Kelas : E
Happy A. N. 2016420181
Zachary Theodore 2017420120
Adiraka Dwinanda 2017420129
Kenjie Elton 2017420195
Pio Sikaraja 2017420200
Michael Joshua 2017420207
Priyanka G. A. S. K. W. N. 2017420209
BANDUNG
2019
Abstrak
Perumahan merupakan suatu hal untuk dipelajari dan dianalisis dari segi
perkembangannya sehingga para pemuda-pemuda arsitek dapat mengerti dan paham mengenai
asal usul dari sebuah rancangan permukiman. Penulisan makalah ini bertujuan untuk mendalami
pengetahuan dan pemahaman pembaca mengenai 20 kriteria sebagai faktor penentu struktur fisik
permukiman berdasarkan teori Bourne dengan menggunakan Kampung Gombong sebagai studi
kasusnya. Diharapkan dari penulisan makalah ini, kami sebagai penulis makalah dapat
menjelaskan dengan baik semua aspek dari Kampung Gombong, disertai dengan analisis untuk
penjelasan 20 faktor penentu struktur fisik permukiman dari latar belakang desa tersebut.
Diharapkan dari penulisan makalah ini, pembaca makalah ini dari semua daerah mengerti
tentang keberadaannya Kampung Gombong dan semua aspek dari kampung tersebut, disertai
dengan penjelasan dan penerapan analisis teori Bourne mengenai faktor penentu struktur fisik
permukiman, agar dapat mengerti lebih mendalam mengenai perkembangan perumahan,
perumahan kota, dan permukiman pada umumnya di Jawa Barat, Indonesia.
Konten dari makalah ini merupakan rincian dari pengamatan anggota kelompok pada
Kampung Gombong. Pembahasan pada makalah ini merupakan Konteks yang berupa data dari
Kampung Gombong dalam bentuk rincian dan statistik, Bentuk dan Fungsi Internal yang
membahas terlebih dalam mengenai keterkaitannya bentuk permukiman dan kegiatan warga
secara internal, serta Organisasi dan Tingkah Laku yang membahas mengenai penataan sistem
dan penerapannya pada Kampung Gombong. Makalah diakhiri dengan penjabaran analisis yang
kami buat untuk memahami 20 kriteria dari faktor penentu struktur fisik permukiman
berdasarkan teori Bourne sesuai dengan konteks Kampung Gombong, dan menjawab
pertanyaan-pertanyaan untuk mewakili para pembaca yang mungkin dimiliki dari kekurangan
informasi dari data diatas.
1
Daftar Isi
Abstrak 1
Daftar Isi 2
Kata Pengantar 4
Pendahuluan 5
1.1. Latar Belakang 5
1.2. Tujuan Pembahasan 6
Isi 7
2.1. Konteks 7
2.1.1. Lokasi 7
2.1.2. Jaringan Transportasi 8
2.1.3. Sejarah 9
2.1.4. Sosio-Ekonomi & Budaya 12
2.1.5. Demografi 13
2.1.6. Skala 14
2.1.7. Rupa Kampung 15
2.2. Bentuk Dan Fungsi Internal 17
2.2.1. Bentuk Dan Fungsi Kampung 17
2.2.2. Konsentrisitas 21
2.2.3. Pola Persebaran Massa 22
2.2.4. Kepadatan Pembangunan Di Kampung Gombong 24
2.2.5. Homogenitas (Penggunaan Lahan, Kegiatan & Sosial) 25
2.3. Organisasi Dan Tingkah Laku 31
2.3.1. Prinsip Organisasial 31
2.3.2. Kepemilikan Sibernetik 32
Analisis 35
3.1.Analisis Bentuk Dan Fungsi Internal 35
3.1.1. Bentuk Dan fungsi Kampung 35
3.1.2. Persebaran Penduduk Dan Bangunan 36
3.1.3. Homogenitas 36
Kesimpulan 39
2
Daftar Pustaka 43
3
Kata Pengantar
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena kami dapat
menyelesaikan pembuatan makalah ini. Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas pertama
Perumahan Kota, sebuah mata kuliah Fakultas Teknik Program Studi Arsitektur, Universitas
Katolik Parahyangan. Selama proses pembuatan makalah ini, kami mendapatkan bimbingan dan
arahan. Untuk itu, rasa terima kasih sedalam-dalamnya kami sampaikan kepada Ibu Dewi
Mariana, S.T., M.T. atas materi dan arahan yang telah diberikan serta berbagai ilmu yang sangat
berharga.
Meskipun kami sudah menyusun makalah mengenai struktur fisik pada permukiman RW
07 Kampung Gombong, Garut, namun kami menyadari bahwa di dalam makalah yang kami
susun ini masih terdapat banyak kesalahan dan kekurangan. Kami mengharapkan saran dan
masukan dari para pembaca makalah ini demi tersusunnya makalah yang lebih baik lagi. Kami
berharap pembaca dapat mengerti bagaimana kampung tersebut terbentuk, bagaimana kampung
tersebut tersusun secara ruang, bagaimana kampung tersebut bekerja, apa yang menjadi
permasalahan dari kampung tersebut, dan apa solusi yang dapat kita berikan berdasarkan
masalah tersebut. Kami juga berharap agar makalah ini dapat memberikan pengetahuan bagi
pembaca mengenai faktor penentu struktur fisik permukiman RW 07 Kampung Gombong.
4
1. Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
RW 07 Kampung Gombong merupakan suatu permukiman yang terletak di Garut,
Jawa Barat. Kampung tersebut memiliki keistimewaan sendiri dibandingkan daerah lain,
di antara lain hutan - hutan yang masih dilestarikan dan digunakan oleh warga tersebut.
Selain itu pun, cara pemikiran warga Kampung Gombong berbeda dengan warga yang
sudah tinggal di perkotaan yang maju seperti DKI Jakarta dan karena itulah perlu untuk
ditelusuri lebih lanjut mengenai fenomena yang terjadi pada RW 07 Kampung Gombong
tersebut. Selain itu, agar dapat menjelaskan RW 07 Kampung Gombong digunakan
penerapan dari teori Bourne mengenai Faktor Penentu Struktur Fisik Permukiman.
Pada teori tersebut menjelaskan bahwa terdapat 20 kriteria sebagai faktor penentu
struktur fisik sebuah permukiman.
5
1.2. Tujuan Pembahasan
Tujuan pembahasan pada makalah ini adalah sebagai pengerjaan tugas kelompok
yang wajib dilakukan serta agar pembaca dapat memahami dan mengetahui keberadaan
RW 07 Kampung Gombong sebagai suatu perumahan yang ada di Jawa Barat dengan
cara analisis berdasarkan teori Bourne.
6
2. Isi
RW 07 Kampung Gombong dahulu merupakan tempat penduduk asli warga Surabaya
sebagai tempat singgah dan menetap. Sebelum dijadikan sebagai tempat singgah warga asli
Surabaya, kampung tersebut hanyalah dataran hutan Bambu Gombong.
2.1. Konteks
2.1.1. Lokasi
7
Gambar 2.1.1.3. Kecamatan Balubur Limbangan
8
Gambar 2.1.2.1. Akses melalui rute tol
2.1.3. Sejarah
Pada masa sebelum 1960, terdapat lima Kiai yang datang dari Surabaya
untuk menyebarkan agama islam pada Jawa Barat. Karena tujuan tersebut, agama
islam mulai berkembang pada daerah Kampung Gombong yang tidak lama
kemudian pada zaman jajahan Belanda membangun Jalan Ciloa sebagai jalan
primer daerah tersebut meskipun dihentikan.
9
Gambar 2.1.3.1. Jalan Ciloa pada Kampung Gombong
Setelah itu pada tahun 1960 hingga 1969, terbangun sebuah jalan dari
Kampung Gombong Kulon yang berkembang dari RW 08 dan pada periode
tersebut sedang ada pembangunan rumah pertama yang ada di wilayah Barat
kampung. Setelah itu, pembangunan rumah selanjutnya dibangun pada wilayah
Utara kampung. Pada tahun 1970 hingga 1979, lahan di wilayah selatan kampung
mulai dimanfaatkan warga sekitar untuk bercocok tanam padi. Jalan Ciloa yang
sebelumnya dihentikan pembangunannya mulai dilanjutkan oleh kepala desa
setempat.
Gambar 2.1.3.2. Jalan Ciloa yang dilanjutkan pembangunannya dan daerah yang dimanfaatkan
sebagai lahan sawah pada Kampung Gombong
10
Pada tahun 1980 hingga 1989, Jalan Ciloa sudah dapat beroperasi
sehingga kendaraan umum sudah mulai berjalan di daerah tersebut. Pada periode
yang sama, terjadi pembagian wilayah administratif. Saat tahun 1990 hingga
1999, rumah pertama yang terletak pada wilayah Utara kampung dipindahkan dan
direnovasi ke bagian Selatan kampung dan aliran listrik mulai memasuki
kampung. Pada tahun yang sama, telah didirikan Yayasan TPA (Taman
Pendidikan Al-quran) sebagai bangunan serbaguna dan Posyandu untuk
menunjang kesehatan warga.
Gambar 2.1.3.3. Letak rumah pertama dan saat sudah dipindahkan serta Posyandu di Kampung
Gombong
Pada tahun 2000 hingga 2009 telah masuk jaringan telepon ke Kampung
Gombong. Namun, pada tahun 2006 terjadi banjir hingga air sawah meluap dan
sejak itu warga mulai menggunakan teknologi pompa air. Pada waktu yang sama
telah dibangun pabrik penggilingan padi pertama di RT 04. Pada tahun 2010
hingga masa kini, terdapat banyak pembangunan-pembangunan untuk
memfasilitasi acara-acara kampung tersebut di antara lain dibangunnya lumbung
padi, Balai Desa, Lapangan voli sebagai tempat warga untuk berolahraga. Selain
itu juga dimulainya sistem GASIBU yaitu Gerakan Seribu Seminggu yang
bertujuan sebagai dana simpanan darurat untuk warga yang terkena musibah.
11
Gambar 2.1.3.4. Letak lumbung padi, balai desa, dan lapangan voli di Kampung Gombong.
12
● Arisan Panen merupakan kegiatan yang dilakukan
seperti arisan pada umumnya tetapi dilakukan
menggunakan hasil panen warga. Dilakukan tiap 2
kali setahun.
2.1.5. Demografi
13
Gambar 2.1.5.1. Persentase Kependudukan RW 07
2.1.6. Skala
14
kampung itu sendiri, memiliki jumlah penduduk sejumlah 785 jiwa yang
mencakupi :
- RT 01 : 222 Jiwa
- RT 02 : 195 Jiwa
- RT 03 : 210 Jiwa
- RT 04 : 158 Jiwa
Luas total wilayah yang ada pada RW 07 Kampung Gombong memiliki :
- RT 01 : 400 m²
- RT 02 : 377,13 m²
- RT 03 : 705,43 m²
- RT 04 : 620, 01 m²
Setiap daerah memiliki rupa kampung sendiri yang dapat diolah dari
topografi maupun ruang yang diciptakan oleh penduduk tersebut. Pada RW 07
Kampung Gombong terdapat beberapa ruang kampung yang dihasilkan
berdasarkan topografi, ekonomi, dan kebutuhan penduduk itu. Rupa kampung
yang terdapat pada RW 07 Kampung Gombong berdasarkan topografi adalah
hutan bambu dan hutan sengon yang sudah ada pada zaman sebelum diduduki
oleh warga desa.
Gambar 2.1.7.1. Rupa Kampung berdasarkan topografi; (kiri) hutan bambu, (kanan) hutan sengon
Setelah itu terdapat juga rupa kampung yang ada karena untuk menunjang
ekonomi kampung tersebut seperti sawah dan ladang jagung.
15
Gambar 2.1.7.2. Rupa Kampung berdasarkan basis ekonomi; (kiri) sawah, (kanan) ladang jagung
Untuk rupa kampung yang terbentuk untuk mencakup kebutuhan warga, adalah
permakaman yang terdapat pada hutan bambu dan untuk permakaman sakral
terdapat di hutan sengon. Selain itu, terdapat juga ruang yang tercipta seperti
halaman rumah warga yang ada diantara rumah - rumah dan lapangan voli untuk
kebutuhan olahraga dan acara - acara yang diadakan warga.
Gambar 2.1.7.3. Rupa Kampung berdasarkan kebutuhan warga; (kiri atas) permakaman, (kanan
atas) halaman rumah warga, (tengah bawah) lapangan voli.
16
2.2. Bentuk Dan Fungsi Internal
17
Gambar 2.2.1.1. Peta RW 07 Kampung Gombong Gambar 2.2.1.2. Isometri Kampung
18
Ruang pada barat laut kampung digunakan sebagai area bercocok tanam
karena memiliki elevasi yang paling rendah. Area bercocok tanam dibuat
berundak-undak dan dibatasi oleh tebing yang merupakan perbatasan area sawah
dan rumah warga. Permukiman warga diletakan pada elevasi yang lebih tinggi,
dekat dengan sawah agar petani mudah memantau sawah. Permukiman pertama
dimulai dari rumah petani yang terletak di dekat sawah. Permukiman lalu
berkembang ke area selatan karena lahan di sepanjang barat laut hingga utara yang
sudah digunakan sebagai sawah.
19
Gambar 2.2.1.6. Hutan Bambu sebagai tempat pembuangan sampah
20
Gambar 2.2.1.8. Potongan 4 RW 07 Kampung Gombong
2.2.2. Konsentrisitas
21
pertama berkembang dari RT 01 yang dekat dengan area bekerja petani,
yaitu sawah. Disusul dengan RT 02 yang merupakan perkembangan dari
RT 01, lalu RT 04 dan RT 03.
22
Gambar 2.2.3.2. Peta Pola Persebaran Massa Tahap 3 dan 4
Massa terus berkembang dari titik awal ke arah tengah kampung (ke
dalam). Arah perkembangan ke dalam agar mempertahankan sawah, ladang, dan
hutan yang ada di sekitar. Persebaran dari tiga titik awal tersebut mulai terlihat
menyatu.
Massa terus berkembang hingga persebaran dari tiga titik awal mulai
menyatu. Persebaran massa mulai terlihat tergabung menjadi satu kesatuan.
Persebarannya mengikuti sirkulasi utama dari kampung tersebut.
23
Gambar 2.2.3.4. Peta Pola Persebaran Massa Tahap 7 dan 8
Massa berkembang dari tiga titik awal yang kemudian menyatu menjadi
satu kesatuan. Dari proses perkembangan massa tersebut, kami dapat
menyimpulkan bahwa massa dibangun sesuai dengan kebutuhan warga tanpa
perencanaan pasti. Massa berkembang terus menerus mengikuti kebutuhan warga
dari waktu ke waktu.
24
kampung tersebut. RT 03 (massa berwarna merah jambu) merupakan area dengan
kepadatan yang rendah karena area tersebut merupakan area permukiman yang
baru. Hal tersebut dapat dilihat dari penggunaan material pada massa pada RT 03
yang berbeda dengan RT 01, 02, dan 04. Massa pada RT 03 dominan
menggunakan material batu-bata dan beton, sedangkan pada RT lainnya
menggunakan material kayu, bambu, hingga percampuran antara kayu, bambu,
dan batu bata. Area pada RT 01, 02, dan 04 memiliki kepadatan tertinggi karena
merupakan permukiman pertama dan letaknya yang strategis dengan sawah,
tempat warga bekerja.
2.2.5.1.Penggunaan Lahan
Lahan terbuka hijau di Kampung Gombong terdiri dari; hutan
bambu, ladang jagung, sawah, halaman rumah warga, hutan sengon, dan
pemakaman. Area hutan sengon, ladang jagung, dan sawah selain sebagai
area penghijauan juga dijadikan sebagai area dengan nilai ekonomi karena
area tersebut merupakan tempat bekerja bagi penduduk Kampung
Gombong sedangkan hutan bambu hanya berfungsi sebagai area
pembuangan sampah saja tanpa kegiatan sosial dan ekonomi. Area
pemakaman yang mayoritas terletak di sebelah utara kampung berfungsi
sebagai tempat penguburan warga sedangkan halaman rumah warga
dijadikan sebagai tempat menjemur pakaian dan area bermain anak.
Gambar 2.2.5.1.1. Kiri ke kanan : Hutan Bambu, Ladang Jagung, Hutan Sengon.
25
Gambar 2.2.5.1.2. Kiri ke kanan : Halaman rumah warga, pemakaman.
26
2.2.5.2. Aktivitas
Ragam pelaku aktivitas di Kampung Gombong terbagi menjadi 10
kategori berdasarkan usia, jenjang pendidikan, dan profesi yaitu; balita
(0-4 tahun), anak - anak (5-11 tahun), remaja (jenjang pendidikan SMP),
remaja (jenjang pendidikan SMA), buruh harian lepas, pedagang, buruh
tani, karyawan swasta, ibu rumah tangga, dan lansia. Penduduk di
Kampung Gombong 100% beragama muslim sehingga terdapat aktivitas
yang berhubungan dengan kegiatan islami seperti mengaji di TPA, masjid,
dan madrasah (anak - anak, remaja, ibu rumah tangga, dan pedagang).
27
Gambar 2.2.5.2.2. Kiri ke kanan; aktivitas remaja (SMP) - aktivitas remaja (SMA).
Gambar 2.2.5.2.3. Kiri ke kanan; aktivitas buruh harian lepas - aktivitas pedagang.
28
Gambar 2.2.5.2.5. Kiri ke kanan; aktivitas buruh tani - karyawan swasta.
2.2.6. Keterhubungan
Gambar 2.2.6.1. Kiri ke kanan; sirkulasi masyarakat sehari - hari - sirkulasi menuju
Masjid Jam’i Hidaayatus - syaahidiin di RW 08.
29
Gambar 2.2.6.2. Kiri ke kanan; sirkulasi buruh tani - sirkulasi menuju Balai Desa ( )
Gambar di kiri atas menunjukkan sirkulasi buruh tani menuju
sawah dan ladang jagung yang memakan waktu 1 jam perjalanan dengan
jalan kaki sedangkan gambar di kanan atas menunjukkan sirkulasi menuju
Balai Desa yang digunakan untuk acara desa seperti Gerakan Seribu
Seminggu dan Arisan Panen.
30
2.3. Organisasi Dan Tingkah Laku
2.3.1.1.Pemilihan Spasial
Perletakkan fungsi - fungsi spasial dibuat berdasarkan kebutuhan
yang timbul dari warga, misalnya perletakkan ruang - ruang terbuka yang
dapat difungsikan menjadi pemakaman, halaman rumah, ladang, dan
sawah.
2.3.1.2.Integrasi Spasial
Elemen - elemen spasial pada Kampung Gombong dihubungkan
oleh jalur sirkulasi berupa jalan beton yang dilalui oleh kendaraan dan
pejalan kaki. Integrasi spasial antar massa terjadi melalui pembagi ruang
berupa perbedaan elevasi, jarak antar massa, dan vegetasi.
31
Gambar 2.3.1.2.1. Peta Area Jalan Primer dan Sekunder Kampung
2.3.3.Mekanisme Keteraturan
Analisis
Karena di lokasinya di desa, maka keteraturan sangat berbeda dengan
permukiman di kota yang terdapat peraturan-peraturan daerah dan wilayah.
Kampung Gombong yang berupa kampung jauh dari keberadaannya kota tidak
32
memiliki mekanisme keteraturan yang terurai dan mendalam, hanya terawas dan
terkendali oleh satu-satunya perangkat desa. Yang di bawah pemerintah sangat
kurang dari segi peraturan dan secara zoning tidak tentu, namun warga dapat
menentukan sendiri batasan-batasan untuk area pembangunan ditentukan oleh
nilai-nilai etis warga.
33
Gambar 2.3.4.1. Peta Orientasi Kampung
34
3. Analisis
3.1.Analisis Bentuk Dan Fungsi Internal
Gambar 3.1.1.1 Potongan Kampung yang menunjukkan letak permukiman dan Sungai
Cimanuk.
35
3.1.2. Persebaran Penduduk Dan Bangunan
3.1.3. Homogenitas
36
● Letak pemakaman yang terpusat di satu area saja membuat
penggunaan lahan menjadi lebih teratur.
37
● Letak sawah & ladang jagung berjauhan dari permukiman.
● Sarana pendidikan seperti MTS al-hidayah dan Madrasah
memerlukan waktu yang lama untuk diakses.
Gambar 3.1.3.3. Letak sawah & ladang jagung yang perlu menempuh 1 jam perjalanan.
Gambar 3.1.3.3. Jarak MTS al-hidayah dan Madrasah ke rumah warga dengan estimasi
waktu 1 jam 5 menit perjalanan.
38
4. Kesimpulan
Dari data dan analisis yang telah dilakukan, ditemukan bahwa setiap struktur fisik
permukiman di Kampung Gombong yang ada disebabkan oleh faktor-faktor yang juga
mempengaruhi satu dengan yang lain. Mulai dari faktor konteks, yang terdiri atas faktor:
waktu, karakter fungsional, lingkungan eksternal, lokasi, skala, rupa, batas site dan
topografi, serta jaringan transportasi, merupakan faktor yang paling mendasar yang
mempengaruhi terbentuknya struktur fisik Kampung Gombong saat ini. Faktor konteks
ini juga yang menghasilkan bentuk dan fungsi internal, yang terdiri atas faktor:
kepadatan, homogenitas, konsentrisitas, sektoralitas, keterhubungan, keterarahan,
kesesuaian dan substitutabilitas. Dari hubungan interaksi antar faktor konteks, bentuk dan
fungsi ini, muncul pula faktor berikutnya, yaitu faktor organisasi dan tingkah laku. Faktor
organisasi dan tingkah laku tersebut terdiri atas faktor: prinsip organisasial, kepemilikan
sibernetik, mekanisme keteraturan dan orientasi atau sasaran.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa struktur fisik permukiman tidak
muncul begitu saja, melainkan disebabkan oleh hal-hal yang saling berkaitan pula. Selain
dari kondisi saat ini yang disebabkan oleh faktor-faktor yang telah ada, terdapat pula
kemungkinan perubahan struktur fisik permukiman di masa yang akan datang
diakibatkan oleh kondisi saat ini maupun yang belum terjadi.
Dari hasil presentasi, berikut terdapat beberapa pertanyaan :
1. Apakah daerah tersebut memiliki potensi untuk dibangun area komersil?
Jika iya, mengapa dan jika tidak mengapa.
Menurut kami, daerah tersebut tidak memungkinkan untuk dibangun area
komersil. Daerah tersebut tidak sering dilalui oleh eksternal (masyarakat luar).
Masyarakat yang pergi ke kampung tersebut adalah masyarakat internal (dari
kampung itu sendiri) ataupun masyarakat sekitar kampung tersebut. Jika kampung
tersebut ingin dibangun area komersil, maka target untuk area tersebut lebih
berorientasi pada masyarakat internal kampung hingga masyarakat di sekitar
kampung tersebut. Kampung tersebut memiliki potensi untuk dibangun area
39
komersil dari faktor sumber daya alamnya yang mayoritas merupakan sawah
untuk memanen padi. Aksesibilitas ke kampung tersebut menjadi hambatan bagi
kampung tersebut untuk dibangun area komersil.
40
strategis dari kampung tersebut. Untuk aksesibilitasnya, anak-anak dapat berjalan
kaki dalam waktu kurang dari 30 menit. Anak-anak juga dapat diantar oleh orang
tuanya menggunakan motor. Untuk Sekolah Menengah Pertamanya, siswa-siswi
kampung tersebut dapat berjalan kaki ke MTs Al-Hidayah dengan waktu tempuh
1 jam 5 menit. Siswa-siswi juga sudah mulai memanfaatkan motor pribadi untuk
pergi ke MTs Al-Hidayah. Untuk Sekolah Menengah Akhir, siswa-siswi kampung
tersebut dapat berjalan ke SMKN 6 Garut dengan waktu tempuh 32 menit. Sudah
banyak juga siswa-siswa SMKN 6 Garut yang menggunakan motor untuk
mobilisasi ke sekolahnya. Aksesibilitas dari kampung menuju SD, SMP, dan
SMA sebetulnya dapat dikatakan terjangkau walaupun cukup lama jika dijangkau
dengan berjalan kaki.
41
pada area dengan kepadatan penduduk tertinggi, yakni RT 01 dan RT 02.
Posyandu ini juga sangat mudah untuk dijangkau oleh warga sekitar.
42
Daftar Pustaka
1. Kartala Rajani. (2019). Serumpun Penuai Diantara Garis Biru. Latihan Dasar Arsitektur
Hijau XXXIV.
2. Bourne, Larry. Internal Structure of The City . Oxford University Press, 1971.
43