Anda di halaman 1dari 6

2. d.

Faktor Resiko

Faktor yang dapat menimbulkan stroke dibedakan menjadi faktor risiko yang tidak dapat diubah
atau tidak dapat dimodifikasi dan faktor risiko yang dapat diubah atau dapat dimodifikasi.

Faktor risiko yang tidak dapat diubah diantaranya peningkatan usia dan jenis kelamin lakilaki.
Faktor risiko yang dapat diubah antara lain hipertensi, diabetes melitus, dan dislipidemia.

Hipertensi diartikan sebagai suatu keadaan dimana tekanan darah seseorang melebihi batas
tekanan darah normal. Hipertensi merupakan faktor risiko yang potensial pada kejadian stroke
karena hipertensi dapat mengakibatkan pecahnya pembuluh darah otak atau menyebabkan
penyempitan pembuluh darah otak. Pecahnya pembuluh darah otak akan mengakibatkan
perdarahan otak, sedangkan jika terjadi penyempitan pembuluh darah otak akan mengganggu
aliran darah ke otak yang pada akhirnya menyebabkan kematian sel-sel otak.

Diabetes melitus adalah suatu keadaan yang ditandai dengan hiperglikemia yang terjadi karena
adanya gangguan sekresi insulin atau kerja insulun ataupun keduanya, dan termasuk suatu
kelompok penyakit metabolik. Diagnosis diabetes melitus ditegakkan jika konsentrasi darah
sewaktu (plasma vena) ≥200 mg/dl atau konsentrasi glukosa darah puasa >126 mg/dl atau
konsentrasi glukosa darah >200 mg/dl pada 2 jam sesudah beban glukosa 75 gram pada TTGO
(Tes Toleransi Glukosa Oral). Diabetes melitus menyebabkan stroke melalui kemampuannya
menebalkan pembuluh darah otak yang berukuran besar. Penebalan tersebut akan mengakibatkan
diameter pembuluh darah mengecil yang akhirnya menyebabkan gangguan aliran darah ke otak
yang berujung pada kematian sel-sel otak.

Kolesterol LDL berfungsi membawa kolesterol dari hati ke dalam sel. Jika kadar kolesterol ini
tinggi dapat mengakibatkan terjadinya penimbunan kolesterol di dalam sel yang dapat memicu
terjadinya pengerasan dinding pembuluh darah arteri yang disebut sebagai proses
atherosklerosis. Sedangkan kolesteol HDL memiliki kerja yang berlawanan dengan kolesterol
LDL, yaitu membawa kolesterol dari sel ke hati. Kadar HDL yang rendah justru memiliki efek
buruk, memicu timbulnya pembentukan plak di dinding pembuluh darah arteri.
Sumber : Cintya Agreayu Dinata, dkk. Gambaran Faktor Risiko dan Tipe Stroke pada Pasien
Rawat Inap di Bagian Penyakit Dalam RSUD Kabupaten Solok Selatan Periode 1 Januari 2010 -
31 Juni 2012. Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. 2013.
2. k. Rehabilitasi

1) Rehabilitasi stadium akut Sejak awal tim rehabilitasi medik suidah diikutkan, terutama
untuk mobilisasi. Programnya dijalankan oleh tim, biasanya latihan aktif dimulai sesudah
prosesnya stabil, 24-72 jam sesudah serangan, kecuali perdarahan. Sejak awal Speech
terapi diikutsertakan untuk melatih otot-otot menelan yang biasanya terganggu pada
stadium akut. Psikolog dan Pekerja Sosial Medik untuk mengevaluasi status psikis dan
membantu kesulitan keluarga.
2) Rehabilitasi stadium subakut Pada stadium ini kesadaran membaik, penderita mulai
menunjukan tanda-tanda depresi, fungsi bahasa mulai dapat terperinci. Pada post GPDO
pola kelemahan ototnya menimbulkan hemiplegic posture. Kita berusaha mencegahnya
dengan cara pengaturan posisi, stimulasi sesuai kondisi klien.
3) Rehabilitasi stadium kronik Pada saat ini terapi kelompok telah ditekankan, dimana terapi
ini biasanya sudah dapat dimulai pada akhir stadium subakut. Keluarga penderita lebih
banyak dilibatkan, pekerja medik sosial, dan psikolog harus lebih aktif.

Sumber : Okti Sri Purwanti dan Arina Maliya. REHABILITASI KLIEN PASCA STROKE.
Berita Ilmu Keperawatan, FIK UMS. 2008.

5. Serebrovaskular

a. Anatomi

A. Suplai Arterial

Suplai arterial utama ke otak terdiri dari dua arteri karotis utama beserta percabangannya yang
disebut sebagai sirkulasi anterior dan dua arteri vertebral bergabung membentuk arteri basilaris
yang disebut sebagai sirkulasi posterior . Secara umum, arteri karotis berasal dari arteri
inominata di sisi kanan dan kiri dari aorta. Pada orang dewasa, percabangan arteri karotis
menjadi arteri karotis interna dan eksterna biasanya di level vertebrae servikal 4 dan 5
dibandingkan dengan anak-anak percabangan terbentuk di satu sampai dua tingkat dari bagian
ujung atas (rostral) dari servikal. Arteri karotis interna (ICA) memasok darah ke otak dan mata
didaerah ipsilateral. Ada empat segmen dari ICA: cervical, petrous, cavernous, dan supraclinoid,
menggambarkan jalurnya saat memasuki tengkorak. Secara umum, luas area yang disuplai oleh
arteri tertentu menggambarkan ukuran diameter arteri serebral tersebut. Arteri opthalmic, a.
communicating posterior, a. choroidal anterior, a. serebral anterior, a. serebral media, dan a
perforating anterior merupakan cabang dari ICA, dan menyupial sebagian besar darah ke
serebrum. Semua area otak yang disuplai oleh cabang utama dari ICA memiliki sirkulasi
kolateral yang baik kecuali area yang dipasok oleh medial cerebral artery (MCA). Akibatnya,
wilayah MCA rentan terhadap iskemia. 6 Dua arteri vertebralis bergabung menjadi arteri
basilaris dan membentuk sirkulasi posterior. Arteri vertebralis adalah cabang arteri subklavia
terbesar, dan sebelum bergabung untuk membentuk arteri basilaris, arteri verterbralis memberi
suplai melalui cabangnya ke arteri serebellar posterior inferior dan arteri spinal anterior. Setiap
ramus anterior terbentuk dari arteri vertebralis yang menyatu pada ramus spinal yang berlawanan
untuk membentuk arteri spinal anterior. Arteri serebellar posterior inferior adalah cabang
terbesar dari arteri vertebralis, dan menyuplai serebelum dan bagian bawah dari batang otak.
Arteri basilaris naik ke ventral dari pons dan berakhir di pontomesencephalic junction. Arteri ini
menyuplai arteri serebellar inferior anterior, a. serebral superior, dan a serebral posterior. Arteri
communicating posterior (PCom) menghubungkan arteri basilaris ke sirkulasi arteri karotis.
Sirkulus willisi merupakan anastomosis dari arteri serebral basal dan sirkulasi kolateral potensial.
Cincin berbentuk poligonal ini terdiri dari segmen
arteri communicating anterior (Acom) dari a. serebral
anterior, dan ICA anterior. Bagian posterior dari
sirkulus willisi ini terdiri dari dua Pcom, dan dua
arteri serebral posterior. Namun, pola klasik ini
ditemukan hanya pada kurang dari 50% dari populasi;
Acom dan Pcom sering hipoplastik. Sementara fungsi
utama sirkulus willisi adalah dengan menyuplai aliran
darah kolateral ke bagian otak dengan aliran darah
yang tidak mencukupi, hipoplasia Acom atau Pcom
bisa sebagai limiting factor.
Sistem Vena Sistem vena serebral terdiri dari vena serebral superfisial dan dalam. Vena
superfisial mengalir dari permukaan dan korteks serebral hemisphere, sedangkan vena dalam
mengalir dari white matter, basal ganglia, diencephalons, serebelum, dan batang otak. Vena
subependymal kosong ke vena-vena basal untuk membentuk vena besar Galen, yang mana
merupakan bagian dari sistem vena dalam. Baik vena superfisial maupun dalam termasuk vena
Galen mengalir ke sinus venosus dura utama, yang di samping menerima darah dari otak, juga
menyerap kembali cairan serebrospinal dari ruang subarachnoid. Dinding-dinding vena serebral
sangat tipis sementara dinding dari sinus dural sangat fibrous. Baik 8 vena dan sinus tidak
memiliki katup. Sinus dural akhirnya mengalir ke salah satu dari dua vena jugularis interna.
Pengaruh dari sistem vena serebral terhadap autoregulasi masih belum jelas, mungkin
disebabkan karena sulitnya melakukan observasi langsung. Konten dari otot polos dan inervasi
sistem vena mungkin kurang luas dibandingkan dengan sistem arterial, dan banyak yang
meyakini sistem vena merupakan passive recipient dari pengaturan masuknya aliran darah
arterial. Oklusi dari vena kortikal pada binatang menunjukkan kegagalan respon autoregulasi
lokal terhadap kondisi hipotensi sistemik. Namun begitu, sistem vena mengandung sebagian
besar dari cerebral blood volume (CBV); sehingga perubahan kecil pada diameter vena mungkin
menyebabkan efek signifikan terhadap volume darah intrakranial. Pada penelitian yang sudah
ada menyatakan sistem vena dominan diatur oleh faktor neurogenik dibandingkan faktor
miogenik atao metabolik.

Sumber : Cottrel JE, Young WL, ed. Cottrel and Young's neuroanesthesia 5th edition.
Philadelphia: Mosby elsevier; 2010.

Sumber gambar : I. M. Muresan, A. Puiu, M. Cucos. Variants of the posterior cerebral


circulation and its significance. ECR 2017
6. e. Mekanisme hemiparesis

Pada tahapan awal stroke, gambaran klinis yang biasanya muncul adalah paralisis dan hilang
atau menurunnya reflek pada tendon dalam. Apabila refleks tendon dalam ini kembali muncul
(biasanya dalam 48 jam), peningkatan tonus disertai dengan spastisitas (peningkatan tonus otot
abnormal) pada ekstremitas yang terkena dapat di lihat,

Hemiparesis adalah kelumahan pada salah satu sisi bagian tubuh. Biasanya diakibatkan oleh
adanya lesi saluran kortikospinalis, yang berjalan turun dari kortikal neuron di lobus frontal ke
motor neuron sumsum tulang belakang dan bertanggung jawab untuk pergerakan otot-otot tubuh
dan anggota tubuhnya. Pada saluran tersebut melalui beberapa bagian batang otak, yaitu otak
tengah, pons dan medula, masing-masing saluran yang melintasi ke sisis berlawanan pada bagian
terendah dari medula (mementuk struktur anatomi disebut sebagai piramida) dan turun di
sepanjang sisi berlawanan dari sumsum tulang belakang untuk memenuhi kontralateral motor
neuron. Sehingga sebelah sisi otak mengontrol pergerakan otot dari sisi yang berlawanan dari
tubuh dan 30 dengan demikin gangguan saluran kortikospinalis kanan pada batang otak atau
struktur otak atas menyebabkan hemiparesis pada sisi kiri tubuh begitu pula sebaliknya

Sumber : Smeltzer & Bare. (2008). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth/ editor, Suzzane C. Smeltzer, Brenda G. Bare; alih bahasa, Agung Waluyo, dkk.
Jakarta: EGC.

7. Klasifikasi Paresis

Anda mungkin juga menyukai