Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PRAKTIKUM ANATOMI DAN FISIOLOGI MANUSIA

URINALISIS

Disusun oleh:
Kelompok 3

Aisyah Wardatul Jannah 1304618072


Dina Melasari 1304618045
Nanda David P 1304618016

Dosen Pengampu :
Drs. Refirman DJ, M.Kes.
Sri Rahayu, M.Biomed.

PENDIDIKAN BIOLOGI B 2018


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2020
A. Tujuan
1. Mengetahui tahapan dalam pemeriksaa pH pada urin
2. Mengetahui tahapan dalam pengujian Glukosa, pengujian protein dan pengujian
keton ada urine
3. Mengetahui hasil dari pengujian Glukosa, pengujian protein dan pengujian
keton ada urine
4. Mengetahui fungsi dari reagen benedict pada pengujian glukosa, reagen biuret
pada pengujian protein dan reagen rothera dengan/ ammonium hidroksida pada
pengujian keton.
B. Tinjauan Pustaka
Urinalisis adalah tes yang dilakukan pada sampel urin untuk tujuan
diagnosis infeksi saluran kemih, batu ginjal, skrining dan evaluasi berbagai jenis
penyakit ginjal, memantau perkembangan penyakit seperti diabetes mellitus dan
tekanan darah tinggi (hipertensi), dan skrining terhadap status kesehatan umum
(Pratama, 2016).
Urin merupakan keluaran akhir yang dihasilkan ginjal sebagai akibat
kelebihan urine dari penyaringan unsur-unsur plasma  (Frandson, 1992). Urine atau
urin merupakan cairan sisa yang diekskresikan oleh ginjal kemudian dikeluarkan
dari dalam tubuh melalui proses urinasi. Eksreksi urine diperlukan untuk
membuang molekul-molekul sisa dalam darah yang disaring oleh ginjal dan untuk
menjaga homeostasis cairan tubuh. Urine disaring di dalam ginjal, dibawa melalui
ureter menuju kandung kemih, akhirnya dibuang keluar tubuh melalui uretra.
Proses pembentukan urin di dalam ginjal melalui tiga tahapan yaitu filtrasi
(penyaringan), reabsorpsi (penyerapan kembali), dan augmentasi (penambahan).
Secara umum urin berwarna kuning. Urin yang didiamkan agak lama akan
berwarna kuning keruh. Urin berbau khas yaitu  berbau ammonia. Ph urin berkisar
antara 4,8 – 7,5 dan akan menjadi lebih asam jika mengkonsumsi banyak protein
serta urin akan menjadi lebih basa jika mengkonsumsi banyak sayuran.  Berat jenis
urin yakni 1,002 – 1,035 g/ml (Uliyah, 2008). Komposisi urin terdiri dari 95% air
dan mengandung zat terlarut. Di dalam urin  terkandung bermacam – macam  zat,
antara lain  (1) zat sisa pembongkaran protein seperti urea, asam ureat, dan
amoniak, (2) zat warna empedu yang memberikan  warna kuning pada  urin, (3)
garam, terutama NaCl, dan (4)  zat – zat yang berlebihan dikomsumsi, misalnya
vitamin C, dan obat – obatan serta  juga kelebihan zat yang yang diproduksi sendiri
oleh tubuh misalnya hormon (Ethel, 2003). 
Urin yang normal tidak mengandung protein dan glukosa. Jika urin
mengandung protein, berarti telah terjadi kerusakan ginjal pada bagian glomerulus.
Jika urin mengandung gula, berarti tubulus ginjal tidak menyerap kembali gula
dengan sempurna. Hal ini dapat diakibatkan oleh kerusakan tubulus ginjal. Dapat
pula karena kadar gula dalam darah terlalu tinggi atau melebihi batas normal
sehingga tubulus ginjal tidak dapat menyerap kembali semua gula yang ada pada
filtrat glomerulus. Kadar gula yang tinggi diakibatkan oleh proses pengubahan gula
menjadi glikogen terlambat, kerena produksi hormon insulin terhambat. Orang
yang demikian menderita penyakit kencing manis (diabetes melitus). Zat warna
makanan juga dikeluarkan melalui ginjal dan sering memberi warna pada urin.
Bahan pengawet atau pewarna membuat ginjal bekerja keras sehingga dapat
merusak ginjal. Adanya insektisida pada makanan karena pencemaran atau terlalu
banyak mengkonsumsi obat – obatan juga dapat merusak ginjal (Scanlon, 2000).
Zat yang dapat dikeluarkan dalam keadaan normal yang tidak terdapat
dalam urin adalah glukosa, aseton (keton), albumin, darah dan nanah. Pemeriksaan
urin merupakan pemeriksaan yang dipakai untuk mengetahui adanya kelainan di
dalam saluran kemih yaitu dari ginjal dengan salurannya, kelainan yang terjadi di
luar ginjal, untuk mendeteksi adanya metabolit obat seperti zat narkoba dan
mendeteksi adanya kehamilan (Ethel 2003).
Aseonaria, adalah terdapatnya senyawa keton dalam urin karena terlalu
banyak mengkonsumsi lemak atau jumlah karbohidrat yang tersedia untuk
pembakaran berkurang. Aseton juga terebentuk saat keadaan lapar. Proteinuria,
adalah salah satu keadan dimana satu macam protein plasma yang terdapat dalam
urin Seperti terdapatnya albumin dalam urin (albuminaria). Hal ini menunjukan
gejala penyakit hematuria, yaitu terdapatnya darah dala urin karena infeksi pada
ginjal atau salah satu air kemih (Wulangi.1990).

C. Metodologi
1. Penentuan Derajat Keasaman
Alat
1. Tabung Reaksi
2. Rak tabung reaksi
Bahan
1. Sampel urin
2. Indikator universal
Cara Kerja
1. Meamasukan sampel urin sebanyak 2 ml kedalam tabung reaksi
2. Menyelupkan kertas indicator universal kedalam tabung reaksi berisi sampel
urin
3. Mencocokan perubahan warna kertas indicator dengan standar pH
4. Mencatat hasil pengamatan pH sampel urin

2. Pengujian Glukosa Pada Urin


Alat
1. Tabung reaksi
2. Rak tabung reaksi
3. Pipet tetes
4. Gelas kimia
5. Kaki tiga
6. Kasa asbes
7. Pembakar spirtus
8. Penjepit tabung reaksi
Bahan
1. Sampel urin
2. Reagen benedict
Cara Kerja
1. Meemasukan sampel urin sebnayak 2 ml kedalam tabung reaksi
2. Menambahkan 5-8 tetes reagen benedisct kedalam sampel urin
3. Memasukan tabung reaksi berisi campuran sampel dan reagen benedict ke
dalam gelas kimia berisi air panas selama 5 menit
4. Mengamati perubahan warna dan endapan yang terjadi
5. Mencatat hasil pengamatan dan pengujian glukosa pada sampel urin

3. Pengujian Protein Pada Urin


Alat
1. Tabung reaksi
2. Rak tabung reaksi
3. Pipet tetes
Bahan
1. Sampel urin
2. Reagen biuret
Cara Kerja
1. Masukan sampel urin sebanyak 2 ml kedalam tabung reaksi
2. Menambahkan 2ml reagen biuret
3. Mengamati perubahan yang terjadi. Hasil positif mengandung protein
didapatkan warna keunguan pada sampel
4. Mencatat hasil pengamatan dari pengujian protein sampel urin

4. Pengujian Keton Pada Urin


Alat
1. Tabung reaksi
2. Rak tabung reaksi
3. Spatula
4. Pipet tetes
Bahan
1. Sampel urin
2. Reagen rothera
3. Ammonium hidroksida
Cara Kerja
1. Memasukan 5 ml sampel urin dalam tabung reaksi
2. Menambahkan 1 gram reagen rothera dan kocok sampai larut
3. Meletakan tabung raksi dalam posisi miring
4. Meneteskan ammonium hidroksida pekat melalui dinding dinding tambung
reaksi
5. Meletakan tabung reaksi dalam posisi tegak
6. Menunggu selam 3 menit
7. Mencatat hasil pengamatan dan pengujian pada sampel urin

D. Hasil Pengamatan

1. Penentuan Derajat Keasaman

Sampel A

Sampel B

2. Pengujian Glukosa Pada Urin

Sampel A
Sampel B

3. Pengujian Protein Pada Urin

Sampel A

Sampel B

4. Pengujian Keton Pada Urin

Sampel A
Sampel B

Tabel 1. Hasil Pengujian Urin


Uji Sampel A Sampel B Keterangan
Urin normal memiliki pH 4,7-
Uji Tingkat Keasaman pH 6 pH 9
7,5
Positif jika urin berubah
Uji benedict Negatif Positif
warna menjadi merah bata
Positif jika urin berubah
Uji Biuret Negatif Positif
warna menjadi ungu
Positif jika urin warna cincin
Uji Rothera Negatif Positif yang terbentuk berwarna
keunguan

E. Pembahasan
Pada prkatiku yang dilakukan pada senin, 23 November 2020 praktikan
melakuakan uji urinalisis lewat virtual laboratorium. Pada praktikum ini praktikan
melekukan pemeriksaan kimia pada urin yaitu dengan melakukan pengujian untuk
penentuan derajat keasaman (pH) urin, pengujian glukosa urin, pengujian protein
urin dan pengujian keton urin.
Pada pengujian pertama yaitu uji pH urin, dilakukan dengan memasukkan
kertas indicator pH universal ke dalam urin dan mengamati perubahan warnanya.
Pada praktikum ini terdapat dua sampel uri yaitu urin sampel A dan sampel B. Pada
urin sampel A ternyata urin yang diuji mempunyai pH=6 yang artinya asam dan
pada urin sampel B ternyata memiliki PH=9 yang artinya basa. Karena jika pH
asam, pH=7 =>netral, pH>7 =>basa. Dari pemeriksaan sampel urin A didapat pH
urin 6. Dan ini berarti urin masih nomal. Hala ini dikareanakan pH urin nomal
berkisar antara 4,7-7,5 pada pemeriksaan pembacaan pH hendaknya segera
dilakukan (urine dalam kondisi segar), karena urine yang lama cenderung menjadi
alkalis (karena perubahan ureum menjadi amonia). Sedangkan pada pemerikasaan
sampel urin B didapatkan hasil urin yang terlalu basa. Kingkat pH urn yang terlalu
basa tersebut dapat disebabkan adanya urea, amoniak dan beberapa zat lainnya
yang terkandung dalam urin yang mempunyai sifat basa. Seharusnya urin normal
memiliki pH berkisar 4,7-7,5.
Pada pengujian ke dua yaitu pengujian glukosa pada urin. Pada pengujian
ini adanya kandungan glukosa dalam urin dapat diketahui melalui perubahan warna
yang terjadi setelah urin ditetesi benedict dan berubah warna menjadi merah bata.
Namun, data yang didapatkan setelah urin ditetesi benedict pada dua sampel urin
menghasilkan data yang berbeda. Pada sampel urine A ternyata hasil setelah
ditetesi benedict berwarna hijau kebiruan, artinya urin yang diuji tidak mengandung
glukosa. Sementara pada sampel urin B setelah ditetesi benedict warnanya berubah
menjadi warna merah bata. Dari dua percobaan ini mengartikan bahwa sampel A
negative glukosa dan sampel B positif terdapat glukosa.
Pereaksi yang dapat digunakan untuk pengujian ini yaitu pereaksi benedict
yang mengandung kupri sulfat, natrium karbonat, dan natrium sitrat. Gula
pereduksi akan mereduksi cu2+  yang berupa CU(OH)2 menjadi cu2+ sebagai CUOH
yang selanjutnya akan menjadi CU2O yang tidak larut dan berwarna merah atau
kuning  (Poedjiadi A. 1994). reaksi yang terjadi pada analisis gula pereduksimetode
benedict, yaitu :

Percobaan dengan hasil negatif pada urin sampel A yang menghasilkan


larutan berwarna hijau setelah pemberian reagen benedict. Larutan berwarna hijau
menunjukkan bahwa kandungan gula darah dalam kadar yang sedikit
Adanya kandungan glukosa juga harus diperhatikan. Sama halnya dengan
protein, jika urin mengandung glukosa maka ada masalah yang terjadi pada ginjal
khususnya pada bagian Tubulus Kontortus Proksimal. Dengan uji glukosa, juga
dapat diketahui jika urin menghasilkan endapan maka orang yang urinnya diuji
menderita diabetes. Hal ini berhubungan dengan pancreas karena pancreas
menghasilkan sedikit insulin bahkan tidak, sehingga menyebabkan diabetes. Dari
pengujian urin, didapatkan data bahwa urin yang diuji tidak terbentuk endapan
yang artinya orang yang urinnya diuji tidak menderita diabetes.
Pengujian yang ketiga dalah pengujian untuk menentukan kandungan
protein dalam urin. Pada percobaan ini digunakan dua sampel urin yaiyu sampel
urin A dan sampel urin B. Urin yang diuji untuk mengetahui ada tidaknya protein,
setelah melalui tahap pemberian Reagen biuret dan dilihat perubahan warna yang
terjadi. Uji ini menggunakan reagen biuret yang mengandung NaOH dan CuSO4
encer. Reagen biuret akan bereaksi dengan ikatan peptida protein pada sampel.
Adanya protein sampel ditunjukkan perubahan sampel menjadi warna ungu.
Pembentukan warna disebabkan karena adanya kompleks ion Cu+ dengan ikatan
peptida protein.. Jika urin diberikan reagen biuret berubah menjadi ungu maka
dapat dipastikan urin mengandung protein. Dari hasil praktikum ini didapatkan
bahwa sampel A setelah di tetesi reagen biuret berubah warna menjadi biru yang
menunjukan hasil negative kandungan protein. Sementara hasil dari pengujian
sampel B menunjukan perubahan warna menjadi ungu setelah ditetesai dengan
reagen biuret yang menunjukan hasil posistif kandungan protein dalam urin .
Adanya protein pada urine merupakan indikasi terjadinya kegagalan pada
proses filtrasi, terutama filtrasi protein (albumin). Akibatnya protein lolos dalam
proses filtrasi dan ditemukan dalam urine.Jika urin mengandung protein, ini ada
ketidakberesan pada ginjal orang yang urinnya diuji. Seharusnya, ginjal yang
normal tidak akan meloloskan protein bersama urin. Protein (asam amino) pada
ginjal yang normal, akan diserap pada proses filtrasi sebab protein (asam amino)
termasuk zat yang berguna bagi tubuh. Selain itu jika ada protein (asam amino)
yang masih berada pada urin primer, pada tahap re-absorpsi tepatnya di bagian
Tubulus Kontortus Proksimal, semua protein (asam amino) sudah harus diserap
oleh tubuh. Artinya, urin yang dikeluarkan sudah tidak lagi mengandung protein.
Jadi, jika hasil praktikum menunjukkan adanya kandungan protein dalam urin,
maka ginjal orang yang urinnya diuji mengalami masalah terutama pada Tubulus
Kontortus Proksimal.
Praktikum ke empat dari uji kimia pada urin adalah pengujian keton urin.
Pada pengujian ini menggunakan dua sampel urin yaitu sampel urin A dan sampel
urin B. pada pengujian keton pada urin menggunakan reagen rothera dan juga
ammonium hidroksida. Pengamtan dilakukan lewat terlihatnya perubahan warna
yang diamati. Uji ini dilakukan untuk mengetahui keberadaan keton dalam urin.
Badan keton terdiri dari senyawa, yaitu aseton, asam asetoasetat, dan asam C-
hidroksibutirat, yang merupakan produk metabolisme lemak dan asam lemak yang
berlebihan. Badan keton diproduksi ketika karbohidrat tidak dapat digunakan untuk
menghasilkan energy yang disebabkan oleh gangguan metabolism karbohidrat,
kurangnya asupan karbohidrat, gangguan absorbs karbohidrat (kelainan
gastrointestinal) atau gangguan mobilisasi glukosa, sehingga tubuh mengambil
simpanan asam lemak untuk dibakar. Peningkatan kadar keton dalam darah akan
menimbulkan ketosis sehingga dapat menghabiskan cadangan basa contohnya
bikarbonat dan HCO3  dalam tubuh dan menyebabkan asidosis. Pada ketoasi dosis
diabetic, keton serum meningkat hingga mencapai lebih dari 50mg/dl (Uliyah
2008).
Benda keton yang dijumpai di urin terutama adalah aseton dan asam
asetoasetat. Berdasarkan hasil percobaan uji rothera sampel urin menghasilkan hasil
positif yaitu dengan adanya pemebentukan cincin berwarna keunguan di dalam
larutan. Biasanya jika warna cincin yang terbentuk berwarna ungu senyawa keton
yang terkandung adalah asetoasetat. Dari dua sampel A dan B yang menujnukan
hasil positif adalah sampel urin B. Uji keton positif dapat dijumpai pada asidosis
diabetic (ketoasidosis) kelaparan atau malnutrisi, diet, rendah karbohidrat,
berpuasa, muntah yang berat, pingsan akibat panas, kematian janin. Pengaruh obat
seperti asam askorbat, senyawa levodopa, insulin, isopropil alkohol, paraldehida,
piridium, zat warna yang digunakan untuk berbagai uji (bromsulfoftalein dan
fenosulfonftalein). Diet rendah karbohidratatau tinggi lemak dapat menyebabkan
temuan positif palsu. urin yang disimpan pada suhu ruangan dalam waktu yang
lama dapat menyebabkan hasil uji negaif  palsu serta adanya dalam urin dapat
menyebabkan kehilangan asam asetoasetat.
F. Kesimpulan
1. Pada pengujian pertama yaitu uji pH urin, dilakukan dengan memasukkan kertas
indicator pH universal ke dalam urin dan mengamati perubahan warnanya. Pada
praktikum ini terdapat dua sampel uri yaitu urin sampel A dan sampel B. Pada
urin sampel A ternyata urin yang diuji mempunyai pH=6 yang artinya asam dan
pada urin sampel B ternyata memiliki PH=9 yang artinya basa.Mengetahui
tahapan dalam pengujian Glukosa, pengujian protein dan pengujian keton ada
urine
2. Pada sampel urine A ternyata hasil setelah ditetesi benedict berwarna hijau
kebiruan, artinya urin yang diuji tidak mengandung glukosa. Sementara pada
sampel urin B setelah ditetesi benedict warnanya berubah menjadi warna merah
bata. Dari dua percobaan ini mengartikan bahwa sampel A negative glukosa dan
sampel B positif terdapat glukosa
3. Menggunakan reagen biuret yang mengandung NaOH dan CuSO4 encer.
Reagen biuret akan bereaksi dengan ikatan peptida protein pada sampel. Adanya
protein sampel ditunjukkan perubahan sampel menjadi warna ungu. pereaksi
benedict yang mengandung kupri sulfat, natrium karbonat, dan natrium sitrat.
Gula pereduksi akan mereduksi cu2+  yang berupa CU(OH)2 menjadi cu2+ sebagai
CUOHyang selanjutnya akan menjadi CU2O yang tidak larut dan berwarna
merah. Uji Rothera merupakan reaksi antara Natrium Nitroprusid dengan asam
asetoasetat dan aseton membentuk senyawa yang berwarna ungu/terbentuknya
cincin ungu jika keton urin.
DAFTAR PUSTAKA
Ethel, S. 2003. Anatomi Dan Fisiologi Untuk Pemula. EGC Penerbit Buku Kedokteran.
Jakarta.
Izzah A, Ginardi RVH, Saikhu A. 2013. Pendekatan algoritma heuristik danneural network
untuk screening test pada urynalisis.Jurnal cybermatika. 1 (2) : 29-35.
Lestari ES. 2017. Penggunaan laboratorium virtual untuk meningkatkan pengetahuan
prosedural siswa pada pokok bahasan sistem ekskresi[thesis]. Bandung (ID):
Universitas Pasundan.
Leung KCW, Tonelli M, James MT. 2013. Chronic kidney disease followingacute kidney
injury-risk and outcomes.Nature Reviews Nephrology 9(1):77-85.
Loho IKA, Rambert GI, Wowor MF. 2016. Gambaran kadar ureum pada pasien penyakit
ginjal kronik stadium 5 non dialysis. Jurnal e-Biomedik. 4 (2).Marks DB, Marks
AD,
McMurry J. 2008. Organic Chemistry 8th Edition. New York (US): WH Freemanand
Company.
Munzila S, Wiknjosastro GH. 2007. Pemeriksaan pH dan LEA vagina dengan dipstick
sebagai metoda penapisan vaginosis bakterial dalam kehamilan. Maj Obstet
Ginekol Indones 31(3): 134-141.
Murray RK, Bender DA, Botham KM, Kennelly PJ, Rodwell VW, Weil PA.2014.
Biokimia Harper Edisi 29. Manurung LR, Mandera LI, penerjemah. Jakarta (ID):
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Terjemahan dari: Harper’s Illustrated
Biochemistry, 29th Ed.
Mutalazimah, Mulyono B, Murti B, Azwar S. 2013. Asupan yodium, ekskresiyodium
urine, dan goiter pada wanita usia subur daerah endemisdefisiensi yodium. Jur Kes
Mas Nas. 8(3): 133-138.
Nelson DL, Cox MM. 2002. Lehninger Principles of Biochemistry 4th edition. New York
(US): W.H. Freeman and Company.
Pratama E, dkk. 2016. Pemeriksaan Urinalisis Untuk Menentukan
Status Present Kambing Kacang (Capra Sp.) Di Upt Hewan Coba Fakultas
Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala. Jurnal Medika Veterinaria. ISSN :
0853-1943.
Scanlon, Valerie C. dan Tina Sanders. 2000. Buku Ajar Anatomi dan Fisiologi. Penerbit
Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Smith CM. 2000. Dasar- Dasar Biokimia Kedokteran Jakata (ID) : ECG.
Tangkin CP, Mongan AE, Wowor MF. 2016. Gambaran urin pada pasientuberkolosis paru
dewasa di RSUP Prof Dr R D Kandou Manado.Jurnale-Biomedik (eBM) 4(2): 1-7.
Uliyah, Musrifatul. 2008. Keterampilan Dasar Praktek Klinik. Salemba Medika. Jakarta.
Whiting P, Westwood BL. 2006. Clinical effectiveness and cost-effectiveness oftests for
the diagnosis and investigation of urinary tract infection inchildren: a systematic
review and economic model.Health Technol.1-154
Wilson K, Walker J. 2000. Principles and Techniques of Practical Biochemistry5th
Edition. Cambridge (US): Cambridge University Press.

Anda mungkin juga menyukai