Anda di halaman 1dari 2

Perdagangan Maritim dan Kontak Lintas Budaya

Oleh:
Andriv Pambudi Wicaksono
13030119130074
Ada dua hal yang saling berkelindan dalam kaitannya dengan Sejarah Maritim:
perdagangan maritim dan kontak lintas budaya. Keduanya saling menyebabkan satu sama
lain. Ada perdagangan maritim, maka kontak lintas budaya pun ada. Peranan krusial dari
keduanya membuat khazanah Sejarah Maritim memiliki keberagamannya. Meski tentu saja,
ada dampak positif dan negatifnya.
Agar memahami dampak dari perdagangan maritim dan kontak lintas budaya,
sebelum itu kita perlu mengetahui stimulus yang memicu kedua hal tersebut ada: pihak
eksternal. Stimulasi eksternal menjadi sumber utama perubahan dan perkembangan dalam
seni, sains, dan teknologi bagi suatu peradaban yang dikunjungi atau ditempati.
Interaksi seperti ini sudah muncul di Asia Tenggara sejak jaman batu yang pada
umumnya terejawantahkan dalam kehidupan kota dan pemukiman perdagangan. Di kota, para
pedagang asing menetap untuk kemudian mempelajari bahasa, adat istiadat, dan cara mencari
nafkah masyarakat lokal sebagai tuan rumah. Posisi mereka kemudian dapat berfungsi
sebagai perantara lintas budaya yang membantu dan mendorong perdagangan antara
masyarakat tuan rumah dan orang-orang pendatang.
Mengingat tujuan yang bisa saja berbeda, muncul perbedaan antara pedagang yang
pindah dan menetap dan yang terus pindah. Permukiman kota menjadi lebih rumit. Hasilnya
adalah jaringan komunitas komersial yang saling terkait membentuk jaringan perdagangan,
atau diaspora perdagangan. Komunitas perdagangan pedagang ini menjadi teralienasi dalam
jaringan dapat ditemukan di setiap benua sejak awal kehidupan perkotaan ada.
Salah satu elemen terpenting adalah hubungan antara komunitas perdagangan dan
masyarakat tuan rumah. Dalam beberapa situasi, penguasa masyarakat tuan rumah
memperlakukan para pedagang sebagai kasta paria, untuk dieksploitasi dan dirampok.
Kehadiran mereka ditoleransi hanya karena bermanfaat. Kita bisa mengambil contoh para
Pedagang Yahudi di Eropa abad pertengahan. Sedangkan untuk kasus lokal, para penguasa
kerajaan Jawa Tengah dulu melihat aktivitas perdagangan sebagai pekerjaan yang tidak
penting.
Mau dikata bagaimanapun, antara pedagang dan tuan rumah bakal menghasilkan
hubungan asimetris. Para pedagang adalah spesialis dalam usaha ekonomi, sedangkan
masyarakat tuan rumah adalah masyarakat dengan banyak pekerjaan, stratifikasi kelas, dan
perpecahan politik antara penguasa dan penguasa. Hal ini menyebabkan para pedagang (baik
itu orang kaya atau orang asing) dicurigai oleh orang-orang yang bekerja di sektor pertanian.

Anda mungkin juga menyukai