Anda di halaman 1dari 4

BAHASA INDONESIA

MENULIS RESENSI BUKU

ANANDA REY SISWANTO


01
XI MIA 3

SMA N 1 SERIRIT
2020/2021
Teka-Teki Tuan Burung Pegas

Judul : Kronik Burung Pegas


Pengarang : Haruki Murakami
Penerbit : Kepustakaan Populer
Gramedia (KPG)
Penerjemah : Ribeka Ota
Cetakan : Pertama, Mei 2019
Genre : Fiksi, Misteri, Sejarah
Halaman : ix + 925 halaman
Harga : Rp 199.000,00
Meskipun belum pernah memenangkan penghargaan paling bergengsi yaitu Nobel
Sastra, karya-karya Haruki Murakami sudah sangat terkenal dan popular di seluruh negara di
dunia. Tercatat beberapa kali Haruki Murakami masuk dalam daftar penghargaan Nobel
Sastra, lewat karya-karyanya yang khas dengan gabungan surealisme dan realisme ditambah
bumbu-bumbu sejarah salah satunya Kronik Burung Pegas. Pria berkebangsaan Jepang
tersebut lahir pada tahun 1949, sehingga di setiap karyanya akan ada setidaknya unsur sejarah
atau berlatar belakang perang dunia kedua. Lebih lanjut lagi gaya penulisan Haruki
Murakami akan selalu identik dengan musik dikarenakan sebelum memulai menulis pada
umur 29 tahun Haruki Murakami aktif pada kegiatan club music jazz. Hal-hal identik lainnya
seperti film, beserta kesepian dan keterasingan anak-anak muda kelas menengah yang
mengaku idealis, binatang-binatang sebagai piaraan atau pembicaraan dan bar.
Novel Kronik Burung Pegas terbit pertama kali pada tahun 1994, tak terpungkiri
novel ini telah berumur 27 tahun dan terjemahan pertama berbahasa Indonesia pertama kali
terbit pada tahun 2019. Kronik Burung pegas pernah meraih penghargaan Yomiuri Prize for
literature: fiction oleh salah satu mantan pengkritik Haruki Murakami yang paling keras,
Kenzaburō Ōe. Novel setebal 925 halaman yang bahkan dapat dijadikan bantal ini akan
menyajikan kisah nan panjang seorang pria dengan segala teki-teki dihidupnya yang penuh
dengan misteri dengan suara seekor burung yang seolah sedang memutar pegas agar realitas
terus bergerak.
Menceritakan kehidupan rumah tangga Toru Okada dan Kumiko, yang telah
mengarungi bahtera rumah tangga selama enam tahun lamanya. Cerita Kronik Burung
Pegas diawali oleh Toru Okada seorang pengangguran yang sebelumnya bekerja di kantor
advokat yang sedang merebus spageti sambil mendengarkan overture komposisi The
Thieving Magpie karya Gioachino Rossini dari radio FM. Suatu hari, kucing kesayangan
mereka hilang entah ke mana. Menysusul setelahnya telepon berdering, seorang perempuan
misterius menelepon untuk berbicara hal-hal yang cabul kepada Toru Okada. Setelah itu
telepon kembali berdering, namun kali ini Kumiko istrinya, yang berbicara. Kumiko meminta
Toru Okada untuk mencari kucing mereka yang hilang. Segera Toru Okada mencari kucing
kesayangannya yang ia rawat sejak menikah dengan kumiko. Kucing tersebut bernama
Noburu Wataya, nama tersebut merupakan nama dari kakak kandung Kumiko yang terkenal
menjadi anggota dewan.
Toru Okada lantas bergerak mencari kucingnya, sesampainya di halaman rumah dia
mendengar suara kreek, suara itu berasal dari Burung Pegas. Entah bagaimana bentuk aslinya,
Toru tidak pernah tahu, yang terdengar hanyalah suaranya saja dari atas pohon halaman
rumahnya. Nama tersebut diberikan oleh istrinya, karena suara dari Burung Pegas seolah
memutar dunia setiap harinya. Suatu hari suara Burung Pegas tersebut tidak terdengar, Toru
pun bertanya-tanya. Ia beranjak menaiki tembok halaman belakang menuju ke gang buntu,
disana ia bertemu seorang gadis kecil SMA tomboy, dan menemukan rumah kosong dengan
sumur kering yang menarik perhatiannya.
Tidak hanya sampai disana, kemunculan peramal nyentrik yang selalu mengenakan
topi vinil merah yang membantu meramal tentang kucing dan kehidupannya kelak serta
memberi jawaban yang menimbulkan pertanyaan bagi Toru Okada. Kemunculannya beserta
adiknya yang diketahui merupakan bekas pelacur membuat kehidupan sederhana Toru Okada
menjadi semakin membingungkan. Hadirnya Letnan Mamiya, Ibu kaya raya dan anaknya
yang bisu kelak akan membantunya mendapatkan sumur kering di gang buntu tersebut.
Kebencianya terhadap seorang petinggi licik nan manipulatif yang tidak lain kakak kandung
Kumiko, perginya Kumiko dari rumah serta surat permohonan cerai. Berbagai hal kecil nan
misterius serta kehadiran orang-orang aneh tersebut saling jalin menjalin. Mulai dari
keberadaan rumah terbengkalai yang begitu menyita perhatian Okada, sumur misterius yang
menyimpan sejuta rahasia, terungkapnya perselingkuhan Kumiko dengan pria lain, hingga
munculnya tompel biru pada pipi Okada. Setelahnya, kehidupan Okada menjadi kian aneh
dan tak lagi bisa di nalar. Semakin lama berkubang pada keganjilan dalam hidupnya, Okada
menyadari bahwa kesemuanya bukanlah suatu kebetulan, ataupun fragmen kehidupan yang
tak berhubungan.
Semua hal ganjil yang dialaminya, bersinggungan dengannya, entah bagaimana saling
terkait dan berhubungan satu sama lain. Bahkan, apa yang dialaminya entah bagaimana
berbenturan dngan peristiwa sejarah dalam setting Perang Dunia II. Ada suatu kekuatan gelap
yang tengah menggeliat, merangkak secara perlahan untuk naik ke permukaan. Mampukah
Okada mengurai benang kusut hingga sampai pada simpul mati yang akan mengakhiri
segalanya? Akankah Okada sanggup mencegah bencana besar yang akan menghantam
kehidupannya? Keinginannya hanya satu, membawa kembali Kumiko.
Haruki Murakami menyajikan deskripsi yang amat sangat mendalam dan terperinci.
Dapat saya katakan, novel ini ditunjang dengan riset dan imajinasi di luar rata-rata. Seolah
pembaca benar-benar hidup di sana dan menyaksikan kejadian perkara, bahkan sejarah yang
telah jauh terjadi di masa lampau. Lahir pada masa perang dunia kedua, menjadikan novel ini
menjelaskan secara detail bagaimana hubungan Jepang dengan China, Uni Soviet dan
Amerika. Dalam novel ini pula, Haruki Murakami sangat jenius menyampaikan pesan dalam
bentuk simbol-simbol tertentu, yang mana saking beragamnya, beberapa diantaranya bisa
saya resapi maknanya dan tidak bisa sama sekali. Lalu misteri setiap bab cerita akan menarik
para pembaca untuk segera menyelesaikan novel ini. penulisan novel ini pula menggunakan
gaya bahasa yang tak biasa, pembaca pun harus menggunakan imajinasinya.
Semua tokoh di novel ini digarap sangat detail, baik itu dalam penceritaan
karakternya maupun narasi-narasi penting di hidupnya. Hal ini juga yang membuat novel ini
begitu padat dan tebal. Narasi-narasi itu sebagian penting sebagai pondasi cerita, sebagian
lainnya cukup dimaknai sebagai pikiran-pikiran liar Murakami yang harus ia muntahkan
berturut-turut. Akan tetapi, di satu sisi, ketika saya sampai pada bagian akhir cerita, saya
merasa penulis belum menuntaskan kisahnya. Beberapa cerita yang disajikan terkesan
bertele-tele dan tidak memiliki relevansi dengan cerita. Adapun kisah tersebut memiliki
relevansi, lebih baik dipersingkat saja. Misalkan, ketika Kreta Kano, Malta Kano, atau
siapapun menceritakan kisah hidupnya, yang mana tidak bersinggungan langsung dengan
konflik utama, seharusnya tidak perlu sampai diperinci atau diperpanjang. Membuat plot
menjadi sangat lambat, dan bahkan mungkin membuat beberapa pembaca lupa atau
teralihkan dengan konflik utama dari cerita ini. Penggunaan alur campuran yang berbanding
terbalik membuat pembaca akan sulit memahami cerita.
Perilaku Kumiko membangkitkan gerakan feminisme, khususnya perempuan untuk
bisa bekerja secara mandiri, memilih hak untuk mempunyai anak atau tidak serta menikah
atau tidak. Permasalahan yang terjadi membuat para pembaca akan sadar bahwa segala
sesuatu bisa terjadi kapan saja, kita hanya perlu bersiap dan menerimanya. Mereka yang
menyukai Jepang, sejarah, misteri dan teka-teki, mungkin akan tertarik untuk membaca
Kronik Burung Pegas. Selain itu, mereka yang memiliki jiwa detektif, mungkin akan
tertantang untuk memecahkan misteri yang disajikan dalam cerita ini. Tapi jangan berharap
banyak. Karena meskipun tidak ada plot twist yang berarti, pembaca akan dibingungkan
dengan misteri tentang bagaimana segala hal ganjil dalam kehidupan Toru Okada saling
berkaitan.
Secara keseluruhan novel ini sangat baik, penggambaran yang detail serta riset yang
mendalam. Serta teka-teki yang sukses membuat saya bertanya-tanya setiap harinya. Namun,
cerita kurang fokus serta berbeli-belit menjadikan hal ini menjadi kekurangan tersendiri.
Terlepas dari itu semua hal memiliki kelebihan dan kekurangan, dan novel ini tetap layak dan
sangat layak untuk dibaca, dan pantas ketika novel ini mendunia.

Anda mungkin juga menyukai