Anda di halaman 1dari 7

Nama : Karina Regita Pramesthi

Kelas : XI Bahasa
No Absen : 15
Mapel : Sejarah Wajib
Tugas : Sejarah kota Karawang

1. Sejarah Monumen Kebulatan Tekad

Konon, tempat itu dulunya markas tentara PETA. Lokasi monumen ini sekitar 20
kilometer dari pusat kota Karawang.
Lokasinya dekat dengan Tugu Proklamasi Rengasdengklok dan Rumah Djiauw Kie Siong,
tempat singgah Soekarno-Hatta saat diamankan kaum muda di Rengasdengklok.
Empat bulatan seperti telur di samping bulatan besar itu mewakili empat penjuru mata angin.
Sementara tangan kiri mengepal itu melambangkan tekad para pejuang untuk menyatakan
kemerdekaan Indonesia.
Di bagian depan penyangga bulatan bertuliskan '17 Aug 1945' itu juga bertuliskan
Naskah Proklamasi. Di sisi belakang monumen terdapat relief yang menggambarkan perjalanan
Proklamasi. Misal relief yang menggambarkan dibawanya Soekarno-Hatta ke Rengasdengklok,
gejolak 16 Agustus 1945 di Rengsdengklok, hingga Proklamasi Kemerdekaan RI
dikumandangkan pada 17 Agustus 1945 di Jakarta.
"Monumen ini dibangun pada 1950 dengan biaya Rp 17.500 di atas tanah seluas 1.500
meter persegi. Uang itu merupakan sumbangan masyarakat dan bantuan pemerintah," ujar Idris,
penjaga Monumen Kebulatan Tekad ditemui Kompas.com. Setiap 16 Agustus malam, kata Idris,
tempat itu kerap diadakan renungan malam. Banyak orang yang datang, mulai dari pejabat
hingga kaum muda. Idris merupakan keturunan ketiga yang menjaga Monumen Kebulatan
Tekad, setelah ayah dan kakeknya yang merupakan veteran PETA. Ia pun mengaku bangga bisa
menjaga dan merawat monumen. "Tugu ini sebagai pengingat perjuangan. Kita harus bangga.
Tanpa perjuangan itu kita tidak punya apa-apa," katanya.Menurut Idris menjaga monumen itu
bukan beban, melainkan kewajiban sebagai generasi penerus. Sedangkan kunci dari kesetiaan
menjaga tugu itu adalah kejujuran, ini adalah hal yang diajarkan leluhurnya
"Misalnya ada barang atau dompet pengunjung yang ketinggalan harus dikembalikan,"
tambahnya. Ia juga berharap para pengunjung senantiasa menjaga kesopanan dan mengucapkan
salam saat memasuki area tugu. Idris yang menjaga tugu itu selama 19 tahun itu pun mengaku
bersyukur telah diangkat menjadi tenaga honorer dan mendapat honor tetap.
Meski demikian ia juga tidak menampik jika ada pengunjung yang memberikan uang tip.

2. Sejarah rumah penculikan Soekarno-Hatta di rengasdengklok

Peristiwa Rengasdengklok adalah peristiwa penculikan yang dilakukan oleh


sejumlah pemuda antara lain Soekarni, Wikana, Aidit dan Chaerul Saleh dari perkumpulan
"Menteng 31" terhadap Soekarno dan Hatta. 
Soekarno dan Hatta dibawa ke Rengasdengklok, Karawang, untuk kemudian
didesak agar mempercepat proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia,sampai dengan
terjadinya kesepakatan antara golongan tua yang diwakili Soekarno dan Hatta serta Mr. Achmad
Subardjo dengan golongan muda tentang kapan proklamasi akan dilaksanakan terutama setelah
Jepang mengalami kekalahan dalam Perang Pasifik. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 16 Agustus
1945. Teks Proklamasi disusun di Rengasdengklok, di rumah seorang Tionghoa, Djiaw Kie
Siong.
Djiaw Kie Siong adalah pemilik rumah di Dusun Bojong, Rengasdengklok, Kabupaten
Karawang, tempat Bung Karno dan Bung Hatta diinapkan oleh para pemuda (Adam Malik,
Chaerul Saleh, Sukarni) yang menculik mereka dan menuntut agar kemerdekaan Indonesia
diproklamasikan segera. Di rumah ini pula naskah proklamasi kemerdekaan Indonesia
dipersiapkan dan ditulis. 
Djiaw adalah seorang petani kecil keturunan Tionghoa. Ia merelakan rumahnya ditempati oleh
para tokoh pergerakan yang kelak menjadi "Bapak Bangsa". Hingga kini rumahnya masih dihuni
oleh keturunannya. keluarga yang menempati rumah bersejarah itu harus rela setiap hari
menunggui rumah mereka demi memberi pelayanan terbaik kepada para tamu yang ingin
mengetahui sejarah perjuangan bangsa.
Membahas tentang rumah sejarah yang terletak di Rengasdengklok ini. Seperti yang
sudah saya katakan rumah sejarah yang terletak di Rengasdengklok ini adalah rumah yang
digunakan oleh Soekarno dan Hatta untuk mempersiapkan naskah proklamasi kemerdekaan
negara Indonesia adalah rumah dari seorang yang bernama Djiaw Kie Siong. Beliau adalah
seorang petani tionghoa. Awalnya rumah sejarah ini berada di dekat sungai. Tetapi, dikarenakan
terjadinya banjir sehingga rumah ini harus dipindahkan. Rumah ini dipindahkan tidak jauh dari
tempat aslinya hanya berbeda sekitar 100 meter. Cara yang digunakan untuk memindahkan juga
benar-benar memindahkan rumah bisa dibilang rumah ini diankat. 
Mereka memindahkan rumah ini dengan mencopot satu-satu dinding rumah dan
memasangnya lagi. Rumah ini masih benar-benar terasa seperti buatan jama dahulu karena tidak
ada bagian rumah yang sama sekali diubah. Untuk kelokasi rumah sejarah ini lumayan sulit bagi
kendaraan beroda empat karena jalan yang dilalui lumayan kecil. Kondisi rumah ini masih sangat
baik seperti rumah-rumah pada umumnya.  Rumah tidak terlihat tua dan terlihat sangat terawat
dengan baik. Rumah memeliki sedikit perbaikan pada engsel pintu. Hanya itu saja yang
diperbaiki oleh pemilik rumah yang masih tinggal disana.
Membahas apa isi dari rumah ini. Yang pertama jika anda masuk ke rumah sejarah
ini anda akan menyadari kalau lantainya bukan dari keramik. Tetapi, dari batu bata. Sudah sangat
jarang atau pun mungkin sudah tidak ada yang rumahnya masih menggunakan lantai batu
bata. Memang pemilik Djiaw Kie Siong rumah sangat ingin mempertahankan keoriginalitas yang
ada dengan tidak mengubah sedikit pun dari rumah ini. Di dalam rumah ini banyak sekali foto-
foto dari  Soekarno dan Hatta. Di setiap sudut ruangan ada foto. Saat memasuki rumah bisa
terlihat ada dua bilik kamar. Kamar-kamar ini adalah kamar yang digunakan oleh Soekarno dan
Hatta untuk tidur dan menginap.  Di atas bilik ada foto yang menunjukan mana kamar Soekarno
dan yang mana kamar Hatta. Kamat yang diatasnya dipasang foto Soekarno berarti itu adalah
kamar Soekarno dan jika diatasnya dipasang foto Hatta maka itu adalah kamar Hatta.
Isi dari rumah sejarah ini masih ada semua mulai dari tempat tidur dan juga kursi-
kursi. Rumah ini masih asli walau sudah dipindahkan dari tepi Sungai Citarum. Namun,
perabotan yang dipakai oleh Bung Karno dan Bung Hatta sudah dibawa ke Museum Wangsit
Siliwangi Bandung Perabotan sekarang ini masih milik Djiaw Kie Siong karena waktu itu masih
memiliki jenis serupa seperti yang dipakai Bung Karno dan Bung Hatta. Tetapi ubin yang ada di
lantai saat ini masih asli. Banyak sekali foto-foto yang dipajang dan juga ada foto Djiaw Kie
Siong. Rumah tersebut masih digunakan untuk sembahyang.
Keluarga Djiaw Kie Siong selalu bersiap di rumah untuk menyambut ramah setiap pengunjung
yang datang. Pertanyaan dari pengunjung pun juga akan dijawab dengan baik sehingga para
pengunjung akan mendapatkan wawasan sejarah mengenai rumah tersebut. 
Keluarga Djiaw Kie Siong sangat ingin melestarikan sejarah Indonesia dari rumah bersejarah ini.
Jika anda ingin mengunjungi rumah bersejarah ini anda tidak perlu khawatir dengan biaya yang
dibutuhkan untuk masuk ke dalam rumah karena anda tidak perlu membayar untuk masuk ke
rumah bersejarah ini. Tetapi di dalam rumah disediakan kotak untuk orang yang mau
mendonasikan atau memberikan uang mereka. Saat ini, rumah tersebut masih dirawat dengan
sangat baik oleh keluarga Djiaw Kie Siong. Pihak  Keluarga masih menjaga aura sejarah dari
rumah bersejarah ini. 
Sang pemilik rumah atau bisa dibilang cucu dari Djiaw Kie Siong mengatakan
bahwa Djiaw Kie Siong tidak memberikan pesan khusus kepada keluarganya sebelum beliau
meninggal. Namun, beliau berpesan agar selalu menjaga rumah ini karena bangunan ini adalah
bangunan yang bersejarah yang pernah ditempati kedua proklamator saat menyusun konsep
proklamasi. Rumah bersejarah ini juga pernah dikunjungi oleh orang-orang terkenal. Salah
satunya adalah jokowi. Rumah ini juga mendapatkan banyak sekali penghargaan karena masih
merawat tempat bersejarah dan membukanya untuk umum tanpa dikenakan biaya masuk.
Jadi seperti itulah rumah bersejarah yang berada di rengasdengklok. Sebagai rakyat
Indonesia seharusnya anda mengunjungi tempat ini karena tempat ini merupakan tempat yang
sangat bersejarah. Dan dengan mengunjungi tempat bersejarah ini, anda dapat mengatahui latar
belakang dari tempat ini, kenapa rumah yang digunakan adalah rumah dari Djiaw Kie Siong. 
Dengan mengunjungi tempat ini anda dapat memperoleh ilmu yang baru. Apa salahnya
menambah ilmu. Banyak sekali orang yang hanya tau tempat rengasdengklok tetapi tidak pernah
mengunjunginya dan tidak tahu bagaimana tempat dan bentuknya.
Sebagai generasi muda, tentunya kita harus memiliki kemampuan yang mampu
untuk mengisi kemerdekaan, sehingga bangsa ini bisa menjadi lebih baik. Generasi muda harus
melihat sejarah agar kita bisa mengisi bangsa ke depan dengan menanamkan jiwa para pahlawan
yang memiliki jiwa bersih dan tulus dalam membangun bangsa. Kita juga harus memiliki jiwa
yang kuat seperti yang ditanamkan oleh para pahlawan. kita harus menjadi spirit dalam
perjalanan bangsa ke depan dan menjadi generasi penerus yang mencintai bangsanya.

3. Sejarah pembantaian Rawagede

Pembantaian Rawagede adalah peristiwa pembantaian penduduk Kampung


Rawagede (sekarang terletak di Desa Balongsari, Rawamerta, Karawang), di antara Karawang
dan Bekasi, oleh tentara Belanda pada tanggal 9 Desember 1947 sewaktu melancarkan agresi
militer pertama. Sejumlah 431 penduduk menjadi korban pembantaian ini.
Ketika tentara Belanda menyerbu Bekasi, ribuan rakyat mengungsi ke arah
Karawang. Pertempuran kemudian berkobar di daerah antara Karawang dan Bekasi,
mengakibatkan jatuhnya ratusan korban jiwa dari kalangan sipil. Pada tanggal 4 Oktober 1948,
tentara Belanda melancarkan pembersihan. Dalam peristiwa ini 35 orang penduduk Rawagede
dibunuh tanpa alasan jelas. Peristiwa ini dikira menjadi inspirasi dari sajak terkenal Chairil
Anwar berjudul Antara Karawang dan Bekasi, tetapi ternyata dugaan tersebut tidak terbukti.
Pada 14 September 2011, Pengadilan Den Haag menyatakan pemerintah Belanda harus
bertanggung jawab dan membayar kompensasi bagi korban dan keluarganya[1].

4. Sejarah Bendungan Walahar

Bendungan Walahar yang terletak di Desa Walahar Kec. Ciampel, Karawang


berbatasan dengan Desa Kutapohaci  ini merupakan salah satu situs peninggalan zaman Belanda.
Dulu dikenal dengan nama Parisdo. Terletak di Desa Walahar Kec. Klari Kab. Karawang dengan
letak astronomis pada koordinat 06° 22′ 973″ S, 107° 21′ 660″.
Bendungan ini menahan aliran Sungai Citarum selebar 50 m, membentuk waduk
seluas 15 ha pada kawasan dataran rendah di pantai utara. Bendungan ini membagi Sungai
Citarum yang difungsikan untuk megatur debit dan sirkulasi air dalam mengairi areal pesawahan
di Karawang. Bagian dasarnya merupakan bagian dari dam, dengan jembatan jalan sekitar 3 m
melintang di atasnya. Pada jembatan ini terdapat semacam bangunan terdiri beberapa ruangan,
dengan bentuk langit-langit di atas jembatan yang melengkung. Pada dinding di atas jalan masuk
terdapat tulisan “Bendung Walahar Kali Tjitarum Mulai Dipakai 30 Nopember 1925 untuk
mengairi sawah luas 87.506 ha”.
Sebagai tempat bersejarah, Bendungan Walahar ini saksi dari bergesernya
peradaban sungai khususnya di Karawang. Setidaknya, Belanda terkenal memiliki keunggulan
dalam system pengairan mempelopori dibuatnya bendungan ini dengan memaksimalkan Sungai
Citarum dan mmbaginya kedalam anak sungai yang disebar kepenjuru Karawang.
Proyek Pengerjaan bendungan ini mulai sejak tahun 1918 dan selesai pada tahun
1925, diawasi oleh seorang ahli perairan berkebangsaan Belanda, C. Swaan koopman. Tujuan
utama pembangunan bendungan ini untuk menunjang sistem irigasi bagi ribuan hektar
persawahan di daerah Karawang yang merupakan pemasok utama kebutuhan beras di Indonesia
pada saat itu. Bendungan ini dilengkapi dengan jalan menghubung ruangan yang ada.
Menurut pada catatan sejarah yang ada, di masa kerajaan, Sungai Citarum
merupakan jalur utama perdaganga dan transportasi, disaat jalur darat memiliki resiko lebih
tinggi. Adanya pelabuhan Karawang yang kini menjadi Alun-Alun Karawang serta peninggalan
candi di Batujaya yang dibangun oleh Kerajaan Tarumanegara menjadi bukti pentingnya Sungai
Citarum sejak dulu.
Di samping fungsi utama Bendungan Walahar untuk mengairi sawah, masyarakat
sekitar juga memfungsikannya untuk keperluan lain, khususnya sebagai sarana rekreasi. Selain
itu, setiap hari libur banyak yang memanfaatkannya untuk memancing atau sekedar melepas
penat dengan menikmati deburan air yang berasal dari dam. Anda tidak perliu khawatir dengan
kenyamanan kunjungan karena bendungan ini juga menyediakan fasilitas wisata kuliner berupa
deretan rumah makan khas Walahar yang menyajikan pepes ikan jambal.

Anda mungkin juga menyukai