Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN


PENYAKIT TETANUS NEONATORUM

KELOMPOK 8 :
FEYBY F. WONGKAR 18-061-019
PUTRY M.G. MAKALEW 18-061-012
GABRIEL I. ROMBON 18-061-066
TIMOTIUS M. SAMBOW 18-061-077
ELISABET YOGOBI 18-061-062

MATA KULIAH :
Penyakit Tropis

DOSEN MK :
Ns. Jetty Mongdong, S.Kep.,M.MKes

UNIVERSITAS SARIPUTRA INDONESIA TOMOHON


FAKULTAS KEPERAWATAN
SULAWESI UTARA
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
semua limpahan rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan
tugas yang berjudul Makalah Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Penyakit
Tetanus Neonatorum ini meskipun dengan sangat sederhana.
Harapan kami semoga tugas yang telah tersusun ini dapat bermanfaat
sebagai salah satu rujukan maupun pedoman bagi para pembaca, menambah
wawasan serta pengalaman, sehingga nantinya kami dapat memperbaiki bentuk
ataupun isi makalah ini menjadi lebih baik lagi.
Sebagai penulis, kami mengakui bahwasanya masih banyak kekurangan
yang terkandung di dalamnya. Oleh sebab itu, dengan penuh kerendahan hati saya
berharap kepada para pembaca untuk memberikan kritik dan saran demi lebih
memperbaiki makalah ini. Terima Kasih.

Tomohon, September 2020

Penyusun,

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................................................i
DAFTAR ISI.........................................................................................................................................ii
BAB I....................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN................................................................................................................................1
A. LATAR BELAKANG..........................................................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH......................................................................................................1
C. TUJUAN...............................................................................................................................2
BAB II...................................................................................................................................................3
PEMBAHASAN..................................................................................................................................3
A. DEFINISI..............................................................................................................................3
B. ETIOLOGI............................................................................................................................3
C. MANIFESTASI KLINIS......................................................................................................3
D. PATOFISIOLOGI................................................................................................................5
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG........................................................................................6
F. PENATALAKSANAAN......................................................................................................7
G. MASALAH YANG LAZIM MUNCUL................................................................................8
H. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN.............................................................8
BAB III................................................................................................................................................14
PENUTUP..........................................................................................................................................14
A. KESIMPULAN...................................................................................................................14
B. SARAN...............................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................15

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Tetanus neonatorum merupakan tetanus yang terjadi pada bayi yang dapat
disebabkan adanya infeksi pada tali pusat yang tidak bersih. Kematian tetanus
sekitar 45-55%, sedangkan pada tetanus neonatorum sekitar 80%. Terdapat
hubungan terbalik antara lamanya masa inkubasi dengan beratnya penyakit. Resiko
kematian sekitar 58% pada masa inkubasi 2-10 hari, dan 17-35% pada masa
inkubasi 11-22 hari. Bila interval antara gejala pertama dengan timbulnya kejang
cepat, prognosis lebih buruk.
            Berdasarkan hasil survei dilaksanakan oleh WHO di 15 negara di Asia, Timur
tengah dan Afrika pada tahun 1978-1982 menekankan bahwa penyakit tetanus
neonatorum banyak dijumpai daerah pedesaan negara berkembang termasuk
indonesia yang memiliki angka proporsi kematian neonatal akibat penyakit tetanus
neonatorum mencapai 51%. Pada kasus tetanus neonatorum yang tidak dirawat,
hampir dapat dipastikan CFR akan mendekati 100%, terutama pada kasus yang
mempunyai masa inkubasi yang kurang dari 7 hari.
            Sehubungan dengan hal tersebut diatas serta melihat peran dan fungsi
perawat sangatlah penting dalam hal memperbaiki derajat kesehatan khususnya
masalah Tetanus Neonatorum pada anak. Dalam hal pelaksanaan asuhan
keperawatan meliputi asuhan keperawatan promotif (memberikan penyuluhan
kesehatan untuk status kesehatan), preventif (pencegahan), kuratif (memberikan
obat-obatan untuk mengobati penyebab dasar), rehabilitative (dokter, perawat dan
peran serta keluarga dalam perawatan pasien).
Berdasarkan hal tersebut diatas maka penulis tertarik memilih judul “Asuhan
Keperawatan Anak dengan Tetanus Neonatorum“.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa itu definisi Tetanus neonatorum?


2. Apa etiologi Tetanus neonatorum?
3. Apa manifestasi klinik Tetanus neonatorum?
4. Apa patofisiologi Tetanus neonatorum?
5. Bagaimana pemeriksaan penunjang Tetanus neonatorum?
6. Bagaimana penatalaksanaan Tetanus neonatorium?
7. Apa masalah Tetanus neonatorum yang lazim muncul?
8. Bagaimana konsep dasar Asuhan keperawatan pada penyakit Tetanus
neonatorum?

1
C. TUJUAN

Untuk mengetahui :
1. Definisi Tetanus neonatorum
2. Etiologi Tetanus neonatorum
3. Manifestasi klinik Tetanus neonatorum
4. Patofisiologi Tetanus neonatorum
5. Pemeriksaan penunjang Tetanus neonatorum
6. Penatalaksanaan Tetanus neonatorum
7. Masalah Tetanus neonatorum yang lazim muncul
8. Konsep dasar asuhan keperawatan pada penyakit Tetanus neonatorum

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. DEFINISI

Tetanus berasal dari kata eflex (Yunani) yang berarti peregangan. Tetanus
Neonatorum adalah Penyakit tetanus pada bayi baru lahir dengan tanda klinik yang
khas, setelah 2 hari pertama bayi hidup, menangis dan menyusu secara normal,
pada hari ketiga atau lebih timbul kekakuan seluruh tubuh yang ditandai dengan
kesulitan membuka mulut dan menetek, disusul dengan kejang–kejang (WHO,
1989).

Kejang yang sering dijumpai pada BBL, yang bukan karena trauma kelahiran
atau asfiksia, tetapi disebabkan oleh infeksi selama masa neonatal, yang antara lain
terjadi sebagai akibat pemotongan tali pusat atau perawatannya yang tidak bersih
(Ngastijah, 1997).

B. ETIOLOGI

Penyebab tetanus neonatorum adalah clostridium tetani yang merupakan kuman


gram positif, anaerob, bentuk batang dan ramping. Kuman tersebut terdapat ditanah,
saluran pencernaan manusia dan hewan. Kuman clostridium tetani membuat spora
yang tahan lama dan menghasilkan 2 toksin utama yaitu tetanospasmin dan
tetanolysin.

C. MANIFESTASI KLINIS

Gejala klinik pada tetanus neonatorum sangat khas sehingga masyarakat yang
primitifpun mampu mengenalinya sebagai “penyakit hari kedelapan” (Jaffari, Pandit
dan Ismail 1966). Anak yang semula menangis, menetek dan hidup normal, mulai
hari ketiga menunjukan gejala klinik yang bervariasi mulai dari kekakuan mulut dan
kesulitan menetek, risus sardonicus sampai opistotonus. Trismus pada tetanus
neonatorum tidak sejelas pada penderita anak atau dewasa, karena kekakuan otot
leher lebih kuat dari otot masseter, sehingga rahang bawah tertarik dan mulut justru

3
agak membuka dan kaku (Athvale, dan Pai, 1965, Marshall, 1968). Bentukan mulut
menjadi mecucu (Jw) seperti mulut ikan karper. Bayi yang semula kembali lemas
setelah kejang dengan cepat menjadi lebih kaku dan frekuensi kejang-kejang
menjadi makin sering dengan tanda-tanda klinik kegagalan nafas (Irwantono,
Ismudijanto dan MF Kaspan 1987).

Kekakuan pada tetanus sangat khusus : fleksi pada tangan, ekstensi pada
tungkai namun fleksi plantar pada jari kaki tidak tampak sejelas pada penderita
anak.

Kekakuan dimulai pada otot-otot setempat atau trismus kemudian menjalar ke


seluruh tubuh, tanpa disertai gangguan kesadaran. Seluruh tubuh bayi menjadi
kaku, bengkok (flexi) pada siku dengan tangan dikepal keras-keras. Hipertoni
menjadi semakin tinggi, sehingga bayi dapat diangkat bagaikan sepotong kayu.
Leher yang kaku seringkali menyebabkan kepala dalam posisi menengadah.

Gambaran umum pada tetanus

1. Trismus (lock-jam, clench teeth)


Adalah mengatupnya rahang dan terkuncinya dua baris gigi akibat kekakuan
otot mengunyah (masseter) sehingga penderita sukar membuka mulut. Untuk
menilai kemajuan dan kesembuhan secara klinik, lebar bukaan mulut diukur
tiap hari. Trismus pada neonati tidak sejelas pada anak, karena kekakuan
pada leher lebih kuat dan akan menarik mulut kebawah, sehingga mulut agak
menganga. Keadaan ini menyebabkan mulut “mecucu” seperti mulut ikan
tetapi terdapat kekakuan mulut sehingga bayi tak dapat menetek.
2. Risus Sardonicus (Sardonic grin)
Terjadi akibat kekakuan otot-otot mimic dahi mengkerut, mata agak tertutup,
sudut mulut keluar dan kebawah manggambarkan wajah penuh ejekan sambil
menahan kesakitan atau emosi yang dalam.
3. Opisthotonus
Kekakuan otot-otot yang menunjang tubuh : otot punggung, otot leher, trunk
muscle dan sebagainya. Kekakuan yang sangat berat menyebabkan tubuh
melengkung seperti busur, bertumpu pada tumit dan belakang kepala. Secara
klinik dapat dikenali dengan mudahnya tangan pemeriksa masuk pada

4
lengkungan busur tersebut. Pada era sebelum diazepam, sering terjadi
komplikasi compression fracture pada tulang vertebra.
4. Otot dinding perut kaku, sehingga dinding perut seperti papan. Selain otot
dinding perut, otot penyangga rongga dada juga kaku, sehingga penderita
merasakan keterbatasan untuk bernafas atau batuk. Setelah hari kelima perlu
diwaspadai timbulnya perdarahan paru (pada eflexe) atau
bronchopneumonia.
5. Bila kekakuan makin berat, akan timbul kejang-kejang umum, mula-mula
hanya terjadi setelah penderita menerima rangsangan misalnya dicubit,
digerakkan secara kasar, terpapar sinar yang kuat dan sebagainya, lambat
laun “masa istirahat” kejang makin pendek sehingga anak jatuh dalam status
convulsivus.
6. Pada tetanus yang berat akan terjadi :
Gangguan pernafasan akibat kejang yang terus-menerus atau oleh karena
spasme otot larynx yang bila berat menimbulkan anoxia dan kematian.
Pengaruh toksin pada saraf otonom akan menyebabkan gangguan sirkulasi
(akibat gangguan irama jantung misalnya block, bradycardi, tachycardia, atau
kelainan pembuluh darah/hipertensi), dapat pula menyebabkan suhu badan
yang tinggi (hiperpireksia) atau berkeringat banyak hiperhidrosis).
Kekakuan otot sphincter dan otot polos lain seringkali menimbulkan eflexealvi
atau retention urinae. Patah tulang panjang (tulang paha) dan fraktur
kompresi tulang belakang.

D. PATOFISIOLOGI

Spora yang masuk dan berada dalam lingkungan anaerobic berubah menjadi
bentuk flex  dan berbiak sambil menghasilkan toxin. Dalam jaringan yang anaerobic
ini terdapat penurunan potensial oksidasi reduksi jaringan dan turunnya tekanan
eflex jaringan akibat adanya nanah, nekrosis jaringan, garam kalsium yang dapat
diionisasi. Secara intra axonal toxin disalurkan ke sel saraf (cel body) yang
memakan waktu sesuai dengan panjang axonnya dan aktifitas serabutnya. Belum
terdapat perubahan elektrik dan fungsi sel saraf walaupun toksin telah terkumpul
dalam sel. Dalam sungsum belakang toksin menjalar dari sel saraf lower

5
motorneuron ke lekuk sinaps dan diteruskan ke ujung presinaps dari spinal inhibitory
neurin. Pada daerah inilah toksin menimbulkan gangguan pada inhibitory transmitter
dan menimbulkan kekakuan.

Efek toxin pada :

1. Ganglion pra sumsum tulang belakang

Memblok sinaps jalur antagonist, mengubah keseimbangan dan koordinasi impuls


sehingga tonus ototnya meningkat dan otot menjadi kaku. Terjadi penekanan pada
hiperpolarisasi eflexe dari neurons yang merupakan mekanisme yang umum terjadi
bila jalur penghambat terangsang. Depolarisasi yang berkaitan dengan jalur
rangsangan tidak terganggu. Toksin menyebabkan hambatan pengeluaran inhibitory
transmitter dan menekan pengaruh bahan ini pada eflexe neuron motorik.

2. Otak

Toxin yang menempel pada cerebral gangliosides diduga menyebabkan gejala


kekakuan dan kejang yang khas pada tetanus. Hambatan antidromik akibat
rangsangan kortikal menurun.

3. Saraf otonom

Terutama mengenai saraf simpatis dan menimbulkan gejala keringat yang


berlebihan, eflexeea, hypotensi, hypertensi, arytmia cardiac block atau takhikardia.
Sekalipun otot yang terkena adalah otot bergaris terutama otot penampang dan
penggerak tubuh yang besar-besar, pada tetanus berat otot polos juga ikut terkena,
sehingga timbul manifestasi klinik seperti disebutkan diatas.

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah :

a) Pemeriksaan laboratorium didapati peninggian leukosit


b) Pemeriksaan cairan otak biasanya normal
c) Pemeriksaan elektromiogram dapat memperlihatkan adanya lepas muatan
unit motoric secara terus-menerus (Prianhara & teddy).

6
F. PENATALAKSANAAN

1. Medik

Empat pokok dasar tata laksana efle : debridement, pemberian eflexee,


menghentikan kejang, serta imunisasi pasif dan aktif, yang dapat dijabarkan sebagai
berikut :

a) Diberikan cairan intravena dengan larutan glukosa 5% dan NaCl fisiologis


dalam perbandingan 4 : 1 selama 48-72 jam selanjutnya IVFD hanya untuk
memasukan obat. Jika pasien telah dirawat lebih dari 24 jam atau pasien
sering kejang atau apnea, diberikan larutan glukosa 10% dan natrium
bikarbonat 1,5% dalam perbandingan 4 : 1 (jika fasilitas ada lebih baik periksa
analisa gas darah dahulu). Bila setelah 72 jam bayi belum mungkin diberi
minum peroral/sonde, melalui eflex diberikan tambahan protein dan kalium.
b) Diazepam dosis awal 2,5 mg intravena perlahan-lahan selama 2-3 menit,
kemudian diberikan dosis rumat 8-10 mg/kgBB/hari melalui IVFD (diazepam
dimasukan ke dalam cairan eflex dan diganti setiap 6 jam). Bila kejang masih
sering timbul, boleh ditambah diazepam lagi 2,5 mg secara intravena
perlahan-lahan dan dalam 24 jam berikutnya boleh diberikan tembahan
diazepam 5 mg/kgBB/hari sehingga dosis diazepam keseluruhannya menjadi
15 mg/kgBB/hari. Setelah keadaan klinis membaik, diazepam diberikan
peroral dan diurunkan secara bertahap. Pada pasien dengan
hiperbilirubinemia berat atau bila makin berat, diazepam diberikan per oral
dan setelah bilirubin turun boleh diberikan secara intravena.
c) ATS 10.000 U/hari, diberikan selama 2 hari berturut-turut dengan IM. Perinfus
diberikan 20.000 U sekaligus.
d) Ampisilin 100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis, intravena selama 10 hari.
Bila pasien menjadi sepsis pengobatan seperti pasien lainnya. Bila pungsi
lumbal tidak dapat dilakukan pengobatan seperti yang diberikan pada pasien
meningitis bakterialis.

7
e) Tali pusat dibersihkan/kompres dengan alcohol 70%/Betadine 10%.
f) Perhatikan jalan napas, eflexe, dan tanda vital. Lendir sering dihisap.

2. Keperawatan

Perawatan intensif terutama ditujukan untuk mencukupi kebutuhan cairan dan


nutrisi, menjaga saluran nafas tetap bebas, mempertahankan oksignasi yang
adekuat, dan mencegah hipotermi. Perawatan eflex tali pusat sangat penting untuk
membuang jaringan yang telah tercemar spora dan mengubah keadaan anaerob
jaringan yang rusak, agar oksigenasi bertambah dan pertumbuhan bentuk eflexee
maupun spora dapat dihambat. Setelah eflex tali pusat dibersihkan dengan
perhydrol, dibutuhkan povidon 10% dan dirawat secara terbuka. Perawatan eflex tali
pusat dilakukan minimal 3 kali sehari.

G. MASALAH YANG LAZIM MUNCUL

- Ketidakefektifan pola nafas b.d kelelahan otot respirasi


- Perubahan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh b.d eflex menghisap pada
bayi tidak adekuat.

H. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian data
1) Identitas
2) Riwayat keperawatan : antenatal, intranatal, postnatal.
3) Pemeriksaan fisik
- Keadaan umum : Lemah, sulit menelan, kejang
- Kepala : posisi menengadah, kaku kuduk, dahi mengkerut, mata agak
tertutup, sudur mulut keluar dan kebawah.
- Mulut : kekakuan mulut, mengatupnya rahang, seperti mulut ikan.
- Dada : simetris, kekakuan otot penyangga rongga dada, otot punggung.
- Abdomen : dinding perut seperti papan.

8
- Kulit : turgor kurang, pucat, kebiruan.
- Ekstremitas : flexi pada tangan, ekstensi pada tungkai, hipertoni sehingga
bayi dapat diangkat bagai sepotong kayu.

4) Pemeriksaan persistem
- Respirasi : frekuensi nafas, penggunaan otot aksesori, bunyi nafas, batuk-
pilek.
- Kardiovaskuler : frekuensi, kualitas dan irama denyut jantung, pengisian
kapiler, sirkulasi, berkeringat, hiperpirexia.
- Neurologi : tingkat kesadaran, reflek pupil, kejang karena rangsangan.
- Gastrointestinal : bising usus, pola defekasi, distensi.
- Perkemihan : produksi urine
- Musculoskeletal : tonus otot, pergerakan, kekakuan.

2. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul


a) Ketidakefektifan pola nafas b.d kelelahan otot respirasi
b) Ketidakseimbangan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh b.d eflex menghisap
pada bayi tidak adekuat.

3. Asuhan keperawatan

DIAGNOSA NOC NIC


Ketidakefektifan pola napas  Respiratory status : Airway management
Definisi : inspirasi dan/ atau Ventilation - Buka jalan nafas, gunakan
ekpresi yang tidak memberi  Respiratory status : teknik chin lift atau jaw thrust
ventilasi Airway patency bila perlu
Batasan karakteristik :  Vital sign status - Posisikan pasien untuk
 Perubahan kedalaman Kriteria hasil : memaksimalkan ventilasi
pernapasan  Mendemonstrasikan - Indentifikasi pasien perlunya
 Perubahan ekskursi dada batuk efektik dan suara pemasangan alat jalan nafas
 Mengambil posisi tiga titik nafas yang bersih, tidak buatan

 Bradipneu ada sianosis dan - Pasang mayo bila perlu

 Penurunan tekanan dyspnea (mampu - Lakukan fisioterapi dada jika


mengeluarkan sputum, perlu

9
ekspirasi mampu bernafas dengan - Keluarkan sekret dengan
 Penurunan ventilasi semenit mudah, tidak ada pursed batuk atau suction
 Penurunan kapasitas vital lips) - Auskultasi suara nafas, catat

 Dipneu  Menunjukkan jalan nafas adanya suara tambahan

 Peningkatan diameter yang paten (klien tidak - Lakukan suction pada mayo

anterior-posterior merasa tercekik, irama - Berikan bronkodilator bila

 Pernapasan cuping hidung nafas, frekuensi perlu


pernafasan dalam - Berikan pelembab udara
 Ortopneu
rentang normal, tidak ada kassa basah NaCI lembab
 Fase ekspirasi memenjang
suara nafas abnormal) - Atur intake untuk cairan
 Pernapasan bibir
 Tanda-tanda vital dalam mengoptimalkan
 Takipneu
rentang normal (tekanan keseimbangan
 Penggunaan otot aksesorius
darah, nadi, pernafasan) - Monitor respirasi dan status
untuk bernapas
O2
Faktor yang berhubungan :
Oxygen Therapy
 Ansietas
- Bersihkan mulut, hidung dan
 Posisi tubuh secret trakea
 Deformitas tulang - Pertahankan jalan nafas
 Deformitas dinding dada yang paten.
 Keletihan - Atur peralatan oksigenasi
 Hiperventilasi - Monitor aliran oksigen
 Sindrom hipoventilasi - Pertahankan posisi pasien
 Gangguan muskuloskeletal - Observasi adanya tanda-

 Kerusakan neurologis tanda hipoventilasi

 Imaturitas neurologis - Monitor adanya kecemasan


pasien terhadap oksigenasi
 Disfungsi neuromuskular
Vital sign Monitoring
 Obesitas
- Monitor TD, nadi, suhu, dan
 Nyeri
RR
 Keletihan otot pernapasan
- Catat adanya fluktuasi
cedera medulla spinalis
tekanan darah
- Monitor VS saat pasien
berbaring, duduk, atau
berdiri
10
- Auskultasi TD pada kedua
lengan dan bandingkan
- Monitor TD, nadi, RR,
sebelum, selama dan setelah
aktivitas
- Monitor kualitas dari nadi
- Monitor frekuensi dan irama
pernapasan
- Monitor suara paru
- Monitor pola pernapasan
abnormal
- Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
- Monitor sianosis perifer
- Monitor adanya cushing triad
(tekanan nadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan
sistolik)
- Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign

DIAGNOSA NOC NIC


Ketidakseimbangan nutrisi  Nutritional status : Nutrition management
kurang dari kebutuhan  Nutritional status : food - Kaji adanya alergi makanan
tubuh and fluid - Kolaborasi dengan ahli gizi
Definisi : Asupan nutrisi tidak  Intake untuk menentukan jumlah
cukup untuk memenuhi  Nutritional status : kalori dan nutrisi yang
kebutuhan metabolik nutrient intake dibutuhkan pasien
Batasan karakteristik :  Weight control - Anjurkan pasien untuk
 Kram abdomen Kriteria hasil : meningkatkan intake Fe
 Nyeri abdomen  Adanya peningkatan BB - Anjurkan pasien untuk

 Menghindari makanan sesuai dengan tujuan meningkatkan protein dan

 BB 20% atau lebih dibawah  BB idela sesuai dengan vitamin C


TB - Berikan substansi gula

11
BB ideal  Mampu mengidentifikasi - Yakinkan diet yang dimakan
 Kerapuhan kapiler kebutuhan nutrisi mengandung tinggi serat
 Diare  Tidak ada tanda-tanda untuk mencegah konstipasi

 Kehilangan rambut malnutrisi - Berikan makanan yang

berlebihan  Menunjukkan terpilih (sudah

 Bising usus hiperaktif peningkatan fungsi dikonsultasikan dengan ahli

 Kurang makanan pengecapan dari gizi)


menelan - Ajarkan pasien bagaimana
 Kurang informasi
 Tidak terjadi penurunan membuat catatan makanan
 Kurang minat pada
BB yang berarti harian
makanan
- Monitor jumlah nutrisi dan
 Penurunan BB dengan
kandungan kalori
asupan makanan adekuat
- Berikan informasi tentang
 Kesalahan konsepsi
kebutuhan nutrisi
 Kesalahan informasi
- Kaji kemampuan pasien
 Membran mukosa pucat
untuk mendapatkan nutrisi
 Ketidakmampuan memakan
yang dibutuhkan
makanan
Nutrition monitoring
 Tonus otot menurun - BB pasien dalam batas
 Mengeluh gangguan normal
sensasi rasa - Monitor adanya penurunan
 Mengeluh asupan makanan BB
kurang dari RDA - Monitor tipe dan jumlah
(recommended daily aktivitas yang biasa
allowance) dilakukan
 Cepat kenyang setelah - Monitor interaksi anak atau
makan orangtua selama makan
 Sariawan rongga mulut - Monitor lingkungan selama
 Steatorea makan
 Kelemahan otot pengunyah - Jadwalkan pengobatan dan
 Kelemahan otot untuk tindakan tidak selama jam
menelan makan
Faktor-faktor yang - Monitor kulit kering dan
perubahan pigmentasi
12
berhubungan : - Monitor turgor kulit
 Faktor biologis - Monitor kekeringan, rambut
 Faktor ekonomi kusam, dan mudah patah

 Ketidakmampuan untuk - Monitor mual dan muntah

mengabsorbsi nutrient
 Ketidakmampuan untuk
mencerna makanan

13
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Penyakit tetanus pada bayi baru lahir dengan tanda klinik yang khas, setelah 2 hari
pertama bayi hidup, menangis dan menyusu secara normal, pada hari ketiga atau
lebih timbul kekakuan seluruh tubuh yang ditandai dengan kesulitan membuka mulut
dan menetek, disusul dengan kejang–kejang (WHO, 2010).

Penyebab tetanus neonatorum adalah clostridium tetani yang merupakan kuman


gram positif, anaerob, bentuk batang dan ramping. Kekakuan pada tetanus sangat
khusus : fleksi pada tangan, ekstensi pada tungkai namun fleksi plantar pada jari
kaki tidak tampak sejelas pada penderita anak.

Tindakan pencegahan bahkan eliminasi terutama bersandar pada tindakan


menurunkan atau menghilangkan factor-faktor resiko.

B. SARAN

Diharapkan kepada bagi mahasiswa/i dapat menambah wawasan dan pengetahuan


khususnya dengan masalah keperawatan tentang  penyakit tetanus neonatorum dan
juga  dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari hari.

14
DAFTAR PUSTAKA

Lynda Juall C, 1999, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, Penerjemah


Monica Ester, EGC, Jakarta

Marilyn E. Doenges, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan, Penerjemah Kariasa I


Made, EGC, Jakarta

Santosa NI, 1989, Perawatan I (Dasar-Dasar Keperawatan), Depkes RI, Jakarta.

Suharso Darto, 1994, Pedoman Diagnosis dan Terapi, F.K. Universitas Airlangga,


Surabaya. Dr.

Sidhartani Zain. (1981), Ilmu Kesehatan  Anak Untuk Perawat, Ikip


Semarang,  Semarang.

http://asuhankeperawatanonline.blogspot.com/2011/12/asuhan-keperawatan-anak-
tetanus.html

15

Anda mungkin juga menyukai