Anda di halaman 1dari 32

Universitas Esa Unggul

UNIVERSITAS ESA UNGGUL

LITERATURE REVIEW : PENGARUH BRAIN GYM


TERHADAP PERUBAHAN DAYA INGAT (FUNGSI
KOGNITIF) PADA LANSIA DENGAN DEMENSIA

PROPOSAL SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar S1 keperawatan

NAMA : WAYAN RINDANG SULISTIAWATI


NIM : 20160303015

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU – ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ESA UNGGUL
2020

1
Universitas Esa Unggul

BAB I
PENDAHULUAN

Bab ini menjelaskan latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian dan
manfaat penelitian.

1.1. Latar Belakang


Menurut World Health Organisation (WHO), lansia adalah seseorang yang telah
memasuki usia 60 tahun keatas. Lansia merupakan kelompok umur pada manusia
yang telah memasuki tahapan akhir dari fase kehidupannya. Kelompok yang
dikategorikan lansia ini akan terjadi suatu proses yang disebut Aging Process atau
proses penuaan. Lansia bukanlah penyakit namun merupakan proses alamiah tahap
lanjut dari suatu proses kehidupan yang ditandai dengan kemampuan tubuh untuk
beradaptasi dengan lingkungan, dan umunya mengalami penurunan fungsi-fungsi
biologis, psikologi, sosial, dan ekonomi. Dalam bidang keperawatan disebut istilah
gerontic atau keperawatan gerontik, dimana pendekatannya bukan hanya pada
aspek medis saja tetapi lebih kearah aspek spiritual dan biopsikologi (Tarigan,
2019).

Menurut WHO di Asia Tenggara tahun 2018 populasi lansia sebesar 8% atau
sekitar 132 juta jiwa. Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk usia
lanjut yang tinggi di dunia. Menurut (Survei Sosial Ekonomi Nasional, 2017)
distribusi penduduk lansia Indonesia tahun 2017 terdapat 8,97 % (23,4 juta) lansia
di Indonesia. Lansia berjenis kelamin laki-laki sebanyak 8,48% lebih banyak
jumlah lansia berjenis kelamin perempuan sebanyak 9,47%. Tahun 2020
diperkirakan jumlah Lansia mencapai 28,800,000 (11,34%) dari total populasi.
Sedangkan di Indonesia sendiri pada tahun 2020 diperkirakan jumlah Lansia
mencapai 80.000.000 jiwa (Depkes, 2013) Dimana propinsi dengan jumlah lansia
terbanyak terdapat di Daerah Istimewa Yogyakarta dengan persentase yaitu 13,4 %
dari total populasi. Meningkatnya populasi lansia akan menimbulkan banyak
masalah kesehatan yang terjadi pada lansia baik dari segi fisik maupun psikis, salah
satunya adalah demensia (Yulia dan Syafitria, 2019)

Bertambahnya umur menyebabkan fungsi kognitif menurun. Penurunan


kemampuan kognitif tersebut ditandai dengan banyak lupa merupakan salah satu
gejala awal kepikunan yang terjadi pada lansia. Dampak lanjut dari kemunduran
fungsi kognitif umumnya akan terjadi demensia. Demensia merupakan penyakit
degeneratif akibat kematian sel yang meliputi kemunduran daya ingat dan proses
berpikir. Hal ini akan menjadi masalah pada lansia, ketidak mampuan dalam
melakukan aktifitas normal sehari-hari dan menyebabkan terjadinya
ketergantungan terhadap orang lain untuk merawat diri sendiri, Berdasarkan

2
Universitas Esa Unggul

penelitian yang dilakukkan oleh Baltes, dkk (Santrock, 2000 dalam Turana, 2013)
ditemukan bahwa kecepatan memperoses informasi mengalami penurunan pada
masa lanjut usia. Fungsi kognitif tersebut merupakan hasil interaksi dengan
lingkungan yang di dapat secara formal dari pendidikan maupun non formal dari
kehidupan sehari-hari. Gangguan satu atau lebih fungsi tersebut dapat
menyebabkan gangguan fungsi sosial, pekerjaan, dan aktivitas harian. Otak sebagai
organ kompleks, pusat pengaturan sistem tubuh dan pusat kognitif, merupakan
salah satu organ tubuh yang sangat rentan terhadap proses penuaan atau
degeneratif. Menurut Turana (2013), sampai saat ini pengobatannya belum
memberikan hasil yang diharapkan. Hampir semua obat tidak dapat menghentikan
proses penyakit. Semua mengarah pada pengobatan mengurangi keluhan, tanpa
bias mengatasi akar permasalahan penyakit.

Demensia adalah sindrom klinis dalam bentuk kehilangan memori, bahasa dan
keterampilan komunikasi, kemampuan pengambilan keputusan dan penilaian,
manajemen keuangan, disorientasi, kebingungan, kegelisahan (Kusumaningsih
dkk, 2020).

Menurut data dari WHO (2012) diketahui bahwa 35,6 juta jiwa di dunia menderita
demensia dan pada tahun 2050 mendatang, diperkirakan presentasi dari orang-
orang berusia 60 tahun keatas akan mencapai 22% jumlah populasi dunia. Pada
tahun 2006 ada sekitar satu juta lansia di Indonesia yang mengalami demensia dan
prevalensi wanita lebih banyak dibanding pria (Tantomi, 2013). Seseorang yang
mengalami demensia, akan terjadi penurunan fungsi intelektual yang menyebabkan
deteriorasi (kemunduran) kognisi dan fungsional, sehingga mengakibatkan
gangguan fungsi sosial, pekerjaan dan aktivitas sehari-hari, oleh karena itu aktivitas
sosialnya juga akan terganggu (Kemenkes RI, 2014).

Prevalensi demensia lanjut usia umur 60 tahun atau lebih di DI Yogyakarta


mencapai 20,1%. Semakin meningkatnya umur maka tingkat prevalensi demensia
juga meningkat. Pada umur 60 tahun 1 dari 10 lanjut usia DI Yogyakarta
mengalami demensia. Memasuki usia 70an tahun 2 dari 10 lanjut usia yang
terkena demensia. Ketika memasuki usia 80 tahun, 4-5 dari 10 lanjut usia yang
terkena demensia dan akhirnya saat memasuki usia 90 tahun 7 dari 10 lanjut usia
mengalami demensia. Jika dibandingkan dengan prevalensi pada tingkat global
prevalensi demensia di DI Yogyakarta jauh lebih tinggi (Suriastini, Turana,
Witoelar, Supraptilah, Wicakson, & Dwi, 2016).

Gangguan demensia adalah hilangnya fungsi kognisi seperti daya ingat dan daya
pikir secara multidimensional dan terus-menerus disebabkan oleh kerusakan
organik sistem saraf pusat yang tidak disertai oleh penurunan kesadaran secara
akut. Demensia bukan hal yang alami, melaikan suatu kondisi sakit yang

3
Universitas Esa Unggul

disebabkan oleh kerusakan atau kematian sel-sel otak. Demensia secara umum
dapat dikenali dari gejala penurunan kemampuan berbahasa, ketidak mampuan
mengerjakan keterampiln-keterampilan yang sebelumnya dapat dilakukan, ketidak
mampuan atau kesulitan berfikir abstrak, kesulitan dalam mengerjakan pekerjaan
sehari-hari, perubahan kepribadian, tidak mampu membuat rencana dan keputusan
serta kehilangan inisiatif. Pada beberapa kasus, demensia menyebabkan depresi.
Demensia adalah sindrom terjadinya penurunan memori, berpikir, perilaku, dan
kemampuan melakukan kegiatan sehari-hari pada seseorang (Kusuma, 2017).
Upaya yang dilakukan untuk mencegah dan menghambat penurunan fungsi
kognitif dapat melalui terapi farmakologis dengan menggunakan obat-obatan, serta
melalui terapi non farmakologis seperti aktivitas fisik (senam otak), aktivitas
mental dan aktivitas sosial (Yuliati, 2017).

Brain gym adalah salah satu metode untuk meningkatkan fungsi kognitif pada
orang tua. Menurut Munir (2015) latihan ini bisa merangsang aktivitas fisik dan
otak yang baik. Senam otak adalah serangkaian gerakan sederhana yang dilakukan
untuk merangsang kerja dan fungsi otak secara maksimal. Awalnya senam otak
dimanfaatkan untuk anak yang mengalami gangguan hiperaktif, kerusakan otak,
sulit konsentrasi dan depresi. Namun dalam perkembangannya setiap orang bisa
memanfaatkannya untuk beragam kegunaan (Dennison, 2006) dalam (Basuki et al.,
2018). Saat ini, di Amerika dan Eropa, senam otak sedang digemari. Banyak orang
yang merasa terbantu melepaskan stres, menjernihkan pikiran, meningkatkan daya
ingat, dan sebagainya. Brain gym (senam otak) dilakukan dengan cara
menstimulasi gelombang otak melalui gerakan-gerakan ringan dengan permainan
melalui olah tangan dan kaki (Dennison, 2006) dalam (Basuki et al., 2018)

Penelitian Yusuf, dkk (2010) yang menyatakan bahwa ada pengaruh senam otak
untuk meningkatkan kognitif fungsi pada lansia berumur 60–75 tahun. Bedanya
dengan penelitian sebelumnya adalah penelitian ini dilakukan pada orang tua yang
mengalami demensia dan melihat tingginya prevalensi demensia serta dampak dari
penurunan kognitif, sehingga pentingnya mengembangkan intervensi yang efektif
bagi lansia dengan demensia, penanganan demensia dengan menggunakan obat
menyebabkan efek samping, pendekatan lain yang bias dilakukan untuk
mengurangi prilaku tersebut adalah dengan terapi musik merupakan intervensi
teraupetik dalam terapi komplementer. Terapi musik ini diharapkan dapat
meningkatkan kognitif pada lansia dengan demensia. Berdasarkan masalah diatas,
banyak penelitian tentang penggunaan terapi musik dalam meningkatkan kognitif
pada lansia dengan demensia. Penelitian tersebut diambil untuk dilakukan analisis
melalui literature review.

4
Universitas Esa Unggul

1.2. Rumusan Masalah


Apakah ada pengaruh senam otak terhadap perubahan fungsi kognitif pada lansia
dengan demensia.

1.3. Tujuan Umum


Penelitian ini bertutujuan untuk menganalisis dan mensintesis penelitian
sebelumnya terkait pengaruh senam otak terhadap perubahan fungsi kognitif pada
lansia dengan demensia.

1.4. Tujuan Khusus


1.4.1 Mengetahui literature artikel hasil penelitian yang mengidentifikasi
efektivitas pengaruh senam otak.
1.4.2 Mengetahui literature artikel hasil penelitian yang mengidentifikasi
efektivitas fungsi kognitif pada lansia.

1.5 Manfaat Penelitian


Hasil penelitian ini di harapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak,
yaitu :
1.5.1 Bagi Institusi Pendidikan
Penelitian ini diharapkan menjadi masukan bagi institusi pendidikan
khususnya prodi keperawatan dalam mengembangkan kurikulum
pendidikan keperawatan gerontik yang terkait pengaruh senam otak
terhadap perubahan fungsi kognitif pada lansia dangan demensia.
1.5.2 Bagi Pelayanan Kesehatan
Dengan adanya penelitian ini menjadi bahan informasi penting bagi
pelayanan kesehatan dan tenaga kesehatan dalam mengembangkan
program lansia untuk menangani lansia dengan demensi.
1.5.3 Bagi Penelitian Lain
Dengan adanya penelitian ini menjadi data baseline bagi peneliti
selanjutnya yang akan melakukan penelitian lanjutan dan sebagai data
dasar bagi peneliti selanjutnya yang akan melakukan penelitian dengan
focus pengembangan program berbasis teori.

5
Universitas Esa Unggul

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini menjelaskan konsep lansia, demensia,brain gym, pembaruan


(Novelty), kerangka teori dan hipotesis.

2.1. Konsep Lansia


Lansia merupakan proses akhir yang akan dilalui setiap orang. Pada tahap ini
manusia mengalami banyak perubahan baik secara fisik maupun mental,
dimana terjadi kemunduran dalam berbagai fungsi dan kemampuan yang
pernah dimilikinya. Pada sub bab ini menjelaskan definisi lansia, batasan
umur lansia, proses penuaan, faktor yang mempengaruhi proses penuaan,
perubahan akibat proses penuaan dan masalah pada proses penuaan.

2.1.1 Definisi Lansia


Menurut UU Nomor 13 Tahun 1998 lansia adalah seseorang yang telah
mencapai usia 60 tahun ke atas (Silviyana, 2018). Lansia adalah fase
akhir dari rentang kehidupan. Penuaan adalah proses yang normal
terjadi dan akan dialami oleh semua orang. Perubahan yang terjadi
selalu berkaitan dengan waktu. Proses dimulai sejak lahir dan terus
berjalan sepanjang siklus kehidupan (Mujahidullah, 2012).

Dari pengertia diatas yang telah diuraikan maka dapat peneliti


simpulkan bahwa lanjut usia (lansia) adalah individu atau seseorang
yang telah berusia di atas 60 tahun yang mengalami penurunan fungsi
tubuh sehingga tidak berdaya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya
sendiri dalam sehari-hari.

2.1.2 Batasan Umur Lansia


Menurut WHO (World Health Organization) pada tahun 2015
mengkategorisasikan lansia dengan batasan-batasan yang meliputi: usia
pertengahan (middle age) antara usia 45 tahun samapai 59 tahun, lanjut
usia (elderly) antara usia 60 tahun sampai 74 tahun, lanjut usia tua (old)
usia 75 sampai 90 tahun, dan usia sangat tua (very old) yakni usia 90
tahun keatas. Menurut Undang–Undang Republik Indonesia No. 13
tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut usia, yang dimaksud dengan
Lanjut Usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke
atas. Rentang usia lansia adalah Pra lansia (45–59 tahun), Lansia 60–69
tahun), Lansia risti (>70 tahun / 60 tahun dengan masalah kesehatan).

2.1.3 Proses Penuaan

6
Universitas Esa Unggul

Proses penuaan adalah suatu siklus kehidupan yang di tandai dengan


tahapan-tahapan menurunnya berbagai fungsi organ tubuh atau proses
menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk
memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi
normalnya (Azizah, 2011). Proses menua merupakan proses sepanjang
hidup, tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai
sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah
yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupan yaitu anak,
dewasa dan tua (Nugroho, 2006 dalam Kholifah, 2016). Proses menua
setiap individu pada organ tubuh juga tidak sama cepatnya. Terkadang
orang yang belum lansia (muda) tetapi sudah mengalami kekurangan-
kekurangan yang menyoloh atau diskrepansi (Muhith dan Siyoto,2016).

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Menua merupakan


proses alamiah yang dialami pada tahap kehidupan, dimana
kemampuan jaringan untuk melakukan fungsinya sudah menurun secara
perlahan-lahan dan akan terus berlanjut hingga berakhir dengan
kematian, dimana daya tahan tubuh sudah menurun terlihat juga pada
aspek biologis yang mana terlihat pada kulit yang mulai mengendur,
rambut yang memutih, gigi yang mulai ompong, pergerakan melambat,
pendengaran kurang jelas, penglihtan mulai tidak jelas, bentuk tubuh
yang tidak proporsional.

2.1.4 Faktor Yang Mempengaruhi Proses Penuaan


Menurut Siti Bandiyah (2009) dalam Muhith dan Siyoto (2016)
penuaan dapat terjadi secara fisiologis dan patologis. Penuaan yang
terjadi 22 sesuai dnegan kronologis usia. Fakor yang mempengaruhi
yaitu hereditas atau genetik, nutrisi atau makanan, status kesehatan,
pengalaman hidup, lingkungan, dan stres.
1. Hereditas atau genetik
Kematian sel merupakan seluruh program kehidupan yang dikaitkan
dengan peran DNA yang penting dalam mekanisme pengendalian fungsi
sel. Secara genetik, perempuan ditentukan oleh sepasang kromosom X
sedangkan laki-laki oleh satu kromosom X. Kromosom X ini ternyata
membawa unsur kehidupan sehingga perempuan berumur lebih panjang
daripada laki-laki.
2. Nutrisi/Makanan
Berlebihan atau kekurangan mengganggu keseimbangan reaksi
kekebalan tubuh pada lansia.
3. Status kesehatan
Penyakit yang selama ini dikaitkan dengan proses penuaan,
sebenarnya bukan disebabkan oleh proses menuanya sendiri, tetapi
lebih disebabkan oleh faktor luar yang merugikan yang berlangsung

7
Universitas Esa Unggul

tetap dan berkepanjangan.


4. Pengalaman hidup
a. Paparan sinar matahari: kulit yang tak terlindungi sinar matahari
akan mudah ternoda oleh flek, kerutan, dan menajdi kusam.
b. Kurangnya dalam berolahraga : olahraga itu sendiri dapat
membantu pembentukan otot dan melancarkan sirkulasi darah.
c. Mengkonsumsi alkohol: alkohol dapat memperbesar pembuluh
darah kecil pada kulit dan menyebabkan peningkatan alirah darah
dekat permukaan kulit.
5. Lingkungan
Proses menua secara biologis berlangsung secara alami dan tidak
dapat dihindari, tetapi seharusnya dapat tetap dipertahankan dalam
status sehat.
6. Stres
Tekanan kehidupan sehari-hari dalam lingkungan rumah, pekerjaan,
ataupun masyarakat yang tercermin dalam bentuk gaya hidup akan
berpengaruh terhadap proses penuaan.

2.1.5 Perubahan Yang Terjadi Pada Lansia


a. Perubahan fisik
Perubahan fisik yang terjadi pada lansia menurut Kholifah
(2016):
1) Sistem indra.
2) Sistem integument.
3) Sistem muskulokeletal.
4) Sistem kardiovaskuler.
5) Sistem respirasi.
6) Pencernaan dan metabolisme.
7) Sistem perkemihan.
8) Sistem saraf.
9) Sistem reproduksi.
b. Perubahan mental
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental (Kholifah,
2016):
1) Pertama-tama perubahan fisik, khususnya organ perasa.
2) Kesehatan umum.
3) Tingkat pendidikan.
4) Keturunan (hereditas).
5) Lingkungan.
6) Gangguan syaraf panca indera, timbul kebutaan dan
ketulian.

8
Universitas Esa Unggul

7) Gangguan konsep diri akibat kehilangan kehilangan


jabatan.
8) Rangkaian dari kehilangan, yaitu kehilangan hubungan
dengan teman dan family.
9) Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan
terhadap gambaran diri, perubahan konsep diri.
c. Perubahan spiritual
Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam
kehidupannya. Lansia semakin matang (mature) dalam
kehidupan keagamaan, hal ini terlihat dalam berfikir dan
bertindak sehari-hari.
d. Perubahan psikososial
1) Kesepian.
2) Duka cita (Bereavement).
3) Depresi.
4) Gangguan cemas.
5) Parafrenia.
6) Sindroma Diogenes.
e. Perubahan Fungsi Kognitif
1) Memory (Daya ingat, Ingatan).
2) IQ (Intellegent Quotient).
3) Kemampuan Belajar (Learning).
4) Kemampuan Pemahaman (Comprehension).
5) Pemecahan Masalah (Problem Solving).
6) Pengambilan Keputusan (Decision Making).
7) Kebijaksanaan (Wisdom).
8) Kinerja (Performance).
9) Motivasi (Kholifah, 2016).
Penurunan fungsi kognitif ini terdiri dari normal, mild cognitive
impairment dan demensia (Sundariyati, Ratep, & Westa, 2014).
Pada dasarnya, fungsi kognitif akan mengalami penurunan
secara normal seiring dengan penambahan usia. Selain itu, ada
faktor risiko yang dapat memengaruhi penurunan fungsi kognitif
yaitu keturunan dari keluarga, tingkat pendidikan, cedera otak,
racun, tidak melakukan aktivitas fisik, dan penyakit kronik
seperti parkinson, jantung, stroke serta diabetes (Sauliyusta &
Rekawati, 2016). Demensia mempengaruhi cara berpikir,
kelakuan dan kemampuan untuk melakukan pekerjaan biasa
sehari-hari. Fungsi otak cukup banyak terpengaruh sehingga
mengganggu pergaulan dan pekerjaan normal penderita
(Alzheimer's Australia, 2016).

2.2. Konsep Demensia


2.2.1 Definisi Demensia

9
Universitas Esa Unggul

Demensia adalah sindrom penurunan kognitif dan fungsional, biasanya


terjadi di kemudian hari sebagai akibat neurodegenarif dan proses
serebrosvaskuler (Killin, 2016). Demensia merupakan penyakit
degeneratif yang sering menyerang pada orang yang berusia diatas 60
tahun. Demensia adalah kondisi dimana hilangnya kemampuan
intelektual yang menghalangi hubungan sosial dan fungsi dalam
kehidupan sehari-hari. Demensia bukan merupakan bagian dari proses
penuaan yang normal dan bukan sesuatu yang pasti akan terjadi dalam
kehidupan mendatang, demensia dapat juga di sebabkan pleh
bermacammacam kelainan otak. Hampir 55% penderita demensia
disebabkan oleh Alzheimer, 25- 35% karena strokedan 10-15% karena
penyebab lain, banyak demensia yang diobati meskipun sangat sedikit
darinya yang dapat disembuhkan (Asrori dan putri, 2014).

2.2.2 Tanda dan Gejala Demensia


Menurut Asrori dan putri (2014), menyebutkan ada beberapa tanda dan
gejala yang dialami pada Demensia antara lain :
1. Kehilangan memori
Tanda awal yang dialami lansia yang menderita demensia
adalah lupa tentang informasi yang baru di dapat atau di
pelajari, itu merupakan hal biasa yang diamali lansia yang
menderita demensia seperti lupa dengan pentujuk yang
diberikan, nama maupun nomer telepon, dan penderita demensia
akan sering lupa dengan benda dan tidak mengingatnya.
2. Kesulitan dalam melakukan rutinitas pekerjaan
Lansia yang menderita Demensia akan sering kesulitan untuk
menyelesaikan rutinitas pekerjaan sehari-hari. Lansia yang
mengadalami Demensia terutama Alzheimer Disease mungkin
tidak mengerti tentang langkahlangkah dari mempersiapkan
aktivitas sehari-hari seperti menyiapkan makanan, menggunkan
perlatan rumah tangga dan melakukan hobi.
3. Masalah dengan bahasa
Lansia yang mengalami Demensia akan kesulitam dalam
mengelolah kata yang tepat, mengeluarkan kat-kata yang tidak
biasa dan sering kali membuat kalimat yang sulit untuk di
mengerti orang lain.
4. Disorientasi waktu dan tempat
Mungkin hal biasa ketika orang yang tidak mempunyai penyakit
Demensia lupa dengan hari atau diaman dia berada, namun
dengan lansia yang mengalami Demensia akan lupa dengan
jalan, lupa dengan dimana mereka berada dan baimana mereka

10
Universitas Esa Unggul

bisa sampai ditempat itu, serta tidak mengetahui bagaimana


kebali kerumah.
5. Tidak dapat mengambil keputusan
Lansia yang mengalami Demensia tidak dapat mengambil
keputusan yang sempurna dalam setiap waktu seperti memakai
pakaian tanpa melihat cuaca atau salah memakai pakaian, tidak
dapat mengelolah keuangan.
6. Perubahan suasana hati dan kepribadian
Setiap orang dapat mengalami perubahan suasan hati menjadi
sedih maupun senang atau mengalami perubahan perasaann dari
waktu ke waktu, tetapi dengan lansia yang mengalami demensia
dapat menunjukan perubahan perasaan dengan sangat cepat,
misalnya menangis dan marah tanpa alasan yang jelas.
Kepribadian seseorang akan berubah sesuai dengan usia, namun
dengan yang dialami lansia dengan demensia dapat mengalami
banyak perubahan kepribadian, misalnya ketakutan, curiga yang
berlebihan, menjadi sangat bingung, dan ketergantungan pada
anggota keluarga.

2.2.3 Faktor Penyebab Demensia


Menurut Bich et al (2019) Faktor-faktor yang menyebabkan demensia
yaitu :
1. Jenis kelamin
2. Usia
3. Tingkat pendidikan tertinggi: dikategorikan ke dalam lima
kelompok sesuai dengan sistem pendidikan yang terdiri dari
buta huruf, sekolah dasar, sekolah menengah, sekolah menengah
atau sekolah kejuruan, dan lebih tinggi dari sekolah menengah
(yaitu, perguruan tinggi atau lebih tinggi).
4. Pola makan yang tidak sehat,
5. Aktif merokok
6. Tingkat aktivitas fisik: dinilai dengan bertanya kepada peserta
apakah mereka saat ini terlibat dalam aktivitas fisik kebiasaan
atau pekerjaan pada tingkat intensitas apa pun termasuk latihan
harian atau aktivitas fisik di tempat kerja.
7. Riwayat penyakit yang di derita seperti tekanan darah tinggi,
stroke, cedera kepala dan depresi. 

2.2.4 Jenis-Jenis Demensia


Menurut Kusuma (2017) Demensia Yang Paling Umum Terjadi :
1. Demensia tipe alzheimer

11
Universitas Esa Unggul

Demensia Alzheimer adalah tipe demensia yang paling sering


terjadi dengan persentase 60-80 % kasus. Pada gejala klinis
awal, penderita menunjukan tanda-tanda kesulitan dalam
mengingat nama dan peristiwa yang baru saja terjadi, apatis, dan
mengalami depresi. Pada geja lanjut, mengalami disorientasi,
kebingungan, perubahan tingkah laku, kesulitan berbicara, sulit
menelan dan berjalan. Secara garis besar kasus demensia dalam
penyakit alzheimer adalah penurunan fungsi otak secara
berangsur-angsur karena terjadi pengecilan atau hilangnya sel-
sel otak.
2. Demensia vaskuler
Demensi vaskuler dahulu terkenal dengan nama multi-infarct
atau post stroke dementia. Demensia jenis ini lebih jarang
terjadi dibandingkjan dengan penyakit Alzheimer, tetapi
merupakan bentuk paling umum kedua dari demensia setelah
penyakit Alzheimer. Ada dua jenis demensia vaskuler yang
paling umum, yaitu demensia multi-infract dan penyakit
binswanger, demensia multi-infract disebabkan oleh serangan
otak (stroke ringan) disebut ministroke atau Transient Ichaemic
Attack (TIA), sedangkan penyakit Binswanger yang disebabkan
demensia vaskuler subkortikal disebabkan oleh penebalan
pembuluh darah dan aliran darah yang tidak memadai serta
tekanan darah tinggi, penyaki Binswanger menunjukan
demensia progresif yang riwayatnya kadangkala dihubungkain
selain riwayat stroke, juga hipertensi dan kadang-kadang
diabetes militus. Stroke dapat menimbulkan demensian apabila
jaringan otak yang rusak mencapai 50-100 gram, pada kondisi
ini disebut multifarc dementia. Meskipun demikian, stroke
belum tentu menimbulkan demensia. Pada gejala awal,
penderita demensia vaskuler akan menunjukan tanda-tanda
kelemahan dalam menilai dan berencana. Demensia vaskuler
mungkin serupa dengan penyakit Alzheimer, campuran antar
kedua penyakit inioun bisa terjadi dapat menimpa seorang
individu. Faktor resiko demensia vaskuler terkait dengan stroke,
hipertensi, diabetes, dan hiperkolestrolemia.

12
Universitas Esa Unggul

3. Demensia dengan Lewy bodies (DLB)


Seseorang yang mengalami DLB menunjukan gejala umum
seperti dalam demensia Alzheimer, tetapi lebih banyak
menunjukan gejala gangguan pada tidur, mengalami halusinasi
(melihat sesuatu yang tidak ada), kekuatan otot, dan kondisinya
cenderung berubah-ubah secara cepat, terkadang dari hitungan
jam ke jam atau dari hari kehari. Lewy bodies adalah
pengumpulan yang tidak normal dari alpha-synuclein protein.
Saat pengumpulan tersebut berkembang di otak disebut cortex
dan dapat menyebabkan demensia. Kumpulan lewy bodies
berbentuk bola yang diduga menyebabkan kematian sel-sel otak.
Kumpulan dari alpha-synuclein juga terdapat pada otak
seseorang yang menderita penyakit parkinson, tetapi muncul
dengan pola yang berbeda dari DLB. Perubahan otak karena
DLB dapat menyebabkan demensia atau dapat muncul bersama
dengan perubahan yang disebabkan oleh penyakit Alzheimer
atau demensia vaskuler. Penderita lewy bodies menunjukan efek
yang menyimpang ketika diberi pengobatan dengan antipsikotik.
4. Fronto temporal lobar degeneration (FTLD)
FTLD adalah nama kelompok adalah nama kelompok demensia
yang terjadi proses kemunduran lobus frontal atau temporal
otak, dua sekaligus atau satu diantara keduanya. Termasuk
dalam kelompok ini diantaranya fronto temporal demensia,
progressive non-Fluent Aphasia, semantic demensia, dan
penyakit Pick. Progressive non-Fluent Aphasia adalah penderita
secara berlahan-lahan kehilangan kemampuan untuk berbicara,
sedangkan semantic demensia, yaitu penderita tidak mampu
memahami arti dari kata-kata. FTLD sepertinya berkaitan
dengan riwayat gen atau faktor keturunan, mereka yang
mewarisinya sering mengalami mutasi gen.
5. Demensia pada penyakit Huntington

13
Universitas Esa Unggul

Penyakit yang disebabkan karena faktor genetik, penyebabnya


adalah kemunduran otak yang terjadi berlahan-lahan dan
menimbulkan dampak pada pikiran dan fungsi tubuh secara
luas. Gejala penurunan kemampuan berfikir dan pergerakan
anggota badan, otot wajah tidak teratur, tidak terkendali,
perubahan kepribadian, gangguan ingatan, berbicara dengan
kata-kata yang tidak jelas. Secara medis tidak ada obat yang
dapat menghentikan jalannya penyakit Hutington.
6. Demensia Creutzfeldt-Jacob
Penyakit Creutzfeldt-Jacob adalah penyakit menyerang otak
yang angka kejadiannya jarang, tetapi berakibat fatal,
disebabkan oleh partikel protein yang dinamakan prion. Gejala
awal dapat berupa tidak dapat mengingat, tingkah laku berubah,
tidak dapat mengingat, tingkah laku berubah, dan gerakan tubuh
tidak dapat terkoordinasi dengan baik, pada taraf lanjut, gejala
dapat meningkat menjadi proses kemunduran mental menjadi
semakin jelas, gerakan tubuh menjadi semakin tidak teratur,
besar kemungkinan menjadi buta, organ kaki dan lengan
melemah hingga akhirnya hilang kesadaran.Terjadi pada
penderita yang telah berumur 60 tahun keatas dan orang yang
menderita penyakit ini akan meninggal dalam kurun waktu 1
tahun.
7. Sindrom korsakoff (demensia terkait alkohol)
Demensia jenis ini terjadi karena konsumsi minum-minuman
keras yang terlalu berlebihan ditambah dengan kondisi
kekurangan vitamin B1 (thiamine). Konsumsi alkohol
berlebihan dan kekurangan thiamine akhirnya menyebabkan
kerusakan otak yang tidak dapat diperbaiki lagi, gangguan pada
otak menyebabkan gangguan pada fungsi mengingat,
merencanakan, mengatur, menurunnya, kemampuan
bersosialisasi dan keseimbangan tubuh. Penyebabnya dapat
diketahui, demensia jenis ini dapat dicegah, konsumsi thiamine

14
Universitas Esa Unggul

besar kemungkinan dapat membantu dan meringankan gejala


penyakit ini.
8. Demensia terkait dengan HIV
Demensia jenis ini disebabkan oleh infeksi dari human
immunodeficiency virus (HIV) yang menjadi penyebab AIDS,
tipe demensia jenis ini umumnya terlihat dari gejala penurunan
memori, apatis, ketidak mampuan menyesuaikan diri, dan susah
berkonsentrasi juga mengalami masalah dalam gerak tubuh.
Demensia terkait HIV tidak ada perawatan secara khusus untuk
menolongnya, tetapi obat-obat AIDS dapat menunda serangan
dari penyakit dan membantu menurunkan gejala yang terjadi,
keadaan demensia pada usia lanjut tidak terjadi serta merta,
tetapi secara berangsur-angsur. Proses ini melalui rangkaian
kesatuan yang dimulai dari senescence, berkembang menjadi
senility yang disebut dengan kondisi predemensia, selanjutnya
menjadi demensia. Rangkaiannya kurang lebih dimulai pada
umur 50-60 tahun dengan tahap perburukan berlangsung terus-
menerus yang sering berakhir dengan kematian, meskipun
demikian usia awitan percepatan perburukan tergantung dari
tipe demensia dan kategori diagnostik dari masing-masing
individu.

2.2.5 Tahapan Demensia


Menurut WHO (2012), Demensia memengaruhi setiap orang dengan
cara yang berbeda, tergantung pada dampak penyakit dan pra-
morbiditas seseorang kepribadian. Masalah yang terkait dengan
demensia dapat dipahami dalam tiga tahap :
1. Tahap awal
Tahap awal sering diabaikan. Keluarga dan teman (dan
terkadang profesional sebagai baik) melihatnya sebagai "usia
tua", hanya bagian normal dari proses penuaan. Karena penyakit
ini bertahap, sulit untuk memastikan secara pasti kapan dimulai.
Menjadi pelupa, mengalami kesulitan dengan komunikasi,
seperti kesulitan dalam menemukan kata-kata, tersesat di
tempat-tempat yang biasa dikunjungi, Kehilangan jejak waktu,

15
Universitas Esa Unggul

termasuk bulan, tahun dan musim, memiliki kesulitan membuat


keputusan dan penanganan keuangan pribadi, memiliki kesulitan
menjalankan kompleks tugas rumah tangga. Suasana hati dan
perilaku dapat menjadi kurang aktif dan kurang termotivasi serta
kehilangan minat dalam kegiatan seperi hobi, dapat
menunjukkan perubahan suasana hati, termasuk depresi atau
kecemasan, kadang-kadang dapat bereaksi luar biasa marah atau
agresif.
2. Tahap tengah
Seiring perkembangan penyakit, keterbatasan menjadi lebih
jelas dan lebih membatasi. Menjadi sangat pelupa, terutama
nama orang yang baru dikenal. Memiliki kesulitan memahami
waktu, tanggal, tempat dan acara; mungkin hilang di rumah
serta di masyarakat. Semakin banyak kesulitan dengan
komunikasi (pidato dan pemahaman), butuh bantuan dengan
perawatan pribadi (misalnya toileting,mencuci, berpakaian).
Tidak berhasil menyiapkan makanan, memasak, membersihkan
atau berbelanja, tidak bisa hidup sendiri dengan aman tanpa
banyak dukung. Perubahan perilaku mungkin termasuk
mengembara, pertanyaan berulang, memanggil, menempel,
gangguan tidur, halusinasi (melihat atau mendengar hal-hal
yang tidak ada). Dapat menampilkan perilaku yang tidak pantas
di rumah atau di komunitas (misalnya disinhibition, agresi).
3. Tahap terakhir
Tahap akhir adalah salah satu dari ketergantungan total dan
tidak aktif. Gangguan memori sangat serius dan sisi fisik
penyakitnya menjadi lebih jelas. Biasanya tidak mengetahui
waktu dan tempat, memiliki kesulitan memahami apa yang
terjadi di sekitar mereka, tidak dapat mengenali saudara, teman
dan benda yang sudah dikenal. Tidak bisa makan tanpa bantuan,
mungkin punya kesulitan menelan, meningkatnya kebutuhan
akan perawatan mandiri yang dibantu (mandi dan berpakaian).
Dapat mengalami inkontinensia kandung kemih dan usus,
perubahan mobilitas, mungkin tidak bisa berjalan atau terbatas
pada kursi roda atau tempat tidur. Perubahan perilaku, dapat
meningkat dan termasuk agresi terhadap pengasuh, agitasi
nonverbal (menendang, memukul, menjerit atau mengerang),
tidak dapat menemukan jalannya di dalam Rumah.

2.2.6 Tingkatan Demensia


Tingkatan kondisi menurut Gluhm et all (2013) dibagi menjadi 3 yaitu:
1. Demensia dengan Kondisi Baik

16
Universitas Esa Unggul

Demensia yang dikatakan demensia sedang yaitu yang memiliki


skor MMSE lebih 34 yang artinya lansia dalam kondisi ini
masih mempunyai daya ingat yang tinggi.
2. Demensia Sedang
Demensia yang dikatakan demensia sedang yaitu yang memiliki
skor MMSE 18- 23 yang artinya fungsi memori yang terganggu
bisa menyebabkan lupa akan hal baru yang dialami.
3. Demensia Buruk
Demensia yang dikatakan buruk yang memiliki skor
pemeriksaan MMSE dibawah 17 seperti disorintasi, gangguan
bahasa, mudah bingung, dan mengalami penurunan fungsi
kognitif lebih berat sehingga penderita pada kondisi ini tidak
dapat melakukan kegiatan sampai selesai, mengalami gangguan
visuospasial, tidak mengenali anggota keluarganya (Gluhm et
all,2013). Salah satu upaya untuk menghambat kemunduran
kognitif akibat penuaan yaitu dengan melakukan gerakan
olahraga atau latihan fisik. Latihan yang dapat meningkatkan
potensi kerja otak yakni meningkatkan kebugaran fisik secara
umum dalam bentuk melakukan brain gym (Surahmat, 2017)

2.3 Konsep Brain Gym


2.3.1 Definisi Brain Gym
Brain gym menurut Pratiwi dalam Septianti (2016) merupakan salah
satu stimulasi langkah preventif untuk mengoptimalkan, merangsang
fungsi otak menjadi semakin relevan pada lansia, dan memperlancar
aliran darah serta oksigen ke otak. Brain Gym mudah dilakukan karena
membutuhkan waktu singkat yaitu 10 menit; gerakan sederhana; dengan
menggunakan bahan sederhana seperti kertas, pulpen dan kursi dalam
melakukannya.

2.3.2 Manfaat Brain Gym


Manfaat brain gym menurut Dennison (2003) menyatakan bahwa
dengan melakukan brain gym dapat meningkatkan kemampuan
kognitif termasuk daya ingat dengan menggunakan seluruh fungsi otak
melalui pembaruan gerakan tertentu yang membuka bagian-bagian
otak yang sebelumnya tertutup atau terhambat. Widianti dan
Proverawati (2010) juga mengatakan senam otak meningkatkan
kemampuan kognitif (kewaspadaan, konsentrasi, kecepatan, persepsi,
belajar, memori, pemecahan masalah, dan kreativitas), selain itu dapat
menyelaraskan kemampuan beraktivitas dan berpikir pada saat yang
bersamaan, meningkatkan keseimbangan atau harmonisasi antara
kontrol emosi dan logika, mengoptimalkan fungsi kinerja panca indera,

17
Universitas Esa Unggul

menjaga kelenturan dan keseimbangan tubuh, juga dapat


meningkatkan daya ingat dan pengulangan terhadap huruf atau angka
atau kalimat, mengurangi kesalahan membaca, memori, hingga
mampu meningkatkan respon terhadap rangsangan visual.

2.3.3 Gerakan Brain Gym


Menurut penelitian Dr. Yuda Turana ditemukan bahwa senam otak
seminggu 2 kali dalam waktu 2 bulan terdapat pengaruh dalam kognitif
lansia terutama dalam fungsi memori atau daya ingat (kemenkes RI,
2015).

DIMENSI LATERALIS
Gerakan Cara melakukan gerakan dan
fungsinya
Cara melakukan gerakan :
Menggerakkan tangan kanan dan tangan
kiri bersamaan kearah kanan di ikuti
dengan kaki kanan ditekuk mengarah ke
kiri. Untuk menyeberang garis tengah
sebaiknya tangan menyentuh lutut yang
berlawanan.
Fungsinya :
a. Meningkatkan koordinasi
kiri/kanan
b. Memperbaiki pernafasan dan
stamina
1. Gerak Silang c. Memperbaiki koordinasi dan
kesadaran tentang ruang dan
gerak.
d. Memperbaiki pendengaran dan
penglihatan.

18
Universitas Esa Unggul

Cara melakukan gerakan :


Gerakan dengan membuat angka
delapan tidur di udara, tangan mengepal
dan jari jempol ke atas, dimulai dengan
menggerakkan kepalan tangan kiri ke
sebelah kiri atas dan membentuk angka
delapan tidur. Diikuti dengan gerakan
mata melihat ke ujung jari jempol.
Buatlah angka 8 tidur 3 kali setiap
2. Gerakan angka 8 tidur tangan dan dilanjutkan 3 kali dengan
kedua tangan.
Fungsinya :
a. Melepaskan ketegangan mata,
tengkuk, dan bahu pada waktu
memusatkan perhatian dan
meningkatkan kedalaman
persepsi
b. Meningkatkan pemusatan,
keseimbangan dan koordinasi.

Cara melakukan gerakan :


Menggambar dengan kedua tangan pada
saat yang sama, ke dalam, ke luar, ke
atas dan ke bawah. Coretan ganda
dalam bentuk nyata seperti : lingkaran,
segitiga, bintang, hati, dsb. Lakukan
dengan kedua tangan.
Fungsinya :
a. Kesadaran akan kiri dan
kanan.
b. Memperbaiki penglihatan
perifer
3. Gerakan coretan ganda c. Kesadaran akan tubuh,
koordinasi, serta keterampilan
khusus tangan dan mata.
d. Memperbaiki kemampuan
olahraga dan keterampilan
gerakan.

19
Universitas Esa Unggul

DIMENSI PEMFOKUSAN
Cara melakukan gerakan :
Urutlah otot bahu kiri dengan tangan
kanan. Tarik napas saat kepala berada
di posisi tengah, kemudian embuskan
napas ke samping atau ke otot yang
tegang sambil relaks. Ulangi gerakan
dengan arah sebaliknya.
Fungsinya :
a. Melepaskan ketegangan tengkuk
dan bahu yang timbul karena
stress.
4. Gerakan burung hantu
b. Menyeimbangkan otot leher dan
tengkuk (Mengurangi sikap
tubuh yang terlalu condong ke
depan).
c. Menegakkan kepala (Membantu
mengurangi kebiasaan
memiringkan kepala atau
bersandar pada siku.
Cara melakukan gerakan :
Luruskan satu tangan ke atas, tangan
yang lain ke samping telinga memegang
tangan yang ke atas. Buang napas pelan,
sementara otot-otot diaktifkan dengan
mendorong tangan keempat jurusan
(depan, belakang, dalam dan luar),
sementara tangan yang satu menahan
5. Gerakan mengaktifkan dorongan tersebut.
tangan Fungsinya :
a. Peningkatan fokus dan
konsentrasi tanpa fokus
berlebihan.
b. Pernafasan lebih lancar dan
sikap lebih santai.
c. Peningkatan energi pada tangan
dan jari

20
Universitas Esa Unggul

Cara melakukan gerakan :


Kaki kanan ditekuk diletakkan di atas
paha kiri Cengkeram tempat-tempat
yang terasa sakit di pergelangan kaki,
betis dan belakang lutut, satu persatu,
sambil pelan-pelan kaki dilambaikan
atau digerakkan ke atas dan ke bawah
dan dengan arah sebaliknya.
6. Gerak lambaian kaki Fungsinya :
a. Sikap tubuh yang lebih tegak
dan relaks.
b. Lutut tidak kaku lagi.
c. Kemampuan berkomunikasi dan
memberi respon meningkat.

Cara melakukan gerakan :


Duduk di kursi dan silangkan kaki.
Tundukkan badan dengan tangan ke
depan bawah, buang nafas waktu turun
dan ambil nafas waktu naik. Ulangi 3 x,
kemudian ganti kaki.
Fungsinya :
a. Merelakskan daerah pinggang,
pinggul dan sekitarnya.
b. Tubuh atas dan bawah
7. Gerak luncuran bergerak sebagai satu
gravitasi kesatuan.
Cara melakukan gerakan :
Mulai dengan kaki terbuka. Arahkan
kaki kanan ke kanan, dan kaki kiri tetap
lurus ke depan. Tekuk lutut kanan
sambil buang napas, lalu ambil napas
waktu lutut kanan diluruskan kembali.
Pinggul ditarik ke atas. Gerakan ini
untuk menguatkan otot pinggul (bisa
dirasakan di kaki yang lurus) dan
membantu kestabilan punggung. Ulangi
8. Pasang kuda-kuda 3x, kemudian ganti dengan kaki kiri.
Fungsinya :
a. Keseimbangan dan kestabilan
lebih besar.

21
Universitas Esa Unggul

b. Konsentrasi dan perhatian


meningkat.
c. Sikap lebih mantap dan relaks.
DIMENSI PEMUSATAN
Cara melakukan gerakan :
Sakelar otak (jaringan lunak di bawah
tulang selangka di kiri dan kanan tulang
dada), dipijat dengan satu tangan,
sementara tangan yang lain memegang
pusar dan dilakukan secara bergantian.
Fungsinya :
a. Keseimbangan tubuh kanan
dan kiri.
9. Sakelar otak
b. Tingkat energi lebih baik.
c. Memperbaiki kerjasama kedua
mata (bisa meringankan stres
visual, juling atau pandangan
yang terus-menerus).
d. Otot tengkuk dan bahu lebih
relaks.
Cara melakukan gerakan :
Letakkan dua jari dibawah bibir dan
tangan yang lain di pusar dengan jari
menunjuk ke bawah. Ikutilah dengan
mata satu garis dari lantai ke loteng dan
kembali sambil bernapas dalam-dalam.
Napaskan energi ke atas, ke
tengahtengah badan.
10. Tombol bumi Fungsinya :
a. Kesiagaan mental
(Mengurangi kelelahan
mental).
b. Kepala tegak (tidak
membungkuk).
c. Pasang kuda-kuda dan
koordinasi seluruh tubuh.

22
Universitas Esa Unggul

Cara melakukan gerakan :


Sentuhkan 2 jari ke belakang telinga, di
lekukan tulang bawah tengkorak dan
letakkan tangan satunya di pusar.
Kepala sebaiknya lurus ke depan,
sambil nafas dengan baik selama 1
menit. Kemudian sentuh belakang
11. Tombol imbang telinga yang lain. Fungsinya :
a. Perasaan enak dan nyaman.
b. Mata, telinga dan kepala lebih
tegak lurus pada bahu.
c. Mengurangi fokus berlebihan
pada sikap tubuh.
Cara melakukan gerakan :
Letakkan 2 jari di atas bibir dan tangan
lain pada tulang ekor selama 1 menit,
nafaskan energi ke arah atas tulang
punggung.
Fungsinya :
a. Kemampuan untuk relaks.
b. Kemampuan untuk duduk
12. Tombol angkasa dengan nyaman.
c. Lamanya perhatian meningkat.

Cara melakukan gerakan :


Pijit daun telinga pelan-pelan, dari atas
sampai ke bawah 3x sampai dengan 5x.
Fungsinya :
a. Energi dan nafas lebih baik.
b. Otot wajah, lidah dan rahang
relaks.
c. Fokus perhatian meningka.
13. Pasang telinga d. Keseimbangan lebih baik.

23
Universitas Esa Unggul

Cara melakukan gerakan :


Pertama, letakkan kaki kiri di atas kaki
kanan, dan tangan kiri di atas tangan
kanan dengan posisi jempol ke bawah,
jari-jari kedua tangan saling
menggenggam, kemudian tarik kedua
tangan ke arah pusat dan terus ke depan
dada. Tutuplah mata dan pada saat
menarik napas lidah ditempelkan di
langit-langit mulut dan dilepaskan lagi
14. Kait relaks pada saat menghembuskan napas.
Tahap kedua, buka silangan kaki, dan
ujung-ujung jari kedua tangan saling
bersentuhan secara halus, di dada atau
dipangkuan, sambil bernapas dalam 1
menit lagi.
Fungsinya :
a. Keseimbangan dan koordinasi
meningkat.
b. Perasaan nyaman terhadap
lingkungan sekitar
(Mengurangi kepekaan yang
berlebihan).
c. Pernafasan lebih dalam.
Cara melakukan gerakan :
Sentuhlah titik positif dengan kedua
ujung jari tangan selama 30 detik
sampai dengan 30 menit.
Fungsinya :
a. Mengaktifkan bagian depan
otak guna menyeimbangkan
stres yang berhubungan
15. Titik positif dengan ingatan tertentu,
situasi, orang, tempat dan
ketrampilan.
b. Menghilangkan refleks.
c. Menenangkan pada saat
menghadapi tes di sekolah dan
dalam penyesuaian sehari-hari.

24
Universitas Esa Unggul

2.4 Pembaruan (Novelty)


Novelty atau pembaruan merupan hasil-hasil penelitan yang telah dilakukan,
berikut beberapa urain pembaruan yaitu :
1. Penelitian Harianti (2017), mengenai “Pengaruh Senam Otak Terhadap
Perubahan Daya Ingat (Fungsi Kognitif) Pada Lansia Di Posyandu
Lansia Kenanga Kabupaten Bantul” Populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh lansia aktif yang berada di Posyandu Lansia Kenanga yaitu
sebanyak 38 orang. menggunakan metode penelitian Pre-experimental
dengan menggunakan rancangan one-group pretest-posttest design.
diperoleh hasil bahwa Terdapat peningkatan bermakna skor fungsi
kognitif antara sebelum dilakukan senam otak dan sesudah dilakukan
senam otak dimana didapatkan p = 0,02 (p<0,05).
2. Penelitian martono (2020), mengenai “Pengaruh Brain gym terhadap
Penurunan Demensia di Posyandu Lanjut Usia (Lansia) di desa
Wonoyoso Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang” Populasi pada
penelitian ini adalah 253 lansia di Desa Wonoyoso Kecamatan Pringapus
Kabupaten Semarang. Jumlah sampel sebesar 18 lansia dengan teknik
purposive sampling dan pengambilan data menggunakan koesioner
SPMSQ. Analisis bivariat dengan menggunakan uji t independen.
Diperoleh hasil bahwa ada pengaruh Brain Gym terhadap penurunan
tingkat Demensia Di Posyandu Lanjut Usia (Lansia) di desa Wonoyoso
Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang p-value <  (0,05).
3. Penelitian Erwanto (2018), mengenai “Perbedaan Efektifitas Art therapy
dan Brain gym terhadap Fungsi Kognitif dan Intelektual pada Lansia
Demensia di BPSTW Yogyakarta” diperoleh hasil p-value skor kognitif
sebelum dan setelah di berikan intervensi art therapy dan brain gym yaitu
0,120 dan 0,158 (p value > 0,05), berarti bahwa tidak ada perbedaan efektifitas
intervensi art therapy dan brain gym terhadap skor fungsi kognitif pada lansia

25
Universitas Esa Unggul

demensia.

26
Universitas Esa Unggul

2.5 Kerangka teori

Lansia

Faktor Demensia :
1. Jenis kelamin
2. Usia
3. Tingkat pendidikan
4. Aktivitas fisik
5. Aktif merokok
6. Pola makan tidak sehat
7. Penyakit yang diderita

Penatalaksanaan Fungsi kognitif


dengan farmakologi

Penatalaksanaan
Non Farmakologi :
Brain Gym

Keterangan :

= Objek yang Diteliti


= Adanya Pengaruh

27
Universitas Esa Unggul

2.6 Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara dari rumusan masalah atau pertanyaan
penelitian (Nursalam, 2016). Berdasarkan uraian konsep tersebut, maka
hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

2.6.1 Hipotesis nol (Ho) tidak ada pengaruh antara Brain Gym Terhadap
Peningkatan Fungsi Kognitif Pada Lansia Dengan Demensia.

2.6.2 Hipotesis alternatif (Ha) ada pengaruh antara Brain Gym Terhadap
Peningkatan Fungsi Kognitif Pada Lansia Dengan Demensia.
2.6.3

28
Universitas Esa Unggul

BAB III
METODE PENELITIAN

Bab ini akan menguraikan metode penelitian yang meliputi desain penelitian,
sumber data, kata kunci dan strategi pencarian, kriteria seleksi penelitian dan
sintesis hasil.

3.1 Desai Penelitian


Jenis penelitian ini adalah kualitatif dengan menggunakan desain penelitian
metode kajian literature review untuk mengulpulkan, mengindentifikasi,
mengevaluasi dan juga menginterpretasi pengaruh brain gym terhadap perubahan
fungsi kognitif pada lansia dengan demensia .

3.2 Sumber Data


Sumber data pada penelitian ini didapatkan melalui jurnal yang sesuai dengan
topik. Menggunakan akses internet, peneliti mencari jurnal ilmiah pada
beberapa database seperti Pubmed dan Google Scholar yang digunakan untuk
mencari jurnal yang relevan, jurnal – jurnal yang didapat akan dipilih sesuai
berdasarkan kriteria inklusi.

3.3 Kata Kunci dan Strategi pencarian


Pada penelitian ini menggunakan pemilihan jurnal yang diterbitkan pada
database sejak tahun 2015 sampai 2020. Keyword yang penulis gunakan
adalah “Brain Gym”, “lansia”, “fungsi kognitif” dan “demensia”.
Data base Strategi Pencarian Jurnal
Google Scholar Brain gym AND Demensia
Brain gym AND Lansia
Brain gym AND Fungsi kognitif
PubMed Brain gym AND demensia
Brain gym
Brain gym AND Fungsi kognitif
Tahapan berikutnya adalah memilih artikel yang sesuai dengan kriteria
inklusi berdasarkan PICO (Patient/Problem, Intervention, Comparison,
Outcome).
P : Lansia dengan demensia
I : Brain gym
C : Tidak ada

29
Universitas Esa Unggul

O : Fungsi kognitif
3.4 Kriteria Seleksi Penelitian
3.4.1 Kriteria Inklusi
1. Jurnal International dan nasional yang membahas topik tentang brain
gym, lansia dan demensia.
2. Tahun terbit jurnal dalam rentang waktu 5 tahun terakhir (2015-
2020).
3. Jurnal dalam bentuk full text (dapat di akses secara free).
3.4.2 Kriteria Eksklusi
1. Jurnal international dan nasional yang tidak membahas topik brain
gym, lansia dan demensia.
2. Tahun terbit jurnal kurang dari 5 tahun terakhir.
3. Jurnal yang ditampilkan dalam bentuk tidak full text (tidak dapat
diakses penuh).
4. Penelitian dengan metode yang tidak jelas tercantum dalam jurnal.

3.5 Sintesis Hasil


Hasil literature review akan dijelaskan dengan mengikuti tema sebagai
berikut:
1. Perbedaan fungsi kognitif setelah diberikan brain gym.
2. Cara latihan brain gym.

30
Universitas Esa Unggul

DAFTAR PUSTAKA
Alzheimer's Australia. (2016). What Is Dementia? Dementia, 1-2.

Badan Pusat Statistik. (2017). Lanjut usia 2017. Statistik Penduduk Lanjut Usia
2017, 12.

Basuki, H.O., Haryanto, J., & Kusumaningrum, T. (2018). The Effect of Elderly Cognitive
Care on the Cognitive Function and Physical Activity of Elderly. Indonesian Journal
of Health Research, 1(2), 37–48. https://doi.org/10.32805/ijhr.2018.1.2.16

Dennison, P.E. (2003). Brain gym senam otak. Jakarta: PT Grasindo.

Kemenkes RI. 2014. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2014. Jakarta:


Kementerian Kesehatan RI

Killin, L. O. J., Starr, J. M., Shiue, I. J., & Russ, T. C. (2016). Environmental risk
factors for dementia: a systematic review. BMC Geriatrics, 16(1), 1–28.
https://doi.org/10.1186/s12877-016-0342-y

Kusumaningsih, A., Yusuf, A., & Suhardiningsih, A. V. S. (2020). The


Relationship between Well-being and Risk of Wondering among Elderly with
Dementia in Mental Health Hospital, Dr. Radjiman Wediodiningrat. 3(1),
457–465. https://doi.org/10.35654/ijnhs.v3i1.180

Moreno-Morales, C., Calero, R., Moreno-Morales, P., & Pintado, C. (2020). Music
therapy in the treatment of dementia: A systematic review and meta-analysis.
Frontiers in Medicine, 7(May), 1–11.
https://doi.org/10.3389/fmed.2020.00160

Muhith, A., & Siyoto, S. (2016). Pendidikan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta:


ANDI.

Nursalam. (2016). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pendekatan Praktis.


Ed. 4. Jakarta: Salemba Medika

Munir, B. (2015). Neurologi Dasar. Jakarta: CV Sagung Seto.

Septianti, S.D.W., Suyamto., Santoso, T. (2016). Pengaruh Senam Otak (Brain


Gym) terhadap Tingkat Demensia pada Lansia. Jurnal Keperawatan
Notokusumo Vol. Iv, No. 1

Surahmat, R. (2017). Pengaruh terapi senam otak terhadap tingkat kognitif lansia
yang mengalami demensia di panti sosial tresna werdha warga tama
inderalaya. Sriwijaya, Majalah Kedokteran, 05(April 2016).

31
Universitas Esa Unggul

Suriastini, Turana, Y., Witoelar,F., Supraptilah, B., Wicakson, T.Y., & Dwi,
E. (2016). Angka Prevalensi Demensia: Perlu Perhatian Kita Semua. Policy
Brief. Yogyakarta: Survey meter.

Tarigan, A. (2019). Proses keperawatan dalam meningkatkan kesehatan lansia.


Jurnal OSFPREPRINTS

Turana Y. (2013). Stimulasi otak pada kelompok lansia. Buletin jendela


data dan informasi kesehatan. Semester I, 2013. ISSN 2088-270X

Widianti, A. T., & Proverawati, A. (2010). Senam kesehatan aplikasi senam


untuk kesehatan.Yogyakarta: Nuha Medika.

Yulia, A., & Syafitria, R. (2019). Pengaruh terapi musik terhadap fungsi kognitif
pada lansia yang mengalami demensia aida yulia, riana syafitria. 2(1), 169–
173.

Yuliati. (2017). Pengaruh senam otak (brain gym) terhadap fungsi kognitif pada
lansia di rt. 03 rw. 01 Kelurahan Tandes Surabaya. Jurnal Ilmiah Kesehatan,
88-95.

Yusuf Ah, Indarwati R, Jayanto A. D. (2010). Senam Otak Meningkatkan Fungsi


Kognitif Lansia (Brain Gym Improves Cognitive Function For Elderly).
Jurnal Ners Vol. 5 No. 1 April 2010: 79–86.

32

Anda mungkin juga menyukai