Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA

PEMERIKSAAN SIFAT URIN


Tanggal Praktikum : Selasa, 7 April 2015

KELOMPOK 4

Nama Praktikan : Reka Tamara Pulungan

Dosen Pembimbing : dr. Sri Wahyuni, M.Sc

BAGIAN BIOKIMIA

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

LHOKSEUMAWE

T.A. 2014/2015
PRAKTIKUM PEMERIKSAAN URIN NORMAL

Prinsip Percobaan:

Pada urin normal mengandung beberapa zat yang dapat dijadikan indikasi
pemeriksaan urin seseorang mengalami kelainan atau tidak, diantaranya: urea,
amonia, kreatinin, kreatin, asam urat, dll.

Pada pemeriksaan Berat Jenis Urin, prinsip yang digunakan yaitu:

a. Uji terlebih dahulu ketelitian hidrometer yang akan digunakan terhadap


air suling. Bila kesalahan tidak terlalu besar, maka dapat dilakukan
koreksi. Perlu diperhatikan bahwa semua toluene harus dibuang.
b. Urinometer termasuk hidrometer adalah suatu alat untuk mengukur
berat jenis larutan. Alat ini mengapung dalam air murni, semakin
bertambah BJ, alat ini semakin mengapung. Pada air murni,ditetapkan
skala pada garis 0
c. Suhu akan mempengaruhi skala alat karena pemuaian. Suhu
pemakaian alat harus sama dengan suhu waktu skala tersebut ditera
oleh pabrik pembuat alat. Oleh sebab itu, jika suhu pemakaian tidak
sama deengan suhu tera, maka hasil harus dikoreksi
d. Untuk suhu cairan yang terukur dengan termometer lebih tinggi dari
suhu tera alat, BJ cairan yang terbaca pada alat harus ditambah.
Sebaliknya, jika suhu pemakaian alat dibawah suhu tera alat maka BJ
harus dikurangi.
e. Setiap perubahan suhu 30C, BJ berubah 0,001.

Tujuan Praktikum: untuk mengatahui dan menilai volume, warna, bau,


kejernihan, pH, dan berat jenis urin.

Dasar Teori:

Urin adalah cairan sisa yang diekskresikan oleh ginjal yang kemudian
akan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinalisasi. Ekskresi urin
diperlukan untuk membuang molekul-molekul sisa dalam darah yang disaring
oleh ginjal dan untuk menjaga homeostasis cairan tubuh. Dalam mempertahankan
homeostasis tubuh peranan urin sangat penting, karena sebagian pembuangan
cairan oleh tubuh adalah melalui sekresi urin. Komposisi zat-zat dalam urin
bervariasi tergantung jenis makanan serta air yang diminumnya. Urin normal
berwarna kuning jernih transparan. Urin normal pada manusia terdiri dari air,
urea, asam urat, amoniak, kreatinin, asam laktat, asam fosfat, asam sulfat, klorida,
garam-garam terutama garam dapur dan zat-zat yang berlebihan dalam darah.
Proses pembentukan urine dalam ginjal meliputi proses penyaringan
(filtrasi), penyerapan kembali (reabsorbsi), dan penambahan zat – zat
(augmentasi). Proses filtrasi terjadi di glomerulus dan kapsula bowman. Proses
reabsorbsi terjadi di tubulus proksimal, dan augmentasi terjadi di tubulus distal.
Ginjal kira-kira mengandung 1,3 x 106 nefron yang beroprasi secara paralel. Tiap
nefron terdiri dari suatu glomerulus yang dibekali dengan darah dalam sistem
kapiler arteri sedemikian sehingga terjadi tekanan filtrasi yang memadai untuk
mempengaruhi ultrafiltrasi material berberat molekul rendah dalam plasma.
Secara fisiologis urin yang normal adalah bebas dari protein dimana urin
dihasilkan oleh nefron ginjal. Selama 24 jam komposisi dan konsentrasi urin dapat
berubah secara terus menerus dimana variasi konsentrasi urin dapat ditentukan
oleh waktu pengambilan dan aktivitas sebelum pengambilan urin.
Bersama-sama dengan urin, diekskresikan juga air dan senyawa-senyawa
yang larut dalam air. Jumlah dan komposisi urin sangat berubah-ubah dan
tergantung pemasukan bahan makanan, berat badan, usia, jenis kelamin, dan
lingkungan hidup seperti temperature, kelembaban, aktivitas tubuh dan keadaan
kesehatan. Karena ekskresi urin menjunjukkan irama siang dan malam yang jelas,
maka jumlah urin dan komposisinya kebanyakan dihubungkan dengan waktu 24
jam.
Seorang dewasa memproduksi 0,5-2,0 liter urin setiap hari. Yang terdiri
atas kurang lebih 90% air. Urin mempunyai suatu nilai pH yang asam (kira-kira
5,8). Tentu saja nilai pH urin sangat dipengaruhi oleh keadaan metabolism.
Setelah makan sejumlah besar bahan makanan dari tumbuh-tumbuhan, nilai pH
urin dapat meningkat hingga diatas 7.
Warna urin normal kuning pucat sampai kuning. Nilai normal 1.003-1.03
g/mL Nilai ini dipengaruhi sejumlah variasi, misalnya umur. Berat jenis urin
dewasa berkisar pada 1.016-1.022, neonatus (bayi baru lahir) berkisar pada 1.012,
dan bayi 1.002-1.006. Urin pagi memiliki berat jenis lebih tinggi daripada urin di
waktu lain, yaitu sekitar 1.026. Urin berbau harum atau tidak berbau, tetapi juga
tergantung dari bahan-bahan yang diekskresi. Normal urin berbau aromatik yang
memusingkan. Bau merupakan indikasi adanya masalah seperti infeksi atau
mencerna obat-obatan tertentu. urin yang normal rata-rata 1-2 liter / hari.
Kekurangan minum menyebabkan kepekatan urin meningkat (konsentrasi semua
substansi dalam urin meningkat) sehingga mempermudah pembentukan batu. pH
urin dapat berkisar dari 4,5 – 8,0. pH bervariasi sepanjang hari, dipengaruhi oleh
konsumsi makanan, bersifat basa setelah makan, lalu menurun dan menjadi
kurang basa menjelang makan berikutnya. Urine pagi hari (bangun tidur) bersifat
lebih asam.
Warna kuning urin disebabkan oleh urokrom, yaitu family zat warna
empedu, yang terbentuk pada pemecahan hemoglobin. Bila dibiarkan dalam udara
terbuka, urokrom dapat teroksidari, sehingga urin dapat berubah warna menjadi
kuning tua.
Alat dan Bahan:

1. Indikator pH universal
2. Kertas Lakmus
3. Rak Tabung Reaksi
4. Tabung Reaksi
5. Urin Segar
6. Urinometer

Prosedur Kerja:

a. pH Urin
1. Masukkan urin sebanyak 2 ml kedalam tabung reaksi.
2. Celupkan kertas lakmus kedalam urin selama 3-5 detik.
3. Cocokkan perubahan warna kertas indikator dengan kertas standar
warna pH.
4. Catat hasil pengamatan anda.
b. Berat Jenis
1. Isi sebuah tabung hidrometer dengan urin dan letakkan hidrometer
didalamnya.
2. Hidrometer tidak boleh menyentuh dinding tabung.
3. Perhatikan meniskus skala berat jenis yang terbaca di urinometer.
4. Catat suhu urin tersebut, tiap urinometer sudah di tera pada suhu
tertentu.
5. Rumus BJ = BJ terbaca ± Angka koreksi.

Hasil Percobaan:

Dari percobaan yang dilakukan pada sampel urin pasien yang bernama Marina
Rizki didapatkan bahwa:

a. Warna: kuning jernih bening


b. Bau: khas urin
c. Kejernihan: jernih, tidak ada partikel lain
d. pH: 5
e. Suhu: 27ºC
f. Berat Jenis:
BJ terbaca = 1,010
BJ terukur = BJ terbaca + Angka Koreksi
= 1,010 + 0,002
= 1,012
Solid = BJ x Koefisien Long
= 12 x 2,66
= 31,92 gr
Pembahasan:

Dari komponen pemeriksaan yang dilakukan, didapatkan hasil sebagai


berikut:

a. Warna: warna pada pemeriksaan ini adalah kuning jernih bening,


berarti bahwa subjek yang diperiksa memiliki urin normal. Urin
normal memiliki warna kuning kekuningan akibat dari zat warna
urokrom pada zat warna empedu.
b. Bau: bau pada urin merupakan bau khas urin yaitu bau dari gas
amonia sebagai hasil dari metabolisme protein.
c. pH: pH urin yang didapatkan merupakan indikator dari derajat
amonia yang terkandung sebagai hasil metabolisme protein (zat
keton) yang diekskresikan melalui urin.
d. Kejernihan: ditentukan oleh kadar fosfat, ion-ion, dan mineral yang
terdapat didalam urin.
e. Suhu: suhu normal urin yang didapatkan merupakan suhu normal
urin pada umumnya.
f. Berat Jenis dan Solid: ditentukan dengan konsumsi subjek sebelum
dilakukan pemeriksaan urin, dengan kadar normal 50 gr untuk
1200 ml urin.
Kesimpulan: dari hasil pemeriksaan dapat disimpulkan bahwa warna urin pada
umumnya adalah kuning jernih, kuning kecoklatan ataupun kuning pekat. Bau
yang dihasilkan urin adalah bau khas urin. pH pada urin normal umunya sekitar
5,8 (4,8-7,5). Urin normal tidak mengandung partikel-partikel ataupun molekul
besar yang terkandung didalamnya, yang biasanya terkandung dalam urin adalah
urea, asam urat, kratin, kreatinin dan hipurat, sesuai dengan batas kadarnya
masing-masing.

Daftar Pustaka:

Penuntun Praktikum Biokimia Blok 1.5 Sistem Urogenital T.A. 2014-2015


Universitas Malikussaleh oleh dr. Sri Wahyuni, M. Sc

Ganong, WF 1995, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, edisi 19, EGC: Jakarta.

Murray, RK, Granner, DK & Rodwell, VW 2009, Biokimia Harper, edisi 27,
EGC: Jakarta.

Roberts, M. 1993. Biology Princeple and Processes, 1 sted. Thomas Nelson and
Sons Ltd. London.
PRAKTIKUM PEMERIKSAAN URIN ABNORMAL

I. UJI REDUKSI BENEDICT (SEMI KUANTITATIF)

Prinsip Percobaan:

Proses reduksi ion cupri (Cu²⁺) menjadi ion cupro (Cu) oleh karbohidrat yang
memiliki gugus aldehid dan keton bebas dan dengan pemanasan akan terbentuk
endapan Cu₂O berwarna merah bata.

Tujuan Praktikum: untuk melihat ada tidaknya karbohidrat atau zat yang bisa
mereduksi benedict dalam urin.

Dasar Teori:

Urin mengandung hasil proses metabolisme dalam tubuh. Yang menarik


perhatian pada urin adalah komponen-komponen yang dihasilkan beruba
komponen organic dan anoranik. Komponen organic mengandung senyawa-
senyawa yang mengandung nitrogen, seperti urea, asam urat, kreatinin, maupun
hipurat. Sedangkan pada komponen anorganik, urin mengandung kation seperti
Na+, K+, Ca2+, Mg2+, dan NH4+, dan anion berupa Cl-, SO4²-, dan HPO4²-.

Urin yang normal tidak mengandung glukosa didalamnya. Jika terdapat


glukosa dalam jumlah yang lebih dalam urin disebut sebagai glukosuria. Adanya
glukosa berlebih dalam urin dapat dijadikan sebagai indicator diagnosis penyakit
diabetes.

Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolic


dengan karakteristik hiperglikemi yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,
kerja insulin, atau keduanya. Diagnosis DM harus didasarkan atas pemeriksaan
konsetrasi glukosa darah.

Alat dan Bahan:

1. Tabung Reaksi
2. Pipet Tetes
3. Pipet Ukur
4. Waterbath
5. Urin Normal
6. Urin DM dari kelompok dan dari kampus
7. Larutan Benedict

Prosedur Kerja:

1. Campurkan 2,5 mL pereaksi Benedict dengan 4 tetes urin.


2. Panaskan selama 5 menit dalam waterbath atau didihkan diatas api kecil
selama 1 menit.
3. Biarkan menjadi dingin, perhatikan hasil yang didapatkan.

Hasil Percobaan:

a. Pada urin normal tidak terdapat perubahan warna dan tetap berwarna
biru serta tidak terjadi pengendapan, sehingga dapat disimpulkan
bahwa berdasarkan tabel penafsiran untuk penilaian yaitu negatif (-)
dengan kadar – (%).
b. Pada urin pasien diabetes mellitus dari kelompok terdapat perubahan
warna. Sebelum pemanasan berwarna biru, dan setelah pemanasan ±5
menit berubah menjadi warna hijau kekuningan dan terdapat endapan,
sehingga dapat disimpulkan berdasarkan tabel penafsiran untuk
penilaian yaitu positif satu (+) dengan kadar glukosa <0,5%.
c. Pada urin pasien diabetes mellitus dari kampus terdapat perubahan
warna. Sebelum pemanasan berwarna biru dan setelah pemanasan ±5
menit berubah menjadi warna jingga dan terdapat endapan, sehingga
dapat disimpulkan berdasarkan tabel penafsiran untuk penilaian yaitu
positif tiga (+++) dengan kadar glukosa 1-2%.

Pembahasan:

Warna Penilaian Kadar (%)


Biru/Hijau keruh (-) -
Hijau/Kuning hijau + < 0,5
Kuning/Kuning kehijauan ++ 0,5 - 1,0
Jingga +++ 1,0 – 2
Merah ++++ >2
a. Pada urin normal tidak terjadi perubahan warna dan tidak terdapat
glukosa, yang dapat mereduksi ion logam tertentu dalam larutan alkalis
seperti Cu, Bi, Hg, dan Fe. Dalam keadaan normal tidak lebih dari 1
mg glukosa diekskresi per hari.
b. Pada urin penderita diabetes mellitus dari kelompok didapatkan
perubahan warna menjadi hijau kekuningan dikarenakan reduksi dari
ion cupri (Cu²⁺) menjadi ion cupro (Cu) oleh karbohidrat yang
memiliki gugus aldehid dan keton bebas.
c. Pada urin penderita diabetes mellitus dari kampus didapatkan
perubahan warna menjadi jingga dikarenakan reduksi dari ion cupri
(Cu²⁺) menjadi ion cupro (Cu) oleh karbohidrat yang memiliki gugus
aldehid dan keton bebas.

Sebelum Pemanasan Setelah Pemanasan

Kesimpulan: dari hasil pemeriksaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan


bahwa pada uji reduksi benedict, karbohidrat yang memiliki gugus aldehid dan
keton bebas yang terdapat dalam urin akan mereduksi ion logam tertentu dengan
proses pemanasan.
Daftar Pustaka:

Penuntun Praktikum Biokimia Blok 1.5 Sistem Urogenital T.A. 2014-2015


Universitas Malikussaleh oleh dr. Sri Wahyuni, M. Sc

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Edisi VI, 2014. Interna Publishing:
Jakarta Pusat.

II. TES KOAGULASI PROTEIN


Prinsip Percobaan: Protein jika dipanaskan akan mengalami presipitasi
(pengendapan). Asam asetat encer akan melarutkan presipitat (pengendapan)
selain protein.

Tujuan Praktikum: melihat ada tidaknya endapan (presipitat) dalam urin akibat
pemanasan.

Dasar Teori:

Dalam keadaan normal, walaupun terdapat sejumlah protein yang cukup


besar atau beberapa gram protein plasma yang melalui nefron setiap hari, hanya
sedikit yang muncul dalam urin. Ini disebabkan oleh dua factor utama, yaitu
filtrasi glomerulus dan reabsorpsi protein tubulus. Urin terdiri dari air dengan
bahan terlarut berupa sisa metabolisme (seperti urea), garam terlarut, dan materi
organik. Cairan dan materi pembentuk urin berasal dari darah atau cairan
interstisial. Komposisi urin berubah sepanjang proses reabsorpsi. Biasanya, hanya
sebagian kecil protein plasma disaring di glomerulus yang diserap oleh tubulus
ginjal dan diekskresikan ke dalam urin. Dinding kapiler glomerulus bersifat
selektif terhadap muatan dan ukuran maka hanya sebagian kecil albumin, globulin
dan protein plasma lainnya yang dapat melintas. Protein yang ada dalam urin pada
penyakit ginjal merupakan campuran albumin dengan globulin. Bila ada
kerusakan pada glomerulus akan dijumpai albumin sebagai protein utama. Adanya
protein dalam urine disebut proteinuria.

Proteinuria adalah adanya protein didalam urin manusia yang melebihi


nilai normalnya yaitu lebih dari 150mg/24 jam atau pada anak-anak lebih dari
140mg/m². dalam keadaan normal, protein didalam urin samapi sejumlah tertentu
masih dianggap fungsional. Sejumlah protein ditemukan pada pemeriksaan urin
rutin, baik tanpa gejalan ataupun dapat menjadi gejala awal dan mungkin suatu
bukti adanya penyakit ginjal yang serius. Biasanya priteinuria baru dikatakan
patologis bila kadarnya diatas 200mg/hari pada beberapa kali pemeriksaan
diwaktu yang berbeda.

Alat dan Bahan:


1. Tabung Reaksi
2. Pipet Tetes
3. Pipet Ukur
4. Waterbath
5. Urin Normal
6. Urin DM dari kelompok
7. Urin DM dari kampus
8. Asam Asetat encer

Prosedur Kerja:

1. 5 ml urin dimasukkan ke dalam tabung reaksi.


2. Panaskan dalam waterbath mendidih selama ±5 menit.
3. Tambahkan asam asetat encer tetes demi tetes (±5 tetes).
4. Perhatikan endapan yang terbentuk apakah hilang atau bertambah
banyak setelah penambahan asam asetat.

Hasil percobaan:

1. Pada urin normal setelah dilakukan pemanasan dan penambahan asam


asetat encer sebanyak 6 tetes, tidak terdapat pengendapan dan tidak
terjadi kekeruhan, sehingga dapat disimpulkan berdasarkan tabel
penilaian bahwa hasilnya negatif (-) dengan tidak ada kekeruhan.
2. Pada urin pasien diabetes mellitus dari kelompok setelah pemanasan
tidak terdapat pengendapan dan warnanya kuning sedikit keruh, dan
setelah ditambahkan dengan asam asetat encer sebanyak 6 tetes masih
tetap keruh dan tidak ada endapan, sehingga dapat disimpulkan bahwa
penilaian positif satu (+) dengan ciri keruh ringan tanpa butiran dan
kadar 0,01% - 0,05% protein.
3. Pada urin diabetes mellitus dari kampus setelah dilakukan pemanasan
terjadi pengendapan dengan warna putih susu dan terlihat gumpalan
seperti awan, namun setelah ditambahkan asam asetat encer sebanyak
11 tetes menambah gumpalan-gumpalan pada urin tersebut, sehingga
dapat disimpulkan bahwa penilaiannya (+++) dengan ciri urin terlihat
jelas keruh serta terdapatnya kepingan putih dengan kadar 0,2% - 0,5%
protein.

Pembahasan:

Ciri Penilaian Kadar (%)


Tidak ada keruh (-) -
Keruh ringan, tanpa butiran + 0,01-0,05
Kekeruhan, jelas dilihat ++ 0,05-0,2
Jelas keruh, terdapat kepingan ringan putih +++ 0,2-0,5
Sangat keruh, ada gumpalan ++++ > 0,5

1. Pada urin normal tidak terdapat endapan ataupun tidak terjadi kekeruhan
dikarenakan tidak terdapatnya protein dalam urin tersebut.
2. Pada urin penderita diabetes mellitus dari kelompok tidak terdapat
endapan. Setelah dibeikan asam asetat encer, masih tetap tidak terdapat
endapan (presipitat) yang berupa protein.
3. Pada urin penderita diabetes mellitus dari kampus terdapat endapan yang
disebabkan oleh protein yang menggumpal akibat proses pemanasan.
Setelah diberikan asam asetat encer, endapan yang terdapat dalam urin
sedikit berkurang tetapi menambah gumpalan awan dikarenakan asam
asetat encer akan melarutkan presipitat selain protein.

Sebelum dipanaskan. Setelah dipanaskan. Setelah diberi as. Asetat.

Kesimpulan: pada uji koagulasi protein dapat disimpulkan bahwa protein yang
terdapat dalam urin abnormal akan mengalami koagulasi/penggumpalan ketika
dipanaskan, kemudian penambahan asam asetat encer akan melarutkan presipitat
yang bukan protein sehingga hasilnya lebih akurat.

Daftar Pustaka:

Penuntun Praktikum Biokimia Blok 1.5 Sistem Urogenital T.A. 2014-2015


Universitas Malikussaleh oleh dr. Sri Wahyuni, M. Sc

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Edisi VI, 2014. Interna Publishing:
Jakarta Pusat.

Anda mungkin juga menyukai