Anda di halaman 1dari 44

TUGAS PERUMAHAN KOTA

FAKTOR PENENTU STRUKTUR FISIK PERMUKIMAN


OBJEK ANALISIS : RW 07, KAMPUNG GOMBONG

Kelas : E

Happy A. N. 2016420181
Zachary Theodore 2017420120
Adiraka Dwinanda 2017420129
Kenjie Elton 2017420195
Pio Sikaraja 2017420200
Michael Joshua 2017420207
Priyanka G. A. S. K. W. N. 2017420209

Dosen Kelas: Dewi Mariana, S.T., M.T.

UNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN

FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI ARSITEKTUR

Akreditasi Institusi Berdasarkan BAN Perguruan Tinggi No: 4339/SK/BAN-PT/Akred/PT/XI/2017 dan


Akreditasi Program Studi Berdasarkan BAN Perguruan Tinggi No: 429/SK/BAN-PT/Akred/S/XI/2014

BANDUNG

2019
Abstrak
Perumahan merupakan suatu hal untuk dipelajari dan dianalisis dari segi
perkembangannya sehingga para pemuda-pemuda arsitek dapat mengerti dan paham mengenai
asal usul dari sebuah rancangan permukiman. Penulisan makalah ini bertujuan untuk mendalami
pengetahuan dan pemahaman pembaca mengenai 20 kriteria sebagai faktor penentu struktur fisik
permukiman berdasarkan teori Bourne dengan menggunakan Kampung Gombong sebagai studi
kasusnya. Diharapkan dari penulisan makalah ini, kami sebagai penulis makalah dapat
menjelaskan dengan baik semua aspek dari Kampung Gombong, disertai dengan analisis untuk
penjelasan 20 faktor penentu struktur fisik permukiman dari latar belakang desa tersebut.
Diharapkan dari penulisan makalah ini, pembaca makalah ini dari semua daerah mengerti
tentang keberadaannya Kampung Gombong dan semua aspek dari kampung tersebut, disertai
dengan penjelasan dan penerapan analisis teori Bourne mengenai faktor penentu struktur fisik
permukiman, agar dapat mengerti lebih mendalam mengenai perkembangan perumahan,
perumahan kota, dan permukiman pada umumnya di Jawa Barat, Indonesia.

Konten dari makalah ini merupakan rincian dari pengamatan anggota kelompok pada
Kampung Gombong. Pembahasan pada makalah ini merupakan Konteks yang berupa data dari
Kampung Gombong dalam bentuk rincian dan statistik, Bentuk dan Fungsi Internal yang
membahas terlebih dalam mengenai keterkaitannya bentuk permukiman dan kegiatan warga
secara internal, serta Organisasi dan Tingkah Laku yang membahas mengenai penataan sistem
dan penerapannya pada Kampung Gombong. Makalah diakhiri dengan penjabaran analisis yang
kami buat untuk memahami 20 kriteria dari faktor penentu struktur fisik permukiman
berdasarkan teori Bourne sesuai dengan konteks Kampung Gombong, dan menjawab
pertanyaan-pertanyaan untuk mewakili para pembaca yang mungkin dimiliki dari kekurangan
informasi dari data diatas.

1
Daftar Isi
Abstrak 1

Daftar Isi 2
Kata Pengantar 4

Pendahuluan 5
1.1. Latar Belakang 5
1.2. Tujuan Pembahasan 6

Isi 7
2.1. Konteks 7
2.1.1. Lokasi 7
2.1.2. Jaringan Transportasi 8
2.1.3. Sejarah 9
2.1.4. Sosio-Ekonomi & Budaya 12
2.1.5. Demografi 13
2.1.6. Skala 14
2.1.7. Rupa Kampung 15
2.2. Bentuk Dan Fungsi Internal 17
2.2.1. Bentuk Dan Fungsi Kampung 17
2.2.2. Konsentrisitas 21
2.2.3. Pola Persebaran Massa 22
2.2.4. Kepadatan Pembangunan Di Kampung Gombong 24
2.2.5. Homogenitas (Penggunaan Lahan, Kegiatan & Sosial) 25
2.3. Organisasi Dan Tingkah Laku 31
2.3.1. Prinsip Organisasial 31
2.3.2. Kepemilikan Sibernetik 32

Analisis 35
3.1.Analisis Bentuk Dan Fungsi Internal 35
3.1.1. Bentuk Dan fungsi Kampung 35
3.1.2. Persebaran Penduduk Dan Bangunan 36
3.1.3. Homogenitas 36

Kesimpulan 39

2
Daftar Pustaka 43

3
Kata Pengantar
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena kami dapat
menyelesaikan pembuatan makalah ini. Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas pertama
Perumahan Kota, sebuah mata kuliah Fakultas Teknik Program Studi Arsitektur, Universitas
Katolik Parahyangan. Selama proses pembuatan makalah ini, kami mendapatkan bimbingan dan
arahan. Untuk itu, rasa terima kasih sedalam-dalamnya kami sampaikan kepada Ibu Dewi
Mariana, S.T., M.T. atas materi dan arahan yang telah diberikan serta berbagai ilmu yang sangat
berharga.
Meskipun kami sudah menyusun makalah mengenai struktur fisik pada permukiman RW
07 Kampung Gombong, Garut, namun kami menyadari bahwa di dalam makalah yang kami
susun ini masih terdapat banyak kesalahan dan kekurangan. Kami mengharapkan saran dan
masukan dari para pembaca makalah ini demi tersusunnya makalah yang lebih baik lagi. Kami
berharap pembaca dapat mengerti bagaimana kampung tersebut terbentuk, bagaimana kampung
tersebut tersusun secara ruang, bagaimana kampung tersebut bekerja, apa yang menjadi
permasalahan dari kampung tersebut, dan apa solusi yang dapat kita berikan berdasarkan
masalah tersebut. Kami juga berharap agar makalah ini dapat memberikan pengetahuan bagi
pembaca mengenai faktor penentu struktur fisik permukiman RW 07 Kampung Gombong.

4
1. Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
RW 07 Kampung Gombong merupakan suatu permukiman yang terletak di Garut,
Jawa Barat. Kampung tersebut memiliki keistimewaan sendiri dibandingkan daerah lain,
di antara lain hutan - hutan yang masih dilestarikan dan digunakan oleh warga tersebut.
Selain itu pun, cara pemikiran warga Kampung Gombong berbeda dengan warga yang
sudah tinggal di perkotaan yang maju seperti DKI Jakarta dan karena itulah perlu untuk
ditelusuri lebih lanjut mengenai fenomena yang terjadi pada RW 07 Kampung Gombong
tersebut. Selain itu, agar dapat menjelaskan RW 07 Kampung Gombong digunakan
penerapan dari teori Bourne mengenai Faktor Penentu Struktur Fisik Permukiman.
Pada teori tersebut menjelaskan bahwa terdapat 20 kriteria sebagai faktor penentu
struktur fisik sebuah permukiman.

5
1.2. Tujuan Pembahasan
Tujuan pembahasan pada makalah ini adalah sebagai pengerjaan tugas kelompok
yang wajib dilakukan serta agar pembaca dapat memahami dan mengetahui keberadaan
RW 07 Kampung Gombong sebagai suatu perumahan yang ada di Jawa Barat dengan
cara analisis berdasarkan teori Bourne.

6
2. Isi
RW 07 Kampung Gombong dahulu merupakan tempat penduduk asli warga Surabaya
sebagai tempat singgah dan menetap. Sebelum dijadikan sebagai tempat singgah warga asli
Surabaya, kampung tersebut hanyalah dataran hutan Bambu Gombong.

2.1. Konteks

2.1.1. Lokasi

Kampung Gombong terletak di Desa Surabaya, Kecamatan Balubur


Limbangan, Kabupaten Garut, Jawa Barat, Indonesia, 44185. Aksesibilitas
menuju kampung tersebut tidaklah susah, namun jika berjalan pada dalam
kampung tersebut, truk besar tidak dapat memasuki kampung. Untuk kendaraan
lainnya dapat memasuki kampung karena terdapat jalan primer selebar sekitar 2,5
meter.

Gambar 2.1.1.1. Provinsi Jawa Barat

Gambar 2.1.1.2. Kabupaten Garut

7
Gambar 2.1.1.3. Kecamatan Balubur Limbangan

Gambar 2.1.1.4. Desa Surabaya

Gambar 2.1.1.5. RW 07, Kampung Gombong

2.1.2. Jaringan Transportasi

Terdapat 2 metode untuk akses menuju Kampung Gombong, yaitu terbagi


dalam rute tol dan rute non-tol. Untuk moda transportasi menggunakan kendaraan
pribadi khususnya mobil, dapat mengakses tol untuk mencapai titik akhir yaitu
gapura RW 07, Kampung Gombong.

8
Gambar 2.1.2.1. Akses melalui rute tol

Untuk moda transportasi menggunakan kendaraan pribadi sekaligus


kendaraan umum seperti ojek, angkot, taksi, dan bus dapat melalui rute non-tol
untuk mencapai titik akhir Gapura RW 07, Kampung Gombong.

Gambar 2.1.2.2. Akses melalui rute non-tol

2.1.3. Sejarah

Pada masa sebelum 1960, terdapat lima Kiai yang datang dari Surabaya
untuk menyebarkan agama islam pada Jawa Barat. Karena tujuan tersebut, agama
islam mulai berkembang pada daerah Kampung Gombong yang tidak lama
kemudian pada zaman jajahan Belanda membangun Jalan Ciloa sebagai jalan
primer daerah tersebut meskipun dihentikan.

9
Gambar 2.1.3.1. Jalan Ciloa pada Kampung Gombong

Setelah itu pada tahun 1960 hingga 1969, terbangun sebuah jalan dari
Kampung Gombong Kulon yang berkembang dari RW 08 dan pada periode
tersebut sedang ada pembangunan rumah pertama yang ada di wilayah Barat
kampung. Setelah itu, pembangunan rumah selanjutnya dibangun pada wilayah
Utara kampung. Pada tahun 1970 hingga 1979, lahan di wilayah selatan kampung
mulai dimanfaatkan warga sekitar untuk bercocok tanam padi. Jalan Ciloa yang
sebelumnya dihentikan pembangunannya mulai dilanjutkan oleh kepala desa
setempat.

Gambar 2.1.3.2. Jalan Ciloa yang dilanjutkan pembangunannya dan daerah yang dimanfaatkan
sebagai lahan sawah pada Kampung Gombong

10
Pada tahun 1980 hingga 1989, Jalan Ciloa sudah dapat beroperasi
sehingga kendaraan umum sudah mulai berjalan di daerah tersebut. Pada periode
yang sama, terjadi pembagian wilayah administratif. Saat tahun 1990 hingga
1999, rumah pertama yang terletak pada wilayah Utara kampung dipindahkan dan
direnovasi ke bagian Selatan kampung dan aliran listrik mulai memasuki
kampung. Pada tahun yang sama, telah didirikan Yayasan TPA (Taman
Pendidikan Al-quran) sebagai bangunan serbaguna dan Posyandu untuk
menunjang kesehatan warga.

Gambar 2.1.3.3. Letak rumah pertama dan saat sudah dipindahkan serta Posyandu di Kampung
Gombong

Pada tahun 2000 hingga 2009 telah masuk jaringan telepon ke Kampung
Gombong. Namun, pada tahun 2006 terjadi banjir hingga air sawah meluap dan
sejak itu warga mulai menggunakan teknologi pompa air. Pada waktu yang sama
telah dibangun pabrik penggilingan padi pertama di RT 04. Pada tahun 2010
hingga masa kini, terdapat banyak pembangunan-pembangunan untuk
memfasilitasi acara-acara kampung tersebut di antara lain dibangunnya lumbung
padi, Balai Desa, Lapangan voli sebagai tempat warga untuk berolahraga. Selain
itu juga dimulainya sistem GASIBU yaitu Gerakan Seribu Seminggu yang
bertujuan sebagai dana simpanan darurat untuk warga yang terkena musibah.

11
Gambar 2.1.3.4. Letak lumbung padi, balai desa, dan lapangan voli di Kampung Gombong.

2.1.4. Sosio-Ekonomi & Budaya

Secara kebudayaan, Kampung Gombong memiliki beberapa acara-acara


yang dirayakan semua warga pada saat-saat tertentu. Acara-acara tersebut
diselenggarakan oleh warga desa tersebut, dan para peserta acaranya juga
merupakan warga desa tersebut.

● GASIBU (Gerakan Seribu Seminggu)


merupakan kegiatan warga untuk mengumpulkan
dana (berupa uang maupun hasil panen)
bertujuan untuk keperluan darurat desa seperti
warga yang terkena musibah atau kematian. Dilakukan tiap
hari Jumat dan Sabtu.

● 17 Agustusan merupakan hari peringatan kemerdekaan


negara Indonesia yang diperingati dengan berbagai macam lomba.

● Rebo Kasan merupakan hari yang ditujukan untuk


menolak bala dengan cara berdoa bersama di
masjid. Dilakukan pada bulan Safar.

12
● Arisan Panen merupakan kegiatan yang dilakukan
seperti arisan pada umumnya tetapi dilakukan
menggunakan hasil panen warga. Dilakukan tiap 2
kali setahun.

● Maulid Nabi yaitu adalah peringatan hari kelahiran


Nabi Muhammad SAW yang biasanya diperingati
dengan berziarah ke makam. Dilakukan pada 9
November.

● Bubur Sura yaitu merupakan hari peringatan


menyambut tahun baru Islam. Dilakukan pada 31
Agustus.

● Pemilihan Kepala Dusun yang dilakukan tiap 5


tahun sekali, pemilihan Ketua RW dilakukan tiap 2
tahun sekali, dan pemilihan Ketua RT dilakukan
tiap 2 tahun sekali.

2.1.5. Demografi

Warga tersebar cukup merata pada 4 RT yang terdapat pada Kampung


Gombong. 35% dari warga desa tersebut bekerja dan produktif. Hanya terdapat 1
dari desa tersebut yang merupakan perangkat desa, serta pekerjaan lainnya
merupakan dagangan, buruh tani, buruh harian lepas, dan karyawan swasta.

13
Gambar 2.1.5.1. Persentase Kependudukan RW 07

Gambar 2.1.5.2. Persentase Mata Pencaharian Penduduk RW 07

2.1.6. Skala

Warga tersebar cukup merata pada 4 RT yang terdapat pada Kampung


Gombong. 35% dari warga desa tersebut bekerja dan produktif. Hanya terdapat 1
dari desa tersebut yang merupakan perangkat desa, serta pekerjaan lainnya
merupakan dagangan, buruh tani, buruh harian lepas, dan karyawan swasta. Untuk

14
kampung itu sendiri, memiliki jumlah penduduk sejumlah 785 jiwa yang
mencakupi :
- RT 01 : 222 Jiwa
- RT 02 : 195 Jiwa
- RT 03 : 210 Jiwa
- RT 04 : 158 Jiwa
Luas total wilayah yang ada pada RW 07 Kampung Gombong memiliki :
- RT 01 : 400 m²
- RT 02 : 377,13 m²
- RT 03 : 705,43 m²
- RT 04 : 620, 01 m²

2.1.7. Rupa Kampung

Setiap daerah memiliki rupa kampung sendiri yang dapat diolah dari
topografi maupun ruang yang diciptakan oleh penduduk tersebut. Pada RW 07
Kampung Gombong terdapat beberapa ruang kampung yang dihasilkan
berdasarkan topografi, ekonomi, dan kebutuhan penduduk itu. Rupa kampung
yang terdapat pada RW 07 Kampung Gombong berdasarkan topografi adalah
hutan bambu dan hutan sengon yang sudah ada pada zaman sebelum diduduki
oleh warga desa.

Gambar 2.1.7.1. Rupa Kampung berdasarkan topografi; (kiri) hutan bambu, (kanan) hutan sengon

Setelah itu terdapat juga rupa kampung yang ada karena untuk menunjang
ekonomi kampung tersebut seperti sawah dan ladang jagung.

15
Gambar 2.1.7.2. Rupa Kampung berdasarkan basis ekonomi; (kiri) sawah, (kanan) ladang jagung

Untuk rupa kampung yang terbentuk untuk mencakup kebutuhan warga, adalah
permakaman yang terdapat pada hutan bambu dan untuk permakaman sakral
terdapat di hutan sengon. Selain itu, terdapat juga ruang yang tercipta seperti
halaman rumah warga yang ada diantara rumah - rumah dan lapangan voli untuk
kebutuhan olahraga dan acara - acara yang diadakan warga.

Gambar 2.1.7.3. Rupa Kampung berdasarkan kebutuhan warga; (kiri atas) permakaman, (kanan
atas) halaman rumah warga, (tengah bawah) lapangan voli.

16
2.2. Bentuk Dan Fungsi Internal

2.2.1. Bentuk Dan Fungsi Kampung

RW 07 Kampung Gombong memiliki bentuk yang tidak beraturan. Batas


wilayah kampung ini memperlihatkan bentuk kampung ini yang organik, sama
pula dengan elevasi yang tidak teratur dari kampung ini. Perbatasan dari kampung
ini memiliki elevasi yang terjal, menjadi bagian dari batas kampung melalui aspek
geografis. Walaupun bentuknya organik, warga tetap dapat beradaptasi dalam
ketidakberaturan ruang dalam kampung. Warga dapat memahami dan memberi
fungsi tiap ruang yang tidak teratur sehingga menciptakan keteraturan secara
fungsi. Tidak ada fungsi yang mengganggu satu sama lain. Setiap elevasi
kampung dan elemen pengisinya mendefinisikan ruang yang ada di kampung
tersebut.

17
Gambar 2.2.1.1. Peta RW 07 Kampung Gombong Gambar 2.2.1.2. Isometri Kampung

Gambar 2.2.1.3.Potongan RW 07 Kampung Gombong

Gambar 2.2.1.4.Potongan 1 RW 07 Kampung Gombong

18
Ruang pada barat laut kampung digunakan sebagai area bercocok tanam
karena memiliki elevasi yang paling rendah. Area bercocok tanam dibuat
berundak-undak dan dibatasi oleh tebing yang merupakan perbatasan area sawah
dan rumah warga. Permukiman warga diletakan pada elevasi yang lebih tinggi,
dekat dengan sawah agar petani mudah memantau sawah. Permukiman pertama
dimulai dari rumah petani yang terletak di dekat sawah. Permukiman lalu
berkembang ke area selatan karena lahan di sepanjang barat laut hingga utara yang
sudah digunakan sebagai sawah.

Gambar 2.2.1.5.Potongan 2 RW 07 Kampung Gombong

Di antara area permukiman warga, terdapat hutan bambu dengan


permukaan elevasi yang setara dengan permukaan elevasi area
permukiman. Selain digunakan sebagai sumber bahan-bahan bangunan dan
penghias kampung, hutan bambu ini juga digunakan sebagai tempat
pembuangan sampah. Karena hutan bambu merupakan area yang minim
aktivitas dan terjangkau dari rumah-rumah warga, hutan bambu itu
akhirnya juga digunakan sebagai titik pembuangan sampah. Membuang
sampah ke hutan bambu dinilai praktis.

19
Gambar 2.2.1.6. Hutan Bambu sebagai tempat pembuangan sampah

Gambar 2.2.1.7. Potongan 3 RW 07 Kampung Gombong

Pada elevasi berbeda yang menurun, warga memanfaatkan elevasi


tersebut sebagai ruang untuk ladang jagung. Pada elevasi yang lebih
menurun lagi, warga tidak mengganti fungsi utama dari area tersebut yang
merupakan hutan sengon. Hutan sengon juga dimanfaatkan warga sebagai
sumber dari kayu untuk kepentingan masing-masing warga.

20
Gambar 2.2.1.8. Potongan 4 RW 07 Kampung Gombong

Pada area selatan dari kampung ini, Sungai Cimanuk dijadikan


batas secara geografis dan administratif dari kampung ini. Area hutan
sengon tidak memiliki aktivitas khusus yang terjadi, hanya digunakan
sebagai lahan hijau saja.

2.2.2. Konsentrisitas

Gambar 2.2.2.1. Data Kepadatan Penduduk RW 07 Kampung Gombong

Kampung Gombong terdiri dari 4 RT yang terbagi sesuai dengan


peta di atas. Terdapat Hutan Bambu Gombong sebagai perbatasan selatan
dan juga Sungai Cimanuk yang menjadi perbatasan timur Kampung
Gombong. Ketika melihat data di atas, diketahui bahwa RT 01 merupakan
area permukiman terpadat. Hal tersebut terjadi karena permukiman

21
pertama berkembang dari RT 01 yang dekat dengan area bekerja petani,
yaitu sawah. Disusul dengan RT 02 yang merupakan perkembangan dari
RT 01, lalu RT 04 dan RT 03.

2.2.3. Pola Persebaran Massa

Gambar 2.2.3.1. Peta Pola Persebaran Massa Tahap 1 dan 2

Persebaran massa dimulai dari tiga titik yang mendekati sawah/ladang


milik warga sekitar. Sawah/ladang memiliki elevasi yang lebih rendah. Massa
diletakkan dekat dengan sawah/ladang agar warga mudah memantau sawah.
Setelah Tiga titik perletakkan massa tersebut, massa mulai berkembang dari tiga
titik awal tersebut, berkembang ke arah dalam. Perkembangan ke arah dalam
karena luarnya sudah dilingkupi oleh sawah dan hutan. Elevasi ke dalam juga
lebih datar dibandingkan ke luar yang memiliki elevasi menurun yang terjal.

22
Gambar 2.2.3.2. Peta Pola Persebaran Massa Tahap 3 dan 4

Massa terus berkembang dari titik awal ke arah tengah kampung (ke
dalam). Arah perkembangan ke dalam agar mempertahankan sawah, ladang, dan
hutan yang ada di sekitar. Persebaran dari tiga titik awal tersebut mulai terlihat
menyatu.

Gambar 2.2.3.3. Peta Pola Persebaran Massa Tahap 5 dan 6

Massa terus berkembang hingga persebaran dari tiga titik awal mulai
menyatu. Persebaran massa mulai terlihat tergabung menjadi satu kesatuan.
Persebarannya mengikuti sirkulasi utama dari kampung tersebut.

23
Gambar 2.2.3.4. Peta Pola Persebaran Massa Tahap 7 dan 8

Massa berkembang dari tiga titik awal yang kemudian menyatu menjadi
satu kesatuan. Dari proses perkembangan massa tersebut, kami dapat
menyimpulkan bahwa massa dibangun sesuai dengan kebutuhan warga tanpa
perencanaan pasti. Massa berkembang terus menerus mengikuti kebutuhan warga
dari waktu ke waktu.

2.2.4. Kepadatan Pembangunan Di Kampung Gombong

Gambar 2.2.4.1. Data kepadatan pembangunan di Kampung Gombong

Kepadatan penduduk tertinggi berada pada RT 01 dan RT 02 (massa


berwarna hijau dan kuning) yang merupakan area permukiman pertama pada

24
kampung tersebut. RT 03 (massa berwarna merah jambu) merupakan area dengan
kepadatan yang rendah karena area tersebut merupakan area permukiman yang
baru. Hal tersebut dapat dilihat dari penggunaan material pada massa pada RT 03
yang berbeda dengan RT 01, 02, dan 04. Massa pada RT 03 dominan
menggunakan material batu-bata dan beton, sedangkan pada RT lainnya
menggunakan material kayu, bambu, hingga percampuran antara kayu, bambu,
dan batu bata. Area pada RT 01, 02, dan 04 memiliki kepadatan tertinggi karena
merupakan permukiman pertama dan letaknya yang strategis dengan sawah,
tempat warga bekerja.

2.2.5. Homogenitas (Penggunaan Lahan, Kegiatan & Sosial)

2.2.5.1.Penggunaan Lahan
Lahan terbuka hijau di Kampung Gombong terdiri dari; hutan
bambu, ladang jagung, sawah, halaman rumah warga, hutan sengon, dan
pemakaman. Area hutan sengon, ladang jagung, dan sawah selain sebagai
area penghijauan juga dijadikan sebagai area dengan nilai ekonomi karena
area tersebut merupakan tempat bekerja bagi penduduk Kampung
Gombong sedangkan hutan bambu hanya berfungsi sebagai area
pembuangan sampah saja tanpa kegiatan sosial dan ekonomi. Area
pemakaman yang mayoritas terletak di sebelah utara kampung berfungsi
sebagai tempat penguburan warga sedangkan halaman rumah warga
dijadikan sebagai tempat menjemur pakaian dan area bermain anak.

Gambar 2.2.5.1.1. Kiri ke kanan : Hutan Bambu, Ladang Jagung, Hutan Sengon.

25
Gambar 2.2.5.1.2. Kiri ke kanan : Halaman rumah warga, pemakaman.

Lahan terbuka non-hijau di Kampung Gombong berfungsi


sebagai Balong, Lapangan Beton, dan Ruang Terbuka Biru. Balong
merupakan tempat pembuangan limbah cair yang dibatasi dengan elevasi,
Lapangan Beton di Kampung Gombong berfungsi sebagai tempat
berkumpul warga dan sebagai sarana olahraga serta tempat bermain
sedangkan Ruang Terbuka Biru berfungsi sebagai tempat penyimpanan air
untuk keperluan mencuci.

Gambar 2.2.5.1.3. Kiri ke kanan : Lokasi Balong - Lokasi Lapangan Beton.

Gambar 2.2.5.1.4..Sketsa Ruang Terbuka Biru.

26
2.2.5.2. Aktivitas
Ragam pelaku aktivitas di Kampung Gombong terbagi menjadi 10
kategori berdasarkan usia, jenjang pendidikan, dan profesi yaitu; balita
(0-4 tahun), anak - anak (5-11 tahun), remaja (jenjang pendidikan SMP),
remaja (jenjang pendidikan SMA), buruh harian lepas, pedagang, buruh
tani, karyawan swasta, ibu rumah tangga, dan lansia. Penduduk di
Kampung Gombong 100% beragama muslim sehingga terdapat aktivitas
yang berhubungan dengan kegiatan islami seperti mengaji di TPA, masjid,
dan madrasah (anak - anak, remaja, ibu rumah tangga, dan pedagang).

Gambar 2.2.5.2.1. Kiri ke kanan; aktivitas balita - aktivitas anak - anak.

27
Gambar 2.2.5.2.2. Kiri ke kanan; aktivitas remaja (SMP) - aktivitas remaja (SMA).

Gambar 2.2.5.2.3. Kiri ke kanan; aktivitas buruh harian lepas - aktivitas pedagang.

Gambar 2.2.5.2.4. Kiri ke kanan; aktivitas buruh tani - karyawan swasta.

28
Gambar 2.2.5.2.5. Kiri ke kanan; aktivitas buruh tani - karyawan swasta.

2.2.6. Keterhubungan

Gambar 2.2.6.1. Kiri ke kanan; sirkulasi masyarakat sehari - hari - sirkulasi menuju
Masjid Jam’i Hidaayatus - syaahidiin di RW 08.

Gambar di kiri atas menunjukkan sirkulasi masyarakat sehari - hari


untuk bekerja dan berinteraksi dengan sesama warga yang cakupannya
meliputi seluruh area Kampung Gombong sedangkan gambar di kanan
atas menunjukkan sirkulasi warga menuju Masjid Jam’i Hidaayatus -
syaahidiin yang biasa digunakan untuk mengaji, estimasi jarak dari
Kampung Gombong menuju masjid yang terletak di RW 08 adalah 3
menit.

29
Gambar 2.2.6.2. Kiri ke kanan; sirkulasi buruh tani - sirkulasi menuju Balai Desa ( )
Gambar di kiri atas menunjukkan sirkulasi buruh tani menuju
sawah dan ladang jagung yang memakan waktu 1 jam perjalanan dengan
jalan kaki sedangkan gambar di kanan atas menunjukkan sirkulasi menuju
Balai Desa yang digunakan untuk acara desa seperti Gerakan Seribu
Seminggu dan Arisan Panen.

Gambar 2.2.6.2. Kiri ke kanan; sirkulasi menuju Lapangan Voli ( ) - sirkulasi


untuk Rebo Kasan.

Gambar di kiri atas menunjukan sirkulasi menuju lapangan voli


yang digunakan untuk acara besar desa seperti 17 agustusan, Bubur Sura,
dan kegiatan pemilihan sedangkan gambar di kanan atas adalah sirkulasi
menuju acara Rebo Kasan yang diadakan di masjid.

30
2.3. Organisasi Dan Tingkah Laku

2.3.1. Prinsip Organisasial

2.3.1.1.Pemilihan Spasial
Perletakkan fungsi - fungsi spasial dibuat berdasarkan kebutuhan
yang timbul dari warga, misalnya perletakkan ruang - ruang terbuka yang
dapat difungsikan menjadi pemakaman, halaman rumah, ladang, dan
sawah.

Gambar 2.3.1.1.1. Peta Zoning Area Fungsi Kampung

2.3.1.2.Integrasi Spasial
Elemen - elemen spasial pada Kampung Gombong dihubungkan
oleh jalur sirkulasi berupa jalan beton yang dilalui oleh kendaraan dan
pejalan kaki. Integrasi spasial antar massa terjadi melalui pembagi ruang
berupa perbedaan elevasi, jarak antar massa, dan vegetasi.

31
Gambar 2.3.1.2.1. Peta Area Jalan Primer dan Sekunder Kampung

2.3.2. Kepemilikan Sibernetik

2.3.2.1. Kepekaan untuk Berubah


Setiap perubahan yang terjadi, tidak terlalu mencolok
perubahannya. Paling umum renovasi ataupun penambahan aspek-aspek
luar sedangkan untuk fungsi dasar seperti pengadaan teras atau halaman
luas untuk kegiatan sosial akan selalu ada.

Gambar 2.3.2.1.1. Perbandingan Perubahan Rumah di Kampung

2.3.3.Mekanisme Keteraturan
Analisis
Karena di lokasinya di desa, maka keteraturan sangat berbeda dengan
permukiman di kota yang terdapat peraturan-peraturan daerah dan wilayah.
Kampung Gombong yang berupa kampung jauh dari keberadaannya kota tidak

32
memiliki mekanisme keteraturan yang terurai dan mendalam, hanya terawas dan
terkendali oleh satu-satunya perangkat desa. Yang di bawah pemerintah sangat
kurang dari segi peraturan dan secara zoning tidak tentu, namun warga dapat
menentukan sendiri batasan-batasan untuk area pembangunan ditentukan oleh
nilai-nilai etis warga.

Gambar 2.3.3.1 Batas Administratif

2.3.4. Orientasi Tujuan dan Sasaran


Analisis
Pembangunan pada Kampung Gombong ialah dilakukannya pembangunan
massa bangunan baru sesuai dengan kebutuhan warga tanpa perencanaan yang
pasti. Pembangunan ini didasari dengan kehidupan dan pemahaman bersama
bahwa penduduk di sana sangat memperhatikan nilai-nilai agama hubungannya
dengan keharmonisan sekitar, maka perkembangan tidak terlalu mencolok secara
teknologi yang terlalu maju.

33
Gambar 2.3.4.1. Peta Orientasi Kampung

34
3. Analisis
3.1.Analisis Bentuk Dan Fungsi Internal

3.1.1. Bentuk Dan fungsi Kampung

● Dikarenakan tidak adanya area khusus untuk membuang sampah


maka warga gemar membuang sampah di Hutan Bambu yang
menyebabkan hutan menjadi tercemar.
● Perletakkan permukiman akan lebih baik apabila berdekatan
dengan Sungai Cimanuk karena dapat memudahkan penyediaan
air.
● Posisi permukiman yang berada lebih tinggi dari Sungai Cimanuk
menyulitkan penyediaan air.

Gambar 3.1.1.1 Potongan Kampung yang menunjukkan letak permukiman dan Sungai
Cimanuk.

● Meskipun demikian, sudah terdapat sistem irigasi yang baik


dimana selokan di permukiman warga dapat mengalirkan air ke
sawah dan juga terdapat pompa dari sungai menuju sawah.
● Warga memanfaatkan sumber daya alam milik kampung tersebut,
seperti hutan bambu, perkebunan, dan sawah, dalam kegiatan
sehari-hari.

35
3.1.2. Persebaran Penduduk Dan Bangunan

● Persebaran penduduk dapat diusahakan agar lebih merata karena


RT 01 memiliki kepadatan penduduk dan bangunan yang paling
tinggi sedangkan di RT 04 masih tersedia banyak lahan kosong.
● Persebaran dari bangunan dan penduduk pada kampung ini
mengikuti sirkulasi primer dari kampung.

Gambar 3.1.2.1. Peta tematik kepadatan penduduk.

3.1.3. Homogenitas

● Ruang terbuka telah dimanfaatkan dengan baik karena dengan


membuat sawah, ladang jagung, dan hutan sengon tidak hanya
menambah RTH tetapi juga memiliki nilai ekonomi & sebagai
sumber mata pencaharian penduduk.
● Hutan bambu sebaiknya tidak dijadikan sebagai tempat
pembuangan sampah juga tetapi dapat dimanfaatkan sebagai
sumber penghasilan bagi penduduk.

36
● Letak pemakaman yang terpusat di satu area saja membuat
penggunaan lahan menjadi lebih teratur.

Gambar 3.1.3.1 Peta Zoning Area Fungsi Kampung

● Letak Balong (tempat pembuangan limbah air) sebaiknya dibuat


lebih jauh dari permukiman warga dan lebih dekat dengan hutan.
● Lapangan olahraga hanya terdapat 1 di Kampung Gombong dan
lokasinya jauh dari kebanyakan rumah (terletak di RT 4 saja).

Gambar 3.1.3.2. Kiri ke kanan : Lokasi Balong - Lokasi Lapangan Beton.

37
● Letak sawah & ladang jagung berjauhan dari permukiman.
● Sarana pendidikan seperti MTS al-hidayah dan Madrasah
memerlukan waktu yang lama untuk diakses.

Gambar 3.1.3.3. Letak sawah & ladang jagung yang perlu menempuh 1 jam perjalanan.

Gambar 3.1.3.3. Jarak MTS al-hidayah dan Madrasah ke rumah warga dengan estimasi
waktu 1 jam 5 menit perjalanan.

38
4. Kesimpulan
Dari data dan analisis yang telah dilakukan, ditemukan bahwa setiap struktur fisik
permukiman di Kampung Gombong yang ada disebabkan oleh faktor-faktor yang juga
mempengaruhi satu dengan yang lain. Mulai dari faktor konteks, yang terdiri atas faktor:
waktu, karakter fungsional, lingkungan eksternal, lokasi, skala, rupa, batas site dan
topografi, serta jaringan transportasi, merupakan faktor yang paling mendasar yang
mempengaruhi terbentuknya struktur fisik Kampung Gombong saat ini. Faktor konteks
ini juga yang menghasilkan bentuk dan fungsi internal, yang terdiri atas faktor:
kepadatan, homogenitas, konsentrisitas, sektoralitas, keterhubungan, keterarahan,
kesesuaian dan substitutabilitas. Dari hubungan interaksi antar faktor konteks, bentuk dan
fungsi ini, muncul pula faktor berikutnya, yaitu faktor organisasi dan tingkah laku. Faktor
organisasi dan tingkah laku tersebut terdiri atas faktor: prinsip organisasial, kepemilikan
sibernetik, mekanisme keteraturan dan orientasi atau sasaran.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa struktur fisik permukiman tidak
muncul begitu saja, melainkan disebabkan oleh hal-hal yang saling berkaitan pula. Selain
dari kondisi saat ini yang disebabkan oleh faktor-faktor yang telah ada, terdapat pula
kemungkinan perubahan struktur fisik permukiman di masa yang akan datang
diakibatkan oleh kondisi saat ini maupun yang belum terjadi.
Dari hasil presentasi, berikut terdapat beberapa pertanyaan :
1. Apakah daerah tersebut memiliki potensi untuk dibangun area komersil?
Jika iya, mengapa dan jika tidak mengapa.
Menurut kami, daerah tersebut tidak memungkinkan untuk dibangun area
komersil. Daerah tersebut tidak sering dilalui oleh eksternal (masyarakat luar).
Masyarakat yang pergi ke kampung tersebut adalah masyarakat internal (dari
kampung itu sendiri) ataupun masyarakat sekitar kampung tersebut. Jika kampung
tersebut ingin dibangun area komersil, maka target untuk area tersebut lebih
berorientasi pada masyarakat internal kampung hingga masyarakat di sekitar
kampung tersebut. Kampung tersebut memiliki potensi untuk dibangun area

39
komersil dari faktor sumber daya alamnya yang mayoritas merupakan sawah
untuk memanen padi. Aksesibilitas ke kampung tersebut menjadi hambatan bagi
kampung tersebut untuk dibangun area komersil.

2. Seberapa besar pengaruh eksternal terhadap RW 07 Kampung Gombong


dan apa saja pengaruhnya?
Karena lingkup kampung ini secara dominan bersifat internal ( jarang dilalui
masyarakat luar kampung). Mengakibatkan pengaruh eksternal yang timbul
sangat minim. Jika diinginkan sebuah perubahan secara kompleks, perangkat desa
akan menjadi perantara aspirasi masyarakat untuk mengadakan pertimbangan itu.
Jadi, selagi masyarakat masih kurang dapat mengakses kampung ini, maka
perubahan yang sangat kompleks hanya akan terjadi oleh kesepakatan bersama
terhadap perangkat desa dan masyarakat kampung itu sendiri dengan orientasi
kebutuhan bersama.

3. Karena area pembuangan sampah merupakan hutan bambu Gombong,


upaya apa yang dilakukan warga untuk mencegah pencemaran hutan?
Untuk mencegah pencemaran hutan, hal yang bisa dilakukan adalah dengan
mengadakan sosialisasi kepada warga sekitar. Warga kampung tersebut perlu
diberikan pemahaman untuk tidak membuang sampah ke hutan bambu ataupun
sengon. Upaya untuk mencegah pencemaran hutan hanya bisa dilakukan dengan
kesadaran dari diri sendiri.

4. Untuk Penduduk RW 07 Kampung Gombong yang masih bersekolah,


bagaimana aksesibilitas menuju sekolah?
Di sekitar kampung Gombong, anak-anak yang menempuh pendidikan wajib
nasional merupakan siswa- siswi Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah
Kejuruan. Untuk Sekolah Dasarnya, warga Kampung Gombong pergi ke SDN 02
Surabaya yang terletak di RW 09 dari kampung tersebut dan letaknya cukup

40
strategis dari kampung tersebut. Untuk aksesibilitasnya, anak-anak dapat berjalan
kaki dalam waktu kurang dari 30 menit. Anak-anak juga dapat diantar oleh orang
tuanya menggunakan motor. Untuk Sekolah Menengah Pertamanya, siswa-siswi
kampung tersebut dapat berjalan kaki ke MTs Al-Hidayah dengan waktu tempuh
1 jam 5 menit. Siswa-siswi juga sudah mulai memanfaatkan motor pribadi untuk
pergi ke MTs Al-Hidayah. Untuk Sekolah Menengah Akhir, siswa-siswi kampung
tersebut dapat berjalan ke SMKN 6 Garut dengan waktu tempuh 32 menit. Sudah
banyak juga siswa-siswa SMKN 6 Garut yang menggunakan motor untuk
mobilisasi ke sekolahnya. Aksesibilitas dari kampung menuju SD, SMP, dan
SMA sebetulnya dapat dikatakan terjangkau walaupun cukup lama jika dijangkau
dengan berjalan kaki.

5. Mengapa permukiman tersebut jauh dari sungai?


Permukiman memilih untuk berada di dekat sungai karena membutuhkan air dari
sungai untuk bertahan hidup, namun terdapat beberapa metode lain yang dapat
dilakukan untuk menjangkau kebutuhan tersebut. Pada RW 07 Kampung
Gombong sumber air menggunakan air hujan yang ditampung ataupun dari sumur
pompa/ timba. Namun, terdapat juga kali Cigawir yang merupakan hasil
percabangan dari sungai Cimanuk untuk irigasi sawah yang ada pada kampung
tersebut. Permukiman pada RW 07 Kampung Gombong dan sungai Cimanuk
dibatasi oleh hutan sengon dan ladang jagung yang menyebabkan adanya jarak
antara pemukiman dan sungai. Akan tetapi, karena warga setempat memiliki
kepercayaan yang kuat terhadap leluhurnya maka warga setempat tidak
menginginkan hutan sengon untuk ditebang.

6. Apakah terdapat sarana kesehatan yang bisa dijangkau oleh warga?


Bagaimana akses menuju tempat tersebut?
Pada Kampung Gombong, terdapat sarana kesehatan yang bisa dijangkau oleh
warga ketika mendadak sakit. Posyandu terletak di pusat permukiman, strategis

41
pada area dengan kepadatan penduduk tertinggi, yakni RT 01 dan RT 02.
Posyandu ini juga sangat mudah untuk dijangkau oleh warga sekitar.

42
Daftar Pustaka

1. Kartala Rajani. (2019). Serumpun Penuai Diantara Garis Biru. ​Latihan Dasar Arsitektur
Hijau XXXIV.​
2. Bourne, Larry. ​Internal Structure of The City ​. Oxford University Press, 1971.

43

Anda mungkin juga menyukai