Anda di halaman 1dari 14

1

I. JUDUL
Biografi Ishikawa Takuboku

II. NAMA PENULIS


1. Wahyu Dipayana Isdiantoro (Universitas Padjadjaran)

III. ABSTRAK
Ishikawa Takuboku merupakan salah seorang pelopor penyair aliran naturalisme di
kesusasteraan Jepang modern. Dia lahir di pertengahan zaman Meiji (1868-1912)
yang masih penuh dengan semangat pembaharuan dalam suasan masyarakat feodal,
dan meninggal pada usia muda (26 tahun), di penghujung zaman yang sama.
Ishikawa lahir di keluarga yang tidak bisa dikatakan mewah, namun memiliki
kedudukan terhormat dalam ketidakmiskinan. Akan tetapi kehidupannya mulai
berubah sejak dia keluar dari Sekolah Menengah, didera suatu masalah yang cukup
pelik, keluarganya secara perlahan terpuruk dalam kesukaran hidup. Selanjutnya
hidupnya pun mengelana jauh dari kampung halamannya demi pegangan hidup yang
telah ia pilih, kehidupan seorang sastrawan di zaman itu yang jauh dari kemewahan.
Di latar belakangi kehidupan yang penuh penderitaan, sajak sajak gubahannya
bertema kemiskinan, kehidupan kelas rendah di zamannya, getir getir kehidupan pun
mewarnai tankanya. Sajak Jepang terdiri dari beberapa bentuk yang disebut tanka
yang bersuku kata 31, haiku yang bersuku kata 17 dan sajak bebas. Takuboku
menulis sajaknya dalam bentuk 3 baris, hal tersebut merupakan jumlah baris yang
tidak lazim dalam penulisan tanka tradisional yang terdiri dari 1 atau 2 baris.
Ichiaku no Suna (segenggam pasir) dan Kanashiki Gangu(mainan sedih)
merupakan karya tankanya yang terkena, karya lainnya adalah catatan harian
seperti Romaji Nikki.
Kata Kunci : Ishikawa Takuboku, Myj, Ichiaku no Suna, Kanashiki Gangu.

IV. PENDAHULUAN
Tanka adalah salah satu bentuk puisi tradisional Jepang yang bersuku kata 31. Pada
umumnya tanka berbentuk 5 baris yang dengan pola 5 7 5 7 7. Namun kita
berbeda dengan tanka yang di gubah oleh Ishikawa Takuboku, dia menulis tanka
hanya dalam 3 baris saja. Itu adalah ciri khas yang berbeda dari tanka tanka
sebelumnya, dan merupakan salah satu usaha membentuk zaman baru bersifat
revolusi berlepas diri dari tradisi penulisan tanka yang umum.Karena hal itu,
Ishikawa Hajime nama asli Ishikawa Takuboku, seorang penyair modern Jepang
menjadi terkenal.
Lahir di zaman pertengahan Meiji (1868 1912) yang masih kental dengan
suasana pembaharuan dalam suasana masyarakat feodal, dan meninggal pada usia
muda di penghujung zaman yang sama. Takuboku yang tidak menyelesaikan
pendidikan formalnya mendapat ilmu sastra dari usahanya sendiri. Bacaannya yang
luas mancakup sastra klasik Jepang dan sastra dunia seperti Byron, Shakespeare,
Tolstoi, Goethe, dan Nietzsche memperluas wawasannya. Kehidupannya yang tidak
jauh dari kemiskinan membuat karya karyanya berisi gambaran gambaran
penderitaan di zaman Meiji.
Salah satu karya terkenalnya adalah kumpulan tanka berjudulIchiaku no Suna
dan Kanashiki gangu. Kanashiki gangu diterbitkan setelah kematiannya karena TBC
pada tahun 1912. Selain itu, Takuboku menulis catatan harian berjudul Romaji Nikki.

V. TUJUAN

Tujuan yang ingindicapaipadapenelitianiniantaralain :


1. Memahami perkembangan kesusasteraan Jepang di zaman modern (Meiji)
2. Mengenal Ishikawa Takuboku, sastrawan Jepang di zaman modern (Meiji)
3. Memahami tanka beraliran bebas atau aliran modern karya Ishikawa
TakubokuJepang di zaman modern (Meiji)

VI. METODE
Untukmenyelesaikanpenelitianinipenulisakanmenggunakanmetode :
1. Studipustaka
Metodeinidigunakanuntukmendapatkan

data-data

daninformasi

yang

berhubungandenganpenelitian.
VII. HASIL DAN PEMBAHASAN

Tanggal 20 Februari 1886, lahir seorang anak yang diberi nama Ishikawa
Hajime di dusun Hinoto, provinsi Iwate, Jepang. Dia merupakan anake ketiga dari 4
bersaudara. Ayahnya, Ittei Ishikawa adalah seorang biksu Zen (Buddha), yang
mendapat bimbingan dari Taigetsu Katsuraha yang berpengetahuan luas tentang
sastra Cina Klasik, ahli dalam upacara minum teh, dan penulis tanka. Takuboku lahir
dari seorang perempuan bernama Katsu Kudou, adik perempuan Katsuhara yang juga
memiliki kecakapan dalam banyak hal. Tak pelak Takuboku kecil akan menjadi
sastrawan terkemuka di Jepang karena pengaruh dari kedua orang tuanya yang gemar
menuntut ilmu.
Pada tahun 1874, ayahnya mendapat tugas baru untuk menjaga biara di d dusun
Shibutami, keluarga Takuboku pindah ke Shibutami, sebuah dusun yang dilalui jalan
raya lama yang menuju Aomori. Besar di daerah pinggiran yang masih asri, dekat
dengan gunung Iwate dan penuh dengan pemandangan alam yang indah membuat
Takuboku banyak mendapat inspirasi dalam membuat tanka. Seperti tanka berikut :

Membayang di pelupuk mata


Gemulainya pepohonan willow
Menghijaui sis sungai Kitakani
Bagaikan terisak ini diri
Sejak lahir Takuboku memang kesehatannya lemah, mukanya yang pucat
dengan tangisan yang memelas mengisi hari-harinya. Namun karena satu-satunya
anak laki laki di keluarganya, kedua orang tuanya membesarkan Takuboku dengan
kasih sayang yang berlebih. Takuboku tumbuh menjadi remaja yang manja, nakal dan
mau menang sendiri. Saking sayangnya terhadap Takuboku segala permintaannya
dikabulkan oleh kedua orang tuanya.
Tahun 1891, Takuboku kecil baru mencapai 5 tahun, kawan sepermainannya
yang lebih tua saat itu sudah mulai didaftarkan ke Sekolah Rakyat. Keadaan yang
sepi akan keceriaan bersama kawan-kawannya membuat dia ingin juga masuk
Sekolah Rakyat. Dengan pertimbangan yang berat akhirnya Takuboku masuk juga ke
SR, walaupun umurnya belum cukup.
Sejak kecil kegemarannya membaca buku, hal itulah yang membuat ia menjadi
anak yang pintar di SR. Namun, selalu ada murid lain yang lebih pintar dari
Takuboku. Persaingan tersebutlah yang membuat Takuboku belajar lebih tekun lagi.
Puncaknya, saat kelas 4 dia menjadi murid terpandai di SR. Tidaklah aneh, Takuboku
disbeut teman-temannya dengan shindo atau anak dewata.
Setelah lulus pada SR tingkat pertama () dan SR tingkat kedua (
). Takuboku melanjutkan ke Sekolah Menengah. SM yang hanya satu di provinsi
Iwate, menyebabkan Takuboku pindah ke Morioka. Ia tinggal di rumah pamannya
yang berjarak 10 km dari kampung halamannya.
Di SM Takuboku mendapat kawan Koshirou Oikawa, kakak kelasnya. Bersama
dia, Takuboku membentuk studi grup yang kegiatannya membaca buku klasik seperti
Genji Monogatari bergantian. Mulai saat itulah ia tertarik terhadap sastra. Atas saran
Oikawa, bila Takuboku ingin belajar lebih dalam tentang tanka harus mengenal
Kindaichi. Dengan semangat yang membara pada januari 1901 Takuboku

mengunjungi Kindaichi. Melalui Kindaichi, Takuboku menjadi anggota Shinshisa


( Asosiasi Puisi Baru ) yang didirikan oleh Yosano Tekkan, yang menerbitkan jurnal
Myojoo.
Karya pertamanya yang diterbitkan kepada masyarakat umum adalah esai Aki
no Urei dan seri tanka yang berjudul Akikusa dengan menggunakan nama pena
Suiko.
Kemudian Takuboku dan 4 teman lainnya membuat grup Yunionkai yang kegiatannya
membicarakan hasil artikel yang muncul dalam surat kabar atau majalah. Dan juga
mengirimkan tulisan ke harian Iwate.
Saat kelas 2 SM, diketahui bahwa Takuboku menjalin kasih dengan Setsuko.
Keduanya menjalin asmara yang tidak disetujui oleh orang tua Setsuko, karena
hubungan tersebut menyebabkan Setsuko sering bolos sekolah dan menurunkan
nilainya yang dilakukan hanya untuk mempelajari tanka bersa Takuboku.
Hidup Takuboku yang telah teracuni tanka menyebabkan ia tidak fokus
terhadap sekolahnya, nilai rapor pun turun. Untuk meningkatkan nilai rapornya,
bukan kembali belajar keras melainkan menyontek saat ujian. Waktu ujian kelas 5, ia
minta contekan kepada kawan yang memperoleh beasiswa, namun perbuatan tersebut
ketahuan oleh guru. Akhirnya kedua jawaban ujian tersebut dinyatakan batal, dan
beasiswa kawannya dicabut. Mengetahui peristiwa tersebut, Takuboku merasa
bersalah. Perasaan tersebut yang akhirnya membuat Takuboku menetapkan hati untuk
keluar dari sekolah.
Bukannya kembali ke kampung halamannya, Takuboku malahan pergi ke
Tokyo setelah keluar dari sekolah, pada tahun 1902. Di Tokyo, untuk pertama kalinya
ia bertemu dengan Yosano Tekkan di pertemuan Shinshisha. Pertemuannya dengan
Yosano membuat api hidupnya membara, Takuboku telah memilih jalan hidupnya
dengan sastra, khusunya tanka. Sejak saat itu Takuboku mempelajari karya sastra
asing terkenal, termasuk Shakespeare dan Tolstoy.
Kegiatan belajarnya yang tak kenal waktu membuat kesehatan Takuboku
menurun. Seteleah mendapat sakit keras saat itu, Takuboku kembali ke kampung
halamannya di Shibutami. Dalam masa penyembuhannya, tulisannya di muat di

jurnal Myojoo dengan nama pena Hakuin. Tanka yang ia tulis membahas seekor
burung yang bernama kitsutsuki yang bila ditulis dengan huruf kanji, . Kalau
hanya diambil dua huruf awalnya saja maka dibaca Takuboku. Sejak saat itulah ia
menggunakan Takuboku sebagai nama penanya hingga akhir hayat.
Chingin adalah salah satu judul tanka yang mendapat banyak apresiasi tinggi,
termasuk Yosano Tekkan. Tidak hanya tanka, sajak bebas yang berjudul Shucho yang
muncul dalam Myojoo edisi Desember juga mendapat perhatian luas.
Tahun 1904, Takuboku memutusk untuk meminang Setsuko, namun kendala
orang tua masih manjadi permasalahan saat itu. Namun belakangan hati kedua orang
tua Setsuko melunak, dan akhirnya menyetujui pertunangan tersebut. Pada tahun
yang sama Takuboku kembali ke Tokyo, kemudian memngunjungi teman-temannya.
Rencana penerbitan kumpulan puisinya tidak berjalan, meskipun karyanya muncul di
setiap edisi Myojoo dan menulis pula di majalah Taiyo dan Jidai Shicho, tetapi tidak
ada juga penerbit yang berani menerbitkan kumpulan puisi sastrawan muda ini.
Waktu yang tiada henti berjalan membawa hidupnya yang lara ini memasuki
usia 19 tahun. Kala itu di balik kemenangan Jepang terhadap Cina, Takuboku
tenggelam dalam kehidupan yang dililit hutang.
Kumpulan sajak perdananya yang berjudul Akogare berbentuk puisi bebas yang
penuh imajinasi dan keterusterangan akhirnya diterbitkan atas kebaikan kakak
kawannya. Namun penjualan Akogare seret, harapan memperoleh uang dari penjualan
buku sajak ini dengan sendirinya meredup.
Pada tanggal 4 juni 1905, hubungan cinta kasih panjang yang berliku ini
akhirnya berakhir dengan bersatunya kedua insan ini sebagai suami istri. Takuboku
membuang harapan untuk hidup di Tokyo dan membuka lembaran baru kehidupan
sebagai kepala keluarga di Morioka dikala dia berusia 19 tahun. Dia tinggal di rumah
orang lain dan menempati kamar yang kecil berukuran 2x4m bersama istrinya. Masih
dirundung hutang yang menumpuk, banyak kawan-kawan yang memutuskan
hubungan dengan Takuboku termasuk anggota Unionkai dan kawan-kawan yang
hutangnya belum dilunasi.

Tertekan oleh hutang, Takuboku memutuskan kembali pindah ke Shibutami.


Disana ia bekerja sebagai guru honorer di SR Shibutami. Pekerjaan sebagai guru
honorer tidak berlangsung lama, karena pada tahun 1907 bulan april mengajukan
surat pengunduran diri kepada sekolah. Semula Takuboku bermaksud mengadu nasib
lagi di Tokyo. Keadaan yang lemah mengharuskannya membatalkan keinginan
tersebut. Oleh karena itu, diputuskannya berangkat ke pulau Hokkaido, tepatnya
pulau Hakodate. Di Hakodate ia kembali menjadi guru SR. Pekerjaan itu lagi lagi
tidak berlangsung lama karena SR yang ia tempati mengalami kebakaran. Kemudian
kawannya mencarikan pekerjaan di Sapporo.
Meski di Hakodate hanya 4 bulan, kota itu memiliki banyak kenangan bagi
Takuboku. Seperti Shibutami, Hakodate juga merupakan kampung halaman dan
ladang baginya dalam pengembangan jiwa sastranya.
14 September Takuboku berangkat ke Sapporo bersama kawannya. Dengan gaji
15 Y sebulan sebagai proofreader, masih belum cukup untuk menutup hutangnya.
Belum genap 1 bulan bekerja, diam-diam Takuboku ditawari bekerja di Harian Otaru.
Otaru merupakan kota tempat kakak serta keluarganya berdiam.
Pekerjaannya di Sapporo kali ini benar-benar membuatnya sibuk setiap hari.
Kehidupannya mulai jauh dari sastra. Tetapi, karena tidak ingin jauh dari
kesusateraan, Takuboku mengasuh kolom sastra di perusahaannya tersebut. Karirnya
sempat menanjak di perusahaan penerbit tersebut. Namun, idealismenya kembali
menekan kehidupannya untuk melupakan karirnya di perusaahan penerbit itu. Tahun
baru 1908 disambut dengan menganggurnya Takuboku, untuk mengalihkan perasaan
yang dilanda lara. Ia menulis novel, menulis catatan harian yang panjang, mengeritik
Shinshisa dan memaki tatanan masyarakt yang mulai rusak.
19 Januari 1908, ia kembali mendapatkan pekerjaan di Harian Kushiro. Dengan
gaji 30Y sebagai editor membuat kehidupannya mulai membaik. Di Kushiro ia
banyak menulis artikel ataupun tanka tentang geisha. Ia mengenal Koyakko, seorang
bintang geisha. Salah satu tanka yang menggambarkan Koyakko di Ichiaku no Suna
adalah :

Tak lupa aku


Akan gadis yang
Dipanggil Koyakko
Yang lembut cupingnya

Berdiri dalam
Larut malam musim salju
Dihangati dekapan
Tangan kanan sang gadis
Bersama Koyakko, Takuboku malahan menghamburkan uangnya demi
kesenangan pribadi. Uang yang seharusnya dikirimkan kepada keluarganya yang
hidup susah.
Rasa dan keindahan sastra yang telah menyatu dengan jiwanya yang tidak
mungkin dilepaskan. Lambat laun dia menyadari bahwa dia bukanlah tipe orang yang
mau mempersembahkan seluruh hidupnya sebagai wartawan dan mengeluarkan darah
sastra yang tetap mengalir dalam pembuluh darahnya.
Tanpa menyatakan berhenti secara resmi ke perusahaannya. Takuboku
meninggalkan Kushiro pada tanggal 15 April. Tokyo kembali menjadi tujuan
hidupnya kali ini. Setelah 3 tahun meninggalkan Tokyo dan kembali ke Shinshisa.
Yosano Tekkan mencoba meluruskan jalan hidup Takuboku dengan mengenalkan
Mori Ogai. Ketika masih di Hokkaido, dia menghasilkan beberapa sajak yang

bergaya modern. Namun, setelah kepindahannya ke Tokyo, dia kembali menggubah


sajak yang berbentuk tanka. Dipengaruhi oleh arah angin sastra yang bertiup menuju
dunia novel seperti yang dinikmati oleh Mori Ogai dan Natsume Soseki, Takuboku
juga terpancing untuk membuat novel.
Hokaai no Santo, Kikuchi-kun, Byoin no Mado adalah salah satu karya
novelnya yang dibuat bernapaskan naturalisme. Nihil adalah jawaban ketika semua
karyanya diajukan kepada penerbit saat itu. Padahal anaknya yang berada di
Hakodate sedang sakit dan membutuhkan pengobatan.
Kehiduapannya yang terus merana membuat Takuboku berpikir untuk bunuh
diri. Hanya godaan kematian yang menemani pikirannya saat itu. Akhirnya, rasa
harga diri yang masih tersisa menyelamatkan nyawanya yang sebatang dari nasib
tragis yang sudah berada di pelupuk matanya.
Menyadari bahwa bergulat dengan mengandalkan artikel yang dituliskannya
untuk kehidupan keluarganya hanya akan memperpanjang kesengsaraan saja. Ia
mulai mencari pekerjaan baru lagi, lagi lagi hidup sebagai editor di koran harian tidak
bisa menutupi kebutuhan keluarganya sehari-hari. Dalam keadaan begitu, godaan
bunuh diri juga datang bertamu menyusupi pikirannya.
Untuk menghibur hatinya, Takuboku kembali ke lembah hitam di daerah
Asakusa. Kontradiksi yang cukup membingungkan, mengingat kehidupannya yang
melarat. Dalam keadaan seperti itu ia menerima surat dai ibunya yang bersikeras
hendak berangkat ke Tokyo tinggal bersamanya meski apapun keadaan yang harus
dihadapinya di sana. Karena itu, Takuboku menulis catatan harian yang ditulis
menggunakan latin yang berjudul Romaji Nikki.
Romaji Nikki digubah antara April dan Juni 1909. Ia menulis menggunakan
huruf latin dikarenakan, tak ingin istrinya membaca catatan harian tersebut dan ikut
merasakan beban jiwa yang bersarang dalam Takuboku. Walaupun begitu istrinya
tetap saja ikut dirundung duka dan derita, sehingga pada tanggal 2 Oktober Takuboku
ditinggalkan istrinya yang minggat ke Morioka.
Keadaan seperti itu tak mebuat surut pikirannya terhadap sastra, contohnya
dalam majalan Subaru edisi Desember 1909, tulisan Takuboku tentang hubungan

10

pemerintah dengan moralitas dan menusuk kepengecutan kaum naturalisme yang


katanya menentang moralitas lama namun melarikan diri dari permasalahan politik.
Tanggal 4 Februari hingga 15 Maret, rumah sakit menjadi tempat peneduhnya
karena diopname yang disebabkan oleh TBC. Belum selesai dengan itu, anak lakilakinya yang baru lahir meninggal pada Oktober 1910.
Dalam persiapan kelahiran anak keduanya itu, ia menggubah tanka yang
akhirnya disatukan menjadi kumpulan tanka yang berjudul Shigoto no Ato.
Sayangnya anak laki-laki pertamanya tidak akan pernah tahu akan hal itu.
Di tahun yang sama Ichiaku no Suna, karya pertama kumpulan tankanya
diterbitkan. Berbagai pengalaman hidupnya tertuang dalamkaryanya tersebut.
Kejujuran, vitalitas, semangat baru, dan imajinasi dengan bahasa yang segar,
kumpulan ini membuka ranah baru dalam dunia tanka.
Dalam ranjang pesakitannya, semangat sosialismenya tak kunjung pudar.
Hasilnya sajak yang berjudul Yobuko to Kuchibue mengandung aroma sosialisme.
Dalam suasana rumah tangga yang tidak nyaman yang bersumber dari ekonomi yang
goyah dan kerjar yang berlebihan dengan diterjang penyakit TBC, pada tanggal 13
April 1912 tirai hidupnya ditutup. Setelah kepergian Takuboku, istrinya yang
mendapat perawatan bersama pasien lain oleh misionaris Kristen. Harapan
kesembuhan sirna ketika tanggal 5 Mei 1913 di Hakodate istrinya meninggal setelah
melahirkan anaknya yang ketiga.
Kanashiki Gangu yang terdiri dari 194 tanka diterbitkan tahun 1912, beberapa
bulan setelah ia berpulang. Itu merupakan karya yang diselesaikan dalam kurun
waktu 1,5 tahun yang berisi fenomena umum dari segala asam garam yang ia rasakan
yaitu keberadaan, kegetiran hiduo, penyakit yang menyiksa, dan juga sesuatu yang
tidak berubah bersifat mendasar seperti kenidahan, kerinduan, cinta, dan kesadaran
akan maut.
Enyahkan segala
Lari habis
Di padang rumput
Atau mana saja

11

Hingga putus ini nafas


Makamnya terletak di Hakodate. Di dalam perpustakaan Hakodate dibuatkan
tempat yang khusus untuk karyanya dan terbitan-terbitan yang berhubungan dengan
dirinya. Takuboku pun dibuat patungnya di kota itu untuk mengenang ia dan karyakaryanya.

12

VIII. KESIMPULAN
Setelah dilakukan analisis didapatkan kesimpulan sebagai berikut:
1. Walaupun tidak memiliki catatan pendidikan formal yang baik, Takuboku
mampu menggubah karya karya tanka atau catatan harian yang tidak biasa
dengan zamannya melalui kerja kerasnya sendiri.
2. Idealisme yang kuat dalam diri Takuboku membuat hancur sendiri karirnya.
3. Kontradiksi dalam kehidupan miskinnya yang selalu larut dalam hutang
namun ia masih mengedepankan tuntutatn batin membuat ia semakin dijauhi
kalangan sastrawan.

13

Pertanyaan
1. Kenapa pada umur 5 tahun Ishikawa Takuboku ingin masuk Sekolah Rakyat?

(Reva)
2. Apa karya terkenal Ishikawa Takuboku?
(Firda)
3. Apa ciri khas yang terdapat pada tanka gubahannya?
(Fachri)
Jawaban
1. Selain faktor biologis dari orang tua yang memiliki kecakapan dalam banyak

hal, teman temannya yang lain sudah masuk sekolah rakyat. Hal ini
menimbulkan keinginan Ishikawa juga untuk masuk SR.
2. Ichiaku no Suna, Kanashiki Gangu dan Catatan Harian Romaji
3. Tanka adalah salah satu bentuk puisi tradisional Jepang yang bersuku kata 31.

Pada umumnya tanka berbentuk 5 baris yang dengan pola 5 7 5 7 7.


Namun kita berbeda dengan tanka yang di gubah oleh Ishikawa Takuboku, dia
menulis tanka hanya dalam 3 baris saja.
4.

14

IX. DAFTAR PUSTAKA


Ishikawa,

Takuboku.

Takuboku

Ishikawa

Dan

Segenggam

Pasir,

Padang:Penerbit Kayu Pasak, 2000


http://en.wikipedia.org/wiki/Takuboku_Ishikawa
http://www.britannica.com/EBchecked/topic/295312/Ishikawa-Takuboku
http://en.wikipedia.org/wiki/My%C5%8Dj%C5%8D
http://en.wikipedia.org/wiki/Tanka_(poetry)

Terj.

Edizal,

Anda mungkin juga menyukai