Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

Indra penglihatan merupakan panca indra yang sangat penting dan besar

pengaruhnya terhadap proses peningkatan kecerdasan dan produktivitas kerja

manusia. Hal ini erat kaitannya dengan peningkatan kualitas Sumber Daya

Manusia (SDM) serta kualitas harapan hidup, meningkatkan kesejahteraan

keluarga dan masyarakat serta mempertinggi kesadaran masyarakat akan

pentingnya hidup sehat.

Konjungtivitis merupakan penyakit mata paling umum di dunia. Penyakit

ini bervariasi mulai dari hiperemia ringan dengan mata berair sampai

konjungtivitis berat dengan banyak sekret purulen kental. Konjungtivitis adalah

radang konjungtiva atau radang selaput lendir yang menutupi belakang kelopak

dan bola mata, penyebab umumnya eksogen tetapi bisa juga endogen.

Di negara maju seperti Amerika (2005), insidens rate konjungtivitis

bakteri sebesar 135 per 10.000 penderita konjungtivitis bakteri baik pada anak-

anak maupun pada orang dewasa. Sebanyak 112.570 pasien kunjungan di

departemen penyakit mata di Amerika, 30% adalah keluhan konjungtivitis akibat

bakteri dan virus, dan 15% adalah keluhan konjungtivitis alergi. Konjungtivitis

juga salah satu penyakit mata yang paling umum di Nigeria bagian timur, dengan

insidens rate 32,9% dari 949 kunjungan di Departemen Mata Aba Metropolis,

Nigeria, pada tahun 2004 hingga 2006.

Di Indonesia (2009) dari 135.749 kunjungan ke poli mata, total kasus

konjungtivitis dan gangguan lain pada konjungtiva (73%) dan yang tersering

diderita adalah konjungtivitis kataralis epidemika yaitu sebesar 80%.

Konjungtivitis termasuk dalam 10 besar penyakit rawat jalan terbanyak pada


tahun 2009, tetapi belum ada data statistik yang akurat mengenai jenis

konjungtivitis yang paling banyak di derita. Penyakit konjungtivitis sendiri

termasuk dalam tingkat 4 SKDI, artinya setiap pasien konjungtivitis harus dapat

ditatalaksana secara mandiri oleh dokter umum hingga tuntas. Sehingga penting

bagi kita untuk memahami penyakit ini dengan baik.


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Konjungtivitis

Konjungtivitis adalah radang konjungtiva atau radang selaput lendir yang

menutupi belakang kelopak dan bola mata. Konjungtivitis dibedakan ke dalam

bentuk akut dan kronis. Konjungtivitis dapat disebabkan oleh bakteri seperti

konjungtivitis gonokok, konjungtivitis juga dapat disebabkan oleh virus, klamidia,

alergi toksik, dan molluscum contagiosum.

Konjungtivitis lebih dikenal sebagai mata merah (pink eye), yaitu adanya

inflamasi pada konjungtiva atau peradangan pada konjungtiva, selaput bening

yang menutupi bagian berwarna putih pada mata dan permukaan bagian dalam

kelopak mata. Konjungtivitis terkadang dapat ditandai dengan mata berwarna

sangat merah dan menyebar begitu cepat dan biasanya menyebabkan mata rusak.

Beberapa jenis konjungtivitis dapat hilang sendiri, tetapi ada juga yang

memerlukan pengobatan.

Konjungtivitis merupakan penyakit mata yang paling umum di dunia.

Penyakit ini bervariasi mulai dari hiperemia ringan dengan mata berair sampai

konjungtivitis berat dengan banyak sekret purulen kental. Penyebab penyakit ini

umumnya eksogen, tetapi bisa endogen.


2.2. Anatomi Mata

2.2.1. Kelopak Mata

Kelopak atau pelpebra mempunyai fungsi melindungi bola mata, serta

mengeluarkan sekresi kelenjarnya yang membentuk film air mata di depan kornea.

Kelopak mata merupakan alat penutup mata yang berguna untuk melindungi bola

mata terhadap trauma, trauma sinar dan pengeringan bola mata. Kelopak mata

mempunyai lapis kulit yang tipis pada bagian depan sedangkan di bagian belakang

ditutupi selaput lendir tarsus yang disebut konjungtiva tarsal. Gangguan

penutupan kelopak akan mengakibatkan keringnya permukaan mata sehingga

terjadi keratitis et lagoftalmos.

2.2.2. Sistem Lakrimal

Sistem lakrimal atau sistem sekresi air mata terletak di daerah temporal

bola mata. Film air mata sangat berguna untuk kesehatan mata, air mata akan

masuk ke dalam sakus lakrimal melalui pungtum lakrimal. Bila pungtum lakrimal

tidak menyinggung bola mata, maka air mata akan keluar melalui margo pelpebra

yang disebut epifora. Epifora juga akan terjadi akibat pengeluaran air mata yang

berlebihan dari kelenjar lakrimal.

2.2.3. Konjungtiva

Konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang

membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebraris) dan

permukaan anterior sklera (konjungtiva bulbaris). Konjungtiva bersambungan

dengan kulit pada tepi pelpebra (suatu sambungan mukokutan) dan dengan epitel

kornea di limbus.
Konjungtiva pelpebraris melapisi permukaan posterior kelopak mata dan melekat

erat ke tarsus. Di tepi superior dan inferior tarsus, konjungtiva melipat ke

posterior (pada forniks superior dan inferior) dan membungkus jaringan episklera

menjadi konjungtiva bulbaris. Konjungtiva bulbaris melekat longgar ke septum

orbitale di fronices dan melipat berkali-kali. Adanya lipatan-lipatan ini

memungkinkan bola mata bergerak dan memperbesar permukaan konjungtiva

sekretorik. Duktus-duktus kelenjar lakrimal bermuara ke forniks temporal

superior. Konjungtiva bulbaris melekat longgar pada kapsul tenon dan sklera di

bawahnya, kecuali di limbus (tempat kapsul tenon dan konjungtiva menyatu

sepanjang 3 mm).

Gambar 2.1. Anatomi Konjungtiva


2.2.4. Kornea

Kornea adalah selaput bening mata yang tembus cahaya. Tebal kornea

rata-rata orang dewasa adalah 0,65 mm di bagian perifer, dan 0,54 mm di bagian

tengah. Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan merupakan tempat

masuknya cahaya ke dalam bola mata menuju ke retina. Sumber nutrisi kornea

adalah pembuluh-pembuluh darah di limbus, cairan mata dan air mata. Kornea

terdiri dari lima lapisan, yaitu epitel, membran bowman, stroma, membran

descement dan endotel.

2.2.5. Sklera

Sklera adalah selaput mata yang berwarna putih dan berfungsi sebagai

pembungkus dan pelindung isi bola mata. Sklera mempunyai kekakuan tertentu

dan tebal 1 mm. Permukaan luar sklera diselubungi oleh lapisan tipis dari jaringan

yang elastis dan halus, yaitu episklera, yang banyak mengandung pembuluh darah

sedangkan pada permukaan sklera bagian dalam terdapat lapisan pigmen berwarna

coklat, yaitu lamina fuska, yang membatasi sklera dengan koroit.

2.2.6. Uvea

Uvea adalah lapisan vaskular di dalam bola mata, yang terdiri dari 3 bagian,

yaitu:

a. Iris mempunyai permukaan yang relatif datar dengan celah yang berbentuk

bulat di tengahnya, yang disebut pupil. Iris mempunyai kemampuan untuk

mengatur banyaknya cahaya yang masuk ke dalam bola mata secara otomatis

dengan mengecilkan dan melebarkan pupil. Pupil dapat mengecil akibat

suasana cahaya yang terang dan melebar akibat suasana cahaya yang redup

atau gelap.

b. Badan siliar terdiri dari dua bagian yaitu korona siliar yang berkerut-kerut
dengan tebal 2 mm dan pars plana yang lebih halus dan rata dengan tebal 4

mm.

c. Koroid berisi pembuluh-pembuluh darah dalam jumlah yang sangat besar, yang

berfungsi untuk memberi nutrisi pada retina bagian terluar yang terletak

dibawahnya.

2.2.7. Lensa

Terletak di belakang iris yang terdiri dari zat tembus cahaya berbentuk

seperti cakram yang dapat menebal dan menipis pada saat terjadinya akomodasi

(terfokusnya objek dekat pada retina) dengan tebal 4 mmdan diameter 9 mm.

2.2.8. Badan Kaca (Vitreous Body)

Badan kaca merupakan suatu jaringan seperti kaca bening yang terletak

antara lensa dan retina. Badan kaca terdiri dari 99% air dan 1% terdiri dari 2

komponen yaitu kolagen dan asam hialuron. Fungsi badan kaca adalah

mempertahankan bola mata tetap bulat dan meneruskan sinar dari lensa ke retina.

2.2.9. Retina

Retina atau selaput jala merupakan bagian mata yang mengandung

reseptor yang menerima rangsang dari cahaya. Retina dialiri darah dari 2 sumber,

yaitu lapisan koriokapiler yang mengaliri darah pada 2/3 bagian luar retina,

sedangkan 2/3 bagian dalam retina dialiri darah dari cabang-cabang arteri retina

sentral. Sel-sel pada lapisan retina yang paling luar berhubungan langsung dengan

cahaya. Sel-sel tersebut dalah sel-sel kerucut (cone) dan batang (rod). Sel kerucut

(cone) berfungsi untuk penglihatan terang, warna dan penglihatan sentral.

Sedangkan sel batang (rod) berfungsi untuk penglihatan dalam keadaan redup

atau gelap.
2.3. Klasifikasi Konjungtivitis

Konjungtivitis dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

2.3.1. Konjungtivitis Bakteri

Suatu jenis konjungtivitis yang disebabkan oleh bakteri yaitu infeksi

bakteri Gonokok, Meningokok, Staphylococcus aureus, Streptococcus

pneumoniae, Hemophilis influenzae, dan Escherichia coli. Terdapat dua bentuk

konjungtivitis bakteri yaitu akut (termasuk hiperakut dan subakut) dan kronik.

Konjungtivitis bakteri akut biasanya jinak dan dapat sembuh sendiri, berlangsung

kurang dari 14 hari. Sebaliknya, konjungtivitis hiperakut (purulen) yang

disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae atau Neisseria meningitidis yang dapat

menimbulkan komplikasi mata berat bila tidak diobati sejak dini. Konjungtivitis

kronik biasanya sekunder terhadap penyakit pelpebra atau obstruksi ductus

nasolacrimalis.

Konjungtivitis bakteri hiperakut disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae,

Neisseria kochii, dan Neisseria meningitidis, ditandai oleh eksudat purulen yang

banyak. Konjungtivitis gonore merupakan radang konjungtiva akut dan hebat

yang disertai dengan sekret purulen. Gonokok merupakan kuman yang sangat

patogen, virulen dan sangat bersifat invasif sehingga reaksi radang terhadap

kuman ini sangat berat. Penyakit kelamin yang disebabkan oleh gonore

merupakan penyakit yang tersebar luas di seluruh dunia secara endemik. Pada

neonatus, infeksi konjungtiva terjadi pada saat berada pada jalan kelahiran,

sedang pada bayi, penyakit ini ditularkan oleh ibu yang sedang menderita

penyakit tersebut.

2.3.2. Konjungtivitis Virus

Konjungtivitis virus atau viral adalah suatu penyakit umum yang dapat

disebabkan oleh berbagai jenis virus. Keadaan ini berkisar antara penyakit berat
yang dapat menimbulkan cacat, sampai infeksi ringan yang dapat sembuh sendiri

dan dapat berlangsung lebih lama dari pada konjungtivitis bakteri. Konjungtivitis

ini terutama disebabkan oleh adenovirus dan herpes simplex virus adalah virus

yang paling membahayakan. Selain itu penyakit ini juga disebabkan oleh virus

varicella zoster, piconavirus (enterovirus 70, coxsackie A24), poxvirus, dan

immunodeficiency virus.

a. Keratokonjungtivitis Epidemika

Keratokonjungtivitis epidemika disebabkan adenovirus 8, 19, 29, dan 37

(subgrup D adenovirus manusia). Awalnya sering pada satu mata saja, dan

biasanya mata pertama lebih parah. Keratokonjungtivitis epidemika pada orang

dewasa terbatas di bagian luar mata, tetapi pada anak-anak mungkin terdapat

gejala-gejala sistemik infeksi virus, seperti demam, sakit tenggorokan, otitis

media, dan diare.

b. Konjungtivitis Hemoragika Akut

Konjungtivitis ini disebabkan oleh enterovirus tipe 70 dan coxsackievirus

A24. Konjungtivitis hemoragika akut merupakan konjungtivitis disertai timbulnya

perdarahan konjungtiva. Perdarahan konjungtiva umumnya difus, tetapi

awalnya dapat berupa bintik-bintik, mulai dari konjungtiva bulbaris superior dan

menyebar ke bawah.

2.3.3. Trachoma

Trachoma disebabkan oleh Chlamydia trachomatis, pada mulanya suatu

konjungtivitis folikular kronik pada masa kanak-kanak yang berkembang hingga

terbentuknya parut konjungtiva. Pada kasus berat, pembalikan bulu mata ke dalam

terjadi pada masa dewasa muda sebagai akibat parut konjungtiva yang berat.

Abrasi terus menerus oleh bulu mata yang membalik dan defek film air mata

menyebabkan parut kornea, umumnya setelah usia 30 tahun.


2.3.4. Konjungtivitis Alergi

Konjungtivitis alergi adalah bentuk alergi pada mata yang paling sering,

dan disebabkan oleh reaksi inflamasi pada konjungtiva yang diperantarai oleh

sistim imun. Reaksi hipersensitivitas yang paling sering terlibat pada alergi di

konjungtiva adalah reaksi hipersensitivitas tipe 1.

a. Konjungtivitis Vernal

Konjungtivitis vernal adalah konjungtivitis akibat reaksi hipersensitivitas

tipe 1 yang mengenai kedua mata dan bersifat rekuren. Pada mata ditemukan papil

besar dengan permukaan rata pada konjungtiva tarsal, dengan rasa gatal berat,

sekret gelatin yang berisi eosinofil atau granula eosinofil. Pada kornea terdapat

keratitis, neovaskularisasi, dan tukak indolen. Pada tipe limbal terlihat benjolan di

daerah limbus, dengan bercak Horner Trantas yang berwarna keputihan yang

terdapat di dalam benjolan. Konjungtivitis vernalis dikenal juga sebagai

“konjungtivitis musiman” atau “konjungtivits musim kemarau”, yang merupakan

penyakit bilateral yang disebabkan oleh alergi, biasanya berlangsung dalam

tahun-tahun prapubertas dan berlangsung 5-10 tahun.

b. Konjungtivitis Flikten

Konjungtivitis flikten merupakan nodular yang disebabkan alergi terhadap

bakteri atau antigen tertentu. Konjungtivitis flikten disebabkan oleh karena alergi

akibat reaksi hipersensitivitas tipe IV terhadap tuberkuloprotein, stafilokok,

limfogranuloma venerea, leismaniasis, infeksi parasit, dan infeksi di tempat lain

dalam tubuh.

c. Konjungtivitis Atopik

Konjungtivitis atopik merupakan reaksi alergi selaput lendir mata atau

konjungtiva terhadap polen, disertai dengan demam. Memberikan tanda dengan

mata berair, bengkak, belek berisi eosinofil.


2.3.5. Konjungtivitis Jamur

Konjungtivitis jamur paling sering disebabkan oleh Candida albicans dan

merupakan infeksi yang jarang terjadi. Penyakit ini ditandai dengan adanya bercak

putih dan dapat timbul pada pasien diabetes dan pasien dengan keadaan sistim

imun terganggu. Selain Candida Sp, penyakit ini juga dapat disebabkan oleh

Sporothrix schenkii, Rhinosporidium serberi, dan Coccidioides immitis walaupun

jarang.

2.3.6. Konjungtivitis Kimia atau Iritatif

Konjungtivitis kimia-iritatif adalah konjungtivitis yang terjadi oleh

pemajanan substansi iritan yang masuk ke sakus konjungtivalis. Substansi-

substansi iritan yang masuk ke sakus konjungtivalis dan dapat menyebabkan

konjungtivitis, seperti asam, alkali, asap dan angin, dapat menimbulkan gejala-

gejala berupa nyeri, pelebaran pembuluh darah, fotofobia, dan blefarospasme.

Selain itu penyakit ini dapat juga disebabkan oleh pemberian obat topikal jangka

panjang seperti dipivefrin, miotik, neomycin, dan obat-obat lain dengan bahan

pengawet yang toksik atau menimbulkan iritasi.

2.3.7. Konjungtivitis Bleeding (Perdarahan subkonjungtiva)

Perdarahan subkonjunctiva adalah perdarahan akibat rupturnya pembuluh

darah dibawah lapisan konjungtiva. Hematom Subkonjungtiva dapat terjadi pada

keadaan dimana pembuluh darah rapuh (umur, hipertensi, arteriosklerosis,

konjungtivitis hemoragic, anemia, pemakaian antikoagulan dan batuk rejan).

Perdarahan subkonjungtiva dapat juga terjadi akibat trauma langsung maupun

tidak langsung, yang kadang–kadang menutupi perforasi jaringan bola mata yang

terjadi.

Perdarahan subkonjungtiva dapat terjadi karena trauma mayor, minor, atau

sebab yang tidak dapat dideteksi yang terjadi pada mata bagian depan. Secara
klinis, perdarahan subkonjungtiva tampak sebagai perdarahan yang datar,

berwarna merah, di bawah konjungtiva dan dapat menjadi cukup berat sehingga

menyebabkan kemotik kantung darah yang berat dan menonjol di atas tepi

kelopak mata. Hal ini akan berlangsung lebih dari 2 sampai 3 minggu.

Konjungtiva mengandung banyak pembuluh darah kecil dan rapuh yang

mudah pecah atau rusak. Ketika hal ini terjadi, darah bocor ke dalam ruang antara

konjungtiva dan sklera. Perdarahan subkonjungtiva merupakan akibat dari

rupturnya pembuluh darah konjungtivalis atau episklera. Namun kadang tidak

dapat ditemukan penyebabnya (perdarahan subkonjungtiva idiopatik). Manuver

Valsava sebelumnya (misalnya, batuk, tegang, muntah-muntah, mengejan) juga

bisa menjadi penyebab perdarahan subkonjungtiva. Penyebab lain meliputi

hipertensi dan gangguan fungsi koagulasi, misalnya karena obat antikoagulan atau

penyakit leukemia.

Selain itu, infeksi umum yang berhubungan dengan demam, defisiensi

vitamin C (scurvy), trauma mata tumpul atau tajam, benda asing, pembedahan

pada mata, dan konjungtivitis juga dapat menjadi satu kemungkinan

penyebabnya. Berbagai macam obat-obatan seperti obat antiinflamasi nonsteroid,

aspirin, kontrasepsi, vitamin A dan D juga berhubungan dengan terjadinya

perdarahan subkonjungtiva.

2.4. Patogenesis

Konjungtiva berhubungan dengan dunia luar kemungkinan konjungtiva

terinfeksi dengan mikroorganisme sangat besar. Pertahanan konjungtiva terutama

oleh karena adanya film air mata. Pada permukaan konjungtiva yang berfungsi

melarutkan kotoran dan bahan-bahan yang toksik kemudian mengalir melaluui

saluran lakrinal ke meatus nasi inferior. Film air mata mengandung beta lysine,
lysozyne, IgA, IgG yang berfungsi menghambat pertumbuhan kuman. Apabila

ada kuman patogen yang dapat menembus pertahanan tersebut sehingga terjadi

infeksi konjungtiva yang disebut konjungtivitis.

Mikroorganisme (virus, bakteri, jamur), bahan alergen, iritasi

menyebabkan kelopak mata terinfeksi sehingga kelopak mata tidak dapat menutup

dan membuka sempurna, maka mata menjadi kering sehingga terjadi iritasi yang

menyebabkan konjungtivitis. Pelebaran pembuluh darah disebabkan karena

adanya peradangan yang ditandai dengan konjungtiva dan sklera yang merah,

edema, rasa nyeri, dan adanya sekret mukopurulen.

Akibat jangka panjang dari konjungtivitis yang dapat bersifat kronis yaitu

mikroorganisme, bahan alergen, dan iritatif menginfeksi kelenjar air mata

sehingga fungsi sekresi juga terganggu menyebabkan hipersekresi. Pada

konjungtivitis ditemukan lakrimasi, apabila pengeluaran cairan berlebihan akan

mengakibatkan tekanan intra okuler yang lama kelamaan menyebabkan saluran air

mata tersumbat. Aliran air mata yang terganggu akan menyebabkan iskemia saraf

optik dan terjadi ulkus kornea yang dapat menyebabkan kebutaan.

2.5. Gejala Klinis

Gejala klinis konjungtivitis adalah sensasi benda asing, yaitu sensasi

tergores atau terbakar, sensasi penuh di sekeliling mata, gatal, dan fotofobia.

Sensasi benda asing, sensasi tergores dan terbakar sering dihubungkan dengan

edema dan hipertrofi papila yang biasanya menyertai hiperemia konjungtiva.

Jika ada rasa sakit berarti kornea juga terkena.


2.6. Komplikasi Konjungtivitis

Blefaritis marginal kronik sering menyertai konjungtivitis stafilokok,

kecuali pada pasien sangat muda yang bukan sasaran blefaritis. Parut konjungtiva

dapat mengikuti konjungtivitis pseudomembranosa dan membranosa, dan pada

kasus tertentu diikuti oleh ulserasi kornea dan perforasi. Ulkus kornea dapat

terjadi pada infeksi N gonorrhoeae, N kochii, N meningitidis, H aegyptius, S

aureus, dan M catarrhalis. Jika produk toksik N gonorrhoeae berdifusi melalui

kornea masuk ke bilik mata depan, dapat timbul iritis toksik.

Parut di konjungtiva adalah komplikasi yang sering terjadi pada trachoma

dan dapat merusak kelenjar lakrimal aksesorius dan menghilangkan duktulus

kelenjar lakrimal. Hal ini mengurangi komponen akueosa dalam film air mata

prakornea secara drastis, dan komponen mukosanya mungkin berkurang

karena hilangnya sebagian sel goblet. Luka parut itu juga mengubah bentuk

palpebra superior berupa membaliknya bulu mata ke dalam (trikiasis) atau seluruh

tepian pelpebra (entropion) sehingga bulu mata terus-menerus menggesek kornea,

infeksi bakterial kornea, dan parut kornea.

2.7. Penegakan Diagnosis

1. Konjungtivitis bakteri

Pada saat anamnesis yang perlu ditanyakan meliputi usia, karena

penyakit ini berhubungan dengan mekanisme pertahanan tubuh pada pasien yang

lebih tua. Pada pasien yang aktif secara seksual, perlu dipertimbangkan penyakit

menular seksual dan riwayat penyakit pada pasangan seksual. Perlu juga

ditanyakan durasi lamanya


penyakit, riwayat penyakit yang sama sebelumnya, riwayat penyakit sistemik,

obat- obatan, penggunaan obat-obat kemoterapi, riwayat pekerjaan yang mungkin

ada hubungannya dengan penyakit, riwayat alergi dan alergi terhadap obat-obatan,

dan riwayat penggunaan lensa kontak.

2. Konjungtivitis virus

Diagnosis pada konjungtivitis virus bervariasi tergantung etiologinya,

karena itu diagnosisnya pada gejala-gejala yang membedakan tipe-tipe menurut

penyebabnya. Dibutuhkan informasi mengenai durasi dan gejala-gejala sistemik

maupun ocular, keparahan dan frekuensi gejala, faktor-faktor risiko dan keadaan

lingkungan sekitar untuk menetapkan diagnosis konjungtivitis virus.

3. Konjungtivitis alergi

Diperkirakan riwayat alergi baik pada pasien maupun keluarga pasien serta

observasi pada gejala klinis untuk menegakkan diagnosis konjungtivitis alergi. Gejala yang

paling penting untuk mendiagnosis penyakit ini adalah rasa gatal pada mata, yang disertai

mata berair, kemerahan dan fotofobia.

2.8 Tatalaksana

Pengobatan spesifik tergantung dari identifikasi penyebabnya.

Konjungtivitis yang disebabkan bakteri dapat diobati dengan sulfonamide

(sulfacetamide 15 %) atau antibiotika (gentamycine 0,3 % dan chlorampenicol

0,5%). Pengobatan diberikan sebelum pemeriksaan mikroorganisme dengan

antibiotik tunggal seperti neosporin, basitrasin, gentamisin, kloramfenicol,

tobramicin, dan sulfa. Bila pengobatan tidak memberikan hasil dengan antibiotik

setelah 3-5 hari maka pengobatan dihentikan dan ditunggu hasil pemeriksaan

mikroorganisme.
Konjungtivitis karena jamur sangat jarang terjadi sedangkan konjungtivitis

karena virus, pengobatannya hanya suportif karena dapat sembuh sendiri.

Diberikan kompres, astringen, lubrikasi, pada kasus yang berat dapat diberikan

antibiotik dengan steroid topikal. Pengobatan biasanya simtomatik dan

antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder.

Konjungtivitis karena alergi pengobatannya terutama dengan

menghindarkan penyebab pencetus penyakit dan memberikan astringen, sodium

kromolin, steroid topikal dosis rendah yang kemudian dikompres dingin untuk

menghilangkan edemanya. Pada kasus yang berat dapat diberikan antihistamin

dan steroid sistemik.

Pengobatan trachoma dengan tetrasiklin salep mata, 2-4 kali sehari, 3-4

minggu, sulfonamid diberikan bila ada penyulit.


Borang Portofolio

Topik : Konjungtivitis Iritatif ec Corpus Alienum Oculi Dextra


Tanggal (kasus) : 24 April 2017 Presenter : dr. Fildan Huda Pradana
Tanggal Presentasi : 11 Juli 2017 Pendamping : dr. Endayani
Tempat Presentasi : Ruang Komite Medik RSUD Padang Panjang
Objektif Presentasi :
□ Keilmuan □ Keterampilan □ Penyegaran □ Tinjauan Pustaka
□ Diagnostik □ Manajemen □ Masalah □ Istimewa
□ Neonatus □ Bayi □ Anak □ Remaja □ Dewasa □ Lansia □ Bumil
□ Deskripsi : Laki-laki 34 th, dibawa ke IGD karena sesak nafas.
□ Tujuan : Penegakkan diagnosa dan tatalaksana yang tepat.
Bahan □ Tinjauan
□ Riset □ Kasus □ Audit
Bahasan : Pustaka
Cara
□ Diskusi □ Presentasi dan Diskusi □ E-mail □ Pos
Membahas :
Nama : AP, ♂ , 34 tahun, BB: 55
Data Pasien : No. Registrasi : 65.41.07
kg, TB : ± 173cm
Nama Klinik : RSUD Padang Panjang Telp : Terdaftar sejak :
Data Utama untuk Bahan Diskusi :
1. Diagnosis / Gambaran Klinis : Konjungtivitis Iritatif ec Corpus Alienum Oculi Dextra
2. Riwayat Pengobatan : -
3. Riwayat Kesehatan / Penyakit : riwayat HT dan DM disangkal
4. Riwayat Keluarga : -
5. Riwayat Pekerjaan : Buruh bangunan
6. Kondisi Lingkungan Sosial dan Fisik : tingkat ekonomi menengah ke bawah
7. Riwayat Imunisasi : Pasien tidak ingat
8. Lain-lain : -
Daftar Pustaka :
Vaughan, A., 2010. Oftalmologi Umum. Edisi 17. EGC, Jakarta.
Tanto, C., et al. 2014. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 4. Media aesculapius, Jakarta.
Illyas, S., 2010. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 2. Cetakan Ke Tujuh. Balai Penerbit FKUI, Jakarta.

Hasil Pembelajaran :
1. Konjungtivitis Iritatif ec Corpus Alienum Oculi Dextra
2. Penegakan diagnosa Konjungtivitis Iritatif ec Corpus Alienum Oculi Dextra
3. Tatalaksana Konjungtivitis Iritatif ec Corpus Alienum Oculi Dextra

Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio


1. Subjektif :

• Keluhan Utama: Mata merah dan perih

• Pasien mengalami hal ini sejak 2 jam SMRS. Pasien merasa ada pasir yang masuk
ke mata kanannya saat dia sedang bekerja

• Mata merah (+), pengelihatan buram (+), nyeri mata kanan (+)
• Riwayat penyakit terdahulu disangkal

2. Objektif :

Pemeriksaan Fisik
 Keadaan umum : sedang

 Kesadaran : CM

 Tekanan Darah : 130/70 mmHg

 Nadi : 88 x/menit

 Frekuensi Nafas : 20 x/ menit

 Breathing : spontan

 Suhu : 36,60 C

Status Internus
 Kepala : Normocephal

 Mata : Palpebra inferior anemis (-/-), sklera tidak ikterik, injeksi


konjungtiva (+/-)

 Kulit : Turgor kulit baik

 Thoraks
o Paru

Inspeksi : Gerakan nafas simetris kiri dan kanan


Palpasi : Fremitus kiri sama dengan kanan
Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler, rhonki -/-, wheezing +/+

o Jantung

Inspeksi : Iktus jantung tidak terlihat


Palpasi : Iktus jantung teraba di linea midclavicula sinistra ICR V
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : Bising tidak ada, bunyi jantung tambahan tidak ada, irama
: reguler takikardia
 Abdomen
Inspeksi : Tidak tampak membuncit
Palpasi : Soepel, nyeri tekan tidak dijumpai
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal

 Ekstremitas : Refilling capiller baik, akral hangat

 Pemeriksaan tambahan : -
3. Assesment (penalaran klinis) :

Konjungtivitis merupakan penyakit mata yang paling sering dijumpai, penyakit ini juga
harus mampu ditatalaksana oleh dokter umum hingga tuntas. Masuknya pasir ke mata
kanan pasien menyebabkan reaksi inflamasi yang harus ditatalaksana dengan tepat.
Sebelum pemberian antibiotik maupun steroid, perlu dilakukan spooling untuk
mengeluarkan corpus alienum

4. Plan :

Diagnosis awal :
Konjungtivitis Iritatif ec Corpus Alienum Oculi Dextra

Pengobatan :
11.10 WIB
Spooling oculi dextra dengan aquadest

11.20 WIB
S/ Pasien merasa pasir di mata kanannya telah berhasil dikeluarkan.
Mata merah (+). Nyeri (+) berkurang

O/ TD 130/70 HR 88 RR 22 T af KU : Baik Kesadaran : CMC


Nyeri oculi dextra (+) VAS 3
Konjungtiva Hiperemis (+/-)

A/ Konjungtivitis Iritatif ec Corpus Alienum Oculi Dextra

P/
Polidex tetes mata OD gtt II 3x1
As.mefenamat 3x500mg
B Comp. 1x1tab
Vit C 1x1tab

Edukasi : pasien dianjurkan menjaga higienitas mata, tidak mengucek-ngucek


mata serta menggunakan pelindung mata saat bekerja.

Konsultasi : Dibutuhkan saat kondisi pasien tidak membaik setelah terapi

Kontrol :
Kegiatan Periode Hasil yang Diharapkan
Kontrol Poli Mata Hanya jika keluhan tidak berkurang Pasien sembuh
atau muncul gejala yang
mengganggu aktivitas
Nasihat Setiap kali kunjungan Kualitas hidup pasien
membaik

Anda mungkin juga menyukai