Anda di halaman 1dari 32

LABORATORIUM TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL

STIKES NANI HASANUDDIN MAKASSAR

LAPORAN TEKONOLOGI SEDIAAN STERIL


“SEDIAAN MATA”

KELAS B / KELOMPOK IV
ASISTEN PJ : ANDI ENDANG KUSUMA INTAN, S.FARM.,M.SI

NOPCICILIA ANJELITA PAI PINAN R NH0519049


WILYA YULIANDINI RISHAN NH0519068
MINIKA KRISTINA NH0519044
NURUL HIKMA NH0519057
MARGARETHA NH0519039
NUR HIKMAH NH0519053
SELPI TANDI NH0519064
MIRA NH0519045

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


PROGRAM STUDI DIPLOMA TIGA FARMASI
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
NANI HASANUDDIN
MAKASSAR
2021

BAB I

PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang

Farmasi adalah ilmu yang mempelajari tentang cara penyediaan

obat meliputi pengumpulan, pengenalan, pengawetan, dan pembakuan

bahan obat-obatan, seni peracikan, serta pembuatan sediaan farmasi menjadi

bentuk tertentu hingga siap digunakan sebagai obat, serta perkembangan

obat yang meliputi ilmu dan teknologi pembuatan obat dalam bentuk

sediaan yang dapat digunakan dan diberikan kepada pasien (Inggriani,

2016).

Teknologi farmasi merupakan ilmu yang membahas tentang teknik

dan prosedur pembuatan sediaan farmasi dalam skala industri farmasi

termasuk prinsip kerja serta perawatan dan pemeliharaan alat-alat produksi

dan penunjangnya sesuai ketentuan cara pembuatan obat yang baik (CPOB)

(Inggriani, 2016).

Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi

yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau

keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan,

penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan, dan kontrasepsi untuk

manusia (Lestari dkk, 2017).

Steril, suatu keadaan yang bebas dari kontaminasi organisme

(bakteri, jamur, alga dan semua jenis mikroorganisme kecuali virus)

(Suyadi. 2018).

Salep mata adalah salep steril untuk pengobatan mata

menggunakan dasar salep yang cocok (Dirjen Pom, 1997).


I.2 Maksud dan Tujuan Percobaan

I.2.1 Maksud Percobaan

Adapun maksud dari percobaan ini yaitu untuk mengetahui

cara pembuatan tetes mata steril menggunakan zat aktif deksametason,

pengawet benzalkonium klorida, antioksidan Na2EDTA, pendapar

NaH2PO4 dan Na2HPO4, pengisotonis HaCl, serta pelarut API

dengan dosis yang seragam.

I.2.2 Tujuan Percobaan

Adapun tujuan dari percobaan ini yaitu untuk menentukan dan

memahami cara pembuatan tetes mata steril menggunakan zat aktif

deksametason, pengawet benzalkonium klorida, antioksidan

Na2EDTA, pendapar NaH2PO4 dan Na2HPO4, pengisotonis HaCl,

serta pelarut API dengan dosis yang seragam.

I.3 Manfaat Percobaan

Adapun manfaat dari percobaan ini yaitu mengetahui cara

pembuatan salep mata, mampu menentukan zat aktif dan zat tambahan dari

sediaan obat yang dibuat berdasarkan kelarutan dan indikasinya, mengetahui

cara perhitungan bahan dan dosis sediaan, serta menentukan aturan pakai

bagi pengguna berdasarkan hasil pertimbangan dari zat aktif yang

digunakan.

I.4 Prinsip Percobaan


Adapun prinsip dari percobaan ini yaitu ditimbang bahan

berdasarkan hasil perhitungan dan digerus dalam lumpang, untuk basis salep

dilebur terlebih dahulu dan dimasukkan ke dalam lumpang setelah bahan

yang dalam bentuk padat menjadi halus dan homogen, lalu di homogenkan

kembali. Kemudian dimasukkan ke dalam tube dan diberi etiket.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Sterilisasi

A. Definisi Steril

Steril adalah suatu keadaan dimana suatu zat bebas dari mikroba

hidup, baik yang patogen (menimbulkan penyakit) maupun apatogen atau

non patogen (tidak menimbulkan penyakit), baik dalam bentuk vegatatif

(siap untuk berkembang biak) maupun dalam bentuk spora (dalam

keadaan statis, tidak dalam berkembang biak, tetapi melindungi diri

dengan lapisan pelindung yang kuat) (Istianah, 2018).

Steril artinya bebas dari bakteri dan mikroorganisme lain atau suci

hama (Ma’at, 2009).

Steril, suatu keadaan yang bebas dari kontaminasi organisme

(bakteri, jamur, alga dan semua jenis mikroorganisme kecuali virus)

(Suyadi, 2018).

B. Definisi Sterilitas

Sterilitas, suatu terminologi yang absolut, berarti ketidak beradaan

mikroorganisme hidup, baik patogen, non patogen, bentuk vegetative,

maupun non vegetative (spora) (Agoes, 2014).

Sterilitas didefinisikan sebagai suatu kondisi yang bebas secara

sempurna dari semua mikroorganisme hidup (Ayuhastuti, 2016).

C. Definisi Sterilisasi
Sterilisasi adalah proses yang dirancang untuk menciptakan

keadaan steril (Lachman, 1994).

Sterilisasi adalah menghilangkan semua bentuk kehidupan, baik

bentuk patogen, non patogen, maupun non vegeratif dari suatu objek atau

material (Lukas, 2011).

D. Metode Sterilisasi

1. Metode sterilisasi (Lukas, 2011)

Ada beberapa metode yang umum digunakam dalam proses

sterilisasi, yaitu:

a. Destruksi mikroorganisme

Mikroorganisme akan rusak bila terkena panas langsung.

Cara termudah adalah menggunakan api dengan cara membakar

peralatan atau wadah yang akan dipakai. Cara lain adalah dengan

mengoksidasi alat (biasanya gelas) menggunakan bahan kimia

berupa asam nitrat pekat, asam kromat, atau asam sulfat pekat.

b. Inaktivasi (pembunuhan)

Metode inaktivasi (pembunuhan) mikroorganisme ini

merupakan eliminasi mikroorganisme tanpa perlu menghancurkan

sel secara sempurna.

Hal ini dapat dilakukan dengan :

1) Cara panas kering, basah atau uap

2) Cara radiasi

3) Cara kimia
c. Penghilangan secara fisika

Metode menghilangkan mikroorganisme secara fisika

adalah dengan cara penyaringan (filtrasi) karena ada beberapa zat

(partikel) dari cairan dan gas yang tidak dapat dilakukan dengan

cara di atas.

2. Metode sterilisasi (Ayuhastuti, 2016)

Sterilisasi dapat dilakukan dengan metode fisika, kimia, dan

metode mekanik.

a. Metode fisika

1) Sterilisasi dengan panas lembab

Sterilisasi ini menggunakan uap jenuh dimana

mekanisme pembunuhnya adalah melalui perusakan

mikroorganisme dengan mendenaturasi protein penting untuk

pertumbuhan dan atau reproduksi mikroorganisme. Uap jenuh

ini mempunyai aktifitas pembunuhan yang tinggi dan dapat

membunuh semua jenis mikroorganisme termasuk spora yang

resisten dalam waktu 15 menit pada temperature 121°C.

2) Sterilisasi dengan panas kering

Sterilisasi panas kering digunakan untuk bahan tahan

terhadap panas misalnya logam, gelas, minyak dan lemak.

Mekanisme pembunuhan mikroorganisme dengan metode ini

adalah melalui proses oksidasi.

3) Sterilisasi dengan radiasi


Sterilisasi menggunakan radiasi antara lain

menggunakan accelerated electrons dan 60 CO.

b. Metode mekanik

Filtrasi dengan menggunakan pori yang berukuran

maksimal 400 nm dapat digunakan untuk memperoleh filtrasi

bebas bakteri. Metode ini digunakan untuk larutan yang tidak

dapat disterilisasi dengan panas.

c. Metode kimia

Senyawa kimia dapat bersifat bakteriostatik maupun

bakterisidal.

3. Metode sterilisasi (Rikomah, 2017)

Pada prinsipnya sterilisasi dapat dilakukan dengan 3 cara

yaitu cara mekanik, cara fisik, dan cara kimiawi.

a. Sterilisasi cara mekanik (filtrasi) menggunakan suatu saringan

yang berpori sangat kecil (0,22 mikron atau 0,45 mikron) sehingga

mikroba tertahan pada saringan tersebut. Proses ini ditujukan

untuk sterilisasi bahan yang peka terhadap panas, misalnya larutan

enzim dan antibiotik.

b. Sterilisasi secara fisik dapat dilakukan dengan pemanasan dan

penyinaran.

1) Pemanasan

2) Penyinaran dengan ultra violet (UV)


Sinar UV juga dapat digunakan untuk proses sterilisasi,

misalnya untuk membunuh mikroba yang menempel pada

permukaan interior safety cabinet dengan disinari lampu uv.

c. Sterilisasi secara kimiawi biasanya menggunakan senyawa

desinfektan antara lain alkohol.

E. Keuntungan Metode Sterilisasi

Keuntungan metode sterilisasi (Hiaranya, 2017)

1. Sterilisasi uap

Keuntungan:

a. Waktu putaran yang singkat

b. Penetrasi yang baik

c. Dapat digunakan untuk alat dari logam, kain, gelas dan karet

2. Pemanasan kering

Keuntungan:

a. Efektif dan aman untuk sterilisasi instrument logam

b. Tidak mengakibatkan alat-alat logam menjadi tumpul

c. Tidak menyebabkan karat atau korosi

3. Uap kimia yang tidak tersaturasi (chemiclave)

Keuntungan:

a. Waktu siklus singkat


b. Tidak mengakibatkan karat atau korosi pada istrumen logam,

termasuk baja karbon.

c. Tidak membuat alat-alat tajam menjadi tumpul. Cocok untuk

kawat orgadontik baja tahan karat

F. Kerugian Metode Sterilisasi

Kerugian metode sterilisasi (Hiaranya, 2017)

1. Sterilisasi uap

Kerugian:

a. Korosi dan istrumen baja karbon yang tidak terlindung

b. Alat-alat tajam menjadi tumpul

c. Kemasan tetap basah pada akhir putaran

d. Dapat merusak bahan yang peka terhadap panas

2. Pemanasan kering

Kerugian:

a. Diperlukan waktu putaran yang lama untuk sterilisasi

b. Penetrasi buruk

c. Dapat mengubah warna dan merusakn kain

d. Merusak benda-benda yang peka terhadap panas

3. Uap kimia yang tidak tersaturasi

Kerugian:

a. Instrumen harus benar-benar kering sebelum pemprosesan


b. Dapat merusak plastik yang peka terhadap panas

c. Bau bahan kimia pada daerah yang kurang ventilasi

G. Spesifikasi Ruang Bersih

1. Spesifikasi ruang bersih (Ayuhastuti, 2016)

Spesifikasi
Penjelasan peruntukan
ruang bersih
Kelas A Zona untuk kegiatan yang berisiko tinggi, misalnya

zona pengisian, wadah tutup karet, ampul dan vial

terbuka, penyambungan secara aseptis. Umumnya

kondisi ini dicapai dengan memasang unit aliran

udara laminar (laminar air flow) di tempat kerja.

Sistem udara laminar hendaklah mengalirkan udara

dengan kecepatan merata berkisar 0,36-0,54

m/detik (nilai acuan) pada posisi kerja dalam ruang

bersih terbuka. Keadaan laminar yang selalu terjaga

hendaklah dibuktikan dan divalidasi. Aliran udara

searah berkecepatan lebih rendah dapat digunakan

pada isolator tertutup dan kotak bersarung tangan.


Kelas B Untuk pembuatan dan pengisian secara aseptic,

kelas ini adalah lingkungan latar belakang untuk

zona kelas A.
Kelas C dan D Area bersih untuk melakukan tahap proses

pembuatan dengan risiko lebih rendah.

2. Spesifikasi ruang bersih (Indriani, 2016)


Kelas Perbedaan

ruanga Pertukaran udara tekanan udara


Suhu °C RH (%)
n (pascal)
Aliran udara satu

arah kecepatan
A 16-25 45-55 Antara kelas
aliran udara
ruangan 10-15
0,36-0,54 m/s
Aliran udara pacsal

turbulen dengan Antara kelas


B 16-25 45-55
pertukaran udara ruangan yang

minimal 20 kali sama 5 pascal


C 16-25 45-55 Minimal 20 kali
D 20-27 40-60 5-20 kali
E 20-27 Maks 70 5-20 kali
II.2 Tetes Mata

A. Definisi Tetes Mata

Tetes mata adalah sediaan steril berupa larutan atau suspensi,

digunakan untuk mata, dengan cara meneteskan obat pada selaput lendir

mata disekitar kelopak mata dan bola mata (Dirjen POM, 2014).

Tetes mata adalah obat tetes steril, umumnya isotonis dan isohidris,

kita menggunakannya dengan cara meneteskan kedalam lekuk mata atau

kepermukaan selaput bening mata (Lukas, 2011).

Tetes mata adalah suatu sediaan steril yang mengandung minyak

halus bebas dari pastikel asing baik dalam bentuk alkali atau garamnya

atau bahan lain (Nila, 2016).

B. Syarat Tetes Mata

1. Syarat tetes mata(Volght, 1994)

a. Sterilitas atau miskin kuman

b. Jernih(bebas bahan melayang atau miskin bahan melayang)

c. Pengawetan

d. Tonisitas

e. Stabilitas

2. Syarat tetes mata(Nilla, 2016)

a. Kejernihan

Penggunaan laminar air flow dan tidak tertumpahkan

akan memberikan kebersamaan untuk penyimpanan larutan

jernih bebas partikel.


b. Stabilitas

Stabilitas obat dalam larutan seperti produk tergantung pada

sifat kimia bahan obat pH produk,metode penyimpanan

(khususnya penggunaas suhu), zat tambahan larutan dan tipe

pengemasan

c. Buffer dan pH

Idealnya sediaan mata pada pH ekuivalen dengan cairan

mata yaitu 7,4.

d. Tonisitas

Tonisitas bertarti tekanan osmotik yang diberikan oleh

garan dalam larutan berair, larutan mata adalah isotonik dengan

larutan lain ketika magnefudo sifat larutan kolektif adalah sama.

e. Viskositas

USP mengizinkan penambahan bahan penghalat viskositas

untuk memperpanjang lama kontak dalam mata untuk adaorbsi

obat dan aktivitasnya.

f. Additives/Tambahan

Penggunaan larutan tambahan dalam mata diperbolehkan

namun demikian pemilihan dalam jumlah tertentu.

C. Keuntungan Tetes Mata

1. Keuntungan tetes mata (AMA Drugs, 1993)


Secara umum larutan berair lebih stabil daripada salep,

meskipun salep dengan obat yang larut dalah lemak diabsorpsi lebih

baik dari larutan, salep yang obat-obatnya larut dalam air

2. Keuntungan Tetes Mata (Gennaro, 1998)

a. Tidak menganggu penglihatan saat digunakan

b. USP XXI menggambarkan larutan mata, dengan defenisi semua

bahan-bahan adalah lengkap dalam larutan, keseragaman, tidak

menjadi masalah, hanya sedikit pengaruh sifat fisika dengan

tujuan ini

c. Secara umum larutan berair lebih stabil.

3. Keuntungan Tetes Mata (Khairunnisa, 2012)

Secara umum tetes mata lebih stabil dari pada salep mata,

meskipun salep dengan obat yang larut dalam lemak diabsorpsi lebih

baik daripada larutan atau salep yang obat-obatnya larut dalam air.

Semua bahan-bahan adalah larutan dalamcair, keseragaman tidak

menjadi masalah, hanya saja sedikit pengaruh sifat fisika dengan

tujuan ini tidak menggangu penglihatan saat digunakan.

D. Kekurangan Tetes Mata

1. Kerugian Tetes Mata (Khairunnisa, 2012)


Kerugian yang prinsipil dari larutan mata adalah waktu kontak

yang relatif singkat antara obat dan permukaan yang terabsorpsi.

Biovabilitas obat mata diakui buruk jika larutanya digunakan secara

topical untuk kebanyakan obat kurang dari 1-3% dari dosis yang

dimasukkan melewati kornea, biovabilitas obat sangat lambat.

2. Kerugian Tetes Mata (Eennaro, 1998)

Kerugian yang prinsipil dari larutan mata adalah waktu kontak

yang relative singkat antara obat dan permukaan yang terabsorpsi

3. Kerugian Tetes Mata (King, 1984)

Bahan aktif obat mata diakui buruk jika larutanya digunakan

secara topikal untuk kebanyakan obat kurang 1-3% dari dosis yang

dimasukkan melalui kornea. Sampai kurang interior, sejak BA obat

sangat lambat pasien yang mematuhi aturan dari teknik pemakaian

yang tepat.

E. Cara Penggunaan Tetes Mata

1. Menurut (Azis dkk, 2005)

a. Teteskan obat pada sudut mata dalam dan teteska pula pada

kelopak mata, kemudian pejamkan mata.

b. Pipet jangan tersentuh mata atau benda lain dan wadah harus

tertutup rapat agar tidak terinfeksi.

c. Sebelum dan sesudah menggunakan tetes mata cuci tangan

2. Menurut (Ummi Atidjah dkk, 2011)

a. Cuci tangan terlebih dahulu


b. Jangan memegang mulut botol tempat tetesan obat

c. Tengadahkan kepala ke atas

d. Tarik pelupuk mata ke arah bawah sehingga membentuk kantung

e. Pegang penetes sedekat mungkin dengan “kantung” tanpa

menyentuh mata

f. Teteskan obat ke dalam kantung sebanyak satu tetes

g. Pejamkan mata selama 2 menit. Jangan terlalau rapat

memejamkan mata atau terlalu sering berkedip.

h. Hilangkan kelebihan cairan obat dengan tisu bersih.

i. Jika menggunakan lebih dari satu tetes, tunggu paling cepat lima

menit sebelum tetesan berikutnya.

j. Obat tetes dapat menimbulkan efek terbakar selama beberapa

menit. Jika tetap berlanjut, segera konsultasi dengan dokter.

F. Absorpsi Obat Di Mata

1. Menurut (Staf pengajar, 2009)

Terdapat banyak obat yang dipakai sebagai obat tetes mata,

biasanya obat tetes mata ini digunakan untuk efek lokal. Namun,

absorbsi sistemik dapat juga terjadi akibat aliran obat memalui kanalis

nasolakrimalis dan menimbulkan efek sistemik yang tidak diinginkan.

selain itu,obat yang terabsorbsi melaui nasolkrimalis ini tidak

mengalami metabolisme lintas pertama di hepar. Sebagai contoh,


dapat terjadi toksisitas sistemik pada pemakaian antagonsis β-

adrenoseptor sebagai obat tetes mata.

2. Menurut (Zaman dan Joenoes, 2006)

Secara umum dapat disimpulakn bahwa kcepatan absorbisi

obat dari bentuk sediannya (dengan catatan ; besar / kecilnya partikel

obat tidak berbeda) adalah menurut aturan sebagai berikut : Suntikan

IV > Suntikan IM/SC > Solutio > Suspensi > Pulveres > Capsule >

Tablet > Tablet-salut/Dragee > Pilulae.


BAB III

METODEOLOGI PERCOBAAN

III.1 AlatdanBahanPercobaan

III.1.1 Alatpercobaan

Adapunalat yang

digunakandalampercobaaniniyaitu,Aluminiumfoil,Cawanporselin,Coro

ngGelas,Etiket,Gelasbeker ,Kertassaring,

LabuErlemeyer,Pipettetes,Sendoktanduk,Tissue, danwadahtetesmata.

III.1.2 Bahan yang digunakan

Adapunbahan yang digunakandalampercobaaniniyituApi,

Benzalkoniumklorida,Deksametason, Na

fosfat,Na2EDTA,NaH2PO4,Na2HPO4,dan Nacl.

III.2 Perhitungan

III.2.1 PerhitunganKapasitasDapar

Kapasitasdapar

pH = 6,5

NaH2PO4= 0,56%b/v BM=120,01

NaH2PO4= 0,284%b/v BM=142,14

M Nah2PO4 = gram= 0,56 = 0,047 M

BM×V 120,01×0,1
M Nah2PO4 = gram = 0,284 = 0,02 M

BM×V 142,14×0,1

pKadaparfosfat = 7,2

Ka = -antilog pKa

= 6,3×10-8

pHdaparfosfat = 6,5

(H+) = -antilog pH

= 3,16× 10-7

C = C NaH2PO4 + C Na2HPO4

= 0,047 + 0,02

= 0,067 M

Kapasitasdapar B = 2,3× C ×(H+) Ka

(H+)+Ka)2

= 2,3×0,067 ×(3,16 × 10-7 6,3 × 10-8)

( 3,16×10-7 + 6,3 × 10-8)2

= 0,021 M

Untuk pH = 7

(H+) = - antilog pH

= 10-7

0,021 =2,3× C ×(H+) Ka

(H+)+Ka)2

0,021 =2,3× C ×(10-76,3× 10-8)

(10-7.6,3 +10-8)2
0,021 =2,3× C ×(6,3× 10-15 )

(1,063. 10-6)2

0,021 =2,3× C × 0,237

0,021 = 0,545C

C = 0,0386

pH = pKa + log (garam)

(asam)

7= 7,2+ log (garam)

(asam)

log(garam)

(asam) = - 0,2

(garam)

(asam) = - anti log 0,2

(garam)

(asam) = - 0,63

C = (asamfosfat ) + (garamfosfat)

III.2.2 PerhitunganIsotonisitas

1. RumusCatelyn

FdDeksametason =2 %b/v=0,05 BM=392,47

FdBenzalkonium CI =2 %b/v=0,01 BM=360

FdNa2EDTA =3 %b/v=0,1 BM=336,2


Fd NaH2PO4 =3 %b/v=0,28 BM=141,96

Fd NaH2PO4 =3 %b/v=0,21 BM=119,98

FdNaCI =2 BM=58,44

g /100 ml = F- %b/v .k M'

M k'

= 0,031- 0,05-2 + 0,01-2 + 0,28-3 + 0,28-3 + 0,21-3×

58,44

392 360 336,2 141,96 119,98

= 0,031-(0,00025) + (0,000056) + (0,00086) + (0,0059) +

(0,00525) × 29,22

= ( 0,031- 0,01) x 29,22

= 0,61362

= 0,6%
2.Rumus PTB

PTB Deksametason = 0,09 c =0,05×

PTB Benzalkonium CI =0,09 c= 0,01

PTB Na2EDTA =0,13 c = 0,01

PTB NaH2PO4 =0,24 c =0,28

PTB NaH2PO4 =0,26 C= 0,21

PTB NaCI = 0,576

g/100 ml Nacl= 0,52 – a.c

III.2.3 PerhitunganBahan

A. Per kemasan

Sediaan per botolsebanyak 5 ml,sehingga

1. Deksametason Na fosfat =0,05/100 x 5 ml =0.0025 g

2. BenzalkoniumKlorida = 0,01/100 x 5 ml = 0,0005 g

3. Na2EDTA =0,01/100 x 5 ml = 0,005 g

4. NaH2PO4 =0,28/100 x 5 ml= 0,014 g

5. NaHPO4 = 0,21/100 x 5 ml = 0,0105 g

6. Nacl = 0,6 /100 x 5 ml = 0,03 g

7. API = ad 5 ml

B. Per Batch
Dibuattetesmatasebanyak 10 botol @5ml dandilebihkan 5 ml

tiapbotolsehingga volume total yang dibuatadalah

1. Deksametason Na fosfat =0,05/100 x 100 ml =0.0025 g

2. BenzalkoniumKlorida = 0,01/100 x 100 ml = 0,0005 g

3. Na2EDTA =0,01/100 x 100ml = 0,005 g

4. NaH2PO4 =0,28/100 x 100ml= 0,014 g

5. NaHPO4 = 0,21/100 x 100 ml = 0,0105 g

6. Nacl = 0,6 /100 x 100ml = 0,03 g

7. API = ad 5 ml

III.2.4 PerhitunganPengenceran

1. Deksametason Na fosfat 0,05 g

0,5 g Deksometason Na Fosfat………………………….> API

hingga 10 ml

ml(setaradengan 0,05 g )

1. BenzolkoniumKlirida 0,01 g

0,1 g benzalkoniumklorida………………………….> API hingga

10 ml
1 ml(setaradengan 0,01g )

III.3 MetodeSterilisasi

No NamaAlat/Bahan MetodeSterilisasi Pustaka

1 Cawanporselin Pemanasankering&basa (oven Pati.2015

atauautoklaf)
2 GelasUkurdanGelas Pemanasankering&basa (oven Pati 2015

Kimia atauautoklaf)Pemanasankering&basa

(oven atauautoklaf)
3 Wadahtetesmata Radiasi (sinar UV) atausecarakimia Wardina

2018
III.4 Cara Kerja

a. Disiapkanalatdanbahan yang akandigunakan

b. DitimbangsemuabahansesuaiperhitungandenganBenzalkoniumklorida

0,01 g, Deksametason Na Fosfat 0,01 g , NaeEDTA 0,1 g, NaHPO4

o,28 g, Na2HPO4 0,2 g , Nacl o,6 g

c. Dimasukkansemuabahankedalamgelasbeker

d. Ditambahkan API kedalamgelasbekerkemudianadukhinggalarut

e. Disaringlarutandengancoronggelas yang

dilapisikertassaringkedalamgelasbeker

f. Dibilaswadahdenganmengunakan ½ larutan yang sudahdibuat

g. Dimasukkanlarutankedalamwadahdenganmenggunakan pipet

tetessebanyak 10 ml
h. Ditutupwadahdankemudiandiberikanetiketpadawadah.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN


IV. 1 Hasil

A. Uji volume

Sedian tetes mata Hasil pengamatan

1 5 ml
2 5 ml
3 5 ml
4. 5 ml
5 5 ml
6 5 ml
7 5 ml
8 5 ml
9 5 ml
10 5 ml

B. Uji kelarutan

Sediaan tete mata Hasil pengamatan

1 Jernih

2 Jernih

3 Jernih

4 Jernih

5 Jernih

6 Jernih
7 Jernih

8 Jernih

9 Jernih

10 Jernih

C. Uji pH

Tetes Mata

IV. 2 Pembahasan pH 7

Tetes mata adalah sediaan steril

berupa larutan atau suspesi, digunakan untuk mata, dengan cara menenteskan

obat pada selaput lendir mata disekitar kelopak mata dan bola mata.

Pada percobaan ini dilakukan untuk membuat sediaan steril dengan

mengamati uji volume, uji kelarutan dan uji pH pada sediaan tetes mata, tetes

hidung dan infus.

Pertama uji volume. Pada uji volume tetes mata diperoleh hasil volume

yang seragam pada sepuluh sediaan yang dibuat yaitu 5 ml per 1 kemasan.

Adapun perbandingan literatur yang diperoleh yaitu sesuai dengan literatur

menurut farmakope IV halaman 1089 dimana volumerata-rata larutan,

suspensi, atau sirup yang diperoleh dari 30 wadah tidak urang dari 100% dari

volume yang tertera pada etiket, dan tida lebih dari satu dari 30 wadah
volume kurang dari 95%, tetapi tidak kurang dari 90% seperti yang tertera

pada etiket.

Kedua uji kelarutan. Pada ujji kelarutan tetes mata diperoleh hasil hasil

yang jernih dan larut sempurna, tidak ada partikel mengendap atau

gelembung dari sediaan. Hal ini sesuai dengan literatur menurut farmakope

Indonesia edii ke-IV yang mengatakan suatu cairan dinyatakan jernih jika

kejernihannya sama dengan air atau pelarut yang digunakan bila diamati

dibawah kondisi seperti tersebut diatas atau jika opalesensinya tidak lebih

nyata dari suspensi padanan I.

Ketiga uji pH. Pada uji pH tetes mata diperoleh hasil pH 7. Adapun

perbandingan literatur yang diperoleh menurut Farmakope indonesia edisi ke-

IV menyatakan bahwa air mata normal memiliki pH lebih kueang 7,4 dan

mempunyai kapasitas dapar tertentu. Karena itu sistem dapar harus sedekat

mungkin denagan pH fisiologisnya yaitu 7,4 dan tidak menyebabkan

pengendapan obat atau mempercepat kerusakan obat. Jadi pH dari sedian

yang dibuat belum sesuai dengan ketentuan yang ada dalam literatur.

Adapun faktor yang menyebabkan kesalahan pada percobaan ini yaitu

praktikan kurang teliti dalam mengambil bahan dan dalam mencampur bahan,

peralatan yang digunakan belum disterilkan serta bahan yang digunakan

sudah tidak layak atau kadarluarsa sehingga hasil yang diperoleh belum

sepenuhnya sesuai dengan literatur.


BAB V

PENUTUP

V.I Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari praktikum ini adalah hasil uji volume, uji

kelarutan dari sediaan tetes mata, sudah sesuai dengan literatur sedangkan uji

pH pada sediaan tetes mata yang diperoleh belum sepenuhnya sesuai dengan

literatur.

V.2 Saran

Adapun saran pada praktikum ini yaitu sebaiknya praktikan lebih berhati-

hati dalam pengambilan bahan agar hasil yang diperoleh sesuai dengan

literatur dan bahan yang digunakan sebaiknya masih dalam keadaan baik.
DAFTAR PUSTAKA

Agoes, Goeswin. 2014. Seri Farmasi Industri-8: Peracikan Dan Penyaluran


Obat. Penerbit ITB: Bandung

Ansel, H.C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi Keempat. UI Press:
Jakarta.

Athijah, Umi. 2011. Buku Ajar Preskripsi: Obat San Resep Jilid 1. Pusat
Penerbitan Dan Pencetakan Unair (AUP): Surabaya

Ayuhastuti, A. 2016. Praktikum Teknologi Sediaan Steril. Kementerian Kesehatan


Republik Indonesia: Jakarta

Azis, Sariana dkk. 2005. Kembali Sehat Dengan Obat. Pustaka Populer Obor:
Jakarta

Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Departemen Kesehatan RI:
Jakarta

Dirjen POM. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Departemen Kesehatan RI:
Jakarta

Dirjen POM. 2014. Farmakope Indonesia Edisi V. Departemen Kesehatan RI:


Jakarta

Hiaranya, P. M. 2017. Mikrobiologi. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia:


Jakarta

Indriani, Risky. 2016. Efisiensi Energi Ruang Bersih Gedung Betalaktan Pabrik
Farmasi. 16(2): 430-442

Inggriani, Rini. 2016. Kuliah Jurusan Apa? Jurusan Farmasi. Gramedia Pustaka
Utama: Jakarta

Istianah, Nur. 2018. Teknologi Bioproses. UB Pres : Malang

Lachman, Dkk. 1994. Teori Dan Praktek Farmasi Industry Edisi Tiga. UI Press:
Jakarta

Lestari, Bayu dkk. 2017. Buku Ajar Farmakologi Dasar. UB Press: Malang
Lukas, Stefanus. 2011. Formulasi Steril. Andi Offset: Yogyakarta
Ma’at, Suprapto. 2009. Sterilisasi Dan Disinfeksi. Airlangga University Press:
Surabaya

Nila, Aster. 2016. Sediaan Tablet Steril dan Pelayanan Farmasi. Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia: Depok

Rahmawati, Virgiana Putri. 2013. Jurnal Praktikum Teknologi Sediaan Likuida


dan Semisolida (Sediaan Steril) Salep Mata Kloramfenikol. Universitas
Islam Bandung: Bandung

Rokimah, S. E. 2017. Farmasi Rumah Sakit. Deepublish: Yogyakarta

Rowe, C. Raymond. 2009. Handbook Of Pharmaceutical Excipients Sixth


Edition. RPS Publishing: Washington

Staf Pengajar. 2009. Kumpulan Kuliah Farmakologi Edisi 2. Penerbit Buku


Kedokteran EGC: Jakarta

Sulanjani, Ian. 2013. Dasar-Dasar Farmakologi 1. Kementerian Pendidikan Dan


Kebudayaan: Depok

Suyadi, Dkk. 2018. Kamus Istilah Bioteknologi Peternakan. UB Press: Malang

Tjay, Tan Hoan. 2015. Obat-obat Penting. PT Elex Media Komputindo: Jakarta

Voigt. R. 1994. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Gadjah Mada University


Press: Yogyakarta

Zaman, Nanizar dan Joenoes. 1994. ARS Prescribemdi Resep Yang Rasional.
Airlangga University Press: Surabaya

Anda mungkin juga menyukai