Anda di halaman 1dari 4

Kabayan

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Kabayan merupakan tokoh imajinatif dari budaya Sunda yang juga telah menjadi tokoh imajinatif masyarakat umum di Indonesia. Polahnya dianggap lucu, polos,tetapi sekaligus cerdas. Cerita-cerita lucu mengenai Kabayan di masyarakat Sunda dituturkan turun-temurun secara lisan sejak abad ke19 sampai sekarang. Seluruh cerita Kabayan juga menggambarkan kehidupan sehari-hari masyarakat Sunda yang terus berkembang sesuai zaman. Tokoh Kabayan juga dapat disepadankan dengan tokoh dari Arab, seperti Abunawas atau Nasrudin. Karya Sastra dan Film Buku

Si Kabayan, Utuy Tatang Sontani (1959) Si Kabayan Manusia Lucu, Achdiat Karta Mihardja (1997) Si Kabayan Nongol di Zaman Jepang, Achdiat Karta Mihardja Si Kabayan dan beberapa dongeng Sunda lainnya, Ayip Rosidi (1985) Si Kabayan jadi Wartawan, Muhtar Ibnu Thalab (2005) Si Kabayan jadi Dukun, Moh. Ambri Kabayan Bikin Ulah (2002, komik kompilasi)

Film

Si Kabayan (1975) Si Kabayan Saba Kota (1989) Si Kabayan dan Gadis Kota (1989) Si Kabayan dan Anak Jin (1991) Si Kabayan Saba Metropolitan (1992) Si Kabayan Cari Jodoh (1994) Kabayan Jadi Milyuner (2010)

Serba-Serbi Si Kabayan
Oleh ATEP KURNIA*

Si Kabayan (SK) manusia lucu, tentu orang Sunda pun sudah tahu. Ia dikenal suka berkelakar, humoris, lugu, tetapi juga kadang-kadang direpresentasikan sebagai orang yang pandai. Selain itu, sepanjang kelahirannya SK selalu dihidupkan orang, yang tentu saja sesuai dengan kepentingan si pengarangnya. Bahkan menurut kepercayaan orang, di Banten ada makamnya. Di dalam dongeng-dongeng SK, biasanya ia digambarkan sebagai orang kampung yang lingkungan pergaulannya terbatas kepada istrinya - yang kini dikenal sebagai Nyi Iteung - kedua mertuanya dan majikannya. Tetapi dalam dongeng-dongeng yang diciptakan orang sekarang, ia pun kadang-kadang hidup di kota. Tetapi walaupun begitu, tetap saja ia digambarkan memiliki sifat-sifat orang kampung. Dokumentasi Si Kabayan Sejak kapan kisah-kisah SK didokumentasikan orang? Bisa jadi Dr. Snouck Hurgronje yang pertama mengumpulkan kisah-kisah SK. Sebab antara tahun 1889-1891 ia mengadakan penelitian mengenai kehidupan Islam dan cerita rakyat yang ada di Pulau Jawa. Untuk mengelilingi pulau ini, ia mengajak H. Hasan Mustapa yang telah ia kenal di Mekkah pada 1885.

Sebagai bukti pengumpulan kisah-kisah SK oleh Dr. Snouck, pada 1929 terbit Tijl Uilenspiegel verhalen in Indonesie in het Bizonder in de Soendalande. Buku ini berasal dari disertasi Maria-Coster Wijsman, yang mendasarkan pembahasannya pada tokoh SK yang hidup di Banten selatan. Dan sumber kisah-kisahnya ia ambil dari catatan-catatan mengenai SK yang dikumpulkan oleh Dr. Snouck Dan pada 1911 terbit Pariboga: Salawe Dongeng-Dongeng Soenda. Buku ini disusun oleh Cornelis Marinus Pleyte dan diterbitkan oleh Kantor Tjitak Goepernemen. Selain itu, buku ini ada yang menganggap sebagai buku pertama yang memuatkan cerita SK. Pada tahun 1932 Balai Pustaka menerbitkan buku Si Kabajan. Buku ini disusun berdasarkan dongeng-dongeng yang ada dalam penelitian Maria-Coster Wijsman. Tetapi rupa-rupanya ada yang aneh, dongeng-dongeng dari disertasi ini dipilih lagi, sehingga hal-hal yang berbau seks dibuang. Pada tahun itu juga, terbit Si Kabajan Djadi Doekoen karya Moh. Ambri. Karya ini ada yang menganggap saduran dari salah satu naskah drama karya Moliere, Le Medicin Malgre Lui. Menginjak tahun 1941, hanya ada satu judul buku yang terbit mengenai SK. Buku tersebut berjudul Kabajan. Kali ini disusun oleh W.H. Rassers dalam bahasa Belanda. Selanjutnya Utuy T. Sontani menulis drama Si Kabayan dalam bahasa bahasa Indonesia dan bukunya diterbitkan pada 1959. Selanjutnya naskah tersebut diterjemahkan ke dalam bahasa Rusia, menjadi Si Kabajan (1960). Dan kisah ini pada 1969 diterbitkan dalam bahasa Inggris dan disatukan bersama karya pengarang dari negara luar dalam Three SE Asian Plays, yang merupakan suplemen dari berkala Tenggara. Tetapi yang penting dicatat, pada era tahun '60-an, paling tidak ada lima karya Min Resmana, yang berkaitan dengan kisah-kisah SK. Karya-karya yang dimaksud adalah: Si Kabajan Pangantenan (1966); Si Kabajan Kasurupan (1966); Si Kabajan Ngandjang Kapageto (1966); Si Kabajan djeung Raja Manaboa (1966); dan Si Kabajan Tapa (1967). Sementara itu sastrawan senior Sunda, MA. Salmun, menerbitkan Si Kabajan Moderen (1965). Di era 1970-an, hanya dua judul buku yang tercatat. Pertama Tales of Si Kabayan, yang disusun oleh Murtagh Murphy dan diterbitkan oleh Oxford University Press, pada 1975. Yang kedua, Si Kabayan dan Beberapa Dongeng Sunda Lainnya (1977) karya Ajip Rosidi. Era 1980-an ada sekitar lima judul yang terbit: dua dari MO Koesman yaitu Si Kabayan (1980) dan Si Kabayan Ngalalana (1982). Sementara itu Adang S menulis Juragan Kabayan pada 1986. Yang lainnya: Lebe Kabayan (1986) karya Ahmad Bakri dan Si Kabayan Tapa (1986) karya Min Resmana. Pada tahun (1990) terbit Jurig Kabayan karya Tini Kartini, selanjutnya pada (1997) terbit Si Kabayan Manusia Lucu buah tangan Achdiat K. Mihardja. Kemudian pada buku Asian Tales and Tellers (1998) susunan Cathy Spagnoli Si Kabayan pun muncul. Gerdi W.K. menyusun Si Kabayan (1999). Memasuki era tahun 2000-an, buku-buku mengenai SK pun banyak bermunculan. Bisa disebutkan: Si Kabayan-Cerita dari Sunda (2000) karya Citra; Kabayan Bikin Ulah (2002); Si Kabayan Jadi Sufi (2003) susunan Yus R. Ismail; Si Kabayan (2004) karangan Mulyani S Yeni; kemudian ada Si Kabayan Digugat (2004) karya Yuliadi Soekardi & U Usyahuddin; ada juga Si kabayan Nongol di Zaman Jepang (2005) susunan Achdiat K. Mihardja; dan yang terakhir Si Kabayan Jadi Wartawan (2005) karya Muhtar Ibn Thalab. Pendapat Mengenai Si Kabayan Berdasarkan catatan Sutaarga (1965) ada beberapa pendapat atau penelitian yang telah dilakukan baik oleh kaum kolonialis maupun pribumi. Yang pertama tentu saja Ny. Maria Coster Wijsman (1929) yang memperbandingkan keberadaan SK dengan siklus tokoh cerita rakyat Eropa, Tijl Uilenspiegel.

Selain itu, Wijsman mengartikan kabayan semacam pamong desa yang bertugas menyampaikan berita. Istilah tersebut masih dipakai di daerah Jawa dan Tanganan Pangringsingan. Ia juga menghubungkan istilah tersebut dengan orang yang biasa memimpin acara kenduri dan tokoh-tokoh cerita Melayu. Sementara itu Prof. Berg meneliti arti kabayan dari sisi etimologinya. Menurutnya istilah tersebut berasal dari bahasa Sanskerta, bhaya, yang artinya takut. Hal ini sesuai dengan gambaran kabayan versi Tanganan Pangrisingan yang harus memiliki sifat "magis". Kedua, istilah kabayan diambil dari kata dasar bay yang berarti wanita. Hal ini sesuai dengan nama Ken Bayan dalam cerita-cerita Panji. Rassers (1941) beda lagi pendapatnya. Ia menilai SK sebagai tokoh ambivalen. Selain sebagai penghubung dan pewarta dari Sang Pencipta Semesta, ia juga dinilai sebagai tokoh yang mewakili totalitas dan kekuatan masyarakat yang bersifat membangun tetapi juga menghambat. Ya, di dalam dirinya sifat ketuhanan dan demonis mewujud menjadi satu. Oleh karena itu, Rassers menganggap SK sebagai pahlawan budaya sekaligus sebagai tukang tipu. Dan Held (1951), yang memperbandingkan SK dengan panakawan dari lakon-lakon wayang Jawa khususnya dari segi fungsi lelucon-leluconnya. Sekarang pendapat dari pribumi. Utuy T. Sontani, misalnya. Pengarang yang lahir pada 1920 dan meninggal pada 1979 ini pada tahun 1957 mengungkapkan bahwa SK merupakan manusa anu geus teu nanaon ku nanaon. Maksudnya SK telah menjelma menjadi manusia yang terlepas dari beragam rasa yang bisa mempengaruhi manusia. Artinya ia telah menjadi ubermensch - menurut istilah Nietzche. Walaupun begitu, di dalam naskah drama karya Utuy, Si Kabayan (1959), SK digambarkan menjadi dukun yang dianggap sakti, padahal ia hanya mempermainkan pasien-pasiennya. Sementara itu, Ajip Rosidi (1964) berpendapat bahwa di balik kisah SK terkandung maksud tertentu. Ternyata, menurutnya SK bukanlah orang yang bodoh, sebab banyak cerita-cerita SK yang sering mempermainkan mertuanya serta kiai. Kiai tersebut bisa jadi personifikasi ulama, sedangkan SK merupakan personifikasi orang Sunda. Dan Islam masuk ke Tatar Sunda setelah runtuhnya kerajaan Sunda. Ya, dengan demikian sastrawan Sunda yang menciptakan cerita SK sebenarnya sedang menyampaikan kritik melalui jalan yang halus berupa lelucon. Ayatrohaedi beda lagi memandang SK. Pada seminar yang bertajuk Seks, Teks, Konteks: Tubuh dan Seksualitas dalam Wacana Lokal dan Global (23-24 April 2004) dengan prasaran yang berjudul Si Kabayan: Cawokah atau Jorang? Ayatrohaedi lebih menitikberatkan perhatiannya pada cerita-cerita SK yang berbau seks. Tentu saja dapat dimengerti sebab, Ayatrohaedi mendasarkan tulisannya pada buku Maria-Coster Wijsman, Tijl Uilenspiegel verhalen in Indonesie in het Bizonder in de Soendalande yang memang banyak memuat kisah-kisah SK yang berbau seksualitas. Menurut Ayat, "dari sekitar 80 kisah Si Kabayan yang dijadikan bahan disertasi Coster-Wijsman, terdapat 24 kisah yang berkenaan dengan seks. Kisah-kisah itu mengandung kata-kata "tabu", walaupun sekali lagi ternyata tidak menimbulkan kesan erotis. Jika dikaitkan dengan teks dan konteks, akan dengan mudah dipahami mengapa hal itu terjadi."

Sementara Jakob Sumardjo (2003) menilai SK dari aspek primordialisme orang Sunda. Ia menilai bahwa "Si Kabayan berwatak paradoks, pintar, dan bodoh sekaligus. Ia pintar kalau kepentingannya sendiri terganggu, tetapi ia bodoh kalau sedang dikuasai oleh nafsu-nafsunya. Ini menunjukkan kewajaran orang Sunda untuk menertawakan dirinya sendiri, kelemahan diri, dan kelemahan manusia umumnya." Lebih lanjutnya, menurut Jakob hal tersebut bisa dilihat "di mana orang Sunda berkumpul, di situ tertawa. Rupanya humor berhubungan juga dengan masalah "dalam". Sasaran humor adalah mereka yang sudah dimasukkan sebagai bagian dari lingkungan sendiri." Sedangkan Bambang Q Anees (2002) berpendapat bahwa SK merupakan tokoh fiksi yang diciptakan sebagai penghibur atau kurir filosofi hidup orang Sunda. SK sebagai kurir berfungsi sebagai metafora: menyampaikan sekaligus mereduksi pesan. Kemudian menurut Bambang, "ketawalah yang menjadi inti dari sosok Si Kabayan." Kemudian ia pun mempertautkan SK dengan konsep pencerahan a la Tao. Dari sisi ini, "tertawa" dimaknai sebagai "penemuan kepahaman akan suatu lelucon secara begitu cepat. Pada saat kita seperti menemukan rantai kebenaran yang selama ini terlepas." Nah, di titik inilah menurut Bambang, "Kabayan memainkan dirinya sebagai pemancing ketawa demi pencerahan tertentu." Ya, apapun gambaran dan pendapat orang mengenai sosok SK, cerita-ceritanya mencerminkan khazanah kebudayaan Sunda yang memang kaya warna. *Penulis, Penulis lepas, tinggal di Bandung.

Anda mungkin juga menyukai