Resum Kerangka Perikatan Asurans
Resum Kerangka Perikatan Asurans
Pendahuluan
1. Kerangka ini menjelaskan unsur-unsur dan tujuan perikatan asurans, dan
mengidentifikasi perikatan-perikatan yang diterapi SPA, SPR, dan SPAL.
2. Kerangka tidak menetapkan standar atau prosedur untuk melaksankan perikatan assurans.
Hubungan antara Kerangka dengan SPA, SPR, dan SPAL digambarkan dalam Struktur
Standar Profesi yang ditetapkan oleh DSP IAPI.
3. Gambaran umum tentang kerangka
a. Pendahuluan : Kerangka menyediakan Kerangka acuan bagi praktisi dan pihak yang
terlibat dalam perikatan asurans
b. Definisi dan tujuan perikatan : Mendefinisikan tujuan dua jenis perikatan yaitu
memberi keyakinan memdai dan keyakinan terbatas.
c. Ruang lingkup Kerangka : Membedakan perikatan asurans dngan perikatan lain
d. Unsur-unsur perikatan :Mengidentifikasi dan membahas lima unsur perikatan asurans
e. Penggunaan nama praktisi yang tidak semestinya
Penerimaan Perikatan
17. Praktisi menerima perikatan asurans jika pengetahuannya menunjukkan bahwa:
a. Etika profesi yang relevan
b. Perikatan memiliki karakteristik yang telah ditentukan
18. Jika suatu perikatan tidak dapat dikategorikan sebagai perikatan asurans karena tidak
memiliki karakteristik yang telah tercantum dalam kerangka perikatan asurans, pihak
yang melakukan perikatan dapat membuat perikatan lain yang memenuhi kebutuhan
pemakai laporan.
19. Jika perikatan asurans telah diterima, praktisi tidak dapat mengubah perikatan tersebut
menjadi perikatan non asurans atau dari perikatan yang memberikan keyakinan memadai
menjadi perikatan yang memberikan keyakinan terbatas.
Praktisi
23. Istilah praktisi yang digunakan memiliki arti lebih luas daripada auditor
24. Praktisi dapat diminta untuk melakukan perikatan asurans atas berbagai hal pokok. Jika
pengetahuan praktisi terbatas karena ada bidang yang tidak dikuasai, praktisi boleh
meminta bantuan kepada tenaga ahli.
Hal Pokok
31. Hal pokok perikatan asurans dapat memiliki berbagai bentuk seperti:
a. Kinerja atau kondisi keuangan
b. Kinerja atau kondisi non keuangan
c. Karakteristik fisik
d. Sistem dan proses
e. Perilaku
32. Hal pokok memiliki karakteristik yang berbeda, mencakup seberapa kualitatif atau
kuantitatif, objektif atau subjektif, dan historis atau prospektif informasi tentang hal
pokok tersebut dan apakah informasi tersebut terkait dengan waktu.
33. Suatu hal pokok yang tepat adalah hal yang:
a. Dapat diidentifikasi, dievaluasi aau diukur secara konsisten
b. Prosedur dapat diterapkan atas informasi tentang hal pokok untuk pengumpulan bukti
yang cukup dan tepat dalam membuat kesimpulan
Kriteria
34. Kriteria adalah pembanding yang digunakan untuk mengevaluasi atau mengukur hal
pokok. Kriteria dapat bersifat formal seperti dalam penyusunan laporan keuangan dan
kriteria yang tidak terlalu formal seperti kode etik.
35. Kriteria yang tepat diperlukan dalam melakukan evaluasi yang konsisten atau pengukuran
atas hal pokok dalam konteks pertimbangan profesional. Kriteria yang tepat adalah
kriteria yang tergantung terhadap konteks (relevan dengan perikatan)
36. Kriteria yang sesuai menggambarkan karakteristik sebagai berikut :
a. Relevan
b. Kelengkapan
c. Keandalan
d. Kenetralan
e. Dapat dipahami
37. Praktisi menentukan ketetapan kriteria untuk suatu perikatan tertentu dengan
mempertimbangkan apakah kritera tersebut mencerminkan karakteristik. Keutamaan
setiap karakteristik perikatan bersifat relatif. Kriteria yang ditetapkan adalah seperti yang
diatur dalam peraturan perundang-undangan.
38. Kriteria tersedia bagi pemakai yang dituju melalui satu atau lebih caara berikut :
a. Publikasi
b. Pencamtuman yang jelas dalam informasi hal pokok
c. Pencamtuman yang jelas dalam laporan asurans
d. Merupakan pemahaman umum
Bukti
39. Praktisi merencanakan dan melaksanakan perikatan asurans dengan suatu sikap
skeptisisme professional untuk memperoleh bukti. Praktisi mempertimbangkan
materialitas, resiko perikatan asurans, serta kuantitas dan kualitas bukti.
Skeptisisme Profesional
40. Sikap skeptisisme professional berarti praktisi membuat suatu penilaian kritis dengan
pikiran yang selalu mempertanyakan tentang validias bukti yang diperoleh, dan waspada
terhadap bukti yang kontradiktif atau keandalan dokumen yang diberikan oleh pihak yang
bertanggung jawab.
41. Praktisi bukanlah pakar alam autentikasi namun praktisi mempertimbangkan keandalan
informasi yang akan digunakan sebagai bukti.
Materialitas
47. Materialitas adalah relevan ketika praktisi menentukan sifat, waktu, dan luas prosedur
pengumpulan bukti, dan ketika menilai apakah informasi hal pokok bebas dari salah saji
material.
Resiko Perikatan Asurans
48. Resiko perikatan asurans adalah resiko yang timbul sebagai akibat praktisi menyatakan
kesimpulan yang tidak tepat ketika terjadi salah saji material atas informasi hal pokok.
49. Resiko perikatan asurans diwakili oleh unsure-unsur berikut ini :
a. Resiko bahwa terdapat salah saji material atas informasi hal pokok (resiko inheren
dan resiko pengendalian)
b. Resiko deteksi
Laporan Asurans
56. Praktisi membuat laporan tertulis yang berisi kesimpulan yang menyampaikan keyakinan
yang diperoleh tentang informasi hal pokok.
57. Dalam perikatan berbasis asersi, kesimpulan praktisi dapat dinyatakan melalui salah satu
dari cara berikut; asersi pihak yang bertanggung jawab dan secara langsung.
58. Dalam perikatan yang memberikan keyakinan memadai, praktisi menyatakan
kesimpulannya dalam bentuk positif.
59. Dalam perikatan yang memberikan keyakinan terbatas, praktisi menyatakan
kesimpulannya dalam bentuk negatif.
60. Praktisi tidak menyatakan kesimpulan wajar tanpa pengecualian untuk kedua jenis
perikatan asurans ketika terdapat kondisi seperti yang tercantum dalam kerangka ada.