Anda di halaman 1dari 10

TUGAS PATOLOGI KLINIK

RESUME
“Urinalisis”

DISUSUN OLEH

NAMA : Abigail Karmela

NIM : N101 19 032

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
FEBRUARI 2021
PALU

1
RESUME
“URINALISIS”
Urinalisis merupakan salah satu pemeriksaan laboratorium yang memeriksa
senyawa-senyawa yang terkandung di dalam urin. Pemeriksaan tersebut meliputi
pemeriksaan makroskopis, pemeriksaan mikroskopis, dan pemeriksaan kimia.
Manfaat pemeriksaan urinalisis antara lain (Pagana, 2018).:

1. Diagnostik infeksi saluran kemih


2. Pemeriksaan batu ginjal
3. Pemeriksaan ginjal
4. Skrining kesehatan
5. Evaluasi berbagai penyakit ginjal
6. Memantau perkembangan penyakit ginjal

Pemeriksaan makroskopis

Pemeriksaan makroskopis ini dilakukan dengan mengamati keadaan yang ada


pada sampel urin meliputi (Pagana, 2018).:

1. Warna
Urin normal memiliki warna khusus yang menunjukkan adanya penyakit
atau infeksi (Pagana, 2018).
 Urin normal berwarna kuning karena pigmen urokrom dan urobilin.
 Urin encer hampir tidak berwarna
 Urin pekat berwarna kuning tua atau sawo matang
Beberapa keadaan warna urin dan penyebabnya adalah :
 Merah : Penyebab patologik : hemoglobin, mioglobin, porfobilinogen,
porfirin. Penyebab nonpatologik : banyak macam obat dan zat warna, bit,
rhubab (kelembak), senna.
 Oranye : Penyebab patologik : pigmen empedu. Penyebab nonpatologik :
obat untuk infeksi saliran kemih (piridium), obat lain termasuk
fenotiazin.

2
 Kuning : Penyebab patologik : urine yang sangat pekat, bilirubin,
urobilin. Penyebab nonpatologik : wotel, fenasetin, cascara,
nitrofurantoin.
 Hijau : Penyebab patologik : biliverdin, bakteri (terutama Pseudomonas).
Penyebab nonpatologik : preparat vitamin, obat psikoaktif, diuretik.
 Biru : tidak ada penyebab patologik. Pengaruh obat : diuretik, nitrofuran.
 Coklat : Penyebab patologik : hematin asam, mioglobin, pigmen empedu.
Pengaruh obat : levodopa, nitrofuran, beberapa obat sulfa.
 Hitam atau hitam kecoklatan : Penyebab patologik : melanin, asam
homogentisat, indikans, urobilinogen, methemoglobin. Pengaruh obat :
levodopa, cascara, kompleks besi, fenol.
2. Berat jenis
Pengukuran berat jenis urin menggunakan alat yang disebut urinometer.
Urinometer adalah hidrometer untuk penentuan bobot jenis dari urine dan
ditera khusus untuk penentuan tersebut. Urinometer memiliki skala 1.0000-
1.0060 (tiga desimal) dan umumnya dipergunakan pada temperatur 60 oF atau
15,5 oC (Pagana, 2018).
Prosedur pemeriksaan:
40 mL urin dimasukkan ke dalam gelas ukur, lepas pelan-pelan urinometer ke
dalam gelas ukur.
Pembacaan:
Rumus : berat jenis terbaca + (suhu kamar-suhu kamar)/3x0.001
3. pH urin
pH urin adalah asam. pH urin diukur menggunakan ph universal yang
dicelupkan ke dalam urin. Perubahan warna paha ph universal disamakan
pada skala pH yang ada pada bungkus pH universal. Urin yang akan diperiksa
harus memiliki pH asam karena jika pH urin sudah basa maka bisa dikatakan
bahwa urin tersebut sudah rusak karena aktivitas mikroorganisme yang ada di
dalam urin yang mengubah ureum menjadi amoniak sehingga pH menjadi
basa. Perubahan pH menjadi basa tersebut membutuhkan waktu tidak 1 menit
2 menit jadi bisa dikatakan jika ph urin tersebut sudah berubah menjadi basa

3
maka senyawa-senyawa yang ada dalam urin tersebut juga sudah berubah
baik bentuk maupun struktur kimia (rusak, teroksidasi, kadar turun, dll)
sehingga tidak baik digunakan untuk digunakan sebagai sampel untuk
pemeriksaan (Pagana, 2018).
4. Kejernihan urin
Kekeruhan biasanya terjadi karena kristalisasi atau pengendapan urat
(dalam urine asam) atau fosfat (dalam urine basa). Kekeruhan juga bisa
disebabkan oleh bahan selular berlebihan atau protein dalam urin (Pagana,
2018).
5. Volume urin
Volume urin normal orang dewasa 600 – 2500 ml/ hari. Jumlah ini
tergantung pada masukan air, suhu luar, makanan dan keadaan mental/ fisik
individu, produk akhir nitrogen dan kopi, teh serta alkohol mempunyai efek
diuretic (Pagana, 2018).
6. Buih
Pada urin normal yang baru saja dikeluarkan tidak akan langsung
menimbulkan buih namun jika dikocok akan menimbulkan buih putih. Pada
urin yang baru saja dikeluarkan langsung membentuk buih putih maka urin
tersebut mengandung protein. Pada urin yang berbuih kuning maka urin
tersebut mengandung bilirubin (Pagana, 2018).
7. Bau
Urin normal beraroma seperti zat-zat yang sudah dimakan (Pagana,
2018).

Pemeriksaan mikroskopis

Yang dimaksud dengan pemeriksaan mikroskopik urin yaitu pemeriksaan


sedimen urin. Pemeriksaan mikroskopis dilakukan dengan memutar (centrifuge)
urin lalu mengamati endapan urin di bawah mikroskop. Tes ini bertujuan untuk
mengetahui unsur-unsur organik (sel-sel : eritrosit, lekosit, epitel), silinder,
silindroid, benang lendir; unsur anorganik (kristal, garam amorf); elemen lain
(bakteri, sel jamur, parasit Trichomonas sp., spermatozoa) (Laposta, 2014).

4
1. Eritrosit
Dalam keadaan normal, terdapat 0 – 2 sel eritrosit dalam urin. Jumlah
eritrosit yang meningkat menggambarkan adanya trauma atau perdarahan
pada ginjal dan saluran kemih, infeksi, tumor, batu ginjal (Laposta, 2014).
2. Leukosit
Dalam keadaan normal, jumlah lekosit dalam urin adalah 0 – 4 sel.
Peningkatan jumlah lekosit menunjukkan adanya peradangan, infeksi atau
tumor (Laposta, 2014).
3. Epitel
Ini adalah sel yang menyusun permukaan dinding bagian dalam ginjal
dan saluran kemih. Sel-sel epitel hampir selalu ada dalam urine, apalagi yang
berasal dari kandung kemih (vesica urinary), urethra dan vagina (Laposta,
2014).
4. Silinder (cast)
Ini adalah mukoprotein yang dinamakan protein Tam Horsfal yang
terbentuk di tubulus ginjal. Terdapat beberapa jenis silinder, yaitu : silinder
hialin, silinder granuler, silinder eritrosit, silinder lekosit, silinder epitel dan
silinder lilin (wax cast). Silinder hialin menunjukkan kepada iritasi atau
kelainan yang ringan. Sedangkan silinder-silinder yang lainnya menunjukkan
kelainan atau kerusakan yang lebih berat pada tubulus ginjal (Laposta, 2014).
5. Kristal
Dalam keadaan fisiologik / normal, garam-garam yang dikeluarkan
bersama urine (misal oksalat, asam urat, fosfat, cystin) akan terkristalisasi
(mengeras) dan sering tidak dianggap sesuatu yang berarti. Pembentukan
kristal atau garam amorf dipengaruhi oleh jenis makanan, banyaknya
makanan, kecepatan metabolisme dan konsentrasi urin (tergantung banyak-
sedikitnya minum).Yang perlu diwaspadai jika kristal-kristal tersebut ternyata
berpotensi terhadap pembentukan batu ginjal. Batu terbentuk jika konsentrasi
garam-garam tersebut melampaui keseimbangan kelarutan. Butir-butir
mengendap dalam saluran urine, mengeras dan terbentuk batu (Laposta,
2014).

5
6. Benang lendir
Ini didapat pada iritasi permukaan selaput lendir saluran kemih (Laposta,
2014)

Pemeriksaan kimia

1. Glukosa
Pada percobaan uji glukosa dilakukan dengan menambahkan 5 ml larutan
benedict kedalam tabung reaksi yang berisi 8 tetes urin dan kemudian
dipanaskan. Hasilnya adalah larutan yang semula berwarna biru menjadi biru
kehijauan. Uji positif ditandai dengan terbentuknya endapan merah bata.
Benedict spesifik dengan gula pereduksi. Sehingga apabila hasil uji glukosa
positif akan menyebabkan warna merah bata karena ada endapan yang
terbentuk (Cu2O) dan urine tersebut mengandung gugus OH bebas yang
reaktif. Reaksinya adalah sebagai berikut (Fischbach, 2015).:
(D-glukosa) + 2 CuO → (asam glukonat) + Cu2O
Berikut ini adalah skala uji pemeriksaan glukosa (Fischbach, 2015).:

No. Warna Hasil


1. Biru negatif
2. Biru kehijauan Ada gula
3. Kuning kehijauan 1+
4. Coklat kehijauan 2+
5. Jingga-kuning 3+
6. Merah bata dengan endapan 4+

2. Protein
Untuk mengetahui adanya unsur protein dalam urin, pada percobaan ini
menggunakan reagen millon. Setelah 3 ml supernatan urine ditambah 5 tetes
reagen millon maka larutan yang awalnya berwarna putih keruh, tetap tidak
terjadi perubahan yang signifikan, yakni tetap berwarna putih keruh
(Fischbach, 2015).

6
Reaksi negatif dari reagen millon karena tidak terbentuknya ikatan antara
Hg dari pereaksi millon dengan gugus hidroksifenil yang terdapat dalam
urine, sehingga tidak didapatkan warna merah. Reaksi pembentukan reagen
millon yaitu (Fischbach, 2015).:
HgCl2 + 2HNO3 → Hg(NO3)2 + Cl2
(merkuri klorida) (asam nitrat) (merkuri nitrat)

3. Pigmen Empedu
Untuk mengetahui adanya pigmen empedu, pada percobaan ini cukup
dengan mengocok tabung reaksi yang berisi urin dengan baik dan benar.
Hasilnya terdapat buih yang berwarna putih. Reaksi yang dihasilkan negatif
jika buih yang dihasilkan berwarna bening (tidak ada pigmen empedu).
Reaksi positif ditandai dengan buih berwarna kuning (Fischbach, 2015).
4. Analisis dipstick

Dipstick adalah strip reagen berupa strip plastik tipis yang ditempeli
kertas seluloid yang mengandung bahan kimia tertentu sesuai jenis parameter
yang akan diperiksa. Urine Dip merupakan analisis kimia cepat untuk
mendiagnosa berbagai penyakit. Uji kimia yang tersedia pada reagen strip
umumnya adalah : glukosa, protein, bilirubin, urobilinogen, pH, berat jenis,
darah, keton, nitrit, dan leukosit esterase (Fischbach, 2015).

Prosedur tes

7
Ambil hanya sebanyak strip yang diperlukan dari wadah dan segera tutup
wadah. Celupkan strip reagen sepenuhnya ke dalam urin selama dua detik.
Hilangkan kelebihan urine dengan menyentuhkan strip di tepi wadah
spesimen atau dengan meletakkan strip di atas secarik kertas tisu. Perubahan
warna diinterpretasikan dengan membandingkannya dengan skala warna
rujukan, yang biasanya ditempel pada botol/wadah reagen strip. Perhatikan
waktu reaksi untuk setiap item. Hasil pembacaan mungkin tidak akurat jika
membaca terlalu cepat atau terlalu lambat, atau jika pencahayaan kurang.
Pembacaan dipstick dengan instrument otomatis lebih dianjurkan untuk
memperkecil kesalahan dalam pembacaan secara visual (Firdausa, 2018).

Pemakaian reagen strip haruslah dilakukan secara hati-hati. Oleh karena


itu harus diperhatikan cara kerja dan batas waktu pembacaan seperti yang
tertera dalam leaflet. Setiap habis mengambil 1 batang reagen strip,
botol/wadah harus segera ditutup kembali dengan rapat, agar terlindung dari
kelembaban, sinar, dan uap kimia. Setiap strip harus diamati sebelum
digunakan untuk memastikan bahwa tidak ada perubahan warna (Firdausa,
2018).

8
DAFTAR PUSTAKA

Firdausa, S., Pranawa, P., & Suryantoro, S. D. (2018). Arti Klinis Urinalisis pada
Penyakit Ginjal. Jurnal Kedokteran Nanggroe Medika, 1(1), 34-43.
http://jknamed.com/jknamed/article/view/5

Fischbach, F. T., Dunning III, M. B. 2015. A Manual of Laboratory and


Diagnostic Tests, 9th Edition. Philadelphia: Wolters Kluwer

Laposta, M. 2014. Laboratory Medicine Th e Diagnosis of Disease in the Clinical


Laboratory. New York: McGraw-Hill Education

Pagana, K. D., Pagana, T. J. 2018. Manual of Diagnostic and Laboratory Tests,


Sixth Edition. Canada : Elsevier

9
10

Anda mungkin juga menyukai