Anda di halaman 1dari 4

Analisa Kejadian Banjir Bandang

di Kawasan Lereng Gunung Raung Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang


Kabupaten Banyuwangi Penanggulangan Bencana menyebutkan (pada
Oleh : Eka Nofianti, S.Hut. Pasal 33) bahwa penyelenggaraan
penanggunalangan bencana terdiri atas 3 (tiga)
tahap yaitu: (1) prabencana, (2) saat tanggap
Pendahuluan darurat, dan (3) pasca bencana. Kementerian
atau lembaga maupun Pemerintah Daerah
Bencana alam merupakan fenomena yang akan
(Pemda) terkait mempunyai tugas dan fungsi
terus dihadapi oleh manusia sebagai bagian dari
masing-masing, mulai dari pencegahan,
proses geofisik yang terjadi di permukaan bumi.
penanganan saat bencana, dan penanganan
Namun beberapa dekade terakhir, kita menjadi
pemulihan pasca bencana. Adapun Kementerian
saksi serangkaian bencana alam dengan
Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui
magnitude yang cukup besar seperti gempa
Direktorat Jenderal Pengendalian DAS dan
bumi, banjir, letusan gunungapi serta kebakaran
Hutan Lindung (PDASHL) memiliki peran untuk
hutan dan lahan yang berakibat tidak hanya pada
memberikan informasi mengenai lokasi yang
kerusakan ekosistem namun juga nyawa
rawan terhadap bencana banjir dan tanah
manusia. Bencana yang terjadi pada saat
longsor kepada pemerintah daerah setempat
sekarang ini seringkali diakibatkan oleh aktivitas
dengan mensosialisasikan peta kerawanan banjir
manusia dimana aktivitas tersebut telah
dan tanah longsor, serta membuat analisa
mempengaruhi ekosistem bumi baik secara
kejadian banjir dan tanah longsor dalam ruang
global maupun pada skala mikro. Contoh yang
lingkup DAS melalui Unit Pelaksana Teknis
menjadi isu hangat adalah terjadinya perubahan
(UPT) Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai
iklim global dengan fenomena El Nino dan La
dan Hutan Lindung (BPDASHL) yang tersebar di
Nina, yang mengakibatkan banjir dan kekeringan
seluruh provinsi di Indonesia. Sesuai dengan
di berbagai belahan bumi.
tugasnya maka BPDASHL wajib membuat
analisa laporan kejadian banjir / longsor sesuai
Banjir, Tanah Longsor, dan Peran BPDASHL
dengan Peraturan Dirjen PDASHL Nomor :
Brantas Sampean
P.5./PDASHL/SET/DAS.0/11/2016 tanggal 1
Banjir dan tanah longsor merupakan bencana Nopember 2016.
yang sering terjadi di wilayah Indonesia dan
menjadi isu nasional. Menurut Badan Nasional Analisis Kejadian Banjir DAS Glondong
Penanggulangan Bencana (BNPB), kejadian
letusan gunung berapi merupakan bencana alam Salah satu kejadian bencana banjir dan tanah
yang paling banyak menimbulkan korban jiwa longsor yang baru saja terjadi di wilayah
dan kerugian material. Akan tetapi kerugian yang BPDASHL Brantas Sampean adalah kejadian
ditimbulkan oleh bencana banjir dan tanah yang terjadi di Kabupaten Banyuwangi pada
longsor, baik jiwa maupun harta benda, juga tanggal 22 Juni 2018. Banjir bandang yang
tidaklah sedikit. Hal ini disebabkan oleh disertai longsor di lereng Gunung Raung, yang
ketidaksiapan pemerintah setempat dalam merupakan wilayah hutan lindung yang dikelola
mengantisipasi kejadian bencana banjir dan oleh KPH Banyuwangi Barat, mengakibatkan
tanah longsor, karena kurang atau tidak adanya rusaknya sarana dan prasarana di Dusun Garit,
informasi mengenai lokasi yang rawan dan tidak Karang Asem, Bangunrejo, Wonorekso, Desa
adanya penanganan yang tepat untuk Alas Malang, Kec. Singojuruh, Kab. Banyuwangi
mengurangi dampak kejadian banjir dan tanah yang merupakan lokasi terdampak. Lokasi
longsor di wilayahnya. kejadian termasuk ke dalam DAS Glondong
dengan luasan 18.428,44 ha, sementara
catchment area terdampak bencana merupaka adanya longsoran. Kondisi ini ditunjang dengan
daerah tangkapan air (DTA) Bandeng seluas adanya penyempitan di bagian hilir (bangunan
6.713,35 ha). jembatan) sehingga aliran menjadi terhambat.
Dengan kondisi yang demikian, ketika terjadi
Faktor yang berpengaruh terhadap kejadian hujan dalam jumlah yang cukup tinggi yang
banjir dapat dibedakan menjadi faktor alam dan mengakibatkan tanggul jebol dan membawa
faktor manusia. Faktor alam antara lain berupa 1) material yang cukup besar ke bagian hilir (terjadi
kondisi sungai dan 2) karakteristik DAS. Sedang banjir bandang).
faktor manusia meliputi 1) aktifitas penggunaan
lahan dan 2) landuse. Kondisi topografi DTA Pada kejadian bencana ini, faktor alam
Bandeng bergelombang dan cukup sulit untuk memberikan pengaruh yang cukup besar yaitu
dijangkau. Tim monitoring dari BPDASHL curah hujan tinggi di kawasan hulu yang
Brantas Sampean mengaklami kesulitasn pada merupakan hutan hujan orografis, tidak dapat
saat berupaya untuk menelusuri lokasi longsor di dideteksi berapa intensitas hujan yang terjadi
bagian atas. Hal ini juga ditambah dengan sebelum bencana banjir. Dari perhitungan curah
kondisi cuaca (hujan) sehingga tim tidak bisa hujan diperkirakan curah hujan sebesar 134,55
mencapai lokasi karena kekhawatiran terjadi mm/hari dengan intensitas huhan 44,8 mm/hari.
longsor susulan. Hujan sudah sering turun di kawasan hulu dan
menurut warga sekitar selalu deras dalam waktu
Pada kesempatan tersebut tim melakukan yang lama. Jenis tanah pada lokasi kejadian
pengukuran kapasitas pengaliran dan debit adalah regosol, yang berasal dari bahan induk
puncak banjir untuk mengetahui besaran vulkan yang dicirikan oleh tekstur berpasir yang
limpasan yang terjadi sehingga menyebabkan mudah jenuh dan rawan terhadap erosi.
luapan sungai. Pengukuran penampang sungai
untuk perhitungan di atas dilakukan di Sungai Kondisi tutupan lahan pada DTA Badeng terdiri
Badeng yang berada pada lokasi wisata Pinus atas 52,48 % hutan alam. Kawasan hutan
Songgon. Berdasarkan hasil pengukuran tersebut terdiri atas hutan lindung seluas 71,60
langsung dan pengolahan data didapatkan hasil % dari total luas kawasan hutan, yang dikelola
kapasitas pengaliran sungai Badeng adalah oleh KPH Banyuwangi Barat. Pada lokasi
sebesar 193.76 m3/detik dengan debit sungai tersebut tidak dijumpai adanya aktivitas
banjir sebesar 242.47 m3/detik. Terlihat bahwa penebangan, perambahan liar, maupun kegiatan
debit aliran melebihi daya tampung sungai dan pertambangan. Adapun dalam rentang waktu
pengamatan di lapangan memperlihatkan bahwa 2013 – 2017 telah dilaksanakan kegiatan RHL
Sungai Badeng telah mengalami pendangkalan yang mencakup lokasi seluas 730,97 Ha.
dan tidak terdapat sudetan sungai. Hal ini Penggunaan lahan merupakan salah satu faktor
mengakibatkan terjadinya limpasan dalam jumlah yang diklaim sering menjadi penyebab terjadinya
besar. bencana. Namun demikian melihat pada lokasi
kejadian terlihat bahwa penggunaan lahan telah
Daerah tangkapan air (DTA) Bandeng memiliki sesuai dengan peruntukkannya. Kegiatan
bentuk memanjang. Bentuk DAS/catchment area menanam pada areal pertanian lahan kering
yang memanjang pada umumnya dicirikan oleh yang dikelola masyarakat telah menerapkan
waktu konsentrasi yang lama dimana banjir kaidah konservasi tanah dan air.
limpasan yang terjadi kecil karena debit air yang
dibawa anak-anak sungai ke sungai utama
berlangsung lama. Namun kali ini terjadi kondisi
yang menyimpang yang diakibatkan oleh adanya
sumbatan di bagian hulu yang terjadi karena
Penutup Dokumentasi
Sungai Badeng pada titik pengamatan hulu
Hasil analisis menyatakan bahwa banjir yang
terjadi pada DTA Badeng dipicu oleh adanya
bendung alam yang terbentuk di bagian hulu.
Pada bagian hulu (lereng Gunung Raung) terjadi
longsor yang dikarenakan kondisi tanah yang
jenuh oleh air akibat curah hujan tinggi selama
lebih dari 4 hari dengan intensitas yang tinggi
pula. Material longsoran tersebut membentuk
bendung alami dimana bendung tersebut tidak
mampu menahan air sehingga jebol dan
membawa material tanah, pohon, dan batu ke
wilayah hilir. Kondisi sungai di bagian hilir yang
menyempit akibat adanya jembatan, Kondisi Tutupan lahan pada daerah hulu
menghalangi aliran untuk bergerak bebas
sehingga melimpas ke pemukiman sekitar.

Langkah yang harus diambil untuk


mengantisipasi kejadian serupa di masa yang
akan datang adalah dengan melakukan
perubahan penggunaan ruang untuk
mengembalikan lagi kawasan terdampak sebagai
kawasan hutan lindung. Perubahan konstruksi
sungai di bagian hilir perlu dilakukan agar
mampu menampung aliran apabila sewaktu-
waktu terjadi peningkatan jumlah aliran.
Perubahan tersebut dapat berupa normalisasi Sungai Badeng terlihat dari titik pengamatan
sungai maupun pelebaran jembatan untuk lokasi wisata Pinus Songgon
memberi ruang kepada air. Pengamanan kanan
kiri sungai juga perlu dilakukan dengan
menaikkan tanggul sungai sehingga aliran tidak
melimpas ke pemukiman sekitar apabila terjadi
kenaikan aliran sungai. Adapun di bagian hulu
perlu dilakukan perbaikan terhadap sabo dam
yang rusak untuk menahan laju aliran air.

Kondisi Sungai Badeng di hilir dimana terdapat


sumbatan berupa jembatan
Foto foto lokasi terdampak

Anda mungkin juga menyukai