Anda di halaman 1dari 10

PEREMPUAN YANG TERMARGINALKAN

DALAM CERPEN “MENUJU KAMAR DURHAKA“ DAN “BERITA


DARI PARLEMEN” KARYA UTUY TATANG SONTANI

MARGINALIZED WOMEN IN THE SHORT STORY “MENUJU KAMAR DURHAKA”


AND “BERITA DARI PARLEMEN” BY UTUY TATANG SONTANI

Nurweni Saptawuryandari
Pusat Pembinaan, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa
Jalan Daksinapati Barat IV, Rawamangun, Jakarta Timur, Indonesia
Telepon (021) 4706287, Faksimile (021) 47050407
Pos-el: wenisaptawuryandari@yahoo.com

Naskah diterima: 20 April 2016; direvisi: 18 Mei 2016; disetujui: 3 Juni 2016

Abstrak
Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana Utuy Tatang Sontani menggambarkan
sosok perempuan yang termarginalkan dalam cerpennya yang berjudul “Menuju Kamar
Durhaka” dan “Berita dari Parlemen”, dengan cara menganalisis sikap, ucapan, dan tindakan
yang dialami dan dilakukan tokoh perempuan. Dalam kedua cerpennya, Utuy Tatang Sontani
menggambarkan rakyat kecil yang umumnya adalah tokoh perempuan selalu mengalami
kesengsaraan dan kesialan. Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka. Metode
yang digunakan adalah deskriptif kualitatif yang memaparkan tulisan berdasarkan isi karya
sastra, yang menggambarkan tokoh perempuan, yang selalu mengalami keterpurukan dan
kesengsaran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa cerpen “Menuju Kamar Durhaka” dan
“Berita dari Parlemen” menggambarkan perempuan sebagai sosok yang termarginalkan dan
selalu mengalami penderitaan.

Kata kunci: perempuan, penderitaan dan kesengsaran, termarginalkan

Abstract
This paper goals to find out how Utuy Tatang Sontani depict marginalized women in the
short story, entitled “Menuju Kamar Durhaka” and “Berita dari Parlemen” by describing
the attitudes, words, and actions are experienced and do female characters. In both short
stories, Utuy Tatang Sontani describe little people who are typically the female characters
are always experiencing misery and misfortune. The data collection is done by literature.
The method used is a qualitative descriptive article describes based on the content of literary
works, depicting a female character,, which is always going through adversity and misery.
The results prove that the short story and the ungodly “Menuju Kamar Durhaka” and
“Berita dari Parlemen” depict women as a highly marginalized and always suffering.

Keywords: woman, suffering and misery, an marginalized

PENDAHULUAN mengungkapkan keragaman budaya dengan


Sosok perempuan dalam karya sastra (cerpen) tampilan pluralitas yang di dalamnya kaya
Indonesia ditulis oleh sastrawan dengan dengan dengan nuansa makna. Dengan beragamnya
beragam masalah. Ada sastrawan yang karya yang mengungkapkan mas alah

ISSN 0854-3283 , Vol. 28, No. 1, Juni 2016 39


Perempuan yang Termarginalkan dalam Cerpen “Menuju Kamar Durhaka”... (Nurweni Saptawuryandari) Halaman 39 — 48

perempuan, secara tidak langsung muncul biologis dan lingkungannya. Secara tidak
pula isu feminisme. Sejalan dengan itu pula, langsung ada anggapan yang menunjukkan
kajian perempuan di bidang sastra juga mulai bahwa tokoh-tokoh yang digambarkan justru
mengemuka. Selanjutnya, dengan maraknya melestarikan mitos perempuan yang sangat
isu feminisme, makin marak pula studi tentang merugikan kaum perempuan. (Mantik, 2006,
perempuan di berbagai kalangan. Terlebih lagi hlm. 6)
adanya studi kajian perempuan di berbagai A-M a ’ r u f ( 2 0 0 3 , h l m . 1 0 — 11 )
Pusat Studi Wanita (PSW). mengungkap­kan bahwa trilogi karya Ahmad
Menguaknya isu feminisme berdampak Tohari, seperti Jentera Bianglala (1984),
luas terhadap timbulnya kesadaran di Lintang Kemukus Dini Hari (1983), dan
kalangan pemerhati sastra. Karya-karya Ronggeng Dukuh Paruk (1981), Pengakuan
yang mengungkapkan perempuan yang sejak Pariyem (Suryadi, 1981) Sri Sumarah dan
lama sering tersisih, termarginalisasi dalam Bawuk (Kayam, 1975), Belenggu (Pane, 1930)
kehidupan masyarakat, banyak disoroti dan Layar Terkembang (Alisyahbana, 1930),
dijadikan bahan kajian penelitian sastra. Sitti Nurbaya (Rusli, 1920) adalah novel
Sebagai contoh, penelitian sosok wanita dalam karya penulis laki-laki yang mengungkapkan
karya sastra yang sering ditampilkan sebagai sosok perempuan sebagai sosok yang menjadi
manusia kelas dua. orang nomor dua (termarginalkan) dalam
Jika dicermati, sebenarnya masalah kehidupan sehari-hari. Tokoh Sitti Nurbaya,
feminisme telah lama diungkapkan oleh perempuan tidak boleh bekerja di sektor
para sastrawan, setidaknya mulai zaman publik (luar rumah). Sebaliknya, laki-laki
Balai Pustaka. Bahkan, jika ditarik mundur, tidak dibenarkan turut campur tangan dalam
masalah feminisme telah muncul pada pekerjaan domestik sebab laki-laki memiliki
karya sastra klasik. Selanjutnya, pada zaman aktivitas dan tugas di sektor publik. Melalui
Pujangga Baru, masalah gender terasa lebih novel Sitti Nurbaya diungkapkan sekaligus
menguat dan mencapai puncaknya pada dibangkitkan semangat gender bagi perempuan.
dekade tahun 1990-an (Ma’ruf, 2003, hlm. Sitti Nurbaya sebagai tokoh yang tertindas
2). Sejalan pendapat tersebut, Djajanegara pada zamannya, dapat tampil sebagai simbol
(2000, hlm. 17—18) mengatakan bahwa baik perempuan yang membenahi peran perempuan
kanon sastra tradisional maupun pandangan terhadap lingkungannya.
tentang manusia dalam karya sastra pada Tidak kalah menariknya adalah adanya
umumnya mencerminkan ketimpangan penulis perempuan, juga menulis masalah
yang meminggirkan peran kaum perempuan perempuan yang diungkapkan sebagai orang
sehingga ideologi gender dalam sastra dinomorduakan atau termarginalkan, seperti
terkesampingkan atau kurang diperhatikan karya-karya Nh Dini, yang berjudul Pada
oleh para kritikus sastra. Sebuah Kapal, Keberangkatan, dan La
Dalam perkembangannya, tokoh-tokoh Barka (1977). Berikutnya adalah Tarian
perempuan yang digambarkan mulai beragam. Bumi (Rusmini, 2007). Ada anggapan dari
Pada diri Fatimah dalam Jalan Tak Ada Ujung pengamat sastra, sebagian besar karya sastra
(Mochtar Lubis, 1952). Yah dalam Belenggu Indonesia yang ditulis oleh perempuan
(Armiyn Pane, 1930), dan Maria dalam penulis cenderung mengangkat persoalan
Layar Terkembang (Takdir Alisyahbana, domestik, seperti percintaan, perkawinanan,
1930) didapat gambaran perempuan yang dan kehidupan rumah tangga. Novel Nh. Dini
menerjemahkan dirinya berdasarkan fungsi berjudul Pada Sebuah Kapal pada dasarnya

40 , Vol. 28, No. 1, Juni 2016 ISSN 0854-3283


Halaman 39 — 48 (Nurweni Saptawuryandari) Marginalized Women in the Short Story “Menuju Kamar Durhaka” ...

juga mengangkat persoalan perkawinan Tatang Sontani sehingga Pramoedya menyebut


(antarbangsa), seperti juga Salah Asuhan. Akan Utuy sebagai orang yang paling pesimis. Namun,
tetapi, tokoh Sri digambarkan “menabrak” Rosidi (dalam Utuy, 2002, hlm. 5) berkomentar
tradisi Jawa soal hubungan pranikah dan bahwa cerpen-cerpen Utuy Tatang Sontani—
pengalamannya. Periode selanjutnya, novel demikian juga dengan drama-dramanya—
karya sastra perempuan Indonesia yang sering tidak dijumpai kehidupan keluarga yang
diterbitkan antara tahun 1965—1980 berada berbahagia. Kehidupan keluarga (suami isteri)
dalam era perkembangan feminisme yang selalu diceritakan dalam keadaan kritis karena
mulai bergerak dari isu emansipasi pendidikan berbagai soal, tetapi lebih sering karena si suami
menuju isu marginalisasi, subordinasi, seks, tidak dapat memenuhi harapan kebutuhan si isteri
dan kekerasan. dalam masalah materi. Cerita seperti itu tampak
Secara tidak langsung, baik perempuan dalam cerpennya yang berjudul “Suami Isteri”.
penulis maupun laki-laki menunjukkan gugatan Dengan latar belakang kehidupan urban,
atas termarginalisasinya para perempuan. Persoalan Sontani menggambarkan tokoh-tokohnya melalui
perempuan yang termarginalisasi terformulasi cerpen “Menuju Kamar Durhaka” dan “Berita
dalam kritik sastra feminis, yakni kajian sastra Dari Parlemen”. Problem psikologis tokoh-
yang mengarahkan fokus analisisnya pada tokohnya, terutama tokoh perempuan yang
perempuan. Cerpen “Menuju Kamar Durhaka” berhadapan dengan orang-orang (masyarakat) di
dan “Berita dari Parlemen” merupakan cerpen sekelilingnya. Tokoh perempuan selalu menjadi
karya Utuy Tatang Sontani yang ditulis pada korban dari tokoh laki-laki. Laki-laki dianggap
tahun 50-an. Berbagai peristiwa yang terjadi pada sebagai pecundang dan perempuanlah yang
masa revolusi oleh Sontani diungkapkan dengan membuat hidup laki-laki bisa terus hidup dan
‘gamblang’ dan jelas. Penggambaran peristiwa berjalan sesuka hatinya. (www. reocities.com.
dan kehidupan dengan segala pernik-perniknya budaya. on, Sontani)
yang melatari kehidupan tokoh-tokoh dalam setiap Dalam perjalanan kreatifnya, karya-karya
cerpennya selalu menggambarkan rakyat kecil Utuy Tatang Sontani kemudian mencerminkan
yang umumnya adalah tokoh perempuan yang masalah humanis, yang secara tidak langsung
mengalami kesengsaraan dan kesialan. membela korban ketidakadilan. Hal ini terungkap
Dalam kata pengantar kumpulan cerpen melalui tokoh-tokoh yang tergambar dalam cerpen
“Menuju Kamar Durhaka”, Rosidi mengata­ “Sapar” dan “Penari Doger”. Selain itu, kedua
kan bahwa kedua cerpen itu semula sangat sulit cerpen yang ditulis Utuy Tatang Sontani pada
untuk diperoleh dan baca karena pada waktu itu zaman atau ‘masa revolusi’, yaitu pada tahun
Sontani termasuk ke dalam sastrawan yang disebut 1945—1950 mengungkapkan berbagai peristiwa
sastrawan eksil, yang karya-karyanya dilarang pada waktu itu, seperti nasib buruk yang dialami
terbit di Indonesia. Namun, dengan bergulirnya orang-orang yang terpaksa meninggalkan tempat
reformasi karya-karya sastrawan eksil dapat kediamannya karena dilanda revolusi untuk
diperoleh, sekaligus dapat dibaca. Sampai akhir ikut berjuang mempertahankan kemerdekaan
hayatnya, Utuy Tatang Sontani yang lahir di atau sekadar menjauhi daerah yang diduduki
Cianjur, pada tahun 1920 tidak kembali ke tanah musuh. Penggambaran tokoh perempuan dalam
air. Utuy meninggal dunia di Rusia pada tahun cerpen-cerpen Sontani yang menampilkan
1979 (Sontani, 2002, hlm. 5). sosok kehidupan ‘manusia yang terpinggirkan’
Selanjutnya, Toer (dalam Sontani, 2002, dengan berbagai masalah yang terjadi pada masa
hlm. 5) mengatakan bahwa ada warna muram bergejolaknya revolusi pada tahun 50-an sangat
yang terdapat dalam hampir semua cerpen Utuy menarik untuk dibahas.

ISSN 0854-3283 , Vol. 28, No. 1, Juni 2016 41


Perempuan yang Termarginalkan dalam Cerpen “Menuju Kamar Durhaka”... (Nurweni Saptawuryandari) Halaman 39 — 48

Tulisan ini menyoroti bagaimana feminisme kaum laki-laki dan perempuan. Dalam kajian
diungkapkan dalam cerpen “Menuju Kamar sastra, feminisme terfomulasi dalam kritik sastra
Durhaka” dan “Berita Dari Perlemen”. Kedua feminis, yaitu kajian sastra yang mengarahkan
cerpen itu terdapat dalam Kumpulan Cerpen fokus analisanya pada perempuan. Ratna (2011,
“Menuju Kamar Durhaka”. Dengan mengetahui hlm. 184) menyatakan bahwa kritik sastra feminis
ideologi feminis serta ekspresi pengarang merupakan suatu pendekatan dalam ilmu sastra
tentang feminisme yang terdapat dalam cerpen yang berusaha mendeskripsikan dan menafsirkan
tersebut, terungkap sosok perempuan yang pengalaman prasangka dan praduga terhadap
antara lain, meliputi (1) citra perempuan terhadap kaum perempuan. Kritik sastra feminis dilakukan
ketidakadilan, (2) citra perempuan terhadap untuk menunjukkan citra perempuan dalam karya
kemiskinan, dan (3) citra perempuan terhadap sastra yang menampilkan perempuan sebagai
pengaruh modernisasi. makhluk yang dengan berbagai cara ditekan,
Kajian sastra feminis adalah pengkaji disalahtafsirkan, serta disepelekan oleh tradisi
memandang sastra dengan kesadaran khusus, patriakhal yang dominan.
kesadaran bahwa ada jenis kelamin yang banyak Beberapa macam kritik sastra feminis,
berhubungan dengan budaya, sastra, dan kehidupan. antara lain kritik ideologis; kritik yang mengkaji
Jenis kelamin inilah yang membuat perbedaan di penulis-penulis wanita; kritik sastra sosial atau
antara semuanya yang juga membuat perbedaan marxis; kritik sastra feminis-psikoanalitik; kritik
pada diri pengarang, pembaca, perwatakan, dan sastra feminis-lesbian; dan kritik sastra feminis-
faktor luar yang memengaruhi situasi karang- ras (etnik) (Wiyatmi, 2012, hlm. 22—30).
mengarang (Sugihastuti, 2005, hlm. 5). Dengan Sesuai dengan tujuan kajian ini, kritik yang
kajian feminisme berarti meletakkan dasar bahwa diterapkan adalah kritik sastra feminis ideologis.
ada gender dalam kategori analisis sastra, suatu Kritik idelogis melibatkan pembaca wanita dan
kategori yang fundamental. Adapun inti tujuan menyoroti citra dan stereotipe wanita dalam karya
feminisme adalah meningkatkan kedudukan dan sastra (Djajanegara, 2000, hlm. 17—19). Oleh
derajat perempuan agar sama atau sejajar dengan karena itu, penggunaan teori feminis diharapkan
kedudukan serta derajat laki-laki (Djajanegara, dapat membuka cakrawala tentang persfektif
2000, hlm. 4). bagaimana perempuan dicitrakan dalam karya
Kritik sastra feminis merupakan salah satu sastra.
disiplin ilmu kritik sastra yang lahir sebagai Showalter (Hellwig, 2003, hlm. 11)
respons atas berkembangnya feminisme di mengemukakan bahwa tahapan perkembangan
berbagai negara. Feminisme adalah gerakan kritik sastra feminis diawali dengan kajian
kaum perempuan yang menuntut persamaan hak terhadap citra dan stereotif perempuan dalam karya
antara laki-laki dan perempuan, yang meliputi sastra. Fokus kajian pada awalnya ditujukan untuk
semua aspek kehidupan, baik di bidang politik, meneliti dan menganalisis bagaimana laki-laki
ekonomi, maupun sosial budaya (Djajanegara, memandang dan menggambarkan perempuan
2000, hlm. 16). Feminisme merupakan gerakan dalam karya sastra yang ditulisnya. Selanjutnya,
kaum perempuan untuk memeroleh otonomi Sugihastuti (2005, hlm. 15—16) mengemukakan
atau kebebasan menentukan dirinya sendiri bahwa dasar pemikiran dalam penelitian sastra
(Sugihastuti, 2005, hlm. 61). Dengan kata lain, berperspektif feminis adalah upaya pemahaman
gerakan feminisme merupakan perjuangan dalam kedudukan dan peran perempuan seperti tercermin
rangka mentransformasikan sistem dan struktur dalam karya sastra
sosial yang tidak adil menuju keadilan bagi Pertama, kedudukan dan peran para tokoh

42 , Vol. 28, No. 1, Juni 2016 ISSN 0854-3283


Halaman 39 — 48 (Nurweni Saptawuryandari) Marginalized Women in the Short Story “Menuju Kamar Durhaka” ...

perempuan dalam karya sastra Indonesia dengan mendeskripsikan berbagai isu terkait
menunjukkan masih didominasi oleh laki- dengan perempuan dalam perspektif feminis
laki. Kedua, dari resepsi pembaca karya sastra berdasarkan kenyataan teks. Indetifikasi dilakukan
Indonesia, secara sepintas terlihat bahwa para satu atau beberapa tokoh wanita di dalam sebuah
tokoh perempuan dalam karya sastra Indonesia karya. Selanjutnya, dapat diketahui perilaku
tertinggal dari laki-laki. Ketiga, penelitian sastra serta watak tokoh perempuan dari gambaran
Indonesia telah melahirkan banyak perubahan yang terdapat dalam teks, seperti ucapan tokoh
analisis dan metodologinya, salah satunya adalah perempuan. Langkah kedua adalah mengamati
penelitian sastra yang berperspektif feminis. ucapan, sikap, dan tindakan tokoh lain, terutama
Keempat, lebih dari itu, banyak pembaca yang tokoh laki-laki yang memiliki keterkaitan dengan
menganggap bahwa peran dan kedudukan tokoh perempuan yang sedang diamati. Langkah
perempuan lebih rendah daripada laki-laki seperti terakhir adalah mengamati sikap penulis karya
nyata diresepsi dari karya sastra Indonesia. yang sedang dikaji. Sebelum ketiga tahap itu
dilakukan, terlebih dahulu penulis akan melihat
METODE dan mengamati secara sepintas unsur-unsur
Penelitian ini menggunakan kualitatif dengan pembentuk karya sastra ini. Unsur-unsur yang
metode deskriptif yang bersifat analisis isi. terdapat dalam sebuah prosa fiksi (cerpen) ada
Melalui metode deskriptif tersebut diharapkan dua, yakni unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik.
penelitian dapat memberikan penjelasan tentang Dalam kajian ini, unsur intrinsik yang akan diamati
gambaran atau keadaan yang ada. Selanjutnya, adalah tokoh dan penokohan. Namun, tidak
dengan penelitian kualitatif dimaksudkan dapat menutup kemungkinan unsur lainnya, seperti alur,
memahami fenomena yang dialami untuk subyek latar, sudut pandang, tema, dan amanat juga akan
penelitian, seperti, perilaku, persepsi, motivasi, dilihat secara sepintas untuk mempertajam ucapan
tindakan, secara holistik, dan dengan cara deskripsi dan sikap tokoh-tokohnya. Dengan mengamati
dalam bentuk kata-kata dan bahasa (Moleong, ucapan, sikap, dan perilaku tokoh dalam cerpen
2007, hlm. 6). Sumber data untuk penulisan ini tersebut, dapat diketahui dan terindetifikasi
adalah cerita pendek Menuju “Kamar Durhaka” ucapan, sikap, dan perilaku tokoh-tokohnya, baik
dan “Berita dari Parlemen” karangan Utuy tokoh perempuan maupun laki-laki.
Tatang Sontani, yang diterbitkan di Jakarta oleh
Penerbit Pustaka Jaya, tahun 2002. Kedua cerpen HASIL DAN PEMBAHASAN
ini menarik untuk dibahas karena kedua tokoh Tokoh Aku dalam cerita pendek “Menuju
perempuan dalam cerpen tersebut merupakan Kamar Durhaka”, baru saja dicerai dan diusir
representasi dari perempuan-perempuan yang oleh suaminya. Aku mengetahui suaminya akan
tertindas. Tertindas kebebasannya dari laki-laki menikah lagi dengan PSK yang tinggal di Gang M.
dan tidak mampu menunjukkan eksistensinya Aku sakit hati, benci, dan marah dengan perbuatan
sehingga menerima semua perlakuan laki-laki suaminya. Aku berniat datang ke Gang M untuk
dengan sikap pasrah dan nrimo ‘menerima semua mengetahui keadaan di kamar PSK itu.
sikap, tindakan, dan kehendak laki-laki tanpa
perlawanan’. Berdasarkan hal itu, penulisan “Patut, hm, patut banyak laki-laki suka di sini,
sebab yang kudapati tidak lain daripada bedak,
kajian ini dilakukan untuk membuka cakrawala
yang putih dan yang agak kemerah-merahan,
dan pandangan baru yang berkaitan dengan citra
dalam dusnya bermerk houbigant, minyak wangi
perempuan dalam karya sastra. dengan plesnya bermaskara blue waltt, semua
Langkah pertama, mengkaji cerpen benda seperti lilin merah yang tak salah lagi
berdasarkan feminis dalam penelitian ini dilakukan gunanya untuk memerahkan bibir dan sebuah

ISSN 0854-3283 , Vol. 28, No. 1, Juni 2016 43


Perempuan yang Termarginalkan dalam Cerpen “Menuju Kamar Durhaka”... (Nurweni Saptawuryandari) Halaman 39 — 48

benda semacam potlot tentunya digunakan untuk Dengan gambaran seperti itu, tokoh Aku
menghitami alis” (Sontani, 2002, hlm. 39—40). sebagai seorang isteri yang berasal dari desa
Aku menganggap bahwa keadaan kamar hanya dianggap sebagai pelengkap, bukan
yang baru dilihatnya menunjukkan bahwa pendamping atau mitra yang sejajar. Aku
perempuan yang akan dinikahi mantan suaminya dibiarkan lepas begitu saja setelah laki-laki
adalah perempuan yang hidupnya bebas dan (mantan suaminya) menceraikannya untuk
modern. Hal itu dapat dibuktikan dengan menikah dengan perempuan lain (PSK).
adanya bekas-bekas make up yang tertinggal di Nurrahman-Sutoyo (dalam Mantik, 2006,
kamarnya. Melihat kondisi seperti itu, kemudian hlm. 4), di dalam penelitiannya, menemukan
Aku menggangap bahwa dirinya hanyalah bahwa dalam kaitannya dengan laki-laki
perempuan desa atau kampung yang tidak bisa (suami), perempuan cenderung dilihat sebagai
berhias seperti perempuan modern. Aku juga pendamping dan penunjang profesi saja. Hanya
menggangap bahwa latar belakang kehidupan sedikit yang memandang perempuan sebagai
masa kecilnya yang telah dididik orang tuanya mitra sejajar laki-laki (suami) sehingga secara
sangatlah baik dan sesuai dengan norma-norma tidak langsung perempuan hanya dianggap
agama. Aku menggangap bahwa dirinya adalah sebagai pelengkap atau sebagai orang yang
perempuan sederhana yang lugu dan polos. Ia dinomorduakan.
tidak mengerti dan memahami bahwa suaminya Terdapat dua sosok (tokoh) yang berkaitan
telah melakukan perbuatan tercela dan kotor. dengan perempuan yang diangkat dalam
Aku yang menganggap sebagai perempuan cerpen ini, yakni sosok Aku yang diungkapkan
bermoral merasa terhindar dari perbuatan sebagai perempuan sederhana dan tradisional
yang dilakukan oleh perempuan yang merebut (ibu rumah tangga) yang dididik berdasarkan
suaminya. Kutipan berikut menjelaskan rasa norma-norma dan etika. Dengan berdasar
syukur aku terhadap orang tuanya. norma-norma dan etika agama itulah, secara
tidak langsung tokoh Aku terhindar dari
“Sesungguhnya, kalau kuingat-ingatkan ke
perbuatan buruk yang dianggapnya dilarang
sana, sudah seharusnya aku berterima kasih
atas didikan orang tuaku yang menjauhkan norma-norma, etika, dan agama. Gambaran
aku dari jalan-jalan ke arah neraka jahanam. tokoh Aku dapat dianggap sebagai pelengkap
Dan sudah sebaiknya pula jika aku tadi pulang laki-laki karena ketika si laki-laki menikah
ke rumah orang tuaku, ke tempat orang-orang kembali dengan perempuan lain (PSK) dan
yang sepaham dengan daku, tidak mesti menceraikannya, tokoh Aku pulang kembali
datang ke tempat sarang setan ini” (Sontani, ke kampung halamannya (desa). Tokoh Aku
2002, hlm. 41).
disepelekan dan dinomorduakan. Namun,
tokoh Aku menunjukkan sikap dan perilaku
Aku bersyukur dengan didikan yang telah
yang tegar dan kuat. Ketegaran, keihklasan,
diberikan orang tuanya. Ketika melihat bekas-
dan kekuatan tokoh Aku ditopang oleh dasar
bekas make up dan kondisi kamar PSK, Aku
ketakwaannya yang religius dan agamis.
berharap bahwa dirinya terhindar dari perbua-
Sikap dan perilaku itu menunjukkan bahwa
tan yang dilarang agama. Perilaku dan sikap
meskipun disepelekan, ia masih mempunyai
Aku menunjukkan bahwa ia sebenarnya dapat
sikap dan mental yang sabar, kuat, dan ikhlas.
berpikir positif dan baik. Apalagi sikap dan
Perempuan yang berpikiran sederhana dan
pemikirannya ditopang dengan ketakwaan-
tradisonal.
nya yang secara religius ia selalu mengingat
Sosok perempuan berikutnya adalah
perbuatan yang dilarang oleh agama.
perempuan yang digambarkan sebagai

44 , Vol. 28, No. 1, Juni 2016 ISSN 0854-3283


Halaman 39 — 48 (Nurweni Saptawuryandari) Marginalized Women in the Short Story “Menuju Kamar Durhaka” ...

perempuan modern (PSK). Perilaku perempuan pada pihak perempuan. Bahkan, kalau boleh
modern itu digambarkan melalui bekas- menuduh suami tokoh Aku, sebenarnya
bekas maskara bermerk blue waltt, make up. telah selingkuh dengan PSK. Namun, tokoh
Bedak dan lipstik yang terdapat di dalam laki-laki (tidak digambarkan secara eksplisit
kamarnya. Perempuan yang dianggap oleh dalam cerpen tersebut) tidak (kurang) berani
tokoh Aku, telah merebut suaminya dengan untuk mengakui perselingkuhan dengan PSK
cara selingkuh. Perempuan bebas yang tidak pada istrinya. Si suami langsung menceraikan
mengenal etika dan norma-norma agama istrinya dan berniat menikah dengan PSK.
sehingga dengan mudah melakukan perbuatan Laki-laki itu melimpahkan penderitaan secara
kurang bermoral. tidak bertanggung jawab kepada istrinya (Aku).
Kedua sosok perempuan tersebut Seolah-olah ia hanya ingin mendapatkan
merupakan salah satu contoh dari fenomena kesenangan saja dan memberikan kesengsaran
masyarakat yang diangkat oleh kaum feminis. serta penderitaan terhadap perempuan.
Adapun Donna J. Haraway, seorang kritikus Fenomena tersebut adalah salah satu fenomena
feminis yang memiliki sudut pandang dan yang ditentang oleh kaum feminis. Ratna
argumentasi yang berbeda, berpendapat (2011, hlm. 191) berpendapat bahwa kaum
bahwa sepanjang abad sejarah manusia feminis tidak menyetujui adanya anggapan
telah didominasi dunia laki-laki dan kaum yang menyatakan bahwa karena memiliki
perempuan menjadi objek seksual (Ratna, kekuatan maka laki-laki cenderung untuk
2011, hlm. 202). Namun, dalam pandangan menaklukkan, mengadakan ekspansi dan
masyarakat selama ini kedua isu tersebut bersifat agresif.
dinilai negatif terutama bagi pihak perempuan. Kedua sosok perempuan yang terda-
Di pihak laki-laki tidak dinilai senegatif pat dalam cerpen “Menuju Kamar Durhaka”
perempuan. menunjukkan bahwa kaum laki-laki digam-
PSK (pelacur), sering dianggap barkan sebagai laki-laki yang memiliki kekuatan,
sebagai salah satu penyakit masyarakat baik dari segi material maupun kekuatan lainnya
yang mempunyai sejarah panjang (sejak sehingga ia dengan mudah melakukan dan me-
adanya kehidupan manusia telah diatur naklukan, serta mengadakan ekspansi dengan
oleh norma-norma perkawinan, sudah ada cara agresif. Ia bersikap dan bertindak sewenang-
pelacuran sebagai salah satu penyimpangan wenang, serta menyepelekan orang (perempuan/
dari norma-norma perkawinan). Sejak dahulu isterinya). Berbeda halnya dengan perempuan
yang dianggap paling hina dalam kegiatan (tokoh Aku), ia bersikap pasrah dan menerima
(pelacuran) selalu wanita, sedangkan laki-laki kemauan dan kehendak yang didakwakan kepada
yang membeli jasa perempuan tersebut tidak dirinya. Akibat dari perbuatan suaminya yang tidak
pernah dianggap seperti itu. Perempuan selalu bertanggung jawab, perempuanlah yang disepele-
dilecehkan dan dimarginalkan. kan dan dilecehkan. Pengarang menggambarkan
Kondisi seperti ini terus berlangsung sosok Aku sebagai perempuan yang sabar, ikhlas,
sampai sekarang dan seakan oleh masyarakat pasrah, dan “nrimo”(menerima semua sikap dan
dilegalkan. Objek dan sasarannya adalah perbuatan orang yang menimpa dirinya)
perempuan. Secara tidak langsung, dapat Melalui peristiwa yang diungkap dalam
melihat sebuah perbuatan yang tidak cerpen “Menuju Kamar Durhaka” terungkap
bertanggung jawab dan ketidakberanian dan tergambar ada dua tokoh yang bertolak
seorang laki-laki. Dengan kasat mata, para laki- belakang. Yang satu tokoh Aku adalah perempuan
laki hidung belang melimpahkan semuanya sederhana dan tradisional. Yang satunya lagi

ISSN 0854-3283 , Vol. 28, No. 1, Juni 2016 45


Perempuan yang Termarginalkan dalam Cerpen “Menuju Kamar Durhaka”... (Nurweni Saptawuryandari) Halaman 39 — 48

adalah perempuan lacur (PSK) yang modern suaminya yang berasal dari Sumatra kawin
(kebarat-baratan). Kekontrasan kedua tokoh itu lagi dengan perempuan lain yang juga dari
menunjukkan telah ada dan terjadi perbedaan gaya Sumatra. Suatu perceraian yang pahit bag-
inya, karena didahului dengan pertengkaraan
hidup perempuan yang polos, lugu, dan sederhana/
kata saling membongkar kebusukan masing-
tradisional dengan gaya hidup modern yang masing” (Sontani, 2002, hlm. 42).
glamor dengan make up. Tokoh Aku menganggap
beruntung karena dididik dengan moral yang baik Masalah yang terungkap dari paparan di
oleh orang tuanya (ibu), sedangkan ‘perempuan atas adalah kegelisahan tokoh yang berasal dari
lacur’ (PSK) dianggap tidak dididik dengan moral Pasundan karena ditinggal menikah lagi oleh
yang baik. Kedua tokoh perempuan itu sebenarnya suaminya yang berasal dari Sumatra. Si suami
dapat dikategorikan sebagai perempuan yang menikah dengan perempuan Sumatra. Dalam
termarginalkan karena selalu disepelekan, budaya Sumatra (Sumatra Barat/Pariaman)
dilecehkan, dan dihargai oleh laki-laki. Tokoh dikenal bahwa laki-laki harus menikah dengan
Aku, menerima semua sikap dan perilaku perempuan Sumatra (Pariaman). Kekhasan
suaminya dan tokoh PSK, yang mengetahui status budaya/warna lokal dimunculkan secara tidak
laki-laki yang telah mempunyai isteri, bahkan langsung oleh penulisnya. Anggapan sebagian
mau menerima sikap dan perilaku laki-laki orang bahwa adat, budaya dan tradisi sangat
tersebut. Jelas dari paparan yang diungkapkan kuat di Sumatra. Dalam cerpen ini, perempuan
tergambar citra perempuan yang ditulis oleh menjadi objek yang harus menerima sikap
pengarang adalah citra perempuan yang mendapat “nrimo” dan pasrah. Kepasrahan yang dialami
pengaruh dari modernisasi. Pengaruh itu adalah dan diterima perempuan karena mengganggap
gaya hidup modern, berupa gaya berdandan dan bahwa sikap dan perilaku suami yang harus
gaya berpakaian. Selanjutnya, adalah perempuan tunduk pada adat dan budaya yang berlaku
yang menganggap dirinya sebagai perempuan di Sumatra. Adat yang harus dipatuhi dan
tradisonal dan sederhana yang terikat oleh norma- dilaksanakan meskipun yang menjadi korban
norma agama. Perempuan ini menganggap bahwa adalah perempuan yang sudah dinikahi.
norma yang diajarkan orang tuanya berpangkal Selanjutnya, pengarang mengungkapkan
pada ajaran agama sehingga ia bersikap ikhlas kedatangan perempuan Sumatra yang memaki-
dan sabar. Citra perempuan seperti ini adalah maki laki-laki Pasundan, yang ternyata adalah
citra perempuan yang mendapat sikap dan mantan suaminya. Pertengkaran terjadi karena
perlakuan yang kurang adil, dilecehkan, dan Halimah tersinggung dengan makian perempuan
termarginalkan. yang memaki-maki orang Pasundan.
Cerpen “Berita dari Parlemen”, meng­
ggambarkan tokoh perempuan bernama Halimah. ... “Jawabnya dengan suara gemetar.” Mengapa
Halimah baru saja bercerai dengan suaminya. Nyonya memaki-maki orang Sunda? Bukankah
Ia digambarkan oleh pengarang hendak pulang Nyonya juga orang Sunda?”
“Lunak rasanya ia melahirkan pertanyaan
ke kampung halamannya di Bandung.
itu. Tidak menyangka kalau perempuan itu akan
menyambut dengan mengejek mencibirkan bibir,
“Ia mesti ke Bandung ke ibukota Negara Pa-
sikapnya seperti guru pemarah memandang murid
sundan, ke tempat kelahirannya untuk meny-
yang tidak tahu menjawab suatu pertanyaan.”
erahkan dirinya di sana kepada pemeliharaan
“Memang!” balasnya dengan suata tinggi diser-
orang tuanya. Keputusan ini diambilnya
tai bahu diangkatkan. “Saya orang Sunda. Tapi
setelah ia semalam-malaman mencucurkan
bukan seperti orang-orang Sunda yang berlagak
air mata menangisi nasib diri mesti menga-
jadi Menteri Negara Pasundan, yang berlagak
lami diceraikan oleh suaminya dengan alasan

46 , Vol. 28, No. 1, Juni 2016 ISSN 0854-3283


Halaman 39 — 48 (Nurweni Saptawuryandari) Marginalized Women in the Short Story “Menuju Kamar Durhaka” ...

mempunyai negara mengurus negara, tapi sebet- “Tapi,” Tanya Halimah lagi. “mengapa dia
ulnya mencari kedudukan.” Terus suaranya lebih marah?”
tinggi dan disertai mata dipelototkan, “Saudara “Perempuan tua itu memegang bahu
memangnya dari partai apa, dari perkumpulan Halimah, katanya dicumbukan, “Tentu dia
politik mana maka seolah-olah menentang penda- marah-marah, sebab baru saja diceraikan oleh
pat saya?” (Sontani, 2002, hlm. 45—46). suaminya, lantaran diketahui oleh istrinya yang
resmi” (Sontani, 2002, hlm. 50—52).
Perbedaan budaya dipertentangkan
kedua tokoh perempuan itu. Budaya Jawa Kutipan itu menggambarkan sikap dan
Barat (Pasundan) dan budaya Sumatra. perilaku perempuan yang satu sebagai perempuan
Perdebatan antara kedua tokoh perempuan simpanan dan dicerai oleh suaminya karena
itu dapat diselesaikan setelah keduanya saling perilakunya diketahui oleh istrinya yang sah.
memahami masalah yang sedang dihadapinya. Yang satu lagi perempuan resmi diceraikan
Keduanya telah menjadi korban laki-laki. Si suaminya karena sang suami ingin menikah
perempuan Pasundan disepelekan karena laki-laki dengan perempuan simpanannya. Kedua tokoh
(suaminya) telah menceraikannya dan menikah perempuan itu menjadi terpuruk dan disepelekan
lagi dengan perempuan lain. Perempuan lainnya, serta tidak dihargai oleh laki-laki. Perempuan
yaitu perempuan Pasundan juga disepelekan tidak mempunyai kekuatan dan keberanian
karena laki-laki (suaminya) yang menjabat untuk menuntut karena sikap dan perbuatan yang
sebagai menteri takut dengan isteri pertamanya. dilakukan oleh suaminya. Akibatnya, perempuan
Perdebatan akibat kesalahpahaman menyadarkan menjadi bersikap pasrah dan menerima nasib
mereka menjadi teman berdiskusi sehingga apa adanya. Seyogyanya, perempuan dianggap
keduanya menjadi akrab. Mereka beranggapan sebagai makhluk yang sama derajatnya dengan
mengalami nasib yang sama karena disepelekan laki-laki.
dan dilecehkan oleh laki-laki. Kedua perempuan Kekontrasan dialami dua tokoh perampuan
itu sama-sama menjadi korban laki-laki. Mereka yang mengalami nasib sama, dengan masalah
telah disepelekan dan dilecehkan. Tokoh yang berbeda. Namun, apa pun masalah yang
Halimah yang menyadari bahwa perempuan itu dialami oleh kedua perempuan itu tetap saja
kesal karena laki-laki (suaminya) yang orang penderitaan dan kesusahan diterimanya. Objek
Pasundan dan menjabat menteri di Negara penderitaan kembali pada perempuan. Dari
Pasundan takut dengan istri pertamanya sehingga paparan cerita pendek “Berita dari Parlemen”,
dia diceraikan. Halimah sendiri kesal dengan peristiwa yang diungkapkan adalah seorang
suami yang menceraikannya, karena sang suami perempuan yang diceraikan oleh suaminya
ingin menikah dengan perempuan Sumatra. menganggap dirinya disepelekan oleh laki-laki.
Akibat dari kesalahpahaman itu, mereka saling Ia juga menganggap dirinya hanyalah seorang
menjelek-jelekan suku Sunda (Pasundan). perempuan desa yang polos dan lugu. Ia baru
menyadari bahwa ada perempuan lain yang sakit
“Mengapa saya mesti menaruh dendam hati karena sikap dan perbuatan suami yang
kepada ahli politik? balas Halimah merendah. menceraikannya.
“Sebaliknya saya merasa berdosa.”
Melalui peristiwa yang diungkapkan dalam
“Perempuan itu merasa tersenyum.
cerpen “Berita dari Parlemen”, ada dua tokoh
Tersenyum kasih sayang. Katanya, “Dia ahli
politik?” perempuan yang polos dan lugu sehingga
“Lantas, kata Halimah dengan berani” mudah untuk dipermainkan dan dilecehkan
“Dia itu istri yang tidak resmi dari mentri… oleh laki-laki. Apalagi yang membuat malu
Negara Pasundan, jawabnya....” adalah laki-laki yang berasal dari seorang mentri

ISSN 0854-3283 , Vol. 28, No. 1, Juni 2016 47


Perempuan yang Termarginalkan dalam Cerpen “Menuju Kamar Durhaka”... (Nurweni Saptawuryandari) Halaman 39 — 48

di negara Pasundan. Citra perempuan yang dan istri simpanan) yang hidup bebas dan modern.
diungkapkan pengarangnya adalah yang pertama Mereka dapat dikategorikan atau dianggap sebagai
adalah citra perempuan tradisional yang pasrah perempuan modern, dengan segala gaya hidup
dan lugu dengan perbuatan yang dilakukan modern, yang ditunjukkan dengan pernik-pernik
suaminya sehingga citra perempuan ini adalah citra make up dan gaya berpakaian. Perempuan seperti
perempuan yang menerima ketidakadilan. Yang itu digambarkan dari bekas-bekas make up yang
kedua adalah perempuan yang menerima citra ada di dalam kamarnya. Selanjutkan, gambaran
perempuan yang mendapat pengaruh modernisasi. laki-laki yang sangat kontradiktif dengan gambaran
Kedua perempuan yang dicerai oleh suaminya itu perempuan yang menerima segala keputusan laki-
menganggap bahwa dirinya hanyalah perempuan laki (suaminya). Laki-laki (suami) digambarkan
tradisonal dan sederhana yang terikat oleh sebagai laki-laki yang super power, memiliki
norma-norma agama. Selanjutnya, perempuan kekuatan, kemapanan, dan kemampuan. Laki-laki
yang dianggap berselingkuh dengan suaminya yang dapat bersikap dan bertindak “semaunya”
adalah citra perempuan yang mendapat pengaruh terhadap perempuan.
modernisasi.

DAFTAR PUSTAKA
SIMPULAN
Ideologi feminis yang terungkap melalui cerita
pendek “Menuju Kamar Durhaka” dan “Berita A-Ma’ruf, A.I. (2003). “Dekonstruksi Citra Ke-
perempuanan dalam Sastra: Dari Budaya
dari Parlemen” karya Utuy Tatang Sontani Lokal Hingga Global”. Kajian Linguistik
mengungkapkan perempuan sebagai orang dan Sastra, Vol. 15 No. 27. Https/pub-
termarginalkan. Sebagai seorang perempuan, baik likasiilmiahUMS.ac.id. diakses tanggal 4
sebagai seorang istri, maupun sebagai seorang Juni pukul 23.00.
perempuan simpanan atau PSK adalah perempuan Djajanegara, S. (2000). Kritik Sastra Feminis:
yang dalam segala hal selalu disepelekan, Sebuah Pengantar. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
dilecehkan, dan dinomorduakan.
Nasib buruk yang menimpa tokoh perempuan, Hellwig, T. (2003). Citra Perempuan dalam
Sastra Indonesia. Jakarta: Desantara.
berupa kesialan dan keterpurukan, sebenarnya
bukan saja digambarkan dalam karya sastra Kumaat M. dan Maria J. (2006). Gender Dalam
Sastra: Suatu Studi Kasus Drama Mega-
(cerpen), tetapi ada dalam kehidupan di sekitar Mega. Jakarta: Wedatama Widya Sastra.
kita. Namun, oleh Utuy Tatang Sontani, citra
Moleong, L.J. (2007). Metode Penelitian Kualitatif.
perempuan yang diungkapkan adalah perempuan Bandung: Remaja Rosdakarya.
yang pasrah dan menerima semua keputusan
Ratna, N.K. (2011). Teori, Metode, dan Teknik
suami (laki-laki) tanpa perlawanan dan kekuatan. Penelitian Sastra dari Strukturalisme hing-
Sebagai seorang perempuan menerima apa adanya ga Poststrukturalisme Perspektif Wacana
kehendak laki-laki/suami dan tidak dapat melawan Naratif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
atau memprotes. Perempuan seperti itu kemudian Sontani, U.T. (2002). Menuju Kamar Durhaka.
menganggap bahwa dirinya hanya seorang Jakarta: Pustaka Jaya.
perempuan sederhana atau tradisional yang tidak/ Sugihastuti. (2005). Kritik Sastra Feminis,
belum tersentuh oleh modernisasi. Perempuan Teori, dan Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka
yang berpegang pada etika, norma-norma adat, dan Pelajar.
agama. Perempuan dalam kesehariannya hanyalah Wiyatmi. (2012). Kritik Sastra Feminis.
sebagai seorang istri yang patuh pada perintah dan Yogyakarta: Ombak.
kehendak suami. Di balik itu, ada perempuan (PSK www.reocities.com. Budaya. On Utuy, diakses
tanggal 23 Juli, pukul 24.00
48 , Vol. 28, No. 1, Juni 2016 ISSN 0854-3283

Anda mungkin juga menyukai