Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PRAKTIKUM ROMBEL 3

KIMIA KLINIK I

Dosen Pengampu Mata Kuliah:


Dr. Heru Setiawan,SKM., M.Biomed
Desi Aryani, M.Si

Disusun Oleh:
Gevita rahmawati P3.73.34.2.21.024

POLTEKKES KEMENKES JAKARTA III


JURUSAN TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS
PROGRAM STUDI D–IV TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan hidayah-Nya
laporan praktikum ini bisa terselesaikan tepat waktu. Laporan praktikum ini disusun guna untuk
memenuhi tugas praktikum Kimia Klinik I.
Penulis mengharapkan laporan praktikum ini dapat bermanfaat. Penulis mengucapkan
terima kasih yang sebanyak-banyaknya kepada pak Heru dan kepada segenap pihak yang telah
memberikan bimbingan serta arahan selama penulisan laporan praktikum ini. Menulis
merupakan persoalan keterampilan yang akan terasah dengan berlatih. Oleh karena itu, penulisan
laporan praktikum ini jauh dari sempurna. Masih banyak kekurangan yang terdapat di dalamnya.
Untuk itu, kritik dan saran yang membangun sangat di harapkan demi perbaikan agar laporan
praktikum ini bisa tersusun dengan lebih baik.

Bekasi, 06 September 2022

Penyusun,

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………………………..ii
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………….iii
PEMERIKSAAN MAKROSKOPIS DAN KIMIA URIN(URINALISIS)…………...1
WARNA URIN………………………………………………………………………….1
VOLUME URINE……………………………………………………………………….2
KEKERUHAN PADA URIN……………………………………………………………2
BERAT JENIS URIN……………………………………………………………………4
PH URIN ………………………...………………………………………………………6
PEMERIKSAAN PROTEIN URINE KUALITATIF…………………………………….7
PEMERIKSAAN GLUKOSA URINE……………………………………………………9
PEMERIKSAAN ASETON DALAM URINE ………………………………………….11
PEMERIKSAAN BILLIRUBIN URINE ………………………………………………..13
PEMERIKSAAN UROBILIN URINE …………………………………………………..15
PEMERIKSAAN CARIK CELUP URIN ………………………………………………..18
TANDA TANGAN …………………………………………………………………...…..22

iii
PEMERIKSAAN MAKROSKOPIS DAN KIMIA URIN
(URINALISIS)

Urinalisis adalah pemeriksaan sampel urin untuk tujuan skrining, diagnosis evaluasi berbagai jenis
penyakit ginjal, infeksi saluran kemih, batu ginjal, dan memantau perkembangan penyakit seperti diabetes
melitus dan tekanan darah tinggi (hipertensi), dan skrining terhadap status kesehatan umum.

1. Warna Urin
Urin normal yang baru dikeluarkan tampak jernih sampai sedikit berkabut dan berwarna kuning
oleh pigmen urokrom dan urobilin. Intensitas warna sesuai dengan konsentrasi urin; urin encer
hampir tidak berwarna, urin pekat berwarna kuning tua atau sawo matang.
Kelainan pada warna, kejernihan, dan kekeruhan dapat mengindikasikan kemungkinan adanya
infeksi, dehidrasi, darah di urin (hematuria), penyakit hati, kerusakan otot atau eritrosit dalam
tubuh. Obat-obatan tertentu dapat mengubah warna urin. Beberapa keadaan yang menyebabkan
warna urin adalah :
a. Merah: hemoglobin, mioglobin, porfobilinogen, porfirin.
Penyebab nonpatologik: banyak macam obat dan zat warna, bit, rhubab (kelembak), senna.
b. Oranye: pigmen empedu.
Penyebab nonpatologik: obat untuk infeksi saliran kemih (piridium), obat lain termasuk
fenotiazin.
c. Kuning: urin yang sangat pekat, bilirubin, urobilin.
Penyebab nonpatologik: wotel, fenasetin, cascara, nitrofurantoin.
d. Hijau: biliverdin, bakteri (terutama Pseudomonas).
Penyebab nonpatologik: preparat vitamin, obat psikoaktif, diuretik.
e. Biru: tidak ada penyebab patologik.
Pengaruh obat: diuretik, nitrofuran.
f. Coklat
Penyebab patologik : hematin asam, mioglobin, pigmen empedu.
Pengaruh obat: levodopa, nitrofuran, beberapa obat sulfa.
g. Hitam atau hitam kecoklatan: melanin, asam homogentisat, indikans, urobilinogen,
methemoglobin.
Pengaruh obat: levodopa, cascara, kompleks besi, fenol.

1
Volume Urine
Pada orang dewasa, normal produksi urine sekitar 1,5 L dalam 24 jam. Jumlah ini bervariasi
tergantung pada : luas permukaan tubuh, konsumsi cairan, dan kelembaban udara/ penguapan.
Volume Urine Abnormal
a. Poliurea: volume urine menigkat, dijumpai pada keadaan seperti : Diabetes, Nefritis
kronik, beberapa penyakit syaraf, edema yang mulai pulih.
b. Oliguria: volume urine berkurang, dapat dijumpai pada keadaan seperti penyakkit ginjal,
dehidrasi, sirosis hati.
c. Anuria: tidak ada produksi urine, dapat terjadi pada keadaan-keadaan seperti circulatory
collaps (sistolik < 70 mmHg), acute renal failure, keracunan sublimat, dll.
d. Residual urine (urine sisa): volume urine yang diperoleh dari kateterisasi setelah
sebelumnya pasien disuruh kencing sepuas-puasnya.
Kekeruhan pada urin
Urine baru dan normal pada umumnya jernih. Kekeruhan biasanya terjadi karena kristalisasi atau
pengendapan urat (dalam urin asam) atau fosfat (dalam urin basa). Kekeruhan juga bisa
disebabkan oleh bahan selular berlebihan atau protein dalam urin.
Adanya kekeruhan pada urine umumnya disebabkan karena :
a. Fosfat Amorf : warna putih, hilang bila diberi asam, terdapat pada urine yang alkalis.
b. Urat amorf : warna kuning coklat, hilang bila dipanaskan, terdapat pada urine yang asam
c. Darah : warna merah sampai coklat
d. Pus : seperti susu, menjadi jernih setelah disaring
e. Kuman : pada umumnya akan tetap keruh setelah disaring ataupun dipusingkan. Pada
Urethritis terlihat benang-benang halus.

Hasil pengamatan :

1. Warna : Kuning muda


2. Volume: ¾ pot urin
3. Kejernihan : Jernih

Nilai rujukan warna : Bening - kuning muda

Kesimpulan : Normal

2
2. Berat Jenis Urin
A. Tujuan
Untuk menentukan berat jenis dari urine

B. Metode
Penentuan berat jenis urin dilakukan dengan menggunakan urometer. Urometer yang
sudah ditera terhadap aquadest dimasukkan ke dalam gelas ukur yang berisi 3⁄4 bagian
sampel urine (buih yang timbul dihilangkan). Urometer dimasukkan dengan cara
memutar sumbu panjangnya sehingga menghindari kontak dengan dinding. Pembacaan
skala dilakukan pada meniskusnya di mana satu strip sama dengan 0,001. Kalibrasi
terhadap suhu dilakukan pada urometer, dimana kenaikan suhu 3 oC hasil pembacaan
ditambahkan dengan 0,001 (Oka,1998).

C. Prinsip Pemeriksaan
Pemeriksaan berat jenis urin berhubungan dengan faal pemekatan ginjal. Semakin pekat
urin semakin tinggi berat jenisnya dan begitupula sebaliknya, semakin encer urin maka
semakin rendah berat jenisnya. Berat jenis urin normal antara 1,003 - 1,030. Berat jenis
urin berhubungan erat dengan diuresa, semakin besar diuresa semakin rendah berat
jenisnya dan begitupula sebaliknya, semakin kecil diuresa semakin tinggi berat jenisnya.
Berat jenis urin kurang dari 1,003 dapat disebabkan oleh intake cairan yang berlebihan,
hipotermi, alkalosis dan kegagalan ginjal kronik (Wirawan dkk., 1983). Sedangkan urin
yang mempunyai berat jenis 1,030 atau lebih, dapat dijumpai pada penderita dengan
proteinuria, diabetes mellitus (DM), dan dehidrasi (Oka, 1998).

D. Alat dan bahan


 Urometer  Masker
 Tabung reaksi  Tissue
 Gelas ukur
 Sampel urin
 Sarung tangan

E. Cara Kerja
1. Tera dahulu urometer terhadap aquadest (BJ 1,000)
2. Apabila pada pembacaan ini tidak sama dengan 1,000, misalnya 1,005 maka hasil
pembacaan terakhir harus dikurangi dengan 0,005.
3. Gelas ukur diisi dengan 3⁄4 bagian urin dan diletakkan pada tempat datar
4. Buih dihilangkan agar tidak mengganggu pengukuran
5. Urometer dimasukkan ke dalam gelas ukur dengan cara memutar pada sumbu
panjangnya. Jangan sampai urometer menyentuh atau menempel pada dinding bagian
dalam gelas ukur.
6. Diamati strip yang terangkat dipermukaan dan dibaca bagian miniskusnya dimana 1
strip = 0,001
7. Dihitung Bj dari sampel urin

3
Ket:
FK = Faktor Koreksi
Tk = temperatur cairan yang diukur
Tp = temperatur peneraan (tetera di urometer)

F. Nilai Normal : antara 1,003 – 1,030


G. Hasil pengamatan : BJ 1.009

H. Kesimpulan : Normal

4
3. pH Urin
A. Tujuan : Untuk mengetahui pH Urin

B. Metode : Kertas lakmus pH universal

C. Prinsip: Berbanding lurus dengan osmolalitas urin à konsentras zat terlarut à


mengukur kepadatan urin

BJ urin = rasio berat sejumlah urin : berat akuades


(volume sama, temperatur konstan)
D. Alat dan Bahan :
 Pot urin  pipet Pasteur
 tabung reaksi ukuran d 1  Kertas lakmus pH
cm x 12 cm universal
 rak tabung

E. Prosedur singkat :
 Isi tabung reaksi dengan urin pasien hingga ¾ penuh
 Ambil 1 carik-celup pH uinversal dan celupkan ke dalam urin pasien hingga
seluruh kertas pH terendam semua
 Segera angkat dan tiriskan di atas tissue, lalu bandingkan dengan warna
standar pH yang tertera pada kotak pH tersebut.
 Catat hasilnya

F. Hasil pengamatan : pH 6,0

G. Nilai rujukan pH : 5,0 – 7,0


H. Kesimpulan : Normal

5
4. Pemeriksaan Protein Urine Kualitatif
A. Metode: Kualitatif dengan asam asetat 6%
B. Prinsip: Protein dalam susunan asam lemah, bila dipanaskan akan mengalami
denaturasi
C. Alat dan Bahan :
 Tabung reaksi  pipet tetes
 Api Bunsen  Asam asetat 6%
 Penjepit kayu  Sampel urine
 Spuite

D. Prosedur singkat :
 Ambil urine sebanyak 5 cc dengan menggunakan pipet
 Masukkan urine ke dalam tabung reaksi
 Panaskan diatas api Bunsen dengan keadaan tabung reaksi miring (untuk
mencegah letupan) hingga mendidih.
 Amati perubahan warna yang terjadi
 Panaskan kembali tabung reaksi tersebut setelah ditetesi asam asetat
6%sebanyak 3 tetes hingga mendidih
 Biarkan dingin dan baca hasilnya berdasarkan tabel dibawah ini

E. Hasil pengamatan : Negatif

F. Nilai rujukan… :
(-) : Tetap jernih dibandingkan urine kontrol
+1 : Tampak kekeruhan minimal, huruf cetak pada kertas masih dapat
terbaca, menembus kekeruhan
+2 : Kekeruhan nyata dengan butir-butir halus, garis tebal dibaliknya masih
dapat terlihat
+3 : Tampak gumpalan -gumpalan nyawa
+4 : Tampak gumpalan -gumpalan besar dan membeku

G. Kesimpulan : Normal

A. Metode : Asam sulfosalicy 20%

6
B. Prinsip : Kompleks warna terbentuk oleh reaksi antara besi (III) dan asam
sulfosalisilic yang dilepaskan oleh oksalat
C. Alat dan Bahan :
 Pot urin  bunsen
 tabung reaksi ukuran d 1 cm x  penjepit kayu
12 cm  Larutan Sulfosalycilic acid 20%
 rak tabung  sampel urin
 pipet Pasteur

D. Prosedur singkat :
 Tambahkan 2 ml urin ketabung reaksi
 tambahkan 8 tetes larutan Sulfosalycilic 20% kedalam sampel melewati dinding
tabung secara perlahan, kemudian homogenkan.
 Panaskan tabung reaksi dengan cara dilewat – lewatkan di atas api bunsen secara
perlahan hingga mendidih.
 Amati perubahan warna yang terjadi.

E. Hasil pengamatan : negatif

F. Nilai rujukan :
( - ) : tetap jernih
( +1 ) : keruh
( +2 ) : kuning dengan butir – butir
( +3 ) : berkeping – keping
( +4 ) : menggumpal dan padat

G. Kesimpulan : Normal

5. Pemeriksaan Glukosa Urine


A. Metode : Fehling A dan Fehling B

7
B. Tujuan
Untuk memeriksa adanya kandungan glukosa dalam sampel urine
C. Prinsip Pemeriksaan
Dalam suasana alkali, glukosa mereduksi kupri menjadi kupro kemudian
membentuk Cu2O yang mengendap dan berwarna merah. Intensitas warna merah
dari ini secara kasar menunjukkan kadar glukosa dalam urine yang diperiksa
D. Alat dan bahan

• Tabung reaksi • Reagen Fehling A dan


• Api bunsen Fehling B
• Pipet ukur • Sampel urie
• Ball filler

E. Cara Kerja
 Diambil 2 mL larutan Fehling A dan 2 mL larutan Fehling B
 Larutan dihomogenkan
 Dilakukan uji terhadap masing-masing urin dimana 1 mL campuran Fehling A
dan Fehling B dimasukkan ke dalam tabung reaksi kemudian ditambahkan
sampel urin sebanyak 0,5 mL
 Larutan dicampur
 Dipanaskan dengan api bunsen hingga mendidih
 Perubahan warna yang terjadi diamati

F. Nilai normal dan Interpretasi


(-) : biru / hijau keruh
(+) : keruh dan warna hijau agak kuning
( ++ ) : kuning kehijauan dengan endapan kuning
( +++ ) : kuning kemerahan dengan endapan kuning merah
( ++++ ) : larutan merah bata / merah jingga

G. Hasil pengamatan : Negatif


H. Kesimpulan : Normal

A. Tujuan
Untuk memeriksa adanya kandungan glukosa dalam sampel urine
B. Metode

8
Tes glukosa urine dilakukan dengan menggunakan metode benedict
C. Prinsip Pemeriksaan
Dalam suasana alkali, glukosa mereduksi kupri menjadi kupro kemudian membentuk
Cu2O yang mengendap dan berwarna merah. Intensitas warna merah dari ini secara
kasar menunjukkan kadar glukosa dalam urine yang diperiksa
D. Alat dan bahan
 Tabung reaksi
 Api bunsen
 Reagen Benedict dengan komposisi:
- CuSO4 17,3
- Na Citrate 173
- Na Carbonat 100
- Aquadest ad 1.000 ml
 Sampel urine

E. Cara Kerja
1. Masukkan 5 ml reagen Benedict dan 8 tetes urine (2,5 ml reagen Benedict dengan 4
tetes urine) ke dlam tabung reaksi
2. Kocok, kemudian dipanaskan sampai mendidih di atas api Bunsen
3. Atau dapat dimasukkan ke dalam penangas air dengan air yang telah mendidih selama
5 menit
4. Biarkan dingin, amati perubahan warna yang terjadi

F. Nilai normal dan Interpretasi


(-) : Tetap biru atau hijau keruh
(+) : Keruh, warna hijau agak kuning
( ++ ) : Kuning kehijauan dengan endapan kuning
( +++ ) : Kuning kemerahan, dengan endapan kuning merah
( ++++ ) : Merah jingga sampai merah bata

G. Hasil pengamatan : Negatif


H. Kesimpulan : Normal

6. Pemeriksaan Aseton Dalam Urine


Badan keton diproduksi ketika karbohidrat tidak dapat digunakan untuk menghasilkan
energi yang disebabkan oleh gangguan metabolisme karbohidrat (mis. diabetes mellitus
yang tidak terkontrol), kurangnya asupan karbohidrat (kelaparan, diet tidak seimbang :
tinggi lemak – rendah karbohidrat), gangguan absorbsi karbohidrat (kelainan

9
gastrointestinal), atau gangguan mobilisasi glukosa, sehingga tubuh mengambil simpanan
asam lemak untuk dibakar. Badan keton terdiri dari 3 senyawa, yaitu aseton, asam
aseotasetat dan asam β-hidroksibutirat, yang merupakan produk metabolisme lemak dan
asam lemak yang berlebihan. Asam asetoasetat dan asam β- hidroksibutirat merupakan
bahan bakar respirasi normal dan sumber energi penting terutama untuk otot jantung dan
korteks ginjal. Apabila kapasitas jaringan untuk menggunakan keton sudah mencukupi
maka akan diekskresi ke dalam urine, dan apabila kemampuan ginjal untuk mengekskresi
keton telah melampaui batas, maka terjadi ketonemia. Peningkatan kadar keton dalam
darah akan menimbulkan ketosis sehingga dapat menghabiskan cadangan basa (mis.
bikarbonat, HCO3) dalam tubuh dan menyebabkan asidosis. Pada ketoasidosis diabetik,
keton serum meningkat hingga mencapai lebih dari 50 mg/dl. Keton memiliki struktur
yang kecil dan dapat diekskresikan ke dalam urin. Namun, kenaikan kadarnya pertama
kali tampak pada plasma atau serum, kemudian baru urin. Ketonuria (keton dalam urin)
terjadi akibat ketosis. Benda keton yang dijumpai di urine terutama adalah aseton dan
asam asetoasetat. Benda keton yang dijumpai di urine terutama adalah aseton dan asam
asetoasetat. Ketonuria disebabkan oleh kurangnya intake karbohidrat (kelaparan, tidak
seimbangnya diet tinggi lemak dengan rendah karbohidrat), gangguan absorbsi
karbohidrat (kelainan gastrointestinal), gangguan metabolisme karbohidrat (mis.
diabetes), sehingga tubuh mengambil kekurangan energi dari lemak atau protein, febris.

A. Tujuan
Untuk mengetahui kandungan aseton pada sampel urine yang diperiksa
B. Metode
Metode Rothera
C. Prinsip
Aseton yang terdapat dalam sampel urine bereaksi dengan Na-Nitroferry cyanide dalam
suasana basa menghasilkan cincin berwarna ungu. Makin cepat terjadi warna ungu dan
makin tua warnanya menggambarkan makin tinggi konsentrasi keton dalam urine.
D. Alat & Bahan
• Beaker glass • Rak tabung reaksi
• Pipet ukur • Container urine
• Pipet tetes • Ball pipet
• Tabung reaksi • Botol semprot

Bahan :
• Sampel urine • Bubuk ammonium sulfat
• Amonia pekat • Na nitropruside 20%

E. Cara Kerja
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan

10
2. Dipipet 5 ml urine ke dalam tabung reaksi
3. Bubuk ammonium sulfat ditambahkan untuk mengasamkan, dikocok tabung beberapa
kali
4. Ditambahkan 2-3 tetes larutan Na-Nitroferry cyanide
5. Dituangkan Amonia pekat lewat dinding tabung sehingga terbentuk suatu lapisan
dengan campuran isi tabung sebelumnya
6. Dibiarkan tabung reaksi tegak selama 5 menit
7. Dibaca hasilnya.

F. Interpretasi Hasil
 Jika urine mengandung aseton, maka antara perbatasan kedua lapisan akan terbentuk
cincin berwarna unggu
 Derajat positivitasnya tergantung kepada kecepatan terbentuknya cincin unggu tadi.

G. Hasil pengamatan : Tidak terbentuk cincin berwarna ungu

H. Nilai rujukan warna : Urine mengandung aseton -> terbentuk cincin warna ungu
I. Kesimpulan : Normal, pada urin tidak terdapat kandungan aseton

11
7. Pemeriksaan Billirubin Urine
A. Metode
Harrison
B. Prinsip:
Bilirubin dapat mereduksi feri klorida menjadi senyawa yang berwarna hijau.
Sebelumnya bilirubin diabsorpsikan pada endapan BaCl2 dalam urine.
C. Alat & Bahan :
o Tabung reaksi
o Kertas saring
o Pipet Pasteur
o BaCl2 10%
o Reagen Fouchet, dengan komposisi :
 Trichloro acetic acid (TCA) 25g
 Aquadest ad 100 ml
 Larutan feri klorida 10 ml
(10 g FeCl3 dalam 100 ml aquadest)
D. Cara Kerja
1. Ambil 3 ml urine dan campur dengan larutan BaCl2 10% dengan volume yang
sama banyak
2. Saring
3. Filtratnya disimpan untuk percobaan urobilin
4. Residunya yang berada pada kertas saring kemudian ditetesi dengan reagen
Fouchet 1-2 tetes dan perhatikan perubahan warna yang terjadi

E. Interpretasi Hasil :
• Negatif : tidak terjadi perubahan warna atau agak coklat
• Positif : terbentuk warna hijau yang makin lama makin jelas

F.
G. Hasil pengamatan : Negatif

H. Kesimpulan : Normal

12
A. Metode :Metode busa
B. Prinsip : Berdasarkan sifat bilirubin II yang larut dalam air, bila urine dikocok
akan memberikan busa berwarna kuning yang tidak hilang dalam waktu 5
menit.
C. Alat & Bahan:
a. Sampel urine
b. Tabung reaksi
c. Peyumbat tabung
d. Gelas ukur

D. Cara Kerja :
a. Masukkan 5 ml urine dalam tabung reaksi.
b. Sumbat tabung dengan karet penyumbat, kocok kuat-kuat.
c. Kocok, tunggu selama 5 menit

E. Interpretasi Hasil :
(-) jika busa berwarna kuning hilang dalam waktu 5 menit
(+) jika busa berwarna kuning tidak hilang dalam waktu 5 menit

F. Hasil pengamatan : Negatif

G. Kesimpulan : Normal

13
8. Pemeriksaan Urobilin Urine
A. Metode : Metode Schlezinger
B. Prinsip : Urobilin + Zinc Acetat dalam alkohol → fluoresensi warna hijau
C. Alat dan Bahan :
a. Tabung reaksi
b. Kertas saring
c. Sampel urine
d. Reagen Schlezinger yang terdiri dari:
 Suspensi jenuh zinc acetat dalam alkohol (Reagen Schlezinger)
 Ammonia liquidum
 Tinctura iodii sipirit 1%

D. Cara Kerja :
a. Ambil filtrat dari reaksi Harrison sebanyak 3 ml
b. Tambahkan reagen Schlezinger dalam jumlah yang sama
c. Kemudian tetesi dengan 1-2 tetes ammonia
d. Kocok, lalu saring sampai jernih
e. Filtrat yang diperoleh amati dengan sinar tidak langsung dalam kotak urobilin

E. Interpretasi Hasil :
Positif (+) : fluoresensi berwarna hijau
Negatif (-) : tidak terjadi perubahan warna/bening

F. Hasil pengamatan : Negatif

G. Kesimpulan : Normal

14
A. Metode : Metode Ehrlich / Wallace diamond
B. Prinsip : Urobilinogen + paradimethyl aminobenzaldehyde dalam HCl → warna
merah
C. Alat dan Bahan :
a. Tabung reaksi + Rak
b. Pipet skala
c. balm
d. Pipet tetes
e. Sampel urine
f. Reagen Ehrlich komposisi
 (Paradimethyl Aminobenzaldehyde 2% Dalam HCL 50%)
 Tinctura iodii sipirit 1%
 Aquadest 300 ml.

D. Cara Kerja :
a. Ambil sebanyak 5 ml urine, masukkan ke dalam sebuah tabung reaksi
b. Tambahkan ke dalamnya 10-12 tetes reagen Ehrlich
c. Kocok, tunggu selama 5 menit
d. Hasil pemeriksaan ditentukan sebagai berikut :
Lihatlah dari atas sampai dengan bawah dasar tabung reaksi yang didirikan tegak
lurus dengan sepotong kertas putih sebagai alasnya, apabila ada warna merah yang
terjadi :
- Jika warna merah yang terlihat hanya samar-samar saja maka dianggap
selesai
- Jika warna merah sangat jelas,lanjutkanlah pemeriksaan dengan
pengenceran urin sebagai berikut :

15
No. tabung 1 2 3 4 5 6 7 8
Vol. urin (mL) 1 0,5 0,3 0,25 0,2 0,15 0,125 0,1
Vol aquadest 9 9,5 9,7 9,75 9,8 9,85 9.875 9,9
(mL)
Vol akhir (mL) 10 10 10 10 10 10 10 10
Pengenceran 10 20 30 40 50 67 80 100
(Kali)
e. Dengan menggunakan urin yang telah diencerkan tadi lakukan lagi (ulangi)
pemeriksaan menurut Wallace diamond seperti langkah 1-3
f. Hasil pemeriksaan dilaporkan dengan menyebutkan pengenceran tertinggi yang
masih memperlihatkan warna merah (+) dan juga menyebutkan pengenceran yang
tidak menimbulkan warna merah (-)

E. Interpretasi Hasil :
Positif (+) : terbentuk warna merah
Negatif (-) : tidak terbentuk warna merah

F. Hasil pengamatan : Positif (pada pengenceran 67x)

G. Kesimpulan : Abnormal

16
9. Pemeriksaan Carik Celup Urin
A. Nama Tes : - Pemeriksaan darah samar
- Pemeriksaan urobilinogen
- Pemeriksaan bilirubin
- Pemeriksaan protein
- Pemeriksaan nitrit
- Pemeriksaan benda keton
- Pemeriksaan glukosa
- Pemeriksaan pH
- Pemeriksaan berat jenis
- Pemeriksaan leukosit

B. Tujuan dan Prinsip :


o Darah Samar
Tujuan : Untuk mengetahui adanya darah dalam urine.
Prinsip : Tes ini berdasarkan pada aktivitas pseudo peroksidase dalam
hemoglobin dan myoglobin, chromogen teroksidasi oleh hydroperoksida yang
terdapat pada hemoglobin dan mengubah warna dari kuning menjadi biru.

o Urobilinogen
Tujuan : Untuk mengetahui adanya urobilinogen dalam urine.
Prinsip : Tes ini berdasarkan pada reaksi ehrlich, perubahan warna dari merah
jingga menjadi merah gelap.

o Bilirubin
Tujuan : Untuk mengetahui adanya bilirubin dalam urine.
Prinsip : Reaksi azo coupling pada bilirubin dengan garam diazonium dalam
suasana agak asam membentuk azodye, perubahan warna dari coklat terang
menjadi merah.

o Protein
Tujuan : Untuk mengetahui adanya protein dalam urine.
Prinsip : “Protein Error of Indicators” ketika pH menjadi konstan oleh adanya
buffer, indikator melepaskan ion H+ karena adanya protein dan mengubah
warna dari kuning menjadi biru kehijauan.

o Nitrit
Tujuan : Untuk mengetahui adanya nitrit dalam urine.

17
Prinsip : Tes ini berdasarkan reaksi diazotasi dari nitrit dengan amonia
aromatik untuk menghasilkan garam diazonium, diikuti oleh reaksi azo
coupling dan garam diazonium dengan komponen aromatik pada reaksi.
Produksi diazo menyebabkan perubahan warna dari putih menjadi merah.

o Benda Keton
Tujuan : Untuk mengetahui adanya benda keton dalam urine.
Prinsip : Reaksi legais test nitroprusside asam asetat dalam suasana agak basa
bereaksi dengan nitro ferricanide menghasilkan perubahan warna dari coklat
menjadi ungu.

o Glukosa
Tujuan : Untuk mengetahui adanya glukosa dalam urine.
Prinsip : Oksidasi glukosa dikatalis oleh glukosa oksidase menjadi hidrogen
peroksida, hidrogen peroksida yang terbentuk kemudian dioksidasi oleh
chromogen dengan adanya peroksidase.

o pH
Tujuan : Untuk mengetahui pH urine.
Prinsip : Sistem 2 indikator, indikator methyl red dan brom thymol blue
digunakan untuk memberikan perubahan warna dari oranye menjadi hijau
sampai biru.

o Berat Jenis
Tujuan : Untuk mengetahui berat jenis urine.
Prinsip : Adanya ion dalam urine disebabkan oleh protein yang dilepaskan
dari polyelectrolyte. Proton yang disebabkan akan mengakibatkan penurunan
pH dan menghasilkan perubahan warna oleh bromthymol blue dari biru
kehijauan menjadi kuning kehijauan.

o Leukosit
Tujuan : Untuk mengetahui adanya leukosit dalam urine.
Prinsip : Reaksi ini mengandung ester indoxil dan garam diazonium, diikuti
oleh reaksi azo coupling oleh amine aromatik, dengan pembentukan oleh
esterase leukosit dengan garam diazonium pada reaksi, hasil dari azodye
menyebabkan perubahan warna dari coklat menjadi ungu.

C. Alat dan Bahan :


o Tabung reaksi
o Standar pembanding

18
o Tissue
o Strip carik celup

D. Cara Kerja :
1. Keluarkan strip carik celup secukupnya.
2. Lihat warna pada pita carik celup, cocokkan dengan pita yang negatif, kecuali
BJ.
3. Jangan lupa mengontrol carik celup dengan bahan kontrol sebelum melakukan
pemeriksaan urine.
4. Homogenkan urine sebelum diperiksa.
5. Celupkan carik celup dalam urine.
6. Urine yang berlebihan dihilangkan dengan meletakkannya diatas tisu.
7. Baca hasil dengan membandingkan warna dengan standar pembanding.

E. Interpretasi hasil :
o Urobilinogen : 0,1 – 1,0 mg/dl
o Glukosa : negatif
o Bilirubin : negatif
o Benda keton :negatif
o Berat jenis :1,001 – 1,035
o Darah samar : Negatif
o pH : 5-9
o Protein : negatif
o Nitrit : negatif
o Leukosit : negatif

F. Hasil pengamatan :
o Blood : Negatif
o Urobilinogen :2
o Bilirubin :+
o Protein : 30
o Nitrit : Negatif
o Keton : Negatif
o Glukosa : Negatif
o Ph :6
o Bj : 1.015
o Leukosit : Negatif

19
Kesimpulan : Normal. Selain urobilinogen, bilirubin, protein Abnormal

20
Tanda Tangan

Dosen Pengampu I Dosen Pengampu II

Dr. Heru Setiawan,SKM., M.Biomed Desi Aryani, M.Si

Praktikan

Satirah Maimunah Dg Tonji

21

Anda mungkin juga menyukai