Anda di halaman 1dari 4

VERGINA PAPUTUNGAN (18-061-041)

SEMESTER V KEP

Jawaban UAS

1.Penatalaksanaan Manajemen awal untuk pasien trauma toraks tidak berbeda dengan pasien
trauma lainnya dan meliputi ABCDE, yaitu A: airway patency with care ofcervical spine, B: Breathing
adequacy, C: Circulatory support, D: Disabilityassessment, dan E: Exposure without causing
hypothermia (Nugroho, 2015). Pemeriksaan primary survey dan pemeriksaan dada secara keseluruhan
harus dilakukan. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi dan menangani kondisi yang mengancam
nyawa dengan segera, seperti obstruksi jalan napas, tension Pneumotoraks, pneuomotoraks terbuka
yang masif, hemotoraks masif, tamponade perikardial, dan flail chest yang besar (Nugroho, 2015).
Apnea, syok berat, dan ventilasi yang inadekuat merupakan indikasi utama untuk intubasi endotrakeal
darurat.Resusitasi cairan intravena merupakan terapiutama dalam menangani syok
hemorhagik.Manajemen nyeri yang efektif merupakan salah satu hal yang sangat penting pada
pasien trauma toraks.

2. 1.Bila pasien sadar, tindakan dapat dilakukan oleh pasien sendiri dengan minum larutan gula 10

30 g2.Bila pasien tidak sadar berikan suntikan dekstrosa 15

25 Hipoglikemia:

bila tindakan tersebut tidak bisa dilakukan, dioleskan madu atau sirup ke mukosa pipi.3.Bila koma
hipoglikemi terjadi pada pasien dengan menggunakan terapi insulin, maka selain dekstrosa dapat juga
disuntikan glukagon 1 mg (IM), terlebih bila suntikan dekstrose IV sulit dilakukan4.Pemberian dekstrosa
diteruskan dengan pemberian dekstrosa 10% 3 hari. Monitor gula darah tiap 3

4 jam dan kadar gula dipertahankan antara 90

180 mg%. Hipoglikemia karena sulfonilurea ini tidak efektif dengan pemberian glukagon.5.Glukosa darah
diarahkan kekadar glukosapuasa: 120 mg/dl (Dengan rumus 3

1)6.Koma hipoglikemi:Ø Injeksi glukosa 40% iv 25 ml, infus glukosa 10%, bila belum sadar dapat diulang
setiap ½ jam sampai sadar (maksimum 6 x) bila gagalØ Injeksi efedrin bila tidak ada kontra indikasi
jantung dll 25

50 mg atau injeksi glukagon 1 mg/im, setelah gula darah stabil, infus glukosa 10% dilepas bertahap
dengan glukosa 5% stop.

Hiperglikemia:

Terapi Cairan. Terapi cairan yang adekuat adalah kunci dari strategi penatalaksanaan krisis hiperglikemia
(KAD dan SHH). ...

Koreksi Kalium. Pemeriksaan Serum Elektrolit penting untuk mengukur kadar kalium serum. ...

Terapi Insulin.

3.Baringkan penderita di tempat aman dan jauhkan dari benda berbahaya atau benda tajam.

Jangan memakai cara kekerasan untuk menahan gerakan penderita.

Gunakan bantal atau alas lain untuk menyangga kepala penderita.

Jangan memasukkan benda apapun ke dalam mulut penderita selama kejang.

4..a Benda asing yang paling banyak ditemukan adalah mainan

dan benda plastik

b.Patofisiologi infeksi saluran pernapasan bawah (ISPB) diawali dengan masuknya patogen melalui
proses inhalasi, aspirasi, ataupun penyebaran secara hematogen. Patogen akan berinokulasi dan
multiplikasi pada epitel saluran pernapasan kemudian menimbulkan reaksi inflamasi dan respon
sistemik. Reaksi inflamasi pada saluran pernapasan tersebut akan menimbulkan gejala seperti batuk
produktif, sesak, dan perubahan bunyi napas. Respon sistemik yang paling sering muncul adalah demam

5.Prioritas utama adalah mempertahankan tanda vital. Identifikasi lokasi dan onset kejadian, serta onset
nyeri. Nyeri yang terjadi sangat cepat dan intens merupakan tanda masuknya bisa ular.

Pantau tekanan darah, pulsasi, laju pernapasan dan kelemahan otot setiap jam. Edema lokal dan
nekrosis dicatat tiap jam. Periksa sulcus gingiva apakah terdapat perdarahan. Luka gigian dicuci bersih
menggunakan sabun dan pasien diberi imunisasi tetanus. Kultur luka dan pemberian antibiotik
diperlukan jika terdapat tanda-tanda infeksi. [4]
Pemeriksaan profil koagulasi diulang tiap 6 jam. Pemeriksaan paling akurat adalah masa pembekuan
(clotting time) untuk memastikan ada tidaknya defibrinogenisasi. Pemeriksaan lain yang sensitif adalah
prothrombin time (PT) dan estimasi produk degradasi fibrinogen (D-dimer). Hitung trombosit diulang
tiap 12 jam. Pantau EKG, serum transaminase, ureum dan kreatinin darah per hari. Pemeriksaan
elektrolit darah terutama kalium diulang tiap 6 jam pada kasus gigitan ular laut.[5]

Terapi Anti Bisa Ular (ABU)

Antivenin atau anti bisa ular (ABU) diberikan terutama pada gigitan ular berbisa (gigitan basah). Tidak
ada kata terlambat untuk pemberian anti bisa ular karena ABU dilaporkan efektif pada pasien dengan
gigitan ular laut setelah 2 hari dan pasien yang masih mengalami defibrinasi sampai beberapa minggu
setelah gigtan ular viper.[5]

Pemberian ABU yang paling baik adalah melalui intravena dapat diberikan bolus dengan kecepatan 2
ml/menit atau drip kontinu dilarutkan dalam 5 ml/kgBB normal salin atau dekstrose 5%. ABU dapat
diulang 6 jam kemudian setelah pemberian pertama jika koagulasi darah belum membaik, atau 1 jam
kemudian jika perdarahan spontan atau efek neurotoksisitas masih berlangsung.[3]

ABU yang tersedia di Indonesia adalah Biosave, serum anti bisa ular polivalen (kuda) untuk gigitan ular
spesies Naja sputatrix-cobra, Bungarus fasciatus (banded krait), Agkistrodon rhodostoma (Malayan pit
viper. [3,5]

Khusus untuk gigitan ular di Maluku dan Papua, ABU yang digunakan adalah Bio CSL Commonwealth
Serum Laboratory yang berasal dari Australia. ABU ini untuk spesies ular hitam (Pseudechis spp.), ular
coklat (Pseudonaja spp.), death adder (Acanthopis spp.), polivalen, dan ular laut. [3]

Respon pemberian ABU biasanya dramatis dan cepat. Tanda perbaikan gejala neurotoksisitas membaik
dalam 30 menit sampai beberapa jam. Perdarahan sistemik spontan dapat berhenti dalam 15-30 menit
dan koagulasi darah kembali membaik dalam 6 jam setelah pemberian anti bisa ular. Pada kasus
neurotoksisitas berat, pemberian ABU dapat diulang setiap 30 menit sampai tanda progresifitas
kelemahan otot berhenti. Pada gigitan ular viper, pemberian ABU diulang setiap 6 jam sampai profil
koagulasi darah normal dan progresifitas edema lokal berhenti.[5]
Pemberian ABU berisiko untuk menimbulkan reaksi alergi misalnya muncul ruam kemerahan, gatal,
sampai reaksi anafilaktik. Adrenalin harus disiapkan pada pemberian ABU. Beberapa studi menunjukkan
efektivitas pada pemberian premedikasi adrenalin subkutan sebelum pemberian ABU namun tidak ada
efek signifikan pada premedkasi dengan antihistamin.[6]

Terapi suportif yang dapat diberikan pada penatalaksanaan gigitan ular adalah :

Profilaksis tetanus

Antibiotik pada kasus gigitan basah berat dengan reaksi lokal signifikan

Debridement jaringan nekrosis

Fasiotomi jika terdapat sindrom kompartemen

Penatalaksanaan paralisis respiratorik: pastikan patensi jalan napas, ventilator jika diperlukan. Dapat
diberikan atropin sulfat intravena (0,6 mg untuk dewasa dan 0,02-0,05 mg/kgBB pada anak) atau
neostigmin metilsulfat intravena (50-100 mcg/kgBB).

Gangguan hemostasis biasanya berespon baik dengan pemberian ABU. Pada kasus dengan perdarahan
hebat transfusi fresh frozen plasma (FFP), cryoprecipitate, atau trombosit mungkin dibutuhkan.[5]

Anda mungkin juga menyukai