PROPOSAL SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar S1 keperawatan
1
Universitas Esa Unggul
BAB I
PENDAHULUAN
Bab ini menjelaskan latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian dan
manfaat penelitian.
Menurut WHO di Asia Tenggara tahun 2018 populasi lansia sebesar 8% atau
sekitar 132 juta jiwa. Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk usia
lanjut yang tinggi di dunia. Menurut (Survei Sosial Ekonomi Nasional, 2017)
distribusi penduduk lansia Indonesia tahun 2017 terdapat 8,97 % (23,4 juta) lansia
di Indonesia. Lansia berjenis kelamin laki-laki sebanyak 8,48% lebih banyak
jumlah lansia berjenis kelamin perempuan sebanyak 9,47%. Tahun 2020
diperkirakan jumlah Lansia mencapai 28,800,000 (11,34%) dari total populasi.
Sedangkan di Indonesia sendiri pada tahun 2020 diperkirakan jumlah Lansia
mencapai 80.000.000 jiwa (Depkes, 2013) Dimana propinsi dengan jumlah lansia
terbanyak terdapat di Daerah Istimewa Yogyakarta dengan persentase yaitu 13,4 %
dari total populasi. Meningkatnya populasi lansia akan menimbulkan banyak
masalah kesehatan yang terjadi pada lansia baik dari segi fisik maupun psikis, salah
satunya adalah demensia (Yulia dan Syafitria, 2019)
2
Universitas Esa Unggul
penelitian yang dilakukkan oleh Baltes, dkk (Santrock, 2000 dalam Turana, 2013)
ditemukan bahwa kecepatan memperoses informasi mengalami penurunan pada
masa lanjut usia. Fungsi kognitif tersebut merupakan hasil interaksi dengan
lingkungan yang di dapat secara formal dari pendidikan maupun non formal dari
kehidupan sehari-hari. Gangguan satu atau lebih fungsi tersebut dapat
menyebabkan gangguan fungsi sosial, pekerjaan, dan aktivitas harian. Otak sebagai
organ kompleks, pusat pengaturan sistem tubuh dan pusat kognitif, merupakan
salah satu organ tubuh yang sangat rentan terhadap proses penuaan atau
degeneratif. Menurut Turana (2013), sampai saat ini pengobatannya belum
memberikan hasil yang diharapkan. Hampir semua obat tidak dapat menghentikan
proses penyakit. Semua mengarah pada pengobatan mengurangi keluhan, tanpa
bias mengatasi akar permasalahan penyakit.
Demensia adalah sindrom klinis dalam bentuk kehilangan memori, bahasa dan
keterampilan komunikasi, kemampuan pengambilan keputusan dan penilaian,
manajemen keuangan, disorientasi, kebingungan, kegelisahan (Kusumaningsih
dkk, 2020).
Menurut data dari WHO (2012) diketahui bahwa 35,6 juta jiwa di dunia menderita
demensia dan pada tahun 2050 mendatang, diperkirakan presentasi dari orang-
orang berusia 60 tahun keatas akan mencapai 22% jumlah populasi dunia. Pada
tahun 2006 ada sekitar satu juta lansia di Indonesia yang mengalami demensia dan
prevalensi wanita lebih banyak dibanding pria (Tantomi, 2013). Seseorang yang
mengalami demensia, akan terjadi penurunan fungsi intelektual yang menyebabkan
deteriorasi (kemunduran) kognisi dan fungsional, sehingga mengakibatkan
gangguan fungsi sosial, pekerjaan dan aktivitas sehari-hari, oleh karena itu aktivitas
sosialnya juga akan terganggu (Kemenkes RI, 2014).
Gangguan demensia adalah hilangnya fungsi kognisi seperti daya ingat dan daya
pikir secara multidimensional dan terus-menerus disebabkan oleh kerusakan
organik sistem saraf pusat yang tidak disertai oleh penurunan kesadaran secara
akut. Demensia bukan hal yang alami, melaikan suatu kondisi sakit yang
3
Universitas Esa Unggul
disebabkan oleh kerusakan atau kematian sel-sel otak. Demensia secara umum
dapat dikenali dari gejala penurunan kemampuan berbahasa, ketidak mampuan
mengerjakan keterampiln-keterampilan yang sebelumnya dapat dilakukan, ketidak
mampuan atau kesulitan berfikir abstrak, kesulitan dalam mengerjakan pekerjaan
sehari-hari, perubahan kepribadian, tidak mampu membuat rencana dan keputusan
serta kehilangan inisiatif. Pada beberapa kasus, demensia menyebabkan depresi.
Demensia adalah sindrom terjadinya penurunan memori, berpikir, perilaku, dan
kemampuan melakukan kegiatan sehari-hari pada seseorang (Kusuma, 2017).
Upaya yang dilakukan untuk mencegah dan menghambat penurunan fungsi
kognitif dapat melalui terapi farmakologis dengan menggunakan obat-obatan, serta
melalui terapi non farmakologis seperti aktivitas fisik (senam otak), aktivitas
mental dan aktivitas sosial (Yuliati, 2017).
Brain gym adalah salah satu metode untuk meningkatkan fungsi kognitif pada
orang tua. Menurut Munir (2015) latihan ini bisa merangsang aktivitas fisik dan
otak yang baik. Senam otak adalah serangkaian gerakan sederhana yang dilakukan
untuk merangsang kerja dan fungsi otak secara maksimal. Awalnya senam otak
dimanfaatkan untuk anak yang mengalami gangguan hiperaktif, kerusakan otak,
sulit konsentrasi dan depresi. Namun dalam perkembangannya setiap orang bisa
memanfaatkannya untuk beragam kegunaan (Dennison, 2006) dalam (Basuki et al.,
2018). Saat ini, di Amerika dan Eropa, senam otak sedang digemari. Banyak orang
yang merasa terbantu melepaskan stres, menjernihkan pikiran, meningkatkan daya
ingat, dan sebagainya. Brain gym (senam otak) dilakukan dengan cara
menstimulasi gelombang otak melalui gerakan-gerakan ringan dengan permainan
melalui olah tangan dan kaki (Dennison, 2006) dalam (Basuki et al., 2018)
Penelitian Yusuf, dkk (2010) yang menyatakan bahwa ada pengaruh senam otak
untuk meningkatkan kognitif fungsi pada lansia berumur 60–75 tahun. Bedanya
dengan penelitian sebelumnya adalah penelitian ini dilakukan pada orang tua yang
mengalami demensia dan melihat tingginya prevalensi demensia serta dampak dari
penurunan kognitif, sehingga pentingnya mengembangkan intervensi yang efektif
bagi lansia dengan demensia, penanganan demensia dengan menggunakan obat
menyebabkan efek samping, pendekatan lain yang bias dilakukan untuk
mengurangi prilaku tersebut adalah dengan terapi musik merupakan intervensi
teraupetik dalam terapi komplementer. Terapi musik ini diharapkan dapat
meningkatkan kognitif pada lansia dengan demensia. Berdasarkan masalah diatas,
banyak penelitian tentang penggunaan terapi musik dalam meningkatkan kognitif
pada lansia dengan demensia. Penelitian tersebut diambil untuk dilakukan analisis
melalui literature review.
4
Universitas Esa Unggul
5
Universitas Esa Unggul
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
6
Universitas Esa Unggul
7
Universitas Esa Unggul
8
Universitas Esa Unggul
9
Universitas Esa Unggul
10
Universitas Esa Unggul
11
Universitas Esa Unggul
12
Universitas Esa Unggul
13
Universitas Esa Unggul
14
Universitas Esa Unggul
15
Universitas Esa Unggul
16
Universitas Esa Unggul
17
Universitas Esa Unggul
DIMENSI LATERALIS
Gerakan Cara melakukan gerakan dan
fungsinya
Cara melakukan gerakan :
Menggerakkan tangan kanan dan tangan
kiri bersamaan kearah kanan di ikuti
dengan kaki kanan ditekuk mengarah ke
kiri. Untuk menyeberang garis tengah
sebaiknya tangan menyentuh lutut yang
berlawanan.
Fungsinya :
a. Meningkatkan koordinasi
kiri/kanan
b. Memperbaiki pernafasan dan
stamina
1. Gerak Silang c. Memperbaiki koordinasi dan
kesadaran tentang ruang dan
gerak.
d. Memperbaiki pendengaran dan
penglihatan.
18
Universitas Esa Unggul
19
Universitas Esa Unggul
DIMENSI PEMFOKUSAN
Cara melakukan gerakan :
Urutlah otot bahu kiri dengan tangan
kanan. Tarik napas saat kepala berada
di posisi tengah, kemudian embuskan
napas ke samping atau ke otot yang
tegang sambil relaks. Ulangi gerakan
dengan arah sebaliknya.
Fungsinya :
a. Melepaskan ketegangan tengkuk
dan bahu yang timbul karena
stress.
4. Gerakan burung hantu
b. Menyeimbangkan otot leher dan
tengkuk (Mengurangi sikap
tubuh yang terlalu condong ke
depan).
c. Menegakkan kepala (Membantu
mengurangi kebiasaan
memiringkan kepala atau
bersandar pada siku.
Cara melakukan gerakan :
Luruskan satu tangan ke atas, tangan
yang lain ke samping telinga memegang
tangan yang ke atas. Buang napas pelan,
sementara otot-otot diaktifkan dengan
mendorong tangan keempat jurusan
(depan, belakang, dalam dan luar),
sementara tangan yang satu menahan
5. Gerakan mengaktifkan dorongan tersebut.
tangan Fungsinya :
a. Peningkatan fokus dan
konsentrasi tanpa fokus
berlebihan.
b. Pernafasan lebih lancar dan
sikap lebih santai.
c. Peningkatan energi pada tangan
dan jari
20
Universitas Esa Unggul
21
Universitas Esa Unggul
22
Universitas Esa Unggul
23
Universitas Esa Unggul
24
Universitas Esa Unggul
25
Universitas Esa Unggul
demensia.
26
Universitas Esa Unggul
Lansia
Faktor Demensia :
1. Jenis kelamin
2. Usia
3. Tingkat pendidikan
4. Aktivitas fisik
5. Aktif merokok
6. Pola makan tidak sehat
7. Penyakit yang diderita
Penatalaksanaan
Non Farmakologi :
Brain Gym
Keterangan :
27
Universitas Esa Unggul
2.6 Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara dari rumusan masalah atau pertanyaan
penelitian (Nursalam, 2016). Berdasarkan uraian konsep tersebut, maka
hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
2.6.1 Hipotesis nol (Ho) tidak ada pengaruh antara Brain Gym Terhadap
Peningkatan Fungsi Kognitif Pada Lansia Dengan Demensia.
2.6.2 Hipotesis alternatif (Ha) ada pengaruh antara Brain Gym Terhadap
Peningkatan Fungsi Kognitif Pada Lansia Dengan Demensia.
2.6.3
28
Universitas Esa Unggul
BAB III
METODE PENELITIAN
Bab ini akan menguraikan metode penelitian yang meliputi desain penelitian,
sumber data, kata kunci dan strategi pencarian, kriteria seleksi penelitian dan
sintesis hasil.
29
Universitas Esa Unggul
O : Fungsi kognitif
3.4 Kriteria Seleksi Penelitian
3.4.1 Kriteria Inklusi
1. Jurnal International dan nasional yang membahas topik tentang brain
gym, lansia dan demensia.
2. Tahun terbit jurnal dalam rentang waktu 5 tahun terakhir (2015-
2020).
3. Jurnal dalam bentuk full text (dapat di akses secara free).
3.4.2 Kriteria Eksklusi
1. Jurnal international dan nasional yang tidak membahas topik brain
gym, lansia dan demensia.
2. Tahun terbit jurnal kurang dari 5 tahun terakhir.
3. Jurnal yang ditampilkan dalam bentuk tidak full text (tidak dapat
diakses penuh).
4. Penelitian dengan metode yang tidak jelas tercantum dalam jurnal.
30
Universitas Esa Unggul
DAFTAR PUSTAKA
Alzheimer's Australia. (2016). What Is Dementia? Dementia, 1-2.
Badan Pusat Statistik. (2017). Lanjut usia 2017. Statistik Penduduk Lanjut Usia
2017, 12.
Basuki, H.O., Haryanto, J., & Kusumaningrum, T. (2018). The Effect of Elderly Cognitive
Care on the Cognitive Function and Physical Activity of Elderly. Indonesian Journal
of Health Research, 1(2), 37–48. https://doi.org/10.32805/ijhr.2018.1.2.16
Killin, L. O. J., Starr, J. M., Shiue, I. J., & Russ, T. C. (2016). Environmental risk
factors for dementia: a systematic review. BMC Geriatrics, 16(1), 1–28.
https://doi.org/10.1186/s12877-016-0342-y
Moreno-Morales, C., Calero, R., Moreno-Morales, P., & Pintado, C. (2020). Music
therapy in the treatment of dementia: A systematic review and meta-analysis.
Frontiers in Medicine, 7(May), 1–11.
https://doi.org/10.3389/fmed.2020.00160
Surahmat, R. (2017). Pengaruh terapi senam otak terhadap tingkat kognitif lansia
yang mengalami demensia di panti sosial tresna werdha warga tama
inderalaya. Sriwijaya, Majalah Kedokteran, 05(April 2016).
31
Universitas Esa Unggul
Suriastini, Turana, Y., Witoelar,F., Supraptilah, B., Wicakson, T.Y., & Dwi,
E. (2016). Angka Prevalensi Demensia: Perlu Perhatian Kita Semua. Policy
Brief. Yogyakarta: Survey meter.
Yulia, A., & Syafitria, R. (2019). Pengaruh terapi musik terhadap fungsi kognitif
pada lansia yang mengalami demensia aida yulia, riana syafitria. 2(1), 169–
173.
Yuliati. (2017). Pengaruh senam otak (brain gym) terhadap fungsi kognitif pada
lansia di rt. 03 rw. 01 Kelurahan Tandes Surabaya. Jurnal Ilmiah Kesehatan,
88-95.
32