FUAD HASAN
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI TESIS
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Non-Genetik dan
Genetik Bobot Badan Kambing Peranakan Etawah di BPTU-HPT Pelaihari sebagai
Sumber Bibit adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dan karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Fuad Hasan
NIM D151120041
RINGKASAN
FUAD HASAN. Non-Genetic and Genetic Analysis for Growth Traits of Etawah
Grade Goats in BPTU-HPT Pelaihari as Livestock Breeds. Supervised by
JAKARIA and ASEP GUNAWAN.
Etawah grade goats are one of several Indonesian local goat that plays major
role for milk and meat (dual purpose). This breed has a larger body frame, long
hanging ears, a convex face and larger horns. Improvement of body weight are
important traits influencing economically advantage in the majority of meat
production. That is why for designing Indonesian local goat such as Etawah Grade
goats, improvement genetic program are very important to realize. However,
information of non-genetic and genetic parameter for Etawah Grade goat are very
rare. Information of non-genetic and genetic parameter are important in designing
breeding program for maximizing genetic improvement for meat production.
The aim of this study was to estimated genetic and phenotypic parameters
for body weight consisting of birth (BW), weaning (WW), 6 months of age
(6WM), 12 months of age (12WM) and 18 months of age (18WM) weight was
316, 316, 259, 259 and 165 heads, respectively. The data used in this study were
collected from Breeding Centre of Etawah Grade goat Pelaihari in South
Kalimantan province. Non-genetic effect was estimated by General Linear Model
(GLM). Genetic and phenotypic parameters and estimated breeding value were
estimated by Restricted Maximum Likelihood and General Linear Model (GLM)
procedure, respectively. Genetic and phenotypic trends analysis were performed
with the regression mean breeding values on birth year and mean phenotypic on
birth year.
The result showed that average live weights at BW, WW, 6WM, 12 WM
and 18WM were 3.78; 10.57; 17.02; 32.01 and 48.66 kg, respectively. Sex of kid
and birth type had significant influence on BW (P<0.01). Sex of kid, parity, year
and season had significant influence on WW and 6WM (P<0.01). Parity, birth
type, year and season had significant influence on 12WM and 18WM (P<0.01).
Estimated heritability of BW, WW, 6WM, 12WM and 18WM were 0.54±0.12;
0.35±0.07; 0.37±0.09; 0.68±0.16 and 0.63±0.19, respectively. Estimated
repeatability of BW, WW, 6WM, 12WM and 18WM were 0.98±0.01; 0.97±0.01;
0.94±0.03; 0.71±0.12 and 0.91±0.04, respectively. Genetic and phenotypic
correlations between 12WM and 18WM were high 0.88 and 0.93. The high and
positive genetic and phenotypic correlations between 12WM and 18WM traits in
this study indicated that selection for 12WM will improve genetic merit in Etawah
Grade goats. According to the breeding value estimated for all traits, the best was
sire No. 1649, whose breeding value for BW, WW, 6WM, 12 WM and 18WM
were +0.04; +0.02; +0.02; +0.03 and +0.03, respectively higher than the mean
value of the population.
The genetic trends of BW increased from 2007 to 2008 and constant until
2009. In 2009 the trends declined until 2011. The WW showed after the large
decline in 2008, the trends increased considerably at 2009, but after 2009 the
trends decline considerably until 2011. There were increased in the genetic trends
of 6WM from 2007 to 2009 but decline from 2009 to 2011. The 12WM showed
after the large increased in 2008, the trends decreased until 2009. In 2009 the
trends increased at 2010 and decreased until 2011. The genetic trends of 18WM
constant until 2008 and decreased in 2009. The trends in 2010 constant and
decreased until 2011. The same patterns of phenotypic trends of BW, WW and
6WM showed constant from 2007 to 2011. The same patterns of 12WM and
18WM decreased from 2007 to 2011 except in 2009 increased. The high
coeffisient determination (R2) of genetic and phenotypic trends for 12WM and
18WM were 69.4;78.7 and 65.8;90.5, respectively which means that selection for
12WM and 18WM will be more efficient and effective to improvement the
genetic merit in Etawah Grade goats.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
ANALISIS NON-GENETIK DAN GENETIK BOBOT BADAN
KAMBING PERANAKAN ETAWAH DI BPTU-HPT
PELAIHARI SEBAGAI SUMBER BIBIT
FUAD HASAN
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Afton Atabany, MSi
Judul Tesis : Analisis Non-Genetik dan Genetik Bobot Badan Kambing
Peranakan Etawah di BPTU-HPT Pelaihari sebagai Sumber Bibit
Nama : Fuad Hasan
NIM : D151120041
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Diketahui oleh
Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
karunia-Nya sehingga penulisan hasil penelitian tesis ini berhasil diselesaikan
dengan judul: “Analisis Non-Genetik dan Genetik Bobot Badan Kambing
Peranakan Etawah di BPTU-HPT Pelaihari sebagai Sumber Bibit”.
Penulis sampaikan terima kasih kepada Dr Jakaria, SPt MSi dan Dr agr
Asep Gunawan, SPt MSc selaku pembimbing yang telah memberikan perhatian,
bimbingan, arahan, saran dan masukan selama penelitian hingga penyusunan tesis.
Penulis sampaikan terima kasih kepada Prof Dr Ir Ronny Rachman Noor,
MRurSc, Prof Dr Ir Cece Sumantri, MAgrSc dan Dr Ir Rarah Ratih Adjie
Maheswari, DEA (Almarhumah) yang memberikan motivasi, arahan dan
bimbingan selama menempuh kuliah.
Penulis sampaikan terima kasih kepada Ketua program studi Ilmu Produksi
dan Teknologi Peternakan dan Dekan Sekolah Pascasarjana IPB. Penulis
sampaikan terima kasih dan penghargaan kepada Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi atas Beasiswa Unggulan yang diberikan kepada Penulis selama menempuh
pendidikan pascasarjana. Penulis sampaikan terima kasih kepada Kepala dan
seluruh staf Balai Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak (BPTU-
HPT) Pelaihari, Kalimantan Selatan atas dukungan dan materi penelitian yang
diberikan. Penulis sampaikan terima kasih kepada Ir Rini Herlina Mulyono, MSi
dan Pipih Suningsih, SPt yang banyak membantu dan memberikan dukungan
selama penelitian dilaksanakan.
Penulis ucapkan terima kasih yang tulus kepada keluarga tercinta Ayahanda
Drs. Abdul Muluk Harahap, Ibu Nurintan, Abang Indra Lesmana (Almarhum),
Kakak Evalina Herawati, SHut MSi, Desi Irasanti, AmdKeb dan drg Indah
Marianti. Ucapan terima kasih Penulis sampaikan kepada teman-teman
pascasarjana ITP tahun 2012, ABGSCi dan IMATAPSEL Bogor atas segala
dukungan, kebersamaan dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat kepada yang membaca.
Fuad Hasan
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
1 PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 2
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
2 TINJAUAN PUSTAKA 2
Kambing Peranakan Etawah (PE) 2
Sifat Kuantitatif 3
Bobot Badan 3
Heritabilitas 4
Ripitabilitas 4
Korelasi Genetik dan Fenotipik 4
Nilai Pemuliaan 5
Pola Genetik dan Fenotipik 5
3 METODE 6
Lokasi dan Waktu 6
Materi 6
Prosedur Analisis Data 6
Analisis Deskriptif 6
Pengaruh Non-Genetik 7
4 HASIL DAN PEMBAHASAN 9
Data Deskriptif 9
Pengaruh Non-Genetik 10
Pengaruh Genetik 13
Pola Genetik dan Fenotipik 17
5 SIMPULAN DAN SARAN 19
Simpulan 19
Saran 20
DAFTAR PUSTAKA 20
RIWAYAT HIDUP 30
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil output SAS untuk analisis nilai heritabilitas bobot lahir kambing
Peranakan Etawah 24
2 Hasil output SAS untuk analisis non-genetik bobot lahir kambing
Peranakan Etawah 26
3 Contoh data bobot lahir (kg) kambing Peranakan Etawah 28
4 Analisis keragaman bobot lahir kambing Peranakan Etawah 29
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Sampai saat ini, ketersediaan bibit kambing Peranakan Etawah (PE) dengan
mutu genetik yang unggul belum tersedia secara luas. Selain itu, informasi
parameter genetik dan fenotipik yang dijadikan sebagai dasar seleksi untuk
menghasilkan kambing PE dengan mutu genetik unggul masih terbatas. Kajian
pengaruh non-genetik dan genetik perlu dilakukan untuk mengetahui potensi
genetik yang ada di Balai Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak
(BPTU-HPT) Pelaihari yang dijadikan sebagai sumber bibit. Informasi yang
diperoleh dijadikan sebagai acuan untuk penyusunan dan pembuatan program
pemuliaan yang dilakukan di BPTU-HPT Pelaihari. Program pemuliaan yang
didasarkan pada informasi non-genetik dan genetik diharapkan dapat
menghasilkan bibit kambing PE dengan mutu genetik tinggi.
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
2 TINJAUAN PUSTAKA
Beberapa bangsa kambing lokal yang ada di Indonesia antara lain kambing
Peranakan Etawah (Jawa Tengah), kambing Jawarandu (Jawa Tengah), kambing
Gembrong (Bali), kambing Kosta (Banten), kambing Marica (Sulawesi Selatan),
kambing Benggala (Nusa Tenggara Timur), kambing Samosir dan Muara
(Sumatera Utara) (Batubara et al. 2011). Kambing Peranakan Etawah (PE)
merupakan salah satu ternak lokal Indonesia yang berperan penting dalam
menghasilkan daging dan susu (dual purpose). Sebagai penghasil daging, bangsa
kambing ini memiliki nilai lebih besar dibandingkan kambing lokal. Ukuran tubuh
kambing PE yang lebih besar dan pada umur yang sama memiliki bobot potong
lebih berat. Kambing PE jantan dapat mencapai 90 kg dan betina 60 kg. Kambing
PE telah beradaptasi dengan baik di Indonesia dan terkonsentrasi di Kaligesing
Purworejo propinsi Jawa Tengah (Sodiq 2012). Kambing PE merupakan hasil
3
persilangan kambing Etawah dengan kambing lokal yang memiliki ciri khusus
seperti telinga panjang, menggantung dan terkulai, tanduk pipih, warna bulu
kombinasi putih-hitam dan putih-coklat dan melengkung ke belakang, bulu rewos
yang panjang pada kedua kaki belakang (BSN 2008).
Sifat Kuantitatif
Sifat kuantitatif merupakan sifat yang dapat diukur pada seekor ternak
seperti bobot badan, ukuran tubuh, produksi susu, produksi telur, produksi wool,
kecepatan lari, daya tahan, lama birahi dan lama kebuntingan. Sifat kuantitatif
dipengaruhi oleh beberapa atau oleh banyak pasang gen, sebaran kurva normal,
memiliki nilai ekonomi yang tinggi dan dipengaruhi oleh faktor lingkungan
(Warwick et al. 1995). Keragaman fenotipik sifat kuantitatif yang dimiliki setiap
individu ditentukan oleh banyak gen dan sangat dipengaruhi oleh lingkungan.
Faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi sifat kuantitatif setiap individu
dapat berupa lingkungan internal dan eksternal (Noor 2008).
Mabrouk et al. (2008) menyatakan bahwa sifat kuantitatif adalah ciri-ciri
dari makhluk hidup yang dapat diukur dan dihitung seperti bobot badan. Salah
satu sifat kuantitatif yang memiliki nilai heritabilitas tinggi pada kambing adalah
bobot badan. Nilai heritabilitas bobot badan yang diperoleh pada beberapa
penelitian sedang sampai tinggi (Al-Saef 2013; Zhang et al. 2009; Boujenane dan
El Hazzab 2008).
Bobot Badan
Heritabilitas
Heritabilitas adalah bagian keragaman total dari suatu sifat yang diakibatkan
oleh pengaruh keturunan termasuk semua pengaruh gen aditif, dominan dan
epistasis. Pendugaan nilai heritabilitas yang diperoleh hanya berlaku bagi populasi
yang diteliti dalam waktu tertentu. Heritabilitas merupakan salah satu faktor
utama selain diferensial seleksi yang turut mempengaruhi kemajuan genetik
secara langsung (Warwick et al. 1995).
Nilai heritabilitas merupakan parameter penting dalam program pemuliaan
ternak karena program seleksi terhadap sifat-sifat yang mempunyai nilai
heritabilitas rendah relatif kurang efektif jika dibandingkan dengan seleksi
terhadap sifat yang mempunyai nilai heritabilitas tinggi. Heritabilitas merupakan
suatu sifat kuantitatif dapat dihitung dengan berbagai metode. Pendugaan nilai
heritabilitas dengan metode yang berbeda akan memberikan hasil yang berbeda
(Noor 2008). Makgahlela et al. (2008) menyatakan bahwa perbedaan nilai
heritabilitas dikarenakan perbedaan variasi genetik antar populasi, perbedaan
model statistik yang digunakan untuk analisis dan perbedaan kondisi lingkungan.
Nilai heritabilitas berkisar antara 0 sampai 1. Nilai heritabilitas digolongkan
menjadi tiga kategori yaitu rendah (0,0-0,2), sedang (0,2-0,4) dan tinggi (lebih
dari 0,4) (Noor 2008). Nilai heritabilitas bobot badan yang diperoleh pada
beberapa penelitian sedang sampai tinggi (Al-Saef 2013; Zhang et al. 2009;
Boujenane dan El Hazzab 2008). Al-Saef (2013) melaporkan nilai heritabilitas
bobot lahir dan sapih pada kambing Syrian Damascus masing-masing 0.41 dan
0.21. Zhang et al. (2009) memperoleh nilai heritabilitas bobot lahir dan sapih pada
kambing Boer masing-masing sebesar 0.30 dan 0.23. Nilai heritabilitas kambing
Dwarf pada umur 18 bulan sebesar 0.63 (Bosso et al. 2007).
Ripitabilitas
Nilai Pemuliaan
program peningkatan mutu genetik. Dudi (2007) melaporkan bahwa pola genetik
bobot badan prasapih domba Priangan di UPTD-BPPTD Margawati Garut
konstan dari tahun 1992 sampai 2004. Bosso et al. (2007) melaporkan bahwa pola
genetik kambing Dwarf meningkat dari tahun 1995 sampai 2002. Hal ini
menunjukkan bahwa program pemuliaan yang dilakukan berjalan dengan baik.
Pola genetik dan fenotipik bobot lahir, sapih dan setahun pada sapi Bali
menunjukkan pola yang konstan dari tahun 2001 sampai 2008.
Perbedaan pola genetik dan fenotipik antara berbagai penelitian disebabkan
oleh perbedaan standar nilai pemuliaan, program seleksi, model dan cara
perhitungan, lingkungan dan bangsa ternak (Shaat et al. 2004). Yaeghoobi et al.
(2011) melaporkan bahwa perbedaan pola genetik dan fenotipik disebabkan
kondisi iklim yang berbeda, manajemen, nutrisi dan interaksi antara genetik dan
fenotipik.
3 METODE
Materi
Analisis Deskriptif
Peubah bobot lahir, sapih, 6 bulan, 12 bulan dan 18 bulan yang diamati
dianalisis secara deskriptif. Analisis deskriptif dihitung berdasarkan Walpole
(1993) sebagai berikut:
keterangan:
: rata-rata
Xi : ukuran ke-i dari peubah x
N : jumlah sampel yang diambil dari populasi kambing PE
7
keterangan:
s : simpangan baku
: rata-rata
Xi : ukuran ke-i dari peubah x
n : jumlah sampel yang diambil dari populasi kambing PE
Pengaruh Non-Genetik
Dianalisis menggunakan General Linear Model (GLM) pengaruh non-
genetik dan interaksinya (tahun kelahiran dengan musim dan paritas dengan tipe
kelahiran) (Hammoud et al., 2010). Metode analisis General Linear Model
(GLM) yang digunakan berdasarkan(Steel dan Torrie 1995):
Y = μ + ri + si + pi + qi + ti + e
keterangan:
Y = bobot lahir, sapih, 6 bulan,12 bulan dan 18 bulan kambing PE
μ = rataan
ri = efek dari jenis kelamin anak (jantan, betina)
si = efek dari tipe kelahiran (tunggal, kembar 2, kembar 3)
pi = efek dari beranak ke- (1, 2, 3)
qi = efek dari tahun kelahiran (2007, 2008, 2009, 2010, 2011)
ti = efek dari musim (hujan, kemarau)
e = error
Pengaruh Genetik
Analisis yang digunakan untuk mempelajari pengaruh genetik, pendugaan
nilai parameter genetik dihitung melalui analisis mixed model. Model analisis
parameter genetik (heritabilitas, ripitabilitas dan korelasi genetik) yang digunakan
disajikan sebagai berikut:
Model heritabiltas yang digunakan dengan memasukkan pejantan dan induk
sebagai pengaruh acak pada model yang dihitung untuk memperoleh pengaruh
genetik. Model rancangan percobaan berdasarkan Meyer (1992), yaitu:
keterangan:
μ = rataan
Si = pengaruh dari pejantan ke-i
Dij = pengaruh dari induk ke-j dengan pejantan ke-i
Eijk = pengaruh penyimpangan lingkungan dan genetik yang tidak terkontrol
Pendugaan nilai heritabilitas dihitung dari komponen varian pejantan dan
betina berdasarkan Becker (1992) disajikan sebagai berikut:
8
keterangan:
= heritabilitas dari komponen induk
= ragam pejantan
= ragam induk
= ragam dalam keturunan
Standar eror untuk menghitung heritabilitas berdasarkan Becker (1992)
disajikan sebagai berikut:
keterangan:
= kuadrat tengah betina
= kuadrat tengah pejantan
= variasi total
d = jumlah betina
s = jumlah pejantan
K3 = jumlah anak/pejantan
Pendugaan nilai ripitabilitas dihitung dengan menggunakan model
matematis berdasarkan Becker (1992) disajikan sebagai berikut:
keterangan:
= ragam sifat antara individu-individu yang diamati
= ragam sifat berdasarkan pengukuran-pengukuran dalam individu yang
diamati
= kuadrat tengah sifat yang diamati
= kuadrat tengah individu yang diamati
= jumlah pencatatan atau ulangan
9
keterangan:
= peragam komponen genetik
= ragam komponen sifat pertama
= ragam komponen sifat kedua
Perhitungan pendugaan nilai pemuliaan dihitung dengan menggunakan
rumus matematis berdasarkan Becker (1992) disajikan sebagai berikut:
EBV = h2 x DS
keterangan:
h2 = nilai heritabilitas
DS = diferensial seleksi
Pendugaan pola genetik dan fenotipik dengan rataan regresi antara
pendugaan nilai pemuliaan dengan tahun kelahiran untuk setiap bobot badan
dihitung dengan menggunakan rumus matematis berdasarkan Filho et al. (2005)
disajikan sebagai berikut:
Y = a + bX
keterangan:
Y = BL, BS, B6, B12 dan B18
a = intersep/kemiringan
X = tahun kelahiran
b = koefisien regresi
Data Deskriptif
Data deskriptif bobot lahir, sapih, 6 bulan, 12 bulan dan 18 bulan kambing
PE disajikan pada Tabel 1. Rataan dan standar eror bobot lahir, sapih, 6 bulan, 12
bulan dan 18 bulan masing-masing 3.78±0.03; 10.57±0.11; 17.02±0.25;
32.01±0.95 and 48.66±0.80 kg. Rataan bobot lahir pada penelitian ini lebih tinggi
10
dibandingkan dengan hasil penelitian Sodiq (2012 dan 2005) pada kambing PE di
Kaligesing kabupaten Purworejo sebesar 3.44 dan 3.29 kg. Rataan bobot lahir
pada penelitian ini juga lebih tinggi dibandingkan dengan beberapa penelitian
dengan bangsa kambing yang berbeda (Al-Shorepy et al. 2002 dan Rashidi et al.
2011). Atabany et al. (2001) menyampaikan bahwa rataan bobot lahir kambing PE
antara 2.63-4.29 kg. Jinemez-Badillo et al. (2009) melaporkan perbedaan
kecepatan pertumbuhan bobot badan anak kambing dapat disebabkan oleh
maternal ability, periode menyusui, kuantitas dan kualitas susu yang dihasilkan
oleh induk.
Tabel 1 Data deskriptif bobot lahir, sapih, 6 bulan, 12 bulan dan 18 bulan
kambing Peranakan Etawah
Koefisien
Sifat n Rataan (kg) Standar eror
Keragaman
Bobot Lahir 316 3.78 0.03 15.54
Bobot Sapih 316 10.57 0.11 17.93
Bobot 6 Bulan 259 17.02 0.25 23.86
Bobot 12 Bulan 259 32.01 0.95 27.92
Bobot 18 Bulan 165 48.66 0.80 21.11
Keterangan: n = jumlah individu
Pengaruh Non-Genetik
Rataan dan standar eror bobot lahir, sapih, 6 bulan, 12 bulan dan 18 bulan
dengan berbagai pengaruh non-genetik disajikan pada Tabel 2 dan 3. Jenis
kelamin sangat berpengaruh (P<0.01) terhadap bobot lahir, sapih dan 6 bulan
tetapi tidak berpengaruh (P>0.01) terhadap bobot 12 bulan dan 18 bulan. Hasil
penelitian ini sesuai dengan beberapa penelitian yang menyatakan bahwa jenis
kelamin sangat berpengaruh terhadap bobot badan sebelum ternak disapih (Zhou
11
et al. 2003; Wenzhong et al. 2005; Zhang et al. 2009 dan Sodiq 2012). Hal yang
berbeda disampaikan oleh Liu et al. (2005) bahwa jenis kelamin sangat
berpengaruh terhadap bobot 18 dan 24 bulan pada kambing Angora.
Tabel 2 Rataan dan standar eror (SE) bobot lahir, sapih dan 6 bulan kambing
Peranakan Etawah (kg)
Sifat
Bobot lahir (n) Bobot sapih (n) Bobot 6 bulan (n)
Jenis Kelamin:
Jantan 3.87±0.05a (138) 10.90± 0.16a (138) 18.12±0.38a(116)
Betina 3.71±0.04b (178) 10.30±0.14b (178) 16.41±0.37b(143)
Paritas:
1 3.79±0.04a (172) 11.50 ± 0.12a(172) 19.65±0.27a(138)
2 3.75±0.06a (130) 9.40 ± 0.14b (130) 14.19±0.36b(107)
3 3.99±0.19a (14) 9.30 ± 0.37b (14) 14.06±0.71b (14)
Tipe Kelahiran:
Tunggal 4.18±0.09a (44) 10.80 ± 0.28a (44) 17.06±0.62a (37)
Kembar 2 3.77±0.04b(224) 10.50 ± 0.13a(224) 17.01±0.34a(180)
Kembar 3 3.46±0.05c (48) 10.90 ± 0.24a (48) 18.35±0.51a (42)
Tahun:
2007 3.72±0.03a(124) 11.90 ± 0.13a(124) 20.17±0.25a(124)
2008 4.04±0.18a (29) 10.40 ± 0.25b (29) 15.00±0.65bc (3)
2009 3.66±0.18a (16) 10.10± 0.16bc (16) 17.85±1.03ab (6)
2010 3.73±0.64a (35) 10.50 ± 0.16b (35) 16.62±1.08b (17)
2011 3.81±0.06a(112) 9.20± 0.14c (112) 13.83±0.32c(109)
Musim:
Kemarau 3.79±0.04a(237) 11.00± 0.16a(237) 18.32±0.30a(189)
Hujan 3.73±0.68a (79) 9.20± 0.21b (79) 14.14±0.37b (70)
Keterangan : n = jumlah individu
a
Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata
pada taraf uji 1%.
Bobot jantan yang diperoleh pada penelitian ini lebih besar dibandingkan
dengan bobot betina (Tabel 2 dan Tabel 3). Sodiq (2012) menyatakan bobot lahir,
30 hari, 60 hari dan 90 hari jantan lebih besar dibandingkan dengan bobot badan
betina pada kambing Peranakan Etawah. Hal yang sama disampaikan oleh
beberapa penelitian dengan bangsa kambing yang berbeda Mioč et al. (2011) pada
kambing Croatian, Sodiq et al. (2010) pada kambing Kacang, Zhang et al. (2009)
pada kambing Boer, Vargas et al. (2007) pada kambing Creole dan Browning et
al. (2004) pada kambing Boer. Perbedaan bobot badan jantan dan betina dapat
disebabkan oleh proses fisiologi dimana pada betina terdapat hormon estrogen
yang akan menghambat pertumbuhan (Baneh dan Hafezian 2009).
Paritas tidak berpengaruh (P>0.01) terhadap bobot lahir namun sangat
berpengaruh terhadap (P<0.01) terhadap bobot sapih, 6 bulan, 12 bulan dan 18
bulan (Tabel 2 dan Tabel 3). Zhang et al. (2009) melaporkan bahwa paritas
berpengaruh terhadap bobot lahir pada kambing Boer. Paritas berpengaruh
terhadap bobot lahir, 30 hari, 60 hari dan 90 pada kambing Peranakan Etawah
(Sodiq 2012). Rataan seluruh bobot badan pada paritas pertama lebih tinggi
12
dibandingkan dengan paritas kedua dan ketiga. Hal ini berbeda dengan hasil
penelitian yang disampaikan oleh Sodiq (2012) bahwa peningkatan rataan bobot
badan seiring dengan peningkatan paritas. Hal ini sesuai dengan beberapa
penelitian dengan bangsa kambing yang berbeda (Jimenez-Badillo et al. 2009 dan
Valencia et al. 2007). Perbedaan pengaruh paritas dapat disebabkan oleh kondisi
tubuh induk dan proses fisiologi yang terjadi pada induk berakibat terhadap
pertumbuhan dan perkembangan uterus seiring dengan peningkatan umur induk
dan paritas (Zhang et al. 2009).
Tabel 3 Rataan dan standar eror (SE) bobot 12 bulan dan 18 bulan kambing
Peranakan Etawah (kg)
Sifat
Bobot 12 bulan (n) Bobot 18 bulan (n)
Jenis kelamin:
Jantan 33.20±1.42a (116) 50.41±1.09a (79)
Betina 30.43±1.31a (143) 47.20±1.13a (94)
Paritas:
1 44.27±1.07a (138) 52.60±0.75a (128)
2 17.15±0.42b (107) 34.87±1.04b (31)
3 17.56±0.92b (14) 33.74±1.92b (6)
Tipe kelahiran:
Tunggal 22.51±1.49c (37) 40.62±2.52b (17)
Kembar 2 31.08±1.22b (180) 48.53±1.02a (109)
Kembar 3 42.25±1.87a (42) 52.47±0.90a (39)
Tahun:
2007 46.68±0.89a(124) 53.31±0.58a (123)
2008 22.28±0.98bc (3) 37.53±6.26bc (3)
2009 27.33±3.80b (6) -
2010 22.85±1.12b (17) 40.16±0.91b (15)
2011 16.27±0.33c(109) 31.08±1.01c (24)
Musim:
Kemarau 36.35±1.11a(189) 52.1±0.77a (130)
Hujan 18.80±0.98b (70) 35.40±1.48b (35)
Keterangan: n = jumlah individu
a
Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata
pada taraf uji 1%.
tiga. Zhang et al. (2009) melaporkan kelahiran tunggal memiliki bobot badan
yang lebih tinggi dibandingkan kelahiran kembar dua dan tiga pada kambing
Boer. Atabany et al. (2001) juga melaporkan bahwa bobot lahir tunggal lebih
tinggi dibandingkan dengan lahir kembar dua, tiga dan empat pada kambing
Peranakan Ettawa masing-masing 4.29; 4.08; 3.17 dan 2.63 kg. Kelahiran tunggal
memiliki bobot lahir yang lebih tinggi disebabkan tidak adanya kompetisi
kebutuhan nutrisi yang diberikan oleh induk saat kebuntingan. Sebaliknya
kelahiran kembar dua dan tiga nutrisi yang diberikan terbagi kepada anak saat
induk bunting (Zhang et al. (2009). Liu et al. (2005) melaporkan bahwa bobot
lahir kelahiran kembar dua dan tiga lebih rendah dibandingkan dengan kelahiran
tunggal disebabkan oleh penurunan pengaruh induk seperti nutrisi yang diberikan
induk kepada anak selama kebuntingan.
Tahun kelahiran tidak berpengaruh (P>0.01) terhadap bobot lahir namun
sangat berpengaruh (P<0.01) terhadap bobot sapih, 6 bulan, 12 bulan dan 18
bulan. Pola rataan bobot lahir, sapih dan 18 bulan dari yang tertinggi ke terendah
2007>2010>2008>2009>2009> Pola rataan bobot 6 bulan dan 12 bulan dari yang
tertinggi ke terendah 2007>2009>2010>2008>2011. Perbedaan dengan beberapa
penelitian disebabkan oleh perubahan iklim, curah hujan yang berbeda, pakan,
kondisi tubuh ternak dan manajemen (Zhou et al. 2003 dan Haile et al. 2009).
Musim tidak berpengaruh (P>0.01) terhadap bobot lahir namun sangat
berpengaruh (P<0.01) terhadap bobot sapih, 6 bulan, 12 bulan dan 18 bulan.
Secara keseluruhan bobot badan pada penelitian ini lebih tinggi pada musim
kemarau dibandingkan dengan musim penghujan. Hal ini menunjukkan bahwa
ternak yang lahir pada musim kemarau lebih baik performanya daripada ternak
yang lahir pada musim penghujan. Zhang et al. (2009) melaporkan bahwa anak
kambing yang lahir pada musim kemarau memiliki bobot badan yang lebih tinggi
dibandingkan dengan anak kambing yang lahir musim yang lain. Perbedaan ini
dapat disebabkan oleh ketersediaan pakan saat induk bunting. Pengaruh musim
terhadap bobot badan dapat disebabkan manajemen seperti perkawinan,
perkandangan dan pakan pada lokasi ternak tersebut dipelihara (Gunawan dan
Noor 2006). Al-Shorepy et al. (2002) juga melaporkan bahwa perbedaan bobot
badan pada musim yang berbeda dapat disebabkan oleh perbedaan musim
penghujan sehingga ketersediaan pakan juga berbeda.
Pengaruh Genetik
Heritabilitas
Nilai heritabilitas bobot lahir, sapih, 6 bulan, 12 bulan dan 18 bulan yang
diperoleh pada penelitian ini disajikan pada Tabel 4. Nilai heritabilitas merupakan
bagian keragaman total dari suatu sifat yang diakibatkan oleh pengaruh keturunan
termasuk semua pengaruh gen aditif, dominan dan epistasis. Pendugaan nilai
heritabilitas yang diperoleh hanya berlaku bagi populasi yang diamati dalam
waktu tertentu (Noor 2008). Nilai heritabilitas bobot badan pada penelitian ini
sedang sampai tinggi dengan nilai 0.37-0.68. Nilai heritabilitas dikatakan rendah
jika nilainya antara 0.0-0.2, sedang antara 0.2-0.4 dan tinggi lebih dari 0.4 (Noor
2008). Nilai heritabilitas bobot lahir pada penelitian ini 0.54±0.12 lebih tinggi
dibandingkan beberapa laporan penelitian kambing di daerah tropis. Al-Shorepy
14
et al. (2001) melaporkan nilai heritabilitas bobot lahir pada kambing Emirati
dengan menggunakan analisis Derivative Free Restricted Maximum Likehood
(DFREML) sebesar 0.39. Bosso et al. (2007) melaporkan nilai heritabilitas bobot
lahir pada kambing Dwraf dengan menggunakan analisis ASREML sebesar 0,50.
Nilai heritabilitas bobot lahir pada kambing Syrian Damascus dan Boer masing-
masing sebesar 0.41 dan 0.30 (Zhang et al. 2009 dan Al-Saef 2013).
Tabel 4 Nilai heritabilitas dan standar eror (SE) bobot lahir, sapih, 6 bulan, 12
bulan dan 18 bulan kambing Peranakan Etawah
Sifat n h2±SE
Bobot Lahir 316 0.54±0.12
Bobot Sapih 316 0.35±0.07
Bobot 6 Bulan 259 0.37±0.09
Bobot 12 Bulan 259 0.68±0.16
Bobot 18 Bulan 165 0.63±0.19
Keterangan: n = jumlah individu
Nilai heritabilitas bobot sapih pada penelitian ini sebesar 0.35±0.07. Nilai
heritabilitas pada penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian oleh
Zhang et al. (2009) pada kambing Boer dengan menggunakan analisis DFRML.
Nilai heritabilitas yang diperoleh pada penelitian ini sesuai dengan kisaran nilai
heritabilitas beberapa penelitian dengan bangsa kambing yang berbeda (Al-Saef
2012; Boujenane dan El-Hazzab 2008 dan Al-Shorepy et al. 2002). Nilai
heritabilitas bobot sapih pada kambing Emirati dan Syrian Damascus masing-
masing sebesar 0.45 dan 0.21. Peningkatan genetik bobot sapih disebabkan oleh
pengaruh fertilitas, prolifikasi, adaptasi anak dan kelangsungan induk dari
perkawinan sampai sapih (Zhang et al. 2009). Makgahlela et al. (2008)
menyatakan bahwa perbedaan nilai heritabilitas dikarenakan perbedaan variasi
genetik antar populasi, perbedaan model statistik yang digunakan untuk analisis
dan perbedaan kondisi lingkungan.
Nilai heritabilitas bobot 6 bulan yang diperoleh pada penelitian ini sebesar
0.37±0.09. Boujenane dan El-Hazzab (2008) melaporkan bahwa nilai heritabilitas
bobot 6 bulan menggunakan analisis Multi Traits Derivative Free Restricted
Maximum Likelihood (MTDFREML) dengan kisaran 0.11-0.23. Al-Saef (2013)
juga melaporkan nilai heritabilitas bobot 6 bulan dengan menggunakan analisis
yang sama sebesar 0.36. Nilai heritabilitas bobot 12 dan 18 bulan yang diperoleh
pada penelitian ini masing-masing sebesar 0.68±0.16 dan 0.63±0.19. Nilai
heritabilitas yang diperoleh pada penelitian ini lebih rendah dibandingkan dengan
nilai heritabilitas yang diperoleh oleh Bosso et al. (2007) pada kambing Dwarf
sebesar 0.73. Namun, nilai heritabilitas yang diperoleh pada penelitian ini lebih
tinggi dibandingkan dengan yang diperoleh oleh Oczana et al. (2005) pada domba
Merino, Safari et al. (2005) pada domba dan Gizawa pada domba Menz.
Nilai heritabilitas tertinggi yang diperoleh pada penelitian ini pada bobot 12
bulan. Peningkatan mutu genetik kambing Peranakan Etawah pada penelitian ini
dapat dilakukan dengan menyeleksi ternak pada bobot 12 bulan berdasarkan nilai
heritabilitas tertinggi pada bobot badan tersebut. Perbedaan nilai heritabilitas yang
diperoleh dapat disebabkan oleh perbedaan bangsa kambing, analisis statistik,
15
metode seleksi dalam populasi, jumlah sampel dan lingkungan (Zhang et al.
2009).
Ripitabilitas
Ripitabilitas merupakan suatu pengukuran kesamaan suatu sifat yang diukur
berkali-kali pada ternak yang sama. Nilai ripitabilitas suatu sifat ditentukan oleh
keragaman komponen-komponen penyusunnya seperti gen aditif, dominan,
epistasis dan komponen lingkungan (permanen dan sementara) (Noor 2008). Nilai
ripitabilitas bobot lahir, sapih, 6 bulan, 12 bulan dan 18 bulan yang diperoleh pada
penelitian ini disajikan pada Tabel 5. Nilai ripitabilitas pada penelitian ini tinggi
dengan kisaran 0.71-0.98. Noor (2008) menyatakan bahwa nilai ripitabilitas
berkisar antara 0-1 dan digolongkan ke dalam tiga kategori yaitu rendah antara
0.0-0.2, sedang antara 0.2-0.4 dan tinggi lebih dari 0.4.
Tabel 5 Nilai ripitabilitas dan standar eror (SE) bobot lahir, sapih, 6 bulan, 12
bulan dan 18 bulan kambing Peranakan Etawah
Sifat n R±SE
Bobot Lahir 28 0.98±0.01
Bbobot Sapih 28 0.97±0.01
Bobot 6 Bulan 23 0.94±0.03
Bobot 12 Bulan 26 0.71±0.12
Bobot 18 Bulan 21 0.91±0.04
Keterangan: n = jumlah individu
(2013) yang menyatakan bahwa korelasi genetik bobot lahir rendah. Namun,
Boujenane dan El-Hazzab (2008) melaporkan bahwa korelasi genetik bobot lahir
pada kambing Draa tinggi. Korelasi genetik tertinggi (0.88) yang diperoleh pada
penelitian ini antara bobot 12 bulan dengan bobot 18 bulan. Hal ini menunjukkan
bahwa seleksi pada bobot 12 bulan sangat efektif untuk meningkatkan mutu
genetik pada generasi berikutnya. Hasil penelitian yang berbeda disampaikan oleh
Bosso et al. 2007 yang menyatakan bahwa korelasi genetik tertinggi (0.74)
diperoleh antara bobot lahir dengan bobot satu tahun pada kambing Dwarf.
Tabel 6 Nilai korelasi genetik (dibawah diagonal) dan korelasi fenotipik (diatas
diagonal) bobot lahir (BL), sapih (BS), 6 bulan (B6), 12 bulan (B12)
dan 18 bulan (B18) kambing Peranakan Etawah
BL BS B6 B12 B18
BL 0.17 0.30 0.08 0.23
BS 0.35 0.69 0.65 0.64
B6 0.04 0.64 0.83 0.74
B12 0.03 0.71 0.77 0.93
B18 0.15 0.55 0.59 0.88
Nilai korelasi fenotipik yang diperoleh pada penelitian ini berkisar antara
0.08 (antara bobot lahir dengan bobot 12 bulan) sampai 0.93 (antara bobot 12
bulan dengan 18 bulan). Korelasi fenotipik antara bobot badan pada penelitian ini
memiliki pola yang sama dengan beberapa penelitian pada bangsa kambing yang
berbeda (Xu et al. 2005 dan Han et al. 2005). Al-Shorepy et al. (2002) melaporkan
korelasi genetik dan fenotipik antara bobot lahir, satu bulan dan 3 bulan positif
dengan kisaran 0.45-0.99. Korelasi fenotipik tertinggi (0,99) juga diperoleh antara
bobot 12 bulan dengan bobot 18 bulan. Hal ini menunjukkan bahwa seleksi sangat
efektif dilakukan pada bobot 12 bulan.
Nilai Pemuliaan
Nilai pemuliaan pejantan terbaik pada bobot lahir, sapih, 6 bulan, 12 bulan
dan 18 bulan disajikan pada Tabel 7. Nilai pemuliaan adalah hal yang
menunjukkan suatu kedudukan individu dalam populasi (Bourdon 2000). Nilai
pemuliaan setiap ekor pejantan diperoleh berdasarkan nilai heritabilitas dikalikan
dengan diferensial seleksi (Becker 1995).
Tabel 7 Peringkat keunggulan lima ekor pejantan terbaik berdasarkan nilai
pemuliaan (NP) bobot lahir (BL), sapih (BS), 6 bulan (B6), 12 bulan
(B12) dan 18 bulan (B18) kambing Peranakan Etawah
BL BS B6 B12 B18
No ID n Peringkat
NP NP NP NP NP
1649 36 1 0.04 0.02 0.03 0.03 0.03
1645 40 2 0.03 0.01 0.01 0.05 0.02
1711 43 3 0.02 0.01 0.04 0.03 0.02
1643 28 4 0.02 0.01 0.02 0.02 0.01
1699 29 5 0.01 0.00 0.01 0.01 0.04
Keterangan: n = jumlah individu
17
Pola genetik bobot lahir, sapih, 6 bulan, 12 bulan dan 18 bulan disajikan
pada Gambar 1. Secara umum, pola genetik seluruh bobot badan pada penelitian
ini berfluktuasi dari tahun 2007 sampai 2011. Pola genetik bobot lahir meningkat
dari tahun 2007 sampai 2008 dan konstan sampai tahun 2009. Kemudian pada
tahun 2009 menurun sampai tahun 2011. Pola genetik bobot sapih menurun
drastis pada tahun 2008 dan meningkat pada tahun 2009. Setelah tahun 2009
menurun drastis sampai 2011. Pola genetik bobot 6 bulan meningkat dari tahun
2007 sampai 2009. Namun pada tahun 2009 sampai 2011 menurun. Pola genetik
bobot 12 bulan meningkat sampai tahun 2008 namun menurun pada tahun 2009.
Setelah tahun 2009 meningkat sampai 2010 dan kembali menurun sampai tahun
2011. Pola genetik bobot 18 bulan konstan dari tahun 2007 sampai 2008 dan
menurun sampai tahun 2009. Dari tahun 2009 sampai 2010 konstan dan kemudian
menurun sampai tahun 2011. Hal yang sama diperoleh oleh Bosso et al. (2007)
bahwa pola genetik bobot lahir, 120 hari dan 180 hari pada kambing Dwraf
berfluktuasi.
Berdasarkan Tabel 8 rataan nilai pemuliaan bobot lahir, sapih, 6 bulan, 12
bulan dan 18 bulan masing-masing sebesar -0.019; -0.02; 0.003; 0.009 dan 0.005
kg/tahun. Bosso et al. (2007) melaporkan rataan nilai pemuliaan bobot lahir, 120
hari dan 180 hari masing-masing sebesar 0.01; 0.02 dan 0.08 kg/tahun. Perbedaan
rataan nilai pemuliaan yang diperoleh dengan penelitian yang lain disebabkan
oleh perbedaan program seleksi, model analisis, metode perhitungan, bangsa
kambing dan lingkungan (Shaat et al. 2004 dan Zhang et al. 2009). Penurunan
pola genetik bobot badan secara keseluruhan mengindikasikan bahwa seleksi yang
telah dilakukan berdasarkan nilai pemuliaan yang rendah. Perbaikan nilai
pemuliaan dapat dilakukan dengan penggunaan pejantan baru yang unggul pada
populasi tersebut.
Pola fenotipik bobot lahir, sapih, 6 bulan, 12 bulan dan 18 bulan disajikan
pada Gambar 2. Pola fenotipik bobot lahir dan sapih stabil dari tahun 2007 sampai
2011. Pola fenotipik bobot 6 bulan menurun dari tahun 2007 sampai 2008 dan dari
18
tahun 2008 sampai 2010 meningkat serta menurun kembali sampai tahun 2011.
Pola fenotipik bobot 12 dan 18 bulan sama dimana pola fenotipik menurun dari
tahun 2007 sampai 2008 dan meningkat dari tahun 2008 sampai 2009. Tahun
2009 sampai 2011 kembali menurun.
Gambar 1 Pola genetik bobot lahir, sapih, 6 bulan, 12 bulan dan 18 bulan
kambing Peranakan Ettawa
(keterangan: )
Gambar 2 Pola fenotipik bobot lahir, sapih, 6 bulan, 12 bulan dan 18 bulan
kambing Peranakan Ettawa
(keterangan: )
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Al-Saef. 2013. Genetic and phenotypic parameters of body weights in Saudi Aradi
goat and their crosses with Syrian Damascus goat. Small Rumin Res. 112: 35-
38.
Al-Shorepy SA, Alhadrami GA, dan Abdulwahab, K. 2002. Genetic and
phenotypic parameters for early growth traits in Emirati goat. Small Rumin Res.
45: 217-223.
Atabany A, Abdulgani IK, Sudono A dan Mudikdjo K. 2001. Performa produksi,
reproduksi dan nilai ekonomis kambing Peranakan Etawah di peternakan
Barokah. Media Petern. 24: 1-7.
Badan Standarisasi Nasional. 2008. Bibit kambing peranakan Ettawa (PE) (SNI
7325:2008). Jakarta.
Baneh H dan Hafezian SH. 2009. Effect of environmental factor on growth traits
in Ghezel sheep. Afr J Biotechnol. 8: 2903-2907.
Batubara A, Noor RR, Farajallah A, Tiesnamurti B, dan Doloksaribu M. 2011.
Morphometric and phylogenic analysis of six population Indonesian local
goats. Media Petern. 34: 165-174.
Becker WA. 1992. Manual of quantitative genetics, 5 th ed. Academic Enterpries.,
USA.
Bosso NA, Cisse MF, van der Waaij EH, Fall A dan van Arendonk JAM. 2007.
Genetic and phenotypic parameters of body weight in West African Dwraf goat
and Djallonke sheep. Small Rumin Res. 67: 271-278.
Boujenane I dan El Hazzab A. 2008. Genetic parameters for direct and maternal
effect on body weights of Draa goats. Small Rumin Res. 80: 16-21.
Bourdon RM. 2000. Understanding animal breeding, 2nd ed. Prentice-Hall, Inc.
New Jersey.
Browning, JrR, Kebe SH, dan Byars M. 2004. Preliminary assement of Boer and
Kiko does as maternal lines for kid performance under humid, subtropical
conditions. S. Afr J Anim Sci. 34: 1-3.
Direktorat Jenderal Peternakan. 2013. Populasi dan Produksi Daging Kambing
Menurut Provinsi. [diunduh 2013 Maret 4]. Tersedia pada:
http://www.deptan.go.id
Dudi. 2007. Pendugaan nilai pemuliaan dan tren genetik bobot badan prasapih
domba Priangan menggunakan animal model BLUP. Jurnal Ilmu Ternak.
7:107-112.
21
Filho RAT, Torres RA, Lopes PS, Pereira CS, Euclydes, RF, Araujo CV dan Silva
MA. 2005. Genetic trends in the performance and reproductive traits og pigs.
Genet Mol Biol. 28: 97-102.
Gifford DR, Ponzoni RW, Lampe RJ, dan Burr J. 1991. Phenotypic and genetics
parameters of flece traits and live weight in South Australian Angora goats.
Small Rumin Res. 4: 293-302.
Gizawa, S, Lemma, Sisay, Komenb, Hans, Johan AM, dan van Arendonk. 2007.
Estimates of genetic parameters and genetic trend for live weight and fleece
traits in Menz sheep. Small Rumin Res. 70: 113-153.
Gunawan A, dan Noor RR. 2006. Estimation heritability of birth and weaning
weight of the fighting type of Garut sheep. Media Petern. 29: 7-15.
Gunawan A, Sari R, dan Parwoto Y. 2011. Genetic analysis of reproductive traits
in Bali cattle maintaned on range under artificially and naturally bred. J
Indonesian Trop Anim. Agric. 3:152-158.
Haile A, Joshi BK, Ayalew W, Tegeg A, dan Singh A. 2009. Genetic evaluation
of Ethiopian Boran cattle and their crosses with Holstein Frisien in central
Ethiopia; reproductive traits. J Agric Sci. 147 :81-89.
Hammoud MH, El-Zarkounyl SZ, dan Qudah EZM. 2010. Effect of sire, age at
first calving, seadon and year of calving and parity on reproductive
performance of Friesian cows under semiarid conditions in Egypt. Arch
Zootech. 13 :60-82.
Han WJ, Feng T, An JJ, dan Chen YL. 2005. Analysis on comparison of body
weight for different hybrid weaned lamb. Acta Ecologiae Animalis Domastici.
26 : 43-45.
Herren R. 2000. The science of animal agriculture. 2nd Edit. Delmar, New York.
Intaratham WS, Koonawootrittriton P, Sopannarath HU, Graser dan Tumwasorn
S. 2008. Genetic parameters and annual trends for birth and weaning weights of
a north-eastern Thai indigenous cattle line. Asian-Aust. J Anim Sci. 21: 478-
483.
Jimenez-Badillo MR, Rodrigues S, Sanudo C, dan Teixei A. 2009. Non-genetic
factors affecting live weight and daily gain weight in Serrana Transmontano
kids. Small Rumin Res. 84: 125-128.
Liu K, Zhang Y, dan Zhou Z. 2005. Adjusment for non-genetic effects on body
weight and size in Angora goats. Small Rumin Res. 59: 25-31.
Mabrouk O, Sghair N, Amor G, Mohamed BA, dan Amel BAE. 2008.
Morphostructrual growth according to the sex and birth mode and relationship
between body size and body weight of the local kids at the first months of age
in Tunisian arid area. Res J Biol Sci. 3:120-127.
Makgahlela ML, BangaCB, Norris D, Dzama K, dan Ngambi W. 2008. Genetic
analysis of age at first calving and calving interval in South African Holstein
cattle. Asia J Anim Vet Adv. 3: 197-205.
Mandal A, Neser FWC, Rout PK, Roy R, dan Notter DR. 2006. Estimation of
direct and maternal (co)variance components pre-weaning growth traits in
Muzaffarnagari sheep. Livest Sci. 99: 79-89.
Meyer K. 1992. Variance components due to direct and maternal effect for growth
traits of Australian beef cattle. Livest Prod Sci. 31: 179-204.
22
Xu TS, Wang DJ, Liu XL, Hou GY, Xia WL, dan Huang XZ. 2005 .Genetic
parameters and trends of milk and fat yield in Holsteins dairy cattle of West
Province of Iran. Int J Dairy Sci. 6: 142-149.
Yaeghoobi R, Doosti A, Noorian AM, dan Bahrami AM. 2011. A research on
path analysis and optimum regression equation between body size and body
weight of Hainan Black Goat. Acta Ecologiae Animalis Domastici. 1: 49-53.
Yalcin BC. 1982. 1982. Angora breeding. Proc. 3rd Int. Conf. Goat Prod. Disease,
Tucson, Arizona, pp. 269-278.
Zhang C, Yang L, dan Zhong S. 2008. Variance components and genetic
parameters for weight and size at birth in the Boer goat. Livest Sci. 115: 73-79.
Zhang CY, Zhang Y, Xu DQ, Li X, Su J dan Yang LG. 2009. Genetic and
phenotypic estimates for growth traits in Boer goat. Livest Sci. 124: 66-71.
Zhou HM, Allain D, Li JQ, Zhang WG, dan Yu XC. 2003. Effect of non-genetic
factors on production traits of Inner Mongolia cashmere goats in China. Small
Rumin Res. 47: 85-89.
Zishiri OT, Cloete SWP, Olivier, JJ dan Dzama K. 2010. Genetic trends in South
African terminal sire sheep breeds. S Afr J Anim Sci. 1: 450-458.
24
Lampiran 1 Hasil output SAS untuk analisis nilai heritabilitas bobot lahir kambing
Peranakan Ettawa
25
26
Lampiran 2 Hasil output SAS untuk analisis non-genetik bobot lahir kambing
Peranakan Ettawa
Nomor Individu
Paritas ke-
1711 1631 1643 1645 1649 1699 1951
1 3,63 3,33 4,13 3,49 3,76 3,67 4,63
2 3,40 3,92 3,59 4,06 3,91 3,89
3 3,85 3,85 4,55 3,40
Rataan 3,63 3,53 3,97 3,54 4,12 3,66 4,26
Nomor Individu
Paritas ke-
0864 1494 0003 0552 0553 0554 0555
1 3,80 4,12 3,20 2,88 3,80 2,65 4,40
2 3,35 3,80
Rataan 3,80 3,74 3,5 2,88 3,80 2,65 4,40
Paritas ke- Nomor Individu
1500 0817 0093 0801 0839 0805 0825
1 3,30 5,20 5,20 3,27 3,30 3,80 3,30
2 2,90 3,60
Rataan 3,10 5,20 5,20 3,27 3,30 3,80 3,45
Nomor Individu
Paritas ke-
0667 0927 0699 0677 0001 0665 0099
1 4,20 4,20 2,90 3,30 3,55 3,02 4,90
2 4,05 3,15
Rataan 4,20 4,13 2,90 3,30 3,55 3,02 4,03
29
= (23,17-0,19)/1,559
= 14,78
= 0,01
R±S.E = 0,98±0,01
30
RIWAYAT HIDUP