metode biaya rata-rata bergerak (moving average method).

Oleh karena metode pencatatan periodik menghitung harga perolehan rata-rata hanya 1
kali saja di akhir periode, sedangkan metode pencatatan perpetual menghitung harga
perolehan rata-rata setiap kali terjadi pembelian, maka nilai persediaan akhir dan harga
pokok penjualan akan berbeda antara metode pencatatan periodik dan metode
pencatatan perpetual.

Ilustrasi Metode Rata-Rata Periodik versus Perpetual

Toko Bangunan Basuki Jaya berdagang bahan dan peralatan bangunan. Selama
Januari 2017 mulai berdagang produk baru yaitu semen dengan brand Empat Roda
sebagai berikut:

Pembelian Jumlah Unit Harga Satuan Total Harga


Perolehan
2 Januari 3.000 Rp 20.000 Rp 60.000.000
15 Januari 5.000 Rp 21.000 Rp 105.000.000
31 Januari 3.000 Rp 22.000 Rp 66.000.000

Penjualan
20 Januari 3.000

a. Metode Rata-Rata-Periodik

Tanggal Faktur Jumlah Unit Harga Satuan Total Harga


Perolehan
2 Januari 3.000 Rp 20.000 Rp 60.000.000
15 Januari 5.000 Rp 21.000 Rp 105.000.000
31 Januari 3.000 Rp 22.000 Rp 66.000.000
Total barang tersedia 11.000 Rp 231.000.000

Rp 231.000.000
Biaya per unit rata-rata = Rp 21.000
11.000
Persediaan akhir, dalam unit 8000 unit
Nilai pesediaan akhir = Rp 21.000 x 8000 unit = Rp 168.000.000
MODUL 3 KB 3 : PERSEDIAAN BARANG DAGANGAN
Barang tersedia untuk dijual Rp 231.000.000
Dikurangi: Persediaan akhir (Rp 168.000.000)
Harga Pokok Penjualan Rp 63.000.000

b. Metode Rata-rata-Perpetual

Persediaan Masuk/Dibeli Persediaan keluar/Dijual Saldo


Tanggal
Total
Harga Kuantitas Total Harga Kuantitas Total Harga Kuantitas

Jan, 2 3.000 20.000 60.000.000 3.000 20.000 60.000.000

15 5.000 21.000 105.000.000 8.000 20.625 165.000.000

20 3.000 20.625 61.875.000 5.000 20.625 103.125.000

31 3.000 22.000 66.000.000 8.000 21.140,63 169.125.000

3. Masuk Pertama Keluar Pertama (First In First Out/FIFO)


Metode ini mengasumsikan bahwa barang yang pertama dibeli merupakan
barang yang pertama terjual. Keunggulan metode ini terletak pada nilai persediaan
yang dilaporkan di laporan posisi keuangan (neraca). Karena barang yang dibeli
pertama diasumsikan dijual pertama, maka nilai barang yang dilaporkan sebagai
persediaan di neraca mencerminkan harga perolehan yang terbaru, sehingga dalam
keadaan perputaran persediaan normal, nilai persediaan di neraca lazimnya lebih
mendekati nilai sekarang dari persediaan. Tetapi, kelemahan metode ini adalah pada
nilai harga pokok penjualan yang dilaporkan di laporan laba rugi. Harga pokok
penjualan merupakan biaya perolehan masa lalu yang ditandingkan dengan
pendapatan sekarang. Sehingga jika tingkat inflasi cukup tinggi dapat timbul laba
semu, terutama untuk barang yang perputarannya agak lambat.

Metode ini akan menghasilkan nilai persediaan akhir dan harga pokok
penjualan yang sama, baik menggunakan metode pencatatan periodik maupun metode
pencatatan perpetual.
MODUL 3 KB 3 : PERSEDIAAN BARANG DAGANGAN
Ilustrasi Metode FIFO Periodik versus Perpetual

a. Metode FIFO-Periodik

Tanggal Faktur Jumlah Unit Harga Satuan Total Harga


Perolehan
2 Januari 3.000 Rp 20.000 Rp 60.000.000
15 Januari 5.000 Rp 21.000 Rp 105.000.000
31 Januari 3.000 Rp 22.000 Rp 66.000.000
Total barang tersedia 11.000 Rp 231.000.000

Persediaan akhir, dalam unit 8.000 unit


Nilai persediaan akhir =
Rp 21.000 x 5.000 unit
Rp 22.000 x 3.000 unit Rp 171.000.000

Barang tersedia untuk dijual Rp 231.000.000


Dikurangi persediaan akhir (Rp 171.000.000)
Harga Pokok Penjualan Rp 60.000.000

b. Metode FIFO-Perpetual

Persediaan Masuk/Dibeli Persediaan keluar/Dijual Saldo


Tanggal
Total
Harga Kuantitas Total Harga Kuantitas Total Harga Kuantitas

Jan, 2 3.000 20.000 60.000.000 3.000 20.000 60.000.000

15 5.000 21.000 105.000.000 3.000 20.000 60.000.000


5.000 21.000 105.000.000

20 3.000 20.000 60.000.000 5.000 21.000 105.000.000

31 3.000 22.000 66.000.000 5.000 21.000 105.000.000


3.000 22.000 66.000.000
MODUL 3 KB 3 : PERSEDIAAN BARANG DAGANGAN
4. Masuk Terakhir Keluar Pertama (Last In First Out/LIFO)

Dalam metode ini, diasumsikan barang yang dibeli terakhir adalah barang yang
dijual pertama, sehingga persediaan yang tersisa di persediaan akhir adalah barang yang
paling awal diperoleh. Hal ini umumnya tidak mencerminkan penyajian yang andal dari
arus aktual persediaan. IAS 2 dan PSAK 14 melarang penggunaan metode LIFO.

Penggunaan LIFO dalam pelaporan keuangan seringkali disebabkan karena faktor


pajak. Dalam keadaan tren harga barang menunjukkan kenaikan, khususnya dalam
inflasi, metode LIFO umumnya menghasilkan harga pokok penjualan yang lebih tinggi
dan laba netto yang lebih rendah dibandingkan metode lainnya, sehingga beban pajak
perusahaan juga lebih rendah.

International Accounting Standard Board (IASB) sebagai Dewan Penyusun


Standard Akuntansi Internasional memutuskan untuk menghilangkan metode LIFO
karena metode tersebut secara umum tidak mencerminkan penyajian yang andal dari arus
aktual persediaan. Di beberapa negara, penggunaan metode LIFO diperbolehkan untuk
tujuan pajak hanya jika metode tersebut juga digunakan untuk tujuan akuntansi, tetapi
IASB berpendapat pertimbangan pajak tidak menjadi dasar konseptual yang memadai
untuk memilih perlakukan akuntansi yang sesuai, sehingga tidak dapat diterima untuk
memperbolehkan perlakuan akuntansi yang inferior semata-mata karena peraturan
perpajakan di negara-negara tertentu.

Rangkuman
Berbagai usaha perdagangan sudah menjamur di masyarakat baik yang sudah
berkembang menjadi perusahaan besar maupun yang masih menjadi perusahaan kecil dengan
bermacam-macam produk yang dijual. Demi kelancaran dan kemajuan bagi perusahaan
dagang, diperlukan pencatatan berbagai transaksi yang terjadi di perusahaan untuk menyusun
laporan keuangan sehingga dapat diketahui perkembangan dari perusahaan tersebut.

Ada dua metode untuk mencatat persediaan barang dagangan yaitu metode
Periodik/Fisik dan metode Perpetual. Metode periodik/fisik, jumlah persediaan ditentukan
secara berkala (periodik) dengan melakukan penghitungan fisik dan mengalikan jumlah unit
tersebut dengan harga satuan untuk memperoleh nilai persediaan yang ada pada saat itu.
Dalam metode ini, setiap kali ada pembelian persediaan akan dicatat pada akun Pembelian.
Sedangkan pada saat penjualan hanya dibukukan Penjualan sejumlah harga penjualan, dan
tidak dihitung harga pokok penjualan untuk setiap transaksi. Pada akhir periode usaha untuk
MODUL 3 KB 3 : PERSEDIAAN BARANG DAGANGAN
menyusun laporan keuangan, harus dilakukan perhitungan fisik persediaan untuk mengetahui
nilai Persediaan Akhir dan Harga Pokok Penjualan.

Metode perpetual, catatan persediaan selalu dimutakhirkan (updated) setiap kali


terjadi transaksi yang melibatkan persediaan, sehingga perusahaan selalu mengetahui
kuantitas dan nilai persediaanya setiap saat. Setiap kali dilakukan pembelian barang maka
perusahaan akan mendebit akun Persediaan (bukan akun Pembelian). Setiap kali terjadi
penjualan, selain membukukan Penjualan sejumlah harga jual, sekaligus juga dihitung dan
dibukukan Harga Pokok Penjualan dengan mengurangi langsung akun Persediaan sejumlah
harga pokok, dengan mendebet akun Harga Pokok Penjualan dan mengkredit akun
Persediaan.

Penilaian persediaan dan harga pokok penjualan berdasarkan biaya perolehan


(acquisition cost) dapat dilakukan dengan 3 (tiga) macam metode: Identifikasi Khusus
(Specific Identification), Rata-rata (Average), Masuk Pertama Keluar Pertama (MPKP/FIFO).
Metode LIFO menurut IAS 2 dan PSAK 14 dilarang untuk digunakan. Metode LIFO
umumnya tidak mencerminkan penyajian yang andal dari arus aktual persediaan. Penggunaan
LIFO dalam pelaporan keuangan seringkali disebabkan karena faktor pajak. Dalam keadaan
tren harga barang menunjukkan kenaikan, khususnya dalam inflasi, metode LIFO umumnya
menghasilkan harga pokok penjualan yang lebih tinggi dan laba netto yang lebih rendah
dibandingkan metode lainnya, sehingga beban pajak perusahaan juga lebih rendah, oleh
karena itu IASB memutuskan untuk menghilangkan metode LIFO karena metode tersebut
secara umum tidak mencerminkan penyajian yang andal dari arus aktual persediaan.

DAFTAR PUSTAKA

Accounting Principles Board. (1970). “Basic Concepts and Accounting Principles Underlying
Financial Statements of Business Enterprises”. Accounting Principles Board Statement
No. 4. New York: AICPA.

Warren, Fess, and Reeve. (2016). Accounting Principles. 21th ed. Ohio: South-Western
Publishing, Co.

Yusuf, Al. Haryono. (2011). Dasar-Dasar Akuntansi Jilid 1. Edisi7. Yogyakarta: STIE
YKPN.

Anda mungkin juga menyukai