Anda di halaman 1dari 11

Kewajiban Menunaikan Amanah

 KhotbahJumat.com
 
 July 14, 2011
 
 Akhlak dan Muamalah , Nasehat
 
1 Comment

Khutbah Jumat ini menerangkan tentang wajibnya menunaikan amanah yang


telah dibebankan kepada kita serta ancaman bagi orang-orang menyia-
nyiakan amanah, sebagaimana yang telah dijelaskan dalam Alquran dan
sunnah. Semoga nasihat dalam khutbah Jumat ini memberikan manfaat bagi
kita, biidznillah. [Redaksi KhotbahJumat.com]

***

KHUTBAH PERTAMA

ْ‫ي لَ ْواَل أَن‬


َ ‫د‬ِ ‫ك َّنا لِ َن ْه َت‬ُ ‫ما‬ َ ‫و‬ َ ‫ه َذا‬َ ِ‫ه َدانَا ل‬َ ‫ذي‬ ِ َّ‫ه ال‬
ِ َّ‫م ُد لِل‬ َ ‫ا ْل‬
ْ ‫ح‬
ْ‫و ُنو ُدوا أَن‬َ ‫ق‬ ِّ ‫ح‬ َ ‫ل َربِ ّ َنا بِا ْل‬ُ ‫س‬ ُ ‫ت ُر‬ ْ ‫جا َء‬ َ ‫ق ْد‬ َ َ‫ه ل‬ُ َّ‫ه َدانَا الل‬ َ
َ ‫مل‬
‫ُون‬ َ ‫م تَ ْع‬
ْ ‫ك ْن ُت‬ ُ ‫ما‬َ ِ ‫ها ب‬َ ‫مو‬ ُ ‫ج َّنةُ ُأو ِر ْث ُت‬ َ ‫م ا ْل‬
ُ ‫ك‬ ُ ‫تِ ْل‬

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,

Mengawali khutbah ini kami berwasiat pada diri kami pribadi dan seluruh
hadirin untuk bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Yaitu agar kita
menjaga dan membentengi diri dari kemarahan serta siksa Allah Subhanahu
wa Ta’ala. Dan hal ini adalah dengan menjalankan perintah-perintah-Nya
sekuat kemampuan kita, serta dengan menjauhi segala larangan-Nya.

Saudara-saudaraku kaum muslimin yang mudah-mudahan senantiasa


dirahmati Allah Subhanahu wa Ta’ala,
Di antara bentuk ketakwaan seorang hamba kepada Allah Subhanahu wa
Ta’ala adalah dengan menjalankan dan menjaga amanah yang dipikulnya.
Baik amanah yang berkaitan dengan kewajiban kepada Allah Subhanahu wa
Ta’ala seperti shalat, berwudhu, membayar zakat dan yang lainnya, maupun
yang berkaitan dengan kewajiban kepada sesama manusia. Sehingga
seseorang perlu memahami bahwa amanah itu sangat luas cakupannya. Dan
amanah yang diemban oleh setiap orang tidak selalu sama dengan yang
lainnya. Namun, semuanya akan dimintai pertanggungjawabannya di
hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala nanti atas pelaksanaan amanah yang
dipikulnya.

Hadirin rahimakumullah,

Perlu diketahui, bahwa menjalankan amanah dan menjaganya bukanlah


perkara yang bisa dilakukan semudah membalik tangan. Allah Subhanahu
wa Ta’ala telah menjelaskan tentang beratnya amanah di dalam firman-Nya,

ِ ‫وا ْلجِبَا‬
‫ل‬ ِ ‫و ْاأل َ ْر‬
َ ‫ض‬ َ ِ‫وات‬َ ‫ما‬ َ ‫الس‬
َّ ‫ة عَ لَى‬ َ َ‫مان‬ َ َ ‫ض َنا ْاأل‬
ْ ‫إِنَّا عَ َر‬
‫ان‬
ُ ‫نس‬ َ َ ‫مل‬
َ ‫ها ْا ِإل‬ َ ‫ح‬َ ‫و‬َ ‫ها‬
َ ‫م ْن‬
ِ ‫ْن‬ َ ‫فق‬ ْ َ ‫وأ‬
َ ‫ش‬ َ ‫ها‬ َ ‫م ْل َن‬ِ ‫ح‬ ْ َ‫ن أَن ي‬ َ ‫فأَبَ ْي‬َ
ً ‫ج ُهوال‬َ ‫َان ظَلُومًا‬ َ ‫هك‬ ُ َّ‫إِن‬
“Sesungguhnya, Kami telah menawarkan amanah (yaitu menjalankan
perintah-perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala dan meninggalkan seluruh
larangan-Nya) kepada seluruh langit dan bumi serta gunung-gunung. Maka,
semuanya enggan untuk memikul amanah itu dan mereka khawatir akan
mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya
manusia itu banyak berbuat dzalim dan amat bodoh.” (Al-Ahzab: 72)

Di dalam ayat tersebut kita mengetahui, bahwa makhluk-makhluk


Allah Subhanahu wa Ta’ala yang sangat besar tidak bersedia menerima
amanah yang ditawarkan kepada mereka. Yaitu amanah yang berupa
menjalankan syariat yang Allah Subhanahu wa Ta’ala turunkan melalui
utusan-Nya. Mereka enggan untuk menerima amanah tersebut bukan karena
ingin menyelisihi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Bukan pula karena mereka
tidak berharap balasan Allah l yang sangat besar dengan menjalankan
amanah tersebut. Akan tetapi, mereka menyadari betapa beratnya memikul
amanah. Sehingga, mereka khawatir akan menyelisihi amanah tersebut yang
berakibat akan terkena siksa Allah Subhanahu wa Ta’ala yang sangat pedih.
Hanya saja, manusia dengan berbagai kelemahannya, memilih untuk
menerima amanah tersebut. Sehingga kemudian terbagilah manusia menjadi
tiga kelompok.

Kelompok yang pertama adalah orang–orang yang menampakkan dirinya


seolah-olah menjalankan amanah. Yaitu dengan menampakkan
keimanannya namun sesungguhnya mereka tidak beriman. Mereka itulah
yang disebut orang–orang munafik.

Kelompok kedua adalah orang-orang yang dengan terang-terangan


menyelisihi amanah tersebut. Yaitu mereka tidak mau beriman baik secara
lahir maupun batin. Mereka adalah orang-orang kafir dan musyrikin.

Sedangkan kelompok ketiga adalah orang-orang yang menjaga amanah


yaitu orang-orang yang beriman baik secara lahir maupun batin.

Dua kelompok pertama yang kita sebutkan tadi akan diazab dengan azab
yang sangat pedih. Sedangkan kelompok yang ketiga yaitu mereka yang
beriman secara lahir dan batin, merekalah orang-orang yang akan
mendapatkan ampunan, serta rahmat dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Hal
ini sebagaimana tersebut dalam ayat berikutnya dalam firman-Nya,

‫ين‬
َ ِ‫ش ِرك‬ ْ ‫م‬ ُ ‫وا ْل‬
َ ِ‫قات‬ َ ِ‫م َناف‬ُ ‫وا ْل‬
َ ‫ين‬ ُ ‫هللا ا ْل‬
َ ‫م َنافِ ِق‬ ُ ‫ب‬َ ‫ذ‬ِّ ‫ع‬َ ‫لِ ّ ُي‬
ُ ‫وا ْل‬
ِ ‫م ْؤ‬
ِ‫م َنات‬ َ ‫ين‬ َ ِ‫من‬ِ ‫م ْؤ‬ُ ‫هللا عَ لَىا ْل‬
ُ ‫وب‬
َ ‫ويَ ُت‬ َ ِ‫ش ِركَات‬ْ ‫م‬ ُ ‫وا ْل‬َ
‫حيمًا‬
ِ ‫غ ُفورًا َّر‬ َ ‫هللا‬
ُ َ ‫وك‬
‫َان‬ َ
“Sehingga Allah mengazab orang-orang munafik laki-laki dan perempuan
serta orang-orang musyrikin laki-laki dan perempuan; dan sehingga Allah
menerima taubat orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan. Dan adalah
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Al-Ahzab: 73)

Hadirin rahimakumullah,

Amanah yang berkaitan dengan menjalankan syariat Allah Subhanahu wa


Ta’ala atau ibadah ini, harus dilakukan dengan memenuhi dua syarat. Kedua
syarat tersebut sesungguhnya merupakan realisasi dari dua kalimat syahadat
yang selalu kita ucapkan. Kedua syarat tersebut, yang pertama adalah ikhlas
dan yang kedua adalah harus dilakukan sesuai dengan petunjuk Nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Oleh karenanya, wajib bagi kita untuk hanya mengharapkan ridha


Allah Subhanahu wa Ta’ala semata dalam menjalankan peribadatan kepada-
Nya. Hal ini ditandai dengan istiqamahnya kita dalam beribadah kepada
Allah Subhanahu wa Ta’ala baik ketika sendirian maupun ketika bersama
orang lain. Sehingga kita tidak menjadi orang yang taat ketika dilihat orang
lain, namun bermaksiat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala ketika sendirian.
Janganlah kita lupa bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala mengetahui segala
perbuatan dan mengetahui seluruh yang ada di dalam hati kita. Ingatlah
firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,

َ ‫ما ُي ْع ِل ُن‬
‫ون‬ َ ‫و‬ َ ‫سر‬
َ ‫ُّون‬ ِ ‫ما ُي‬
َ ‫م‬ َ َّ‫ون أَنَّ الل‬
ُ َ‫ه يَ ْعل‬ َ ‫م‬ َ َ‫أ‬
ُ َ‫وال َ يَ ْعل‬
“Tidakkah mereka mengetahui bahwa Allah mengetahui segala yang mereka
sembunyikan dan segala yang mereka nyatakan?” (Al-Baqarah: 77)

Hadirin yang mudah-mudahan senantiasa dirahmati Allah Subhanahu wa


Ta’ala,

Sedangkan untuk menjalankan syarat yang kedua, wajib bagi kita untuk
berilmu dulu sebelum beramal. Sehingga kita tidak boleh seenaknya sendiri
atau sekadar ikut-ikutan dalam tata cara peribadatan kepada
Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kita harus melakukannya dengan aturan dan
tata cara yang telah ditentukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Karena kalau tidak demikian, maka akan berakibat tidak diterimanya amalan
kita. Lihatlah bagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam memerintahkan seseorang untuk mengulangi wudhunya karena ada
bagian anggota wudhu yang tidak terkena air. Begitu pula beliau shallallahu
‘alaihi wa sallam memerintahkan seseorang untuk mengulangi shalatnya
karena tidak thuma’ninah ketika menjalankannya.

Semua ini menunjukkan bahwa ibadah itu telah ditentukan aturannya oleh
Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sehingga kita harus senantiasa mengingat
bahwa shalat, puasa, membayar zakat, menunaikan haji dan yang lain-
lainnya dari bentuk-bentuk ibadah adalah amanah yang kita harus
menjalankannya sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan
Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Saudara-saudaraku, kaum muslimin rahimakumullah,

Adapun amanah yang berhubungan dengan muamalah, yaitu yang berkaitan


dengan menjalankan kewajiban kepada sesama manusia, Allah Subhanahu
wa Ta’ala telah memerintahkan kita untuk menjalankannya dalam firman-
Nya,

‫ها‬ ْ َ‫ت إِلَى أ‬


َ ‫ه ِل‬ َ َ ‫دوا ْاأل‬
ِ ‫مانَا‬ َ ‫م أَن ُت‬
ُّ ‫ؤ‬ ْ ‫ك‬ ُ ‫هللا يَ ْأ‬
ُ ‫م ُر‬ َ َّ‫إِن‬
“Sesungguhnya Allah memerintahkan kalian untuk menyampaikan amanah
kepada yang berhak menerimanya.” (An-Nisa`: 58)

Sedangkan cara untuk menjalankan amanah ini, adalah dengan kita


senantiasa menginginkan agar orang lain mendapatkan kebaikan
sebagaimana kita menginginkan kebaikan itu pada diri kita. Hal ini
sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

‫ه‬ ِ ‫حبُّ لِ َن ْف‬


ِ ‫س‬ ِ ‫ما ُيـ‬
َ ‫ه‬ ِ َ ‫ب أِل‬
ِ ‫خ ْي‬ َّ ‫ح‬
ِ ُ‫ح َّتى يـ‬
َ ‫م‬
ْ ‫ك‬
ُ ‫ح ُد‬
َ ‫نأ‬ ِ ‫ال َ ُي ْؤ‬
ُ ‫م‬
“Tidaklah sempurna iman salah seorang dari kalian sampai dia mencintai
saudaranya sebagaimana dia mencintai dirinya sendiri.” (H.R. Al-Bukhari dan
Muslim)

Sehingga seseorang yang bermuamalah dengan orang lain, semestinya


melihat dan bercermin pada dirinya. Baik dalam hal jual beli, sewa-menyewa,
bekerja pada pihak lain atau instansi tertentu, dan yang lainnya. Yaitu dia
tidak ingin memperlakukan saudaranya dengan perlakuan yang tidak baik
sebagaimana dia tidak ingin perlakuan tersebut menimpa dirinya.

Oleh karena itu, seseorang yang menjual barang, misalnya, maka dia harus
menjualnya dengan menjaga amanah. Tidak boleh bagi seorang penjual
untuk mengkhianati pembelinya dengan berbuat curang dalam menimbang
atau menakar. Dan tidak boleh baginya untuk berbuat dzalim dengan
meninggikan harga karena si pembeli tidak mengetahui harga atau dengan
menyembunyikan kerusakan atau cacat yang ada pada barang tersebut.
Begitu pula sebaliknya, tidak boleh bagi pembeli untuk mengkhianati penjual
dengan berdusta untuk mengurangi harga yang sesungguhnya. Atau dengan
menunda-nunda pembayaran barang yang dibelinya padahal dia memiliki
kemampuan untuk membayarnya.

Hadirin rahimakumullah,

Tidak boleh pula bagi seorang yang menyewakan tempat, kendaraan, dan
yang lainnya untuk berkhianat kepada orang yang menyewa miliknya itu.
Misalnya menipu orang yang menyewa dengan meninggikan biaya sewanya,
atau menyewakan sesuatu yang tidak sesuai dengan yang dia tawarkan. Dan
sebaliknya, tidak boleh bagi orang yang menyewa untuk menipu sehingga
biaya sewanya lebih murah dari biaya yang semestinya, atau dia
menggunakan barang sewaannya dengan tidak hati-hati sehingga berakibat
rusaknya barang tersebut. Begitu pula orang yang bekerja pada sebuah
perusahaan. Tidak boleh baginya untuk datang dan pulang seenaknya, tidak
sesuai dengan waktu yang telah ditentukan, atau melakukan kesibukan lain
di tempat kerjanya sehingga melalaikan dia dari tugas utamanya.
Saudara-saudaraku yang semoga dirahmati Allah Subhanahu wa Ta’ala,

Termasuk dari menjaga amanah adalah yang berkaitan dengan pendidikan.


Seorang pengajar harus berusaha menjaga amanah yang dipikulnya. Dia
harus berusaha untuk menjadi contoh yang baik bagi anak didiknya. Karena
terkadang anak didik lebih banyak melihat kepada sikap dan tingkah laku
pengajar daripada apa yang disampaikan kepada mereka. Begitu pula dia
berusaha menyampaikan ilmu yang bermanfaat dengan cara yang mudah
dipahami oleh anak didiknya serta tidak memaksakan diri untuk
menyampaikan pelajaran yang belum dikuasainya yang berakibat dirinya
akan terjatuh pada perbuatan “berbicara tanpa ilmu”. Terutama yang terkait
dengan masalah agama. Semuanya harus dilakukan dengan menjaga
amanah.

Hadirin rahimakumullah,

Termasuk menjaga amanah adalah yang berkaitan dengan tanggung jawab


terhadap orang-orang yang berada di bawah kekuasaan dan
pemeliharaannya. Semakin banyak atau semakin luas lingkup kekuasaannya
maka semakin besar tanggung jawabnya. Maka, seorang penguasa
bertanggung jawab atas warga negaranya dan seorang pemimpin
bertanggung jawab terhadap bawahannya. Begitu pula seorang suami
bertanggung jawab atas keluarganya, dan seterusnya.

Sudah semestinya bagi pemimpin rumah tangga untuk memelihara


keluarganya dari hal-hal yang membahayakan mereka baik yang berkaitan
dengan urusan dunia apalagi akhiratnya. Terlebih pada saat kerusakan dan
kemaksiatan tersebar di mana-mana. Sebagaimana setiap orang tentu akan
lebih berusaha menjaga hartanya ketika dia mendengar bahwa pencurian
dan yang semisalnya tengah merajalela. Bahkan, menjaga keluarga dan
anak-anaknya dari kerusakan yang ada di sekitarnya semestinya lebih
diutamakan dari menjaga harta. Karena, melalaikan kewajiban ini akan
menyebabkan munculnya generasi mendatang yang akan berbuat kerusakan
di muka bumi ini. Juga karena setiap orangtua tentunya tidak menginginkan
dirinya masuk ke dalam surga sementara anak-anaknya diazab di api neraka.
Oleh karena itu, semestinya kita berusaha menjaga amanah ini, sehingga
mudah-mudahan Allah Subhanahu wa Ta’ala menyelamatkan kita semua
dan keluarga kita dari api neraka serta mengumpulkan kita dan keluarga kita
di dalam surga-Nya. Sebagaimana tersebut dalam firman-Nya,

‫م‬
ْ ‫ه‬ َ ‫ن أَ ْل‬
ِ ِ‫ح ْق َنا ب‬ َ ‫م ُذ ِرّيَّ ُت ُهم بِ ِإي‬
ٍ ‫ما‬ َ َ‫واتَّب‬
ْ ‫ع ْت ُه‬ َ ‫م ُنوا‬َ ‫ين َءا‬َ ‫ذ‬ ِ َّ‫وال‬ َ
‫ئ‬
ٍ ‫م ِر‬
ْ ‫لا‬ ُّ ‫ك‬ ُ ‫ى ٍء‬ْ ‫ش‬ َ ‫من‬ ّ ِ ‫هم‬ِ ِ‫مل‬ َ َ‫ن ع‬ ْ ‫م‬ّ ِ ‫مآأَلَ ْت َناهُ م‬َ ‫و‬
َ ‫م‬ ْ ‫ُذ ِرّيَّ َت ُه‬
‫ين‬
ٌ ‫ه‬ِ ‫ب َر‬ َ ‫َس‬َ ‫ما ك‬ َ ِ‫ب‬
“Dan orang-orang yang beriman dan yang keturunan mereka mengikuti
mereka dalam keimanan, Kami kumpulkan keturunan mereka dengan
mereka di dalam surga dan Kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala
amal mereka.” (Ath-Thur: 21)

‫ن‬
َ ‫م‬ ً ‫م ْي‬
ِ ‫عا‬ ِ ‫ج‬َ ‫مانَا‬َ ‫ح‬
َ ‫و‬ َ ‫ة‬ ِ َ‫مان‬ َ ‫دا ِء اأْل‬ َ َ ‫م أِل‬ ْ ‫ك‬ُ ‫وإِيَّا‬َ ‫هللا‬
ُ ‫ي‬
َ ِ‫قنـ‬َ ‫ف‬َّ ‫و‬
َ
ِ‫م ْيع‬ِ ‫ج‬
َ ‫ولِـ‬
َ ‫د ْي َنا‬
ِ ِ‫ول‬ َ ‫ف َر لَ َنا‬
َ ِ ‫ول‬ َ ‫غ‬ َ ‫و‬ َ ‫ة‬ ِ َ‫خيَان‬ ِ ‫وا ْلـ‬َ ‫ة‬ ِ َ‫ضاع‬َ ِ ‫اإْل‬
‫م‬
ُ ‫ح ْي‬ِ ‫غ ُف ْو ُر ال َّر‬َ ‫و ال‬ َ ُ‫ه ه‬ ُ َّ‫ إِن‬،‫ن‬ َ ‫م ْي‬
ِ ِ‫سل‬ْ ‫م‬ ُ ‫ا ْلـ‬
KHUTBAH KEDUA

َ ‫و َرعَ ا‬
‫ها‬ َ ‫ة‬ َ َ ‫م ان‬ َ ‫ح ِفظَ اأْل‬ َ ‫ن‬ ْ ‫م‬ َ ‫وعَ َد‬ َ ‫ذي‬ ِ َّ‫ه ال‬ ِ ‫م ُـد لِل‬ ْ ‫ح‬ َ ‫ا ْلـ‬
،‫وبِ ْيال‬ َ ‫ه عَ َذابًا‬ ُ َ‫د ل‬ َّ َ‫وأَع‬ َ ‫ها‬ َ َ‫ضاع‬ َ َ‫ن أ‬ ْ ‫م‬ َ ‫ع َد‬ َّ ‫و‬ َ َ‫وت‬ َ ،ً‫جز ْيال‬ َِ ‫جرًا‬ ْ َ‫أ‬
ِ‫ك ُر ُه عَ لَى تَ َتا ُبع‬ ُ ‫ش‬ ْ َ ‫ أ‬،‫ه‬ ِ ‫م‬ِ ‫ع‬َ ِ‫ل ن‬ ِ ‫ج ِز ْي‬ َ ‫م ُد ُه عَ لَى‬ َ ‫ح‬ ْ َ‫أ‬
ُ َ‫ك ل‬
‫ه‬ َ ‫ش ِر ْي‬َ َ ‫ح َد ُه ال‬ ْ ‫و‬َ ‫هللا‬ُ َّ ‫ه إال‬ َ َ‫ه ُد أَنْ ال َ إل‬ َ ‫ش‬ ْ َ ‫ أ‬،‫ه‬ ِ ِ ‫س ان‬ َ ‫ح‬ ْ ِ‫إ‬
‫دا ِء‬َ َ‫ث عَ لَى أ‬ َّ ‫ح‬ َ ،‫ُه‬ ُ ‫س ْول‬ ُ ‫و َر‬ َ ‫م ًدا عَ ْب ُد ُه‬ َّ ‫ح‬ َ ‫م‬ ُ َّ‫ه ُد أن‬ َ ‫ش‬ْ َ ‫وأ‬ َ
‫ه وعَ لَى‬ ِ ‫هللا عَ لَ ْي‬ُ ‫صلَّى‬ َ ،‫ة‬ ِ َ‫خيَان‬ ِ ‫ن ا ْلـ‬ ْ ‫م‬ ِ ‫ذ َر‬ َّ ‫ح‬َ ‫و‬َ ‫ة‬ ِ ‫مان‬ َ َ ‫اأْل‬
‫ْد‬
ُ ‫ما بَع‬ ّ َ‫ أ‬،‫َسلِ ْيمًا‬ ْ ‫مت‬ َ َّ‫وسل‬َ ‫ه‬
ِ ِ‫حاب‬ َ ‫ص‬ْ َ‫ه وأ‬ ِ ِ‫آل‬:
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah
Marilah kita senantiasa bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Karena
dengan bertakwa kepada-Nya, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala akan
memudahkan segala urusan kita. Sebagaimana tersebut dalam firman-Nya,

‫سرًا‬ ْ َ‫ن أ‬
ْ ‫م ِر ِه ُي‬ ْ ‫م‬ ُ َّ‫جعَل ل‬
ِ ‫ه‬ ْ ‫هللا َي‬
َ ‫ق‬
ِ ‫من َي َّت‬
َ ‫و‬
َ
“Dan barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan
baginya kemudahan dalam urusannya.” (Ath-Thalaq: 4)

Saudara-saudaraku kaum muslimin rahimakumullah,

Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala di samping menyebutkan di


dalam firman-Nya perintah untuk menjalankan amanah, juga menyebutkan
kepada kita larangan untuk berbuat khianat. Sebagaimana tersebut dalam
firman-Nya,

‫َخو ُنوا‬
ُ ‫وت‬
َ ‫ل‬
َ ‫سو‬
ُ ‫وال َّر‬
َ ‫هللا‬
َ ُ ‫م ُنوا الَت‬
‫َخو ُنوا‬ َ ‫ين َءا‬َ ‫ذ‬ ِ َّ‫ها ال‬َ ُّ‫َياأَي‬
َ ‫م‬
‫ون‬ ُ َ‫م تَ ْعل‬ْ ‫وأَن ُت‬
َ ‫م‬ْ ‫ك‬ ُ ِ‫مانَات‬ َ َ‫أ‬
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mengkhianati Allah dan
Rasul (Muhammad) dan janganlah kalian mengkhianati amanah-amanah
yang dipercayakan kepada kalian, sedang kalian dalam keadaan
mengetahui.” (Al-Anfal: 27)

Bahkan, Allah Subhanahu wa Ta’ala memberitakan kepada kita dalam ayat-


Nya bahwa mengkhianati amanah adalah sifat orang-orang Yahudi, yang kita
dilarang untuk meniru akhlak mereka. Hal ini sebagaimana tersebut dalam
firman-Nya,

‫ت‬
َ ‫م‬ َ ‫ؤ ِدّ ِه إِلَ ْي‬
َ َّ ‫ك إِال‬
ْ ‫ما ُد‬ َ ‫دي َنا ٍر ال َّ ُي‬
ِ ِ‫ه ب‬ َ ‫ن إِن ت َْأ‬
ُ ‫م ْن‬ ْ ‫م‬
َّ ‫نهم‬
ُ ‫م‬ ِ ‫و‬َ
ِ ‫عَ لَ ْي‬
‫ه‬
”Dan di antara mereka (orang-orang Yahudi) ada orang yang jika kamu
memercayakan kepadanya satu dinar, tidak dikembalikannya kepadamu
kecuali jika kamu selalu menagihnya.” (Ali ‘Imran: 75)

Begitu pula Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberitakan kepada


kita bahwa mengkhianati amanah adalah sifat orang-orang munafik.
Sebagaimana dalam sabdanya,

،‫ف‬ ْ َ‫وعَ َد أ‬
َ َ ‫خل‬ َ ِ ‫وإ‬
َ ‫ذا‬ َ ‫ك َذ‬
َ ،‫ب‬ َ ‫ث‬
َ ‫د‬
َّ ‫ح‬ َ ِ‫ إ‬:‫َث‬
َ ‫ذا‬ ٌ ‫ق ثَال‬
ِ ِ‫م َناف‬ُ ‫آيَةُ ا ْلـ‬
َ ‫خ‬
‫ان‬ َ ‫ن‬ ِ ‫ذا ا ْؤ ُت‬
َ ‫م‬ َ ِ ‫وإ‬
َ .
“Tanda-tanda orang munafiq ada tiga: jika berbicara berdusta, bila berjanji
tidak menepati janjinya, dan apabila diberi amanah mengkhianatinya.”
(H.R. Muttafaqun ‘alaih)

Dalam riwayat Al-Imam Muslim rahimahullah disebutkan,

‫م‬
ٌ ِ‫سل‬
ْ ‫م‬ ُ َّ‫م أَن‬
ُ ‫ه‬ َ ‫صلَّى‬
َ َ‫و َزع‬ َ ‫و‬
َ ‫م‬ َ ْ‫وإِن‬
َ ‫صا‬ َ
“Meskipun dia shalat dan puasa serta mengaku dirinya muslim.”

Hadirin rahimakumullah,

Maka, sudah semestinya bagi kita untuk berusaha menjaga amanah yang
telah kita terima. Baik yang berkaitan dengan kewajiban kita kepada
Allah Subhanahu wa Ta’ala, maupun kepada sesama manusia. Akhirnya,
mudah-mudahan Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan kita sebagai orang-
orang yang bisa mengamalkan ilmu yang telah sampai kepada kita dan
mengambil pelajaran dari ayat-ayat Allah Subhanahu wa Ta’ala dan hadits-
hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang telah kita dengar. Dan mudah-
mudahan Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan kita sebagai orang-orang
yang senantiasa menjaga amanah yang ada di pundak-pundak kita.
‫د‬
‫م ٍ‬‫ح َّ‬‫م َ‬ ‫ك ُ‬ ‫س ْولِ َ‬ ‫و َر ُ‬
‫ك َ‬ ‫د َ‬ ‫م عَ لَى عَ ْب ِ‬ ‫س ِِّلّـ ْ‬ ‫و َ‬‫ِل َ‬‫ص ِّّـ‬ ‫م َ‬ ‫اللَّ ُه َّ‬
‫ن‬ ‫م عَ ِ‬ ‫ض اللَّ ُه َّ‬ ‫وا ْر َ‬ ‫ن‪َ ،‬‬ ‫ع ْي َ‬ ‫م ِ‬‫ج َ‬‫ه أَ ْ‬‫ح اب ِ ِ‬‫ص َ‬ ‫وأ َ ْ‬‫ه َ‬ ‫وعَ لَى آلِ ِ‬ ‫َ‬
‫وعَ ِل ّـ ٍّ‬
‫ٍي‬ ‫ان َ‬ ‫م َ‬ ‫ع ْث َ‬‫و ُ‬ ‫م َر َ‬
‫ع َ‬ ‫و ُ‬‫ك ٍر َ‬ ‫ي َب ْ‬ ‫د ْي َ َ‬ ‫خل َ َ‬
‫ن أبِ ْ‬ ‫ش ِ‬ ‫فا ِء ال َّرا ِ‬ ‫ال ْـ ُ‬
‫لى‬
‫ن إِ َ‬ ‫سا ٍ‬ ‫ح َ‬ ‫م بِ ِإ ْ‬ ‫ـه ْ‬‫ن لَ ُ‬ ‫ع ْي َ‬‫وال َّتابِ ِ‬ ‫ة َ‬‫ح اب َ ِ‬
‫ص َ‬ ‫م ْيعِ ال َّ‬ ‫ج ِ‬ ‫ن َ‬ ‫وعَ ْ‬ ‫َ‬
‫ن‬
‫ِد ْي ِ‬ ‫م ال ِّـّ‬ ‫‪.‬يَ ْو َ‬

‫ك‬ ‫الِش ْر َ‬ ‫ّـ ِّ‬ ‫وأَ ِذ َّ‬


‫ل‬ ‫ن َ‬ ‫م ْي َ‬ ‫سلِ ِ‬ ‫م ْ‬‫وال ْـ ُ‬ ‫م َ‬ ‫سال َ َ‬ ‫ع َّز ْا ِإل ْ‬ ‫م أَ ِ‬ ‫اللَّ ُه َّ‬
‫ك‬
‫د َ‬ ‫عبَا َ‬ ‫ص ْر ِ‬ ‫وا ْن ُ‬ ‫ين‪َ ،‬‬ ‫ِد ِ‬ ‫ِم ْر أَعْ َدا َء ال ِّّـ‬ ‫د ِّّـ‬ ‫و َ‬‫ن‪.‬ـ َ‬ ‫ش ِركِ ْي َ‬ ‫م ْ‬ ‫وا ْلـ ُ‬ ‫َ‬
‫ِل‬
‫ك ِّّـ‬
‫ين فِي ُ‬ ‫م َ‬ ‫س ِل ِ‬ ‫م ْ‬ ‫ل ا ْلـ ُ‬ ‫وا َ‬ ‫ح َ‬ ‫ح أَ ْ‬ ‫ص ِل ْ‬‫م أَ ْ‬ ‫ين‪ .‬اَللَّ ُه َّ‬ ‫د َ‬ ‫ِح ِ‬ ‫و ِّّـ‬ ‫م َ‬ ‫ال ُ‬
‫و ُدعَ ا ٍء ال َ‬ ‫ع َ‬ ‫ش ُ‬ ‫ب ال َ يَخْ َ‬ ‫ق ْل ٍ‬ ‫ن َ‬ ‫م ْ‬ ‫ك ِ‬ ‫ع ْو ُذبِ َ‬ ‫م إِنَّا نَ ُ‬ ‫ن‪ .‬اللَّ ُه َّ‬ ‫مكا ٍ‬ ‫َ‬
‫م‬ ‫ع‪ .‬اللَّ ُه َّ‬ ‫م ال َ يَ ْن َ‬
‫ف ُ‬ ‫ع ْل ٍ‬ ‫ن ِ‬ ‫م ْ‬ ‫و ِ‬ ‫ع َ‬ ‫َشبَ ُ‬ ‫ْس ال َ ت ْ‬ ‫ن نَف ٍ‬ ‫م ْ‬ ‫و ِ‬‫ع َ‬ ‫م ُ‬ ‫س َ‬ ‫ُي ْ‬
‫طال ً‬ ‫ل بَا ِ‬ ‫ط َ‬ ‫وأَ ِرنَا ْالبَا ِ‬ ‫ه َ‬ ‫وا ْر ُز ْق َنا اِتِّـّبَاعَ ُ‬ ‫ًقا َ‬ ‫ح ًّّـ‬
‫ق َ‬ ‫ح َّ‬ ‫أَ ِرنَا ا ْلـ َ‬
‫ه َد ْي َت َنا‬ ‫غ ُق ُل ْوبَ َنا بَ ْع َد إِ ْذ َ‬ ‫ه‪َ .‬ربَّ َنا ال َ ُت ِز ْ‬ ‫اج ِت َنابَ ُ‬ ‫وا ْر ُز ْق َنا ْ‬ ‫َ‬
‫اب‪َ .‬ربَّ َنا آتِ َنا‬ ‫ه ُ‬ ‫و َّ‬ ‫ت ا ْل َ‬ ‫ك أَ ْن َ‬ ‫ة إِنَّ َ‬ ‫م ً‬‫ح َ‬ ‫ك َر ْ‬ ‫ن لَّ ُد ْن َ‬ ‫م ْ‬ ‫ه ْبلَ َنا ِ‬ ‫و َ‬ ‫َ‬
‫وقِ َنا عَ َذ َ‬
‫اب‬ ‫ة َ‬ ‫س َن ً‬ ‫ح َ‬ ‫خ َر ِة َ‬ ‫وفِي ْاآل ِ‬ ‫ة َ‬ ‫س َن ً‬ ‫ح َ‬ ‫د ْنيَا َ‬ ‫فِي ال ُّ‬
‫‪.‬ال َّنا ِر‬

‫م عَ لَى‬
‫سال َ ٌ‬
‫و َ‬ ‫ص ُف َ‬
‫ون‪َ ،‬‬ ‫ما َي ِ‬ ‫ع َّز ِة عَ َّ‬
‫ِب ال ِ‬
‫ك َر ّـ ِّ‬ ‫ح َ‬
‫ان َرِبِّّـ َ‬ ‫س ْب َ‬‫ُ‬
‫ين‬ ‫ِب ا ْلعَالَ ِ‬
‫م َ‬ ‫ه ر ّـ ِّ‬ ‫م ُد لِل ِ‬ ‫وا ْلـ َ‬
‫ح ْ‬ ‫لين َ‬
‫س َ‬ ‫‪.‬ا ْلـ ُ‬
‫م ْر َ‬

Anda mungkin juga menyukai