Anda di halaman 1dari 46

ANALISIS NON-GENETIK DAN GENETIK BOBOT BADAN

KAMBING PERANAKAN ETAWAH DI BPTU-HPT


PELAIHARI SEBAGAI SUMBER BIBIT

FUAD HASAN

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI TESIS
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Non-Genetik dan
Genetik Bobot Badan Kambing Peranakan Etawah di BPTU-HPT Pelaihari sebagai
Sumber Bibit adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dan karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Mei 2014

Fuad Hasan
NIM D151120041
RINGKASAN

FUAD HASAN. Analisis Non-Genetik dan Genetik Bobot Badan Kambing


Peranakan Etawah di BPTU-HPT Pelaihari sebagai Sumber Bibit. Dibimbing oleh
JAKARIA dan ASEP GUNAWAN.

Kambing Peranakan Etawah (PE) merupakan salah satu ternak lokal


Indonesia yang berperan dalam menghasilkan daging dan susu (dual purpose).
Kambing PE memiliki bentuk badan yang besar, muka cembung, tanduk pipih,
telinga terkulai ke bawah dan bulu rewos yang panjang. Peningkatan bobot badan
kambing PE yang cepat memiliki nilai ekonomi yang bermanfaat untuk
menghasilkan daging. Hal ini menjadi salah satu dasar untuk pengembangan mutu
genetik kambing lokal Indonesia seperti kambing PE perlu direalisasikan.
Informasi non-genetik dan parameter genetik bobot badan kambing PE saat ini
masih sangat jarang. Informasi tersebut sangat penting dalam penyusunan dan
pelaksanaan program pemuliaan untuk menghasilkan kambing PE yang memiliki
mutu genetik tinggi sebagai penghasil daging.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui parameter genetik dan fenotipik
bobot lahir, sapih, 6 bulan, 12 bulan dan 18 bulan dengan jumlah masing-masing
316, 316, 259, 259 dan 165 ekor. Data yang digunakan diperoleh dari Balai
Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak (BPTU-HPT) Pelaihari
propinsi Kalimantan Selatan. Pengaruh non-genetik dihitung dengan analisis
General Linear Model (GLM). Parameter genetik dan pendugaan nilai pemuliaan
dihitung dengan analisis General Linear Model (GLM) dan Restricted Maximum
Likelihood. Pola genetik dan fenotipik bobot badan dihitung melalui analisis
regresi melalui rataan nilai pemuliaan dengan tahun kelahiran dan rataan fenotipik
dengan tahun kelahiran.
Hasil penelitian menunjukkan rataan bobot lahir, sapih, 6 bulan, 12 bulan
dan 18 bulan masing-masing adalah 3.78; 10.57; 17.02; 32.01 dan 48.66 kg. Jenis
kelamin dan tipe kelahiran sangat berpengaruh (P<0.01) terhadap bobot lahir.
Jenis kelamin, paritas, tahun dan musim sangat berpengaruh (P<0.01) terhadap
bobot sapih dan 6 bulan. Paritas, tipe kelahiran, tahun dan musim sangat
berpengaruh (P<0.01) terhadap bobot 12 dan 18 bulan. Nilai heritabilitas bobot
lahir, sapih, 6 bulan, 12 bulan dan 18 bulan yang diperoleh masing-masing
0.54±0.12; 0.35±0.07; 0.37±0.09; 0.68±0.16 dan 0.63±0.19. Nilai ripitabilitas
bobot lahir, sapih, 6 bulan, 12 bulan dan 18 bulan yang diperoleh masing-masing
0.98±0.01; 0.97±0.01; 0.94±0.03; 0.71±0.12 dan 0.91±0.04. Korelasi genetik dan
fenotipik tertinggi diperoleh antara bobot 12 bulan dengan bobot 18 bulan
masing-masing 0.88 dan 0.93. Berdasarkan pendugaan nilai pemuliaan yang
diamati pejantan yang terbaik adalah No. 1649 dengan nilai pemuliaan bobot
lahir, sapih, 6 bulan, 12 bulan dan 18 bulan masing-masing +0.04; +0.02; +0.02;
+0.03 dan +0.03 lebih tinggi daripada rataan populasi.
Pola genetik bobot lahir dan 18 bulan menunjukkan pola yang sama pada
tahun 2007 sampai 2008 meningkat dan dari 2008 sampai 2011 menurun. Pola
genetik bobot sapih menunjukkan fluktuasi yang besar dari tahun 2007 sampai
2011. Pola genetik bobot 6 bulan menunjukkan pola yang meningkat dari tahun
2007 sampai 2009 dan menurun dari 2009 sampai 2011. Pola genetik 12 bulan
menunjukkan pola yang meningkat sampai 2008 dan menurun pada tahun 2009.
Pada tahun 2009 kembali meningkat sampai 2010 dan menurun sampai 2011. Pola
fenotipik bobot lahir, sapih dan 6 bulan konstan dari tahun 2007 sampai 2011.
Pola fenotipik 12 bulan dan 18 bulan memiliki pola yang sama dan menurun dari
tahun 2007 sampai 2011 kecuali pada tahun 2009 meningkat. Koefisien
determinasi (R2) tertinggi pola genetik dan fenotipik diperoleh pada bobot 12
bulan dan 18 bulan dengan nilai masing-masing 69.4;78.7 dan 65.8;90.5. Hal ini
menunjukkan bahwa seleksi pada bobot 12 bulan dan 18 bulan sangat efektif dan
efisien untuk meningkatkan mutu genetik kambing Peranakan Etawah.

Kata kunci : kambing Peranakan Etawah, bobot badan, non-genetik, parameter


genetik dan fenotipik, EBV
SUMMARY

FUAD HASAN. Non-Genetic and Genetic Analysis for Growth Traits of Etawah
Grade Goats in BPTU-HPT Pelaihari as Livestock Breeds. Supervised by
JAKARIA and ASEP GUNAWAN.

Etawah grade goats are one of several Indonesian local goat that plays major
role for milk and meat (dual purpose). This breed has a larger body frame, long
hanging ears, a convex face and larger horns. Improvement of body weight are
important traits influencing economically advantage in the majority of meat
production. That is why for designing Indonesian local goat such as Etawah Grade
goats, improvement genetic program are very important to realize. However,
information of non-genetic and genetic parameter for Etawah Grade goat are very
rare. Information of non-genetic and genetic parameter are important in designing
breeding program for maximizing genetic improvement for meat production.
The aim of this study was to estimated genetic and phenotypic parameters
for body weight consisting of birth (BW), weaning (WW), 6 months of age
(6WM), 12 months of age (12WM) and 18 months of age (18WM) weight was
316, 316, 259, 259 and 165 heads, respectively. The data used in this study were
collected from Breeding Centre of Etawah Grade goat Pelaihari in South
Kalimantan province. Non-genetic effect was estimated by General Linear Model
(GLM). Genetic and phenotypic parameters and estimated breeding value were
estimated by Restricted Maximum Likelihood and General Linear Model (GLM)
procedure, respectively. Genetic and phenotypic trends analysis were performed
with the regression mean breeding values on birth year and mean phenotypic on
birth year.
The result showed that average live weights at BW, WW, 6WM, 12 WM
and 18WM were 3.78; 10.57; 17.02; 32.01 and 48.66 kg, respectively. Sex of kid
and birth type had significant influence on BW (P<0.01). Sex of kid, parity, year
and season had significant influence on WW and 6WM (P<0.01). Parity, birth
type, year and season had significant influence on 12WM and 18WM (P<0.01).
Estimated heritability of BW, WW, 6WM, 12WM and 18WM were 0.54±0.12;
0.35±0.07; 0.37±0.09; 0.68±0.16 and 0.63±0.19, respectively. Estimated
repeatability of BW, WW, 6WM, 12WM and 18WM were 0.98±0.01; 0.97±0.01;
0.94±0.03; 0.71±0.12 and 0.91±0.04, respectively. Genetic and phenotypic
correlations between 12WM and 18WM were high 0.88 and 0.93. The high and
positive genetic and phenotypic correlations between 12WM and 18WM traits in
this study indicated that selection for 12WM will improve genetic merit in Etawah
Grade goats. According to the breeding value estimated for all traits, the best was
sire No. 1649, whose breeding value for BW, WW, 6WM, 12 WM and 18WM
were +0.04; +0.02; +0.02; +0.03 and +0.03, respectively higher than the mean
value of the population.
The genetic trends of BW increased from 2007 to 2008 and constant until
2009. In 2009 the trends declined until 2011. The WW showed after the large
decline in 2008, the trends increased considerably at 2009, but after 2009 the
trends decline considerably until 2011. There were increased in the genetic trends
of 6WM from 2007 to 2009 but decline from 2009 to 2011. The 12WM showed
after the large increased in 2008, the trends decreased until 2009. In 2009 the
trends increased at 2010 and decreased until 2011. The genetic trends of 18WM
constant until 2008 and decreased in 2009. The trends in 2010 constant and
decreased until 2011. The same patterns of phenotypic trends of BW, WW and
6WM showed constant from 2007 to 2011. The same patterns of 12WM and
18WM decreased from 2007 to 2011 except in 2009 increased. The high
coeffisient determination (R2) of genetic and phenotypic trends for 12WM and
18WM were 69.4;78.7 and 65.8;90.5, respectively which means that selection for
12WM and 18WM will be more efficient and effective to improvement the
genetic merit in Etawah Grade goats.

Keywords : Etawah Grade goats, body weight, non-genetic, genetic and


phenotypic parameters, EBV
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
ANALISIS NON-GENETIK DAN GENETIK BOBOT BADAN
KAMBING PERANAKAN ETAWAH DI BPTU-HPT
PELAIHARI SEBAGAI SUMBER BIBIT

FUAD HASAN

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Afton Atabany, MSi
Judul Tesis : Analisis Non-Genetik dan Genetik Bobot Badan Kambing
Peranakan Etawah di BPTU-HPT Pelaihari sebagai Sumber Bibit
Nama : Fuad Hasan
NIM : D151120041

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Dr Jakaria, SPt MSi Dr agr Asep Gunawan, SPt MSc


Ketua Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana


Ilmu Produksi dan
Teknologi Peternakan

Dr Ir Salundik, MSi Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 9 Mei 2014 Tanggal Lulus:


PRAKATA

Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
karunia-Nya sehingga penulisan hasil penelitian tesis ini berhasil diselesaikan
dengan judul: “Analisis Non-Genetik dan Genetik Bobot Badan Kambing
Peranakan Etawah di BPTU-HPT Pelaihari sebagai Sumber Bibit”.
Penulis sampaikan terima kasih kepada Dr Jakaria, SPt MSi dan Dr agr
Asep Gunawan, SPt MSc selaku pembimbing yang telah memberikan perhatian,
bimbingan, arahan, saran dan masukan selama penelitian hingga penyusunan tesis.
Penulis sampaikan terima kasih kepada Prof Dr Ir Ronny Rachman Noor,
MRurSc, Prof Dr Ir Cece Sumantri, MAgrSc dan Dr Ir Rarah Ratih Adjie
Maheswari, DEA (Almarhumah) yang memberikan motivasi, arahan dan
bimbingan selama menempuh kuliah.
Penulis sampaikan terima kasih kepada Ketua program studi Ilmu Produksi
dan Teknologi Peternakan dan Dekan Sekolah Pascasarjana IPB. Penulis
sampaikan terima kasih dan penghargaan kepada Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi atas Beasiswa Unggulan yang diberikan kepada Penulis selama menempuh
pendidikan pascasarjana. Penulis sampaikan terima kasih kepada Kepala dan
seluruh staf Balai Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak (BPTU-
HPT) Pelaihari, Kalimantan Selatan atas dukungan dan materi penelitian yang
diberikan. Penulis sampaikan terima kasih kepada Ir Rini Herlina Mulyono, MSi
dan Pipih Suningsih, SPt yang banyak membantu dan memberikan dukungan
selama penelitian dilaksanakan.
Penulis ucapkan terima kasih yang tulus kepada keluarga tercinta Ayahanda
Drs. Abdul Muluk Harahap, Ibu Nurintan, Abang Indra Lesmana (Almarhum),
Kakak Evalina Herawati, SHut MSi, Desi Irasanti, AmdKeb dan drg Indah
Marianti. Ucapan terima kasih Penulis sampaikan kepada teman-teman
pascasarjana ITP tahun 2012, ABGSCi dan IMATAPSEL Bogor atas segala
dukungan, kebersamaan dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat kepada yang membaca.

Bogor, Mei 2014

Fuad Hasan
DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
1 PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 2
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
2 TINJAUAN PUSTAKA 2
Kambing Peranakan Etawah (PE) 2
Sifat Kuantitatif 3
Bobot Badan 3
Heritabilitas 4
Ripitabilitas 4
Korelasi Genetik dan Fenotipik 4
Nilai Pemuliaan 5
Pola Genetik dan Fenotipik 5
3 METODE 6
Lokasi dan Waktu 6
Materi 6
Prosedur Analisis Data 6
Analisis Deskriptif 6
Pengaruh Non-Genetik 7
4 HASIL DAN PEMBAHASAN 9
Data Deskriptif 9
Pengaruh Non-Genetik 10
Pengaruh Genetik 13
Pola Genetik dan Fenotipik 17
5 SIMPULAN DAN SARAN 19
Simpulan 19
Saran 20
DAFTAR PUSTAKA 20
RIWAYAT HIDUP 30
DAFTAR TABEL

1 Data deskriptif bobot lahir, sapih, 6 bulan, 12 bulan dan 18 bulan


kambing Peranakan Etawah 10
2 Rataan dan standar eror bobot lahir, sapih dan 6 bulan kambing
Peranakan Etawah (kg) 11
3 Rataan dan standar eror bobot 12 bulan dan 18 bulan kambing
Peranakan Etawah (kg) 12
4 Nilai heritabilitas dan standar eror bobot lahir, sapih, 6 bulan, 12
bulan dan 18 bulan kambing Peranakan Etawah 14
5 Nilai ripitabilitas dan standar eror bobot lahir, sapih, 6 bulan, 12 bulan
dan 18 bulan kambing Peranakan Etawah 15
6 Nilai korelasi genetik (dibawah diagonal) dan korelasi fenotipik
(diatas diagonal) bobot lahir (BL), sapih (BS), 6 bulan (B6), 12 bulan
(B12) dan 18 bulan (B18) kambing Peranakan Etawah 16
7 Peringkat keunggulan lima ekor pejantan terbaik berdasarkan nilai
pemuliaan (NP) bobot lahir (BL), sapih (BS), 6 bulan (B6), 12 bulan
(B12) dan 18 bulan (B18) kambing Peranakan Etawah 16
8 Pola genetik dan fenotipik bobot lahir, sapih, 6 bulan, 12 bulan dan
18 bulan kambing Peranakan Etawah 19

DAFTAR GAMBAR

1 Pola genetik bobot lahir, sapih, 6 bulan, 12 bulan dan 18 bulan


kambing Peranakan Etawah ..................................................................... 18
2 Pola fenotipik bobot lahir, sapih, 6 bulan, 12 bulan dan 18 bulan
kambing Peranakan Etawah ..................................................................... 18

DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil output SAS untuk analisis nilai heritabilitas bobot lahir kambing
Peranakan Etawah 24
2 Hasil output SAS untuk analisis non-genetik bobot lahir kambing
Peranakan Etawah 26
3 Contoh data bobot lahir (kg) kambing Peranakan Etawah 28
4 Analisis keragaman bobot lahir kambing Peranakan Etawah 29
1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kambing Peranakan Etawah (PE) merupakan salah satu ternak lokal


Indonesia yang berperan penting dalam menghasilkan daging dan susu (dual
purpose). Bangsa kambing PE memiliki bentuk badan yang besar, muka
cembung, tanduk pipih, telinga terkulai ke bawah dan profil badan yang bagus
(Sodiq dan Abidin 2010). Populasi kambing di Indonesia pada bulan September
2013 sebesar 18 576 192 ekor dengan produksi daging sebesar 67 000 ton
(Direktorat Jenderal Peternakan 2013). Populasi kambing PE terkonsentrasi di
kecamatan Kaligesing kabupaten Purworejo, propinsi Jawa Tengah. Bobot badan
yang cepat merupakan sifat penting dalam pencapaian target produksi daging.
Selain itu, bobot badan sangat efektif dalam program seleksi dikarenakan
memililiki nilai heritabilitas sedang sampai tinggi (Zhang et al. 2009).
Estimasi nilai parameter genetik dan fenotipik bobot badan dari bangsa
kambing yang berbeda telah dilaporkan oleh beberapa penelitian (Al-Saef 2013;
Zhang et al. 2009; Boujenane dan El Hazzab 2008). Al-Saef (2013) melaporkan
nilai heritabilitas bobot lahir dan sapih pada kambing Syrian Damascus masing-
masing 0.41 dan 0.21. Zhang et al. (2009) memperoleh nilai heritabilitas bobot
lahir dan sapih pada kambing Boer masing-masing sebesar 0.30 dan 0.23. Nilai
heritabilitas kambing Dwarf pada umur 18 bulan sebesar 0.63 (Bosso et al. 2007).
Faktor lain yang menjadi dasar dalam seleksi bobot badan adalah ripitabilitas,
nilai pemuliaan, korelasi genetik dan fenotipik (Mokhtari dan Rashidi 2010).
Snyman dan Olivier (1999) melaporkan nilai ripitabilitas bobot badan sebesar
0.63. Bosso et al. (2007) melaporkan nilai korelasi genetik antara bobot sapih
dengan bobot 12 bulan pada kambing Dwarf sebesar 0.74. Nilai korelasi genetik
yang tinggi dan positif dipengaruhi oleh kontrol dari berbagai gen yang sama dan
berakibat seleksi satu sifat akan mempengaruhi sifat yang lain. Bagian lain dari
penelitian ini memprediksi pola genetik bobot badan dari beberapa waktu untuk
melihat akurasi prediksi genetik dan mengidentifikasi perubahan genetik yang
terjadi (Intaratham et al. 2008). Hal ini menjadi acuan dalam merancang
pengembangan genetik kambing lokal seperti kambing Peranakan Etawah dan
sangat penting untuk direalisasikan.
Informasi non-genetik (jenis kelamin, tipe kelahiran, paritas, tahun dan
musim) dan genetik (heritabilitas, ripitabilitas, korelasi genetik, nilai pemuliaan
dan fenotipik, pola genetik dan fenotipik) yang berhubungan dengan bobot badan
kambing lokal Indonesia masih sangat sedikit. Oleh karena itu, analisis non-
genetik dan genetik bobot badan sangat diperlukan dalam pengembangan program
pemuliaan untuk meningkatkan mutu genetik kambing lokal Indonesia. Penelitian
ini bertujuan untuk menganalisis non-genetik dan genetik bobot lahir, sapih, 6
bulan, 12 bulan dan 18 bulan kambing PE di Balai Pembibitan Ternak Unggul dan
Hijauan Pakan Ternak (BPTU-HPT) Pelaihari propinsi Kalimantan Selatan. Hasil
penelitian ini diharapkan sebagai pedoman dalam penyusunan program pemuliaan
di BPTU-HPT Pelaihari.
2

Perumusan Masalah

Sampai saat ini, ketersediaan bibit kambing Peranakan Etawah (PE) dengan
mutu genetik yang unggul belum tersedia secara luas. Selain itu, informasi
parameter genetik dan fenotipik yang dijadikan sebagai dasar seleksi untuk
menghasilkan kambing PE dengan mutu genetik unggul masih terbatas. Kajian
pengaruh non-genetik dan genetik perlu dilakukan untuk mengetahui potensi
genetik yang ada di Balai Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak
(BPTU-HPT) Pelaihari yang dijadikan sebagai sumber bibit. Informasi yang
diperoleh dijadikan sebagai acuan untuk penyusunan dan pembuatan program
pemuliaan yang dilakukan di BPTU-HPT Pelaihari. Program pemuliaan yang
didasarkan pada informasi non-genetik dan genetik diharapkan dapat
menghasilkan bibit kambing PE dengan mutu genetik tinggi.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh non-genetik,


parameter genetik dan fenotipik, nilai pemuliaan, pola genetik dan fenotipik bobot
lahir, bobot sapih, bobot 6 bulan, bobot 12 bulan dan bobot 18 bulan pada
kambing Peranakan Etawah (PE) di BPTU-HPT Pelaihari.

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah mendapatkan informasi pengaruh non-genetik,


parameter genetik dan fenotipik terkini menjadi acuan dalam penyusunan program
pemuliaan ternak dan dapat dijadikan dasar bagi BPTU-HPT Pelaihari dan
stakeholder untuk membuat kebijakan dalam menghasilkan bibit unggul kambing
Peranakan Etawah.

2 TINJAUAN PUSTAKA

Kambing Peranakan Etawah (PE)

Beberapa bangsa kambing lokal yang ada di Indonesia antara lain kambing
Peranakan Etawah (Jawa Tengah), kambing Jawarandu (Jawa Tengah), kambing
Gembrong (Bali), kambing Kosta (Banten), kambing Marica (Sulawesi Selatan),
kambing Benggala (Nusa Tenggara Timur), kambing Samosir dan Muara
(Sumatera Utara) (Batubara et al. 2011). Kambing Peranakan Etawah (PE)
merupakan salah satu ternak lokal Indonesia yang berperan penting dalam
menghasilkan daging dan susu (dual purpose). Sebagai penghasil daging, bangsa
kambing ini memiliki nilai lebih besar dibandingkan kambing lokal. Ukuran tubuh
kambing PE yang lebih besar dan pada umur yang sama memiliki bobot potong
lebih berat. Kambing PE jantan dapat mencapai 90 kg dan betina 60 kg. Kambing
PE telah beradaptasi dengan baik di Indonesia dan terkonsentrasi di Kaligesing
Purworejo propinsi Jawa Tengah (Sodiq 2012). Kambing PE merupakan hasil
3

persilangan kambing Etawah dengan kambing lokal yang memiliki ciri khusus
seperti telinga panjang, menggantung dan terkulai, tanduk pipih, warna bulu
kombinasi putih-hitam dan putih-coklat dan melengkung ke belakang, bulu rewos
yang panjang pada kedua kaki belakang (BSN 2008).

Sifat Kuantitatif

Sifat kuantitatif merupakan sifat yang dapat diukur pada seekor ternak
seperti bobot badan, ukuran tubuh, produksi susu, produksi telur, produksi wool,
kecepatan lari, daya tahan, lama birahi dan lama kebuntingan. Sifat kuantitatif
dipengaruhi oleh beberapa atau oleh banyak pasang gen, sebaran kurva normal,
memiliki nilai ekonomi yang tinggi dan dipengaruhi oleh faktor lingkungan
(Warwick et al. 1995). Keragaman fenotipik sifat kuantitatif yang dimiliki setiap
individu ditentukan oleh banyak gen dan sangat dipengaruhi oleh lingkungan.
Faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi sifat kuantitatif setiap individu
dapat berupa lingkungan internal dan eksternal (Noor 2008).
Mabrouk et al. (2008) menyatakan bahwa sifat kuantitatif adalah ciri-ciri
dari makhluk hidup yang dapat diukur dan dihitung seperti bobot badan. Salah
satu sifat kuantitatif yang memiliki nilai heritabilitas tinggi pada kambing adalah
bobot badan. Nilai heritabilitas bobot badan yang diperoleh pada beberapa
penelitian sedang sampai tinggi (Al-Saef 2013; Zhang et al. 2009; Boujenane dan
El Hazzab 2008).

Bobot Badan

Pertumbuhan ternak merupakan pertambahan bobot tubuh per satuan waktu


yang meliputi perubahan ukuran otot, tulang dan organ-organ lainnya. Ternak
mengalami pertumbuhan secara cepat sejak lahir sampai ternak mencapai dewasa
kelamin. Saat periode tersebut ternak mengalami pertumbuhan jaringan dan otot
secara cepat. Saat mencapai dewasa kelamin ternak tetap mengalami pertumbuhan
dengan kecepatan yang semakin berkurang sampai dengan pertumbuhan tulang
dan otot berhenti (Herren 2000). Pertumbuhan ternak dipengaruhi oleh bangsa
ternak, jenis kelamin, jumlah dan kualitas pakan serta fisiologi lingkungan ternak
(Soeparno 1998).
Bobot badan ternak muda akan meningkat terus dengan laju pertambahan
bobot badan yang tinggi sampai pubertas dengan kondisi lingkungan yang
terkendali. Bobot badan meningkat terus dengan laju pertambahan bobot badan
yang semakin menurun setelah pubertas dan peningkatan bobot badan tidak terjadi
setelah dewasa tubuh dicapai. Bobot sapih banyak dipengaruhi oleh bobot lahir,
banyaknya susu induk, jenis kelamin dan banyaknya anak dalam satu kelahiran
(Herren 2008). Atabany et al. (2001) melaporkan bahwa kambing PE memiliki
bobot badan saat lahir antara 2.63-4.29 kg. Bobot badan saat lahir kambing PE di
Kaligesing sebesar 3.44 kg (Sodiq 2012). Sodiq (2005) melaporkan bahwa bobot
badan kambing PE saat disapih sebesar 17.8±0.28 kg. Kambing PE jantan dewasa
dapat mencapai 90 kg dan betina 60 kg.
4

Heritabilitas

Heritabilitas adalah bagian keragaman total dari suatu sifat yang diakibatkan
oleh pengaruh keturunan termasuk semua pengaruh gen aditif, dominan dan
epistasis. Pendugaan nilai heritabilitas yang diperoleh hanya berlaku bagi populasi
yang diteliti dalam waktu tertentu. Heritabilitas merupakan salah satu faktor
utama selain diferensial seleksi yang turut mempengaruhi kemajuan genetik
secara langsung (Warwick et al. 1995).
Nilai heritabilitas merupakan parameter penting dalam program pemuliaan
ternak karena program seleksi terhadap sifat-sifat yang mempunyai nilai
heritabilitas rendah relatif kurang efektif jika dibandingkan dengan seleksi
terhadap sifat yang mempunyai nilai heritabilitas tinggi. Heritabilitas merupakan
suatu sifat kuantitatif dapat dihitung dengan berbagai metode. Pendugaan nilai
heritabilitas dengan metode yang berbeda akan memberikan hasil yang berbeda
(Noor 2008). Makgahlela et al. (2008) menyatakan bahwa perbedaan nilai
heritabilitas dikarenakan perbedaan variasi genetik antar populasi, perbedaan
model statistik yang digunakan untuk analisis dan perbedaan kondisi lingkungan.
Nilai heritabilitas berkisar antara 0 sampai 1. Nilai heritabilitas digolongkan
menjadi tiga kategori yaitu rendah (0,0-0,2), sedang (0,2-0,4) dan tinggi (lebih
dari 0,4) (Noor 2008). Nilai heritabilitas bobot badan yang diperoleh pada
beberapa penelitian sedang sampai tinggi (Al-Saef 2013; Zhang et al. 2009;
Boujenane dan El Hazzab 2008). Al-Saef (2013) melaporkan nilai heritabilitas
bobot lahir dan sapih pada kambing Syrian Damascus masing-masing 0.41 dan
0.21. Zhang et al. (2009) memperoleh nilai heritabilitas bobot lahir dan sapih pada
kambing Boer masing-masing sebesar 0.30 dan 0.23. Nilai heritabilitas kambing
Dwarf pada umur 18 bulan sebesar 0.63 (Bosso et al. 2007).

Ripitabilitas

Ripitabilitas merupakan suatu pengukuran kesamaan antara pengukuran


suatu sifat yang diukur berkali-kali pada ternak yang sama selama ternak tersebut
hidup. Nilai ripitabilitas suatu sifat akan ditentukan oleh keragaman komponen-
komponen penyusunannya seperti gen aditif, dominan, epistasis dan komponen
lingkungan. Komponen lingkungan terdiri dari lingkungan permanen dan
sementara (Warwick et al. 1995).
Noor (2008) menyatakan bahwa faktor lain yang mempengaruhi nilai
ripitabilitas adalah variasi lingkungan yang tetap seperti kualitas pakan yang
rendah selama ternak masih muda dapat mengubah kondisi ternak dan
berpengaruh selamanya. Nilai ripitabilitas berkisar antara 0-1. Gifford et al. 1991
melaporkan nilai ripitabilitas bobot badan kambing rendah. Perbedaan nilai
ripitabilitas disebabkan oleh perbedaan dalam status reproduksi ternak (Snyman
dan Olivier 1999).

Korelasi Genetik dan Fenotipik

Koefisien korelasi merupakan suatu nilai yang menggambarkan hubungan


antara dua peubah yang diukur dengan nilai -1 sampai +1. Koefisien korelasi
5

dapat menduga nilai korelasi genetik, lingkungan maupun fenotipik yang


menjelaskan masing-masing hubungan antara masing-masing parameter yang
diamati (Noor 2008). Korelasi antara dua sifat yang mempunyai nilai positif
berarti seleksi untuk memperbaiki satu sifat akan sekaligus meningkatkan sifat
yang lain (genetik dan fenotipik). Sedangkan korelasi yang bernilai negatif berarti
menyeleksi satu sifat akan menurunkan sifat lainnya (Warwick et al. 1995).
Korelasi genetik terjadi karena adanya pengaruh gen-gen yang bersifat
pleitropy yaitu suatu gen yang dapat mempengaruhi dua atau lebih. Korelasi
genetik bobot badan pada beberapa bangsa kambing sebesar 0,19 sampai 0,92
(Bosso et al. 2007; Zhang et al. 2008 dan Wang et al. 2011). Korelasi fenotipik
adalah korelasi yang disebabkan oleh pengaruh gen aditif dan pengaruh
lingkungan. Korelasi fenotipik antara bobot badan pada bangsa kambing yang
berbeda rendah sampai tinggi (Xu et al. 2005 dan Han et al. 2005).

Nilai Pemuliaan

Nilai pemuliaan menunjukkan kedudukan ternak dalam populasi


berdasarkan rataan populasinya. Nilai pemuliaan dari seekor ternak menunjukkan
gambaran nilai gen-gen ternak yang akan diturunkan kepada generasi berikutnya.
Nilai pemuliaan tidak dapat diukur secara langsung namun dapat diduga atau
diestimasi (Prihandini et al. 2011). Ternak yang unggul adalah ternak yang
mempunyai nilai pemuliaan di atas rata-rata populasi. Pendugaan nilai pemuliaan
merupakan salah satu faktor penting dalam mengevaluasi keunggulan genetik
ternak yang ditujukan sebagai bibit. (Bourdon 2000). Ternak yang mempunyai
nilai pemuliaan lebih besar akan lebih baik bila dijadikan bibit dibandingkan
dengan ternak yang mempunyai nilai pemuliaan rendah. Dalam menghitung nilai
pemuliaan pada suatu ternak dapat dilakukan berdasarkan informasi individu,
saudara, kerabat dan keturunan (Warwick et al. 1995). Kecermatan pendugaan
paling tinggi sampai rendah diperoleh dari penggunaan catatan individu, progeny
dan half sib (Bourdon 2000).
Nilai pemuliaan tertinggi dapat dijadikan salah satu kriteria dalam seleksi
untuk memilih pejantan dan betina unggul dari populasi karena diturunkan kepada
generasi berikutnya. Seleksi dilaksanakan bertujuan untuk memilih tetua yang
memiliki nilai pemuliaan tertinggi dari seluruh ternak yang tersedia. Hal ini
bertujuan agar keturunan dari tetua yang terseleksi mencapai rataan performans
setinggi mungkin (Bourdon 2000). Gunawan et al. (2011) melaporkan bahwa nilai
pemuliaan bobot lahir, sapih dan setahun pada ternak tropis sebesar 0.07; 2.79 dan
10.25 lebih tinggi dari populasinya.

Pola Genetik dan Fenotipik

Pola genetik adalah gambaran yang menunjukkan kecenderungan nilai


pemuliaan ternak dari tahun ke tahun. Sedangkan pola fenotipik adalah gambaran
yang menunjukkan kecenderungan nilai fenotipik ternak dari tahun ke tahun
(Dudi 2007). Bosso et al. (2007) menyatakan bahwa pola genetik
mengindikasikan potensi dan peningkatan mutu genetik yang dilakukan selama
6

program peningkatan mutu genetik. Dudi (2007) melaporkan bahwa pola genetik
bobot badan prasapih domba Priangan di UPTD-BPPTD Margawati Garut
konstan dari tahun 1992 sampai 2004. Bosso et al. (2007) melaporkan bahwa pola
genetik kambing Dwarf meningkat dari tahun 1995 sampai 2002. Hal ini
menunjukkan bahwa program pemuliaan yang dilakukan berjalan dengan baik.
Pola genetik dan fenotipik bobot lahir, sapih dan setahun pada sapi Bali
menunjukkan pola yang konstan dari tahun 2001 sampai 2008.
Perbedaan pola genetik dan fenotipik antara berbagai penelitian disebabkan
oleh perbedaan standar nilai pemuliaan, program seleksi, model dan cara
perhitungan, lingkungan dan bangsa ternak (Shaat et al. 2004). Yaeghoobi et al.
(2011) melaporkan bahwa perbedaan pola genetik dan fenotipik disebabkan
kondisi iklim yang berbeda, manajemen, nutrisi dan interaksi antara genetik dan
fenotipik.

3 METODE

Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan


Pakan Ternak (BPTU-HPT) Pelaihari Kalimantan Selatan dan Laboratorium
Pemuliaan dan Genetika Ternak Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor
pada bulan Nopember 2013 sampai Pebruari 2014.

Materi

Data yang digunakan pada penelitian ini merupakan koleksi BPTU-HPT


Pelaihari dari tahun 2007 sampai 2011. Data non-genetik yang digunakan meliputi
catatan jenis kelamin, tipe kelahiran, paritas, tahun kelahiran dan musim. Data
genetik yang digunakan meliputi catatan data bobot lahir (BL), sapih (BS), 6
bulan (B6), 12 bulan (B12) dan 18 bulan (B18) masing-masing 316, 316, 259, 259
dan 165 ekor.
Prosedur Analisis Data

Analisis Deskriptif
Peubah bobot lahir, sapih, 6 bulan, 12 bulan dan 18 bulan yang diamati
dianalisis secara deskriptif. Analisis deskriptif dihitung berdasarkan Walpole
(1993) sebagai berikut:

keterangan:
: rata-rata
Xi : ukuran ke-i dari peubah x
N : jumlah sampel yang diambil dari populasi kambing PE
7

Rumus perhitungan simpangan baku sebagai berikut:

keterangan:
s : simpangan baku
: rata-rata
Xi : ukuran ke-i dari peubah x
n : jumlah sampel yang diambil dari populasi kambing PE

Pengaruh Non-Genetik
Dianalisis menggunakan General Linear Model (GLM) pengaruh non-
genetik dan interaksinya (tahun kelahiran dengan musim dan paritas dengan tipe
kelahiran) (Hammoud et al., 2010). Metode analisis General Linear Model
(GLM) yang digunakan berdasarkan(Steel dan Torrie 1995):

Y = μ + ri + si + pi + qi + ti + e

keterangan:
Y = bobot lahir, sapih, 6 bulan,12 bulan dan 18 bulan kambing PE
μ = rataan
ri = efek dari jenis kelamin anak (jantan, betina)
si = efek dari tipe kelahiran (tunggal, kembar 2, kembar 3)
pi = efek dari beranak ke- (1, 2, 3)
qi = efek dari tahun kelahiran (2007, 2008, 2009, 2010, 2011)
ti = efek dari musim (hujan, kemarau)
e = error
Pengaruh Genetik
Analisis yang digunakan untuk mempelajari pengaruh genetik, pendugaan
nilai parameter genetik dihitung melalui analisis mixed model. Model analisis
parameter genetik (heritabilitas, ripitabilitas dan korelasi genetik) yang digunakan
disajikan sebagai berikut:
Model heritabiltas yang digunakan dengan memasukkan pejantan dan induk
sebagai pengaruh acak pada model yang dihitung untuk memperoleh pengaruh
genetik. Model rancangan percobaan berdasarkan Meyer (1992), yaitu:

Yijk = μ + Si + Dij + Eijk

keterangan:
μ = rataan
Si = pengaruh dari pejantan ke-i
Dij = pengaruh dari induk ke-j dengan pejantan ke-i
Eijk = pengaruh penyimpangan lingkungan dan genetik yang tidak terkontrol
Pendugaan nilai heritabilitas dihitung dari komponen varian pejantan dan
betina berdasarkan Becker (1992) disajikan sebagai berikut:
8

keterangan:
= heritabilitas dari komponen induk
= ragam pejantan
= ragam induk
= ragam dalam keturunan
Standar eror untuk menghitung heritabilitas berdasarkan Becker (1992)
disajikan sebagai berikut:

keterangan:
= kuadrat tengah betina
= kuadrat tengah pejantan
= variasi total
d = jumlah betina
s = jumlah pejantan
K3 = jumlah anak/pejantan
Pendugaan nilai ripitabilitas dihitung dengan menggunakan model
matematis berdasarkan Becker (1992) disajikan sebagai berikut:

keterangan:
= ragam sifat antara individu-individu yang diamati
= ragam sifat berdasarkan pengukuran-pengukuran dalam individu yang
diamati
= kuadrat tengah sifat yang diamati
= kuadrat tengah individu yang diamati
= jumlah pencatatan atau ulangan
9

Pendugaan nilai korelasi genetik dan fenotipik dihitung dengan


menggunakan rumus matematis berdasarkan Becker (1992) disajikan sebagai
berikut:

keterangan:
= peragam komponen genetik
= ragam komponen sifat pertama
= ragam komponen sifat kedua
Perhitungan pendugaan nilai pemuliaan dihitung dengan menggunakan
rumus matematis berdasarkan Becker (1992) disajikan sebagai berikut:

EBV = h2 x DS

keterangan:
h2 = nilai heritabilitas
DS = diferensial seleksi
Pendugaan pola genetik dan fenotipik dengan rataan regresi antara
pendugaan nilai pemuliaan dengan tahun kelahiran untuk setiap bobot badan
dihitung dengan menggunakan rumus matematis berdasarkan Filho et al. (2005)
disajikan sebagai berikut:

Y = a + bX

keterangan:
Y = BL, BS, B6, B12 dan B18
a = intersep/kemiringan
X = tahun kelahiran
b = koefisien regresi

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Data Deskriptif

Data deskriptif bobot lahir, sapih, 6 bulan, 12 bulan dan 18 bulan kambing
PE disajikan pada Tabel 1. Rataan dan standar eror bobot lahir, sapih, 6 bulan, 12
bulan dan 18 bulan masing-masing 3.78±0.03; 10.57±0.11; 17.02±0.25;
32.01±0.95 and 48.66±0.80 kg. Rataan bobot lahir pada penelitian ini lebih tinggi
10

dibandingkan dengan hasil penelitian Sodiq (2012 dan 2005) pada kambing PE di
Kaligesing kabupaten Purworejo sebesar 3.44 dan 3.29 kg. Rataan bobot lahir
pada penelitian ini juga lebih tinggi dibandingkan dengan beberapa penelitian
dengan bangsa kambing yang berbeda (Al-Shorepy et al. 2002 dan Rashidi et al.
2011). Atabany et al. (2001) menyampaikan bahwa rataan bobot lahir kambing PE
antara 2.63-4.29 kg. Jinemez-Badillo et al. (2009) melaporkan perbedaan
kecepatan pertumbuhan bobot badan anak kambing dapat disebabkan oleh
maternal ability, periode menyusui, kuantitas dan kualitas susu yang dihasilkan
oleh induk.
Tabel 1 Data deskriptif bobot lahir, sapih, 6 bulan, 12 bulan dan 18 bulan
kambing Peranakan Etawah
Koefisien
Sifat n Rataan (kg) Standar eror
Keragaman
Bobot Lahir 316 3.78 0.03 15.54
Bobot Sapih 316 10.57 0.11 17.93
Bobot 6 Bulan 259 17.02 0.25 23.86
Bobot 12 Bulan 259 32.01 0.95 27.92
Bobot 18 Bulan 165 48.66 0.80 21.11
Keterangan: n = jumlah individu

Rataan bobot sapih penelitian ini lebih rendah dibandingkan dengan


penelitian Sodiq (2012) sebesar 14.75 kg pada bangsa kambing yang sama. Hal
yang sama juga diperoleh pada penelitian Al-Saef (2013) rataan bobot sapih
kambing Saudi Aradi sebesar 14.78 kg. Boujenane dan El-Hazzab (2008)
menyampaikan rataan nilai bobot sapih pada kambing Draa di Maroko sebesar
9,13 kg. Rataan bobot 6 bulan pada penelitian ini lebih rendah dibandingkan
dengan beberapa penelitian dengan bangsa kambing yang berbeda (Zhang et al.
2009; Rashidi et al. 2011; Al-Saef 2013). Sodiq (2012) menyampaikan bobot
badan 6 bulan kambing PE di Kaligesing sebesar 18.86 kg. Al-Saef (2013)
memperoleh nilai rataan bobot badan 12 bulan pada kaming Saudi Aradi lebih
tinggi daripada hasil penelitian ini. Hal yang berbeda diperoleh bahwa rataan
bobot badan 12 bulan pada penelitian ini lebih tinggi daripada rataan bobot badan
12 bulan kambing Dwraf sebesar 8.04 (Bosso et al. 2007). Rataan bobot badan 18
bulan pada penelitian ini lebih tinggi daripada rataan bobot badan kambing
Jawarandu dewasa (Batubara et al. 2011). Perbedaan rataan bobot badan yang
diperoleh disebabkan oleh bangsa kambing yang berbeda dan pengaruh
lingkungan (Zhang et al. 2009).

Pengaruh Non-Genetik

Rataan dan standar eror bobot lahir, sapih, 6 bulan, 12 bulan dan 18 bulan
dengan berbagai pengaruh non-genetik disajikan pada Tabel 2 dan 3. Jenis
kelamin sangat berpengaruh (P<0.01) terhadap bobot lahir, sapih dan 6 bulan
tetapi tidak berpengaruh (P>0.01) terhadap bobot 12 bulan dan 18 bulan. Hasil
penelitian ini sesuai dengan beberapa penelitian yang menyatakan bahwa jenis
kelamin sangat berpengaruh terhadap bobot badan sebelum ternak disapih (Zhou
11

et al. 2003; Wenzhong et al. 2005; Zhang et al. 2009 dan Sodiq 2012). Hal yang
berbeda disampaikan oleh Liu et al. (2005) bahwa jenis kelamin sangat
berpengaruh terhadap bobot 18 dan 24 bulan pada kambing Angora.
Tabel 2 Rataan dan standar eror (SE) bobot lahir, sapih dan 6 bulan kambing
Peranakan Etawah (kg)
Sifat
Bobot lahir (n) Bobot sapih (n) Bobot 6 bulan (n)
Jenis Kelamin:
Jantan 3.87±0.05a (138) 10.90± 0.16a (138) 18.12±0.38a(116)
Betina 3.71±0.04b (178) 10.30±0.14b (178) 16.41±0.37b(143)
Paritas:
1 3.79±0.04a (172) 11.50 ± 0.12a(172) 19.65±0.27a(138)
2 3.75±0.06a (130) 9.40 ± 0.14b (130) 14.19±0.36b(107)
3 3.99±0.19a (14) 9.30 ± 0.37b (14) 14.06±0.71b (14)
Tipe Kelahiran:
Tunggal 4.18±0.09a (44) 10.80 ± 0.28a (44) 17.06±0.62a (37)
Kembar 2 3.77±0.04b(224) 10.50 ± 0.13a(224) 17.01±0.34a(180)
Kembar 3 3.46±0.05c (48) 10.90 ± 0.24a (48) 18.35±0.51a (42)
Tahun:
2007 3.72±0.03a(124) 11.90 ± 0.13a(124) 20.17±0.25a(124)
2008 4.04±0.18a (29) 10.40 ± 0.25b (29) 15.00±0.65bc (3)
2009 3.66±0.18a (16) 10.10± 0.16bc (16) 17.85±1.03ab (6)
2010 3.73±0.64a (35) 10.50 ± 0.16b (35) 16.62±1.08b (17)
2011 3.81±0.06a(112) 9.20± 0.14c (112) 13.83±0.32c(109)
Musim:
Kemarau 3.79±0.04a(237) 11.00± 0.16a(237) 18.32±0.30a(189)
Hujan 3.73±0.68a (79) 9.20± 0.21b (79) 14.14±0.37b (70)
Keterangan : n = jumlah individu
a
Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata
pada taraf uji 1%.

Bobot jantan yang diperoleh pada penelitian ini lebih besar dibandingkan
dengan bobot betina (Tabel 2 dan Tabel 3). Sodiq (2012) menyatakan bobot lahir,
30 hari, 60 hari dan 90 hari jantan lebih besar dibandingkan dengan bobot badan
betina pada kambing Peranakan Etawah. Hal yang sama disampaikan oleh
beberapa penelitian dengan bangsa kambing yang berbeda Mioč et al. (2011) pada
kambing Croatian, Sodiq et al. (2010) pada kambing Kacang, Zhang et al. (2009)
pada kambing Boer, Vargas et al. (2007) pada kambing Creole dan Browning et
al. (2004) pada kambing Boer. Perbedaan bobot badan jantan dan betina dapat
disebabkan oleh proses fisiologi dimana pada betina terdapat hormon estrogen
yang akan menghambat pertumbuhan (Baneh dan Hafezian 2009).
Paritas tidak berpengaruh (P>0.01) terhadap bobot lahir namun sangat
berpengaruh terhadap (P<0.01) terhadap bobot sapih, 6 bulan, 12 bulan dan 18
bulan (Tabel 2 dan Tabel 3). Zhang et al. (2009) melaporkan bahwa paritas
berpengaruh terhadap bobot lahir pada kambing Boer. Paritas berpengaruh
terhadap bobot lahir, 30 hari, 60 hari dan 90 pada kambing Peranakan Etawah
(Sodiq 2012). Rataan seluruh bobot badan pada paritas pertama lebih tinggi
12

dibandingkan dengan paritas kedua dan ketiga. Hal ini berbeda dengan hasil
penelitian yang disampaikan oleh Sodiq (2012) bahwa peningkatan rataan bobot
badan seiring dengan peningkatan paritas. Hal ini sesuai dengan beberapa
penelitian dengan bangsa kambing yang berbeda (Jimenez-Badillo et al. 2009 dan
Valencia et al. 2007). Perbedaan pengaruh paritas dapat disebabkan oleh kondisi
tubuh induk dan proses fisiologi yang terjadi pada induk berakibat terhadap
pertumbuhan dan perkembangan uterus seiring dengan peningkatan umur induk
dan paritas (Zhang et al. 2009).
Tabel 3 Rataan dan standar eror (SE) bobot 12 bulan dan 18 bulan kambing
Peranakan Etawah (kg)
Sifat
Bobot 12 bulan (n) Bobot 18 bulan (n)
Jenis kelamin:
Jantan 33.20±1.42a (116) 50.41±1.09a (79)
Betina 30.43±1.31a (143) 47.20±1.13a (94)
Paritas:
1 44.27±1.07a (138) 52.60±0.75a (128)
2 17.15±0.42b (107) 34.87±1.04b (31)
3 17.56±0.92b (14) 33.74±1.92b (6)
Tipe kelahiran:
Tunggal 22.51±1.49c (37) 40.62±2.52b (17)
Kembar 2 31.08±1.22b (180) 48.53±1.02a (109)
Kembar 3 42.25±1.87a (42) 52.47±0.90a (39)
Tahun:
2007 46.68±0.89a(124) 53.31±0.58a (123)
2008 22.28±0.98bc (3) 37.53±6.26bc (3)
2009 27.33±3.80b (6) -
2010 22.85±1.12b (17) 40.16±0.91b (15)
2011 16.27±0.33c(109) 31.08±1.01c (24)
Musim:
Kemarau 36.35±1.11a(189) 52.1±0.77a (130)
Hujan 18.80±0.98b (70) 35.40±1.48b (35)
Keterangan: n = jumlah individu
a
Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata
pada taraf uji 1%.

Tipe kelahiran sangat berpengaruh (P<0.01) terhadap bobot lahir, 12 bulan


dan 18 bulan akan tetapi tidak berpengaruh (P>0.01) terhadap bobot sapih dan 6
bulan. Sodiq (2012) melaporkan bahwa tipe kelahiran pada kambing Peranakan
Etawah berpengaruh terhadap bobot lahir, 30 hari, 60 hari dan 90 hari. Hasil yang
sama diperoleh pada beberapa penelitian dengan bangsa yang berbeda, Zhang et
al. (2009) pada kambing Boer, Mandal et al. (2006) pada domba Muzaffarnagari,
Liu et al. (2005) pada kambing Angora, Zhou et al. (2003) pada kambing
Mongolia cashmere dan Al-Shorepy et al. (2002) pada kambing Emirati.
Bobot lahir kelahiran tunggal pada penelitian ini lebih tinggi dibandingkan
dengan kelahiran kembar dua dan tiga akan tetapi bobot sapih, 6 bulan, 12 bulan
dan 18 bulan kelahiran tunggal lebih rendah daripada kelahiran kembar dua dan
13

tiga. Zhang et al. (2009) melaporkan kelahiran tunggal memiliki bobot badan
yang lebih tinggi dibandingkan kelahiran kembar dua dan tiga pada kambing
Boer. Atabany et al. (2001) juga melaporkan bahwa bobot lahir tunggal lebih
tinggi dibandingkan dengan lahir kembar dua, tiga dan empat pada kambing
Peranakan Ettawa masing-masing 4.29; 4.08; 3.17 dan 2.63 kg. Kelahiran tunggal
memiliki bobot lahir yang lebih tinggi disebabkan tidak adanya kompetisi
kebutuhan nutrisi yang diberikan oleh induk saat kebuntingan. Sebaliknya
kelahiran kembar dua dan tiga nutrisi yang diberikan terbagi kepada anak saat
induk bunting (Zhang et al. (2009). Liu et al. (2005) melaporkan bahwa bobot
lahir kelahiran kembar dua dan tiga lebih rendah dibandingkan dengan kelahiran
tunggal disebabkan oleh penurunan pengaruh induk seperti nutrisi yang diberikan
induk kepada anak selama kebuntingan.
Tahun kelahiran tidak berpengaruh (P>0.01) terhadap bobot lahir namun
sangat berpengaruh (P<0.01) terhadap bobot sapih, 6 bulan, 12 bulan dan 18
bulan. Pola rataan bobot lahir, sapih dan 18 bulan dari yang tertinggi ke terendah
2007>2010>2008>2009>2009> Pola rataan bobot 6 bulan dan 12 bulan dari yang
tertinggi ke terendah 2007>2009>2010>2008>2011. Perbedaan dengan beberapa
penelitian disebabkan oleh perubahan iklim, curah hujan yang berbeda, pakan,
kondisi tubuh ternak dan manajemen (Zhou et al. 2003 dan Haile et al. 2009).
Musim tidak berpengaruh (P>0.01) terhadap bobot lahir namun sangat
berpengaruh (P<0.01) terhadap bobot sapih, 6 bulan, 12 bulan dan 18 bulan.
Secara keseluruhan bobot badan pada penelitian ini lebih tinggi pada musim
kemarau dibandingkan dengan musim penghujan. Hal ini menunjukkan bahwa
ternak yang lahir pada musim kemarau lebih baik performanya daripada ternak
yang lahir pada musim penghujan. Zhang et al. (2009) melaporkan bahwa anak
kambing yang lahir pada musim kemarau memiliki bobot badan yang lebih tinggi
dibandingkan dengan anak kambing yang lahir musim yang lain. Perbedaan ini
dapat disebabkan oleh ketersediaan pakan saat induk bunting. Pengaruh musim
terhadap bobot badan dapat disebabkan manajemen seperti perkawinan,
perkandangan dan pakan pada lokasi ternak tersebut dipelihara (Gunawan dan
Noor 2006). Al-Shorepy et al. (2002) juga melaporkan bahwa perbedaan bobot
badan pada musim yang berbeda dapat disebabkan oleh perbedaan musim
penghujan sehingga ketersediaan pakan juga berbeda.

Pengaruh Genetik

Heritabilitas
Nilai heritabilitas bobot lahir, sapih, 6 bulan, 12 bulan dan 18 bulan yang
diperoleh pada penelitian ini disajikan pada Tabel 4. Nilai heritabilitas merupakan
bagian keragaman total dari suatu sifat yang diakibatkan oleh pengaruh keturunan
termasuk semua pengaruh gen aditif, dominan dan epistasis. Pendugaan nilai
heritabilitas yang diperoleh hanya berlaku bagi populasi yang diamati dalam
waktu tertentu (Noor 2008). Nilai heritabilitas bobot badan pada penelitian ini
sedang sampai tinggi dengan nilai 0.37-0.68. Nilai heritabilitas dikatakan rendah
jika nilainya antara 0.0-0.2, sedang antara 0.2-0.4 dan tinggi lebih dari 0.4 (Noor
2008). Nilai heritabilitas bobot lahir pada penelitian ini 0.54±0.12 lebih tinggi
dibandingkan beberapa laporan penelitian kambing di daerah tropis. Al-Shorepy
14

et al. (2001) melaporkan nilai heritabilitas bobot lahir pada kambing Emirati
dengan menggunakan analisis Derivative Free Restricted Maximum Likehood
(DFREML) sebesar 0.39. Bosso et al. (2007) melaporkan nilai heritabilitas bobot
lahir pada kambing Dwraf dengan menggunakan analisis ASREML sebesar 0,50.
Nilai heritabilitas bobot lahir pada kambing Syrian Damascus dan Boer masing-
masing sebesar 0.41 dan 0.30 (Zhang et al. 2009 dan Al-Saef 2013).
Tabel 4 Nilai heritabilitas dan standar eror (SE) bobot lahir, sapih, 6 bulan, 12
bulan dan 18 bulan kambing Peranakan Etawah
Sifat n h2±SE
Bobot Lahir 316 0.54±0.12
Bobot Sapih 316 0.35±0.07
Bobot 6 Bulan 259 0.37±0.09
Bobot 12 Bulan 259 0.68±0.16
Bobot 18 Bulan 165 0.63±0.19
Keterangan: n = jumlah individu

Nilai heritabilitas bobot sapih pada penelitian ini sebesar 0.35±0.07. Nilai
heritabilitas pada penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian oleh
Zhang et al. (2009) pada kambing Boer dengan menggunakan analisis DFRML.
Nilai heritabilitas yang diperoleh pada penelitian ini sesuai dengan kisaran nilai
heritabilitas beberapa penelitian dengan bangsa kambing yang berbeda (Al-Saef
2012; Boujenane dan El-Hazzab 2008 dan Al-Shorepy et al. 2002). Nilai
heritabilitas bobot sapih pada kambing Emirati dan Syrian Damascus masing-
masing sebesar 0.45 dan 0.21. Peningkatan genetik bobot sapih disebabkan oleh
pengaruh fertilitas, prolifikasi, adaptasi anak dan kelangsungan induk dari
perkawinan sampai sapih (Zhang et al. 2009). Makgahlela et al. (2008)
menyatakan bahwa perbedaan nilai heritabilitas dikarenakan perbedaan variasi
genetik antar populasi, perbedaan model statistik yang digunakan untuk analisis
dan perbedaan kondisi lingkungan.
Nilai heritabilitas bobot 6 bulan yang diperoleh pada penelitian ini sebesar
0.37±0.09. Boujenane dan El-Hazzab (2008) melaporkan bahwa nilai heritabilitas
bobot 6 bulan menggunakan analisis Multi Traits Derivative Free Restricted
Maximum Likelihood (MTDFREML) dengan kisaran 0.11-0.23. Al-Saef (2013)
juga melaporkan nilai heritabilitas bobot 6 bulan dengan menggunakan analisis
yang sama sebesar 0.36. Nilai heritabilitas bobot 12 dan 18 bulan yang diperoleh
pada penelitian ini masing-masing sebesar 0.68±0.16 dan 0.63±0.19. Nilai
heritabilitas yang diperoleh pada penelitian ini lebih rendah dibandingkan dengan
nilai heritabilitas yang diperoleh oleh Bosso et al. (2007) pada kambing Dwarf
sebesar 0.73. Namun, nilai heritabilitas yang diperoleh pada penelitian ini lebih
tinggi dibandingkan dengan yang diperoleh oleh Oczana et al. (2005) pada domba
Merino, Safari et al. (2005) pada domba dan Gizawa pada domba Menz.
Nilai heritabilitas tertinggi yang diperoleh pada penelitian ini pada bobot 12
bulan. Peningkatan mutu genetik kambing Peranakan Etawah pada penelitian ini
dapat dilakukan dengan menyeleksi ternak pada bobot 12 bulan berdasarkan nilai
heritabilitas tertinggi pada bobot badan tersebut. Perbedaan nilai heritabilitas yang
diperoleh dapat disebabkan oleh perbedaan bangsa kambing, analisis statistik,
15

metode seleksi dalam populasi, jumlah sampel dan lingkungan (Zhang et al.
2009).

Ripitabilitas
Ripitabilitas merupakan suatu pengukuran kesamaan suatu sifat yang diukur
berkali-kali pada ternak yang sama. Nilai ripitabilitas suatu sifat ditentukan oleh
keragaman komponen-komponen penyusunnya seperti gen aditif, dominan,
epistasis dan komponen lingkungan (permanen dan sementara) (Noor 2008). Nilai
ripitabilitas bobot lahir, sapih, 6 bulan, 12 bulan dan 18 bulan yang diperoleh pada
penelitian ini disajikan pada Tabel 5. Nilai ripitabilitas pada penelitian ini tinggi
dengan kisaran 0.71-0.98. Noor (2008) menyatakan bahwa nilai ripitabilitas
berkisar antara 0-1 dan digolongkan ke dalam tiga kategori yaitu rendah antara
0.0-0.2, sedang antara 0.2-0.4 dan tinggi lebih dari 0.4.
Tabel 5 Nilai ripitabilitas dan standar eror (SE) bobot lahir, sapih, 6 bulan, 12
bulan dan 18 bulan kambing Peranakan Etawah
Sifat n R±SE
Bobot Lahir 28 0.98±0.01
Bbobot Sapih 28 0.97±0.01
Bobot 6 Bulan 23 0.94±0.03
Bobot 12 Bulan 26 0.71±0.12
Bobot 18 Bulan 21 0.91±0.04
Keterangan: n = jumlah individu

Nilai ripitabilitas yang tinggi menandakan ternak mampu berproduksi


dengan ukuran yang hampir sama setiap tahun dan seleksi sangat potensial
dilakukan untuk meningkatkan mutu genetik. Nilai ripitabilitas pada penelitian ini
lebih tinggi dibandingkan dengan beberapa penelitian dengan bangsa kambing
yang berbeda (Snyman dan Olivier 1999 dan Yalcin. 1982). Gifford et al. 1991
melaporkan nilai ripitabilitas bobot badan kambing sebesar 0.18. Perbedaan dalam
status reproduksi dapat menyebabkan nilai ripitabilitas yang berbeda pada bobot
badan kambing (Snyman dan Olivier 1999).

Korelasi Genetik dan Fenotipik


Nilai korelasi genetik dan fenotipik bobot lahir, sapih, 6 bulan, 12 bulan dan
18 bulan yang diperoleh pada penelitian disajikan pada Tabel 6. Korelasi genetik
terendah diperoleh antara bobot lahir dengan bobot 12 bulan sebesar 0,03 dan
tertinggi diperoleh antara bobot 12 bulan dengan bobot 18 bulan sebesar 0,87.
Korelasi genetik bobot badan pada bangsa kambing yang berbeda dilaporkan oleh
beberapa penelitian sebesar 0,19 sampai 0,92 (Bosso et al. 2007; Zhang et al.
2008; Zishiri et al.2009 dan Wang et al. 2011). Korelasi genetik yang diperoleh
pada penelitian ini adalah rendah sampai tinggi dan positif. Korelasi genetik yang
positif antara bobot badan menunjukkan bahwa peningkatan mutu genetik suatu
sifat akan diikuti oleh sifat yang lain dan dapat menjadi rujukan untuk melakukan
seleksi dini (Boujenane dan El-Hazzab 2008). Noor (2008) menyatakan bahwa
korelasi genetik terjadi karena adanya pengaruh gen-gen yang bersifat pleitropy
yaitu satu gen dapat mempengaruhi dua atau lebih sifat.
Korelasi genetik bobot lahir pada penelitian ini rendah berkisar antara 0.03
sampai 0.35. Hasil ini sesuai dengan penelitian Bosso et al. (2007) dan Al-Saef
16

(2013) yang menyatakan bahwa korelasi genetik bobot lahir rendah. Namun,
Boujenane dan El-Hazzab (2008) melaporkan bahwa korelasi genetik bobot lahir
pada kambing Draa tinggi. Korelasi genetik tertinggi (0.88) yang diperoleh pada
penelitian ini antara bobot 12 bulan dengan bobot 18 bulan. Hal ini menunjukkan
bahwa seleksi pada bobot 12 bulan sangat efektif untuk meningkatkan mutu
genetik pada generasi berikutnya. Hasil penelitian yang berbeda disampaikan oleh
Bosso et al. 2007 yang menyatakan bahwa korelasi genetik tertinggi (0.74)
diperoleh antara bobot lahir dengan bobot satu tahun pada kambing Dwarf.
Tabel 6 Nilai korelasi genetik (dibawah diagonal) dan korelasi fenotipik (diatas
diagonal) bobot lahir (BL), sapih (BS), 6 bulan (B6), 12 bulan (B12)
dan 18 bulan (B18) kambing Peranakan Etawah
BL BS B6 B12 B18
BL 0.17 0.30 0.08 0.23
BS 0.35 0.69 0.65 0.64
B6 0.04 0.64 0.83 0.74
B12 0.03 0.71 0.77 0.93
B18 0.15 0.55 0.59 0.88

Nilai korelasi fenotipik yang diperoleh pada penelitian ini berkisar antara
0.08 (antara bobot lahir dengan bobot 12 bulan) sampai 0.93 (antara bobot 12
bulan dengan 18 bulan). Korelasi fenotipik antara bobot badan pada penelitian ini
memiliki pola yang sama dengan beberapa penelitian pada bangsa kambing yang
berbeda (Xu et al. 2005 dan Han et al. 2005). Al-Shorepy et al. (2002) melaporkan
korelasi genetik dan fenotipik antara bobot lahir, satu bulan dan 3 bulan positif
dengan kisaran 0.45-0.99. Korelasi fenotipik tertinggi (0,99) juga diperoleh antara
bobot 12 bulan dengan bobot 18 bulan. Hal ini menunjukkan bahwa seleksi sangat
efektif dilakukan pada bobot 12 bulan.

Nilai Pemuliaan
Nilai pemuliaan pejantan terbaik pada bobot lahir, sapih, 6 bulan, 12 bulan
dan 18 bulan disajikan pada Tabel 7. Nilai pemuliaan adalah hal yang
menunjukkan suatu kedudukan individu dalam populasi (Bourdon 2000). Nilai
pemuliaan setiap ekor pejantan diperoleh berdasarkan nilai heritabilitas dikalikan
dengan diferensial seleksi (Becker 1995).
Tabel 7 Peringkat keunggulan lima ekor pejantan terbaik berdasarkan nilai
pemuliaan (NP) bobot lahir (BL), sapih (BS), 6 bulan (B6), 12 bulan
(B12) dan 18 bulan (B18) kambing Peranakan Etawah
BL BS B6 B12 B18
No ID n Peringkat
NP NP NP NP NP
1649 36 1 0.04 0.02 0.03 0.03 0.03
1645 40 2 0.03 0.01 0.01 0.05 0.02
1711 43 3 0.02 0.01 0.04 0.03 0.02
1643 28 4 0.02 0.01 0.02 0.02 0.01
1699 29 5 0.01 0.00 0.01 0.01 0.04
Keterangan: n = jumlah individu
17

Jumlah pejantan yang dievaluasi sebanyak 28 ekor. Berdasarkan nilai


pemuliaan yang diperoleh maka dipilih lima pejantan terbaik sebesar 18 % dari
populasi. Berdasarkan nilai pemuliaan diperoleh pejantan terbaik pada penelitian
ini adalah nomor identitas 1649 dengan nilai pemuliaan bobot lahir, sapih, 6
bulan, 12 bulan dan 18 bulan masing-masing +0.04; +0.01; +0.02; +0.03 dan
+0.03. Sedangkan pejantan nomor 1699 pada penelitian ini memiliki nilai
pemuliaan terendah pada bobot lahir, sapih, 6 bulan, 12 bulan dan 18 bulan
masing-masing +0.01; +0.00; +0.01; +0.01 dan +0.04.
Bobot 12 bulan memiliki nilai pemuliaan tertinggi dibandingkan dengan
bobot lahir, sapih, 6 bulan dan 18 bulan. Nilai pemuliaan tertinggi dapat dijadikan
salah satu kriteria dalam seleksi untuk memilih pejantan yang unggul dari
populasi karena diturunkan kepada generasi berikutnya (Bourdon 2000). Program
seleksi pada bobot 12 bulan sangat efektif untuk meningkatkan mutu genetik
bobot badan. Tiga pejantan terbaik dari lima pejantan yang diseleksi disarankan
sebagai pejantan di BPTU-HPT Pelaihari.

Pola Genetik dan Fenotipik

Pola genetik bobot lahir, sapih, 6 bulan, 12 bulan dan 18 bulan disajikan
pada Gambar 1. Secara umum, pola genetik seluruh bobot badan pada penelitian
ini berfluktuasi dari tahun 2007 sampai 2011. Pola genetik bobot lahir meningkat
dari tahun 2007 sampai 2008 dan konstan sampai tahun 2009. Kemudian pada
tahun 2009 menurun sampai tahun 2011. Pola genetik bobot sapih menurun
drastis pada tahun 2008 dan meningkat pada tahun 2009. Setelah tahun 2009
menurun drastis sampai 2011. Pola genetik bobot 6 bulan meningkat dari tahun
2007 sampai 2009. Namun pada tahun 2009 sampai 2011 menurun. Pola genetik
bobot 12 bulan meningkat sampai tahun 2008 namun menurun pada tahun 2009.
Setelah tahun 2009 meningkat sampai 2010 dan kembali menurun sampai tahun
2011. Pola genetik bobot 18 bulan konstan dari tahun 2007 sampai 2008 dan
menurun sampai tahun 2009. Dari tahun 2009 sampai 2010 konstan dan kemudian
menurun sampai tahun 2011. Hal yang sama diperoleh oleh Bosso et al. (2007)
bahwa pola genetik bobot lahir, 120 hari dan 180 hari pada kambing Dwraf
berfluktuasi.
Berdasarkan Tabel 8 rataan nilai pemuliaan bobot lahir, sapih, 6 bulan, 12
bulan dan 18 bulan masing-masing sebesar -0.019; -0.02; 0.003; 0.009 dan 0.005
kg/tahun. Bosso et al. (2007) melaporkan rataan nilai pemuliaan bobot lahir, 120
hari dan 180 hari masing-masing sebesar 0.01; 0.02 dan 0.08 kg/tahun. Perbedaan
rataan nilai pemuliaan yang diperoleh dengan penelitian yang lain disebabkan
oleh perbedaan program seleksi, model analisis, metode perhitungan, bangsa
kambing dan lingkungan (Shaat et al. 2004 dan Zhang et al. 2009). Penurunan
pola genetik bobot badan secara keseluruhan mengindikasikan bahwa seleksi yang
telah dilakukan berdasarkan nilai pemuliaan yang rendah. Perbaikan nilai
pemuliaan dapat dilakukan dengan penggunaan pejantan baru yang unggul pada
populasi tersebut.
Pola fenotipik bobot lahir, sapih, 6 bulan, 12 bulan dan 18 bulan disajikan
pada Gambar 2. Pola fenotipik bobot lahir dan sapih stabil dari tahun 2007 sampai
2011. Pola fenotipik bobot 6 bulan menurun dari tahun 2007 sampai 2008 dan dari
18

tahun 2008 sampai 2010 meningkat serta menurun kembali sampai tahun 2011.
Pola fenotipik bobot 12 dan 18 bulan sama dimana pola fenotipik menurun dari
tahun 2007 sampai 2008 dan meningkat dari tahun 2008 sampai 2009. Tahun
2009 sampai 2011 kembali menurun.

Gambar 1 Pola genetik bobot lahir, sapih, 6 bulan, 12 bulan dan 18 bulan
kambing Peranakan Ettawa
(keterangan: )

Gambar 2 Pola fenotipik bobot lahir, sapih, 6 bulan, 12 bulan dan 18 bulan
kambing Peranakan Ettawa
(keterangan: )

Berdasarkan Tabel 8 rataan nilai fenotipik bobot lahir, sapih, 6 bulan, 12


bulan dan 18 bulan masing-masing sebesar -0.02; -0.53; -1.11; -2.23 dan -5.18
19

kg/tahun. Performa fenotipik pada penelitian ini dapat ditingkatkan dengan


perbaikan manajemen. Perbaikan manajemen dapat berupa peningkatan kualitas
hijauan, perbaikan strategi pengelolaan pastura, perbaikan cara pemeliharaan dan
kesehatan ternak (Intaratham et al. 2008).
Tabel 8 Pola genetik dan fenotipik bobot lahir, sapih, 6 bulan, 12 bulan dan 18
bulan kambing Peranakan Etawah
Persamaan regresi Koefisien determinasi
Pola genetik EBV BL = 0.02 – 0.019x 16.3
EBV BS = 0.06 – 0.02x 59.4
EBV B6 = -0.01 + 0.003x 41.3
EBV B12 = -0.03 + 0.009x 69.4
EBV B18 = 0.019 + 0.005x 78.7
Pola fenotipik BL = 3.82 – 0.02x 15.3
BS = 12.0 – 0.53x 74.2
B6 = 19.5 – 1.11x 47.5
B12 = 29.2 – 2.23x 65.8
B18 = 56.9 – 5.18x 90.5

Koefisien determinasi (R2) sangat perlu dipertimbangkan dalam menentukan


persamaan regresi sebagai alat penduga karena semakin besar nilai R2 yang
didapat maka persamaan regresi sebagai alat penduga akan semakin akurat.
Sebaliknya dengan nilai R2 yang rendah maka persamaan regresi sebagai alat
penduga tidak akan akurat. Persamaan regresi pola genetik dan fenotipik terbaik
yang dihasilkan pada penelitian ini adalah pada persamaan regresi bobot 12 bulan
dan 18 bulan dengan nilai koefisien determinasi masing-masing 69.4-78.7 dan
65.8-90.5. Hal ini menunjukkan bahwa mulai bobot 12 bulan sampai 18 bulan
sangat efektif dan efisien dijadikan sebagai acuan untuk menyeleksi bobot badan
kambing Peranakan Ettawa di BPTU-HPT Pelaihari. Koefisien determinasi yang
rendah dapat disebabkan oleh program seleksi dan kemajuan genetik yang lambat
(Gunawan et al. 2011).

5 SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Pengaruh non-genetik yaitu paritas, tahun kelahiran dan musim sangat


berpengaruh terhadap bobot badan kecuali bobot lahir, sedangkan pengaruh
genetik yaitu dugaan nilai heritabilitas, ripitabilitas dan korelasi genetik tinggi
pada semua bobot badan yang diamati. Pola genetik dan fenotipik bobot badan
pada kambing PE menurun dari tahun 2009 sampai 2011.
20

Saran

1. Program pemuliaan di BPTU-HPT Pelaihari dapat mengacu kepada informasi


non-genetik dan genetik kambing PE.
2. Program seleksi dapat dilakukan pada umur bobot 12 bulan. Hal ini merujuk
kepada nilai heritabilitas, korelasi genetik dan fenotipik dan nilai pemuliaan
yang tinggi pada bobot 12 bulan.
3. Program perkawinan dilakukan dengan mengawinkan ternak jantan unggul
dengan betina unggul (assortative mating) berdasarkan data nilai EBV.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Saef. 2013. Genetic and phenotypic parameters of body weights in Saudi Aradi
goat and their crosses with Syrian Damascus goat. Small Rumin Res. 112: 35-
38.
Al-Shorepy SA, Alhadrami GA, dan Abdulwahab, K. 2002. Genetic and
phenotypic parameters for early growth traits in Emirati goat. Small Rumin Res.
45: 217-223.
Atabany A, Abdulgani IK, Sudono A dan Mudikdjo K. 2001. Performa produksi,
reproduksi dan nilai ekonomis kambing Peranakan Etawah di peternakan
Barokah. Media Petern. 24: 1-7.
Badan Standarisasi Nasional. 2008. Bibit kambing peranakan Ettawa (PE) (SNI
7325:2008). Jakarta.
Baneh H dan Hafezian SH. 2009. Effect of environmental factor on growth traits
in Ghezel sheep. Afr J Biotechnol. 8: 2903-2907.
Batubara A, Noor RR, Farajallah A, Tiesnamurti B, dan Doloksaribu M. 2011.
Morphometric and phylogenic analysis of six population Indonesian local
goats. Media Petern. 34: 165-174.
Becker WA. 1992. Manual of quantitative genetics, 5 th ed. Academic Enterpries.,
USA.
Bosso NA, Cisse MF, van der Waaij EH, Fall A dan van Arendonk JAM. 2007.
Genetic and phenotypic parameters of body weight in West African Dwraf goat
and Djallonke sheep. Small Rumin Res. 67: 271-278.
Boujenane I dan El Hazzab A. 2008. Genetic parameters for direct and maternal
effect on body weights of Draa goats. Small Rumin Res. 80: 16-21.
Bourdon RM. 2000. Understanding animal breeding, 2nd ed. Prentice-Hall, Inc.
New Jersey.
Browning, JrR, Kebe SH, dan Byars M. 2004. Preliminary assement of Boer and
Kiko does as maternal lines for kid performance under humid, subtropical
conditions. S. Afr J Anim Sci. 34: 1-3.
Direktorat Jenderal Peternakan. 2013. Populasi dan Produksi Daging Kambing
Menurut Provinsi. [diunduh 2013 Maret 4]. Tersedia pada:
http://www.deptan.go.id
Dudi. 2007. Pendugaan nilai pemuliaan dan tren genetik bobot badan prasapih
domba Priangan menggunakan animal model BLUP. Jurnal Ilmu Ternak.
7:107-112.
21

Filho RAT, Torres RA, Lopes PS, Pereira CS, Euclydes, RF, Araujo CV dan Silva
MA. 2005. Genetic trends in the performance and reproductive traits og pigs.
Genet Mol Biol. 28: 97-102.
Gifford DR, Ponzoni RW, Lampe RJ, dan Burr J. 1991. Phenotypic and genetics
parameters of flece traits and live weight in South Australian Angora goats.
Small Rumin Res. 4: 293-302.
Gizawa, S, Lemma, Sisay, Komenb, Hans, Johan AM, dan van Arendonk. 2007.
Estimates of genetic parameters and genetic trend for live weight and fleece
traits in Menz sheep. Small Rumin Res. 70: 113-153.
Gunawan A, dan Noor RR. 2006. Estimation heritability of birth and weaning
weight of the fighting type of Garut sheep. Media Petern. 29: 7-15.
Gunawan A, Sari R, dan Parwoto Y. 2011. Genetic analysis of reproductive traits
in Bali cattle maintaned on range under artificially and naturally bred. J
Indonesian Trop Anim. Agric. 3:152-158.
Haile A, Joshi BK, Ayalew W, Tegeg A, dan Singh A. 2009. Genetic evaluation
of Ethiopian Boran cattle and their crosses with Holstein Frisien in central
Ethiopia; reproductive traits. J Agric Sci. 147 :81-89.
Hammoud MH, El-Zarkounyl SZ, dan Qudah EZM. 2010. Effect of sire, age at
first calving, seadon and year of calving and parity on reproductive
performance of Friesian cows under semiarid conditions in Egypt. Arch
Zootech. 13 :60-82.
Han WJ, Feng T, An JJ, dan Chen YL. 2005. Analysis on comparison of body
weight for different hybrid weaned lamb. Acta Ecologiae Animalis Domastici.
26 : 43-45.
Herren R. 2000. The science of animal agriculture. 2nd Edit. Delmar, New York.
Intaratham WS, Koonawootrittriton P, Sopannarath HU, Graser dan Tumwasorn
S. 2008. Genetic parameters and annual trends for birth and weaning weights of
a north-eastern Thai indigenous cattle line. Asian-Aust. J Anim Sci. 21: 478-
483.
Jimenez-Badillo MR, Rodrigues S, Sanudo C, dan Teixei A. 2009. Non-genetic
factors affecting live weight and daily gain weight in Serrana Transmontano
kids. Small Rumin Res. 84: 125-128.
Liu K, Zhang Y, dan Zhou Z. 2005. Adjusment for non-genetic effects on body
weight and size in Angora goats. Small Rumin Res. 59: 25-31.
Mabrouk O, Sghair N, Amor G, Mohamed BA, dan Amel BAE. 2008.
Morphostructrual growth according to the sex and birth mode and relationship
between body size and body weight of the local kids at the first months of age
in Tunisian arid area. Res J Biol Sci. 3:120-127.
Makgahlela ML, BangaCB, Norris D, Dzama K, dan Ngambi W. 2008. Genetic
analysis of age at first calving and calving interval in South African Holstein
cattle. Asia J Anim Vet Adv. 3: 197-205.
Mandal A, Neser FWC, Rout PK, Roy R, dan Notter DR. 2006. Estimation of
direct and maternal (co)variance components pre-weaning growth traits in
Muzaffarnagari sheep. Livest Sci. 99: 79-89.
Meyer K. 1992. Variance components due to direct and maternal effect for growth
traits of Australian beef cattle. Livest Prod Sci. 31: 179-204.
22

Mioč B, Susič V, Antunovič Z, Prpič Z, Vnučec I, & Kasap A. 2011. Study on


birth weight and pre-weaning growth of Croation multicolored goat kids.
Veterinarski Archiv. 81: 339-347.
Mokhtari MS dan A Rashidi. 2010. Genetic trends estimation for body weight of
Kermani sheep at different age using multivariate animal models. Small Rumin
Res. 88: 23-26.
Noor RR. 2008. Genetika Ternak. Cetakan ke-4. Penebar Swadaya. Jakarta.
Ozcana M, Ekiza B, Yilmaza A, dan Ceyhanb A. 2005. Genetic parameter
estimates for lamb growth traits and greasy fleece weight at first shearing in
Turkish Merino sheep. Small Rumin Res. 56: 215-222.
Prihandini PW, Hakim L, dan Nurgiartiningsih VWA. 2011. Seleksi pejantan
berdasarkan nilai pemuliaan pada sapi Peranakan Ongole (PO) di loka
penelitian sapi potong Grati-Pasuruan. J Ternak Tropika. 12:97-107.
Rashidi A, Bishop SC, dan Matika A. 2011. Genetic parameter estimates for pre-
weaning performance and reproduction traits in Markhoz goats. Small Rumin
Res. 100: 100-106.
Safari E, Fogarty NM, dan Gilmour AR. 2005. A review of genetic parameter
estimates for wool, growth, meat and reproduction traits in sheep. Livest Prod
Sci. 92: 271-289.
Shaat I, S Galal, dan H Mansour. 2004. Genetics trends for lamb weight in flocks
of Egyptian Rahmani and Ossimi sheep. Small Rumin Res. 51:23-28.
Sodiq, A. 2005. Doe productivity of Kacang and Peranakan Ettawa goats and
factor affecting them in Indonesia. J Agric Rural Dev Tropics Subtropics.
Beihet (Supplement) 78: 1-121.
Sodiq A, dan Abidin Z. 2010. Meningkatkan produksi kambing Peranakan
Ettawah. Cetakan ketiga. Penerbit Agro Media Pustaka, Jakarta. 128 halaman.
Sodiq A. 2012. Non genetic factors affecting pre-weaning weight and growth rate
of Ettawa Grade goats. Media Petern. 35: 21-27.
Soeparno. 1998. Ilmu dan teknologi daging. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
Steel RGD dan Torrie JH. 1995 Prinsip dan Prosedur Statistika. Penerjemah:
Sumantri B. Ed ke-4. Jakarta: Gramedia.
Synman MA dan Olivier JJ. 1999. Repeatability and heritability of objective and
subjective fleece traits and body weight in South African Angora goats. Small
Rumin Res. 34:103-109.
Valencia M, Dobler J, dan Montaldo HH. 2007. Genetic and phenotypic
parameters for lactation traits in a flock of Saanen goats in Mexico. Small
Rumin Res. 68: 318-322.
Vargas S, Larbi A, dan Sanchez M. 2007. Analysis of size and conformation of
native Creole goat breeds and crossbreds in smallholders agrosilvopastoral
system in Puebla Mexico. Trop Anim Health Prod. 39: 279-286.
Walpole RE. 1993. Pengantar Statistik. Cetakan ke-5. Gramedia. Jakarta.
Wang DH, Xu GY, WuD J dan Liu ZH. 2011. Characteristic and production
performance of Tianfu goat, breed population. Small Rumin Res. 95: 88-91.
Warwick EJ, Maria AJ, dan Hardjosubroto W. 1995. Pemuliaan ternak. Gadjah
Mada University Press, Yogyakarta.
Wenzhong L, Zhang CY, dan Zhou Z. 2005. Adjustment for non-genetic effects
on body weight and size in Angora goats. Small Rumin Res. 95: 25-31.
23

Xu TS, Wang DJ, Liu XL, Hou GY, Xia WL, dan Huang XZ. 2005 .Genetic
parameters and trends of milk and fat yield in Holsteins dairy cattle of West
Province of Iran. Int J Dairy Sci. 6: 142-149.
Yaeghoobi R, Doosti A, Noorian AM, dan Bahrami AM. 2011. A research on
path analysis and optimum regression equation between body size and body
weight of Hainan Black Goat. Acta Ecologiae Animalis Domastici. 1: 49-53.
Yalcin BC. 1982. 1982. Angora breeding. Proc. 3rd Int. Conf. Goat Prod. Disease,
Tucson, Arizona, pp. 269-278.
Zhang C, Yang L, dan Zhong S. 2008. Variance components and genetic
parameters for weight and size at birth in the Boer goat. Livest Sci. 115: 73-79.
Zhang CY, Zhang Y, Xu DQ, Li X, Su J dan Yang LG. 2009. Genetic and
phenotypic estimates for growth traits in Boer goat. Livest Sci. 124: 66-71.
Zhou HM, Allain D, Li JQ, Zhang WG, dan Yu XC. 2003. Effect of non-genetic
factors on production traits of Inner Mongolia cashmere goats in China. Small
Rumin Res. 47: 85-89.
Zishiri OT, Cloete SWP, Olivier, JJ dan Dzama K. 2010. Genetic trends in South
African terminal sire sheep breeds. S Afr J Anim Sci. 1: 450-458.
24

Lampiran 1 Hasil output SAS untuk analisis nilai heritabilitas bobot lahir kambing
Peranakan Ettawa
25
26

Lampiran 2 Hasil output SAS untuk analisis non-genetik bobot lahir kambing
Peranakan Ettawa

The MEANS Procedure


Analysis Variabel : BB_LAHIR

SEX N Obs Mean Std Dev Std Error Variance N Mininum


1 138 3.8731 0.5715 0.0486 0.3266 138 2.5000
2 178 3.7078 0.5910 0.0442 0.3493 178 2.5000

Analysis Variabel : BB_LAHIR

SEX N Obs Maximum Coeff of Variation


1 138 5.6000 0.5715
2 178 5.3000 0.5910

The MEANS Procedure

Analysis Variabel : BB_LAHIR

MUSIM N Obs Mean Std Dev Std Error Variance N Mininum


1 237 3.7970 0.5534 0.0359 0.3063 237 2.2000
2 79 3.7291 0.6807 0.0766 0.4634 79 2.4000

Analysis Variabel : BB_LAHIR

MUSIM N Obs Maximum Coeff of Variation


1 237 5.5000 14.5757
2 79 5.6000 18.2541

The MEANS Procedure

Analysis Variabel : BB_LAHIR

YEAR N Obs Mean Std Dev Std Error Variance N Mininum


1 124 3.7217 0.3679 0.0330 0.1353 124 2.5000
2 29 4.0414 0.9785 0.1817 0.9575 29 2.2000
3 16 3.6562 0.7042 0.1760 0.4959 16 2.9000
4 35 3.7343 0.6444 0.1089 0.4152 35 2.7000
5 112 3.8089 0.6068 0.0573 0.3682 112 2.4000
27

Analysis Variabel : BB_LAHIR

YEAR N Obs Maximum Coeff of Variation


1 124 4.2000 9.8859
2 29 5.2000 24.2126
3 16 5.5000 19.2613
4 35 5.3000 17.2565
5 112 5.6000 15.9310

The MEANS Procedure

Analysis Variabel : BB_LAHIR

PARI- N Mean Std Std Error Variance N Mininum


TAS Obs Dev
1 172 3.7887 0.5390 0.0411 0.2906 172 2.2000
2 130 3.7469 0.6340 0.0556 0.4020 130 2.4000
3 14 3.9857 0.7015 0.1874 0.4920 14 3.3000

Analysis Variabel : BB_LAHIR

PARITAS N Obs Maximum Coeff of Variation


1 172 5.5000 14.2302
2 130 5.6000 16.9224
3 14 5.3000 17.6001

The MEANS Procedure

Analysis Variabel : BB_LAHIR

TIPE_ N Mean Std Std Error Variance N Mininum


KLHRN Obs Dev
1 44 4.1840 0.6179 0.0931 0.3818 44 3.1000
2 224 3.7687 0.5747 0.0348 0.3301 224 2.2000
3 48 3.4625 0.3739 0.0539 0.1398 48 2.4000

Analysis Variabel : BB_LAHIR

TIPE_KLHRN N Obs Maximum Coeff of Variation


1 44 5.6000 14.7684
2 224 5.2000 15.2499
3 48 4.1000 10.8000
28

Lampiran 3 Contoh data bobot lahir (kg) kambing Peranakan Ettawa

Nomor Individu
Paritas ke-
1711 1631 1643 1645 1649 1699 1951
1 3,63 3,33 4,13 3,49 3,76 3,67 4,63
2 3,40 3,92 3,59 4,06 3,91 3,89
3 3,85 3,85 4,55 3,40
Rataan 3,63 3,53 3,97 3,54 4,12 3,66 4,26
Nomor Individu
Paritas ke-
0864 1494 0003 0552 0553 0554 0555
1 3,80 4,12 3,20 2,88 3,80 2,65 4,40
2 3,35 3,80
Rataan 3,80 3,74 3,5 2,88 3,80 2,65 4,40
Paritas ke- Nomor Individu
1500 0817 0093 0801 0839 0805 0825
1 3,30 5,20 5,20 3,27 3,30 3,80 3,30
2 2,90 3,60
Rataan 3,10 5,20 5,20 3,27 3,30 3,80 3,45
Nomor Individu
Paritas ke-
0667 0927 0699 0677 0001 0665 0099
1 4,20 4,20 2,90 3,30 3,55 3,02 4,90
2 4,05 3,15
Rataan 4,20 4,13 2,90 3,30 3,55 3,02 4,03
29

Lampiran 4 Analisis keragaman bobot lahir kambing Peranakan Ettawa

Sumber keragaman Derajat KT KT yang


JK
bebas diharapkan
Antar individu 27 625,54 23,17 + k1
Antar
pengamatan
16 3,08 0,19
dalam
individu
Total 43 628,62

= 1/27 (44-84/44) = 14,78/(14,78+1,559)


= 1,559 = 0,98

= (23,17-0,19)/1,559
= 14,78

= 0,01

R±S.E = 0,98±0,01
30

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 31 Juli 1988 di Padangsidimpuan propinsi


Sumatera Utara. Penulis adalah anak kelima dari lima bersaudara dari pasangan
Drs. Abdul Muluk Harahap dan Nurintan. Tahun 2007 penulis lulus dari SMA
Negeri 4 Padangsidimpuan dan melanjutkan kuliah di Institut Pertanian Bogor
(IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Program Studi/Mayor
yang dipilih penulis adalah Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas
Peternakan, Institut Pertanian Bogor dan lulus pada tahun 2011. Penulis
melanjutkan pendidikan magister pada tahun 2012 di Sekolah Pascasarjana IPB
dengan Program Studi/Mayor Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi yang telah memberikan
Beasiswa Unggulan kepada penulis. Selama mengikuti studi magister, penulis
menjadi asisten mata kuliah ruminansia kecil dan menjadi anggota Animal
Breeding and Genetic Science (ABGSci). Saat ini penulis telah mengajukan
publikasi ilmiah dengan judul “Genetic and phenotypic parameters of body
weight in Ettawa Grade goats” untuk diterbitkan pada jurnal Media Peternakan.
Hasil penelitian ini telah diseminarkan dengan judul “Estimates of genetic and
phenotypic trend for growth traits in Etawah Grade goat” pada seminar
internasional The 2nd Asian-Australasian Goat Conference tanggal 25-27 April
2014 di IPB International Convention Center Bogor yang diselenggarakan oleh
Asian-Australasian Dairy Goat Network (AADGN).

Anda mungkin juga menyukai