Anda di halaman 1dari 12

TUGAS NIHON BUNGAKU

AKURAGAWA RYUUNOSUKE
“RASHOMON”

NAMA :
DEVITA WURMAYA
1621900019
PERTANYAAN :
1. Cari dan tuliskan informasi lengkap tentang sastrawan Jepang Akutagawa
Ryuunosuke.
2. Cari cerita lengkap ttg Rashomon.
3. Jawablah pertanyaan2 berikut:
1) Siapakah lelaki ini dan terjadi di jaman apa?
Lelaki bernama Genin (samurai kelas bawah) yang sudah dipecat
majikannya. Diperkirakan cerita ini terjadi pada zaman Heian.
2) Latar belakang apa yang membuat orang-orang ini menderita?
Kota Kyoto yang mengalami kemunduran dan merasa kelaparan.
3) Mengapa orang perempuan melakukan hal tsb?
Agar dapat membuat wig dari rambut asli, lalu kemudian di jual untuk
memenuhi kebutuhannya.
4) Apa yang kemudian dilakukan lelaki tersebut terhadap perempuan tua
itu?
Merampas pakaian wanita itu dan meninggalkan wanita itu sendirian.
5) Apa pesan yang ingin disampaikan dalam film tersebut? Silahkan
sampaikan menurut bahasa dan kesan anda sendiri!
Menyampaikan bahwa sebuah perbedaan antara sebuah kebaikan dan
keburukan yang hanya berbeda tipis dan berbeda disetiap perspektifnya,
dan menunjukkan bahwa manusia adalah makhluk yang lemah dan
rapuh.
1. Akutagawa Ryuunosuke
Akutagawa Ryuunosuke ( 芥 川 龍之介) atau dikenal dengan nama lainnya Chōkōdō Shujin
(澄江 堂主 人), lahir pada 1 maret 1892. Beliau seorang penulis yang aktif pada periode Taisho
dan dianggap sebagai “Bapak Cerita Pendek Jepang” dan memiliki penghargaan sastra utama di
Jepang yang menggunakan namanya.
Akutagawa yang lahir di distrik Kyoubashi Tokyo merupakan anak ketiga dari satu-satunya putra
dari ayahnya, Toshizou Nihara dan ibunya, Fuku Akutagawa. Dinamai dengan Ryuunosuke atau jika
diterjemahkan menjadi “Anak Naga”, karena Akutagawa lahir pada Tahun Naga, di Bulan Naga,
pada Hari Naga, dan pada Jam Naga. Sedari kecil, Akutagawa sudah diasuh oleh pamannya yang
bernama Doushou Akutagawa. Karena ibunya mengalami penyakit mental tidak lama setelah
melahirkan Akutagawa. Ketertarikan terhadap sastra juga muncul sedari kecil yang sudah menyukai
karya dari Mori Oogai dan Natsume Souseki.
Pada tahun 1910, Akutagawa memasuki Sekolah Menengah Pertama dan mengembangkan
hubungannya dengan teman-temannya. Seperti Kan Kikuchi, Kume Masao, Yuzo Yamamoto, dan
Tsuchiya Bunmei, yang kemudian menjadi penulis juga. Ketika masih menjadi pelajar pun,
Akutagawa telah melamar teman masa kecilnya, Yayoi Yoshida. Namun karena keluarga angkatnya
tidak menyetujui hal tersebut, pada tahun 1916, Akutagawa bertunangan dengan Fumi Tsukamoto
dan menikahinya pada tahun 1918.
Hasil dari pernikahan tersebut, Akutagawa memiliki 3 anak, yaitu Hiroshi Akutagawa yang
seorang actor, Takashi Akutagawa yang terbunuh saat melakukan wajib militer di Burma, dan
Yasushi Akutagawa yang menjadi seorang composer.
Setelah lulus dari sekolahnya di Tokyo Imperial University dimana dia memperlajari sastra
Inggris, Akutagawa sempat mengajar di Sekolah Teknik Angkatan Laut di Yokosuka, Kanagawa,
sebelum akhirnya menjadi penulis full time.
Pada tahun 1914, Akutagawa dan teman-temannya menghidupkan kembali jurnal sastra
Shinshichou (Arus Pemikiran Baru) dengan menerbitkan terjemahan karya William Butler Yeats dan
Anatole France bersamaan dengan karya mereka masing-masing. Pada tahun berikutnya, Akutagawa
menerbitkan serpent keduanya Rashomon di majalah sastra Teikoku Bungaku, saat itu Akutagawa
masih mahasiswa.
Cerpen yang berdasar pada kisah abad ke-12 itu awalnya tidak diterima baik oleh teman-
temannya dan menerima banyak sekali kritik. Pada awal 1916, Akutagawa menerbitkan cerpen Hana
dan mendapat banyak pujian dari Souseki dan membuat Akutagawa terkenal.
Pada saat itu pun, Akutagawa mulai menulis dengan nama pena dan ceritanya selalu berlatar
belakang periode Heian, Edo atau periode Meiji awal Jepang. Kisah-kisah Akutagawa sendiri
dipengaruhi oleh keyakinannya bahwa sastra bersifat universal dan dapat menyatukan budaya Barat
dan Jepang. Hal itu dapat terlihat dari cara Akutagawa menulis karya-karyanya yang berbagai
budaya dan periode waktu.
Budaya dan pembentukan identitas budaya juga merupakan tema utama beberapa karya
Akutagawa. Cerita tersebut mengeksplorasi pembentukan identitas budaya selama periode dalam
sejarah di mana Jepang paling terbuka terhadap pengaruh luar. Contohnya adalah kisah Hokyonin no
Shi yang berlatar belakang awal misionaris.
Pada 1921, Akutagawa menyela karirnya untuk pergi ke Cina selama empat bulan untuk menjadi
reporter Osaka Mainichi Shinbun. Dalam perjalanan yang menegangkan itu, Akutagawa menderita
berbagai penyakit yang kemungkinan kesehatannya tidak akan pernah pulih. Selama perjalanan ini,
Akutagawa mengunjungi banyak kota dan menulis sebuah cerita “The Christ of Nanjijng”, yaitu
tentang komunitas Kristen cina yang berdasarkan pada imajinasinya tentang Nanjing. Tidak lama
setelah itu, Akutagawa menerbitkan Yabu no Naka.
Penggambaran wanita dalam cerita Akutagawa dipengaruhi oleh wanita yang mengasuhnya
sebagai ibu menurut Akutagawa. Ibu kandungnya, Fuku, yang membuatnya khawatir akan mewarisi
kesehatan mentalnya kepada dirinya. Walaupun tidak banyak menghabiskan waktu bersama, namun
tetap dapat mendefinikasikan Fuku dengan baik.
Bibinya, Fuki, juga berperan penting dalam pengasuhannya. Fuki mengendalikan sebagian besar
kehidupan Akutagawa. Walaupun begitu, tokoh ibu di dalam cerita Akutagawa sebagian besar
digambar dengan sosok yang mendominasi, agresif, menipu, dan egois. Sebaliknya, laki-laki sering
digambarkan menjadi korban perempuan. Seperti dalam ceritanya Kesa ke Morit, dimana tokoh
perempuannya berupaya mengendalikan tindakan kekasihnya.
Pada fase terakhir karirnya, kesehatan fisik dan mentalnya mulai memburuk. Sebagian besar
karyanya pada masa periode tersebut adalah otobiografi yang beberapa diambil langsung dari buku
hariannya. Hasil karyanya pada periode tersebut adalah Daidoji Shinsuke no Hansei dan Tenkibo.
Pada akhir hidupnya, Akutagawa mendapat halusinasi visual dan kecemasan karena menerima
warisan gangguan mental dari ibunya. Pada tahun 1927, ia mencoba bunuh diri bersama dengan
teman istrinya, namun ternyata gagal. Akhirnya, pada tanggal 24 Juli 1927, pada umur 35 tahun,
Akutagawa meninggal karena overdosisi Veronal. Pada surat wasiatnya, Akutagawa menulis bahwa
merasa tidak aman yang samar-samar tentang masa depannya " ( ぼ ん や り し 安 不 安 ,
bon'yari shita fuan).
CERITA RASHOMON DALAM BAHASA INDONESIA :

Rashomon diperkirakan berasal dari kata "rajomon" yaitu pintu gerbang zaman Heian
(794-1185) di perfektur Nara. Menceritakan seorang genin (samura kelas bawah) yang berteduh
pada suatu senja dibawah Rashomon. Genin tersebut telah dipecat oleh majikannya. Salah satu
menebabnya karena Kyoto saat itu sedang mengalami kemunduran. Kyoto bertambah sepi usai
didera bencana beruntun mulai dari gempa bumi, angin puyuh, kebakaran, dan paceklik.
Karenanya Kyoto jadi senyap dan porak-poranda. Sehingga genin tersebut dipecat. Genin
tersebut tidak memiliki tujuan, dia juga sangat kelaparan.
Pada suatu ketika, genin tersebut mengalami kebimbangan di dalam hatinya. dia
bingung antara memilih mencuri untuk bertahan hidup atau harus mati kelaparan. Ketika sedang
berteduh dari hujan dibawah Rashomon. Karena kedinginan la memutuskan untuk melewati
malam di situ jika ada tempat yang terlindung dari angina dan hujan, dan tak terlihat oleh
siapapun. Beruntung ia menemukan tangga lebar berpernis merah yang menuju ke menara di atas
gerbang. Ia berpikir, kalaupun ada orang di atas paling juga hanya mayat. Kakinya yang
bersandal jerami menginjak anak tangga paling bawah, sambil berhati-hati menjaga agar pedang
di pinggangnya tidak terlepas dari sarungnya.
Ketika mencapai pertengahan tangga menuju menara beberapa menit kemudian, ia
mengintai keadaan di atas sambil menahan napas dan mengendap-ngendap seperti seekor kucing.
Seberkas cahaya dari atas menara menerpa pipi kanannya. Pipi dengan jerawat merah bernanah
di antara cambangnya yang pendek. Sejak samula Genin mengira paling-paling hanya mayat saja
yang ada di dalam menara. Tapi setelah menaiki dua atau tiga anak tangga, ia malihat seberkas
api yang dinyalakan oleh saseorang, dan sapertinya orang itu menggerakkannya ke sana-kemari.
Ia langsung mengetahuinya karena cahaya kuning suram bergoyang-goyang menyinari langit-
langit yang dipenuhi jaring laba-laba.
Orang yang menyalakan api di atas Rashomnon di malam hari dan hujan ini tentu bukan
sembarangan. wajar saja genin curiga karena pada kondisi seperti sekarang ini sulit membedakan
mana orang jahat dan baik Genin merayap seperti seekor cicak di anaktangga terjal tanpa
rnengeluarkan suara. Akhirnya ia mancapai anak tangga teratas. Sambil berusaha tetap tiarap, ia
menjulurkan Iehar sebisanya, mencoba mengintip ke dalam manara dengan perasaan takut.
Tapi karena cahaya temaram. la hanya melihat samar-samar ada mayat yang telanjang,
dan ada pula yang berpakaian. Tentu saja di antara mayat-mayat itu, selain mayat lelaki, ada
mayat perempuan. Mereka berserakan di lantai, mirip boneka-boneka dari tanah, ada yang
mulutnya menganga atau tangannya terentang, sampai-sampai tak terbayangkan bahwa
sabelumnya mereka adalah manusia yang pernah hidup. Bagian tubuh yang lebih tinggi, separti
bahu dan dada, diterpa cahaya temaram, sadangkan bagian lainnya lenyap ditelan bayangan, dan
diam bagai bisu abadi.
Tanpa sadar Genin menutup hidung karena tercium bau menyengat mayat-mayat yang
membusuk itu. Tapi, beberapa saat kemudian ia sudah lupa menutup hidung dangan tangannya.
Dorongan parasaan yang kuat menjarah perhatiannya dan mengalahkan indera penciumannya.
Saat itu, untuk pertama kalinya, Genin melihat sesosok manusia berjongkok di antara mayat-
mayat. Sosok itu adalah seorang perempuan tua, berbaju kecoklatan, tubuh-nya pandek, kurus,
berambut putih, mirip seekor monyet. Dengan oncor dari potnngan kayu cemara di tangan
kanannya, perempuan tua itu memandangi wajah sesosok mayat.
Karena rambutnya panjang, mungkin mayat itu mayat seorang perampuan. Karena labih
dikuasai rasa takut ketimbang rasa ingin tahu, beberapa saat lamanya bahkan untuk bernapas
sekalipun ia tak ingat. Meminjam istilah para penulis zaman dulu, ia merasa rambut di kepala
dan tubuhnya meremang. Kondisi ini membuat genin waspada terhadap apa saja. Perempuan tua
itu menancapkan oncor kayu cemara di celah lantai papan, kemudian menaruh kedua belah
tangannya pada leher mayat yang sejak tadi dipandanginya. Mungkin memastikan denyut
nadinya atau menekan nya dengan pertimbangan agar tidak bs bangun lagi.
Perempuan tua itu mulai mencabuti rambut panjang si mayat helai demi helai, persis
seekor monyet sedang mencari kutu di tubuh anaknya. Sepertinya rambut itu tercabut oleh
gerakan tangannya. Tidak ada yg tahu berapa lama mayat itu tergeletak disana, jd wanita tua itu
sekedar memastikan dengan memeriksa denyut nadinya. Dengan keadaan mayat yg kehujanan
mungkin akar rambutnya tidak sekuat dulu sehingga mudah bagi wanita tua sepertinya untuk
mencabut helai demi helai rambut mayat itu.
Seiring dengan tercabutnya rambut helai demi helai, perasaan takut dalam diri Genin
sedikit demi sedikit lenyap, dan bersamaan dengan itu pula kebenciannya terhadap nenek itu
memuncak. Mungkin tidak tepat lagi jika dikatakan bahwa kebencian itu hanya terhadap si
nenek, melainkan terhadap segala tindak kejahatan yang semakin menderas menit demi menit.
Jika saat itu seseorang bertanya kepadanya apakah ia memilih mati kelaparan atau menjadi
pencuri, sebagaimana yang muncul di benak lelaki di bawah gerbang tadi, sangat boleh jadi akan
memilih mati kelaparan.
Kebenciannya terhadap kejahatan membara bagai potongan kayu cemara yang
ditancapkan oleh si nenek ke lantai. Jiwa samurai dalam diri genin bangkit begitu melihat itu.
Tentu saja Genin tak tahu kenapa nenek itu mencabuti rambut mayat. Jadi secara rasional ia tak
tahu harus menilai baik atau buruk perbuatan itu. Tapi bagi Genin, perbuatan mencabuti rambut
mayat di Rashomon pada malam hujan itu sudah merupakan kejahatan tak termaafkan. Pasti ia
sendiri lupa bahwa beberapa saat yang lalu terlintas benaknya untuk menjadi pencuri.
Genin lantas menghimpun tenaga pada kedua kakinya, serta merta melompat dari
tangga. Sambil menggenggam gagang pedang ia menghampiri nenek tua itu dengan langkah
lebar. Si nenek terkejut bukan kepalang. Sekilas ia melihat ke arah Genin, dan saking kagetnya
seketika itu pula ia terlonjak bagai dilontarkan dengan ketapel. "Hei... mau ke mana kau?" hardik
Genin seraya mencengkeram tangan si nenek yang bermaksud melarikan diri, dan saking
paniknya tersandung mayat yang ada di situ.Ia masih berusaha kabur, namun Genin
mendorongnya kembali.
Nenek itu kabur karena terancam dengan keberadaan genin yang dengan tiba-tiba
muncul di hadapannya sambil mengacungkan pedang, bisa juga karena dia merasa tindakannya
itu adalah kejahatan, Beberapa saat mereka bergumul di antara mayat-mayat tanpa mengeluarkan
kata-kata. Tapi tentu saja sejak awal sudah jelas siapa yang lebih unggul. Akhirnya Genin
mencengkeram lengan si nenek, kemudian memelintir dan menghempaskannya dengan paksa ke
lantai. Lengan nenek itu kurus-kering tinggal tulang-belulang, seperti kaki ayam.
"Apa yang sedang kau lakukan? Jawab...! Kalau tak mau mengaku..." Genin
melepaskan cengkeramannya, seraya msnghunus pedang baja putih berkilau dan
mengacungkannya ke depan mata si nenek. Tapi, nenek kurus itu tetap bungkarn. Kedua
tangannya gemetar hebat, napasnya terengah, matanya membelalak seperti hendak melompat
keluar dari kelopaknya, dan bungkam seribu bahasa seperti orang bisu. Melihat hal ini, untuk
pertama kalinya, dengan jelas Genin menyadari bahwa hidup-mati nenek itu berada dalam
genggamannya.
Kesadaran ini, tanpa disadari, telah membuat reda kemarahannya yang membara, dan
yang tersisa hanyalah perasaan puas dan bangga yang menyejukkan hati. Karena genin yang
entah bernama siapa itu adalah samurai dengan kelas rendah mungkin dia jarang mendapati
situasa seperti ini, Sambil menatap nenek itu, Genin berkata dengan nada suara sedikit lebih
lunak.
Nada suaranya melunak karena timbul perasaan iba di hatinya. "Aku bukan patugas
Badan Kaamanan. Aku kebetulan lewat di dekat gerbang ini. Maka aku tidak akan mengikat atau
melakukan tindakan apapun terhadapmu. Kau cukup mengatakan sedang melakukan apa di sini."
Ini membuktikan kalau genin ini punya hati, dia tidak serta merta menghakimi nenek, Nenek itu
lalu membuka matanya labih lebar lagi, menatap tajam ke arah wajah Genin bagai burung
pemakan daging.
Si nenek menggerakkan bibirnya yang hampir menyatu dangan hidung karena kerut,
saperti mengunyah sesuatu. Terlihat jakunnya yang lancip bargerak-gerak pada tenggorokannya
yang kurus. Dari tenggorokannya itu kaluar suara seperti suara burung gagak sambil terengah-
engah. "Aku mencabuti rambut .. Aku mencabuti rambut, untuk membuat cemara (wig)."

Genin kecewa dengan jawaban sederhana dan di luar dugaannya itu. Dia tidak mengira
atas alasan yang sederhana itu nenek itu rela mencabuti rambut mayat di malam yang hujan dan
dingin, jadi mungkin dia tinggal tak jauh dari sana. Bersamaan dengan rasa kacewa yang
muncul, perasaan benci dan terhina yang menyengat melesap masuk ke dalam dadanya. Dia
merasa malu pada tindakannya yang terlalu spontan mengira yang bukan bukan. Barangkali rasa
gusarnya dapat ditangkap oleh nenek itu.
Sebelah tangan nenek itu masih memegang rambut panjang yang dicabutinya dari
kepala-kepala mayat, dan separti bergumam ia berkata dangan suara parau. Genin terlihat sekali
jarang menjalankan tugasnya sebagi samura karena wajah dan ekspresinya terlihat jelas pada
wajah dan perilakunya.
"Ya.. memang, mencabuti rambut orang yang sudah mati mungkin bagimu merupakan
kejahatan besar. Tapi, mayat-mayat yang ada di sini samuanya pantas diperlakukan seperti itu.
Perempuan yang rambutnya barusan kucabuti, biasa menjual daging ular kering yang dipotong-
potong sekitar 12 sentimeter ke barak penjaga dan mangatakannya sebagai ikan kering. Kalau
tidak mati kanena terserang wabah panyakit, pasti sekarang pun ia masih menjualnya. Para
pangawal katanya kerap membeli, dan mengatakan rasanya enak. Perbuatannya tidak dapat
disalahkan, karena kalau tidak melakukan itu ia akan mati kalaparan. Ia terpaksa melakukannya.
Jadi, yang aku lakukan pun bukan perbuatan tercela. Aku terpaksa melakukannya, karena kalau
tidak aku pun akan mati kalaparan. Maka, perempuan itu tentunya dapat memahami pula apa
yang kulakukan sekarang ini." terlihat bahwa nenek ini mengenal dengan baik wanita ini
sebelum dia meninggal, karena dia dengan jelas dapat menyebutkan perkiraan ukuran wanita itu
memotong ular keringnya, karena itu pula tadi dia terlihat memilah dan memandangi mayat itu
sebelum memutuskan untuk mencabuti rambut untuk diapaki sebagai wig.
Genin menyarungkan pedangnya. la mendengarkan ocehan nenek itu dengan dingin
sambil menggenggam gagang padang.dia menyarungkan pedangnya karena akhirnya dia merasa
jawaban nenk itu cukup beralasan. Tangan kanannya terus saja sibuk mangopek jerawat merah
besar dan bernanah di pipinya. Namun, ketika mendengarkan omongan itu di batin Genin
muncul suatu kaberanian yang belum pernah dirasakannya ketika duduk di bawah garbang
baberapa saat lalu.
Keberanian yang dirasakannya saat ini samasekali bertolak belakang dengan keberanian
yang dirasakannnya ketika naik ke menara dan kemudian menangkap si nenek. Itu berrarti ini
tindakan yang tidak dengan mudah dilakukannya, dan tidak dengan mudah dipikirkannya. Bukan
berarti ia tidak ragu lagi untuk menjadi pencuri atau mati kelaparan. Saat itu, hampir tak terbersit
dalam hati Ganin untuk mati kelaparan. la membuang jauh-jauh pikiran itu.
"Kau yakin begitu?" tanya Genin dengan nada mengejek, ketika nenek tua itu selesai
bicara. la maju selangkah seraya menarik tangan kanannya dari jerawat, Ialu sambil
mencengkeram leher baju perempuan tua itu ia berkata geram. "Kalau begitu jangan salahkan
aku jika aku merampokmu. Aku pun akan mati kelaparan kalau tidak melakukan-nya." Dengan
cepat Genin merenggut pakaian yang dikenakan percmpuan tua itu. genin bisa dengan mudah
merenggut pakaian nenek itu karena mungkin yang disebutnya sebagai pakaian adalah selembar
kain yang hanya di sampirkan di tubuh. Lalu dengan kasar mnenarik tangan perempuan yang
berusaha mencengkeram kakinya, dan menyepaknya hingga jatuh menerpa mayat-mayat. Hanya
lima Iangkah saja untuk mencapai mulut tangga. Dengan mengempit pakaian kekuningan hasil
rampasannya, dalam sekejap Genin sudah menuruni tangga curam menembus kegelapan malam.
Tubuh telanjang nenek tua yang roboh seperti orang mati itu belum bisa bangkit dari
onggokan mayat-mayat beberapa jam kemudian. Sambil menggerutu dan mengerang ia
merangkak mencapai mulut tangga dibantu cahaya obor yang masih menyala. Dari tempat itu ia
melongok ke bawah gerbang dengan ubannya yang pendek menjuntai. Di Iuar hanya ada kelam
malam. Tak ada yang tahu ke mana Genin pergi.
Rashomon dalam Bahasa Jepang :

羅生門
芥川龍之介
或日の暮方の事である。一人の下人が、羅生門の下で雨やみを待っていた。
広い門 の下には、この男の外に誰もいない。ただ、所々丹塗の剥げた、大きな円柱に、
きりぎ りすが一匹とまっている。羅生門が、朱雀大路にある以上は、この男の外にも、
雨やみ をする市女笠や揉烏帽子が、もう二三人はありそうなものである。それが、こ
の男の外 に誰もいない。 何故かと云うと、この二三年、京都には、地震とか辻風と
か火事とか饑饉とか云う災 いがつづいて起こった。そこで洛中のさびれ方は一通りで
ない。
旧記によると、仏像や 仏具を打砕いて、その丹がついたり、金銀の箔(は
く)がついたりした木を、路ばたに つみ重ねて薪の料(しろ)に売っていたと云うこ
とである。洛中がその始末であるから、 羅生門の修理などは、元より誰も捨てて顧み
る者がなかった。するとその荒れ果てたの をよい事にして、狐狸(こり)が棲む。盗
人が棲む。とうとうしまいには、引取り手の ない死人を、この門へ持って来て、捨て
て行くと云う習慣さえ出来た。そこで、日の目 が見えなくなると、誰でも気味を悪
がって、この門の近所へは足ぶみをしない事になっ てしまったのである。
その代り又鴉が何処からか、たくさん集まって来た。昼間見ると、その鴉が何
羽とな く輪を描いて、高い鴟尾(しび)のまわりを啼きながら、飛びまわっている。
殊に門の 上の空が、夕焼けであかくなる時には、それが胡麻をまいたようにはっきり
見えた。鴉 は、勿論、門の上にある死人の肉を、啄みに来るのである。ーー尤も今日
は、刻限が遅 いせいか、一羽も見えない。唯、所々、崩れかかった、そうしてその崩
れ目に長い草の はえた石段の上に、鴉の糞(くそ)が、点々と白くこびりついている
のが見える。下人 は七段ある石段の一番上の段に洗いざらした紺の襖(あお)の尻を
据えて、右の頬に出 来た、大きな面皰(にきび)を気にしながら、ぼんやり、雨のふ
るのを眺めているので ある。
作者はさっき、「下人が雨やみを待っていた」と書いた。しかし、下人は、雨
がやん でも格別どうしようと云う当てはない。ふだんなら、勿論、主人の家へ帰る可
き筈であ る。所がその主人からは、四五日前に暇を出された。前にも書いたように、
当時京都の 町は一通りならず衰微していた。今この下人が、永年、使われていた主人
から暇を出さ れたのも、この衰微の小さな余波に外ならない。だから、「下人が雨や
みを待っていた」 と云うよりも、「雨にふりこめられた下人が、行き所がなくて、途
方にくれていた」と 云う方が、適当である。その上、今日の空模様も少なからずこの
平安朝の下人の Sentimentalisme に影響した。申(さる)の刻下がりからふり出した雨
は、未だに上 がるけしきがない。そこで、下人は、何を措いても差当たり明日の暮し
をどうにかしよ うとしてーー云わばどうにもならない事を、どうにかしようとして、
とりとめもない考 えをたどりながら、さっきから朱雀大路にふる雨の音を聞くともな
く聞いていた。 雨は羅生門をつつんで、遠くから、ざあっと云う音をあつめてくる。
夕闇は次第に空 を低くして、見上げると、門の屋根が、斜めにつき出した甍(いら
か)の先に、重たく うす暗い雲を支えている。
どうにもならない事を、どうにかする為には、手段を選んでいる遑(いとま)
はない。 選んでいれば、築地(ついじ)の下か、道ばたの土の上で、饑死(うえじ
に)をするば かりである。そうして、この門の上へ持って来て、犬のように捨てられ
てしまうばかり である。選ばないとすればーー下人の考えは、何度も同じ道を低徊し
た揚句に、やっと この局所へ逢着した。しかしこの「すれば」は、いつもでたっても、
結局「すれば」で あった。下人は、手段を選ばないという事を肯定しながらも、この
「すれば」のかたを つける為に、当然、この後に来る可き「盗人になるより外に仕方
がない」と云う事を、 積極的に肯定するだけの、勇気が出ずにいたのである。
下人は大きな嚏(くさめ)をして、それから、大儀そうに立上がった。夕冷え
のする 京都は、もう火桶が欲しい程の寒さである。風は門の柱と柱との間を、夕闇と
共に遠慮 なく、吹きぬける。丹塗の柱にとまっていたきりぎりすも、もうどこかへ
行ってしまっ た。
下人は、頸をちぢめながら、山吹の汗衫(かざみ)に重ねた、紺の襖の肩を高
くして 門のまわりを見まわした。雨風の患のない、人目にかかる惧のない、一晩楽に
ねられそ うな所があれば、そこでともかくも、夜を明かそうと思ったからである。す
ると、幸門 の上の楼へ上る、幅の広い、之も丹を塗った梯子が眼についた。上なら、
人がいたにし ても、どうせ死人ばかりである。下人は、そこで腰にさげた聖柄(ひじ
りづか)の太刀 が鞘走らないように気をつけながら、藁草履をはいた足を、その梯子
の一番下の段へふ みかけた。
それから、何分かの後である。羅生門の楼の上へ出る、幅の広い梯子の中段に 、
一人 の男が、猫のように身をちぢめて、息を殺しながら、上の容子を窺っていた。楼
の上か らさす火の光が、かすかに、その男の右の頬をぬらしている。短い鬚(ひげ)
の中に、 赤く膿を持った面皰のある頬である。下人は、始めから、この上にいる者は、
死人ばか りだと高を括っていた。それが、梯子を二三段上って見ると、上では誰か火
をとぼして、 しかもその火を其処此処と動かしているらしい。これは、その濁った、
黄いろい光が、 隅々に蜘蛛の巣をかけた天井裏に、ゆれながら映ったので、すぐにそ
れと知れたのであ る。この雨の夜に、この羅生門の上で、火をともしているからは、
どうせ唯の者ではな い。
下人は、宮守(やもり)のように足音をぬすんで、やっと急な梯子を、一番上
の段ま で這うようにして上りつめた。そうして体を出来るだけ、平にしながら、頸を
出来るだ け、前へ出して、恐る恐る、楼の内を覗いて見た。
見ると、楼の内には、噂に聞いた通り、幾つかの屍骸(しがい)が、無造作に
棄てて あるが、火の光の及ぶ範囲が、思ったより狭いので、数は幾つともわからない。
唯、お ぼろげながら、知れるのは、その中に裸の屍骸と、着物を着た屍骸とがあると
云う事で ある。勿論、中には女も男もまじっているらしい。そうして、その屍骸は皆、
それが、 嘗(かつて)、生きていた人間だと云う事実さえ疑われる程、土を捏ねて
造った人形の ように、口を開いたり、手を延ばしたりして、ごろごろ床の上にころ
がっていた。しか も、肩とか胸とかの高くなっている部分に、ぼんやりした火の光を
うけて、低くなって いる部分の影を一層暗くしながら、永久に唖(おし)の如く黙っ
ていた。
下人は、それらの屍骸の腐爛した臭気に思わず、鼻を掩った(おおった)。し
かし、 その手は、次の瞬間には、もう鼻を掩う事を忘れていた。或る強い感情が殆悉
(ほとん どことごとく)この男の嗅覚を奪ってしまったからである。下人の眼は、そ
の時、はじめて、其屍骸の中に蹲っている(うずくまっている)人間 を見た。檜肌色
(ひはだいろ)の着物を著た、背の低い、痩せた、白髪頭の、猿のよう な老婆である。
その老婆は、右の手に火をともした松の木片を持って、その屍骸の一つ の顔を覗きこ
むように眺めていた。髪の毛の長い所を見ると、多分女の屍骸であろう。
下人は、六分の恐怖と四分の好奇心とに動かされて、暫時は呼吸(いき)をす
るのさ え忘れていた。旧記の記者の語を借りれば、「頭身(とうしん)の毛も太る」
ように感 じたのである。すると、老婆は、松の木片を、床板の間に挿して、それから、
今まで眺 めていた屍骸の首に両手をかけると、丁度、猿の親が猿の子の虱(しらみ)
をとるよう に、その長い髪の毛を一本ずつ抜きはじめた。髪は手に従って抜けるらし
い。
その髪の毛が、一本ずつ抜けるのに従って下人の心からは、恐怖が少しずつ消
えて行っ た。そうして、それと同時に、その老婆に対するはげしい憎悪が、少しずつ
動いて来た。 いや、この老婆に対すると云っては、語弊があるかも知れない。寧(む
しろ)、あらゆ る悪に対する反感が、一分毎に強さを増して来たのである。この時、
誰かがこの下人に、 さっき門の下でこの男が考えていた、饑死(うえじに)をするか
盗人になるかと云う問 題を、改めて持出したら、恐らく下人は、何の未練もなく、饑
死を選んだ事であろう。 それほど、この男の悪を憎む心は、老婆の床に挿した松の木
片のように、勢よく燃え上 がりだしていたのである。
下人には、勿論、何故老婆が死人の髪の毛を抜くかわからなかった。従って、
合理的 には、それを善悪の何れに片づけてよいか知らなかった。しかし下人にとって
は、この 雨の夜に、この羅生門の上で、死人の髪の毛を抜くと云う事が、それだけで
既に許す可 らざる悪であった。勿論 下人は さっき迄自分が、盗人になる気でいた
事なぞは と うに忘れているのである。
そこで、下人は、両足に力を入れて、いかなり、梯子から上へ飛び上がった
そうし て聖柄(ひじりづか)の太刀に手をかけながら、大股に老婆の前へ歩みよった。
老婆が 驚いたのは 云う迄もない。老婆は、一目下人を見ると、まるで弩(いしゆ
み)にでも弾かれたように 飛び上がっ た。「おのれ、どこへ行く。」下人は、老婆
が屍骸につまづきながら、慌てふためいて逃げようとする行手を塞いで、 こう罵った。
老婆は、それでも下人をつきのけて行こうとする。下人は又、それを行か すまいとし
て、押しもどす。二人は屍骸の中で、暫、無言のまま、つかみ合った。しか し勝負は、
はじめから、わかっている。下人はとうとう、老婆の腕をつかんで、無理に そこへね
じ倒した。丁度、鶏(とり)の脚のような、骨と皮ばかりの腕である。
「何をしていた。さあ何をしていた。云え。云わぬと これだぞよ。」 下人は 、
老婆をつき放すと、いきなり、太刀の鞘を払って、白い鋼(はがね)の色を その眼の
前へつきつけた。けれども、老婆は黙っている。両手をわなわなふるわせて、 肩で息
を切りながら、眼を、眼球がまぶたの外へ出そうになる程、見開いて、唖のよう に執
拗(しゅうね)く黙っている。これを見ると、下人は始めて明白にこの老婆の生死 が、
全然、自分の意志に支配されていると云う事を意識した。そうして、この意識は、 今
まではげしく燃えていた憎悪の心を何時(いつ)の間にか冷ましてしまった。後に残っ
たのは、唯、或仕事をして、それが円満に成就した時の、安らかな得意と満足とがある
ばかりである。そこで、下人は、老婆を、見下げながら、少し声を柔げてこう云った。
「己は検非違使(けびいし)の庁の役人などではない。今し方この門の下を通
りかかっ た旅の者だ。だからお前に縄をかけて、どうしようと云うような事はない。
唯今時分、 この門の上で、何をしていたのだか、それを己に話さえすればいいの
だ。」 すると、老婆は、見開いた眼を、一層大きくして、じっとその下人の顔を見
守った。 まぶたの赤くなった、肉食鳥のような、鋭い眼で見たのである。それから、
皺で、殆、 鼻と一つになった唇を何か物でも噛んでいるように動かした。細い喉で、
尖った喉仏の 動いているのが見える。その時、その喉から、鴉(からす)の啼くよう
な声が、喘ぎ喘 ぎ、下人の耳へ伝わって来た。
「この髪を抜いてな、この女の髪を抜いてな、鬘(かつら)にしようと思うた
の じゃ。」 下人は、老婆の答が存外、平凡なのに失望した。そうして失望すると同時
に、又前の 憎悪が、冷な侮蔑と一しょに、心の中へはいって来た。すると その気色
(けしき)が、 先方へも通じたのであろう。老婆は、片手に、まだ屍骸の頭から奪
(と)った長い抜け 毛を持ったなり、蟇(ひき)のつぶやくような声で、口ごもりな
がら、こんな事を云っ た。
成程、死人の髪の毛を抜くと云う事は、悪い事かね知れぬ。しかし、こう云う
死人の 多くは、皆 その位な事を、されてもいい人間ばかりである。現に、自分が今、
髪を抜 いた女などは、蛇を四寸ばかりずつに切って干したのを、干魚(ほしうお)だ
と云って、 太刀帯(たちはき)の陣へ売りに行った。疫病にかかって死ななかったな
ら、今でも売 りに行っていたかもしれない。しかも、この女の売る干魚は、味がよい
と云うので、太 刀帯たちが、欠かさず菜料に買っていたのである。自分は、この女の
した事が悪いとは 思わない。しなければ、饑死(えうじに)をするので、仕方がなく
した事だからである。 だから、又今、自分のしていた事も悪い事とは思わない。これ
もやはりしなければ、饑 死をするので、仕方がなくする事だからである。そうして、
その仕方がない事を、よく 知っていたこの女は、自分のする事を許してくれるのにち
がいないと思うからであ る。ーー老婆は、大体こんな意味の事を云った。
下人は、太刀を鞘におさめて、その太刀の柄を左の手でおさえながら、冷然と
して、 この話を聞いていた。勿論、 右の手では、赤く頬に膿を持た大きな面皰(に
きび)を 気にしながら、聞いているのである。しかし、之を聞いている中に、下人の
心には、或 勇気が生まれて来た。それは さっき、門の下でこの男に欠けていた勇気
である。そう して、又さっき、この門の上へ上(あが)って、その老婆を捕えた時の
勇気とは、全然、 反対な方向に動こうとする勇気である。下人は、饑死をするか盗人
になるかに迷わなかっ たばかりではない。その時のこの男の心もちから云えば、饑死
などと云う事は、殆、考 える事さえ出来ない程、意識の外に追い出されていた。
「きっと、そうか。」 老婆の話が完ると、下人は嘲(あざけ)るような声で念を押
した。そうして、一足前 へ出ると、不意に、右の手を面皰から離して、老婆の襟上
(えりがみ)をつかみながら、 こう云った。
「では、己が引剥(ひはぎ)をしようと恨むまいな。己もそうしなければ、饑
死をす る体なのだ。」 下人は、すばやく、老婆の着物を剥ぎとった。それから、足
にしがみつこうとする老 婆を、手荒く屍骸の上へ蹴倒した。梯子の口までは、僅に五
歩を数えるばかりである。 下人は、剥ぎとった桧肌色の着物をわきにかかえて、また
たく間に急な梯子を夜の底へ かけ下りた。
暫、死んだように倒れていた老婆が、屍骸の中から、その裸の体を起こしたの
は、そ れから間もなくの事である。老婆は、つぶやくような、うめくような声を立て
ながら、 まだ燃えている火の光をたよりに、梯子の口まで、這って行った。そうして、
そこから、 短い白髪を倒(さかさま)にして、門の下を覗きこんだ。外には、唯、黒
洞々(こくと うとう)たる夜があるばかりである。 下人は、既に、雨を冒して、京
都の町へ強盗を働きに急いでいた。

Anda mungkin juga menyukai