Anda di halaman 1dari 3

a. What is tort?

Gugatan adalah tindakan atau kelalaian yang menimbulkan cedera atau kerugian bagi
orang lain dan merupakan kesalahan perdata yang dapat ditanggung oleh pengadilan.
Dalam konteks gugatan, "cedera" menggambarkan invasi terhadap hak hukum apa pun,
sedangkan "kerugian" menggambarkan kerugian atau kerugian yang pada
kenyataannya diderita seseorang ​https://www.law.cornell.edu/wex/tort​;
https://business-law.binus.ac.id/2015/01/27/mengungkit-kembali-konsep-dasar-perbuata
n-melawan-hukum/

Tort ~ Perbuatan Melawan Hukum (PMH) ~ onrechmatige daad


Tort : Pelanggaran terhada suatu ketentuan perundangan yang mana menimbulkan
kerugian terhadap pihak lain ​(violation of statutory provision and causing
disadvantage/harm to other)
Terkait dengan case study, dijelaskan bahwa pihak secure parking mengambil sikap
pasif dalam menjaga keamanan di area parkir yang dikelola (berdasarkan
klausul-klausul pada tiket parkir), sehingga kasus ini diklasifikasikan sbg kategori
negligence tort. Hal ini menyalahi perundangan/statutory yang berlaku, yaitu Pasal 4 UU
No 8 Tahun 1999 (khususnya ayat a), dan Pasal 1366 jo 1367 KUH Perdata. Selain itu
kasus ini termasuk vicarious liability karena kesalahan/kelalaian dilakukan oleh pegawai
dan yang harus bertanggung jawab adalah perusahaan.

b. Do you think Secure Parking really should be held liable? Why?


Menurut kami, pihak Secure Parking harus bertanggung jawab terhadap kehilangan kendaraan
yang berada di lahan parkir mereka. Pihak Secure Parking dianggap telah lalai dalam menjamin
keamanan atas kendaraan konsumen parkir. Oleh sebab itu, pihak Secure Parking diwajibkan
membayar ganti rugi atas kehilangan kendaraan dari konsumen parkir. Hal ini mengacu Pasal
1366 KUH Perdata yang menyebutkan bahwa “setiap orang bertanggung jawab, bukan hanya
atas kerugian yang disebabkan perbuatan-pebuatan, melainkan juga atas kerugian yang
disebabkan kelalaian atau kesembronoannya” dan Pasal 1367 KUH Perdata yang menyebutkan
bahwa “Seseorang tidak hanya bertanggung jawab, atas kerugian yang disebabkan
perbuatannya sendiri, melainkan juga atas kerugian yang disebabkan perbuatan-perbuatan
orang-orang yang menjadi tanggungannya atau disebabkan barang-barang yang berada di
bawah pengawasannya” serta peraturan UU No. 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen
pasal 4 ayat 8 yang menyebutkan bahwa “hak konsumen adalah hak untuk mendapatkan
kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak
sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya”

c. Can Secure Parking Indonesia argue that they are not liable based on the term stated on
a parking ticket?
Klausula yang tertera pada karcis parkir sesuai dengan Perda Jakarta No. 5 tahun 1999 pasal 36
ayat 2 yang menyebutkan bahwa “Atas hilangnya kendaraan dan atau barang-barang yang
berada di dalam kendaraan atau rusaknya kendaraan selama berada di petak parkir, merupakan
tanggung jawab pemakai tempat parkir”. Namun, menurut kami klausal ini bertentangan dengan
peraturan UU No. 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen pasal 18 ayat 1 yang
menyebutkan bahwa “Pelaku Usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan
untuk diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap
dokumen dan/atau perjanjian apabila : a. Menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha.
Hal ini berbeda dengan isi dari pasal 36 ayat 2 karena adanya pengalihan tanggung jawab dari
pelaku usaha kepada konsumen apabila terjadi kehilangan kendaraan. Oleh karena, adanya
asas hukum yaitu “Hukum yang tinggi mengesampingkan hukum yang rendah (Lex superior
derogat legi inferiori)” maka secara hirarki, peraturan perundang-undangan diakui keberadaannya
lebih tinggi dibandingkan dengan Perda, sehingga hukum yang berlaku adalah undang-undang.

Undang-undang perlindungan konsumen:


https://gatrik.esdm.go.id/assets/uploads/download_index/files/e39ab-uu-nomor-8-tahun-1999.pd
f

d. What is a disclaimer or exclusion clause in contracts? To what extent is it legally


enforceable?

Definisi :

Secara sederhana, exclusion clause atau klausula eksonerasi ini diartikan sebagai
klausula pengecualian/pengalihan/pembatasan kewajiban/tanggung jawab dalam
perjanjian.

Sejauh mana dapat ditegakkan dalam hukum :


In short, exclusion clause termasuk ilegal di Indonesia, karena :

- Adanya penuangan exclusion clause atau klausula eksonerasi dalam perjanjian baku
kalau dilihat dari syarat sahnya perjanjian sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1320
BW mengakibatkan perjanjian tersebut dapat dibatalkan karena tidak memenuhi syarat
kesepakatan (konsensus). Hal ini disebabkan karena adanya cacat kehendak yaitu
penyalahgunaan keadaan dari salah satu pihak yang menentukan isi perjanjian, karena
Pencantuman klausula eksonerasi ini terjadi karena posisi para pihak dalam perjanjian
berada dalam posisi yang tidak seimbang, sehingga salah satu pihak yang lebih kuat
yang menentukan syarat-syarat dalam perjanjian, sementara di pihak lainnya dalam
posisi terjepit dan sangat memerlukan perjanjian tersebut. Dalam study case ini seperti
yg dijelaskan oleh putusan pengadilan, manakala pengendara mobil masuk area parkir,
dia tidak mempunyai pilihan lain selain memilih parkir di situ.

- Selain itu, meskipun perjanjian baku yang mengandung klausula eksonerasi telah
diperjanjikan sebelumnya, perjanjian tersebut tidak dapat dianggap sah karena
mengandung ketentuan/klausula yang bertentangan dengan undang-undang yaitu
UU Perlindungan Konsumen. Di Indonesia, salah satu bentuk perlindungan pemerintah
terhadap pihak yang lemah adalah dengan diundangkannya Undang Undang Nomor 8
Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) pasal 18 ayat 1, dimana
perjanjian baku yang mengandung klausula eksonerasi (pengalihan tanggung jawab)
berakibat batal demi hukum.
BAB V
KETENTUAN PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU
- Pasal 18
- (1) Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk
diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap
dokumen dan/atau perjanjian apabila:
a. menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha;

- Walaupun dalam prakteknya, menurut kami perlu ada peran lebih dr pemerintah terkait
ini, karena pembatalan tersebut harus dimintakan kepada hakim, sebagaimana mana
ditentukan dalam Pasal 1266 KUHP bagian ketiga menyatakan bahwa “Dalam hal yang
demikian perjanjian tidak batal demi hukum, tetapi pembatalan harus dimintakan kepada
hakim”, yg mana kita tahu kalau kesadaran konsumen akan hak-haknya di negara kita
masih rendah, misalnya dibuat lembaga khusus untuk langsung menilai klausal baku
(bukan hanya mengawasi)

- Dengan demikian, meskipun perjanjian baku yang mengandung klausula eksonerasi


telah diperjanjikan sebelumnya, perjanjian tersebut tidak dapat dianggap sah karena
mengandung ketentuan/klausula yang bertentangan dengan undang-undang yaitu
UU Perlindungan Konsumen, walaupun dalam study case ini pihak secure parking
mengandalkan Perda DKI No 5/1999, selain hal itu merupakan perjanjian yang
kesepakatannya bercacat hukum karena timbul dari ketidakbebasan pihak yang
menerima klausul (menurut kami layak dilakukan judicial review terhadap perda ini) , ini
juga membuktikan bahwa adanya asas hukum yaitu “Hukum yang tinggi
mengesampingkan hukum yang rendah (Lex superior derogat legi inferiori)” maka
secara hirarki, peraturan perundang-undangan diakui keberadaannya lebih tinggi
dibandingkan dengan Perda, sehingga hukum yang berlaku adalah undang-undang.

https://www.lawteacher.net/free-law-essays/contract-law/exclusion-clause-term-in-a-cont
ract.php

https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt52b66e4e181a5/keabsahan-perjanjia
n-yang-mengandung-klausula-eksonerasi/

https://www.dropbox.com/s/niobsdyubyr39nz/124PK_PDT_2007.pdf?dl=0

Anda mungkin juga menyukai